kolesistitis

24
Kolesistitis Akut Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana jln. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510 Pendahuluan Peradangan akut dinding kandung empedu atau disebut juga dengan kolesistitis akut biasanya terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu. Kolesistitis akut sering berawal sebagai serangan kolik biliaris yang memburuk secara progresif. Sekitar 60-70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan yang sembuh spontan. Namun, seiring dengan makin parahnya serangan, nyeri kolesistitis akut makin menjadi generalisata di abdomen kanan atas. Seperti kolik biliaris, nyeri kolesistitis dapat menyebar ke daerah antarskapula, skapula kanan atau bahu. Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien juga mengalami anoreksia dan sering mual. Kolesistitis akut merupakan suatu penyakit yang dapat mengganggu kualitas hidup pasien. 1

description

blok 17

Transcript of kolesistitis

Kolesistitis AkutMahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacanajln. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

PendahuluanPeradangan akut dinding kandung empedu atau disebut juga dengan kolesistitis akut biasanya terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu. Kolesistitis akut sering berawal sebagai serangan kolik biliaris yang memburuk secara progresif. Sekitar 60-70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan yang sembuh spontan. Namun, seiring dengan makin parahnya serangan, nyeri kolesistitis akut makin menjadi generalisata di abdomen kanan atas. Seperti kolik biliaris, nyeri kolesistitis dapat menyebar ke daerah antarskapula, skapula kanan atau bahu. Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien juga mengalami anoreksia dan sering mual. Kolesistitis akut merupakan suatu penyakit yang dapat mengganggu kualitas hidup pasien.

PembahasanA. Anamnesis

Anamnesis merupakan salah satu cara untuk mendiagnosis suatu penyakit. Secara umum anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara yang dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis).1 Pada anamnesis perlu ditanyakan beberapa hal seperti:

1. Identitas Nama Umur/ usia Jenis kelamin Alamat Pekerjaan 2. Keluhan utamaMenanyakan apa keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien datang berobat.3. Riwayat penyakit sekarang (RPS) Cerita kronologis yang terperinci dan jelas tentang keadaan pasien sebelum ada keluhan sampai dibawa berobat

Pengobatan sebelumnya dan hasilnya

Perkembangan penyakit

4. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

Untuk mengetahui apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya serta riwayat penyakit lain yang pernah diderita pasien.5. Riwayat Keluarga

Untuk mengetahui bagaimana status kesehatan keluarga serta mencari tahu apakah terdapat anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama.6. Riwayat psychosocial (sosial)

Mengetahui bagaimana lingkungan kerja, sekolah atau tempat tinggal serta faktor resiko gaya hidup.1B. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan tanda-tanda vital :

Tekanan Darah

Normal (>18th): 120/80 mmHg pada usia dewasa.2 Kasus

: 110/70 mmHg

Heart Rate

Normal (>18th): 70-75 kali/menit.2 Kasus

: 98 kali/menit

Suhu

Normal (>18th): 37 C/98,6 F.2

Kasus

: 38,5 celcius

Pernafasan

Normal (>18th): 15 20 kali/menit.2 Kasus

: 24 kali/menit2. Inspeksi: melihat keadaan fisik pasien adakah terdapat tanda-tanda abnormal seperti

Pasien kelihatan nyeri pada ulu hatinya mungkin menandakan adanya kolik abdomen.

Sklera kelihatan kekuningan mengindikasikan adanya ikterus.

Frekuensi pernafasan 24kali permenit menunjukkan sakit yang mungkin disertai oleh peradangan.

3. Palpasi: meraba dibagian abdomen

Adakah pasien mempunyai rasa nyeri tekan menyeluruh ataupun hanya di suatu tempat sahaja.

Jika sakit dibagian kuadran kanan atas, indikasikan penyakit yang berhubungan dengan hepatobilier.

Suhu badan yang terasa panas, menunjukkan pasien demam yang berkemungkinan peradangan dibagian yang sakit.

Untuk memastikan lakukanlah muphy sign, jika positif mengindikasikan pasien sakit dibagian empedu atau saluran empedu.

C. Pemeriksaan penunjang Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan fisis. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas, demam dan leukositosis sangat sugestif. Biasanya terjadi leukositosis meningkat . Bilirubin serum sedikit meningkat pada pasien, sementara pasien mengalami peningkatan aminotransferase serum (biasanya kurang dari lima kali lipat). Pemeriksaan alkali phospatase biasanya meningkat pada pasien dengan kolesistitis. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, namun amilase dapat meningkat pada kolesistitis. 3Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak. Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut. Gambaran adanya kalsifikasi diffus dari kandung empedu (empedu porselain) menunjukkan adanya keganasan pada kandung empedu.3Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memprlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90 95%. Adapun gambaran di USG yang pada kolesistitis akut diantaranya adalah cairan perikolestik, penebalan dinding kandung empedu lebih dari 4 mm dan tanda sonographic Murphy. Adanya batu empedu membantu penegakkan diagnosis.3Sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan CT scan abdomen dan MRI dilaporkan lebih besar dari 95%. Pada kolesistitis akut dapat ditemukan cairan perikolestik, penebalan dinding kandung empedu lebih dari 4 mm, edema subserosa tanpa adanya ascites, gas intramural dan lapisan mukosa yang terlepas. Pemeriksaan dengan CT scan dapat memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG.3Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 96n Tc6 Iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG tapi teknik ini tidak mudah. Normalnya gambaran kandung empedu, duktus biliaris komunis dan duodenum terlihat dalam 30-45 menit setelah penyuntikan zat warna. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau scintigrafi sangat menyokong kolesistitis akut.3Endoscopic Retrogard Cholangiopancreatography (ERCP) dapat digunakan untuk melihat struktur anatomi bila terdapat kecurigaan terdapat batu empedu di duktus biliaris komunis pada pasien yang beresiko tinggi menjalani laparaskopi kolesistektomi.4D. Working Diagnosis1. Kolesistitis akutKolesistitis adalah inflamasi akut dari kandung empedu, biasanya berhubungan dengan batu kandung empedu yang tersangkut pada duktus sistikus dan menyebabkan distensi kandung empedu. Kasus kolesistitis ditemukan pada sekitar 10% populasi, sekitar 90% kasus berkaitan dengan batu empedu, sedangkan 10% sisanya tidak. Kasus minorotas yang disebut juga dengan istilah acalculous cholecystitis ini, biasanya berkitan dengan pasca bedah umum, cedera berat, sepsis (infeksi berat). Individu yang beresiko terkena kolesistitis adalah jenis kelamin wanita, umur tua, obesitas, obat-obatan kehamilan, dan suku bangsa tertentu.3E. Diagnosis Differential1. kolelitiasis

Kolelitiasis adalah pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Kedua penyakit diatas dapat terjadi sendiri saja, tapi sering kali dijumpai bersamaan karena saling berkaitan. Sekitar 95% penderita peradangan kandung empedu akut memiliki batu empedu. Batu empedu yang menyumbat saluran empedu akan membuat kandung empedu meregang, sehingga aliran darah dan getah bening akan berubah, terjadilah kekurangan oksigen dan kematian jaringan empedu. Sedangkan kasus tanpa batu empedu, kolesistitis lebih disebabkan oleh faktor keracunan empedu (endotoksin) yang membuat garam empedu tidak dapat dikeluarkan dari kandung empedu. Gejalanya meliputi nyeri perut kanan atas dengan kombinasi mual muntah dan panas. Pada pemeriksaan fisis ditemukan nyeri tekan pada perut kanan atas dan sering teraba kandung empedu yang membesar dan tanda-tanda peritonitis.4 2. Pancreatitis akut Pankreatitis adalah reaksi peradangan pancreas. Secara klinis pancreatitis akut ditandai dengan nyeri perut yang akut disertai dengan kenaikan enzim dalam darah dan urin. Perjalanan penyakit sangat bervariasi dari ringan yang self limited sampai sangat berat yang disertai dengan gangguan ginjal dan paru-paru yang berakibat fatal. Gejala pancreatitis akut yang paling mencolok adalah rasa nyeri yang timbul tiba-tiba, kebanyakan intens, terus-menerus dan makin lama makin bertambah. Rasa nyeri kebanyakan terletak di epigastrium, kadang agak ke kiri atau ke kanan. Rasa nyeri dapat menjalar ke punggung, kadang-kadang nyeri menyebar diperut dan menjalar ke abdomen bagian bawah. Nyeri berlangsung beberapa hari. Selain nyeri sebagian kasus juga didapatkan gejala mual dan muntah serta demam. Kadang-kadang didapat tanda kolaps kardiovaskular, renjatan dan gangguan pernafasan.5Factor yang memperberat pancreatitis akut sebagian besar belum diketahui. Pada hampir 80% kasus pancreatitis akut jaringan pancreas mengalami inflamasi tetapi masih hidup, keadaaan ini disebut pancreatitis interstitial, sisanya sekitar 20% mengalami nekrosis pancreas atau peripankreas yang merupakan komplikasi yang berat, mengancam nyawa dan memerlukan perawatan intensif. Nekrosis peripankreas diduga terjadi sebagai sebagai akibat aktivasi lipase pancreas pada jaringan lemak peripankreas. Kematian tersebar pasien pancreatitis akut terdapat pada pasien yang mengalami nekrosis pancreas yang mengalami infeksi ini.5

3. KoledokolitiasisKoledokolitiasis adalah batu yang terdapat pada duktus koledokus. Batu yang sejak awal dibentuk di duktus koledokus disebut koledokolitiasis primer. Proporsinya tidak lebih dari 5%. Sebanyak 95% kasus terjadi karena migrasi dari kandung empedu yang disebut dengan koledokolitiasis sekunder. Pasien yang tidak segera ditangani akan beresiko mengalami infeksi yang disebut kolangitis. Pada kondisi demikian sangat beresiko tinggi terjadi kematian. Penanganan koledokolitiasis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu ERCP atau bedah terbuka (laparotomi).6

Etiologi dan Patogenesis Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus) Batu biasanya menyumbat duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu dan terjadi distensi kandung empedu. Distensi kandung empedu menyebabkan aliran darah dan limfe menjadi terganggu sehingga terjadi iskemia dan nekrosis dinding kandung empedu. Meskipun begitu, mekanisme pasti bagaimana stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut, sampai saat ini masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang dapat mencetuskan respon peradangan pada kolesistitis, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu yang diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi. Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50 sampai 85 persen pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering dibiak dari kandung empedu para pasien ini adalah E. Coli, spesies Klebsiella, Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus dan spesies Clostridium. Endotoxin yang dihasilkan oleh organisme-organisme tersebut dapat menyebabkan hilangnya lapisan mukosa, perdarahan, perlekatan fibrin, yang akhirnya menyebabkan iskemia dan selanjutnya nekrosis dinding kandung empedu Kolesistitis akut akalkulus terdapat pada 10 % kasus. Peningkatan resiko terhadap perkembangan kolesistitis akalkulus terutama berhubungan dengan trauma atau luka bakar yang serius, dengan periode pascapersalinan yang menyertai persalinan yang memanjang dan dengan operasi pembedahan besar nonbiliaris lainnya dalam periode pascaoperatif. Faktor lain yang mempercepat termasuk vaskulitis, adenokarsinoma kandung empedu yang mengobstruksi, diabetes mellitus, torsi kandung empedu, infeksi bakteri kandung empedu (misalnya Leptospira, Streptococcus, Salmonella atau Vibrio cholera) dan infeksi parasit kandung empedu. Kolesistitis akalkulus mungkin juga tampak bersama dengan berbagai penyakit sistemik lainnya (sarkoidosis, penyakit kardiovaskuler, sifilis, tuberkulosis, aktinomises). Selain itu, dapat timbul juga pada pasien yang dirawat cukup lama yang mendapat nutrisi secara parenteral. Hal ini dapat terjadi karena kandung empedu tidak mendapatkan stimulus dari kolesistokinin (CCK) yang berfungsi untuk mengosongkan kantong empedu, sehingga terjadi statis dari cairan empedu.3,4Batu Empedu1. Batu Kolesterol

Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari 90 % kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan batu kolesterol campuran yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan inorganik lain. Kolesterol dilarutkan di dalam empedu dalam daerah hidrofobik micelle, sehingga kelarutannya tergantung pada jumlah relatif garam empedu dan lesitin10.7Menurut Meyers & Jones, 1990 Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam empat tahap:

Supersaturasi empedu dengan kolesterol.

Pembentukan nidus.

Kristalisasi/presipitasi.

Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan senyawa lain yang membentuk matriks batu.72. Batu pigmen

Batu pigmen merupakan sekitar 10 % dari batu empedu di Amerika Serikat. Ada dua bentuk yaitu batu pigmen murni yang lebih umum dan batu kalsium bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil (2 sampai 5 mm), multipel, sangat keras dan penampilan hijau sampai hitam. Batu-batu tersebut mengandung dalam jumlah bervariasi kalsium bilirubinat, polimer bilirubin, asam empedu dalam jumlah kecil kolesterol (3 sampai 26%) dan banyak senyawa organik lain. Didaerah Timur, batu kalsium bilirubinat dominan dan merupakan 40 sampai 60 % dari semua batu empedu. Batu ini lebih rapuh, berwarna kecoklatan sampai hitam

Patogenesis batu pigmen berbeda dari batu kolesterol. Kemungkinan mencakup sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan pigmen abnormal yang mengendap dalam empedu. Sirosis dan stasis biliaris merupakan predisposisi pembentukan batu pigmen. Pasien dengan peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi (anemia hemolitik), lazim membentuk batu pigmen murni. Di negara Timur, tingginya insiden batu kalsium bilirubinat bisa berhubungan dengan invasi bakteri sekunder dalam batang saluran empedu yang di infeksi parasit Clonorchis sinensis atau Ascaris Lumbricoides. E.coli membentuk B-glukoronidase yang dianggap mendekonjugasikan bilirubin di dalam empedu, yang bisa menyokong pembentukan kalsium bilirubinat yang tak dapat larut.73. Batu campuran

Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium. Batu ini sering ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat majemuk, berwarna coklat tua. Sebagian besar dari batu campuran mempunyai dasar metabolisme yang sama dengan batu kolesterol.7EpidemiologiPeradangan akut dinding kandung empedu atau disebut juga dengan kolesistitis akut biasanya terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu. Sekitar 10-20% warga Amerika menderita kolelitiasis (batu empedu) dan sepertiganya juga menderita kolesistitis akut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita, usia tua dan lebih sering terjadi pada orang kulit putih. Pada wanita, terutama pada wanita-wanita hamil dan yang mengkonsumsi obat-obat hormonal, insidensi kolesistitis akut lebih sering terjadi. Beberapa teori mengatakan hal ini berkaitan dengan kadar progesteron yang tinggi yang menyebabkan statis aliran kandung empedu. Di Indonesia, walaupun belum ada data epidemiologis penduduk, insidens kolesistitis dan kolelitiasis di negara kita relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara barat.3Manifestasi klinik Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di sebelah kanan atas dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan suhu tubuh. Keluhan tersebut dapat memburuk secara progresif. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Sekitar 60-70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan yang sembuh spontan.

Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami anoreksia dan sering mual. Muntah relatif sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda deplesi volume vaskuler dan ekstraseluler. Pada pemeriksaan fisis, kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi. Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang tegang dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkosta kudaran kanan atas biasanya menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi.

Ketokan ringan pada daerah subkosta kanan dapat menyebabkan peningkatan nyeri secara mencolok. Nyeri lepas lokal di kuadran kanan atas sering ditemukan, juga distensi abdomen dan penurunan bising usus akibat ileus paralitik, tetapi tanda rangsangan peritoneum generalisata dan rigiditas abdomen biasanya tidak ditemukan, asalkan tidak ada perforasi. Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatik. Pada pasien-pasien yang sudah tua dan dengan diabetes mellitus, tanda dan gejala yang ada tidak terlalu spesifik dan kadang hanya berupa mual saja.

Walaupun manifestasi klinis kolesistitis akalkulus tidak dapat dibedakan dengan kolesistitis kalkulus, biasanya kolesistitis akalkulus terjadi pada pasien dengan keadaan inflamasi kandung empedu akut yang sudah parah walaupun sebelumnya tidak terdapat tanda-tanda kolik kandung empedu. Biasanya pasien sudah jatuh ke dalam kondisi sepsis tanpa terdapat tanda-tanda kolesistitis akut yang jelas sebelumnya.3,4Penatalaksanaan 1. Terapi konservatif

Walaupun intervensi bedah tetap merupakan terapi utama untuk kolestasis akut dan komplikasinya, mungkin diperlukan periode stabilisasi di rumah sakit sebelum kolesistektomi. Pengobatan umum termasuk istirahat total, perbaiki status hidrasi pasien, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, koreksi elektrolit, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi seperti peritonitis, kolangitis dan septisemia. Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk mematikan kuman kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E. Coli, Strep. faecalis dan Klebsiela, namun pada pasien diabetes dan pada pasien yang memperlihatkan tanda sepsis gram negatif, lebih dianjurkan pemberian antibiotik kombinasi.32. Terapi bedah

Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih diperdebatkan, apakah sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) atau ditunggu 6 8 minggu setelah terapi konservatif dan keadaaan umum pasien lebih baik. Sebanyak 50 % kasus akan membaik tanpa tindakan bedah. Ahli bedah yang pro operasi dini menyatakan, timbul gangren dan komplikasi kegagalan terapi konservatif dapat dihindarkan dan lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih singkat dan biaya daat ditekan. Sementara yang tidak setuju menyatakan, operasi dini akan menyebabkan penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik operasi lebih sulit karena proses infalamasi akut di sekitar duktus akan mengaburkan anatomi. Namun, kolesistostomi atau kolesistektomi darurat mungkin perlu dilakukan pada pasien yang dicurigai atau terbukti mengalami komplikasi kolesistitis akut, misalnya empiema, kolesistitis emfisematosa atau perforasi. Pada kasus kolesistitis akut nonkomplikata, hampir 30 % pasien tidak berespons terhadap terapi medis dan perkembangan penyakit atau ancaman komplikasi menyebabkan operasi perlu lebih dini dilakukan (dalam 24 sampai 72 jam). Komplikasi teknis pembedahan tidak meningkat pada pasien yang menjalani kolesistektomi dini dibanding kolesistektomi yang tertunda. Penundaan intervensi bedah mungkin sebaiknya dicadangkan untuk (1) pasien yang kondisi medis keseluruhannya memiliki resiko besar bila dilakukan operasi segera dan (2) pasien yang diagnosis kolesistitis akutnya masih meragukan.3,4Kolesistektomi dini/segera merupakan terapi pilihan bagi sebagian besar pasien kolesistitis akut. Di sebagian besar sentra kesehatan, angka mortalitas untuk kolesistektomi darurat mendekati 3% sementara resiko mortalitas untuk kolesistektomi elektif atau dini mendekati 0,5 % pada pasien berusia kurang dari 60 tahun. Tentu saja, resiko operasi meningkat seiring dengan adanya penyakit pada organ lain akibat usia dan dengan adanya komplikasi jangka pendek atau jangka panjang penyakit kandung empedu. Pada pasien kolesistitis yang sakit berat atau keadaan umumnya lemah dapat dilakukan kolesistektomi dan drainase selang terhadap kandung empedu. Kolesistektomi elektif kemudian dapat dilakukan pada lain waktu. Sejak diperkenalkan tindakan bedah kolesistektomi laparoskopik di Indonesia ada awal 1991, hingga saat ini sudah sering dilakukan di pusat pusat bedah digestif. Di luar negeri tindakan ini hampir mencapai angka 90% dari seluruh kolesitektomi. Konversi ke tindakan kolesistektomi konvensional menurut Ibrahim A. dkk, sebesar 1,9% kasus, terbanyak oleh karena sukar dalam mengenali duktus sistikus yang diakibatkan perlengketan luas (27%), perdarahan dan keganasan kandung empedu. Komplikasi yang sering dijumpai pada tindakan ini yaitu trauma saluran empedu (7%), perdarahan, kebocoran empedu. Menurut kebanyakan ahli bedah tindakan kolesistektomi laparoskopik ini sekalipun invasif mempunyai kelebihan seperti mengurangi rasa nyeri pasca operasi. Menurunkan angka kematian, secara kosmetik lebih baik, memperpendek lama perawatan di rumah sakit dan mempercepat aktivitas pasien. Pada wanita hamil, laparaskopi kolesistektomi terbukti aman dilakukan pada semua trimester.3,4Komplikasi

1. Empiema dan hidrops

Empiema kandung empedu biasanya terjadi akibat perkembangan kolesistitis akut dengan sumbatan duktus sistikus persisten menjadi superinfeksi empedu yang tersumbat tersebut disertai kuman-kuman pembentuk pus. Biasanya terjadi pada pasien laki-laki dengan kolesistitis akut akalkulus dan juga menderita diabetes mellitus. Gambaran klinis mirip kolangitis dengan demam tinggi, nyeri kuadran kanan atas yang hebat, leukositosis berat dan sering keadaan umum lemah. Empiema kandung empedu memiliki resiko tinggi menjadi sepsis gram negatif dan/atau perforasi. Diperlukan intervensi bedah darurat disertai perlindungan antibiotik yang memadai segera setelah diagnosis dicurigai.

Hidrops atau mukokel kandung empedu juga terjadi akibat sumbatan berkepanjangan duktus sistikus biasanya oleh sebuah kalkulus besar. Dalam keadaan ini, lumen kandung empedu yang tersumbat secara progresif mengalami peregangan oleh mukus (mukokel) atau cairan transudat jernih (hidrops) yang dihasilkan oleh sel-sel epitel mukosa. Pada pemeriksaan fisis sering teraba massa tidak nyeri yang mudah dilihat dan diraba menonjol dari kuadran kanan atas menuju fossa iliaka kanan. Pasien hidrops kandung empedu sering tetap asimtomatik, walaupun nyeri kuadran kanan atas kronik juga dapat terjadi. Kolesistektomi diindikasikan, karena dapat timbul komplikasi empiema, perforasi atau gangren.82. Gangren dan perforasi

Gangren kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan nekrosis jaringan bebercak atau total. Kelainan yang mendasari antara lain adalah distensi berlebihan kandung empedu, vaskulitis, diabetes mellitus, empiema atau torsi yang menyebabkan oklusi arteri. Gangren biasanya merupakan predisposisi perforasi kandung empedu, tetapi perforasi juga dapat terjadi pada kolesistitis kronik tanpa gejala atau peringatan sebelumnya abses.

Perforasi lokal biasanya tertahan dalam omentum atau oleh adhesi yang ditimbulkan oleh peradangan berulang kandung empedu. Superinfeksi bakteri pada isi kandung empedu yang terlokalisasi tersebut menimbulkan abses. Sebagian besar pasien sebaiknya diterapi dengan kolesistektomi, tetapi pasien yang sakit berat mungkin memerlukan kolesistektomi dan drainase abses.Perforasi bebas lebih jarang terjadi tetapi menyebabkan angka kematian sekitar 30%, Pasien ini mungkin memperlihatkan hilangnya secara transien nyeri kuadran kanan atas karena kandung empedu yang teregang mengalami dekompresi, tetapi kemudian timbul tanda peritonitis generalisata.8Pencegahan

Seorang yang pernah mangalami serangan kolesistitis akut dan kandung empedunya belum diangkat, sebaiknya mengurangi asupan lemak dan menurunkan berat badannya.Prognosis

Penyembuhan spontan didapatkan 85% kasus, sekalipun kandung empedu menjadi tebal, fibrotic, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi kolesititis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema, dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotic yang adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah akut pada pasien tua (>75tahun) memiliki prognosis jelek disamping kemungkinan timbul komplikasi pasca bedah.Kesimpulan Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pasien menderita kolesistitis akut. Kolesistitis merupakan peradangan pada dinding kandung empedu yang ditandai dengan trias gejalanya yakni nyeri perut kuadran kanan atas, demam dan leukositosis. Terapi dibagi menjadi dua yakni terapi konvensional berupa perbaikan kondisi umum pasien, antibiotik sesuai dengan pola kuman, analgesik dan terapi pembedahan bila terdapat indikasi, dimana saat ini lebih sering dilakukan laparaskopik kolesistektomi.Daftar Pustaka :

1. Supartondo, Setiyohadi B. Buku ajar ilmu penyakit dalam : anamnesis. Edisi ke -5. Jakarta : Interna Publishing; 2009.h.25-9.

2. Jonathan G. At a glance : anamnesis dan pemeriksaan fisik. Edisi ke-8. Jakarta : Erlangga; 2007.h. 196-8.

3. Pridady. Buku ajar ilmu penyakit dalam : kolesistitis. Edisi ke-5. Jakarta : Interna Publishing; 2009.h.716-20

4. Lesmana LA. Buku ajar ilmu penyakit dalam : penyakit batu empedu. Edisi ke-8. Jakarta : Erlangga; 2007.h.721-5.

5. Nurma A. Buku ajar ilmu penyakit dalam : pankreatitis akut. Edisi ke-8. Jakarta : Erlangga; 2007.h.731-8.

6. Delp, Manning. Major diagnosis buruk. Edisi ke-9. Jakarta: EGC; 2009.h.402-4.

7. Cahyono JB. Batu empedu. Edisi ke-5. Yogjakarta : Kanisius; 2009.h.50-4.8. Sarr MG, Cameron JL. Buku ajar bedah : sistem empedu. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2006.h.121-123

16