Kolera

4
KOLERA Kolera merupakan suatu penyakit akut yang menyerang saluran pencernaan dan disebabkan oleh bakteri jenis Vibrio cholerae. Ditandai dengan gejala diare dan kadang-kadang disertai muntah, turgor cepat berkurang, timbul asidosis dan tidak jarang disertai renjatan. EPIDEMIOLOGI Penyakit ini umumnya menyerang penduduk di daerah yang miskin dengan keadaan gizi yang kurang baik, di samping faktor sanitasi lingkungan yang buruk. Sejak awal abad ke-20, kolera sudah dikenal di Asia dengan pusat endemis terdapat di daerah delta sungai Gangga dan Brahmaputra. Namun demikian pada tahun 1882, 1849 dan 1867 terjadi endemi di Amerika Utara menjalar sampai ke daratan Eropa. Pada tahun 1961 dan 1966 pernah terjadi pandemi yang hebat sekali di daerah Pasifik Barat sampai ke Asia Tengah dengan pusat letusan di Sulawesi, Kalimantan Barat, Serawak, Filipina, Hongkong, Taiwan, Korea, Vietnam, dataran Cina, Malaysia, Birma, Pakistan, India, Afganistan, Iran dan Rusia bagian selatan. Sampai saat ini masih ditemukan beberapa daerah Indonesia yang mengalami letusan penyakit ini. ETIOLOGI Vibrio cholerae (Vibrio comma). Merupakan bakteri gram negatif berbentuk koma, bergerak dengan flagelum (single polar flagellum) . Tumbuh secara aerob pada medium biasa dengan pH 7,0-9,0. Membentuk asam secara anaerobik dari dekstrosa , sukrosa, amanosa, manitol dan laktosa. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI 1. Tertelannya bakteri V. cholerae dan masuk ke dalam usus halus. 2. Multiplikasi kuman tersebut di dalam usus halus. 3. Bakteri mengeluarkan enterotoksin kolera yang akan mempengaruhi sel mukosa usus halus (menstimulasi enzim adenilsiklase). Enzim tersebut mengubah Adenosine Tri Phosiihat (ATP) menjadi cyclic Adenosine Mono Phosphate (cAMP) dan dengan meningkatnya cAMP akan terjadi peningkatan sekresi ion Cl ke

Transcript of Kolera

Page 1: Kolera

KOLERA

Kolera merupakan suatu penyakit akut yang menyerang saluran pencernaan dan disebabkan oleh bakteri jenis Vibrio cholerae. Ditandai dengan gejala diare dan kadang-kadang disertai muntah, turgor cepat berkurang, timbul asidosis dan tidak jarang disertai renjatan.

EPIDEMIOLOGIPenyakit ini umumnya menyerang penduduk di daerah yang miskin dengan keadaan gizi

yang kurang baik, di samping faktor sanitasi lingkungan yang buruk.Sejak awal abad ke-20, kolera sudah dikenal di Asia dengan pusat endemis terdapat di daerah delta sungai Gangga dan Brahmaputra. Namun demikian pada tahun 1882, 1849 dan 1867 terjadi endemi di Amerika Utara menjalar sampai ke daratan Eropa. Pada tahun 1961 dan 1966 pernah terjadi pandemi yang hebat sekali di daerah Pasifik Barat sampai ke Asia Tengah dengan pusat letusan di Sulawesi, Kalimantan Barat, Serawak, Filipina, Hongkong, Taiwan, Korea, Vietnam, dataran Cina, Malaysia, Birma, Pakistan, India, Afganistan, Iran dan Rusia bagian selatan. Sampai saat ini masih ditemukan beberapa daerah Indonesia yang mengalami letusan penyakit ini.

ETIOLOGIVibrio cholerae (Vibrio comma). Merupakan bakteri gram negatif berbentuk koma, bergerak

dengan flagelum (single polar flagellum) . Tumbuh secara aerob pada medium biasa dengan pH 7,0-9,0. Membentuk asam secara anaerobik dari dekstrosa , sukrosa, amanosa, manitol dan laktosa.

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI1. Tertelannya bakteri V. cholerae dan masuk ke dalam usus halus.2. Multiplikasi kuman tersebut di dalam usus halus.3. Bakteri mengeluarkan enterotoksin kolera yang akan mempengaruhi sel mukosa usus halus

(menstimulasi enzim adenilsiklase). Enzim tersebut mengubah Adenosine Tri Phosiihat (ATP) menjadi cyclic Adenosine Mono Phosphate (cAMP) dan dengan meningkatnya cAMP akan terjadi peningkatan sekresi ion Cl ke dalam lumen usus.

4. Sekresi larutan isotonik oleh mukosa usus halus (hipersekresi) sebagai akibat terbentuknya toksin tersebut.

Fungsi absorbsi lainnya dari mukosa usus halus tidak terganggu karena mukosa tetap utuh (absorbsi glukosa dan asam amino tetap baik).

Akibat diare dengan atau tanpa muntah yang disebabkan oleh kolera akan terjadi:1. Gangguan keseimbangan air (dehidrasi) dan elektrolit.2. Gangguan gizi (penurunan berat badan dalam waktu singkat).3. Hipoglikemia (terutama pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi)

Akibat hilangnya cairan dari tubuh, maka berat badan akan menurun. Dehidrasi berat dapat terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam dengan concomitant losses berkisar antara 0-25% dari berat badan dalam 24 jam pertama. Pada penderita kolera kekurangan kalium akibat dikeluarkannya kalium bersama-sama dengan tinja tidak dapat dinilai dengan pemeriksaan plasrha darah, karena kehilangan kalium sampai 10D-200 mEq/1 dalam tinja tidak akan mempengaruhi nilai kalium dalam plasma (normal 4-5 mEq/1). Kehilangan 200-400 mEq/I mungkin dapat sedikit menurunkan kadar kalium plasma.

Page 2: Kolera

Gangguan lain ialah terjadinya asidosis metabolik. Hal ini karena hilangnya bikarbonas bersama-sama dengan tinja dan oleh karena ketidak-mampuan ginjal untuk memproduksi bikarbonas, sehingga tubuh kekurangan bikarbonas.

Akibat asidosis metabolik dapat timbula. Pernafasan yang cepat dan dalam (Kussmaul) seoagai kompensasi.b. Bertambahnya pemindahan ion hidrogen ke dalam sel dan ke luarnya ion kalium dari dalam sel ke

cairan ekstrasel.c. Cardiac reserve menurun sehingga dapat terjadi gagal jantung, bila asidosis tidak segera diatasi.

Akibat kehilangan cairan dan elektrolit yang banyak yang dapat terjadi dalam waktu yang singkat, dapat timbul gangguan sirkulasi darah berupa renjatan. Gangguan gizi terjadi karena kehilangan air dalam waktu yang singkat ditambah dengan terdapatnya kelaparan karena tidak ada masukan makanan selama sakit. Hipoglikemia sering terjadi pada anak, sebagai akibat habisnya persediaan glikogen di dalam tubuh. Kelainan ini akan memberikan gejala kejang, stupor sampai koma.

GEJALA KLINISSemua gejala klinis umumnya merupakan akibat kehilangan cairan tubuh dan elektrolit.

Tinja diare tampak seperti air cucian beras atau tajin, kadang-kadang disertai muntah, turgor yang cepat menurun, mata cekung, ubun-ubun besar cekung, pernafasan cepat dan dalam, sianosis, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, bunyi jantung melemah akhirnya timbul renjatan.

PEMERIKSAAN LABKadar hematpkrit dan berat jenis plasma akan meningkat, menurunnya kadar bikarbonat di dalam plasma dan pH darah arteri, sedangkan kadar natrium dan kalium dalam plasma mungkin normal atau menurun.

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan kuman Vibrio cholerae dengan cara:1. Penanaman pada agar empedu atau agar GGT (Gelatin-TeluritTaurokolat) selama 18 jam.

Akan tampak koloni berwarna jernih berkilat yang merupakan koloni Vibrio.2. Reaksi aglutinasi dengan antiserum spesifik.3. Pemeriksaan mikroskop fluoresen.

PENGOBATANPrinsip pengobatan ialah:1. Memperbaiki dehidrasi dan gangguan elektrolit

Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta digunakan sistem ROSE (Ringer laktat-Oralit-Simultan-Edukasi), yaitu dengan memberikan cairan Ringer laktat melalui intravena dan secara simultan (ber samaan) diberikan oralit (oleh perawat atau orang-tua penderita) dan pendidikan kesehatan terhadap orang tua.

Cairan Ringer laktat diberikan dengan kecepatan: 1 jam pertama: 10 tetes/kgbb/menit 7 jam berikut: 3 tetes/kgbb/menit

Page 3: Kolera

Bila terdapat renjatan, cairan diberikan dengan diguyur yaitu klem pipa infus dilepas sampai nadi teraba, selanjutnya pemberian cairan seperti disebutkan di atas.

4 jam kemudian hanya diberikan oralit saja, kemudian boleh pulang.

2. Memperbaiki asidosis dan renjatan (bila terjadi renjatan)3. Membunuh kuman dengan antibiotika

Pada hari ketiga penderita diminta datang kontrol di poliklinik. Antibiotik yang efektif terhadap Vibrio cholerae adalah tetrasiklin dan diberikan dengan dosis 50 mg/kgbb/hari, dibagi dalam 4 dosis, selama 5 hari.

4. Pemberian makanan peroral yang adekuat segera setelah rehidrasi tercapai.Diet penderita tidak dibatasi, tetapi sebaiknya mula-mula diberikan makanan lunak yang

tidak merangsang.

PROGNOSISDengan pengobatan yang adekuat, akhir-akhir ini angka kematian dapat diturunkan sampai 0%.

KOMPLIKASI1. Renjatan hipovolemik2. Gagal jantung3. Gagal ginjat akut karena terjadi tubular nekrosis akut sebagai akibat gangguan sirkulasi darah

ke ginjal yang terlalu lama.