PROGRAM INVESTIGASI LINGKUNGAN INDEPENDEN JAWA...
Transcript of PROGRAM INVESTIGASI LINGKUNGAN INDEPENDEN JAWA...
i
PROGRAM INVESTIGASI LINGKUNGAN INDEPENDEN
JAWA TIMUR 2020
Persepsi Masyarakat Terhadap Sampah Dan Pengelolaan Sampah
Di Desa Penambangan, Kecamatan Balongbendo, Kabupaten Sidoarjo
Mohammad Basori1, Charis Dwi Pamungkas
1, Fajar Seto Mukti
1, Julia Ekawati
1, Tonis Afrianto
2
1 Universitas Islam Negeri Surabaya
2 Ecological Observation And Wetlands Conservation (ECOTON)
ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,
kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjuudul “persepsi
masyarakat terhadap sampah dan pengelolahan sampah desa penambangan”
Karya ini dibuat untuk memenuhi tugas magang yang dibimbing oleh ibu
suhartini. Harapan kami adalah semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan serta
wawasan yang lebih luas bagi pembaca.
Terlepas dari itu semua, kami menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun atas batasannya. Oleh karena itu kami mengharapkan
saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Gresik, 31 januari 2020
Tim penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian.........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................3
2.1 Sampah...........................................................................................................3
2.2 Pengelolahan sampah.....................................................................................6
2.3 Teori Struktur fungsional – Robert K Merton... ...........................................8
BAB III METODE PENELITIAN...............................................................................11
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian......................................................................11
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian....................................................................11
3.3 Teknik Pengambilan Sampel........................................................................11
3.4 Pengumpulan Data.......................................................................................12
3.5 Teknik Analisis Data...................................................................................13
3.6 Pengujian Hipotesis.....................................................................................14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................15
4.1 Deskripsi Data.............................................................................................15
4.2 Hasil Penelitian............................................................................................16
BAB V PENUTUP........................................................................................................43
5.1 Kesimpulan..................................................................................................43
5.2 Kritik dan Saran...........................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
LAMPIRAN..................................................................................................................
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Sampah merupakan suatu hal yang tidak dapat lepas dari kehidupan manusia.
Dalam undang-undang no 18 tahun 2008 pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa sampah
adalah sisa keperluan rumah tangga yang sudah tidak digunakan lagi oleh manusia.
Sampah yang dihasilkan setiap hari sebagian besar berasal dari rumah tangga, baik
sampah organic dan non organic. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk,
kegiatan ekonomi dan perluasan daerah pemukiman mengakibatkan bertambah pula
jumlah sampah yang dihasilkan oleh penduduk. Sampah tersebut akan menjadi
masalah besar apabila tidak dikelola dengan baik dan benar. Tanpa pengelolaan
secara baik dan benar, maka sampah dapat mengakibatkan banjir, meningkatkan
pemanasan iklim, menimbulkan bau busuk, mengganggu keindahan, memperburuk
sanitasi lingkungan, bahkan bisa meningkatkan ancaman berbagai macam penyakit.
Pengelolaan sampah harus dilakukan secara tepat agar sampah yang dihasilkan
tidak menjadi beban bumi dan menyebabkan degradasi lingkungan. Apalagi desa
penambangan, kabupaten sidoarjo rata-rata penduduknya bertempat tinggal
dibantaran sungai. Penanganan persoalan kebiasaan membuang sampah ke sungai
dan membakar sampah juga perlu dimulai. Upaya mengubah kebiasaan dan
kemandirian masyarakat mengelola sampah memerlukan dukungan banyak pihak.
Baik melalui penguatan kelembagaan, pemerintah, pengadaan fasilitas kebersih an
dan pengolahan sampah/limbah hingga dukungan kebijakan pemerintah (UU No.18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah).
Kegiatan pengelolaan lingkungan sangat diperlukan untuk menciptakan
kelestarian, kebersihan, dan keindahan lingkungan yang berkelanjutan sehingga
diperlukan upaya pengendalian operasional agar sampah lebih berdaya guna dan
berhasil guna untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Selain itu,
untuk mencapai pengelolaan sampah yang optimal, sudah saatnya paradigma
pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir ditinggalkan dan diganti
dengan paradigma baru dalam pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah dengan
paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan
sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali,
2
dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir yang kesemuanya
saling berkaitan dan mendukung untuk mencapai tujuan (Dept. Pekerjaan Umum,
SNI 19-2454-2002). Menurut Krista dan David (2013) perlu adanya pengembangan
sistem evaluasi yang dilakukan secara rutin dengan menggunakan beberapa
indikator untuk melihat sejauh mana keberhasilan sistem pengelolaan sampah, yang
diindikasikan dengan kualitas lingkungan yang tetap terjaga. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui persepsi terhadap sampah, pengelolaan sampah yang dilakukan
oleh masyarakat dan persepsi masyarakat mengenai pengelolaan sampah pada
wilayah desa Penambangan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perspektif masyarakat mengenai sampah ?
2. Bagaimana cara masyarakat mengelola sampah rumah tangga ?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui perspektif masyarakat mengenai sampah ?
2. Untuk mengetahui cara masyarakat mengelola sampah rumah tangga ?
1.4 MANFAAT
1. Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan masukan kepada kepala desa di
desa penambangan untuk mewujudkan efektifitas pemisahan jenis sampah guna
mendukung pengelolaan sampah yang terpadu.
2. Memberikan masukan dan ajakan kepada masyarakat untuk peduli terhadap
lingkungannya melalui pentingnya pemisahan sampah.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SAMPAH
a. Pengertian sampah
Menurut definisi World Health Organization (WHO) sampah adalah
sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang
dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya
(Chandra, 2006). Undang-Undang Pengelolaan Sampah Nomor 18 tahun 2008
menyatakan sampah adalah sisa kegiatan seharihari manusia dan/atau dari proses
alam yang berbentuk padat.1
Menurut Azwar pengertian sampah adalah sebagian dari sesuatu yang
tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya
berasal dari kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri) tetapi
bukan biologis karena kotoran manusia (human waste) tidak termasuk
kedalamnya2. Menurut Manik (2003) adalah suatu benda yang tidak digunakan
atau tidak dikehendaki dan harus dibuang yang dihasilkan oleh kegiatan
manusia.3 Sedangkan Juli Soemirat (1994) berpendapat bahwa sampah adalah
sesuatu yang tidak dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat.4
Dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa
pengertian sampah merupakan sesuatu bahan yang terbuang atau dibuang dari
sumber aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai
ekonomis
b. Jenis-jenis sampah
Terdapat beberapa macam-macam sampah bbaik berdasarkan sifatnya,
wujudnya, atau sumbernya. Berikut merupakan penjelasan jenis-jenis asampah
dan contohnya.
1. Berdasarkan Sumbernya
1 Anik Meilinda, “Sampah Membludak, TPA Ngronggo rencanakan buka lahan baru”, Dinamika Edisi
XXIX , 90, November, 2019, hlm. 23 2 Azwar, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, (Jakarta: Yayasan Mutiara, 1990)
3 Manik, Pengelolaan Lingkungan Hidup, (Jakarta : Penerbit Djambatan, 2003)
4 Soemirat, Kesehatan Lingkungan, (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1994)
4
Sampah alam : sampah yang diproduksi di kehidupan liar
diintegrasikan melalui proses daur ulang alami, seperti daun-daun
kering di hutan yang terurai menjadi tanah.
Sampah manusia : sampah dari hasil-hasil dari pencernaan manusia,
seperti feses dan urin.
Sampah rumah tangga : sampah hasil kegiatan rumah tangga, seperti
plastik bekas dan kertas
Sampah konsumsi : sampah yang dihasilkan dari konsumsi yang
digunakan manusia, seperti sisa makanan yang dibuang.
Sampah perkantoran : sampah yang berasal dar pusat perkantoran
atau pusat perbelanjaan , seperti plastik, tekstil, kertas, dan logam.
Sampah industri : sampah sisa hasil perindustrian yang terdiri dari
sampah umum dan limbah berbahaya cair atau padat.5
2. Berdasarkan sifatnya
Sampah organik
Sampah organik adalah jenis sampah yang dihasilkan organisme
hidup, sehingga mudah membusuk dan mudah diuraikan. Sampah ini juga
dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos. Contoh sampah organik
misalnya seperti sisa makanan, sayuran, daun-daun kering, kotoran, dan
sebagainya.
Sampah non organik
Sampah anorganik adalah jenis sampah yang tidak mudah membusuk
dan tidak mudah diuraikan. Sampah jenis ini bisa ditangani dengan cara
didaur ulang menjadi produk lain. Contoh sampah anorganik misalnya
seperti plastik, logam besi, botol minuman, kaleng, bungkus makanan,
kaca, dan sebagainya.
Sampah B3
Sampah B3 (Bahan berbahaya dan beracun) adalah zat, energi,
dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan jumlahnya,
baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau
5 Teti Suryati, Bijak & Cerdas Mengelola Sampah Membuat Kompos dari Sampah Rumah
Tangga,(Jakarta : PT agromedia pustaka, 2009) 16.
5
merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
Contohnya seperti limbah pabrik, limbah rumah sakit dan lain-lain.6
3. Berdasarkan bentuknya
Sampah Cair
Sampah cair merupakan jenis sampah dari bahan cairan yang dibuang
oleh manusia. Contoh sampah cair di antaranya air cucian, sisa cair dari
dapur, sisa cair dari toilet, sisa cairan industri, dan lain-lain
Sampah Padat
Sampah padat merupakan jenis sampah dari bahan material yang
dibuang oleh manusia. Contoh sampah padat di antaranya plastik bekas,
pecahan gelas, kaleng bekas, sampah dapur, botol minuman, dan lain-lain.
c. Dampak sampah bagi masyarakat
Terhadap kesehatan
Penanganan sampah yang tidak baik akan memberikan dampak
buruk bagi kesehatan manusia di sekitarnya. Sampah berpotensi
menimbulkan bahaya bagi kesehatan seperti penyakit diare, tifus,
kolera, jamur, cacingan
Terhadap lingkungan
Dampak ekosistem perariran
Jika sampah dibuang sembarangan kesungai, maka sampah
organik ini dapat mengurangi kadar oksigen ke dalam lingkungan
perairan, sampah an-organik dapat juga mengurangi sinar matahari
yang memasuki ke dalam lingkungan perairan, sehingga
mengakibatkan proses esensial dalam ekosistem seperti fotosintesis
akan menjadi terganggu. Sampah organik dan an-organik membuat air
menjadi keruh, kondisi akan mengurangi organisma yang hidup dalam
kondisi seperti itu. Sehingga populasi hewan kecil-kecil akan
terganggu. Bahkan berbagai organisme termasuk ikan dapat mati
sehingga beberapa spesies akan lenyap.
6 Cecep Dani Sucipto, Teknologi Pengolahan Daur Ulang Sampah, (Yogyakarta: Gosyen Publlishing,
2012), 3.
6
Dampak terhadap ekosistem daratan
Sampah yang dibuang secara langsung dalam ekosistem darat
akan mengundang organisma tertentu menimbulkan
perkembangbiakan seperti tikus, kecoa, lalat, dan lain sebagainya.
Perkembangbiakan serangga atau hewan tersebut dapat meningkat
tajam.
Terhadap sosial ekonomi
1. Pengelolahan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan
yang kurang menyenangkan bagi masyarakat seperti timbulnya bau
yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah
bertebaran dimana-mana.
2. Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan
3. Pengelolahan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya
tingkat kesehatan masyarakat. Hal tersebut membuat menyebabkan
meningkatknya pembiayaan kesehatan masyarakat, selain itu jika
masyarakat sakit akan menyebabkan tidak masuk kerja dan
rendahnya tingkat produktifitas.
4. Pembuangan sampah padat ke air menyebabkan banjir dan akan
memberikan dampak rusaknya fasilitas pelayanan umum seperti
jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain
5. Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah
yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk
pengolahan air. Jika sarana penampungan sampah kurang atau tidak
efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini
mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.7
7 Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat : Ilmu Dan Seni,( Jakarta : PT Rineka Cipta, 2011), hlm
190
7
2.2 Pengelolahan Sampah
Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur-
ulangan, atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu
pada material sampah yg dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola
untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan.8
a. Prinsip pengelolahan sampah
Berikut adalah prinsip-prinsip yang bisa diterapkan dalam pengolahan sampah.
Prinsip-prinsip ini dikenal dengan nama 3M (Panji Nugroho, 2013) yaitu:
1. Mengurangi (Reduce) Mengurangi penggunaan barang-barang habis pakai
yang dapat menimbulkan sampah. Karena semakin banyak barang terbuang
maka akan semakin banyak sampah.
2. Menggunakan kembali (Reuse) Mengusahakan untuk mencari barang-barang
yang bisa dipakai kembali, dan mengindari pemakaian barang-barang yang
sekali pakai guna memaksimalkan umur suatu barang.
3. Mendaur ulang (Recycle) Selain mencari barang yang dapat dipakai kembali,
dapat pula mencari barang yang dapat didaur ulang. Sehingga barang tersebut
dapat dimanfaatkan bukan menjadi sampah.9
b. cara pengelolahan sampah
Pengolahan sampah erat kaitannya dengan masyarakat karena dari sampah
tersebut akan hidup mikroorganisme penyebab penyakit (bakteri,pathogen, jadi
sampah harus betul-betul dapat diolah agar tidak menimbulkan masalah.
Menurut Panji Nugroho (2013), berbagai cara yang dapat mengurangi efek
negatif dari sampah, antara lain :
1. Penumpukan Metode ini dilakukan dengan cara menumpuk sampah samapai
membusuk, sehingga dapat menjadi kompos.
2. Pembakaran Pembakaran merupakan cara yang sering dilakukan, bahka
diberbagai TPA metode ini kerap dipakai pemerintah, kelemahan metode ini
adalah tidak semua sampah dapat habis dibakar.
3. Sanitary Landfill Metode ini juga kerap digunakan pemerintah, cara
penerapannya adalah dengan membuat lubang baru untuk mengubur sampah.
8 Yudhi Kartikawan, Pengelolaan Persampahan, (Yogyakarta: Jurnal Lingkungan Hidup, 200), hlm 25 9 Panji nugroho, panduan membuat kompos cair, (Jakarta : Pustaka baru press, 2013)
8
4. Pengomposan Cara ini sangat dianjurkan karena berdampak positif dan
menghasilkan barang bermanfaat dari sampah yang berguna bagi lingkungan dan
alam.10
2.3 Teori Struktur fungsional – Talcott Parsons
Talcott Parsons adalah seorang sosiolog yang lahir pada tahun 1902 di
Colorado,Sebagai seorang sosiolog kontemporer dari Amerika yang menggunakan
pendekatan fungsional dalam melihat masyarakat, baik yang menyangkut fungsi
dan prosesnya. Pendekatannya selain diwarnai oleh adanya keteraturan masyarakat
yang ada di Amerika juga dipengaruhi oleh pemikiran Auguste Comte, Emile
Durkheim, Vilfredo Pareto dan Max Weber. Hal tersebut di ataslah yang
menyebabkan Teori Fungsionalisme Talcott Parsons bersifat kompleks.
Sebagaimana telah diuraikan di muka, bahwa Teori Fungsionalisme Struktural
beranggapan bahwa masyarakat itu merupakan sistem yang secara fungsional
terintegrasi ke dalam bentuk keseimbangan. Menurut Talcott Parsons dinyatakan
bahwa yang menjadi persyaratan fungsional dalam sistem di masyarakat dapat
dianalisis, baik yang menyangkut struktur maupun tindakan sosial, adalah berupa
perwujudan nilai dan penyesuaian dengan lingkungan yang menuntut suatu
konsekuensi adanya persyaratan fungsional.
Jadi Fungsionalisme Structural adalah salah satu paham atau perspektif di
dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari
bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain dan bagian yang satu tak
dapat berfungsi tanpa ada hubungan dengan bagian yang lain, Pandangan teori ini
masyarakat terdiri dari berbagai elemen atau insitusi. Masyarakat luas akan berjalan
normal kalau masing-masing elemen atau institusi menjalankan fungsinya dengan
baik..
Sebagaimana telah diuraikan di muka, bahwa Teori Fungsionalisme
Struktural beranggapan bahwa masyarakat itu merupakan sistem yang secara
fungsional terintegrasi ke dalam bentuk keseimbangan. Menurut Talcott Parsons
dinyatakan bahwa yang menjadi persyaratan fungsional dalam sistem di masyarakat
dapat dianalisis, baik yang menyangkut struktur maupun tindakan sosial, adalah
berupa perwujudan nilai dan penyesuaian dengan lingkungan yang menuntut suatu
10 Panji nugroho, panduan membuat kompos cair, (Jakarta : Pustaka baru press, 2013)
9
konsekuensi adanya persyaratan fungsional. Perlu diketahui ada fungsi-fungsi
tertentu yang harus dipenuhi agar ada sistem, yaitu adaptasi, pencapaian tujuan,
integrasi dan keadaan latent. Empat persyaratan fungsional yang mendasar tersebut
berlaku untuk semua sistem yang ada. Berkenaan hal tersebut di atas, empat fungsi
tersebut terpatri secara kokoh dalam setiap dasar yang hidup pada seluruh tingkat
organisme tingkat perkembangan evolusioner.11
Teori struktur fungsional dengan peristiwa yang kami teliti. Jika dilihat
hubungan antara program pemilahan sampah dan teori struktural fungsional ialah
semua element harus saling berhubungan atau bisa disebut mutualisme. sampah
adalah penyakit lingkungan yang sangat berbahaya bisa menghasilkan hasil yang
negatif dan begitupula bisa menjadikan hasil yang positif. Agar program ini bisa
berjalan semua harus berjalan dan harus saling mendukunng agar menjadi
hubungan yang baik, dengan hubungan yang baik semua pasti akan berjalan dengan
apa yang diinginkan bersama, apa yang sudah dikatakan talcot person masyarakat
adalah sistem yang secara fungsional kedalam bentuk keseimbangan. Jadi jika ada
antara satu masyarakat dengan masyrakat yang lain tidak saling berhubungan atau
jalan tidak selaras akan jadi pengahalam kegiatan tersebut, oleh karena itu kami
menggunakan teori ini agar kita semua tau bahwa adanya sistem yang berfungsi
akan melahirkan sistem yang baik dan teratur, bisa kita lihat di RW 2 desa
penambangan adanya TPS yang tidak berfungsi hanya untuk tempat pembuangan di
sekitar wilayah tersebut tidak ada pengolahan dan penanggulangan sampah hanya
di buang dan menumpuk lalu di bakar, peristiwa ini yang disebut disfungsi karena
tidak adanya sistem yang bisa memperbaiki permasalahan sampah didesa tersebut.
2.3 Teori Hegemoni – Gramsci
Berdasarkan pemikiran Gramsci tersebut dapat dijelaskan bahwa hegemoni
merupakan suatu kekuasaan atau dominasi atas nilai-nilai kehidupan, norma, maupun
kebudayaan sekelompok masyarakat yang akhirnya berubah menjadi doktrin
terhadap kelompok masyarakat lainnya dimana kelompok yang didominasi tersebut
secara sadar mengikutinya. Kelompok yang didominasi oleh kelompok lain
(penguasa) tidak merasa ditindas dan merasa itu sebagai hal yang seharusnya terjadi.
11 Jurnal Perspektif: Jurnal Kajian Sosiologi dan Pendidikan
10
Dengan demikian mekanisme penguasaan masyarakat dominan dapat
dijelaskan sebagai berikut:Kelas dominan melakukan penguasaan kepada kelas
bawah menggunakan ideologi. Masyarakat kelas dominan merekayasa kesadaran
masyarakat kelas bawah sehingga tanpa disadari, mereka rela dan mendukung
kekuasaan kelas dominan.12
Jika kita lihat korelasi antara penelitian ini dengan teori Hegemoni gramsci
adalah dimana sangat diperlukan peran pemimpin atau kelompok yang mendominasi
dengan kata lain pemerintah desa atau orang-orang yang berpengaruh terhadap
lingkungan disekitar untuk mendominasi warga yang berada didesa penambangan
ikut memberikan dukungan dan berpartisipasi, dari orang-orang yang mempunyai
kekuasaan dan kepemimpinan itu kita bisa menerapkan apa yang kita ingin capai
tetapi dengan persetujuan bersama. Kita sudah mengantongi beberapa nama orang
yang aktif atau bisa kita ajak untuk mendukung program tentang pengolahan sampah
di desa penambangan ini seperti pak masrum (sebagai perangakat pemerintahan desa
penambangan), bu evi (kader lingkungan desa) dan pak effendi (penggagas bank
sampah,kompos dan program satu rumah satu pohon tin yang berada di rw 04).
Mungkin dari orang tersebut dapat dan bisa merubah presepsi tentang sampah yang
berada di desa penambangan.oleh karena itu adanya pengaruh dari orang-orang yang
berperan aktif seperti aktor tersebut secara tidak langsung akan mendoktrin
masyarakat agar lebih peduli terhadap lingkungan dan pemilahan sampah.
12 http://kecoamonolog.blogspot.com\r\n\r\n
11
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dan kualitatif.
Penelitian kuantitatif yaitu pendekatan penelitian yang nbanyak dituntut
menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data
tersebut, serta penampilan hasilnya.13
Sedangkan penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh objek penelitian misalnya perilaku, persepsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode alamiah.14
.
3.2 Populasi dan sampel
a. Populasi
Populasi adalah wilayah yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya.15
Maka dari penjelasan tersebut, penulis
menetatapkan populasi dalam penelitian ini adalah Masyarakat di Desa
Penambangan, kabupaten Sidoarjo, yang berjumlah 4.563 orang. Dengan alasan
karena desa tersebut belum ada pengelolahan sampah terpadu. Dalam penelitian
ini peneliti membagikan google form dengan mendatangi rumah masyarakat
secara langsung atau door to door, agar mendapatkan data yang lebih valid.
b. Sampel
Dalam penelitian kuantitatif, Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.16
Pada penelitian berjudul
pengaruh kehidupan berorganisasi terhadap prestasi akademik ini menggunakan
sampel purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu, yang artinya setiap subjek yang diambil dari populasi
13
Arikunto, S, Metode penelitian Kuantitatif, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), 12 14
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011 )
15 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung, Alfabeta, 2010), 61
16 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung, Alfabeta, 2010), 62
12
dipilih dengan sengaja berdasarkan tujuan dan pertimbangan tertentu.17
Tujuan
dan pertimbangan pengambilan subyek / sampel penelitian ini adalah sampel
tersebut merupakan warga desa penambangan yang masih sering membakar
sampah dipekarangan dan membuang sampahnya disungai.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode
quota sampling yang merupakan teknik pengambilan sampel dengan cara
menetapkan jumlah tertentu sebagai target yang harus dipenuhi dalam
pengambilan sampel dari populasi, yang ddalam memilih sampel dilakukan
secara random dan terstruktur dengan mengambil 80 (delapan puluh) sampel
masyarakat Desa Penambangan, kabupaten Sidoarjo. Peneliti mengambil
responden secara acak RW 2 sebanyak 40 orang dan RW 4 sebanyak 40 orang.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan teknik yang digunakan oleh peneliti
untuk mendapatkan data yang diperlukan dari narasumber dengan menggunakan
banyak waktu. Penggumpulan data yang dilakukan oleh peneliti sangat diperlukan
dalam suatu penelitian ilmiah. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik observasi, teknik wawancara, dan dokumentasi. Berikut
ini akan dijelaskan teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti
sebagai berikut.
a. Teknik Observasi.
Menurut Nawawi dan Martini (1992:74), “Observasi adalah pengamatan
dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu
gejala atau gejala-gejala pada obyek penelitian”. Jadi observasi merupakan
kegiatan pengamatan dan pencatatan yang dilakukan oleh peneliti guna
menyempurnakan penelitian agar mencapai hasil yang maksimal.
b. Teknik Wawancara
Menurut Sugiyono (2010:194), Pengertian wawancara sebagai berikut:
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti akan
melaksanakan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus
diteliti, dan juga peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
17
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung, Alfabeta, 2010), 85
13
mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Wawancara yang digunakan
dalam penelitian ini dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan terstruktur
karena peneliti menggunakan pedoman wawancara yang disusun secara
sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan data yang dicari.
Wawancara pada penelitian ini dilakukan pada masyarakat desa
Penambangan. Wawancara merupakan suatu kegiatan yang dilakukan langsung
oleh peneliti dan mengharuskan antara peneliti serta narasumber bertatap muka
sehingga dapat melakukan tanya jawab secara langsung dengan menggunakan
pedoman wawancara.
c. Teknik Dokumentasi.
Menurut Hamidi (2004:72), Metode dokumentasi adalah informasi yang
berasal dari catatan penting baik dari lembaga atau organisasi maupun dari
perorangan. Dokumentasi penelitian ini merupakan pengambilan gambar oleh
peneliti untuk memperkuat hasil penelitian. Menurut Sugiyono (2013:240),
dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumentel dari
seseorang. Dokumentasi merupakan pengumpulan data oleh peneliti dengan cara
mengumpulkan dokumen-dokumen dari sumber terpercaya yang mengetahui
tentang narasumber. Metode dokumentasi menurut Arikunto (2006:231) yaitu
mencari data mengenai variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat
kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya. Berdasarkan
kedua pendapat para ahli dapat ditarik kesimpulan bahwa pengumpulan data
dengan cara dokumentasi merupakan suatu hal dilakukan oleh peneliti guna
mengumpulkan data dari berbagai hal media cetak membahas mengenai
narasumber yang akan diteleti.
d. Teknik kuesioner
Menurut sugiyono kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan dan pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner (angket) digunakan dalam
penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui persepsi masyarakat mengenai
sampah dan cara pengelolahan sampah. Skala yang digunakan dalam penelitian
ini adalah skala likert. Menurut Sugiyono skala likert adalah skala yang
14
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Data yang telah terkumpul melalui
angket, kemudian penulis olah ke dalam bentuk kualitatif, yaitu dengan cara
menetapkan skor jawaban dari pernyataan yang telah dijawab oleh responden,
dimana pemberian skor tersebut didasarkan pada ketentuan Sugiyono.
3.3 Teknik Analisis Data
Metode analisis data adalah suatu metode yang digunakan untuk mengolah
hasil penelitian guna memperoleh suatu kesimpulan.Teknik analis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dengan reduksi data dimana data
kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan kemudian
disederhanakan. Selanjutnya penyajian data berupa grafik menggunakan google
form yang dikelompokkan menjadi 3 variabel. Yaitu Praktik Pengelolahan Sampah,
kesadaran dan persepsi masyarakat mengenai sampah, dan komitmen masyarakat
dalam mengelola sampah.
BAB IV
15
PEMBAHASAN
4,1 Deskripsi Daerah Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Desa Penambangan Dusun Pelumpang dan Dusun
Surungan kec.Balongbendo,Sidoarjo. Secara geografis Desa Penambangan terletak
pada posisi 70 24' 21.50" Lintang Selatan dan 1120 31' 53.12" Bujur Timur.
Topografi ketinggian desa ini adalah berupa dataran rendah yaitu sekitar 6 m di atas
permukaan air laut. Berdasarkan data BPS kabupaten Sidoarjo tahun 2013, selama
tahun 2013, curah hujan di Desa Penambangan rata-rata mencapai 6.000 mm,
dengan suhu rata-rata 37 0C, Curah hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember
hingga mencapai 6.000 – 7.000 mm yang merupakan curah hujan tertinggi selama
kurun waktu 2012-2013.
Secara administratif, Desa Penambangan terletak di wilayah Kecamatan
Balongbendo Kabupaten Sidoarjo dengan posisi dibatasi oleh wilayah desa-desa
tetangga. Di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Wringinanom, Di sebelah Barat
berbatasan dengan Desa Wonokupang dan Desa Bogem Pinggir, Di sebelah Selatan
berbatasan dengan Desa Bakalan wiringipitu, sedangkan di sisi timur berbatasan
dengan desa Jeruklegi dan Desa Balongbendo Kecamatan Balongbendo. Jarak
tempuh Desa Penambangan ke ibu kota kecamatan adalah 0,5 km, yang dapat
ditempuh dengan waktu sekitar 10 menit. Sedangkan jarak tempuh ke ibu kota
kabupaten adalah 25 km, yang dapat ditempuh dengan waktu sekitar 1 jam.
Luas Wilayah Desa Penambangan adalah 150 Ha. Luas lahan yang ada
terbagi ke dalam beberapa peruntukan, yang dapat dikelompokkan seperti untuk
fasilitas umum, pemukiman, pertanian, perkebunan, kegiatan ekonomi dan lain-
lain. Wilayah Desa Penambangan secara umum mempunyai ciri geologis berupa
lahan tanah hitam yang sangat cocok sebagai lahan pertanian dan perkebunan.
Secara prosentase kesuburan tanah Desa Penambangan terpetakan sebagai berikut:
sangat subur 102 Ha, subur 0 Ha, sedang 0.Ha, tidak subur/ kritis 0 Ha. Hal ini
memungkinkan tanaman padi untuk dapat panen dengan menghasilkan 6 ton/ha.
Tanaman jenis palawija juga cocok ditanam di sini.
16
Berdasarkan data yang masuk tanaman padi, jagung, mangga, tebu, kacang
kedelai, kacang tanah juga mampu menjadi sumber pemasukan (income) yang
cukup bagi penduduk desa ini. Adapun sektor perdagangan dengan adanya pusat
perbelanjaan tradisional adalah Pasar Surungan. Pasar ini mampu menciptakan
lapangan pekerjaan di sektor perdagangan sehingga bisa meningkatkan taraf hidup
masyarakat desa Penambangan. Pasar ini memulai aktifitas sejak dini hari sampai
siang hari. Hal ini menggambarkan sebagai pasar yang terus beraktifitas dalam
kegiatan transaksi jual beli dalam roda perekonomian masyarakat. Sedangkan
keberadaan testur tanah hitam kecoklatan yang lembek dan bergerak juga
mengakibatkan jalan-jalan cepat rusak. Karenannya, pilihan teknologi untuk
membangun jalan dari bahan-bahan yang relatif bertahan lama menjadi pilihan
utama.
4.2 Grafik Dan Analisis Penelitian
a. Jenis kelamin Narasumber
Menurut hasil diagaram di atas, dapat diketahui bahwa jenis kelamin
responden kami yang berjenis kelamin perempuan berjumlah lebih banyak yaitu
kisaran 87,7 %, sedangkan responden yang berjenis kelamin pria hanya
berjumlah 12,3 persen. Hal ini dikarenakan peneliti membutuhkan banyak
persepsi masyarakat mengenai sampah dan cara mengelolanya dari perempuan.
Responden laki=laki tersebut kebanyakan hanya masyarakat yang berpengaruh
di Desa Penambangan seperti pak RT, RW, pemerintah desa.
17
b. Usia Narasumber
Berdasarkan diagram batang diatas, penulis mengambil sampel
responden secara acak dari masyarakat Desa Penambangan yang masih
remaja hingga tua, yaitu dari umur 19 tahun hingga yang berumur 70 tahun.
Penulis memang ingin mengetahui persepsi masyarakat mengenai sampah
dan cara mengelolanya dari berbagai umur, karena biasanya setiap umur
memiliki pemikiran yang berbeda. Dalam penelitian ini, terlihat responden
terbanyak yang berumur kepala 4.
c. Pendidikan Narasumber
Menurut hasil diagram lingkaran diatas, dapat diketahui bahwa sampel
responden kami yang memiliki pendidikan akhir Sekolah dasar berjumlah
17,3 %, yang memiliki pendidikan terakhir Sekolah Menengah pertama
berjumlah sebanyak 20,4 %, yang memiliki pendidikan terakhir sekolah
menengah akhir berjumlah 49,4 %, dan presentase sisanya adalah masyarakat
yang memiliki pendidikan terakhir perguruan tinggi. Jadi responden
terbanyak kami memiliki pendidikan terakhir Sekolah menengah akhir.
Menurut pengamatan semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka
18
akan semakin tinggi pula kesadaran akan lingkungan dan lebih mengetahui
pengetahuan tentang pengolahan sampah.
1. Praktek pengelolahan sampah
Variabel pertama kusioner ini menanyakan bagaimana masyarakat desa
penambangan khususnya RW 02 dan RW 04 dalam mengelola sampah rumah
tangga mereka setiap harinya. Berikut beberapa diagramnya dibawah ini :
a. Sampah yang dihasilkan setiap harinya
Berdasarkan hasil grafik di atas, sebanyak 93,8 % masyarakat Desa
Penambangan khususnya RW 02 dan RW 04 hanya menghasilkan sampah
sebanyak kurang dari satu kresek 5 kg, karena setiap harinya hanya memasak
untuk keluarga kecilnya. Seperti yang dikatakan oleh salah satu warga yaitu Bu
elisa :
“halah gak banyak mbak, gak sampek 5kg kok setiap harinya, kalau
ada hajatan baru sampahnya banyak”
Sisanya memiliki sampah berjumlah 5kg, kurang dari satu kresek 10kg,
dan kurang dari satu kresek 25kg itu karena responden selain memasak untuk
keluarga kecilnya, tapi juga seorang penjual makanan rumahan atau pedagang
sayur. Sehaingga mereka menghasilkan sampah yang lebih banyak. Seperti
yang dikatakan bu Rika
”sekitar 5kg lebih mbak, soalnya kan saya ini pedagang makanan, jadi
kalau pulang dari pasar gitu sampahnya numpuk”
19
b. Pelanggan TPS
Grafik diatas menunjukkan sebanyak 97,5 persen merupakan bukan
pelanggan TPS, karena diketahui di daerah desa penambangan belum ada tempat
pembuangan akhir (TPS), mangkanya masih banyak warga desa Penambangan
yang mengelola sampahnya dengan cara di bakar dan di buang ke sungai. Seperti
yang dikatakan oleh salah satu responden kami yaitu ibu ulfia :
“nggak ada TPS disini mbak, jadi ya bukan pelanggan TPS”
Namun ada sebagian perangkat desa yang mengatakan dulunya seorang
pelanggan TPS, karena sebenarnya di desa Penambangan dulu ada tempat
pengelolahan sampah, namun sekarang sudah tidak aktif lagi atau kegiatannya
sudah mati. Seperti yang dikatakan oleh pak Masrum :
“iya pelanggan TPS, tapi sekarang TPSnya sudah nggak aktif lagi”
c. Memiliki pembuangan sampah dipekarangan rumah
Berdasarkan diagram di atas, dapat diketahu bahwa sebanyak 76,5 persen
warga desa Penambangan memiliki perkarangan yang luas untuk pembuangan
sampah baik di pekarangan depan rumah maupun di pekarangan belakang rumah.
20
Biasanya warga menyebutnya dengan sebutan juglangan. Seperti yang dikatakan
oleh bu Sunarwati di bawah ini :
“iya saya punya juglangan di belakang rumah, sampahnya tak tumpuk sana
semuanya”
Sedangkan 23,5 persen warga tidak memiliki pembuangan sampah di
pekarangan rumah dikarenakan terbatasnya lahan rumah, namun biasanya mereka
menyediakan tong sampah di depan rumah untuk dijadikan tempat pembuangan
sampah. Seperti yang dikatakan oleh ibu Sholihati :
“Gak punya pekarangan mbak, biasane yo tak buang nang tong sampah
depan rumah”
d. Membakar tumpukan sampah
Menurut data yang diperoleh diatas, sebanyak 51,9 % warga Desa
Penambangan masih membakar sampahnya setiap hari. Biasanya warga yang
masih membakar sampah yaitu warga yang memiliki pekarangan rumah /
juglangan luas. Alasannya karena bingung mau diapakan lagi sampahnya kalo
gak dibakar. Seperti yang dikatakan oleh bu Ruqiati :
“biasane yo dibakar nang juglangan mburi nduk, mbendino nek mari
nyapu sore-sore tak bakar”
Namun sejumlah 24,7 % warga desa penambangan juga masih membakar
sampah tapi hanya kadang-kadang saja, karena yang mereka bakar hanya
sampah dedaunan saja. Jadi menunggu sampahnya mengumpul banyak dahulu
baru membakarnya. Seperti yang dikatakan oleh mbak elsa berikut :
21
“kadang-kadang ajas mas, biasanya yang dibakar itu dedaunan yang
jatuh aja, itupun nunggu sampai terkumpul banyak dulu”
Sedangkan sisanya berjumlah 23.5 % menjawab tidak pernah membakar
sampahnya baik sampah organik maupun non organik. Sebagian banyak dari
mereka sudah sadar akan bahayanya membakar sampah, selain itu juga karena
tidak mempunyai lahan yang bisa dimanfaatkan untuk membakar sampahnya.
Seperti yang dikatakan oleh salah salah satu responden kami bernama bu
jumamih
“sudah gak pernah mbakar saya mbak, tak pilah di tong sampah, ini juga
karena gak ada lahannya”
Pembakaran sampah menghasilkan gas-gas beracun akibat adanya proses
oksidasi senyawa, baik dari material yang terbakar maupun senyawa di udara.
Gas yang dihasilkan dalam pembakaran sampah tersebut adalah karbon
monoksida, selain itu juga hidrokarbon benzopirena. Gas-gas beracun tersebut
ternyata 350 kali lebih bahaya dari pada asap rokok, jika dihirup oleh manusia
mengakibatkan kerugian terhadap kesehatan manusia seperti menimbulkan sesak
nafas, gangguan paru-paru, batuk, kanker / karsinogenik, dan gangguan
hormonal. Terutama mengganggu kesehatan anak-anak dan ibu hamil.18
Maka
dapat tanpa disadari, disinilah permulaan anda mulai meracuni diri sendiri,
keluarga, dan orang lain di sekitar lingkungan anda. Selain mengakibatkan
kerugian kesehatan, pembakaran sampah juga merupakan salah satu
penyumbang emisi gas rumah kaca.19
18
Niknik Bestar, Studi kuantifikasi emisi pencemar udara akibat pembakaran sampah rumah tangga
secara terbuka di Kota Depok, 2012 19
Yudison, Tugas Akhir Penentuan Fakyor Emisi NO dan SO2 Dari Pembakaran Sampah Terbuka Di
Kota Bandung, 2007
22
e. Membuang sampah pada tempatnya
Menurut hasil diagram diatas, sebanyak 90,1 % masyarakat Desa
Penambangan mengatakan membuang sampahnya pada tempatnya, selalu
membuang sampahnya ke tempat sampah, bahkan jika ada sampah yang
keleleran dijalan selalu mengambil dan membuangnya ke tempat sampah.
Seperti yang dikatakan oleh bu Ati :
“loh ya selalu mbak, bahkan biasanya kalau liat sampah tergeletak
dijalan maupun sekitar rumah langsung tak masukin sampah”
f. Membuang sampah ke sungai
Berdasarkan diagram diatas sebanyak 81,5% responden mengatakan
tidak pernah membuang sampahnya ke sungai, dikarenakan responden
menyadari kalau membuang sampah ke sungai itu dampaknya akan ke mereka
lagi, karena air minum, mandi, cuci-cuci mereka juga berasal dari air sungai.
Seperti yang dikatakan oleh mbak lisa :
“gak pernah mbak, kalau air sungai tercemar gimana? Kan air mandi
minum sama cuci-cuci kami juga dari air sungai”
23
Selain itu terdapat sisanya responden yang selalu atau hanya kadang-
kadang yang membuang sampahnya ke sungai. Biasanya yang masih
membuang sampahnya ke sungai adalah masyarakat bantaran sungai atau
rumah penduduk yang tidak jauh dari lokasi sungai. Kesadaran akan bahayanya
membang sampah ke sungai masih sangat minim. Mereka bahkan sudah
terbiasa membuang sampahnya ke sungai. Seperti yang dikatakan oleh ibu siti
Nursiana berikut :
“iya mbak selalu tak buang kesana, belakang rumah saya ini kan sudah
sungai”
Pembuangan sampah ke sungai dapat menyebabkan pencemaran air,
misalnya terjadinya perubahan warna dan bau pada air sungai, penyebaran
bahan kimia dan mikroorganisme yang terbawa air hujan dan meresapnya
bahan-bahan berbahaya sehingga mencemari sumur dan sumber air. Bahan-
bahan pencemar yang masuk ke dalam air tanah dapat muncul ke permukaan
tanah melalui air sumur penduduk dan mata air. Jika bahan pencemar itu
berupa B3 (bahan berbahaya dan beracun), maka akan berbahaya bagi manusia,
karena dapat menyebabkan gangguan pada syarat, cacat pada bayi, kerusakan
sel-sel hati atau ginjal.
Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan
mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga
beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistim
perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan
menghasilkan asam organik dan gas cair organik, seperti metana. Selain berbau
kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak.20
20 Amos Neolaka, Kesadaran Lingkungan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008)
24
g. Memisahkan sampah organik dan anorganik
Menurut hasil diagram diatas sebanyak 27,5 % masyarakat Desa
Penambangan memisahkan sampahnya menjadi sampah organik dan sampah
anorganik. Karena menurut mereka jika disendirikan seperti itu maka nantinya
sampah tersebut bisa berguna lagi, jadi sangat disayangkan jika dicampur.
Seperti yang diktakan oleh salah satu responden kami yaitu bu Elis :
“tak pisahkan mbak, itu kan ada 2 tong depan rumah, yang satu dibuat
anorganik, yang satu dibuat dedaunan dan sisa makanan, gini ini biar bisa
dimanfaatkan lagi”
Sedangkan sejumlah 17,5 % dapat disimpulkan kalau masyarakat
mungkin memisahkan sampahnya, karena mereka Cuma memisahkan sampah
anorganik saja untuk dijual, selain anorganik mereka bakar ataupun dibuang.
Seperti salah satu narasumber kami yang bernama ibu arbaiyah :
“oh kalau ibu cuma misahin yang plastik bekas, sama botol bekas aja,
nanti dijual”
Namun sangat disayangkan sebanyak 55% masyarakat Desa
Penambangan tidak memilah sampahnya karena dianggap sangat ribet dan
merepotkan. Jadi mereka langsung mengumpulkan sampahnya menjadi satu di
suatu tempat tanpa memilahnya. Seperti yang dikatakan oleh salah satu
responden kami bernama bu kalimah :
” gak mbak, langsung tak kumpulno dadi siji nang juglangan, ribet nek
milihi disek”
Di Australia, sistem pengelolaan sampah juga menerapkan model
pemilahan antara sampah organik dan sampah anorganik. Setiap rumah tangga
25
memiliki tiga keranjang sampah untuk tiga jenis sampah yang berbeda. Satu
untuk sampah kering (an-organik), satu untuk bekas makanan, dan satu lagi
untuk sisa-sisa tanaman/rumput. Ketiga jenis sampah itu akan diangkut oleh
tiga truk berbeda yang memiliki jadwal berbeda pula. Setiap truk hanya akan
mengambil jenis sampah yang menjadi tugasnya. Sehingga pemilahan sampah
tidak berhenti pada level rumah tangga saja, tapi terus berlanjut pada rantai
berikutnya, bahkan sampai pada TPA. Cara pemilahan sampah tersebut juga
sudah banyak di terapkan dibeberapa kota di Inonesia. Karena memang
membawa manfaat tersendiri untuk masyarakat.
h. Memisahkan sampah makanan untuk kompos
Menurut hasil diagram diatas, sebanyak 11,1 persen responden yang
memisahkan sampah makanannya untuk dibuat kompos. Dibeberapa titik
disedikan drum untuk pengumpulan sampah organik yang nantinya dijadikan
komposter. Seperti yang dikatakan oleh salah satu responden kami yang
bernama bu khusnul berikut ini :
“termasuk salah satunya iya, sesuatu yang mudah terurai biasanya
saya jadikan kompos dikumpulkan di drum komposter yang sudah
disediakan.”
Sedangkan sebanyak 24,7 persen responden mengatakan hanya
kadang-kadang saja memisahkan sisa makanan untuk dijadikan komposter.
Namun sebanyak 64,2 persen responden yang sama sekali tidak pernah
memisahkan sisa makanannya untuk dijadikan komposter. Karena sampah
mereka langsung dicampur jadi satu. Seperti yang dikatakan oleh ibu Umi :
26
“gak pernah mbak, biasane yo langsung tak campur”
i. Memisahkan sampah organik untuk makanan ternak
Berdasarkan data diagram diatas, sebesar 54% warga dusun
penambangan tidak memisahkan sampah organik untuk makanan ternak dengan
alasan tidak mempunya hewan ternak dan tidak mau ribet memisah dan langsung
di buang,seperti yang dikatakan ibu Maimunah :
“saya tidak mempunya hewan ternak nak,jadi ya langsung saya jadikan
satu untuk di buang”
sedangkan, sebesar 16% warga dusun penambangan memisahkan sampah
organik untuk makanan hewan ternak karena mereka mempunyai hewan ternakk
d irumahh dan sering banyak menyisahkan bekas makanan seperti nasi dan lain-
lain ,seperti yang dikataan ibu Wati :
“ibu sendiri kalau ada sisa makanan pasti ibu pisahkan buat hewan
ternak”
Dan 29% warga dusun penambangan kadang-kadang memisahkan hasil
makanan untuk hewan ternak dikarenakan mereka tidak mempunyai waktu
untuk memisahkannya,seperti yang dikatakan ibu Ichwan :
“kalau saya sesempetnya ya nak,kalau sempet ya saya pisah kalau
enggak sempet ya saya langsung buang jadikan satu”
27
j. Menjual sampah yang masih bernilai ke loak atau bank sampah
Menurut hasil diagram diatas,sebesar 74% warga dusun penambangan
menjual sampah yang masih ada nilai jualnya seperti botol minuman, plastik,
kardus pasti di jual di loak,khusunya di rw 04 yang ada bank sampah, katena
menurut mereka lumayan dari pada di buang. seperti yang dikatakan ibu
Rusniati
“kalau itu pasti saya pisahkan lalu saya jual di bank sampah nak,kan ddi
isini sudah berjalan bank sampahnya, lumayan uangnya”
Sedangkan ,sebesar 21% warga dusun penambangan kadang-kadang
menjual sampah yang masih bernilai karena mereka acuh tacuh mengenai hal
tersebut dan langsung membuangnya atau membakarnya,seperti yng dikatakan
ibu Srini
“kalau saya kadang kadang mas,kalau banyak banyak ya saya jual kalau
sedikit ya saya buang”
Konsep bank sampah ini menjadi salah satu solusi bagi pengelolaan
sampah di Indonesia yang masih bertumpu pada pendekatan akhir. Dengan
program ini, sampah mulai dikelola dari awal sumber timbunan sampah, yaitu
rumah tangga. Pemilihan yang dilakukan oleh masyarakat sejak awal membuat
timbunan sampah yang dihasilkan dan dibawa ke tempat pembuangan akhir
(TPA) menjadi berkurang. Keberadaan bank sampah mampu memberikan nilai
ekonomis bagi warga masyarakat. Bank sampah merupakan sentra pengumpulan
sampah non organik yang mempunyai nilai harga diantaranya : (kertas, botol
plastik, gelas plastik, kardus, plastik kemasan, plastik kresek, koran, plastik
28
sachetan, ember, kaleng, besi, aluminium, dll). Jenis sampah non ini mempunyai
nilai harga yang berbeda berdasarkan jenisnya. Harga sangat beragam mulai dari
Rp. 100,- per kg sampai Rp. 8.000,-
2. Kesadaran dan persepsi
Variabel kusioner kedua ini menanyakan seputar bagaimana kesadaran
masyarakat Desa Penambangan khususnya RW 2 dan RW 4 mengenai seputar
sampah dan bagaimana persepsi masyarakat mengenai sampah. Berikut beberapa
grafiknya di bawah ini :
a. Mengetahui UU no 18/2008 mengenai pengelolahan sampah
Menurut diagram diatas,sebesar 69% masyarakat dusun penmbangan
tidak tau tentang undang-undang mengenai pengelolahan sampah dikarenakan
kurangnya pendidikan, dan tidak pernahnyamendapat sosialisasi mengenai
pengetahuan tentang pengolahan sampah. seperti yang dikatakan ibu Umi
Andari :
“gak ero nak wong aku mek lulusan sd hehehe”
Namun hanya sebesar 8% warga dusun penambangan mengetahui
tentang undang-undang pemilahan sampah karena mereka dan memiliki
pendidikan yag tinggi,seperti yang dikatakan mbak
“oiya aku paham mas lek iku,soale aku ket biyen pas sekolah seneng
perkoro peduli sampah karo pemilahane”
Sedangkan sebesar 22% warga dusun penambangan tidak yakin tentang
undang-undang pemilhan sampah,karena mereka kurang mendapat
pengetahuan tentang hal itu,seperti yang dikatakan ibu luluk :
29
“waduh saya kurang faham mas,intinya saya sudah membuang sampah
di tempatnya dan menjaga lingkungan”
b. Tempat tinggal mempunyai TPST
Berdasarkan diagaram diatas,sebesar 90% persen warga dusun
penanambangan menjawab tidak ada TPST di dusun mereka karena memang
belum ada TPST di dusun tersebut, namun disana hanya terdapat Tempat
pembuangan sampah sementara yang letaknya di belakang pasar, seperti yang
dikatakan ibu Seniarsih :
“kalau tpst gak onok mas disini,kalau tps ada di belakang pasar itu”
c. Masyarakat harus berpartisipasi untuk menjaga lingkungan
Berdasarkan hasil diagram diatas,hampir seluruh responden setuju
untuk menjaga lingkungan mereka,jadi sebesar 98 % masyarakat desa
penambangan peduli terhadap lingkungan,karena masyarakat desa
penambangan ingin mempunyai lingkungan yang nyaman dan bersih,seperti
yang dikatakan ibu Rumanih :
”yo wajib mas pasti kabeh iku pingin jogo lingkungane masing
masing,kan warga pigin lingkungane aman teko sampah
30
d. Pemerintah desa harus melakukan pengelolahan sampah di Desa Penambangan
Berdasarkan hasil diagram diatas, seluruh responden kami berjumlah
81 warga Desa Penambangan menyetujui bahwa pemerintah desa harus
melakukan pengelolahan sampah mandiri sebelum dibuang ke TPA, Agar
masyarakat tidak lagi membakar sampahnya. Dan nanti hasil dari
pengelolahan sampah digunakan untuk kesejahteraan warga Desa
Penambangan sendiri. Seperti yang dikatakan oleh ibu
“pasti, harusnya seperti itu, agar sampah di desa ini tidak menumpuk
dengan sia-sia, kalo diolah kan lebih bermanfaat, dan nantinya hasil atau
dampaknya juga buat masyarakat.
e. Mengetahui larangan membuang sampah sembarangan
Menurut hasil diagram di atas sebesar 97% persen warga dusun
penambangan mengetahui adanya larangan membuang sampah sembarangan,
dan menerapkannya dengan cara tidak membuang sampah sembarangan.
seperti yang dikatakan ibu Riamah :
31
“kalau itu semua pasti tau mbak, alhamdulillah saya juga gak pernah
buang sampah sembarangan”
f. Rumah masih banyak hewan lalat, nyamuk, dan kecoa
Menurut hasil penelitian diatas, sebanyak 50,6 % rumah warga Desa
Penambangan masih terdapat hewan-hewan seperti lalat, nyamuk, dan kecoa.
Dikarenakan pengelolahan sampah disana masih belum benar, masih banyak
sampah menumpuk yang memiliki bau menyengat karena tidak dipilah. Bau
tersebut mengundang hewan-hewan seperti nyamuk lalat dan nyamuk. Seperti
yang dikatakan oleh bu Srini :
“jadi kalau ada sampah pasti ada lalat kecoa, artinya kalau sampah itu
tidak diolah dengan benar akan menyebabkan bau, nah bau ini yang
mengundang mereka”
Sedangkan sebanyak 33,3 % responden kurang yakin adanya hewan-
hewan tersebut di rumah mereka, bisa dikatakan jarang sekali terdapat hewan-
hewan itu. Karena mereka jarang menimbun sampah di sekitar rumah mereka.
Seperti yang dikatakan oleh ibu Sariati :
“gak tau mbak ya, kadang ada kadang juga gak ada, soalnya saya juga
jarang ada sampah di rumah”
Namun hanya 16 persen responden yang tidak menemui hewan lalat,
nyamuk, dan kecoa yang berlebihan di lingkup rumahnya. Hal ini
dikarenakan responden rajin membersihkan rumahnya, tidak ada sampah
tercampur yang menumpuk yang mengakibatkan bau menyengat. Selain itu di
rumahnya juga banyak tumbuhan-tumbuhan hijau. Hal ini seperti yang
dikatakan oleh ibu faqih :
32
“Gak ada kalau di sini, saya kan ya rajin bersihkan rumah, sampah
sudah saya pilah sehingga gak bau, pekarangan juga banyak tanaman, bukan
lalat yang datang tapi kupu-kupu”
g. Tetangga mengalami sakit karna masalah sampah
Menurut hasil diagram di atas sebesar 18% warga dusun
penambangan mendapati tetangga mengalami sakit karena sampah,
Seperti halnya sakit ispa karena terkena asap pembakaran sampah di
tempat pembuangan sampah. bahkan banyak penduduk yang pindah dari
sana karena menghindari penyakit tersebut. Seperti yang dikatakan oleh
dikatakan bapak Ichwan :
“tau mas biyen wong e kenek ispa gara gara ngobong sampah
tapi saiki akeh seng wes pindah omah soale wedi kenek ispa”
Menurut diagram diatas,sebesar 53% persen warga dusun
penambangan tidak pernah mendapati tetangga nya mengalami sakit
karena sampah karena di lingkungan bersih dan sampah tertata rapi dan
tidak pernah menumpu banyak seperti yang dikatakan ibu Habibah :
“kalau disini alhamdulillah tidak ada mas,soalnya sampah tidak
ada yang menumpuk banyak”
Menurut hasil diagram diatas,sebesar 28% persen warga dusun
penambangan mempunya tetangga yang sakit tapi tidak yakin sakitnya
itu karena sampah,seperti yang dikatakan ibu Kholifatul :
“di sebelah situ mas pernah itu sakit Demam Berdarah tapi saya
tidak yakin juga kalau karena sampahh mungin juga karena musimnya
hujan mas makanya kena Demam Berdarah”
33
h. Mengetahui membakar sampah dilarang oleh undang-undang
Menurut diagram diatas, hanya sebesar 15% masyarakat Dusun
Penambangan mengetahui membakar sampah adalah kegiatan yang dilarang
undang undang karena mereka memiliki pendidikan yang tinggi dan faham
akan hal sampah, namun masih banyak warga yang membakar sampah
dikarenakan bingung sampahnya mau diapakan. seperti yang yang dikatakan
oleh ibu Asna :
“oh faham kok nak tapi ibu ya jarang jarang juga membakarnya
soalnya gaada yang ngambili terus dirumah ada pekarangan yang cukup
untuk membakarnya”
Sedangkan ,sebesar 53% warga dudun penambangan tidak
mengetahhui membakar sampah adalah kegiatan yang dilarang undang-
undang karena mereka kurang faham pengetahuan tentang sampah dan
masih terbiasa membakarnya,seperti yang dikatakan ibu Indah :
“gak tau mas saya soalnya saya kalau sampah mesti langsung saya
bakar”
Namun sebesar 31% warga dusun penmbangan tidak yakin tentang
larangan membakar sampah dikarenakan mereka terbiasa membakar
sampah,seperti yang dikatakan ibu Ria :
“wadu gak yakin aku mas tapi aku bakar yo kadang kadang kok
mas”
3. Komitmen
Variabel yang ketiga ini pertanyaan seputar bagaimana komitmen dan
respon masyarakat jika pemerintah Desa Penambangan menggalakkan atau
34
menganjurkan pemilahan sampah rumah tangga menjadi 3, yaitu sampah organik,
sampah daur ulang dan sampah residu. Agar sampah tidak menumpuk dengan sia-
sia, karena nantinya sam
pah organik bisa dijadikan kompos dan sampah daur ulang bisa dijual dan
dijadikan menjadi barang yang lebih berguna.
a. Bersedia memilah sampah
Menurut diagram di atas,sebesar 82% warga dusun penambangan
bersedia memilah sampahya di rumah jika program pemilahan sampah sudah
berjalan, karena menurut mereka program tersebut juga mempunyai dampak
positif, seperti yang dikatakan ibu Yohana :
“kalau saya bersedia mas asalkan programnya jalan lo pasti saya mau
memilah, ini kan juga berdampak positif untuk kita semua”
Namun sebesar 16% warga dusun penambangan tidak yakin bersedia
memilah sampah khusunya di rw 04 karena sudah ada progam bank sampah
yang digalakkan oleh bapak effendi selaku kader lingkungan. Apalagi jika
memakai sistem pengolahan sampah terpadu penduduk malah di suruh
membayar. sseperi yang dikatakan ibu Andari :
“waduh mas gak yakin aku soale nang kene kan onok bank sampah,
wong-wong seng oleh duit teko hasil ngumpulno sampah ae angel, ndanio
dikongkon mbayar”
35
b. Bersedia membayar 15 ribu setiap bulannya
Menurut diagram diatas,sebesar 58% warga dusun penambangan
bersedia membayar 15 ribu tiap bulannya asalkan program pemilahan sampah
terpadu di dusun tersebut sudah digalakkan, karena mejjnurutnya program
tersebut bagus untuk mengurangi pembakaran sampah, seperti yang dikatakan
ibu Nevi :
“oh mau mas kalau prgramnya jalan dan saya sangat mendukung, ini
kan juga bagus untuk mengurangi pembakaran sampah di sini”
Sedangkan sebesar 33% warga dusun penambangan tidak yakin bersedia
membayar 15 ribu dikarenakan sudah ada program bank sampah yang dapat
menghasilkan uang atau tabungan. Jelas hal tersebut lebih menguntungkan dari
pada program pemilahan sampah terpadu. seperti yang dikatakan ibu Luluk :
“waduh mas gak yakin aku soale ng kene kan onok bank sampah kene
malah seng oleh duek”
c. Bersedia membayar 20 ribu setiap bulannya
36
Berdasarkan diagaram di atas, sebesar 45% warga dusun
penambangan mau membayar 20 ribu tiap bulannya bulannya asalkan
program pemilahan sampah terpadu di dusun tersebut sudah digalakkan,
karena menurutnya program tersebut bagus untuk mengurangi pembakaran
sampah, seperti yang dikatakan ibu Nevi :
“oh mau mas kalau prgramnya jalan dan saya sangat mendukung, ini
kan juga bagus untuk mengurangi pembakaran sampah di sini”
Sedangkan sebesar 22% warga dusun penambangan tidak bersedia
membayar iuran 20 ribu setiap bulan untuk membayar program pemilahan
sampah terpadu dikarenakan menurut mereka membayar senilai segitu
terlalu kemahalan. seperti yang dikatakan ibu elisa :
“kemahalan kalau 20 ribu mbak,”
Namun sebanyak 32% warga dusun penambangan tidak yakin
bersedia membayar 20 ribu setiap bulannya untuk program pemilahan
sampah dikarenakan khusunya di rw 04 ada program bank sampah yang
menghasilkan uang atau tabungan seperti yang dikatakan ibu luluk :
“waduh mas gak yakin aku soale ng kene kan onok bank sampah kene
malah seng oleh duek
d. Disekitar rumah dibangun fasilitas pengelolahn sampah
Menurut diagram diatas,sebesar 76% warga dusun penambangan
mau disekitar rumahnya dibangun fasilitas pengelolahan sampah karena
37
mereka merespon baik kegiatan pemilahan sampah tersebut, seperti yang
dikatakan ibu Riamah :
“oh gapapa mas asalkann berjalan dan ada tempatnya saya
bersedia kok”
Sedangkan sebesar 11% warga dusun penambangan tidak mau di
sekitar rumahnya dibangun fasilitas pemilahan sampah, dikarnakan mereka
takut merasa terganggu dengan bau sampah yang menyengat, serta
banyaknya lalat dan nyamuk yang jumlahnya pasti akan meningkat.
Seperti yang dikatakan oleh ibu Rumanih :
“waduh gak setuju engkok mambu la”an mbak, laler nyamuk pasti
tambah akeh”
Namun sebesar 12% warga dusun penambangan tidak yakin tentang
pembangunan fasilitas pengeoloahan sampah di bangun di samping
rumahnya karena tidak ada lahan kosong disekitar rumahnya,seperti yang
dikatakan ibu Lailis :
“gak yakin aku mas soale nang kene gak onok lahan maneh kiwo
tengen wes mepet omah warga”
e. Mendukung peraturan desa untuk melarang penggunaan kresek, styrofoam
dan plastik sekali pakai.
38
Menurut diagram diatas sebesar 59% setuju dengan pengurangan
penggunan plastik sekali pakai karena mereka merespon baik kegiatan
pemilahan sampah dengan pengurangan plastik sekali pakai, karena sampah
terbanyak yang dihasilkan oleh masyarakat adalah sampah plastik dan kresek.
seperti yang dikatakan oleh ibu Maimunah :
“iya gak papa mas kan itu juga mengurangi plastik atau kresek soalnya
sampah juga banyak dihasilkan oleh plastik atau kresek
Sedangkan sebanyak 33% warga dusun penambangan tidak yakin
karena mereka mempunyai usaha toko dirumah maupun di pasar, mereka
berpikir kalau tidak memberi kresek waktu pelanggan membeli ditokonya
bingung mau dibungkus pakai apa. seperti yang dikatakan ibu Jumamih :
“waduh saya gak yakin mas soalnya saya kan juga punya usaha di
pasar banyak yang masih minta kresek atau plastik buat membungkus, lagian
kalau tidak dibungkus pakai kresek trus pakai apa
f. Mendukung peraturan yang mengharuskan saya membayar kantong kresek
di toko.
Menurut diagram di atas, sebesar 39% persen responden kami di Desa
penambangan setuju kalau digalakkan peraturan mengharuskan membayar
kantong kresek untung mengurangi penggunaan kantong kresek dan
mengurangi sampah di ingkungan seperti yang dikatakan ibu Istiqomah :
39
“oiya saya setuju mas biar orang orang mikir mikir lagi kalau meminta
kantong kresek, kan untuk mengurangi sampah plastik juga ”
Sedangkan sebesar 28% warga dusun penambangan tidak setuju dengan
adanya kegiatan itu dikarenakan mereka yang mempunyai toko takut
pembelinya protes dan tidak mau membeli ditokonya lagi lantaran harus
membayar hanya untuk kresek. seperti yang dikatakan mbak uus :
“waduh gak setuju aku mas engkok pas ngono seng tuku mrotes aku
kabeh terus gak onok seng belonjo nang tokoku”
Namun sebesar 32% warga dusun penambangan juga tidak yakin
karena sebenarnya mereka mendukung namun mereka juga mempunyai
usaha toko di rumah maupun di pasar, jadi bagaimanapun harus tetap
menyediakan kresek gratis seperti yang dikatakan ibu Sumiati :
“sebenarnya saya mendukung mbak, Cuma kan saya juga punya usaha
di pasar, banyak yang masih minta kresek atau plastik buat membungkus,
gak mungkin juga kalau ditarik uang 200 rupiah”
g. Bersedia membawa wadah sendiri dari rumah ketika berbelanja di toko
Menurut diagram diatas sebesar 76% warga dusun penambangan
bersedia membawa wadah sendiri dari rumah karena rata rata warga yang
berbelanja di pasar pasti membawa wadah sendiri seperti tas dari anyaman
yang ramah lingkungan. seperti yang dikatakan ibu Sholikhah :
“kalau itu emang saya pasti setiap belanja di pasar bawa wadah
sendiri mas, seperti tas anyaman itulo”
Sedangkan sebesar 11% warga Desa penambangan tidak bersedia
membawa wadah sendiri ketika berbelanja dikarenakan tidak terbiasa dan
40
males ribet, nantinya juga akan dikasih kresek sama penjualnya. seperti
yang dikatakan ibu Wati :
“enggak mbak, nanti malah ribet dan saya juga gak terbiasa, nanti di
pasar juga akan dikasih kresek”
Namun sebesar 12% responden Desa penambangan tidak yakin
bersedia membawa wadah tersendiri ketika berbelanja di toko atau pasar
karena terkadang membawa namun terkadang juga tidak membawa. Seperti
yang dikatakan oleh Siti :
“kadang ya bawa, tapi kadang juga gak bawa mas”
h. Melapokan tetangga jika membuang sampah ke sungai
Berdasarkan Diagram di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 90,1
% masyarakat Desa Penambangan tidak berani melaporkan tetangganya
jika ada yang membuang sampah ke sungai. Alasannya karena merasa gak
enak karena tetangganya sendiri. Seperti yang dikatakan oleh bu Seniarsih
“ya nggak berani mbak, namanya juga tetangga sendiri masa
dilaporin, palingan Cuma diingatkan saja”
i. Mendukung penegakan hukum dan memberi hukuman kepada orang yang
membuang sampah di sungai.
M
M
e
41
nuruMenurut diagram diatas sebesar 49% warga dusun penambangan
mendukung pengakkan hukum karena mereka respect terhadap sungai
dan tidak mau sungai tercemar. Karena mereka sadar dampaknya
nantinya juga akan kembali ke masyarakat sendiri. Di kawasan RW 2
juga sudah terdapat peraturan jika warga membuang sampah ke
Sungai akan dikenakan denda sebesar Rp 100.000,00. seperti yang
dikatakan ibu Ulfia :
“sangat mendukung aku mas kalau gitu biar orang orang faham
kalau buang sampah di sungai itu bikin sungai tercemar, dulu itu juga
katanya kalau buang sampah ke sungai sembarangan jika ketahuan di
denda 100 ribu, tapi gak tau masih berlaku apa nggak”
Sedangkan sebesar 42% warga dusun penambangan tidak setuju
karena di Desa Penambangan khususnya di RW 2 masih banyak
warga yang membuang sampah ke sungai karena memang tidak punya
pekarangan yang luas untuk membakar sampah mereka. Seperti yang
dikatakan oleh ibu Mujiati :
“kurang setuju sih mbak, soalnya kan di sini masih banyak
warga yang membuang sampahnya ke sungai soalnya gak ada
pekarangan yang luas untuk membakar sampah”
Namun sebesar 8% persen warga Desa penambangan menjawab
mungkin setuju dengan peraturan tersebut, namun melihat kebanyakan
warga masih membuang sampah ke sungai, jadi mereka masih
bingung akan hal itu. seperti yang dikatakan ibu Budi :
“gak yakin mas, soalnya disini kan juga masih banyak warga
yang membuang sampahnya ke sungai”
42
j. Melaporkan tetangga yang mesih membakar sampah
Menurut diagram diatas sebesar 93% warga dusun penambangan
memilih untuk tidak melaporkan tetangga yang membakar sampah
karena mereka tidak enak dengan tetangganya sendiri apabila jika
melaporkan takut hubungan antara keduanya terpecah bela seperti yang
dikatakan ibu Yohana :
“wah gak mas lek ngelaporno aku iki sopo mas ambah
ngelaporno engko malah tukaran karo tonggo malah gak enak kabeh”
k. Bersedia menghadiri seminar pengelolahan sampah
Berdasarkan diagram diatas sebesar 23% warga Desa penambangan
bersedia menghadiri seminar pengelolahan sampah dikarenakan warga
ingin lebih faham tentang pengelolahan sampah yang baik dan benar,
agar lebih bisa dimanfaatkan lagi. seperti yang dikatakan ibu Rusniati :
“pasti saya datang mas dan saya juga ingin faham juga ingin tau
pengolalhan sampah yang baik itu bagaimana”
43
Sedangkan sebesar 74% warga dusun penambangan menjawab
mungkin untuk menghadiri seminar pengelolahan sampah dikarenakan
mereka takut waktunya bertabrakan dengan jam kerja mereka tapi
mereka juga ingin sekali datang seperti yang dikatakan ibu Kalimah :
“waduh mas gaero aku nek iku soale nek tabrakan karo jam kerjo
aku yo gaiso ninggal mas,baru nek aku pas prei ta free pasti aku teko”
44
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bawasannya mayoritas masyarakat Desa
Penambangan memiliki kecenderungan persepsi yang negatif tentang sampah. Banyak
dari narasumber yang menganggap sampah Cuma barang bekas yang sudah tidak
terpakai yang harus segera dimusnahkan dengan cara dibakar atau dibuang, bukan
sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan. buktinya jumlah presentase mengenai
sisa makanan dijadikan kompos ataupun makanan ternak dan sampah organik dijual
ke bank sampah ataupun loak itu banyak responden yang menjawab tidak pernah,
mereka lebih memilih sampahnya langsung dicampur jadi satu, karena mereka
menganggap mengelola sampah terlebih dahulu itu ribet.
Sistem pengelolaan sampah yang dimiliki Desa Penambangan, kecamatan
Balongbendo, kabupaten Sidoarjo, khususnya warga RW 02 dan RW 04 masih belum
baik. Hal ini bisa ditinjau dari perilaku warga yang terbiasa membuang sampah tidak
pada tempatnya/sembarangan yaitu seperti pada sungai dan di sekitaran jalan. Selain
itu, pemahaman dan kesadaran akan pentingnya pengelolaan sampah juga kurang baik.
Pengelolaan yang dilakukan hanya sebatas pembuangan yang tidak pada tempatnya
dan pembakaran sampah di pekarangan rumah. Padahal di RW 02 sudah memiliki
fasilitas tempat pengelolahan sampah sementara (TPS) namun belum terpakai hingga
saat ini, sedangkan di RW 04 sudah tersedianya bank sampah, nemun tidak semua
warga berpartisipasi.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai bahayanya pembakaran sampah dan pembuangan sampah ke
sungai. Maka dari itu peneliti menghimbau kepada pemerintah desa maupun lembaga
terkait untuk melakukan sosialisasi mengenai sampah dan cara mengelola sampah
mandiri dengan baik dan benar. Hal tersebut merupakan Salah satu langkah yang paling
penting untuk mengajak masyarakat untuk melakukan pengelolaan sampah 3R dengan
mengubah persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah.
45
DAFTAR PUSTAKA
Anik Meilinda, “Sampah Membludak, TPA Ngronggo rencanakan buka lahan baru”,
Dinamika Edisi XXIX , 90, November, 2019
Azwar, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, (Jakarta: Yayasan Mutiara, 1990)
Manik, Pengelolaan Lingkungan Hidup, (Jakarta : Penerbit Djambatan, 2003)
Soemirat, Kesehatan Lingkungan, (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1994)
Teti Suryati, Bijak & Cerdas Mengelola Sampah Membuat Kompos dari Sampah
Rumah Tangga,(Jakarta : PT agromedia pustaka, 2009)
Cecep Dani Sucipto, Teknologi Pengolahan Daur Ulang Sampah, (Yogyakarta: Gosyen
Publlishing, 2012),
Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat : Ilmu Dan Seni,( Jakarta : PT Rineka
Cipta, 2011
Yudhi Kartikawan, Pengelolaan Persampahan, (Yogyakarta: Jurnal Lingkungan Hidup,
200)
Panji nugroho, panduan membuat kompos cair, (Jakarta : Pustaka baru press, 2013)
Jurnal Perspektif: Jurnal Kajian Sosiologi dan Pendidikan
http://kecoamonolog.blogspot.com\r\n\r\n
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung, Alfabeta, 2010)
Arikunto, S, Metode penelitian Kuantitatif, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), 12
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, ( Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2011 )
Niknik Bestar, Studi kuantifikasi emisi pencemar udara akibat pembakaran sampah
rumah tangga secara terbuka di Kota Depok, 2012
Yudison, Tugas Akhir Penentuan Fakyor Emisi NO dan SO2 Dari Pembakaran Sampah
Terbuka Di Kota Bandung, 2007
Amos Neolaka, Kesadaran Lingkungan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008)
46
LAMPIRAN
Denah Desa Penambangan kec.Balongbendo,Sidoarjo.
47
Disini adalah kondisi dari desa penambangan dusun pelumpang RT 19 RW
4 kec.balong bendo, Sidoarjo. Kita bisa melihat pada gambar diatas ibu-ibu
yang sedang asyiknya membakar sampah di pinggir jalan pemukiman yang
masih banyak lahan kosong untuk tempat paembakaran sampah.
Bisa kita lihat pada gambar tersebut kita mewawancarai salah satu warga pengrajin
botol plastik atau gelas plastik bekas yang di rancang menjadi tas ataupun taplak meja
pengrajin tersebut bernama ibu Ani yang berada di desa penambangan dusun
pelumpang RT 17 RW 4 kec balongbendo , Sidoarjo.
48
Belau bernama bapak effendi kader lingkungan yang berada di desa penambangan dusun
pelumpang RT17 RW 4 kec.balongbendo,Sidoarjo. Kami mendapatkan informasi yang cukup
banyak dari belau dan program yang belau jalani sekarang terhadap dusun pelumpang ini adalah
bank sampah dan penanaman buah tin di setiap rumah warga.
Disini kita lihat gambar di atas adalah fenomena TPS yang berada di desa penambangan dusun
surungan RT10 RW2 kec.balongbendo, Sidoarjo ini tidak berfungsi, tidak ada penanggulangan
dari pemerintah setempat, bangunan yang sudah tersedia dan gerobak sampah yang sudah ada
hanya menjadi pajangan.
Beliau bernama bapak masrum salah satu perangkat desa penambangan kec.balongbendo,
Sidoarjo. Beliau adalah narasumber kami untuk kita mengetahui wilayah-wilayah mana saja
49
yang bisa kami lakukan penelitian dan beliau adalah salah satu penggerak lingkungan yang ada
di desa p agenambangan.
Ini adalah gambar tim kami yang di tugaskan oleh ECOTON untuk membantu petugas TPST
untuk mengambil sampah di dusun krajan dan mendedukasih masyarakat pelanggan TPST agar
mau memilah sampah dari rumah mereka.