kolam anaerobik

22
Ponds (Kolam) dan Lagoon Di dalam proses pengolahan air limbah secara biologis, selain proses dengan biakan tersuspensi (suspended culture) dan proses dengan biakan melekat (attached culture), proses lain yang sering digunakan adalah Pond (kolam) dan Lagoon. Pond atau kolama ir limbah sering juga disebut kolam stabilisasi (stabilization pond) atau kolam oksidasi (oxidation pond). Lagoon untuk air limbah biasanya terdiri dari kolam dari tanah yang luas, dangkal, atau tidak terlalu dalam dimana air limbah dimasukkan ke dalam kolam tersebut dengan waktu tinggal yang cukup lama agar terjadi permunian secara biologis alami sesuai dengan derajat pengolahan yang ditentukan (Said, 2014). Di dalam sistem pond atau lagoon paling tidak sebagian dari sistem biologis dipertahankan dalam kondisi aerobic agar didapatkan hasil pengolahan sesuai yang diharapkan. Meskipun suplai oksigen sebagian didapatkan dari proses difusi dengan udara luar. Tetapi sebagian besar didapatkan dari proses fotosintesis. Ada beberapa jenis kolam dan lagoon antara lain sebagai berikut (Said, 2014): a. Kolam dangkal (shallow pond) Di dalam sistem kolam dangkal oksigen terlarut (dissolved oxygen) terdapat pada setiap kedalam air sehingga air limbah berada pada kondisi aerobic. Oleh karena itu kolam dangkal sering juga disebut

description

tugas pbpab

Transcript of kolam anaerobik

Page 1: kolam anaerobik

Ponds (Kolam) dan Lagoon

Di dalam proses pengolahan air limbah secara biologis, selain proses dengan

biakan tersuspensi (suspended culture) dan proses dengan biakan melekat

(attached culture), proses lain yang sering digunakan adalah Pond (kolam) dan

Lagoon. Pond atau kolama ir limbah sering juga disebut kolam stabilisasi

(stabilization pond) atau kolam oksidasi (oxidation pond). Lagoon untuk air

limbah biasanya terdiri dari kolam dari tanah yang luas, dangkal, atau tidak terlalu

dalam dimana air limbah dimasukkan ke dalam kolam tersebut dengan waktu

tinggal yang cukup lama agar terjadi permunian secara biologis alami sesuai

dengan derajat pengolahan yang ditentukan (Said, 2014).

Di dalam sistem pond atau lagoon paling tidak sebagian dari sistem biologis

dipertahankan dalam kondisi aerobic agar didapatkan hasil pengolahan sesuai

yang diharapkan. Meskipun suplai oksigen sebagian didapatkan dari proses difusi

dengan udara luar. Tetapi sebagian besar didapatkan dari proses fotosintesis. Ada

beberapa jenis kolam dan lagoon antara lain sebagai berikut (Said, 2014):

a. Kolam dangkal (shallow pond)

Di dalam sistem kolam dangkal oksigen terlarut (dissolved oxygen)

terdapat pada setiap kedalam air sehingga air limbah berada pada kondisi

aerobic. Oleh karena itu kolam dangkal sering juga disebut kolam aerobik

(aerobic pond). Cara ini sering digunakan untuk pengolahan tambahan

atau sering juga digunakan sebagai kolam tersier.

b. Kolam dalam (deep pond)

Di dalam sistem kolamd alam (deep pond) air limbah berada pada kondisi

anaerobic kecuali pada bagian lapisan permukaan yang relative tipis.

Sistem ini sering disebut kolam anaerobik (anaerobic pond). Kolam

anaerobik sering digunakan untuk pengolahan awal atau pengolahan

sebagian (partial treatment) dari air limbah organik yang kuat dengan

konsentrasi yang tinggi, tetapi harus diikuti dengan proses aerobik untuk

mendapatkan hasil akhir pengolahan yang dapat diterima.

c. Kolam fakultatif (facultative pond)

Page 2: kolam anaerobik

Di dalam sistem kolam fakultatif, ai limbaj berada pada kondisi aerobik

dan anaerobik pada waktu yang bersamaan. Zona aerobik terdapat pada

lapisan atas atau permukaan sedangkan zona anaerobik berada pada

lapisan bawah atau dasar kolam. Sistem ini sering digunakan untuk

pengolahan air limbah rumah tangga atau air limbah domestik.

Sumber: Said, Nusa Idaman. 2014. Teknologi Pengolahan Limbah Cair dengan

Proses Biologis. http://www.kelair.bppt.go.id. Tanggal akses: 24 Oktober 2015.

Kolam Stabilisasi

Pengolahan limbah bertujuan untuk menetralkan air dari bahan-bahan tersuspensi

dan terapung, menguraikan bahan organic biodegradable, meminimalisasi bakteri

patogen, serta memerhatikan estetika dan lingkungan. Pengolahan air limbah

dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara alami dan secara buatan.

Pengolahan secara alami dilakukan dengan kolam stabilisasi (stabilization pond).

Kolam stabilisasi terdiri atas kolam anaerob, kolam fakultatif, dan kolam

maturasi. Dalam kolam stabilisasi, air limbah diolah secara alamiah untuk

menetralisasi zat-zat pencemar sebelum air limbah dialirkan ke sungai. Cara ini

direkomendasikan untuk daerah tropis dan sedang berkembang, ditambah lagi

biaya operasional yang dibutuhkan tidak mahal. Sedangkan untuk pengolahan

secara buatan, dilakukan pada IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah).

Pengolahan ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu primary treatment

(pengolahan pertama), secondary treatment (pengolahan kedua), dan tertiary

treatment (pengolahan lanjutan).

Kolam stabilisasi baik diterapkan di daerah tropis dengan intensitas cahaya

matahari yang berlimpah. Wilayah tropis sangat diuntungkan oleh karakter

biofisikokimia mikroba dalam kaitannya dengan temperatur air dan temperatur

udaranya. Juga keragaman nutrisinya yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri

aerob-anaerob dan produktivitas algae. Namun sayangnya kolam stabilisasi masih

jarang di terapkan di daerah tropis seperti Indonesia. Sebab, kolam stabilisasi

membutuhkan lahan yang luas karena mayoritas kedalaman masing-masing kolam

yang tidak terlalu dalam atau dangkal sehingga membutuhkan kerja optimum

masing-masing peran mikroba dan algae dalam mendapatkan nutrisi dan

Page 3: kolam anaerobik

energinya. Sedangkan, di Indonesia sudah sangat sulit mencari lahan yang luas

dan kosong.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kolam stabilisasi terdiri atas

kolam anaerob, kolam fakultatif, dan kolam maturasi. Kondisi mana yang akan

terjadi di dalam kolam bergantung pada aktivitas biologi yang dominan dan

reaksi biokimianya yang dipengaruhi oleh kecepatan pembebanan organik (KPO,

organic loading rate). Untuk lebih jelasnya maka akan dijelaskan berikut ini.

Kolam Anaerob

Kedalaman dari kolam anaerob adalah 2.5 sampai 5 m. Kolam anaerob merupakan

kolam pengolahan awal pertama yang dilakukan untuk pengolahan limbah pada

kolam stabilisasi. Hal ini sengaja dilakukan sebab limbah cair yang belum diolah

sebelumnya masih mengandung banyak zat organik terlarut dan bahan padatan

yang mudah mengendap atau dapat dikatakan bahwa kecepatan pembebanan

organik (KPO) masih sangat tinggi. Sehingga, pada kolam anaerob, terjadi 2

kejadian, yaitu proses fisika dan proses biokimia. Proses fisika berupa sedimentasi

padatan di dalam air limbah menjadi sludge, sedangkan proses biokimia adalah

proses degradasi senyawa organik di dalam lumpur dengan bantuan bakteri

anaerob untuk menghasilkan gas dan produk terlarut yang dibutuhkan di kolam

selanjutnya.

Biasanya, fenomena biokimia disini berlangsung melalui dua tahap. Tahap

pertama, polutan organik kompleks bermolekul besar (makromolekul) diuraikan

menjadi molekul kecil yang diawali oleh proses hidrolisis, asidogenesis dan

selanjutnya diubah menjadi asam asetat (asetogenesis). Pada tahap satu tersebut

belum terjadi reduksi BOD-COD sehingga bisa dikatakan efisiensinya nol. Tahap

kedua adalah metanogenesis yang merupakan tahap dominasi perkembangan sel

mikroorganisme dengan spesies tertentu yang menghasilkan metana. Pada tahap

ini terjadi konversi asam organic menjadi metana, karbon dioksida, dan gas-gas

lain seperti hidrogen sulfida, hydrogen dan nitrogen. Pembentukan metana

dilakukan oleh bakteri penghasil metana yang terdiri dari sub divisi acetocalstic

methane bacteria yang menguraikan asam asetat menjadi metana dan karbon

dioksida. Karbon dioksida dan hidrogen yang terbentuk dari reaksi penguraian di

Page 4: kolam anaerobik

atas, disintesa oleh bakteri pembentuk metana menjadi metana dan air. Proses

pembentukan asam dan gas metana dari suatu senyawa organik sederhana

melibatkan banyak reaksi percabangan. Perubahan polutan organik menjadi gas

CH4 dan CO2 inilah yang dijadikan indikator dalam efisiensi pengolahannya.

Bakteri yang digunakan untuk menguraikan zat organik pada air limbah

merupakan bakteri anaerob. Pada unit pengolahan limbah saat ini pun bakteri

yang lebih banyak dipilih adalah bakteri anaerob. Sebab, bakteri anaerob memiliki

beberapa keunggulan dibandingkan bakteri aerob. Salah satu keunggulan

utamanya yang berhubungan dengan kolam anaerob di kolam stabilisasi ini adalah

mampu menghasilkan biomassa (sludge) yang lebih sedikit dibandingkan bakteri

aerob. Sludge yang dihasilkan dari pengolahan air limbah akan diolah lebih lanjut.

Pengolahan sludge pada saat ini tidaklah murah dan membutuhkan banyak

tambahan biaya. Oleh sebab itu, unit pengolahan limbah mengharapkan hasil

biomassa (sludge) yang sedikit agar biaya pengolahan slude yang dikeluarkan

tidak banyak. Selain itu, terdapat beberapa keunggulan bakteri anaerob

diantaranya adalah (Kurnia dan Kanina):

a. Membutuhkan energi yang lebih sedikit;

b. Membentuk energi dalam bentuk gas metana;

c. Membutuhkan sedikit nutrien (Nitrogen dan phospat);

d. Memiliki kemampuan untuk mengubah beberapa pelarut berbahaya, seperti

chloroform, trichloroethylene, dan trikloroethena;

e. Mampu menyimpan banyak ruangan, sebab bekerja pada kecepatan

pembebanan organik yang tinggi (KPO) hanya membutuhkan volume reaktor

yang kecil.

Sumber: Kurnia, Ledy Rezki dan Nadia Citra Kanina. 2013. Kolam Stabilisasi.

academia.edu. Tanggal akses: 24 Oktober 2015.

ANAEROBIK LAGOON

Anaerobik Lagoon atau Kolam pengolahan anaerobik ini dirancang untuk

menerima muatan organik yang sangat tinggi sehingga mereka tidak memiliki

oksigen terlarut sama sekali. Mereka sangat menguntungkan untuk dipakai

Page 5: kolam anaerobik

sebagai pra pengolahan bahan buangan kuat yang mempunyai kandungan bahan

padat tinggi. Bahan padat mengendap ke dasar dimana mereka diuraikan secara

anaerobik, cairan jernih yang telah diklasifikasikan sebagian, dibuang ke dalam

kolam fakultatif untuk diolah lebih lanjut. Pengoperasian yang berhasil dari kolam

anaerobik tergantung pada keseimbangan yang sulit antara bakteri pembentuk

asam dan bakteri metanogenik, jadi dibutuhkan suhu > 15o C dan pH kolam harus

> 6. Dalam keadan ini akumulasi sludge minimal: pembuangan sludge yang

dibutuhkan bila kolam telah separuh penuh, hanya diperlukan setiap 3-5 tahun.

Pada suhu <15oC kolam anaerobik hanya bekerja sebagai kolam penyimpan

sludge.

Dahulu, type kolam ini tidak populer bagi teknisi perancangan karena takut pada

bau yang dilepaskan dan pemeliharaan tambahan yang dibutuhkan. Hubungan

antara timbulnya bau dan muatan organik, sekarang telah diketahui sehingga

masalah ini biasanya dapat diatasi pada tahap perancangan. Penghematan tanah

yang besar yang dicapai dengan penggunaan kolam anaerobik. (Bagian 7.14, soal

2) seringkali mengharuskan keikutsertaan mereka dalam perencanaan-

perencanaan pengolahan besar (debit air limbah > 10000 m3/hr) dimana fasilitas

pemeliharaan yang memadai harus disediakan juga.

Perencanaan Kolam Anaerobik

Asalkan pH > 6, reduksi BOD dalam kolam anaerobik merupakan fungsi dari

suhu (meningkat bersama peningkatan suhu > 15oC) dan dari muatan BOD (makin

tinggi muatan, makin besar reduksinya). Sayangnya, tak ada data lapangan yang

cukup untuk mendapatkan hubungan yang berarti antara reduksi BOD dan

variabel ini yang dapat dipergunakan dengan pasti untuk perancangan, suatu

pengujian dari hasil-hasil operasionil dari kolam anaerobik di Israil, Afrika dan

Australia menyarankan nilai-nilai perancangan reduksi BOD5 untuk bermacam-

macam waktu retensi pada suhu >20oC sebagai berikut :

Waktu retensi (hr) Reduksi BOD5 (%)

1 50

2,5 60

5 70

Page 6: kolam anaerobik

Nilai-nilai ini sedikit kurang daripada yang dijumpai dalam praktek dan membawa

dalam perancangan konservatif. Untuk suhu dalam rentang 15-20oC reduksi BOD

dapat diperkirakan kurang 10-20 persen daripada yang diberikan dalam gambaran

di atas.

Waktu retensi optimal adalah 5 hr. Kolam yang beroperasi dengan waktu retensi >

5 hr terlihat sebagai fakultatif daripada anaerobik sifatnya waktu retensi < 5 hr

tentunya mungkin tetapi tidak dianjurkan karena (1) resiko tumbuhnya bau lebih

besar (2) interval antara operasi pembuangan sludge yang berurutan menjadi lebih

singkat (3) kualitas bakteriologis dari efluen akhir menjadi lebih buruk, dan (4)

penghilangan BOD lebih kecil.

Frekuensi Pembuangan Sludge

Tingkatan akumulasi sludge kira-kira 0,03-0,01 m3/org thn dan pembuangan

sludge dilakukan bila kolam sudah separuh penuh sludge. Hal ini terjadi setiap n

tahun dimana n didapatkan dari :

½ (volume kolam, m3)

Tingkatan akumulasi sludge, m3/org th) x ( populasi )

Untuk perancangan, tingkatan akumulasi sludge dapat ditaksir 0,04 m3/org th

Timbulnya Bau dan Pengontrolannya

Timbulnya bau yang tidak sedap dari kolam anaerobik terjadi bila muatan

volumetrik dalam kolam > 400 gr BOD5 / m3 hr. Jadi, untuk air limbah yang

sangat kuat (katakan, BOD5 = 1000 mg/1) pun timbulnya bau tidak akan menjadi

masalah bila memakai waktu retensi 5 hr. adanya bahan buangan industri dan

pertanian, terutama yang mengandung sulfat berkonsentrasi tinggi, dapat

menyebabkan timbulnya bau, sehingga diperlukan pengontrolan bau yang dapat

dicapai dengan :

1. Menaikkan pH kolam menjadi kira-kira 8 sehingga sebagian besar sulfida

yang terbentuk karena reduksi sulfat oleh bakteri akan muncul sebagai ion

bersulfida yang tidak berbau, di bawah kondisi ini keluar gas hidrogen (H2S)

yang berbau busuk tidak akan timbul

Page 7: kolam anaerobik

2. Resirkulasi efluen dari kolam fakultatif atau kolam pematangan ke kolam

anaerobik dalam perbandingan 1 dibanding 6 (1 volume efluen dibanding 6

volume air limbah segar)

Pada kolam anerobik kedalaman air dapat mencapai 6 meter. Kondisi anaerobik

dicapai dengan memberikan beban organik yang tinggi sehingga terjadi

deoksiganasi, adanya lapisan scum (busa) pada permukaan air kolam berguna

untuk mencegah masuknya oksigen dari atmosfer. Pada kondisi ini bahan organik

akan mengalami stabilisasi yang merupakan hasil kerja bakteri anaerobik

thermophilik dengan proses digestion.

Proses pengolahan yang terjadi analog dengan single stage anaerobik digestion,

dimana asam organik dibentuk oleh bakteri dengan memecah organik komplek.

Selanjutnya asam yang terbentuk diubah menjadi gas methane, gas

korbondioksida, cell dan produk lain yang stabil.

Air baku yang diolah bercampur di bagian bawah, yaitu dilakukan dengan

memasang pipa inlet di bagian dasar kolam menuju ke tengah kolam. Pipa inlet

dalam keadaan terbenam pada kolam. Bahan yang mudah mengapung seperti

lemak, minyak dan zat padat yang ringan akan berada di bagian permukaan air

dan biasanya akan menutupi seluruh permukaan air. Dengan demikian panas yang

dihasilkan di seluruh kedalaman kolam dapat dipertahankan. Pada tipe ini tidak

diperlukan pemanasan, equalisasi, mixing, maupun resirkulasi lumpur.

Keutamaan dari pengolahan jenis ini adalah mempunyai kemampuan mengolah

dengan beban yang tinggi dan talian terhadap perubahan debit dan kualitas air

limbah (shock loading). Untuk mencegah rembesan air limbah sebaiknya dinding

dan dasar kolam dipasang lapisan kedap air (misal plastik, clay).

Untuk mengolah air limbah yang berat (organik tinggi) biasanya dibangun secara

seri dengan kolam fakultatif dan atau pengolahan aerobik. Efisiensi pengolahan

pada kolam anaerobik 50-70%. Munculnya gas-gas yang berbau seperti hidrogen

sulfide, menyebabkan, jenis pengolahan ini tidak disukai. Ongkos operasi dan

pemeliharaan relatif kecil, walaupun begitu dibutuhkan biaya investasi untuk

kebutuhan lahan yang luas.

Page 8: kolam anaerobik

Tingginya waktu detensi (20 – 50 hari ) menyebabkan kebutuhan lahan yang luas.

Kedalaman air 3 - 6 meter. Kolam anaerobik lebih cocok untuk daerah tropis

dimana temperatur ambien relatif tetap. Temperatur optimum dicapai pada suhu

30oC dan Organik loading 20 - 250 gr/m3/hari.

Sumber: Tim Dosen PBPAB. 2011. Anaerobik Lagoon. elearning.upnjatim.ac.id.

Tanggal akses: 24 Oktober 2015.

Kolam Stabilisasi Limbah

Fungsi kolam limbah ditujukan sebagai wadah untuk memperbaiki kualitas air

limbah agar mutu hasil olahannya memenuhi baku mutu air yang telah ditetapkan

dan tidak mencemari badan air penerima.

Kolam limbah dapat mengolah berbagai jenis limbah, baik limbah pemukiman,

perkotaan, industri, maupun pertanian. Kandungan bahan pencemar yang terdapat

dalam air limbah (jenis dan konsentrasi bahan pencemar) akan sangat menentukan

tingkat teknologi pengolahan yang harus diterapkan pada kolam limbah. Air

limbah yang dihasilkan oleh industri umumnya memerlukan pengolahan yang

lebih rumit dibandingkan air limbah yang dihasilkan oleh pemukiman, perkotaan,

dan pertanian. Oleh sebab itu pada kolam-kolam limbah yang digunakan untuk

mengolah air limbah industri biasanya dilengkapi berbagai peralatan penunjang

seperti: pengatur debit air, screener (penyaring bahan padat), dan aerator dengan

desain tertentu; selain itu pengolahan air limbah industri juga biasanya

memerlukan tambahan bahan-bahan kimia (seperti koagulan dan flokulan) untuk

membantu proses pengolahan. Dalam hal ini pembahasan hanya dibatasi pada

kolam limbah sederhana yang biasa digunakan untuk mengolah air limbah

pemukiman, perkotaan, dan pertanian; kolam limbah seperti ini disebut juga

kolam stabilisasi limbah (Daur: Informasi Lingkungan Kota dan Industri, Vol.2

No.1 Agustus 2001, Lani Puspita et al., 2005).

Definisi Kolam Stabilisasi Limbah

Kolam stabilisasi limbah adalah kolam yang digunakan untuk memperbaiki

kualitas air limbah. Kolam ini mengandalkan proses-proses alamiah untuk

mengolah air limbah; yaitu dengan memanfaatkan keberadaan bakteri, alga, dan

Page 9: kolam anaerobik

zooplankton untuk mereduksi bahan pencemar organik yang terkandung dalam air

limbah. Selain mereduksi kandungan bahan organik, kolam stabilisasi limbah juga

mampu mengurangi kandungan berbagai jenis mikroorganisme penyebab

penyakit (microorganism causing disease). Kolam stabilisasi limbah umumnya

terdiri dari tiga jenis kolam, yaitu kolam anaerobik, fakultatif, dan maturasi

(aerobik) (Lani Puspita et al., 2005).

Dalam istilah teknis pengolahan air limbah, selain kolam stabilisasi limbah

dikenal juga istilah laguna limbah. Pembeda keduanya adalah keberadaan aerator;

pada laguna limbah aerator digunakan untuk membantu aerasi kolam, sedangkan

pada kolam tidak. Yang menjadi ciri khas kolam dan laguna limbah adalah

dasarnya yang berupa tanah, ukurannya yang luas, kedalamannya yang relatif

dangkal, dan waktu retensi air limbahnya yang relatif lama (Suryadiputra, 1994;

Ramadan and Ponce, 2004; Lani Puspita et al., 2005).

Fungsi dan Manfaat Kolam Stabilisasi Limbah

Kolam stabilisasi limbah dan juga laguna limbah pada dasarnya berfungsi untuk

memperbaiki kualitas air limbah agar mutu hasil olahannya memenuhi baku mutu

yang telah ditetapkan dan tidak mencemari badan air penerima. Kolam stabilisasi

limbah sampai saat ini diyakini sebagai cara paling ekonomis untuk mengolah air

limbah. Kolam stabilisasi limbah ini sangat cocok diterapkan pada negara

berkembang (terutama daerah tropis yang iklimnya hangat), karena pengoperasian

kolam ini tidak membutuhkan biaya investasi dan biaya pengoperasian yang

tinggi, serta tidak memerlukan tenaga operator khusus untuk mengoperasikannya.

Selain itu ketersediaan tanah yang relatif luas dan harga tanah yang tidak terlalu

mahal di negara-negara berkembang (dibandingkan dengan harga instalasi

pengolahan limbah modern) juga menyebabkan kolam ini cocok dikembangkan di

negara berkembang.

Reaksi-reaksi biologi yang terjadi di dalam kolam stabilisasi meliputi:

1. Oksidasi materi organik oleh bakteri aerob;

2. Nitrifikasi protein dan materi nitrogen yang lain oleh bakteri aerob.;

Page 10: kolam anaerobik

3. Reduksi material organik oleh bakteri anorganik yang terdapat di dalam cairan

pada dasar endapan (Gloyna, 1971).

Air olahan dari kolam stabilisasi limbah ini pada tahap selanjutnya dapat

dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian. Air olahan ini sangat baik bagi

keperluan irigasi karena didalamnya terkandung nitrogen, fosfor, dan natrium

yang bermanfaat sebagai nutrien bagi tanaman. Endapan tanah organik yang

terkumpul di bagian dasar kolam juga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki

kualitas tanah pertanian. Selain itu biogas yang dihasilkan pada kolam anaerobik

juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi (Varón, 2003; Ramadan and

Ponce, 2004; Harrison, 2004; Lani Puspita et al., 2005).

Proses Pembuatan Kolam Stabilisasi Limbah

Hal pertama yang harus dilakukan dalam pembangunan kolam stabilisasi limbah

adalah pemilihan lokasi. Pembangunan kolam stabilisasi limbah harus dilakukan

pada daerah yang paras air tanahnya dan jenis tanahnya impermeable (porositas

tanah rendah). Lempung dan liat merupakan jenis tanah ideal bagi pembangunan

kolam. Tanah berpasir, berkerikil dan atau berbatu merupakan jenis tanah yang

harus dihindari karena pada jenis tanah tersebut air limbah dapat merembes keluar

sehingga mencemari air tanah di sekitarnya.

Kolam stabilisasi limbah juga sebaiknya dibangun jauh dari kawasan perumahan

dan fasilitas umum lainnya, agar masyarakat tidak merasa terganggu oleh

keberadaan kolam ini, mengingat air dalam kolam ini dapat menghasilkan bau

yang cukup menyengat. Selain itu kolam stabilisasi limbah juga sebaiknya

dibangun di daerah yang terlindung dari banjir, memiliki elevasi tanah yang

melandai ke arah badan air penerima (untuk mempermudah pengaliran air), jauh

dari jaringan PDAM, tidak berdekatan dengan landasan udara (minimal 2 km dari

landasan udara, karena burung-burung yang tertarik pada keberadaan kolam ini

dapat mengganggu navigasi), dan berada di daerah terbuka (tidak terhalang

pepohonan) agar kolam dapat terpapar langsung oleh sinar matahari dan angin.

(Ramadan and Ponce, 2004; Lani Puspita et al., 2005).

Luas kolam yang dibangun harus disesuaikan dengan volume air limbah yang

akan ditampung dan harus juga disesuaikan dengan ketersediaan tanah. Daerah

Page 11: kolam anaerobik

pemukiman yang terdiri dari 200 individu memerlukan kolam stabilisasi limbah

seluas 1 acre (= 0,4 Ha) (Weblife, 2004; Lani Puspita et al., 2005). Kedalaman

kolam stabilisasi limbah umumnya dangkal; kedalaman kolam disesuaikan dengan

tipe kolam stabilisasi limbah yang akan dibangun (tipe anaerobik, atau fakultatif;

hal ini akan dibahas lebih lanjut pada sub bab berikutnya). Bentuk kolam

sebaiknya persegi panjang, hal ini untuk menghindari terbentuknya endapan

lumpur pada bagian inlet. Inlet dan outlet sebaiknya hanya satu dan jangan pernah

menaruh lubang inlet di bagian tengah kolam karena hal tersebut akan

menimbulkan aliran air singkat (hydraulic short circuiting). Inlet dan outlet

sebaiknya diletakkan pada sudut kolam dengan posisi saling berlawanan secara

diagonal. Ukuran diameter pipa PVC yang disarankan untuk mengalirkan effluent

adalah sebesar 100 mm (Shilton and Harrison, 2003; Ramadan and Ponce, 2004;

Lani Puspita et al., 2005). Untuk mengilustrasikan bentuk kolam dapat dilihat

pada Gambar berikut ini.

Gambar Penampang Melintang Kolam Stabilisasi LimbahSumber: Sunarsih, 2013

Tipe-tipe Kolam Stabilisasi Limbah

Berdasarkan proses biologis dominan yang berlangsung di dalamnya, kolam

stabilisasi limbah dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu kolam anaerobik,

fakultatif, dan maturasi (aerobik). Dalam satu sistem pengolahan air limbah, tiga

macam kolam tersebut disusun secara seri dengan urutan anaerobik-fakultatif-

maturasi. Suatu sistem pengolahan dapat terdiri dari satu seri kolam pengolahan

Page 12: kolam anaerobik

atau dapat juga terdiri dari beberapa seri kolam pengolahan yang disusun secara

paralel.

Pada dasarnya kolam anaerobik dan fakultatif didesain untuk mengurangi

kandungan BOD, sedangkan kolam maturasi didesain untuk mengurangi

kandungan mikroorganisme patogen. Walau demikian, proses reduksi BOD juga

sebetulnya terjadi pada kolam maturasi dan proses reduksi mikroorganisme juga

terjadi pada kolam anaerobik dan kolam fakultatif, namun proses tersebut tidaklah

dominan. Pada kondisi tertentu, kolam maturasi terkadang tidak dibutuhkan.

Kolam maturasi hanya dibutuhkan jika air limbah yang akan diolah memiliki

kadar BOD tinggi (> 150 mg/l), atau jika air hasil olahan ditujukan bagi keperluan

irigasi. Agar diperoleh hasil olahan yang baik, air limbah yang akan masuk ke

dalam kolam anaerobik harus disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan

kandungan pasir, kerikil, dan padatan berukuran besar lainnya (Ramadan and

Ponce, 2004; Lani Puspita et al., 2005).

Kolam Anaerobik

Kolam anaerobik umumnya memiliki kedalaman 2-5 m. Pada kolam inilah air

limbah mulai diolah dibawah kondisi anaerobik oleh berbagai jenis

mikroorganisme anaerobik. Mikroorganisme anaerobik mengubah senyawa

anaerob dalam air limbah menjadi gas CO2, H2S, dan CH4 yang akan menguap

ke udara; sementara berbagai padatan dalam air limbah akan mengalami

sedimentasi dan terkumpul di dasar kolam sebagai lumpur (Daur: Informasi

Lingkungan Kota dan Industri, Vol.2 No.1 Agustus 2001; Varón, 2003; Ramadan

and Ponce, 2004; Lani Puspita et al., 2005).

Kolam anaerobik menerima masukan beban anaerob dalam jumlah yang sangat

besar (biasanya > 300 mg/l BOD atau setara dengan 3.000 kg/Ha/hari untuk

kolam berkedalaman 3 m). Tingginya masukan beban organik dibandingkan

dengan jumlah kandungan oksigen yang ada menyebabkan anaerobik selalu

berada dalam kondisi anaerobik. Pada anaerobik tidak dapat ditemukan alga,

walaupun terkadang lapisan film tipis yang terdiri dari Chlamidomonas dapat

dijumpai di permukaan kolam. Kolam anaerobik ini bekerja sangat baik pada

kondisi iklim hangat (degradasi BOD bisa mencapai 60-85%). Waktu retensi

Page 13: kolam anaerobik

anaerobik sangatlah pendek; air limbah dengan kadar BOD 300 mg/l dapat terolah

dalam waktu retensi 1 (satu) hari pada kondisi suhu udara > 20oC (Varón, 2003;

Ramadan and Ponce, 2004; Lani Puspita et al., 2005).

Kolam anaerobik merupakan salah satu cara paling ekonomis untuk mengolah

limbah anaerob. Umumnya satu kolam anaerobik sudah cukup memadai untuk

mengolah air limbah yang kandungan BOD-nya kurang dari 1.000 mg/l. Namun

jika anaerobik digunakan untuk mengolah air limbah anaerobik berdaya cemar

tinggi, maka dibutuhkan tiga buah kolam anaerobik yang disusun secara seri agar

proses degradasi dapat berlangsung dengan optimal (Ramadan and Ponce, 2004;

Lani Puspita et al., 2005).

Masalah yang sering timbul dalam pengoperasian kolam anaerobik adalah

munculnya bau yang menyengat. Munculnya bau ini sangat terkait dengan

kandungan sulfat (SO4) dalam air limbah. Pada kondisi anaerob SO4 akan berubah

menjadi gas H2S yang memiliki bau sangat menyengat; selain H2S, beberapa

senyawa lain yang terbentuk dari dekomposisi anorganik karbohidrat dan protein

juga dapat menimbulkan bau yang menyengat. Pembusukan dan penguraian

materi organik di suatu tempat terjadi selama fermentasi anaerob, ini ada dua

proses:

a. Kelompok bakteri penghasil asam yang dikenal bersifat fakultatif heterotrof

yang menguraikan zat organik menjadi asam jenuh, aldehid, alkohol dan

sebagainya;

b. Kelompok bakteri methan yang merubah hasil tersebut menjadi methan dan

amonia.

Untuk menghindari masalah bau ini, maka kandungan SO4 dalam air limbah

harus dikontrol. Menurut (Gloyna and Espino (1969), Ramadan and Ponce (2004);

Lani Puspita et al., (2005)) dalam bau menyengat tidak akan muncul jika

kandungan SO4 dalam air limbah kurang dari 300 mg/l. Sesungguhnya

keberadaan anaerob dalam jumlah sedikit memberikan keuntungan dalam proses

pengolahan air limbah, karena anaerob akan bereaksi dengan logam-logam berat

membentuk logam anaerob tidak larut yang akhirnya akan mengalami presipitasi

(pengendapan).

Page 14: kolam anaerobik

Sebelum kolam anaeobik dioperasikan, dasar kolam harus diberi lumpur aktif

(lumpur yang mengandung berbagai jenis mikroorganisme pengurai) yang dapat

diambil dari kolam anaerobik lain yang telah “jadi”. Selanjutnya kolam dapat

dialiri air limbah dengan tingkat beban yang meningkat secara gradual; periode

pemberian beban secara gradual ini dapat berlangsung selama satu hingga empat

minggu. Hal tersebut penting dilakukan untuk menjaga nilai pH air tetap di atas 7

agar bakteri methanogenik dapat tumbuh. Pada bulan pertama pengoperasian,

terkadang diperlukan penambahan kapur untuk menghindari proses asidifikasi

(Varón, 2003; Lani Puspita et al., 2005).

Oksigen juga diperlukan dalam proses anaerob tetapi sumbernya adalah senyawa

kimia bukan oksigen bebas yang terlarut. Dalam proses anaerob hasil akhir adalah

agak rumit, proses reaksi berjalan lambat dan dapat menimbulkan gangguan bau.

Dalam kolam stabilisasi dapat dikatakan masih selalu terdapat proses anaerob

pada dasar lumpur dan endapan meskipun kolam sudah dirancang sebagai kolam

aerob. Pada kolam yang dalam terdapat suatu lapisan cairan pada dasar yang

menunjang proses anaerob.

Reaksi biokimia yang terjadi pada proses dekomposisi secara anaerob pada air

limbah adalah sebagai berikut (Crites et al., 2006).

a) 5 (CH2O)x → (CH2O)x + 2 CH3COOH + Energy

b) 2 CH3COOH + 2 NH4HCO3 → 2 CH3COONH4 +2 H2O + 2 CO2

c) 2 CH3COONH4 +2 H2O + 2 CH2 + 2 NH4HCO3

Sumber: Sunarsih. 2013. Permodelan Lingkungan Kualitas Air Limbah Domestik

pada Kolam Stabilisasi Fakultatif. Semarang: UNDIP.