KOLAM

9
KOLAM RETENSI KOLAM RETENSI (KOLAM TANDON) I. Umum Fungsi dari kolam retensi adalah untuk menggantikan peran lahan resapan yang dijadikan lahan tertutup/perumahan/perkantoran maka fungsi resapan dapat digantikan dengan kolam retensi. Fungsi kolam ini adalah menampung air hujan langsung dan aliran dari sistem untuk diresapkan ke dalam tanah. Sehingga kolam retensi ini perlu ditempatkan pada bagian yang terendah dari lahan. Jumlah, volume, luas dan kedalaman kolam ini sangat tergantung dari berapa lahan yang dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman. Fungsi lain dari kolam retensi adalah sebagai pengendali banjir dan penyalur air; Pengolahan limbah, kolam retensi dibangun untuk menampung dan mentreatment limbah sebelum dibuang; dan pendukung waduk/bendungan, kolam retensi dibangun untuk mempermudah pemeliharaan dan penjernihan air waduk. karena jauh lebih mudah dan murah menjernihkan air di kolam retensi yang kecil sebelum dialirkan ke waduk dibanding dengan menguras/menjernihkan air waduk itu sendiri. Kolam retensi memiliki berbagai tipe, seperti: 1. Kolam retensi tipe di samping badan sungai Gambar 1. Kolam retensi tipe di samping badan sungai

Transcript of KOLAM

Page 1: KOLAM

KOLAM RETENSI KOLAM RETENSI (KOLAM TANDON)

I. Umum

Fungsi dari kolam retensi adalah untuk menggantikan peran lahan resapan yang dijadikan lahan tertutup/perumahan/perkantoran maka fungsi resapan dapat digantikan dengan kolam retensi. Fungsi kolam ini adalah menampung air hujan langsung dan aliran dari sistem untuk diresapkan ke dalam tanah. Sehingga kolam retensi ini perlu ditempatkan pada bagian yang terendah dari lahan. Jumlah, volume, luas dan kedalaman kolam ini sangat tergantung dari berapa lahan yang dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman.

Fungsi lain dari kolam retensi adalah sebagai pengendali banjir dan penyalur air; Pengolahan limbah, kolam retensi dibangun untuk menampung dan mentreatment limbah sebelum dibuang; dan pendukung waduk/bendungan, kolam retensi dibangun untuk mempermudah pemeliharaan dan penjernihan air waduk. karena jauh lebih mudah dan murah menjernihkan air di kolam retensi yang kecil sebelum dialirkan ke waduk dibanding dengan menguras/menjernihkan air waduk itu sendiri.

Kolam retensi memiliki berbagai tipe, seperti:

1. Kolam retensi tipe di samping badan sungai

Gambar 1. Kolam retensi tipe di samping badan sungai

Tipe ini memiliki bagian-bagian berupa kolam retensi, pintu inlet, bangunan pelimpah samping, pintu outlet, jalan akses menuju kolam retensi, ambang rendah di depan pintu outlet, saringan sampah dan kolam penangkap sedimen. Kolam retensi jenis ini cocok diterapkan apabila tersedia lahan yang luas untuk kolam retensi sehingga kapasitasnya bisa optimal. Keunggulan dari tipe ini adalah tidak mengganggu sistem aliran yang ada, mudah dalam pelaksanaan dan pemeliharaan.

Page 2: KOLAM

2. Kolam retensi di dalam badan sungai

Gambar 2. Kolam retensi di dalam badan sungai

Kolam retensi jenis ini memiliki bagian-bagian berupa tanggul keliling, pintu outlet, bendung, saringan sampah dan kolam sedimen. Tipe ini diterapkan bila lahan untuk kolam retensi sulit didapat. Kelemahan dari tipe ini adalah kapasitas kolam yang terbatas, harus menunggu aliran air dari hulu, pelaksanaan sulit dan pemeliharaan yang mahal.

3. Kolam retensi tipe storage memanjang

Gambar 3. Kolam retensi tipe storage memanjang

Kelengkapan sistem dari kolam retensi tipe ini adalah saluran yang lebar dan dalam serta cek dam atau bendung setempat. Tipe ini digunakan apabila lahan tidak tersedia sehingga harus mengoptimalkan saluran drainase yang ada. Kelemahan dari tipe ini adalah kapasitasnya terbatas, menunggu aliran air yang ada dan pelaksanaannya lebih sulit.

Page 3: KOLAM

Ukuran ideal suatu kolam retensi adalah dengan perbandingan panjang/lebar lebih besar dari 2:1. Sedang dua kutub aliran masuk (inlet) dan keluar (outlet) terletak kira-kira di ujung kolam berbentuk bulat telor itulah terdapat kedua ”mulut” masuk dan keluarnya (aliran) air. Keuntungan yang diperoleh adalah bahwa dengan bentuk kolam yang memanjang semacam itu, ternyata sedimen relatif lebih cepat mengendap dan interaksi antar kehidupan (proses aktivitas biologis) di dalamnya juga menjadi lebih aktif karena terbentuknya air yang ’terus bergerak, namun tetap dalam kondisi tenang, pada saatnya tanaman dapat pula menstabilkan dinding kolam dan mendapat makanan (nutrient) yang larut dalam air.

II. Data-Data Hidrologi yang Berhubungan dengan Kolam Retensi

Perencanaan pembangunan kolam retensi membutuhkan data dari aspek-aspek seperti curah hujan, intensitas hujan, debit banjir, koefisien pengaliran, dll. dibutuhkan dalam pembuatan kolam retensi. Selain data hidrologi, diperlukan juga data dari aspek hidrolik (kecepatan maksimum aliran dan bentuk penampang saluran), aspek struktur (jenis dan mutu bahan; kekuatan dan kestabilan bangunan), aspek biaya dan pemeliharaan.

Aspek pertama yang mempengaruhi dalam perencanaan pembangunan kolam retensi adalah data curah hujan. Namun stasiun hujan kadang tidak mempunyai data yang lengkap hal ini dapat diatasi dengan pelengkapan data curah hujan. Maksudnya adalah data curah hujan harian maksimum dalam setahun yang dinyatakan dalam mm/ hari, untuk stasion curah hujan yang terdekat dengan lokasi sistem drainase, jumlah data curah hujan paling sedikit dalam jangka waktu 10 tahun berturut-berturut.

Jika ditemui data yang kurang, perlu dilengkapi dengan melakukan pengisian data terhadap stasion yang tidak lengkap atau kosong, dengan beberapa metode antara lain:

• Bila perbedaan hujan tahunan normal di stasion yang mau dilengkapi tidak lebih dari 10 %, untuk mengisi kekurangan data dapat mengisinya dengan harga rata-rata hujan dari stasion=stasion disekitarnya.

• Bila perbedaan hujan tahunan lebih dari 10 %, melengkapi data dengan metode Rasio Normal, yakni dengan membandingkan data hujan tahunan stasion yang kurang datanya terhadap stasion disekitarnya dengan cara sebagai berikut :

Dimana: r = curah hujan yang dicari (mm)

n = jumlah stasiun hujan

R = curah hujan rata-rata setahun di tempat pengamat R yang datanya akan dilengkapi

rA, rB, rC = curah hujan di tempat pengamatan A, B dan C

Page 4: KOLAM

RA, RB, RC = curahn hujan rata-rata setahun di stasiun A, B dan C

Sebagai contoh, berikut adalah tabel data curah hujan harian maksimum selama 20 tahun (1992 s/d 2011) yang diperoleh di Stasion A (St. A). Diasumsikan Stasion A sebagai stasion curah hujan yang terdekat dengan lokasi perencanaan sistem drainase.

Tabel 1. Data curah hujan harian maksimum

Tahun CHHmax (mm/hari) Tahun CHHmax (mm/hari)

1992 152 2002 71

1993 80 2003 112

1994 92 2004 150

1995 130 2005 129

1996 70 2006 67

1997 26 2007 92

1998 92 2008 58

1999 79 2009 90

2000 79 2010 74

2001 23 2011 87

Berikutnya adalah menentukan kala ulang. Karakteristik hujan menunjukkan bahwa hujan yang besar tertentu mempunyai kala ulang tertentu, kala ulang rencana untuk saluran mengikuti standar yang berlaku seperti tabel berikut :

Page 5: KOLAM

Tabel 2. Kala ulang berdasarkan tipologi kota dan luas daerah pengaliran

Tipologi KotaCatchment Area (Ha)

< 10 10 – 100 100 – 500 >500

Kota Metropolitan 2 tahun 2 – 5 tahun5 – 10 tahun

10 – 25 thn

Kota Besar 2 tahun 2 – 5 tahun 2 – 5 tahun 5 – 20 thn

Kota Sedang/Kecil 2 tahun 2 – 5 tahun 2 – 5 tahun 5 – 10 thn

Langkah berikutnya adalah menentukan hujan rencana. Terdapat dua metode untuk menganalisis hujan rencana ini, metode Gumbel dan metode Log Pearson type III. Namun yang akan dibahas di sini adalah Metode Gumbel, sebagai berikut:

1. Menentukan harga tengah (R):

1.

2. Menentukan harga standar deviasi (Sx):

3. Menentukan faktor frekuensi (K):

4. Menentukan curah hujan rencana dengan waktu ulang yang dipilih:

Page 6: KOLAM

5. Menentukan data fungsi kala ulang (Yt)

Tabel 3. Data fungsi kala ulang (Yt)

6. Menentukan nilai Yn dan Sn yang bergantung pada n

Tabel 4. Data nilai Yn dan Sn yang bergantung pada n

Page 7: KOLAM

Langkah selanjutnya adalah analisis debit banjir dengan Metode Rasional. Rumus metode rasional:

Dimana: Qt = Debit banjir (m3/detik)

C = koefisien pengaliran

I = Intensitas Hujan (mm/jam)

A = Luas daerah aliran (km2)

Metode ini mempunyai beberapa kekurangan, yaitu: daya tampung penangkapan hujan tidak diperhitungkan, hujan diperkirakan merata di seluruh daerah tangkap hujan, Hidrograph dari aliran tidak bisa digambarkan.

Tabel 5. Koefisien Pengaliran

Langkah yang terakhir adalah analisis dimensi saluran. Analisis ini meliputi Penampang basah yang paling ekonomis untuk menampung debit maksimum (Ae), Penampang basah berdasarkan debit air (Q) dan kecepatan (V), Kemiringan talud, tinggi jagaan (F) dan Kemiringan tanah.

III. Kesimpulan

Data curah hujan yang lengkap dan akurat sangat menentukan dalam pembuatan kolam retensi. Karena akan menentukan dalam ketepatan model kolam, volume kolam yang optimal, titik air tertinggi dan terendah dari kolam dan debit air maksimal. Pembuatan kolam retensi tanpa penghitungan data hidrologis yang akurat akan menimbulkan inefisiensi pada penggunaannya.