Koefisien positif pada variabel umur berimplikasi …(DRS). Apabila nilai efisiensi teknis dengan...
Transcript of Koefisien positif pada variabel umur berimplikasi …(DRS). Apabila nilai efisiensi teknis dengan...
62
Koefisien positif pada variabel umur berimplikasi bahwa umur petani yang
semakin tua akan meningkatkan inefisiensi teknis atau menurunkan efisiensi
teknis. Hal ini konsisten dengan hasil penelitian Khai dan Yabe (2011), Manganga
(2012) dan Mussa et al. (2012). Seiring dengan peningkatan umur petani maka
kemampuan bekerja yang dimiliki, daya juang dalam berusaha, keinginan untuk
menanggung risiko dan keinginan untuk menerapkan inovasi-inovasi baru juga
semakin berkurang. Nahraeni (2012) juga menyatakan bahwa semakin tua umur
petani maka akan semakin meningkatkan inefisiensi teknis karena kemampuan
kerja dan teknis semakin menurun. Peran generasi yang berusia muda dan
produksi dalam produksi nanas di Kabupaten Subang perlu ditingkatkan agar
dapat meningkatkan efisiensi teknis produksi nanas.
Pangsa pendapatan non sektor pertanian memiliki tanda positif yang berarti
peningkatan pendapatan dari sektor non pertanian akan meningkatkan inefisiensi
teknis petani nanas. Khai dan Yabe (2011) juga menemukan bahwa pendapatan
petani di sektor non pertanian akan berpengaruh positif terhadap inefisiensi teknis
namun Amasuriya et al. (2007) menyatakan bahwa petani yang memiliki
pendapatan lebih tinggi di sektor pertanian, akan lebih efisien secara teknis
dibandingkan petani yang memiliki kegiatan dan pendapatan selain di sektor
pertanian. Dari responden yang ditemui, sebanyak 92,86 persen memiliki mata
pencaharian petani sebagai yang utama, baik petani padi maupun petani nanas.
Sisanya sebesar 7,14 persen berprofesi sebagai pedagang, PNS, pegawai swasta
dan lainnya. Bila dikategorikan berdasarkan sumber pendapatan petani,
pendapatan rumah tangga petani yang berasal dari sektor pertanian sebesar 70,55
persen meliputi komoditas padi, tanaman semusim, tanaman perkebunan serta
peternakan sedangkan dari hasil budidaya nanas menghasilkan pangsa pendapatan
sebesar 53,09 persen dari total pendapatan petani. Apabila petani memiliki
pendapatan di luar usahatani nanas yang meningkat, maka diduga waktu dan
konsentrasi petani akan berkurang dalam budidaya nanas dan menempatkan
usahatani nanas menjadi usaha sampingan yang akan berdampak kepada tidak
terlaksananya teknik budidaya yang baik dan tidak melakukan perawatan secara
optimal sehingga dapat menurunkan produksi nanas.
Efisiensi Teknis dengan Metode DEA
Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode DEA berorientasi
input, terdapat 8 orang petani (5,63 persen) yang efisien secara teknis dengan
model CRS (OTE) dan 19 orang petani (13,38 persen) yang efisien secara teknis
dengan model VRS (PTE) dimana petani yang efisien secara teknis memiliki nilai
efisiensi teknis sama dengan satu. Petani tersebut menggunakan input produksinya
berupa lahan, bibit, tenaga kerja, ethrel, pupuk kandang dan pupuk kimia dengan
jumlah yang lebih sedikit untuk memproduksi satu satuan ouput yaitu satu
kilogram nanas segar dibandingkan petani lainnya. Rata-rata nilai efisiensi teknis
di Kabupaten Subang untuk model CRS (OTE) sebesar 55,1 persen, 62,4 persen
untuk model VRS (PTE) dan 88,5 persen untuk efisiensi skala metode DEA
(Tabel 21). Masih potensial bagi petani nanas untuk dapat meningkatkan efisiensi
63
teknis. Secara rata-rata input yang digunakan untuk menghasilkan satu kilogram
nanas dapat diturunkan sebesar 44,9 persen untuk model CRS serta 37,6 persen
untuk model VRS tanpa ada perubahan jumlah output yang dihasilkan.
Nilai efisiensi teknis petani nanas bervariasi antara 0,21 hingga satu untuk
model CRS dan 0,27 hingga 1 untuk model VRS. Besarnya variasi nilai efisiensi
teknis diantara petani nanas menunjukkan masih beragamnya penggunaan input
produksi per satuan luas lahan. Masih banyak petani yang tidak menggunakan
pupuk dan ethrel sesuai dosis anjuran serta menerapkan GAP sepenuhnya.
Kriteria petani yang tergolong efisien apabila memiliki nilai efisiensi teknis diatas
90 persen (Murthy et al., 2009). Hanya sekitar 13 petani (9,1 persen) yang efisien
secara teknis dengan interval nilai efisiensi 0,9 sampai dengan satu. Hasil estimasi
efisiensi teknis dan skala dengan menggunakan Metode DEA dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Tabel 21 Distribusi Frekuensi Efisiensi Teknis Petani Nanas dengan Metode
Data Envelopment Analysis (DEA) di Kabupaten Subang
Tingkat
Efisiensi (%)
TEcrs TEvrs
Jumlah petani Persentase Jumlah
petani Persentase
0 -10 0 0,0 0 0,0
11 – 20 0 0,0 0 0,0
21 – 30 19 13,4 6 4,2
31 – 40 23 16,2 25 17,6
41 – 50 30 21,1 23 16,2
51 – 60 14 9,9 17 12,0
61 – 70 20 14,1 19 13,4
71 – 80 15 10,6 18 12,7
81 – 90 8 5,6 11 7,7
91 - 100 13 9,1 23 16,2
Jumlah 142 100 142 100
Minimum 0,21 0,27
Maksimum 1 1
Rata-rata 0,55 0,62
Dengan menggunakan model CRS, nilai efisiensi teknis petani nanas yang
berada di bawah 50 persen adalah sebesar 50,7 persen, sedangkan dengan model
VRS hanya sebesar 44,4 persen (Tabel 21). Petani yang tergolong efisien dengan
nilai efisiensi teknik antara 0,91 – 1 dengan model VRS adalah sebesar 43 persen.
Penyebab nilai efisiensi teknis dengan model CRS lebih rendah daripada nilai
efisiensi teknis dengan model VRS karena model CRS beroperasi pada kondisi
skala optimal tanpa memperhatikan keterbatasan teknologi input yang dihadapi
oleh setiap DMU (petani) (Coelli et al. 1998). Dengan model CRS tidak dapat
diketahui sumber inefisiensinya. Sementara model VRS memperhatikan
keterbatasan tersebut dengan menambahkan ‘teknologi murni’ (λ = 1).
64
Penambahan tersebut menyebabkan perbedaan batas (frontier) produktivitas input
atau output pada kedua nilai efisiensi teknis tersebut.
Nilai efisiensi teknis petani nanas di Kabupaten Subang, Propinsi Jawa
Barat ini lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian efisiensi teknis
komoditas nanas di Sri Lanka yaitu sebesar 85 persen dengan metode SFA
(Amarasuriya et al. 2007), akan tetapi lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian
efisiensi teknis nanas di Malaysia yaitu sebesar 17,7 persen (metode DEA CRS)
dan 29,3 persen (metode DEA VRS) (Idris et al. 2013). Pengukuran efisiensi
merupakan tahap awal untuk mengetahui kinerja individual unit produksi.
Hasil estimasi efisiensi teknis dengan metode DEA – CRS lebih rendah
dibandingkan metode DEA – VRS. Hal ini konsisten dengan dengan teori dimana
frontier VRS lebih fleksibel dibandingkan frontier CRS. Nilai efisiensi teknis
metode SFA diharapkan lebih rendah dari metode DEA karena metode SFA
menyatakan bahwa perubahan acak dapat memengaruhi output (Theodoridis et al.
2004). Hasil penelitian ini juga menguatkan hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Minh et al. (2009) yang menyatakan bahwa estimasi nilai efisiensi
teknis dengan menggunakan pendekatan non parametrik lebih tinggi dibandingkan
pendekatan parametrik. Pemilihan variabel output dan input, pengukuran dan
kesalahan spesifikasi juga dapat menyebabkan perbedaan diantara kedua metode
SFA dan DEA (Minh et al. 2009).
Perbedaan nilai efisiensi teknik dengan model CRS dan VRS dapat
digunakan untuk menentukan efisiensi skala, dapat dikategorikan Constant Return
to Scale (CRS), Increasing Return to Scale (IRS) atau Decreasing Return to
Scale (DRS). Apabila nilai efisiensi teknis dengan model VRS lebih besar dari
CRS, maka petani nanas berproduksi dengan jumlah output yang meningkat lebih
besar daripada peningkatan jumlah inputnya. Secara keseluruhan dan per desa,
nilai efisiensi teknis VRS lebih besar dari CRS, sehingga petani nanas di lokasi
penelitian secara umum tergolong pada kategori increasing return to scale
sebanyak 61,3 persen (Tabel 22). Pengukuran efisiensi skala (scale efficiency/SE)
ditujukan untuk mengetahui kehilangan output relatif yang disebabkan oleh
constant returns to scale yang ditunjukkan oleh nilai satu atau mendekati satu.
Mayoritas petani nanas yang masih tidak efisien berada pada posisi meningkatkan
skala efisiensi produksinya (increasing returns to scale) dimana peningkatan
output lebih besar daripada peningkatan input. Terdapat 42 petani (29,6 persen)
yang berproduksi dengan decreasing return to scale dimana peningkatan output
nanas lebih kecil daripada peningkatan input produksinya.
Tabel 22 Distribusi Frekuensi Skala Produksi Petani Nanas dengan Metode Data
Envelopment Analysis (DEA) di Kabupaten Subang
Skala Produksi Jumlah petani Persentase
IRS 87 61,3
CRS 13 9,1
DRS 42 29,6
Jumlah 142 100