KODE ETIK

5
ASPEK HUKUM DALAM KEPERAWATAN “MALPRAKTEK PADA ANAK” 1. Kasus An. B berusia 12 tahun menderita kelumpuhan sejak 8 tahun yang lalu. Kejadian ini bermula saat An. B menjadi korban dugaan malpraktek yang dilakukan oleh perawat. An. B dibawa orang tuanya berobat di klinik dr. F yang baru setahun buka dengan mengontrak salah satu rumah warga di Kampung Krompol, Desa Paya Bagas, Kec. Tebing Tinggi, Kab. Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Pada saat itu An. B berusia 4 tahun, mengalami benjolan kelenjar sebesar telur puyuh di bagian punggungnya. Benjolan itu sudah ada sejak masih bayi. Berdasarkan hasil pemeriksaan, dr. F menyarankan agar benjolan itu sebaiknya dioperasi. Orang tua pasien pun menyetujui dilakukannya tindakan operasi dan dilakukan operasi pada tanggal 12 September 2004. Dokter F mengatakan kepada keluarga bahwa yang melakukan tindakan operasi bukan dirinya karena dia hanya seorang dokter umum, tetapi rekan sejawatnya, dokter bedah di RSUD Kumpulan Pane Kota Tebing tinggi yang ternyata adalah seorang perawat. Perawat berinisial Ag melakukan operasi bersama temannya bernama Ai. Pada saat operasi berlangsung, dr.F tidak ikut membantu, tetapi hanya menyaksikan bersama dengan keluarga pasien. Operasi berlangsung sekitar 30 menit. Benjolan yang ada di punggung An. B akhirnya diangkat dan dibuang, tetapi luka bedah pada benjolan yang telah

description

kode

Transcript of KODE ETIK

ASPEK HUKUM DALAM KEPERAWATAN

MALPRAKTEK PADA ANAK1. Kasus

An. B berusia 12 tahun menderita kelumpuhan sejak 8 tahun yang lalu. Kejadian ini bermula saat An. B menjadi korban dugaan malpraktek yang dilakukan oleh perawat. An. B dibawa orang tuanya berobat di klinik dr. F yang baru setahun buka dengan mengontrak salah satu rumah warga di Kampung Krompol, Desa Paya Bagas, Kec. Tebing Tinggi, Kab. Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Pada saat itu An. B berusia 4 tahun, mengalami benjolan kelenjar sebesar telur puyuh di bagian punggungnya. Benjolan itu sudah ada sejak masih bayi. Berdasarkan hasil pemeriksaan, dr. F menyarankan agar benjolan itu sebaiknya dioperasi. Orang tua pasien pun menyetujui dilakukannya tindakan operasi dan dilakukan operasi pada tanggal 12 September 2004.Dokter F mengatakan kepada keluarga bahwa yang melakukan tindakan operasi bukan dirinya karena dia hanya seorang dokter umum, tetapi rekan sejawatnya, dokter bedah di RSUD Kumpulan Pane Kota Tebing tinggi yang ternyata adalah seorang perawat. Perawat berinisial Ag melakukan operasi bersama temannya bernama Ai. Pada saat operasi berlangsung, dr.F tidak ikut membantu, tetapi hanya menyaksikan bersama dengan keluarga pasien. Operasi berlangsung sekitar 30 menit. Benjolan yang ada di punggung An. B akhirnya diangkat dan dibuang, tetapi luka bedah pada benjolan yang telah dibuang itu mengalami perdarahan, sehingga penyembuhan luka cukup lama sampai memakan waktu enam bulan. Beberapa bulan setelah operasi, tubuh An. B menjadi lemas dan kaku, bahkan kedua kakinya lumpuh tidak bisa digerakkan. An. B hanya dapat berbaring dan duduk di rumahnya sambil menjalani proses pengobatan. Setelah 6 bulan melakukan operasi kepada An.B, klinik dr. F ditutup dan tidak beroperasi lagi. Perawat Ag sempat membantu biaya pengobatan sebanyak 2 kali, tetapi setelah itu sudah tidak pernah kelihatan lagi. Sejak saat itu, An. B tidak bisa lagi bermain dengan anak-anak seusianya. Sampai sekarang, kedua kaki An. B lumpuh, timbul tulang di telapak kaki kiri, telapak kaki kanan berlubang, kencing bernanah dan susah buang air besar. Pihak keluarga akhirnya mengambil sikap melaporkan dr. F dan rekannya ke Mapolres Tebing Tinggi, karena dugaan telah melakukan malpraktek terhadap anaknya. Proses hukum atas kasus ini sedang diproses dan masih dalam tahap pemanggilan saksi (Sumber: Posmetro Medan & KPK Pos).

2. Analisa Kasus a. Berdasarkan Konsep Malpraktik

Kasus diatas merupakan salah satu bentuk malpraktik keperawatan, karena telah memenuhi keempat kriteria (duty, breach of the duty, injury, causation), yaitu :1) Perawat Ag berkewajiban melakukan tugasnya sebagai seorang perawat sesuai dengan kewenangannya. Perawat tersebut melakukan hal di luar kewenangan profesinya dan melakukan kewenangan profesi lain (dokter).

2) Perawat Ag gagal melakukan tanggung jawabnya sesuai standar profesi perawat dimana kewajiban perawat melaksanakan asuhan keperawatan yang holistik.3) Perawat Ag membuat pasien menderita cedera fisik dan perdarahan 4) Tindakan operasi mandiri Perawat Ag mendatangkan akibat yang buruk bagi pasien yaitu pasien harus menjalani pengobatan dalam jangka waktu yang lama serta mengalami kelumpuhan.b. Berdasarkan Kajian Hukum1) UU RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, BAB III Hak dan Kewajiban dalam Pasal 4 bahwa setiap orang berhak atas kesehatan. Dalam hal ini klien berhak mendapatkan pengobatan guna mendapatkan kesehatan dan setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, serta terjangkau. Pada kasus An. B klien tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau karena klien mengalami luka yang mengakibatkan terjadinya kelumpuhan. Hal ini membuat pengobatan klien semakin lama dan biaya yang dikeluarkan semakin besar. 2) UU RI No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan1. Pasal 32 ayat 2 menjelaskan bahwa pelimpahan wewenang tindakan medis kepada perawat dapat dilakukan secara delegatif dan mandat. Selanjutnya, pada penjelasan ayat 4 dapat diketahui bahwa tindakan medis yang dapat dilimpahkan secara delegatif adalah menyuntik, memasang infus, dan memberikan imunisasi sedangkan secara mandat yaitu pemberian terapi parenteral dan penjahitan luka. Berdasarkan kasus diatas, Perawat Ag telah melakukan tindakan pembedahan, tindakan tersebut di luar kewenangan yang diperbolehkan dalam UU Keperawatan.2. Pasal 36 menjelaskan bahwa perawat melaksanakan praktek keperawatan, berhak menolak keinginan klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan, profesi, SPO, atau ketentuan peraturan perundang undangan. Sesuai dengan kode etik keperawatan (PPNI, 2005), perawat juga berhak menolak tindakan operasi secara mandiri yang bertentangan dengan kode etik keperawatan antara perawat dan teman sejawat. Perawat harus bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan ilegal.3. Pasal 37 poin (f) menjelaskan bahwa perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan berkewajiban melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain yang sesuai dengan kompetensi perawat. Pelayanan keperawatan berdasarkan standar kompetensi perawat Indonesia merupakan rangkaian tindakan yang dilandasi aspek etik legal dan peka budaya untuk memenuhi kebutuhan klien. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan prosedural, pengambilan keputusan klinik yang memerlukan analisi kritis serta kegiatan advokasi dengan menunjukkan perilaku caring. Berdasarkan kasus diatas, perawat tidak melakukan pelayanan keperawatan sesuai ranah kompetensi praktik profesional, etis, legal dan peka budaya (PPNI, 2005).Malprakek yang dilakukan oleh perawat Ag akan memberikan dampak yang luas, tidak saja kepada pasien dan keluarganya, juga kepada institusi pemberi pelayanan keperawatan, individu perawat pelaku malpraktek dan terhadap profesi. Secara hukum Perawat Ag dapat dikenakan gugatan hukum pidana dan perdata, sedangkan secara profesi Perawat Ag dapat dikenakan sanksi disiplin profesi perawat yang akan dikeluarkan oleh Konsil Keperawatan.Nama:RADILNA ASFUL

NIM:12.3.0.1.0074

Kelas:PSIK 3B