KNF

36
BAB 1 PENDAHULUAN Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah. Berdasarkan data Laboratorium Patologi Anatomik tumor ganas nasofaring sendiri selalu berada dalam kedudukan lima besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit .1 Insidensi KNF di dunia bervariasi tergantung keadaan geografis setempat dan diperkirakan 1/100.000 penduduk per tahun. Survei Departemen Kesehatan RI pada tahun 1997–1999, insidesi di Indonesia 4,7 kasus per 100.000 penduduk per tahun (research center). Dari hasil penelitian di subbagian Tumor THT FK Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo tahun 1

description

RESTU

Transcript of KNF

BAB 1PENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah. Berdasarkan data Laboratorium Patologi Anatomik tumor ganas nasofaring sendiri selalu berada dalam kedudukan lima besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit.1Insidensi KNF di dunia bervariasi tergantung keadaan geografis setempat dan diperkirakan 1/100.000 penduduk per tahun. Survei Departemen Kesehatan RI pada tahun 19971999, insidesi di Indonesia 4,7 kasus per 100.000 penduduk per tahun (research center). Dari hasil penelitian di subbagian Tumor THT FK Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo tahun 19952001 ditemukan 620 kasus KNF dengan rasio laki-laki lebih banyak dari perempuan.2 Di RSUP Dr Kariadi Semarang tahun 19921998, KNF menempati urutan yang pertama dengan angka kejadian 59,52% dari seluruh keganasan kepala dan leher.3 Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dalam periode 19992004 terdapat 449 kasus KNF yang datang berobat ke Bagian THT-KL FK Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin. 2Di antara keganasan pada kepala leher, KNF mempunyai prognosis yang paling buruk karena letaknya sangat dekat dengan dasar tengkorak dan struktur vital lainnya serta bersifat invasif. Diagnosis dini menentukan prognosis pasien, namun cukup sulit dilakukan, karena nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-langit dan terletak di bawah dasar tengkorak serta berhubungan dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak dan ke lateral maupun ke posterior leher.1 Kelainan dan keluhan justru timbul akibat penjalarannya ke kelenjar limfe leher dan gangguan saraf otak sehingga penderita datang pada stadium lanjut yang menyebabkan tingginya angka kematian.2Meskipun banyak ditemukan di negara dengan penduduk non-Mongoloid. Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya kanker nasofaring, sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia.1Ditemukan pula cukup banyak kasus di Yunani, Afrika bagian utara seperti Aljazair dan Tunisia, pada orang Eskimo di Alaska dan Greenland yang diduga penyebabnya adalah karena mereka memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin.1Penatalaksanaan KNF berupa radiasi, kemo-terapi, pembedahan, atau kombinasinya.2 Gejala-gejala dini dari pasien dengan KNF merupakan tanda awal yang harus teliti diperiksa oleh pemeriksa untuk dapat merencanakan perencanaan yang lebih baik dan menurunkan angka mortalitas dan morbiditas pasien-pasien KNF. Untuk itu, pada referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai gejala-gejala KNF, cara mendiagnosis dan penatalaksanaan pada pasien-pasien KNF.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi NasofaringNasofaring merupakan suatu ruangan yang berbentuk mirip kubus, terletak dibelakang rongga hidung. Diatas tepi bebas palatum molle yang berhubungan dengan rongga hidung dan ruang telinga melalui koana dan tuba eustachius. Atap nasofaring dibentuk oleh dasar tengkorak, tempat keluar dan masuknya saraf otak dan pembuluh darah. Dasar nasofaring dibentuk oleh permukaan atas palatum molle. Dinding depan dibentuk oleh koana dan septum nasi dibagian belakang. Bagian belakang berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia prevertebralis dan otot dinding faring. Pada dinding lateral terdapat orifisium yang berbentuk segitiga, sebagai muara tuba eustachius dengan batas superoposterior berupa tonjolan tulang rawan yang disebut torus tubarius. Sedangkan kearah superior terdapat fossa rossenmuller atau resessus lateral. 3 Nasofaring divaskularisasi oleh cabang arteri karotis eksterna, yaitu faringeal asenden dan desenden serta cabang faringeal arteri sfenopalatina. Darah vena dari pembuluh darah balik faring pada permukaan luar dinding muskuler menuju pleksus pterigoid dan vena jugularis interna. 3Daerah nasofaring dipersarafi oleh saraf sensoris yang terdiri dari nervus glossofaringeus (N.IX) dan cabang maksila dari saraf trigeminus (N.V2), yang menuju ke anterior nasofaring. 3

Gambar 2.1 Anatomi Hidung dan Nasofaring Tampak Samping 4

Gambar 2.2 Anatomi Nasofaring Tampak Belakang 5

2.2 Definisi Karsinoma Nasofaring Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring.6

2.3 Epidemiologi Karsinoma NasofaringKNF dapat terjadi pada setiap usia, namun sangat jarang dijumpai penderita di bawah usia 20 tahun dan usia terbanyak antara 45 54 tahun. Laki-laki lebih banyak dari wanita dengan perbandingan antara 2 3 : 1. Kanker nasofaring tidak umum dijumpai di Amerika Serikat dan dilaporkan bahwa kejadian tumor ini di Amerika Syarikat adalah kurang dari 1 dalam 100.000.6Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya karsinoma nasofaring, sehingga sering terjadi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia.1Disebahagian provinsi di Cina, dijumpai kasus KNF yang cukup tinggi yaitu 15-30 per 100.000 penduduk. Selain itu, di Cina Selatan khususnya Hong Kong dan Guangzhou,dilaporkan sebanyak 10-150 kasus per 100.000 orang per tahun.Insiden tetap tinggi untuk keturunan yang berasal Cina Selatan yang hidup di negara-negara lain. Hal ini menunjukkan sebuahkecenderungan untuk penyakit ini apabila dikombinasikan dengan lingkungan pemicu.7Survei Departemen Kesehatan RI pada tahun 19971999, insidesi di Indonesia 4,7 kasus per 100.000 penduduk per tahun (research center). Dari hasil penelitian di subbagian Tumor THT FK Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo tahun 19952001 ditemukan 620 kasus KNF dengan rasio laki-laki lebih banyak dari perempuan. Di RSUP Dr Kariadi Semarang tahun 19921998, KNF menempati urutan yang pertama dengan angka kejadian 59,52% dari seluruh keganasan kepala dan leher. Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dalam periode 19992004 terdapat 449 kasus KNF yang datang berobat ke Bagian THT-KL FK Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin.2Ditemukan pula cukup banyak kasus di Yunani, negara-negara Afrika Utara seperti Aljazair dan Tunisia, pada orang Eskimo di Alaska dan Greenland yang diduga penyebabnya karena memakan makanan yang diawetkan dengan nitrosamin pada musim dingin. 1

2.4 Etiopatogenesis Karsinoma NasofaringDi daerah endemis, KNF muncul sebagai penyakit yang kompleks disebabkan oleh interaksi dari infeksi kronis Epstein-Bar Virus, lingkungan dan faktor genetik.

Gambar 2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi terjadinya KNF8a. Faktor Genetik. Meskipun KNF merupakan keganasan yang jarang ditemukan di beberapa bagian dunia, KNF menjadi satu dari jenis keganasan yang paling sering ditemukan di Asia Timur termasuk Cina Selatan, Hongkong, Singapura, Malaysia, dan Taiwan. Kerentanan genetik pada orang dengan KNF telah secara besar-besaran diobservasi pada populasi masyarakat Cina. 9Beberapa studi analisis mengusulkan adanya hubungan human leukocyte antigen (HLA) tipe haploid dengan timbulnya KNF. Banyak studi menghubungkan diantara populasi masyarakat Cina menunjukkan risiko KNF yang lebih tinggi pada individu dengan HLA-A2. 9Beberapa studi juga memperkirakan bahwa adanya polimorfism genetik berhubungan dengan terjadinya KNF. Sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) adalah salah satu dari jenis sitokrom P450s dan berperan untuk aktivasi metabolisme nitrosamin dan karsinogen-karsinogen yang berhubungan dengan terjadinya KNF. 9b. Infeksi Virus Eipstein-Barr. EBV merupakan anggota dari famili virus herpes dan tersebar dimana-mana. Virus ini ditemukan hampir pada setiap orang, dengan prevalensi lebih dari 90% pada dewasa. Faktor lingkungan, genetik, atau faktor-faktor kimia lainnya diyakini memiliki peran dalam tingginya insiden beberapa kasus kanker seperti KNF dan Burkitts lymphoma di beberapa regio geografis di seluruh dunia. Fakta menunjukkan bahwa EBV juga memiliki peran penting sebagai etiologi dari kanker KNF ini. Epstein et al pertama kali mendeteksi EBV menggunakan mikroskopi elektron dalam prosentase kecil pada sel yang dikultur dari Burkitts lymphomas (BL).8Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV).6 Beberapa literatur menyebutkan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah Virus Epstein-Barr, karena pada hampir semua pasien dengan karsinoma nasofaring didapatkan titer anti-virus EB yang cukup tinggi, sedang pada penderita karsinoma lain di saluran pernapasan bagian atas tidak ditemukan titer antibodi terhadap kapsid virus EB ini. Banyak penelitian mengenai perilaku virus ini dikemukakan, tetapi virus ini bukan merupakan satu-satunya faktor, karena banyak faktor lain yang sangat mempengaruhi munculnya tumor ganas ini seperti letak geografis, ras, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, lingkungan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi bakteri atau parasit.1 Serum pasien-pasien orang Asia dan Afrika dengan karsinoma nasofaring primer maupun sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien di Amerika yang mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan dengan karsinoma nasofaring tidak berdifrensiasi (undifferentiated) dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi (non-keratinizing) yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak berhubung dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid dalam limfoepitelioma.6c. Faktor Lingkungan. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap, kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu, dan kebiasaan makan makanan terlalu panas. Terdapat hubungan antara kadar nikel dalam air minum dan makanan dengan mortalitas karsinoma nasofaring, sedangkan adanya hubungan dengan keganasan lain tidak jelas. Kebiasaan penduduk Eskimo memakan makanan yang diawetkan (daging dan ikan) terutama pada musim dingin menyebabkan tingginya kejadian karsinoma ini.6

2.5 Gambaran Klinik Karsinoma NasofaringKarsinoma Nasofaring biasanya dijumpai pada dinding lateral dari nasofaring termasuk fossa rosenmuler yang kemudian dapat menyebar ke dalam ataupun keluar nasofaring ke sisi lateral lainnya dan atau posterosuperior dari dasar tulang tengorak atau palatum, ronga hidung, atau orofaring. Metastase khususnya ke kelenjar getah bening servikal. Metastase jauh dapat mengenai tulang, paru paru, mediastinum dan hati. Gejala yang timbul tergantung pada daerah yang terkena. Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam empat kelompok, yaitu gejala nasofarig, gejala telinga, gejalamata, dan saraf serta metastasi di leher.13Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung. Pada epistaksis, umumnya berupa ingus bercampur darah yang dapat terjadi berulang ulang dan biasanya dalam jumlah sedikit. Gejala ini timbul akibat permukaan tumor rapuh sehingga pada iritasi ringan dapat terjadi perdarahan. Pada gejala sumbatan hidung, gejala ini biasanya menetap dan bertambah berat. Gejala ini akibat pertumbuhan massa tumor menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang kadang disertai dengan gangguan penciuman. Bila terjadi obstruksi hidung total menunjukkan stadium yang lanjut dari karsinoma nasofaing.13Gejala telinga, gangguan pada telinga terjadi akibat tempat asal tumor dekat dengan muara tuba eustachi (Fossa Rosenmuller) dan menimbulkan obstruksi sehingga dapat terjadi penurunan pendengaran, otitis media serous maupun supuratif, tinnitus, gangguan keseimbangan, rasa tidak nyaman dan rasa nyeri di telinga. Adanya otitis media serosa yang unilateral pada orang dewasa meningkatkan kecurigaan akan terjadinya karsinoma nasofaring. 1Gejala saraf yaitu gangguan oftalmoneurologik terjadi karena nasofaring behubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa lubang, sehingga gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut KNF. Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI, dan dapat pula ke V, sehingga tidak jarang gejala diplopialah yang membawa pasien lebih dulu ke dokter mata. Gejala mata lain berupa penurunan reflex kornea, eksoftalmus dan kebutaan (berkaitan dengan saraf otak II). Neuralgia terminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat keluhan lain yang berarti. Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI, dan XII jika penjalaran melalui foremen jugulare yang relatif jauh dari nasofaring, sering disebut sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral. Ada juga yang dikenal dengan trias Trotter yaitu tuli konduktif, neuralgia temporoparietal ipsilateral dan paralisis palatal terjadi secara kolektif akibat karsinoma nasofaring berupa gangguan saraf otak, seperti diplopia, parastesia daerah pipi, neuralgia trigeminal, paresis/paralisis arkus faring, kelumpuhan otot bahu, dan sering tersedak. 1Gejala metastasis atau gejala leher berupa benjolan di leher. Metastasis di leher, merupakan gejala yang paling jelas manifestasinya berupa benjolan di leher yang kemudian mendorong pasien berobat. Benjolan biasanya ditemukan antara mandibula dan mastoid. Untuk metastasis lanjutan, gejala melibatkan tulang, paru-paru, hepar dan lain-lain. 1Penyebaran ke kelenjar getah bening merpakan sakah satu penyebab utama sulitnya menghentikan proses metastasis suatu karsinoma. Pada karsinoma nasofaring, penyebaran ke kelenjar getah bening sangat mudah terjadi akibat banykanya stroma kelenjar getah bening pada lapisan submukosa nasofaring. Biasanya penyebaran ke kelenjar getah bening diawali pada nodus limfatik yang terletak di lateral retrofaring yaitu Nodus Rouvierre. Di dalam kelenjra ini sel tersebut umbuh dan berkembang biak sehingga kelenjar menjadi besar dan tampak sebagai benjolan pada leher bagian samping. Benjolan ini dirasakan tanpa nyeri karenanya sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot dibawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Limfadenopati servikalis merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter. 1

2.6 Diagnosis Karsinoma NasofaringAnamnesis dan pemeriksaan fisis lengkap harus dilakukan, dan meskipun keluhan yang diungkapkan pasien tampak tidak bermakna, namun tetap dicurigai sebagai karsinoma nasofaring jika lokasi geografis merupakan lokasi yang endemik. Pasien karsinoma nasofaring jarang mencari pengobatan hingga terjadi metastasis ke limfe regional. 10,11Pembesaran tumor yang terjadi muncul sebagai gejala berupa obstruksi nasal, gangguan pendengaran dan kelumpuhan saraf kranialis. Pada pemeriksaan fisis, tanda yang paling sering ditemukan adalah benjolan pada leher (80%), umumnya bersifat bilateral, di mana kelenjar limfe yang terlibat paling sering adalah nodus limfe jugulodigastrik, atas dan tengah pada rantai servikal anterior. Selain itu, kelumpuhan saraf kranial ditemukan pada 25% pasien karsinoma nasofaring. 11,12Indirect nasopharyngoscopy perlu dilakukan untuk menilai tumor primer. Dapat juga digunakan nasopharyngoscopy direct berupa endoskopi. 10,11CT Scan kepala dan leher dilakukan untuk menilai besarnya tumor, ada tidaknya erosi dari basis cranial,dan limfodenopati servikal yang terjadi. Potongan koronal memperlihatkan persebaran tumor dari fissura petroclinoid atau foramen laceru ke sinus cavernosus. Potongan axial menunjukkan persebaran ke retrofaringeal, paranasofaringeal, dan fossa intratempolar. 10,11

Gambar 2.4 Potongan Axial CT Scan menunjukkan KNF: A.Sebelum Nasofaringektomi B. Setelah Nasofaringektomi.Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu di hidung dan di mulut. Biopsi di hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya. Biopsi mulut dilakukan dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar.

2.7 Klasifikasi Karsinoma Nasofaring Berdasarkan gambaran histopatologinya, karsinoma nasofaring dibedakan menjadi 3 tipe menurut WHO.1,6 Pembagian ini berdasarkan pemeriksaan dengan mikroskop elektron di mana karsinoma nasofaring adalah salah satu variasi dari karsinoma epidermoid. Pembagian ini mendapat dukungan lebih dari 70% ahli patologi dan tetap dipakai hingga saat ini.a. Tipe WHO 1Termasuk di sini adalah karsinoma sel skuamosa (KSS). Tipe WHO 1 mempunyai tipe pertumbuhan yang jelas pada permukaan mukosa nasofaring, sel-sel kanker berdiferensiasi baik sampai sedang dan menghasilkan cukup banyak keratin baik di dalam dan di luar sel.b. Tipe WHO 2Termasuk di sini adalah karsinoma non keratinisasi (KNK). Tipe WHO 2 ini paling banyak variasinya, sebagian tumor berdiferensiasi sedang dan sebagian sel berdiferensiasi baik, sehingga gambaran yang didapatkan menyerupai karsinoma sel transisional. c. Tipe WHO 3Merupakan karsinoma tanpa diferensiasi (KTD). Di sini gambaran sel-sel kanker paling heterogen. Tipe WHO 3 ini termasuk di dalamnya yang dahulu disebut dengan limfoepitelioma, karsinoma anaplastik, clear cell carcinoma, dan variasi spindel.Untuk penentuan stadium digunakan sistem TNM menurut UICC dan AJCC (2002, Edisi VI). Tumor Primer (T)Tx= Tumor primer yang belum dapat dipastikan T0= Tidak tampak tumorTis= Karsinoma in situT1= Tumor berada di nasofaringT2= Tumor meluas ke jaringan lunak di orofaring dan/atau fossa nasal.T2a= Tanpa perluasan parafaringealT2b= Dengan perluasan parafaringealT3= Tumor menyerang struktur tulang dan/atau sinus paranasalT4= Tumor dengan extensi intracranial dan/atau keterlibatan CNs, fossa infratemporal, hipofaring, atau orbit.Nodul (N)N0= Nodul regional tidak adaN1= Nodul regional ada, tapi belum ada perlekatanN2= Nodul regional ada, sudah ada perlekatanN3= Metastasis di kelenjar getah bening (s)N3a= Lebih besar dari 6 cm N3b= Ekstensi untuk fosa supraklavikulaMetastase (M)Mx= Metastatis jauh tidak dapat dinilaiM0= Tidak ada metastasis jauhM1 = Terdapat metastasis jauhStadiumA. STAGETNM

0T1sNoM0

IT1N0M0

IIAT2aN0M0

IIBT1N1M0

T2aN1M0

T2bN0, N1M0

IIIT1N2M0

T2a, T2bN2M0

T3N2M0

IVAT4N0, N1, N2M0

IVBSemua TN3M0

IVCSemua TSemua NM1

2.8 Penatalaksanaan Karsinoma NasofaringStadium I: RadioterapiStadium II & III: KemoradiasiStadium IV dengan N 6 cm:Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan dengan kemoradiasi.1Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan computer. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, factor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus. 1Semua pengobatan tambahan ini masih tetap terbaik sebagai terapu ajuvan (tambahan). Berbagai macam kombinasi dikembangkan. Yang terbaik saat ini adalah kombinasi dengan cis-platinum sebagai inti. 1Pemberian adjuvant kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil saat ini sedang dikembangkan dengan hasil sementara yang cukup memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum, meskipun ada efek samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan kesembuhan yang lebih baik. Kombinasi kemoterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan radiasi yang bersifat radiosensitizer memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien KNF.1,13Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi sisa tumor induk (residu) atau kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi.1Perawatan PaliatifPerhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut yang terasa kering disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran. Tidak banyak yang dilakukan selain menasehatkan pasien untuk makan dengan banyak kuah, membawa minuman kemanapun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa asam sehingga merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain adalah mukositas rongga mulut karena jamur, rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang mual atau muntah.1Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap dimana tumor tetap ada (residu) atau kambuh kembali (residif). Disamping itu, dapat juga timbul metastasis jauh pasca pengobatan seperti ke tulang, paru-paru, hati, dan otak. Pada kedua keadaan tersebut di atas tidak banyak tindakan medis yang dapat diberikan selain pengobatan simptomatis untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pasien akhirnya meninggal akibat keadaan umum yang buruk, perdarahan dari hidung dan nasofaring yang tidak dapat dihentikan dan terganggunya fungsi alat-alat vital akibat metastasis tumor.1Pengobatan dengan sitostatika pada karsinoma nasofaring merupakan pengobatan adjuvan atau bila pengobatan radioterapi ternyata kurang berhasil. Adapun kapan sebaiknya sitostatika diberikan adalah sebagai berikut: Stadium I / II bila sesudah radiasi internal masih ada residu local, pada residif tumor primer dan pada stadium IV dengan residif / residu atau dengan metastasis jauh. Sitostatika yang diberikan pada penderita karsinoma nasofaring adalah: Cisplatinum 60 mg/m2 diberikan secara tetesan dalam 250 cc NaCl 0,9% hari I dan II Bleomycin 8 mg diberikan secara intramuskular hari III dan IV 5 FU 750 mg diberikan secara tetesan dalam 250 cc dextrose 5% hari I dan II.Siklus pengobatan diulangi setelah 1 bulan maksimal 5 kali. Fungsi ginjal harus diawasi dengan ketat pada pemberian platamin dan dianjurkan agar penderita minum 3 liter sehari. Obat-obat lainnya dapat diberikan untuk mengatasi efek samping yang mungkin timbul seperti antihistamin, antiemetik dan lain-lain2.9 Pencegahan Karsinoma NasofaringTindakan pencegahan karsinoma nasofaring dapat dilakukan dengan pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan resiko tinggi. Disamping itu, tindakan pencegahan dapat juga dilakukan dengan memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah resiko tinggi ke daerah lainnya. Perlu juga dilakukan penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang tibul dari bahan-bahan berbahaya, penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab. Pemeriksaan serologik IgA anti VCA dan IgA anti EA secara massal di masa yang akan datang bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring secara lebih dini.1

BAB 3KESIMPULAN

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas karsinoma yang berasal dari epitel nasofaring yang tersering pada daerah kepala dan leher Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas nomor satu yang mematikan dan menempati urutan ke 10 dari seluruh tumor ganas di tubuh. Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan KNF, yaitu (1)Aadanya infeksi EBV(2) Faktor lingkungan (3) Genetik Gejala KNF terbagi dua yaitu gejala dini dan gejala lanjutan:Gejala dini:gejala pada telinga dan gejala pada hidungGejala lanjutan:gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitarnya (rongga tengkorak, saraf cranial, otak), metastase ke KGB, metastase jauh Cara penegakan diagnosis: anamnesis, pemeriksaan fisik, biopsi nasofaring (diagnosis pasti), foto polos, CT Scan, pemeriksaan serologi Pengobatan utama pada KNF yaitu radioterapi. KNF stadium akhir dapat dikombinasi dengan kemoterapi dosis penuh. Pengobatan paliatif perlu diberikan pada pasien KNF mengingat efek pengobatan radiasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Roezin A, Adham M. Karsinoma Nasofaring. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan: Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala & Leher. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. eds. 2012. 7th ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012.2. Haryanto R, Saefuddin OM, Boesoirie TS. Radiasi Eksternal Karsinoma Nasofaring sebagai Penyebab Gangguan Dengar Sensorineural. MKB, Volume 42 No. 3. 2010. 3. Firdaus MA, Prijadi J. Kemoterapi Neoadjuvan pada Karsinoma Nasofaring. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/RSUP Dr. M. Djamil Padang. 2009.4. Administrator. Pengobatan Kanker Nasofaring. 2011. Didapat dari: http://www.indononi.com/wp-content/uploads/2011/06/Kanker-Nasofaring.jpeg. Diakses 7 Desember 2014.5. Cabenda. Head and Neck Cancer. 2007. Didapat dari: http://www.kno-clinic.com/images/cancer/?Page=ent_cancer. Diakses 7 Desember 2014. 6. National Cancer Institude. 2009. Didapat dari: http://www.cancer.gov/ cancertopics/pdq/treatment/nasopharyngeal/HealthProfessional . Diakses 7 Desember 2014.7. Fuda Cancer Hospital 2002. Didapat dari: http://www.fudahospital.com/ zh_asp_new/zt/english/t&t/Nasopharyngeal.html. Diakses 7 Desember 2014.8. Ganguly NK. Epidemiological and Etiological Factors Associated with Nasopharyngeal Carcinima. ICMR Bulletin Vol. 33 No 9. 2003.9. Zeng M, Zeng Y. Pathogenesis and Etiology of Nasopharyngeal Carcinoma. In: Nasopharyngeal Cancer Multidiciplinary Management. Lu JJ, Cooper JS, Lee AW eds. Springer. 2010.10. Maitra, Anirban dan Kumar, Vinay. Paru dan Saluran Napas Atas. In: Robbins. Buku Ajar Patologi Robbins. Vinay Kumar Ramzi S Cotran, Stanley L. Ed. 7, Vol.2. Jakarta : EGC. 2007. 11. Ernest. Otolaryngology Head and Neck Surgery 4th Edition.12. Lalwani AK. Current Diagnosis and Treatment Otolaryngology Head and Neck Surgery Second Edition. Mc Graw Hill Lange. 2007.13. Brennan, Bernadette. Nasopharyngeal Carcinoma. Manchester. Biomed Central Ltd. 2006. Didapat dari: http:/www.orjd.com/content/1/1/23. Diakses 8 Desember 2014.14. Roezin A, Adham M. 2001. Karsinoma Nasofaring. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan: Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala & Leher. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. eds. 2001. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal 146.

DAFTAR PERTANYAAN

1. Bagaimana cara mendeteksi dini pasien yang menderita CA Nasofaring?Jawaban :a. Kita melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh dan lengkap, jika tersedia fasilitas pemeriksaan penunjang bisa kita lakukan juga.b. Anamnesis mulai dari keluhan utamanya,RPS,RPD,RPK,RPSos yang mungkin bisa menjadi salah satu faktor resiko pasien menderita CA Nasofaring.c. Pemeriksaan Fisik pun kita lakukan secara menyeluruh, mulai dari inspeski,palpasi ( hidung,telinga,mulut,leher ) serta melakukan pemeriksaan fisik penunjang ( rinoskopi anterior,posterior, laringoskopi direk,indirek ). Karena kita tahu bahwa gejala awal dari CA Nasofaring tidak begitu jelas, maka dari itu kita sebaiknya melakukan pemeriksaan secara menyeluruh untuk menentukan ataupun menyingkirkan diagnosis CA Nasofaring.

2. Mengapa fossa Rosemuller menjadi awal tempat terjadinya CA Nasofaring?Jawaban :Karena pada fossa Rosenmuller terjadi perubahan epitel kuboid menjadi epitel skuamosa.

3. Jika didapat massa di leher dan nasofaring yang dicurigai sebagai kanker nasofaring, tempat manakah yang akan kita ambil sampel untuk biopsi pemeriksaan patologi? Apakah boleh mengambil sampel dari massa di leher?Jawaban :Jika didapatkan massa di leher dan nasofaring, pengambilan sampel untuk biopsi adalah di nasofaring. Tidak boleh melakukan pengambilan sampel terhadap massa di leher. Karena jika terbentuk luka bekas biopsi di daerah tersebut, sel-sel kanker bisa masuk ke peredaran darah sistemik dan terjadi metastasis jauh

4. Mengapa pada penatalaksanaan KNF stadium I dilakukan radioterapi sedangkan pada stadium II dan III dilakukan kemoradiasi?Jawaban :a. Radioterapi ditujukan untuk membunuh sel-sel kanker yang terlokalisir di 1 lokasi supaya sel-sel yang masih sehat tidak ikut terbunuh. Hal ini sesuai dengan pembagian stadium I dimana tumor berada di nasofaring (belum terdapat perluasan ke jaringan lain), tidak didapatkan nodul regional, dan tidak ada metastasis jauh.b. Sedangkan kemoradiasi dilakukan karena pada stadium II dan III, sel-sel kanker sudah tidak terlokalisir di 1 tempat (nasofaring) saja. Sehingga perlu terapi sistemik berupa kemoterapi untuk membunuh sel-sel kanker di luar nasofaring dan dilanjut dengan radioterapi.22