KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC
Transcript of KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC
KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC
Oleh :
drg. I Gusti Agung Sri Pradnyani, M.Biomed
PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI
DAN PROFESI DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya kami dapat menyusun karya tulis ini ini. Karya tulis ini megenai
studi pustaka dengan Judul Klasifikasi Dental Ceramic.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini belum sempurna seperti yang
diharapkan dikarenakan keterbatasan kemampuan dan keilmuan yang kami miliki.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun demi kebaikan karya tulis ini.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya. Terima Kasih.
Denpasar, Maret 2019
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. iv
DAFTAR TABEL ................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................. 2
BAB II ISI
2.1 Pengertian Dental Ceramic ............................................................... 3
2.2 Sejarah Dental Ceramic .................................................................... 3
2.3 Sifat Dental Ceramic ........................................................................ 5
2.4 Klasifikasi Dental Ceramic ............................................................... 7
2.4.1 Klasifikasi Berdasarkan Penggunaan atau Indikasi ................. 7
2.4.2 Klasifikasi Berdasarkan Komposisinya ................................... 8
2.4.3 Klasifikasi Berdasarkan Metode Pengolahan .......................... 9
2.4.4 Klasifikasi Berdasarkan Temperatur Firing ............................. 12
2.4.5 Klasifikasi Berdasarkan Struktur Mikro .................................. 12
2.4.6 Klasifikasi Berdasarkan Translusensi ...................................... 14
2.4.7 Klasifikasi Berdasarkan Ketahan Terhadap Fraktur ................ 14
2.4.8 Klasifikasi Berdasarkan Kemampuan Untuk Mengabrasi ....... 15
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan ........................................................................................... 17
3.2 Saran ................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Hot Pressed Ceramic .......................................................................... 11
Gambar 2. Pembuatan mamelon dengan proses cutting ....................................... 11
Gambar 3. Dental Ceramic Berdasarkan Mikrostruktur Berbahan Alumina ....... 13
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Sifat mekanis dan fisik dari dental ceramic ............................................ 7
Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan komposisi dental ceramic ................................ 9
Tabel 3. Temperatur Firing Dental Ceramic ........................................................ 12
v
1.1 Latar Belakang
BAB I
PENDAHULUAN
Pada kedokteran gigi, terdapat empat kelas utama bahan yang biasa digunakan
untuk rekonstruksi gigi dengan kerusakan maupun hilang yaitu logam, polimer,
komposit, dan ceramic (Datla, Alla, Alluri, Babu, dan Konakanchi, 2015).
Ceramic berasal dari bahasa Yunani yaitu “keramos” yang secara harafiah berarti
“barang yang dibaka”. Ceramic ini merupakan bahan bumi yang dihasilkan
melalui pembakaran, dikenal paling canggih sejak zaman batu (lebih dari 10.000
tahun yang lalu) dan tetap mempertahankan peran pentingnya dalam komunitas
manusia sejak saat diperkenalkan (Rosenstiel, Land, dan Fujimoto, 2006).
Ceramic biasanya bersifat silikat dan dapat didefinisikan sebagai kombinasi
dari satu atau lebih logam dengan bahan non logam seperti oksigen. Pada
kedokteran gigi, ceramic banyak digunakan untuk membuat gigi tiruan, crown,
bridge, abutment, implan, maupun veneer (Datla, Alla, Alluri, Babu, dan
Konakanchi, 2015). Ceramic dipilih karena sifat biokompatibilitasnya, stabilitas
warna jangka panjang, ketahanannya terhadap bahan kimia, ketahanannya
terhadap keausan, dan kemampuannya untuk dibentuk menjadi bentuk yang tepat
meskipun membutuhkan peralatan yang mahal dan pelatihan khusus untuk teknisi
lab (Kenneth dan Anusavice, 2012).
Pada bidang kedokteran gigi, terdapat beberapa bahan restoratif seperti
amalgam, komposit dan juga dental cement yang bisa digunakan juga sebagai
material restorasi. Semua bahan tersebut telah digunakan dan menghasilkan
restorasi yang baik, namun masih dianggap tidak layak untuk bahan restorasi
multi unit. Hal tersebut yang mendasari perkembangan meterial ceramic dibidang
kedokteran gigi. Bidang ilmu dental ceramic telah mengalami perkembangan
yang pesat tiga dekade terakhir. Selain itu, terdapat peningkatan permintaan untuk
mengembangkan material restoratif sewarna gigi sehingga meningkatkan
permintaan material restorasi berbahan ceramic (Kenneth dan Anusavice, 2012).
Berkaitan dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk membahas lebih
mendalam mengenai dental ceramic, sejarah dari dental ceramic, sifat dari dental
ceramic dan berbagai klasifikasi dari dental ceramic sehingga nantinya dapat
mempermudah dokter gigi untuk menentukan material ceramic yang sesuai untuk
digunakan pada kasus tertentu. Kami berharap makalah yang kami susun dapat
memberikan infomasi yang lebih mendapat mengenai dental ceramic dan
nantinya dapat mengaplikasikannya dengan baik.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian dari dental ceramic?
1.2.2 Bagaimana sejarah dental ceramic?
1.2.3 Bagaimana sifat dari dental ceramic?
1.2.4 Bagaimana klasifikasi dari dental ceramic?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dan sifat dari dental ceramic
1.3.2 Untuk mengetahui sejarah dari dental ceramic
1.3.3 Untuk mengetahui sifat dari dental ceramic
1.3.4 Untuk mengetahui klasifikasi dari dental ceramic
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat bagi pembaca agar mengetahui lebih mendalam mengenai
penggunaan, komposisi, metode dan suhu pengolahan, struktur mikro,
translusensi, ketahanan terhadap fraktur, dan kemampuan mengabrasi
dari dental ceramic sehingga dapat mengaplikasikan dental ceramic
dengan baik.
10
BAB 2
ISI
2.1 Pengertian Dental Ceramic
Istilah ceramic dan porselen sering digunakan dalam kedokteran gigi. Ceramic
berasal dari istilah Yunani “keramos” yang mengacu pada kemampuan seseorang
untuk memanaskan tanah liat untuk membentuk tembikar. Sedanglan kata
porselen ditemukan oleh Marco Polo pada abad ke-13 dari bahasa Italia
“porcellana” atau cowrie shell. Marco Polo menggambarkan cowrie shell untuk
mendeskripsikan porselen Cina karena memiliki kekuatan dan kekerasan yang
sama dengan tetap tipis dan tembus cahaya. Ceramic adalah senyawa yang
terbentuk dari unsur logam (aluminium, kalsium, litium, magnesium, kalium,
natrium, timah, titanium, zirkonium) dan unsur non logam (silikon, fluor, boron,
oksigen). Sedangkan porselen adalah keramik yang terdiri dari dari fase matriks
gelas dan satu atau lebih fase kristal, contohnya seperti leucite. Semua porselen
adalah ceramic, tetapi tidak semua ceramic merupakan porselen. Contohnya,
mahkota all-zirconia. Mahkota all-zirconia dirujuk sebagai ceramic berkekuatan
tinggi yang tidak memiliki matriks kaca, sehingga all-zirconia bukan merupakan
porselen (Halvey, 2013).
2.1 Sejarah Dental Ceramic
Dental ceramic memegang peranan yang penting dalam dunia kedokteran
gigi. Bahan porselen gigi pertama kali dipatenkan pada 1789 oleh de Chemant,
seorang dokter gigi Prancis yang bekerja sama dengan Duchateau, seorang
apoteker. Namun bahan tersebut tidak digunakan untuk membuat gigi individual
dikarenakan pada saat itu belum ada cara yang efektif untuk merekatkan gigi ke
bahan dasar gigi tiruan (Taylor, 1922). Pada tahun 1889, Charles H. Land
mematenkan all porcelain “jacket” crown yang kemudian diperkenalkan pada
tahun 1903. Prosedurnya dilakukan dengan menutup bagian gigi yang hilang
11
dengan cover porselen. Restorasi digunakan secara luas setelah dilakukan
perbaikan oleh E.B. Spaulding dan dipublikasikan oleh W. Capon. Meskipun
masih terdapat kekurangan seperti internal microcracking, porcelain “jacket”
crown ini tetap digunakan hingga tahun 1950-an (Anusavice,1996).
Untuk mengurangi risiko internal microcracking selama fase pendinginan
fabrikasi, porcelain-fused-to-metal crown dikembangkan pada akhir 1950-an oleh
Abraham Weinstein. Ikatan antara logam dan porselen mencegah terbentuknya
keretakan. Meskipun demikian, penambahan lapisan logam mengurangi estetika
restorasi ini (Asgar,1998). Porselen komersial pertama dikembangkan oleh VITA
Zahnfabrik pada sekitar 1963. Meskipun produk porselen VITA pertama kali
dikenal karena sifat estetika mereka, namun setelah diperkenalkan porselen
Ceramco yang lebih fleksibel dan menghasilkan sifat ekspansi termal yang
memungkinkan porselen ini digunakan secara aman dengan berbagai jenis alloy.
Pada tahun 1965, W. McLean dan T.H. Hughes mengembangkan versi baru dari
porcelain jacket crown dengan inti porselen alumina yang mengandung 40%
hingga 50% kristal alumina. Meskipun memiliki dua kali kekuatan dari porcelain
jacket crown tradisional, bahan ini hanya dapat digunakan di wilayah anterior saja
dikarenakan kekuatannya yang lebih rendah (Leinfelder dan Kurdziolek,2004).
Sejak diperkenalkannya aluminous porcelain crowns dan durable metal-ceramic
crowns, peningkatan komposisi dan metode pembuatan inti dental ceramic telah
meningkatkan kemampuan untuk membuat fracture-resistant crowns yang lebih
baik dan terbuat dari dental ceramic seluruhnya (Anusavice, 1996).
Perkembangan signifikan dalam hal sifat metal-ceramic, desain, dan performa
seperti opalescence, specialized internal staining techniques, greening-resistant
porcelains, porcelain-butt-joint margins, dan shoulder porcelains, telah
meningkatkan penampilan keseluruhan dan ketahanan klinis dari bahan dental
12
ceramic. Perbaikan dalam komposisi keramik ini dan metode pembentukan inti
dari all ceramic crown and bridges telah meningkatkan kemampuan untuk
menghasilkan all ceramic crown yang lebih akurat dan tahan fraktur. Adapun
pengembangan less abrasive veneering ceramics sudah semakin maju. Ultraflow-
fusing ceramics atau yang biasa disebut dengan low-fusing ceramics sudah
diperkenalkan dengan menggunakan veneering glass. Bahan ini diklaim lebih
ramah terhadap enamel gigi karena mereka didominasi glass-phase material dan
mengandung partikel kristal yang sangat kecil (Anusavice, 1996). Saat ini,
produsen dental material semakin menyukai bahan-bahan all-ceramic restorative
dentistry (Marquardt dan Strub, 2006).
2.2 Sifat Dental Ceramic
Dental Ceramic memiliki beberapa sifat yang menunjang kegunaannya
sebagai bahan kedokteran gigi. Adapun beberapa sifat tersebut ialah :
1. Sifat kimia
Adhesi restorasi keramik dengan gigi asli juga memainkan peran
penting dalam daya tahan restorasi. Keberhasilan dari restorasi juga
bergantung pada agen luting dan teknik sementasi. Glass Ionomer cement
dan resin cement merupakan bahan yang paling umum digunakan sebagai
luting agent dari keramik. Perubahan kimia pada permukaan keramik
dapat dilakukan dengan mengetsa permukaan untuk meningkatkan retensi
mekanis dari perekat atau dengan mengubah afinitas permukaan keramik
dengan bahan bonding/adhesive material (Datla, Alla, Alluri, Babu, dan
Konakanchi, 2015).
2. Sifat mekanis
Sifat mekanis berhubungan dengan kemampuan suatu bahan untuk
menahan tekanan yang diberikan pada saat digunakan maupun dalam
proses pembuatannya. Adapun sifat mekanis dari ceramic adalah:
13
a. Strength
Strength adalah tekanan maksimum yang dapat diterima suatu
benda pada saat benda itu patah atau rusak total, hal ini juga dapat
disebut sebagai Ultimate strength. Bila benda tersebut mendapatkan
tekanan sebelum putus oleh karena suatu tension disebut sebagai
Ultimate Tensile Strength, sedangkan bila mendapatkan tekanan
sebelum hancur di bawah tekanan tersebut maka disebut sebagai
Ultimate Compressive Strength. Dental ceramic umumnya memiliki
ketahanan yang baik terhadap tekanan compressive, namun buruk
terhadap tekanan tensile dan shear (Datla, Alla, Alluri, Babu, dan
Konakanchi, 2015).
b. Shrinkage
Penyebab shrinkage selama pembakaran adalah adanya hambatan
pada saat kondensasi. Makin sedikit air yang tinggal sewaktu
pembakaran dimulai, maka semakin sedikit terjadi shrinkage. Selama
proses pembakaran, ceramic gigi akan mengalami penyusutan
sebanyak 30%-40% dari volume awal. Oleh karena itu, mahkota
ceramic harus dibuat lebih besar dari ukuran sebelum pembakaran
(Datla, Alla, Alluri, Babu, dan Konakanchi, 2015).
c. Hardness
Hardness atau kekerasan bahan ceramic dapat diartikan sebagai
suatu karekteristik yang dihubungkan dengan kemampuan bahan
tersebut untuk bertahan terhadap penetrasi pada permukaan yang dapat
menyebabkan retak atau fraktur serta abrasi akibat aliran yang plastis.
Kekerasan permukaan keramik sangat tinggi sehingga bahan ini dapat
mengikis gigi alami atau gigi buatan antagonis. Selain itu, pengerasan
permukaan yang berlebihan harus dihindari karena dapat menyebabkan
14
keretakan restorasi (Datla, Alla, Alluri, Babu, dan Konakanchi, 2015).
3. Sifat fisik
Sifat fisik ceramic merupakan sifat yang berhubungan dengan sifat-
sifat material yang ada dalam ceramic tersebut. Berikut ini merupakan
sifat fisis dari keramik, yaitu :
a. Ekspansi Termal
Ekspansi termal merupakan kemampuan suatu bahan untuk
ekspansi atau memuai bila dipanaskan atau menyusut bila bila
didinginkan. Keramik merupakan isolator termal yang baik dan
koefisien ekspansi termalnya hampir mendekati gigi asli (Datla, Alla,
Alluri, Babu, dan Konakanchi, 2015).
b. Warna
Translusensi merupakan karakteristik penting pada ceramic gigi.
Ceramic gigi yang opak memiliki translusensi yang sangat rendah
sehingga dapat menutupi koping logam. Ukuran translusensi bagian
dentin dari ceramic gigi berkisar antara 18%-38%. Bagian email dari
ceramic gigi memiliki ukuran translusensi paling tinggi , berkisar
antara 45%-50% (Datla, Alla, Alluri, Babu, dan Konakanchi, 2015).
Tabel 1. Sifat mekanis dan fisik dari dental ceramic.
Compressive Strength 330 MPa
Diametral tensile Strength 34 MPa
Transverse Strength 62-90 MPa
Shear Strength 110 MPa
MOE 69 MPa
Surface Hardness 460 KHN
Thermal Conductivity 0.0030 Cal/Sec/cm2
15
Thermal Diffusivity 0.64 mm2/sec
Coefficient of Thermal
expansion
12 x 10-6/oC
i.
4. Sifat biologis
1. Biokompatibilitas
Biokompatibilitas dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan
dapat bertahan terhadap korosi, perubahan selama pemakaian serta
tidak menimbulkan reaksi penolakan terhadap jaringan tubuh. Ceramic
dapat beradaptasi dengan baik terhadap perubahan temperatur mulut,
tidak larut dalam saliva, dan tidak mengiritasi jaringan mulut. Ceramic
menunjukkan biokompabilitas yang baik dengan jaringan lunak rongga
mulut (Datla, Alla, Alluri, Babu, dan Konakanchi, 2015).
b. Klasifikasi Dental Ceramic
2.4.1 Klasifikasi Berdasarkan Penggunaan Atau Indikasi
Menurut Manappallil pada tahun 1998 menjelaskan bahwa
klasifikasi berdasarkan penggunaan atau indikasi dibedakan menjadi :
1. Inlay dan onlay
2. Laminasi estetik (veneer)
3. Mahkota tunggal (all ceramic)
4. Jangka pendek dan panjang (all ceramic) FPD
5. Sebagai veneer untuk mahkota dan jembatan logam cor (logam
keramik)
6. Gigi tiruan (untuk gigi tiruan lengkap dan gigi tiruan sebagian)
7. Ceramic post and cores
8. Bahan ortodontik ceramic.
16
2.4.2 Klasifikasi Berdasarkan Komposisi
Klasifikasi dental ceramic berdasarkan komposisinya dapat dibagi
menjadi 3 yaitu dental ceramic yang dominan dari kaca, dental ceramic
yang terdapat bahan pengisi (particle-filled glass), dan yang tediri dari
polikristalin (Helvey, 2013).
Dental Ceramic yang dominan kaca terbuat dari bahan yang
mengandung silikon dioksida atau dikenal sebagai silika atau kuarsa yang
mengandung berbagai jumlah alumina. Aluminosilikat yang ditemukan di
alam mengandung beragam kalium dan natrium yang dikenal sebagai
feldspars. Feldspars dimodifikasi dengan berbagai cara untuk membuat kaca
yang digunakan dalam kedokteran gigi. Bentuk sintetik dari kaca
aluminasilikatif yang dibuat untuk dental cereamic yang sebagian besar
tersusun dari glass memiliki sifat estetika yang tinggi (Shenoy dan Shenoy,
2010).
Sedangkan dental ceramic yang ditambahkan bahan pengisi
(particle-filled glass) memiliki sifat yang dapat menghasilkan warna yang
lebih menyerupai enamel dan dentin alami. Secara umum, semakin banyak
partikel pengisi yang ditambahkan ke dental ceramic. Namun semakin besar
peningkatan sifat mekaniknya, akan tetapi hal tersebut dapat mengakibatkan
semakin besar penurunan sifat estetika (Helvey, 2013).
Keramik polikristalin tidak mengandung gelas sama sekali.
Kandungan kristal memberikan bahan keramik ini sifat mekanik yang tinggi,
tetapi umumnya kurang estetik. Polikristalin yang mengandung non glass
ceramic terdiri dari aluminium oksida atau matriks dan filler zirkonium
oksida yang merupakan elemen yang mengubah sifat optik (Helvey, 2013).
Selain diklasifikasikan berdasarkan 3 hal diatas, menurut McCabe JF
tahun 2008 dental ceramic dapat dibagi menjadi
17
a. High fusing
b. Low fusing dental porcelain.
Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan komposisi dental ceramic
Bahan Komponen (%)
Kaolin Silica Feldspar Glass
High-fusing 4 15 80 0
Low-fusing 0 25 60 15
• Kaolin
Kaolin mirip dengan clay putih. Merupakan aluminium silikat
yang dihidrasi (Al2O3.2SiO2.2H2O). Kaolin berfungsi sebagai
bahan pengikat, memberikan opacity pada massa (McCabe JF,
2008).
• Silika
Silika diperoleh dengan menggiling quartz murni. Silika bertindak
sebagai kerangka yang kuat, memberikan kekuatan dan kekerasan
pada porcelain selama proses fusing. Silika juga membuat
porcelain tidak mengalami perubahan saat pembakaran (McCabe JF,
2008)..
• Feldspar
Merupakan mineral alami dan juga double silikat potassium
dan aluminium K2O.Al2O36SiO2. Feldspar berfungsi sebagai flux,
matriks dan lapisan permukaan. Ketika dicampur dengan metal
oksida dan dibakar pada temperatur yang tinggi, dapat membentuk
18
fase gelas yang dapat melembut dan bergerak sedikit. Selama
pembakaran, feldspar menyatu dan bertindak sebagai matriks yang
mengikat silica dan kaolin menjadi massa yang solid (McCabe JF,
2008).
2.4.3 Berdasarkan Metode Pengolahan
Klasifikasi dental ceramic berdasarkan metode pengolahan (processing
methode) terdiri dari Powder/Liquid Building, Slip Casting, Hot-Pressed
Ceramic dan Glass CAD (Computer Aided Designing) – CAM (Computer
Aided Machining)
a. Powder/Liquid Building
Mencampur powder dan liquid ceramic adalah metode pemrosesan
secara konvensional. Metode kondensasi ini menggabungkan inti ceramic
atau logam dengan powder dan liquid ceramic menggunakan spatula.
Campuran dikondensasi dengan getaran untuk menghindari adanya udara
yang terjebak di dalamnya. Pada proses tertentu dalam pembuatan ceramic
untuk menghilangkan kelembaban dilakukan proses yang disebut
sintering. Sintering adalah proses pemanasan dari partikel-partiel yang
tersusun rapat untuk memperoleh ikatan antar partikel serta difusi yang
cukup untuk menurunkan daerah permukaan atau kepadatan struktur
(Anusavice, 2004). Proses ini muncul pada temperatur diatas titik
softening dari ceramic dimana sebagian matriks kaca meleleh dan partikel
bubuk bergabung. Teknik ini umumnya digunakan untuk pembuatan
porcelain “jacket” crowns (PJC) dan restorasi veneer (Hussain, 2004).
b. Slip Casting/Glass Infiltration
Metode fabrikasi slip-casting diperkenalkan pada 1990-an. Teknik
pengolahan ini melibatkan pembentukan porus slip casting yang
disintering dan kemudian disisipi dengan kaca berbasis lantanum,
19
menghasilkan dua interpenetrating continuous networks yaitu a glassy
fase dan infrastruktur kristal. Infrastruktur kristal bisa menjadi alumina
(Al2O3), spinel (MgAl2O4), atau zirkonia-alumina (12 Ce-TZP-Al2O3).
Restorasi yang diproduksi melalui metode ini cenderung memiliki resiko
cacat yang lebih rendah dari pemrosesan dan memiliki kekuatan yang
lebih besar dari porselen feldspathic konvensional (Gregg A. Helvey,
DDS, 2013).
c. Hot-Pressed Ceramic
Teknik hot-pressed diperkenalkan pada akhir 1980-an dan mengizinkan
teknisi gigi untuk membuat restorasi dengan wax. Teknik yang umum
digunakan adalah waxing restorasi untuk kontur penuh dan penekanan
panas (hot pressed) untuk menghasilkan restorasi seperti pada gambar 1.
Kemudian dilanjutkan dengan pemotongan area incisalnya untuk membuat
mamelon seperti terlihat pada gambar 2. (Gregg A. Helvey, DDS, 2013).
Gambar 1. Hot Pressed Ceramic
20
Gambar 2. Pembuatan mamelon dengan proses cutting
d. Glass CAD (Computer Aided Designing) - CAM (Computer Aided
Machining)
Teknik ini diperkenalkan oleh Mormann dan Brandest pada tahun 1989
dengan memperkenalkan CAD/CAM sistem-Cerecsatu untuk
memproduksi inlay ceramic dengan bantuan komputer (Schmidseder,
2000). CAD/CAM system - Cerecsatu bekerja berdasarkan tampilan optik.
Preparasi ditampilkan pada layar. Inlay dirancang dengan bantuan
trackball yang memungkinkan inlay ditampilkan pada layar (Schmidseder,
2000). Cara kerja teknik CAD/CAM, yaitu:
• Sebuah kamera infra merah intraoral mengambil gambar yang
telah dipreparasi pada gigi yang berdekatan yang akan
ditampilkan pada monitor untuk inspeksi dan modifikasi
(Anusavice, 2004).
• Gambar tiga dimensi dari gambar restorasi akan dipindahkan
ke milling unit (CAM unit) oleh komputer dalam bentuk data
dan restorasi dibentuk sesuai dengan data (Hussain, 2004).
21
2.4.4 Berdasarkan Temperatur Firing
Berdasarkan temperatur firing (Suhu Pembakaran), dental ceramic
dibagi menjadi:
a. High fusing, digunakan untuk elemen gigi tiruan. High fusing
memiliki strength (kekuatan) maksimal, tidak dapat larut,
translusensi dan dapat menjaga keakuratan bentuk dalam proses
firing yang berulang.
b. Medium fusing, digunakan untuk elemen gigi tiruan.
c. Low fusing, digunakan untuk pembuatan crown dan bridge.
d. Ultra low fusing, digunakan untuk logam campur titanium serta
untuk pembuatan crown dan bridge (Anusavice, 2004).
Tabel 3. Temperatur Firing Dental Ceramic
Philip’s Craig’s
High Fusing 1300oC 1315-1370oC
Medium Fusing 1101-1300oC 1090-1260oC
Low Fusing 850-1100oC 870-1065oC
Ultra Low
Fusing
<850oC
<870oC
2.4.5 Berdasarkan Mikrostruktur
Pada tingkat mikrostruktur, kita dapat mendefinisikan dental ceramic
dengan sifat komposisi bahan yaitu rasio glass-to-kristal. Dimana pada bahan
terdapat variabilitas tak terbatas dari mikro struktur bahan tersebut, mereka
dapat dibagi menjadi empat kategori komposisi dasar, yaitu:
22
a. Komposisi kategori 1 - kaca berbasis sistem (Berbahan silika)
Kaca berbasis sistem ini terbuat dari bahan-bahan yang mengandung
silikon dioksida atau dikenal sebagai silika atau kuarsa yang mengandung
berbagai jumlah alumina. Alumina silikat biasanya ditemukan di alam, dimana
merupakan suatu bahan yang mengandung berbagai jumlah kalium, natrium
dan potassium yang biasa dikenal sebagai feldspar. Pada temperatur
pembakaran normal bagi peleburan, porcelain bertindak sebagai suatu matriks
yang mengikat kristal kristal kaolin yang kecil dan bentuknya tidak beraturan.
Bahan ini jika dibakar akan meleleh menjadi bahan yang bening seperti gelas
yang membentuk matriks atau sebagai pengikat bagi kaolin dan quartz. Fungsi
feldspar adalah sebagai permukaan lapisan kaca dan juga sebagai matriks pada
dental ceramic. Feldspar dimodifikasi dalam berbagai cara untuk membuat
kaca yang digunakan dalam kedokteran gigi. Bentuk sintetis dari kaca alumina
silikat juga diproduksi untuk pembuatan dental ceramic (Sembiring, 2006).
b. Komposisi kategori 2 - kaca berbasis sistem (Berbahan silika dengan
kristal sebagai bahan pengisiannya)
Kategori ini memiliki rentang yang sangat besar dari rasio kaca kristal dan
jenis kristal yang begitu banyak sehingga kategori ini dapat dibagi menjadi
tiga kelompok. Komposisi kaca pada dasarnya sama dengan kategori kaca
murni. Perbedaannya terdapat pada jumlah yang bervariasi dari berbagai jenis
23
kristal baik setelah ditambahkan atau pada saat ditambahkan dalam kaca
matriks. Jenis kristal dalam kategori ini, yaitu leucite, lithium disilikat atau
fluoroapatite (Arvindshenov, 2010).
Gambar 3 Dental Ceramic Berdasarkan Mikrostruktur Berbahan Alumina
c. Komposisi kategori 3 - kristal berbasis sistem dengan pengisi kaca
(Berbahan alumina)
Pada kategori ini, kaca disusupi dan sebagian alumina dipanaskan. Kaca
kristal pada kategori ini diperkenalkan pada tahun 1988 dan dipasarkan
dengan nama In-Seram (In-Seram Spinell, In-Seram Alumina, dan In-Seram
Zirconia). Kristal kategori ini dikembangkan sebagai alternatif untuk
pembuatan metal ceramic konvensional dan telah menghasilkan keberhasilan
klinis yang besar (Arvindshenov, 2010).
d. Komposisi kategori 4 - polikristalin padatan (Berbahan alumina dan
zirkonia)
Kategori ini memiliki sifat bahan solid disinter atau dapat dipanaskan
yang bertujuan untuk memperbaiki struktur atau kualitas bahan pada material
yaitu alumina dan zirconia. Keramik monophase pada kategori ini merupakan
bahan yang dibentuk dari kristal yang dipanaskan langsung bersama-sama
tanpa matriks intervensi, bertujuan untuk mengeluarkan udara pada proses
pembuatan bahan dan memperbaiki struktur bahan, polikristalin
(Arvindshenov, 2010).
2.4.6 Berdasarkan Translusensi
Translusensi merupakan karakteristik penting pada dental ceramic.
Keopakan translusensi pada bagian email dan dentin dari dental ceramic yaitu
berbeda. Dental ceramic yang opak memiliki translusensi yang sangat rendah
sehingga dapat menutupi koping logam. Ukuran translusensi bagian dentin
24
dental ceramic berkisar antara 18% - 38%. Bagian email dari dental ceramic
memiliki ukuran translusensi paling tinggi, berkisar antara 45%-50%
(Arvindshenov, 2010).
2.4.7 Klasifikasi Berdasarkan Ketahanan Terhadap Fraktur
Sebuah cara kuantitatif untuk mengekspresikan resistensi ceramic
terhadap fraktur ketika terjadi keretakan disebut sebagai fracture toughness,
yang merupakan kemampuan untuk menahan pertumbuhan keretakan. Jika
suatu material memiliki nilai fracture toughness yang besar, mungkin akan
mengalami ductile fracture. Brittle fracture merupakan karakteristik dari
material dengan nilai ketangguhan patah yang rendah. Kekuatan lentur
(modulus of rupture atau bend strength) didefinisikan sebagai kemampuan
bahan untuk menahan deformasi di bawah beban. Kekuatan lentur merupakan
tegangan tertinggi yang dialami dalam material pada saat pecah. Sebagai
contoh, nilai kekuatan lentur zirconia yang dilaporkan berkisar antara 900
MPa dan 1.100 MPa, dan fraktur telah dilaporkan antara 8 MPa dan 10 Mpa
(Gregg, 2014).
2.4.8 Klasifikasi Berdasarkan Berdasarkan Kemampuan Untuk
Mengabrasi
Restorasi ceramic telah diketahui menyebabkan keausan enamel dari
gigi antagonisnya. Sifat abrasif dental ceramic utamanya ditentukan oleh
kehalusan material. Supaya terjadi prosedur abrasi, harus ada gesekan yang
dikembangkan dengan cara saling mengunci secara mekanis antara kedua
benda yang abrasif. Low fusing porcelain dikembangkan untuk
menggabungkan partikel leucite yang lebih halus dalam konsentrasi yang
lebih rendah dengan tujuan menurunkan sifat abrasif permukaan ceramic
(Gregg, 2014).
Saat pengukuran kekerasan permukaan dilakukan, pengklasifikasian
25
ceramic secara detail berdasarkan tingkat abrasifnya dapat menimbulkan
masalah. Salah satu keadaan yang berpengaruh adalah kekasaran permukaan
setelah fabrikasi dan jenis proses finishing (hanya dilakukan glazing atau
glazing dengan polishing). Keadaan lainnya adalah mengukur kekasaran
permukaan setelah penyesuaian dilakukan secara intraoral (Gregg, 2014).
Heintze dan rekannya mengevaluasi 20 studi in-vitro dimana gigi
antagonis menggunakan bahan yang sama. Mereka menemukan bahwa
hasilnya tidak konsisten, terutama karena parameter uji sangat berbeda.
Parameter uji berbeda dalam jumlah gaya, jumlah siklus, frekuensi siklus, dan
jumlah spesimen (Gregg, 2014).
3.1 Simpulan
BAB III
PENUTUP
Keramik adalah senyawa unsur logam (aluminium, kalsium, litium,
magnesium, kalium, natrium, timah, titanium, zirkonium) dan unsur
bukan logam (silikon, fluor, boron, oksigen).
Awal sejarah dari dental ceramic dalam dunia kedokteran gigi
pertama kali dipatenkan pada 1789 oleh de Chemant, seorang dokter gigi
Prancis yang bekerja sama dengan Duchateau dan seiring berkembangnya
zaman ditemukan aluminous porcelain crowns dan durable metal-
ceramic crowns sehingga terjadinya peningkatan komposisi dan metode
pembuatan inti dental ceramic telah meningkatkan kemampuan untuk
membuat fracture-resistant crowns yang lebih baik dan terbuat dari
dental ceramic seluruhnya.
Beberapa jenis klasifikasi dental ceramic terdapat beberapa jenis
yang pertama klasifikasi berdasarkan penggunaan atau indikasi,
komposisinya, metode pengolahan (processing methode), suhu
pengolahan, struktur mikro, translusensi, ketahanan terhadap fraktur, dan
kemampuan untuk mengabrasi.
3.2 Saran
Saran yang dapat kami berikan adalah sebagai mahasiswa
kedokteran gigi sebaiknya agar mengetahui lebih mendalam mengenai
penggunaan, komposisi, metode dan suhu pengolahan, struktur mikro,
translusensi, ketahanan terhadap mengaplikasikan dental ceramic dengan
baik dan tetap memperhatikan factor seperti biaya,target kalangan pasien
dan tempat lingkungan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Anusavice KJ. 1996. Phillips’ Science of Dental Materials. 10th ed. Philadelphia,
PA: WB saunders
Arvindshenoy, Nina shenoy.Dental keramik. J ConsERV Dent 2010 OctDec, 13
(4) 195-203. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3010023/
Asgar K. 1998. Casting metals in dentistry: past-present-future. Adv Dent
Res.;2(1):33-43.
Datla, Srinivasa Raju; Alla, Rama Krishna; Alluri,Venkata Ramaraju; Babu,
Jithendra; dan Konakanchi,Anusha.Dental ceramic: Part II – Recent
Advances in Dental ceramic. 2015. American Journal of Materials
Engineering and Technology Vol. 3, No. 2, hh. 19-26. [Diakses pada 10
Meni 2019]. Tersedia di:
https://www.researchgate.net/publication/275465809_Dental_Ceramic_Pa
rt_II_-_Recent_Advances_in_Dental_Ceramic
Gregg A. Helvey, DDS, 2013. Classification of Dental Ceramic „An
understanding of dental ceramic classifications enables the clinician
toprovide the optimum in strength and esthetics‟ [Diakses pada tanggal 10
Mei 2019] Tersedia di :
https://www.researchgate.net/publication/292150812
Helvey, G.A., 2013. Classification of dental ceramics. Inside Continuing
Education, 13, pp.62-8.
Hussain S. Textbook of Dental Materials. New Delhi: Jaypee Brothers
MedicalPublishers, 2004: 198-199.
Kenneth J, Anusavice,PhD, DMD. 2012. Dental ceramicIn Phillips Science of
Dental Materials Edisi ke-12. Florida: Saunders.
Leinfelder KF, Kurdziolek SM. 2004. Contemporary CAD/CAM technologies:
the evolution of restorative systems. Pract Proced Aesthet Dent;16(3):224-
231.
Manappallil JJ, George A, Kumar GV,et al. Basic Dental Materials. India: Jaypee
Brothers Medical Publishers, 1998: 331
Marquardt P, Strub JR. 2006. Survival rates of IPS Empress 2 all-ceramic crowns
and fixed partial dentures: results of a 5-year prospective clinical study.
Quintessence Int;37(4):253-259.
Mc Cabe JF, Walls AWG. Applied Dental Materials. 9th ed. Oxford: Blackwell
Publishing, 2008: 89-99
Rosenstiel SF, Land MF, dan Fujimoto J. 2006.Comperorary Fixed
Prosthodontics Edisi ke-4. St. loius: Mosby Inc.
Sembiring.“Bahan Ajar Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran Gigi”. Medan.
USU Press, 2006:181
Shenoy, A. and Shenoy, N., 2010. Dental ceramics: An update. Journal of
conservative dentistry: JCD, 13(4), p.195.