KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

28
KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC Oleh : drg. I Gusti Agung Sri Pradnyani, M.Biomed PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI DAN PROFESI DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2019

Transcript of KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

Page 1: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

Oleh :

drg. I Gusti Agung Sri Pradnyani, M.Biomed

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI

DAN PROFESI DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2019

Page 2: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas

karunia-Nya kami dapat menyusun karya tulis ini ini. Karya tulis ini megenai

studi pustaka dengan Judul Klasifikasi Dental Ceramic.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini belum sempurna seperti yang

diharapkan dikarenakan keterbatasan kemampuan dan keilmuan yang kami miliki.

Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang

bersifat membangun demi kebaikan karya tulis ini.

Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi

pembaca pada umumnya. Terima Kasih.

Denpasar, Maret 2019

Penulis

ii

Page 3: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................ ii

DAFTAR ISI ........................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. iv

DAFTAR TABEL ................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 2

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................... 2

1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................. 2

BAB II ISI

2.1 Pengertian Dental Ceramic ............................................................... 3

2.2 Sejarah Dental Ceramic .................................................................... 3

2.3 Sifat Dental Ceramic ........................................................................ 5

2.4 Klasifikasi Dental Ceramic ............................................................... 7

2.4.1 Klasifikasi Berdasarkan Penggunaan atau Indikasi ................. 7

2.4.2 Klasifikasi Berdasarkan Komposisinya ................................... 8

2.4.3 Klasifikasi Berdasarkan Metode Pengolahan .......................... 9

2.4.4 Klasifikasi Berdasarkan Temperatur Firing ............................. 12

2.4.5 Klasifikasi Berdasarkan Struktur Mikro .................................. 12

2.4.6 Klasifikasi Berdasarkan Translusensi ...................................... 14

2.4.7 Klasifikasi Berdasarkan Ketahan Terhadap Fraktur ................ 14

2.4.8 Klasifikasi Berdasarkan Kemampuan Untuk Mengabrasi ....... 15

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan ........................................................................................... 17

3.2 Saran ................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iii

Page 4: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hot Pressed Ceramic .......................................................................... 11

Gambar 2. Pembuatan mamelon dengan proses cutting ....................................... 11

Gambar 3. Dental Ceramic Berdasarkan Mikrostruktur Berbahan Alumina ....... 13

iv

Page 5: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sifat mekanis dan fisik dari dental ceramic ............................................ 7

Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan komposisi dental ceramic ................................ 9

Tabel 3. Temperatur Firing Dental Ceramic ........................................................ 12

v

Page 6: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

1.1 Latar Belakang

BAB I

PENDAHULUAN

Pada kedokteran gigi, terdapat empat kelas utama bahan yang biasa digunakan

untuk rekonstruksi gigi dengan kerusakan maupun hilang yaitu logam, polimer,

komposit, dan ceramic (Datla, Alla, Alluri, Babu, dan Konakanchi, 2015).

Ceramic berasal dari bahasa Yunani yaitu “keramos” yang secara harafiah berarti

“barang yang dibaka”. Ceramic ini merupakan bahan bumi yang dihasilkan

melalui pembakaran, dikenal paling canggih sejak zaman batu (lebih dari 10.000

tahun yang lalu) dan tetap mempertahankan peran pentingnya dalam komunitas

manusia sejak saat diperkenalkan (Rosenstiel, Land, dan Fujimoto, 2006).

Ceramic biasanya bersifat silikat dan dapat didefinisikan sebagai kombinasi

dari satu atau lebih logam dengan bahan non logam seperti oksigen. Pada

kedokteran gigi, ceramic banyak digunakan untuk membuat gigi tiruan, crown,

bridge, abutment, implan, maupun veneer (Datla, Alla, Alluri, Babu, dan

Konakanchi, 2015). Ceramic dipilih karena sifat biokompatibilitasnya, stabilitas

warna jangka panjang, ketahanannya terhadap bahan kimia, ketahanannya

terhadap keausan, dan kemampuannya untuk dibentuk menjadi bentuk yang tepat

meskipun membutuhkan peralatan yang mahal dan pelatihan khusus untuk teknisi

lab (Kenneth dan Anusavice, 2012).

Pada bidang kedokteran gigi, terdapat beberapa bahan restoratif seperti

amalgam, komposit dan juga dental cement yang bisa digunakan juga sebagai

material restorasi. Semua bahan tersebut telah digunakan dan menghasilkan

restorasi yang baik, namun masih dianggap tidak layak untuk bahan restorasi

multi unit. Hal tersebut yang mendasari perkembangan meterial ceramic dibidang

kedokteran gigi. Bidang ilmu dental ceramic telah mengalami perkembangan

yang pesat tiga dekade terakhir. Selain itu, terdapat peningkatan permintaan untuk

Page 7: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

mengembangkan material restoratif sewarna gigi sehingga meningkatkan

permintaan material restorasi berbahan ceramic (Kenneth dan Anusavice, 2012).

Berkaitan dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk membahas lebih

mendalam mengenai dental ceramic, sejarah dari dental ceramic, sifat dari dental

ceramic dan berbagai klasifikasi dari dental ceramic sehingga nantinya dapat

Page 8: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

mempermudah dokter gigi untuk menentukan material ceramic yang sesuai untuk

digunakan pada kasus tertentu. Kami berharap makalah yang kami susun dapat

memberikan infomasi yang lebih mendapat mengenai dental ceramic dan

nantinya dapat mengaplikasikannya dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa pengertian dari dental ceramic?

1.2.2 Bagaimana sejarah dental ceramic?

1.2.3 Bagaimana sifat dari dental ceramic?

1.2.4 Bagaimana klasifikasi dari dental ceramic?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dan sifat dari dental ceramic

1.3.2 Untuk mengetahui sejarah dari dental ceramic

1.3.3 Untuk mengetahui sifat dari dental ceramic

1.3.4 Untuk mengetahui klasifikasi dari dental ceramic

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat bagi pembaca agar mengetahui lebih mendalam mengenai

penggunaan, komposisi, metode dan suhu pengolahan, struktur mikro,

translusensi, ketahanan terhadap fraktur, dan kemampuan mengabrasi

dari dental ceramic sehingga dapat mengaplikasikan dental ceramic

dengan baik.

Page 9: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC
Page 10: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

10

BAB 2

ISI

2.1 Pengertian Dental Ceramic

Istilah ceramic dan porselen sering digunakan dalam kedokteran gigi. Ceramic

berasal dari istilah Yunani “keramos” yang mengacu pada kemampuan seseorang

untuk memanaskan tanah liat untuk membentuk tembikar. Sedanglan kata

porselen ditemukan oleh Marco Polo pada abad ke-13 dari bahasa Italia

“porcellana” atau cowrie shell. Marco Polo menggambarkan cowrie shell untuk

mendeskripsikan porselen Cina karena memiliki kekuatan dan kekerasan yang

sama dengan tetap tipis dan tembus cahaya. Ceramic adalah senyawa yang

terbentuk dari unsur logam (aluminium, kalsium, litium, magnesium, kalium,

natrium, timah, titanium, zirkonium) dan unsur non logam (silikon, fluor, boron,

oksigen). Sedangkan porselen adalah keramik yang terdiri dari dari fase matriks

gelas dan satu atau lebih fase kristal, contohnya seperti leucite. Semua porselen

adalah ceramic, tetapi tidak semua ceramic merupakan porselen. Contohnya,

mahkota all-zirconia. Mahkota all-zirconia dirujuk sebagai ceramic berkekuatan

tinggi yang tidak memiliki matriks kaca, sehingga all-zirconia bukan merupakan

porselen (Halvey, 2013).

2.1 Sejarah Dental Ceramic

Dental ceramic memegang peranan yang penting dalam dunia kedokteran

gigi. Bahan porselen gigi pertama kali dipatenkan pada 1789 oleh de Chemant,

seorang dokter gigi Prancis yang bekerja sama dengan Duchateau, seorang

apoteker. Namun bahan tersebut tidak digunakan untuk membuat gigi individual

dikarenakan pada saat itu belum ada cara yang efektif untuk merekatkan gigi ke

bahan dasar gigi tiruan (Taylor, 1922). Pada tahun 1889, Charles H. Land

mematenkan all porcelain “jacket” crown yang kemudian diperkenalkan pada

tahun 1903. Prosedurnya dilakukan dengan menutup bagian gigi yang hilang

Page 11: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

11

dengan cover porselen. Restorasi digunakan secara luas setelah dilakukan

perbaikan oleh E.B. Spaulding dan dipublikasikan oleh W. Capon. Meskipun

masih terdapat kekurangan seperti internal microcracking, porcelain “jacket”

crown ini tetap digunakan hingga tahun 1950-an (Anusavice,1996).

Untuk mengurangi risiko internal microcracking selama fase pendinginan

fabrikasi, porcelain-fused-to-metal crown dikembangkan pada akhir 1950-an oleh

Abraham Weinstein. Ikatan antara logam dan porselen mencegah terbentuknya

keretakan. Meskipun demikian, penambahan lapisan logam mengurangi estetika

restorasi ini (Asgar,1998). Porselen komersial pertama dikembangkan oleh VITA

Zahnfabrik pada sekitar 1963. Meskipun produk porselen VITA pertama kali

dikenal karena sifat estetika mereka, namun setelah diperkenalkan porselen

Ceramco yang lebih fleksibel dan menghasilkan sifat ekspansi termal yang

memungkinkan porselen ini digunakan secara aman dengan berbagai jenis alloy.

Pada tahun 1965, W. McLean dan T.H. Hughes mengembangkan versi baru dari

porcelain jacket crown dengan inti porselen alumina yang mengandung 40%

hingga 50% kristal alumina. Meskipun memiliki dua kali kekuatan dari porcelain

jacket crown tradisional, bahan ini hanya dapat digunakan di wilayah anterior saja

dikarenakan kekuatannya yang lebih rendah (Leinfelder dan Kurdziolek,2004).

Sejak diperkenalkannya aluminous porcelain crowns dan durable metal-ceramic

crowns, peningkatan komposisi dan metode pembuatan inti dental ceramic telah

meningkatkan kemampuan untuk membuat fracture-resistant crowns yang lebih

baik dan terbuat dari dental ceramic seluruhnya (Anusavice, 1996).

Perkembangan signifikan dalam hal sifat metal-ceramic, desain, dan performa

seperti opalescence, specialized internal staining techniques, greening-resistant

porcelains, porcelain-butt-joint margins, dan shoulder porcelains, telah

meningkatkan penampilan keseluruhan dan ketahanan klinis dari bahan dental

Page 12: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

12

ceramic. Perbaikan dalam komposisi keramik ini dan metode pembentukan inti

dari all ceramic crown and bridges telah meningkatkan kemampuan untuk

menghasilkan all ceramic crown yang lebih akurat dan tahan fraktur. Adapun

pengembangan less abrasive veneering ceramics sudah semakin maju. Ultraflow-

fusing ceramics atau yang biasa disebut dengan low-fusing ceramics sudah

diperkenalkan dengan menggunakan veneering glass. Bahan ini diklaim lebih

ramah terhadap enamel gigi karena mereka didominasi glass-phase material dan

mengandung partikel kristal yang sangat kecil (Anusavice, 1996). Saat ini,

produsen dental material semakin menyukai bahan-bahan all-ceramic restorative

dentistry (Marquardt dan Strub, 2006).

2.2 Sifat Dental Ceramic

Dental Ceramic memiliki beberapa sifat yang menunjang kegunaannya

sebagai bahan kedokteran gigi. Adapun beberapa sifat tersebut ialah :

1. Sifat kimia

Adhesi restorasi keramik dengan gigi asli juga memainkan peran

penting dalam daya tahan restorasi. Keberhasilan dari restorasi juga

bergantung pada agen luting dan teknik sementasi. Glass Ionomer cement

dan resin cement merupakan bahan yang paling umum digunakan sebagai

luting agent dari keramik. Perubahan kimia pada permukaan keramik

dapat dilakukan dengan mengetsa permukaan untuk meningkatkan retensi

mekanis dari perekat atau dengan mengubah afinitas permukaan keramik

dengan bahan bonding/adhesive material (Datla, Alla, Alluri, Babu, dan

Konakanchi, 2015).

2. Sifat mekanis

Sifat mekanis berhubungan dengan kemampuan suatu bahan untuk

menahan tekanan yang diberikan pada saat digunakan maupun dalam

proses pembuatannya. Adapun sifat mekanis dari ceramic adalah:

Page 13: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

13

a. Strength

Strength adalah tekanan maksimum yang dapat diterima suatu

benda pada saat benda itu patah atau rusak total, hal ini juga dapat

disebut sebagai Ultimate strength. Bila benda tersebut mendapatkan

tekanan sebelum putus oleh karena suatu tension disebut sebagai

Ultimate Tensile Strength, sedangkan bila mendapatkan tekanan

sebelum hancur di bawah tekanan tersebut maka disebut sebagai

Ultimate Compressive Strength. Dental ceramic umumnya memiliki

ketahanan yang baik terhadap tekanan compressive, namun buruk

terhadap tekanan tensile dan shear (Datla, Alla, Alluri, Babu, dan

Konakanchi, 2015).

b. Shrinkage

Penyebab shrinkage selama pembakaran adalah adanya hambatan

pada saat kondensasi. Makin sedikit air yang tinggal sewaktu

pembakaran dimulai, maka semakin sedikit terjadi shrinkage. Selama

proses pembakaran, ceramic gigi akan mengalami penyusutan

sebanyak 30%-40% dari volume awal. Oleh karena itu, mahkota

ceramic harus dibuat lebih besar dari ukuran sebelum pembakaran

(Datla, Alla, Alluri, Babu, dan Konakanchi, 2015).

c. Hardness

Hardness atau kekerasan bahan ceramic dapat diartikan sebagai

suatu karekteristik yang dihubungkan dengan kemampuan bahan

tersebut untuk bertahan terhadap penetrasi pada permukaan yang dapat

menyebabkan retak atau fraktur serta abrasi akibat aliran yang plastis.

Kekerasan permukaan keramik sangat tinggi sehingga bahan ini dapat

mengikis gigi alami atau gigi buatan antagonis. Selain itu, pengerasan

permukaan yang berlebihan harus dihindari karena dapat menyebabkan

Page 14: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

14

keretakan restorasi (Datla, Alla, Alluri, Babu, dan Konakanchi, 2015).

3. Sifat fisik

Sifat fisik ceramic merupakan sifat yang berhubungan dengan sifat-

sifat material yang ada dalam ceramic tersebut. Berikut ini merupakan

sifat fisis dari keramik, yaitu :

a. Ekspansi Termal

Ekspansi termal merupakan kemampuan suatu bahan untuk

ekspansi atau memuai bila dipanaskan atau menyusut bila bila

didinginkan. Keramik merupakan isolator termal yang baik dan

koefisien ekspansi termalnya hampir mendekati gigi asli (Datla, Alla,

Alluri, Babu, dan Konakanchi, 2015).

b. Warna

Translusensi merupakan karakteristik penting pada ceramic gigi.

Ceramic gigi yang opak memiliki translusensi yang sangat rendah

sehingga dapat menutupi koping logam. Ukuran translusensi bagian

dentin dari ceramic gigi berkisar antara 18%-38%. Bagian email dari

ceramic gigi memiliki ukuran translusensi paling tinggi , berkisar

antara 45%-50% (Datla, Alla, Alluri, Babu, dan Konakanchi, 2015).

Tabel 1. Sifat mekanis dan fisik dari dental ceramic.

Compressive Strength 330 MPa

Diametral tensile Strength 34 MPa

Transverse Strength 62-90 MPa

Shear Strength 110 MPa

MOE 69 MPa

Surface Hardness 460 KHN

Thermal Conductivity 0.0030 Cal/Sec/cm2

Page 15: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

15

Thermal Diffusivity 0.64 mm2/sec

Coefficient of Thermal

expansion

12 x 10-6/oC

i.

4. Sifat biologis

1. Biokompatibilitas

Biokompatibilitas dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan

dapat bertahan terhadap korosi, perubahan selama pemakaian serta

tidak menimbulkan reaksi penolakan terhadap jaringan tubuh. Ceramic

dapat beradaptasi dengan baik terhadap perubahan temperatur mulut,

tidak larut dalam saliva, dan tidak mengiritasi jaringan mulut. Ceramic

menunjukkan biokompabilitas yang baik dengan jaringan lunak rongga

mulut (Datla, Alla, Alluri, Babu, dan Konakanchi, 2015).

b. Klasifikasi Dental Ceramic

2.4.1 Klasifikasi Berdasarkan Penggunaan Atau Indikasi

Menurut Manappallil pada tahun 1998 menjelaskan bahwa

klasifikasi berdasarkan penggunaan atau indikasi dibedakan menjadi :

1. Inlay dan onlay

2. Laminasi estetik (veneer)

3. Mahkota tunggal (all ceramic)

4. Jangka pendek dan panjang (all ceramic) FPD

5. Sebagai veneer untuk mahkota dan jembatan logam cor (logam

keramik)

6. Gigi tiruan (untuk gigi tiruan lengkap dan gigi tiruan sebagian)

7. Ceramic post and cores

8. Bahan ortodontik ceramic.

Page 16: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

16

2.4.2 Klasifikasi Berdasarkan Komposisi

Klasifikasi dental ceramic berdasarkan komposisinya dapat dibagi

menjadi 3 yaitu dental ceramic yang dominan dari kaca, dental ceramic

yang terdapat bahan pengisi (particle-filled glass), dan yang tediri dari

polikristalin (Helvey, 2013).

Dental Ceramic yang dominan kaca terbuat dari bahan yang

mengandung silikon dioksida atau dikenal sebagai silika atau kuarsa yang

mengandung berbagai jumlah alumina. Aluminosilikat yang ditemukan di

alam mengandung beragam kalium dan natrium yang dikenal sebagai

feldspars. Feldspars dimodifikasi dengan berbagai cara untuk membuat kaca

yang digunakan dalam kedokteran gigi. Bentuk sintetik dari kaca

aluminasilikatif yang dibuat untuk dental cereamic yang sebagian besar

tersusun dari glass memiliki sifat estetika yang tinggi (Shenoy dan Shenoy,

2010).

Sedangkan dental ceramic yang ditambahkan bahan pengisi

(particle-filled glass) memiliki sifat yang dapat menghasilkan warna yang

lebih menyerupai enamel dan dentin alami. Secara umum, semakin banyak

partikel pengisi yang ditambahkan ke dental ceramic. Namun semakin besar

peningkatan sifat mekaniknya, akan tetapi hal tersebut dapat mengakibatkan

semakin besar penurunan sifat estetika (Helvey, 2013).

Keramik polikristalin tidak mengandung gelas sama sekali.

Kandungan kristal memberikan bahan keramik ini sifat mekanik yang tinggi,

tetapi umumnya kurang estetik. Polikristalin yang mengandung non glass

ceramic terdiri dari aluminium oksida atau matriks dan filler zirkonium

oksida yang merupakan elemen yang mengubah sifat optik (Helvey, 2013).

Selain diklasifikasikan berdasarkan 3 hal diatas, menurut McCabe JF

tahun 2008 dental ceramic dapat dibagi menjadi

Page 17: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

17

a. High fusing

b. Low fusing dental porcelain.

Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan komposisi dental ceramic

Bahan Komponen (%)

Kaolin Silica Feldspar Glass

High-fusing 4 15 80 0

Low-fusing 0 25 60 15

• Kaolin

Kaolin mirip dengan clay putih. Merupakan aluminium silikat

yang dihidrasi (Al2O3.2SiO2.2H2O). Kaolin berfungsi sebagai

bahan pengikat, memberikan opacity pada massa (McCabe JF,

2008).

• Silika

Silika diperoleh dengan menggiling quartz murni. Silika bertindak

sebagai kerangka yang kuat, memberikan kekuatan dan kekerasan

pada porcelain selama proses fusing. Silika juga membuat

porcelain tidak mengalami perubahan saat pembakaran (McCabe JF,

2008)..

• Feldspar

Merupakan mineral alami dan juga double silikat potassium

dan aluminium K2O.Al2O36SiO2. Feldspar berfungsi sebagai flux,

matriks dan lapisan permukaan. Ketika dicampur dengan metal

oksida dan dibakar pada temperatur yang tinggi, dapat membentuk

Page 18: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

18

fase gelas yang dapat melembut dan bergerak sedikit. Selama

pembakaran, feldspar menyatu dan bertindak sebagai matriks yang

mengikat silica dan kaolin menjadi massa yang solid (McCabe JF,

2008).

2.4.3 Berdasarkan Metode Pengolahan

Klasifikasi dental ceramic berdasarkan metode pengolahan (processing

methode) terdiri dari Powder/Liquid Building, Slip Casting, Hot-Pressed

Ceramic dan Glass CAD (Computer Aided Designing) – CAM (Computer

Aided Machining)

a. Powder/Liquid Building

Mencampur powder dan liquid ceramic adalah metode pemrosesan

secara konvensional. Metode kondensasi ini menggabungkan inti ceramic

atau logam dengan powder dan liquid ceramic menggunakan spatula.

Campuran dikondensasi dengan getaran untuk menghindari adanya udara

yang terjebak di dalamnya. Pada proses tertentu dalam pembuatan ceramic

untuk menghilangkan kelembaban dilakukan proses yang disebut

sintering. Sintering adalah proses pemanasan dari partikel-partiel yang

tersusun rapat untuk memperoleh ikatan antar partikel serta difusi yang

cukup untuk menurunkan daerah permukaan atau kepadatan struktur

(Anusavice, 2004). Proses ini muncul pada temperatur diatas titik

softening dari ceramic dimana sebagian matriks kaca meleleh dan partikel

bubuk bergabung. Teknik ini umumnya digunakan untuk pembuatan

porcelain “jacket” crowns (PJC) dan restorasi veneer (Hussain, 2004).

b. Slip Casting/Glass Infiltration

Metode fabrikasi slip-casting diperkenalkan pada 1990-an. Teknik

pengolahan ini melibatkan pembentukan porus slip casting yang

disintering dan kemudian disisipi dengan kaca berbasis lantanum,

Page 19: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

19

menghasilkan dua interpenetrating continuous networks yaitu a glassy

fase dan infrastruktur kristal. Infrastruktur kristal bisa menjadi alumina

(Al2O3), spinel (MgAl2O4), atau zirkonia-alumina (12 Ce-TZP-Al2O3).

Restorasi yang diproduksi melalui metode ini cenderung memiliki resiko

cacat yang lebih rendah dari pemrosesan dan memiliki kekuatan yang

lebih besar dari porselen feldspathic konvensional (Gregg A. Helvey,

DDS, 2013).

c. Hot-Pressed Ceramic

Teknik hot-pressed diperkenalkan pada akhir 1980-an dan mengizinkan

teknisi gigi untuk membuat restorasi dengan wax. Teknik yang umum

digunakan adalah waxing restorasi untuk kontur penuh dan penekanan

panas (hot pressed) untuk menghasilkan restorasi seperti pada gambar 1.

Kemudian dilanjutkan dengan pemotongan area incisalnya untuk membuat

mamelon seperti terlihat pada gambar 2. (Gregg A. Helvey, DDS, 2013).

Gambar 1. Hot Pressed Ceramic

Page 20: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

20

Gambar 2. Pembuatan mamelon dengan proses cutting

d. Glass CAD (Computer Aided Designing) - CAM (Computer Aided

Machining)

Teknik ini diperkenalkan oleh Mormann dan Brandest pada tahun 1989

dengan memperkenalkan CAD/CAM sistem-Cerecsatu untuk

memproduksi inlay ceramic dengan bantuan komputer (Schmidseder,

2000). CAD/CAM system - Cerecsatu bekerja berdasarkan tampilan optik.

Preparasi ditampilkan pada layar. Inlay dirancang dengan bantuan

trackball yang memungkinkan inlay ditampilkan pada layar (Schmidseder,

2000). Cara kerja teknik CAD/CAM, yaitu:

• Sebuah kamera infra merah intraoral mengambil gambar yang

telah dipreparasi pada gigi yang berdekatan yang akan

ditampilkan pada monitor untuk inspeksi dan modifikasi

(Anusavice, 2004).

• Gambar tiga dimensi dari gambar restorasi akan dipindahkan

ke milling unit (CAM unit) oleh komputer dalam bentuk data

dan restorasi dibentuk sesuai dengan data (Hussain, 2004).

Page 21: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

21

2.4.4 Berdasarkan Temperatur Firing

Berdasarkan temperatur firing (Suhu Pembakaran), dental ceramic

dibagi menjadi:

a. High fusing, digunakan untuk elemen gigi tiruan. High fusing

memiliki strength (kekuatan) maksimal, tidak dapat larut,

translusensi dan dapat menjaga keakuratan bentuk dalam proses

firing yang berulang.

b. Medium fusing, digunakan untuk elemen gigi tiruan.

c. Low fusing, digunakan untuk pembuatan crown dan bridge.

d. Ultra low fusing, digunakan untuk logam campur titanium serta

untuk pembuatan crown dan bridge (Anusavice, 2004).

Tabel 3. Temperatur Firing Dental Ceramic

Philip’s Craig’s

High Fusing 1300oC 1315-1370oC

Medium Fusing 1101-1300oC 1090-1260oC

Low Fusing 850-1100oC 870-1065oC

Ultra Low

Fusing

<850oC

<870oC

2.4.5 Berdasarkan Mikrostruktur

Pada tingkat mikrostruktur, kita dapat mendefinisikan dental ceramic

dengan sifat komposisi bahan yaitu rasio glass-to-kristal. Dimana pada bahan

terdapat variabilitas tak terbatas dari mikro struktur bahan tersebut, mereka

dapat dibagi menjadi empat kategori komposisi dasar, yaitu:

Page 22: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

22

a. Komposisi kategori 1 - kaca berbasis sistem (Berbahan silika)

Kaca berbasis sistem ini terbuat dari bahan-bahan yang mengandung

silikon dioksida atau dikenal sebagai silika atau kuarsa yang mengandung

berbagai jumlah alumina. Alumina silikat biasanya ditemukan di alam, dimana

merupakan suatu bahan yang mengandung berbagai jumlah kalium, natrium

dan potassium yang biasa dikenal sebagai feldspar. Pada temperatur

pembakaran normal bagi peleburan, porcelain bertindak sebagai suatu matriks

yang mengikat kristal kristal kaolin yang kecil dan bentuknya tidak beraturan.

Bahan ini jika dibakar akan meleleh menjadi bahan yang bening seperti gelas

yang membentuk matriks atau sebagai pengikat bagi kaolin dan quartz. Fungsi

feldspar adalah sebagai permukaan lapisan kaca dan juga sebagai matriks pada

dental ceramic. Feldspar dimodifikasi dalam berbagai cara untuk membuat

kaca yang digunakan dalam kedokteran gigi. Bentuk sintetis dari kaca alumina

silikat juga diproduksi untuk pembuatan dental ceramic (Sembiring, 2006).

b. Komposisi kategori 2 - kaca berbasis sistem (Berbahan silika dengan

kristal sebagai bahan pengisiannya)

Kategori ini memiliki rentang yang sangat besar dari rasio kaca kristal dan

jenis kristal yang begitu banyak sehingga kategori ini dapat dibagi menjadi

tiga kelompok. Komposisi kaca pada dasarnya sama dengan kategori kaca

murni. Perbedaannya terdapat pada jumlah yang bervariasi dari berbagai jenis

Page 23: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

23

kristal baik setelah ditambahkan atau pada saat ditambahkan dalam kaca

matriks. Jenis kristal dalam kategori ini, yaitu leucite, lithium disilikat atau

fluoroapatite (Arvindshenov, 2010).

Gambar 3 Dental Ceramic Berdasarkan Mikrostruktur Berbahan Alumina

c. Komposisi kategori 3 - kristal berbasis sistem dengan pengisi kaca

(Berbahan alumina)

Pada kategori ini, kaca disusupi dan sebagian alumina dipanaskan. Kaca

kristal pada kategori ini diperkenalkan pada tahun 1988 dan dipasarkan

dengan nama In-Seram (In-Seram Spinell, In-Seram Alumina, dan In-Seram

Zirconia). Kristal kategori ini dikembangkan sebagai alternatif untuk

pembuatan metal ceramic konvensional dan telah menghasilkan keberhasilan

klinis yang besar (Arvindshenov, 2010).

d. Komposisi kategori 4 - polikristalin padatan (Berbahan alumina dan

zirkonia)

Kategori ini memiliki sifat bahan solid disinter atau dapat dipanaskan

yang bertujuan untuk memperbaiki struktur atau kualitas bahan pada material

yaitu alumina dan zirconia. Keramik monophase pada kategori ini merupakan

bahan yang dibentuk dari kristal yang dipanaskan langsung bersama-sama

tanpa matriks intervensi, bertujuan untuk mengeluarkan udara pada proses

pembuatan bahan dan memperbaiki struktur bahan, polikristalin

(Arvindshenov, 2010).

2.4.6 Berdasarkan Translusensi

Translusensi merupakan karakteristik penting pada dental ceramic.

Keopakan translusensi pada bagian email dan dentin dari dental ceramic yaitu

berbeda. Dental ceramic yang opak memiliki translusensi yang sangat rendah

sehingga dapat menutupi koping logam. Ukuran translusensi bagian dentin

Page 24: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

24

dental ceramic berkisar antara 18% - 38%. Bagian email dari dental ceramic

memiliki ukuran translusensi paling tinggi, berkisar antara 45%-50%

(Arvindshenov, 2010).

2.4.7 Klasifikasi Berdasarkan Ketahanan Terhadap Fraktur

Sebuah cara kuantitatif untuk mengekspresikan resistensi ceramic

terhadap fraktur ketika terjadi keretakan disebut sebagai fracture toughness,

yang merupakan kemampuan untuk menahan pertumbuhan keretakan. Jika

suatu material memiliki nilai fracture toughness yang besar, mungkin akan

mengalami ductile fracture. Brittle fracture merupakan karakteristik dari

material dengan nilai ketangguhan patah yang rendah. Kekuatan lentur

(modulus of rupture atau bend strength) didefinisikan sebagai kemampuan

bahan untuk menahan deformasi di bawah beban. Kekuatan lentur merupakan

tegangan tertinggi yang dialami dalam material pada saat pecah. Sebagai

contoh, nilai kekuatan lentur zirconia yang dilaporkan berkisar antara 900

MPa dan 1.100 MPa, dan fraktur telah dilaporkan antara 8 MPa dan 10 Mpa

(Gregg, 2014).

2.4.8 Klasifikasi Berdasarkan Berdasarkan Kemampuan Untuk

Mengabrasi

Restorasi ceramic telah diketahui menyebabkan keausan enamel dari

gigi antagonisnya. Sifat abrasif dental ceramic utamanya ditentukan oleh

kehalusan material. Supaya terjadi prosedur abrasi, harus ada gesekan yang

dikembangkan dengan cara saling mengunci secara mekanis antara kedua

benda yang abrasif. Low fusing porcelain dikembangkan untuk

menggabungkan partikel leucite yang lebih halus dalam konsentrasi yang

lebih rendah dengan tujuan menurunkan sifat abrasif permukaan ceramic

(Gregg, 2014).

Saat pengukuran kekerasan permukaan dilakukan, pengklasifikasian

Page 25: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

25

ceramic secara detail berdasarkan tingkat abrasifnya dapat menimbulkan

masalah. Salah satu keadaan yang berpengaruh adalah kekasaran permukaan

setelah fabrikasi dan jenis proses finishing (hanya dilakukan glazing atau

glazing dengan polishing). Keadaan lainnya adalah mengukur kekasaran

permukaan setelah penyesuaian dilakukan secara intraoral (Gregg, 2014).

Heintze dan rekannya mengevaluasi 20 studi in-vitro dimana gigi

antagonis menggunakan bahan yang sama. Mereka menemukan bahwa

hasilnya tidak konsisten, terutama karena parameter uji sangat berbeda.

Parameter uji berbeda dalam jumlah gaya, jumlah siklus, frekuensi siklus, dan

jumlah spesimen (Gregg, 2014).

Page 26: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

3.1 Simpulan

BAB III

PENUTUP

Keramik adalah senyawa unsur logam (aluminium, kalsium, litium,

magnesium, kalium, natrium, timah, titanium, zirkonium) dan unsur

bukan logam (silikon, fluor, boron, oksigen).

Awal sejarah dari dental ceramic dalam dunia kedokteran gigi

pertama kali dipatenkan pada 1789 oleh de Chemant, seorang dokter gigi

Prancis yang bekerja sama dengan Duchateau dan seiring berkembangnya

zaman ditemukan aluminous porcelain crowns dan durable metal-

ceramic crowns sehingga terjadinya peningkatan komposisi dan metode

pembuatan inti dental ceramic telah meningkatkan kemampuan untuk

membuat fracture-resistant crowns yang lebih baik dan terbuat dari

dental ceramic seluruhnya.

Beberapa jenis klasifikasi dental ceramic terdapat beberapa jenis

yang pertama klasifikasi berdasarkan penggunaan atau indikasi,

komposisinya, metode pengolahan (processing methode), suhu

pengolahan, struktur mikro, translusensi, ketahanan terhadap fraktur, dan

kemampuan untuk mengabrasi.

3.2 Saran

Saran yang dapat kami berikan adalah sebagai mahasiswa

kedokteran gigi sebaiknya agar mengetahui lebih mendalam mengenai

penggunaan, komposisi, metode dan suhu pengolahan, struktur mikro,

translusensi, ketahanan terhadap mengaplikasikan dental ceramic dengan

baik dan tetap memperhatikan factor seperti biaya,target kalangan pasien

dan tempat lingkungan kerja.

Page 27: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

DAFTAR PUSTAKA

Anusavice KJ. 1996. Phillips’ Science of Dental Materials. 10th ed. Philadelphia,

PA: WB saunders

Arvindshenoy, Nina shenoy.Dental keramik. J ConsERV Dent 2010 OctDec, 13

(4) 195-203. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3010023/

Asgar K. 1998. Casting metals in dentistry: past-present-future. Adv Dent

Res.;2(1):33-43.

Datla, Srinivasa Raju; Alla, Rama Krishna; Alluri,Venkata Ramaraju; Babu,

Jithendra; dan Konakanchi,Anusha.Dental ceramic: Part II – Recent

Advances in Dental ceramic. 2015. American Journal of Materials

Engineering and Technology Vol. 3, No. 2, hh. 19-26. [Diakses pada 10

Meni 2019]. Tersedia di:

https://www.researchgate.net/publication/275465809_Dental_Ceramic_Pa

rt_II_-_Recent_Advances_in_Dental_Ceramic

Gregg A. Helvey, DDS, 2013. Classification of Dental Ceramic „An

understanding of dental ceramic classifications enables the clinician

toprovide the optimum in strength and esthetics‟ [Diakses pada tanggal 10

Mei 2019] Tersedia di :

https://www.researchgate.net/publication/292150812

Helvey, G.A., 2013. Classification of dental ceramics. Inside Continuing

Education, 13, pp.62-8.

Hussain S. Textbook of Dental Materials. New Delhi: Jaypee Brothers

MedicalPublishers, 2004: 198-199.

Kenneth J, Anusavice,PhD, DMD. 2012. Dental ceramicIn Phillips Science of

Dental Materials Edisi ke-12. Florida: Saunders.

Leinfelder KF, Kurdziolek SM. 2004. Contemporary CAD/CAM technologies:

the evolution of restorative systems. Pract Proced Aesthet Dent;16(3):224-

231.

Manappallil JJ, George A, Kumar GV,et al. Basic Dental Materials. India: Jaypee

Brothers Medical Publishers, 1998: 331

Page 28: KLASIFIKASI DENTAL CERAMIC

Marquardt P, Strub JR. 2006. Survival rates of IPS Empress 2 all-ceramic crowns

and fixed partial dentures: results of a 5-year prospective clinical study.

Quintessence Int;37(4):253-259.

Mc Cabe JF, Walls AWG. Applied Dental Materials. 9th ed. Oxford: Blackwell

Publishing, 2008: 89-99

Rosenstiel SF, Land MF, dan Fujimoto J. 2006.Comperorary Fixed

Prosthodontics Edisi ke-4. St. loius: Mosby Inc.

Sembiring.“Bahan Ajar Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran Gigi”. Medan.

USU Press, 2006:181

Shenoy, A. and Shenoy, N., 2010. Dental ceramics: An update. Journal of

conservative dentistry: JCD, 13(4), p.195.