klasifikasi anemia.docx
-
Upload
adi-pratama-siregar -
Category
Documents
-
view
98 -
download
0
Transcript of klasifikasi anemia.docx
ANEMIA
Hematopoiesis, merupakan suatu produksi dari sel-sel stem (induk) yang non defesiensi
menjadi eritrosit, platelet dan leukosit yang bersirkulasi. Perangkat hematopoietik terutama
berada di sumsum tulang dan memerlukan pasokan nutrisi seperti zat besi, vitamin B12, dan folic
acid serta adanya faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik, protein – protein yang mengatur
penyebaran dan defesiensi sel-sel hematopoietik. Pasokan yang tidak cukup dari nutrisi-nutrisi
tersebut akan mengakibatkan defesiensi sel-sel darah yang fungsional, salah satunya dapat terjadi
anemia.
Pengertian Anemia
Anemia ( bahasa Yunani An = tanpa ; enemia = darah ) adalah suatu keadaan dimana kadar
hemoglobin atau jumlah sel-sel darah yang fungsional menurun sehingga tubuh akan mengalami
hipoksia sebagai akibat kemampuan kapasitas pengangkutan oksigen dari darah kurang. Anemia
bukan merupakan diagnosa akhir dari suatu penyakit akan tetapi selalu merupakan salah satu
gejala dari sesuatu penyakit misalnya anemia defisiensi besi selalu terjadi akibat dari pendarahan
kronis mungkin disebabkan karnoma colon atau ankilostomiasis dan lain-lain. Pada hewan
piaraan jarang bersifat primer sering bersifat sekunder (Supandiman, 1993).
Anemia dapat terjadi karena pembentukan darah yang kurang memadai karena gizi yang tidak
baik, gangguan sintesis hemoglobin termasuk defisiensi zat besi, Cu, vitamin, dan asam amino di
dalam makanan. Anemia dapat pula disebabkan oleh hilangnya darah karena pendarahan dari
luka atau karena parasit seperti cacing perut ataupun kutu. Penyebab lainnya adalah kurangnya
sekresi faktor instrinsik dari perut, faktor ini memungkinkan dapat berlangsungnya penyerapan
vitamin B12. Anemia juga dapat terjadi apabila sel-sel darah mengalami hemolisis yang lebih
cepat dibandingkan dengan pembentukannya yang baru atau apabila sel-sel darah merah tidak
berhasil menjadi masak secara normal (Frandson, 1996)
Manifestasi gejala dan keluhan akan anemia tergantung dari beberapa faktor yaitu penurunan
kapasitas daya angkut oksigen dari darah serta kecepatan dari penurunannya, Derajat serta
kecepatan perubahan dari volume darah, Penyakit dasar penyebab anemianya, dan Kapasitas
kompensasi sistem kardiopulmonal. Oleh karena itu rendahnya kadar hemoglobin dari seseorang
penderita anemia bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan ada atau tidak adanya keluhan
dan gejala anemia.
Anemia berpengaruh besar terhadap sistem vaskuler. Karena jika kapasitas mengangkut oksigen berkurang juga dapat menyebabkan menurunnya konsentrasi sel darah merah berarti viskositas darah juga menurun, karenanya aliran darah menjadi cepat. Hipoksia terjadi pada tingkat jaringan yang merangsang jantung untuk memompa lebih cepat untuk mencoba memberikan oksigen lebih banyak. Jantung akan mengalami stres karena bekerja lebih berat. Apabila hewan itu bekerja atau melakukan latihan fisik yang keras, jantung tak mampu mensuplai oksigen yang cukup kepada jaringan dan efisiensi jantung pun menurun sehingga dapat menimbulkan gangguan jantung yang akut. Konsentrasi hemoglobin diukur dalam gram per 100 ml darah. Konsentrasi hemoglobin yang normal kira-kira 11 pada domba, 13,5 pada anjing, 12 pada sapi dan babi, dan 12,5 pada kuda (Frandson, 1996).
Apabila turunnya kadar hemoglobin terjadi secara lambat laun kemudian akan tejadi kompensasi
dari sistem kardiopulmonal sehingga kadar hemoglobin yang tidak terlalu rendah biasanya tidak
menimbulkan keluhan. Apabila penurunan kadar hemoglobin terjadi secara cepat seperti terjadi
akibat suatu perdarahan mendadak, keluhan bisa terjadi mendadak berupa suatu hipotensi
tergantung besar ringannya perdarahan yang terjadi. Penurunan kadar hemoglobin secara cepat
akibat destruksi eritrosit (hemolisis) selain keluhan kardiopulmonal akan disertai dengan tanda-
tanda hemolisis seperti ikterus, hemoglobinemia, hemoglobinuria dan lain-lain.
Pada anemia kronis maka konsentrasi pigmen pengangkut oksigen dalam darah lebih
menentukan dalam hal korelasi dengan penyesuaian oleh sistem kardiovaskuler daripada
tingginya deposit jumlah sel daerah atau kadar hemoglobin dalam sirkulasi. Jumlah oksigen yang
dilepaskan dalam jaringan tergantung dari konsentrasi hemoglobin, prosentase kejenuhan
hemoglobin oleh oksigen, kurve disosiasi Hb-O2 dan tekanan oksigen jaringan. Dalam keadaan
hemoglobin yang rendah untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen maka akan terjadi
peningkatan denyut jantung. Peningkatan dan pelepasan oksigen oleh hemoglobin sangat
tergantung dari konsentrasi 2-3 difosfogliserida (2-3 DP6). Afinitas oksigen pada hemoglobin
berkurang apabila kadar 2-3 DP6 meninggi. Pada anemia kronis 2-3 DP6 meninggi.
Gejala klinis Anemia
Gejala klinis anemia bervariasi tergantung pada etiologi, derajat dan kecepatan
timbulnya. Penyakit-penyakit lain seperti penyakit jantung, paru-paru akan mempengaruhi
keparahan gejala-gejala. Anemia tersebut akan menampakkan gejala seperti terlihat terhadap
kulit dan selaput lendir yaitu mukosa terlihat pucat, lemah, dispnea, anoreksia, oedema, nafsu
makan turun, gastrointestinal mengalami kelukaan, tachycardia dan polypnea (bernafas cepat)
terutama setelah kerja, peka terhadap dingin, pada pemeriksaan auskultasi terdengar bising
jantung karena viskositas darah menurun dan turbulence meningkat, jika sepertiga volume darah
hilang maka hewan akan syok, terlihat ikterus (jika ada hemolisa darah), hemoglobinuria,
hemoragi dan demam. Gejala kurang jelas jika kejadiannya pelan-pelan sehingga hewan lama-
kelamaan dapat beradaptasi.
Tipe Anemia
a. Anemia regeneratif
Diagnosa ini ke arah adanya perdarahan atau destruksi eritrosit, jika cukup waktu
untuk respon regeneratif (2-3 hari), Pemeriksaan sumsum tulang jarang dilakukan
biasanya adanya erythropoietic hyperplasia, Respon regeneratif pada saat proses
kesembuhan dari anemia non regeneratif dapat dilihat pada pemeriksaan hemogram
secara berturut-turut.
b. Anemia non regeneratif
Diagnosa terhadap gangguan sumsum tulang, pemeriksaan sumsum tulang
diwajibkan untuk menguatkan diagnosa dan klasifikasi anemianya, Pada perdarahan akut
atau perakut atau kasus hemolisis pada hewan yang mengalami gangguan sumsum tulang
akan terlihat tanda-tanda non regeneratif terlihat setelah 2-3 hari kemudian.
evaluasi lab
Pertama-tama akan diperoleh hasil pemeriksaan kadar hemoglobin yang rendah. Dalam
menilai rendahnya kadar hemoglobin perlu diperhatikan keadaan hidrasi dari pasien. Dalam
keadaan hidremia maka kadar Hb yang rendah bukan karena anemia akan tetapi karena
hemodilusi (anemia spuria).
Evaluasi laboratorium didasarkan pada Hb, Hematokrit (Hct), jumlah retikulosit, volume
erythocyt rata-rata (MCV = Mean Corpuskular Volume), dan pemeriksaan preparat usap
(hapusan) darah tepi.
a. Hemoglobin dan Hematokrit
Dalam darah terkandung hemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen. Pada
sebagian hewan tidak bertulang belakang atau invertebrta yang berukuran kecil, oksigen
langsung meresap ke dalam plasma darah karena protein pembawa oksigennya terlarut
secara bebas. Hemoglobin merupakan protein pengangkut oksigen paling efektif dan
terdapat pada hewan-hewan bertulang belakang atau vertebrata termasuk kuda. Zat besi
dalam bentuk Fe2+ dalam hemoglobin memberikan warna merah pada darah. Dalam
keadaan normal 100 ml darah mengandung 15 gram hemoglobin yang mampu
mengangkut 0,03 gram oksigen.
Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Hct) berfungsi untuk estimasi masa eritrosit,
namun interpretasi Hb dan Hct harus memperhitungkan status volume pasien. Segera
setelah kehilangan darah akut, Hb akan normal normal karena mekanisme kompensasi
tidak akan punya waktu untuk mengembalikan volume plasma menjadi normal. Pada
kebuntingan Hb rendah meskipun massa eritrosit normal karena volume plasma yang
bertambah akan mengencerkan Hb.
b. Jumlah retikulosit
Jumlah retikulosit mencerminkan kecepatan produksi eritrosit merupakan
indikator bagi respon sumsum tulang terhadap anemia. Jumlah retikulosit biasannya
dilaporkan sebagai jumlah retikulosit untuk setiap 100 eritrosit. Indeks retikulosit (IR)
mencerminkan keparahan anemia yang sesungguhnya serta merupakan ukuran
kemampuan sumsum tulang memberikan respon IR yang lebih dari 2-3% menunjukkan
respon yang memadai dan nilai yang kurang dari ini menunjukkan bahwa terdapat unsur
hypoproliferatif pada anemia.
c. Volume Erythrocyt Rata-rata
Cara mengevaluasi eritrosit yaitu dengan Jumlah total eritrosit atau pocked Cell
Volume (PCV), kadar Hb, Mean Corpuscular Volume( MCV), Mean Corpuskular
Hemoglobin (MCH) dan Mean Corpuskular Hemoglobin Concentration (MCHC).
Jumlah total eritrosit atau pocked Cell Volume (PCV) cara ini paling mudah dan tepat,
dan diingat tingkat dehidrasinya. Mean Corpuscular Volume( MCV) adalah ukuran rata-
rata eritrosit dan digunakan dalam klasifikasi anemia. MCV yang kecil berarti ukuran sel
darah merahnya lebih kecil daripada ukuran normal. Biasanya hal ini disebabkan karena
defisiensi zat besi dalam tubuh serta kejadian pada penyakit kronis. Sedangkan nilai
MCV biasanya akan meningkat pada keadaan kekurangan asam folat, defisiensi vitamin
B12, dan defisiensi kobalt
PCV merupakan perbandingan antara volume eritrosit darah dan komponen darah
yang lain. Volume eritrosit di dalam darah berbanding langsung terhadap jumlah eritrosit
dan kadar hemoglobin dalam sirkulasi darah. Nilai PCV merupakan petunjuk dari daya
pengikat oksigen oleh darah dan bermanfaat bagi suatu diagnosis diantaranya untuk
menetukan MCV dan MCHC.
d. Pemeriksaan preparat usap atau hapusan darah tepi
Pemeriksaan ini bersifat menentukan dalam penilaian pasien anemia. Morfologi
eritrosit paling baik di nilai pada bagian hapusan di mana eritrosit yang satu tepat
bersentuhan dengan eritrosit yang lain. Pemeriksaan penunjang lain seperti analisis urin,
pemeriksaan feses dan pemeriksaan biokimia lain penting untuk menegakkan diagnosa
dari anemia.
e. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus untuk menegakkan diagnosa sebaiknya dilakukan sebelum
pemberian transfusi darah.
Diagnosa
Anemia bukan merupakan diagnosa dari suatu penyakit. Anemia merupakan salah satu
gejala dari penyakit. Oleh karena itu apabila pasien menderita anemia maka kita harus
menentukan etiologi dari anemianya. Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan
etiologi. Indeks retikulosit menentukan anemia tersebut akan dalam kalsifikasi yang mana, dan
MCV serta Pemeriksaan preparat usap atau hapusan darah tepi dapat membantu lebih lanjut
dalam penegakan diagnosis. Anemia dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor seperti perdarahan
gastrointestinal, defisiensi gizi, dan penyakit hati.
Klasifikasi Anemia
Klasifikasi Anemia dibagi menjadi 2 yaitu berdasarkan :
1. Morfologi
a. Normositik – normokromik
b. Makrositik – normokromik
c. Makrositik – hipokromik
d. Mikrositik – hipokromik
Untuk klasifikasi anemia berdasarkan morfologinya dibutuhkan perhitungan MCV,
MCH dan MCHC.
Penghitungan MCV
PCV (%) X 10
MCV =
Eritrosit (juta/mm3)
Penghitungan MCH
Hb (g/dl) X 10
MCH =
Eritrosit (juta/mm3)
Penghitungan MCHC
Hb (g/dl) X 100
MCHC =
PCV (%)
2. Etiologi
Berdasarkan etiologi anemia dibagi menjadi 4 kategori :
a. Anemia Perdarahan ( Blood Loss Anemia )
Anemia perdarahan terjadi keadaan Perdarahan Akut seperti trauma,
operasi pembedahan, defek-defek koagulasi yang parah seperti perdarahan akut
pada keracunan sweet clover dan warfarin. Perdarahan kronis biasanya mikrositik
hipokromik (kekurangan elemen-elemen untuk pembentukan atau sintesis
hemoglobin) dengan ciri-ciri yaitu mikrosit meningkat jumlahnya, penurunan
kadar Hb, peningkatan jumlah retikulosit dan eritrosit berinti sehingga adanya
peningkatan proses eritrogenesis. Penyebabnya yaitu infestasi parasit seperti
cacing kait, cacing perut, coccidia, cacing bungkul dan cacing hati. Parasit
eksternal yaitu kutu dan pinjal.
Perdarahan kronik (pada kasus cacingan) → karena lesi-lesi gastointestinal
→ menyebabkan gastritis, ulserasi traktus digestivus dan enteritis → Sehingga
akan kehilangan darah secara kronis.
Pemeriksaan laboratorik untuk hemoragi akut dan subakut menciri yaitu
terlihat gambaran normocytic, eritrosit berinti terlihta pada pemeriksaan darah
perifer dalam waktu 72-96 jam. Pendarahan perakut pada rongga abdominal dan
rongga dada. Sifat regenerasi perdarahan akut biasanya berjalan progresif dengan
jumlah eritrosit kembali normal dalam waktu 4-5 minggu. Anemia ini termasuk
Normositik – normokromik
b. Peningkatan Destruksi eritrosit atau penurunan lifespan eritrosit.
Berhubungan dengan proses destruksi besar-besaran atau pendeknya
lifespan eritrosit oleh berbagai penyakit.
Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah keadaan dimana masa hidup eritrosit memendek.
Anemia hemolitik termasuk dalam kelompok kelainan dimana didapatkan
ketahanan atau umur eritrosit berkurang baik episodik maupun kontinyu. Sumsum
tulang memiliki kemampuan untuk meningkatkan produksi eritrosit sampai
delapan kali lipat sebagai respon penurunan ketahanan eritrosit. Retikulositosis
merupakan penanda adanya hemolisis karena pada kelainan hemolitik terjadi
respon sumsum tulang berupa peningkatan produksi eritrosit.
Kelainan anemia hemolitik secara umum diklasifikasikan berdasarkan
faktor intrinsik dan faktor eksternal. Defek faktor intrinsik terjadi dalam seluruh
komponen eritrosit meliputi membran, sistem enzim, herediter dan hemoglobin.
Sedangkan defek faktor eksternal merupakan anemia hemolitik imun. Termasuk
dalam makrositik – normokromik
Anemia Pernisiosa
Anemia Pernisiosa atau disebut Anemia karena defisiensi Vitamin B12 adalah
anemia sebagai akibat dari berkurangnya faktor intrinsik didalam lambung. Faktor
intrinsik adalah suatu faktor yang diperlukan untuk penyerapan vitamin B 12
dalam usus. Setelah ditelan dilambung vitamin B12 terikat dengan faktor intrinsik
yaitu protein yang disekresikan sel pariental lambung. Terdapat ikatan kobalamin
protein yang lain.(disebut faktor –R) yang berkompetisi dengan faktor intrinsik
sedangkan ikatan vitamin B12 dengan faktor – R tersebut tidak dapat diabsobsi.
Komplek vitamin B12, faktor intrinsik bergerak melalui usus halus dan diabsobsi
dalam ileum terminal oleh sel dengan reseptor spesifik pada komplek tersebut.
Hasil absobsi dibawa melalui plasma dan disimpan di hepar. Vitamin B12
mempunyai peranan yang esensial untuk sintesa asam nukleus dan mempunyai
hubungan erat gan metabolisme asam folat dan asam folanat uracil, thymidin dan
asam askorbat.
Gejala yang dapat ditimbulkan yaitu terjadi perubahan pada sel mucosa, glositis,
gangguan gastrointestinal seperti anoreksia dan daire. Ciri khas dari defisiensi
vitamin B12 yaitu anemia megaloblastik. Pemeriksaan yang penting dan untuk
menentukan dioagnostik anemia pernisiosa adalah pemeriksaan Schilling test
yaitu untuk memastikan bahwa penderita tidak dapat mengabsorpsi vitamin B12
karena terdapat kekurangan faktor intrinsik.
Anemia Karena Defisiensi Asam Folat
Gejala klinisnya sama seperti anemia karena defesiensi vitamin B 12 yaitu adanya
anemia megaloblastik dan perubahan megaloblastik pada mukosa. Tetapi pada
defesiensi asam folat tidak terdapat abnormalitas neurologis. Diagnosis banding
yaitu Anemia megalobastik pada defisiensi asam folat dibedakan dengan yang
terjadi pada defesiensi vitamin B12, dengan adanya kadar vitamin B12 serum
yang normal dan penurunan kadar asam folat eritrosit atau serum.
c. Depresi Sumsum Tulang
Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah suatu keadaan dimana jaringan sumsum tulang digantikan
oleh jaringan lemak. Sehingga terjadi pensitopenia (anemia, leukemia, dan
tronositopenia). Gejala yang timbul yaitu suhu tubuh naik, pucat dan terjadi
oedem. Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositpenia yang akan
menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan
infeksi baik bersifat lokal maupun sistemik. Trombositopenia dapat
mengakibatkan pendarahan dikulit, selaput lendir ataupun pendarahan di organ-
organ. Pada anemia aplastik tidak akan ditemukan pembesaran kelenjar getah
bening, dan tidak ada hepatosplenomegali.
Masa kesembuhan dari pendarahan besar yaitu pendarahan karena traumatik atau
defek-defek koagulasi dan destruksi secara masif dengan immune mediated
anaemia, infeksi hemoprotozoa, toksisitas obat dan anemia kongenital pada
anjing. Termasuk anemia makrositik – hipokromik
d. Defesiensi nutrisi
Anemia Defesiensi Fe
Anemia defesiensi besi (Fe) adalah anemia yang sekunder terhadap kekurangan
Fe yang tersedia untuk sintesa hemoglobin. Oleh karena Fe merupakan bagian
dari molekul hemoglobin maka dengan berkurangnya Fe, sintesa hemoglobin
berkurang dan kadar hemoglobin akan berkurang. Apabila cadangan Fe telah
habis akan terlihat pengurangan Fe pada epitel seperti pada rambut, kuku, kulit
dan selaput lendir gastrointestinal. Sebab terjadinya anemia defesiensi besi (Fe)
adalah pendarahan khususnya pendarahan gastrointestinal. Gejala anemia
defisiensi Fe yaitu pucat pada selaput lendir. Takikardia, palpitasi, dan disfagia.
Defisiensi besi (Fe) yang berat akan menimbulkan apusan darah tepi yang aneh
(bizzare) dengan sel yang sangat hipokromik, sel target, sel berbentuk
hipokromik, dan dalam jumlah sedikit ditemukan eritrosit berinti. Biasanya
jumlah platelet normal pada defisiensi besi yang ringan tapi akan meningkat pada
kasus yang lebih berat. Defek-defek dalam kebutuhan dan penyimpangan Fe
seperti defisiensi Cu dan keracunan molybdenum dan defesiensi vitamin B6.
Anemia ini termasuk dalam anemia mikrositik – hipokromik
Anemia Pada Penyakit Kronis
Anemia Pada Penyakit Kronis berhubungan dengan terjadinya anemia
ringan atau sedang. Penyebab yang sering terjadi yaitu infeksi atau inflamasi
kronis, kanker, gangguan autoimun dan infeksi-infeksi kronis yang biasanya
timbul beberapa bulan setelah penyakit tersebut mulai menyerang.
Ketahanan eritrosit secara perlahan berkurang dan sumsum tulang gagal
melakukan kompensasi melalui peningkatan produksi eritrosit. Kegagalan untuk
meningkatkan eritrosit terutama disebabkan oleh pemecahan besi dalam sistem
retikuloendotelial. Penurunan eritropotin jarang terjadi pada kasus penting dalam
penurunan produksi eritrosit. Sebagian besar kasus tidak memerlukan terapi tetapi
pada beberapa kasus transfusi eritrosit diperlukan untuk anemia yang
simptomatik.
Terapi
Terapi yang dilakukan harus ditujukan terhadap etiologi dari anemianya. Dalam keadaan hipoksi
berat sering dilakukan tindakan suportif dengan pemberian transfusi darah atau komponen darah.
Terapi anemia memerlukan identifikasi penyebabnya untuk mengeliminasi sumber darah
dan menambah cadangan besi yang memerlukan pemberian besi secara oral atau parental,
pemasukan yang normal melalui makanan hanya akan cukup untuk menggantikan zat besi yang
hilang setiap hari. Untuk terapi anemia dapat digunakan fero sulfat atau sulfat ferrous,
diphenhydramin, pemberian asam folat seperti vitamin C, dan pemberian vitamin B12 secara
parenteral.