klasifikasi anemia.docx

18
ANEMIA Hematopoiesis, merupakan suatu produksi dari sel-sel stem (induk) yang non defesiensi menjadi eritrosit, platelet dan leukosit yang bersirkulasi. Perangkat hematopoietik terutama berada di sumsum tulang dan memerlukan pasokan nutrisi seperti zat besi, vitamin B12, dan folic acid serta adanya faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik, protein – protein yang mengatur penyebaran dan defesiensi sel-sel hematopoietik. Pasokan yang tidak cukup dari nutrisi-nutrisi tersebut akan mengakibatkan defesiensi sel-sel darah yang fungsional, salah satunya dapat terjadi anemia. Pengertian Anemia Anemia ( bahasa Yunani An = tanpa ; enemia = darah ) adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin atau jumlah sel-sel darah yang fungsional menurun sehingga tubuh akan mengalami hipoksia sebagai akibat kemampuan kapasitas pengangkutan oksigen dari darah kurang. Anemia bukan merupakan diagnosa akhir dari suatu penyakit akan tetapi selalu merupakan salah satu gejala dari sesuatu penyakit misalnya anemia defisiensi besi selalu terjadi akibat dari pendarahan kronis mungkin disebabkan karnoma colon atau ankilostomiasis dan lain-lain. Pada hewan piaraan jarang bersifat primer sering bersifat sekunder (Supandiman, 1993).

Transcript of klasifikasi anemia.docx

Page 1: klasifikasi anemia.docx

ANEMIA

Hematopoiesis, merupakan suatu produksi dari sel-sel stem (induk) yang non defesiensi

menjadi eritrosit, platelet dan leukosit yang bersirkulasi. Perangkat hematopoietik terutama

berada di sumsum tulang dan memerlukan pasokan nutrisi seperti zat besi, vitamin B12, dan folic

acid serta adanya faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik, protein – protein yang mengatur

penyebaran dan defesiensi sel-sel hematopoietik. Pasokan yang tidak cukup dari nutrisi-nutrisi

tersebut akan mengakibatkan defesiensi sel-sel darah yang fungsional, salah satunya dapat terjadi

anemia.

Pengertian Anemia

Anemia ( bahasa Yunani An = tanpa ; enemia = darah ) adalah suatu keadaan dimana kadar

hemoglobin atau jumlah sel-sel darah yang fungsional menurun sehingga tubuh akan mengalami

hipoksia sebagai akibat kemampuan kapasitas pengangkutan oksigen dari darah kurang. Anemia

bukan merupakan diagnosa akhir dari suatu penyakit akan tetapi selalu merupakan salah satu

gejala dari sesuatu penyakit misalnya anemia defisiensi besi selalu terjadi akibat dari pendarahan

kronis mungkin disebabkan karnoma colon atau ankilostomiasis dan lain-lain. Pada hewan

piaraan jarang bersifat primer sering bersifat sekunder (Supandiman, 1993).

Anemia dapat terjadi karena pembentukan darah yang kurang memadai karena gizi yang tidak

baik, gangguan sintesis hemoglobin termasuk defisiensi zat besi, Cu, vitamin, dan asam amino di

dalam makanan. Anemia dapat pula disebabkan oleh hilangnya darah karena pendarahan dari

luka atau karena parasit seperti cacing perut ataupun kutu. Penyebab lainnya adalah kurangnya

sekresi faktor instrinsik dari perut, faktor ini memungkinkan dapat berlangsungnya penyerapan

vitamin B12. Anemia juga dapat terjadi apabila sel-sel darah mengalami hemolisis yang lebih

cepat dibandingkan dengan pembentukannya yang baru atau apabila sel-sel darah merah tidak

berhasil menjadi masak secara normal (Frandson, 1996)

Page 2: klasifikasi anemia.docx

Manifestasi gejala dan keluhan akan anemia tergantung dari beberapa faktor yaitu penurunan

kapasitas daya angkut oksigen dari darah serta kecepatan dari penurunannya, Derajat serta

kecepatan perubahan dari volume darah, Penyakit dasar penyebab anemianya, dan Kapasitas

kompensasi sistem kardiopulmonal. Oleh karena itu rendahnya kadar hemoglobin dari seseorang

penderita anemia bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan ada atau tidak adanya keluhan

dan gejala anemia.

Anemia berpengaruh besar terhadap sistem vaskuler. Karena jika kapasitas mengangkut oksigen berkurang juga dapat menyebabkan menurunnya konsentrasi sel darah merah berarti viskositas darah juga menurun, karenanya aliran darah menjadi cepat. Hipoksia terjadi pada tingkat jaringan yang merangsang jantung untuk memompa lebih cepat untuk mencoba memberikan oksigen lebih banyak. Jantung akan mengalami stres karena bekerja lebih berat. Apabila hewan itu bekerja atau melakukan latihan fisik yang keras, jantung tak mampu mensuplai oksigen yang cukup kepada jaringan dan efisiensi jantung pun menurun sehingga dapat menimbulkan gangguan jantung yang akut. Konsentrasi hemoglobin diukur dalam gram per 100 ml darah. Konsentrasi hemoglobin yang normal kira-kira 11 pada domba, 13,5 pada anjing, 12 pada sapi dan babi, dan 12,5 pada kuda (Frandson, 1996).

Apabila turunnya kadar hemoglobin terjadi secara lambat laun kemudian akan tejadi kompensasi

dari sistem kardiopulmonal sehingga kadar hemoglobin yang tidak terlalu rendah biasanya tidak

menimbulkan keluhan. Apabila penurunan kadar hemoglobin terjadi secara cepat seperti terjadi

akibat suatu perdarahan mendadak, keluhan bisa terjadi mendadak berupa suatu hipotensi

tergantung besar ringannya perdarahan yang terjadi. Penurunan kadar hemoglobin secara cepat

akibat destruksi eritrosit (hemolisis) selain keluhan kardiopulmonal akan disertai dengan tanda-

tanda hemolisis seperti ikterus, hemoglobinemia, hemoglobinuria dan lain-lain.

Pada anemia kronis maka konsentrasi pigmen pengangkut oksigen dalam darah lebih

menentukan dalam hal korelasi dengan penyesuaian oleh sistem kardiovaskuler daripada

tingginya deposit jumlah sel daerah atau kadar hemoglobin dalam sirkulasi. Jumlah oksigen yang

dilepaskan dalam jaringan tergantung dari konsentrasi hemoglobin, prosentase kejenuhan

hemoglobin oleh oksigen, kurve disosiasi Hb-O2 dan tekanan oksigen jaringan. Dalam keadaan

hemoglobin yang rendah untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen maka akan terjadi

peningkatan denyut jantung. Peningkatan dan pelepasan oksigen oleh hemoglobin sangat

tergantung dari konsentrasi 2-3 difosfogliserida (2-3 DP6). Afinitas oksigen pada hemoglobin

berkurang apabila kadar 2-3 DP6 meninggi. Pada anemia kronis 2-3 DP6 meninggi.

Page 3: klasifikasi anemia.docx

Gejala klinis Anemia

Gejala klinis anemia bervariasi tergantung pada etiologi, derajat dan kecepatan

timbulnya. Penyakit-penyakit lain seperti penyakit jantung, paru-paru akan mempengaruhi

keparahan gejala-gejala. Anemia tersebut akan menampakkan gejala seperti terlihat terhadap

kulit dan selaput lendir yaitu mukosa terlihat pucat, lemah, dispnea, anoreksia, oedema, nafsu

makan turun, gastrointestinal mengalami kelukaan, tachycardia dan polypnea (bernafas cepat)

terutama setelah kerja, peka terhadap dingin, pada pemeriksaan auskultasi terdengar bising

jantung karena viskositas darah menurun dan turbulence meningkat, jika sepertiga volume darah

hilang maka hewan akan syok, terlihat ikterus (jika ada hemolisa darah), hemoglobinuria,

hemoragi dan demam. Gejala kurang jelas jika kejadiannya pelan-pelan sehingga hewan lama-

kelamaan dapat beradaptasi.

Tipe Anemia

a. Anemia regeneratif

Diagnosa ini ke arah adanya perdarahan atau destruksi eritrosit, jika cukup waktu

untuk respon regeneratif (2-3 hari), Pemeriksaan sumsum tulang jarang dilakukan

biasanya adanya erythropoietic hyperplasia, Respon regeneratif pada saat proses

kesembuhan dari anemia non regeneratif dapat dilihat pada pemeriksaan hemogram

secara berturut-turut.

b. Anemia non regeneratif

Diagnosa terhadap gangguan sumsum tulang, pemeriksaan sumsum tulang

diwajibkan untuk menguatkan diagnosa dan klasifikasi anemianya, Pada perdarahan akut

Page 4: klasifikasi anemia.docx

atau perakut atau kasus hemolisis pada hewan yang mengalami gangguan sumsum tulang

akan terlihat tanda-tanda non regeneratif terlihat setelah 2-3 hari kemudian.

evaluasi lab

Pertama-tama akan diperoleh hasil pemeriksaan kadar hemoglobin yang rendah. Dalam

menilai rendahnya kadar hemoglobin perlu diperhatikan keadaan hidrasi dari pasien. Dalam

keadaan hidremia maka kadar Hb yang rendah bukan karena anemia akan tetapi karena

hemodilusi (anemia spuria).

Evaluasi laboratorium didasarkan pada Hb, Hematokrit (Hct), jumlah retikulosit, volume

erythocyt rata-rata (MCV = Mean Corpuskular Volume), dan pemeriksaan preparat usap

(hapusan) darah tepi.

a. Hemoglobin dan Hematokrit

Dalam darah terkandung hemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen. Pada

sebagian hewan tidak bertulang belakang atau invertebrta yang berukuran kecil, oksigen

langsung meresap ke dalam plasma darah karena protein pembawa oksigennya terlarut

secara bebas. Hemoglobin merupakan protein pengangkut oksigen paling efektif dan

terdapat pada hewan-hewan bertulang belakang atau vertebrata termasuk kuda. Zat besi

dalam bentuk Fe2+ dalam hemoglobin memberikan warna merah pada darah. Dalam

keadaan normal 100 ml darah mengandung 15 gram hemoglobin yang mampu

mengangkut 0,03 gram oksigen.

Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Hct) berfungsi untuk estimasi masa eritrosit,

namun interpretasi Hb dan Hct harus memperhitungkan status volume pasien. Segera

setelah kehilangan darah akut, Hb akan normal normal karena mekanisme kompensasi

tidak akan punya waktu untuk mengembalikan volume plasma menjadi normal. Pada

kebuntingan Hb rendah meskipun massa eritrosit normal karena volume plasma yang

bertambah akan mengencerkan Hb.

Page 5: klasifikasi anemia.docx

b. Jumlah retikulosit

Jumlah retikulosit mencerminkan kecepatan produksi eritrosit merupakan

indikator bagi respon sumsum tulang terhadap anemia. Jumlah retikulosit biasannya

dilaporkan sebagai jumlah retikulosit untuk setiap 100 eritrosit. Indeks retikulosit (IR)

mencerminkan keparahan anemia yang sesungguhnya serta merupakan ukuran

kemampuan sumsum tulang memberikan respon IR yang lebih dari 2-3% menunjukkan

respon yang memadai dan nilai yang kurang dari ini menunjukkan bahwa terdapat unsur

hypoproliferatif pada anemia.

c. Volume Erythrocyt Rata-rata

Cara mengevaluasi eritrosit yaitu dengan Jumlah total eritrosit atau pocked Cell

Volume (PCV), kadar Hb, Mean Corpuscular Volume( MCV), Mean Corpuskular

Hemoglobin (MCH) dan Mean Corpuskular Hemoglobin Concentration (MCHC).

Jumlah total eritrosit atau pocked Cell Volume (PCV) cara ini paling mudah dan tepat,

dan diingat tingkat dehidrasinya. Mean Corpuscular Volume( MCV) adalah ukuran rata-

rata eritrosit dan digunakan dalam klasifikasi anemia. MCV yang kecil berarti ukuran sel

darah merahnya lebih kecil daripada ukuran normal. Biasanya hal ini disebabkan karena

defisiensi zat besi dalam tubuh serta kejadian pada penyakit kronis. Sedangkan nilai

MCV biasanya akan meningkat pada keadaan kekurangan asam folat, defisiensi vitamin

B12, dan defisiensi kobalt

PCV merupakan perbandingan antara volume eritrosit darah dan komponen darah

yang lain. Volume eritrosit di dalam darah berbanding langsung terhadap jumlah eritrosit

dan kadar hemoglobin dalam sirkulasi darah. Nilai PCV merupakan petunjuk dari daya

pengikat oksigen oleh darah dan bermanfaat bagi suatu diagnosis diantaranya untuk

menetukan MCV dan MCHC.

d. Pemeriksaan preparat usap atau hapusan darah tepi

Pemeriksaan ini bersifat menentukan dalam penilaian pasien anemia. Morfologi

eritrosit paling baik di nilai pada bagian hapusan di mana eritrosit yang satu tepat

Page 6: klasifikasi anemia.docx

bersentuhan dengan eritrosit yang lain. Pemeriksaan penunjang lain seperti analisis urin,

pemeriksaan feses dan pemeriksaan biokimia lain penting untuk menegakkan diagnosa

dari anemia.

e. Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan khusus untuk menegakkan diagnosa sebaiknya dilakukan sebelum

pemberian transfusi darah.

Diagnosa

Anemia bukan merupakan diagnosa dari suatu penyakit. Anemia merupakan salah satu

gejala dari penyakit. Oleh karena itu apabila pasien menderita anemia maka kita harus

menentukan etiologi dari anemianya. Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan

etiologi. Indeks retikulosit menentukan anemia tersebut akan dalam kalsifikasi yang mana, dan

MCV serta Pemeriksaan preparat usap atau hapusan darah tepi dapat membantu lebih lanjut

dalam penegakan diagnosis. Anemia dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor seperti perdarahan

gastrointestinal, defisiensi gizi, dan penyakit hati.

Klasifikasi Anemia

Klasifikasi Anemia dibagi menjadi 2 yaitu berdasarkan :

1. Morfologi

a. Normositik – normokromik

b. Makrositik – normokromik

c. Makrositik – hipokromik

Page 7: klasifikasi anemia.docx

d. Mikrositik – hipokromik

Untuk klasifikasi anemia berdasarkan morfologinya dibutuhkan perhitungan MCV,

MCH dan MCHC.

Penghitungan MCV

PCV (%) X 10

MCV =

Eritrosit (juta/mm3)

Penghitungan MCH

Hb (g/dl) X 10

MCH =

Eritrosit (juta/mm3)

Penghitungan MCHC

Hb (g/dl) X 100

MCHC =

PCV (%)

2. Etiologi

Berdasarkan etiologi anemia dibagi menjadi 4 kategori :

a. Anemia Perdarahan ( Blood Loss Anemia )

Page 8: klasifikasi anemia.docx

Anemia perdarahan terjadi keadaan Perdarahan Akut seperti trauma,

operasi pembedahan, defek-defek koagulasi yang parah seperti perdarahan akut

pada keracunan sweet clover dan warfarin. Perdarahan kronis biasanya mikrositik

hipokromik (kekurangan elemen-elemen untuk pembentukan atau sintesis

hemoglobin) dengan ciri-ciri yaitu mikrosit meningkat jumlahnya, penurunan

kadar Hb, peningkatan jumlah retikulosit dan eritrosit berinti sehingga adanya

peningkatan proses eritrogenesis. Penyebabnya yaitu infestasi parasit seperti

cacing kait, cacing perut, coccidia, cacing bungkul dan cacing hati. Parasit

eksternal yaitu kutu dan pinjal.

Perdarahan kronik (pada kasus cacingan) → karena lesi-lesi gastointestinal

→ menyebabkan gastritis, ulserasi traktus digestivus dan enteritis → Sehingga

akan kehilangan darah secara kronis.

Pemeriksaan laboratorik untuk hemoragi akut dan subakut menciri yaitu

terlihat gambaran normocytic, eritrosit berinti terlihta pada pemeriksaan darah

perifer dalam waktu 72-96 jam. Pendarahan perakut pada rongga abdominal dan

rongga dada. Sifat regenerasi perdarahan akut biasanya berjalan progresif dengan

jumlah eritrosit kembali normal dalam waktu 4-5 minggu. Anemia ini termasuk

Normositik – normokromik

b. Peningkatan Destruksi eritrosit atau penurunan lifespan eritrosit.

Berhubungan dengan proses destruksi besar-besaran atau pendeknya

lifespan eritrosit oleh berbagai penyakit.

Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik adalah keadaan dimana masa hidup eritrosit memendek.

Anemia hemolitik termasuk dalam kelompok kelainan dimana didapatkan

Page 9: klasifikasi anemia.docx

ketahanan atau umur eritrosit berkurang baik episodik maupun kontinyu. Sumsum

tulang memiliki kemampuan untuk meningkatkan produksi eritrosit sampai

delapan kali lipat sebagai respon penurunan ketahanan eritrosit. Retikulositosis

merupakan penanda adanya hemolisis karena pada kelainan hemolitik terjadi

respon sumsum tulang berupa peningkatan produksi eritrosit.

Kelainan anemia hemolitik secara umum diklasifikasikan berdasarkan

faktor intrinsik dan faktor eksternal. Defek faktor intrinsik terjadi dalam seluruh

komponen eritrosit meliputi membran, sistem enzim, herediter dan hemoglobin.

Sedangkan defek faktor eksternal merupakan anemia hemolitik imun. Termasuk

dalam makrositik – normokromik

Anemia Pernisiosa

Anemia Pernisiosa atau disebut Anemia karena defisiensi Vitamin B12 adalah

anemia sebagai akibat dari berkurangnya faktor intrinsik didalam lambung. Faktor

intrinsik adalah suatu faktor yang diperlukan untuk penyerapan vitamin B 12

dalam usus. Setelah ditelan dilambung vitamin B12 terikat dengan faktor intrinsik

yaitu protein yang disekresikan sel pariental lambung. Terdapat ikatan kobalamin

protein yang lain.(disebut faktor –R) yang berkompetisi dengan faktor intrinsik

sedangkan ikatan vitamin B12 dengan faktor – R tersebut tidak dapat diabsobsi.

Komplek vitamin B12, faktor intrinsik bergerak melalui usus halus dan diabsobsi

dalam ileum terminal oleh sel dengan reseptor spesifik pada komplek tersebut.

Hasil absobsi dibawa melalui plasma dan disimpan di hepar. Vitamin B12

mempunyai peranan yang esensial untuk sintesa asam nukleus dan mempunyai

hubungan erat gan metabolisme asam folat dan asam folanat uracil, thymidin dan

asam askorbat.

Gejala yang dapat ditimbulkan yaitu terjadi perubahan pada sel mucosa, glositis,

gangguan gastrointestinal seperti anoreksia dan daire. Ciri khas dari defisiensi

vitamin B12 yaitu anemia megaloblastik. Pemeriksaan yang penting dan untuk

menentukan dioagnostik anemia pernisiosa adalah pemeriksaan Schilling test

Page 10: klasifikasi anemia.docx

yaitu untuk memastikan bahwa penderita tidak dapat mengabsorpsi vitamin B12

karena terdapat kekurangan faktor intrinsik.

Anemia Karena Defisiensi Asam Folat

Gejala klinisnya sama seperti anemia karena defesiensi vitamin B 12 yaitu adanya

anemia megaloblastik dan perubahan megaloblastik pada mukosa. Tetapi pada

defesiensi asam folat tidak terdapat abnormalitas neurologis. Diagnosis banding

yaitu Anemia megalobastik pada defisiensi asam folat dibedakan dengan yang

terjadi pada defesiensi vitamin B12, dengan adanya kadar vitamin B12 serum

yang normal dan penurunan kadar asam folat eritrosit atau serum.

c. Depresi Sumsum Tulang

Anemia Aplastik

Anemia aplastik adalah suatu keadaan dimana jaringan sumsum tulang digantikan

oleh jaringan lemak. Sehingga terjadi pensitopenia (anemia, leukemia, dan

tronositopenia). Gejala yang timbul yaitu suhu tubuh naik, pucat dan terjadi

oedem. Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositpenia yang akan

menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan

infeksi baik bersifat lokal maupun sistemik. Trombositopenia dapat

mengakibatkan pendarahan dikulit, selaput lendir ataupun pendarahan di organ-

organ. Pada anemia aplastik tidak akan ditemukan pembesaran kelenjar getah

bening, dan tidak ada hepatosplenomegali.

Masa kesembuhan dari pendarahan besar yaitu pendarahan karena traumatik atau

defek-defek koagulasi dan destruksi secara masif dengan immune mediated

Page 11: klasifikasi anemia.docx

anaemia, infeksi hemoprotozoa, toksisitas obat dan anemia kongenital pada

anjing. Termasuk anemia makrositik – hipokromik

d. Defesiensi nutrisi

Anemia Defesiensi Fe

Anemia defesiensi besi (Fe) adalah anemia yang sekunder terhadap kekurangan

Fe yang tersedia untuk sintesa hemoglobin. Oleh karena Fe merupakan bagian

dari molekul hemoglobin maka dengan berkurangnya Fe, sintesa hemoglobin

berkurang dan kadar hemoglobin akan berkurang. Apabila cadangan Fe telah

habis akan terlihat pengurangan Fe pada epitel seperti pada rambut, kuku, kulit

dan selaput lendir gastrointestinal. Sebab terjadinya anemia defesiensi besi (Fe)

adalah pendarahan khususnya pendarahan gastrointestinal. Gejala anemia

defisiensi Fe yaitu pucat pada selaput lendir. Takikardia, palpitasi, dan disfagia.

Defisiensi besi (Fe) yang berat akan menimbulkan apusan darah tepi yang aneh

(bizzare) dengan sel yang sangat hipokromik, sel target, sel berbentuk

hipokromik, dan dalam jumlah sedikit ditemukan eritrosit berinti. Biasanya

jumlah platelet normal pada defisiensi besi yang ringan tapi akan meningkat pada

kasus yang lebih berat. Defek-defek dalam kebutuhan dan penyimpangan Fe

seperti defisiensi Cu dan keracunan molybdenum dan defesiensi vitamin B6.

Anemia ini termasuk dalam anemia mikrositik – hipokromik

Anemia Pada Penyakit Kronis

Anemia Pada Penyakit Kronis berhubungan dengan terjadinya anemia

ringan atau sedang. Penyebab yang sering terjadi yaitu infeksi atau inflamasi

kronis, kanker, gangguan autoimun dan infeksi-infeksi kronis yang biasanya

timbul beberapa bulan setelah penyakit tersebut mulai menyerang.

Page 12: klasifikasi anemia.docx

Ketahanan eritrosit secara perlahan berkurang dan sumsum tulang gagal

melakukan kompensasi melalui peningkatan produksi eritrosit. Kegagalan untuk

meningkatkan eritrosit terutama disebabkan oleh pemecahan besi dalam sistem

retikuloendotelial. Penurunan eritropotin jarang terjadi pada kasus penting dalam

penurunan produksi eritrosit. Sebagian besar kasus tidak memerlukan terapi tetapi

pada beberapa kasus transfusi eritrosit diperlukan untuk anemia yang

simptomatik.

Terapi

Terapi yang dilakukan harus ditujukan terhadap etiologi dari anemianya. Dalam keadaan hipoksi

berat sering dilakukan tindakan suportif dengan pemberian transfusi darah atau komponen darah.

Terapi anemia memerlukan identifikasi penyebabnya untuk mengeliminasi sumber darah

dan menambah cadangan besi yang memerlukan pemberian besi secara oral atau parental,

pemasukan yang normal melalui makanan hanya akan cukup untuk menggantikan zat besi yang

hilang setiap hari. Untuk terapi anemia dapat digunakan fero sulfat atau sulfat ferrous,

diphenhydramin, pemberian asam folat seperti vitamin C, dan pemberian vitamin B12 secara

parenteral.