kkp
-
Upload
ahmad-arif-nur-yuwono -
Category
Documents
-
view
17 -
download
6
description
Transcript of kkp
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), sebagai Unit Pelaksana Teknis di
lingkungan Kementerian Kesehatan mempunyai tugas, yakni: Melaksanakan
Pencegahan Masuk dan Keluarnya Penyakit Karantina Dan Penyakit Potensial
Wabah. Dalam melaksanakan tugasnya, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)
menyelenggarakan 16 (enam belas) fungsi,salah satunya antara lain: Upaya
Kesehatan Lintas Wilayah. Sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
356/Menkes/Per/IV/2008 pada bidang upaya kesehatan lintas wilayah Pasal 20 : salah
satu fungsi dari KKP adalah pelayanan kesehatan haji.Pelayanan kesehatan haji yang
dilakukan berupa pelayanan kesehatan dan pengobatan dalam rangka meningkatkan
status kesehatan jamaah haji. Pembinaan dan pelayanan kesehatan bagi jemaah haji
dilaksanakan secara menyeluruh yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Dalam pelaksanaannya perlu kerjasama berbagai pihak terkait, sektor
dan pemerintah daerah serta perlu adanya pedoman yang dapat menjadi acuan
penyelenggaraan kesehatan haji di tanah air yaitu di embarkasi dan debarkasi serta
selama perjalanan di Arab Saudi. Pedoman tersebut telah disusun dan ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1394/Menkes/SK/2002 tentang
Penyelenggaraan Kesehatan Haji yang telah dilakukan penyempurnaan dan
penyesuaian dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 442/
MENKES/ SK/ VI/ 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan
Haji. Penyelenggaraan Kesehatan Haji berkomitmen untuk meningkatkan kondisi
kesehatan jemaah haji sebelum keberangkatan, menjaga agar jemaah haji dalam
kondisi sehat selama menunaikan ibadah. Namun, dilapangan masih banyak
ditemukan penyakit – penyakit sehingga diperlukan perhatian yang serius dalam
penanganannya salah satunya hipertensi. Hipertensi merupakan merupakan salah satu
faktor utama kematian karena gangguan kardiovaskuler yang mengakibatkan
kematian 20-50% dari seluruh kematian. Terdapat pula hubungan langsung antara
risiko kardiovaskuler dan tekanan darah dimana semakin tinggi tekanan darah
semakin besar risiko terkena stroke dan jantung koroner. Pasien yang menderita
hipertensi dan diabetes mellitus rentan terhadap komplikasi kardiovaskuler dan ginjal.
Sindroma resisten terhadap insulin ditandai dengan hipertensi, dislipidemia,
1
hiperinsulinemia dan obesitas sentral. DM merupakan penyakit yang sangat mudah
kerja sama dengan penyakit lainnya khususnya kolesterol dan hipertensi sehingga
dapat membentuk segita penyakit DM- kardiovaskuler dan stroke. Jumlah penderita
yang sudah bergabung dalam segitiga penyakit ini mencapai 3 juta, tersebar di lebih
50 negara di dunia.
Data penyelenggaraan kesehatan haji menunjukkan dalam sepuluh tahun
terakhir angka kematian jemaah haji berkisar antara 2,0-3,9 per 1000 jemaah atau 0,5-
0,9 per hari per 10.000 jemaah. Berdasarkan Profil Kantor Kesehatan Pelabuhan
(KKP) Kelas II Mataram tahun 2012, Proporsi jemaah haji hipertensi asal NTB
sebanyak 464 orang.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas maka peneliti merumuskan masalah “Bagaimana
Gambaran Penyakit Hipertensi pada Jemaah ibadah umroh NTB pada tahun 2012 “.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran penyakit hipertensi pada jamaah umroh pada tahun
2012
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui dasar hukum pengamanan kesehatan jamaah haji
2. Untuk mengetahui cara pemeriksaan jamaah haji
3. Untuk mengetahui jamaah resiko tinggi
4. Untuk mengetahui upaya pencegahan faktor resiko
I.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi penulis
Mengetahui secara lebih mendalam gambaran penyakit hipertensi serta penyebab
dan upaya pencegahan bagi Jemaah ibadah umroh yang dilakukan oleh petugas
KKP Mataram.
1.4.2. Bagi KKP Mataram
1. Sebagai informasi dan masukan bagi Kantor kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas
II Mataram dan segala instansi yang terkait untuk menyusun perencanaan dan
program kegiatan sebagai upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan haji.
2
2. Sebagai bahan sarana meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis
mengenai hipertensi dan bahan informasi kepada peneliti lain yang akan
melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
UPAYA KESEHATAN DAN LINTAS WILAYAH
Bidang Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah mempunyai tugas melaksanakan
perencanaan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang pelayanan kesehatan
terbatas, kesehatan haji, kesehatan kerja, kesehatan matra, vaksinasi internasional,
pengembangan jejaring kerja, kemitraan, kajian dan teknologi, serta pendidikan dan
pelatihan bidang upaya kesehatan pelabuhan di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan
lintas batas darat negara.
Seksi Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perencanaan, pemantauan, evaluasi, penyusunan laporan, dan koordinasi
pelayanan kesehatan terbatas, kesehatan kerja, kesehatan matra, kesehatan haji,
perpindahan penduduk, penanggulangan bencana, vaksinasi internasional, pengembangan
jejaring kerja, kemitraan, kajian dan teknologi, serta pelatihan teknis bidang upaya
kesehatan di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Bidang Upaya
Kesehatan dan Lintas Wilayah menyelenggarakan fungsi:
a. Pelayanan kesehatan terbatas, rujukan dan gawat darurat medik di wilayah kerja
bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat Negara
b. Pemeriksaan kesehatan haji, kesehatan kerja, kesehatan matra di wilayah kerja
bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat Negara
c. Pengujian kesehatan nahkoda/pilot dan anak buah kapal/pesawat udara serta
penjamah makanan
d. Vaksinasi dan penerbitan sertifikat vaksinasi internasional
e. Pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan
lintas batas darat negara
f. Pengawasan pengangkutan orang sakit dan jenazah di wilayah kerja bandara,
pelabuhan, dan lintas batas darat negara, serta ketersediaan obat-obatan/peralatan P3K
di kapal/pesawat udara/alat transportasi lainnya
g. Kajian dan pengembangan teknologi serta pelatihan teknis bidang upaya kesehatan
dan lintas wilayah
h. Penyusunan laporan di bidang upaya kesehatan dan lintas wilayah.
4
Bidang Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah terdiri dari:
Seksi Pencegahan dan Pelayanan Kesehatan
Seksi Pencegahan dan Pelayanan Kesehatan mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan perecanaan, pemantauan, evaluasi, penyusunan
laporan, dan koordinasi pelayanan pengujian kesehatan nahkoda, anak buah
kapal dan penjamah makanan, pengawasan persediaan obat/P3K di
kapal/pesawat udara/alat transportasi lainnya, kajian ergonomik, advokasi dan
sosialisasi kesehatan kerja, pengembangan jejaring kerja, kemitraan dan
teknologi, serta pelatihan teknis bidang kesehatan kerja, kemitraan dan
teknologi, serta pelatihan teknis bidang kesehatan kerja di wilayah kerja
bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.
Seksi Kesehatan Matra dan Lintas Wilayah.
Seksi Kesehatan Matra dan Lintas Wilayah mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan perencanaan, pemantauan, evaluasi, penyusunan
laporan, dan koordinasi pelaksanaan vaksinasi dan penerbitan sertifikasi
vaksinasi international (ICV), pengawasan pengangkutan orang sakit dan
jenazah, kesehatan matra, kesehatan haji, perpindahan penduduk,
penanggulangan bencana, pelayanan kesehatan terbatas, ruju-kan gawat
darurat medik, pengembangan jejaring kerja, kemitraan, dan teknologi, serta
pelatihan teknis bidang kesehatan matra di wilayah kerja bandara, pelabuhan,
dan lintas batas darat negara.
2.1. Dasar Hukum Pengamanan Kesehatan Jemaah Haji
Sesuai dengan Undang – Undang Republik Indonesia No : 23 tahun 1992 tentang
kesehatan, pada BAB IV tugas dan tanggung jawab pasal 6 yang menyatakan :
Pemerintah bertugas mengatur, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya
kesehatan.
Keputusan Presiden Republik Indonesia No : 62 tahun 1995 tentang pelaksanaan
pemeriksaan penyelenggaraan urusan haji bab IV pasal 12 yang menyebutkan pelayanan
dan pemeriksaan kesehatan haji dilakukan oleh Departemen Kesehatan.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No.2 tahun 1992 tentang
penyelenggaraan urusan haji pada pasal 8 menyebutkan setiap warga negara yang akan
5
menunaikan ibadah haji, harus memenuhi persyaratan yaitu sehat jasmani dan rohani.
Pasal 9 menyatakan calon jemaah haji harus memenuhi syarat kesehatan yang ditentukan
dan calon haji yang mengidap penyakit karantina atau penyakit menular menurut
undang-undang yang berlaku ditunda keberangkatannya.
Pelaksanaan kegiatan Pengamanan Kesehatan Jemaah Haji adalah berdasarkan surat
keputusan Menteri Kesehatan RI No.1117/Menkes/ SK/XII/1992 bahwa pengamanan
kesehatan haji Indonesia terdiri dari kegiatan – kegiatan sebagai berikut :
a) Pemeriksaan kesehatan
Rangkaian pemeriksaan kesehatan seluruh jemaah haji pada saat kedatangan di
Embarkasi adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan dokumen kesehatan ( Buku Kesehatan Jemaah Haji dan Surat
Keterangan Imunisasi Meningitis / ICV ).
2. Pemeriksaan kesehatan jemaah haji yang terdiri dari :
a) Pemeriksaan Fisik
b) Pemeriksaan Penunjang ( Kadar Gula Darah, EKG, Planotest bagi
CJH Wanita Usia Subur dan Pasangan Usia Subur).
b) Pembinaan kesehatan
Pembinaan kesehatan merupakan sarana mencapai kondisi kesehatan optimal
hingga menjelang keberangkatan. Bimbingan dan penyuluhan dapat dengan cara-cara
promotif dengan menekankan pendekatan manajemen risiko serta kemandirian
jemaah haji. Ruang lingkup kegiatan meliputi peningkatan pemahaman perjalanan
ibadah haji sebagai kondisi matra yang berpengaruh kepada kesehatan, manajemen
berhaji sehat dan mandiri, persiapan kesehatan (fisik dan psikis). Penyuluhan
kesehatan juga dapat dilakukan pada saat jemaah yang sakit datang meminta
pelayanan kesehatan.
c) Pelayanan medis
Pelayanan kesehatan merupakan rangkaian pelayanan kesehatan yang bersifat
kontinum dengan melaksanakan proses pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan
pemeliharaan kesehatan terhadap jemaah haji.
Pelayanan kesehatan di Embarkasi / Debarkasi Poliklinik meliputi :
a) PoloklinikEmbarkasi dan Debarkasi bagi jemaah haji sakit atau konsultasi
kesehatan pada saat tiba di Embarkasi/Debarkasi.
6
b) Rujukan dan Perawatan di Rumah Sakit bagi jemaah haji sakit yang dirujuk
oleh Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Bidang Kesehatan
Embarkasi/Debarkasi.
d) Pengamatan penyakit
Surveilans epidemiologi kesehatan haji adalah kegiatan analisis secara sistimatis dan
terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan jemaah haji dan
kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau
masalah-masalah kesehatan jemaah haji dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit atau masalah - masalah kesehatan tersebut, agar
dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses
pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada
penyelenggara program kesehatan haji. Surveilans epidemiologi di embarkasi
meliputi - masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data,
pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program
kesehatan haji. Surveilans epidemiologi di embarkasi meliputi:
a) Surveilans Epidemiologi Jemaah Haji Risiko Tinggi
Berdasarkan data embarkasi Mataram pada tahun 2012 bahwa jamaah haji
resiko tinggi sebanyak 2891 orang sedangkan jamaah haji non resiko tinggi
sebanyak 1678 orang.
b) Data jemaah haji dirujuk dan jemaah haji wafat di Embarkasi Mataram pada
tahun 2012 adalah 14 orang
c) Penyehatan Lingkungan dan Sanitasi Makanan
Merupakan kegiatan pemeriksaan sanitasi makanan, penyehatan lingkungan
asrama agar jemaah haji dan petugas bebes dari ancaman terjadinya Kejadian
Luar Biasa (KLB) keracunan dan penyakit menular, atau timbulnya gangguan
kesehatan lainnya.
Prioritas sanitasi makanan adalah penyediaan makanan yang bersifat massal di
asrama embarkasi dan dalam perjalanan (Pesawat). Sedangkan prioritas
penyehatan lingkungan adalah pengendalian vektor penular penyakit,
penyediaan kamar tidur, air mandi dan air minum di asrama embarkasi.
Penyehatan lingkungan di asrama untuk memberantas serangga/pengendalian
vektor dilakukan pengasapan (fogging). Penyehatan lingkungan di pesawat juga
7
dilakukan dengan pemeriksaan fisik kebersihan lingkungan di dalam pesawat,
pemeriksaan dan pemantauan kehidupan vektor serangga
2.2. Pemeriksaan Kesehatan Calon Jemaah Haji
Pemeriksaan kesehatan sebelum keberangkatan haji berfungsi sebagai
alat prediksi risiko kesakitan dan kematian, dilaksanakan dalam dua tahap
meliputi pemeriksaan kesehatan pertama di Puskesmas dan pemeriksaan
kedua di Tingkat Kabupaten/Kota.
2.2.1.Pemeriksaaan Kesehatan Tahap Pertama
Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama adalah penilaian status
kesehatan tahap pertama seluruh jemaah haji sebagai persyaratan
mengikuti perjalanan ibadah haji. Dilaksanakan oleh Tim Pemeriksaan
Kesehatan Pertama di Puskesmas yang ditunjuk yang terdiri dari dokter
yang diberi kewenangan sebagai pemeriksa kesehatan, dibantu perawat
dan analis laboratorium kesehatan. Puskesmas dan Tim Pemeriksa
kesehatan Pertama ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Prosedur pemeriksaan kesehatan tahap pertama bagi calon jemaah haji
bertempat di Puskesmas :
a. Pendaftaran Pemeriksaan Kesehatan Calon Jemaah Haji (CJH) di
Puskesmas yang ditunjuk sesuai dengan tempat tinggal/domisilinya.
b. Pemeriksaan Kesehatan Calon Jemaah Haji (CJH) sesuai protokol
standar profesi kedokteran meliputi pemeriksaan medis dasar sebagai
berikut :
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik
c. Tes Fungsional
Untuk CJH lansia (Usia ≥ 60 tahun), dilakukan Tes
Fungsional Barthel Indeks dimana untuk menilai kesanggupan
melakukan aktifitas sehari-hari.Hasil penilaian berupa ukuran
8
kesanggupan : mandiri, perlu pendamping / pengawas, perlu
bantuan/ketergantungan.Adapun yang dinilai adalah fungsi
perawatan diri,fungsi kerumahtanggaan dalam melakukan
aktifitas sehari – hari dan fungsi perilaku.
d. Pemeriksaan Penunjang
Untuk CJH berusia ≥ 40 tahun dilakukan pemeriksaan
Radiologi, Darah Sewaktu (GDS), Kolesterol dan EKG.Untuk
CJH Wanita Usia Subur (WUS) dan Pasangan Usia Subur
(PUS) dilakukan pemeriksaan tes kehamilan. Untuk CJH yang
bertugas sebagai pendamping dilakukan tes kebugaran.
c. Hasil pemeriksaan dicatat dalam Catatan Medik dan disimpan di
Puskesmas.
d. Cataan Medik dijadikan dasar pengisian Buku Kesehatan Jemaah Haji
(BKJH). BKJH diisi setelah CJH mendapatkan bukti pelunasan Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) atau terdaftar di SISKOHAT.
e. BKJH disimpan di Puskesmas sampai saat pemeriksaan tahap kedua
untuk selanjutnya diserahkan kepada Tim Pemeriksaan Kesehatan
Kedua.
f. Calon jemaah haji diberikan pembinaan kesehatan lebih lanjut.
g. Untuk kepentingan pembinaan , pemeriksaan kesehatan dapat
dilakukan berulang sesuai dengan kebutuhan.
h. Kepala Puskesmas bertanggungjawab atas pelaksaan pemeriksaan
kesehatan bagi calon jemaah haji dan melaporkan hasil pemeriksaan
calon jemaah haji ke Dinas Kabupaten/Kota.
2.2.2. Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua.
Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua adalah upaya penilaian status
kesehatan rujukan terhadap jemaah haji dengan faktor risiko kesehatan yang
secara epidemiologi berisiko tinggi mendapatkan penyakit dan kematian
dalam perjalanan ibadah haji, yaitu jemaah haji risiko tinggi (risti).
Pemeriksaan Kesehatan Kedua dilakukan oleh Tim Pemeriksa Kesehatan
Kedua di rumah sakit yang ditunjuk.Penetapan rumah sakit dan Tim
9
Pemeriksa Kesehatan dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
2.2.3. Penetapan Kelayakan
Penetapan Kelayakan adalah upaya penentuan kelayakan jemaah haji untuk
mengikuti perjalanan ibadah haji dari segi kesehatan, dengan
mempertimbangkan hasil Pemeriksaan Kesehatan Pertama dan Kedua
melalui pertemuan yang dibuat khusus untuk keperluan tersebut oleh Tim
Pemeriksa Kesehatan Pertama, Tim Pemeriksa Kesehatan Kedua, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi selambat-
lambatnya dua minggu sebelum operasional embarkasi haji dimulai.
Standar kelayakan kesehatan adalah rumusan kriteria jemaah haji untuk
memenuhi syarat kesehatan dalam mengikuti perjalanan ibadah haji secara
mandiri tidak membahayakan keselamatan diri sendiri dan orang lain.
Penetapan memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat kesehatan
mempertimbangkan aspek-aspek sebagai berikut :
a. Status Kesehatan dikategorikan menjadi 4 yaitu :
Mandiri adalah calon jemaah haji yang memiliki kemampuan diri sendiri
mengikuti perjalanan ibadah haji tanpa kepada tergantung bantuan
alat/obat dan orang lain.
Observasi adalah calon jemaah haji yang memiliki kemampuan diri
sendiri mengikuti perjalanan ibadah haji dengan bantuan alat/obat.
Pengawasan adalah calon jemaah haji yang memiliki kemampuan
mengikuti perjalanan ibadah haji dengan bantuan alat/obat dan orang
lain.
Tunda adalah calon jemaah haji yang kondisi kesehatannya tidak
memenuhi syarat untuk mengikuti perjalanan ibadah haji pada
pemeriksaan tahap I dan kedua.
b. Peraturan Kesehatan Internasional dan Ketentuan Keselamatan
Penerbangan.
Peraturan Kesehatan Internasinal menyebutkan jenis – jenis penyakit
menular tertentu sebagai alasan pelanggaran kepada seseorang untuk
keluar masuk antar negara.
10
Ketentuan Keselamatan Penerbangan
a. Penyakit tertentu yang berisiko kematian dikarenakan ketinggian.
b. Usia kehamilan kurang dari 12 minggu dan lebih dari 32 minggu.
c.Imunisasi Meningitis Meningokokus, dengan jenis vaksin
ACW135Y, dibuktikan dengan Kartu ICV (international Certificate
of Vaccination).
d.Calon Jemaah Haji dinyatakan tidak memenuhi syarat apabila :
1. Status kesehatan termasuk kategori Tunda.
2. Mengidap salah satu atau lebih penyakit menular tertentu pada
saat di Embarkasi.
3. Tidak memenuhi persyaratan kesehatan penerbangan
Pembinaan kesehatan terhadap jemaah haji disamping dilakukan di
Puskesmas dan pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit yang meliputi
penyuluhan, pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan
pemulihan kesehatan .Pelaksanaannya dapat secara mandiri atau berkelompok
dan berkesinambungan. Bimbingan dan penyuluhan kesehatan diprioritaskan
pada jemaah haji usia lanjut,jemaah risiko tinggi. Pembinaan kesehatan dimulai
sejak di daerah asal, diperjalanan, diasrama embarkasi/debarkasi haji, selama di
Arab saudi dan setelah kembali ke Indonesia.
Pembinaan kesehatan dilakukan dalam aspek:
a. Pengelolaan Kesehatan Haji Mandiri
Jemaah haji mampu mencari pelayanan kesehatan baik di kloter, sector,
daker maupun Rumah Sakit di Arab Saudi. Dismping itu jemaah haji
diperkenalkan dengan masalah penyakit, masalah kesehatan reproduksi dan
vaksinasi.
b. Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah proses tubuh dalam menyesuaikan dengan situasi dan
kondisi alam di Arab Saudi dan cara menghadapinya, pondokan, sarana
dan prasarana, sosial dan budaya.
c. Latihan Kebugaran
Cara – cara untuk mencapai kebugaran dengan melakukan praktek
kebugaran jasmani/latihan kesegaran jasmani. Bagi jemaah haji risiko
11
tinggi atau yang sakit hendaknya berkonsultasi ke dokter sebelum
melakukan latihan.
d.Pengaturan Gizi
Bagaimana pengaturan makanan/diet bagi jemaah haji selama
melakukan ritual haji. Pengaturan menu dan porsi makanan juga dapat
menjaga agar berat badan tetap ideal dan mempertahankan kondisi
kesehatan yang optimal.
e. PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).
Menjelaskan bagaimana tata cara berperilaku hidup bersih dan sehat Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat bagi jemaah haji dipengaruhi system nilai, norma
atau kultural daerah asal jemaah haji, ekonomi, pendidikan serta keyakinan
agama
2.3. Jemaah Haji Risiko Tinggi (Risti)
Jemaah Haji Risiko Tinggi adalah jemaah haji yang memiliki kondisi atau penyakit
tertentu yang diperkirakan dapat memperburuk kesehatan selama menjalankan ibadah
haji. Kondisi ini bisa hanya terdiri dari satu jenis penyakit untuk seorang jemaah haji,
dan bisa pula lebih dari satu jenis penyakit. Makin banyak risti yang dimiliki oleh
jemaah, semakin besar risiko memburuknya kondisi kesehatan calon jemaah haji
tersebut.
Sebelum calon jemaah haji berangkat ke tanah Suci, terlebih dahulu menjalani
pemeriksaan kesehatan sehingga jemaah haji dapat dikelompokkan kedalam yang sehat
atau risiko tinggi (risti).Apabila calon jemaah haji tergolong dalam risti,maka di Buku
Kesehatan Jemaah Haji (BKJH) yang bersangkutan diberi stempel “RISTI” untuk
memudahkan pemantauan oleh petugas kesehatan jemaah, baik TKHI (Tim Kesehatan
Haji Indonesia), TKHD (Tim Kesehatan Haji Daerah) yang menyertai jemaah atau
petugas kesehatan di BPHI (Balai Pengobatan Haji Indonesia) maupun di Rumah Sakit
Arab Saudi.
2.3.1. Identifikasi Faktor Risiko Jemaah Haji
Faktor risiko jemaah haji dibagi 2 yaitu faktor risiko internal dan faktor risiko
eksternal.
a. Faktor Risiko Internal
12
1. Gangguan kesehatan/penyakit : hipertensi, penyakit jantung, asma, PPOK,
diabetes, stroke, dll
2. Perilaku : kebiasaan merokok, pola makan, gaya hidup.
b. Faktor Risiko Eksternal
Prosesi haji syarat dengan kegiatan fisik yang harus dilaksanakan secara
sempurna dengan waktu yang telah ditentukan di berbagai tempat sekitar kota
Mekkah meliputi: Tawaaf (mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali, dengan arah
berlawanan jarum jam, dimana ka’bah berada di sisi kiri badan).
1. Sai (berjalan sambil berlari kecil pulang balik sebanyak tujuh kali dari bukit
Safa ke Marwah, yang berkisar 500 m sekali jalan).
2. Wukuf di Arafah selama satu hari (berangkat dari Mekkah sehari sebelum
wukuf, dan tidur di bawah tenda pada malam sebelum wukuf).
3. Bermalam di Musdalifah di ruang terbuka, beratapkan langit dan berlantai
tanah yang dipenuhi dengan debu dan manusia yang sangat padat dan diselimuti
cuaca dingin.
4. Lontar Jumroh sekali sehari selama tiga hari. Perjalanan dari pemondokan ke
Jamarat berjarak 2-5 km, sangat padat oleh jemaah yang lalu lalang, dan
berdesakan saat melontar jumroh.
2.3.2. Jenis Risiko Tinggi
Risti dapat dikelompokkan dalam dua golongan yaitu risti sehat dan risti sakit
a. Risti Sehat
Risti sehat adalah kelompok jemaah calon haji yang secara fisiknya
sudah disertai keadaan tertentu yang memudahkan untuk timbulnya penyakit
atau mengalami penyakit tertentu. Kondisi fisik tersebut yaitu :
1. lanjut usia ≥ 60 tahun
Proses penuaan pada lanjut usia sering disertai adanya peningkatan
gangguan organ dan fungsi tubuh. Dampak proses penuaan akan
ditemukan banyaknya lanjut usia yang mengalami gangguan kesehatan.
Olah raga sangat penting dilakukan oleh jemaah haji lanjut usia untuk
dapat mempertahankan kesehatan selama melakukan aktifitas haji.
2. Obesitas
13
Penyebab terbanyak obesitas adalah ketidakseimbangan antara masukan
dan keluaran energi. Patofisiologi obesitas bervariasi yaitu genetik,
psikologik, aktifitas fisik, pola makan, pola hidup, usaha penurunan badan
yang tidak teratur, sehingga menimbulkan perubahan metabolisme.
Penatalaksanaan obesitas bagi jemaah haji sebaiknya kombinasi dari
kalori, olah raga dan modifikasi gaya hidup.
3. Kecacatan Fisik
Bagi calon jemaah dengan cacat fisik diupayakan agar melakukan
kegiatan ibadah haji sesuai kemampuan. Kegiatan fisik dalam rangka
menunaikan ibadah sunah disesuaikan dengan kondisi kesehatan dan
nasehat dokter dan lokasi pemondokan yang jauh dari mesjid.Termasuk
melontar jumarat di Mina sebaiknya jemaah yang sakit diwakilkan dengan
jemaah yang sehat untuk menghindari situasi berdesakan.
b. Risti Sakit
Risti sakit adalah jemaah haji yang menderita penyakit kronis, seperti :
1. Penyakit Neuro-Psikiatri seperti paska stroke
2. Penyakit Kardiovaskuler seperti Hipertensi
3. Penyakit Endokrin seperti Diabetes Melitus
4. Penyakit Saluran Pernafasan seperti Asma
5. Penyakit lain – lain seperti Rhemathoid Athritis, Dyspepsia, Gagal ginjal.
Penyakit sistem kardiovaskuler dibagi atas Aterosklerosis, Hipertensi dan
Penyakit Jantung Koroner. Aterosklerosis adalah keadaan pengerasan
dinding pembuluh darah yang menyebabkan penyempitan lubangnya.
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyempitan pembuluh darah arteri
koronaria yang memberi pasokan nutrisi dan oksigen ke otot-otot jantung,
terutama ventrikel kiri yang memompa darah ke seluruh tubuh. Hipertensi
merupakan faktor risiko yang berperan penting terhadap terjadinya PJK dan
proses aterosklerosis. Hipertensi disebut juga sebagai Silent Killer karena
tidak ditemukan tanda–tanda fisik, individu dengan tekanan darah >160/95
mmHg memiliki risiko 2-3 kali lebih tinggi untuk terkena penyakit jantung
dan 3 kali lebih tinggi untuk terkena stoke. Prevalensi hipertensi di dunia
sekitar 5- 18 %, sedangkan di Indonesia 6- 15 %. Sekitar 25- 37% jemaah
haji asal Indonesia menderita hipertensi. Hipertensi merupakan penyakit
terbanyak yang di derita jamaah haji pada tahun 2012 pada jemaah haji
14
2.4. Defenisi Hipertensi
Tekanan darah adalah kekuatan yang memungkinkan darah mengalir dalam pembuluh
darah untuk beredar dalam seluruh tubuh. Tinggi rendahnya tekanan darah ditentukan
oleh 2 faktor yaitu curahan jantung dan tahanan resistensi pembuluh darah
perifer.Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah secara abnormal dan terus
menerus yang berkaitan dengan peningkatan tekanan darah diastolik tekanan darah
sistolik maupun kedua - duanya secara terus menerus
2.4.1 Klasifikasi hipertensi
Menurut The Seven Report Of The Joint National Committee On Prevention
Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure
Klasifikasi tekanan
darah
Tekanan
Sistolik
Tekanan Diastolik
Normal <120 <80
Prehipertensi120-139 80-89
Hipertensi Stadium I 140-159 90-99
Hipertensi stadium II >160 >100
2.4.2 Etiologi hipertensi
15
1. Hipertensi primer (esensial)
Hipertensi primer artinya belum diketahui penyebabnya secara jelas,
berbagai faktor mungkin turut berperan sebagai penyebabnya seperti
lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatik, system rennin angiostensin,
efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress. Hingga saat ini, penyebab
spesifik hipertensi primer belum diketahui
Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebih dan
gaya hidup yang sedenter tampaknya memiliki peran yang utama dalam
menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan
yang berlebih dan penelitian pada berbagai populasi menunjukkan bahwa
kenaikan berat badan yang berlebih dan obesitas memberikan resiko 65 sampai
70 persen untuk terkena hipertensi primer. Penelitian klinis telah secara nyata
menunjukkan pentingnya menurunkan tekanan darah pada sebagian besar pasien
hipertensi. Bahkan, panduan klinis terbaru untuk pengobatan hipertensi
menganjurkankan aktivitas fisik dan penurunan berat badan sebagai langkah
pertama dalam mengelola pasien hipertensi
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder disebabkan adanya penyakit lain, Gangguan tersebut
menyebabkan gangguan aliran darah sehingga jantung harus bekerja lebih keras
sehingga tekanan darah meningkat.
2.4.3 Gejala Klinis
Gejala – gejala yang dirasakan penderita hipertensi antara lain sakit kepala 40,5
%, berdebar 28,5 %, sering buang air kecil waktu malam 20,4 %, rasa limbung
20,8 %, dan sering mengalami telinga berdengung 13,8 %
2.4.4 Faktor resiko
1. Genetik
Kasus hipertensi esensial 70-80% diturunkan dari orang tuanya.
Apabila riwayat hipertensi di dapat pada kedua orang tua maka dugaan
hipertensi esensial lebih besar bagi seseorang yang kedua orang tuanya
menderita hipertensi ataupun pada kembar monozygot (sel telur) dan salah
satunya menderita hipertensi maka orang tersebut kemungkinan besar
menderita hipertensi.
2. Berat badan
16
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Obesitas merupakan ciri khas
penderita hipertensi. Walaupun belum diketahui secara pasti hubungan antara
hipertensi dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan
sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dari
pada penderita hipertensi dengan berat badan normal.Pada orang yang terlalu
gemuk, tekanan darahnya cenderung tinggi karena seluruh organ tubuh
dipacu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan energi yang lebih besar
jantungpun bekerja ekstra karena banyaknya timbunan lemak yang
menyebabkan kadar lemak darah juga tinggi, sehingga tekanan darah menjadi
tinggi
3. Jenis kelamin
Prevalensi penderita hipertensi lebih sering ditemukan pada kaum
pria daripada kaum wanita, hal ini disebabkan pada umumnya yang bekerja
adalah pria, dan pada saat mengatasi masalah pria cenderung untuk emosi
dan mencari jalan pintas seperti merokok, mabuk minum-minuman alkohol
dan pola makan yang tidak baik sehingga tekanan darahnya dapat meningkat.
Sedangkan pada wanita masih dapat mengatasinya dengan tenang dan lebih
stabil. (Beevers, 2002). Tetapi pada usia 40 tahun ke atas tekanan darah
cenderung meningkat pada wanita karena hormone estrogen mulai berkurang
yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).
Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis
4. Etnis
Pada masyarakat masyarakat Afro – Karibia hipertensi sangat umum
terjadi di Amerika Serikat, terjadi dua kali lebih banyak daripada masyarakat
berkulit putih dan Hispanik. Terdapat bukti yang cukup kuat bahwa
penyebran hipertensi dalam masyarakat keturunan Afrika Di Inggris dan
Amerika Serikat berkaitan dengan konsumsi garam. Di afrika, dengan
urbanisai yang meningkat, terjadi peningkatan tajam konsumsi garam dan
penurunan konsumsi potassium
5. Pola asupan garam dalam diet
Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan darah.
Telah ditunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah ketika semakin tua,
17
yang terjadi pada semua masyarakat kota, merupakan akibat dari banyaknya
garam yang dimakan. Masyarakat yang mengkonsumsi garam yang tinggi
dalam pola makannya juga adalah masyarakat dengan tekanan darah yang
meningkat seiring bertambahnya usia. Sebaliknya, masyarakat yang
konsumsi garamnya rendah menunjukkan hanya mengalami peningkatan
tekanan darah yang sedikit, seiring dengan bertambahnya usia. Terdapat
bukti bahwa mereka yang memiliki kecenderungan menderita hipertensi
secara keturunan memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk
mengeluarkan garam dari tubuhnya. Namun mereka mengkonsumsi garam
tidak lebih banyak dari orang lain, meskipun tubuh mereka cenderung
menimbun apa yang mereka makan
6. Merokok
Kebiasaan merokok, minum-minuman beralkohol dan kurang
olahraga serta bersantai dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah.
Rokok mempunyai beberapa pengaruh langsung yang membahayakan
jantung. Apabila pembuluh darah yang ada pada jantung dalam keadaan
tegang karena tekanan darah tinggi, maka rokok dapat memperburuk keadaan
tersebut. Merokok dapat merusak pembuluh darah, menyebabkan arteri
menyempit dan lapisan menjadi tebal dan kasar
7. Stress
Stres dapat meningkatkan tekanan darah dalam waktu yang pendek,
tetapi kemungkinan bukan penyebab meningkatnya tekanan darah dalam
waktu yang panjang. Dalam suatu penelitian, stres yang muncul akibat
mengerjakan perhitungan aritmatika dalam suatu lingkungan yang bising,
atau bahkan ketika sedang menyortir benda berdasarkan perbedaan ukuran,
menyebabkan lonjakan peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba (Beevers,
2002).
Menurut Adnil Basha (2004), stres diduga melalui aktivitas syaraf
simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas). Peningkatan
aktivitas saraf simpatis mengakibatkan meningkatnya tekanan darah secara
intermitten (tidak menentu). Gangguan kepribadian yang bersifat sementara
dapat terjadi pada orang yang menghadapi keadaan yang menimbulkan stres
berat. Gangguan tersebut dapat berkembang secara tiba-tiba atau secara
bertahap
18
8. Olahraga
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi
karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tekanan darah.
Kurangnya melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya
obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya
hipertensi. Meskipun tekanan darah meningkat secara tajam ketika sedang
berolahraga, namun jika berolahraga secara teratur akan lebih sehat dan
memiliki tekanan darah lebih rendah dari pada mereka yang tidak melakukan
olahraga. Olahraga yang teratur dalam jumlah sedang lebih baik dari pada
olahraga berat tetapi hanya sekali.
2.5 Analisa
2.5.1 Masalah
Dalam pelayanan kesehatan, pemerintah telah melakukan berbagai
upaya untuk meningkatkan kondisi kesehatan, namun itu dilakukan secara garis
besar, tidak dilakukan secara pendekatan individu supaya calon jemaah haji
menyadari betapa pentingnya mempersiapkan dan menjaga kondisi fisik dalam
melaksanakan ibadah haji. Dari data pemeriksaan kesehatan yang dilakukan,
tercatat penyakit Hipertensi menjadi penyakit bawaan dengan jumlah penderita
terbesar sebanyak 464 orang, angka kesakitan lainnya yang menunjukan angka
cukup besar adalah pada penyakit pernafasan ( command cool) sebanyak 158
0rang dan penyakit sistem otot dan tulang (mialgia) sebanyak 149 orang.
Kemudian di susul oleh peny.sistem pencernaan: gastritis, peny.endokrin :
niddm, peny.sistem saraf : tension headache, peny.infeksi: diarrhoea &gea,
trauma&akibat external:motion sickness, peny.kulit&sub kutan:alergic kontak
dermatitis, peny.mata&adneksa:conjungtivitis. Pemeriksaan kesehatan yang
dianjurkan pada 6 bulan dan 3 bulan sebelum keberangkatan ternyata memiliki
rentang jarak yang terlalu jauh dengan waktu keberangkatan, sehingga tidak
dapat diketahui lagi kondisi kesehatan calon jemaah, dalam kondisi sehat atau
tidak.
2.5.2 Penyebab Masalah
Persepsi bahwa pergi haji hanya memerlukan persiapan niat dan materi, tanpa
memperhatikan kesehatan, karena banyak dari para calon haji beranggapan lebih
19
baik meninggal di tanah suci. Akibatnya tercatat masih banyak calon haji yang
divonis memiliki penyakit, ini disebabkan oleh:
a. Calon jemaah haji tidak melakukan pemeriksaan kesehatan berkala (satu
minggu sekali atau minimal 2 minggu sekali) di puskesmas atau Dokter
setempat setelah pemeriksaan anjuran (6 bulan dan 3 bulan sebelum
keberangkatan)
b. Kurangnya kegiatan fisik rutin yang dapat meningkatkan kondisi
kesehatan, kegiatan tersebut seperti latihan kesegaran jasmani
c. Pola makan yang tidak teratur, diantaranya makan tidak pada waktunya.
d. Banyak mengkonsumsi makanan berlemak dan kolesterol.
e. Pengaturan berat badan yang tidak teratur (Obesitas).
f. Perilaku yang potensial menimbulkan gangguan kesehatan, seperti
kebiasaan merokok, menyimpan jatah makanan untuk dimakan di lain
waktu (menunda makan), dll.
g. Melakukan aktifitas yang tidak perlu yang dapat menguras tenaga.
2.6 Upaya Pencegahan
Sebelum berangkat menunaikan ibadah haji, seyogyanya calon jemaah haji harus
melakukan persiapan- persiapan. Persiapan tentang ilmu manasik haji juga persiapan
fisik dan mental. Persiapan fisik dan mental meliputi pemeriksaan kesehatan,
persiapan dalam menghadapi perubahan cuaca dan iklim di negara Saudi Arabia,
persipan untuk menjaga kondisi fisik yang baik dan prima, sehingga dapat
menjalankan ibadah haji dengan optimal
2.6.1 Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri
dari berbagai faktor risiko.Dapat dilakukan dengan cara :
a. Mengkonsumsi makanan sehat dan mengurangi garam
b Hindari stress. Usahakan sejak berangkat dan selama di perjalanan tenang,
tidak usah tergesa-gesa dan berdesakkan.
c. Kegiatan fisik dalam rangka menunaikan ibadah sunah disesuaikan dengan
kondisi kesehatan dan nasehat dokter dan lokasi pemondokan yang jauh dari
mesjid. Termasuk melontar jumroh di Mina sebaiknya jemaah yang sakit
diwakilkan dengan jemaah yang sehat untuk menghindari situasi berdesakan.
d. Istirahat yang cukup.
e. Olah Raga teratur jalan kaki lebih kurang 30 menit sehari.
f. Tidak merokok.
20
g. Selalu gunakan masker untuk melindungi diri dari penyakit infeksi dari
orang lain (batuk,pilek,demam) yang semua itu dapat meningkatkan denyut
jantung menjadi lebih cepat dan dapat menimbulkan rasa tidak nyaman bahkan
sesak nafas.
2.6.2.Pencegahan Sekunder
Pencegahan Sekunder adalah upaya yang dilakukan untuk mendeteksi dini suatu
penyakit pada awal masa sakit berupa screening (penyaringan), hal ini dapat
dilihat pada pemeriksaan kesehatan jemaah haji. Bagi calon jemaah haji yang
terdeteksi menderita hipertensi agar melakukan tindakan pengobatan secara
teratur sehingga memungkinkan menjalankan ibadah haji dengan kondisi prima.
Jemaah haji hipertensi sebaiknya rutin mengontrol tekanan darah pada dokter
kloter masing-masing (konsultasi) dan bawalah obat anti hipertensi bila
bepergian dan minum secara teratur.
2.6.3.Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih
berat, kecacatan dan kematian. Untuk jemaah haji hipertensi agar tetap
melakukan pemeriksaan tekanan darah secara berkala dan berobat secara teratur.
Dengan demikian kondisi fisik dapat dipertahankan secara optimal baik
sebelum, selama dan setelah melaksanakan ibadah haji
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Penyakit terbanyak jamaah haji adalah penyakit hipertensi
2. Dasar Hukum Pengamanan Kesehatan Jemaah Haji di atur Sesuai dengan Undang –
Undang Republik Indonesia No : 23 tahun 1992, Keputusan Presiden Republik
Indonesia No : 62 tahun 1995, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No.2
tahun 1992 tentang penyelenggaraan urusan haji pada pasal 8 dan keputusan Menteri
Kesehatan RI No.1117/Menkes/ SK/XII/1992
3. Pemeriksaan Kesehatan Calon Jemaah Haji ada dua yaitu : Pemeriksaaan Kesehatan
Tahap Pertama dan Pemeriksaaan Kesehatan Tahap kedua
4. Jamaah haji resiko tinggi sebanyak 2891 orang sedangkan jamaah haji non resiko
tinggi sebanyak 1678 orang.
5. Upaya pencegahan yang dilakukan terdiri dari pencegahan primer, sekunder dan
tersier.
22