KKN-PROGRAM SENI BUDAYA
Transcript of KKN-PROGRAM SENI BUDAYA
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A.Analisis Situasi .................................................................................................... 1
B.Permasalahan ..................................................................................................... 2
C.Tujuan ................................................................................................................. 2
D.Target. ................................................................................................................. 2
E.Lokasi KKN. .......................................................................................................... 2
F.Mahasiswa dan Dosen Pembimbing Lapangan ......................................................... 4
BAB IIPERENCANAAN, PELAKSANAAN DAN HASIL PROGRAM KKN SENI BUDAYA ........................................................................ 5
A.Perencanaan Program .......................................................................................... 5
1.Sosialisasi Program KKN ..................................................................................... 6
2.Pendataan dan Identifikasi Potensi, Permasalahan serta Kebutuhan ................. 6
B.Pelaksanaan Program ........................................................................................ 21
1.Profil Lokasi KKN .............................................................................................. 21
2.Program – program yang Dilaksanakan .............................................................. 22
3.Hasil – hasil Pelaksanaan Program ................................................................... 22
4.Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Program ............................... 22
BAB IIIKESIMPULAN, REKOMENDASI DAN TINDAK LANJUT ....................................................... 24
A.Kesimpulan ......................................................................................................... 24
B.Rekomendasi ....................................................................................................... 25
C. Tindak Lanjut Program ..................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 27
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Analisis Situasi
Asal mula Lebakwangi
Kata Lebak Wangi terdiri dari dua kata yaitu Lebak dan Wangi, Lebak menurut bahasa
Sunda yaitu lebih rendah, sedangkan pengertian wangi berarti harum. Pendapat lain
mengatakan Lebak Wangi berasal dari kata Tanjung Wangi, yang berarti :
1. Nama sebuah bunga
2. Ujung, sebagian daratan yang menjorok ke laut
3. Bahagia
4. Harum dan terkenal
Berdasarkan asal usulnya kata Tanjung Sari mengandung arti sebuah pohon tanjung
yang bunganya wangi tersebar kemana-mana, atau juga dapat berarti suatu tempat yang
menjorok ke laut. Pendapat lain juga mengatakan bahwa lebak wangi berasal dari bahasa
Jawa yang berarti bunga teratai.
Kesimpulan dari berbagai macam pendapat baik itu Tanjung Wangi maupun Tunjung
Wangi, kenyataan yang ada sekarang ada di nuku pemerintahan tercatat sebagai Lebak
Wangi. Dulu Lebak Wangi ini termasuk kedalam Kecamatan Pameumpeuk, tapi sekarang
termasuk ke dalam Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat.
Asal muasal lebak wangi ini juga berhubungan dengan sebuah telaga Bandung zaman
dulu di daerah priangan terkenal sebuah dongeng yang menceritakan bahwa dataran tinggi
Bandung dahulu kala adalah sebuah telaga. Penyelidikan geologi oleh R. Van Koenigswald
membenarkan cerita tersebut, garis tinggi 725 meter yang melewati Padalarang, Bandung,
Cicalengka, Banjaran, Soreang sampai ke sebelah Barat Cililin dahulunya adalah garis tepi
danau . (Drs. R Soekmono, Pengatar Sejarah Kebudayaan Indonesia, Nasional Trikarya,
Jakarta 1955, Jilid I cetakan IV, hal 42).
Berdasarkan keterangan di atas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa kata Lebak
Wangi atau Tanjung Wangi atau pun Tunjung Wangi mengandung makna yang
berhubungan dengan sejarah Talaga Bandung zaman dulu. Jadi kata lebak wangi yaitu
nama suatu tempat yang paling rendah bekas terendam air Talaga Bandung, yang terkenal
ke Mancanegara.
1
2
B. Permasalahan
Berbagai jenis kesenian tradisional asli Sunda, khususnya seni Sunda Buhun nyaris
punah akibat banyak di tinggalkan masyarakatnya sendiri. Sebagai seni yang menjadi
kekayaan budaya lokal, seni Sunda Buhun terus kehilangan penerusnya akibat para pelaku
seninya kurang mendapat tempat dan dihargai publik, serta terdesak seni pop modern yang
dianggap lebih menarik.
Seni Sunda buhun semakin di tinggalkan masyarakat karena dinilai monoton sehingga
tidak memiliki daya jual yang menarik. Kondisi itu diperparah oleh tidak adanya dukungan
publik dan modal dari pemerintah sehingga jarang ditampilkan lagi di tengah masyarakat.
Sehingga mungkin dalam beberapa tahun ke depan seni budaya Sunda Buhun dapat
dipastikan menjadi barang kuno bila tidak segera dilestarikan dan dikembangkan kembali.
Seperti halnya dengan kondisi seni Sunda Buhun di Desa Lebakwangi, dimana
keanekaragaman seni Sunda Buhun yang terdapat di Desa Lebakwangi kurang mendapat
apresiasi dari para generasi muda, hal ini dapat menjadi penghambat dalam tumbuh
kembangnya kesenian yang terdapat didesa LebakWangi.
C. Tujuan
Adapun tujuannya antara lain :
1. Menghidupkan kegiatan kesenian yang terdapat di Desa Lebakwangi.
2. Menggali dan mengembangkan potensi seni budaya yang ada sehingga menjadi
kebanggaan masyarakat khususnya masyarakat di Desa Lebakwangi.
3. Mendorong kecintaan masyarakat terhadap seni budaya daerah Desa Lebakwangi.
D. Target.
Adapun target yang ingin dicapai adalah mengaktifkan kegiatan kesenian (terlibat
dalam jadwal rutin latihan dan pementasan kesenian). Serta melestarikan, mengembangkan
dan memelihara kesenian dan budaya yang ada di desa Lebakwangi Kecamatan Arjasari
Kabupaten Bandung.
E. Lokasi KKN.
Kampung : Pasir Jati
Desa : Lebakwangi
Kecamatan : Arjasari
Kabupaten : Bandung
3
Peta Lokasi
4
BATAS WILAYAH
BATAS DESA/KELURAHAN KECAMATANSebelah Utara Wargaluyu ARJASARISebelah Selatan Batu Karut ARJASARISebelah Timur Arjasari ARJASARISebelah Barat Taraju Sari BANJARAN
F. Mahasiswa dan Dosen Pembimbing Lapangan
MAHASISWA :
Agung Sumirat/0605987/Administrasi Pendidikan/FIP
Dina Yuliana/0603917/PGSD/FIP
Dwi Putri Rizkiana/0606035/Pend.Bhs Indonesia/FPBS
Ema Nurluthfyani/0607263/Matematika/FPMIPA
Galih Priambara Rachman/0608813/Seni Musik/FPBS
Irpan Habibi/0607566/Pend. Biologi/FPMIPA
Lina Hazmi Ajrina/060437/Pend. Arsitektur/FPTK
Niar Winiarti/0608265/Pend. Manajemen Perkantoran/FPEB
Rahmat Nugraha/0609020/Pend. Bhs Jepang/FPBS
Siti Nuralifah/0607495/Manajemen Pemasaran Pariwisata/FPIPS
Yayah Eliyah/0803348/PGSD/FIP
DOSEN PEMBIMBING :
Henri Nusantara M.Sn.
BAB II
PERENCANAAN, PELAKSANAAN
DAN HASIL PROGRAM KKN SENI BUDAYA
A. Perencanaan Program
Kondisi tradisional Sunda Buhun saat ini secara berangsur mulai menghilang. Saat ini
generasi muda mulai menyenangi seni yang datangnya dari luar dibandingkan kesenian asli
milik bangsa sendiri. Saat ini seni budaya Sunda terus menerus mengalami pergeseran.
Bahkan seni budaya buhun yang merupakan seni leluhur sudah sulit ditemui. Padahal, seni
Sunda Buhun dikenal sangat kaya nilai. Mulai dari hubungan antara manusia dengan
Tuhannya, manusia dengan manusia lain, hingga hubungan manusia dengan alamnya.
Untuk itu, kami sebagai kelompok mahasiswa KKN Tematik Seni Budaya UPI sangat
mendukung berbagai upaya pelestarian seni Budaya Sunda. Jika tidak diantisipasi dengan
langkah-langkah pelestarian, kekayaan tradisi tersebut akan tinggal menjadi sejarah.
Seni budaya Sunda Buhun semakin ditinggalkan oleh masyarakatnya karena dinilai
monoton sehingga tidak memiliki daya jual yang menarik. Kondisi itu diperparah oleh tidak
adanya dukungan publik dan modal dari pemerintah sehingga jarang bisa ditampilkan lagi di
tengah masyarakat. Seperti kondisi seni budaya Sunda Buhun di Desa Lebakwangi yang
ternyata masih mempunyai beberapa seni Sunda Buhun seperti, Terebang, Ujungan, Beluk,
Kacapi Suling, Pencak Silat, Goong Renteng atau Embah Bandong.
Untuk melestarikan Seni Sunda Buhun di Desa Lebakwangi yang terus menghilang,
maka Kami mahasiswa KKN program tematik Seni Budaya merasa antusias terhadap seni
budaya yang ada di Desa Lebakwangi, sehingga kami mengadakan observasi langsung di
daerah yang memilki potensi seni seperti di RW 02, 03, 06 dan 07 serta ikut berpartisipasi
aktif dalam setiap kegiatan kesenian tersebut. Selain berpartisipasi aktif dalam setiap
kegiatan kesenian di Desa Lebakwangi, Kami pun ikut berpartisipasi dalam kegiatan-
kegiatan yang ada di Desa Lebakwangi lainnya diantaranya posyandu di RW 01 dan 11
(penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan serta pemberian vitamin A),
kegiatan 17-an di RW 11 sebagai panitia bersama dengan Karang Taruna (kegiatan
perlombaan anak-anak dan dewasa, pawai obor, arak-arakan kuda renggong), sebagai
panitia lomba gerak jalan yang diadakan oleh Kelurahan Lebakwangi, menghadiri kegiatan
perayaan 17-an di Kecamatan Arjasari (upacara memperingati Hari Kemerdekaan Republik
Indonesia) dan mengisi acara 17-an di RW 06 (sebagai tamu undangan dan ikut
memeriahkan acara dengan mempersembahkan sebuah lagu dan tarian), mengikuti
24
6
kegiatan kerja bakti di makam leluhur di Lebakwangi, mengikuti kegiatan pengajian yang
diadakan di RW 02 dan 04 serta menghadiri hajatan-hajatan seperti khitanan dan
perkawinan yang di dalamnya terdapat kesenian seperti goong renteng, reog, kuda
renggong, terebangan dan lain sebagainya. Seni-seni yang digelar tidak hanya berupa Seni
Ibing (gerak) tetapi juga Seni Tabuh (pukul), maupun Seni Sora (suara).
Oleh karena itu, jika tidak dilestarikan dari sekarang dalam beberapa tahun ke depan
seni budaya Sunda Buhun dapat dipastikan menjadi barang kuno bila tidak segera
dilestarikan dan dikembangkan. Untuk itu, kiranya dalam memahami seni budaya Sunda
Buhun tidak dikaitkan dengan akidah atau agama yang selama ini sering menjadi pagar
antara boleh dan tidak.
1. Sosialisasi Program KKN
• Pemerintahan setempat (Kec, Desa, RW/RT/Tokoh Masyarakat dan
Lembaga Terkait
Sosialisasi yang dilakukan di Kecamatan Arjasari khususnya Desa Lebakwangi ini
yaitu dengan mengunjungi Kantor Desa Lebakwangi dan selanjutnya mengunjungi
masing-masing RW yang memiliki seni budaya yang berpotensi misalnya RW 02, 03, 06
dan 07. Selanjutnya mengunjungi tokoh masyarakat yang ada di Desa Lebakwangi.
• Masyarakat Sekitar
Sosialisasi dengan masyarakat sekitar yaitu dengan cara berinteraksi dan
mengundang anak-anak Karang Taruna khususnya di RW 11 untuk mengadakan rapat
menyambut Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-64.
Tema Program : melestarikan kebudayaan sunda buhun
Jenis Kegiatan Program : - ikut terlibat dalam kegiatan latihan kesenian
- ikut terlibat dalam pementasan kesenian
- ikut terlibat dalam kegiatan menyambut Hari
Kemerdekaan Republik Indonesia
- ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan lainnya yang
diselenggarakan oleh desa (panitia gerak jalan di Kantor
Desa, posyandu dan pengajian)
2. Pendataan dan Identifikasi Potensi, Permasalahan serta Kebutuhan
• Sasaran Objek
Seni budaya yang terdapat ataupun dimiliki oleh Desa Lebakwangi sangatlah
beraneka ragam umumnya secara geografis kesenian yang terdapat di Desa
7
Lebakwangi terdapat di wilayah RW 02, 03, 06 dan 07. Sedangkan Cagar Budaya
Bergerak (BCB) yang ada di Kecamatan Arjasari ada 3 buah Rumah Adat Kabuyutan
yang berlokasi di Desa Batu Karut, Makam Leluhur yang berlokasi di Desa Batu Karut
dan Rumah Adat Kabuyutan.
Di desa Lebakwangi ada Seni buhun ialah seni budaya yang sudah turun
temurun ada sejak dulu sebelum Lebakwangi ada dan masih dilestarikan oleh
masyarakat dan digunakan dalam berbagai kegiatan-kegiatan penting, seperti hajatan,
sunatan, kawinan, pelantikan bupati dan penyambutan tamu penting negara. Yang
termasuk dalam seni buhun itu misalnya:
1. Goong Renteng
Goong Renteng Mbah Bandong ialah salah satu seni tradisi yang berbentuk
permainan gamelan kuno. Kesenian ini berasal dari Desa Lebakwangi/Batukarut, Kec.
Banjaran, Kab. Bandung. Oleh masyarakat setempat gamelan tersebut dianggap
sebagai gamelan pusaka atau gamelan keramat, dimana gamelan tersebut hanya
ditabuh di waktu-waktu tertentu saja, yaitu pada peringatan kelahiran Nabi Muhammad
SAW atau pada upacara-upacara penting lainnya, misalnya upacara yang mengandung
unsur kesejarahan, upacara pernikahan dan khitanan. Goong Renteng ini diadakan
hanya satu tahun sekali biasanya tepat pada tanggal 12 Maulud. Menurut buku Nyucruk
Galur Mapay Raratan Riwayat Lebakwangi, Desa Lebakwangi dan Batu Karut dulunya
adalah sebuah Negara yang bernama Tanjung Wangi atau Tunjung Wangi. Pada masa
pemerintahan Mbah Panggung Jayadikusumah atau yang lebih dikenal dengan sebutan
Mbah Dalem Andaya Sakti, gamelan goong renteng ini secara tidak disengaja
ditemukan disebuah gundukan tanah, setelah dibersihkan, gamelan ini kemudian
dirawat dan dipelajari sampai bisa dimainkan.
Gamelan goong renteng jika dilihat dari bentuk fisik, dari masing-masing waditra
atau alat musik sebenarnya menyerupai gamelan lain terutama gamelan degung,
namun tangga nadanya atau larasnya tidak sama dengan gamelan lain. Tangga nada
yang digunakan disebutnya Laras Bandong, mantra-mantranya ini saledro bukan pelog
bukan, tapi ada yang menyebutnya Laras Bandong. Gamelan ini terdiri atas kongkoang
(sejenis bonang), gangsa (sejenis saron), paneteg (semacam kendang), beri (semacam
gong tidak berpenclon) dan dua buah gong besar. Alat-alat musik ini terbuat dari
perunggu dan campuran jenis logam lainnya.
8
Ngarumat Benda Pusaka di Arjasari
Ngarumat adalah kegiatan membersihkan barang pusaka seperti senjata dan
renteng. Kegiatan ngarumat biasanya dilakukan pada hari yang bertepatan dengan
tanggal 12 Rabiul Awal (Maulud) atau hari lahirnya Nabi Muhammad Saw ini, seluruh
warga dari dua kampung (Kampung Batukarut dan Lebakwangi) tersebut berkumpul di
situs Kabuyutan Bumi Alit. Bumi Alit ini merupakan rumah adat Sunda tempat
menyimpan benda-benda pusaka, yakni suatu tempat yang dijadikan tempat pertemuan
warga.
Situs Kabuyutan sendiri, dipercaya warga sebagai cikal bakal lahirnya Desa
Lebakwangi, sehingga situs tersebut dijadikan tempat bersilaturahmi. Momen perayaan
Nabi Muhammad SAW dijadikan momen yang tepat untuk bersilaturahmi bagi
keturunan Lebakwangi dan menggelar acara ngarumat benda pusaka, suatu acara yang
menjadi tradisi tahunan masyarakat Lebakwangi.
Bebagai kegiatan digelar dalam rangka peringatan hari lahir Rasullullah SAW, di
dua desa ini, mulai dari pengajian, pergelaran kesenian goong renteng, sampai
ngarumat barang pusaka, membersihkan benda pusaka, seperti senjata dan renteng.
Kegiatan Mauludan Ngarumat barang pusaka dan pergelaran kesenian goong renteng,
Mbah Bandong ini dilaksanakan di Bumi Alit Situs Kabuyutan, di Jalan Raya Arjasari,
Kab. Bandung.
Acara ngarumat barang pusaka atau masyarakat Lebakwangi menyebutnya
Ngabakan, menjadi kegiatan yang ditunggu-tunggu warga. Sejak pagi hari warga
membawa botol maupun wadah kosong lainnya. Mereka berharap berkah dari air bekas
cucian barang pusaka, sekalipun harus berdesak-desakan. Tua, muda, laki-laki,
perempuan, bahkan anak-anak rela berdesakan demi mendapatkan air berkah dari
goong renteng maupun senjata pusaka lainnya.
Warga percaya, dengan mendapat air bekas cucian barang pusaka, baik senjata
maupun goong renteng, mereka akan mendapatkan berkah atau niat yuang diinginkan.
Selain ditampung ke dalam botol atau wadah lainnya, ada pula yang mengguyur
tubuhnya dengan air tersebut, hingga basah kuyup atau membawa ember kosong.
Setelah terisi penuh, orang itu kemudian berkeliling menghampiri orang-orang yang
berkumpul di halaman Bumi Alit sambil mencipratkan air berkah tersebut kepada orang-
orang. Suatu kebersamaan yang sangat jarang ditemui di tempat lain.
Prosesi ritual dimulai dengan ngarumat barang pusaka pada pagi hari, pukul
07.00 WIB. Ada enam pusaka yang dibersihkan yakni sumbal, gobang, keris, pedang,
wangkinan, sekin dan kujang. Senjata-senjata tersebut disimpan di Bumi Alit,
9
sedangkan goong renteng disimpan di rumah Bah Ayip. Untuk gamelan goong renteng
Mbah Bandong, sebelum dibersihkan para petugas menjemputnya ke rumah sesepuh
Lebakwangi, Bah Ayip. Proses menjemput gamelan goong renteng disebut dengan
mapag sambil diiringi terebangan, kemudain diarak keliling kampung, tidak lupa pula,
berbagai sesaji yang terdiri atas 5 rupa disiapkan.
Sesampainya di Situs Bumi Alit, gamelan goong renteng itu kemudian
ditempatkan di tempat yang tinggi. Setelah mendapat komando, petugas membersihkan
gamelan tersebut dengan air campuran tebu, jeruk nipis dan combrang (honje).
Sesepuh sasaka pusaka nagara (sesepuh Situs Bumi Alit) mengungkapkan, goong
renteng terbuat dari perunggu dan hanya bisa dibersihkan dengan ketiga jenis sayuran
yang mengandung asam itu. Usai dibersihkan, gamelan gong renteng tersebut
kemudian dimainkan diatas bale yang sebelumnya telah dikeringkan. Ada perlakuan
yang unik terhadap goong renteng. Menurut Bah Oman Rohman (juru pelihara Bumi
Alit) Goong renteng harus dialasi daun pisang dan tali agar bunyinya nyaring. Jika tidak,
selain tidak nyaring, terkadang bunyinya pun tidak keluar. Sebelum gamelan itu ditabuh
terlebih dahulu dicocokan nadanya dengan cara memasukkan tanah pada bagian
bawahnya. Selain itu, Gamelan Goong Renteng tidak bisa dikawihan (mengiringi lagu).
Lebih unik lagi, nada yang muncul bermacam-macam seperti gamelan Sunda, Jawa,
dan Bali. Sedangkan usia lagu-lagu yang dibawakan semuanya sama dengan umur
gamelan Goong Renteng tersebut, mulai “Ganggong”, “Jogig”, “Cukak Salaka” sampai
Sunda Purba. Dalam pergelaran Goong Renteng ada sekitar empat puluh lagu yang
dibawakan.
Keahlian menabuh gamelan Goong Renteng telah ditularkan kepada para
generasi muda dan kalangan perempuan Desa Lebakwangi. Selain untuk menjaga
kelestarian Goong Renteng beserta lagu-lagunya, juga untuk memperkenalkan isi dan
maksud dari lagu tersebut.
10
PEDARAN SINGGET
PATALI SARENG SASAKA WARUGA PUSAKA
Identitas
1. Letak : Jalan Raya Arjasari
Desa Batukarut RT RW Kecamatan Arjasari Kabupaten
Bandung
2. Jenis Situs : Rumah Adat Sunda
3. Luas Area Situs : 1 Ha
4. Istilah yang dikenal : Bumi Alit Kabuyutan
5. Kepengurusan : Sasaka Waruga Pusaka
6. Kekayaan : Goong Renteng, Bale rumpaka, Perabotan Rumah Tangga
Kuno, Perkakas perang, dll.
7. Kegiatan :
A. Rutin
- Pemeliharaan Kebersihan lingkungan situs setiap hari Rabu dan Minggu
- Muludan setiap Tanggal 12 Rabiul Awal tahun Hijriyah
- Kaliwonan (Malam Jum`at Kliwon) Musyawarah Kerja Pengurus
B. Insidensil :
- Penerimaaan Tamu dari Dinas
- Penyertaan orang yang berniat Tafakur
- Lain-lain
Guaran Silokaning Sesajian :
1. Ngukus , Meuleum menyan dina parupuyan ngandung silokaning hirup hurip anu
salawasna kudu tasyakur/ nganuhunkeun kana kersana Gusti Allah SWT, wireh urang
aya dialam dunya teh muasalna tina 4 unsur : Acining Geni, Acining Angin, Acining
Banyu, Acining Bumi;
2. Rujakeun Warna 7 ( tujuh jenis/rupa) Mangrupi tanggara kanyataan sareng
anutan kahirupan sacara umum( social) ngandung siloka pangwinci hurip kudu ngahiji,
campur gaul kudu sauyunan, ulah deuk pahiri-hiri, pagirang girang tampian, kudu akur
jeung barur-batur papada sanajang jeung sejen bangsa.
11
3. Dewegan , buah kalapa anu sedeng can kolot tapi tos aya pibakaleun kalapa,
ngandung hartos yen urang salawasna kudu beresih fikir herang manah, ibarat cai
kalapa dewegan anu herang ngagenclang tanpa katinggal tempat asal
ngalebetkeunana, estu herang sareng rasana kersaning Gusti, Salajengna tina kalapa
oge urang nyandak hikmah yen sadaya kahirupan kedah mangfaat, ti ngawitan
tangkalna janten bahan, baralakna janten sapu, dugi ka acina janten sanaten samara
malah diolah janten leueuteun sagala. Aya babasan kolot kalapa, hartosna jalma anu
tiasa nyandak hikmah tina acining kahirupan.
4. Cau Kapas dibeuleum make gula beureum dikurud, Cau teh sarupaning buah anu
beda warna kulit, jeung daunna tapi sarua dina eusina, harorna najan urang teu sarua
beda suku jeung bangsa nanging kedah mawa kaagungan ajaran nyebarkeun anu sae,
utamina kedah ngajaga lawang napas ku anu mangupa mamanis, lambe kedah dijaga
ulah ngajaheutkeun manah nu seanes.
5. Rakocak Wajit Ngora, mangrupi olahan katuangan anu asalna tina beas ketan
dicampur gula, yen manusa anu asalna oge tos nyamabung , sarasa sakayakinan,
lengket pageuh maneuh antara jalma saterasna kudu dirakocek/ disambungkeun, dina
hartos ulah petot-petot nyambungkeun silaturahmi antawis papada jalma.
6. Bangkerok Ketan, naon rupi anu nyambung dina raga, dia rasa, hiji mangsa bakal
dipundut kunu agung satiap awak-awakan bakal maot ngarana ngabangkarak,
cindekna kedah seueur emut kana akhir kahirupan nyaeta Maot ngarana.
7. Bakakak Hayam Kampung, Tanggara yeng hirup kudu salawasna sumerah diri,
tumamprak tumarima kana taqdir ning Pangeran, ulah baha kana parentah nasib bias
diwincik, tapi takdir ti ajali.
8. Bako Tampang , mangrupa sesepeun tina bako anu tos kenging ngolah dipoe dina
pentrangna panon poe siang sareng diibun dina hawa tiis mangsa peuting hartosna
urang salaku manusa pinasti ngalaman dua alam nyaeta alam dunya sareng alam
akherat
12
9. Surutu sing kahartos antara nu mungkus jeung nu dibungkus, surutu teh bungkusna
Bako ari nu dibungkusna oge bako, upama dua-duana dibeuleum warna haseupna bakal
sarua, Bungkus silokaning ajen bhakti kana Dzat anu maha sampurna, sampurna teh
ilang tanpa karana . Haseup oge ilang teu katembong deui sabada ayana unsur seuneu.
Kukituna sing paos kana jasad jeung nyawa, duaduana bakal ilang Nyawa dipundut ku
Gusti, Jasad mulang kana asalna.
10.Lemareun Seureuh, Gambir, Apu di seupah, dilembar, di gayem acina acina
kalebetkeun hampasna dipiceun, kudu asak pamikiran, pari basa kudu dibeuweung
diutahkeun, masing asak-asak ngejo bisi tutung tambagana, masing-asak-asak nenjo
bisi kaduhung jagana.
11. Sisir jeug Eunteung, salamina urang kedah ngeunteung kana diri pribadi mawas diri,
nyaliksik diri ngotektak awak, supaya apal kana diri pribadi geus nepi kamana urang
ngaksanakeun kahadean, naha geus tobat tina sagala kasalahan. Sisir teh nyaeta
alat keur meresan anu pakusut dina mastaka, lahiriahna memang rambut, nanging nu
diharepkeun ayana silokaning hirup dina sisir nyaeta supaya urang salamina meresan
pikiran, laku lampah diluyukeun sareng Qur`an tur Sunah Rosul.
12.Endog Hayam Kampung, Ngandung siloka dua unsur anu pacampur ditungkus ku
cangkang anu ipis tapi kuat . Dijerona aya dua sifat anu ngahiji padet sareng cai,
silokaning kanyataan hirup asal-usul manusa tina dua jinis anu beda, ayana sir ti rama
putih sareng sir ti ibu kuning. Kulit endog kalintang dijagana sangkan ulah peupeus,
upama cohek saeutik oge kapan jadi ngurangan maknana, pon kitu urang sadaya kudu
bsa ngajaga cangkang, jasad, sareat, kanyataan ibu rama hormat tilawat sapapaosna .
13.Tumpeng, Aworna warna koneng jeung bodas, angina jeung cai, tanggara wujud
manusa diwangun kukalanggengan dua perkara, eusi tumpeng rupa rupa ti kawit
tangkal sayuran, sato kewan, lauk cai, lauk laut, sadaya ngamuara kana nyungcungna
tumpeng sangu anu jadi wasilah datangna tanaga kakuatan jadi tangan pangawasa
nyurup nyerep kana sungsum kana balung, dina hartos urang sadaya oge anu jadi
pakuburan sato jeung tutuwuhan, Kedah gaduh `itikad nyata jucung, kanu dituju,
anging karidoan Alloh SWT.
Sinareng seueur –seueur deui anu patali sareng guaran adat budaya sunda di Bumi
Alit Kabuyutan, anu Insya Allah upami dilelekan kalayan manah nu beresih nyoko kana
13
guaran ajaran ka Islaman, agama anu sampuna anu diwincik tina Budi sareng Daya. Pihatur
ieu ti kasepuhan Batukarut Lebakwangi, kalayan direka basa sanes ku ahli mugia teu
ngirangan kana makna nu kaseja.
2. Seni Beluk
Kesenian beluk banyak terdapat di daerah pegunungan Kabupaten Bandung dan
Daerah Kabupaten lainnya yang artinya sora dieluk-elukkan seorang pemain beluk
harus kuat memainkan suara keras panjang. Beluk dapat juga disebut
Macapat/membaca cepat-cepat membaca bari ngejapat (membaca sambil terlentang)
nenek moyang kita menyimbolkan badan manusia terdsiri dari 4 zat yaitu, api, angin,
tanah yang kesemuanya pemberian Tuhan yang harus dipelihara.
Macapat biasanya dipergunakan dalam acara acara 40 hari kelahiran bayi dengan
mengadakan syukuran kepada Tuhan YME dan diselenggarakan pada malam hari. Beluk
diambil dari pupuh yang 17 diantaranya Kinanti, Sinom, Asmarandana, Dangdanggula
KSAD, ceritanya bersumber pada naskah Wawacan yaitu: wawacan Ogin, wawacan
Ahmad Muhammad, Ali Muhtar, Angling Dharma, Arjuna Sastrabahu, Damar Wulan,
Danu Maya, Dewa Ruci, Ekalaya, Gandamanah, Rangga Pulung, Panji Wulung,
Sangkuriang, Sulanjana, Surya Ningrat, Udayana Walang Sangsana, dll.
Pertunjukkan beluk dilakukan oleh 4 orang atau lebih. Satu orang bertugas
sebagai pembaca kalimat-kalimat dari wawacan, kemudian juru ilo yang menyanyikan
dari bacaan tersebut dengan lagu pupuh 17 (KSAD) satu per satu, kostum biasanya
memakai baju kampret atau takwa, sarung/celana panjang, kopiah/iket, karena naskah
wawacan panjang biasanya membawa buku wawacan. Yang mnenarik dari
pertunjukkan beluk adalah di mana para juru ilo menyajikan dengan suara yang keras
dan panjang, sehingga menambah suasana yang khas oedesaan yang penuh dengan
keakraban dan harmoni dengan lingkungn alam. Beluk adalah salah satu jenis kesenian
rakyat yang tumbuh di Kabupaten Bandung dan sampai pada saat ini masih ada
beberapa orang yang peduli terhadap kesenian beluk.
3. Seni Terebangan
Menebarnya agama Islam di Jawa Barat yang dibawa para Wali berkembang
seiring dengan berkembangnya bentuk kesenian Islam terdiri dari seni vocal dan tari ,
seni drama/teater, kaligrafi dan arsitektur Islam. Akulturasi budaya Islam dengan
budaya Hindu dan animisme menghasilkan beberapa seni pertunjukkan yang khas. Seni
musik Islami di Indonesia adalah permainan rebana/terebang yang tersebar di seluruh
14
Indonesia. Seni vocal biasanya dimasukkan ke seni musik karena lagu-lagu pujian yang
dilantunkan sering diiringi musik/lagu-lagu yang dinyanyikan untuk menyebarkan
Agama Islam yang diambil dari Kitab Berjanji.
Kesenian Terebang tumbuh di lingkungan Masyarakat dan diakui sebagai kesenian
rakyat. Kesenian rakyat Terebang disebut juga dengan Terebang Gede, Terebang
Gebes, Terebang Ageng, dll.
Dengan beregesernya kesenian terebang menjadi hiburan yang lebih luas maka
kesenian tersebut mengalami perubahan alat musik dan lagu-lagunya. Penambahan alat
musik seperti kendang, terompet, goong, bahkan alat musik modern sepoerti organ dan
gitar lagu yang aslinya bernafaskan Islam bergeser menjadi lagu rakyat seperti lagu
botol kecap, tepang sono, buah kawiung, ayun ambing, kukiupu hiber dan lain-lain.
Gerak tari dalam kesenian terebang buhun diantaraya mengambil gerak-gerak
pencak silat dan gerak keseharian. Kostum terebang buhun memakai celana pangsi,
baju kampret, dan iket bentuk bebas. Nama alat music kesenian terebang berbeda-
beda, yaitu: terebang paling besar disebut terebang brung, terebang yang ke-2 disebut
terebang Kempring, terebang yang ke-3 disebut terebang prok, dan terebang yang ke-4
disebut terebang gembrung. Lagu-lagu dalam terebang diantaranya pupujian yang
bersumber dari Al-Quran seperti: Shalawat nabi, Asalamu, Yakaphi, Abi Bakri, Ya Nabi
dan Wulidan
4. Singa Depok
Singa Depok merupakan salah satu jenis seni baru yang tumbuh dan berkembang
di kabupaten Cirebon, kesenian ini berkembang di masyarakat untuk kebutuhan heleran
dalam acara syukuran khitanan.
Dalam pagelarannya kesenian singa depok lebih menitik beratkan pada atraksi
gerak sisingaan yang di mainkan secara berkelompok. Adapun musik iringannya terdiri
dari harmonisasi, kendang terompet dan gong.
5. Reog
Seni reog di Desa Lebakwangi merupakan kesenian pertunjukan rakyat dan
merupakan media yang sangat ampuh dalam menyiarkan syiar Islam pada zaman para
wali. Waditra yang di gunakan dalam kesenian reog yaitu empat buah dodog terompet,
empat buah angklung kecrek, gendang dua buah, ketipung gong, dan rebab. Busana
yang di pakai yaitu ikat kepala, baju kampret, sarung poleng, selendang, dan pengais
dodog.
15
Biasanya dalam kesenian reog terdapat juga pantun sunda yang merupakan salah
satu jenis kesenian tradisional buhun sunda dengan pelaku satu orang berperan sebagai
dalang. Pemetik kecapi, juru kawih, dan pelawak.
6. Barong
Kesenian Barong atau lebih dikenal dengan kesenian Barongan merupakan salah
satu kesenian rakyat yang amat populer dikalangan masyarakat Desa Lebakwangi. Di
dalam seni Barong tercermin sifat-sifat kerakyatan masyarakat Desa Lebakwangi,
seperti sifat: spontanitas, kekeluargaan, kesederhanaan, kasar, keras, kompak, dan
keberanian yang dilandasi dengan kebenaran. Barongan dalam kesenian Barongan
adalah suatu pelengkapan yang dibuat menyerupai Singa Barong atau singa besar
sebagai penguasa hutan angker dan sangat buas.
Adapun tokoh Singabarong dalam cerita Barongan disebut juga Gembong Amijoyo
yang berarti “Harimau Besar yang Berkuasa”. Kesenian Barongan berbentuk tarian
kelompok yang menirukan keperkasaan gerak seekor Singa Raksasa. Peranan Singa
Berong secara totalitas di dalam penyajian merupakan tokoh yang sangat dominan, di
samping ada beberapa tokoh yang tidak dapat dipisahkan, yaitu:
• Bujanganggon/Pujonggo Anom
• Joko Lodro/Gederuwo
• Pasukan Berkuda/Reog
• Noyontoko
• Untub
Selain tokoh tersebut di atas pementasan kesenian Barong juga dilengkapi dengan
beberapa perlengkapan yang berfungsi sebagai instrument musik, antara lain: kendang,
gendang, boning, saron, dan kempul. Seiring dengan perkembangan zaman ada
beberapa penambahan instrument modern yaitu berupa drum, terompet, kendang
besar, dan keyboards. Adakalanya dalam beberapa pementasan sering dipadukan
dengan kesenian campur sari.
Kesenian Barongan bersumber dari Hikayat Panji, yaitu suatu cerita yang diawali
dari iring-iringan prajurit berkuda mengawala Panji Asmarabangun/ Pujangga Anom dan
singa Barong.
Adapun secara singkat dapat diceritakan sebagai berikut:
Prabu Klana Sawandanadari Kabupaten Bantarangin jatuh cinta kepada Dewi
Sekartaji Putri dari Kerajaan Kediri, maka diperintahlah Patih Bujangganong/Pujangga
16
anom untuk meminangnya. Keberangkatannya disertai 144 prajurit berkuda yang
dipimpin oleh empat orang perwira diantaranya: Kuda Larean, Kuda Panagar, Kuda
Panyisih, dan Kuda Sangsangan. Sampai di HUtan Wengkar, rombongan Prajurit
Bantarangin dihadang oleh Singa Barong sebagai penjelmaan dari Adipati Gembong
Amijoyo yang ditugasi menjaga keamanan di perbatasan. Terjadilah perselisihan yang
memuncak menjadi peoerangan yang sengit. Semua prajurit dari Bantarangin dapat
ditaklukan oleh Singa Barong. Akan tetapi, keempat perwiranya dapat lolos dan melapor
kepada Sang Adipati Klana Sawandana. Pada saat itu juga ada dua Punakawan Raden
Panji Asmara Bangun dari Jenggala bernama Lurah Noyontoko dan Untubjuga yang
mempunyai tujuan yang sama yaitu diutus R. Panji untuk melamar Dewi Sekartaji.
Namun setelah sampaidi Hutan Wengker, Noyontoko dan Untub mendapat
rintangan dari Singa Barong yang melarang keduanya untuk melanjutkan perjalanan,
namun keduanya saling ngotot sehingga terjadilah peperangan. Namun Noyontoko dan
Untub merasa kewalahan sehingga mendatangkan saudara seperguruannya yaitu Joko
Lodro dari Kedung Srengenge. Akhirnya Singa Barong dapat ditaklukan dan dibunuh.
Akan tetapi, Singa Barong memiliki kesaktian. Meskipun sudah mati asal disumbari ia
dapat hidup kembali. Peristiwa ini kemudian dilaporklan ke R. Panji, kemudian
berangkatlah R. Panji dengan rasa marah. Adipati Klana Sawendana mencabut pusaka
andalannya, yaitu berupa pecut Samandiman dan berangkat menuju Hutan Wengker
untuk membunuh Singa Barong. Dengan senjata andalannya yang berupa pecut
Samandiman Adipati Klana Sawendana berhasil berhasil mewlumpuhkan Singa Barong
menjadi lemah tak berdaya.
Akan tetapi, berkat kesaktian Adipati Klana Sawendana kekuatan Singa Barong
dapat dipulihkan kembali, dengan syarat Singa Barong mau mengantarkannya ke Kediri
untuk melamar Dewi Sekartaji. Setelah sampai di alun-alun Kediri pasukan tersebut
bertemu dengan rombongan Raden Panji yang juga bermaksud untuk meminang Dewi
Sekartaji. Perselisihan pun tak terhindarkan, akhirnya terjadilah perang tanding antara
Raden Panji dengan Adipati Klana Sawendana, yang akhirnya dimenangkan oleh R.
Panji. Adipati Klana Sawendana berhasil dibunuh sedangkan Singa Barong yang
bermaksud membela Adipati Klana Sawendana dikutuk oleh Raden Panji dan tidak
dapat berubah lagi menjadi manusia (Gembong Amijoyo) lagi. Akhirnya Singa Barong
takluk dan mengabdikan diri kepada Raden Panji, termasuk prajurit berkuda dari
Bujangganong dari Kerajaan Bantarangin.
17
Kemudian rombongan yang dipimpin Raden Panji melanjutkan perjalanan guna
melamar Dewi Sekartaji. Suasana arak-arakan yang dipimpin oleh Singa Barong dan
Bujangganong inilah yang menjadi latar belakang keberadaan Kesenian Barong.
7. Ujungan
Kesenian ujungan merupakan seni permainan ketangkasan yang di lakukan oleh
dua orang jawara. Mereka saling memukulkan (menyabetkan) tongkat rotan ke arah
kepala sambil diiringi oleh tabuhan sampyong yang terdiri dari gambang dan totok
(kentongan bambu). Di samping itu terdapat dua orang beboto (pemisah) yang
bertugas melerai jika kedua jawara saling bergumul. Sementara penonton di sekeliling
membentuk halangan (arena) dan sesekali bersorak riuh, bila ujung rotan mengeena
dan berhasil menjatuhkan lawan.
8. Pencak Silat
Istilah Pencak silat terdiri dari kata majemuk yaitu pencak dan silat, walaupun ada
yang mengartikan berbeda namun pada umumnya sama yaitu seni bela diri yang
tumbuh dan berkembang di Indonesia pada saat ini. Istilah pencak pada umumnya
digunakan oleh masyarakat di Pulau Jawa, Madura, dan Bali. Aliran pencak silat yang
berasal dari Jawa Barat adalah Cimande, Cikalong, Sabandar, dan Sera. Dari aliran
tersebut terangkum dalam suatu system yang utuh terdiri dari sejaraha landasan
sosiologis, strategis, taktik, dan tekhnik. Beberapa perguruan pencak silat di antaranya
Tajimalela, Mandemuda, Maderaga,Pagerkencana, dan lain- lain. Aliran silat di tatar
sunda terdiri dari :
Aliran cimande : pendiri atau pencipta dari aliran ini biasa dipanggil ayah
Khahir, sering juga di sebut Embah Kaer/ eyang khoer. Sekitar tahun 1760 beliau mulai
memperkenalkan kepada murid-muridnya oleh karena itu, Ia di anggap sebagai pendiri
pencak silat aliran cimande walaupun pada sejarahnya belum terungkap secara
jelasembah kaer yang menciptakan jurus-jurus tersebut. Menurut catatan sejarah dalam
naskah kidung sunda disebutkan bahwa pada zaman kerajaan Pajajaran sudah terdapat
tujuh pencak silat.
Silsilah para tokoh cimande di antaranya : Embah kahir, Embah Rangga, Embah
Ace Naseha, Emabah H Abdul Samad, Emabah H Idris, Emabah hajo ajid, Embah H
Jarkasih, H niftah, H R A Sutisna.
Aliran Cikalong : sejarah perkembangan aliran cikalong (Rd. Ateng) adalah
salah satu seorang putra bupati yang sangat tertarik dengan pencak silat yang juga
pernah menjadi murid Abah Kahir. Pembinaan fisik ekspresi banyak persamaannya
18
hanya penggunannya yang berbeda pada pencak silat adalah olah tubuh dari rasa yang
digunakan berdiri sedangkan tari sebagai media ekspresi melahirkan gerak yang
menggunakan keindahan oleh jiwa para seniman. Pencak silat sebagai tari dan sebagai
kebutuhan estetika/ keindahan seni istilah pencak silat di tatar sunda dikenal dengan
istilah buah dan eusi dan kembang/ibing pencak. Contoh ibing pencak yang bersumber
dari bela diri cimande adalah tepak dua salancar (cimande tarik kolot) tepak dua sorong
dayung, tepak dua buang kelit, tepak dua kampung baru. Cimande biasanya di
bawakan dengan irama tepak dua temponya lambat namun ada yang beraliran irama
paleredan ibingnya bersumber pada aliran cikalong yang pada umumnya menggunakan
irama tepak tilu temponya cepat.
Tepak tilu Cikalong dan tepak tilu Jalamuka dari aliran trersebut banyak koreografi
dari aliran Cimande, cikalong , dan Sabandar. Karawitan penca terdiri dari dua buah
kendang besar dan kecil (kulanter) kendang bertugas mengisi gerak dan mengatur
temo sedangkan terompet sebagai melodi, goong kecil sebagai pengatur irama. Jenis
irama pada dasarnya ada empat yatu:
• Tepak Tilu
• Tepak dua
• Golempang
• Padungdung
Nama lagu dalam Tepak Dua, Kembang Gadung, Ayun Ambing, Polos, Gedong
Kulon, Tunggul Kawung, Beta Rubuh, Kidung, Sorong Dayung, sedangkan Tepak Tilu,
Ucing-ucingan, Kembang Beureuem, Bardin, Sintren, Papare, Bendrong Petit, Gendu,
Kapuk Kapas, Garungan, Joher, Maniang, Kacang Asin, Oyong-oyongan Bangkong,
Ciwaringin, Maniang, Pareredan, Ayun Amnbing, Bela Pati, Sasalimpetan, Buah Kawung
Karawang, Gendu, Gaya Sari, Kemabang Beureuem, Padungdung, Banon Dari, Kidung,
Koleran, Lengleang, Cerik Rama.
Situs Bumi Alit
Sebuah rumah beratap julang ngapak. Rumah tersebut terletak di sisi jalan raya,
di area tanah seluas kira-kira 5000 m2. Rumah mungil itu berukuran 42 m2. Kendati
demikian, lingkungan sekitar rumah mungil berdinding bilik tersebut sangatlah antik.
Puluhan jenis pohon langka yang berusia ratusan tahun masih tampak kokoh berdiri.
Pada hari-hari biasa rumah dan area tersebut bisa dikatakan sepi, meski khalayak
umum dapat berkunjung. Suasana akan menjadi ramai ketika bulan Rabiul Awal tiba,
terutama pada tanggal 12. Sebuah ritual dilangsungkan pada waktu itu. Biasanya setiap
19
orang yang datang harus membawa rantang yang berisi penganan khas Sunda seperti
rangginang, opak, katimus, lemper, wajit dan lain-lain.
Sang juru kunci situs tersebut, H. Enggin Wasya Sasmita (85) menceritakan, di
dalam kamar Bumi Alit Kabuyutan terdapat benda-benda pusaka yang memiliki
kekuatan gaib, seperti keris, pedang, tombak, pisau kecil, dan gobang (golok panjang
yang menyerupai samurai). Kelima benda pusaka itu selalu dibungkus dengan
menggunakan kain putih setebal 5 lapis. Di bagian terluar, kelima benda pusaka itu
disatukan menggunakan kain kafan,. Diberi kapas serta bunga rampai. Benda-benda ini
dikeluarkan dan dicuci dengan air kelapa saat Maulid Nabi Muhammad saw. Selain itu,
di kamar itu juga sebagai tempat menyimpan berbagai sesaji yang dibawa peziarah.
Setiap malam Kamis dan Senin ada peziarah yang datang untuk bersemedi. Rata-
rata mereka datang dengan segala masalah dan kesusahan, seperti masalah rumah
tangga, jodoh, atau ingin usahanya lancar. Mereka membawa sesaji berupa kopi pahit,
telur ayam kampung, kelapa muda, ketan, dan lain-lain, ungkap Enggin yang menjadi
generasi ke-14 untuk menjaga situs tersebut.
Menurut beliau, yang datang bersemedi rata-rata berusia 20 sampai 60 tahun,
laki-laki dan perempuan. Selama dua hingga empat malam, mereka bersemedi sendiri,
tanpa keluar Situs Bumi Alit Kabuyutan. Tidak makan dan minum karena konsentrasi
berdoa, salat, dan zikir kepada Sang Khalik agar keinginan hati tercapai.
Ia berpendapat, bersemedi di Situs Bumi Alit Kabuyutan bukanlah kegiatan yang
musyrik karena pada intinya mereka memohon kepada Allah SWT, bukan kepada
makhluk gaib atau sejenisnya. Benda-benda sesaji yang disyaratkan tersebut memiliki
makna filosofis tertentu yang mendukung kegiatan semedi.
Situs Bumi Alit Kabuyutan merupakan cagar budaya yang tidak dijadikan objek
wisata. Situs ini tidak dijadikan objek wisata, nanti terlalu ramai dan tidak tertib lagi,
dan kesakralannya hilang. Kalau mau semedi saja yang bersangkutan harus puasa dulu
dan ada ’permisi’-nya untuk masuk ke dalam rumah.
Ia menjelaskan, situs biasanya ramai saat Mauludan karena ada upacara khusus.
Akan tetapi, para peziarah yang ingin bersemedi dapat terus datang. Mereka biasanya
tahu dari orang-orang yang pernah datang. Enggin dan masyarakat di Ds. Lebakwangi
Batukarut sama-sama menjaga kelestarian situs ini. Kami ingin tetap menjaga nilai-nilai
tradisi, budaya, dan seni yang terkandung dalam Situs Bumi Alit Kabuyutan ini adalah
warisan leluhur.
20
Lembaga Adat
Keberadaan lembaga adatPemangku adat AdaKepengurusan adat Ada Symbol adatRumah adat AdaBarang pusaka AdaNaskah-naskah AdaJenis kegiatan adatMusyawarah adat AdaSanksi adat TidakUpacara adat perkawinan AdaUpacara adat kematian AdaUpacara adat kelahiran AdaUpacara adat dalam bercocok tanam AdaUpacara adat bidang perikanan TidakUpacara adat bidang kehutanan TidakUpacara adat dalam pengelolaan SDA AdaUpacara adat dalam pembangunan rumah AdaUpacara adat dalam penyelesaian masalah Ada
• Sasaran Subyek
Adapun sasaran subyek dari program seni budaya di Desa Lebakwangi yang kami
rencanakan terdiri dari :
1. Tokoh Kesenian
Tokoh seni yang kami kunjungi yaitu Bapak H. Enggin Wasya Sasmita, Bapak Ayip,
Bapak Deden, Bapak H. Oman, Ibu Hj. Djuaningsih
2. Kelompok Seni,
Kelompok seni diantaranya seni kacapi suling, terebangan, rampak sekar, reog,
ujungan.
3. Masyarakat sekitar
• Sasaran Program
Adapun langkah-langkah dari sasaran program seni budaya yang kami laksanakan
adalah:
21
1. Silaturahmi kepada perangkat desa untuk mengetahui potensi di Desa Lebakwangi
khususnya potensi seni budaya.
2. Melaksanakan pendataan seni budaya yang berpotensi di Desa Lebakwangi.
3. Melaksanakan observasi ke masing-masing RW yang memiliki seni budaya yang
berpotensi diantaranya RW 02, 03, 06 dan 07.
B. Pelaksanaan Program
1. Profil Lokasi KKN
Kampung : Pasir Jati
Desa : Lebakwangi
Kecamatan : Arjasari
Kabupaten : Bandung
BATAS WILAYAH
BATAS DESA/KELURAHAN KECAMATANSEBELAH UTARA WARGALUYU ARJASARISEBELAH SELATAN BATU KARUT ARJASARISEBELAH TIMUR ARJASARI ARJASARISEBELAH BARAT TARAJU SARI BANJARAN
POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA
JUMLAH
LAKI-LAKI 5056 ORANG
PEREMPUAN 5078 ORANG
TOTAL 10134 ORANG
JUMLAH KEPALA KELUARGA 2870 kk
KEPADATAN PENDUDUK 316 JIWA/Km2
USIA
USIA LAKI-LAKI PEREMPUAN0-12 BULAN 126 ORANG 139 ORANG1-5 TAHUN 348 ORANG 353 ORANG6-15 TAHUN 623 ORANG 645 ORANG16-21 TAHUN 516 ORANG 522 ORANG
22
22-25 TAHUN 564 ORANG 575 ORANG26-30 TAHUN 370 ORANG 349 ORANG31-35 TAHUN 463 ORANG 480 ORANG41-45 TAHUN 370 ORANG 379 ORANG46-50 TAHUN 297 ORANG 298 ORANG51-55 TAHUN 288 ORANG 328 ORANG56-60 TAHUN 274 ORANG 271 ORANG61-65 TAHUN 197 ORANG 167 ORANG66 TAHUN 158 ORANG 154 ORANG
TOTAL 5056 ORANG 5078 ORANG
2. Program – program yang Dilaksanakan
Terlibat dalam kegiatan pementasan kesenian Sunda Buhun
Terlibat dalam kegiatan latihan kesenian Sunda Buhun
Terlibat dalam kegiatan PKK
Terlibat dalam kegiatan posyandu
Terlibat dalam kegiatan penyuluhan kesehatan
3. Hasil – hasil Pelaksanaan Program
Adapun potensi seni budaya yang ada di Desa Lebakwangi diantaranya seni
terebangan, ujungan, reog, kuda renggong, beluk, barong, goong renteng, kacapi
suling dan pencak silat. Semuanya masih aktif dilaksanakan dalam berbagai kegiatan
misalnya di acara kawinan, khitanan, 17-an dan lain sebagainya. Kami pun ikut terlibat
dalam pementasan kesenian sunda buhun kuda renggong, terlibat aktif dalam
pertunjukan kesenian sunda buhun terebangan, ikut serta dalam latihan kesenian sunda
buhun pencak silat, terlibat dalam kegiatan pementasan Goong Renteng dan
sebagainya.
Adapun upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka pengembangan seni budaya
daerah yaitu sering melaksanakan kesenian tersebut misalnya dalam acara Hari Ulang
Tahun Republik Indonesia, dalam kegiatan kawinan, khitanan, latihan rutin sehingga
seni budayanya tetap bertahan dan berkembang.
4. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Program
Faktor pendukung :
• Kontribusi yang tinggi dari aparat desa
• Apresiasi yang tinggi dari para tokoh masyarakat
• Kontribusi yang tinggi dari para tokoh kesenian
• Kontribusi dan apresiasi yang tinggi dari para warga
23
Faktor Penghambat
Kesadaran serta minat generasi muda terhadap kesenian Sunda Buhun berkurang
sehingga penduduk yang memilki keahlian dalam bidang seni dan budaya Sunda pun
hanya sedikit. Oleh karena itu, mungkin dapat dikatakan bahwa tidak meratanya
kesenian Sunda Buhun di Desa Lebakwangi.
BAB III
KESIMPULAN, REKOMENDASI DAN TINDAK LANJUT
A. Kesimpulan
Kata Lebak Wangi terdiri dari dua kata yaitu Lebak dan Wangi, Lebak menurut bahasa
Sunda yaitu lebih rendah, sedangkan pengertian wangi berarti harum. Pendapat lain
mengatakan Lebak Wangi berasal dari kata Tanjung Wangi, yang berarti :
1. Nama sebuah bunga
2. Ujung, sebagian daratan yang menjorok ke laut
3. Bahagia
4. Harum dan terkenal
Berdasarkan asal usulnya kata Tanjung Sari mengandung arti sebuah pohon tanjung
yang bunganya wangi tersebar kemana-mana, atau juga dapat berarti suatu tempat yang
menjorok ke laut. Pendapat lain juga mengatakan bahwa lebak wangi berasal dari bahasa
jawa yang berarti bunga teratai.
Kesimpulan dari berbagai macam pendapat baik itu Tanjung Wangi maupun Tunjung
Wangi, kenyataan yang ada sekarang ada di nuku pemerintahan tercatat sebagai lebak
wangi. Dulu Lebak Wangi ini termasuk kedalam Kecamatan Pameumpeuk, tapi sekarang
termasuk ke dalam Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat.
Seni budaya Sunda Buhun yang terdapat di Desa Lebakwangi semakin ditinggalkan
oleh masyarakatnya karena dinilai monoton sehingga tidak memiliki daya jual yang menarik.
Kondisi itu diperparah oleh tidak adanya dukungan publik dan modal dari pemerintah
sehingga jarang bisa ditampilkan lagi di tengah masyarakat. Seperti kondisi seni budaya
Sunda Buhun di Desa Lebakwangi yang masih mempunyai beberapa seni Sunda Buhun
seperti, Terebang, Beluk, Kacapi Suling, Pencak Silat, Goong Renteng atau Embah Bandong.
Oleh karena itu, jika tidak dilestarikan dari sekarang dalam beberapa tahun ke depan
seni budaya Sunda Buhun dapat dipastikan menjadi barang kuno bila tidak segera
dilestarikan dan dikembangkan. Untuk itu, kiranya dalam memahami seni budaya Sunda
Buhun tidak dikaitkan dengan akidah atau agama yang selama ini sering menjadi pagar
antara boleh dan tidak.
Di desa Lebakwangi ada Seni buhun ialah seni budaya yang sudah turun temurun ada
sejak dulu sebelum Lebakwangi ada dan masih dilestarikan oleh masyarakat dan digunakan
dalam berbagai kegiatan-kegiatan penting, seperti hajatan, sunatan, kawinan, pelantikan
24
25
bupati dan penyambutan tamu penting negara. Yang termasuk dalam seni buhun itu
misalnya:
• Goong Renteng
• Ngarumat Benda Pusaka di Arjasari
• Seni Beluk
• Seni Terbangan
• Singa Depok
• Reog
• Barong
• Ujungan
• Pencak Silat
• Situs Bumi Alit
Secara umum kesenian yang terdapat di Lebakwangi eksistensinya masih terjaga
dengan baik, dikarenakan dukungan dan peran serta yang aktif dari para tokoh kesenian
yang terdapat di Desa Lebakwangi, seperti yang terjadi di setiap kegiatan hajatan ataupun
suatu kegiatan yang menyangkut syukuran para penyelenggara umumnya selalu
mengadakan kegiatan kesenian. Hal ini sangat membantu sekali dalam menjaga eksistensi
dan kelestarian seni budaya yang terdapat di desa Lebakwangi.
B. Rekomendasi
Setelah mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan kesenian yang terdapat di
lebakwangi, adapun beberapa saran yang dapat kami berikan guna menjaga kelestarian
kesenian yang terdapat di desa lebakwangi, yaitu :
Alangkah baiknya dalam kegiatan suatu latihan kesenian yang terdapat di desa
Lebakwangi para tokoh kesenian ikut melibatkan para generasi mudanya agar pada suatu
saat nanti terdapat para generasi penerus kesenian yang telah memahami seluk beluk
kesenian tersebut, sehingga kesenian tersebut tidak lekang oleh waktu, selain itu hal ini
juga dapat bermanfaat agar para generasi muda memiliki kecintaan terhadap kesenian
tersebut. Karena siapa lagi yang akan menjaga budaya warisan leluhur, kalau bukan
generasi muda penerus kehidupan masa depan. Bukan tidak mungkin seni budaya leluhur
nantinya hanya tinggal cerita dan kenangan tanpa pernah terbayang bentuk dan wujudnya.
Selain itu alangkah baiknya apabila para aparat pemerintah mengadakan pagelaran
tahunan, hal ini dapat bermanfaat bagi pelaku kesenian memiliki motivasi dalam
26
pengembangan kesenian tersebut, sehingga kesenian tersebut tidak menjadi hal yang
monoton.
Tentu yang utama sangat di perlukan dukungan suntikan dana dari pemerintah guna
menjaga agar pementasan kesenian dapat berlangsung dan diadakan rutin dengan jangka
waktu periode satu tahun sekali.
C. Tindak Lanjut Program
Adapun tindak lanjut dari program yang telah dilaksanakan adalah sebagai sebagai
berikut:
1. Melestarikan Seni Sunda Buhun
a. Mengadakan observasi ke masing-masing RW yang memiliki kesenian yang
berpotensi.
b. Ikut berpartisipasi dalam setiap pertunjukan seni.
c. Mengenal berbagai kesenian yang ada di Lebakwangi.
2. Menyelenggarkan Perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia
a. Ikut serta dalam menyelenggarkan berbagai jenis lomba 17-an.
b. Berpartisipasi dalam kepanitian gerak jalan di Desa Lebakwangi.
c. Ikut serta dalam pawai obor.
d. Ikut serta dalam peringatan upacara bendera Hari Ulang Tahun Republik Indonesia
di Kecamatan Arjasari.
e. Sebagai pengisi acara dalam pagelaran seni dan panggung hiburan.
3. Melaksanakan kegiatan posyandu
a. Ikut serta dalam penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan balita.
b. Ikut serta dalam pemberian vitamin A kepada balita.
4. Berpartisipasi dalam kegiatan aparatur desa
a. Ikut serta dalam kegiatan rapat ibu-ibu PKK.
b. Ikut serta dalam kegiatan kerja bakti di makan leluhur.
c. Ikut serta dalam kegiatan pengajian di RW setempat.
d. Menghadiri setiap kegiatan hajatan seperti perkawinan dan khitanan.
27
DAFTAR PUSTAKA
Darya Ii. 1976. Skripsi Cerita Rakyat Daerah Kecamatan Pameumpeuk Kawedanan Banjaran
(hal 10). Bandung: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Berbagai Seni Sunda Buhun. http://webkabupatenbandung.co.id.
Soekmono. 1955. Pengatar Sejarah Kebudayaan Indonesia (Jilid I cetakan IV, hal 42).
Jakarta: Nasional Trikarya.
Rumah Adat Kabuyutan Desa Batukarut-
Lebakwangi.http://dinaspendidikandankebudayaankab.bandung2008.co.id.
Peta Desa Lebakwangi