Kitab Majmu
description
Transcript of Kitab Majmu
REVIEW KITAB
MAJMU’AT AL-SYARI’AH AL-KAFIYAT LI AL-‘AWAM
Karya Muhammad Shalih Ibn Umar al-Samarani
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Studi Naskah Fikih II
Dosen pengampu : H. Tali Tulab, S. Ag, M.S.I
Disusun oleh :
Mukhlisin ( 052092282 )
JURUSAN SYARI’AH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
Islam telah masuk ke Nusantara sejak abad ke13-14 M bahkan ada yang
mengatakan abad ke 7 M. Islam masuk ke Indonesia melalui jalan damai tanpa
peperangan.
Setelah Islam berkembang di Indonesia berkembang pula kitab-kitab
keagamaan. Menurut Martin van Bruinessen pada mulanya yang berkembang
adalah Islam yang berorientasi pada tasawuf, baru kenudian orientasinya berubah
kepada syari’at. Sampai abad ke-19 penggunaan kitab-kitab keagamaan termasuk
fikih di Nusantara ini terbagi menjadi dua:
Pertama, di daerah Sumatra, Malaysia, dan Kalimantan kitab yang
dipergunakan biasanya berupa karya-karya orisinil ulama Melayu.
Kedua, di daerah Jawa dan Madura, penekanan kitab yang digunakan di
pesantren lebih cenderung pada kitab-kitab berbahasa Arab khususnya kitab-kitab
fikih yang terkadang dialih bahasakan ke bahasa Jawa.
Salah satu kitab fikih berbahasa Jawa tersebut adalah Kitab Majmu’at al-
Syari’ah al-Kafiyat li al-‘Awam. Kitab fikih ini berbahasa Jawa dan ditulis
menggunakan huruf Arab Pegon. Pengarang kitab tersebut adalah Kiai
Muhammad Shalih ibn Umar al-Samarani yang dikenal di kalangan Kiai di Jawa
Tengah dikenal dengan sebutan Kiai Shaleh Darat yang hidup antara tahun 1813-
1897 M. Tambahan sebutan Darat di belakng namanya karena beliau tinggal di
kawasan yang namanya Darat, yaitu suatu daerah pantai utara Semarang tempat
mendarat orang-orang dari luar Jawa.
1
BAB II
KANDUNGAN KITAB MAJMU’AT AL-SYARI’AT AL-KAFIYAYAT LI
AL-AWAM
A. MUQADDIMAH
Kiai Shaleh Darat dalam menulis kitab Majmu’ dimulai dengan
menerangkan keutaman mencari ilmu dalam muqaddimahnya. Beliau
memaparkan ucapan Imam Syafi’I yaitu: “Sibuk menpelajari ilmu yang
bermanfa’at, itu lebih baik dari pada shalat sunnah”. Disebutkan juga sebuah
hadis: “mencari ilmu itu adalah fardlu, suatu keharusan, bagi tiap muslim laki-laki
atau perempuan”. Hal ini diambil dari kitab al-Durar al-Bahiyah.
B. USHULUDDIN
Dalam masalah ushuluddin beliau banyak mengambil dari kitab al-Durar
al-Bahiyah. Bab ini dibagi dalam beberapa pasal yang menerangkan tentang
rukun Islam, rukun Iman, Ihsan, sifat-sifat Allah, sifat-sifat bagi Rasul, riwayat
singkat Rasulullah, dan pembagian hukum syari’at.
Dalam pembagian hukum syari’at Kiai Shaleh Darat menerangkan ada
tujuh sebagai berikut:
1. Hukum wajib yaitu sesuatu yang dikerjakan akan diberi pahala,
dan yang meninggalkan diberi siksa.
2. Hukum haram yaitu semua hal yang wajib ditinggalkan, yang
melakukannya disiksa, sedang yang meninggalkan diberi pahala.
3. Hukum sunah yaitu apabila dikerjakan aikan diberi pahala, jika
tidak dikerjakan tidak disiksa.
4. Hukum makruh yaitu sesuatu yang bila ditinggalkan mendapat
pahala, dan bila dikerjakan tidak disiksa.
2
5. Hukum mubah yaitu sesuatu yang boleh ditinggalkan tanpa ada
pahala dan siksa.
6. Hukum batal yaitu meninggalkan rukun.
7. Hukum shahih yaitu melakukan amal dengan memenuhi syarat dan
rukunnya.
C. KITAB AL-SHALAT
Sebagaimana kitab fikih pada umumnya sebelum membicarakan tentang
shalat, terlebih dahulu membicarakan tentang air dan thaharah. Dalam bab ini
Kiai Shaleh Darat juga menjelaskan tentang Ruh shalat atau makna batin shalat.
Ruh shalat atau makna batin yang dapat menyempurnakan shalat semuanya ada
enam yaitu:
a. Hadirnya hati, yaitu dengan mengosongkan hati dari semua makhluk,
semata-mata menghadap dan ingat akan lindungan Allah tanpa henti-
hentinya.
b. Faham, artinya tahu apa yang dibaca.
c. Ta’dzim yaitu dengan mengagungkan Allah dengan sesungguhnya,
sehingga tidak ada yang agung selain Allah.
d. Haibah, yaitu memiliki rasa takut seperti takut terhadap orang yang
mulia, umpama raja. Itu yang dimaksud dengan haibah sedangkan
takut terhadap binatang disebut khauf.
e. Raja’, yaitu mengharapkan pahala dari Allah, disamping rasa takut
akan siksanya.
f. Al-Ahya’ yaitu rasa malu merasa tidak bisa melaksanakan adab sopan
santun dalam shalat.
3
Selain itu dibahas pula berbagai macam shalat sunnah besrta keutamaan-
keutamaannya. Di sini jelas bahwa kitab ini merupakan kitab fikih yang
berunsurkan tasawuf , bukan kitab fikih biasa.
D. BAB HAJI
Dalam bab ini yang dibicarakan adalah meliputi keutamaan Baitullah,
sekitar haji dan umrah, yang meliputi wukuf di Arafah, di Muzdalifah walau
sejenak untuk mengambil batu-batu kecil, tawaf dan sa’I, bercukur, bermalam di
Mina, tawaf wada’ dan miqat haji dan umrah, serta amalan-amalan haji hingga
akhir haji. Uraian-uraian tersebut banyak diambil atau diringkaskan dari Ihya’.
E. BAB NIKAH
Bahasan tentang nikah dalam kitab Majmu’ cukup luas. Bab nikah yang
dibahas ini meliputi hukum melangsungkan pernikahan, meminang, rukun
pernikahan, akad, kafaah, yang merusak pernikahan, mahar, walimah, hak suami
istri, iddah serta rujuk.
a. Hukum Perkawinan
Kiai Shaleh Darat mengemukakan landasan hukum pernikahan baik dari
al-Qur’an maupn hadis ketika mengawali pembicaraan tentang hukum pernikahan.
Beberapa ayat yang dikemukakan adalah:
“dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki
dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-
Nya) lagi Maha mengetahui ”.
4
“Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi
dengan bakal suaminya”.
Adapun hadis antara lain sabda Rasulullah:
“Nikah itu adalah sunahku barang siapa tidak suka akan sunnahku maka
ia bukan dari golonganku”.
Dalam Majmu’ diterangkan pula faedah-faedah dari perkawinan yaitu:
1. Untuk memperoleh keturunan atau anak.
2. Menahan godaan setan.
3. Untuk menggembirakan hati dengan tujuan agar giat beribadah.
4. Untuk mengatur rumah tangga, dengan adanya istri diharapkan
keadaan rumah tangga seseorang akan menjadi baik.
5. Untuk melatih diri sebagai pemimpin.
Di samping adanya faedah dalam perkawinan, ada juga bahayanya dan
kerugian yang mungkin akan timbul dari akibat perkawinan. Kemungkinan itu ada
tiga sebagai berikut:
1. Bila suami tidak mampu mencari nafkah yang halal, maka ia akan
mencari nafkah sedapatnya, mungkin dari yang tidak halal.
2. Ketidakmampuan suami untuk melaksanakan kewajiban yang
menjadi hak istri. Dikhawatirkan kalau kebetulan istrinya buruk budinya.
Suami harus memberikan nafkah lahir batin serta memaklumi segala
kekurangan yang ada pada istri.
3. Adanya perkawinan dikhawatirkan kalau anak istri menghambat
urusan duniawi dan jauh dari ibadah.
Setelah Kiai Shaleh Darat menerangklan faedah dan kemungkinan
timbulnya kerugian dlam perkawinan, beliau mengemukakan pendapat bahwa jika
5
seseorang tidak mampu menahan syahwatnya karena kurang takwanya, sebaiknya
ia menikah meskipun ia harus menghidupi keluarganya dengan bekerja yang
haram. Karena menikah merupakan langkah terbaik untuk menjaga diri agar tidak
terjerumus pada perzinaan.
b. Memilih Calon Istri
Dalam memilih calon istri yang dijadikan bahan pertimbangan adalah
agamanya, budi pekertinya, sedikit maharnya, kesuburannya, keperawanannya,
baik garis keturunannya dan bukan dari kerabat dekat. Kemudian pengarang
Majmu’ berpesan agar jangan menikahi empat macam wanita yaitu:
1. Wanita yang suka minta cerai.
2. Wanita yang suka kemuliaan, harta dan kedudukan.
3. Wanita yang memiliki laki-laki simpanan.
4. Wanita yang sombong terhadap suaminya, baik sikap maupun ucapan.
Seorang calon suami dalam memilih istri perlu kehati-hatian agar tidak
menyesal dikemudian hari. Selanjutnya dibicarakan masalah kafa’ah, wanita yang
haram dinikahi, mahar, dan adab hubungan suami istri.
c. Kewajiban suami
Kewajiban suami dalam kitab Majmu’ dibahas dalam bab fi adab al-
mu’asyarah. Ada dua belas hal yang disinggung sekitar hubungan atau pergaulan
suami istri.
1. Menyelenggarakan walimah.
Penyelenggaraan walimah adalahg suami bukan istri. Hendaknya
semampunya, seadanya, meskipun hamya sebiji kurma.
2. Bersikap baik
6
Seorang suami dituntut untuk berbudi pekerti baik terhadap istrinya. Ia
harus sabar dan tabah terhadap istrinya meskipun ia berbudi pekerti buruk.
3. Bersendau gurau
Hendaknya suami berbuat yang menggembirakan hati istrinya atau
mula’abah yaitu bercanda menurut batas kemampuannya.
4. Ramah dan tegas
Suami dituntut untuk tidak membiarkan kehendak istrinya bila akan
merusak agamanya. Imam Hasan al-Bashri berkata, “Demi Allah, seorang
suami hendaknya tidak memperturut apa yang disukai istrinya”.
5. Cemburu seperlunya
Seorang suami harus memiliki rasa girah terhadap istrinya, tapi jangan
berlebihan, girah adalah adanya rasa cembru terhadap wanita.
6. Memberi nafkah
Seorang suami dalam mmberi nafkah kepada istrinya janganlah
berlebihan.
7. Memberkan pelajaran terhadap istri
Suami harus memberikan pelajaran kepada istrinya tantang shalat lima
waktu, syarat rukunnya, tentang mandi jinabat, haid dan wiladah.
8. Berlaku adail
Jika suami beristri lebih dari satu, maka ia harus berlaku adail dalam
memberikan nafkah dan pembagian waktu gilir.
9. Menyelesaikan pertengkaran
Jika terjadi pertengkaran antara suami istri, segera dicari jalan keluarnya.
Bila pertengkaran dimulai dari pihak istri, maka keluarga istri yang harus
7
menasehati. Jika dari pihak suami , maka keluarga suami yang menasehati.
Jika tidak bisa diselesaikan maka diadukan ke Pengadilan Agama atau
Raad Agama.
10. Adab bersebadan
Dalam bersebadan dengan istrinya dsunahkan membaca basmalah,
keudian surat al-ikhlas,kemudian berdoa. Dan jangan kawin seperti
kerbau, tapi perlu perantara berupa cumbu rayu. Dan tidak melakukan
persetubuhan pada waktu perut dalam keadaan kenyang.
11. Sikap terhadap kelahiran anak
a. Jangan terlalu bergembira jika yang lahir laki-laki dan jangan
terlalu bersedih ika yang lahir perempuan.
b. Membacakan azan di telinga kanan dan iqamat di telinga kiri.
c. Memberikan nama yang baik.
d. Memotong akikah untuk anak laki-laki dua dan untuk anak
perempuan satu ekor saja.
e. Meminta orang shaleh untuk menyuapi anak dengan kurma, tamar,
rutab atau madu.
12. Perceraian
Perceraian boleh dilakukan kalau istri buruk budi pekertinya. Tapi ada
empat hal yang harus di perhatikan.
a. Waktu menjatuhkan talak istri harus dalam keadaan suci.
b. Menjatuhkan talak satu saja sebagai pelajaran bagi istri.
c. Memberikan mut’ah.
d. Jangan membuka rahasia istri atau walinya.
8
d. Kewajiban Istri Terhadap Suami
Ada banyak kewajiban seorang istri terhadap suami sebagai berikut:
1. Tidak keluar rumah.
2. Tidak banyak bertandang di rumah tetangga.
3. Menjga kepentngan suaminya ketika ia sedang tidak di rumah.
4. Berusaha untuk selalu menyenangkan suami.
5. Jika akan pergi harus seizin suami.
6. Jika bepergian lewat jalan yang sepi dan mengenakan pakaian
sederhana.
7. Jangan memperdengarkan suaranya kepada laki-laki lain.
8. Jangan memperhatikan teman suami.
9. Beribadah dengan baik.
10. Menerima rejeki dari suami,jangan tamak.
11. Bila teman suami datang, sedang suami tidak ada di rumah, jangan
bercakap-cakap dan menampakkan diri.
12. Menjaga martabat suami.
13. Selalu siap beristimna’ dengan suami.
14. Jangan berhenti memakai wangi-wangian.
15. Tidak sombong terhadap suami.
16. Jika suami meninggal, maka selam berkabung tidak memakai wangi-
wangian, perhiasan, make-up, dan tidak keluar rumah.
17. Melayani apa yang diperlukan suami dan tamunya.
9
BAB III
KESIMPULAN
10
Kitab Majmu’at al-Syari’at al-Kafiyat li al-Awam termasuk kitab fikih
sederhana. Umumnya kitab fikih sederhana atau pengantar tidak mencantumkan
dalil, tetapi kitab Majmu’ telah mencantumkan hadis di dalamnya. Kitab ini
menggunakan bahasa yang sederhana dan ditujukan untuk orang Islam Jawa yang
masih awam. Kitab ini termasuk kitab fikih yang bernafaskan tasawuf, hal ini
terlihat dari rujukannya yang banyak diambil dari kitab Ihya’ Imam al-Ghazali.
Berbeda dengan kitab fikih yang lain, kitab Majmu’ mengungkpkan juga masalah
yang berkaitan dengan adat dan terekamnya secara tidak langsung masa
penjajahan.
Sumber rujukan dalam majmu’ sebagaimana yang dijelaskan dalam bagian
penutup yaitu: Syarh Minhaj karangan Syaikh al-Islam, Syarh al-Khatib Syarbini,
al-Durar al-Bahiyah karangan Sayid Bakri dalam masalah ushuludin, dan Ihya’
‘Ulum al-Din dalam bab nikah, shalat dan haji. Menurut kalangan pesantren Syarh
Minhaj karangan Syaikh al-Islam yang dimaksud adalah Fath al-Wahab Bi Syarh
Manhaj al-Tullab oleh Abi Yahya Zakarya al-Anshari. Sadangkan Syarh al-
Khatib al-Syarbini adalah al-Iqna’ oleh Muhammad Syarbini al-Khatib. Sebuah
kitab lain yang disyarahi al-Syarbini adalah Mughni al-Muhtaj, namun jika
disebut Syarh Khatib Syarbini biasanya adalah al-Iqna’.
Kitab Majmu’at al-Syari’at al-Kafiyat li al-Awam ditulis oleh juru tulis
Kiai Shaleh Darat yang bernama Jazuli. Penulisannya selesai pada tanggal 8
Sya’ban sanah gusti Hijrah. Kata Gusti adalah kode dari angka Arab yang biasa
dikenal dengan a ba ja dun ha wa zun dan seterusnya. Huruf ghain sebagai kode
angka 1000, huruf sin sebagai kode angka 300 dan huruf tha’ sebagai kode angka
9. Dengan demikian maka sanah gusti artinya tahun 1309 H.
DAFTAR PUSTAKA
11
Muhammad Shalih Ibn Umar, Majmu’at al-Syari’at al-Kafiyat Li al-Awam,
Semarang: Karya Thaha Putra
Abdullah Salim, Majmu’at al-Syari’at al-Kafiyat Li al-Awam Suatu Kajian
Terhadap Kitab Fikih Berbahasa Jawa Akhir Abad 19, Semarang:
Unissula Press
12