KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU …jurnal.upi.edu/file/GINA_SITI_RAHMAH,_S_MEK.pdf ·...

19
FACTUM Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016 201 KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU MELALUI ANALISIS BIOGRAFI (1983-1999) Oleh : Gina Siti Rahmah, Suwirta, dan Moch Eryk Kamsori 1 ¹ ABSTRAK Artikel ini berjudul “Kiprah Politik Harmoko pada Masa Orde Baru Melalui Analisis Biografi (1983-1999)”. Masalah utama yang dikaji adalah “Bagaimana Kiprah Politik Harmoko pada Masa Orde Baru melalui Analisis Biografi (1983-1999) ?”. Masalah utama tersebut terbagi ke dalam beberapa pertanyaan penelitian yaitu: (1). Bagaimana Latar Belakang Kehidupan Harmoko ? (2). Bagaimana kebijakan Harmoko terhadap Pers di Indonesia (1983-1999) ? (3). Bagaimana peran Harmoko dalam politik di Indonesia (1983-1999) ? Metode penelitian yang digunakan adalah metode historis. Berdasarkan hasil penelitian penulis menemukan bahwa karier Harmoko dalam pers dan politik tidak terlepas dari latar belakang kehidupannya. Harmoko bisa menjadi sukses dalam politik akibat pengaruh dari keluarga dan lingkungannya. Harmoko menyetujui gagasan Pancasila dan iaterapkan dalam kebijakan SIUPP. Kebijakan SIUPP ini menuai Pro dan Kontra karena dianggap tidak mencermikan demokrasi dan membelenggu pers di Indonesia, Harmoko melakukan komunikasi politik yang dilakukan untuk program pembangunan. seperti Safari Ramadhan, Kelompencapir, Impres Desa Tertinggal, dan Koran Masuk Desa. Di Gokar, Harmoko membuat komunikasi sambung rasa, melalui komunikasi ini Harmoko menarik simpati rakyat dan memenangkan pemilu 1997, dan mencalonkan Soeharto sebagai calon Presiden dari Golkar. Harmoko melakukan komunikasi Sambung Rasa, melalui komunikasi tersebut Harmoko mendapat simpati dari rakyat dan berhasil menjadikan Golkar sebagai pemenang dalam pemilu 1997. Di MPR/DPR, Harmoko menetapkah Soeharto sebagai Presiden yang ketujuh kalinya dalam Sidang Umum MPR/DPR, dan memberhentikan Soeharto akibat tuntutan reformasi dan puncaknya terjadi pada peristiwa Trisakti. Kata Kunci : Harmoko, Pers Pancasila, SIUPP, Orde Baru, Golkar, komunikasi sambung rasa, dan MPR/DPR. ABSTRACT This article entitled "The Political Participation of Harmoko in the New Order Era through His Biography Analysis (1983-1999)". The main focus would be "How Political Participation of Harmoko in the New Order Era through His Biography Analysis (1983-1999)?". The main problem is divided into several research questions: (1). How was the life background of Harmoko (2). How was Harmoko’s policy for Press in Indonesia (1983-1999)? (3). How was Harmoko roles in politic in Indonesia (1983-1999)? The research method used is the historic method. Based on the research results author finds, Harmoko carrier of the Press and the politicians is not far away from his life background. Harmoko had been success in politic because of the influence of his family and environment. Harmoko had been a Minister of 1 Penulis mahasiswa Departemen Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UPI. Suwirta (Pembimbing I) dan M. Eryk Kamsory (Pembimbing II). Penulis dapat dihubungi di 08225957410, email: [email protected]

Transcript of KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU …jurnal.upi.edu/file/GINA_SITI_RAHMAH,_S_MEK.pdf ·...

Page 1: KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU …jurnal.upi.edu/file/GINA_SITI_RAHMAH,_S_MEK.pdf · Masa Orde Baru melalui Analisis Biografi (1983-1999) ?”. Masalah utama tersebut

FACTUM

Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016

201

KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU

MELALUI ANALISIS BIOGRAFI (1983-1999)

Oleh :

Gina Siti Rahmah, Suwirta, dan Moch Eryk Kamsori1¹

ABSTRAK

Artikel ini berjudul “Kiprah Politik Harmoko pada Masa Orde Baru Melalui Analisis Biografi

(1983-1999)”. Masalah utama yang dikaji adalah “Bagaimana Kiprah Politik Harmoko pada

Masa Orde Baru melalui Analisis Biografi (1983-1999) ?”. Masalah utama tersebut terbagi ke

dalam beberapa pertanyaan penelitian yaitu: (1). Bagaimana Latar Belakang Kehidupan

Harmoko ? (2). Bagaimana kebijakan Harmoko terhadap Pers di Indonesia (1983-1999) ? (3).

Bagaimana peran Harmoko dalam politik di Indonesia (1983-1999) ? Metode penelitian yang

digunakan adalah metode historis. Berdasarkan hasil penelitian penulis menemukan bahwa

karier Harmoko dalam pers dan politik tidak terlepas dari latar belakang kehidupannya.

Harmoko bisa menjadi sukses dalam politik akibat pengaruh dari keluarga dan

lingkungannya. Harmoko menyetujui gagasan Pancasila dan iaterapkan dalam kebijakan

SIUPP. Kebijakan SIUPP ini menuai Pro dan Kontra karena dianggap tidak mencermikan

demokrasi dan membelenggu pers di Indonesia, Harmoko melakukan komunikasi politik

yang dilakukan untuk program pembangunan. seperti Safari Ramadhan, Kelompencapir,

Impres Desa Tertinggal, dan Koran Masuk Desa. Di Gokar, Harmoko membuat komunikasi

sambung rasa, melalui komunikasi ini Harmoko menarik simpati rakyat dan memenangkan

pemilu 1997, dan mencalonkan Soeharto sebagai calon Presiden dari Golkar. Harmoko

melakukan komunikasi Sambung Rasa, melalui komunikasi tersebut Harmoko mendapat

simpati dari rakyat dan berhasil menjadikan Golkar sebagai pemenang dalam pemilu 1997.

Di MPR/DPR, Harmoko menetapkah Soeharto sebagai Presiden yang ketujuh kalinya dalam

Sidang Umum MPR/DPR, dan memberhentikan Soeharto akibat tuntutan reformasi dan

puncaknya terjadi pada peristiwa Trisakti.

Kata Kunci : Harmoko, Pers Pancasila, SIUPP, Orde Baru, Golkar, komunikasi sambung

rasa, dan MPR/DPR.

ABSTRACT

This article entitled "The Political Participation of Harmoko in the New Order Era through

His Biography Analysis (1983-1999)". The main focus would be "How Political Participation

of Harmoko in the New Order Era through His Biography Analysis (1983-1999)?". The main

problem is divided into several research questions: (1). How was the life background of

Harmoko (2). How was Harmoko’s policy for Press in Indonesia (1983-1999)? (3). How was

Harmoko roles in politic in Indonesia (1983-1999)? The research method used is the historic

method. Based on the research results author finds, Harmoko carrier of the Press and the

politicians is not far away from his life background. Harmoko had been success in politic

because of the influence of his family and environment. Harmoko had been a Minister of

1 Penulis mahasiswa Departemen Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UPI.

Suwirta (Pembimbing I) dan M. Eryk Kamsory (Pembimbing II). Penulis dapat dihubungi di 08225957410,

email: [email protected]

Page 2: KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU …jurnal.upi.edu/file/GINA_SITI_RAHMAH,_S_MEK.pdf · Masa Orde Baru melalui Analisis Biografi (1983-1999) ?”. Masalah utama tersebut

FACTUM

Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016

202

Information, and he approved idea of the Pancasila Press, SIUPP policy that applied by

Harmoko. The policy of this SIUPP reaps Pros and Cons because it is not considered to

reflect democracy and shackle press in Indonesia. Harmoko did political communication for

development programs like the Safari Ramadan, Kelompencapir, Impress Village left behind,

and the newspaper entered the village. In Golkar, Harmoko made Sambung Rasa

communication, by that communication Harmoko got sympathy of people and make Golkar

as the winner in 1997 Election. In DPR/MPR Harmoko set Soeharto as President of the

seventh time in the DPR/MPR General session, and dismiss Soeharto due to reforms and its

peak occurred at the Trisakti incident.

Keywords: Harmoko, Pancasila Press, SIUPP, Orde Baru, , Golkar, sambung rasa

communication and the MPR/DPR.

PENDAHULUAN

Pada masa Orde Baru pemerintahan

dipegang oleh Soeharto. Untuk membuat

Orde Baru terus berdiri Soeharto

mengendalikan politik Indonesia melalui

ABRI, Birokraksi, Golkar juga pers. Dalam

mengendalikan Orde Baru Soeharto terus

mencari orang yang dapat diandalkan dan

bekerja sama untuk terus mempertahankan

Orde Baru dengan berbagai cara. Salah satu

orang yang dipercayai Soeharto pada masa

Orde Baru adalah Harmoko.

Harmoko merupakan orang yang

sangat loyal kepada Soeharto, sehingga

sering kali menurut pada perintah Soeharto

dengan membuat kebijakan yang

kontroversi dan tidak menunjukkan

demokrasi. Untuk mengetahui peran

Harmoko pada masa Orde Baru penulis

akan mengkaji melalui analisis biografi.

Melalui analisis biografi dapat terlihat

bagaimana latar belakang kehidupan

Harmoko dan bagaimana kepribadian

Harmoko terbentuk. Harmoko (2009, hal. 5)

menulis pengalaman hidupnya tentang

bagaimana keadaan keluarganya yang

mempengaruhi minat dan bakat yang

muncul dalam diri Harmoko. Minat

Harmoko terhadap dunia jurnalis

dipengaruhi oleh ayah Harmoko yaitu

Asmoprawiro yang sering membelikan

buku bacaan untuk Harmoko. Harmoko

sewaktu kecil sering mencuri bacaan dari

koran dan media massa yang dibaca

ayahnya, sehingga minat Harmoko terhadap

jurnalistik mulai muncul yaitu saat ia kelas

3 SR bercita-cita menjadi seorang

wartawan. Cita-cita Harmoko sepertinya

terwujud bahkan lebih dari yang ia

inginkan, Harmoko berhasil menjadi

seorang wartawan bahkan pada

perkembangannya Harmoko ditunjuk oleh

Soeharto untuk menjadi Menteri

Penerangan. Menurut Taufik Abdulah

(2003, hal. 411) Harmoko mengeluarkan

peraturan No.1/PER/MENPEN/1984

Page 3: KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU …jurnal.upi.edu/file/GINA_SITI_RAHMAH,_S_MEK.pdf · Masa Orde Baru melalui Analisis Biografi (1983-1999) ?”. Masalah utama tersebut

FACTUM

Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016

203

tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers

(SIUPP). Peraturan Menteri Penerangan ini

banyak menimbulkan masalah di bidang

penerbitan pers. Selain menjadi Menteri

Penerangan Harmoko ditunjuk oleh

Soeharto menjadi Ketua DPP Golkar.

Dalam memimpin Golkar Harmoko

melakukan komunikasi sambung rasa

melalui temu kader yang dilakukannya

langsung ke daerah-daerah di Indonesia.

Azwar (2009, hal. 86) memaparkan menurut

Harmoko temu Kader adalah wahana untuk

mengembangkan komunikasi dan

pendidikan politik serta menyampaikan

gagasan dan program-programnya yang

mengacu pada amanat Munas V Golkar.

Temu kader ini menuai pro kontra karena

dianggap kampanye terselubung. Melalui

temu kader ini Harmoko memenangkan

Golkar di pemilu 1997.

Harmoko dalam memimpin Golkar

juga memilih Presiden Soeharto untuk

menempati posisi Presiden yang ke tujuh

kalinya. Menurut Firdaus Syam (2008, hal

33-34) sebelum Soeharto di calonkan

kembali menjadi Presiden ia sempat

mengatakan akan lengser keprabon karena

sudah tua dan meminta Harmoko meneliti

kembali apa ia masih pantas menjadi

Presiden dan mendapat dukungan rakyat.

Istilah yang digunakan Soeharto sulit

ditebak karena mengandung makna lain dari

budaya Jawa. Oleh karena itu Harmoko

seusai Rapim tetap memberikan dukungan

agar Soeharto dipilih kembali.

Dalam perkembangannya karir politik

Harmoko terus berkembang ia diangkat

menjadi Ketua MPR/DPR oleh Soeharto.

Harmoko menetapkan Soeharto sebagai

Presiden Republik Indonesia yang ketujuh

kalinya. Akibat tuntutan reformasi Harmoko

pula yang memberhentikan Soeharto

sebagai Presiden. Menurut Makka (2008,

hal. 26) Harmoko memaparkan pimpinan

Dewan, baik ketua maupun wakil-wakil

ketua, mengharapkan demi persatuan dan

kesatuan bangsa agar Presiden secara arif

dan bijaksana sebaiknya mengundurkan

diri.

Dari berbagai keputusan Harmoko

dalam menentukan politik Indonesia banyak

menuai pro-kontra karena dianggap tidak

demokratis dan loyal terhadap pemerintahan

Orde Baru. Namun diakhir pemerintahan

Orde Baru Harmoko termasuk orang yang

sangat menentukan berakhirnya Orde Baru

dengan keputusannya di DPR/MPR.

Ketertarikan penulis mengambil

kajian inikarena Harmoko merupakan tokoh

yang banyak menentukan arah politik

Indonesia pada masa Orde Baru melalui

kebijakan-kebijakannya yang banyak

menuai pro dan kontra. Serta kiprah dan

perannya di perpolitikkan Indonesia yang

terbilang bertahan lama yaitu dari tahun

1983-1999.

Page 4: KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU …jurnal.upi.edu/file/GINA_SITI_RAHMAH,_S_MEK.pdf · Masa Orde Baru melalui Analisis Biografi (1983-1999) ?”. Masalah utama tersebut

FACTUM

Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016

204

Kurangnya tulisan ilmiah mengenai

Harmoko membuat penulis tertarik untuk

mengetahui kiprah politik Harmoko melalui

analisis biografi. Melalui analisis biografi

penulis membandingkan biografi yang telah

ada dan mencantumkan fakta dan data yang

dapat dipercaya, karena seperti yang

dipaparkan diatas Harmoko merupakan

orang yang menuai pro-kontra sehingga

buku atau biografi yang membahas

Harmoko benar-benar harus dianalisis

karena banyak mengandung subjektifitas.

Adapun masalah yang ingin

dipecahkan penulis adalah “Bagaimana

kiprah politik Harmoko pada masa Orde

Baru melalui analisis biografi (1983-

1999)?”. Melalui penelitian ini penulis

bertujuan menganalisis kiprah politik

Harmoko pada masa Orde Baru melalui

analisis biografi (1983-1999).

Dalam kajian ini penulis

menggunakan ilmu bantu lain yaitu ilmu

politik, komunikasi, dan psikologis. Penulis

memilih konsep-konsep yang berhubungan

dengan Definisi Biografi, Demokrasi,

Perwakilan Politik, Partai Politik dan

Departemen Penerangan. Dan juga memilih

teori yang sesuai dengan kajian penulis

yaitu teori Kepribadian, Komunikasi

Politik, Media Massa sebagai Sumber

Pengaruh Politik, dan Elit Politik dan

Komunikasi Politik serta konsep lainnya

yang penulis anggap relevan dan dapat

dijadikan landasan dalam mengkaji hal

mengenai “Kiprah Politik Harmoko Pada

Masa Orde Baru Melalui Analisis Biografi

(1983-1999)”.

METODE PENELITIAN

Penulis menggunakan metode

penelitian sesuai dengan ketentuan metode

penelitian sejarah. Pada penelitian ini,

penulis menggunakan metode penelitian

yang diungkapkan oleh Ismaun (2005, hal.

34) diantaranya:

1. Heuristik, adalah usaha memilih

suatu subjek dan mengumpulkan

informasi tentang subjek tersebut

(Gottschalk, 2008, hal. 42).

Pengumpulan sumber yang dilakukan

penulis adalah dengan

mengumpulkan sumber tertulis yang

relevan dengan kajian penulis yang

diperoleh dari buku, dokumen,

maupun internet. Penulis

mengunjungi Perpustakaan Nasional,

Perpustakaan Batoe Api,

Perpustakaan UPI, Perpustakaan Ali

Alatas, Perpustakaan CSIS,

Perpustakaan Departemen Pendidikan

Sejarah, Arsip Nasiona, Toko buku

Palasari, Gramedia, toko online

Bukalapak.com, dan perpustakaan

milik pribadi maupun teman.

a. Kritik, adalah kegiatan menguji

secara kritis kebenaran yang terdapat

Page 5: KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU …jurnal.upi.edu/file/GINA_SITI_RAHMAH,_S_MEK.pdf · Masa Orde Baru melalui Analisis Biografi (1983-1999) ?”. Masalah utama tersebut

FACTUM

Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016

205

dalam data-data ataupun sumber-

sumber yang telah ditemukan

sebelumnya. Kritik sumber dilakukan

penulis untuk mengetahui sumber

yang digunakan sesuai dan bisa

dipertanggungjawabkan.

2. Interpretasi, yaitu tahapan penelitian

sejarah yang dilakukan setelah

melakukan pengumpulan sumber dan

melakukan kritik terhadap sumber

yang didapatkan. Interpretasi

dilakukan dengan mengungkapkan

fakta-fakta yang didapatkan oleh

penulis dari berbagai sumber pada

tahap sebelumnya. Kemudian penulis

menginterpretasikan dalam suatu

pemahaman baru yang dihubungkan

dengan berbagai fakta dan pendapat

yang ada. Dengan menggunakan

pendekatan interdisipliner yaitu

pendekatan politik,ilmu komunikasi

dan psikologi.

3. Historiografi, yaitu tahap penelitian

sejarah. Setelah hasil interpretasi

didapatkan, tahap akhir penelitian

yang dilakukan adalah menuliskan

hasil interpretasi tersebut dalam suatu

karya ilmiah. Seluruh hasil penelitian

berupa data dan fakta yang telah

mengalami proses sebelumnya akan

dituangkan dalam suatu bentuk

tulisan. ). Laporan penelitian yang

dalam metode penelitian sejarah

dikatakan sebagai historiografi,

mengacu pada buku Pedoman

Penelitian Karya Ilmiah yang

diterbitkan oleh Universitas

Pendidikan Indonesia 2014.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Harmoko merupakan seorang tokoh

yang berkecimpung dalam bidang pers dan

politik. Peran Harmoko dalam bidang pers

maupun perpolitikan Indonesia pada masa

Orde Baru sangat besar karena ia harus

memutuskan kebijakan pers maupun politik

yang dalam kepemimpinannya saling

berkaitan. Karier Harmoko dalam dunia

pers maupun politik tidak lepas dari latar

belakang kehidupan Harmoko. Menurut

Lopez (1997, hal. 20) Harmoko

mempunyai hobby dan bakat mendalang

yang diwarisi ayahnya, Pawiro Sarimun

(almarhum), seorang petani yang konon

pernah memimpin perkumpulan wayang

orang, ketoprak, dan ludruk di desanya.

Harmoko pernah sekolah dalang di

Surakarta. Sampai ia dewasa bahkan jadi

Menteri Penerangan serta Ketua Umum

Golkar, Harmoko masih sering

menyalurkan hobby dan bakatnya

mendalang. Beberapa kali Harmoko

menghibur rakyat dengan kepiawaiannya

bercerita dan memainkan wayang sebagai

dalang. Melalui hobby Harmoko pada

Page 6: KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU …jurnal.upi.edu/file/GINA_SITI_RAHMAH,_S_MEK.pdf · Masa Orde Baru melalui Analisis Biografi (1983-1999) ?”. Masalah utama tersebut

FACTUM

Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016

206

kesenian membuat Harmoko menjadi

pribadi yang terbuka dan mudah

bersosialisasi bahkan Harmoko sering

disebut pribadi yang humoris.

Selain memiliki minat dan bakat pada

kesenian Harmoko juga memiliki minat

pada dunia jurnalisme. Menurut Harmoko

(2009, hal 3-5) menjelaskan pengalaman

hidup Harmoko. Ia mempunyai ayah

bernama Asmoprawiro dan ibunya bernama

Soeriptinah. Harmoko dilahirkan di desa

Pathinrowo, Kertosono, tanggal 7 Februari

1939. Harmoko merupakan anak ketiga dari

sepuluh orang bersaudara. Harmoko masuk

ke Sekolah Rakyat (SR), saat Harmoko

bersekolah di SR rupanya ketertarikannya

pada kesenian mulai muncul karena

disekolahnya terdapat ekstrakurikuler

seperti karawitan, bernyanyi dan menari

yang membuat apresiasi seni muncul dalam

diri Harmoko. Dan pada awal kariernya

ketertarikan pada kesenian itu ditunjukan

saat ia bergaul dengan Seniman Senen.

Harmoko bercita-cita menjadi seorang

wartawan sejak kelas 3 SR, cita-cita itu

tumbuh karena ayahnya selalu

memfasilitasi Harmoko agar gemar

membaca dengan membelikan buku-buku.

Dari pemaparan diatas terlihat bahwa minat

dan bakat Harmoko di pengaruhi

keluarganya dan juga lingkungannya yang

secara juga membentuk kepribadiannya.

Cita-cita Harmoko untuk menjadi

wartawan ternyata terwujud. Menurut

Motinggo Busye & Rudjito (1989, hal. 61-

64) memaparkan Harmoko merupakan

tokoh jurnalistik yang merambah ke dunia

politik. Ia memulai karirnya dari menjadi

kolektor koran hingga masuk ke panggung

politik dan diberi status wartawan politik di

surat kabar Merdeka. Harmoko ditetapkan

menjadi kolektor terbaik dan berkat

ketekunannya ia mampu menulis cerpen,

cerita bersambung, artikel dan masalah

yang memuat reportase, barulah ia naik

pangkat menjadi wartawan kota. Harmoko

harus meliput berita di kota. Dalam

memulai karirnya sebagai wartawan

Harmoko bekerja di Surat Kabar Merdeka.

Dalam perkembangannya Harmoko

membangun sebuah harian umum yang

mengkhususkan untuk lapisan bawah yang

bernama Poskota.

Menurut Fachri Ali & Kholid

Novianto (1997, hal. 139) memaparkan 13

Maret 1983, Harmoko dipanggil Presiden

Soeharto ke rumahnya, jalan Cendana. Di

dalam pertemuan ini, Presiden meminta

kesediaan dan kesangguannya memimpin

Departemen Penerangan. Dan di dalam

pertemuan ini Presiden memberikan

pengarahan kepadanya tentang fungsi dan

peranan Departemen Penerangan yang akan

menjadi tugasnya itu. Dalam memimpin

Departemen Penerangan Harmoko

Page 7: KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU …jurnal.upi.edu/file/GINA_SITI_RAHMAH,_S_MEK.pdf · Masa Orde Baru melalui Analisis Biografi (1983-1999) ?”. Masalah utama tersebut

FACTUM

Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016

207

merupakan orang yang mendukung pes

Pancasila yaitu pers yang bebas dan

bertanggung jawab. Menurut Bachtiar

Djamily (1985 hal 114-115). Landasan

kebebasan pers dalam pers Pancasila

sebagaimana ditetapkan oleh Dewan Pers

sebagai berikut : Pancasila sebagai

landasan idiilnya, UUD 1945 sebagai

landasan konstitusionalnya, GBHN sebagai

landasan strateginya, Undang-undang

tentang ketentuan-ketentuan pokok pers

serta segenap peraturan-peraturan

pelaksanaannya sebagai landasan

yuridisnya, tata nilai masyarakat yang

berlaku sebagai landasan

kemasyarakatannya, kode Etik profesi

sebagai landasan etisnya, dan interaksi

positif pers, pemerintah dan masyarakat

sebagai landasan mekanismenya.

Dukungan Harmoko terhadap pers

Pancasila ini menentukan arah kebijakan

Harmoko sebagai Menteri Penerangan.

Harmoko memiliki pandangan bahwa

walaupun pers bebas namun tetap harus

bertanggung jawab dan pers dikontrol

untuk mengatur stabilitas Negara. Dalam

memimpin Departemen Penerangan,

Harmoko memberlakukan SIUPP untuk

mendukung pers Pancasila. Taufik

Abdullah (2003, hal. 411 ) pada tanggal 31

Oktober 1984 Menteri Penerangan

Harmoko mengeluarkan peraturan

No.1/PER/MENPEN/1984 tentang Surat

Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP).

Peraturan Menteri Penerangan ini banyak

menimbulkan masalah di bidang penerbitan

pers.

Salah satu yang memperdebatkan

kebijakan SIUPP adalah Hutagalung (2013,

hal. 56-57) menurutnya dalam journal

Dinamika Sistem Pers di Indonesia,

ditetapkannya kebijakan tentang adanya

Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP)

mencermikan usaha nyata pelaksanaan

kebebasan pers yang dikendalikan oleh

pemerintah, suatu bentuk pengadopsian

terhadap teori pers otoriter. Pers tidak boleh

memuat berita yang bertentangan dengan

program pemerintah. Intervensi

kepentingan pemerintah ini membuat pers

tidak mampu independen dan juga kritis

karena pemerintah terus mengontrol pers

secara represif. Pemerintah mengontrol

pers dengan cara pembredelan,

pemberhentian pasokan kertas hingga

menghilangkan nyawa wartawan. Pers

dijadikan sebagai saluran propaganda untuk

mempertahankan kekuasaan dan

kepentingan status quo.

Berbeda halnya menurut Fachry Ali

& Kholid Noviyanto (1997, hal. 166-167)

memaparkan Harmoko dalam menetapkan

SIUPP ternyata merasa prihatin karena

menurutnya darah dagingnya adalah

wartawan namun jabatannya tidak bisa

dilepaskan dalam melaksanakan peraturan

Page 8: KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU …jurnal.upi.edu/file/GINA_SITI_RAHMAH,_S_MEK.pdf · Masa Orde Baru melalui Analisis Biografi (1983-1999) ?”. Masalah utama tersebut

FACTUM

Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016

208

dan perundang-undangan yang berlaku.

Harmoko mungkin dan memang telah

dituduh sebagai aktor utama untuk seluruh

“tragedi” dari drama pencabutan SIUPP.

Tapi dalam konteks politik secara nasional,

tindakan semacam itu tidaklah hanya

terbatas pada seorang pejabat, melainkan

telah pula berkaitan dengan elemen-elemen

pemerintah secara keseluruhan. Setidak-

tidaknya, kenyataan ini tercerminkan dalam

lembaga Dewan Pers. Lembaga yang paling

berwenang memberi salam dan

rekomondasi terhadap pencabutan hak

hidup sebagai lembaga pers yang

melibatkan bukan saja berbagai instansi

pemerintah, melainkan kalangan pers itu

sendiri.

Mengkaji masalah penetapan SIUPP

ini banyak pihak pro dan kontra. Pihak pro

memaparkan bahwa penetapan SIUPP

hanya sebagai kewajiban menjalankan

tugas sebagai Menteri Penerangan untuk

mampu mengontrol pers agar tidak

mengganggu stabilitas Negara. Dan pihak

kontra menganggap SIUPP sebagai cara

pemerintah untuk membelenggu demokrasi

dan mempertahankan kekuasaan Orde

Baru. Menurut David Hill (2011,hal. 40-43)

pada kurun waktu 1980-an banyak pers

yang mengalami pembredelan seperti pada

bulan Mei 1984, majalah Fokus,Sinar

Harapan, Prioritas, dan Monitor. Pada

tahun 1990-an pers mengalami

kebebasannya kembali dengan

memberitakan berbagai berita yang

awalnya tabu dimata masyarakat. Pada

masa ini industri pers berkembang pesat

sementara kekuatan Negara tengah terbaur

dan terburai. Namun masa itu nampaknya

tidak bertahan lama karena tanggal 21 Juni

1994 Menteri Penerangan mencabut izin

terbit tiga mingguan berita ternama yaitu

Tempo, DeTIK, dan Editor. Ketiga media

ini memanfaatkan keterbukaan politik dan

kebebasan pers saat itu dengan

memberitakan bisnis keluarga Presiden,

pelanggaran hak asasi manusia,

penyalahgunaan kekuasaan, cacat

administrasi pada anggaran pemerintahan

dan pecahnya kelompok-kelompok

sempalan dalam tubuh pemerintah maupun

tentara.

Harmoko sebagai Menteri

Penerangan juga melakukan komunikasi

sambung rasa, penyampaian informasi

dilakukan secara ringan agar mudah

dimengerti atau diselingi humor. Selain itu

komunikasi dilakukan dengan

menyesuaikan kegiatan masyarakat, dan

topik yang disampaikan harus sesuai

dengan isu terkini dan kebutuhan

masyarakat yang memang penting untuk

disampaikan. Menurut Fachri Ali & Kholid

Novianto (1997, hal. 146-150) Harmoko

berusaha membangun institusi baru

ditengah masyarakat desa yaitu

Page 9: KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU …jurnal.upi.edu/file/GINA_SITI_RAHMAH,_S_MEK.pdf · Masa Orde Baru melalui Analisis Biografi (1983-1999) ?”. Masalah utama tersebut

FACTUM

Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016

209

Kelompencapir (kelompok pendengar,

pembaca dan pemirsa). Kelompencapir

merupakan lembaga baru yang hidup di

desa yang memanfaatkan instrumen

tradisional yaitu filosofi Jawa mangan ora

mangan asal kumpul (mau makan atau

tidak makan, yang penting kumpul).

Melalui kolempecapir informasi

masyarakat desa lebih berkembang melalui

radio, televisi dan koran.Selain itu

Harmoko juga melakukan komunikasi

politik melalui Safari Ramadhan, menurut

Azwar (2009, hal. 88) Safari Ramadhan

yang merupakan pemanfaatan kegiatan-

kegiatan selama Ramadhan untuk

komunikasi sambung rasa mendengarkan

suara hati rakyat yang kemudian dibawa

pada rapat kabinet sehingga persoalan bisa

didengar langsung.

Selain memimpin Departemen

Penerangan Harmoko juga diangkat oleh

Soeharto sebagai Ketua Umum DPP

Golkar. Golkar merupakan kendaraan

politik Orde Baru yang selalu di dipimpin

oleh ABRI. Rakyat menuntut adanya

demokratisasi dalam tubuh Golkar yang

selalu didominasi oleh ABRI dalam

menanggapi aspirasi rakyat ini Golkar terus

melakukan pembaruan dengan cara banyak

sipil yang mulai memerintah dalam

pemerintahan maupun dalam Golkar. Salah

satu pembaharuan dalam Golkar yaitu

mengangkat Harmoko sebagai tokoh sipil

pertama yang memimpin Golkar. Menurut

Firdaus Syam (2008, hal. 26) dalam

perkembangannya Golkar mengalami

pergeseran dan dinamika dengan

menguatnya sipil di tubuh Golkar. Pada era

1990-an peran sipil semakin kokoh dalam

perpolitikan ditubuh Golkar. Hal tersebut

terbukti dengan terpilihnya Harmoko

sebagai Ketua Umum Golkar periode 1993-

1999.

Sebenarnya pemilihan Harmoko

sebagai ketua Umum DPP Golkar telah

pasti ditetapkan bahkan sebelum

diadakannya Munas V. Harmoko telah

dipercaya oleh Soeharto sebagai ketua

Umum DPP Golkar. Munas yang diadakan

Golkar nampaknya hanya formalitas belaka

karena pemenang atau yang akan menjadi

ketua Golkar sudah disiapkan oleh Dewan

Pembina/ Soeharto jauh-jauh hari.

Sehingga dalam kenyataannya Dewan

Pembina terang-terangan memilih

Harmoko sebagai Ketua Umum DPP

Golkar.

Golkar yang sudah berkuasa selama

27 tahun dan berperan sebagai partai

pemerintah dan selalu memenangkan

pemilu. Dalam perkembangannya

mendapat terus kritikan dan masukan agar

lebih menanggapi aspirasi rakyat. Rakyat

menuntut adanya demokratisasi dalam

tubuh Golkar yang selalu didominasi oleh

ABRI, dalam menanggapi aspirasi rakyat

Page 10: KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU …jurnal.upi.edu/file/GINA_SITI_RAHMAH,_S_MEK.pdf · Masa Orde Baru melalui Analisis Biografi (1983-1999) ?”. Masalah utama tersebut

FACTUM

Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016

210

ini Golkar terus melakukan pembaruan

dengan cara banyak sipil yang mulai

memerintah dalam pemerintahan maupun

dalam Golkar.

Riswandha Imawan (1997, hal. 167)

memaparkan Munas ke V Golkar tanggal

20-25 Oktober 1993 membahas kewajiban

regenerasi politik, PJP II dengan tekad

merebut teknologi canggih, tahap tinggal

landas untuk memberantas kemiskinan,

perubahan paradigma pembangunan dari

pertumbuhan ekonomi beralih kepenekaan

pada hal asasi manusia, pembangunan

berwawasan lingkungan hidup, tuntutan

prefesionalitas ABRI yang memunculkan

kebijakan “ABRI back to basic” dan

tuntutan elit sipil dipercaya memegang

jabatan di birokrasi.

Tuntutan demokrasi terus

dilontarkan dalam tubuh Golkar, karena

Golkar sudah dianggap tidak bisa menjadi

jembatan rakyat karena Golkar kurang

responsif terhadap aspirasi rakyat hal ini

berkenaan dengan Golkar yang memiliki

kekuatan mayoritas tunggal tanpa kontrol

dari kekuatan politik lain. Golkar

mendominasi dalam setiap pemerintahan,

hal ini tentu menjadikan Golkar bisa

dengan mudah mengambil kebijakan sesuai

kepentingan Golkar bukan kepentingan

rakyat. Orsospol lainnya tidak dapat

berbuat apa apa karena suara

minoritasnnya, hal ini membuat Golkar

lepas kontrol. Pembaharuan tersebut

diterapkan pada era Harmoko.

Riswandha Imawan (1997, hal. 171-

172 ) memaparkan sebelum diadakan

Munas V untuk memilih siapa yang akan

dipilih sebagai Ketua Umum Golkar terjadi

caucus yaitu pertemuan tidak resmi antar

elit partai untuk mencapai persetujuan

tentang arah gerak partai, termasuk tokoh-

tokoh yang ditampilkan. Tujuan dari

pertemuan ini untuk memberi arahan atau

patokan sehingga jalannya sidang tidak

berlarut-larut. Caucus menyebabkan tokoh

pembuat keputusan bermain dibelakang

layar tetapi mereka sangat mempengaruhi

cerita ataupun keputusan-keputusan yang

diambil.

Dengan diadakannya caucus ini

tentu menunjukan bahwa Munas yang

diadakan oleh Golkar sebagai formalitas

Golkar dalam menunjukan dirinya sebagai

partai yang demokratis dan menjungjung

tinggi gotong-royong, kekeluargaan,

musyawarah serta mufakat.Sebab melalui

caucus tersebut sebenarnya sudah diambil

keputusan siapa yang selanjutnya

memimpin Golkar, sehingga dalam Munas

bisa langsung terlihat siapa yang dijadikan

pemimpin Golkar tanpa proses dan

perbedatan yang panjang. Hal ini membuat

tuntutan rakyat untuk Golkar yang berakar

dari bawah tidak dapat terwujud karena

Page 11: KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU …jurnal.upi.edu/file/GINA_SITI_RAHMAH,_S_MEK.pdf · Masa Orde Baru melalui Analisis Biografi (1983-1999) ?”. Masalah utama tersebut

FACTUM

Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016

211

yang terjadi yang memimpin Golkar itu

adalah elit yang dipilih oleh elit.

Setidaknya ada tiga elit yang

berperan dalam Munas V ini. Pertama

Dewan Pembina Golkar yang merupakan

pusat kekuasaan yaitu Soeharto. Keputusan

harus berdasarkan restu dan petunjuk

Dewan Pembina. Kedua Kelompok

Cedikiawan seperti Prof Habibie pendapat

mereka sangat menentukan karena

berhubungan langsung dengan image

pembaharuan selain itu posisi Habibie saat

itu sebagai Ketua ICMI yang selalu

didukung pemilih muslim, dan yang ketiga

ABRI peran penting ABRI dalam Golkar

memang tak bisa terhindarkan disini ABRI

berperan untuk menyetujui elit yang

muncul.

Harmoko melakukan temu kader ke

berbagai daerah untuk menggalang

kekuatan atau menciptakan kader yang

sesuai dengan Munas Golkar. Temu kader

ini dilakukan sebagai sarana pendidikan

politik. Azwar (2009, hal. 86) memaparkan

menurut Harmoko temu Kader adalah

wahana untuk mengembangkan komunikasi

dan pendidikan politik serta menyampaikan

gagasan dan program-programnya yang

mengacu pada amanat Munas V Golkar.

Harmoko memiliki prinsip yang selalu

disampaikan dalam temu kader. Menurut

Mortinggo Busye (1997, hal. 158) setiap

kader Golkar menurut Harmoko harus

memenuhi PDLT (prestasi, dedikasi,

loyalitas dan tidak tercela). Tidak tercela

berarti tidak menyakiti hati rakyat, tidak

korupsi, dan tidak menyalahgunakan

wewenang.

Temu kader ternyata banyak menuai

pro-kontra dengan adanya tudingan bahwa

temu kader merupakan kampanye

terselebung karena secara tidak langsung

dalam temu kader Harmoko

memperkenalkan visi-misi atau keinginan

politiknya. Namun Harmoko menjawab

bahwa temu kader bukan kampanye

terselubung karena bersifat terbuka dan

untuk melaksanakan amanat Munas V.

Menurut Lopez Ansel da (1997, hal. 58)

Harmoko dengan mudah menjawab

tudingan yang menyebutkan temu kader

merupakan kampanye. Menurut Harmoko

temu kader yang dilakukan bukan

kampanye, karena kampanye baru akan

dilakukan sesuai dengan jadwal yang akan

ditetapkan Panitia Pemilihan Indonesia.

Melalui temu kader yang dilakukan

Harmoko membuat Golkar memenangkan

pemilu 1997. Temu kader tersebut

menciptakan image yang membuat

Harmoko dekat dengan rakyat dan mampu

menanggapi aspirasi rakyat. Selain

melakukan temu kader Harmoko juga

melakukan studi pemilihan dalam survey

dan kajian masalah aktual saat itu. Hal itu

dilakukan untuk membuat Golkar lebih

Page 12: KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU …jurnal.upi.edu/file/GINA_SITI_RAHMAH,_S_MEK.pdf · Masa Orde Baru melalui Analisis Biografi (1983-1999) ?”. Masalah utama tersebut

FACTUM

Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016

212

responsif dan mengetahui bagaimana

sebenarnya respon masyaraat kepada

Golkar apakah masih mendukung atau

tidak. Golkar juga menelaah kekurangan

dan kelebihan lawannya serta prediksi

perolehan suara Golkar. Menurut

Syamsuddin Haris (1998, hal 172) hasil

sementara perhitungan suara Pemilu 1997

memperlihatkan kembali “keunggulan”

Golkar dibandingkan dengan OPP yang

lain, yaitu dengan meraih 74,3 persen

suara. PPP yang sempat menghijaukan

pulau Jawa memperoleh 22,7 persen,

sementara PDI versi Soerjadi hanya

kebagian 3,0 persen suara. Bagi Golkar

peningkatan suara sekitar 6,2 persen

dibanding dengan hasil Pemilu 1992 itu

adalah “kemenangan besar” yang

melampaui target 70,02 persen.

Pada perkembangan selanjutnya

mendekati pemilihan Presiden 1998-2003.

Harmoko sebagai Ketua Umum Golkar

tentu mempunyai wewenang untuk

menentukan siapa calon Presiden dari

partai Golkar selanjutnya. Harmoko

kemudian mencalonkan kembali Soeharto

sebagai Presiden RI yang ketujuh. Menurut

Firdaus Syam (2008, hal. 33) sebelum

Presiden Soeharto menjabat sebagai

Presiden yang ketujuh kalinya ia meminta

Bung Harmoko selaku Ketua Umum

Golkar untuk meneliti kembali mengenai

apakah diri Soeharto didukung dan diminta

oleh rakyat secara keseluruhan. Perlu

diketahui bahwa dalam pemilihan umum

sebeumnya, Presiden Soeharto juga telah

mengataan dihadapan KNIP agar tidak

dipilih kembali sebagai ia sudah TOP (Tua,

Ompong dan Peot). Namun Harmoko

menerjemahkan perkataan itu bahwa

Soeharto masih ingin menjadi Presiden dan

untuk tidak mengecewakan Soeharto

akhirnya Harmoko memilih mencalonkan

Soeharto sebagai Presiden dari Golkar.

Perkembangan karir politiK Harmoko

terus berlanjut Soeharto mengangkat

Harmoko menjadi Ketua MPR/DPR

Republik Indonesia. Menurut Syamsuddin

Haris (1998, hal. 177) terjadi suatu hal

yang menarik dalam pergantian elite politik

di Indonesia. Seperti Menpen Harmoko

yang juga Ketua Umum DPP .Golkar

digeser pada saat pemerintahan yang belum

usai merayakan pesta atas kemenangan

Golkar dalam pemilu sebesar 74,3% dalam

pemilu 1997 malah diangkat menjadi Ketua

MPR/DPR pada saat itu.

Menurut Abdullah (2003, hal. 57)

rakyat menuntut dilakukan reformasi total,

selain dalam bidang ekonomi, juga

terutama dalam bidang politik, dan hukum.

Logikanya, krisis ekonomi Indonesia bukan

hanya disebabkan merosotnya nilai rupiah,

tetapi juga oleh tatanan politik yang tidak

demokratis, dan hukum yang terlampau

diabdikan kepada kekuasaan yang otoriter,

Page 13: KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU …jurnal.upi.edu/file/GINA_SITI_RAHMAH,_S_MEK.pdf · Masa Orde Baru melalui Analisis Biografi (1983-1999) ?”. Masalah utama tersebut

FACTUM

Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016

213

sehingga tidak mendatangkan keadilan

yang sebenarnya. Pada saat Harmoko

menjabat menjadi Ketua DPR/MPR

Harmoko dihadapkan pada masalah serius

dimana terjadi kerusuhan dimana-mana

untuk menuntut reformasi. Dalam

menanggapi hal ini Harmoko memaparkan

reformasi harus berjalan secara gradual.

Di Indonesia pada tahun 1997-1998

memang sedang terjadi krisis

multidimensional seperti kerusuhan politik,

krisis keuangan dan perbankan, krisis

sosial, dan krisis lainnya. Menurut Firdaus

Syam (2008, hal. 35-38) keuangan dan

ekonomi Indonesia begitu lemah, banyak

bank berdiri dengan modal yang lemah dan

kemudahan kredit melebihi platfrom

dengan fokus pengelolaan dana itu kepada

anggota grupnya, pinjaman swasta nasional

diluar Negara sangat banyak yang

diberikan pada usaha jangka pendek,

ekspor lebih kecil dibanding impor,

monopoli dan subsidi untuk usaha yang

dekat dengan pengusaha, nilai rupiah

semakin melemah, cadangan devisa Negara

semakin menipis, hutang semakin

membengkak dan daya beli masyarakat

rendah, dan perdagangan valuta asing

dengan cara spekulatif. Selain itu pada

tahun 1997 menurut Bank Dunia 20-30

persen dari dana pengembangan Indonesia

telah disalahgunakan selama bertahun-

tahun. Krisis finansial Asia ditahun yang

sama tidak membawa hal baik bagi

pemerintahan Presiden Soeharto. Ketika

Soeharto dipaksa meminjam pinjaman pada

IMF.

Dari keadaan Indonesia yang sangat

buruk mengenai ketidak stabilan ekonomi

Indonesia yang terus berdampak pada

sosial masyarakat. Kemiskinan semakin

terasa saat masyarakat tidak bisa membeli

bahan pokok untuk sehati-hari yang

melambung tinggi, selain itu kerusuhan

bernuasa SYARApun terjadi. Selain itu

terjadi kebakaran hutan di Kalimantan dan

Sulawesi yang menyebabkan gangguan

kesehatan. Krisis inipun berdampak pada

ketidak stabilah politik Indonesia,

kekacauan terjadi dimana-mana karena

penguasa dianggap tidak dapat

menyelesaikan masalah yang sedang

terjadi. Ditambah lagi masyarakat sudah

tidak menginginkan kepemimpinan

Soeharto.

Menurut Firdaus Syam (2008, hal 42-

43) dalam menanggapi hal tersebut

pemerintah melakukan hal-hal seperti

menggunakan metode CBS (Currency

Board System). Dalam pertemuannya di

kediaman Soeharto di Cendana, ketika itu

Presiden menyerahkan berkas metode CBS

kepada pimpinan Dewan yang hadir untuk

dipelajari. Para pemimpin Dewan

kemudian mempelajari dan melakukan

tukar pikiran tentang penggunaan metode

Page 14: KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU …jurnal.upi.edu/file/GINA_SITI_RAHMAH,_S_MEK.pdf · Masa Orde Baru melalui Analisis Biografi (1983-1999) ?”. Masalah utama tersebut

FACTUM

Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016

214

CBS tersebut. Dan metode tersebut dipilih

juga didukung oleh Harmoko selaku Ketua

Umum MPR/DPR untuk mengatasi krisis

moneter. Harmoko menjelaskan pada saat

itu devisa negara sangat terbatas hanya 13

milyar dolar. Dengan penerapan metode

CBS disertai dukungan nyata diharapkan

negara memiliki dana yang segera dapat

digunakan untuk memenuhi kebutuhan

pokok rakyat. Konsekuensi dari

pemberlakuan CBS menurut Harmoko akan

membawa perubahan Undang-undang Bank

Sentral. Sehubungan dengan itu pemerintah

merencanakan mengeluarkan PERPU

mengenai UU Nomor 13 tahun 1986

mengenai Bank Sentral sebelum Sidang

Umum MPR, dan DPR pun menyetujui

model CBS ini.

Dalam menyelesaikan konflik terjadi

pada masa Orde Baru, tentu Harmoko

memiliki peran sebagai Ketua MPR/DPR

yang berhak mengambil keputusan yang

diambil untuk menyelesaikan konflik.

Harmoko menyetuji metode CBS yang

datang dari usulan Presiden ini sangat rapat

di Cendana. Penggunaan metode ini

diyakini Harmoko dapat memberikan

perubahan yang baik untuk krisis

multidimensional yang terjadi di Indonesia.

Walaupun ada konsekuensinya yaitu akan

terjadi perubahan Undang-undang Bank

Sentral.

Dalam memutuskan kebijakan yang

harus dipilih oleh pemerintah terlihat

bahwa Presiden Soeharto memang sudang

mulai kehilangan kekuatannya.Terbukti

dari awalnya ia mengusulkan metode CBS

untuk mengatasi krisis namun berubah

tanpa persetujuan DPR menjadi meminta

bantuan IMF. Hal ini juga memperlihatkan

Harmoko sebagai Ketua MPR/DPR sebagai

lembaga perwakilan rakyat tidak dapat

mengambil keputusan berdasarkan

keputusan awal yang disetujui DPR dan

malah membiarkan keputusan Presiden

Soeharto untuk bekerjasama dengan IMF.

Walaupun dalam pernyataan diatas

Harmoko merasa kecewa, tapi sepertinya

tidak ada perlawanan khusus untuk

menghentikan keputusan Presiden tersebut.

Suasana memprihatinkan yang terjadi

tidak direspon dengan baik oleh

pemerintah, dengan memutuskan meminta

bantuan kepada IMF. Dan hal ini membuat

kecewa rakyat karena uluran tangan IMF

sama sekali tidak membantu dan semakin

membuat Indonesia terpuruk. Upaya

pemerintah ini membuat rakyat bereaksi

dari mulai keprihatinan, himbauan, sampai

pada tuntutan reformasi. Seperti tuntutan

reformasi yang dilakukan mahasiswa

karena kekhawatiran dengan nasib rakyat

kecil tersebut. Dukungan terhadap rakyat

kecil dilakukan mahasiswa diberbagai

daerah seperti di Jakarta mahasiswa UI

Page 15: KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU …jurnal.upi.edu/file/GINA_SITI_RAHMAH,_S_MEK.pdf · Masa Orde Baru melalui Analisis Biografi (1983-1999) ?”. Masalah utama tersebut

FACTUM

Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016

215

menerobos Sidang Umum MPR untuk

mendengar pertanggungjawaban Presiden

Soeharto, merumuskan GBHN dan memilih

Presiden maupun Wakilnya. Di kampus

Universitas Gadjah Mada digelar aksi

keprihatinan yang melibatkan belasan ribu

mahasiswa dan dosen menuntut kesediaan

bahan pokok, mempersoalkan KKN dan

pertanggungjawaban di MPR.

Suasana terus memanas dan rakyat

menuntut pemerintah melakukan reformasi.

Pada saat itu Soeharto ditetapkan kembali

menjadi Presiden yang ketujuh kalinya

melalui SU MPR dan nampaknya rakyat

memang sudah tidak mengharapkan hal

tersebut. Nampaknya usia kepemimpinan

Soeharto memang harus berakhir pada

tahun 1998. Seolah mendapat firasat akan

lengsernya Soeharto dari jabatan

kepresidenan, saat Soeharto ditetapkan

sebagai Presiden lagi dalam Sidang

Paripurna Ke-V tanggal 11 Maret 1998

palu yang dipakai oleh Harmoko untuk

menutup dan mensah kan keputusan dalam

sidang patah tidak seperti biasanya.

Pimpinan Sidang yaitu Harmoko yang

didampingi para wakilnya dan seluruh

anggota MPR 1998-2003 menutup

persidangan dengan mengetukkan palu

sidang sebanyak 3 kali.

Dikutip dalam Firdaus Syam (2008,

hal. 16) Harmoko mengemukakan bahwa

begitu Palu Sidang itu ia ketukan, seperti

biasanya tidak terjadi apa-apa, namun kali

ini yang terjadi lain. Palu itu ketika

diketukkan melesat, bagian kepalanya

patah, kemudian terlempar kedepan,

dihadapan jajaran anggota-anggota MPR

yang terhormat. Pada waktu itu persis

dijajaran terdepan, duduk para anggota

MPR itu, diantaranya ada Mbak Tutut

(Putri Sulung Presiden Soeharto) dan

Ginanjar Kartasasmita yang behadapan

dengan kursi Pimpinan Dewan. Palu itu

kemudian diamankan oleh petugas

Pengawal Presiden.

Dengan keputusan terpilihnya

kembali Soeharto menjadi Presiden

Republik Indonesia membuat rakyat

kecewa dan berharap presiden bersedia

lengser karena rakyat sudah tidak percaya

lagi terhadap pemerintahan Soeharto.

Mahasiswa terus melakukan aksi unuk

menuntut reformasi sejak saat SU MPR

dimulai, bahkan mahasiswa menuntut agar

diberi kesempatan untuk ikut dalam SU

MPR dan menyalurkan aspirasi serta

berdialog langsung dengan MPR. Tuntutan

mahasiswa adalah menyelesaikan seluruh

krisis nasional dengan cepat, menciptakan

pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Pada akhir masa Orde Baru, tahun

1998 bangsa Indonesia dihadapkan pada

krisis multidimensional. Seperti kelaparan,

kemiskinan, inflasi tinggi, harga melonjak

dan terutama tuntutan reformasi karena

Page 16: KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU …jurnal.upi.edu/file/GINA_SITI_RAHMAH,_S_MEK.pdf · Masa Orde Baru melalui Analisis Biografi (1983-1999) ?”. Masalah utama tersebut

FACTUM

Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016

216

pemerintah tidak mampu menyalurkan

aspirasi masyarakat. Mahasiswa banyak

yang melakukan unjuk rasa dimana-mana.

Namun akibat demonstasi tersebut terjadi

penembakan penembakan mahasiswa

Universitas Trisakti pada tanggal 12

Mei1998, seluruh lapisan masyarakat

Indonesia berduka dan marah. Akibatnya,

tragedi ini diikuti dengan peristiwa anarkis

di Ibukota dan di beberapa kota lainnya.

Semua peristiwa tersebut makin

meyakinkan mahasiswa untuk menguatkan

tuntutan pengunduran Soeharto dari kursi

kepresidenan. Pilihan aksi yang kemudian

dipilih oleh kebanyakan kelompok massa

mahasiswa untuk mendorong turunnya

Soeharto mengerucut pada aksi

pendudukan gedung DPR/MPR.

Hal itu tentu membuat kemarahan

dimasyarakat semakin melebar dan

membara. Dukungan keprihatinan muncul

dari berbagai pihak seperti Amin Rais, W.S

Rendra, Emil Salim, Ali Sadikin, Megawati

Sukarnoputri, termasuk kelompok yang

dahulu pernah menjabat di pemerintah

Orde Baru seperti para ekonom mafia

barkeley yang merupakan arsitek kebijakan

ekonomi orde yang juga menghendaki

Soeharto turun. Selain para ekonom militer

dan organisasi-organisasi seperti KNIP,

ICMI, organisasi pemuda dan Kosgoro juga

menghendaki Soeharto turun. Selain itu

Amien Rais dan Megawati juga

mendukung reformasi. Disini pihak militer

berusaha untuk tidak terlalu mendukung

presiden karena tidak ingin ada bentrokan

yang lebih besar antara mahasiswa dan

pihak berwajib. Tuntutan dan tekanan terus

dilakukan terutama oleh mahasiswa untuk

reformasi. Tekanan tersebut adalah tuntutan

reformasi total, pengunduran diri presiden,

dan pelaksanaan sidang istimewa MPR.

Dibawah tekanan yang semakin kuat

pimpinan MPR/DPR didampingi wakil

ketua dan seluruh fraksi diparlemen

meminta agar presiden Soeharto bersedia

mengundurkan diri.

Mahasiswa melakukan unjuk rasa

dengan melakukan pendudukan gedung

DPR/MPR RI. Peristiwa tersebut

merupakan momumental proses

pelengseran Soeharto dari tampuk

kekuasaan Presiden dan tuntutan reformasi.

Dalam peristiwa ini, ribuan mahasiswa dari

berbagai kampus bergabung menduduki

gedung DPR/MPR untuk mendesak

Soeharto mundur.Dalam hal ini rakyat

meminta kepada DPR/MPR untuk

melakukan sidang khusus. Harmoko

sebagai ketua DPR RI memberi keterangan

dalam jumpa pers, pernyataan meminta

Soeharto mundur. Menurut Makka (2008,

hal. 26) Harmoko memaparkan dalam

menanggapi situasi seperti tersebut diatas,

pimpinan Dewan, baik ketua maupun

wakil-wakil ketua, mengharapkan demi

Page 17: KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU …jurnal.upi.edu/file/GINA_SITI_RAHMAH,_S_MEK.pdf · Masa Orde Baru melalui Analisis Biografi (1983-1999) ?”. Masalah utama tersebut

FACTUM

Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016

217

persatuan dan kesatuan bangsa agar

Presiden secara arif dan bijaksana

sebaiknya mengundurkan diri.

Harmoko pada saat itu menyatakan

persetujuan terhadap adanya reformasi dan

lengsernya Presiden. Hal ini sungguh

sangat menarik karena Harmoko

merupakan orang yang dekat dan selama ini

mendukung Presiden. Namun Harmoko

seolah tidak mendukung lagi Presiden

Soeharto dengan menyetujui tuntutan

reformasi dan meminta Presiden untuk

lengser dengan alasan untuk mencapai

persatuan dan kesatuan bangsa. Harmoko

sebagai ketua MPR/DPR berusaha

menyalurkan aspirasi masyarakat dengan

meminta presiden mengundurkan

diri.Akibat keputusan ini Harmoko menuai

pro dan kontra disatu sisi Harmoko

merupakan orang kepercayaan Presiden dan

orang yang diangkat dalam segala posisi

oleh Presiden disatu sisi Harmoko

memegang kekuasaan sebagai ketua

MPR/DPR yang harus menyalurkan

aspirasi rakyat. Dalam hal ini Harmoko

mengambil jalan untuk menuruti rakyat dan

meminta Soeharto turun. Tindakan ini

menimbulkan banyak cibiran dengan

menyebut Harmoko sebagai Brutus sesosok

penghianat dalam sebuah cerita

terbunuhnya penguasa Romawi. Mati

karena pengkhianatan orang yang sangat

dipercayainya. Diluar hal itu Harmoko

memberi pengaruh besar pada saat

keputusannya meminta Soeharto mundur

dari jabatannya sehingga pemerintahan

Orde Baru bisa runtuh dan reformasi bisa

dikumandankan.

SIMPULAN

Harmoko merupakan orang yang

terlahir dari keluarga sederhana, namun

memiliki perhatian pada seni dan

pengetahuan. Keluarga Harmoko sangat

berperan dalam mencetak kepribadian

Harmoko. Harmoko tumbuh menjadi

pribadi yang populer karena ia mempunyai

ciri khas dalam berkomunikasi. Harmoko

merupakan orang yang rajin membaca dan

hal itu terjadi karena ayah Harmoko

memfasilitasinya dengan membelikan

buku-buku. Harmoko tumbuh menjadi anak

yang tertarik dengan keadaan sosial dengan

filosofi yang dimilikinya yaitu cheto welo-

welo. Ketertarikannya tersebut membuat

Harmoko ingin terjun langsung melihat

fluralitas yang ada pada masyarakat dengan

menjadi wartawan. Dari profesi inilah karir

Harmoko terus berkembang.

Karir Harmoko terus naik saat ia

menjadi wartawan sampai ia menjadi

pemilik sebuah media yang memiliki oplah

terbesar pada masa Orde Baru yaitu Pos

Kota. Keberhasilan Harmoko dalam

mengelola Pos Kota menarik perhatian

Soeharto sehingga ia diangkat menjadi

Page 18: KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU …jurnal.upi.edu/file/GINA_SITI_RAHMAH,_S_MEK.pdf · Masa Orde Baru melalui Analisis Biografi (1983-1999) ?”. Masalah utama tersebut

FACTUM

Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016

218

Menteri Penerangan pada saat itu. Saat

menjadi Menteri Penerangan, Harmoko

menciptakan SIUPP yang menjadi

belenggu bagi pers Indonesia yang

menyebabkan pembredelan dimana-mana.

Dengan kebijakannya itu Harmoko

dianggap mengkhianati jiwa

kewartawannya. Hal lain yang diakukan

oleh Harmoko saat menjadi Menteri adalah

melakukan komunikasi sambung rasa yaitu

menciptakan Kelompencapir, IDT dan

KMD. Nampaknya Harmoko benar-benar

dapat menarik hati dari Soeharto sehingga

dapat menjabat sebagai Menteri

Penerangan selama tiga periode.

Harmoko kemudian diangkat oleh

Soeharto sendiri sebagai Ketua Umum

Golkar. Soeharto. Harmoko dipilih

menjadi Ketua Umum Golkar secara tidak

demokratis karena Harmoko dipilih

dibelakang layar melalui caucus. Bahkan

Soeharto terang-terangan menunjuk

Harmoko dalam Munas untuk menegaskan

keinginannya menjadikan Harmoko sebagai

Ketua Umum Golkar. Dengan

kepiawaiannya dalam melakukan

komunikasi politik, Harmoko berhasil

memenangkan pemilu 1997 sebesar 74,3%.

Hal ini membuat Golkar berhak

mengajukan Soeharto presiden selanjutnya.

Untuk memuluskan permainan politik

Soeharto memberhentikan Harmoko dari

jabatan sebagai Ketua Umum Golkar dan

mengangkatnya menjadi Ketua MPR/DPR

yang akan melantiknya menjadi Presiden

RI. Ketika reformasi menginginkan rezim

Orde Baru dijatuhkan, Harmoko memberi

keputusan untuk menghianati Soeharto

dengan menyuruhnya turun dari

jabatannya. Jika diperhatikan terlihat sekali

bahwa Harmoko memiliki kepribadian

loyalist yang memiliki kepatuhan tinggi,

bertanggung jawab, pengabdian dan jujur

kepada Soeharto sebagai petingginya.

Walaupun demikian perlu diingat bahwa

pribadi loyalist memiliki orientasi pada

keamanan diri. Pribadi loyalist bisa berubah

menjadi pemberontak karena yang mereka

utamakan adalah keamanan diri. Oleh

karena itu Harmoko dalam

perkembangannya memberontak atau

mengkhianati Soeharto dengan

melengserkannya karena tuntutan rakyat

yang dianggap mengancamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T. (2003). Krisis Masa Kini dan

Orde Baru. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Ali F & Novianto, K. (1997). Politik

Komunikasi Harmoko : dari rakyat

ke panggung politik. Jakarta:

Intermassa.

Azwar. (2009). Politik Komunikasi Golkar

di Tiga Era. Jakarta: Grasindo.

Page 19: KIPRAH POLITIK HARMOKO PADA MASA ORDE BARU …jurnal.upi.edu/file/GINA_SITI_RAHMAH,_S_MEK.pdf · Masa Orde Baru melalui Analisis Biografi (1983-1999) ?”. Masalah utama tersebut

FACTUM

Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016

219

Busye, M. (1997). Golkar dan Harmoko

Man Of The Year . Jakarta: Pustaka

Kartini.

Busye M & Rujito. (1989). 50 Tahun

Harmoko : menatap dengan mata

dan hati rakyat : sebuah biografi

sepintas kilas. Jakarta: Pustaka

Kartini.

Djamily, B. (1985). Harmoko Menteri

Penerangan Republik Indonesia Anak

Rakyat Insan yang Arif. Kuala Lumpur :

Pustaka Budiman

Gottschalk.L. (2008). Mengerti Sejarah

Terjemahan Nugroho Notosusanto.

Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia (UI-PRESS).

Haris, S. (1998). Menggugat Politi Orde

Baru. Jakarta : Grafiti.

Harmoko. (2009). Nasihat Harmoko untuk

Anak-anak dan Cucu-cucu. Jakarta:

Yayasan Karya Pena Indonesia.

Hill, D. (2011). Pers di Masa Orde Baru.

Bandung: Simbiosa Rekatama

Media.

Hutagalung. (2013). Dinamika Sistem Pers

di Indonesia.Tersedia [online] :

Ejounal.undip.ac.id/indexpjp/intera

ksi/download/6588/5421, 56-57.

Diakses Mei 2016.

Imawan,R. (1997). Membedah politik Orde

Baru. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ismaun. (2005). Pengantar belajar sejarah

sebagai ilmu dan wahana

pendidikan. Bandung: Historia

Utama Press.

Lopez, A. (1997). Bung Harmoko

membawa Misi Wong Cilik. Jakarta:

Yayasan Karya Pena Indonesia.

Makka, A. (2008). Sidang Kabinet Terakhir

Orde Baru. Jakarta: Republika.

Syam, F. (2008). Berhentinya Soeharto

Fakta dan Kesaksian Harmoko.

Jakarta: Gria Media Prima.