KIMIA LINGKUNGAN

20
PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAPIOKA MENJADI BIOGAS DENGAN PENAMBAHAN KOTORAN SAPI DISUSUN OLEH: 1. LATHIFA PARAYUHA (09307141005) 2. AMALIA WAHYUNINGTYAS (09307141023) 3. YOGI KURNIASARI (09307141038) 4. WINDA DWI AGUSTINA (09307141044) JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

description

KIMIA

Transcript of KIMIA LINGKUNGAN

Page 1: KIMIA LINGKUNGAN

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAPIOKA MENJADI

BIOGAS DENGAN PENAMBAHAN KOTORAN SAPI

DISUSUN OLEH:

1. LATHIFA PARAYUHA (09307141005)

2. AMALIA WAHYUNINGTYAS (09307141023)

3. YOGI KURNIASARI (09307141038)

4. WINDA DWI AGUSTINA (09307141044)

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Page 2: KIMIA LINGKUNGAN

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAPIOKA MENJADI BIOGAS

DENGAN PENAMBAHAN KOTORAN SAPI

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Limbah usaha kecil pangan dapat menimbulkan masalah dalam

penanganannya karena mengandung sejumlah besar karbohidrat, protein,

lemak , garam-garam, mineral, dan sisa-sisa bahan kimia yang digunakan

dalam pengolahan dan pembersihan. Sebagai contohnya limbah cair

industri tapioka, dapat menimbulkan bau yang menyengat dan polusi berat

pada air bila pembuangannya tidak diberi perlakuan yang tepat.

Air buangan (efluen) atau limbah buangan dari pengolahan pangan

dengan Biological Oxygen Demand (BOD) tinggi dan mengandung

polutan seperti tanah, larutan alkohol, panas dan insektisida. Apabila

efluen dibuang langsung ke suatu perairan akibatnya menganggu seluruh

keseimbangan ekologik dan bahkan dapat menyebabkan kematian ikan

dan biota perairan lainnya.

Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara

kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah

domestik maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan

dipelihara oleh masyarakat setempat. Jadi teknologi pengolahan yang

dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang

bersangkutan.

Sumber utama air limbah dari industri ini berasal dari penyelesaian

atau tahap sentrifugasi proses produksi tapioka. Limbah cair industri

tapioka mengandung bahan yang berbahaya, karena mengandung sianida,

serta gas metana dan karbondioksida yang berpotensi menyebabkan

pemanasan global. Juga mengandung polutan seperti tanah, larutan

alkohol, panas dan insektisida. Oleh karena itu, limbah industri tapioka

perlu dikelola secara benar dengan berbagai cara, salah satu cara tersebut

adalah pembuatan biogas dari limbah cair tapioka dengan pencampuran

kotoran ternak.

Page 3: KIMIA LINGKUNGAN

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan tapioka?

2. Apa saja kandungan limbah tapioka?

3. Bagaimana tahapan proses pengelolaan limbah tapioka?

4. Apa manfaat pengolahan limbah cair menjadi biogas dengan

pencampuran kotoran sapi?

II. PEMBAHASAN

1. Pengertian Tapioka

Tapioka, tepung singkong, tepung kanji, atau aci adalah tepung yang

diperoleh dari ketela pohon. Ketela pohon disebut pula ubi kayu, casava,

singkong. Di Indonesia tanaman ini tersebar luas dan tumbuh di pulau

Jawa, Madura dan Sumatra. Singkong di Indonesia menduduki urutan ke

III diantara empat produksi pangan yang utama antara lain : padi, jagung,

singkong dan ubi jalar. Klasifikasi ketela pohon yaitu sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Classis : Dicotyledoneae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Species : Manihot utilissima pohl. (Sumber: Wikipedia)

Tapioka memiliki sifat-sifat fisik yang serupa dengan tepung sagu,

sehingga penggunaan keduanya dapat dipertukarkan. Tapioka diantaranya

mengandung glukosa dan karbohidrat. Karbohidrat adalah sumber energi

utama manusia, kebanyakan sumber karbohidrat yang kita konsumsi

adalah tepung/ pati/ amilum yang ada dalam gandum, jagung, beras,

kentang dan padi-padian lainnya, buah serta sayuran.

Salah satu karbohidrat penting yang digunakan sebagai sumber tenaga

bagi hewan maupun tumbuhan adalah glukosa suatu gula monosakarida.

Pengubahan glukosa menjadi asam laktat atau etanol berlangsung dalam

beberapa tahap. Proses penguraian glukosa menjadi piruvat, alkohol, CO2,

Page 4: KIMIA LINGKUNGAN

dan air dapat berlangsung melalui beberapa jalan metabolisme, tergantung

dari keadaan lingkungan, keadaan dalam sel atau macam jasadnya.

2. Kandungan limbah cair tapioka

Jumlah dan karakteristik air limbah industri bervariasi menurut jenis

industrinya. Industri tapioka menghasilkan limbah cair dari proses

pencucian dan pengendapan yang mengandung bahan organik yang

berpotensi sebagai pencemar lingkungan apabila tidak diolah dan

seringkali merisaukan masyarakat karena limbah tersebut menghasilkan

bau yang tidak sedap. Jumlah limbah cair tersebut dapat mencapai 8000

liter untuk satu ton pengolahan singkong dengan kandungan padatan

tersuspensi 1.000 - 10.000 mg/L dan bahan organik 1.500 - 5.300 mg/L.

Limbah industri tapioka mempunyai kandungan senyawa organik

tinggi sehingga dapat digunakan sebagai sumber karbon bagi

mikroorganisme, yaitu banyak mengandung pati terlarut, asam hidrosianat

(HCN) yang mudah terurai menjadi sianida, nitrogen, fosfor dan senyawa

organik.

Bahan organik lain yang terkandung antara lain seperti protein dan

lemak. Protein dan lemak juga dapat mengalami proses fermentasi

anaerob yang menghasilkan metana. Meskipun kandungan protein dan

lemak lebih sedikit daripada karbohidrat, tetapi metana yang dihasilkan

dari fermentasi protein dan lemak dapat menambah jumlah metana yang

digunakan untuk biogas.

Kandungan bahan organik yang cukup tinggi pada limbah

agroindustri seperti industri tapioka inilah yang dapat dimanfaatkan

sebagai bahan baku pembuatan energi alternatif berupa biogas. Semakin

banyak kandungan bahan organik yang terdapat dalam slurry maka

mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang dengan baik serta

semakin banyak bahan organik yang dapat diubah menjadi metana.

Page 5: KIMIA LINGKUNGAN

Kualitas limbah cair pati adalah sebagai berikut:

BOD (Biological Oxygen Demand) : 3000 - 7500 mg/l

COD (Chemical Oxygen Demand) : 7000 - 30000 mg/l

pH : 4.0 - 6.5

Padatan tersuspensi : 1500 -5000 mg/l

Secara teoritis limbah cair industri tapioka dapat menghasilkan 25-35

m3 gas metana setiap 1 ton ubi kayu yang diolah, namun hasil pengukuran

di lapangan hasil tersebut baru mencapai 14,6-15,8 m3 metana atau 24,4

m3 biogas.

Industri tapioka menghasilkan tepung tapioka yang komponen

utamanya adalah pati. Pada proses ekstraksi pati banyak menggunakan air

menyebabkan produksi limbah cairnya banyak, dan mengandung 10 – 15

% partikel halus. Hal ini menyebabkan kadar BOD, COD, dan TSS sangat

tinggi dengan pH asam, berupa suspensi putih yang segera berubah

kehitaman akibat biodegradasi.

Apabila efluen dibuang langsung ke suatu perairan akibatnya

menganggu seluruh keseimbangan ekologik dan bahkan dapat

menyebabkan kematian ikan dan biota perairan lainnya. Air limbahnya

bersifat mencemari karena di dalamnya terkandung mikroorganisme,

senyawa organik dan anorganik baik terlarut maupun tersuspensi serta

senyawa tambahan yang terbentuk selama proses fermentasi berlangsung.

3. Proses pengolahan limbah cair tapioka

Proses pembuatan tepung tapioka menghasilkan limbah yaitu limbah

padat yang berupa onggok  dan limbah cair. Seringkali limbah cair hanya

dibuang ke sungai sehingga mencemari perairan sungai. Padahal

kandungan bahan organik yang cukup tinggi pada limbah agroindustri

seperti industri tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku

pembuatan energi alternatif berupa biogas ataupun diolah lagi agar dapat

digunakan untuk keperluan yang lain. Pembuatan biogas dari limbah

tapioka diharapkan bisa menjadi energi alternatif.

Page 6: KIMIA LINGKUNGAN

Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau

fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya kotoran

manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah

biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam

kondisi anaerobik.

Proses anaerob adalah proses biologi yang berlangsung pada kondisi

tanpa oksigen oleh mikroorganisme tertentu yang mampu mengubah

senyawa organik menjadi metana (biogas).

Secara umum, proses anaerob terdiri dari empat tahap yakni: hidrolisis,

pembentukan asam, pembentukan asetat dan pembentukan metana. Pada

tahap pertama bakteri hidrolisis akan membongkar molekul kompleks dari

polimer organik tak larut semacam karbohidrat dari material bahan baku

menjadi molekul yang lebih sederhana dan mudah diuraikan. Kemudian

acidogenic bacteria (bakteri asam) akan mengubah molekul gula dan asam

amino  menjadi karbondioksida (CO2), hydrogen (H2), dan amonia (NH3).

Setelah itu acetogenic bacteria (bakteri asetat) akan mengubahnya menjadi

asam asetat, ammonia (NH3), hydrogen (H2) dan karbondioksida (CO2).

Setelah bahan-bahan di atas terdapat dalam jumlah yang cukup, maka 

methanogenic bacteria (bakteri pembentuk methane) akan bekerja

mengubah bahan–bahan di atas menjadi gas metana (CH4) dan

karbondioksida (CO2). 

Pemanfaatan biogas oleh masyarakat masih sangat kurang. Biogas dari

limbah cair tapioka sangat berpotensi untuk dikembangkan pada skala

rumah tangga. Kecukupan energi pada masyarakat, terutama yang berada

di sekitar Industri tapioka dan daerah terpencil (misalnya daerah

transmigrasi) dapat diatasi dengan menggunakan biogas dari limbah cair

industri tapioka yang murah, ramah lingkungan, mudah diperoleh dan

dapat diperbaharui.

Pada proses pembuatan biogas ini digunakan beberapa instrumen,

antara lain:

a. Alat: Tong digester, selang penampung gas, termometer, pHmeter,

bak besar, klep/kran, korek api, kompor gas.

b. Bahan: Limbah cair tapioka dan kotoran sapi.

Page 7: KIMIA LINGKUNGAN

Untuk pelaksanaan pengembangan biogas limbah cair tapioka, perlu

dilakukan beberapa tahapan, yakni pembuatan tong digester, pencampuran

limbah cair tapioka dengan kotoran ternak sapi potong, proses

menghasilkan biogas, hingga pengujian biogas dengan nyala api.

a. Pembuatan Tong Digester

Digester merupakan alat penghasil biogas yang dibuat dari bahan tong

besi. Secara lengkap gambar instalasi pembuatan biogas yang akan

digunakan dalam pembuatan biogas ini dapat dilihat pada gambar 1.

Pembuatan Tong Digester

Kotoran SapiPencampuran

Pembentukan Gas Metana

Metana

Pengujian Nyala Api

Limbah Cair

Page 8: KIMIA LINGKUNGAN

Gambar 1 : Instalasi Pembuatan Biogas (www.google.co.id)

Komponen pada digester sangat bervariasi, tergantung pada jenis yang

akan digunakan.

b. Pencampuran limbah cair tapioka dengan kotoran ternak (sapi)

Kandungan bakteri dalam limbah cair tapioka sangat sedikit, oleh

sebab itu dilakukan penambahan kotoran sapi pada limbah cair tapioka

dengan perbandingan tertentu. Pencampuran keduanya bertujuan untuk

menambah jumlah bakteri dalam limbah cair tapioka sehingga proses

fermentasi anaerob berjalan lancar dan efektif. Kotoran sapi banyak

mengandung bakteri fermentatif yang dapat menguraikan bahan-bahan

organik.

c. Penghasilan Biogas

Reaksi fermentasi anaerobik dalam tanki digester terjadi dalam

beberapa tahap sesuai dengan jenis mikroba yang terlibat.  Berdasarkan

cara kerjanya,  mikroba yang terlibat dapat dibedakan yaitu bakteri

hidrolisis, bakteri penghasil asetat (acetogenic bacteria), bakteri penghasil

Page 9: KIMIA LINGKUNGAN

asam (acidogenic bacteria) dan bakteri penghasil metana (methanogenic

bacteria).

Pada tahap pertama bakteri hidrolisis akan membongkar molekul

kompleks dari polimer organik tak larut seperti karbohidrat dari material

bahan baku menjadi molekul yang lebih sederhana dan mudah diuraikan

jenis bakteri yang lain. Kemudian acidogenic bacteria (bakteri asam) akan

mengubah molekul gula dan asam amino  menjadi karbondioksida (CO2),

hydrogen (H2), dan amonia (NH3). Setelah itu acetogenic bacteria (bakteri

asetat) akan mengubahnya menjadi asam asetat, amonia, hidrogen dan

karbondioksida. Setelah bahan-bahan di atas terdapat dalam jumlah yang

cukup, maka  methanogenic bacteria (bakteri pembentuk methane) akan

bekerja mengubah bahan–bahan di atas menjadi gas metana (CH4) dan

karbon dioksida (CO2). 

Kelompok bakteri fermentatif adalah Steptococci, Bacteriodes, dan

beberapa jenis Enterobactericeae. Bakteri fermentasi membutuhkan

beberapa bahan gizi tertentu dan sedikit logam. Kekurangan salah satu

nutrisi atau bahan logam yang dibutuhkan dapat memperkecil proses

produksi metana. Sedangkan bakteri pembentuk asam antara lain

Pseudomonas, Escherichia, Flavobacterium, dan Alcaligenes yang

mendegradasi bahan organik menjadi asam-asam lemak.

Kelompok bakteri asetogenik yaitu Desulfovibrio dan bakteri

metanogenik antara lain: Methanobacterium, Methanosarcina, dan

Methanococcus. Bakteri metanogenik dapat hidup dengan baik jika pH

lingkungannya 6.5-7.7, sehingga untuk mencegah terjadinya penurunan pH

dapat dilakukan dengan menambahkan larutan yang bersifat basa seperti

kapur (Ca(OH)2).

Suhu optimum untuk proses fermentasi metana adalah sekitar 37

hingga 40 ˚C, ini karena bakteri anaerobik yang bersifat mesofilik biasanya

tumbuh pada suhu 20 hingga 45˚C. Jika suhunya melebihi 40˚C maka

produksi metana akan menurun drastis. Biasanya setelah 2-3 minggu mulai

terbentuk biogas yang dialirkan ke tempat penampungan biogas dengan

Page 10: KIMIA LINGKUNGAN

menggunakan pralon. Dari tempat penampungan, biogas dialirkan ke

kompor khusus dan bisa dimanfaatkan untuk memasak ataupun kebutuhan

yang lain.

d. Pengujian Biogas

Berdasarkan  penelitian kegiatan PKMP Universitas Negeri Malang,

pemberian kotoran sapi pada limbah cair tapioka dengan konsentrasi

berbeda memberikan pengaruh yang signifikan terhadap biogas yang

dihasilkan dari proses fermentasi limbah cair tapioka. Pada perlakuan

konsentrasi 5% dan 10% membutuhkan proses fermentasi selama 11 hari

dan menghasilkan gas sebanyak 1,8 kg.  Pencampuran kotoran sapi ke

dalam limbah cair tapioka dengan konsentrasi 5% dan 10% merupakan

campuran yang lebih baik daripada konsentrasi 15%, 20%, 25%, dan 30%.

Pada perlakuan tersebut menghasilkan gas yang lebih banyak dan waktu

menyala api yang lebih lama karena tingkat kepekatan antara limbah cair

tapioka dan pemberian kotoran sapi tepat, artinya campuran yang sesuai

bagi mikroorganisme untuk melakukan fermentasi sehingga dihasilkan

biogas. Hal ini menjelaskan bahwa pencampuran kotoran sapi dan air pada

pembuatan biogas dari kotoran sapi berpengaruh terhadap penghasilan

biogas. Campuran yang terlalu encer dan terlalu kental dapat mengganggu

kerja mikroorganisme. Campuran yang baik antara kotoran sapi dan air

adalah 7%-9% bahan padat.

Pada perlakuan penambahan kotoran sapi dengan konsentrasi 15%,

20%, 25%, dan 30% menghasilkan gas 0,9 kg, 1,2 kg, 1,4 kg, dan 1,6 kg.

Perlakuan tersebut menghasilkan gas yang lebih sedikit daripada perlakuan

penambahan kotoran sapi dengan konsentrasi 5% dan 10%. Hal ini

dikarenakan komposisi campuran antara kotoran sapi dan limbah cair

tapioka kurang tepat. Walaupun jumlah gas yang dihasilkan pada

perlakuan 5% dan 10% sama, namun untuk mencari keefektifitasannya,

maka yang paling efektif adalah perlakuan konsentrasi terkecil yaitu 5%.

Pada perlakuan ini hanya membutuhkan sedikit penambahan kotoran sapi

dalam menghasilkan biogas.

Page 11: KIMIA LINGKUNGAN

Pengadukan juga perlu dilakukan selama proses fermentasi dalam

digester untuk menghasilkan biogas. Tujuan dari pengadukan agar

campuran bahan organik dan air dapat tercampur dengan homogen,

sehingga mencegah lapisan kerak karena lapisan kerak dapat mencegah

gas yang akan keluar dari digester. Lapisan kerak tersebut juga dapat

mempengaruhi perkembangan mikroorganisme yang erat hubungannya

dengan produksi biogas. Pengadukan juga memberikan kondisi temperatur

yang homogen dalam digester serta dapat meningkatkan produksi gas

sebesar 10% - 15% dibandingkan dengan yang tidak diaduk.

Pada konsentrasi penambahan kotoran  sapi 5% dan 10% terdapat

sedikit lapisan kerak tetapi gas dapat keluar dari digester dan

perkembangan mikroorganisme tidak terlalu terhambat. Pada konsentrasi

penambahan kotoran sapi 15%, 20%, 25%, dan 30% menghasilkan gas

yang lebih sedikit juga dikarenakan terdapat lapisan kerak yang tebal.

Lapisan kerak yang tebal di permukaan atas slurry pada konsentrasi 15%

hingga 30% menghambat keluarnya gas dari digester dan menghambat

perkembangan mikroorganisme dalam penghasilan gas.

Perbedaan penghasil biogas dari limbah cair tapioka perlakuan antara

penambahan kotoran sapi dengan yang tidak dilakukan pencampuran

memiliki perbedaan. Pada perlakuan limbah cair tapioka tanpa

penambahan limbah kotoran sapi menghasilkan jumlah gas paling sedikit

dan lama menyala api yang singkat. Hal ini membuktikan bahwa di dalam

limbah tapioka hanya terdapat lebih sedikit bakteri yang berperan dalam

proses fermentasi daripada dengan penambahan kotoran sapi. Selain itu,

limbah cair tapioka tanpa ditambah kotoran sapi mempunyai kandungan

organic lebih sedikit daripada limbah cair tapioka yang ditambah kotoran

sapi. Pada limbah cair tapioka yang ditambah kotoran sapi mendapat

tambahan bahan organik. Sisa pengolahan bahan organik dalam bentuk

padat digunakan untuk kompos.

Page 12: KIMIA LINGKUNGAN

4. Manfaat Biogas dari limbah tapioka

Biogas tidak menghasilkan karbon monoksida apabila dibakar

sehingga aman apabila dipakai untuk keperluan rumah tangga.

Potensi pemanfaatan biogas terutama adalah untuk masyarakat

pedesaan yang biasanya bergerak di bidang pertanian dan peternakan.

Biogas memberikan solusi terhadap masalah penyediaan energi dengan

murah dan tidak mencemari lingkungan sebab memanfaatkan limbah

peternakan dan pertanian.

Biogas memberikan efek pencegahan terhadap efek rumah kaca yang

bermuara terhadap global warming melalui tiga cara :

1) Biogas memberikan substitusi energi dari bahan bakar fosil

(BBM) yang diperlukan untuk memasak dan penerangan.

2) Gas metana yang dihasilkan oleh penguraian limbah dan smpah

secara alami merupakan gas penyumbang terbesar efek rumah

kaca dibandingkan CO2. Pembakaran metana pada biogas

mengubahnya menjadi CO2 sehingga mengurangi jumlah gas

metana di atmosfer.

3) CO2 yang dihasilkan oleh pembakaran metana akan dikonsumsi

oleh tanaman untuk diubahnya menjadi O2.

Menghasilkan pupuk organik sebagai hasil sampingan .

Menjadi metode pengolahan sampah (raw waste) yang baik dan

mengurangi pembuangan sampah ke lingkungan (aliran air/sungai)

Page 13: KIMIA LINGKUNGAN

III. KESIMPULAN

a. Tapioka, tepung singkong, tepung kanji, atau aci adalah tepung yang

diperoleh dari ketela pohon yang memiliki sifat-sifat fisik yang serupa

dengan tepung sagu dan mengandung glukosa dan karbohidrat.

b. Limbah industri tapioka mempunyai kandungan senyawa organik

tinggi sehingga dapat digunakan sebagai sumber karbon bagi

mikroorganisme, antara lain mengandung pati terlarut, asam

hidrosianat (HCN), protein, dan lemak.

c. Tahapan pembuatan biogas secara umum adalah pembuatan tong

digester, pencampuran limbah cair tapioka dengan kotoran ternak

(sapi), dan penghasilan biogas dengan berbagai tahapan di dalamnya

serta pengujian Biogas dengan nyala api.

d. Pengolahan limbah cair tapioka dengan mengubahnya menjadi biogas

dengan penambahan kotoran sapi mempunyai banyak manfaat

IV. DAFTAR PUSTAKA

Departemen Biokimia IKAHIMKI. 2009. Alternatif Cara Membuat Digester Biogas. http://biokim.wordpress.com/2009/11/29/alternatif-cara-membuat-digester-biogas/ diakses pada tanggal 30 Maret 2010.

Jenie, Betty Sri Laksmi dan Winiati Pudji Rahayu. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Yogyakarta : Kanisius.

Purnama, Chandra. 2008. Penelitian Pembuatan Prototype Pengolah Limbah Menjadi Biogas, http://www.sttal.ac.id/index.php/lppm/64-biogas diakses pada tanggal 30 Maret 2010.

Tito Nur Afandi Dkk. 2008. Aplikasi Limbah Cair Tapioka Sebagai Sumber Energi Alternatif Berupa Biogas, http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/pkm/article/view/2149/0 diakses pada tanggal 27 Maret 2010.

Page 14: KIMIA LINGKUNGAN