KIMIA DAN BIOTEKNOLOGI DALAM RESISTENSI...
Transcript of KIMIA DAN BIOTEKNOLOGI DALAM RESISTENSI...
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V 20
SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V
“Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan
Bangsa yang Berkarakter” Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS
Surakarta, 6 April 2013
MAKALAH UTAMA BIOTEKNOLOGI DAN
RESISTENSI ANTIBIOTIK ISBN : 979363167-8
KIMIA DAN BIOTEKNOLOGI DALAM RESISTENSI ANTIBIOTIK
Sri Mulyani1,*
1Prodi P Kimia Jurusan PMIPA FKIP Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
* Keperluan korespondensi, tel : 0271-7651266, email: [email protected]
ABSTRAK
Resistensi antibiotik saat ini menjadi masalah kesehatan dunia yang serius baik di negara maju maupun negara berkembang, mengimbangai masalah energi. Bahaya resistensi antibiotika merupakan salah satu ancaman kesehatan masyarakat. Antibiotik adalah senyawa kimia untuk menyetop/memperlambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) atau membunuh bakteri (bakteriosidal). Resistensi antibiotik adalah kemampuan mikroorganisme untuk bertahan terhadap efek antibiotik diantaranya melalui mutasi atau perubahan/pertukaran plasmid antar spesies bakteri yang sama. Contohnya methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) atau vancomycin-resistant Staphylococcus aureus (VRSA). Salah penggunaan antibiotik merupakan salah satu pemicu resistensi antibiotik. Saat ini banyak bakteri yang telah mengalami resistensi sehingga kurang responsif terhadap pengobatan antibiotika. Penyebaran bakteri ini memunculkan masalah besar, karena menyebabkan penyakit sulit untuk diobati, biaya pengobatan menjadi lebih mahal dan memungkinkan hadir jenis penyakit infeksi baru yang lebih sulit diobati. Sehingga diperlukan obat baru yang ampuh dan murah. Pemanfaatan ilmu dasar Kimia dalam kajian ilmiah, penelitian dan eksplorasi bahan alam dipadu dengan pemanfaan teknologi dan mikroorganisme dalam bioteknologi sangat potensial menggiatkan perusahaan farmasi dalam membuat antibioti baru. Dengan dukungan kebijakan pemerintah yang kondusif diharapkan usaha ini mampu membantu mengatasi permasalah resistensi antibiotik. Kata kunci: kimia, ilmu kimia, biotechnology, resistensi antibiotik
PENDAHULUAN
Sejak ditemukannya antibiotik dokter
banyak memberikan resep antibiotik untuk
mengobati infeksi penyakit. Antibiotik adalah
senyawa kimia baik yang merupakan pruduk
alami maupun yang disintesis yang
digunakan untuk menyetop pertumbuhan
bakteri dan atau jamur atau untuk
membunuhnya. Antibiotik digolongkan
sebagai bakeriostatik bila dapat menyetop
pertumbuhan bakteri dan sebagai
bacterisidal bila dapat menyebabkan sel
bakteri mati. Antibiotik antibakteri didisain
untuk memblok beberapa proses-proses
krusial dalam sel bakteri secara selektif [1-
4]. Namun penggunaan antibiotik bila tidak
dilakukan secara benar dan tepat dapat
menimbulkan resistensi antibiotik.
Resistensi antibiotik saat ini menjadi
masalah kesehatan dunia yang serius baik
di negara maju maupun negara ber-
kembang, mengimbangi masalah energi.
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V 21
Bahaya resistensi antibiotika merupakan
salah satu ancaman kesehatan masyarakat.
Saat ini banyak bakteri yang telah
mengalami resistensi sehingga kurang
responsif terhadap pengobatan antibiotika.
Penyebaran bakteri ini memunculkan
masalah besar, karena menyebabkan
penyakit sulit untuk diobati, biaya
pengobatan menjadi lebih mahal dan
memungkinkan hadir jenis penyakit infeksi
baru yang lebih sulit diobati. Masalah ini
menjadi masalah kesehatan dunia dan
harus ditangani secara terpadu dan
mendesak. Berkaitan dengan hal ini WHO
sudah memperingatkan bahwa infeksi
yang umum terjadi bisa tidak memiliki
obat lagi di masa yang akan datang [5].
Berdasarkan hal tersebut WHO pada
peringatan Hari Kesehatan Internasional
tahun 2011 menetapkan tema
Antimicrobacterial Resistance and its Global
Spread [6].. Salah satu usaha yang bisa
dilakukan untuk mengatasi hal ini
diantaranya adalah menemukan obat baru
yang ampuh dan murah.
Di sini ini akan disajikan beberapa
hal yang berkaitan dengan antibiotik
antibakteri, sintesis dinding sel bakteri,
resistensi antibiotik, kajian pustaka
beberapa penelitian kimia dan bioteknologi
yang sudah dilakukan oleh peneliti maupun
peneliti lain dalam usaha menanggulangi
permasalaahan rsistensi antibiotik.
Beberapa data yang disampaikan merupa-
kan data hasil penelitian yang sudah
dipublikasi dan diberikan identitas sumber
data di bagian bawahnya.
ANTIBIOTIK ANTIBAKTERI
Antibiotik antibakteri digolongkan
menjadi 2 yaitu bakteriostatik dan
bakterisidal yang pengaruhnya terhadap
kurva pertumbuhan bakteri disajikan dalam
gambar 1. Pembagian bakteriostatik dan
bakterisidal ini tergantung dari konsentrasi
obat, spesies bakteri dan fase
perkembangannya. Pembagian ini diman-
faatkan untuk pemilihan antibiotika bagi
pasien tertentu. Antibiotika bakterisid
misalnya diperuntukan bagi pasien dengan
status imunologi yang rendah seperti
penderita HIV-AIDS, pada pasien pembawa
kuman (carrier), dan pada pasien berkondisi
sangat lemah, pasien-pasien end-stage [6].
Gambar 1: Kurva pertumbuhan bakteri yang diberi antibiotik bakteriostatik dan bakterisidal dibandingkan dengan kontrol. (Sumber: Scholar & Pratt [7]).
Beberapa contoh klas antibiotik dan
penggunaannya untuk menggobati penyakit
infeksi dapat dilihat dalam tabel 1 sedang-
kan contoh treatment awal penyakit infeksi
dengan antibiotik dalam tabel 2 [4].
Antibiotik ada yang merupakan senyawa
produk alam (natural product) yang diisolasi
dari prokaryot, fungi dan tanaman, dan ada
yang berupa senyawa hasil sintesis.
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V 22
Tabel 1. Contoh klas Antibiotik dan
penggunaannya [4].
Klas Contoh obat Infeksi
Cephalos-porin
Cefaclor, cefuroxine
Bronkhitis, pneumonia, meningitis
Penicillins Amoxicillin, ampicillin
Pneumonia, septicemia, bronkhitis
Fluoroqui-nolon
Ciproflolacin, ofloxacin
Toxic shock syndrome, meningitis
Macrolides Clarithromycin, erythromycin
Toxic shock syndrome, meningitis
Tetracy-cline
Minocycline Infeksi saluran urin, pelvic inflammatory disease
Aminogly-coside
Gentamicin Infeksi intestinal, septicemia
Glycopep-tide
Vancomycin Infeksi intestinal
Antibiotik systemik lainnya
Imipenem, rifampin
Bronkhitis, tuberkulosa
Tabel 2. Contoh treatment awal dengan
antibiotic [4].
Infeksi Patogen Alasan pilihan terapi awal
Pneumoniae dari masyara-kat
Streptococcus pneumoniae
Pasien RS: cephalosporin spektrum luas / generasi ke-4 Pasien ambulan: macrolide/fluoroquinolone
Pneumoniae dari RS
Bakteri gram negatif / Staphylococcus
Untuk P. aeruginosa: cephalosporin spektrum luas / generasi ke-4, imipenem, aminoglycosida; Untuk MRSA: vancpmycin
Meningitis S. pneumoniae / Neisseria meningitidis
cephalosporin spektrum luas + vancomycin + rifampin
Sepsis syndrome
bacilli gram - ; cocci gram + (MRSA)
Cephalosporin + aminoglycoside; vancomycin
Infelksi urinary tract
Bakteri gram – seperti E. coli
Sulfamethoxazole + trimethoprim; fluoroquinolones; fosfomycin
Tuberculo-sis
Mycobacterium tuberculosis.
Isoniazid + rifampin + pyrizinamide + ethambutol
Contoh antibiotik produk alam dan hasil
sintesis dapat dilihat dalam gambar 2.
Ada beberapa penggolongan
antibiotik, diantaranya berdasarkan struktur
dan targetnya. Berdasarkan targetnya anti-
biotik dikelompokkan menjadi 4: yaitu: (1)
menghambat sintesis dinding sel, (2)
menghambat sintesis DNA dan RNA, (3)
menghambat sintesis protein, dan (4)
menghambat sintesis asam folat. Contoh
antibiotik yang menghambat sintesis dinding
sel adalah: (a) ß-Lactams (Penicillins,
Cephalosporins), targetnya: enzim Trans-
peptidase/Transglycolase (PBP), (b)
Vancomycin, targetnya: ujung D-Ala-D-Ala,
dan (c) Teicoplanin, targetnya:
Peptidoglycan dan Lipid II. Contoh antibiotik
yang menghambat sintesis protein, yaitu: (a)
Erythromycins, targetnya: Peptidyltransfe-
rase/Ribosom, dan (b) Tetracyclins,
targetnya: Peptidyltransferase. Fluoroquino-
lon merupakan contoh antibiotik yang
menghambat proses replikasi/reparasi DNA
dengan target aksinya pada DNA Gyrase.
SINTESIS PEPTIDOGLIKAN DINDING
SEL BAKTERI
Ligan target dari antibiotik Penicillins
dan Vancomycin adalah rantai samping
peptida dari rantai peptidoglikan (PG)
dinding sel bakteri. Monomer rantai PG
disusun atas 2 komponen mayor turunan
disakarida N-acetyl glucosamine (NAG) dan
N-acetyl muramic acid (NAM) dan rantai
samping pentapeptida terikat secara
kovalen pada sisi NAM (gambar 3).
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V 23
(A) Antibiotik produk alam
(B) Antibiotik hasil sintesis
Gambar 2. Contoh-contoh antibiotik produk alam (A) dan hasil sintesis (B).
O
O
O
OH
NH
Ac
NH
L-Ala
CH3
O
D-Glu
L-Lys
D-Ala
D-Ala
O
OH
O
OH
NH
Ac
N-Acetyl glucosamine N-Acetyl muramic acid
Disaccharide Unit
Peptide Side Chain
Gambar 3. Monomer struktur peptidoglycan dan gambaran unit dasarnya pada S. aureus [4].
PG disintesis secara enzimatis dalam
3 fase di sitoplasma, membran sitoplasma
dan ekstra sitoplasma (Gambar 4). Dalam
cytoplasm, uridyldiphosphate N-
acetylglucosamine (UDP-NAG) dihasilkan
dari glucosamine-1-phosphate yang dikatali-
sa oleh N-acetyl-1-phosphate glucosamine
uridyltransferase (GlmU). UDP-NAG kemu-
dian dikonversi menjadi uridyldiphosphate
N-acetylmuramic acid (UDP-NAM) dalam 2
tahap reaksi yang dikatalis oleh MurA [8]
and MurB, melalui intermediate, UDP-NAG-
enolpyruvate. Residu amino acids L-alanine,
D-glutamine, L-lysine, and D-alanine-D-
alanine secara berurutan ditambahkan pada
sisi NAM dari UDP-NAM untuk membentuk
UDP-NAM-pentapeptide. Reaksi ini masing-
masing dijalankan oleh MurC, MurD, MurE
and MurF. UDP-NAM-pentapeptide kemu-
dian diikatkan pada molekul C55-undeca-
prenylphosphate yang berlokasi pada
membran sitoplasma untuk membentuk lipid
I. NAG dari UDP-NAG kemudian diikatkan
sisi pada NAM dari lipid I dalam ikatan ß-
1,4-glycosidic linkage untuk membentuk lipid
II, yang masing-masing dikatalis oleh MraY
and MurG [9].
Pada S. aereus, lima residu glycine
secara berturutan ditambahkan pada gugus
-NH2 dari komponen pentapeptide, L-lysine,
pada lipid II membentuk rantai samping
pentaglycine yang menggunakan donor
glycyl-tRNA [10]. Residu D-glutamate pada
posisi 2 pada rantai samping pentapeptide
dari lipid II diamidasi pada gugus -carboxyl
membentuk D-glutamin dengan menggu-
nakan Lglutamin sebagai donor gugus
amino. Amidasi tidak esential untuk transfer
lipid II ke extra sitoplasma, tetapi mungkin
NAG NAM unit dasar peptidoglycan
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V 24
mempengaruhi urutan reactionnya [11] .
NAG-NAM-L-Ala-D-Gln-L-Lys(5Gly)-D-Ala-
D-Ala ditranslokasi menyebrangi mem-brane
sitoplasma ke ekstra sitoplasma.
Transglycosylase and transpeptidase berlo-
kasi di ekstra sitoplasma. Trans-glycosylase
menggabungkan subunit NAG-NAM mem-
bentuk rantai glycan dengan mengikatkan
C1 sisi NAM pada lipid II ke ujung 4’-OH
dari sisi NAG rantai peptidoglycan nascent
dengan melepaskan C55-undecaprenyl-
pyrophosphate. C55-undecaprenylpyrophos-
phate dapat diputar balik pada permukaan
membrane sitoplasma sebagai C55-
undecaprenyl-phosphate dengan menghi-
drolisisnya dengan pyrophosphatase yang
terikat pada membran membrane [4]. The
transpeptidases melakukan peptide cross-
linking antara rantai-rantai tersebut agar
kuat membentuk dinding sel. Pada S.
aureus, peptide cross-linking dibentuk
antara gugus amino pada satu ujung rantai
pentaglycine yang menyerang ikatan
peptide antara 2 residu D-alanine pada
posisi 4 and 5 pada unit peptide yang lain.
Selanjutnya residu D-alanine pada posisi 5
dilepaskan [12, 13] (Gambar 4).
Gambar 4. Skema jalur biosintesis PG dan skema diagram rantai PG pada S. aureus. UDP-NAG = uridyldiphosphate N-acetylglucosamine; UDP-NAM = uridyl-diphosphate N-acetylmuramic acid ; C55 = C55 undecaprenol.
AKSI ANTIBIOTIK PADA BIOSINTESIS
DINDING SEL
Lapisan PG dinding sel Bakteri gram-
positif (staphylococci, streptococci, dan
enterococci) adalah lebih banyak dan lebih
tebal dibandingkan dengan gram negative
(Escherichia coli, Salmonella, Pseudo-
monas, dan Yersinia) (Gambar 5)[4].
Pada gambar 5 tampak bahwa
vancomycin memiliki struktur yang lebih
besar (Gambar 2) dibandingkan Penicillin,
dan tidak mampu menembus pori-pori
membrane luar bakteri gram-negatif,
sehingga tidak mampu memblok target
molekul rantai samping peptida dari rantai
PG.
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V 25
Gambar 5. Lapisan PG dinding sel bakteri gram-positif dan gram-negatif. Gram-negatif memiliki membran luar. gram-postif tidak tetapi memiliki lapisan PG lebih tebal [4].
Oleh karena itu vancomycin hanya
bekerja efektif pada gram-positif.
Sedangkan untuk penicillin maupun
chepalosporin (Gambar 6) karena ukuran-
nya lebih kecil mampu mencapai dan
memblok target molekul baik pada gram-
positif maupun gram-negatif. Penicillin
menginaktifkan PG-cross-linking transpep-
tidase.
Untuk mengatasi kasus resistensi dan
memperluas spectrum aktivitas antibakteri,
para ahli kimia medisin telah menurunkan
beberapa varian turunan penicillin dan
cepalosphorins melalui modifikasi semi-
sintetik pada gugus samping R (Gambar 6).
RASIONAL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
Antibiotik bila digunakan secara benar
mempunyai khasiat yang luar biasa, dan
sebaliknya bila digunakan secara irrasional
bisa menimbulkan kerugian yang fatal bagi
kesehatan maupun dari segi ekonomi.
Antibiotik yang ada sekarang sudah banyak
sekali macam dan jenisnya sehingga
diperlukan rasional yang tepat dalam
pemilihan dan penggunaannya. Beberapa
faktor yang mendasari rasional penggunaan
antibiotic, daiantarnya adalah: (1)
Indikasinya tepat , (2) Penderitanya tepat,
(3) Pemilihan jenis antibiotiknya tepat, (4)
Dosisnya tepat , (5) Efek samping minimal,
an (6) Kombinasi tepat (bila diperlukan)
ekonomis [14].
Sedangkan beberapa hal penting yang perlu
diketahui dalam memilih antibiotic,
diantaranya adalah: (1) Sifat aktifitasnya
apakah sebagai bakteriostatik atau
bakterisidik, (2) Sifat spektrumnya apakah
luas atau sempit, berspektrum luas dapat
menghambat baik bakteri gram-positif
maupun gram-negatif, sedangkan berspek-
trum sempit hanya dapat menghambat atau
membunuh kelompok bakteri tertentu, 3)
Mekanisme kerjanya apakah meng-hambat
sintesis dinding sel, sintesis protein atau
sintesis DNA/RNA, (4) Pola resistensinya,
Gram-negatif Gram-positif
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V 26
apakah di Indonesia masih sensitive, meski
di Negara lain sudah resisten, (5) Efek
sampingnya apakah memberikan reaksi
alergi atau reaksi toksik [14].
(A) Generasi Penicillin
(B) Generasi cephalosporins
Gambar 6. Perbedaan generasi penicillin (A) dan cephalosporins (B).(diadaptasi dari Scholar and Prat [7] cit. [4]).
Bakteri penyebab infeksi secara ideal
dapat diketahui dengan pasti berdasarkan
pemeriksaan mikrobiologis, sehingga terapi
antibiotiknya dapat dipiliih dengan tepat.
Tetapi dalam kondisi tertentu misalnya
fasilitas terbatas dan tidak mungkin
menunggu hasil pemeriksaan yang relative
lama, antibiotic yang sesuai dapat
ditentukan berdasarkan prinsip “educated
guess” dengan mempertimbangkan
organ/sistem yang terinfeksi maupun
kuman penyebab pada umumnya [14].
Berdasarkan uraian di atas maka
antibiotik harus digunalan secara benar
karena salah penggunaan bisa
menimbulkan efek samping seperti pusing,
reaksi alergi, reaksi toksik bahkan
menyebabkan resistensi antibiotic.
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V 27
RESISTENSI ANTIBIOTIK
Resistensi antibiotik adalah kemam-
puan mikroorganisme untuk bertahan
terhadap efek antibiotik diantaranya dengan
memperoleh gen resisten melalui mutasi
atau perubahan/pertukaran plasmid (transfer
gen) antar spesies bakteri yang sama [4].
Contohnya methicillin-resistant Staphylo-
coccus aureus (MRSA) atau vancomycin-
resistant Staphylococcus aureus (VRSA).
Resistensi didefinisikan juga sebagai
konsentrasi inhibisi mimimum (MIC) dasar
yang dibutuhkan untuk mengatasi infeksi
secara efektif [15]. Multiple drugs
resistance didefinisikan sebagai resistensi
terhadap dua atau lebih obat maupun kla-
sifikasi obat. Sedangkan cross resistance
adalah resistensi suatu obat yang diikuti
dengan obat lain yang belum pernah
dipaparkan [16].
Resistensi muncul diantaranya karena
penggunaan berlebihan dari antibiotic ber-
spektrum luas, atau penggunaan antibiotik
pada tanaman dan hewan dalam jangka
waktu yang lama sehingga berimbas kepada
manusia.
Antibiotik penicillin pertama kali
digunakan untuk mengatasi infeksi S.
aureus tahun 1941, namun 4 tahun
kemudian ditemukan strain S. aureus
penicillin-resistance. Tahun 1961 mulai
digunakan methicillin sebagai pengganti
penicillin, namun 15 tahun kemudian muncul
juga strain Meticillin-resistance S. aureus
(MRSA). Tahun 1986 vancomycin dipilih
untuk mengatasi MRSA dan infeksi karena
enterococci. Alhasil berturut-turut ditemukan
strain vancomycin-resistance enterococci
(VRE) tahun 1989, dan tahun 90-an
ditemukan stains Vancomycin-resistance S.
aureus (VRSA), Vancomycin-intermediate S.
aureus (VISA), dan Glycopeptides-
intermediate S. aureus (GISA).
S. aureus merupakan gram-positif
yang banyak menyebabkan nokosomal
infeksi, berkoloni di permukaan kulit dan
saluran pernafasan atas, menyebabkan
infeksi serius pada kondisi paska operasi,
racunnya menyebabkan demam, kesakitan
sampai kematian. Sedangkan Enterococci
berkoloni di kulit juga, survive di alam,
toleran terhadap suhu 10 °C – 45 °C, tahan
kondisi asam dan basa.
The National Committe for Clinical
Laboratory Standard (NCCLS) memberikan
acuan untuk strain S. aures rentan terhadap
vancomycin dengan MIC 4 mg/l,
intermediate antara 8 – 16 mg / l, dan
resisten bila 32 mg/l. Berdasarkan acuan
di UK dikelompokkan resistan bila MIC nya
8 mg / l, dan di Perancis strain dikelom-
pokkan intermediate bila MIC antara 8 – 16
mg / l, dan resisten bila 16 mg/l [15]
Kerja Vancomycin berinteraksi
dengan residu D-Ala-D-Ala pada rantai
peptide, yang kemudian memblok proses
cross-linking rantai dinding cell, akibatnya
rantai PG tidak dapat digabungkan dan
diding cell menjadi lemah. Ada dua
kemungkinan factor yang mengarahkan
pada resistensi vancomycin, yaitu (1) pada
VRE terjadi modifikasi residu the DAla-D-Ala
pada rantai peptide sub unit PG menjadi D-
Ala-D-lactate, (2) pada VSRA, VISA atau
GISA terjadi penebalan lapisan PG.
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V 28
Interaksi ikatan hidrogen antara
vancomycin dengan D-Ala-D-Ala dan D-Ala-
D-lactate ditunjukkan dalam gambar 7.
Kehilangan satu ikatan hydrogen antara
vancomycin dan D-Ala-D-lac menyebabkan
afinitas ikatannya berkurang 1,000 kali [4].
Beberapa mekanisme penebalan
dinding sel pada VSRA, VISA atau GISA
telah diperkirakan tetapi persisnya belum
diketahui secara pasti [19]. Bentuk tidak
beraturan dinding sel yang menebal diduga
sebagai hasil dari perubahan biosintesis PG
akan tetapi mekanisme molekuler terjadinya
perubahan dalam biosintesis PG belum bias
diterangkan [18].
Gambar 7. Interaksi hidrogen antara vancomycin dengan D-Ala-D-Ala dan D-Ala-D-lactate dan skema mekanisme resistensi dalam VRE. (A) dalam sel enterococci rentan vancomycin berinteraksi dengan D-Ala-D-Ala dan menyebabkan sistesis dinding sel dihambat. (B) dalam sel VRE vancomycin tidak berinteraksi dengan D-Ala-D-Lac dan tidak berefek pada sibtesis dinding sel [17].
Gambar 8. SKema akses glikopeptida pada sintesis dinding sel. (A) Akses bebas pada sel staphylococci rentan menyebabkan inhibisi sistesis dinding sel. (B) Akses di dalam sel resisten (VRSA) diblok dan sintesis dinding sel dilanjutkan [18]
PERAN KIMIA DAN BIOTEKNOLOGI
DALAM ALTERNATIF SOLUSI KASUS
RESISTENSI ANTIBIOTIK
Kasus resistensi memerlukan penangan-
an segera dan terpadu. Beberapa cara yang
bisa dilakukan diantaranya adalah: (1)
produksi obat atau antibiotik baru, (2)
modifikasi potensial antibiotik secara kimia,
(3) produksi hibrid antibiotik baru baik
secara secara in vitro atau secara genetika
melalui manipulasi biosintesis antibiotik.
Dalam upaya di atas sangat diperlukan
kajian biosintesis metabolit (antibiotik).
Dalam hal ini pelibatan ilmu kimia dan
bioteknologi sangat besar.
Kajian biosintesis metabolit bisa
dilakukan dengan cara: (1) ekspresi
heterologous dan karakterisasi protein
dengan substratnya , dan (2) inaktivasi gen-
gene yang terlibat dalam biosintesis
D-Ala-D-Ala D-Ala-D-Lac
(B) (A)
A
B
(A)
(B)
(Diadopsi dari Lowy [18])
(Diadopsi dari Lowy [18])
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V 29
metabolit dan karakterisasi metabolit-
metabolit yang disekresikan ke dalam
medium. Sebagai contoh adalah kajian
biosintesis balhimycin sebagai salah satu
upaya untuk mempelajari metabolism
vancomycin dan pencarian obat alternative
pengganti vancomycin.
Balhimycin (Gambar 9) dan vancomycin
merupakan klas antibiotik glikopeptida yang
mempunyai struktur mirip dan berbeda
hanya pada pola glikosilasi [20]. Balmimycin
mempunyai residu glukosa pada pada cincin
aromatik asam amino 4 dan dehydrovan-
cosamin pada asam amino 6. Balhimycin
dan vancomycin keduanya aktif terhadap
strains MRSA, khsususnya terhadap strains
Clostridium Balhimycin lebih unggul
dibandingkan vancomycin [21] meskipun
ampai saat ini belum dibunakan untuk terapi
infeksi gram-positif.
Gambar 9. Struktur Balhimycin. Balhimycin
tersusun dari 7 asam amino, dua diantara-
nya mengandung atom klor, yaitu B-hidroksi
tyrosine (asam amino no 2 dan no 6).
Sekuens balhimycin biosintesis gen
kluster sudah dideposit di GenBank [22] dan
organisasi gen-gennya disajikan dalam
gambar 10.
Gambar 10. Organisasi balhimycin biosin-tesis gen kluster (diadopsi dari Süssmuth and Wohlleben [23]). Bhp merupakan gen putative “haloperoxidase”/perhydrolase se-dangkan bhaA diidentifikasi sebagai gen putative halogenase.
STUDI FUNGSI ENZIM DALAM BIO-
SINTESIS BALHIMYCIN
Kirner et al [24] mengidentifikasi bah-
wa non-haem, metalfree “haloperoxidases”/
perhydrolases tidak terlibat dalam tahap
halogenasi selama biosintesis halometabolit
Sedangkan Puk et al [25] menunjukkan
bahwa BhaA bertanggung jawab pada
penggabungan kedua atom Klor ke dalam
balhimycin, sedang Bhp terlibat dalam the
biosynthesis of the nonproteinogenic amino
acid b-hydroxytyrosine. Mulyani et al [26]
juga menunjukkan bahwa putative hydrolase
Bhp merupakan thioesterase (Gambar 11
dalam biosintesis Balhimycin berspesifisitas
tinggi terhadap PCP-bound -OH-Tyr dan
bukan “haloperoxidase”/perhydrolase mau-
pun non-specific esterase. Identifikasi fungsi
protein dalam balhimycin biosynthetic gene
cluster dirangkaikan dalam gambar 12.
Gambar 11. Reaksi hidrolisis B-hydroxy tyrosine-SNAC menghasilkan B-hydroxy tyrosine [26].
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V 30
Gambar 12. Protein-protein yang diidentifikasi dalam balhimycin biosynthetic gene cluster yang bertanggung jawab dalam biosintesis nonproteinogenic aromatic asam amino acids and representasi skemati penggabungan 7 asam amino berdasarkan NRPS membentuk tulang punggung heptapeptide dari balhimycin. Leu = leucine, Cht = 3-chloro-ß-hydroxytyrosine, Asn = asparagines, Hpg = 4-hydroxyphenylglycine, Dpg = 3,5-didroxyphenylglycine, m1-7 = modul 1 - 7. Diadopsi dengan modifikasi dari Süssmuth and Wohlleben [23].
Prediksi fungsi protein dalam
biosintesis gambar 12 adalah t [23]:
(1) Bhp, OxyD, BpsD terlibat dalam
biosyntesis of ß-hydroxytyrosine
(2) Pdh, HmaS, HmO, Pgat diasumsikan
terlibat dalam biosyntesis of Hpg
(3) gene cassette dpgABCD menunjukkan
bahwa DpgA/B/C/D dan Pgat terlibat
dalam biosyntesis 3,5-dihydroxy phenyl
glycine
(4) Tujuh monomer asam amino secara
berurutan digabungkan delalui mekanis-
me NRPS membentuk tulang punggung
heptapeptide dari antibiotik glycopeptide
balhimycin dan heptapeptida komplit
dilepaskan oleh domain thioesterase
(Te) pada ujung C- modul 7 dalam BpsC.
POLA BIOSINTESIS ANTIBIOTIK
Pola biosintesis antibiotic diantaranya
ada 2 yaitu: Non-ribosomal peptide
synthetase (NRPS) dan Polyketide synthase
(PKS). NRPS merupakan set modul yang
masing-masing terdiri atas aktivitas enzy-
matic untuk menggabungkan satu asam
amino secara berurutan menghasilkan pro-
duk. Urutan dan jumlah modul umumnya
ditentukan oleh urutan dan panjang peptide
yang dihasilkan. Modul dapat dibagi menja-
di beberapa domain yang berbeda yang
bertanggung-jawab terhadap reaksi kimia
tunggal. Tipe modul Inisiasi , modul elongsi
dan modul terminasi masing-masing adalah
A-PCP di-domains, C-A-PCP tri-domains, &
C-A-PCP-TE tetra-domain (gambar 13).
A PCP
SH
A PCP C
SH
A PCPC TE
NH2
R2S
O
A PCP
R1
NH2
S
O
A PCP C
NH2
R3
S
O
A PCPC TE
SH
1 32
OH2
1 = Initial module; 2= Elongation module; 3 = Termination module
§ An initiation module consists of an adenylation (A) and a thiolation domain T § An elongation module is built of an N-terminal condensation (C) domain, an adenylation, and a thiolation domain § A termination module needs a C-terminal thioesterase domain to release the full-length peptidyl chain
Gambar 13. Urutan Domain dan fungsi dalam modul-modul chain initiation, chain elongation dan chain termination dari NRPS assembly lines[27]
Tripeptida
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V 31
PKS merupakan enzyme kompleks yang
memproduksi polyketida, mirip dengan fatty
acid synthase (FAS). Pengubahan thioester
acyl-S-CoA rantai pendek menjadi produk
long-acyl-chain melalui serangkaian siklus
perpanjangan yang menambahkan 2 atau 3
unit atom. Terdapat multiple domain atau
sub unit-sub unit sub unit yang
berpartisipasi dalam tahap-tahap khusus
initsiasi, elongasi, dan terminasi.
UPAYA PENEMUAN OBAT BARU
Upaya untuk menemukan obat baru
dalam rangka mengatasi masalah
resistensi antibiotic dapat dilakuakan
dengan cara: (a) melalui disain target baru
dari genomik bacteria, (b) memanfaatkan
bioinformatika untuk mencari conserv ORF
dari target bakteri yang potensial, (c)
pendekatan genomik untuk penemuat
antibiotic. Hal ini juga bisa dilakukan
dengan (a) pendekatan kepusta-kaan
senyawa sintetis dan kombinatorial kimia,
dan (b) pendekatan kepustakaan natural
product dengan combinatorial biosynthetic
strategies [4]. Kimiawan dan
Biotechnologist mempunyai peranan yang
sangat besar dalam upaya penemuan obat
baru tersebut.. Hal ini juga sangat
potensial dalam menggiatkan perusahaan
farmasi untuk membuat antibioti baru.
KESIMPULAN
Pemanfaatan ilmu dasar Kimia dalam
kajian ilmiah, penelitian dan eksplorasi
bahan alam dipadu dengan pemanfaan
teknologi dan mikroorganisme dalam
bioteknologi sangat potensial untuk menga-
tasi permasalahan resistensi antibiotic.
Peran serta ahli kimia dan bioteknologi
dalam menemukan obat baru serta penggi-
atan perusahaan farmasi dalam membuat
antibioti baru sangat diperlukan. Dengan
du-kungan kebijakan pemerintah yang
kondusif diharapkan usaha ini mampu
membantu mengatasi permasalah
resistensi antibiotik.
DAFTAR RUJUKAN
[1] Scott, T and M. Eagleson. 1988. Concise encyclopedia biochemistry, 2nd ed. Walter deGruyter, Berlin.
[2] Vining, L.C. and C. Stuttard. 1995. Genetics and biochemistry of antibiotic production,Butterworth-Heinemann, Boston
[3] Strohl, W.R. 1997. Biotechnology of antibiotics, 2nd ed., reviced and expanded. Marcel Dekker, Inc., Ner York.;
[4] Walsh, C. 2003. Antibiotics: action, origins, resistance, ASM Press, Washington, DC.
[5] Nurani, N.A., 2013, Dunia Waspada Resistensi Bakteri pada Antibiotik. Online. http://health.okezone.com/read/ 2013/03/13/482/774970/dunia-waspa-da-resistensi-bakteri-pada-antibiotik]
[6] Utami, E.R., 2012. Antibiotika, Resis-tensi, dan Rasionalitas Terapi. Saintis, I, 124-138.
[7] Scholar, E.M. and Pratt, W.B., eds. 2000. Antimicrobial drugs, 2nd ed. Oxford University Press, New York.
[8] Schönbrunn, E., D.I. Svergun, N. Amrhen, and M.H.J. Koch. 1998. Studies on the conformational changes in the bacterial cell wall biosynthetic enzyme UDP-Nacetylglucosamine enol-pyruvyltransferase (MurA). Eur. J. Biochem. 253:406-412.
[9] Green, D.W. 2002. The bacterial cell wall as a source of antibacterial targets. Expert Opin. Ther. Targets 6:1-19.
[10] Rohrer, S., K. Ehlert, M. Tschierske, H. Labischinski, and B. Berger-Bachi. 1999. The essential Staphylococcus aureus gene fmhB is involved in the first step of peptidoglycan pentaglycine
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V 32
interpeptide formation. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 96:9351-9356.
[11] Avison, M.B., P.M. Bennet, R.A. Howe, and T.R. Walsh. 2002. Preliminary analysis of thegenetic basis for vancomycin resistance in Staphyloco-ccus aureus strain Mu50.J. Antimicrob. Chemother. 49:255-260.
[12] Brock, T.D. and M.T. Madigan. 1991. Biology of Microorganisms, 6th ed. Prentice Hall,New Jersey.
[13] Madigan, M.T., J.M. Martinko, and J. Parker. 2000. Brock biology of microorganisms 9th ed., Prentice Hall International, Inc., New Jersey.
[14] Soemohardjo, S. 2009. Pemakaian Anti-biotik Rasional (Kuliah Untuk Maha-siswa Kedokteran Tingkat klinik). Online [[http://biomedikamataram.word press.com/2009/05/08/pemakaianantibiotik-rasional/]
[15] Hamilton-Miller, J.M. 2002. Vancom-ycin-resistant Staphylococcus aureus: a real and present danger ?. Infection 30:118-124.
[16] Tripathi, K. D. 2003. Antimicrobial drugs :general consideration. Essential of medical pharmacology. Fifth edition. Jaypee brothers medical publishers.
[17] Cetinkaya, Y., P. Falk, and C.G. Mayhall. 2000. Vancomycin-resistant Enterococci. Clin.Microbiol. Rev. 13: 686-707.
[18] Lowy, F.D. 2003. Antimicrobial resis-tance: the example of Staphylo-coccus aureus. J. Clin.cInvest. 111: 1265-1273
[19] Komatsuzawa, H., K. Ohta, S. Yamada, K. Ehlert, H. Labischinski, J. Kajimura, T. Fujiwara, and M. Sugai. 2002. Increased glycan chain length distribution and decreased susceptibility to moenomycin in a vancomycin-resistant Staphylococcus aureus mutant. Antimicrob. Agents Chemother. 46:75-81.
[20] Wink, J.M., R.M. Kroppenstedt, B.N. Ganguli, S.R. Nadkarni, P. Schumann, G. Seibert, and E. Stackebrandt. 2003. Three new antibiotic producing species of the genus Amycolatopsis, Amyco-latopsis balhimycina sp. nov., A. tolypomycina sp. nov., A. Vancores-mycina sp. nov., and description of Amycolatopsis keratiniphila subsp. keratiniphila subsp. nov. and A.
keratiniphila subsp. nogabecina subsp. nov. Syst. Appl. Microbiol. 26: 38-46.
[21] Nadkarni, S.R., M.V. Patel, S. Chatterjee, E.K.S. Vijayakumar, K.R. Desikan, J.Blumbach, B.N. Ganguli, and M. Limbert. 1994. Balhimycin, a new glycopeptide antibiotic produced by Amycolatopsis sp. Y-86,21022. Taxonomy, production, isolation and biological activity. J. Antibiot. 47:334-341.
[22] Pelzer, S., R. Süßmuth, D. Heckmann, J. Recktenwald, P. Huber, G. Jung, and W.Wohlleben. 1999. Identification and analysis of balhimycin biosynthetic gene cluster and its use for manipulating glycopeptide biosynthesis in Amycolatopsis mediterranei DSM5908. Antimicrob. Agents Chemother. 4:1565-1573.
[23] Süssmuth, R.D. and W. Wohlleben. 2004. The biosynthesis of glycopeptide antibiotics – a model for complex, non-ribosomally synthesized, peptidic secondary metabolites. Appl. Microbiol. Biotechnol. 63:344-350.
[24] Kirner, S., P.E. Hammer, D.S. Hill, A. Altmann, I. Fischer, L.J. Weislo, M. Lanahan, K.-H. van Pée, and J.M. Ligon. 1998. Functions encoded by pyrrolnitrin biosynthetic genes from Pseudomonas fluorescens. J. Bactriol. 180:1939-1943.
[25] Puk, O., P. Huber, D. Bischoff, J. Recktenwald, G. Jung, R.D. Süßmuth, K.-H. Van Pée, W. Wohlleben, and S. Pelzer. 2002. Glycopeptide biosyn-thesis in Amycolatopsis mediterranei DSM5908: functiuon of a halogenase and a haloperoxydase/ perhydrolase. Chem. Biol. 9:225-235.
[26] Mulyani S., E. Egel, C. Kittel, S. Turkanovic, W. Wohlleben, R. D. Süssmuth, K.-H. van Pée: The thioesterase Bhp is involved in the formation of ß-hydroxytyrosine during balhimycin biosynthesis in Amycolatopsis balhimycina ChemBioChem, vol 11, pp. 266-271.
[27] Mofid, M.R., R. Finking, and M. Marahiel. 2002. Recognition of hybrid peptidyl carrier protein/acyl carrier protein innon ribosomal peptide synthetase modules by the 4’-phosphopantetheinyl transferases AcpS and Sfp. J.Biol.Chem. 277:17023-17031
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V 33
TANYA JAWAB :
Nama Penanya : Lausiani Dewi
Assaat
Nama Pemakalah : Sri Mulyani
Pertanyaan :
Sering terjadi tidak ada aturan dosis yang
jelas dalam pemberian antibiotik terutama
di Indonesia, bagaimana menyikapinya ?
Jawaban :
Kadang dokter dalam memberikan
diagnosis suatu penyakit seseorang sering
dengan cara coba-coba. Datang pertama
diberikan obat A, dan disuruh datang lagi
kalau dalam 3 hari tidak sembuh. Kemudian
dokter akan memberikan obat B, dengan
diagnosis berbeda. Penggunaan antibiotik
di masyarakat juga sering tidak tepat,
sehingga sering terjadi resitensi terhadap
antibiotika tertentu. Di negara maju, dokter
sangat berhati-hati memberikan antibiotik.