KHASANAH-FITK
description
Transcript of KHASANAH-FITK
PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS INKUIRI
TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP SISWA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
sebagai syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
Khasanah
NIM. 104016200440
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M/ 1432 H
i
ii
iii
ABSTRAK
KHASANAH. Pengaruh Pembelajaran Kimia Berbasis Inkuiri Terhadap
Pemahaman Konsep Siswa. Skripsi, Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan
Pendidikan Ilmu Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Juli 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh
pembelajaran kimia berbasis inkuiri terhadap pemahaman konsep siswa.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen lemah dengan desain one group
pretest-posttest yang dilaksanakan di SMA Negeri 3 Tangerang Selatan pada 16-
30 Mei 2010. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 3
Tangerang Selatan tahun ajaran 2019/2010 . Teknik pengambilan sampel dengan
purposive sampling. Teknik pengumpulan data variabel pemahaman konsep
dengan menggunakan tes formatif, dan angket.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kimia
berbasis inkuiri mempengaruhi pemahaman konsep koloid siswa. Hasil analisis data
menggunakan statistik uji “t” diperoleh nilai thitung = 4,84 sedangkan nilai ttabel pada taraf
signifikansi α = 0,05 (derajat kebebasan 40) adalah 2,68, maka nilai thitung lebih besar dari
nilai ttabel, sehingga Ha diterima.
Kata kunci : Pembelajaran berbasis inkuiri, pemahaman konsep, koloid
iv
ABSTRACT
KHASANAH. The Effect of Chemistry Inquiry Based Learning to The
Student’s Understanding of Concepts. Thesis, Chemistry Education,
Departement of Natural Science Education, Faculty of Science and Teacher
July 2011.
This study is aimed to find out is there are affect of chemistry inquiry based
learning to the student’s understanding of concept. This research uses the
weak experimental method with one group pretest-posttest which was held in
SMA Negeri 3 Tangerang Selatan on 16 to 30 May 2010. The population of
this study are all students of class XI SMA Negeri 3 Tangerang Selatan
2009/2010 school year. The sampling technique with the purposive sampling.
The data collection techniques using formative tests,and questionnaires.
Based on the result of this study concluded that chemistry inquiry based
learning can affect the student’s understanding of colloidal concepts. It’s can
look from the result of data analysis using t-test obtained score of thitung =
4,84 and ttabel = 2,86 with significant standar 95%, thitung>ttabel. It can be
concluded Ha accepted and Ho rejected.
Keywords: inquiry-based learning, concept understanding, colloidal
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmaanirrahiim
Alhamdulillah , segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan begitu
banyak nikmat kasih dan sayang-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pemahaman Konsep Siswa pada
Pembelajaran Kimia Berbasis Inkuiri”. Sahalawat serta salam semoga selalu
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan
pengikutnya yang setia hingga hari akhir nanti.
Begitu banyaknya hambatan yang telah dilewati oleh penulis untuk proses
penyelesaian skripsi ini, namum begitu banyak dukungan dari berbagai pihak
kepada penulis. Oleh sebab itu dengan segala ketulusan hati ini penluis
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang
telah berjasa dalam membantu penulis, khusunya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ayah dan Ibu yang telah selalu memberikan doa dan dukungannya selama ini.
3. Keluarga Bapak Karmana Putra yang telah membiayai study penulis,
sehingga penulis berkesempatan menikmati pendidikan di jenjang perguruan
tinggi.
4. Kakak-kakak, dan semua saudara penulis yang selalu memberikan semangat
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc. dan Ibu Nengsih Juanengsih, m.Pd, selaku
Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA.
6. Bapak Dedi Irwandi M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia.
7. Ibu Dra. Etty Sofyatiningrum, M.Ed., selaku dosen pembimbing I dan Bapak
Tonih Feronika, M.Pd., sebagai dosen pembimbing II yang telah meluangkan
waktu disela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
8. Bapak Drs.H. Sujana, M.Pd., selaku Kepala SMA Negeri 3 Tangerang
Selatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengadakan penelitian di sekolah yang beliau pimpin.
vi
9. Ibu Dewimarhelly, S.Pd., selaku guru mata pelajaran kimia di SMA Negeri 3
Tangerang Selatan yang telah memberikan informasi dan masukan terhadap
penelitian yang penulis lakukan.
10. Seluruh siswa kelas XI IPA 5 sebagai sampel dalam penelitian ini.
11. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan bimbingan ilmu yang sangat
berguna sebagai bekal penulis dalam menjalani tantangan ke depan.
12. Semua teman baik di Program S1 Pendidikan Kimia angkatan 2004, teman
pengajar di bimbingan belajar yang telah memberikan bantuan dan semangat
kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah
membantu penyelesaian skripsi ini.
Semoga setiap bantuan, dukungan semangat yang telah diberikan diberikah
balasan yang berlipat ganda oleh Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna, hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan penulis. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan
demi perbaikan.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga karya tulis ini dapat memberikan
manfaat khususnya bagi diri sendiri dan dunia pendidikan pada umumnya. Amiin
Yaa Rabbal ‘Alamin.
Jakarta, Juli 2011
Penulis
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK …………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………. iii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. v
DAFTAR TABEL …………………………………………………………… vii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… vii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................................. 5
C. Pembatasan Masalah ............................................................................. 5
D. Perumusan Masalah ............................................................................... 6
E. Tujuan Penelitian ................................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian ................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA,KERANGKA BERPIKIR, DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka …………………………………………………….. 7
1. Hakikat Konstruktivisme................................................................. 7
2. Hakikat Inkuiri …………………………………………………... 9
a. Pengertian Inkuiri ……………………………………………. 9
b. Jenis-jenis Inkuiri ……………………………………………. 12
c. Keuntungan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Inkuiri … 13
3. Hakikat Pemahaman Konsep …………………………………….. 14
4. Konsep Koloid …………………………………………………… 17
B. Kerangka Berpikir …………………………………………………… 25
C. Pengajuan Hipotesis …………………………………………………. 26
viii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 27
B. Metode Penelitian ................................................................................. 27
C. Teknik Pengambilan Sampel ................................................................. 27
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 28
E. Instrumen Penelitian ............................................................................. 28
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 30
1. Pengolahan Data …………………………………………………. 30
2. Kalibrasi Instrumen ……………………………………………… 30
3. Teknik Analisis Data …………………………………………….. 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ………………………………………………………… 38
1. Hasil Belajar Kognitif …………………………………………….. 38
2. Data Kualitatif …………………………………………………… 41
B. Pengujian Prasyarat Analisis …………………………………………. 43
1. Uji Normalitas ……………………………………………………. 43
2. Uji Homogenitas ………………………………………………….. 44
3. Uji N-Gain ………………………………………………………... 45
4. Uji Hipotesis …………………………………………………….... 47
C. Pembahasan …………………………………………………………... 47
D. Keterbatasan Penelitian ………………………………………………. 51
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………………… 52
B. Saran ………………………………………………………………….. 52
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 53
LAMPIRAN …………………………………………………………………. 55
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Desain Penelitian ………………………………………………….. 27
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar …………………………….. 29
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pretest ………………………………………. 38
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Posttesti ………………………………………... 39
Tabel 4.3 Persentase Pemahaman Siswa ……………………………………... 40
Tabel 4.4 Hasil Angket Pemahaman Konsep Siswa …………………………. 41
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas …………………….………………………… 43
Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas ……………………………………………. 44
Tabel 4.7 Hasil N-Gain Siswa ……………………………………………….. 45
Table 4.8 Hasil Uji Hipotesis ………………………………………………… 47
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Diagram Kategorisasi Perolehan Skor N-Gain …………………. 46
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran …………………………….. 55
Lampiran 2 Lembar Kerja Siswa……………………………………………... 68
Lampiran 3 Instrumen Validasi ………………………………………………. 71
Lampiran 4 Soal Ulangan Harian …………………………………………….. 76
Lampiran 5 Lembar Respon Siswa Setelah Melakukan Kegiatan
Pembelajaran ……………………………………………………. 80
Lampiran 6 Perhitungan Analisis Validasi Instrumen ………………….......... 81
Lampiran 7 Hasil Belajar Siswa ……………………………………………… 82
Lampiran 8 Diatribusi Frekuensi Pretest …………………………………….. 83
Lampiran 9 Distribusi frekuensi Posttest ……………..................................... 85
Lampiran 10 Perhitungan Uji Normalitas…………………………………….. 87
Lampiran 11 Perhitungan Uji Homogenitas ………………………………… 89
Lampiran 12 Perhitungan Uji t……………………………………………….. 92
Lampiran 13 Perhitungan Respon Siswa …………………………………….. 94
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 1 UU
RI N.20 th.2003) dinyatakan bahwa
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara1.
Dengan demikian pendidikan harus mampu menguak dan
mengembangkan keseluruhan potensi kemanusiaan seorang peserta didik
sehingga ia sanggup untuk hidup di era mendatang yang lebih kompleks
dan rumit permasalahannya.
Pendidikan memiliki misi tidak hanya mendidik namun juga
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak bangsa. Dalam UU
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.2
Pendidikan merupakan sebuah cara untuk meningkatkan derajat
suatu bangsa di mata dunia. Itulah yang dapat kita ambil dari sejarah
keberlangsungan suatu bangsa yang maju. Sejarah Jepang telah
membuktikan bahwa setelah hancurnya kota Hiroshima dan Nagasaki pada
Perang Dunia 1, hal pertama yang mereka lakukan adalah memperbaiki
1 UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2009),h.3
2 UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2009),h.7
2
sistem pendidikan mereka untuk mencetak ilmuan baru di berbagai bidang.
Begitu juga Amerika ketika kalah dari Rusia dalam bidang teknologi luar
angkasa, Amerika memperbaiki pendidikan bangsanya untuk menciptakan
ilmuan-ilmuan baru yang bisa menyaingi Rusia dalam bidang teknologi
luar angkasa. Pengutamaan pendidikan juga dipesankan oleh presiden
Sukarno untuk meningkatkan taraf kehidupan bangsa Indonesia setelah
kemerdekaan.
Begitu pentingnya pendidikan bagi suatu bangsa menunjukkan
belajar adalah suatu hal yang penting bagi seseorang untuk menjadi lebih
baik dari hari kemarin. Islam juga mengajarkan hal yang serupa jauh
sebelum Amerika, Jepang dan Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan wahyu
yang pertama kali turun kepada nabi Allah Muhammad SAW yaitu surat
Al-Alaq ayat 1-5 yang berbunyi:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.” (QS. Al- „Alaq : 1-5)
Ayat di atas menunjukkan betapa pentingnya membaca dalam hal
ini berarti betapa pentingnya belajar. Besarnya perhatian Islam terhadap
ilmu juga ditunjukkan dengan mewajibkan setiap muslim laki-laki dan
perempuan untuk menuntut ilmu bahkan hingga akhir hayat. Bahkan Allah
3
sendiri menjanjikan bahwa orang yang berilmu itu akan dibedakan
beberapa derajat dari orang yang tidak berilmu. Bukankah ini suatu
kemuliaan bagi orang yang berilmu.
Permasalahan mutu pendidikan seringkali dikaitkan dengan
merosotnya prestasi belajar yang dicapai siswa. Sehubungan dengan hal
tersebut diatas, maka hal semacam itu harus dikaji secara cermat melalui
komponen-komponen penting dalam sistem pendidikan yang berkaitan
agar dapat dilakukan upaya penanggulangannya. Banyak faktor yang
menyebabkan rendahnya pencapaian hasil belajar mata pelajaran kimia
diantaranya yang cukup dikenal adalah: (1) sifat ilmu itu; (2) pelaksanaan
pembelajaran yang kurang baik/tepat; dan (3) karakter pembelajarnya.
Pada umumnya siswa cenderung belajar dengan hafalan daripada
secara aktif mencari tahu untuk membangun pemahaman mereka sendiri
terhadap konsep ilmu kimia tersebut. Hal ini menyebabkan sebagian besar
konsep-konsep kimia menjadi konsep yang abstrak bagi siswa dan bahkan
mereka tidak dapat mengenali konsep-konsep kunci atau hubungan antar
konsep yang diperlukan untuk memahami konsep tersebut. Akibatnya,
siswa tidak dapat membangun pemahaman konsep kimia yang
fundamental pada awal mereka mempelajari ilmu kimia.
Seorang guru atau tenaga pendidik tugas pokok dan misi utama
mereka adalah memberikan pendidikan dan pengajaran. Pada umumnya
metode pembelajaran yang dikembangkan guru kimia dalam kegiatan
belajar mengajar adalah pembelajaran yang masih konvensional, dalam
prosesnya guru menerangkan materi dengan metode ceramah, siswa
mendengarkan kemudian mencatat hal yang dianggap penting. Sumber
utama dalam pembelajaran ini adalah penjelasan guru, siswa hanya pasif
mendengarkan uraian materi, menerima dan “menelan” begitu saja ilmu
atau informasi dari guru. Hal ini berakibat informasi yang didapat kurang
melekat pada diri siswa. Dengan langkah ini juga siswa cepat merasa
4
bosan, jika perasaan ini terus bertambah tentu akan berdampak buruk bagi
siswa, misalnya minat siswa untuk belajar kimia akan turun.
Dalam dunia pendidikan banyak pendekatan pembelajaran yang
bisa diterapkan oleh guru untuk menyampaikan materi yang dapat
disesuaikan dengan karakter dari kelas dan siswa yang beragam.
Pembelajaran yang diterapkan di sekolah hendaknya membiasakan siswa
untuk berpikir sendiri, mereka membangun pemahaman konsep dan
pengetahuan sendiri. Sehingga pengetahuan yang mereka peroleh dapat
membekas lama dalam pikiran mereka.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang menuntut siswa untuk
membangun pemahaman konsep siswa adalah pembelajaran inkuiri.
Dalam pendekatan pembelajaran inkuiri dilibatkan semua kemampuan
siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis dan
analisis layaknya seorang ilmuan. Pada pembelajaran inkuiri siswa
diberikan kesempatan untuk menggali potensinya sendiri dan membangun
konsep dari materi yang diajarkan. Selain itu mereka bertindak layaknya
seorang ilmuan yang diharapkan dapat menemukan sesuatu hal yang baru
bagi mereka sehingga ilmu yang mereka peroleh bukan hanya dari guru
tetapi berdasarkan apa yang mereka alami dan temukan sendiri.
Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh
karenanya kimia mempunyai karakteristik sama dengan IPA. Karakteristik
tersebut adalah objek ilmu kimia, cara memperoleh, serta kegunaannya.
Kimia merupakan ilmu yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan
berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya
kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif).
Kimia termasuk ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa,
mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan
komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energitika zat.
Oleh sebab itu, mata pelajaran kimia di SMA/MA mempelajari
segala sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat,
perubahan, dinamika, dan energitika zat yang melibatkan keterampilan dan
5
penalaran. Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak
terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa
fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuwan dan kimia
sebagai proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan
penilaian hasil belajar kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia
sebagai proses dan produk.
Konsep koloid yang diajarkan ditingkat SMA menuntut siswa
untuk dapat membuat berbagai macam sistem koloid dengan bahan-bahan
yang ada di sekitarnya. Dalam kompetensi ini berarti siswa harus dapat
memahami terlebih dahulu apa itu koloid, melakukan percobaan mana
yang termasuk bahan yang dapat menjadi sistem koloid, menganalisis
apakah benar sistem yang mereka buat adalah sistem koloid atau bukan,
dan menyimpulkan mana zat-zat dalam kehidupan sehari-hari mereka yang
dapat menjadi sistem koloid dan mana yang bukan.
Sesuai dengan kompetensi dasar pada konsep koloid maka
pembelajaran inkuiri mempunyai kriteria yang cocok digunakan pada
pembelajaran konsep koloid. Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti
ingin memfokuskan diri pada penelitian tentang “Pengaruh
Pembelajaran Kimia Berbasis Inkuiri terhadap Pemahaman Konsep
Siswa ”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi ada
beberapa masalah yang muncul yaitu :
1. Kurang bervariasinya metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru.
2. Keaktifan siswa di dalam proses pembelajaran masih kurang.
3. Kebosanan yang dialami siswa dengan metode ceramah yang
diterapkan guru.
4. Pemahaman siswa terhadap pelajaran kimia masih belum baik.
5. Hasil belajar kimia siswa masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
6
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini dapat terarah dan tidak terlalu luas jangkauannya maka
diperlukan pembatasan masalah, adapun pembatasan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Pendekatan mengajar yang digunakan adalah pendekatan inkuiri yaitu
inkuiri terbimbing
2. Pemahaman konsep siswa tentang koloid dalam hal ini akan ditinjau
dari aspek kognitif dan psikomotor.
3. Subjek penelitian adalah siswa kelas X1 semester II SMA Negeri 3
Tangerang Selatan tahun pembelajaran 2009/2010.
D. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat pengaruh
pembelajaran kimia berbasis inkuiri terhadap pemahaman siswa?”
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pembelajaran
berbasis inkuiri terhadap pemahaman konsep siswa.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi
perorangan maupun bagi instansi pendidikan sebagai berikut:
1. Bagi peneliti; hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan
dalam menggunakan pembelajan berbasis inkuiri pada pembelajaran
kimia untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa, kelak jika
peneliti sudah menjadi seorang pendidik.
2. Bagi para pendidik; khususnya guru kimia, akan memperoleh masukan
tentang adanya variasi strategi pembelajaran sehingga dapat
menggunakannya sebagai salah satu alternatif dalam memperbaiki dan
meningkatkan pemahaman konsep siswa.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR,
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Hakikat Konstruktivisme
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu
proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi,
menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu. Dilihat
dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan
pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan
(2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered
approach).1
Pendekatan konstruktivisme adalah pendekatan yang berpangkal dari
kombinasi antara psikologi kognitif dengan psikologi sosial. Huitt W dalam
Conctructivism, Educational Psychology Interactive menyatakan bahwa: the basic in
constructivisme is that an individual lerner must actively “build” knowladge and skill an
information exists within this buili construcs rather than in external environtment.2 Jadi
dalam pendekatan konstruktivisme ini pengetahuan dibangun atau di konstruksi oleh orang
itu sendiri. John Dewey adalah tokoh filsafat yang memperkenalkan pendekatan ini. Inti
teori konstruktivis adalah gagasan bahwa pelajar masing-masing harus menemukan dan
mengubah informasi yang rumit kalau mereka ingin menjadikannya milik sendiri.3
Menurut pandangan para konstruktivis belajar adalah suatu proses dimana
pengetahuan diperoleh dengan jalan mengkaitkan informasi baru kepada pengetahuan yang
telah dimiliki sebelumnya secara individu.4 Dalam pembelajaran siswa dipandang telah
1 Akhmad Sudrajat, Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran.
(Oktober 2008) Diakses dari http://www.psb-psma.org. pada 27 Januari 2009. 2 Huitt, W, Constructivism. Educational Psychology Interactive. (Valdosta State University, 2009) diakses
dari http://teach.valdosta.edu/whuitt/col/cogsys/construct.html pada Juni 2009 3 Robert E Slavin, Psikologi Pendidikan Teori dan Praktek, jilid 2, (Jakarta: PT Indeks, 2009), h.6
4 Mulyati Arifin dkk, Staregi Belajar Mengajar Kimia, (Bandung: Jika, 2000), h. 112
8
memiliki pengetahuan awal kemudian dalam pembelajaran siswa akan membangaun
pemahamannya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang ia miliki kemudian dipadukan
dengan pengetahuan baru yang ia peroleh. Sehingga dalam pembelajaran, siswa menjadi
aktif dan bukan pasif. Fungsi guru dalam pembelajaran konstruktivisme adalah sebagai
fasilitator, artinya guru membantu siswa menemukan makna mereka sendiri bukannya
mengajari dan menguasai semua kegiatan di ruang kelas.
Implikasi konstruktivisme bagi pembelajaran menurut Wesley A. Hoover
setidaknya ada empat hal.5 Pertama, pembelajaran tidak dipandang sebagai hanya sebuah
proses transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Guru dalam pembelajaran
konstruktivisme bukanlah pemeran utama dalam pembelajaran, guru hanya berfungsi
sebagai fasilitator yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melihat tingkat
pemahamannya. Kedua, pembelajaran berdasar pada pengetahuan awal siswa, guru harus
mengetahui bahwa pengetahuan dan lingkungan belajar siswa sangat mempengaruhi
pembelajaran. Ketiga, siswa harus menggunakan pemahaman yang mereka miliki pada
situasi untuk membangun pengetahuan baru, guru harus melibatkan siswa dalam
pembelajarannya. Keempat, jika pengetahuan baru benar-benar di bangun maka dibutuhkan
waktu untuk membangunnya.
Senada dengan hal di atas, Widodo mengemukakan lima pandangan
konstruktivisme tentang belajar dan mengajar, yaitu:6
a. Pembelajar telah memiliki pengetahuan awal. Tidak ada pembelajar yang otaknya
benar-benar kosong. Pengetahuan awal yang dimiliki oleh pembelajar memainkan
peranan penting pada saat ia belajar tentang sesuatu hal yang ada kaitannya dengan apa
yang telah diketahui.
b. Belajar merupakan proses pengkonstruksian suatu pengetahuan berdasarkan
pengetahuan yang telah dimiliki. Pengetahuan tidak dapat ditransfer dari satu sumber
ke penerima, namun pembelajar sendirilah yang mengkonstruk pengetahuan.
c. Belajar adalah perubahan konsepsi pembelajar. Karena pembelajar telah memiliki
pengetahuan awal, maka belajar adalah proses mengubah pengetahuna awal siswa
5 Wesley A.Hoover, The Practice Implications of construstivism, diakses dari
http://www.sedl.org/pubs/sedletter/v09n03/practice.html pada Juni 2009 6 Ari Widodo, Konstruktivisme dan Pembelajaran Sains, ( Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 064,
2007), h. 98.
9
sehingga sesuai dengan konsep yang diyakini “benar” atau agar pengetahuan awal
siswa bisa berkembang menjadi suatu konstruksi pengetahuan yang lebih besar.
d. Proses pengkonstruksian pengetahuan berlangsung dalam suatu konteks sosial tertentu.
Sekalipun proses pengkonstruksian pengetahuan berlangsung dalam otak masing-
masing individu, namun sosial memainkan peran penting dalam proses tersebut sebab
individu tidak terpisah dari individu lainnya.
e. Pembelajar bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Guru atau siapapun tidak
dapat memaksa siswa untuk belajar sebab tidak ada seorangpun yang bisa mengatur
proses berpikir orang lain. Guru hanyalah menyiapkan kondisi yang memungkinkan
siswa belajar, namun apakah siswa benar-benar belajar tergantung sepenuhnya pada
diri pembelajar itu sendiri.
Jadi pada intinya pembelajaran konstruktivisme adalah pembelajaran yang
menyerahkan semua proses belajar kepada siswa dimana siswa membangun
pemahamannya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang ia miliki.
2. Hakikat Inkuiri
a. Pengertian Inkuiri
“Inquire” berarti menanyakan, meminta keterangan, atau menyelidiki. Inkuiri
dalam bahasa Inggris “Inquiry” berarti pertanyaan atau pemeriksaan atau penyelidikan.
Suchman mengembangkan model pembelajaran dengan pendekatan Inkuiri. Pendekatan
pembelajaran ini melatih siswa dalam proses untuk menginvestigasi dan menjelaskan
suatu fenomena yang tidak biasa. Proses-proses mental yang terdapat pada inkuiri ini
antara lain: merumuskan masalah, membuat hipotesis, mendesain eksperimen, melakukan
eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, dan menarik kesimpulan.7
Menurut Ratna Wilis Dahar, “metode inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan
belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan
sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri”. 8
7 Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar, ( Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 76
8 Ratna Wilis Dahar, Buku Materi Pokok Pengelolaan Kimia, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1986), h. 42
10
Pengajaran berdasarkan inkuiri adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa di
mana kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau mencari jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang
digariskan secara jelas.
Menurut Hacket, di dalam Standar Nasional Pendidikan Sains di Amerika Serikat,
inkuiri digunakan dalam dua terminologi yaitu sebagai pendekatan pembelajaran
(scientific inquiry) oleh guru dan sebagai materi pelajaran sains (science as inquiry) yang
harus dipahami dan mampu dilakukan oleh siswa. .9 Sebagai strategi pembelajaran,
inkuiri dapat diimplementasikan secara terpadu dengan strategi lain sehingga dapat
membantu pengembangan pengetahuan dan pemahaman serta kemampuan melakukan
kegiatan inkuiri oleh siswa. Jadi inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan
semua kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki suatu permasalah dengan cara
yang sistematis dengan metode ilmiah untuk merumuskan penemuan.
Menurut Randy L.Bell dan kawan-kawan dalam “Simplifiying Inquary
Instructions” mengenai inkuiri adalah
At its heart, inquiry is an active learning process in which students answer
research questions through data analysis. One might argue that the most
authentic inquiry activities are those in which students answer their own questions
through analyzing data they collect independently. However, an activity can still
be inquiry based when the questions and data are provided, as long as students
are conducting the analysis and drawing their own conclusions. Furthermore,
most students need substantial scaffolding before they are ready to develop
scientific questions and design effective data collection procedures to answer
these questions.10
Dari pengertian inkuiri di atas, untuk melaksanakan pembelajaran inkuiri ada tiga
kondisi yang perlu diperhatikan, yaitu siswa berhadapan dengan suatu masalah real dan
bermakna bagi siswa dari suatu kejadian tertentu yang belum dikenalnya, siswa bebas
untuk mengumpulkan data dan menemukan urutannya sesuai dengan yang diinginkannya,
dan siswa berhadapan dengan lingkungan yang responsif, fleksibel, dan bebas untuk
berinteraksi sehingga informasi yang diperlukan siswa dapat diberikan dengan tepat.
9 Prof.Dr. Muslimin Ibrahim, Pembelajaran Inkuiri, diakses dari
http://herfis.blogspot.com/2009/07/pembelajaran-inkuiri.html pada November 2009 10
Randy L. Bell, Lara Smetana, and Ian Binns, Simplifiying Inquiry Instructions, diakses dari
http://www.ntsa.org 2005, pada Maret 2010
11
Proses inkuiri akan berlangsung terus menerus sehingga temuan baru itu
mempunyai arti bagi diri siswa. Guru sebagai fasilitator harus mempunyai langkah-
langkah tertentu untuk mendorong jenis inkuiri pada siswa. Langkah yang dapat diambil
oleh guru menurut Roestiyah harus:
1) Menstimulus dan menantang siswa untuk berpikir.
2) Memberikan fleksibilitas atau kebebasan untuk berinisiatif dan bertindak.
3) Memberikan dukungan untuk menemukan sesuatu.
4) Mendiagnosa kesulitan-kesulitan siswa dan membantu mengatasinya.
5) Mengidentifikasi dan menggunakan teach able moment sebaik-baiknya. 11
Sedangkan urutan pembelajaran berbasis inkuiri yang diajukan oleh NRC, langkah-
langkahnya sebagai berikut:
a) Tahap undangan untuk berinkuiri, dalam hal ini guru memberikan rangsangan agar
memotivasi dan menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga siswa mengajukan
pertanyaan yang diminati untuk diteliti. Oleh karena itu pada tahap ini diperlukan
keterampilan guru dalam mengajukan pertanyaan (keterampilan bertanya).
b) Tahap perencanaan percobaan, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan
dipersilahkan untuk merencanakan percobaan yang akan dilakukan berdasarkan
pertanyaan yang diajukan sendiri.
c) Tahap pelaksanaan percobaan, setelah rencana matang pelaksanaan penelitian pun
dilakukan melalui proses merakit dan menguji alat-alat, mendesain dan menguji
bentuk-bentuk pengumpulan data, mengembangkan data dan menguji jadwal
pengumpulan data, kelompok melakukan pengumpulan, penyusunan, dan
interpretasi data.
d) Tahap mengkomunikasikan hasil, pada tahap ini kelompok menciptakan laporan
tertulis untuk menjelaskan dan mempresentasikannya kepada kelompok lain.12
Agar pembelajaran inkuri ini berjalan dengan sukses, bukan hanya bergantung
pada silabus atau kurikulumnya saja. Guru menjadi kunci dalam pembelajarannya,
dimana guru harus mempunyai kemampuan untuk mengelola kelas agar pemelajaran
inkuri itu berhasil. Yang pertama guru harus menguasai instruksi atau perintah untuk
11
Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h.79-80. 12
Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, ..., h.76
12
melakukan inkuiri. Guru harus percaya pada kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa.
Untuk lebih menyukseskan pelaksanaan inkuiri maka guru membutuhkan kemampuan
untuk berpikir operasional, tentang materi yang akan diselidiki siswa, dan juga
pengatahuan tentang gaya belajar siswa.
Beberapa tindakan yang dapat perlu dilaksanakan guru pada pembelajaran inkuiri
yang sukses menurut Alan Colburn antara lain:
1) Menggunakan kalimat terbuka ketika bertanya kepada siswa.
2) Menunggu beberapa saat setelah pertanyaan itu diberikan untuk memberikan
kesempatan bagi siswa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.
3) Menanggapi jawaban siswa tanpa bermaksud untuk mengkritisi atau menghakimi.
4) Memberikan saran kepada siswa atas ide yang diberikan oleh siswa.
5) Mengelola kedisiplinan kelas.13
b. Jenis-jenis Inkuiri
Alan Colburn seorang professor di Universitas Negeri California membagi jenis
inkuiri menjadi empat yaitu inkuiri terstruktur (Structured inqury), inkuiri terbimbing
(Guided inquiry), inkuiri bebas (open inquiry), dan siklus belajar (learning cycle)14
.
1) Structured Inquiry
Pada pembelajaran inkuiri terstruktur guru memberikan permasalahan melalui
hands-on untuk diselidiki, berikut dengan bahan dan prosedur kerjanya. Tetapi guru tidak
memberitahukan hasil yang diharapkan dari kegiatan yang siswa lakukan. Siswa bertugas
menghubungkan antar variabel dan menyimpulkan data yang mereka peroleh.
2) Guide Inquiry
Pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu suatu model pembelajaran inkuiri yang
dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada
siswa. Sebagian perencanaannya dibuat oleh provides only the materials and problem to
investigate. Students devise their own procedure to solve the problem.”
Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing guru tidak melepas begitu saja kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Guru harus memberikan pengarahan dan bimbingan
kepada siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa yang berifikir lambat
13
Alan Colburn, An Inquiry Primer, (Science Scope, 2000) diakses dari
http://www.nsta.org/main/news/pdf/ss003_42.pdf. 2008. h. 44 14
Alan Colburn, An Inquiry Primer, ….h. 42
13
atau siswa yang mempunyai intelegensi rendah tetap mampu mengikuti kegiatan-kegiatan
yang sedang dilaksanakan dan siswa mempunyai intelegensi tinggi tidak memonopoli
kegiatan oleh sebab itu guru harus memiiki kemampuan mengelola kelas yang bagus.
Inkuiri terbimbing biasanya digunakan terutama bagi siswa-siswa yang belum
berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. Pada tahap-tahap awal pengajaran
diberikan bimbingan lebih banyak yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan pengarah agar
siswa mampu menemukan sendiri arah dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan
untuk memecahkan permasalahan yang disodorkan oleh guru. Pertanyaan-pertanyaan
pengarah selain dikemukakan langsung oleh guru juga diberikan melalui pertanyaan
yang dibuat dalam LKS. Oleh sebab itu LKS dibuat khusus untuk membimbing siswa
dalam melakukan percobaan dan menarik kesimpulan.
3) Open Inquiry
Pendapat Alan Colburn tentang inkuiri jenis ini adalah “This approach is similar
to guided inquiry, with the addition that students also formulate their own problem to
investigate. Open inquiry, in many ways, is analogous to doing science. Science fair
activities are often examples of open inquiry.”
Pada model ini siswa harus mengidentifikasikan dan merumuskan macam
problema yang dipelajari dan dipecahkan. Jenis model inkuiri ini lebih bebas daripada
kedua jenis inkuiri sebelumnya.
4) Learning Cycle
Dalam siklus belajar, siswa mengikuti prosedur inkuiri terbimbing diikuti diskusi
yang dipimpin guru mengenai penemuan mereka. Siswa diberikan konsep yang akan
dibahas secara paralel. Siswa diberikan terlebih dahulu pengetahuan sebelum mereka
mengenalnya. Kemudian mereka kembali lagi ke laboratorium untuk menerapkan apa
yang telah mereka pelajari pada situasi yang baru.
c. Keuntungan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Inkuiri
Seperti halnya metode pembelajaran yang lain, inkuiri juga mempunyai beberapa
keunggulan dan kelemahan. Diantara keunggulan itu menurut Wina Sanjaya adalah
sebagai berikut:
14
1) Inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada
pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang,
sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
2) Inkuiri dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan
gaya belajar mereka.
3) Inkuiri dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang
menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya
pengalaman.
4) Inkuiri dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan belajar di
atas rata-rata. 15
Di samping keuntungan ada juga kelemahan-kelemahan dalam metode inkuiri.
Menurut Jerome Bruner kelemahan itu antara lain:
a) Diperlukan keharusan kesiapan mental untuk cara belajar. Dengan percaya diri yang
kuat. Pembelajar harus mampu menghilangkan hambatan.
b) Jika pendekatan inkuiri diterapkan dalam kelas dengan jumlah pembelajar yang besar,
kemungkinan besar tidak berhasil.
c) Pembelajar yang terbiasa belajar dengan pengajaran tradisional yang telah dirancang
pengajar, biasanya agak sulit untuk memberi dorongan. Lebih-lebih kalau harus
belajar mandiri. Dampaknya dapat mengecewakan pengajar dan pembelajar sendiri.
d) Lebih mengutamakan dan mementingkan pengertian, sikap dan keterampilan
memberi kesan terlalu idealis. Ada kesan dananya terlalu banyak, lebih-lebih kalau
penemuannya kurang berhasil, hanya merupakan suatu pemborosan belaka. 16
3. Pemahaman Konsep
Arti pemahaman dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” adalah proses, cara,
perbuatan memahami atau memahamkan.17
Pemahaman juga diartikan dari kata
“understanding” Michener menyatakan bahwa pemahaman merupakan salah satu aspek
dalam Taksonomi Bloom. Pemahaman diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi
15
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group,Cet. Ke 5, 2008), h.206 16
Anonimous, Pendekatan Inquiri dalam Mengajar, artikel diakses dari
http://pakdesofa.blog.plasa.com/archives/24 pada Oktober 2009 17
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustka, 2002), h.811
15
bahan yang dipelajari. Pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan suatu situasi
atau suatu tindakan. Untuk memahami suatu objek itu sendiri, relasinya dengan objek lain
yang sejenis, relasinya dengan objek lain yang tidak sejenis, dan relasinya dengan objek
dalam teori lainnya.
Dalam kamus ilmiah popular, konsep bermakna ide umum, pengertian, pemikiran,
rancangan, rencana dasar.18
Menurut Syaiful Sagala, konsep merupakan buah pemikiran
seseorang atau kelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan
produk pengetahuan yang meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari
fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak.19
Oleh karena itu, yang dimaksud dengan pemahaman konsep adalah kemampuan
untuk menjelaskan suatu situasi atau tindakan yang dinyatakan dalam definisi sehingga
melahirkan produk pengetahuan yang meliputi prinsip, hukum, dan teori.
Bloom memyebutkan bahwa ada tiga kategori pemahaman, yakni penerjemahan
(translation), penafsiran (interpretation), dan ekstrapolasi (extrapolation).20
Adapun
masing-masing kategori pemahaman mengandung pengertian sebagai berikut :
a. Penerjemahan (translation) yaitu pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan
siswa dalam menerjemahkan kalimat dalam soal menjadi bentuk lain, misalnya
menyebutkan variable-variabel yang diketahui dan yang ditanyakan atau mengubah
dari lambing ke arti.
b. Penafsiran (interpretation) yaitu pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan
siswa dalam menentukan konsep-konsep yang tepat untuk digunakan dalam
menyelesaikan masalah/soal.
c. Pembuatan ekstrapolasi (extrapolation), yaitu pemahaman yang berkaitan dengan
kemampuan siswa menyimpulkan konsep yang telah diketahui dengan
menerapkannya dalam perhitungan matematis untuk menyelesaikan soal.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, pemahaman konsep kimia
yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kemampuan siswa dalam menentukan konsep-
konsep yang tepat untuk digunakan dalam menyelesaikan soal.
18
Ahmad Maulana, dkk, Kamus Ilmiah Populer lengkap Edisi Terbaru, (Yogyakarta:Absolut, 2004),
h.239. 19
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2006), cet. Ke 4, h. 71. 20
Syaiful Sagala, Konsep dan …, (Bandung : Alfabeta, 2003), h.157
16
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pemahaman siswa menurut
Wahyudi adalah sebagai berikut:21
a. Tingkat Usia
Pada tahap usia SD, kebanyakan pemahaman mereka ditekankan tingkat hafalan
(role learning), tanpa tekanan untuk menjelaskan mengapa atau bagaimana.
Sedangkan pada tahap usia SLTP maupun SMU, pembelajaran haruslah dipusatkan
pada pemberdayaan (empowerment) siswa untuk mencapai tingkat pemahaman yang
lebih tinggi yaitu pemahaman relasional.
b. Pendekatan pembelajaran yang digunakan guru dalam kegiatan belajar mengajar
(KBM).
Pemilihan terhadap penggunaan pendekatan sangat mempengaruhi pemahaman
siswa. Jika kita mengharapkan pembelajaran yang menekankan kepada pencapaian
tingkat pemahaman siswa yang lebih tinggi atau pembelajaran bermakna bagi siswa,
kita harus dapat memilih dan menggunakan cara-cara atau pendekatan pembelajaran
yang sesuai dengan bahan ajar. Dengan demikian akan tercapailah tujuan akhir
pembelajaran.
c. Motivasi Siswa.
Siswa dapat dikelompokkan menjadi tiga, kelompok pertama adalah kelompok siswa
yang benar-benar ingin belajar (willing to learn), ingin memahami apa yang akan
dipelajari selama proses belajar mengajar. Kelompok ini memiliki motivasi yang
sangat tinggi. Kelompok kedua adalah kelompok siswa yang hanya ingin nilai terbaik
(to gain a good mark). Siswa dikelompok ini biasanya punya motivasi dan tingkat
partisispasi yang tinggi dalam proses kegiatan belajar mengajar, namun labbil. Dan
kelompok yang ketiga adalah kelompok siswa yang sekedar ikut sekolah (to have fun
at school) atau lebih tepatnya kelompok penggembira. Bagi mereka yang penting
adalah masuk sekolah dan baik kelas.
Kriteria yang digunakan untuk mengetahui persentase pemahaman siswa menurut
Suharsimi Arikunto dalam Dwi Yulianti adalah22
:
21
Wahyudi, Tingkat Pemahaman Siswa Terhadap Materi Pembelajaran IPA, Balitbang Diknas.
Alghiptra.Blogspot.com/2007/08/tpk-ipa-saduran.html.2008.h.13-16
17
1) Persentase antara 0 – 30 termasuk kategori persentase pemahaman kurang sekali.
2) Persentase antara 31 – 55 termasuk kategori persentase pemahaman kurang.
3) Persentase antara 56 – 65 termasuk kategori persentase pemahaman cukup.
4) Persentase antara 66 – 79 termasuk kategori persentase pemahaman baik.
5) Persentase antara 80 – 100 termasuk kategori persentase pemahaman baik sekali.
4. Konsep Koloid
Sistem dispersi adalah sistem dimana suatu zat tersebar merata (fase terdispersi)
di dalam zat lain (fase pendispersi atau medium). Fase terdispersi bersifat diskontinu
(terputu-putus) sedangkan medium disperse bersifat kontinu. Ada tiga jenis sistem
dispersi yaitu larutan, suspensi, dan koloid.
Larutan adalah keadaan dimana zat terlarut (molekul, atom, ion) terdispersi secara
homogen dalam zat pelarut. Larutan bersifat stabil dan tak dapat disaring, tidak ada
endapan. Diameter partikel zat terlarut lebih kecil dari 10-7
cm. Contoh : larutan sirup,
larutan garam. Suspensi adalah keadaan dimana zat terlarut terdipersi secara
heterogendalam zat pelarut, sehingga partikel-partikel zat terlarut cenderung mengendap
dan dapat dibedakan dari zat pelarutnya. Suspensi bersifat diskontinu, dapat disaring dan
merupakan sistem 2 fase. Diameter partikel zat terlarut lebih besar dari 10-5
cm. Contoh:
air sungai, air kapur. Koloid adalah suatu campuran yang keadaannya berada diantara
larutan dan suspensi/larutan kasar. Koloid terlihat sebagai campuran homogen, namun
digolongkan sebagai campuran heterogen secara mikrokopis. Koloid umumnya bersifat
stabil dan tidak dapat disaring, campuran 2 fase. Diameter zat terlarut antar 10-7
-10-5
cm.
Pada umumnya zat yang ditemukan pada kehidupan sehari-hari berada dalam
keadaan koloid sehingga semua cabang ilmu kimia sangat berkepentingan dengan kimia
koloid, diantaranya:
1. Semua jaringan bersifat koloidal
2. Tanah terdiri dari bagian-bagian yang bersifat koloid sehingga ilmu tanah, pertanian
dan sebagainya harus mencakup penerapan kimia koloid pada tanah
22
Dwi Yulianti, Prosentase Pemahaman Siswa pada Konsep Unsur, Senyawa, Campuran, Molekul, Angka
Indeks dan Koefisiean. Penelitian Staf Pengajar Universitas Lampung, diakses dari www.scrib.com pada November
2009
18
3. Pengetahuan tentang koloid sangat diperlukan dalam industri cat, keramik, plastik,
tekstil, kertas, lem, tinta, semen, karet, kulit, penyedap, mentega, keju, susu dan
makanan lain, pelumas, sabun, obat semprot pertanian dan insektisida, gel, selai dan
lain-lain.
Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaanya terletak antara
larutan dan suspensi (campuran kasar). Sistem koloid ini mempunyai sifat-sifat khas yang
berbeda dari sifat larutan atau suspensi. Keadaan koloid bukan ciri dari zat tertentu karena
semua zat, baik padat, cair, maupun gas, dapat dibuat dalam keadaan koloid. Karena
sistem koloid sangat berpengaruh bagi kehidupan sehari-hari, kita harus mempelajarinya
lebih mendalam agar kita dapat menggunakannya dengan benar dan dapat bermanfaat
untuk diri kita.
Berdasarkan fase mediumnya, sol, emulsi, dan buih masih terbagi atas beberapa
jenis yaitu sol padat, sol cair, sol gas, emulsi padat, emulsi cair, emulsi gas, buih padat,
dan buih cair. Secara jelaskan akan dipaparkan sebagai berikut, koloid terdiri atas bagian-
bagian berikut:
1. Sol padat (padat-padat)
Sol padat ialah jenis koloid dengan zat fase padat terdispersi dalam zat fase padat.
Contoh:' logam paduan, kaca berwama, intan hitam, permata (gem) dan baja.
2. Sol cair (padat-cair)
Sol cair ialah jenis koloid dengan zat fase padat terdispersi dalam zat fase cair.
Berarti, Hal ini berarti zat terdispersi fase padat dan medium fase cair. Contoh: cat,
tinta, dan kanji.
3. Sol gas (padat-gas)
Sol gas (aerosol padat) ialah koloid dengan zat fase padat terdispersi dalam zat fase
gas. Hal ini berarti zat terdispersi fase padat dan medium fase gas. Contoh: asap dan
debu.
4. Emulsi padat (cair-padat)
Emulsi padat (gel) ialah koloid dengan zat fase cair terdispersi dalam zat fase padat.
Hal ini berarti zat terdispersi fase cair dan medium fase padat. Contoh: mentega, keju,
jeli, dan mutiara.
19
5. Emulsi cair (cair-cair)
Emulsi cair (emulsi) ialah koloid dengan zat fase cair terdispersi dalam zat fase cair.
Hal ini berarti zat terdispersi fase cair dan medium fase cair. Contoh emulsi minyak
dalam air : susu , minyak ikan, dan santan kelapa.
6. Emulsi gas (cair-gas)
Emulsi gas (aerosol cair) ialah koloid dengan zat fase cair terdispersi dalam zat fase
gas. Hal ini berarti zat terdispersi fase cair dan medium fase gas. Contoh: obat-obat
insektisida (semprot), kabut, dan hair spray.
Emulsi adalah suatu sistem koloid dimana fase terdispersi dan medium
pendispersinya tidak dapat bercampur. Untuk membentuk emulsi digunakan zat
pengemulsi atau emulgator yang berfungsi sebagai zat penstabil. Misalnya saja sabun
untuk mengemulsi minyak dan air, kasein sebagai emulgator dalam susu (lemak
dalam air).
7. Buih padat (gas-padat)
Buih padat ialah koloid dengan zat fase gas terdispersi dalam zat fase padat. Hal ini
berarti zat terdispersi fase gas dan medium fase padat. Contoh: busa jok dan batu
apung, styrofoam, nasi, marshmallow.
8. Buih cair (gas-cair)
Buih cair (buih) ialah koloid dengan zat fase gas terdispersi dalam zat fase cair.
Berarti, zat terdispersi faso gas dan medium fase cair. Contoh: buih sabun, ombak,
buih soda, dan krim kocok.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa koloid mempunyai perbedaan dengan
suspense dan larutan diantara perbedaan itu, koloid mempunyai sifat yang khas yaitu:
1. Efek Tyndall
Adalah sifat penghamburan cahaya oleh koloid. Ditemukan oleh John tyndall,
oleh karena itu sifat ini dinamakan Tyndall. Efek Tyndall digunakan untuk
membedakan sistem koloid dari larutan sejati. Salah satu cara mengenali koloid adalah
menjatuhkan seberkas cahaya kepada objek. Larutan bersifat meneruskan cahaya,
sedangkan koloid bersifat menghamburkan cahaya. Berkas cahaya yang melalui koloid
dapat diamati dari arah samping walaupun partikel koloidnya tidak tampak. Jika
pertikel terdispersinya kelihatan, maka sistem tersebut disebut suspensi. Contohnya
20
sorot lampu proyektor di ruangan yang berasap dan berkas sinar matahari melalui
celah daun pohon pada pagi hari yang berkabut.
2. Gerak Brown
Merupakan gerak lurus yang tidak beraturan (zig-zag) dari partikel koloid
dalam medium pendispersi. Gerak ini terjadi akibat tabrakan antara partikel koloid
dengan medium pendispersinya. Gerak brown dipengaruhi oleh ukuran partikel dan
suhu, semakin kecil ukuran partikel koloid akan semakin cepat pula gerakannya.
Semakin tinggi sushu sistem koloid, semakin besar energi kinetik yang dimiliki
partikel medium. Akibatnya, gerak Brown dri partikel fase terdispersinya semakin
cepat. Gerak brown menyebabkan sistem koloid stabil.
3. Adsorpsi koloid
Adsorpsi adalah proses penyerapan suatu zat di permukaan zat lain. Zat yang
diserap disebut fase terserap dan zat yang menyerap disebut adsorpen. Hal ini karena
adanya gaya tarik molekul-molekul pada permukaan adsorpen. Daya adsorpsi partikel
koloid tergolong besar, karena pertikelnya memiliki permukaan yang luas.
Pemanfaatan adsorpsi dalam kehidupan sehari-hari antara lain:
1. Proses pemutihan gula pasir.
2. Penyembuhan sakit perut dengan serbuk karbon atau norit.
3. Penjernihan air keruh dengan menggunakan tawas (Al2(SO4)3).
4. Penggunaan arang aktif pda masker untuk menyerap gas yang beracun, dan filter.
pada rokok yang berfungsi mengikat asap nikotin dan tar.
4. Koagulasi
Partikel koloid memiliki sifat stabil karena memiliki muatan listrik yang
sejenis. Apabila muatan listrik itu hilang, maka partikel koloid tersebut akan
bergabung membentuk gumpalan. Proses penggumpalan partikel koloid dan
pengendapannya disebut Koagulasi.
Proses koagulasi dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu:
21
a. Secara mekanik melalui pengadukan cepat, pendinginan (pembuatan agar-agar,
pembuatan es lilin), dan pemanasan (larutan sagu dipasakan, perebusan telur, santan
dipanaskan, pembuatan tahu).
b. Penambahan elektrolit (asam, basa, garam) misalnya penambahan susu dengan
sirup masam, penambahan tawas pada air sungai. Jika bagian tubuh mengalami
luka maka ion Al3+
atau Fe3+
segera menetralkan partikel albuminoid yang
dikandung darah sehingga terjadi penggumpalan darah yang menutupi luka. Pada
pengolahan karet, partikel-partikel karet dalam lateks digumpalkan dengan
penambahan asam asetat atau asam format sehingga karet dapat dipisahkan dari
lateksnya.
c. Pencampuran antara dua koloid yang berlawanan muatan. Misalnya Fe(OH)3 yang
bermuatan positif akan menggumpal jika dicampur dengan As2S3 yang bermuatan
negatif.
5. Elektroforesis
Partikel-partikrl koloid mempunyai muatan listrik yan g berbeda, pertikel ini
akan bergerak dalam medan listrik. Pergerakan partikel koloid dalam medan listriik
disebut dengan elektroforesisi. Elketroforesis ini dapat digunakan untuk menentukan
jenis muatan partikel koloid.
Manfaat dari elektroforesis:
a. Untuk menentukan muatan partikel koloid
b. Untuk mengidentifikasi DNA
c. Untuk memproduksi barang industri yang terbuat dari karet.
d. Untuk mengurangi zat pencemar udara yang dikeluarkan dari cerobong asap pabrik
dengan alat yang disebut Cottrel.
6. Dialisis
Dialaisis adalah suatu proses penghilangan ion-ion pengganggu kestabilan
dengan menggunakan selaput membran semipermiabel. Suatu koloid biasanya
bercampur dengan ion-ion pengganggu, karena partikel koloid memiliki sifat
mengadsorpsi. Pemisahan ion pengganggu ini dapat dilakukan dengan memasukkan
22
koloid dalam membran semipermiabel (selofan), baru kemudian akan dialiri air yang
mengalir. Karena diameter ion pengganggu jauh lebih kecil daripada koloid, maka ion
pengganggu akan merembes melewati pori-pori kertas selofan, sedangkan partikel
koloid akan tertinggal.
Aplikasi proses dialisis dalam kehidupan sehari-hari adalah proses cuci darah
untuk penderita gagal ginjal. Jaringan ginjal bersifat semipermiabel, selaput ginjalnya
hanya dapat dilewati oleh air dan molekul sederhana seperti urea, tetapi menahan
partikel-partikel koloid seperti sel-sel darah merah.
7. Koloid pelindung
Koloid pelindung adalah sistem koloid yang ditambahakan pada koloid lain
agar diperoleh koloid yang stabil. Koloid pelindung ini anak membungkus partikel
terdispersi sehingga tidak dapat lagi berkelompok dan menggumpal.
Contoh koloid pelindung antara lain:
- gelatin yang digunakan pada pembuatan es krim untuk mencegah pembentukan
kristal es yang keras dan kasar,
- cat dan tinta dapat bertahan lama juga karena adanya koloid pelindung
- zat-zat pengemulsi seperti sabun dan detergen juga tergolong koloid pelindung.
8. Koloid Liofil dan Liofob
Koloid liofil adalah koloid yang partikelnya menarik (suka) medium
pendispersinya. Contohnya agar-agar, kanji, lem, gelatin. Koloid liofob adalah koloid
yang pertikelnya tidak menarik (tidak suka) medium pendispersinya. Contohnya
adalah koloid logam. Koloid liofil lebih stabil jika dibandingkan dengan koloid liofob.
Suatu zat dapat dibuat menjadi koloid dengan beberapa cara. Pembuatan partikel
koloid dapat dilakukan dengan memperbesar partikel larutan atau memperkecil partikel
suspensi. Maka dari itu ada dua metode dasar dalam pembuatan system koloid yaitu
disperse dan kondensasi.
Dispers
i Larutan Koloid Suspensi
Kondensasi
23
1. Cara kondensasi
Merupakan cara pembuatan koloid dengan cara menggabungkan larutan sejati
menjadi partikel koloid. Pembuatan koloid dengan metode kondensasi biaanya
dilakukan dengan cara reaksi redoks, hidrolisis, penggantian pelarut dekomposisi
rangkap. Untuk lebih jelasnya simak pemaparan berikut ini;
a. Reaksi dekomposisi rangkap
Misalnya:
- Sol As2S3 dibuat dengan gaya mengalirkan H2S dengan perlahan-lahan melalui
larutan As2O3 dingin sampai terbentuk sol As2S3 yang berwarna kuning terang;
As2O3 (aq) + 3H2S(g) → As2O3 (koloid) + 3H2O(l)
(Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaannya menyerap ion S2-
)
- Sol Al(OH)3 dapat diperoleh dari reaksi hidrolisis garam Al dalam air mendidih;
AlCl3 (aq) + 3H2O(l) → Al(OH)3 (koloid) + 3HCl(aq)
b. Reaksi reduksi-oksidasi (redoks)
Misalnya:
- Sol belerang dapat dibuat dengan mereduksi SO2 yang terlarut dalam air dengan
mengalirinya gas H2S ;
2H2S(g) + SO2 (aq) → 3S(s) + 2H2O(l)
c. Penggatian pelarut
Cara ini dilakukan dengan mengganti medium pendispersi sehingga fasa terdispersi
yang semulal arut setelah diganti pelarutanya menjadi berukuran koloid. Misalnya;
- untuk membuat sol belerang yang sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam
alkohol seperti etanol dengan medium pendispersi air, belarang harus terlebih dahulu
dilarutkan dalam etanol sampai jenuh. Baru kemudian larutan belerang dalam etanol
tersebut ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam air sambil diaduk. Sehingga
belerang akan menggumpal menjadi pertikel koloid dikarenakan penurunan kelarutan
belerang dalam air.
24
2. Cara dispersi
Merupakan cara pembuatan koloid dengan memecah partikel-partikel kasar (besar)
menjadi partikel koloid. Proses disperse ini dapat dilakukan dengan beberapa cara
yaitu cara mekanik, peptisasi, dan busur bredig. Simak penjelasan berikut ini.
a. Cara Mekanik
Cara mekanik adalah penghalusan partikel-partikel kasar zat padat dengan proses
penggilingan untuk dapat membentuk partikel-partikel berukuran koloid. Alat yang
digunakan untuk cara ini biasa disebut penggilingan koloid, yang biasa digunakan
dalam:
- industri makanan untuk membuat jus buah, selai, krim, es krim,dsb.
- Industri kimia rumah tangga untuk membuat pasta gigi, semir sepatu, deterjen, dsb.
- Industri kimia untuk membuat pelumas padat, cat dan zat pewarna.
- Industri-industri lainnya seperti industri plastik, farmasi, tekstil, dan kertas.
b. Cara peptisasi.
Cara peptisasi adalah pembuatan koloid/sistem koloid dari butir-butir kasar atau dari
suatu endapan/proses pendispersi endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi
(pemecah). Zat pemecah tersebut dapat berupa elektrolit khususnya yang
mengandung ion sejenis ataupun pelarut tertentu.
Contoh:
- Agar-agar dipeptisasi oleh air ; karet oleh bensin.
- Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S ; endapan Al(OH)3 oleh AlCl3.
- Sol Fe(OH)3 diperoleh dengan mengaduk endapan Fe(OH)3 yang baru terbentuk
dengan sedikit FeCl3. Sol Fe(OH)3 kemudian dikelilingi Fe+3
sehingga bermuatan
positif.
- Beberapa zat mudah terdispersi dalam pelarut tertentu dan membentuk sistem kolid.
Contohnya; gelatin dalam air.
c. Cara Busur Bredig
Cara busur Bredig ini digunakan untuk membuat sol-sol logam, sperti Ag, Au, dan Pt.
Dalam cara ini, logam yang akan diubah menjadi partikel-partikel koloid akan
digunakan sebagai elektrode. Kemudian kedua logam dicelupkan ke dalam medium
25
pendispersinya (air suling dingin) sampai kedua ujungnya saling berdekatan.
Kemudian, kedua elektrode akan diberi loncatan listrik. Panas yang timbul akan
menyebabkan logam menguap, uapnya kemudian akan terkondensasi dalam medium
pendispersi dingin, sehingga hasil kondensasi tersebut berupa pertikel-pertikel kolid.
Karena logam diubah jadi partikel kolid dengan proses uap logam, maka metode ini
dikategorikan sebagai metode dispersi.
B. KERANGKA BERPIKIR
Kimia termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia mempunyai karakteristik
sama dengan IPA. Karakteristik tersebut adalah objek ilmu kimia, cara memperoleh, serta
kegunaannya. Pada awalnya kimia diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan
(induktif), namun pada perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan
dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Kimia merupakan ilmu yang mencari
jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan
dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat yang
melibatkan keterampilan dan penalaran. Kimia termasuk pelajaran yang mempunyai sifat
abstrak, juga bahan/materinya banyak sehingga sebagian besar siswa menganggap kimia
sebagai satu pelajaran yang sulit.
Keberhasilan pembelajaran sehingga siswa dapat memahami konsep yang
dipelajari memerlukan suatu perencanaan pembelajaran yang baik. Pemilihan
pendekatan, metode, dan model pembelajaran dapat mempengaruhi keberhasilan
pembelajaran. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kesulitan siswa
dalam memahami kimia adalah dengan menggunakan pendekatan belajar yang
memberikan pengalaman nyata bagi siswa dan melibatkan siswa lebih aktif dalam proses
pembelajaran.
Pembelajaran berbasis inkuiri memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menggali potensi yang mereka miliki. Dalam pembelajaran berbasis inkuiri siswa
diberikan kesempatan untuk bertindak layaknya seorang ilmuwan yang ingin menemukan
sebuah hal baru yang belum mereka ketahui. Pembelajaran berbasis inkuiri merupakan
sebuah alternatif bagi guru untuk menghindari rasa bosan siswa ketika menerima
pelajaran. Selain itu juga untuk melatih siswa mengembangkan kemampuan dan
26
pengetahuan yang sudah mereka miliki sebelumnya. Jadi guru bertindak sebagai
fasilitator dalam pembelajaran inkuiri.
Dengan pembelajaran berbasis inkuiri siswa diharapkan akan lebih cepat
memahami konsep-konsep pelajaran yang diharapkan pahami siswa. Karena seperti yang
telah diketahui jika seseorang mengalami dan melaksanan sendiri suatu proses
pembelajaran maka kemungkinan ia memahami pelajaran atau konsep akan lebih besar
dan lebih tahan lama melakat dalam daya ingatannya.
C. PENGAJUAN HIPOTESIS
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan
hipotesisnya sebagai berikut: “Terdapat pengaruh pembelajaran kimia berbasis inkuiri
terhadap pemahaman konsep siswa”.
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di SMA Negeri 3 Tangerang Selatan
pada bulan Mei, semester dua tahun ajaran 2009-2010.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan ekperimental lemah. Desain
penelitian yang digunakan adalah one-group pretest-postest design. Desain ini
dapat digambarkan seperti berikut1:
Table 3.1 Desain Penelitian
Pretest Perlakuan Posttest
O1 X O2
Keterangan :
X : perlakuan dengan menggunakan pembelajaran kimia berbasis inkuiri
O1 : nilai pretest sebelum diberikan pembelajaran inkuiri
O2 : nilai posttest setelah diberikan pembelajaran inkuiri
C. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan
purposive sampling yaitu pengambilan unsur sampel atas dasar tujuan tertentu
sehingga memenuhi keinginan dan kepentingan peneliti.2
1 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 110-111
2 Hadeli, Metode Penelitian Kependidikan,(Ciputat: Quantum Teaching, 2006), h. 71
28
1. Populasi target
Seluruh siswa SMA N 1 Pamulang yang terdaftar pada semester dua
tahun ajaran 2009-2010 yang mendapat pelajaran kimia.
2. Populasi terjangkau
Seluruh siswa kelas XI SMA N 1 Pamulang yang terdaftar pada semester
dua tahun ajaran 2009-2010 dan mendapat konsep koloid.
3. Sampel
Sampel yang diambil adalah kelas XI-A yang berjumlah sebanyak 40
siswa.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa
tes tertulis, adapun angket sebagai data pendukung.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang akan digunakan untuk mengumpulkan data pada
penelitian ini terdiri atas dua jenis yaitu :
1. Instrumen Pembelajaran
Instrumen pembelajaran terdiri atas silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Selain itu digunakan juga Lembar Kerja Siswa
(LKS) yang digunakan untuk membuat siswa lebih aktif dalam belajar.
2. Instrumen Pengumpulan Data
a. Tes Hasil Belajar
Tes ini diberikan untuk mengetahui tingkat penguasaan konsep dan
pemahaman siswa pada konsep koloid. Tes yang digunakan berupa tes
objektif pilhan ganda.
29
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Tes Hasil Belajar
N
o Indikator
Jenjang Kognitif Jumlah
C1 C2 C3 C4 C5
1 Mengklasifikasikan
suspensi kasar, larutan
sejati, dan koloid
berdasarkan data hasil
percobaan
(homogenitas/heterogen
itas, penyaringan dan
effek thyndall).
2,4*,6
* 1
*,3,5 6
2 Mengelompokkan jenis
koloid berdasarkan fase
terdispersi dan medium
pendispersi.
7,8,9*,10,
11,12, 13
7
3 Menjelaskan proses
pembuatan koloid.
14 15,16,17,
18,19
6
4 Mendeskripsikan sifat-
sifat koloid (Efek
tyndall dan koagulasi)
melalui percobaan.
20,21*,
22*
23*,24,
25,
26,27*
8
5 Mendeskripsikan
peranan koloid pada
industri kosmetik,
makanan, dan farmasi.
28*,
29,30
3
Jumlah 14 8 8 30
b. Angket
Angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa tentang proses
pembelajaran dan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemahaman
30
siswa pada konsep koloid dengan pendekatan inkuiri yang digunakan
dalm proses pembelajaran. Selain itu digunakan untuk mendapatkan
data sekunder yang mendukung dari data primer.
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
1. Teknik Pengolahan Data
Untuk mengolah data yang telah diperoleh dari lapangan, maka
dipergunakan teknik sebagai berikut :
a. Editing
Editing adalah tahap pertama dalam pengolahan data yang
dilakukan untuk pengecekan terhadap pengisian lembar observasi dan tes
tulis yang diberikan, setiap lembar observasi dan lembar jawaban dari
soal tes diperiksa satu per satu untuk memastikan pengisiannya sesuai
dengan petunjuk.
b. Skoring
Setelah dilakukan editing, maka penulis melakukan pemberian
skor terhadap butir indikator-indikator yang ada pada lembar observasi.
c. Tabulating
Adalah proses mengubah data ke dalam bentuk tabel,
selanjutnya dinyatakan dalam bentuk frekuensi dan persentase.
2. Kalibrasi Instrumen
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan analisis kuantitatif.
Sebelum soal pada tes pilihan ganda digunakan terlebih dahulu
dilakukan uji pendahuluan berupa uji validitas, reliabilitas, daya pembeda,
dan taraf kesukaran.
a. Uji validitas
Validitas berasal dari kata validity, dapat diartikan tepat atau
sahih, yakni sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
31
melakukan fungsi ukurnya.3 Rumus yang diguanakan untuk menghitung
koefisien korelasi biserial antara skor butir dengan skor total tes adalah4:
rbis =Xi − X t
St
pi
qi
Keterangan :
rbis adalah koefisien korelasi
Xi adalah rata-rata skor total responden menjawab benar butir soal nomor
Xt adalah rata-rata skor total semua responden
St adalah standar deviasi skor total semua responden
pi adalah proporsi jawaban benar untuk butir nomor i
qi adalah proporsi jawaban salah untuk butir nomor i
Soal dikatakan valid jika nilai r hitung lebih besar dari r table.
b. Uji reliabilitas
Reliabilitas bermakna keterpercayaan, keterandalan, keajegan,
kestabilan, atau konsistensi, dapat diartikan sejauhmana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya dan konsisten.5
rii =k
k− 1 1 −
Si2
St2
Keterangan:
rii adalah koefisien realibilitas tes
k adalah jumlah butir soal
Si adalah varians skor butir soal
St adalah varians skor total
c. Uji daya pembeda
3 Ahmad Sofyan dkk, Evaliuasi Pelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2006), cet. Ke 1, h. 105 4 Ahmad Sofyan, dkk, Evaluasi ... , h. 109
5 Ahmad Sofyan dkk, Evaluasi ..., h.106
32
Daya beda dugunakan untuk mengetahui kemampuan butir
dalam membedakan kelompok siswa antara kelompok siswa yang pandai
dengan kelompok siswa yang kurang pandai.
Rumus yang digunakan adalah6
𝐷 =(𝐵𝑎 − 𝐵𝑏)
0,5 𝑁
Keterangan:
D adalah daya beda soal
Ba adalah jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok atas
Bb adalah jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok bawah
N adalah jumlah siswa
Klsifikasi daya pembeda ;
0,70 - 1,00 = baik sekali (excellent)
0,40 - 0,70 = baik (good)
0,20 – 0,40 = cukup (statisfactory)
0,00 – 0,20 = jelek (poor)7
d. Uji taraf kesukaran
Taraf kesukaran merupakan salah satu analisis kuantitatif
konvensional paling sederhana dan mudah. Hasil hitungnya merupakan
proporsi atau perbandingan antara siswa yang menjawab benar dengan
keseluruhan siswa yang mengikuti tes.
Rumus yang digunakan adalah 8
𝑃 =𝐵
𝐽𝑆
Keterangan :
P adalah proporsi atau indeks kesukaran
B adalah jumlah siswa yang menjawab benar
6 Ahmad Sofyan dkk Evaluasi ...., h.105
7 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2002),
h.221 8Ahmad Sofyan dkk, Evaluasi ...., h.103
33
JS adalah jumlah siswa
Tingkat kesukaran yang baik adalah P = 0,5. Ketentuan lain adalah jika:
P = 0 – 0,30 soal dikatakan sukar
P = 0,30 – 0,70 soal dikatakan sedang
P = 0,70 – 1 soal dikatakan mudah9
3. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola kategori dan suatu uraian dasar.
Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisis untuk dapat
menjawab masalah dan hipotesis penelitian. Untuk itu dilakukan beberapa
pengujian dengan urutan sebagai berikut:
a. Uji Prasyarat Analisis
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam mengelola data yang
diperoleh adalah sbb:
1) Menghitung skor mentah dari setiap jawaban dari hasil tes awal dan
terakhir
2) Menentukan distribusi frekuensi dari masing-masing data pretest dan
posttest. Untuk menentukan distribusi frekuensi maka ditempuh
beberapa langkah:
(a) Mengurutkan skor dari tertinggi sampai skor terendah
(b) Menentukan rentang data (range)
(c) Menentukan panjang kelas interval
(d) Membuat tabel distribusi frekuensi
(e) Menentukan mean dengan rumus:
𝑋 = 𝑋𝑖𝑘𝑖=1 𝑓𝑖 𝑓𝑖𝑘𝑖=1
(f) Menentukan Modus dengan rumus:
9 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evalusi Pendidikan (Jakarta, Bumi Aksara, 2008)
h.212
34
𝑀𝑜 = 𝑏 + 𝑝 𝑏1
𝑏1 + 𝑏2
(g) Menentukan median dengan rumus:
𝑀𝑒 = 𝑏 + 𝑝
𝑛2 − 𝐹
𝑓𝑀𝑒
b. Uji Normalitas
Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah sample yang diteliti
berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini dugunakan uji
Liliefors
Adapun langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:
(a) Kolom Xi
Data diurutkan dari yang terkecil hingga ke yang terbesar
(b) Kolom Zi
Xi XZ
S
S = simpangan baku
(c) Kolom Zt
Nilai Zt dikonsultasikan pada Ftabel
(d) Kolom F(Zi)
Jika Zi negatif maka F(Zi) = 0.5 – Zt
Jika Zi positif maka F(Zi) = 0.5 + Zt
(e) Kolom S(Zi)
S = nomer responden
Jumlah responden
(f) Kolom F(Zi) – S(Zi)
Merupakan harga mutlak selisih dari F(Zi) – S(Zi)
(g) Menentukan harga terbesar dari selisih tersebut untuk
mendapatkan Lo.
Kriteria pengujian dari uji Lilieforse yaitu:
35
Jika Lo < Lt maka H0 diterima, yang berarti data sampel
terdistribusi normal.
Jika Lo > Lt maka Ha diterima, yang berarti data sampel tidak
terdistribusi normal.
c. Uji Homogenitas
Uji Homogenitas dilakukan untuk mengetahui perbedaan dua
keadaan atau populasi. Uji homogenitas yang digunakan adalah uji
Fisher, dengan rumus:10
𝐹 =𝑆1
2
𝑆22
dengan
𝑆2 = 𝑋𝑛 − 𝑋
2
𝑛
Keterangan:
F = Homogenitas
S12 = Varians terbesar
S22 = Varians terkecil
Langkah – langkah pengujian adalah sebagai berikut :
(a) Hitung rata-rata ( X )
(b) Menentukan selisih nX X
(c) Menentukan kuuadrat selisih
2
nX X
(d) Menjumlah kuadrat-kuadrat tersebut
(e) Jumlah kuadrat tersebut dibagi dengan (n)
(f) Mencari varians dengan menggunakan rumus 11
:
𝑆2 = 𝑋𝑛 − 𝑋
2
𝑛
(g) Mencari Fhitung dengan rumus12
,
10
H.E.T. Ruseffendi, Statistika Dasar untuk Pelatihan Pendidkan (Bandung:IKIP
Bandung Press,2000),h. 295 11
H.E.T. Ruseffendi, Statistika Dasar untuk Pelatihan Pendidkan (Bandung:IKIP
Bandung Press,2000), h.123 12
Subana,dkk, Statistika Pendidikan (Bandung:Pustaka Setia, 2005), h. 172
36
Fhitung = var
var
ianterbesar
ianterkecil
Kriteria pengujiannya :
Jika Fhit < Ft maka Ho diterima, kelompok berasal dari populasi
yang homogen.
Jika Fhit > Ft maka Ha diterima, kelompok tidak berasal dari
populasi yang homogen.
d. Uji Hipotesis Penelitian
Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan uji “t” jika hasil uji
normalitas normal. Tes t adalah tes yang dipergunakan untuk
menguji kebenaran atau kepalsuan hipotesis nihil yang menyatakan
bahwa diantara dua buah mean sampel yang diambil secara random
dari populasi yang sama tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
Adapun untuk mencari perbedaan hasil belajar antara pretest dengan
postest digunakan rumus sebagai berikut:13
𝑡𝑜 =𝑀𝐷
𝑆𝐸𝑀𝐷
Dimana
𝑀𝐷 = 𝐷
𝑁
𝑆𝐸𝑀𝐷 =𝑆𝐷𝐷
𝑁 − 1
𝑆𝐷𝐷 = 𝐷
2
𝑁− 𝐷 2
𝑁 2
Keterangan:
To : Nilai t hitung
MD : Nilai rerata gain
N : jumlah subjek yang diteliti
13
Anas Sudjiono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarata: Raja Grafindo Persada, 2001),
h.289-290
37
SEMD : standar kesalahan
SDD : Standar deviasi
Ʃ D : selisih nilai posttest dengan pretest
Kritreria pengujian
Jika thit ≥ ttab maka Ha diterima, yang berarti pengaruh antara
pembelajaran kimia berbasis inkuiri dengan pemahaman konsep
siswa.
Jika thit ≤ ttab maka Ho diterima, yang berarti tidak terdapat
pengaruh antara pembelajaran kimia berbasis inkuiri dengan
pemahaman konsep siswa.
e. Uji Normal Gain
Menentukan Normal gain. Gain adalah selisih antara nilai posttest
dan pretest, gain menunjukkan peningkatan pemahaman atau
penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran yang dilakukan guru.
Normal Gain dicari dengan menggunakan rumus di bawah ini:14
𝑔 =𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡
𝑚𝑝𝑠 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡
Keterangan :
g = normal gain
Mps = maximum possible score: skor ideal = 100
Dengan katagori perolehan:
g-tinggi : nilai (<g>) > 0,70
g-sedang : nilai 0,70 ”(<g>)” 0,30
g-rendah : nilai (<g>) <0,30
14
David E. Meltzer, “The Relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual
Learning Gain in Physics and Astronomy : A possible “ Hidden Variable” in Diagnostic Pretest
Scores” @ http://physics.ia.state.edu/per/docs/addendum_on_normalized_gain.pdf , diakses pada
2011
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
1. Hasil Belajar Kognitif
a. Data Pretest
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada 40 siswa
yang menjadi sampel diperoleh data pretest dengan nilai tertinggi
63, nilai terendah 30, dan nilai rata-rata sebesar 48,1. Untuk lebih
lengkapnya dapat dilihat pada tabel distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.1. Distribusi frekuensi pretest
No. Interval Frekuensi
(fi)
Nilai
Tengah
(xi)
f (%)
1. 30 – 35 5 32,5 12,5
2. 36 – 41 0 38,5 0
3. 42 – 47 7 44,5 17,5
4. 48 – 53 13 50,5 32,5
5. 54 – 59 9 56,5 22,5
6. 60 – 65 6 62,5 15
Tabel di atas menunjukkan skor pada interval 48−53 merupakan
skor yang paling banyak diperoleh siswa yaitu sebesar 32,5 %.
Skor rerata yang diperoleh adalah 50,35. Banyaknya siswa yang
memperoleh skor di atas skor rerata adalah 22 siswa atau sebanyak
55 % , berada pada interval ke 4,5, dan 6. Sedangkan siswa yang
39
memperoleh skor di bawah skor rerata ada 18 siswa atau sebanyak
45%, berada pada interval 1,3, dan sebagian interval 4.
b. Data Posttest
Setelah dilakukan pembelajaran kimia ynag berbasis inkuiri
kemudian dilakukan posttest, maka diperoleh nilai tertinggi 96 dan
nilai terendah 50, dengan skor rerata adalah 72,9. Distribusi
frekuensi hasil posttest dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Posttest
No. Interval Frekuensi
(fi)
Nilai
Tengah
(xi)
f (%)
1. 50 – 57 3 53.5 7.5
2. 58 – 65 4 61.5 10
3. 66 – 73 12 69.5 30
4. 74 – 81 16 77.5 40
5. 82 – 89 4 85.5 10
6. 90 – 97 1 93.5 2.5
Dari tabel di atas dapat dilihat skor yang paling banyak diperoleh
siswa berada pada interval 74−81, diperoleh 16 siswa atau berkisar
40 %. Skor rerata hasil posttes adalah 72,9. Siswa yang
memperoleh skor di atas skor rerata ada sebanyak 21 siswa atau
sebanyak 52,5%. Sedangkan siswa yang memperoleh skor di
bawah skor rerata ada 19 siswa atau 47,5% dari keseluruhan siswa.
40
c. Pemahaman Konsep Siswa
Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus
persentase pemahaman konsep pada tiap indikator, diperoleh hasil
pemahaman konsep siswa tiap indikator seperti dalam tabel berikut:
Tabel 4.3. Persentase Pemahaman Siswa
No Indikator Pemahaman
Pretest (%)
Pemahaman
Posttest (%)
1 Mengklasifikasikan suspensi kasar,
larutan sejati, dan koloid berdasarkan
data hasil percobaan
(homogenitas/heterogenitas, penyaringan
dan effek thyndall).
26 84
2 Mengelompokkan jenis koloid
berdasarkan fase terdispersi dan medium
pendispersi.
15 86
3 Menjelaskan proses
pembuatan koloid. 10 80
4 Mendeskripsikan sifat-sifat koloid (Efek
tyndall dan koagulasi) melalui percobaan 12 28
5 Mendeskripsikan peranan koloid pada
industri kosmetik, makanan, dan farmasi. 45 91
Rata-rata 21,6 73,8
Pada tabel di atas dapat kita lihat persentase pemahaman
konsep sebelum dilakukan pembelajaran kimia berbasis inkuiri dan
sesudah dilakukan pembelajaran berbasis inkuiri. Sebelum dilakukan
pembelajaran inkuiri tampak persentase pemahaman konsep siswa
pada indikator pertama adalah 26 %, pada indikator kedua adalah 15
%. Rata-rata pemahaman konsep siswa pada indikator ketiga adalah 10
%, indikator ke empat 12 %, dan pada indikator ke lima adalah 45 %.
Setelah dilakukan pembelajaran kimia berbasis inkuiri tampak
bahwa pemahaman siswa pada materi koloid ada peningkatan besar.
Dari data diperoleh bahwa pada indikator pertama diperoleh
41
pemahaman rata-rata siswa adalah sebesar 84%. Sedangkan pada
indikator kedua diperoleh pemahaman rata-rata siswa sebesar 86 %.
Pada indikator ketiga diperoleh pemahaman siswa sebesar 80%. Pada
indikator keempat tampak bahwa pemahaman siswa adalah 28%. Pada
indikator pembelajaran kelima diperoleh pemahaman sebesar 91%.
Dari kelima inikator tersebut diperoleh rata-rata pemahaman siswa
sebesar 73,8%.
2. Data Kualitatif
a. Angket
Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket
dengan jawaban “Ya” atau “Tidak” Pengolahan data yang digunakan
adalah dengan menggunakan skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0
untuk jawaban salah. Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.4. Hasil Angket Pemahaman Konsep Siswa
No Pernyataan Jawaban
“Ya”
Jawaban
“Tidak”
1 Setelah guru memberikan ilustrasi tentang
koloid, saya menjadi tertarik untuk
mempelajari lebih lanjut tentang koloid.
62,5% 37,5%
2 Setelah penyajian gambar/ilustrasi dari guru,
saya tidak dapat membayangkan apakah
sebenarnya koloid itu.
10% 90%
3
Setelah membaca buku dan beberapa bacaan
tentang koloid, saya dapat memperkirakan
apa yang akan terjadi jika minyak dicampur
dengan air jeruk.
70% 30%
4
Ketika melakukan percobaan tentang efek
tyndhall, saya memahami bahwa susu,
emulsi (koloid) jika di berikan cahaya akan
mengahamburkan cahaya dari sinar lampu.
95% 5%
5 Setelah saya membaca dan berdiskusi
dengan teman saya belum mengetahui apa 65% 35%
42
yang akan terjadi apa bedanya larutan sejati,
suspense, dan koloid.
6 Setelah saya melakukan percobaan tentang
koagulasi saya mengeatahui bagaimana
sebuah telur bisa menggumpal jika direbus.
77,5% 22,5%
7
Setelah melakukan percobaan tentang effek
tyndall, saya mengetahui kenapa pada malam
hari kabut di udara lebih terlihat jelas dari
pada siang hari.
72,5% 27,5%
8
Setelah melakukan percobaan koloid, saya
menyimpulkan bahwa proses pembuatan juz
mangga itu proses pembutan koloid dengan
cara kondensasi.
40% 60%
9
Berdasarkan percobaan yang telah saya
lakukan tentang koloid, saya simpulkan
bahwa koloid adalah campuran yang dapat
disaring dengan penyaring ultra.
80% 20%
10 Proses pembuatan pudding dari serbuk agar-
agar menjadi gel termasuk peristiwa
koagulasi
82% 18%
Dengan melihat data hasil angket yang disebarkan kepada
siswa dapat dilihat bahwa pemahaman siswa pada pertanyaan ke
pertama adalah 62,5 % menjawab “ya” dan sebanyak 37,5% menjawab
“tidak”. Pada pertanyaan ke dua, siswa menjawab “ya “ sebanyak 10
% dan menjawab “tidak sebanyak 90 % . Selanjutnya pada pertanyaan
ke tiga persentase siswa yang menjawab “ya” adalah 70% dan sisanya
30% menjawab “tidak”. Pada pertanyaan ke empat yang menanyakan
tentang sifat koloid yaitu effek tyndall yaitu sebesar 95% menjawab
“ya” dan 5% menjawab “tidak”. Kemudian pada pertanyaan ke lima
siswa yang menjawab “ya” ada sebanyak 65% dan menjawab “tidak”
sebanyak 35%. Pada pertanyaan ke enam siswa yang menjawab “ya”
sebanyak 77,5% dan 22,5% menjawab “tidak”. Pada soal angket
nomer ke tujuh, persentase siswa yang menjawab “ya” sebesar 72,5%
dan “tidak” sebanyak 7,5%. Lain halnya pada petanyaan ke delapan,
siswa yang menjawab “ya” ada sebanyak 40% dan “tidaak” sebanyak
43
60%. Pada pertanyaan ke Sembilan siswa yang menjawab “ya” ada
sabanyak 80% dan yang menjawab “tidak” sebanyak 20%. Dan
pertanyaan ke sepuluh persentase siswa yang menjawab “ya” ada
sebanyak 82% dan 18% lainnya menjawab “tidak”.
B. Pengujian Prasyarat Analisis
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang
diperoleh berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Pada
data nilai pretest dan nilai posttest dilakukan uji normalitas dengan
menggunakan uji Lilliefors. Berikut adalah tabel hasil perhitungan uji
normalitas:
Tabel 4. 5. Hasil Uji Normalitas Pretest dan Posttest
Data Nilai N Α Lhitung Ltabel Kesimpulan
Pretest 40 0,05 0,1241 0,1401 Ho diterima
Posttest 40 0,05 0,1230 0,1401 Ho diterima
Dari tabel di atas pada pretest diperoleh Lo = 0,1241,
sedangkan Lt = 0,1401 dengan taraf signifikansi α = 0,05 dan n = 40,
karena Lhitung<Ltabel maka Ho diterima, yaitu populasi berdistribusi
normal. Sedangkan pada posttest diperoleh Lo = 0,1230, sedangkan Lt
= 0,1401 dengan taraf signifikansi α = 0,05 dan n = 40, karena
Lhitung<Ltabel maka Ho diterima, yaitu populasi berdistribusi normal.
Perhitungan normalitas data nilai pretest dan nilai posttest dengan
menggunakan Lilliefors dapat dilihat pada lampiran.
44
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data
yang diperoleh berasal dari populasi homogen atau tidak. Kriteria uji
homogenitas adalah Ho diterima jika Fhitung lebih kecil dari Ftabel dan
Ho ditolak jika Fhitung lebih besar dari Ftabel. Jika Ho diterima berarti
data penelitian berasal dari populasi homogen, sedangkan jika Ho
ditolak berarti data penelitian berasal dari populasi tidak homogen.
Pada data nilai pretest dan nilai posttest dilakukan uji homogenitas
dengan menggunakan uji Fisher. Berikut adalah tabel hasil
perhitungan uji homogenitas:
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Homogenitas dengan Uji Fisher
α Data
Nilai Jumlah Varians Fhitung Ftabel Kesimpulan
0,05
Pretes
Postes
NPretes =
40
NPostest =
40
27,97
43,76
1,56 1.69 Ho diterima
Dari hasil pengujian diperoleh nilai Fhitung = 1,56 sedangkan
nilai Ftabel pada taraf signifikansi α = 0,05, dengan derajat kebebasan
pembilang 40 dan derajat kebebasan penyebut 40 adalah 1,69. karena
nilai Fhitung lebih kecil dari nilai Ftabel, maka Ho diterima, sehingga
dapat disimpulkan bahwa kedua data bersifat homogen. Perhitungan
homogenitas dengan menggunakan uji Fisher dapat dilihat pada
lampiran.
45
3. Uji N-Gain
Hasil belajar dapat dianalisis untuk melihat sejauh mana pengaruh
pembelajaran kimia berbasis inkuiri terhadap pemahamn konsep koloid.
Peningkatan hasil belajar siswa diperoleh dengan membandingkan hasil
tes awal dengan tes akhir dan uji menggunakan nilai N-Gain.
Tabel 4.7. Hasil N-Gain Siswa
No Pretest Posttest Gain Kategori
1 56 78 0.50 Sedang
2 49 70 0.41 Sedang
3 56 74 0.41 Sedang
4 49 70 0.41 Sedang
5 61 88 0.69 Sedang
6 43 62 0.33 Sedang
7 61 74 0.33 Sedang
8 65 96 0.89 Tinggi
9 53 74 0.45 Sedang
10 43 62 0.33 Sedang
11 56 78 0.50 Sedang
12 49 70 0.41 Sedang
13 30 67 0.53 Sedang
14 56 78 0.50 Sedang
15 47 67 0.38 Sedang
16 30 50 0.29 Rendah
17 53 74 0.45 Sedang
18 47 67 0.38 Sedang
19 56 88 0.73 Tinggi
20 53 74 0.45 Sedang
21 61 88 0.69 Sedang
22 56 78 0.50 Sedang
23 49 67 0.35 Sedang
24 61 88 0.69 Sedang
25 34 56 0.33 Sedang
26 61 88 0.69 Sedang
27 49 70 0.41 Sedang
28 53 74 0.45 Sedang
46
29 43 62 0.33 Sedang
30 53 78 0.53 Sedang
31 56 78 0.50 Sedang
32 34 56 0.33 Sedang
33 53 70 0.36 Sedang
34 34 62 0.42 Sedang
35 49 70 0.41 Sedang
36 56 78 0.50 Sedang
37 47 67 0.38 Sedang
38 53 74 0.45 Sedang
39 47 67 0.38 Sedang
40 56 78 0.50 Sedang
rata-
rata 50.45 72.75 0.46
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa siswa yang termasuk kategori
tinggi sebanyak 2 siswa (5%), kategori sedang sebanyak 37 siswa (97.5 %) dan siswa
yang termasuk dalam kategori rendah sebanyak 1 siswa (2.5 %). Berikut adalah
diagram kategorisasi perolehan skor N-gain.
0
20
40
60
80
100
Rendah Sedang Tinggi
2,5
92,5
5
Gambar 4.1. Diagram Persentase Kategorisasi
Perolehan Skor N-Gain
47
4. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh
pembelajaran kimia berbasis inkuiri terhadap pemahaman konsep siswa.
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan test “t”. Kriteria uji t
adalah Ha diterima jika thitung lebih besar dari ttabel dan Ha ditolak jika thitung
lebih kecil dari ttabel.Jika Ha diterima berarti terdapat pengaruh
pembelajaran kimia berbasis inkuiri terhadap pemahaman konsep siswa,
sedangkan jika Ha ditolak berarti tidak terdapat pengaruh pembelajaran
kimia berbasis inkuiri terhadap pemahaman konsep siswa. Pada data nilai
pretest dan nilai posttest dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji
t. Berikut adalah tabel hasil perhitungan uji t:
Tabel 4.8. Hasil Pengujian Hipotesis dengan Uji t
N α thitung ttabel Kesimpulan
40 0,01 4,84 2,68 Ha diterima
Dari hasil pengujian diperoleh nilai thitung = 4,48 sedangkan nilai
ttabel pada taraf signifikansi α = 0,05, dengan derajat kebebasan 40 adalah
2,68. karena nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel, maka Ha diterima,
sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh pembelajaran kimia
berbasis inkuiri terhadap pemahaman konsep siswa. Perhitungan uji
hipotesis dengan menggunakan uji t dapat dilihat pada lampiran.
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tampak bahwa
dengan pembelajaran kimia berbasis inkuiri dapat menunjukkan bahwa
pemahaman siswa baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang
mempunyai nilai di atas 70 yang merupakan KKM dari sekolah adalah
48
sebanyak 27 siswa 67,5%. Selain itu dapat kita lihat juga dari nilai N-Gain
92,5% siswa termasuk kategori sedang. Kemudian dari hasil Uji t terlihat
perbedaan yang signifikan menunjukkan pengaruh yang baik dari
pembelajaran kimia berbasis inkuiri terhadap pemahaman konsep siswa.
Keberhasilan pembelajaran berbasis inkuiri untuk meningkatkan
pemahaman siswa tidak terlepas dari beberapa hal yang terkait dengan proses
pembelajaran dan kemampuan siswa.
Pemahaman siswa pada tiap indikator menunjukkan bahwa persentase
terbesar pemahaman siswa adalah pada indikator ke 5 (Mendeskripsikan
peranan koloid pada industri kosmetik, makanan, dan farmasi) yaitu sebesar
91% yang menunjukkan pemahaman siswa itu termasuk kelompok
pemahaman yang sangat baik menurut Suharsimi Arikunto. Sedangkan
persentase pemahaman terkecil adalah pada indikator ke 4 (Mendeskripsikan
sifat-sifat koloid melalui percobaan) yaitu sebesar 28%. Dari gambar 4.2
dapat diketahui pemahaman yang kurang baik terdapat hanya pada satu
indikator yaitu pada indikator 4 yaitu mendeskripsikan sifat-sifat koloid
melalui percobaan.
Kurangnya pemahaman yang baik dari siswa dapat disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain dalam diskusi kelas jumlah siswa yang bertanya
maupun yang menanggapi pertanyaan masih sedikit dan terbatas hanya pada
siswa yang berkemampuan lebih dan memiliki keberanian. Kemudian
keinginan siswa untuk bertanya kepada guru di luar kelas juga kecil.
Walaupun memang ada beberapa siswa yang bertanya kepada guru. namun
mereka adalah siswa yang tergolong kelompok atas dalam tingkat
keberhasilan pembelajaran.
Sebagai fasilitator guru memberikan jawaban yang dapat merangsang
siswa untuk menyimpulkan sendiri atas pertanyaan yang diajukan siswa.
Seperti seorang siswa bertanya “Bu, yang termasuk suspensi itu air kapur?”
guru memberikan jawaban dengan menanyakan kepada siswa bagaimana ciri-
49
ciri suspensi. Dan setelah siswa menyampaikan pengetahuannya tentang ciri-
ciri suspensi, maka diakhir nya siswa menjawabnya sendiri. Setelah diskusi
dilakukan ternyata masih ada beberapa siswa yang belum mengerti tentang
apa yang akan dibawa sebagai contoh suspense, larutan, dan koloid untuk
percobaan pada pertemuan berikutnya. Meskipun guru telah meminta untuk
membaca referensi yang disarankan oleh guru.
Proses diskusi yang dilaksanakan dalam pembelajaran adalah diskusi
untuk merancang percobaan untuk menentukan campuran mana yang
termasuk koloid, suspensi, dan koloid. Selain itu siswa juga diminta untuk
merancang percobaan membuktikan sifat koloid dengan menggunakan bahan
yang mudah diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Namun setelah dievaluasi
dari diskusi yang dilakukan masih banyak siswa yang bertanya-tanya apa dan
bagaimana sebenarnya bahan dan rancangannya. Kegagalan ini disebabkan
oleh faktor belum terbiasanya siswa dengan pembelajaran inkuiri yang
meminta siswa untuk merancang percobaan dan menentukan bahan yang akan
digunakan pada percobaan. Pada pembelajaran biasanya guru menyediakan
alat, bahan, dan langkah percobaan, sehingga siswa tinggal menyiapkan diri
untuk melakukan praktikum dengan alat, bahan, dan cara kerja yang telah
disebutkan. Atau mungkin saja kegagalan ini berasal dari pengajar (peneliti)
yang kurang jelas memberikan arahan kepada siswa untuk berinkuiri.
Pada saat melakukan eksperimen ada banyak hal yang mereka
temukan dan itu merupakan hal baru bagi mereka. Untuk mengetahui hal-hal
yang belum mereka pahami dan mengerti, mereka banyak mengajukan
pertanyaan baik kepada guru maupun kepada teman mereka. Dari proses
bertanya itulah muncul keaktifan dan keseriusan siswa dalam memecahkan
masalah. Berdasar pengetahuan yang diperoleh peneliti dari guru sebelumnya
bahwa biasanya mereka jarang bertanya. Namun dengan pembelajaran inkuiri
yang dilakukan mereka menjadi aktif bertanya pada guru akan hal-hal yang
50
membuat mereka tertarik, hal ini tampak pada proses diskuisi dan percobaan
(eksperimen).
Keberhasilan penerapan pembelajaran inkuiri tidak terlepas bahwa ada
ketertarikan siswa pada pembelajaran kimia yang aktif. Karaktereistik dari
siswa yang aktif dan senang bertanya pada guru juga sangat mempengaruhi
keberhasilan pembelajaran inkuiri. Meskipun dalam proses pembelajaran yang
berjalan masih ada beberapa siswa yang tampak belum paham akan proses
pembelajaran inkuiri yang diterapkan namun pada akhirnya siswa mulai
membiasakan diri dengan proses pembelajaran diamana mereka sendiri yang
berperan lebih banyak dalam pembelajaran.
Kebingungan dan belum paham nya siswa karena pembelajaran Inkuiri
berbeda dengan proses pembelajaran sebelumnya, dimana dalam
pembelajaran inkuiri mereka dituntut untuk mencari ide sendiri dalam
menentukan masalah yang akan mereka selesaikan. Guru hanya memberikan
arahan sedikit agar siswa mencari masalah yang dekat dengan kehidupan
sehari-hari.
Pemahaman yang didapat siswa setelah pembelajaran inkuiri bukan
semata-mata berasal dari pemikiran guru yang ditumpahkan langsung
sepenuhnya ke dalam pemikiran siswa, namun pemahaman tersebut diperoleh
dari hasil pengalaman-pengalaman mereka melalui eksperimen atau
percobaan dan diskusi yang telah dilakukan percobaan dan diskusi yang telah
dilakukan mereka membangun sendiri dasar dari pengetahuan yang telah
didapatnya pada saat proses belajar mengajar berlangsung.
Melalui pembelajaran berbasis inkuiri siswa dapat membuktikan dan
menemukan sendiri konsep sistem koloid. Siswa mulai dikenalkan mengenai
keterampilan-keterampilan dasar dalam kerja ilmiah. Disamping itu, dengan
metode praktikum dan diskusi ini siswa dapat terlatih untuk mengeanalisis
suatu permasalahan dengan cermat sehingga siswa dengan sendirinya dapat
mengembangkan daya kreativitas siswa untuk menemukan hubungan baru
51
mengenai konsep yang dimiliki dengan permasalahan yang dihadapi. Serta
mengembangkan kemampuan kerja ilmiah yang mereka miliki.
Hal ini sejalan dengan pendapat Sund dalam Ratna Wilis yang
mengatakan bahwa pengajaran inkuiri mempunyai proses mental yang
kompleks misalnya merumuskan masalah, merancang eksperimen, membuat
hipotesis, menganalisis, melakukan eksperimen, dan mengkomunikasikan
hasil eksperimen.1 Kenyataan ini juga sesuai dengan apa yang dikatakan
Roestiyah bahwa penggunaan metode praktikum ini mempunyai tujuan agar
siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atas
persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan menggunakan percobaan
sendiri. Siswa juga terlatih dalam cara berpikir yang ilmiah2.
D. Keterbatasan Penelitian
1. Waktu pelaksanaan penerapan pembelajaran kimia berbasis inkuiri di
kelas terlalu sempit.
2. Tidak adanya instrumen yang mengungkap penilaian diskusi dalam
pembelajaran berbasis inkuiri.
1Ratna Dahar, Buku Materi Pokok Pengelolaan Kimia, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1986), h.
42 2 Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2008), h. 80
52
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan melihat hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik
kesimpulan bahwa pembelalajaran kimia berbasis inkuiri dapat
mempengaruhi pemahaman konsep siswa. Hal ini dapat dilihat dari
nilai thit adalah 4,84 yang lebih besar dari nilai ttab yaitu 2,68.
B. Saran
1. Bagi guru yang mengembangkan pembelajaran kimia dengan
pembelajaran berbasis inkuiri, hendaknya lebih kreatif menemukan
hal-hal baru agar proses pembelajarannya menjadi lebih menarik
dan tidak membosankan.
2. Pengalaman belajar siswa yang bervariasi yang dikaitkan dengan
kehidupan sehari-hari sebaiknya diterapkan oleh guru di kelas
karena dengan adanya variasi pengalaman belajar akan
memperkaya kemampuan serta wawasan siswa.
3. Pada pembelajaran berbasis inkuiri hendaknya pengajar meyiapkan
diri secara lebih untuk mengkondisikan siswa agar dapat
melakukan inkuiri, juga memotivasi siswa agar dapat secara
mandiri mencari sumber belajar.
4. Bagi pihak lain yang akan menerapkan pembelajaran kimia
berbasis inkuiri, sebaiknya diharapkan memiliki banyak waktu (jam
belajar) agar siswa lebih dapat menggali pengetahuan dan
pendapatnya, khususnya pada kegiatan praktikum dan diskusi.
53
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2005. Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Pustaka Setia
Anonimous, 2009. Pendekatan Inquiri dalam Mengajar, artikel diakses dari
http://pakdesofa.blog.plasa.com/archives/24 pada Oktober 2009
Arifin, Mulyati dkk, 2000. Staregi Belajar Mengajar Kimia, Bandung: Jika
Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Bumi
Aksara
Bell, Randy L, Lara Smetana, and Ian Binns, 2005. Simplifiying Inquiry
Instructions, diakses dari http://www.ntsa.org 2005, pada Maret 2010
Colburn, Alan. 2000. An Inquiry Primer, (Science Scope, 2000) diakses dari
http://www.nsta.org/main/news/pdf/ss003_42.pdf. 2008
Dahar, Ratna Wilis. 1986. Buku Materi Pokok Pengelolaan Kimia, Jakarta:
Universitas Terbuka
Departemen Pendidikan Nasional, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta
: Balai Pustka
Hadeli, 2006. Metode Penelitian Kependidikan, Ciputat: Quantum Teaching
Hoover, Wesley A. 2009. The Practice Implications of construstivism, diakses
dari http://www.sedl.org/pubs/sedletter/v09n03/practice.html pada Juni
2009
Huitt, W. 2009. Constructivism. Educational Psychology Interactive. diakses dari
http://teach.valdosta.edu/whuitt/col/cogsys/construct.html pada Juni 2009
Ibrahim, Muslimin. 2009. Pembelajaran Inkuiri, diakses dari
http://herfis.blogspot.com/2009/07/pembelajaran-inkuiri.html pada
November 2009
Maulana, Ahmad. dkk, 2004. Kamus Ilmiah Populer lengkap Edisi Terbaru,
Yogyakarta:Absolut
Meltzer, David E. 2011. “The Relationship Between Mathematics Preparation
and Conceptual Learning Gain in Physics and Astronomy : A possible “
Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Scores” @
54
http://physics.ia.state.edu/per/docs/addendum_on_normalized_gain.pdf ,
diakses pada 2011
Roestiyah, 2001. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta
Ruseffendi, H.E.T. 2000. Statistika Dasar untuk Pelatihan Pendidkan,
Bandung:IKIP Bandung
Sagala, Syaiful. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. Ke 5
Slavin, Robert E. 2009. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktek, jilid 2, Jakarta:
PT Indeks
Sofyan, Ahmad. dkk, 2006. Evaliuasi Pelajaran IPA Berbasis Kompetensi,
Jakarta: UIN Jakarta Press
Subana, dkk, 2005. Statistika Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia
Sudjiono, Anas. 2001. Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarata: Raja Grafindo
Persada
Sudrajat, Akhmad. 2008. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik,
Taktik, dan Model Pembelajaran. Diakses dari http://www.psb-psma.org.
pada 27 Januari 2009.
Sugiono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta
Wahyudi, 2007. Tingkat Pemahaman Siswa Terhadap Materi Pembelajaran IPA,
Balitbang Diknas. Alghiptra.Blogspot.com/2007/08/tpk-ipa-saduran.html.
diakses pada 2008
Widodo, Ari. 2007. Konstruktivisme dan Pembelajaran Sains, Jakarta: Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, No. 064
Yulianti, Dwi. 2009. Prosentase Pemahaman Siswa pada Konsep Unsur,
Senyawa, Campuran, Molekul, Angka Indeks dan Koefisiean. Penelitian
Staf Pengajar Universitas Lampung, diakses dari www.scrib.com pada
November 2009
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
KHASANAH, lahir di Banjarnegara pada 11 Maret 1985,
daerah Jawa Tengah. Penulis merupakan anak ke tujuh dari
tujuh bersaudara. Penulis bertempat tinggal di Pamulang
Permai Blok D2/ 22 Pamulang Barat, Tangerang Selatan.
Penulis memulai pendidikannya di TK Raudhotul Atfal desa
Kasilib, lalu melanjutkan di SD Negeri Kasilib II. Pendidikan
penulis lanjutkan ke bangku SLTP di SMP Negeri II Wanadadi. Berikutnya
perjalanan pendidikan penulis adalah di SMA Negeri I Banjarnegara lulus tahun
2003 dan berlanjut ke tingkat perguruan tinggi yaitu UIN Syarief Hidayatullah
Jakarta di tahun 2004- 2011.
Di dalam perjalanan pemdidikannya penulis aktif di ROHIS SMA Negeri I
Banjarnegara dan sempat menjadi ketua bidang keputrian. Ketika masuk bangku
kuliah penulis sempat menjadi Bendahara BEMJ Pendidikan IPA. Selain itu
penulis juga masih mengikuti kegiatan LDK Syahid.
Semasa kuliah penulis memulai karir mengajarnya dari privat, bimbingan belajar
bernama BTA 70. Selain itu penulis sempat mengajar di SMA Negeri 70 Jakarta
selama satu semester di tahun 2010.
81
Lampiran 6
jumlah
No Siswa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Xt Xt²
1 A 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 1 20 400
2 B 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 20 400
3 C 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 19 361
4 D 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 21 441
5 E 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 1 23 529
6 F 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 22 484
7 G 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 21 441
8 H 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 23 529
9 I 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 23 529
10 J 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 21 441
11 K 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 17 289
12 L 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 21 441
13 M 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 22 484
14 N 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 17 289
15 O 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 22 484
16 P 0 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 22 484
17 Q 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 22 484
18 R 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 20 400
19 St 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 22 484
20 T 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 16 256
21 U 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 19 361
22 V 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 20 400
23 W 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 22 484
24 X 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 22 484
25 Y 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 22 484
26 Z 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 22 484
27 AA 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 16 256
28 AB 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 14 196
29 AC 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0 20 400
30 AD 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 22 484
31 AE 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 15 225
32 AF 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 24 576
∑ 2 11 19 29 28 17 10 22 31 30 30 21 16 27 30 17 29 26 24 31 3 8 5 17 30 21 32 32 25 29 652
r.hit -0.039 0.497 0.633 0.220 0.775 0.091 0.357 0.398 -0.117 1.704 1.859 0.542 0.265 1.659 1.652 0.431 1.175 0.980 1.282 2.198 0.249 0.514 0.207 0.656 1.652 1.121 0.000 0.000 0.575 1.261
r.tab 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349
Invalid Valid Valid Invalid Valid Invalid Valid Valid Invalid Valid Valid Valid Invalid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Invalid Valid Invalid Valid Valid Valid Invalid Invalid Valid Valid
1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 11.0 12.0 13.0 14.0 15.0 16.0 17.0 18.0 19.0 20.0 21.0
1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 11.0 12.0 13.0 14.0 15.0 16.0 17.0 18.0 19.0 20.0 21.0 22.0 23.0 24.0 25.0 26.0 27.0 28.0 29.0 30.0
Perhitungan Validasi Instrumen Tes Kognitif
82
Lampiran 7
HASIL TES KEMAMPUAN SISWA
Nama
Siswa
Pretest Posttest Nama
Siswa
Pretest Posttest
A 56 78 U 61 88
B 49 70 V 56 78
C 56 74 W 49 67
D 49 70 X 61 88
E 61 88 Y 34 56
F 43 62 Z 61 88
G 61 74 AA 49 70
H 65 96 AB 53 74
I 53 74 AC 43 62
J 43 62 AD 53 78
K 56 78 AE 56 78
L 49 70 AF 34 56
M 30 67 AG 53 70
N 56 78 AH 34 62
O 47 67 AI 49 70
P 30 50 AJ 56 78
Q 53 74 AK 47 67
R 47 67 AL 53 74
S 56 88 AM 47 67
T 53 74 AN 56 78
83
Lampiran 8
Distribusi Frekuensi Pretest Siswa
1. Banyaknya data (n) = 40
2. Distribusi frekuensi
65 61 61 61 61 61 56 56 56 56
56 56 56 56 56 53 53 53 53 53
53 53 49 49 49 49 49 49 47 47
47 47 43 43 43 34 34 34 30 30
3. Menentukan sebaran
Sebaran = data terbesar data terkecil
= 65 30
= 35
4. Menentukan banyak kelas
Banyak kelas = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 40
= 1 + 3,3 x 1,6
= 1 + 5,28
= 6,28 (pembulatan ke bawah)
= 6
5. Menentukan panjang kelas
Panjang kelas interval = jangkauan
batas kelas interval=
35
6=5,8(pembulatan ke atas) = 6
Tabel distribusi frekuensi pretest siswa
Interval fi xi fixi
30 – 35 5 32,5 162,5
36 – 41 0 38,5 0
42 – 47 7 44,5 311,5
48 – 53 13 50,5 656,5
54 – 59 9 56,5 508,5
60 – 65 6 62,5 375
fi 40 fixi 2014
84
6. Menghitung rata-rata (X)
X = fi.xi
f=
2014
40= 50.35
7. Menghitung Modus (Mo)
𝑀𝑜 = 𝑏 + 𝑝 𝑏1
𝑏1 + 𝑏2
𝑀𝑜 = 47,5 + 6 6
6 + 4
𝑀𝑜 = 51,1
8. Menghitung Median (Me)
𝑀𝑒 = 𝑏 + 𝑝
12𝑛 − 𝐹
𝑓
𝑀𝑒 = 47,5 + 6
12 40 − 12
9
𝑀𝑒 = 52,83
85
Lampiran 9
Distribusi Frekuensi Posttest Siswa
1. Banyaknya data (n) = 40
2. Distribusi frekuensi
96 88 88 88 88 78 78 78 78 78
78 78 78 78 74 74 74 74 74 74
74 70 70 70 70 70 70 67 67 67
67 67 67 62 62 62 62 56 56 50
3. Menentukan sebaran
Sebaran = data terbesar data terkecil
= 96 50 = 46
4. Menentukan banyak kelas
Banyak kelas = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 40
= 1 + 3,3 x 1,6
= 1 + 5,28
= 6,28 (pembulatan ke bawah)
= 6
5. Menentukan panjang kelas
Panjang kelas interval = jangkauan
batas kelas interval=
46
6=7,67(pembulatan ke atas) = 8
Tabel distribusi frekuensi posttest siswa
Interval fi xi fixi
50 – 57 3 53.5 160.5
58 – 65 4 61.5 246
66 – 73 12 69.5 834
74 – 81 16 77.5 1240
82 – 89 4 85.5 342
90 – 97 1 93.5 93.5
fi 40 fixi 2916
6. Menghitung rata-rata (X)
X = fi.xi
f=
2916
40= 72.9
86
7. Menghitung Modus (Mo)
𝑀𝑜 = 𝑏 + 𝑝 𝑏1
𝑏1 + 𝑏2
𝑀𝑜 = 77,5 + 8 4
4 + 12
𝑀𝑜 = 79.5
8. Menghitung Median (Me)
𝑀𝑒 = 𝑏 + 𝑝
12𝑛 − 𝐹
𝑓
𝑀𝑒 = 77,5 + 8
12
40 − 19
4
𝑀𝑒 = 79,5
87
Lampiran 10
Perhitungan Uji Normalitas
Contoh perhitungan Uji Normalitas pada baris pertama:
1. 𝑍 =𝑥−𝑥
𝑆
𝑍 =30 − 50,45
5,29= −3,8671
2. Zt = Dengan melakukan pembulatan dua angka dibelakang koma dari
nilai Z, kemudian lihat daftar nilai Z di dalam tabel luas menurut kurva
normal standar dari 0-z.
Zt = 0,4999
3. 𝐹 𝑍 = 0,5 ± 𝑍𝑡
Karena nilai Z <0, maka nilai F(Z) dikurang nilai Zt
𝐹 𝑍 = 0,5 − 0,4999 = 0,0001
4. 𝑆 𝑍 =𝑛𝑜𝑚𝑒𝑟 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛 (𝑓𝑘 )
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛
𝑆 𝑍 =2
40= 0,05
5. L0= |F(Z)-S(Z)|
Lo = |0,0001-0,05|
L0=|-0,0499|
L0= 0,04999
88
Contoh perhitungan Uji Normalitas pada baris pertama:
1. 𝑍 =𝑥−𝑥
𝑆
𝑍 =30 − 70,5
6,61= −3,4014
2. Zt = Dengan melakukan pembulatan dua angka dibelakang koma dari
nilai Z, kemudian lihat daftar nilai Z di dalam tabel luas menurut kurva
normal standar dari 0-z.
Zt = 0,4997
3. 𝐹 𝑍 = 0,5 ± 𝑍𝑡
Karena nilai Z <0, maka nilai F(Z) dikurang nilai Zt
𝐹 𝑍 = 0,5 − 0,4997
𝐹 𝑍 = 0,0003
4. 𝑆 𝑍 =𝑛𝑜𝑚𝑒𝑟 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛 (𝑓𝑘 )
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛
𝑆 𝑍 =1
40= 0,025
5. L0= |F(Z)-S(Z)|
Lo = |0,0003-0,025|
L0=|-0,0247|
L0= 0,0247
89
Lampiran 11
Perhitungan Uji Homogenitas
Contoh persiapan menghitung varians untuk baris pertama:
1. Menghitung rata-rata
𝑋 = 𝑓𝑖𝑥𝑖
𝑛
𝑋 =2018
40= 50,45
2. Menentukan selisih
𝑋𝑛 − 𝑋
30 − 50,45 = −20,45
3. Menentukan kuadrat selisih
𝑋𝑛 − 𝑋 2
−20,45 2= 418,20
4. Lakukan cara yang sama (1-3) untuk data berikutnya.
5. Menghitung Varians
𝑆2 = 𝑋𝑛 − 𝑋 2
𝑛
𝑆2 =1118,62
40= 27,97
90
Contoh persiapan menghitung varians untuk baris pertama:
1. Menghitung rata-rata
𝑋 = 𝑓𝑖𝑥𝑖
𝑛
𝑋 =2900
40= 72,5
2. Menentukan selisih
𝑋𝑛 − 𝑋
50 − 72,5 = −22,5
3. Menentukan kuadrat selisih
𝑋𝑛 − 𝑋 2
−22,5 2= 506,25
4. Lakukan cara yang sama (1-3) untuk data berikutnya.
5. Menghitung Varians
𝑆2 = 𝑋𝑛 − 𝑋 2
𝑛
𝑆2 =1750,25
40= 43,76
Untuk Menghitung Fhit maka kita membagi varians terbesar dengan varians
terkecil.
91
𝐹ℎ𝑖𝑡 =𝑆𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟
2
𝑆𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙2
𝐹ℎ𝑖𝑡 =43,76
27,97
𝐹ℎ𝑖𝑡 = 1,56
Ftab = 1,69
Untuk mengetahui sampel homogen maka Fhit < Ftab . Ternyata nilai 1,56 < 1,69
jadi sampel terdistribusi normal.
92
Lampiran 12
Perhitungan Uji t
Rumus yang digunakan adalah ;
𝑡𝑜 =𝑀𝐷
𝑆𝐸𝑀𝐷
Dimana
𝑀𝐷 = 𝐷
𝑁
𝑆𝐸𝑀𝐷 =𝑆𝐷𝐷
𝑁 − 1
𝑆𝐷𝐷 = 𝐷
2
𝑁−
𝐷 2
𝑁 2
Berikut ini data nilai gain yang diperoleh siswa:
Tabel gain
pretest postest D
30 50 20
34 56 22
43 62 19
47 67 20
49 70 21
53 74 21
56 78 22
61 88 27
65 96 31
1. Menghitung jumlah gain
Ʃ D = 203
2. Menghitung nilai rerata gain (MD)
MD = 203/40 = 5, 07
93
3. Menghitung standar deviasi ( SDD)
𝑆𝐷𝐷 = 41209
40−
41209
1600
𝑆𝐷𝐷 = 1030,225 − 25,75
𝑆𝐷𝐷 = 32,097 − 25,75
𝑆𝐷𝐷 = 6,34
4. Menghitung Standar kesalahan (SEMD)
𝑆𝐸𝑀𝐷 =6,34
40 − 1
𝑆𝐸𝑀𝐷 =6,34
6,24= 1,02
5. Menghitung nilai t
𝑡0 =5,07
1,02= 4,97
6. Menentukan ttab berasal dari tabel diperoleh nilai 2,68
94
Lampiran 13