KHASANAH-FITK

80
PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS INKUIRI TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP SISWA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Oleh: Khasanah NIM. 104016200440 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M/ 1432 H

description

Analisis metakognitif merupakan analisis kerangka berpikir siswa

Transcript of KHASANAH-FITK

Page 1: KHASANAH-FITK

PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS INKUIRI

TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP SISWA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

sebagai syarat untuk mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh:

Khasanah

NIM. 104016200440

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M/ 1432 H

Page 2: KHASANAH-FITK

i

Page 3: KHASANAH-FITK

ii

Page 4: KHASANAH-FITK

iii

ABSTRAK

KHASANAH. Pengaruh Pembelajaran Kimia Berbasis Inkuiri Terhadap

Pemahaman Konsep Siswa. Skripsi, Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan

Pendidikan Ilmu Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Juli 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh

pembelajaran kimia berbasis inkuiri terhadap pemahaman konsep siswa.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen lemah dengan desain one group

pretest-posttest yang dilaksanakan di SMA Negeri 3 Tangerang Selatan pada 16-

30 Mei 2010. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 3

Tangerang Selatan tahun ajaran 2019/2010 . Teknik pengambilan sampel dengan

purposive sampling. Teknik pengumpulan data variabel pemahaman konsep

dengan menggunakan tes formatif, dan angket.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kimia

berbasis inkuiri mempengaruhi pemahaman konsep koloid siswa. Hasil analisis data

menggunakan statistik uji “t” diperoleh nilai thitung = 4,84 sedangkan nilai ttabel pada taraf

signifikansi α = 0,05 (derajat kebebasan 40) adalah 2,68, maka nilai thitung lebih besar dari

nilai ttabel, sehingga Ha diterima.

Kata kunci : Pembelajaran berbasis inkuiri, pemahaman konsep, koloid

Page 5: KHASANAH-FITK

iv

ABSTRACT

KHASANAH. The Effect of Chemistry Inquiry Based Learning to The

Student’s Understanding of Concepts. Thesis, Chemistry Education,

Departement of Natural Science Education, Faculty of Science and Teacher

July 2011.

This study is aimed to find out is there are affect of chemistry inquiry based

learning to the student’s understanding of concept. This research uses the

weak experimental method with one group pretest-posttest which was held in

SMA Negeri 3 Tangerang Selatan on 16 to 30 May 2010. The population of

this study are all students of class XI SMA Negeri 3 Tangerang Selatan

2009/2010 school year. The sampling technique with the purposive sampling.

The data collection techniques using formative tests,and questionnaires.

Based on the result of this study concluded that chemistry inquiry based

learning can affect the student’s understanding of colloidal concepts. It’s can

look from the result of data analysis using t-test obtained score of thitung =

4,84 and ttabel = 2,86 with significant standar 95%, thitung>ttabel. It can be

concluded Ha accepted and Ho rejected.

Keywords: inquiry-based learning, concept understanding, colloidal

Page 6: KHASANAH-FITK

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmaanirrahiim

Alhamdulillah , segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan begitu

banyak nikmat kasih dan sayang-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pemahaman Konsep Siswa pada

Pembelajaran Kimia Berbasis Inkuiri”. Sahalawat serta salam semoga selalu

tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan

pengikutnya yang setia hingga hari akhir nanti.

Begitu banyaknya hambatan yang telah dilewati oleh penulis untuk proses

penyelesaian skripsi ini, namum begitu banyak dukungan dari berbagai pihak

kepada penulis. Oleh sebab itu dengan segala ketulusan hati ini penluis

menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang

telah berjasa dalam membantu penulis, khusunya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ayah dan Ibu yang telah selalu memberikan doa dan dukungannya selama ini.

3. Keluarga Bapak Karmana Putra yang telah membiayai study penulis,

sehingga penulis berkesempatan menikmati pendidikan di jenjang perguruan

tinggi.

4. Kakak-kakak, dan semua saudara penulis yang selalu memberikan semangat

kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc. dan Ibu Nengsih Juanengsih, m.Pd, selaku

Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA.

6. Bapak Dedi Irwandi M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia.

7. Ibu Dra. Etty Sofyatiningrum, M.Ed., selaku dosen pembimbing I dan Bapak

Tonih Feronika, M.Pd., sebagai dosen pembimbing II yang telah meluangkan

waktu disela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan dan

pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Bapak Drs.H. Sujana, M.Pd., selaku Kepala SMA Negeri 3 Tangerang

Selatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

mengadakan penelitian di sekolah yang beliau pimpin.

Page 7: KHASANAH-FITK

vi

9. Ibu Dewimarhelly, S.Pd., selaku guru mata pelajaran kimia di SMA Negeri 3

Tangerang Selatan yang telah memberikan informasi dan masukan terhadap

penelitian yang penulis lakukan.

10. Seluruh siswa kelas XI IPA 5 sebagai sampel dalam penelitian ini.

11. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan bimbingan ilmu yang sangat

berguna sebagai bekal penulis dalam menjalani tantangan ke depan.

12. Semua teman baik di Program S1 Pendidikan Kimia angkatan 2004, teman

pengajar di bimbingan belajar yang telah memberikan bantuan dan semangat

kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah

membantu penyelesaian skripsi ini.

Semoga setiap bantuan, dukungan semangat yang telah diberikan diberikah

balasan yang berlipat ganda oleh Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata

sempurna, hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan penulis. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan

demi perbaikan.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga karya tulis ini dapat memberikan

manfaat khususnya bagi diri sendiri dan dunia pendidikan pada umumnya. Amiin

Yaa Rabbal ‘Alamin.

Jakarta, Juli 2011

Penulis

Page 8: KHASANAH-FITK

vii

DAFTAR ISI

ABSTRAK …………………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR ………………………………………………………. iii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………. v

DAFTAR TABEL …………………………………………………………… vii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… vii

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah .............................................................................. 5

C. Pembatasan Masalah ............................................................................. 5

D. Perumusan Masalah ............................................................................... 6

E. Tujuan Penelitian ................................................................................... 6

F. Manfaat Penelitian ................................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA,KERANGKA BERPIKIR, DAN

PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka …………………………………………………….. 7

1. Hakikat Konstruktivisme................................................................. 7

2. Hakikat Inkuiri …………………………………………………... 9

a. Pengertian Inkuiri ……………………………………………. 9

b. Jenis-jenis Inkuiri ……………………………………………. 12

c. Keuntungan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Inkuiri … 13

3. Hakikat Pemahaman Konsep …………………………………….. 14

4. Konsep Koloid …………………………………………………… 17

B. Kerangka Berpikir …………………………………………………… 25

C. Pengajuan Hipotesis …………………………………………………. 26

Page 9: KHASANAH-FITK

viii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 27

B. Metode Penelitian ................................................................................. 27

C. Teknik Pengambilan Sampel ................................................................. 27

D. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 28

E. Instrumen Penelitian ............................................................................. 28

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 30

1. Pengolahan Data …………………………………………………. 30

2. Kalibrasi Instrumen ……………………………………………… 30

3. Teknik Analisis Data …………………………………………….. 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data ………………………………………………………… 38

1. Hasil Belajar Kognitif …………………………………………….. 38

2. Data Kualitatif …………………………………………………… 41

B. Pengujian Prasyarat Analisis …………………………………………. 43

1. Uji Normalitas ……………………………………………………. 43

2. Uji Homogenitas ………………………………………………….. 44

3. Uji N-Gain ………………………………………………………... 45

4. Uji Hipotesis …………………………………………………….... 47

C. Pembahasan …………………………………………………………... 47

D. Keterbatasan Penelitian ………………………………………………. 51

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………………………… 52

B. Saran ………………………………………………………………….. 52

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 53

LAMPIRAN …………………………………………………………………. 55

Page 10: KHASANAH-FITK

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Desain Penelitian ………………………………………………….. 27

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar …………………………….. 29

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pretest ………………………………………. 38

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Posttesti ………………………………………... 39

Tabel 4.3 Persentase Pemahaman Siswa ……………………………………... 40

Tabel 4.4 Hasil Angket Pemahaman Konsep Siswa …………………………. 41

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas …………………….………………………… 43

Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas ……………………………………………. 44

Tabel 4.7 Hasil N-Gain Siswa ……………………………………………….. 45

Table 4.8 Hasil Uji Hipotesis ………………………………………………… 47

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Diagram Kategorisasi Perolehan Skor N-Gain …………………. 46

Page 11: KHASANAH-FITK

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran …………………………….. 55

Lampiran 2 Lembar Kerja Siswa……………………………………………... 68

Lampiran 3 Instrumen Validasi ………………………………………………. 71

Lampiran 4 Soal Ulangan Harian …………………………………………….. 76

Lampiran 5 Lembar Respon Siswa Setelah Melakukan Kegiatan

Pembelajaran ……………………………………………………. 80

Lampiran 6 Perhitungan Analisis Validasi Instrumen ………………….......... 81

Lampiran 7 Hasil Belajar Siswa ……………………………………………… 82

Lampiran 8 Diatribusi Frekuensi Pretest …………………………………….. 83

Lampiran 9 Distribusi frekuensi Posttest ……………..................................... 85

Lampiran 10 Perhitungan Uji Normalitas…………………………………….. 87

Lampiran 11 Perhitungan Uji Homogenitas ………………………………… 89

Lampiran 12 Perhitungan Uji t……………………………………………….. 92

Lampiran 13 Perhitungan Respon Siswa …………………………………….. 94

Page 12: KHASANAH-FITK

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 1 UU

RI N.20 th.2003) dinyatakan bahwa

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara1.

Dengan demikian pendidikan harus mampu menguak dan

mengembangkan keseluruhan potensi kemanusiaan seorang peserta didik

sehingga ia sanggup untuk hidup di era mendatang yang lebih kompleks

dan rumit permasalahannya.

Pendidikan memiliki misi tidak hanya mendidik namun juga

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak bangsa. Dalam UU

20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab.2

Pendidikan merupakan sebuah cara untuk meningkatkan derajat

suatu bangsa di mata dunia. Itulah yang dapat kita ambil dari sejarah

keberlangsungan suatu bangsa yang maju. Sejarah Jepang telah

membuktikan bahwa setelah hancurnya kota Hiroshima dan Nagasaki pada

Perang Dunia 1, hal pertama yang mereka lakukan adalah memperbaiki

1 UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2009),h.3

2 UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2009),h.7

Page 13: KHASANAH-FITK

2

sistem pendidikan mereka untuk mencetak ilmuan baru di berbagai bidang.

Begitu juga Amerika ketika kalah dari Rusia dalam bidang teknologi luar

angkasa, Amerika memperbaiki pendidikan bangsanya untuk menciptakan

ilmuan-ilmuan baru yang bisa menyaingi Rusia dalam bidang teknologi

luar angkasa. Pengutamaan pendidikan juga dipesankan oleh presiden

Sukarno untuk meningkatkan taraf kehidupan bangsa Indonesia setelah

kemerdekaan.

Begitu pentingnya pendidikan bagi suatu bangsa menunjukkan

belajar adalah suatu hal yang penting bagi seseorang untuk menjadi lebih

baik dari hari kemarin. Islam juga mengajarkan hal yang serupa jauh

sebelum Amerika, Jepang dan Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan wahyu

yang pertama kali turun kepada nabi Allah Muhammad SAW yaitu surat

Al-Alaq ayat 1-5 yang berbunyi:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan

Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan

perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak

diketahuinya.” (QS. Al- „Alaq : 1-5)

Ayat di atas menunjukkan betapa pentingnya membaca dalam hal

ini berarti betapa pentingnya belajar. Besarnya perhatian Islam terhadap

ilmu juga ditunjukkan dengan mewajibkan setiap muslim laki-laki dan

perempuan untuk menuntut ilmu bahkan hingga akhir hayat. Bahkan Allah

Page 14: KHASANAH-FITK

3

sendiri menjanjikan bahwa orang yang berilmu itu akan dibedakan

beberapa derajat dari orang yang tidak berilmu. Bukankah ini suatu

kemuliaan bagi orang yang berilmu.

Permasalahan mutu pendidikan seringkali dikaitkan dengan

merosotnya prestasi belajar yang dicapai siswa. Sehubungan dengan hal

tersebut diatas, maka hal semacam itu harus dikaji secara cermat melalui

komponen-komponen penting dalam sistem pendidikan yang berkaitan

agar dapat dilakukan upaya penanggulangannya. Banyak faktor yang

menyebabkan rendahnya pencapaian hasil belajar mata pelajaran kimia

diantaranya yang cukup dikenal adalah: (1) sifat ilmu itu; (2) pelaksanaan

pembelajaran yang kurang baik/tepat; dan (3) karakter pembelajarnya.

Pada umumnya siswa cenderung belajar dengan hafalan daripada

secara aktif mencari tahu untuk membangun pemahaman mereka sendiri

terhadap konsep ilmu kimia tersebut. Hal ini menyebabkan sebagian besar

konsep-konsep kimia menjadi konsep yang abstrak bagi siswa dan bahkan

mereka tidak dapat mengenali konsep-konsep kunci atau hubungan antar

konsep yang diperlukan untuk memahami konsep tersebut. Akibatnya,

siswa tidak dapat membangun pemahaman konsep kimia yang

fundamental pada awal mereka mempelajari ilmu kimia.

Seorang guru atau tenaga pendidik tugas pokok dan misi utama

mereka adalah memberikan pendidikan dan pengajaran. Pada umumnya

metode pembelajaran yang dikembangkan guru kimia dalam kegiatan

belajar mengajar adalah pembelajaran yang masih konvensional, dalam

prosesnya guru menerangkan materi dengan metode ceramah, siswa

mendengarkan kemudian mencatat hal yang dianggap penting. Sumber

utama dalam pembelajaran ini adalah penjelasan guru, siswa hanya pasif

mendengarkan uraian materi, menerima dan “menelan” begitu saja ilmu

atau informasi dari guru. Hal ini berakibat informasi yang didapat kurang

melekat pada diri siswa. Dengan langkah ini juga siswa cepat merasa

Page 15: KHASANAH-FITK

4

bosan, jika perasaan ini terus bertambah tentu akan berdampak buruk bagi

siswa, misalnya minat siswa untuk belajar kimia akan turun.

Dalam dunia pendidikan banyak pendekatan pembelajaran yang

bisa diterapkan oleh guru untuk menyampaikan materi yang dapat

disesuaikan dengan karakter dari kelas dan siswa yang beragam.

Pembelajaran yang diterapkan di sekolah hendaknya membiasakan siswa

untuk berpikir sendiri, mereka membangun pemahaman konsep dan

pengetahuan sendiri. Sehingga pengetahuan yang mereka peroleh dapat

membekas lama dalam pikiran mereka.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang menuntut siswa untuk

membangun pemahaman konsep siswa adalah pembelajaran inkuiri.

Dalam pendekatan pembelajaran inkuiri dilibatkan semua kemampuan

siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis dan

analisis layaknya seorang ilmuan. Pada pembelajaran inkuiri siswa

diberikan kesempatan untuk menggali potensinya sendiri dan membangun

konsep dari materi yang diajarkan. Selain itu mereka bertindak layaknya

seorang ilmuan yang diharapkan dapat menemukan sesuatu hal yang baru

bagi mereka sehingga ilmu yang mereka peroleh bukan hanya dari guru

tetapi berdasarkan apa yang mereka alami dan temukan sendiri.

Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh

karenanya kimia mempunyai karakteristik sama dengan IPA. Karakteristik

tersebut adalah objek ilmu kimia, cara memperoleh, serta kegunaannya.

Kimia merupakan ilmu yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan

berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya

kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif).

Kimia termasuk ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa,

mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan

komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energitika zat.

Oleh sebab itu, mata pelajaran kimia di SMA/MA mempelajari

segala sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat,

perubahan, dinamika, dan energitika zat yang melibatkan keterampilan dan

Page 16: KHASANAH-FITK

5

penalaran. Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak

terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa

fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuwan dan kimia

sebagai proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan

penilaian hasil belajar kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia

sebagai proses dan produk.

Konsep koloid yang diajarkan ditingkat SMA menuntut siswa

untuk dapat membuat berbagai macam sistem koloid dengan bahan-bahan

yang ada di sekitarnya. Dalam kompetensi ini berarti siswa harus dapat

memahami terlebih dahulu apa itu koloid, melakukan percobaan mana

yang termasuk bahan yang dapat menjadi sistem koloid, menganalisis

apakah benar sistem yang mereka buat adalah sistem koloid atau bukan,

dan menyimpulkan mana zat-zat dalam kehidupan sehari-hari mereka yang

dapat menjadi sistem koloid dan mana yang bukan.

Sesuai dengan kompetensi dasar pada konsep koloid maka

pembelajaran inkuiri mempunyai kriteria yang cocok digunakan pada

pembelajaran konsep koloid. Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti

ingin memfokuskan diri pada penelitian tentang “Pengaruh

Pembelajaran Kimia Berbasis Inkuiri terhadap Pemahaman Konsep

Siswa ”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi ada

beberapa masalah yang muncul yaitu :

1. Kurang bervariasinya metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru.

2. Keaktifan siswa di dalam proses pembelajaran masih kurang.

3. Kebosanan yang dialami siswa dengan metode ceramah yang

diterapkan guru.

4. Pemahaman siswa terhadap pelajaran kimia masih belum baik.

5. Hasil belajar kimia siswa masih belum sesuai dengan yang diharapkan.

Page 17: KHASANAH-FITK

6

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini dapat terarah dan tidak terlalu luas jangkauannya maka

diperlukan pembatasan masalah, adapun pembatasan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Pendekatan mengajar yang digunakan adalah pendekatan inkuiri yaitu

inkuiri terbimbing

2. Pemahaman konsep siswa tentang koloid dalam hal ini akan ditinjau

dari aspek kognitif dan psikomotor.

3. Subjek penelitian adalah siswa kelas X1 semester II SMA Negeri 3

Tangerang Selatan tahun pembelajaran 2009/2010.

D. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat pengaruh

pembelajaran kimia berbasis inkuiri terhadap pemahaman siswa?”

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pembelajaran

berbasis inkuiri terhadap pemahaman konsep siswa.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi

perorangan maupun bagi instansi pendidikan sebagai berikut:

1. Bagi peneliti; hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan

dalam menggunakan pembelajan berbasis inkuiri pada pembelajaran

kimia untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa, kelak jika

peneliti sudah menjadi seorang pendidik.

2. Bagi para pendidik; khususnya guru kimia, akan memperoleh masukan

tentang adanya variasi strategi pembelajaran sehingga dapat

menggunakannya sebagai salah satu alternatif dalam memperbaiki dan

meningkatkan pemahaman konsep siswa.

Page 18: KHASANAH-FITK

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR,

DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Hakikat Konstruktivisme

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang

kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu

proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi,

menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu. Dilihat

dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan

pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan

(2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered

approach).1

Pendekatan konstruktivisme adalah pendekatan yang berpangkal dari

kombinasi antara psikologi kognitif dengan psikologi sosial. Huitt W dalam

Conctructivism, Educational Psychology Interactive menyatakan bahwa: the basic in

constructivisme is that an individual lerner must actively “build” knowladge and skill an

information exists within this buili construcs rather than in external environtment.2 Jadi

dalam pendekatan konstruktivisme ini pengetahuan dibangun atau di konstruksi oleh orang

itu sendiri. John Dewey adalah tokoh filsafat yang memperkenalkan pendekatan ini. Inti

teori konstruktivis adalah gagasan bahwa pelajar masing-masing harus menemukan dan

mengubah informasi yang rumit kalau mereka ingin menjadikannya milik sendiri.3

Menurut pandangan para konstruktivis belajar adalah suatu proses dimana

pengetahuan diperoleh dengan jalan mengkaitkan informasi baru kepada pengetahuan yang

telah dimiliki sebelumnya secara individu.4 Dalam pembelajaran siswa dipandang telah

1 Akhmad Sudrajat, Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran.

(Oktober 2008) Diakses dari http://www.psb-psma.org. pada 27 Januari 2009. 2 Huitt, W, Constructivism. Educational Psychology Interactive. (Valdosta State University, 2009) diakses

dari http://teach.valdosta.edu/whuitt/col/cogsys/construct.html pada Juni 2009 3 Robert E Slavin, Psikologi Pendidikan Teori dan Praktek, jilid 2, (Jakarta: PT Indeks, 2009), h.6

4 Mulyati Arifin dkk, Staregi Belajar Mengajar Kimia, (Bandung: Jika, 2000), h. 112

Page 19: KHASANAH-FITK

8

memiliki pengetahuan awal kemudian dalam pembelajaran siswa akan membangaun

pemahamannya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang ia miliki kemudian dipadukan

dengan pengetahuan baru yang ia peroleh. Sehingga dalam pembelajaran, siswa menjadi

aktif dan bukan pasif. Fungsi guru dalam pembelajaran konstruktivisme adalah sebagai

fasilitator, artinya guru membantu siswa menemukan makna mereka sendiri bukannya

mengajari dan menguasai semua kegiatan di ruang kelas.

Implikasi konstruktivisme bagi pembelajaran menurut Wesley A. Hoover

setidaknya ada empat hal.5 Pertama, pembelajaran tidak dipandang sebagai hanya sebuah

proses transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Guru dalam pembelajaran

konstruktivisme bukanlah pemeran utama dalam pembelajaran, guru hanya berfungsi

sebagai fasilitator yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melihat tingkat

pemahamannya. Kedua, pembelajaran berdasar pada pengetahuan awal siswa, guru harus

mengetahui bahwa pengetahuan dan lingkungan belajar siswa sangat mempengaruhi

pembelajaran. Ketiga, siswa harus menggunakan pemahaman yang mereka miliki pada

situasi untuk membangun pengetahuan baru, guru harus melibatkan siswa dalam

pembelajarannya. Keempat, jika pengetahuan baru benar-benar di bangun maka dibutuhkan

waktu untuk membangunnya.

Senada dengan hal di atas, Widodo mengemukakan lima pandangan

konstruktivisme tentang belajar dan mengajar, yaitu:6

a. Pembelajar telah memiliki pengetahuan awal. Tidak ada pembelajar yang otaknya

benar-benar kosong. Pengetahuan awal yang dimiliki oleh pembelajar memainkan

peranan penting pada saat ia belajar tentang sesuatu hal yang ada kaitannya dengan apa

yang telah diketahui.

b. Belajar merupakan proses pengkonstruksian suatu pengetahuan berdasarkan

pengetahuan yang telah dimiliki. Pengetahuan tidak dapat ditransfer dari satu sumber

ke penerima, namun pembelajar sendirilah yang mengkonstruk pengetahuan.

c. Belajar adalah perubahan konsepsi pembelajar. Karena pembelajar telah memiliki

pengetahuan awal, maka belajar adalah proses mengubah pengetahuna awal siswa

5 Wesley A.Hoover, The Practice Implications of construstivism, diakses dari

http://www.sedl.org/pubs/sedletter/v09n03/practice.html pada Juni 2009 6 Ari Widodo, Konstruktivisme dan Pembelajaran Sains, ( Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 064,

2007), h. 98.

Page 20: KHASANAH-FITK

9

sehingga sesuai dengan konsep yang diyakini “benar” atau agar pengetahuan awal

siswa bisa berkembang menjadi suatu konstruksi pengetahuan yang lebih besar.

d. Proses pengkonstruksian pengetahuan berlangsung dalam suatu konteks sosial tertentu.

Sekalipun proses pengkonstruksian pengetahuan berlangsung dalam otak masing-

masing individu, namun sosial memainkan peran penting dalam proses tersebut sebab

individu tidak terpisah dari individu lainnya.

e. Pembelajar bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Guru atau siapapun tidak

dapat memaksa siswa untuk belajar sebab tidak ada seorangpun yang bisa mengatur

proses berpikir orang lain. Guru hanyalah menyiapkan kondisi yang memungkinkan

siswa belajar, namun apakah siswa benar-benar belajar tergantung sepenuhnya pada

diri pembelajar itu sendiri.

Jadi pada intinya pembelajaran konstruktivisme adalah pembelajaran yang

menyerahkan semua proses belajar kepada siswa dimana siswa membangun

pemahamannya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang ia miliki.

2. Hakikat Inkuiri

a. Pengertian Inkuiri

“Inquire” berarti menanyakan, meminta keterangan, atau menyelidiki. Inkuiri

dalam bahasa Inggris “Inquiry” berarti pertanyaan atau pemeriksaan atau penyelidikan.

Suchman mengembangkan model pembelajaran dengan pendekatan Inkuiri. Pendekatan

pembelajaran ini melatih siswa dalam proses untuk menginvestigasi dan menjelaskan

suatu fenomena yang tidak biasa. Proses-proses mental yang terdapat pada inkuiri ini

antara lain: merumuskan masalah, membuat hipotesis, mendesain eksperimen, melakukan

eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, dan menarik kesimpulan.7

Menurut Ratna Wilis Dahar, “metode inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan

belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan

menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan

sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri”. 8

7 Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar, ( Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 76

8 Ratna Wilis Dahar, Buku Materi Pokok Pengelolaan Kimia, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1986), h. 42

Page 21: KHASANAH-FITK

10

Pengajaran berdasarkan inkuiri adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa di

mana kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau mencari jawaban

terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang

digariskan secara jelas.

Menurut Hacket, di dalam Standar Nasional Pendidikan Sains di Amerika Serikat,

inkuiri digunakan dalam dua terminologi yaitu sebagai pendekatan pembelajaran

(scientific inquiry) oleh guru dan sebagai materi pelajaran sains (science as inquiry) yang

harus dipahami dan mampu dilakukan oleh siswa. .9 Sebagai strategi pembelajaran,

inkuiri dapat diimplementasikan secara terpadu dengan strategi lain sehingga dapat

membantu pengembangan pengetahuan dan pemahaman serta kemampuan melakukan

kegiatan inkuiri oleh siswa. Jadi inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan

semua kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki suatu permasalah dengan cara

yang sistematis dengan metode ilmiah untuk merumuskan penemuan.

Menurut Randy L.Bell dan kawan-kawan dalam “Simplifiying Inquary

Instructions” mengenai inkuiri adalah

At its heart, inquiry is an active learning process in which students answer

research questions through data analysis. One might argue that the most

authentic inquiry activities are those in which students answer their own questions

through analyzing data they collect independently. However, an activity can still

be inquiry based when the questions and data are provided, as long as students

are conducting the analysis and drawing their own conclusions. Furthermore,

most students need substantial scaffolding before they are ready to develop

scientific questions and design effective data collection procedures to answer

these questions.10

Dari pengertian inkuiri di atas, untuk melaksanakan pembelajaran inkuiri ada tiga

kondisi yang perlu diperhatikan, yaitu siswa berhadapan dengan suatu masalah real dan

bermakna bagi siswa dari suatu kejadian tertentu yang belum dikenalnya, siswa bebas

untuk mengumpulkan data dan menemukan urutannya sesuai dengan yang diinginkannya,

dan siswa berhadapan dengan lingkungan yang responsif, fleksibel, dan bebas untuk

berinteraksi sehingga informasi yang diperlukan siswa dapat diberikan dengan tepat.

9 Prof.Dr. Muslimin Ibrahim, Pembelajaran Inkuiri, diakses dari

http://herfis.blogspot.com/2009/07/pembelajaran-inkuiri.html pada November 2009 10

Randy L. Bell, Lara Smetana, and Ian Binns, Simplifiying Inquiry Instructions, diakses dari

http://www.ntsa.org 2005, pada Maret 2010

Page 22: KHASANAH-FITK

11

Proses inkuiri akan berlangsung terus menerus sehingga temuan baru itu

mempunyai arti bagi diri siswa. Guru sebagai fasilitator harus mempunyai langkah-

langkah tertentu untuk mendorong jenis inkuiri pada siswa. Langkah yang dapat diambil

oleh guru menurut Roestiyah harus:

1) Menstimulus dan menantang siswa untuk berpikir.

2) Memberikan fleksibilitas atau kebebasan untuk berinisiatif dan bertindak.

3) Memberikan dukungan untuk menemukan sesuatu.

4) Mendiagnosa kesulitan-kesulitan siswa dan membantu mengatasinya.

5) Mengidentifikasi dan menggunakan teach able moment sebaik-baiknya. 11

Sedangkan urutan pembelajaran berbasis inkuiri yang diajukan oleh NRC, langkah-

langkahnya sebagai berikut:

a) Tahap undangan untuk berinkuiri, dalam hal ini guru memberikan rangsangan agar

memotivasi dan menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga siswa mengajukan

pertanyaan yang diminati untuk diteliti. Oleh karena itu pada tahap ini diperlukan

keterampilan guru dalam mengajukan pertanyaan (keterampilan bertanya).

b) Tahap perencanaan percobaan, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan

dipersilahkan untuk merencanakan percobaan yang akan dilakukan berdasarkan

pertanyaan yang diajukan sendiri.

c) Tahap pelaksanaan percobaan, setelah rencana matang pelaksanaan penelitian pun

dilakukan melalui proses merakit dan menguji alat-alat, mendesain dan menguji

bentuk-bentuk pengumpulan data, mengembangkan data dan menguji jadwal

pengumpulan data, kelompok melakukan pengumpulan, penyusunan, dan

interpretasi data.

d) Tahap mengkomunikasikan hasil, pada tahap ini kelompok menciptakan laporan

tertulis untuk menjelaskan dan mempresentasikannya kepada kelompok lain.12

Agar pembelajaran inkuri ini berjalan dengan sukses, bukan hanya bergantung

pada silabus atau kurikulumnya saja. Guru menjadi kunci dalam pembelajarannya,

dimana guru harus mempunyai kemampuan untuk mengelola kelas agar pemelajaran

inkuri itu berhasil. Yang pertama guru harus menguasai instruksi atau perintah untuk

11

Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h.79-80. 12

Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, ..., h.76

Page 23: KHASANAH-FITK

12

melakukan inkuiri. Guru harus percaya pada kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa.

Untuk lebih menyukseskan pelaksanaan inkuiri maka guru membutuhkan kemampuan

untuk berpikir operasional, tentang materi yang akan diselidiki siswa, dan juga

pengatahuan tentang gaya belajar siswa.

Beberapa tindakan yang dapat perlu dilaksanakan guru pada pembelajaran inkuiri

yang sukses menurut Alan Colburn antara lain:

1) Menggunakan kalimat terbuka ketika bertanya kepada siswa.

2) Menunggu beberapa saat setelah pertanyaan itu diberikan untuk memberikan

kesempatan bagi siswa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.

3) Menanggapi jawaban siswa tanpa bermaksud untuk mengkritisi atau menghakimi.

4) Memberikan saran kepada siswa atas ide yang diberikan oleh siswa.

5) Mengelola kedisiplinan kelas.13

b. Jenis-jenis Inkuiri

Alan Colburn seorang professor di Universitas Negeri California membagi jenis

inkuiri menjadi empat yaitu inkuiri terstruktur (Structured inqury), inkuiri terbimbing

(Guided inquiry), inkuiri bebas (open inquiry), dan siklus belajar (learning cycle)14

.

1) Structured Inquiry

Pada pembelajaran inkuiri terstruktur guru memberikan permasalahan melalui

hands-on untuk diselidiki, berikut dengan bahan dan prosedur kerjanya. Tetapi guru tidak

memberitahukan hasil yang diharapkan dari kegiatan yang siswa lakukan. Siswa bertugas

menghubungkan antar variabel dan menyimpulkan data yang mereka peroleh.

2) Guide Inquiry

Pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu suatu model pembelajaran inkuiri yang

dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada

siswa. Sebagian perencanaannya dibuat oleh provides only the materials and problem to

investigate. Students devise their own procedure to solve the problem.”

Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing guru tidak melepas begitu saja kegiatan-

kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Guru harus memberikan pengarahan dan bimbingan

kepada siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa yang berifikir lambat

13

Alan Colburn, An Inquiry Primer, (Science Scope, 2000) diakses dari

http://www.nsta.org/main/news/pdf/ss003_42.pdf. 2008. h. 44 14

Alan Colburn, An Inquiry Primer, ….h. 42

Page 24: KHASANAH-FITK

13

atau siswa yang mempunyai intelegensi rendah tetap mampu mengikuti kegiatan-kegiatan

yang sedang dilaksanakan dan siswa mempunyai intelegensi tinggi tidak memonopoli

kegiatan oleh sebab itu guru harus memiiki kemampuan mengelola kelas yang bagus.

Inkuiri terbimbing biasanya digunakan terutama bagi siswa-siswa yang belum

berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. Pada tahap-tahap awal pengajaran

diberikan bimbingan lebih banyak yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan pengarah agar

siswa mampu menemukan sendiri arah dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan

untuk memecahkan permasalahan yang disodorkan oleh guru. Pertanyaan-pertanyaan

pengarah selain dikemukakan langsung oleh guru juga diberikan melalui pertanyaan

yang dibuat dalam LKS. Oleh sebab itu LKS dibuat khusus untuk membimbing siswa

dalam melakukan percobaan dan menarik kesimpulan.

3) Open Inquiry

Pendapat Alan Colburn tentang inkuiri jenis ini adalah “This approach is similar

to guided inquiry, with the addition that students also formulate their own problem to

investigate. Open inquiry, in many ways, is analogous to doing science. Science fair

activities are often examples of open inquiry.”

Pada model ini siswa harus mengidentifikasikan dan merumuskan macam

problema yang dipelajari dan dipecahkan. Jenis model inkuiri ini lebih bebas daripada

kedua jenis inkuiri sebelumnya.

4) Learning Cycle

Dalam siklus belajar, siswa mengikuti prosedur inkuiri terbimbing diikuti diskusi

yang dipimpin guru mengenai penemuan mereka. Siswa diberikan konsep yang akan

dibahas secara paralel. Siswa diberikan terlebih dahulu pengetahuan sebelum mereka

mengenalnya. Kemudian mereka kembali lagi ke laboratorium untuk menerapkan apa

yang telah mereka pelajari pada situasi yang baru.

c. Keuntungan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Inkuiri

Seperti halnya metode pembelajaran yang lain, inkuiri juga mempunyai beberapa

keunggulan dan kelemahan. Diantara keunggulan itu menurut Wina Sanjaya adalah

sebagai berikut:

Page 25: KHASANAH-FITK

14

1) Inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada

pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang,

sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.

2) Inkuiri dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan

gaya belajar mereka.

3) Inkuiri dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang

menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya

pengalaman.

4) Inkuiri dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan belajar di

atas rata-rata. 15

Di samping keuntungan ada juga kelemahan-kelemahan dalam metode inkuiri.

Menurut Jerome Bruner kelemahan itu antara lain:

a) Diperlukan keharusan kesiapan mental untuk cara belajar. Dengan percaya diri yang

kuat. Pembelajar harus mampu menghilangkan hambatan.

b) Jika pendekatan inkuiri diterapkan dalam kelas dengan jumlah pembelajar yang besar,

kemungkinan besar tidak berhasil.

c) Pembelajar yang terbiasa belajar dengan pengajaran tradisional yang telah dirancang

pengajar, biasanya agak sulit untuk memberi dorongan. Lebih-lebih kalau harus

belajar mandiri. Dampaknya dapat mengecewakan pengajar dan pembelajar sendiri.

d) Lebih mengutamakan dan mementingkan pengertian, sikap dan keterampilan

memberi kesan terlalu idealis. Ada kesan dananya terlalu banyak, lebih-lebih kalau

penemuannya kurang berhasil, hanya merupakan suatu pemborosan belaka. 16

3. Pemahaman Konsep

Arti pemahaman dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” adalah proses, cara,

perbuatan memahami atau memahamkan.17

Pemahaman juga diartikan dari kata

“understanding” Michener menyatakan bahwa pemahaman merupakan salah satu aspek

dalam Taksonomi Bloom. Pemahaman diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi

15

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada

Media Group,Cet. Ke 5, 2008), h.206 16

Anonimous, Pendekatan Inquiri dalam Mengajar, artikel diakses dari

http://pakdesofa.blog.plasa.com/archives/24 pada Oktober 2009 17

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustka, 2002), h.811

Page 26: KHASANAH-FITK

15

bahan yang dipelajari. Pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan suatu situasi

atau suatu tindakan. Untuk memahami suatu objek itu sendiri, relasinya dengan objek lain

yang sejenis, relasinya dengan objek lain yang tidak sejenis, dan relasinya dengan objek

dalam teori lainnya.

Dalam kamus ilmiah popular, konsep bermakna ide umum, pengertian, pemikiran,

rancangan, rencana dasar.18

Menurut Syaiful Sagala, konsep merupakan buah pemikiran

seseorang atau kelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan

produk pengetahuan yang meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari

fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak.19

Oleh karena itu, yang dimaksud dengan pemahaman konsep adalah kemampuan

untuk menjelaskan suatu situasi atau tindakan yang dinyatakan dalam definisi sehingga

melahirkan produk pengetahuan yang meliputi prinsip, hukum, dan teori.

Bloom memyebutkan bahwa ada tiga kategori pemahaman, yakni penerjemahan

(translation), penafsiran (interpretation), dan ekstrapolasi (extrapolation).20

Adapun

masing-masing kategori pemahaman mengandung pengertian sebagai berikut :

a. Penerjemahan (translation) yaitu pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan

siswa dalam menerjemahkan kalimat dalam soal menjadi bentuk lain, misalnya

menyebutkan variable-variabel yang diketahui dan yang ditanyakan atau mengubah

dari lambing ke arti.

b. Penafsiran (interpretation) yaitu pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan

siswa dalam menentukan konsep-konsep yang tepat untuk digunakan dalam

menyelesaikan masalah/soal.

c. Pembuatan ekstrapolasi (extrapolation), yaitu pemahaman yang berkaitan dengan

kemampuan siswa menyimpulkan konsep yang telah diketahui dengan

menerapkannya dalam perhitungan matematis untuk menyelesaikan soal.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, pemahaman konsep kimia

yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kemampuan siswa dalam menentukan konsep-

konsep yang tepat untuk digunakan dalam menyelesaikan soal.

18

Ahmad Maulana, dkk, Kamus Ilmiah Populer lengkap Edisi Terbaru, (Yogyakarta:Absolut, 2004),

h.239. 19

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2006), cet. Ke 4, h. 71. 20

Syaiful Sagala, Konsep dan …, (Bandung : Alfabeta, 2003), h.157

Page 27: KHASANAH-FITK

16

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pemahaman siswa menurut

Wahyudi adalah sebagai berikut:21

a. Tingkat Usia

Pada tahap usia SD, kebanyakan pemahaman mereka ditekankan tingkat hafalan

(role learning), tanpa tekanan untuk menjelaskan mengapa atau bagaimana.

Sedangkan pada tahap usia SLTP maupun SMU, pembelajaran haruslah dipusatkan

pada pemberdayaan (empowerment) siswa untuk mencapai tingkat pemahaman yang

lebih tinggi yaitu pemahaman relasional.

b. Pendekatan pembelajaran yang digunakan guru dalam kegiatan belajar mengajar

(KBM).

Pemilihan terhadap penggunaan pendekatan sangat mempengaruhi pemahaman

siswa. Jika kita mengharapkan pembelajaran yang menekankan kepada pencapaian

tingkat pemahaman siswa yang lebih tinggi atau pembelajaran bermakna bagi siswa,

kita harus dapat memilih dan menggunakan cara-cara atau pendekatan pembelajaran

yang sesuai dengan bahan ajar. Dengan demikian akan tercapailah tujuan akhir

pembelajaran.

c. Motivasi Siswa.

Siswa dapat dikelompokkan menjadi tiga, kelompok pertama adalah kelompok siswa

yang benar-benar ingin belajar (willing to learn), ingin memahami apa yang akan

dipelajari selama proses belajar mengajar. Kelompok ini memiliki motivasi yang

sangat tinggi. Kelompok kedua adalah kelompok siswa yang hanya ingin nilai terbaik

(to gain a good mark). Siswa dikelompok ini biasanya punya motivasi dan tingkat

partisispasi yang tinggi dalam proses kegiatan belajar mengajar, namun labbil. Dan

kelompok yang ketiga adalah kelompok siswa yang sekedar ikut sekolah (to have fun

at school) atau lebih tepatnya kelompok penggembira. Bagi mereka yang penting

adalah masuk sekolah dan baik kelas.

Kriteria yang digunakan untuk mengetahui persentase pemahaman siswa menurut

Suharsimi Arikunto dalam Dwi Yulianti adalah22

:

21

Wahyudi, Tingkat Pemahaman Siswa Terhadap Materi Pembelajaran IPA, Balitbang Diknas.

Alghiptra.Blogspot.com/2007/08/tpk-ipa-saduran.html.2008.h.13-16

Page 28: KHASANAH-FITK

17

1) Persentase antara 0 – 30 termasuk kategori persentase pemahaman kurang sekali.

2) Persentase antara 31 – 55 termasuk kategori persentase pemahaman kurang.

3) Persentase antara 56 – 65 termasuk kategori persentase pemahaman cukup.

4) Persentase antara 66 – 79 termasuk kategori persentase pemahaman baik.

5) Persentase antara 80 – 100 termasuk kategori persentase pemahaman baik sekali.

4. Konsep Koloid

Sistem dispersi adalah sistem dimana suatu zat tersebar merata (fase terdispersi)

di dalam zat lain (fase pendispersi atau medium). Fase terdispersi bersifat diskontinu

(terputu-putus) sedangkan medium disperse bersifat kontinu. Ada tiga jenis sistem

dispersi yaitu larutan, suspensi, dan koloid.

Larutan adalah keadaan dimana zat terlarut (molekul, atom, ion) terdispersi secara

homogen dalam zat pelarut. Larutan bersifat stabil dan tak dapat disaring, tidak ada

endapan. Diameter partikel zat terlarut lebih kecil dari 10-7

cm. Contoh : larutan sirup,

larutan garam. Suspensi adalah keadaan dimana zat terlarut terdipersi secara

heterogendalam zat pelarut, sehingga partikel-partikel zat terlarut cenderung mengendap

dan dapat dibedakan dari zat pelarutnya. Suspensi bersifat diskontinu, dapat disaring dan

merupakan sistem 2 fase. Diameter partikel zat terlarut lebih besar dari 10-5

cm. Contoh:

air sungai, air kapur. Koloid adalah suatu campuran yang keadaannya berada diantara

larutan dan suspensi/larutan kasar. Koloid terlihat sebagai campuran homogen, namun

digolongkan sebagai campuran heterogen secara mikrokopis. Koloid umumnya bersifat

stabil dan tidak dapat disaring, campuran 2 fase. Diameter zat terlarut antar 10-7

-10-5

cm.

Pada umumnya zat yang ditemukan pada kehidupan sehari-hari berada dalam

keadaan koloid sehingga semua cabang ilmu kimia sangat berkepentingan dengan kimia

koloid, diantaranya:

1. Semua jaringan bersifat koloidal

2. Tanah terdiri dari bagian-bagian yang bersifat koloid sehingga ilmu tanah, pertanian

dan sebagainya harus mencakup penerapan kimia koloid pada tanah

22

Dwi Yulianti, Prosentase Pemahaman Siswa pada Konsep Unsur, Senyawa, Campuran, Molekul, Angka

Indeks dan Koefisiean. Penelitian Staf Pengajar Universitas Lampung, diakses dari www.scrib.com pada November

2009

Page 29: KHASANAH-FITK

18

3. Pengetahuan tentang koloid sangat diperlukan dalam industri cat, keramik, plastik,

tekstil, kertas, lem, tinta, semen, karet, kulit, penyedap, mentega, keju, susu dan

makanan lain, pelumas, sabun, obat semprot pertanian dan insektisida, gel, selai dan

lain-lain.

Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaanya terletak antara

larutan dan suspensi (campuran kasar). Sistem koloid ini mempunyai sifat-sifat khas yang

berbeda dari sifat larutan atau suspensi. Keadaan koloid bukan ciri dari zat tertentu karena

semua zat, baik padat, cair, maupun gas, dapat dibuat dalam keadaan koloid. Karena

sistem koloid sangat berpengaruh bagi kehidupan sehari-hari, kita harus mempelajarinya

lebih mendalam agar kita dapat menggunakannya dengan benar dan dapat bermanfaat

untuk diri kita.

Berdasarkan fase mediumnya, sol, emulsi, dan buih masih terbagi atas beberapa

jenis yaitu sol padat, sol cair, sol gas, emulsi padat, emulsi cair, emulsi gas, buih padat,

dan buih cair. Secara jelaskan akan dipaparkan sebagai berikut, koloid terdiri atas bagian-

bagian berikut:

1. Sol padat (padat-padat)

Sol padat ialah jenis koloid dengan zat fase padat terdispersi dalam zat fase padat.

Contoh:' logam paduan, kaca berwama, intan hitam, permata (gem) dan baja.

2. Sol cair (padat-cair)

Sol cair ialah jenis koloid dengan zat fase padat terdispersi dalam zat fase cair.

Berarti, Hal ini berarti zat terdispersi fase padat dan medium fase cair. Contoh: cat,

tinta, dan kanji.

3. Sol gas (padat-gas)

Sol gas (aerosol padat) ialah koloid dengan zat fase padat terdispersi dalam zat fase

gas. Hal ini berarti zat terdispersi fase padat dan medium fase gas. Contoh: asap dan

debu.

4. Emulsi padat (cair-padat)

Emulsi padat (gel) ialah koloid dengan zat fase cair terdispersi dalam zat fase padat.

Hal ini berarti zat terdispersi fase cair dan medium fase padat. Contoh: mentega, keju,

jeli, dan mutiara.

Page 30: KHASANAH-FITK

19

5. Emulsi cair (cair-cair)

Emulsi cair (emulsi) ialah koloid dengan zat fase cair terdispersi dalam zat fase cair.

Hal ini berarti zat terdispersi fase cair dan medium fase cair. Contoh emulsi minyak

dalam air : susu , minyak ikan, dan santan kelapa.

6. Emulsi gas (cair-gas)

Emulsi gas (aerosol cair) ialah koloid dengan zat fase cair terdispersi dalam zat fase

gas. Hal ini berarti zat terdispersi fase cair dan medium fase gas. Contoh: obat-obat

insektisida (semprot), kabut, dan hair spray.

Emulsi adalah suatu sistem koloid dimana fase terdispersi dan medium

pendispersinya tidak dapat bercampur. Untuk membentuk emulsi digunakan zat

pengemulsi atau emulgator yang berfungsi sebagai zat penstabil. Misalnya saja sabun

untuk mengemulsi minyak dan air, kasein sebagai emulgator dalam susu (lemak

dalam air).

7. Buih padat (gas-padat)

Buih padat ialah koloid dengan zat fase gas terdispersi dalam zat fase padat. Hal ini

berarti zat terdispersi fase gas dan medium fase padat. Contoh: busa jok dan batu

apung, styrofoam, nasi, marshmallow.

8. Buih cair (gas-cair)

Buih cair (buih) ialah koloid dengan zat fase gas terdispersi dalam zat fase cair.

Berarti, zat terdispersi faso gas dan medium fase cair. Contoh: buih sabun, ombak,

buih soda, dan krim kocok.

Seperti telah disebutkan di atas bahwa koloid mempunyai perbedaan dengan

suspense dan larutan diantara perbedaan itu, koloid mempunyai sifat yang khas yaitu:

1. Efek Tyndall

Adalah sifat penghamburan cahaya oleh koloid. Ditemukan oleh John tyndall,

oleh karena itu sifat ini dinamakan Tyndall. Efek Tyndall digunakan untuk

membedakan sistem koloid dari larutan sejati. Salah satu cara mengenali koloid adalah

menjatuhkan seberkas cahaya kepada objek. Larutan bersifat meneruskan cahaya,

sedangkan koloid bersifat menghamburkan cahaya. Berkas cahaya yang melalui koloid

dapat diamati dari arah samping walaupun partikel koloidnya tidak tampak. Jika

pertikel terdispersinya kelihatan, maka sistem tersebut disebut suspensi. Contohnya

Page 31: KHASANAH-FITK

20

sorot lampu proyektor di ruangan yang berasap dan berkas sinar matahari melalui

celah daun pohon pada pagi hari yang berkabut.

2. Gerak Brown

Merupakan gerak lurus yang tidak beraturan (zig-zag) dari partikel koloid

dalam medium pendispersi. Gerak ini terjadi akibat tabrakan antara partikel koloid

dengan medium pendispersinya. Gerak brown dipengaruhi oleh ukuran partikel dan

suhu, semakin kecil ukuran partikel koloid akan semakin cepat pula gerakannya.

Semakin tinggi sushu sistem koloid, semakin besar energi kinetik yang dimiliki

partikel medium. Akibatnya, gerak Brown dri partikel fase terdispersinya semakin

cepat. Gerak brown menyebabkan sistem koloid stabil.

3. Adsorpsi koloid

Adsorpsi adalah proses penyerapan suatu zat di permukaan zat lain. Zat yang

diserap disebut fase terserap dan zat yang menyerap disebut adsorpen. Hal ini karena

adanya gaya tarik molekul-molekul pada permukaan adsorpen. Daya adsorpsi partikel

koloid tergolong besar, karena pertikelnya memiliki permukaan yang luas.

Pemanfaatan adsorpsi dalam kehidupan sehari-hari antara lain:

1. Proses pemutihan gula pasir.

2. Penyembuhan sakit perut dengan serbuk karbon atau norit.

3. Penjernihan air keruh dengan menggunakan tawas (Al2(SO4)3).

4. Penggunaan arang aktif pda masker untuk menyerap gas yang beracun, dan filter.

pada rokok yang berfungsi mengikat asap nikotin dan tar.

4. Koagulasi

Partikel koloid memiliki sifat stabil karena memiliki muatan listrik yang

sejenis. Apabila muatan listrik itu hilang, maka partikel koloid tersebut akan

bergabung membentuk gumpalan. Proses penggumpalan partikel koloid dan

pengendapannya disebut Koagulasi.

Proses koagulasi dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu:

Page 32: KHASANAH-FITK

21

a. Secara mekanik melalui pengadukan cepat, pendinginan (pembuatan agar-agar,

pembuatan es lilin), dan pemanasan (larutan sagu dipasakan, perebusan telur, santan

dipanaskan, pembuatan tahu).

b. Penambahan elektrolit (asam, basa, garam) misalnya penambahan susu dengan

sirup masam, penambahan tawas pada air sungai. Jika bagian tubuh mengalami

luka maka ion Al3+

atau Fe3+

segera menetralkan partikel albuminoid yang

dikandung darah sehingga terjadi penggumpalan darah yang menutupi luka. Pada

pengolahan karet, partikel-partikel karet dalam lateks digumpalkan dengan

penambahan asam asetat atau asam format sehingga karet dapat dipisahkan dari

lateksnya.

c. Pencampuran antara dua koloid yang berlawanan muatan. Misalnya Fe(OH)3 yang

bermuatan positif akan menggumpal jika dicampur dengan As2S3 yang bermuatan

negatif.

5. Elektroforesis

Partikel-partikrl koloid mempunyai muatan listrik yan g berbeda, pertikel ini

akan bergerak dalam medan listrik. Pergerakan partikel koloid dalam medan listriik

disebut dengan elektroforesisi. Elketroforesis ini dapat digunakan untuk menentukan

jenis muatan partikel koloid.

Manfaat dari elektroforesis:

a. Untuk menentukan muatan partikel koloid

b. Untuk mengidentifikasi DNA

c. Untuk memproduksi barang industri yang terbuat dari karet.

d. Untuk mengurangi zat pencemar udara yang dikeluarkan dari cerobong asap pabrik

dengan alat yang disebut Cottrel.

6. Dialisis

Dialaisis adalah suatu proses penghilangan ion-ion pengganggu kestabilan

dengan menggunakan selaput membran semipermiabel. Suatu koloid biasanya

bercampur dengan ion-ion pengganggu, karena partikel koloid memiliki sifat

mengadsorpsi. Pemisahan ion pengganggu ini dapat dilakukan dengan memasukkan

Page 33: KHASANAH-FITK

22

koloid dalam membran semipermiabel (selofan), baru kemudian akan dialiri air yang

mengalir. Karena diameter ion pengganggu jauh lebih kecil daripada koloid, maka ion

pengganggu akan merembes melewati pori-pori kertas selofan, sedangkan partikel

koloid akan tertinggal.

Aplikasi proses dialisis dalam kehidupan sehari-hari adalah proses cuci darah

untuk penderita gagal ginjal. Jaringan ginjal bersifat semipermiabel, selaput ginjalnya

hanya dapat dilewati oleh air dan molekul sederhana seperti urea, tetapi menahan

partikel-partikel koloid seperti sel-sel darah merah.

7. Koloid pelindung

Koloid pelindung adalah sistem koloid yang ditambahakan pada koloid lain

agar diperoleh koloid yang stabil. Koloid pelindung ini anak membungkus partikel

terdispersi sehingga tidak dapat lagi berkelompok dan menggumpal.

Contoh koloid pelindung antara lain:

- gelatin yang digunakan pada pembuatan es krim untuk mencegah pembentukan

kristal es yang keras dan kasar,

- cat dan tinta dapat bertahan lama juga karena adanya koloid pelindung

- zat-zat pengemulsi seperti sabun dan detergen juga tergolong koloid pelindung.

8. Koloid Liofil dan Liofob

Koloid liofil adalah koloid yang partikelnya menarik (suka) medium

pendispersinya. Contohnya agar-agar, kanji, lem, gelatin. Koloid liofob adalah koloid

yang pertikelnya tidak menarik (tidak suka) medium pendispersinya. Contohnya

adalah koloid logam. Koloid liofil lebih stabil jika dibandingkan dengan koloid liofob.

Suatu zat dapat dibuat menjadi koloid dengan beberapa cara. Pembuatan partikel

koloid dapat dilakukan dengan memperbesar partikel larutan atau memperkecil partikel

suspensi. Maka dari itu ada dua metode dasar dalam pembuatan system koloid yaitu

disperse dan kondensasi.

Dispers

i Larutan Koloid Suspensi

Kondensasi

Page 34: KHASANAH-FITK

23

1. Cara kondensasi

Merupakan cara pembuatan koloid dengan cara menggabungkan larutan sejati

menjadi partikel koloid. Pembuatan koloid dengan metode kondensasi biaanya

dilakukan dengan cara reaksi redoks, hidrolisis, penggantian pelarut dekomposisi

rangkap. Untuk lebih jelasnya simak pemaparan berikut ini;

a. Reaksi dekomposisi rangkap

Misalnya:

- Sol As2S3 dibuat dengan gaya mengalirkan H2S dengan perlahan-lahan melalui

larutan As2O3 dingin sampai terbentuk sol As2S3 yang berwarna kuning terang;

As2O3 (aq) + 3H2S(g) → As2O3 (koloid) + 3H2O(l)

(Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaannya menyerap ion S2-

)

- Sol Al(OH)3 dapat diperoleh dari reaksi hidrolisis garam Al dalam air mendidih;

AlCl3 (aq) + 3H2O(l) → Al(OH)3 (koloid) + 3HCl(aq)

b. Reaksi reduksi-oksidasi (redoks)

Misalnya:

- Sol belerang dapat dibuat dengan mereduksi SO2 yang terlarut dalam air dengan

mengalirinya gas H2S ;

2H2S(g) + SO2 (aq) → 3S(s) + 2H2O(l)

c. Penggatian pelarut

Cara ini dilakukan dengan mengganti medium pendispersi sehingga fasa terdispersi

yang semulal arut setelah diganti pelarutanya menjadi berukuran koloid. Misalnya;

- untuk membuat sol belerang yang sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam

alkohol seperti etanol dengan medium pendispersi air, belarang harus terlebih dahulu

dilarutkan dalam etanol sampai jenuh. Baru kemudian larutan belerang dalam etanol

tersebut ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam air sambil diaduk. Sehingga

belerang akan menggumpal menjadi pertikel koloid dikarenakan penurunan kelarutan

belerang dalam air.

Page 35: KHASANAH-FITK

24

2. Cara dispersi

Merupakan cara pembuatan koloid dengan memecah partikel-partikel kasar (besar)

menjadi partikel koloid. Proses disperse ini dapat dilakukan dengan beberapa cara

yaitu cara mekanik, peptisasi, dan busur bredig. Simak penjelasan berikut ini.

a. Cara Mekanik

Cara mekanik adalah penghalusan partikel-partikel kasar zat padat dengan proses

penggilingan untuk dapat membentuk partikel-partikel berukuran koloid. Alat yang

digunakan untuk cara ini biasa disebut penggilingan koloid, yang biasa digunakan

dalam:

- industri makanan untuk membuat jus buah, selai, krim, es krim,dsb.

- Industri kimia rumah tangga untuk membuat pasta gigi, semir sepatu, deterjen, dsb.

- Industri kimia untuk membuat pelumas padat, cat dan zat pewarna.

- Industri-industri lainnya seperti industri plastik, farmasi, tekstil, dan kertas.

b. Cara peptisasi.

Cara peptisasi adalah pembuatan koloid/sistem koloid dari butir-butir kasar atau dari

suatu endapan/proses pendispersi endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi

(pemecah). Zat pemecah tersebut dapat berupa elektrolit khususnya yang

mengandung ion sejenis ataupun pelarut tertentu.

Contoh:

- Agar-agar dipeptisasi oleh air ; karet oleh bensin.

- Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S ; endapan Al(OH)3 oleh AlCl3.

- Sol Fe(OH)3 diperoleh dengan mengaduk endapan Fe(OH)3 yang baru terbentuk

dengan sedikit FeCl3. Sol Fe(OH)3 kemudian dikelilingi Fe+3

sehingga bermuatan

positif.

- Beberapa zat mudah terdispersi dalam pelarut tertentu dan membentuk sistem kolid.

Contohnya; gelatin dalam air.

c. Cara Busur Bredig

Cara busur Bredig ini digunakan untuk membuat sol-sol logam, sperti Ag, Au, dan Pt.

Dalam cara ini, logam yang akan diubah menjadi partikel-partikel koloid akan

digunakan sebagai elektrode. Kemudian kedua logam dicelupkan ke dalam medium

Page 36: KHASANAH-FITK

25

pendispersinya (air suling dingin) sampai kedua ujungnya saling berdekatan.

Kemudian, kedua elektrode akan diberi loncatan listrik. Panas yang timbul akan

menyebabkan logam menguap, uapnya kemudian akan terkondensasi dalam medium

pendispersi dingin, sehingga hasil kondensasi tersebut berupa pertikel-pertikel kolid.

Karena logam diubah jadi partikel kolid dengan proses uap logam, maka metode ini

dikategorikan sebagai metode dispersi.

B. KERANGKA BERPIKIR

Kimia termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia mempunyai karakteristik

sama dengan IPA. Karakteristik tersebut adalah objek ilmu kimia, cara memperoleh, serta

kegunaannya. Pada awalnya kimia diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan

(induktif), namun pada perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan

dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Kimia merupakan ilmu yang mencari

jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan

dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat yang

melibatkan keterampilan dan penalaran. Kimia termasuk pelajaran yang mempunyai sifat

abstrak, juga bahan/materinya banyak sehingga sebagian besar siswa menganggap kimia

sebagai satu pelajaran yang sulit.

Keberhasilan pembelajaran sehingga siswa dapat memahami konsep yang

dipelajari memerlukan suatu perencanaan pembelajaran yang baik. Pemilihan

pendekatan, metode, dan model pembelajaran dapat mempengaruhi keberhasilan

pembelajaran. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kesulitan siswa

dalam memahami kimia adalah dengan menggunakan pendekatan belajar yang

memberikan pengalaman nyata bagi siswa dan melibatkan siswa lebih aktif dalam proses

pembelajaran.

Pembelajaran berbasis inkuiri memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menggali potensi yang mereka miliki. Dalam pembelajaran berbasis inkuiri siswa

diberikan kesempatan untuk bertindak layaknya seorang ilmuwan yang ingin menemukan

sebuah hal baru yang belum mereka ketahui. Pembelajaran berbasis inkuiri merupakan

sebuah alternatif bagi guru untuk menghindari rasa bosan siswa ketika menerima

pelajaran. Selain itu juga untuk melatih siswa mengembangkan kemampuan dan

Page 37: KHASANAH-FITK

26

pengetahuan yang sudah mereka miliki sebelumnya. Jadi guru bertindak sebagai

fasilitator dalam pembelajaran inkuiri.

Dengan pembelajaran berbasis inkuiri siswa diharapkan akan lebih cepat

memahami konsep-konsep pelajaran yang diharapkan pahami siswa. Karena seperti yang

telah diketahui jika seseorang mengalami dan melaksanan sendiri suatu proses

pembelajaran maka kemungkinan ia memahami pelajaran atau konsep akan lebih besar

dan lebih tahan lama melakat dalam daya ingatannya.

C. PENGAJUAN HIPOTESIS

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan

hipotesisnya sebagai berikut: “Terdapat pengaruh pembelajaran kimia berbasis inkuiri

terhadap pemahaman konsep siswa”.

Page 38: KHASANAH-FITK

27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di SMA Negeri 3 Tangerang Selatan

pada bulan Mei, semester dua tahun ajaran 2009-2010.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan ekperimental lemah. Desain

penelitian yang digunakan adalah one-group pretest-postest design. Desain ini

dapat digambarkan seperti berikut1:

Table 3.1 Desain Penelitian

Pretest Perlakuan Posttest

O1 X O2

Keterangan :

X : perlakuan dengan menggunakan pembelajaran kimia berbasis inkuiri

O1 : nilai pretest sebelum diberikan pembelajaran inkuiri

O2 : nilai posttest setelah diberikan pembelajaran inkuiri

C. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

purposive sampling yaitu pengambilan unsur sampel atas dasar tujuan tertentu

sehingga memenuhi keinginan dan kepentingan peneliti.2

1 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 110-111

2 Hadeli, Metode Penelitian Kependidikan,(Ciputat: Quantum Teaching, 2006), h. 71

Page 39: KHASANAH-FITK

28

1. Populasi target

Seluruh siswa SMA N 1 Pamulang yang terdaftar pada semester dua

tahun ajaran 2009-2010 yang mendapat pelajaran kimia.

2. Populasi terjangkau

Seluruh siswa kelas XI SMA N 1 Pamulang yang terdaftar pada semester

dua tahun ajaran 2009-2010 dan mendapat konsep koloid.

3. Sampel

Sampel yang diambil adalah kelas XI-A yang berjumlah sebanyak 40

siswa.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa

tes tertulis, adapun angket sebagai data pendukung.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang akan digunakan untuk mengumpulkan data pada

penelitian ini terdiri atas dua jenis yaitu :

1. Instrumen Pembelajaran

Instrumen pembelajaran terdiri atas silabus dan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP). Selain itu digunakan juga Lembar Kerja Siswa

(LKS) yang digunakan untuk membuat siswa lebih aktif dalam belajar.

2. Instrumen Pengumpulan Data

a. Tes Hasil Belajar

Tes ini diberikan untuk mengetahui tingkat penguasaan konsep dan

pemahaman siswa pada konsep koloid. Tes yang digunakan berupa tes

objektif pilhan ganda.

Page 40: KHASANAH-FITK

29

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Tes Hasil Belajar

N

o Indikator

Jenjang Kognitif Jumlah

C1 C2 C3 C4 C5

1 Mengklasifikasikan

suspensi kasar, larutan

sejati, dan koloid

berdasarkan data hasil

percobaan

(homogenitas/heterogen

itas, penyaringan dan

effek thyndall).

2,4*,6

* 1

*,3,5 6

2 Mengelompokkan jenis

koloid berdasarkan fase

terdispersi dan medium

pendispersi.

7,8,9*,10,

11,12, 13

7

3 Menjelaskan proses

pembuatan koloid.

14 15,16,17,

18,19

6

4 Mendeskripsikan sifat-

sifat koloid (Efek

tyndall dan koagulasi)

melalui percobaan.

20,21*,

22*

23*,24,

25,

26,27*

8

5 Mendeskripsikan

peranan koloid pada

industri kosmetik,

makanan, dan farmasi.

28*,

29,30

3

Jumlah 14 8 8 30

b. Angket

Angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa tentang proses

pembelajaran dan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemahaman

Page 41: KHASANAH-FITK

30

siswa pada konsep koloid dengan pendekatan inkuiri yang digunakan

dalm proses pembelajaran. Selain itu digunakan untuk mendapatkan

data sekunder yang mendukung dari data primer.

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

1. Teknik Pengolahan Data

Untuk mengolah data yang telah diperoleh dari lapangan, maka

dipergunakan teknik sebagai berikut :

a. Editing

Editing adalah tahap pertama dalam pengolahan data yang

dilakukan untuk pengecekan terhadap pengisian lembar observasi dan tes

tulis yang diberikan, setiap lembar observasi dan lembar jawaban dari

soal tes diperiksa satu per satu untuk memastikan pengisiannya sesuai

dengan petunjuk.

b. Skoring

Setelah dilakukan editing, maka penulis melakukan pemberian

skor terhadap butir indikator-indikator yang ada pada lembar observasi.

c. Tabulating

Adalah proses mengubah data ke dalam bentuk tabel,

selanjutnya dinyatakan dalam bentuk frekuensi dan persentase.

2. Kalibrasi Instrumen

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan analisis kuantitatif.

Sebelum soal pada tes pilihan ganda digunakan terlebih dahulu

dilakukan uji pendahuluan berupa uji validitas, reliabilitas, daya pembeda,

dan taraf kesukaran.

a. Uji validitas

Validitas berasal dari kata validity, dapat diartikan tepat atau

sahih, yakni sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam

Page 42: KHASANAH-FITK

31

melakukan fungsi ukurnya.3 Rumus yang diguanakan untuk menghitung

koefisien korelasi biserial antara skor butir dengan skor total tes adalah4:

rbis =Xi − X t

St

pi

qi

Keterangan :

rbis adalah koefisien korelasi

Xi adalah rata-rata skor total responden menjawab benar butir soal nomor

Xt adalah rata-rata skor total semua responden

St adalah standar deviasi skor total semua responden

pi adalah proporsi jawaban benar untuk butir nomor i

qi adalah proporsi jawaban salah untuk butir nomor i

Soal dikatakan valid jika nilai r hitung lebih besar dari r table.

b. Uji reliabilitas

Reliabilitas bermakna keterpercayaan, keterandalan, keajegan,

kestabilan, atau konsistensi, dapat diartikan sejauhmana hasil suatu

pengukuran dapat dipercaya dan konsisten.5

rii =k

k− 1 1 −

Si2

St2

Keterangan:

rii adalah koefisien realibilitas tes

k adalah jumlah butir soal

Si adalah varians skor butir soal

St adalah varians skor total

c. Uji daya pembeda

3 Ahmad Sofyan dkk, Evaliuasi Pelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta

Press, 2006), cet. Ke 1, h. 105 4 Ahmad Sofyan, dkk, Evaluasi ... , h. 109

5 Ahmad Sofyan dkk, Evaluasi ..., h.106

Page 43: KHASANAH-FITK

32

Daya beda dugunakan untuk mengetahui kemampuan butir

dalam membedakan kelompok siswa antara kelompok siswa yang pandai

dengan kelompok siswa yang kurang pandai.

Rumus yang digunakan adalah6

𝐷 =(𝐵𝑎 − 𝐵𝑏)

0,5 𝑁

Keterangan:

D adalah daya beda soal

Ba adalah jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok atas

Bb adalah jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok bawah

N adalah jumlah siswa

Klsifikasi daya pembeda ;

0,70 - 1,00 = baik sekali (excellent)

0,40 - 0,70 = baik (good)

0,20 – 0,40 = cukup (statisfactory)

0,00 – 0,20 = jelek (poor)7

d. Uji taraf kesukaran

Taraf kesukaran merupakan salah satu analisis kuantitatif

konvensional paling sederhana dan mudah. Hasil hitungnya merupakan

proporsi atau perbandingan antara siswa yang menjawab benar dengan

keseluruhan siswa yang mengikuti tes.

Rumus yang digunakan adalah 8

𝑃 =𝐵

𝐽𝑆

Keterangan :

P adalah proporsi atau indeks kesukaran

B adalah jumlah siswa yang menjawab benar

6 Ahmad Sofyan dkk Evaluasi ...., h.105

7 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2002),

h.221 8Ahmad Sofyan dkk, Evaluasi ...., h.103

Page 44: KHASANAH-FITK

33

JS adalah jumlah siswa

Tingkat kesukaran yang baik adalah P = 0,5. Ketentuan lain adalah jika:

P = 0 – 0,30 soal dikatakan sukar

P = 0,30 – 0,70 soal dikatakan sedang

P = 0,70 – 1 soal dikatakan mudah9

3. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengatur urutan data,

mengorganisasikannya ke dalam suatu pola kategori dan suatu uraian dasar.

Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisis untuk dapat

menjawab masalah dan hipotesis penelitian. Untuk itu dilakukan beberapa

pengujian dengan urutan sebagai berikut:

a. Uji Prasyarat Analisis

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam mengelola data yang

diperoleh adalah sbb:

1) Menghitung skor mentah dari setiap jawaban dari hasil tes awal dan

terakhir

2) Menentukan distribusi frekuensi dari masing-masing data pretest dan

posttest. Untuk menentukan distribusi frekuensi maka ditempuh

beberapa langkah:

(a) Mengurutkan skor dari tertinggi sampai skor terendah

(b) Menentukan rentang data (range)

(c) Menentukan panjang kelas interval

(d) Membuat tabel distribusi frekuensi

(e) Menentukan mean dengan rumus:

𝑋 = 𝑋𝑖𝑘𝑖=1 𝑓𝑖 𝑓𝑖𝑘𝑖=1

(f) Menentukan Modus dengan rumus:

9 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evalusi Pendidikan (Jakarta, Bumi Aksara, 2008)

h.212

Page 45: KHASANAH-FITK

34

𝑀𝑜 = 𝑏 + 𝑝 𝑏1

𝑏1 + 𝑏2

(g) Menentukan median dengan rumus:

𝑀𝑒 = 𝑏 + 𝑝

𝑛2 − 𝐹

𝑓𝑀𝑒

b. Uji Normalitas

Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah sample yang diteliti

berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini dugunakan uji

Liliefors

Adapun langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:

(a) Kolom Xi

Data diurutkan dari yang terkecil hingga ke yang terbesar

(b) Kolom Zi

Xi XZ

S

S = simpangan baku

(c) Kolom Zt

Nilai Zt dikonsultasikan pada Ftabel

(d) Kolom F(Zi)

Jika Zi negatif maka F(Zi) = 0.5 – Zt

Jika Zi positif maka F(Zi) = 0.5 + Zt

(e) Kolom S(Zi)

S = nomer responden

Jumlah responden

(f) Kolom F(Zi) – S(Zi)

Merupakan harga mutlak selisih dari F(Zi) – S(Zi)

(g) Menentukan harga terbesar dari selisih tersebut untuk

mendapatkan Lo.

Kriteria pengujian dari uji Lilieforse yaitu:

Page 46: KHASANAH-FITK

35

Jika Lo < Lt maka H0 diterima, yang berarti data sampel

terdistribusi normal.

Jika Lo > Lt maka Ha diterima, yang berarti data sampel tidak

terdistribusi normal.

c. Uji Homogenitas

Uji Homogenitas dilakukan untuk mengetahui perbedaan dua

keadaan atau populasi. Uji homogenitas yang digunakan adalah uji

Fisher, dengan rumus:10

𝐹 =𝑆1

2

𝑆22

dengan

𝑆2 = 𝑋𝑛 − 𝑋

2

𝑛

Keterangan:

F = Homogenitas

S12 = Varians terbesar

S22 = Varians terkecil

Langkah – langkah pengujian adalah sebagai berikut :

(a) Hitung rata-rata ( X )

(b) Menentukan selisih nX X

(c) Menentukan kuuadrat selisih

2

nX X

(d) Menjumlah kuadrat-kuadrat tersebut

(e) Jumlah kuadrat tersebut dibagi dengan (n)

(f) Mencari varians dengan menggunakan rumus 11

:

𝑆2 = 𝑋𝑛 − 𝑋

2

𝑛

(g) Mencari Fhitung dengan rumus12

,

10

H.E.T. Ruseffendi, Statistika Dasar untuk Pelatihan Pendidkan (Bandung:IKIP

Bandung Press,2000),h. 295 11

H.E.T. Ruseffendi, Statistika Dasar untuk Pelatihan Pendidkan (Bandung:IKIP

Bandung Press,2000), h.123 12

Subana,dkk, Statistika Pendidikan (Bandung:Pustaka Setia, 2005), h. 172

Page 47: KHASANAH-FITK

36

Fhitung = var

var

ianterbesar

ianterkecil

Kriteria pengujiannya :

Jika Fhit < Ft maka Ho diterima, kelompok berasal dari populasi

yang homogen.

Jika Fhit > Ft maka Ha diterima, kelompok tidak berasal dari

populasi yang homogen.

d. Uji Hipotesis Penelitian

Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan uji “t” jika hasil uji

normalitas normal. Tes t adalah tes yang dipergunakan untuk

menguji kebenaran atau kepalsuan hipotesis nihil yang menyatakan

bahwa diantara dua buah mean sampel yang diambil secara random

dari populasi yang sama tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

Adapun untuk mencari perbedaan hasil belajar antara pretest dengan

postest digunakan rumus sebagai berikut:13

𝑡𝑜 =𝑀𝐷

𝑆𝐸𝑀𝐷

Dimana

𝑀𝐷 = 𝐷

𝑁

𝑆𝐸𝑀𝐷 =𝑆𝐷𝐷

𝑁 − 1

𝑆𝐷𝐷 = 𝐷

2

𝑁− 𝐷 2

𝑁 2

Keterangan:

To : Nilai t hitung

MD : Nilai rerata gain

N : jumlah subjek yang diteliti

13

Anas Sudjiono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarata: Raja Grafindo Persada, 2001),

h.289-290

Page 48: KHASANAH-FITK

37

SEMD : standar kesalahan

SDD : Standar deviasi

Ʃ D : selisih nilai posttest dengan pretest

Kritreria pengujian

Jika thit ≥ ttab maka Ha diterima, yang berarti pengaruh antara

pembelajaran kimia berbasis inkuiri dengan pemahaman konsep

siswa.

Jika thit ≤ ttab maka Ho diterima, yang berarti tidak terdapat

pengaruh antara pembelajaran kimia berbasis inkuiri dengan

pemahaman konsep siswa.

e. Uji Normal Gain

Menentukan Normal gain. Gain adalah selisih antara nilai posttest

dan pretest, gain menunjukkan peningkatan pemahaman atau

penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran yang dilakukan guru.

Normal Gain dicari dengan menggunakan rumus di bawah ini:14

𝑔 =𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡

𝑚𝑝𝑠 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡

Keterangan :

g = normal gain

Mps = maximum possible score: skor ideal = 100

Dengan katagori perolehan:

g-tinggi : nilai (<g>) > 0,70

g-sedang : nilai 0,70 ”(<g>)” 0,30

g-rendah : nilai (<g>) <0,30

14

David E. Meltzer, “The Relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual

Learning Gain in Physics and Astronomy : A possible “ Hidden Variable” in Diagnostic Pretest

Scores” @ http://physics.ia.state.edu/per/docs/addendum_on_normalized_gain.pdf , diakses pada

2011

Page 49: KHASANAH-FITK

38

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

1. Hasil Belajar Kognitif

a. Data Pretest

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada 40 siswa

yang menjadi sampel diperoleh data pretest dengan nilai tertinggi

63, nilai terendah 30, dan nilai rata-rata sebesar 48,1. Untuk lebih

lengkapnya dapat dilihat pada tabel distribusi frekuensi berikut:

Tabel 4.1. Distribusi frekuensi pretest

No. Interval Frekuensi

(fi)

Nilai

Tengah

(xi)

f (%)

1. 30 – 35 5 32,5 12,5

2. 36 – 41 0 38,5 0

3. 42 – 47 7 44,5 17,5

4. 48 – 53 13 50,5 32,5

5. 54 – 59 9 56,5 22,5

6. 60 – 65 6 62,5 15

Tabel di atas menunjukkan skor pada interval 48−53 merupakan

skor yang paling banyak diperoleh siswa yaitu sebesar 32,5 %.

Skor rerata yang diperoleh adalah 50,35. Banyaknya siswa yang

memperoleh skor di atas skor rerata adalah 22 siswa atau sebanyak

55 % , berada pada interval ke 4,5, dan 6. Sedangkan siswa yang

Page 50: KHASANAH-FITK

39

memperoleh skor di bawah skor rerata ada 18 siswa atau sebanyak

45%, berada pada interval 1,3, dan sebagian interval 4.

b. Data Posttest

Setelah dilakukan pembelajaran kimia ynag berbasis inkuiri

kemudian dilakukan posttest, maka diperoleh nilai tertinggi 96 dan

nilai terendah 50, dengan skor rerata adalah 72,9. Distribusi

frekuensi hasil posttest dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Posttest

No. Interval Frekuensi

(fi)

Nilai

Tengah

(xi)

f (%)

1. 50 – 57 3 53.5 7.5

2. 58 – 65 4 61.5 10

3. 66 – 73 12 69.5 30

4. 74 – 81 16 77.5 40

5. 82 – 89 4 85.5 10

6. 90 – 97 1 93.5 2.5

Dari tabel di atas dapat dilihat skor yang paling banyak diperoleh

siswa berada pada interval 74−81, diperoleh 16 siswa atau berkisar

40 %. Skor rerata hasil posttes adalah 72,9. Siswa yang

memperoleh skor di atas skor rerata ada sebanyak 21 siswa atau

sebanyak 52,5%. Sedangkan siswa yang memperoleh skor di

bawah skor rerata ada 19 siswa atau 47,5% dari keseluruhan siswa.

Page 51: KHASANAH-FITK

40

c. Pemahaman Konsep Siswa

Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus

persentase pemahaman konsep pada tiap indikator, diperoleh hasil

pemahaman konsep siswa tiap indikator seperti dalam tabel berikut:

Tabel 4.3. Persentase Pemahaman Siswa

No Indikator Pemahaman

Pretest (%)

Pemahaman

Posttest (%)

1 Mengklasifikasikan suspensi kasar,

larutan sejati, dan koloid berdasarkan

data hasil percobaan

(homogenitas/heterogenitas, penyaringan

dan effek thyndall).

26 84

2 Mengelompokkan jenis koloid

berdasarkan fase terdispersi dan medium

pendispersi.

15 86

3 Menjelaskan proses

pembuatan koloid. 10 80

4 Mendeskripsikan sifat-sifat koloid (Efek

tyndall dan koagulasi) melalui percobaan 12 28

5 Mendeskripsikan peranan koloid pada

industri kosmetik, makanan, dan farmasi. 45 91

Rata-rata 21,6 73,8

Pada tabel di atas dapat kita lihat persentase pemahaman

konsep sebelum dilakukan pembelajaran kimia berbasis inkuiri dan

sesudah dilakukan pembelajaran berbasis inkuiri. Sebelum dilakukan

pembelajaran inkuiri tampak persentase pemahaman konsep siswa

pada indikator pertama adalah 26 %, pada indikator kedua adalah 15

%. Rata-rata pemahaman konsep siswa pada indikator ketiga adalah 10

%, indikator ke empat 12 %, dan pada indikator ke lima adalah 45 %.

Setelah dilakukan pembelajaran kimia berbasis inkuiri tampak

bahwa pemahaman siswa pada materi koloid ada peningkatan besar.

Dari data diperoleh bahwa pada indikator pertama diperoleh

Page 52: KHASANAH-FITK

41

pemahaman rata-rata siswa adalah sebesar 84%. Sedangkan pada

indikator kedua diperoleh pemahaman rata-rata siswa sebesar 86 %.

Pada indikator ketiga diperoleh pemahaman siswa sebesar 80%. Pada

indikator keempat tampak bahwa pemahaman siswa adalah 28%. Pada

indikator pembelajaran kelima diperoleh pemahaman sebesar 91%.

Dari kelima inikator tersebut diperoleh rata-rata pemahaman siswa

sebesar 73,8%.

2. Data Kualitatif

a. Angket

Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket

dengan jawaban “Ya” atau “Tidak” Pengolahan data yang digunakan

adalah dengan menggunakan skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0

untuk jawaban salah. Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan

diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.4. Hasil Angket Pemahaman Konsep Siswa

No Pernyataan Jawaban

“Ya”

Jawaban

“Tidak”

1 Setelah guru memberikan ilustrasi tentang

koloid, saya menjadi tertarik untuk

mempelajari lebih lanjut tentang koloid.

62,5% 37,5%

2 Setelah penyajian gambar/ilustrasi dari guru,

saya tidak dapat membayangkan apakah

sebenarnya koloid itu.

10% 90%

3

Setelah membaca buku dan beberapa bacaan

tentang koloid, saya dapat memperkirakan

apa yang akan terjadi jika minyak dicampur

dengan air jeruk.

70% 30%

4

Ketika melakukan percobaan tentang efek

tyndhall, saya memahami bahwa susu,

emulsi (koloid) jika di berikan cahaya akan

mengahamburkan cahaya dari sinar lampu.

95% 5%

5 Setelah saya membaca dan berdiskusi

dengan teman saya belum mengetahui apa 65% 35%

Page 53: KHASANAH-FITK

42

yang akan terjadi apa bedanya larutan sejati,

suspense, dan koloid.

6 Setelah saya melakukan percobaan tentang

koagulasi saya mengeatahui bagaimana

sebuah telur bisa menggumpal jika direbus.

77,5% 22,5%

7

Setelah melakukan percobaan tentang effek

tyndall, saya mengetahui kenapa pada malam

hari kabut di udara lebih terlihat jelas dari

pada siang hari.

72,5% 27,5%

8

Setelah melakukan percobaan koloid, saya

menyimpulkan bahwa proses pembuatan juz

mangga itu proses pembutan koloid dengan

cara kondensasi.

40% 60%

9

Berdasarkan percobaan yang telah saya

lakukan tentang koloid, saya simpulkan

bahwa koloid adalah campuran yang dapat

disaring dengan penyaring ultra.

80% 20%

10 Proses pembuatan pudding dari serbuk agar-

agar menjadi gel termasuk peristiwa

koagulasi

82% 18%

Dengan melihat data hasil angket yang disebarkan kepada

siswa dapat dilihat bahwa pemahaman siswa pada pertanyaan ke

pertama adalah 62,5 % menjawab “ya” dan sebanyak 37,5% menjawab

“tidak”. Pada pertanyaan ke dua, siswa menjawab “ya “ sebanyak 10

% dan menjawab “tidak sebanyak 90 % . Selanjutnya pada pertanyaan

ke tiga persentase siswa yang menjawab “ya” adalah 70% dan sisanya

30% menjawab “tidak”. Pada pertanyaan ke empat yang menanyakan

tentang sifat koloid yaitu effek tyndall yaitu sebesar 95% menjawab

“ya” dan 5% menjawab “tidak”. Kemudian pada pertanyaan ke lima

siswa yang menjawab “ya” ada sebanyak 65% dan menjawab “tidak”

sebanyak 35%. Pada pertanyaan ke enam siswa yang menjawab “ya”

sebanyak 77,5% dan 22,5% menjawab “tidak”. Pada soal angket

nomer ke tujuh, persentase siswa yang menjawab “ya” sebesar 72,5%

dan “tidak” sebanyak 7,5%. Lain halnya pada petanyaan ke delapan,

siswa yang menjawab “ya” ada sebanyak 40% dan “tidaak” sebanyak

Page 54: KHASANAH-FITK

43

60%. Pada pertanyaan ke Sembilan siswa yang menjawab “ya” ada

sabanyak 80% dan yang menjawab “tidak” sebanyak 20%. Dan

pertanyaan ke sepuluh persentase siswa yang menjawab “ya” ada

sebanyak 82% dan 18% lainnya menjawab “tidak”.

B. Pengujian Prasyarat Analisis

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang

diperoleh berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Pada

data nilai pretest dan nilai posttest dilakukan uji normalitas dengan

menggunakan uji Lilliefors. Berikut adalah tabel hasil perhitungan uji

normalitas:

Tabel 4. 5. Hasil Uji Normalitas Pretest dan Posttest

Data Nilai N Α Lhitung Ltabel Kesimpulan

Pretest 40 0,05 0,1241 0,1401 Ho diterima

Posttest 40 0,05 0,1230 0,1401 Ho diterima

Dari tabel di atas pada pretest diperoleh Lo = 0,1241,

sedangkan Lt = 0,1401 dengan taraf signifikansi α = 0,05 dan n = 40,

karena Lhitung<Ltabel maka Ho diterima, yaitu populasi berdistribusi

normal. Sedangkan pada posttest diperoleh Lo = 0,1230, sedangkan Lt

= 0,1401 dengan taraf signifikansi α = 0,05 dan n = 40, karena

Lhitung<Ltabel maka Ho diterima, yaitu populasi berdistribusi normal.

Perhitungan normalitas data nilai pretest dan nilai posttest dengan

menggunakan Lilliefors dapat dilihat pada lampiran.

Page 55: KHASANAH-FITK

44

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data

yang diperoleh berasal dari populasi homogen atau tidak. Kriteria uji

homogenitas adalah Ho diterima jika Fhitung lebih kecil dari Ftabel dan

Ho ditolak jika Fhitung lebih besar dari Ftabel. Jika Ho diterima berarti

data penelitian berasal dari populasi homogen, sedangkan jika Ho

ditolak berarti data penelitian berasal dari populasi tidak homogen.

Pada data nilai pretest dan nilai posttest dilakukan uji homogenitas

dengan menggunakan uji Fisher. Berikut adalah tabel hasil

perhitungan uji homogenitas:

Tabel 4.6 Hasil Pengujian Homogenitas dengan Uji Fisher

α Data

Nilai Jumlah Varians Fhitung Ftabel Kesimpulan

0,05

Pretes

Postes

NPretes =

40

NPostest =

40

27,97

43,76

1,56 1.69 Ho diterima

Dari hasil pengujian diperoleh nilai Fhitung = 1,56 sedangkan

nilai Ftabel pada taraf signifikansi α = 0,05, dengan derajat kebebasan

pembilang 40 dan derajat kebebasan penyebut 40 adalah 1,69. karena

nilai Fhitung lebih kecil dari nilai Ftabel, maka Ho diterima, sehingga

dapat disimpulkan bahwa kedua data bersifat homogen. Perhitungan

homogenitas dengan menggunakan uji Fisher dapat dilihat pada

lampiran.

Page 56: KHASANAH-FITK

45

3. Uji N-Gain

Hasil belajar dapat dianalisis untuk melihat sejauh mana pengaruh

pembelajaran kimia berbasis inkuiri terhadap pemahamn konsep koloid.

Peningkatan hasil belajar siswa diperoleh dengan membandingkan hasil

tes awal dengan tes akhir dan uji menggunakan nilai N-Gain.

Tabel 4.7. Hasil N-Gain Siswa

No Pretest Posttest Gain Kategori

1 56 78 0.50 Sedang

2 49 70 0.41 Sedang

3 56 74 0.41 Sedang

4 49 70 0.41 Sedang

5 61 88 0.69 Sedang

6 43 62 0.33 Sedang

7 61 74 0.33 Sedang

8 65 96 0.89 Tinggi

9 53 74 0.45 Sedang

10 43 62 0.33 Sedang

11 56 78 0.50 Sedang

12 49 70 0.41 Sedang

13 30 67 0.53 Sedang

14 56 78 0.50 Sedang

15 47 67 0.38 Sedang

16 30 50 0.29 Rendah

17 53 74 0.45 Sedang

18 47 67 0.38 Sedang

19 56 88 0.73 Tinggi

20 53 74 0.45 Sedang

21 61 88 0.69 Sedang

22 56 78 0.50 Sedang

23 49 67 0.35 Sedang

24 61 88 0.69 Sedang

25 34 56 0.33 Sedang

26 61 88 0.69 Sedang

27 49 70 0.41 Sedang

28 53 74 0.45 Sedang

Page 57: KHASANAH-FITK

46

29 43 62 0.33 Sedang

30 53 78 0.53 Sedang

31 56 78 0.50 Sedang

32 34 56 0.33 Sedang

33 53 70 0.36 Sedang

34 34 62 0.42 Sedang

35 49 70 0.41 Sedang

36 56 78 0.50 Sedang

37 47 67 0.38 Sedang

38 53 74 0.45 Sedang

39 47 67 0.38 Sedang

40 56 78 0.50 Sedang

rata-

rata 50.45 72.75 0.46

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa siswa yang termasuk kategori

tinggi sebanyak 2 siswa (5%), kategori sedang sebanyak 37 siswa (97.5 %) dan siswa

yang termasuk dalam kategori rendah sebanyak 1 siswa (2.5 %). Berikut adalah

diagram kategorisasi perolehan skor N-gain.

0

20

40

60

80

100

Rendah Sedang Tinggi

2,5

92,5

5

Gambar 4.1. Diagram Persentase Kategorisasi

Perolehan Skor N-Gain

Page 58: KHASANAH-FITK

47

4. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh

pembelajaran kimia berbasis inkuiri terhadap pemahaman konsep siswa.

Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan test “t”. Kriteria uji t

adalah Ha diterima jika thitung lebih besar dari ttabel dan Ha ditolak jika thitung

lebih kecil dari ttabel.Jika Ha diterima berarti terdapat pengaruh

pembelajaran kimia berbasis inkuiri terhadap pemahaman konsep siswa,

sedangkan jika Ha ditolak berarti tidak terdapat pengaruh pembelajaran

kimia berbasis inkuiri terhadap pemahaman konsep siswa. Pada data nilai

pretest dan nilai posttest dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji

t. Berikut adalah tabel hasil perhitungan uji t:

Tabel 4.8. Hasil Pengujian Hipotesis dengan Uji t

N α thitung ttabel Kesimpulan

40 0,01 4,84 2,68 Ha diterima

Dari hasil pengujian diperoleh nilai thitung = 4,48 sedangkan nilai

ttabel pada taraf signifikansi α = 0,05, dengan derajat kebebasan 40 adalah

2,68. karena nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel, maka Ha diterima,

sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh pembelajaran kimia

berbasis inkuiri terhadap pemahaman konsep siswa. Perhitungan uji

hipotesis dengan menggunakan uji t dapat dilihat pada lampiran.

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tampak bahwa

dengan pembelajaran kimia berbasis inkuiri dapat menunjukkan bahwa

pemahaman siswa baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang

mempunyai nilai di atas 70 yang merupakan KKM dari sekolah adalah

Page 59: KHASANAH-FITK

48

sebanyak 27 siswa 67,5%. Selain itu dapat kita lihat juga dari nilai N-Gain

92,5% siswa termasuk kategori sedang. Kemudian dari hasil Uji t terlihat

perbedaan yang signifikan menunjukkan pengaruh yang baik dari

pembelajaran kimia berbasis inkuiri terhadap pemahaman konsep siswa.

Keberhasilan pembelajaran berbasis inkuiri untuk meningkatkan

pemahaman siswa tidak terlepas dari beberapa hal yang terkait dengan proses

pembelajaran dan kemampuan siswa.

Pemahaman siswa pada tiap indikator menunjukkan bahwa persentase

terbesar pemahaman siswa adalah pada indikator ke 5 (Mendeskripsikan

peranan koloid pada industri kosmetik, makanan, dan farmasi) yaitu sebesar

91% yang menunjukkan pemahaman siswa itu termasuk kelompok

pemahaman yang sangat baik menurut Suharsimi Arikunto. Sedangkan

persentase pemahaman terkecil adalah pada indikator ke 4 (Mendeskripsikan

sifat-sifat koloid melalui percobaan) yaitu sebesar 28%. Dari gambar 4.2

dapat diketahui pemahaman yang kurang baik terdapat hanya pada satu

indikator yaitu pada indikator 4 yaitu mendeskripsikan sifat-sifat koloid

melalui percobaan.

Kurangnya pemahaman yang baik dari siswa dapat disebabkan oleh

beberapa hal, antara lain dalam diskusi kelas jumlah siswa yang bertanya

maupun yang menanggapi pertanyaan masih sedikit dan terbatas hanya pada

siswa yang berkemampuan lebih dan memiliki keberanian. Kemudian

keinginan siswa untuk bertanya kepada guru di luar kelas juga kecil.

Walaupun memang ada beberapa siswa yang bertanya kepada guru. namun

mereka adalah siswa yang tergolong kelompok atas dalam tingkat

keberhasilan pembelajaran.

Sebagai fasilitator guru memberikan jawaban yang dapat merangsang

siswa untuk menyimpulkan sendiri atas pertanyaan yang diajukan siswa.

Seperti seorang siswa bertanya “Bu, yang termasuk suspensi itu air kapur?”

guru memberikan jawaban dengan menanyakan kepada siswa bagaimana ciri-

Page 60: KHASANAH-FITK

49

ciri suspensi. Dan setelah siswa menyampaikan pengetahuannya tentang ciri-

ciri suspensi, maka diakhir nya siswa menjawabnya sendiri. Setelah diskusi

dilakukan ternyata masih ada beberapa siswa yang belum mengerti tentang

apa yang akan dibawa sebagai contoh suspense, larutan, dan koloid untuk

percobaan pada pertemuan berikutnya. Meskipun guru telah meminta untuk

membaca referensi yang disarankan oleh guru.

Proses diskusi yang dilaksanakan dalam pembelajaran adalah diskusi

untuk merancang percobaan untuk menentukan campuran mana yang

termasuk koloid, suspensi, dan koloid. Selain itu siswa juga diminta untuk

merancang percobaan membuktikan sifat koloid dengan menggunakan bahan

yang mudah diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Namun setelah dievaluasi

dari diskusi yang dilakukan masih banyak siswa yang bertanya-tanya apa dan

bagaimana sebenarnya bahan dan rancangannya. Kegagalan ini disebabkan

oleh faktor belum terbiasanya siswa dengan pembelajaran inkuiri yang

meminta siswa untuk merancang percobaan dan menentukan bahan yang akan

digunakan pada percobaan. Pada pembelajaran biasanya guru menyediakan

alat, bahan, dan langkah percobaan, sehingga siswa tinggal menyiapkan diri

untuk melakukan praktikum dengan alat, bahan, dan cara kerja yang telah

disebutkan. Atau mungkin saja kegagalan ini berasal dari pengajar (peneliti)

yang kurang jelas memberikan arahan kepada siswa untuk berinkuiri.

Pada saat melakukan eksperimen ada banyak hal yang mereka

temukan dan itu merupakan hal baru bagi mereka. Untuk mengetahui hal-hal

yang belum mereka pahami dan mengerti, mereka banyak mengajukan

pertanyaan baik kepada guru maupun kepada teman mereka. Dari proses

bertanya itulah muncul keaktifan dan keseriusan siswa dalam memecahkan

masalah. Berdasar pengetahuan yang diperoleh peneliti dari guru sebelumnya

bahwa biasanya mereka jarang bertanya. Namun dengan pembelajaran inkuiri

yang dilakukan mereka menjadi aktif bertanya pada guru akan hal-hal yang

Page 61: KHASANAH-FITK

50

membuat mereka tertarik, hal ini tampak pada proses diskuisi dan percobaan

(eksperimen).

Keberhasilan penerapan pembelajaran inkuiri tidak terlepas bahwa ada

ketertarikan siswa pada pembelajaran kimia yang aktif. Karaktereistik dari

siswa yang aktif dan senang bertanya pada guru juga sangat mempengaruhi

keberhasilan pembelajaran inkuiri. Meskipun dalam proses pembelajaran yang

berjalan masih ada beberapa siswa yang tampak belum paham akan proses

pembelajaran inkuiri yang diterapkan namun pada akhirnya siswa mulai

membiasakan diri dengan proses pembelajaran diamana mereka sendiri yang

berperan lebih banyak dalam pembelajaran.

Kebingungan dan belum paham nya siswa karena pembelajaran Inkuiri

berbeda dengan proses pembelajaran sebelumnya, dimana dalam

pembelajaran inkuiri mereka dituntut untuk mencari ide sendiri dalam

menentukan masalah yang akan mereka selesaikan. Guru hanya memberikan

arahan sedikit agar siswa mencari masalah yang dekat dengan kehidupan

sehari-hari.

Pemahaman yang didapat siswa setelah pembelajaran inkuiri bukan

semata-mata berasal dari pemikiran guru yang ditumpahkan langsung

sepenuhnya ke dalam pemikiran siswa, namun pemahaman tersebut diperoleh

dari hasil pengalaman-pengalaman mereka melalui eksperimen atau

percobaan dan diskusi yang telah dilakukan percobaan dan diskusi yang telah

dilakukan mereka membangun sendiri dasar dari pengetahuan yang telah

didapatnya pada saat proses belajar mengajar berlangsung.

Melalui pembelajaran berbasis inkuiri siswa dapat membuktikan dan

menemukan sendiri konsep sistem koloid. Siswa mulai dikenalkan mengenai

keterampilan-keterampilan dasar dalam kerja ilmiah. Disamping itu, dengan

metode praktikum dan diskusi ini siswa dapat terlatih untuk mengeanalisis

suatu permasalahan dengan cermat sehingga siswa dengan sendirinya dapat

mengembangkan daya kreativitas siswa untuk menemukan hubungan baru

Page 62: KHASANAH-FITK

51

mengenai konsep yang dimiliki dengan permasalahan yang dihadapi. Serta

mengembangkan kemampuan kerja ilmiah yang mereka miliki.

Hal ini sejalan dengan pendapat Sund dalam Ratna Wilis yang

mengatakan bahwa pengajaran inkuiri mempunyai proses mental yang

kompleks misalnya merumuskan masalah, merancang eksperimen, membuat

hipotesis, menganalisis, melakukan eksperimen, dan mengkomunikasikan

hasil eksperimen.1 Kenyataan ini juga sesuai dengan apa yang dikatakan

Roestiyah bahwa penggunaan metode praktikum ini mempunyai tujuan agar

siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atas

persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan menggunakan percobaan

sendiri. Siswa juga terlatih dalam cara berpikir yang ilmiah2.

D. Keterbatasan Penelitian

1. Waktu pelaksanaan penerapan pembelajaran kimia berbasis inkuiri di

kelas terlalu sempit.

2. Tidak adanya instrumen yang mengungkap penilaian diskusi dalam

pembelajaran berbasis inkuiri.

1Ratna Dahar, Buku Materi Pokok Pengelolaan Kimia, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1986), h.

42 2 Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2008), h. 80

Page 63: KHASANAH-FITK

52

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan melihat hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik

kesimpulan bahwa pembelalajaran kimia berbasis inkuiri dapat

mempengaruhi pemahaman konsep siswa. Hal ini dapat dilihat dari

nilai thit adalah 4,84 yang lebih besar dari nilai ttab yaitu 2,68.

B. Saran

1. Bagi guru yang mengembangkan pembelajaran kimia dengan

pembelajaran berbasis inkuiri, hendaknya lebih kreatif menemukan

hal-hal baru agar proses pembelajarannya menjadi lebih menarik

dan tidak membosankan.

2. Pengalaman belajar siswa yang bervariasi yang dikaitkan dengan

kehidupan sehari-hari sebaiknya diterapkan oleh guru di kelas

karena dengan adanya variasi pengalaman belajar akan

memperkaya kemampuan serta wawasan siswa.

3. Pada pembelajaran berbasis inkuiri hendaknya pengajar meyiapkan

diri secara lebih untuk mengkondisikan siswa agar dapat

melakukan inkuiri, juga memotivasi siswa agar dapat secara

mandiri mencari sumber belajar.

4. Bagi pihak lain yang akan menerapkan pembelajaran kimia

berbasis inkuiri, sebaiknya diharapkan memiliki banyak waktu (jam

belajar) agar siswa lebih dapat menggali pengetahuan dan

pendapatnya, khususnya pada kegiatan praktikum dan diskusi.

Page 64: KHASANAH-FITK

53

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2005. Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Pustaka Setia

Anonimous, 2009. Pendekatan Inquiri dalam Mengajar, artikel diakses dari

http://pakdesofa.blog.plasa.com/archives/24 pada Oktober 2009

Arifin, Mulyati dkk, 2000. Staregi Belajar Mengajar Kimia, Bandung: Jika

Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Bumi

Aksara

Bell, Randy L, Lara Smetana, and Ian Binns, 2005. Simplifiying Inquiry

Instructions, diakses dari http://www.ntsa.org 2005, pada Maret 2010

Colburn, Alan. 2000. An Inquiry Primer, (Science Scope, 2000) diakses dari

http://www.nsta.org/main/news/pdf/ss003_42.pdf. 2008

Dahar, Ratna Wilis. 1986. Buku Materi Pokok Pengelolaan Kimia, Jakarta:

Universitas Terbuka

Departemen Pendidikan Nasional, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta

: Balai Pustka

Hadeli, 2006. Metode Penelitian Kependidikan, Ciputat: Quantum Teaching

Hoover, Wesley A. 2009. The Practice Implications of construstivism, diakses

dari http://www.sedl.org/pubs/sedletter/v09n03/practice.html pada Juni

2009

Huitt, W. 2009. Constructivism. Educational Psychology Interactive. diakses dari

http://teach.valdosta.edu/whuitt/col/cogsys/construct.html pada Juni 2009

Ibrahim, Muslimin. 2009. Pembelajaran Inkuiri, diakses dari

http://herfis.blogspot.com/2009/07/pembelajaran-inkuiri.html pada

November 2009

Maulana, Ahmad. dkk, 2004. Kamus Ilmiah Populer lengkap Edisi Terbaru,

Yogyakarta:Absolut

Meltzer, David E. 2011. “The Relationship Between Mathematics Preparation

and Conceptual Learning Gain in Physics and Astronomy : A possible “

Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Scores” @

Page 65: KHASANAH-FITK

54

http://physics.ia.state.edu/per/docs/addendum_on_normalized_gain.pdf ,

diakses pada 2011

Roestiyah, 2001. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta

Ruseffendi, H.E.T. 2000. Statistika Dasar untuk Pelatihan Pendidkan,

Bandung:IKIP Bandung

Sagala, Syaiful. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. Ke 5

Slavin, Robert E. 2009. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktek, jilid 2, Jakarta:

PT Indeks

Sofyan, Ahmad. dkk, 2006. Evaliuasi Pelajaran IPA Berbasis Kompetensi,

Jakarta: UIN Jakarta Press

Subana, dkk, 2005. Statistika Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia

Sudjiono, Anas. 2001. Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarata: Raja Grafindo

Persada

Sudrajat, Akhmad. 2008. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik,

Taktik, dan Model Pembelajaran. Diakses dari http://www.psb-psma.org.

pada 27 Januari 2009.

Sugiono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta

Wahyudi, 2007. Tingkat Pemahaman Siswa Terhadap Materi Pembelajaran IPA,

Balitbang Diknas. Alghiptra.Blogspot.com/2007/08/tpk-ipa-saduran.html.

diakses pada 2008

Widodo, Ari. 2007. Konstruktivisme dan Pembelajaran Sains, Jakarta: Jurnal

Pendidikan dan Kebudayaan, No. 064

Yulianti, Dwi. 2009. Prosentase Pemahaman Siswa pada Konsep Unsur,

Senyawa, Campuran, Molekul, Angka Indeks dan Koefisiean. Penelitian

Staf Pengajar Universitas Lampung, diakses dari www.scrib.com pada

November 2009

Page 66: KHASANAH-FITK

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

KHASANAH, lahir di Banjarnegara pada 11 Maret 1985,

daerah Jawa Tengah. Penulis merupakan anak ke tujuh dari

tujuh bersaudara. Penulis bertempat tinggal di Pamulang

Permai Blok D2/ 22 Pamulang Barat, Tangerang Selatan.

Penulis memulai pendidikannya di TK Raudhotul Atfal desa

Kasilib, lalu melanjutkan di SD Negeri Kasilib II. Pendidikan

penulis lanjutkan ke bangku SLTP di SMP Negeri II Wanadadi. Berikutnya

perjalanan pendidikan penulis adalah di SMA Negeri I Banjarnegara lulus tahun

2003 dan berlanjut ke tingkat perguruan tinggi yaitu UIN Syarief Hidayatullah

Jakarta di tahun 2004- 2011.

Di dalam perjalanan pemdidikannya penulis aktif di ROHIS SMA Negeri I

Banjarnegara dan sempat menjadi ketua bidang keputrian. Ketika masuk bangku

kuliah penulis sempat menjadi Bendahara BEMJ Pendidikan IPA. Selain itu

penulis juga masih mengikuti kegiatan LDK Syahid.

Semasa kuliah penulis memulai karir mengajarnya dari privat, bimbingan belajar

bernama BTA 70. Selain itu penulis sempat mengajar di SMA Negeri 70 Jakarta

selama satu semester di tahun 2010.

Page 67: KHASANAH-FITK

81

Lampiran 6

jumlah

No Siswa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Xt Xt²

1 A 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 1 20 400

2 B 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 20 400

3 C 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 19 361

4 D 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 21 441

5 E 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 1 23 529

6 F 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 22 484

7 G 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 21 441

8 H 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 23 529

9 I 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 23 529

10 J 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 21 441

11 K 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 17 289

12 L 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 21 441

13 M 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 22 484

14 N 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 17 289

15 O 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 22 484

16 P 0 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 22 484

17 Q 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 22 484

18 R 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 20 400

19 St 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 22 484

20 T 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 16 256

21 U 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 19 361

22 V 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 20 400

23 W 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 22 484

24 X 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 22 484

25 Y 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 22 484

26 Z 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 22 484

27 AA 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 16 256

28 AB 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 14 196

29 AC 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0 20 400

30 AD 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 22 484

31 AE 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 15 225

32 AF 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 24 576

∑ 2 11 19 29 28 17 10 22 31 30 30 21 16 27 30 17 29 26 24 31 3 8 5 17 30 21 32 32 25 29 652

r.hit -0.039 0.497 0.633 0.220 0.775 0.091 0.357 0.398 -0.117 1.704 1.859 0.542 0.265 1.659 1.652 0.431 1.175 0.980 1.282 2.198 0.249 0.514 0.207 0.656 1.652 1.121 0.000 0.000 0.575 1.261

r.tab 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349

Invalid Valid Valid Invalid Valid Invalid Valid Valid Invalid Valid Valid Valid Invalid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Invalid Valid Invalid Valid Valid Valid Invalid Invalid Valid Valid

1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 11.0 12.0 13.0 14.0 15.0 16.0 17.0 18.0 19.0 20.0 21.0

1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 11.0 12.0 13.0 14.0 15.0 16.0 17.0 18.0 19.0 20.0 21.0 22.0 23.0 24.0 25.0 26.0 27.0 28.0 29.0 30.0

Perhitungan Validasi Instrumen Tes Kognitif

Page 68: KHASANAH-FITK

82

Lampiran 7

HASIL TES KEMAMPUAN SISWA

Nama

Siswa

Pretest Posttest Nama

Siswa

Pretest Posttest

A 56 78 U 61 88

B 49 70 V 56 78

C 56 74 W 49 67

D 49 70 X 61 88

E 61 88 Y 34 56

F 43 62 Z 61 88

G 61 74 AA 49 70

H 65 96 AB 53 74

I 53 74 AC 43 62

J 43 62 AD 53 78

K 56 78 AE 56 78

L 49 70 AF 34 56

M 30 67 AG 53 70

N 56 78 AH 34 62

O 47 67 AI 49 70

P 30 50 AJ 56 78

Q 53 74 AK 47 67

R 47 67 AL 53 74

S 56 88 AM 47 67

T 53 74 AN 56 78

Page 69: KHASANAH-FITK

83

Lampiran 8

Distribusi Frekuensi Pretest Siswa

1. Banyaknya data (n) = 40

2. Distribusi frekuensi

65 61 61 61 61 61 56 56 56 56

56 56 56 56 56 53 53 53 53 53

53 53 49 49 49 49 49 49 47 47

47 47 43 43 43 34 34 34 30 30

3. Menentukan sebaran

Sebaran = data terbesar data terkecil

= 65 30

= 35

4. Menentukan banyak kelas

Banyak kelas = 1 + 3,3 log n

= 1 + 3,3 log 40

= 1 + 3,3 x 1,6

= 1 + 5,28

= 6,28 (pembulatan ke bawah)

= 6

5. Menentukan panjang kelas

Panjang kelas interval = jangkauan

batas kelas interval=

35

6=5,8(pembulatan ke atas) = 6

Tabel distribusi frekuensi pretest siswa

Interval fi xi fixi

30 – 35 5 32,5 162,5

36 – 41 0 38,5 0

42 – 47 7 44,5 311,5

48 – 53 13 50,5 656,5

54 – 59 9 56,5 508,5

60 – 65 6 62,5 375

fi 40 fixi 2014

Page 70: KHASANAH-FITK

84

6. Menghitung rata-rata (X)

X = fi.xi

f=

2014

40= 50.35

7. Menghitung Modus (Mo)

𝑀𝑜 = 𝑏 + 𝑝 𝑏1

𝑏1 + 𝑏2

𝑀𝑜 = 47,5 + 6 6

6 + 4

𝑀𝑜 = 51,1

8. Menghitung Median (Me)

𝑀𝑒 = 𝑏 + 𝑝

12𝑛 − 𝐹

𝑓

𝑀𝑒 = 47,5 + 6

12 40 − 12

9

𝑀𝑒 = 52,83

Page 71: KHASANAH-FITK

85

Lampiran 9

Distribusi Frekuensi Posttest Siswa

1. Banyaknya data (n) = 40

2. Distribusi frekuensi

96 88 88 88 88 78 78 78 78 78

78 78 78 78 74 74 74 74 74 74

74 70 70 70 70 70 70 67 67 67

67 67 67 62 62 62 62 56 56 50

3. Menentukan sebaran

Sebaran = data terbesar data terkecil

= 96 50 = 46

4. Menentukan banyak kelas

Banyak kelas = 1 + 3,3 log n

= 1 + 3,3 log 40

= 1 + 3,3 x 1,6

= 1 + 5,28

= 6,28 (pembulatan ke bawah)

= 6

5. Menentukan panjang kelas

Panjang kelas interval = jangkauan

batas kelas interval=

46

6=7,67(pembulatan ke atas) = 8

Tabel distribusi frekuensi posttest siswa

Interval fi xi fixi

50 – 57 3 53.5 160.5

58 – 65 4 61.5 246

66 – 73 12 69.5 834

74 – 81 16 77.5 1240

82 – 89 4 85.5 342

90 – 97 1 93.5 93.5

fi 40 fixi 2916

6. Menghitung rata-rata (X)

X = fi.xi

f=

2916

40= 72.9

Page 72: KHASANAH-FITK

86

7. Menghitung Modus (Mo)

𝑀𝑜 = 𝑏 + 𝑝 𝑏1

𝑏1 + 𝑏2

𝑀𝑜 = 77,5 + 8 4

4 + 12

𝑀𝑜 = 79.5

8. Menghitung Median (Me)

𝑀𝑒 = 𝑏 + 𝑝

12𝑛 − 𝐹

𝑓

𝑀𝑒 = 77,5 + 8

12

40 − 19

4

𝑀𝑒 = 79,5

Page 73: KHASANAH-FITK

87

Lampiran 10

Perhitungan Uji Normalitas

Contoh perhitungan Uji Normalitas pada baris pertama:

1. 𝑍 =𝑥−𝑥

𝑆

𝑍 =30 − 50,45

5,29= −3,8671

2. Zt = Dengan melakukan pembulatan dua angka dibelakang koma dari

nilai Z, kemudian lihat daftar nilai Z di dalam tabel luas menurut kurva

normal standar dari 0-z.

Zt = 0,4999

3. 𝐹 𝑍 = 0,5 ± 𝑍𝑡

Karena nilai Z <0, maka nilai F(Z) dikurang nilai Zt

𝐹 𝑍 = 0,5 − 0,4999 = 0,0001

4. 𝑆 𝑍 =𝑛𝑜𝑚𝑒𝑟 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛 (𝑓𝑘 )

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛

𝑆 𝑍 =2

40= 0,05

5. L0= |F(Z)-S(Z)|

Lo = |0,0001-0,05|

L0=|-0,0499|

L0= 0,04999

Page 74: KHASANAH-FITK

88

Contoh perhitungan Uji Normalitas pada baris pertama:

1. 𝑍 =𝑥−𝑥

𝑆

𝑍 =30 − 70,5

6,61= −3,4014

2. Zt = Dengan melakukan pembulatan dua angka dibelakang koma dari

nilai Z, kemudian lihat daftar nilai Z di dalam tabel luas menurut kurva

normal standar dari 0-z.

Zt = 0,4997

3. 𝐹 𝑍 = 0,5 ± 𝑍𝑡

Karena nilai Z <0, maka nilai F(Z) dikurang nilai Zt

𝐹 𝑍 = 0,5 − 0,4997

𝐹 𝑍 = 0,0003

4. 𝑆 𝑍 =𝑛𝑜𝑚𝑒𝑟 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛 (𝑓𝑘 )

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛

𝑆 𝑍 =1

40= 0,025

5. L0= |F(Z)-S(Z)|

Lo = |0,0003-0,025|

L0=|-0,0247|

L0= 0,0247

Page 75: KHASANAH-FITK

89

Lampiran 11

Perhitungan Uji Homogenitas

Contoh persiapan menghitung varians untuk baris pertama:

1. Menghitung rata-rata

𝑋 = 𝑓𝑖𝑥𝑖

𝑛

𝑋 =2018

40= 50,45

2. Menentukan selisih

𝑋𝑛 − 𝑋

30 − 50,45 = −20,45

3. Menentukan kuadrat selisih

𝑋𝑛 − 𝑋 2

−20,45 2= 418,20

4. Lakukan cara yang sama (1-3) untuk data berikutnya.

5. Menghitung Varians

𝑆2 = 𝑋𝑛 − 𝑋 2

𝑛

𝑆2 =1118,62

40= 27,97

Page 76: KHASANAH-FITK

90

Contoh persiapan menghitung varians untuk baris pertama:

1. Menghitung rata-rata

𝑋 = 𝑓𝑖𝑥𝑖

𝑛

𝑋 =2900

40= 72,5

2. Menentukan selisih

𝑋𝑛 − 𝑋

50 − 72,5 = −22,5

3. Menentukan kuadrat selisih

𝑋𝑛 − 𝑋 2

−22,5 2= 506,25

4. Lakukan cara yang sama (1-3) untuk data berikutnya.

5. Menghitung Varians

𝑆2 = 𝑋𝑛 − 𝑋 2

𝑛

𝑆2 =1750,25

40= 43,76

Untuk Menghitung Fhit maka kita membagi varians terbesar dengan varians

terkecil.

Page 77: KHASANAH-FITK

91

𝐹ℎ𝑖𝑡 =𝑆𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟

2

𝑆𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙2

𝐹ℎ𝑖𝑡 =43,76

27,97

𝐹ℎ𝑖𝑡 = 1,56

Ftab = 1,69

Untuk mengetahui sampel homogen maka Fhit < Ftab . Ternyata nilai 1,56 < 1,69

jadi sampel terdistribusi normal.

Page 78: KHASANAH-FITK

92

Lampiran 12

Perhitungan Uji t

Rumus yang digunakan adalah ;

𝑡𝑜 =𝑀𝐷

𝑆𝐸𝑀𝐷

Dimana

𝑀𝐷 = 𝐷

𝑁

𝑆𝐸𝑀𝐷 =𝑆𝐷𝐷

𝑁 − 1

𝑆𝐷𝐷 = 𝐷

2

𝑁−

𝐷 2

𝑁 2

Berikut ini data nilai gain yang diperoleh siswa:

Tabel gain

pretest postest D

30 50 20

34 56 22

43 62 19

47 67 20

49 70 21

53 74 21

56 78 22

61 88 27

65 96 31

1. Menghitung jumlah gain

Ʃ D = 203

2. Menghitung nilai rerata gain (MD)

MD = 203/40 = 5, 07

Page 79: KHASANAH-FITK

93

3. Menghitung standar deviasi ( SDD)

𝑆𝐷𝐷 = 41209

40−

41209

1600

𝑆𝐷𝐷 = 1030,225 − 25,75

𝑆𝐷𝐷 = 32,097 − 25,75

𝑆𝐷𝐷 = 6,34

4. Menghitung Standar kesalahan (SEMD)

𝑆𝐸𝑀𝐷 =6,34

40 − 1

𝑆𝐸𝑀𝐷 =6,34

6,24= 1,02

5. Menghitung nilai t

𝑡0 =5,07

1,02= 4,97

6. Menentukan ttab berasal dari tabel diperoleh nilai 2,68

Page 80: KHASANAH-FITK

94

Lampiran 13