ketoasidosis
description
Transcript of ketoasidosis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketoasidosis diabetikum adalah salah satu komplikasi metabolik akut pada diabetes
mellitus dengan perjalanan klinis yang berat dalam angka kematian yang masih cukup
tinggi. Ketoasidosis diabetikum dapat ditemukan baik pada mereka dengan diabetes melitus
tipe 1 dan tipe 2. Tetapi lebih sering pada diabetes melitus tipe 1.
Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif disirkulasi yang
terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan
growth hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada anak dengna Diabetes Melitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas terutama
berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh kematian
akibat KAD.
Resiko KAD pada IDDM adalah 1-10% per pasien per tahun. Risiko meningkat dengan
kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD, anak
perempuan yang memasuki masa puber dan remaja, anak dengan gangguan psikiatrik
(termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi
rendah dan masalah asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga
dapat memicu terjadinya KAD.
Gejala yang paling menonjol pada ketoasidosis adalah hiperglikemia dan ketosis.
Hiperglikemia dalam tubuh akan menyebabkan poliuri dan polidipsi. Sedangkan ketosis
menyebabkan benda-benda keton bertumpuk dalam tubuh, pada sistem respirasi benda keton
menjadi resiko terjadinya gagal nafas.
Oleh sebab itu penanganan ketoasidosis harus cepat, tepat dan tanggap. Mengingat masih
sedikitnya pemahaman mengenai ketoasidosis diabetik dan prosedur atau konsensus yang
terus berkembang dalam penatalaksanaan ketoasidosis diabetik. Maka, perlu adanya
pembahasan mengenai bagaimana metode tatalaksana terkini dalam menangani ketoasidosis
diabetik.
1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah pengertian dari Keto Asidosis Diabetikum ?
1.2.2 Apa saja etiologi dari Keto Asidosis Diabetikum ?
1.2.3 Bagaimana patofisiologi dari Keto Asidosis Diabetikum ?
1.2.4 Apa saja manifestasi klinis dari Keto Asidosis Diabetikum ?
1.2.5 Apa saja tanda dan gejala dari Keto Asidosis Diabetikum ?
1.2.6 Apa saja komplikasi dari Keto Asidosis Diabetikum ?
1.2.7 Apa saja pemeriksaan penunjang dari Keto Asidosis Diabetikum ?
1.2.8 Bagaimana penatalaksaan dari Keto Asidosis Diabetikum ?
1.2.9 Bagaimana pencegahan dari Keto Asidosis Diabetikum ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah agar mahasiswa mampu
menerapakan asuhan keperawatan pada pasien penderita Ketoasidosis Diabetikum.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian dari Keto Asidosis Diabetikum
2. Untuk mengetahui etiologi dari Keto Asidosis Diabetikum
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari Keto Asidosis Diabetikum
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Keto Asidosis Diabetikum
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari Keto Asidosis Diabetikum
6. Untuk mengetahui komplikasi dari Keto Asidosis Diabetikum
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Keto Asidosis Diabetikum
8. Untuk mengetahui pencegahan dari Keto Asidosis Diabetikum
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau
relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan
membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya
mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok. Ketoasidosis
diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang ditandai dengan
dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari
defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak.
Keadaan ini merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes
ketergantungan insulin.
2.2 Etiologi Ketoasidosis
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali.
Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor
pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan
ketoasidosis berulang.
Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah pankreatitis akut, penggunaan
obat golongan steroid, serta menghentikan atau mengurangi dosis insulin. Tidak adanya
insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi.
2) Keadaan sakit atau infeksi.
3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati
2.3 Patofisiologi Ketoasidosis
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan
lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan
terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa
menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan,
3
menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus,
mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan
sebagainya.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang
juga Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini
akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang
berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan
elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang
berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita
ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga
500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam
lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati.
Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari
kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan
keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan
menimbulkan asidosis metabolik.
2.4 Manifestasi klinis Ketoasidosis
Manifestasi klinis dari KAD adalah : Hiperglikemia
2.4.1 Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan:
1) Poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus)
2) Penglihatan yang kabur
3) Kelemahan
4) Sakit kepala
5) Pasien dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin akan
menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20
mmHg atau lebih pada saat berdiri).
6) Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut nadi
lemah dan cepat.
7) Anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen.
4
8) Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi
asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.
9) Mengantuk (letargi) atau koma.
10) Glukosuria berat.
11) Asidosis metabolik.
12) Diuresis osmotik, dengan hasil akhir dehidrasi dan penurunan elektrolit.
13) Hipotensi dan syok.
14) Koma atau penurunan kesadaran.
2.5 Tanda dan gejala ketoasidosis
Gejala klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam. Poliuria,
polidipsi, dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa hari menjelang
KAD, dan sering disertai mual-muntah dan nyeri perut. Nyeri perut sering disalah artikan
sebagai ‘akut abdomen’. Asidosis metabolik diduga menjadi penyebab utama gejala nyeri
abdomen, gejala ini akan hilang dengan sendirinya setelah asidosisnya teratasi.
Sering dijumpai penurunan kesadaran, bahkan koma (10%) kasus, penglihatan kabur,
lemah, sakit kepala, kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl), terdapat keton di urin, dehidrasi
dan syok hipovolemik (kulit/mukosa kering dan penurunan turgor, hipotensi dan takikardi) .
Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotic. Tanda lain adalah
napas cepat (kusmaul) yang merupakan kompensasi hiperventilasi akibat asidosis metabolik,
disertai bau aseton pada nafasnya.
2.6 Komplikasi pada ketoasidosis
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
1) Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita
mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein. Dengan
menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama
penderita nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci
darah. Selain itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
2) Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
5
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata.
Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan. Tetapi bila tidak terlambat
dan segera ditangani secara dini dimana kadar glukosa darah dapat terkontrol, maka
penglihatan bisa normal kembali
3) Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa stres, perasaan
berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati rasa). Telapak kaki
hilang rasa membuat penderita tidak merasa bila kakinya terluka, kena bara api atau
tersiram air panas. Dengan demikian luka kecil cepat menjadi besar dan tidak jarang harus
berakhir dengan amputasi.
4) Kelainan Jantung.
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis pada
pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai komplikasi jantung koroner dan
mendapat serangan kematian otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa
nyeri. Ini merupakan penyebab kematian mendadak. Selain itu terganggunya saraf otonom
yang tidak berfungsi, sewaktu istirahat jantung berdebar cepat. Akibatnya timbul rasa
sesak, bengkak, dan lekas lelah.
5) Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan kadar
glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera. Keterlambatan dapat
menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma
dan kejang-kejang.
6) Impotensi.
Sangat banyak diabetisi laki-laki yang mengeluhkan tentang impotensi yang dialami.
Hal ini terjadi bila diabetes yang diderita telah menyerang saraf. Keluhan ini tidak hanya
diutarakan oleh penderita lanjut usia, tetapi juga mereka yang masih berusia 35 – 40 tahun.
Pada tingkat yang lebih lanjut, jumlah sperma yang ada akan menjadi sedikit atau bahkan
hampir tidak ada sama sekali. Ini terjadi karena sperma masuk ke dalam kandung seni
(ejaculation retrograde).
6
Penderita yang mengalami komplikasi ini, dimungkinkan mengalami kemandulan.
Sangat tidak dibenarkan, bila untuk mengatasi keluhan ini penderita menggunakan obat-
obatan yang mengandung hormon dengan tujuan meningkatkan kemampuan seksualnya.
Karena obat-obatan hormon tersebut akan menekan produksi hormon tubuh yang
sebenarnya kondisinya masih baik. Bila hal ini tidak diperhatikan maka sel produksi
hormon akan menjadi rusak. Bagi diabetes wanita, keluhan seksual tidak banyak
dikeluhkan.
Walau demikian diabetes millitus mempunyai pengaruh jelek pada proses kehamilan.
Pengaruh tersebut diantaranya adalah mudah mengalami keguguran yang bahkan bisa
terjadi sampai 3-4 kali berturut-turut, berat bayi saat lahir bisa mencapai 4 kg atau lebih, air
ketuban yang berlebihan, bayi lahir mati atau cacat dan lainnya.
7) Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal penderita
diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan darah pada diabetisi juga
lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan
yang terjadi, secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah
takanan darah.
8) Komplikasi lainnya.
Selain komplikasi yang telah disebutkan di atas, masih terdapat beberapa komplikasi
yang mungkin timbul. Komplikasi tersebut misalnya:
1. Ganggunan pada saluran pencernakan akibat kelainan urat saraf. Untuk itu
makanan yang sudah ditelan terasa tidak bisa lancar turun ke lambung.
2. Gangguan pada rongga mulut, gigi dan gusi. Gangguan ini pada dasarnya karena
kurangnya perawatan pada rongga mulut gigi dan gusi, sehingga bila terkena
penyakit akan lebih sulit penyembuhannya.
3. Gangguan infeksi. Dibandingkan dengan orang yang normal, penderita diabetes
millitus lebih mudah terserang infeksi.
2.7 Pemeriksaan diagnostic Ketoasidosis
2.7.1 Analisa Darah
1) Kadar glukosa darah bervariasi tiap individu
7
2) pH rendah (6,8 -7,3)
3) PCO2 turun (10 – 30 mmHg)
4) HCO3 turun (<15 mEg/L)
5) Keton serum positif, BUN naik
6) Kreatinin naik
7) Ht dan Hb naik
8) Leukositosis
9) Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
2.7.2 Elektrolit
1) Kalium dan Natrium dapat rendah atau tinggi sesuai jumlah cairan yang hilang
(dehidrasi).
2) Fosfor lebih sering menurun
2.7.3 Urinalisa
1) Leukosit dalam urin
2) Glukosa dalam urin
3) EKG gelombang T naik
4) MRI atau CT-scan
5) Foto Toraks
2.8 Penatalaksanaan
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan
ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada. Pengawasan
ketat, KU jelek masuk HCU/ICU. Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :
2.8.1 Penilaian klinik awal
1) Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis
(hierventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.
2) Konfirmasi biokimia : darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis),
glukosuria, ketonuria dan analisis gas darah.
Reusitasi :
1) Pertahankan jalan nafas.
2) Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.
8
3) Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20cc/KgBB bolus.
4) Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan nasogastrik tube untuk
menghindari aspirasi lambung.
2.8.2 Observasi klinik
Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :
1) Frekwensi nadi, frekwensi nafas, dan tekanan darah setiap jam.
2) Ukur suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.
3) Pengukuran balance cairan setiap jam.
4) Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.
5) Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri.
6) EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda hipo atau hiperkalemia.
7) Keton urine sampai negatif atau keton darah (bila terdapat fasilitas).
2.8.3 Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan
resiko terjadinya edema serebri. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
1) Tentukan derajat dehidrasi penderita.
2) Gunakan cairan normal salin 0,9%.
3) Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na)
rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
4) 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
5) Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.
2.8.4 Penggantian Natrium
1) Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.
2) Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
3) Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia yang
terjadi. Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L
setiap peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL.
4) Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.
5) Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan
NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.
9
6) Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko edema
serebri.
2.8.5 Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi
di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium
intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan
pemberian insulin dan asidosis teratasi.
1) Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi,
dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40
mmol/L cairan.
2) Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.
2.8.6 Penggantian Bikarbonat
1) Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.
2) Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan : Terjadinya asidosis cerebral,
Hipokalemia, Excessive osmolar load, Hipoksia jaringan.
3) Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan
bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok
yang persistent.
4) Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu
1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan ¼ dari
kebutuhan.
2.8.7 Pemberian Insulin
1) Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
2) Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
3) Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah
walaupun insulin belum diberikan.
4) Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada
anak < 2 tahun.
10
5) Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml
atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit
dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.
6) Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100
mg/dL/jam.
7) Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½ Salin.
8) Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
9) Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10
½ Salin.
10) Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
11) Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.
12) Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk
menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.
13) Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang
kondisi penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon
pemberian insulin.
14) Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau
subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.
2.8.8 Tatalaksana edema serebri
Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri dibuat,
meliputi:
1) Kurangi kecepatan infus.
2) Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan
pemberian akan kurang efektif).
3) Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.
4) Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.
5) Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.
2.8.9 Fase Pemulihan
Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: memulai
diet per-oral, peralihan insulin drip menjadi subkutan.
11
Memulai diet per-oral.
1) Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250
mg/dL, pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah.
2) Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30
menit sesudah snack berakhir.
3) Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.
4) Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60
menit sesudah makan utama berakhir.
Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.
1) Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil, dan
anak dapat menghabiskan makanan utama.
2) Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin iv
diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan.
3) Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual tergantung
kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau
disesuaikan dosis basal sebelumnya.
4) Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan siang,
2/7 sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur.
2.9 Pencegahan
Dua faktor yang paling berperan dalam timbulnya KAD adalah terapi insulin yang tidak
adekuat dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju keduanya dapat diatasi dengan
memberikan hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk mencapai fasilitas kesehatan,
komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan dan penderita dan keluarnya disaat sakit
serta edukasi.
Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita DM tipe 1
agar tidak terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekonpensasi metabolik dan penanganan
yang tepat. Hal praktis yang dapat dilaksanakan adalah:
1) Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak menghentikan
pemberian insulin, managemen insulin yang tepat disaat sakit).
2) Menghindari stress.
12
3) Menghindari puasa berkepanjangan.
4) Mencegah dehidrasi.
5) Mengobati infeksi secara adekuat.
6) Melakukan pemantauan kadar gula darah/keton secara mandiri.
13
BAB 3
PENUTUP3.1 Kesimpulan
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai
oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin
absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus
yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD
biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok.
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang ditandai
dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Ketoasidosis diabetik merupakan
akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat
dan lemak. Keadaan ini merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada
diabetes ketergantungan insulin.
3.2 Saran
Bila menemukan klien yang DM tetapi belum terjadi KAD berikan informasi tentang
KAD dan pencegahan terhadap KAD. Bila menemukan klien dengan KAD, sebaiknya
selalu kontrol pemberian insulin dan cairan elektrolit sehingga meminimalkan terjadinya
komplikasi yang tidak diinginkan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Kitabchi AE,Management of Diabetic Ketoacidosis,Diabetic Care Update,American Family Physician, Vol. 60. Number 2, 1999.
Murray, Robert K. Harpers biochemistry, Ed. 25, Appleton and Lange, 2000:603-609.
Allan Graw, et.al,Clinical Biochemistry
, Churchill Livingstone, Toronto,1999; 56-
63.Wall 8M, et.al.,
Hyperglycemic Crises in Patient With Diabetes Mellitus, Clinical
Diabetes, Spring 2001.
15