Ketoasidosis pada Pasien Anak

25
Ketoasidosis Diabetik pada Pasien Anak Allysa Desita Maghdalena Parinussa 102011105 – E1 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara Nomor 6, Jakarta Barat [email protected] Pendahuluan Kebanyakan orang tua sangat khawatir bila anaknya mengeluh sakit. Tidak hanya pada saat anak mengeluh sakit, saat anak cenderung diam daripada biasanya orang tua bisa sangat khawatir. Banyak hal yang dapat menyebabkan si anak cenderung diam, salah satunya adalah penurunan kesadaran yang dialami. Ada beberapa sebab terjadinya penurunan kesadaran, seperti pada kasus yang dialami anak laki-laki 5 tahun pada skenario ini. Anak laki-laki ini mengalami penurunan kesadaran sejak beberapa jam yang lalu. Pada pemeriksaan fisik denyut jantung 140x/menit, tekanan darah 80/50 mmHg, temperature afebris, pernapasan cepat dan dalam, capillary refill 5 detik, serta turgor kulit menurun. Menurut ibu anak laki-laki tersebut pasien mengalami penurunan berat badan 3 kg sejak beberapa minggu yang lalu, semakin mudah lelah sejak beberapa hari yang lalu dan terutama pasien merasa cepat haus, sering kencing dan ngompol pada malam hari sejak 3 hari yang lalu. 1

description

Ketoasidosis sebagai komplikasi DM tipe 1 pada pasien anak

Transcript of Ketoasidosis pada Pasien Anak

Ketoasidosis Diabetik pada Pasien AnakAllysa Desita Maghdalena Parinussa102011105 E1Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara Nomor 6, Jakarta [email protected]

PendahuluanKebanyakan orang tua sangat khawatir bila anaknya mengeluh sakit. Tidak hanya pada saat anak mengeluh sakit, saat anak cenderung diam daripada biasanya orang tua bisa sangat khawatir. Banyak hal yang dapat menyebabkan si anak cenderung diam, salah satunya adalah penurunan kesadaran yang dialami. Ada beberapa sebab terjadinya penurunan kesadaran, seperti pada kasus yang dialami anak laki-laki 5 tahun pada skenario ini.Anak laki-laki ini mengalami penurunan kesadaran sejak beberapa jam yang lalu. Pada pemeriksaan fisik denyut jantung 140x/menit, tekanan darah 80/50 mmHg, temperature afebris, pernapasan cepat dan dalam, capillary refill 5 detik, serta turgor kulit menurun. Menurut ibu anak laki-laki tersebut pasien mengalami penurunan berat badan 3 kg sejak beberapa minggu yang lalu, semakin mudah lelah sejak beberapa hari yang lalu dan terutama pasien merasa cepat haus, sering kencing dan ngompol pada malam hari sejak 3 hari yang lalu.Pada pasien anak ini diduga menderita ketoasidosis diabetic, dimana penyakit ini merupakan komplikasii dari diabetes militus tipe 1. Diabetes militus tipe 1 ini banyak didapatkan pada anak-anak. Ketoasidosis penting untuk didiagnosa secara cepat karena dapat bersifat fatal.

Pembahasan

1. AnamnesisAnamnesis merupakan suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan atau komunikasi dua arah antara dokter dan pasien. Anamnesis yang baik disertai dengan empati dari dokter terhadap pasien. Perpaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan yang mendalam tentang gejala (simtom) dan tanda (sign) dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang memuaskan dalam menentukan diagnosis kemungkinan sehingga dapat membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, autoanamnesis dan aloanamnesis. Autoanamnesis dilakukan langsung pada pasien, sedangkan aloanamnesis dilakukan dengan keluarga atau wali dari pasien tersebut. Aloanamnesis dilakukan jika pasien tidak dapat memberikan informasi kepada kita (koma, cacat, dan bayi atau anak-anak).1Pada tahap pertama anamnesis kita harus menanyakan identitas pasien secara jelas, yaitu sebagai berikut: Nama, Jenis kelamin, Tempat/tanggal lahir, Status perkawinan Pekerjaan, Alamat, Pendidikan, dan Agama. Pada tahap berikutnya, kita menanyakan keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit keluarga dan sosial. 1Tanyakan keluhan utama pasien, anak laki-laki ini dibawa ibunya ke UGD dengan keluhan anaknya semakin bingung sejak beberapa jam yang lalu, hal ini menunjukan adanya penurunan kesadaran pada pasien. Tanyakan riwayat penyakit sekarang, apakah ada demam, mual, muntah, sakit kepala atau keluhan penyerta lainnya, pada pasien ini mengalami penurunan berat badan. Setelah itu tanyakan riwayat penyakit dahulu, apakah anak tersebut pernah mengalami gejala yang sama, jika iya apakah sudah pernah berobat ke dokter, tanyakan penyakit yang sebelumnya diderita oleh anaknya, terutama tanyakan apakah anak tersebut menderita diabetes. Tanyakan riwayat penyakit keluarga, apakah ada diantara keluarga pasien yang menderita diabetes. Tanyakan trias diabetes, kebiasaan makan pasien, sehari berapa kali makan, biasanya makan apa saja. Minum sehari berapa kali, apakah sering cepat haus. Tanyakan berapa kali pasien buang air kecil dalam sehari. Pada pasien ini, dirasakan rasa cepat haus dan ngompol. Pada pasien anak penting ditanyakan riwayat kehamilan, kelahiran dan imunisasi anak tersebut.Pada inti anamnesis terutama pada pasien KAD adalah tanyakan adakah riwayat diabetes, riwayat konsumsi obat, terutama obat diabetes oral (ADO), mual muntah, pusing-pusing, mulut kering, nyeri perut, merasa lemah dan perasaan mengantuk. Pada diabetes tipe 1 sangat penting untuk menanyakan trias diabetes, penurunan berat badan walaupun sering makan, sering gatal dan sering ngompol.

2. Pemeriksaan fisikPemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien ini didapatkan denyut jatung 140 kali/menit, tekanan darah 80/50 mmHg, temperature afebris dan pernapasan cepat dan dalam atau pernapasan kusmaul.Pada inspeksi lakukan pemeriksaan secara umum terlebih dahulu, dimana didapatkan pasien tersebut mengalami penurunan kesadaran. Lihat bentuk mata pasien, normal atau cekung, tanyakan bila pasien menangis apakah ada air mata yang keluar. Lihat bagian mukosa mulut dan bibir, lembab atau kering. Pada pemeriksaan mata dan mukosa bibir ini dapat terlihat apakah pasien tersebut mengalami dehidrasi atau tidak.Pemeriksaan fisik lainnya lakukan pemeriksaan tugor kulit, capillary refill. Pada pasien anak ini didapatkan turgor kulit menurun, dimana hal ini menandakan adanya dehidrasi pada pasien tersebut. Capillary refill 5 detik pada pasien ini.Pada intinya pemeriksaan fisik pada pasian KAD adalah nadi cepat, tekanan darah rendah, nyeri perut, bibir kering merah, peristaltic usus berkurang, mata cekung, pipi kemerahan, tanda-tanda dehidrasi seperti tugor kulit berkurang, tangan berwarna pucat dan terasa dingin, kesadaran pasien somnolen sampai koma, pernapasan kusmaul, bau napas seperti buah (fruity odor) karena aseton dan kadang nyeri seluruh tubuh.

3. Pemeriksaan penunjanga. Glukosa darahPemeriksaan glukosa darah yang tinggi mendasari diagnosis seseorang menderita diabetes mellitus. Pada pasien ini diduga menderita ketoasidosis diabetik lakukan pemeriksaan glukosa darah untuk meyakinkan benar atau tidaknya pasien tersebut menderita diabetes mellitus.Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. PERKENI membagi alur diagnosis DM. gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsi, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM adalah lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM, periksa glukosa darah, abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakgan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis DM juga data ditegakkan melalui cara pada Tabel 1.2

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus2

1.Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dLGlukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa

2.Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa 126 mg/dLPuasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

3.Glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dLTTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

TTGO atau tes toleransi glukosa dilakukan dengan tatalaksana sebagai berikut:2 Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti biasa dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula boleh dilakukan Diperiksa konsentrasi gula darah puasa Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL diminum dalam waktu 5 menit Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai Diperiksa glukosa darah dua jam sesudah beban glukosa Selama proses pemeriksaan pasien yang diperiksa tetap beristirahat dan tidak merokok

Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3, yaitu:< 140 mg/dL menandakan glukosa darah normal, 140 - < 200 mg/dL menandakan toleransi glukosa terganggu, 200 mg/dL menandakan pasien menderita diabetes.2Jika glukosa darah pasien termasuk dalam interpretasi toleransi glukosa terganggu, lakukan pemeriksaan penyaring lainnya. Tetapi pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya tidak dianjurkan karena di samping biaya yang mahal, rencana tindak lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT), sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah lima sampai sepuluh tahun kemudian sepertiga kelompok TGT akan berkembang sebagi DM, sepertiga tetap TGT dan sepertiga lainnya kembali normal.Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan konsentrasi glukosa darah sewaktu atau konsentrasi glukosa darah puasa.

Tabel 2. Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dL)2

Bukan DMBelum pasti DMDM

Konsentrasi glukosa darah sewaktu (mg/dL)Plasma vena< 100100 199 200

Darah kapiler< 990 199 200

Konsentrasi glukosa darah puasa (mg/dL)Plasma vena< 100100 125 126

Darah kapiler< 9090 99 100

b. Pemeriksaan pHAnalisis gas darah dilakukan untuk melihat pH darah pasien. Interpretasi dari pemeriksaan analisis gas darah ini mengarah pada derajat asidosis ringan ( pH 7,2 7,3), sedang (pH 7,1 7,2) atau berat (pH < 7,1). Pada pasien diabetes mellitus tipe 1 dengan komplikasi ketoasidosis diabetic didapatkan pH vena < 7,3. Bikarbonat sendiri digunakan untuk mengukur anion gap. Sehingga dapat menentukan derajat asidosis. Pada pasien ketoasidosis bicarbonat < 15 meq/L.

c. UrinalisisPada pemeriksaan urin dilakukan pemeriksaan makroskopis urin dan yang penting adalah benda keton urin. Pemeriksaan makroskopis yang sangat diperlukan adalah pemeriksaan pH urin. Salah satu fungsi ginjal adalah mengatur keseimbangan asam basa tubuh melalui ekskresi ino H+ dan reabsorpsi bikarbonat sehingga pemeriksaan pH urin dapat menggambarkan gambaran keadaan pH tubuh. Urin normal mempunyai pH 4,5 8,0.3pH urin asam dapat dijumpai pada diet tinggi protein, beberapa jenis obat (misalnya NH4Cl, mandelic acid) serta penyakit tertentu salah satunya adalah diabetes mellitus dengan ketoasidosis.3Selain untuk memeriksa pH, urin juga digunakan untuk pemeriksaan benda keton urin. Pemeriksaan terhadap benda keton urin dapat dilakukan dengan reagen Rothera dan reagen Gerhardt. Di antara kedua test tersebut, tes Rothera lebih peka daripada tes Gerhardt. Tes Gerhardt positif akan disertai tes Rothera positif pula. Bila tes Gerhardt positif tetapi tes Rothera negatif, artinya adalah tes Gerhardt menunjukan hasil positif palsu.3Pada pasien ketoasidosis akan menunjukan hasil positif pada pemeriksaan benda keton urin.

4. Diagnosisa. Diagnosis kerjaDari anamnesis dan didukung oleh hasil pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang, pasien anak laki-laki ini mengalami ketoasidosis diabetik yang merupakan komplikasi dari diabetes mellitus tipe 1 yang dideritanya.Ketoasidosis diabetic (KAD) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolic yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, teruratama disebabkan oleh defisiensi insulin absolute atau relative. Akibat diuresus osmotic, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan daoat sampai menyebabkan syok.4

b. Diagnosis bandingDiagnosis banding yang saya ambil adalah komplikasi metabolik lain yang disebabkan oleh diabetes, yaitu Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK) dan hipoglikemia.HHNK adalah komplikasi metabolic akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolute, namun relative, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih besar dari 600 mg/dL. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas, diuresis osmotic dan dehidrasi berat. Pasien dapat menadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Pengobatan HHNK adlah rehidrasi, penggantian elektrolit dan insulin regular. Perbedaan utama antara HHNK dan KAD adalah pada HHNK tidak terdpat ketosis.5Komplikasi metabolic lain yang sering dari diabetes adalah hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin), terutama komplikasi terapi insulin. Pasien diabetes insulin mungkin suatu saat menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak daripada jumlah yang dibutuhkannya untuk mempertahankan kadar glukosa normal yang mengakibatkan terjadi hipoglikemia. Gejala-gejala hipoglikemiadisebabkan oleh pelepasan epinefrin (berkeringat, gemetar, sakit kepala dan palpitasi), juga akibat kekurangan glukosa dalam otak (tingkah laku yang aneh, sensorium yang tumpul dan koma).5Harus ditekankan bahwa serangan hipoglikemia adalah berbahaya, bila sering terjadi atau terjadi dalam waktu yang lama, dapat mengakibatkan kerusakan otak yang permanen atau bahkan kematian. Penatalaksanaan hipoglikemia adalah perlu segera diberikan karbohidrat, baik oral maupun intravena. Kadang-kadang diberikan glucagon. Hipoglikemia akibat pemberian insulin pada pasien diabetes dapat memicu pelepasan hormone perlawanan regulator (glucagon, epinefrin, kortisol, hormone pertumbuhan) yang seringkali meningkatkan kadar glukosa dalam kisaran hiperglikemia (efek Somogyi). Kadar glukosa yang naik turun menyababkan pengontrolan diabetic yang buruk. Mencegah hipoglikemia adalah dengan menurunkan dosis insulin dan dengan emikian menurunkan hiperglikemia.5Beberapa faktor pencetus terjadinya hipoglikemia pada pasien DM adalah, intake makanan yang berkurang tetapi terapi untuk penurunan glukosa darah dilakukan secara rutin, dosis obat yang dipakai terapi pada pasien DM berlebihan, untuk itu pada pasien DM pemberian dosis obat ada baiknya untuk dititrasi. Atau mungkin dosis obat tidak menjadi masalah melainkan kelainan dari organ ginjal yang menyebabkan ekskresi dari obat terganggu, ataupun aktivitas jasmani yang meningkat dari biasanya dan tidak disertai dengan intake glukosa yang sepadan.

5. EpidemiologiData komunitas di Amerika Serikat, Rochester menunjukan bahwa insidens KAD sebesar 8 per 1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok umur, sedangkan untuk kelompok usia dibawah 30 tahun sebesar 13,4 per 1000 pasien DM per tahun. Walaupun data komunitas di Indonesia belum ada, agaknya insiden KAD di Indonesia tidak sebanyak di negara barat, mengingat prevalensi DM tipe 1 yang rendah.4Di negara maju dengan sarana yang lengkap, angka kematian KAD berkisar antara 9 - 10%, sementara di klinik dengan sarana sederhana dan pasien usia lanjut angka kematian dapat mencapai 25 - 50%. Angka kematian KAD di RS Dr. Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tajun tampaknya belum ada perbaikan (tabel 3). Selama periode 5 bulan (Januari Mei 2002) terdapat 39 episode KAD dengan angka kematian 15%.4Angka kematian menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai KAD seperti sepsis, syok yang berat, infark miokard akut yang luas, pasien lanjut usia, konsentrasi glukosa darah yang awalnya tinggi, uremia dan konsentrasi keasaman darah yang rendah. Kematian pasien KAD usia muda, umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional, sera memadai sesuai dengan dasar patofisiologinya. Pada kelompok usia lanjut, penyabab kematian lebih sering dipicu oleh faktor penyakit dasarnya.4

Tabel 3. Jumlah Kasus dan Angka Kematian Ketoasidosis Diabetik di RS Dr. Cipto Mangunkusumo4

TahunJumlah kasusAngka kematian %

1983 84 (9 bulan)1431,4

1984 88 (48 bulan)5540

1995 (12 bulan)17

1997 (6 bulan)2318,7

1998-99 (12 bulan)3751

Dari data yang tampak bahwa jumlah pasien KAD dari tahun ke tahun relative tetap/tidak berkurang dan angka kematiannya belum juga menggembirakan. Mengingat 80% pasien KAD telah diketahui menderita DM sebelumnya, upaya pencegahan sangat berperan dalam mencegah KAD dan diagnosis dini KAD.4

6. EtiologiPasien yang menderita DM memungkinkan untuk terkena komplikasi. Komplikasi DM dapat dibagi dalam dua kategori mayor, yakni komplikasi metabolic akut dan komplikasi-komplikasi vascular jangka panjang.5Komplikasi metablik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relative akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolic yang paling seriuspada DM tipe 1 adalah ketoasidosis diabetic.5Dengan kata lain ketoasidosis diabetic merupakan komplikasi dari seorang pasien yang menderita DM tipe 1. Pada penyakit ini terjadi kekacauan metabolic dan akibat dieresis osmotic pasien ketoasidosis diabetic akan mengalami dehidrasi.KAD tercetus bila pasien DM tidak teratur meminum obat atau memakai insulin, atau bahkan seorang penderita DM yang belum mengetahui bahwa dirinya menderita DM sehingga tidak dapat mewaspadai komplikasi dari penyakitnya tersebut.

7. Faktor pencetusAda sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali. Pasien KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang. Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah infeksi, infark miokard akut, pancreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, menghentikan atau mengurangi dosis insulin. Sementara itu 20% pasien KAD tidak didapatkan faktor pencetus.4Menghentikan atau mengurangi dosis insulin merupakan salah satu pencetus terjadinya KAD. Adapun alasan pasien mengurangi atau menghentikan dosis insulin adalah tidak mempunyai uang untuk membeli, nafsu makan menurun, masalah psikologis. Pada kasus seperti ini 55% menyadari adanya gejala hiperglikemia, walaupun demikian hanya 5% yang menghubungi klinik diabetes untuk mengatasi hal tersebut.4

8. PatofisiologiKAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolute atau relative dan peningkatan hormone kontraregulator (glucagon, katekolamin, kortisol, hormone pertumbuhan); keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia sangat bervariasi dan tidak menentukan berat ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda klinis KAD dapat dikelempokan menjadi dua bagian, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat ketosis.4Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hydrogen dan asidosis metabolic. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan dieresis osmotic dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat mengalami hipotensi dan mengalami syok. Akhirnya akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan meninggal.5Pada KAD terjadi defisiensi insulin absolute atau relative terhadap hormone kontraregulasi yang berlebihan. Defisiesnsi insulin dapat disebabkan oleh resistensi insulin atau suplai insulin endogen atau eksogen yang berkurang. Defisiensi aktivitas insulin tersebut, menybabkan tiga proses patofisiologi yang nyata, yaitu sel-sel lemak, hati dan otot. Perubahan yang terjadi terutama melibatkanmetabolisme lemak dan karbohidrat.4Di antara hormone-hormon kontraregulator, glucagon yang paling berperan dalam patogenesis KAD. Glucagon menghambat proses glikolisis dan menghambat pembentukan malonyl CaA. Malonyl CoA adalah suatu penghambat cartine acyl transferases (CPT 1 dan 2) yang bekerja pada transfer asam lemak bebas ke dalam mitokondria. Dengan demikian peningkatan glucagon akan merangsang oksidasi beta asam lemak dan ketogenesis.4Pada pasien DM tipe 1 konsentrasi glucagon darah tidak teregulasi dengan baik. Bila konsentrasi insulin rendah maka konsentrasi glukagon darah sangat meningkat serta mengakibatkan reaksi kebalikan respons pada sel-sel lemak dan hati.4Konsentrasi epinefrin dan kortisol darah meningkat pada KAD. Hormone pertumbuhan (GH) pada awal terapi KAD konsentrasinya kadang-kadang meningkat dan lebih meningkat lagi dengan pemberian insulin. Keadaan stress sendiri meningkatkan hormone kontraregulasi yang pada akhirnya akan menstimulasi pembentukan benda-benda keton, glukoneogenesis serta potensial sebagai pencetus KAD. Sekali proses KAD terjadi maka akan terjadi stress yang berkepanjangan.4

9. Manifestasi klinik Sekitar 80% pasien KAD adalah pasien DM yang sudah dikenal. Kenyataan ini tentunya sangat membantu untuk mengenali KAD akan lebih ceat sebagai komplikasi akut DM dan segera mengatasinya. Sesuai dengan patofisiologi KAD, maka pada pasien KAD didapatkan pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai dengan hipervolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa napas tidak terlalu mudah tercium.4Keluhan poliuri dan polidipsi sering kali mendahului KAD serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin, demam atau infeksi. Muntah-muntah merupakan gejala yang paling sering dijumpai terutama pada KAD anak. Dapat juga dijumpai nyeri perut yang menonjol dan hal itu berhubungan dengan gastroparesis-dilatasi lambung.4Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai kompos mentis, delirium atau depresi sampai dengan koma. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab penurunan kesadaran lain (misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alkohol).4

10. PenatalaksanaanBegitu masalah diagnosis KAD ditegakkan, segera pengelolaan dimulai. Pengelolaan KAD tentunya berdasarkan patofisiologi dan patogenesis penyakit, merupakan penyakit titerasi, sehingga sebaiknya dirawat di ruang perawatan intensif. Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah penggantian cairan dan garam yang hilang, menekan lipolisis sel lemak dan menekan glikoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin, mengatasi stress sebagai pencetus KAD, mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.4Yang pertama dilakukan adalah rehidrasi pada pasien KAD, dengan kata lain atasi dehidrasi yang dialami pasien terlebih dahulu.Pengobatan KAD tidak terlalu rumit, 5 hal penting yang harus diberikan adalah cairan, garam, insulin, kalium dan glukosa.4 Tindakan umumPenderita dikelola dengan tirah baring. Bila kesadaran menurun penderita dipuasakan. Untuk membantu pernapasan dipasang oksigen nasal (bila PO2 < 80 mgHg). Pemasangan sonde hidung-lambung diperlukan untuk mengosongkan lambung, supaya aspirasi isi lambung dapat dicegah bila pasien muntah. Kateter urin diperlukan untuk mempermudah balans cairan, tanpa mengabaikan resiko infeksi. Untuk keperluan rehidrasi, drip insulin, dan koreksi kalium dipasang infus 3 jalur. Pada keadaan tertentu diperlukan pemasangan CVP yaitu bila ada kecurigaan penyakit jantung atau pada pasien usia lanjut. EKG perlu direkam secepatnya, antara lain untuk pemantauan kadar K plasma. Heparin diberikan bila ada DIC atau bila hiperosmolar berat (>380 mOsm/L). Antibiotik diberikan sesuai hasil kultur dengan hasil pembiakan kuman dari urin, usap tenggorok, atau dari bahan lain.6 CairanUntuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan garam fisiologis. Berdasarkan perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml per kg berat badan, maka pada jam pertama diberikan 1 sampai 2 liter, jam kedua diberikan 1 liter dan selanjutnya sesuai protocol. Ada dua keuntungan rehidrasi pada KAD: memperbaiki perfusi jaringan dan menurunkan hormone kontraregulator insulin. Bila konsentrasi glukosa kurang dari 200mg% maka perlu diberikan larutan mengandung glukosa (dekstrosa 5% atau 10%).4 InsulinTerapi insulin harus segera dimulai sesat setelah diagnosis KAD dan rehidrasi yang memadai. Pemberian insulin akan menurunkan konsentrasi hormon glukagon, sehingga dapat menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan meningkatkan utilasi glukosa oleh jaringan.4180 mU/kgBB diberikan sebagai bolus intravena, disusul dengan drip insulin 90 mU/jam/kgBB dalam NaCl 0,9%. Bila kadar glukosa darah turun hingga kurang dari 200 mg% kecepatan drip insulin dikurangi hingga 45 mU/jam/kgBB. Bila glukosa darah stabil sekitar 200-300 mg% selama 12 jam dilakukan drip insulin 1-2 U per jam di samping dilakukan sliding scale setiap 6 jam. Setelah sliding scale tiap 6 jam dapat diperhitungkan kebutuhan insulin sehari bila penderita sudah makan, yaitu 3 kali sehari sebelum makan secara subkutan. 7

Tabel 4. Jenis dan Preparat Insulin7JENISPREPARATAWITAN KERJA (JAM)PUNCAK KERJA(JAM)LAMA KERJA(JAM)

Insulin kerja pendek

Insulin kerja menengah

Insulin kerja panjang

Insulin campuranActrapid Human 40/HumulinActrapid Human 100

Monotard Human 100InsulatardNPH

PZI

Mixtard0,5 1

1 2

2

0,5 12 4

4 12

6 20

2 4 dan 6 - 125 8

8 24

18 36

8 - 24

Cara pemakaian insulin : Insulin kerja cepat/pendek : diberikan 15-30 menit sebelum makanInsulin analog : diberikan sesaat sebelum makan Insulin kerja menengah : 1-2 kali sehari, 15-30 menit sebelum makan. 7 KaliumPada awal KAD biasanya konsentrasi ion K serum meningkat. Hiperkalemia yang fatal sangat jarang dan bila terjadi harus segera diatasi dengan pemberian bikarbonat. Bila pada EKG ditemukan gelombang T yang tinggi, pemberian cairan dan insulin dapat segera mengatasi keadaan hiperkalemia tersebut.4Yang perlu menjadi perhatian adalah terjadinya hipokalemia yang fatal selama pengobatan KAD. Ion kalium terutama terdapat intraseluler. Pada keadaan KAD, ion K bergeak keluar sel dan selanjutnya dikeluarkan melalui urin. Total deficit K yang terjadi selama KAD diperkirakan mencapai 3-5 mEq/kgBB. Selama terapi KAD ion K kembali ke dalam sel. Untuk mengantisipasi masuknya ion K keluar sel dan mempertahankan konsentrasi K serum dalam batas normal, perlu pemberian kalium. Pada pasien tanpa gagal ginjal serta tidak ditemukan gelombang T yang lancip dan tinggi pada EKG, pemberian kalium segera dimulai setelah jumlah urin cukup adekuat.4Karena kalium serum menurun segera setelah insulin mulai bekerja, pemberian kalium harus dimulai bila diketahui kalium serum dibawah 6 mEq/l. Ini tidak boleh terlambat lebih dari 1-2 jam. Sebagai tahap awal diberikan kalium 50 mEq/l dalam 6 jam (dalam infus). Selanjutnya setelah 6 jam kalium diberikan sesuai ketentuan berikut :6- kalium < 3 mEq/l, koreksi dengan 75 mEq/6 jam- kalium 3-4,5 mEq/l, koreksi dengan 50 mEq/6 jam- kalium 4,5-6 mEq/l, koreksi dengan 25 mEq/6 jam- kalium > 6 mEq/l, koreksi dihentikanKemudian bila sudah sadar beri kalium oral selama seminggu.6 GlukosaSetelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya konsentrasi glukosa darah akan turun. Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan konsentrasi glukosa sekitar 60mg%/jam. Bila konsentrasi glukosa mencapai < 200mg% maka dapat dimulai infuse dengan mengandung glukosa. Perlu ditekankan di sini bahwa tujuan terapi KAD bukan untuk menormalkan konsentasi glukosa tetapi untuk menekan ketogenesis.4 BikarbonatTerapi bikarbonat pada KAD menjadi perdebatan selama beberapa tahun. Pemberian bikarbonat hanyan dianjurkan pada KAD yang berat. Adapun alasan keberatan pemberian bikarbonat adalah:4 Menurunkan pH intraseluler akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat Efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan Hipertonis dan kelebihan natrium Meningkatkan insiden hipokalemia Gangguan fungsi serebral Terjadi alkalemia bila bikarbonat terbentuk dari asam ketoSaat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH kurang dari 7,1 walaupun demikian komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam tetap merupakan indikasi pemberian bikarbonat.4Bila pH meningkat maka kalium akan turun, oleh karena itu pemberian bikarbonat disertai dengan pemberian kalium, dengan ketentuan sbb:6

Tabel 5. Dosis atau Kadar Pemberian Bikarbonat6

pHBikarbonat Kalium

< 7100 mEq26 mEq

7 - 7,150 mEq13 mEq

>7,100

Hal-hal yang harus dipantau selama pengobatan adalah :61. Kadar glukosa darah tiap jam dengan alat glukometer.2. Kadar elektrolit setiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya tergantung keadaan.3. Analisa gas darah; bila pH < 7 waktu masuk, periksa setiap 6 jam sampai pH > 7,1, selanjutnya setiap hari sampai stabil.4. Pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan temperatur setiap jam.5. Keadaan hidrasi, balans cairan.6. Waspada terhadap kemungkinan DIC11. Komplikasi Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan KAD adalah sebagai berikut edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut dan komplikasi iatrogenic. Komplikasi iatrogenic tersebut adalah hipoglikemia, hipokalemia, hiperkloremia, edema otak dan hipokalsemia.4

12. PencegahanFaktor pencetus utama KAD ialah pemberian dosis insulin yang kurang memadai dan kejadian infeksi. Pada beberapa kasus, kejadian tersebut dapat dicegah dengan akses pada sistem pelayanan kesehatan lebih baik dan komunikasi efektif terutama pada saat penyandang DM mengalami sakit akut.4Upaya pencegehan merupakan hal yang penting pada penatalaksanaan DM secara komprehensif. Khusus mengenai pencegahan KAD dan hipoglikemia, program edukasi perlu menekankan pada cara-cara mengatasi saat sakit akut. Yang paling penting ialah pasien tidak menghentikan pemberian insulin dan sebaiknya segera mencari pertolongan atau nasihat tenaga kesehatan yang professional.4

13. Prognosis Dengan terapi yang baik, tingkat kematian akibat DKA menjadi sangat rendah (