KETIDAK ADILAN GENDER

20
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam wacana perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam perbincangan mengenai pembangunan dan perubahan sosial. Bahkan, beberapa waktu terakhir ini, berbagai tulisan, baik di media massa maupun buku-buku, seminar, diskusi dan sebagainya banyak membahas tentang protes dan gugatan yang terkait dengan ketidakadilan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan dan diskriminasi itu terjadi hampir di semua bidang, mulai dari tingkat internasional, negara, keagamaan, sosial, budaya, ekonomi, bahkan sampai tingkatan rumah tangga. Gender dipersoalkan karena secara sosial telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, hak dan fungsi serta ruang aktivitas laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Perbedaan tersebut akhirnya membuat masyarakat cenderung diskriminatif dan pilih-pilih

Transcript of KETIDAK ADILAN GENDER

Page 1: KETIDAK ADILAN GENDER

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi

pokok bahasan dalam wacana perdebatan mengenai perubahan sosial dan

juga menjadi topik utama dalam perbincangan mengenai pembangunan dan

perubahan sosial. Bahkan, beberapa waktu terakhir ini, berbagai tulisan, baik

di media massa maupun buku-buku, seminar, diskusi dan sebagainya banyak

membahas tentang protes dan gugatan yang terkait dengan ketidakadilan

dan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan dan diskriminasi

itu terjadi hampir di semua bidang, mulai dari tingkat internasional, negara,

keagamaan, sosial, budaya, ekonomi, bahkan sampai tingkatan rumah

tangga.

Gender dipersoalkan karena secara sosial telah melahirkan

perbedaan peran, tanggung jawab, hak dan fungsi serta ruang aktivitas laki-

laki dan perempuan dalam masyarakat. Perbedaan tersebut akhirnya

membuat masyarakat cenderung diskriminatif dan pilih-pilih perlakuan akan

akses, partisipasi, serta kontrol dalam hasil pembangunan laki-laki dan

perempuan. 

Dari penyiapan pakaian pun kita sudah dibedakan sejak kita masih

bayi. Juga dalam hal mainan, anak laki-laki misalnya: dia akan diberi mainan

mobil-mobilan, kapal-kapalan, pistol-pistolan, bola dan lain sebagainya. Dan

anak perempuan diberi mainan boneka, alat memasak, dan sebagainya.

Ketika menginjak usia remaja perlakuan diskriminatif lebih ditekankan pada

penampilan fisik, aksesoris, dan aktivitas. Dalam pilihan warna dan motif baju

Page 2: KETIDAK ADILAN GENDER

2

juga ada semacam diskriminasi. Warna pink dan motif bunga-bunga misalnya

hanya “halal” dipakai oleh remaja putri. Aspek behavioral lebih banyak

menjadi sorotan diskriminasi. Seorang laki-laki lazimnya harus mahir dalam

olah raga, keterampilan teknik, elektronika, dan sebagainya. Sebaliknya

perempuan harus bisa memasak, menjahit, dan mengetik misalnya. Bahkan

dalam olahraga pun tampak hal-hal yang mengalami diskriminasi tersendiri.

B.    Tujuan Pembuatan Makalah

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:

1. Sebagai tugas Mata Kuliah Kesehatan Reproduksi di Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman

2. Memahami arti gender secara umum

3. Mengetahui masalah gender dalam perilaku sosial budaya di

masayarakat

4. Memahami Undang- undang tentang persamaan gender

Page 3: KETIDAK ADILAN GENDER

3

BAB II

PEMBAHASAN

A.  Pengertian Gender

Hal penting yang perlu dilakukan dalam kajian gender adalah

memahami perbedaan konsep gender dan seks (jenis kelamin).

Kesalahan dalam memahami makna gender merupakan salah satu faktor

yang menyebabkan sikap menentang atau sulit bisa menerima analisis

gender dalam memecahkan masalah ketidakadilan sosial.

Seks adalah perbedaan laki-laki dan perempuan yang berdasar

atas anatomi biologis dan merupakan kodrat Tuhan . Menurut Faqih M,

(2005) sex berarti jenis kelamin yang merupakan penyifatan atau

pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis yang melekat

pada jenis kelamin tertentu. Perbedaan anatomi biologis ini tidak dapat

diubah dan bersifat menetap, kodrat dan tidak dapat ditukar. Oleh karena

itu perbedaan tersebut berlaku sepanjang zaman dan dimana saja.

Sedangkan gender, secara etimologis gender berasal dari kata

gender yang berarti jenis kelamin. Tetapi Gender merupakan perbedaan

jenis kelamin yang bukan disebabkan oleh perbedaan biologis dan bukan

kodrat Tuhan, melainkan diciptakan baik oleh laki-laki maupun

(perempuan melalui proses sosial budaya yang panjang. Perbedaan

perilaku antara pria dan wanita, selain disebabkan oleh faktor biologis

sebagian besar justru terbentuk melalu proses sosial dan kultural. Oleh

karena itu gender dapat berubah dari tempat ketempat, waktu ke waktu,

bahkan antar kelas sosial ekonomi masyarakat

Page 4: KETIDAK ADILAN GENDER

4

Gender berasal dari bahasa latin genus yang berarti tipe atau

jenis. Ada pula yang berpendapat bahwa gender merupakan akronim

dari genital-order, atau peran sosial yang diberikan sesuai jenis

kelamin. Gender dalam penggunaannya secara umum adalah sifat dan

perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang terbentuk

secara sosial maupun budaya. Gender bersifat fleksibel tergantung

tempat dan waktunya (Faqih M, 2005).

Epistimologi penelitian Gender secara garis besar bertitik tolak

pada paradigma feminisme yang mengikuti dua teori yaitu;

fungsionalisme struktural dan konflik. Aliran fungsionalisme struktural

tersebut berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas

berbagai bagian yang saling mempengaruhi. Teori tersebut mencari

unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di dalam masyarakat. Teori

fungsionalis dan sosiologi secara inhern bersifat konservatif dapat

dihubungkan dengan karya-karya August Comte, Herbart Spincer dan

masih banyak para ilmuwan yang lain. 

Mufidah dalam Paradigma Gender (2005), mengungkapkan bahwa

pembentukan gender ditentukan oleh sejumlah faktor yang ikut membentuk,

kemudian disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi melalui sosial atau kultural,

dilanggengkan oleh interpretasi agama dan mitos-mitos seolah-olah telah menjadi

kodrat laki-laki dan perempuan.

Dalam buku Sex and Gender yang ditulis oleh Hilary M. Lips

mengartikan Gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki

dan perempuan. Misalnya; perempuan dikenal dengan lemah lembut,

cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat,

rasional, jantan dan perkasa. Ciri-ciridari sifat itu merupakan sifat yang

dapat dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada

Page 5: KETIDAK ADILAN GENDER

5

perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-

sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat

yang lain (Fakih M, 2005 ).

Secara umum, Dalam batas perbedaan yang paling sederhana,

seks dipandang sebagai status yang melekat atau bawaan sedangkan

gender sebagai status yang diterima atau diperoleh.

B. Masalah gender dalam perilaku sosial budaya masayarakat

Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dapat dilihat

dalam berbagai bidang kehidupan antara lain dalam bidang politik, sosial,

ekonomi, budaya dan hukum (baik hukum tertulis maupun tidak tertulis

yakni hukum hukum adat). Hubungan sosial antara laki-laki dan

perempuan dalam berbagai bidang kehidupan tersebut pada umumnya

menunjukkan hubungan yang sub-ordinasi yang artinya bahwa kedudukan

perempuan lebih rendah bila dibandingkan dengan kedudukan laki-laki.

Hubungan yang sub-ordinasi tersebut dialami oleh kaum

perempuan di seluruh dunia karena hubungan yang sub-ordinasi tidak saja

dialami oleh masyarakat yang sedang berkembang seperti masyarakat

Indonesia, namun juga dialami oleh masyarakat negara-negara yang

sudah maju seperti Amerika Serikat dan lain-lainnya. Keadaan yang

demikian tersebut dikarenakan adanya pengaruh dari idiologi patriarki

yakni idiologi yang menempatkan kekuasaan pada tangan laki-laki dan ini

terdapat di seluruh dunia. Keadaan seperti ini sudah mulai mendapat

perlawanan dari kaum feminis, karena kaum feminis selama ini selalu

berada pada situasi dan keadaan yang tertindas. Oleh karenanya kaum

feminis berjuang untuk menuntut kedudukan yang sama dengan kaum

Page 6: KETIDAK ADILAN GENDER

6

laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan agar terhindar dari keadaan

yang sub-ordinasi tersebut.

Ketidakadilan gender merupakan berbagai tindak ketidakadilan

atau diskriminasi yang bersumber pada keyakinan gender. Ketidak adilan

gender sering terjadi di mana-mana ini terkaitan dengan berbagai faktor.

Mulai dari kebutuhan ekonomi budaya dan lain lain. Sebenarnya masalah

gender sudah ada sejak jaman nenek moyang kita, ini merupakan masalah

lama yang sulit untuk di selesaikan tanpa ada kesadaran dari berbagai

pihak yang bersangkutan.  Budaya yang mengakar di indonesia kalau

perempuan hanya melakukan sesuatu yang berkutik didalam rumah

membuat ini menjadi kebiasaan yang turun temurun yang sulit di

hilangkan. Banyak yang menganggap perbedaan atau dikriminasi gender

yang ada pada film itu adalah hal yang biasa dan umum, sehingga mereka

tidak merasa di diskriminasi, namun akhir-akhir ini muncul berbagai

gerakan untuk melawan bias gender tersebut. Saat ini banyak para wanita

bangga merasa hak nya telah sama dengan pria berkat atasa kerja keras

RA Kartini padahal mereka dalam media masih di jajah dan di campakan

seperti dahulu.

Bentuk bentuk ketidak adilan gender

1. Pemiskinan (Marginalisasi)

Suatu proses penyisihan yang mengakibatkan kemiskinan bagi

perempuan atau laki-laki. Hal ini nampak pada film film yang

menggabarkan banyak para kaum lelaki menjadi pemimpin

perusahaan menjadi eksekutif muda. Dan sebaliknya banyak para

wanita yang digambarkan sebagai pembantu rumah tangga TKW

ataupun pengemis, sebenarnya secara tidak langsung membedakan

Page 7: KETIDAK ADILAN GENDER

7

dan mentidakadilkan gender, hal yang lebih mengecewakan ialah para

wanita tidak merasa di tindas.

Demikian juaga anggapan bahwa perempuan bekerja hanya

untuk dirinya sendiri atau sebagai pencari nafkah tambahan

menyebabkan banyak perempuan hanya mendapatkan pekerjaan

yang tidak strategis. Baik dari segi gaji, jaminan kerja ataupun status

dari pekerjaan yang didapatkan. Lebih parahnya, perempuan dianggap

tidak kapabel dalam kemampuan analitis sehingga perempuan hanya

diberi pekerjaan yang bersifat teknis dan rutin. Pada laki-laki, adanya

anggapan bahwa mereka sebagai penyangga ekonomi keluarga,

akibatnya banyak yang drop-out karena harus bekerja.

2. Penomorduaan (subordinasi)

Sikap atau tindakan masyarakat yang menempatkan

perempuan pada posisi yang lebih rendah dibanding laki-laki dibangun

atas dasar keyakinan satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau

lebih utama dibanding yang lain. Ada yang berpendapat bahwa lelaki

lebih unggul. Hal ini berkeyakinan bahwa kalau ada laki laki kenapa

harus perempuan. 

Fenomena ini sering terjadi dalam film, yaitu ketika peran

eksekutif muda yang selalu di perankan oleh pria, jika ada wanita yang

berperan sebagai eksekutif muda pastilah dia akan bermasalah dan

selalu tidak sesukses pria. Sebenarnya hal ini memang tidak terlalu

banyak di perhitungkan karena ini seperti menyuntikan racun pada

tubuh. Sedikit sedikit media (film) mengkonstruk budaya pria selalu

didepan. 

Page 8: KETIDAK ADILAN GENDER

8

3. Stereotype

Suatu sikap negatif masyarakat terhadap perempuan yang

membuat posisi perempuan selalu pada pihak yang dirugikan.

Setreotipe ini biasa juga menjadi pedoman atau norma yang secara

tidak lagsung diterapkan oleh berbagai masyarakat. Contoh streotipe

ialah wanita perokok itu dianggap pelacur, padahal belum tentu ia

pelacur pandangan yang seperti inilah yang selalu menyudutkan

kaum wanita.  Semenjak adanya pandangan mengenai streotipe ini

menjadikn suatu belenggu pada kaum wanita. 

4. Beban ganda (doubleburden)

Double burden atau beban ganda utamanya dialami oleh wanita

karir. Perempuan dianggap sebagai orang yang paling bertanggung

jawab atas tugas-tugas domestik. Misalnya mengurus anak,

membersihkan rumah, memasak dan melayani suami. Ketika

perempuan bekerja di luar rumah (bahkan seringkali sebagai pencari

nafkah utama), tanggung jawab atas tugas domestik inipun masih

dibebankan padanya. Tugas perempuan menjadi bertumpuk dan

sangat banyak

5. Kekerasan (violence)

Banyak sekali kekerasan yang terjadi terhadap perempuan

terjadi disebabkan oleh ketidakadilan gender. Kekerasan terhadap

perempuan adalah segala bentuk tindakan kekerasan yang berbasis

gender, yang mengakibatkaan atau akan mengakibatkan rasa sakit

atau penderitaan baik secara fisik maupun psikis. Mulai dari yang

terjadi di ruang publik hingga yang terjadi di ranah domestik. Bentuk

kekerasan ini bermacam-macam antara lain pemukulan, pemerkosaan

(termasuk pemerkosaan dalam perkawinan), dan pelecehan sek

Page 9: KETIDAK ADILAN GENDER

9

C. Isu gender dalam hukum adat dan perundang-undangan

1. Hukum Adat

Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia dan tersebar

di seluruh Indonesia dengan corak dan sifat yang beraneka ragam.

terdiri dari kaidah-kaidah hukum yang sebagian besar tidak tertulis

yang dibuat dan ditaati oleh masyarakat dimana hukum adat itu

berlaku.

Hukum adat  dalam kaitan dengan isu gender adalah hukum

kekeluargaan, perkawinan dan waris. Antara hukum keluarga, hukum

perkawinan dan hukum perkawinan mempunyai hubungan yang

sangat erat karena ketiga lapangan hukum tersebut merupakan bagian

dari hukum adat pada umumnya dan antara yang satu dengan yang

lainnya saling bertautan dan bahkan saling menentukan.

Dalam budaya jawa banyak istilah-istilah yang mendudukkan

posisi perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Dan istilah-istilah itu

sudah tertanam dalam hati masyarakat, sehingga dimaklumi dan

diterima begitu saja. Kita ambilkan saja contohnya, dalam istilah Jawa

ada menyebutkan bahwa istri sebagai kanca wingking, artinya teman

belakang, sebagai teman dalam mengelola urusan rumah tangga,

khususnya urusan anak, memasak, mencuci dan lain-lain. Ada lagi

istilah lain suwarga nunut neraka katut. Istilah itu juga diperuntukkan

bagi para istri, bahwa suami adalah yang menentukan istri akan

masuk surga atau neraka. Kalau suami masuk surga, berarti istri juga

akan masuk surga, tetapi kalau suami masuk neraka, walaupun istri

berhak untuk masuk surga karena amal perbuatan yang baik, tetapi

tidak berhak bagi istri untuk masuk surga karena harus katut atau

mengikuti suami masuk neraka.

Page 10: KETIDAK ADILAN GENDER

10

Ada lagi istilah yang lebih merendahkan lagi bagi para istri, yaitu

bahwa seorang istri harus bisa manak, macak, masak yang bermakna

bahwa seorang istri itu harus bisa memberikan keturunan, harus selalu

berdandan untuk suaminya dan harus bisa memasak untuk suaminya.

Sementara itu dalam budaya bugis ada yang mengatakan

bahwa perempuan itu harus malebbi (cantik dan anggun), sementara

laki- laki harus warani artinya berani bersikap agresif dan formal.

Dalam budaya Bugis tidak membatasi perempuan untuk berekspresi

menjadi pemimpin. Satu di antara perempuan Bugis yang terkenal

memperjuangkan kemerdekaan pada masa pemerintahan Belanda

adalah Opu Daeng Siradju. Dan beliau memperoleh gelar sebagai

macan betina dari Timur, terbukti dengan beberpa kali beliau keluar-

masuk penjara tetapi dalam dirinya tak sedikit pun rasa gentar terlebih

lagi mundur sebelum Indonesia meraih kemerdekaan. Sehingga,

dalam ruang-ruang kultural perempuan dan laki-laki Bugis terpatri

konsep kesejajaran peran dan fungsi. Artinya, walaupun memiliki hak

dan kewajiban yang sama, namun tetap terdapat batasan kerja

individual yang terbentuk secara fitrawi.

Selain sistem kekerabatan bilateral masyarakat Bugis yang

memposisikan perempuan dengan laki-laki dalam struktur masyarakat,

sistem gender masyarakat Bugis juga mengenal jenis gender ketiga

dan keempat (calabai dan calalai). Fleksibilitas tersebut tergambar

dalam ungkapan berikut: “Meskipun dia laki-laki, jika memiliki sifat

keperempuanan, dia adalah perempuan (calabai) dan perempuan

yang memiliki sifat kelaki-lakian adalah lelaki (calalai)

Page 11: KETIDAK ADILAN GENDER

11

2. Hukum Perundang-Undangan 

Perjuangan emansipasi perempuan Indonesia yang sudah

dimulai jauh sebelum Indonesia merdeka yang dipelopori oleh R.A.

Kartini, dan perjuangannya kemudian mendapat pengakuan setelah

Indoesia merdeka. Pengakuan itu tersirat dalam Pasal 27 U U D 1945

ayat 1 Setiap Warga Negara bersamaan haknya dalam hukum dan

Pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu

tidak ada kecualinya. Akan tetapi realisasi pengakuan itu belum

sepenuhnya terlaksana dalam berbagai bidang kehidupan.

Hal ini jelas dapat diketahui dari produk peraturan perundangan-

undangan yang masih mengandung isu gender di dalamnya, dan oleh

karenannya masih terdapat diskriminasi terhadap perempuan. Contoh

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, di mana seolah-olah undang-

undang tersebut melindungi perempuan dengan mencantumkan asas

monogami di satu sisi akan tetapi di sisi lain membolehkan bagi suami

untuk berpoligami tanpa batas jumlah wanita yang boleh dikawin.

Dalam membahas masalah diskriminasi terhadap perempuan maka

yang dipakai sebagai dasar acuan adalah Ketentuan Pasal 1 U U No.

7 Tahun 1984, yang berbunyi sebagai berikut : Mengesahkan

Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi

terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of

Discrimination Against Women) yang telah disetujui oleh Majelis

Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Desember 1979,

dengan pensyaratan (reservation) terhadap Pasal 29 ayat (1) tentang

penyelesaian perselisihan mengenai penafsiran atau penerapan

Konvensi ini, yang salinannya dilampirkan pada Undang-undang ini.

Page 12: KETIDAK ADILAN GENDER

12

Mencermati ketentuan Pasal 1 tersebut diatas maka istilah diskriminasi

terhadap perempuan atau wanita adalah setiap pembedaan,

pengucilan atau pembatasan atas dasar jenis kelamin maka terdapat

peraturan perundang-undangan yang bias jender seperti Undang-

Undang Perpajakan, Undang-Undang Perkawinan, dan lain-lainnya

Page 13: KETIDAK ADILAN GENDER

13

BAB III

KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah di uraikan, maka dapat di ambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Gender merupakan aspek hubungan sosial yang dikaitkan dengan

diferensiasi seksual atau jenis kelamin pada manusia.

2. Masalah Gender Dalam Perilaku Sosial Budaya Masayarakat meliputi:

a. Marjinalisasi atau Pemiskinan

b. Subordinasi atau penomorduaan

c. Sikap negatif masyarakat terhadap perempuan (sterotype)

d. Beban ganda (doubleburden)

e. Kekerasan (Violence)

f. Isu gender Dalam hukum Adat

g. Isu Jender Dalam Perundang-Undangan

Page 14: KETIDAK ADILAN GENDER

14

Page 15: KETIDAK ADILAN GENDER

DAFTAR PUSTAKA

Fakih, Mansour. (2005). Analisis Gender & Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Muchtar, Yati. (200)1. Gerakan Perempuan Indonesia Dan Politik Gender Orde Baru. Jurnal Perempuan Untuk Pencerahan Dan Kesetaraan, No. 14.

Mufidah Ch, (2003) Paradigma Gender, Bayumedia Publishing, Malang

Soewondo, Nani. 1984. Kedudukan Wanita Indonesia Dalam Hukum Dan Masyarakat. Ghalia: Indonesia, Jakarta.

Soekito, Sri Widoyatiwiratmo. 1989. Anak Dan Wanita Dalam Hukum. LP3ES: Jakarta.

Undang-Undang Dasar. 1945. Apollo: Surabaya.