KETERLIBATAN INDONESIA DALAM PASUKAN OPERASI...
-
Upload
truongthuy -
Category
Documents
-
view
233 -
download
0
Transcript of KETERLIBATAN INDONESIA DALAM PASUKAN OPERASI...
KETERLIBATAN INDONESIA DALAM PASUKAN
OPERASI PENGAWASAN-PERDAMAIAN PBB PADA
KONFLIK ISRAEL-HEZBULLAH DI LEBANON
2006-2014
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Cecep Supardi
1110114000037
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
v
ABSTRAKSI
Skripsi ini membahas tentang alasan yang menyebabkan keterlibatan
Indonesia dalam pasukan operasi pengawasan-perdamaian PBB pada konflik
Israel-Hezbullah di Lebanon 2006-2014. Meski permasalahan Indonesia pada
2006 terkait dengan penurunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) ditinjau dari anggaran pertahanan namun Indonesia tetap berperan aktif
dalam misi perdamaian dunia yang di usung PBB ke Lebanon. keterlibatan
Indonesia dalam pasukan pemeliharaan perdamaian PBB yang didasari oleh
semangat pembukaan UUD 1945 khususnya alinea ke-IV tentang komitmen
Indonesia untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Komitmen tersebut
tercerminkan di dalam kebijakan politik luar negeri Indonesia bebas-aktif,
khususnya dalam hal upaya Indonesia untuk turut berperan aktif menjaga
keamanan dan perdamaian internasional.
Penelitian ini bertujuan menganalisis mengenai keterlibatan Indonesia
dalam pengiriman pasukan operasi pengawasan-perdamaian PBB pada konflik
Israel-Hezbullah di Lebanon 2006-2014. Metodologi penelitian yang digunakan
penulis yaitu metode penelitian kualitatif yang meliputi focus groups, penelitian
berbasis internet, penelitian berbasis dokumen atau arsip (archival and document-
based research). Dalam menganalisis kerangka teori penelitian ini penulis
mengunakan analisis kebijakan luar negeri dan konsep kepentingan nasional.
Keterlibatan Indonesia dalam pasukan operasi pengawasan-perdamaian
PBB pada konflik Israel-Hezbullah atas dasar kebijakan luar negeri dan
kepentingan nasional Indonesia yang akan dicapai pada konflik Isreal-Hizbullah
di Lebanon. Keterlibatan Indonesia dalam misi perdamian pada konflik Israel-
Hezbullah di Lebanon, ada empat komponen gagasan kebijakan luar negeri
Indonesia untuk kepentingan nasional dari temuan penelitian ini yaitu (1)
Orientasi kebijakan luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempunyai konsep thousand friends-zero
enemy untuk menggambarkan orientasi, sikap, dan tingkah laku Indonesia dalam
kondisi internasional yang menurut istilah presiden SBY navigating a turbulent
ocean. (2) Peran nasional atas dukungan dari Komisi I DPR RI, Kementerian
Pertahanan RI, Panglima TNI, Kementerian Luar Negeri RI, Kementerian
Keuangan RI. (3) Tujuan nasional terdiri dari esistensi militer Indonesia di dunia
Internasional melalui prestasi pasukan Kontingen Garuda, alutsista Indonesia di
dunia Internasional dan perdagangan Indonesia surplus. (4) Tindakan nasional
yaitu atas dasar Keputusan Presiden RI nomor 15 tahun 2006 tanggal 9 September
2006 tentang pengiriman pasukan pemelihara perdamaian di Lebanon Selatan dan
Peraturan Presiden RI nomor 85 tahun 2011 tanggal 29 November 2011 tentang
Tim Koordinasi Misi Pemeliharaan Perdamaian (TKMPP).
Kata Kunci: Indonesia, Kebijakan Luar Negeri, Kepentingan Nasional, Konflik
Israel-Hizbullah, Lebanon, UNIFIL
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil’aalamiin segala puji dan syukur atas kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat, karunia, dan rizki serta kekuatan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “KETERLIBATAN
INDONESIA DALAM PASUKAN OPERASI PENGAWASAN-
PERDAMAIAN PBB PADA KONFLIK ISRAEL-HEZBULLAH DI
LEBANON 2006-2014” senantiasa skripsi ini selalu diberkahi ilmu yang
bermanfaat dan berguna dunia akhirat.
Sebelum mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berjasa
selama proses penyelesaikan skripsi ini. Penulis terlebih dahulu mengatakan
bahwa semua ini tidak akan terwujud tanpa adanya kerja keras, doa dan cita-cita
di masa depan yang menjadi motivasi dalam menyelesaikan perkuliahan di
program studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis sangat menyadari
bahwa terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak
yang telah memotivasi dan membimbing penulis, baik dalam bentuk waktu,
tenaga, ide dan pemikiran. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Ibu HJ. Edah Jubaedah dan Bapak H. Nedi
Sugianto atas doa dan restu serta dukungan yang setulus hati baik moril
maupun materil serta dengan penuh kasih sayang dan kesabaran untuk
memberikan kepercayaan, motivasi dan perhatian kepada penulis. Terima
kasih atas seluruh cinta dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.
2. Bapak Robi Sugara, M.Sc selaku dosen pembimbing penulis yang telah
memberikan ilmu dan waktunya dalam membimbing penulis selama
penulisan skripsi ini. Skripsi ini tidak akan selesai tanpa dukungan dan
motivasi yang diberikan oleh beliau yang penuh kesabaran kepada penulis
untuk segera menyelesaikan perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
3. Bapak M. Adian Firnas, M.Si selaku Ketua Program Studi Hubungan
Internasional dan Ibu Eva Mushoffa, MA selaku Sekretaris Program Studi
Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Badrus Sholeh, MA dan Ibu Inggrid Galuh Mustikawati, M.HSPS
serta Bapak Ibu Dosen Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Jajang Saprijal selaku Staf Bagian Akademik Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
sangat banyak membantu dalam proses administrasi penulis.
vii
6. Bunda Komalasari, S.Pd.I yang selalu memberikan semangat saat halangan
menghadang dan selalu mengingatkan saat penulis terlalu sibuk dengan
berbagai aktivitas. Terimakasih dengan sepenuh cinta karena telah
memberikan masukan pemikiran dan memberikan bantuan dalam berbagai
hal yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
7. Keluarga Mahasiswa Islam Karawang (KMIK) Jakarta yang telah menjadi
tempat penulis bernaung dan menghabiskan waktu selama masa perkulihan
dan mengerjakan skripsi. Semoga ikatan kekeluargaan kita tetap abadi hingga
akhir hayat.
8. Keluarga Besar Racana Fatahillah-Nyi Mas Ganda Sari Pramuka UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah menjadi bagian hidup penulis dalam
berorganisasi Unit Kegiatan Mahasiswa dan banyak meberikan inspirasi dan
motivasi hidup penulis sehinga bisa seperti ini.
9. Keluarga Besar Indonesian Muslim Crisis Center (IMC2) yang telah
memberikan ilmu pengetahuan serta pengalaman mengenai bidang peneletian
dan dukungan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan studi.
10. Sahabat-sabahat program studi Hubungan Internasional FISIP UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta angkatan 2010 yang telah menjadi bagian berharga dari
kehidupan penulis. Terima kasih atas masukan, pemikiran, saran serta
informasi selama penulis mengerjakan skripsi.
11. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan serta
dukungannya.
Terakhir, penulis mengharapkan kritik serta saran yang konstruktif dari
berbagai pihak terhadap skripsi ini. Karena penulis menyadari skripsi ini jauh dari
kata yang sempurna. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan sumbangsih
terhadap khazanah ilmu pengetahuan baik sebagai bahan referensi maupun
sebagai bahan bacaan.
Jakarta, 9 Juni 2017
Cecep Supardi
viii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ....................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ....................................................................... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................................................... iv
ABSTRAK .......................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... viii
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... xi
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN .......................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah .................................................................................. 1
B. Perntayaan penelitian ................................................................................ 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 7
D. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 8
E. Kerangka Teori .......................................................................................... 13
1. Analisis Kebijakan Luar Negeri ............................................................ 13
2. Konsep Kepentingan Nasional .............................................................. 16
F. Metodologi Penelitian ................................................................................ 17
G. Sistematika Penelitian ............................................................................... 23
BAB II KONFLIK ISRAEL-HEZBULLAH
A. Respon Internasional Pada Konflik Israel-Hezbullah ............................... 25
B. Respon Indonesia Pada Konflik Israel-Hezbullah .................................... 30
BAB III INDONESIA DAN PASUKAN PERDAMAIAN PBB
A. Keterlibatan Indonesia Dalam Pasukan Perdamaian PBB ........................ 34
B. Keterlibatan Indonesia Dalam Misi Perdamaian Pada Konflik
Israel-Hezbullah ........................................................................................ 42
BAB IV ANALISIS KETERLIBATAN INDONESIA DALAM MISI
PERDAMAIAN PADA KONFLIK ISRAEL-HEZBULLAH DI
LEBANON
A. Orientasi Kebijakan Luar Negeri Indonesia .............................................. 52
B. Peran Nasional dalam Keterlibatan Misi Perdamaian UNIFIL................. 55
C. Tujuan Nasional dalam Keterlibatan Misi Perdamaian UNIFIL .............. 61
D. Tindakan Nasional dalam Keterlibatan Misi Perdamaian UNIFIL .......... 73
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 78
B. Saran .......................................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... xiv
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
DAFTAR GRAFIK
Grafik I.A.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia..................................................... 4
Grafik I.A.2 Pasukan Indonesia dalam Operasi Perdamaian PBB ...................... 37
Grafik I.A.3 Jumlah Personel Indonesia di UNPKO .......................................... 40
x
DAFTAR TABEL
Tabel II.B.1 Realisasi Anggaran Pertahan Tahun 2005-2008 ............................... 5
Tabel II.B.2 Data Partisipasi Indonesia Selama 4 Tahun Terakhir ..................... 39
Tabel II.B.3 Jumlah Personel Kontingen Garuda di Misi Perdamaian Dunia ... 62
Tabel II.B.4 Jumlah Personel Misi Perdamaian UNIFIL 2014 .......................... 63
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar III.C.1 Peta Penugasan TNI dalam Perdamaian Dunia ......................... 35
Gambar III.C.2 Peta Penugasan Indonesia Battalion UNIFIL ............................ 45
Gambar III.C.3 Kontigen Garuda Raih Juara Umum Kejuaraan Menembak ..... 65
xii
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
AARM ASEAN Armies Rifle Meet
AASAM Australian Army Skillat Arms Meeting
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BISAM Brunei International Skill at Arms Meet
CIMIC Civil and Military Cooperation
DPR RI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
HI Hubungan Internasional
IBDExpo Indonesia Business and Development Expo
IDF Israel Defence Force
INDOBATT Indonesia Battalion
IPSC Indonesian Peace and Security Center
KBRI Kedutaan Besar Republik Indonesia
KEMLU Kementerian Luar Negeri
KONGA Kontigen Garuda
LAF Lebanese Armed Forces
MENHAN Menteri Pertahanan
MPP Misi Pemeliharaan Perdamaian
OIC Organization of Islamic Cooperation
OMSP Operasi Militer Selain Perang
PBB Perserikatan Bagnsa-Bangsa
PDB Pendapatan Domestik Bruto
PKC Peacekeeping Center
PKOs Peacekeeping Operations
PLO Palestine Liberation Organization
RAPBN Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
RI Republik Indonesia
RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RPJPN Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
SATGAS Satuan Tugas
TKMPP Tim Koordinasi Misi Pemeliharaan Perdamaian
TNI Tentara Nasional Indonesia
UN PKOs United Nations Peacekeeping Operations
UNAMID United Nations Mission In Darfur
UNEF United Nations Emergency Force
UNIFIL United Nations Interim Forces in Lebanon
UUD Undang-Undang Dasar
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Indonesia memiliki sasaran yang hendak dicapai dalam menjalankan politik
luar negeri adalah kerjasama bilateral maupun multilateral, meningkatkan
diplomasi Indonesia di dunia internasional dan berperan aktif dalam menciptakan
perdamaian dunia. Indonesia terus berperan dalam upaya memelihara perdamaian
dan keamanan dunia berdasarkan amanat pembukaan Undang-Undang Dasar
(UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945, baik di tingkat bilateral, regional,
maupun internasional (Bappenas 2006, bab.7).
Sejak 1957 Indonesia mulai turut serta mengirim pasukan dalam misi
perdamaian Perserikatan Bagnsa-Bangsa (PBB), demi masalah kemanusiaan,
memelihara perdamaian dan keamanan dunia internasional berdasarkan amanat
UUD 1945. Hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara di dunia
terkesan baik, karena Indonesia menjalankan selogan politik luar negeri era
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yaitu Thousand
Friends Zero Enemy and Navigating A Turbulent Ocean (Falahi 2009:229).
Hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara Timur Tengah
terjalin dengan baik seperti Lebanon adalah negara yang ketiga mengakui
Indonesia setelah Mesir dan Suriah (Kemlu 2017), terlihat dari orientasi kebijakan
luar negeri Indonesia pada 1950-an tegas memihak negara-negara Timur Tengah.
2
Indonesia mengirimkan pasukan Kontingen Garuda (KONGA) I untuk bergabung
dengan pasukan negara-negara lain di bawah PBB. Pasukan perdamaian PBB
yang dikirim ke Mesir dinamakan United Nations Emergency Force (UNEF).
Pasukan KONGA I berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik dan pada 12
September 1957. Pasukan KONGA I membuat Indonesia terus mendapat
kepercayaan dari PBB untuk membantu pemeliharaan perdamaian di berbagai
belahan dunia bila terjadi konflik (Dahlan 2008:141).
Salah satu konflik yang melibatkan negara di kawasan Timur Tengah adalah
konflik Israel-Hezbullah di Lebanon Selatan. Konflik Israel-Hezbullah yang
terjadi pada 2006 merupakan serangkaian tindakan militer dan bentrokan terus-
menerus di Israel Utara dan Lebanon Selatan yang melibatkan sayap Hezbullah
dan Israel Defence Force (IDF). Konflik ini berawal ketika Hezbullah menyerang
pasukan Israel yang menyusup ke daerah sekitar Aita al Chab, Lebanon Selatan
pada 12 Juli 2006 (Zuirman 2009:63).
Menyikapi perkembangan situasi yang terjadi tersebut, maka Dewan
Keamanan PBB sebagai institusi internasional mengambil sikap untuk menengahi
konflik yang sedang terjadi agar segera berakhir. Di sisi lain Dewan Keamanan
PBB juga mengajak dunia internasional untuk turut berperan secara aktif dalam
penyelesaian koflik dan bergabung bersama United Nations Interim Forces in
Lebanon (UNIFIL) yaitu salah satu organisasi PBB yang secara khusus
menangani di Lebanon guna meredam timbulnya konflik dan mengupayakan
terciptanya serta terpeliharanya perdamaian yang abadi pasca konflik antara Israel
3
dengan kelompok Hezbullah di wilayah Lebanon. Dewan Keamanan PBB
berhasil merumuskan resolusi 1701 tanggal 11 Agustus 2006 sebagai dasar
legalitas hukum dalam menjalankan misi operasi perdamaian di wilayah Lebanon
(Putranto 2010:12).
Hal ini membuktikan bahwa bangsa Indonesia berperan serta secara aktif
dalam upaya pemeliharaan perdamaian dunia dalam mengimplementasikan politik
luar negeri Indonesia. Pengiriman pasukan KONGA sesuai dengan amanat
pembukaan UUD 1945 alinea ke-IV yang berbunyi “...ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial...”. Hal ini juga diatur dalam UU no. 34 tahun 2004 tentang tugas Tentara
Nasional Indonesia (TNI), dimana pada pasal 20 ayat 3 ditegaskan mengenai
pengerahan kekuatan TNI dalam melaksanakan tugas Operasi Militer Selain
Perang (OMSP) (Putranto 2010:12).
Operasi pemeliharaan perdamaian dunia adalah sebagai salah satu wujud
implementasi dari pelaksanaan tugas OMSP. Disamping itu pengiriman pasukan
KONGA berdasarkan pada keputusan Presiden RI nomor 15 tahun 2006 tanggal 9
September 2006 tentang pengiriman pasukan pemelihara perdamaian di Lebanon
(Putranto 2010:12).
Penyelenggaraan pertahanan negara sangat bergantung pada besarnya
anggaran pertahanan yang dialokasikan pemerintah. Selama ini penentuan jumlah
anggaran pertahanan banyak didasarkan pada faktor kemampuan keuangan negara
dan prioritas pembangunan. Pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka
4
Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2024 dan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2005-2009 menempatkan bidang pendidikan
sebagai prioritas pertama dalam pembangunan nasional, diikuti oleh
pembangunan infrastruktur. Apabila diukur dari nilai Pendapatan Domestik Bruto
(PDB), rata-rata anggaran pertahanan dalam beberapa dekade terakhir relatif
konstan, yakni berada di bawah 1% (Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008:163)
Grafik I.A.1: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Tahun GDP (US$)
2005 3.848
2006 4.338
2007 4.260
2008 1.829
2009 -1.704
2010 4.327
2011 3.117
2012 2.413
2013 2.535
2014 2.727
Sumber: The World Bank, Indonesia GDP growth (annual %), World Bank
national accounts data and OECD National Accounts data files 2015.
http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD.ZG?end=2015&location
s=ID&start=2005&view=chart yang diakses pada 7 Maret 2017
5
Secara nominal, anggaran pertahanan mengalami kenaikan 1%. Namun,
rasio terhadap PDB sejak tahun 2006 terus mengalami penurunan, bahkan pada
tahun 2006 berada pada rasio 0,93% terhadap PDB, seperti ditunjukkan pada tabel
di bawah ini:
Tabel II.B.1: Realisasi Anggaran Pertahan Tahun 2005-2008
Tahun Jumlah PDB% APBN% Anggaran Pemb Rutin RP KE BEL.PEG NON
BEL.PEG
2005 23.108,10 1,05 5,81 4.310,96 4.784,52 9.529,04 4.483,58
2006 28.229,18 0,93 4,36 5.147,40 4.450,52 12.140,60 6.490,66
2007 32.640,06 0,92 4,27 5.718,20 4.220,51 14.641,17 8.060,18
2008 33.678,99 0,79 4,23 6.248,05 4.220,50 15.044,01 8.166,43
RATA2 27.815,71 0,95 4,88 5.106,92 4.249,16 12.149,61 6.309,91
Sumber: Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008:163, Kementerian Pertahanan
Republik Indonesia
Kenaikan nilai nominal anggaran pertahanan terjadi pada anggaran rutin,
sementara kenaikan anggaran pembangunan dalam jumlah yang sangat kecil
sehingga kenaikan tersebut tidak memberikan efek signifikan terhadap
pembangunan pertahanan (Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008:163-164).
Dari alokasi anggaran pertahanan tersebut, sekitar 67% merupakan anggaran
rutin, sedangkan untuk pembangunan pertahanan hanya sekitar 33%. Dari
anggaran yang teralokasi untuk pembangunan pertahanan, sekitar 83%-nya atau
sekitar 16% dari total anggaran pertahanan berbentuk kredit ekspor yang
pengelolaannya sangat kompleks dan sering mengalami kesulitan untuk
mencairkannya (Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008:164).
Anggaran pertahanan yang riil untuk membiayai kegiatan operasi,
pemeliharaan Alutsista, dan pembangunan kekuatan pertahanan berada di bawah
6
kebutuhan minimal. Tugas-tugas pertahanan dalam negeri, yakni dalam kerangka
mengatasi konflik yang berdimensi keutuhan wilayah NKRI, menjaga perbatasan
dan pulau-pulau terluar Indonesia serta membantu pemerintah dalam penanganan
dampak bencana alam di sejumlah daerah semakin menyadarkan betapa
pentingnya kesiap-siagaan pertahanan, baik personel maupun Alutsista, serta
dukungan anggaran untuk menyelenggarakan kegiatan OMPS termasuk
pengiriman pasukan perdamaian PBB. Di sisi lain, kenyataan bahwa Alutsista
TNI banyak berusia tua, tetapi masih dipertahankan karena proses regenerasi
berupa pengadaan Alutsista generasi baru untuk menggantikan Alutsista yang
sudah usang berjalan sangat lambat (Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008:164).
Meski permasalahan Indonesia pada 2006 terkait dengan penurunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditinjau dari anggaran
pertahanan namun Indonesia tetap berperan aktif dalam misi perdamaian dunia
yang di usung PBB. Berdasarkan perkembangan tersebut penulis tertarik untuk
melihat secara lebih detail proses keterlibatan Indonesia dalam pasukan operasi
pengawasan-perdamaian PBB pada konflik Israel-Hezbullah di Lebanon 2006-
2014.
Penulis beralasan memilih penelitian pada tahun 2006-2014, ingin
mengetahui keterlibatan Indonesia dalam pasukan pemeliharaan perdamaian PBB
yang didasari oleh semangat pembukaan UUD 1945 khususnya alinea ke-IV
tentang komitmen Indonesia untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Komitmen
7
tersebut juga tercerminkan di dalam kebijakan politik luar negeri Indonesia bebas-
aktif, khususnya dalam hal upaya Indonesia untuk turut berperan aktif menjaga
keamanan dan perdamaian internasional.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan alasan-alasan tersebut di atas, penulis
bermaksud melakukan penelitian dan tertarik dengan memilih judul skripsi
"Keterlibatan Indonesia Dalam Pasukan Operasi Pengawasan-Perdamaian PBB
Pada Konflik Israel-Hezbullah di Lebanon 2006-2014".
Adapun pertanyaan yang muncul pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana keterlibatan Indonesia dalam pengiriman pasukan operasi
pengawasan-perdamaian PBB pada konflik Israel-Hezbullah di Lebanon
2006-2014?
2. Mengapa Indonesia terlibat dalam misi perdamaian pada konflik Israel-
Hezbullah di Lebanon 2006-2014?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian:
1. Penelitian ini bertujuan menganalisis mengenai keterlibatan Indonesia
dalam pengiriman pasukan operasi pengawasan-perdamaian PBB pada
konflik Israel-Hezbullah di Lebanon 2006-2014.
2. Menjelaskan keterlibatan Indonesia dalam misi perdamaian dunia pada
konflik Israel-Hezbullah di Lebanon 2006-2014.
8
Manfaat Penelitian:
1. Penelitian ini menjadi bahan referensi mahasiswa Hubungan
Internasional, khusus mengenai keterlibatan Indonesia dalam pasukan
operasi pengawasan-perdamaian PBB pada konflik Israel-Hezbullah di
Lebanon 2006-2014.
2. Secara akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan bagi mahasiswa dan menjadi bahan referensi penelitian
dalam studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam tunjauan pustaka untuk menganalisis skripsi berjudul “Keterlibatan
Indonesia Dalam Pasukan Operasi Pengawasan-Perdamaian PBB Pada Konflik
Israel-Hezbullah di Lebanon 2006-2014”, tinjauan pustaka dari beberapa sumber
terdiri dari Skripsi, Jurnal, dan Working Paper.
Penelitian terdahulu yang disebut sebagai literatur review yang penulis
dapatkan dari penelitian pertama adalah skripsi yang dilakukan oleh Aryo
Wicaksono dalam skripsi berjudul “Peran United Nations Interm Force In
Lebanon (UNIFIL) dalam Konflik Israel-Hezbullah di Lebanon 2006-2008”
Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangun Nasional (VETERAN) Jakarta 2009 (Wicaksono, 2009).
Skripsi ini membahas mengenai peranan pasukan pengawas perdamaian PBB
United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL) yang bertugas di Lebanon
9
Selatan periode 2006-2008. UNIFIL diterjunkan sejak 1978 dimana pada saat itu,
UNIFIL dibentuk sebagai respon Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(DK PBB) atas konflik Israel-PLO (Palestine Liberation Organization) di
Lebanon. Pada 2006 konflik Israel-Hezbullah pecah dan mengakibatkan
kerusakan yang cukup banyak disisi Lebanon. Menanggapi konflik ini, DK PBB
mengeluarkan resolusi 1701 untuk menghentikan pertempuran dan mengawasi
perdamaian di kawasan Lebanon Selatan. Selama penempatan sejak tahun 2006
hingga tahun 2008 UNIFIL tentunya memiliki tugas dan peranan yang sesuai
dengan mandat resolusi 1701. Skripsi ini memberikan penjelasan atas tugas-tugas
dan fungsi yang dilaksanakan oleh UNIFIL dalam kurun waktu tersebut.
Penelitian yang ke-dua yang penulis temukan dilakukan oleh Ray Murphy
yang berjudul “UN Peacekeeping in Lebanon: A Case Study” (Murphy, 2008).
Dalam penelitiannya, Ray Murphy mengamati peran UNIFIL menjalankan
mandat dari PBB dari konflik 1978 yang terjadi di Lebanon berdasarkan resolusi
425 dan 426. Masalah dapat terlihat ketika pada tahun 2006 tercetus konflik lagi
di Lebanon, mengasumsikan bahwa resolusi 425 bersifat jangka pendek dalam
penyelesaian konflik di Lebanon 1978. Konflik antara Israel-Hezbullah di
Lebanon tahun 2006 merupakan tugas UNIFIL dalam penyelesaian konflik
berdasarkan resolusi DK PBB no. 1701. Menjabarkan resolusi DK PBB no.1701
dalam menjelaskan peran UNIFIL. Israel berharap UNIFIL dapat melucuti senjata
Hezbullah, bagaimanapun hal ini tak pernah terjadi dikarenakan dalam resolusi
tersebut tidak jelas siapa yang akan melucuti senjata Hezbullah. Hanya tercantum
tentara Lebanon akan dibantu oleh UNIFIL karena pemerintahan dan tentara
10
Lebanon sangat lemah untuk melawan Hezbullah. Dalam penelitian ini melihat
implementasi resolusi PBB yang dijalankan UNIFIL dalam menyelesaikan
konflik, namun tidak spesifik menjelaskan resolusi konflik di Lebanon, dalam
penelitian ini juga menjelaskan resolusi konflik di Kosovo dan di Somalia yang di
lakukan pasukan perdamaian PBB.
Penelitian yang ke-tiga yang penulis temukan dilakukan oleh Bangkit
Rahmat Tri Widodo dalam Jurnal Pertahanan Edisi Mei 2011, Volume 1 No. 2,
Universitas Pertahanan yang berjudul “Misi Pemerihara Perdamaian Indonesia
Dalam Mendukung Politik Luar Negeri Bebas Aktif” (Widodo, 2011). Bahwa
politik luar negeri Indonesia menganut prinsip bebas-aktif. Prinsip ini berasal dari
pengalaman pahit Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan serta
pentingnya upaya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dihadapkan dengan
tingginya heterogenitas yang dimiliki oleh Indonesia. Salah satu implementasi
dari politik luar negeri bebas-aktif adalah komitmen Indonesia untuk berperan
aktif dalam mewujudkan perdamaian dan keamanan dunia sebagaimana
diamanatkan dalam alinea ke-IV pembukaan UUD 1945 untuk ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial. Amanat tersebut diimplementasikan melalui partisipasi aktif Indonesia
dalam berbagai misi pemerihara perdamaian, dimana dalam pelaksanaannya
bertujuan memperkokoh politik luar negeri Indonesia akhir-akhir ini
menempatkan Indonesia kedalam suatu peran potensial sebagai jembatan fleksibel
dalam menjembatani penyelesaian isu-isu maupun permasalahan dunia. Potensi
tersebut, dapat diperkokoh dengan pengerahan hard power dengan harmonisasi
11
kuantitas dan kualitas hard power dari misi pemerihara perdamaian dalam rangka
memperkokoh smart power yang dimiliki oleh Indonesia. Mengenalisa peran misi
pemelihara perdamaian Indonesia dalam mendukung pelaksanaan politik luar
negeri bebas-aktif dalam rangka meningkatkan peran dan posisi Indonesia dalam
lingkup global.
Penelitian yang ke-empat yang penulis temukan dilakukan oleh Yeni
Handayani dalam Jurnal Rechts Vinding Online yang berjudul “Pengiriman
Pasukan Pemeliharaan Perdamaian Indonesia di Dunia Internasional" (Handayani,
2010) membahas tentang tujuan melibatkan pasukan Indonesia sebagai bagian
dari pasukan operasi pemeliharaan perdamaian dunia yaitu:
1. Mendukung pencapaian tujuan dari operasi pemeliharaan perdamaian PBB
atau organisasi internasional lainnya, untuk berperan serta dalam upaya
menciptakan perdamaian dunia.
2. Memberikan pengalaman bagi anggota TNI untuk penugasan di daerah
operasi di dalam maupun di luar negeri dalam rangka meningkatkan
profesionalisme melalui memberikan bantuan secara aktif dalam tugas
pemeliharaan perdamaian dunia.
Penelitian yang ke-lima yang penulis temukan dilakukan Leonard F.
Hutabarat dalam Jurnal Global & Strategis, FISIP, Universitas Airlangga,
Surabaya, Tahun 8, No. 2, Juli-Desember 2014, hal. 183-199 yang berjudul
"Indonesian Participation in the UN Peacekeeping as an Instrument of Foreign
Policy: Challenges and Opportunities" (Hutabarat, 2014) membahas partisipasi
12
dalam pasukan penjaga perdamaian PBB sebagai instrumen kebijakan luar negeri
Indonesia. Tulisan ini juga membahas tantangan dan peluang dalam memperkuat
partisipasi Indonesia pada operasi pasukan penjaga perdamaian PBB. Berdasarkan
pemahaman realis bahwa partisipasi dalam operasi perdamaian dimaksud dapat
memenuhi kepentingan nasional, Indonesia masih belum mendefinisikan suatu
arah yang jelas guna memandu posisi dan sikap dalam masalah ini. Strategi yang
berhasil adalah suatu proses jangka panjang yang membutuhkan suatu pendekatan
yang strategis dan holistik. Menjadi sepuluh besar negara kontributor pasukan
pada operasi penjaga perdamaian PBB akan menjadi suatu perjalanan yang
bersejarah bagi Indonesia pada dekade-dekade berikutnya.
Sementara penelitian yang akan dilakukan oleh penulis lebih menekankan
pada sudut pandang keterlibatan Indonesia dalam pasukan pengawasan-
perdamaian PBB pada konflik Israel-Hezbullah di Lebanon 2006-2014.
Pembahasan penelitian ini nantinya akan diperdalam oleh penulis guna
mengetahui alasan Indonesia telah menjadi salah satu negara yang sangat aktif
dalam pengiriman pasukan penjaga perdamaian PBB. Hal ini terbukti dari
banyaknya Pasukan Garuda yang dikirimkan baik berupa pasukan penjaga
perdamaian dalam misi pengawasan perdamaian dunia. Indonesia dalam hal ini
mendasarkan keikutsertaan dalam pasukan penjaga perdamaian, berdasarkan
amanat pembukaan UUD 1945. Namun, selain itu pengiriman Pasukan Garuda
ditujukan untuk instrumen kebijakan luar negeri dan kepentingan nasional. Oleh
karena itu, penelitian ini akan melakukan pembahasan mengenai keterlibatan
13
Indonesia dalam pasukan operasi pengawasan-perdamaian PBB pada konflik
Israel-Hezbullah di Lebanon 2006-2014.
E. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan elemen yang sangat penting dalam sebuah
penelitian, karena dengan kerangka teori inilah kerangka berpikir bisa dibentuk.
Kerangka berpikir ini terdiri dari teori dan konsep yang menjadi acuan serta
panduan untuk menganalisis permasalahan yang terjadi. Kerangka teori ini
merupakan syarat agar penelitian yang dilakukan dapat dipertanggung-jawabkan
secara ilmiah. Penelitian ini akan mengunakan teori analisa kebijakan luar negeri
dan konsep kentingan nasional.
1. Analisis Kebijakan Luar Negeri
Kebijakan luar negeri menurut K. J. Holsti adalah tindakan atau gagasan
yang dirancang oleh pembuat kebijakan untuk memecahkan masalah atau
mempromosikan suatu perubahan dalam lingkungan, yaitu dalam kebijakan sikap
atau tindakan dari negara lain. Gagasan kebijakan luar negeri, dapat dibagi
menjadi empat komponen dari yang umum hingga kearah yang lebih spesifik
yaitu orientasi kebijakan luar negeri, peran nasional, tujuan, dan tindakan. (Holsti
1992:21).
Menurut Walter Carlsnaes, kebijakan luar negeri merupakan hasil dari
kompromi dan proses bargaining aktor-aktor yang terdapat dalam negara.
Bargaining tersebut berlangsung dengan melakukan penyesuaian terhadap isu-isu
yang sedang berkembang baik dalam level domestik maupun internasional.
14
Sehingga suatu kebijakan cenderung bersifat dinamis, karena adanya adaptasi
suatu negara terhadap fenomena sosial yang sedang berjalan. Lebih lanjut
Carlsnaes menyatakan bahwa kebijakan luar negeri suatu negara dipengaruhi oleh
dua faktor besar yaitu spektrum politik domestik dan politik internasional yang
secara spesifik dinyatakan dengan sistem atau struktur internasional yang saling
mempengaruhi. Carlsnaes menyebutkan beberapa aktor yang terlibat dalam proses
pembuat kebijakan luar negeri:
“In real world we find a number of actors, both domestic and
international, who are closely involved in foreign policy decision
making in one manner or another; and equally there are a number of
structures on both sides of the domestic-international divide which
decisively affect these actors in many different ways.” (Carlsnaes
2012:126).
Kemudian terdapat beberapa aktor yang berperan dalam proses perumusan
kebijakan luar negeri seperti perdana menteri, presiden, menteri luar negeri, atau
sekretaris negara, politburos (penentu kebijakan dalam komite partai komunis),
parlemen, komite parlemen, partai politik (Carlsnaes 2012:114). Kemudian dalam
level internasional Carlsnaes melihat beberapa entitas yang berpengaruh dalam
sistem atau struktur internasional seperti struktur politik, budaya, psikologi,
ekonomi, nasional, regional, global, teknologi, struktur norma. Tentunya seluruh
stuktur tersebut pasti hadir dalam tatanan masyarakat dalam beberapa tingkatan
mulai dari kelompok kesukuan sampai sistem global. Walaupun tidak setiap aspek
tersebut penting dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri, tetapi aspek-
aspek tersebut dapat memberikan pemahaman dan penjelasan dari manifestasi
kebijakan luar negeri (Carlsnaes 2012:114).
15
Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara
memang bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional masyarakat yang
diperintahnya meskipun kepentingan nasional suatu bangsa pada waktu itu
(Mas’oed 1994:185). Untuk memenuhi kepentingan nasional, negara-negara
maupun aktor dari negara tersebut melakukan berbagai macam kerjasama
diantaranya adalah kerjasama bilateral, trilateral, regional, dan multilateral.
Menurut Rosenau, pengertian kebijakan luar negeri yaitu upaya suatu negara
melalui keseluruhan sikap dan aktivitasnya untuk mengatasi dan memperoleh
keuntungan dari lingkungan eksternalnya (Rosenau, Boyd dan Thompson
1976:27). Kebijakan luar negeri menurutnya ditunjukan untuk memelihara dan
mempertahankan kelangsungan hidup suatu negara (Rosenau et al. 32). Lebih
lanjut, menurut Rosenau, apabila kita mengkaji kebijakan luar negeri suatu negara
maka kita mengkaji kebijakan luar negeri suatu negara maka kita akan memasuki
fenomena yang luas dan kompleks, meliputi kehidupan internal (internal life) dan
kebutuhan eksternal (eksternal needs) termasuk di dalamnya adalah kehidupan
internal dan eksternal seperti aspirasi, atribut nasional, kebudayaan, konflik,
kapabilitas, institusi,dan aktivitas rutin yang ditunjukan untuk mencapai dan
memelihara identitas sosial, hukum, dan geografi suatu negara sebagai negara-
bangsa (Rosenau et al. 15).
Tujuan kebijakan luar negeri sebenarnya merupakan fungsi dari proses
dimana tujuan negara disusun. Tujuan tersebut dipengaruhi oleh sasaran yang
dilihat dari masa lalu dan apirasi untuk masa yang akan datang. Tujuan kebijakan
16
luar negeri dibedakan atas tujuan jangka panjang, jangka menengah, dan jangka
pendek. Pada dasarnya tujuan jangka panjang kebijakan luar negeri adalah untuk
mencapai perdamaian, keamanan, dan kekuasaan (Rosenau 1969:167).
2. Konsep Kepentingan Nasional
Kepentingan nasional adalah dasar utama yang sangat dipertimbangkan
dalam merumuskan kebijakan suatu negara. Sehingga untuk mengetahui
kepentingan nasional suatu negara, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
dengan melakukan analisa kebijakan negara, karena hal ini berkaitan erat dengan
motivasi suatu negara dalam mengesahkan kebijakannya. Salah satu diantaranya
adalah dengan menganalisa kebijakan luar negeri suatu negara (Pearson dan
Rochester 1992:177).
Menurut Paul Seaubry, yang dikutip dari pernyataan Holsti, bahwa konsep
kepentingan nasional merujuk pada seperangkat ide dan tujuan nasional suatu
negara, dimana itu merupakan landasan negara dalam pelaksanaan hubungan luar
negeri. Kemudian Seaubry menjelaskan bahwa kepentingan nasional merupakan
tujuan suatu bangsa yang akan diraih dalam jangka waktu tertentu. Oleh karena
ini muncul suatu pendefinisian yang membedakan antara tujuan nasional jangka
pendek, jangka menengah, dan jangka panjang (Holsti 1987:176).
Konsep kepentingan nasional sering digunakan untuk menunjukan serta
menganalisa tujuan nasional suatu negara (Holsti 1987:176). Kepentingan
nasional suatu negara bisa digambarkan menurut tujuan nasionalnya dalam tujuan
17
jangka pendek, tujuan jangka menengah, dan tujuan jangka panjang (holsti
1987:177-195).
Konsep kepentingan nasional sangat penting untuk menjelaskan dan
memahami perilaku internasional. Konsep kepentingan nasional merupakan dasar
untuk menjelaskan perilaku luar negeri suatu negara (Perwita, Banyu dan Yayan
Mochamad Yani 2006:35).
F. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan penulis mengacu pada
buku panduan penyusunan proposal dan penulisan skripsi yang disusun oleh
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta (2015).
Menurut Detlef F. Sprinz dan Yael Wolinsky Nahmias, istilah metodologi
mengacu pada cara-cara yang terkodifikasi dan terstruktur secara sistematis untuk
mengkaji teori. Metodologi sangat berguna dalam konteks sebuah program
penelitian yang progresif di mana teori memerlukan proses falsifikasi
(pembuktian salah atau benar), terhadap berbagai teori atau asumsi tentang sifat-
sifat aktor dan interaksi dari berbagai hipotesis dapat dirumuskan dan diuji apakah
diterima atau ditolak melalui studi-studi empiris. Metodologi juga dapat
membantu memperluas ruang lingkup teori-teori yang diterima atau teruji dalam
penelitian (Sprinz dan Nahmias 2002:4).
Metodologi penelitian umumnya digunakan dalam penelitian akademik
untuk mengkaji teori. Metodologi esensinya adalah strategi penelitian pada
18
umumnya yang menguraikan bagaimana cara penelitian, menentukan instrumen
pengumpulan data, atau bagaimana mengukur hasil penelitian. Metodologi
penelitian memberikan banyak perhatian terhadap sifat atau jenis proses yang
harus diikuti dalam prosedur tertentu. Metodologi penelitian mengeksplorasi
prinsip, prosedur, dan strategi penelitian (Bakry 2016: 9).
Sebuah metodologi adalah proses desain untuk melaksanakan penelitian atau
pengembangan suatu prosedur penelitian. Sebuah desain penelitian yang baik
harus memastikan penelitian tersebut memiliki validitas, yakni dengan menguji
teori dan tidak ada variabel yang tidak jelas (extraneous variables). Desain
penelitian harus memiliki reliabilitas, yaitu hasil penelitiannya selalu konsisten
dalam setiap kali diverifikasi atau diuji ulang. Selain menyebutkan metode
penelitian yang digunakan, desain penelitian juga harus menjelaskan bagaimana
prosedur yang dilakukan untuk menganalisis dan menginterprestasikan data yang
dikumpulkan (Bakry 2016: 9).
Menurut Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln, penelitian kualitatif
mencangkup pendekatan interpretif dan naturalistik terhadap dunia. Ini berarti
bahwa para peneliti kualitatif, mempelajari sesuatu dalam setting alamiah sesuatu
tersebut, berusaha untuk memahami atau menginterpretasikan fenomena itu.
Penelitian kualitatif mencangkup penelitian dan pengumpulan berbagai macam
material seperti studi kasus, pengalaman pesonal, introspektif, cerita kehidupan,
wawancara, observasional, sejarah, interaksional, dan teks-teks visual yang
19
menggambarkan kejadian-kejadian rutin dan problematis yang bermakna dalam
kehidupan individu (Denzin dan Lincoln 1994:1).
Penelitian kualitatif dapat didefinisikan sebagai teknik penelitian yang
intuitif dan sistematis untuk membantu seorang peneliti menghasilkan
pengetahuan dengan cara yang efisien dan koheren. Penelitian kualitatif bertujuan
untuk meningkatkan tentang fenomena, aktivitas-aktivitas, proses-proses sosial.
Penelitian ini lebih berfokus pada makna (meanings) dan pemahaman
(understanding) daripada kualitatif (King 2011).
Menurut Norman K. Denzin dan Ynonna S. Lincoln, tradisi penelitian
kualitatif adalah bidang yang lintas disiplin ilmu sosial. Penelitian ini
mencangkup berbagai metode mulai dari wawancara untuk observasi, analisis
wacana, dan historis, serta yang sering disebut dengan penelitian multi-metode.
Penelitian kualitatif mempelajari fenomena dan aktor-aktor dalam setting alamiah
mereka, untuk memahami proses dan fenomena melalui makna para aktor dan
partisipan mereka memberi dalam istilah mereka sendiri. Sedangkan menurut Liz
Spencer, penelitian kualitatif bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam
tentang pengalaman, perspektif dan sejarah orang dalam konteks dan sering
ditandai dengan concern untuk menemukan perspektif aktor, metode konteks-
sensitif dan semi terstruktur, kaya dengan data, penjelasan di tingkat makna serta
bagaimana dan mengapa pertanyaan diajukan (Spencer 2003:3).
Metode kualitatif secara umum merujuk pada pengumpulan data dan strategi
atau teknik analisis data, yang tergantung pada data non-numerik. Metode
20
kualitatif digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang
bagaimana memahami dunia di sekitar, dan karena itu mengharuskan untuk fokus
pada makna dan proses yang membentuk Hubungan Internasional (HI). Penelitian
kualitatif sering dilakukan melalui studi mendalam (in-depht) atas peristiwa,
fenomena, daerah, negara, organisasi, atau individu tertentu. Dalam studi HI,
metode kualitatif kadang-kadang digabungkan dengan desain penelitian studi
kasus. Metode penelitian yang dimaksudkan di sini untuk menggambarkan
beragam alat dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk mengumpulkan
dan menganalisis data yang datang dalam bentuk bahasa lisan atau tertulis dan
tidak diformalkan menjadi angka-angka (Lamont 2015:78).
Metode penelitian kualitatif sering mengandalkan penalaran induktif. Hal ini
karena penelitian kualitatif pada umumnya menghasilkan proposisi teoritis dari
pengamatan empiris (Bryman 2012:380). Menurut Chistopher Lamont, satu hal
yang penting untuk diingat bahwa metode kualitatif tidak terikat pada posisi
epistemologis tertentu dalam studi HI. Jadi, meskipun Alan Bryman mnenyajikan
metode kualitatif, namun metode kualitatif sebenarnya mencangkup berbagai
metode yang telah digunakan oleh para sarjana dari berbagai tradisi penelitian
(Lamont 2015:78).
Strategis atau metode untuk mengumpulkan data kualitatif yang digunakan
oleh para sarajana HI meliputi wawancara, focus groups, penelitian berbasis
internet, penelitian berbasis dokumen atau arsip (archival and document-based
research). Satu hal yang juga perlu dicatat bahwa data kualitatif juga dapat
21
mencangkup bentuk non-tekstual, misalnya monumen, peta, artefak sosial atau
seni lainnya. Bahkan baru-baru ini para sarjana HI juga telah mencoba
menggunakan metode visual untuk membantu menjelaskan bagaimana
memandang dan memahami dunia sekitarnya (Bakry 2016:66).
Penelitian berbasis dokumen atau arsip merupakan strategi yang paling
banyak digunakan mahasiswa untuk penelitian HI. Sangat sedikit penelitian HI
yang tidak mencangkup beberapa aspek penelitian arsip dan dokumentasi. Setiap
upaya untuk mempelajari konflik internasional, organisasi internasional, politik
lingkungan, atau hak asasi manusia, mengharuskan penelitian pada tingkat
tertentu yang melibatkan penelitian dengan dokumen. Apakah dokumen itu
merupakan perjanjian, laporan resmi, pernyataan kebijakan, legislasi, atau laporan
media. Dokumen-dokumen itu ada yang berupa data primer (primary source
documents) ada pula yang berbentuk data sekunder (secondary source documents)
(Lamont 2015:80).
Menurut Lamont, dalam penelitian yang baik sebagaian besar mengharuskan
untuk mengakses dokumen primer. Data primer adalah dokumen asli (original),
yang ditulis oleh individu yang memiliki akses langsung informasi yang
menggambarkan atau meneliti atau langsung mengalami peristiwa tertentu
(Lamont 2015:80).
Sementara itu, data sekunder adalah dokumen yang mengacu kepada data
primer atau menganalisis dokumen primer. Menurut Kenneth D. Bailey, data
sekunder adalah dokumen yang diperoleh orang-orang yang tidak hadir di tempat
22
kejadian, tetapi mereka menerima informasi dengan wawancarai saksi mata atau
dengan membaca data primer (Bailey 1994:294).
Dalam teknis pengumpulan data, penulis mengunakan buku, jurnal ilmiah
dan working paper sebagai data utama dalam penelitian. Data-data tersebut
didapatkan dari perpustakaan maupun arsip institusi/lembaga pemerintah dan non
pemerintah. Data juga diperoleh melalui sumber-sumber yang relevan seperti
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Indonesian Peace and Security
Center (IPSC), Konsulat Lebanon dan peneliti yang mendalami bidang tersebut.
Selain itu, penulis juga mengumpulkan data dari naskah-naskah pidato,
pernyataan maupun surat-surat, serta website institusional resmi. Kemudian teknis
pengumpulan data diatas juga sebagai kelebihan dalam penelitian ini.
Disisi lain penelitian ini masih memiliki kekurangan yang harus penulis
sempurnakan. Penulis dalam penelitian ini tidak melakukan teknis wawancara
sebagai sumber informasi utama yang dapat memperkuat data-data penelitian
penulis. Hal tersebut dikarenakan ada keterbatasan waktu penulis dalam
melalukan penelitian.
Dengan sumber kepustakaan diharapkan membantu penulis untuk meneliti,
dan membahas mengenai “Keterlibatan Indonesia Dalam Pasukan Operasi
Pengawasan-Perdamaian PBB Pada Konflik Israel-Hezbullah di Lebanon 2006-
2014”.
23
G. Sistematika Penelitian
Pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab yang berkaitan antara
substansi serta masing-masing memiliki sub bab dan sub anak bab. Berikut adalah
sistematika penulisan.
Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri dari pernyataan masalah,
pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka
teoris, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II bab ini akan membahas mengenai konflik Israel-Hezbullah terhadap
respon internasional pada konflik Israel-Hezbullah serta respon Indonesia pada
konflik Israel-Hezbullah. Bertujuan mengetahui keterlibatan Indonesia dalam
pasukan operasi pengawasan-perdamaian PBB pada konflik Israel-Hezbullah di
Lebanon 2006-20014.
Bab III penulis akan membahas mengenai peran Indonesia dan pasukan
perdamaian PBB, keterlibatan Indonesia dalam pasukan perdamaian PBB dan
keterlibatan Indonesia dalam misi perdamaian pada konflik Israel-Hezbullah.
Untuk menjelaskan keterlibatan Indonesia dalam pasukan operasi pengawasan-
perdamaian PBB pada konflik Israel-Hezbullah di Lebanon 2006-2014.
Bab VI bab ini penulis akan membahas analisis keterlibatan Indonesia dalam
misi perdamaian pada konflik Israel-Hezbullah di Lebanon, dalam keterkaitan
menganlisis gagasan kebijakan luar negeri menurut K.J Holsti yaitu orientasi
kebijakan luar negeri, peran nasional, tujuan nasional, dan tindakan nasional.
Karena bertujuan menganalisis keterlibatan Indonesia dalam pasukan operasi
24
pengawasan-perdamaian PBB pada konflik Israel-Hezbullah di Lebanon 2006-
2014.
Bab V merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi. Berisikan kesimpulan
dan saran mengenai keterlibatan Indonesia dalam pasukan operasi pengawasan-
perdamaian PBB pada konflik Israel-Hezbullah di Lebanon 2006-2014.
25
BAB II
KONFLIK ISRAEL-HEZBULLAH DI LEBANON
A. Respon Internasional Pada Konflik Israel-Hezbullah
Dampak dari perang 34 hari yang terjadi pada 12 Juli-14 Agustus 2006,
antara kelompok Hezbullah yang merupakan bagian masyarakat Lebanon dan
Israel telah meminta korban jiwa yang cukup besar, baik bagi warga sipil maupun
militer. Berdasarkan sumber yang ada bahwa korban jiwa yang dialami pihak
Lebanon mencapai jumlah 1.191 orang dewasa maupun anak-anak telah menjadi
korban di pihak Lebanon (Zuirman 2009:63). Sementara korban di pihak Israel
sebanyak 119 prajurit Israel Defence Force (IDF) dan 39 warga sipil (Putranto
2010:12).
Selain korban jiwa, juga terdapat kerugian material yang luar biasa. Banyak
infrastruktur yang hancur hampir di seluruh wilayah Lebanon, dimana yang
terparah adalah di kota Beirut sebagai pusat pemerintahan, dan juga sebagian
besar wilayah Lebanon Selatan yang notabene hampir 98% (Putranto 2010:12),
dihuni oleh kelompok Hezbullah dan keluarganya yang merupakan musuh
bebuyutan Israel.
Kondisi yang sangat memperihatinkan ini menggugah masyarakat
internasional, dimana negara-negara anggota PBB sebagai motor penggerak
dalam menciptakan dan memelihara perdamaian dunia memandang perlu untuk
memberikan perhatian khusus terhadap penyelesaian konflik yang berkepanjangan
26
antara kelompok Hezbullah yang merupakan bagian masyarakat Lebanon pada
saat itu (Zuirman 2009:64).
Negara-negara yang tergabung dalam Organization of Islamic Cooperation
(OIC) mengecam keras agresi Israel atas Lebanon, serta mendesak dilakukannya
gencatan senjata. Keseriusan sikap OIC ini dituangkan dalam deklarasi hasil
petemuan pada 3 Agustus 2006 di Putrajaya, Malaysia. Pertemuan dihadiri oleh
Presiden Republik Indonesia SBY dan pemimpin negara-negara lainnya seperti
Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi, Presiden Iran Mohamoud
Ahmadinejad, Menteri Luar Negeri Lebanon Fawzi Salloukh dan Menteri Luar
Negeri Palestina Farouk Koddumi (Organization of Islamic Cooperation 2006).
OIC mendesak PBB untuk segera mengambil langkah-langkah yang
diperlukan guna mewujudkan gencatan senjata di Timur Tengah, khususnya di
Lebanon. Desakan OIC tersebut merupakan salah satu butir dari Putrajaya
Declaration terhadap situasi di Lebanon yang merupakan hasil sidang darurat OIC
di Putrajaya Malaysia pada 3 Agustus 2006 yang dihadiri 18 negara anggota OIC.
OIC mengutuk keras agresi Israel ke Lebanon yang merupakan kejahatan dan
pelanggaran serius terhadap kedaulatan wilayah (Antara News 2006).
Selain itu, OIC meminta perhatian dunia internasional untuk membantu
Lebanon antara lain dengan mengorganisasikan bantuan kemanusiaan, serta
membantuan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Lebanon. Hasil dari sidang
tersebut, Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi sebagai ketua KTT
OIC ke-10 menyatakan, OIC sepakat membantu Lebanon agar penderitaan rakyat
27
Lebanon bisa dihentikan. Sidang darurat tersebut, menurut Perdana Menteri
Malayasia Badawi mendukung tujuh poin rencana yang diajukan Lebanon, di
antaranya agar pasukan perdamaian PBB di Lebanon yang tergabung dalam
UNIFIL dapat keikutsertaan dari negara-negara anggota OIC (Antara News 2006).
Konflik Israel-Hezbullah yang terjadi di Lebanon mendapatkan perhatian
PBB. Upaya merestorasi perdamaian mendapatkan bergamam hambatan,
khususnya respon dari sekutu Israel yatitu Amerika Serikat. Setelah melalukan
negosiasi dengan berbagai pihak dan menyikapi perkembangan situasi yang
terjadi, maka Dewan Keamanan PBB berupaya keras untuk menengahi konflik
yang sedang terjadi agar segera diakhiri (Tabloid Diplomasi 2010).
Dewan Keamanan PBB berupaya keras untuk menengahi konflik agar
segera diakhiri, menyikapi perkembangan situasi yang terjadi tersebut. Dewan
Keamanan PBB juga mengajak kepada dunia internasional agar turut serta dalam
berpartisipasi dengan cara mengirimkan pasukannya untuk bergabung bersama
UNIFIL guna meredam timbulnya konflik dan mengupayakan terciptanya serta
terpeliharanya perdamaian yang abadi pasca konflik antara kelompok Hezbullah
dengan Israel di wilayah Lebanon. Dengan demikian keluarlah resolusi Dewan
Keamanan PBB 1701 tanggal 11 Agustus 2006 sebagai dasar dalam pelaksanaan
tugas Operasi Perdamaian di wilayah Lebanon (Zuirman 2009:64).
Implementasi resolusi Dewan Keamanan PBB 1701 dibagi menjadi 7 tahap
pelaksanaannya, yaitu: (Resolusi 1701).
28
1. Memonitor kesepakatan penghentian perumusan di anatara pihak-pihak yang
bertikai.
2. Mendampingi dan membantu pemerintah Lebanon selama proses penggelaran
pasukan Lebanon (LAF) di Lebanon Selatan. Hal itu dilaksanakan bersamaan
dengan proses pengunduran pasukan Israel (IDF). Pemerintah Lebanon dan Israel
akan mengkoordinasikan proses pengunduran pasukan di Lebanon Selatan.
3. Membantu pelaksanaan dan koordinasi dalam proses pengunduran pasukan
Israel, baik dengan pemerintah Lebanon maupun Israel.
4. Memberikan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat sipil setempat serta
membantu mengamankan proses kembalinya masyarakat, baik yang telah
mengungsi maupun yang telah terpisah dari keluarganya selama berlangsungnya
perang sepanjang Juli sampai Agustus 2006.
5. Membantu pasukan LAF dalam proses mewujudkan zona wilayah bebas dari
personel atau kelompok bersenjata beserta aset militer lainnya antara Blue Line
dan sungai Litani, kecuali aset militer dan sejata milik pemerintah Lebanon dan
personel UNIFIL.
6. Meyakinkan bahwa wilayah tanggung jawab yang telah diberikan tidak
digunakan untuk berbagai bentuk kegiatan yang dapat memicu terjadinya kembali
konflik di antara pihak-pihak yang bertikai.
7. Membantu pemerintah Lebanon mengamankan garis batas antara Lebanon dan
Israel serta jumlah daerah yang dijadikan titik infiltrasi.
29
Dewan Keamanan PBB diberikan kewenangan untuk mengeluarkan resolusi
baik berupa seruan gencatan senjata maupun pembentukan pasukan perdamaian.
Hal ini sesuai dalam pernyataan David P. Barash:
The Security Council was empowered to identify an aggressor and
then to request various member states to provide military force as
necessary to enforce the peace (Barash 2002:353).
Operasi pemeliharaan perdamaian PBB/United Nations Peacekeeping
Operations (UN PKO) diperkenalkan oleh Mantan Sekretaris Jenderal PBB Dag
Hammarskjold pada tahun 1950-an dan merupakan istilah yang dipakai untuk
segala macam kegiatan operasional untuk membantu pencegahan konflik dan
penciptaan perdamaian yang berkembang dan berada di bawah wewenang DK
PBB. Sesuai dengan pasal 43 Piagam PBB menyatakan bahwa:
“Semua anggota PBB, agar turut serta membantu pemeliharaan
perdamaian dan keamanan internasional, memberikan kesanggupan
untuk menyediakan angkatan bersenjata bagi Dewan Keamanan dan
bantuan-bantuan serta fasilitas-fasilitas termasuk pula hak-hak lalu
lintas, yang dianggap perlu untuk memelihara perdamaian dan
keamanan internasional apabila diminta dan sesuai dengan suatu
persetujuan atau persetujuan-persetujuan khusus” (Charter of the
United Nations, Chapter VII).
Kesepakatan bersama masyarakat dunia mengakui perang terbuka harus
diakhiri. Permusuhan antara pihak yang bertikai mesti diselesaikan di meja
perundingan. Kalaupun masih terjadi peperangan, PBB mempunyai tanggung
jawab untuk melakukan pemeliharaan perdamaian dengan melibatkan anggota
PBB, agar memberi ruang pada upaya bina perdamaian. Dalam melakukan misi
perdamaian, PBB melibatkan sejumlah stakeholders atau pemangku kepentingan.
30
Termasuk di dalamnya tentara yang direkrut dari tiap-tiap negara anggota PBB
yang mengikutsertakan sebagai kontributor pasukan perdamaian PBB.
B. Respon Indonesia Pada Konflik Israel-Hezbullah
Menyikapi perkembangan situasi yang terjadi, maka Dewan Keamanan PBB
berupaya keras untuk menengahi konflik agar segera diakhiri. Di sisi lain Dewan
Keamanan PBB juga mengajak dunia internasional untuk bergabung bersama
UNIFIL guna meredam timbulnya konflik dan mengupayakan terciptanya serta
terpeliharanya perdamaian yang abadi pasca konflik antara Israel dengan
kelompok Hezbullah di wilayah Lebanon. Sehingga keluarlah resolusi DK PBB
1701 tanggal 11 Agustus 2006 sebagai dasar dalam pelaksanaan tugas operasi
perdamaian di wilayah Lebanon (Zuirman 2009:64).
PBB membentuk operasi pemeliharaan perdamaian yaitu UNIFIL. UNIFIL
dibentuk sebagai tindak lanjut Dewan Keaman PBB atas protes keras Lebanon
terhadap serangan Israel ke kawasan Lebanon Selatan yang berbatasan langsung
dengan Israel. Permintaan Lebanon berkaitan erat dengan konflik yang terjadi di
kawasan Lebanon Selatan sejak Maret 1978 (UNIFIL 2016).
Indonesia aktif berdiplomasi di PBB dan negara-negara OKI, aktif
berkomunikasi ke Lebanon dan Israel melalui pihak ketiga dan meyakinkan
bahwa Indonesia sangat siap untuk mengirim pasukan perdamaian ke Lebanon
dalam situasi seperti itu (Tabloid Diplomas 2012).
Hubungan antara Indonesia dengan Lebanon bermula dengan
diumumkannya pernyataan pengakuan de-jure atas negara Republik Indonesia
31
oleh Presiden Lebanon, Bechara El-Khoury pada tanggal 29 Juli 1947. Lebanon
adalah negara yang ketiga mengakui Indonesia setelah Mesir dan Suriah.
Sementara hubungan diplomatik kedua negara telah dirintis sejak dekade 1950-an
dengan mengakreditasikan Duta Besar Rl di Cairo untuk merangkap Lebanon, dan
pada pertengahan dekade itu juga pemerintah Indonesia memutuskan untuk
membuka perwakilan di Beirut meskipun masih berstatus Kuasa Usaha,
sedangkan Duta Besar tetap dirangkap dari Cairo (Kemlu 2017).
Pada saat itu merupakan momentum bagi Indonesia mempertahankan
komitmen dalam turut serta menjaga perdamaian di Timur Tengah dengan
menyerukan gencatan senjata demi kestabilitasan keamanan dunia internasional.
Indonesia menunjukkan rasa kepedulian akan keamanan di dunia internasional
dan siap membantu demi terciptanya perdamaian bagi kedua belah pihak, sejalan
dengan amanat pembukaan UUD 1945 dan tetap menjaga komitmen Indonesia
dalam setiap misi pemeliharaan perdamaian di bawah mandat PBB di dunia
Internasional (Sumertha 2009:54).
Dengan diberlakukannya resolusi 1701 Dewan Keamanan PBB, maka
sebagai bentuk partisipasi pemerintah Indonesia dan rasa cinta damai yang
tertuang pada alinea ke-IV pembukaan UUD 1945, Presiden SBY memerintahkan
Panglima TNI untuk mengirimkan pasukan KONGA sebanyak 850 personil yang
bertugas sebagai bagian dari pasukan perdamaian dunia yang tergabung dalam
UNIFIL di Lebanon Selatan (Putranto 2010:12).
32
Indonesia sebagai salah satu negara anggota PBB dan terpilih menjadi
anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB telah menunjukkan komitmennya
untuk mengirimkan pasukan pemelihara perdamaian diberbagai belahan dunia
yang sedang dilanda konflik, termasuk salah satunya di Lebanon Selatan (Putranto
2010:12).
Adanya inisiatif Indonesia untuk menugaskan pasukan penjaga
perdamaiannya dalam konflik Israel-Hezbullah di Lebanon merupakan bentuk
kebijakan luar negeri Indonesia di dunia internasional, hal tersebut merupakan
salah satu wujud implementasi dari politik luar negeri bebas-aktif yang dilakukan
Indonesia di bawah mandat PBB yang dimulai sejak tahun 1957. Dalam
pengiriman TNI yang tergabung dalam pasukan KONGA, kebijakan luar negeri
terasa sangat kental bahkan tidak kalah penting dibandingkan tugas utama yang
diembannya sebagai pasukan penjaga perdamaian di wilayah negara konflik
sesuai undang-undang nomor 34 tahun 2004 melaksanakan Operasi Militer Selain
Perang (OMSP) sebagai perwujudan perubahan paradigma baru pertahanan
nasional dalam sistem pemerintahan Indonesia (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, Pasal 20
ayat 2 dan ayat 3).
Keberadaan pasukan KONGA XXIII/UNIFIL di Lebanon merupakan
implementasi dari tugas pokok TNI. Sesuai dengan undang-undang Republik
Indonesia nomor 34 tahun 2004, TNI selain mempunyai tugas pokok operasi
militer untuk perang, juga mempunyai tugas OMPS. Salah satunya adalah untuk
33
melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan luar negeri
Indonesia. Pengiriman pasukan KONGA ini berdasarkan keputusan Presiden
Republik Indonesia nomor 15 tahun 2006 tanggal 9 September 2006 tentang
pengiriman pasukan pemelihara perdamaian di Lebanon Selatan (Zuirman
2009:64).
Kepentingan Indonesia terhadap misi pemeliharaan perdamaian adalah
kepentingan bidang pertahanan. Seperti pernyataan Presiden SBY menjelang
HUT RI tanggal 14 Agustus 2009 yaitu: (Pidato Kenegaraan Presiden Republik
Indonesia).
“Dengan berakhirnya konflik dan operasi militer diberbagai tempat di
Indonesia, maka menjaga perdamaian internasional juga merupakan
suatu wadah pelatihan bagi TNI guna memperkuat profesionalismenya
sesuai tingkat standar internasional”
Partisipasi Indonesia dalam penyelesaian konflik Israel-Hizbullah di
Lebanon di bawah mandat PBB merupakan arahan dari nilai-nilai yang
terkandung dalam UUD 1945 yang bertujuan untuk turut serta dalam
pemeliharaan perdamaian di dunia internasional.
34
BAB III
INDONESIA DAN PASUKAN PERDAMAIAN PBB
A. Keterlibatan Indonesia Dalam Pasukan Perdamaian PBB
Peran serta Indonesia dalam misi pemeliharaan perdamaian (MPP) PBB
merupakan amanat UUD 1945 kepada pemerintah dan rakyat Indonesia untuk ikut
aktif mewujudkan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial. Keterlibatan Indonesia dalam membangun stabilitas
dan perdamaian dunia diwujudkan melalui pengiriman pasukan perdamaian di
bawah bendera PBB ke sejumlah negara di berbagai kawasan yang dilanda
konflik (Buku Putih Pertahanan 2008:152).
Selain itu komitmen tersebut tercermin di dalam politik luar negeri
Indonesia, khususnya dalam hal upaya Indonesia untuk turut berperan aktif
menjaga keamanan dan perdamaian internasional. Indonesia memiliki pandangan
bahwa keberhasilan dari suatu misi perdamaian sangat bergantung kepada prinsip-
prinsip yang telah disepakati oleh seluruh anggota PBB, yaitu: persetujuan dari
pihak-pihak yang bertikai (consent), memiliki mandat yang jelas, impartiality, dan
non-use of force kecuali untuk membela diri dan mempertahankan mandat yang
diemban dari PBB (Petikab 2014).
Sejak keikutsertaan Indonesia pertama kali dalam kontingen PBB, yakni di
dalam tugas perdamaian di Mesir pada tahun 1957 yaitu UNEF dalam MPP PBB.
Indonesia terus mengambil bagian dalam memperkuat kontingen MPP PBB untuk
tugas-tugas pengawasan perdamaian, gencatan senjata, perlindungan keamanan
35
dan keselamatan, serta bantuan kemanusiaan. Berbagai operasi yang dilaksanakan
oleh pasukan KONGA di antaranya melaksanakan operasi untuk memelihara
perdamaian, operasi pencegahan konflik, menciptakan perdamaian, memperkuat
perdamaian, membangun perdamaian, evakuasi, dan operasi kemanusiaan atau
operasi penanggulangan dampak bencana alam (Buku Putih Pertahanan Indonesia
2008:152).
Kepercayaan masyarakat internasional terhadap Indonesia serta pengalaman
tugas selama terlibat dalam tugas perdamaian dunia menuntut untuk terus
membenahi kemampuan dan mempersiapkan secara prima pasukan KONGA yang
dilibatkan dalam penugasan TNI dalam perdamaian dunia (Buku Putih Pertahanan
Indonesia 2008:154).
Gambar III.C.1 Peta Penugasan TNI dalam Perdamaian Dunia
Sumber: Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008:154, Kementerian Pertahanan
Republik Indonesia
36
United Nations Peacekeeping Operations (UN PKO) yang sering disebut
dengan MPP PBB merupakan flagship enterprise dari PBB dalam rangka turut
menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Jumlah personel Indonesia
yang tengah bertugas dalam berbagai MPP PBB Berdasarkan data UN PKO per
30 Mei 2014, tercatat sekitar 1.783 personil baik dari unsur militer, polisi, maupun
sipil yang diterjunkan untuk MPP PBB tersebar pada 8 misi pemeliharaan
perdamaian dan 1 misi non PBB, di antaranya yaitu United Nations Interim Force
in Lebanon (UNIFIL) di Lebanon 1.287 pasukan, United Nations Organizations
Stabilization Mission in Democratic Republic of Congo (MONUSCO) di Congo
185 pasukan, Mission Des Nations Unies Pour Ia stabilization en Haiti
(MINUSTAH) di Haiti 154 pasukan, United Nations Mission in Darfur (UNAMID)
di Darfur 149 pasukan, United Nations Interim Security Force for Abyei
(UNISFA) di Sudan 2 pasukan, Mission for Referendum in Western Sahara
(MINURSO) di Marocco 2 pasukan, United Nations Mission in Republic of South
Sudan (UNMISS) di Sudan 3 pasukan, United Nations Mission in Liberia
(UNMIL) di Liberia 1 pasukan, International Monitoring Team (IMT) Misi
Perdamaian Non-PBB di South Filipines 10 pasukan. Menempatkan Indonesia di
urutan ke-16 dari 122 Troops/Police Contributing Countries (UN PKO 2014).
Pengiriman operasi pemelihara perdamaian di bawah bendera PBB
menunjukkan komitmen yang kuat bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa yang
merdeka cinta damai. Dari penugasan tersebut, Indonesia mencatat berbagai
prestasi yang membanggakan dan mengharumkan nama bangsa Indonesia,
sekaligus menumbuhkan kepercayaan masyarakat internasional serta
37
meningkatkan citra Indonesia di mata internasional. Partisipasi Indonesia dalam
operasi pemelihara perdamaian PBB telah mengangkat posisi Indonesia dalam
lingkup hubungan antarbangsa, terutama dalam pelaksanaan politik luar negeri
Indonesia yang bebas-aktif (Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008:153-154).
Grafik I.A.2: Pasukan Indonesia dalam Operasi Perdamaian PBB 2000-2015
Sumber: Providing for Peacekeeping, Peacekeeping Contributor Profile: Indonesia
2016, http://providingforpeacekeeping.org/2016/02/05/peacekeeping-contributor-
profile-indonesia/yang diakses pada 7 Februari 2017
Pada awalnya peran MPP PBB hanya terbatas pada pemeliharaan gencatan
senjata dan stabilisasi situasi di lapangan sehingga usaha-usaha politik untuk
menyelesaikan konflik dapat dilakukan (Diplomasi Multilateral 2012:5). Namun
demikian, dengan berakhirnya perang dingin, konteks penggelaran MPP PBB
berubah dari misi tradisional yang mengedepankan tugas-tugas militer, menjadi
misi yang lebih multidimensional dalam rangka mengimplementasikan perjanjian
38
damai secara komprehensif dan membantu meletakkan dasar-dasar bagi
terciptanya perdamaian yang berkelanjutan.
Sifat dari konflik yang harus dihadapi oleh MPP PBB juga mengalami
perubahan. Sebelumnya MPP PBB harus menghadapi konflik antar-negara namun
saat ini MPP PBB dituntut pula untuk dapat diterjunkan pada berbagai konflik
internal dan perang saudara. Dalam konteks internasional, partisipasi tersebut
merupakan indikator penting dan konkrit dari peran suatu negara dalam
memberikan kontribusi dalam menjaga perdamaian dan keamanan internasional,
sedangkan dalam konteks nasional, keterlibatan tersebut merupakan sarana
peningkatan profesionalisme individu dan organisasi yang terlibat secara langsung
dalam penggelaran operasi internasional (Kemlu 2016).
Secara strategis dan ekonomis partisipasi Indonesia dalam misi
pemeliharaan perdamaian dapat dimanfaatkan untuk mendorong pengembangan
industri strategis nasional di bidang pertahanan. Salah satu produk Indonesia yang
digunakan dalam misi pemeliharaan perdamaian yaitu kendaraan militer lapis baja
Anoa yang diproduksi oleh PT. Pindad (Kemlu 2013).
Keterlibatan Indonesia sejak tahun 1957 telah mendapatkan penghargaan
dan pengakuan dari berbagai pihak. Kredibilitas, profesionalisme serta peran dan
partisipasi aktif Indonesia dalam misi pemeliharaan perdamaian PBB menjadi
salah satu pertimbangan semakin intensnya permintaan PBB kepada pemerintah
Indonesia untuk meningkatkan kontribusinya dan menempatkan pasukan KONGA
untuk mengisi jabatan-jabatan strategis baik di misi pemeliharaan perdamaian
39
PBB maupun pada markas besar PBB. Hal ini tercermin dengan telah ditunjuknya
Mayor Jenderal TNI Imam Edy Mulyono untuk menjadi Force Commander misi
MINURSO di Sahara Barat oleh Sekretaris Jenderal PBB pada bulan Agustus
2013. Posisi Force Commander merupakan jabatan strategis setingkat Assistant
Secretary General (Kemlu 2013).
Sesuai dengan amanat Konstitusi dan instruksi Presiden Republik Indonesia,
Pemerintah Indonesia akan terus meningkatkan partisipasinya dalam UN PKO
sebagai net-contributor dari perdamaian. Visi Indonesia dalam hal ini adalah
mewujudkan penggelaran 4.000 Indonesian Peacekeepers pada tahun 2019 yang
tertuang dalam RPJMN 2015-2019, yang diharapkan menempatkan Indonesia
masuk sepuluh besar penyumbang pasukan (Troop/Police Contributing
Countries) di UN PKO (Media Informasi Kemhan 2014). Berikut data partisipasi
Indonesia selama 4 tahun terakhir (LAKIP Ditjen Multilateral Kemlu 2015).
Tabel II.B.2 Data Partisipasi Indonesia Selama 4 Tahun Terakhir
Sumber: LAKIP Ditjen Multilateral Kemlu 2015:15, Laporan Kinerja 2015
Direktorat Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri Republik
Indonesia.
TAHUN TOTAL PERSONEL KESELURUHAN PERINGKAT
2012 1.717 personel 16
2013 1.546 personel 21
2014 1.783 personel 16
2015 2.840 personel 12
40
Grafik I.A.3 Jumlah Personel Indonesia di UNPKO
Jumlah Personel Indonesia di UNPKO
3000
2500
2000
1500
1000
500
0 2012 2013 2014 2015
Sumber: LAKIP Ditjen Multilateral Kemlu 2015:15, Laporan Kinerja
2015 Direktorat Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri
Republik Indonesia.
Peningkatan peran pemeliharaan perdamaian PBB dalam pengertian
tradisional peran UN PKO terbatas pada pemeliharaan gencatan senjata dan
stabilisasi situasi di lapangan sampai usaha-usaha politik untuk menyelesaikan
konflik dapat dilakukan. Namun sekarang, misi UN PKO diharapkan dapat
membawa misi yang lebih multidimensional dalam rangka mengimplementasikan
perjanjian perdamaian secara komprehensif dan membantu meletakkan dasar-
dasar bagi terciptanya perdamaian yang berkelanjutan (Supiadin 2009:14).
1717 1546
1783
2840
41
Dengan sifat peacekeeping yang semakin multidimensional, Indonesia juga
mendorong pentingnya kontribusi pakar sipil dalam misi peacekeeping dan
peacebuilding. Selain itu pengalaman Indonesia dalam upaya mediasi di tingkat
nasional maupun internasional menjadi potensi untuk mengirimkan pakar sipil
dalam berbagai program peacebuilding PBB, seperti di bidang revitalisasi
ekonomi dan basic safety and security (Supiadin 2009:14-15).
Peraturan Presiden nomor 85 tahun 2011 tanggal 29 November 2013 tentang
Tim Koordinasi Misi Pemeliharaan Perdamaian (TKMPP), TKMPP mempunyai
tugas menyiapkan perumusan kebijakan dan mengoordinasikan langkah-langkah
yang diperlukan dalam pelaksanaan partisipasi Indonesia pada misi-misi
pemeliharaan perdamaian dunia berdasarkan kepentingan nasional (Diplomasi
Multilateral 2013). Sedangkan untuk melaksanakan tugas itu, TKMPP
melaksanakan fungsi: a). pengoordinasian perencanaan, persiapan, pelaksanaan,
dan penghentian partisipasi Indonesia pada misi-misi pemeliharaan dunia; b).
penyiapan kajian komprehensif dan penyiapan rekomendasi tentang kebijakan
bagi partisipasi Indonesia pada misi-misi pemeliharaan dunia; c). penyiapan dan
perumusan posisi dan strategi Indonesia dalam perundingan mengenai partisipasi
Indonesia; d). pemantauan dan evaluasi partisipasi Indonesia pada misi-misi
pemeliharaan perdamaan dunia.
42
B. Keterlibatan Indonesia Dalam Misi Perdamaian Pada Konflik Israel-
Hezbullah di Lebanon
Indonesia sebagai salah satu negara anggota PBB dan terpilih menjadi
anggota tidak tetap DK PBB telah menunjukkan komitmennya untuk
mengirimkan pasukan pemelihara perdamaian diberbagai belahan dunia yang
sedang dilanda konflik, termasuk salah satunya di Lebanon Selatan (Zuirman
2009:64-65).
Keberadaan kontingen KONGA XXIII di Lebanon merupakan implementasi
dari tugas pokok TNI. Sesuai dengan undang-undang Republik Indonesia nomor
34 tahun 2004, TNI selain mempunyai tugas pokok operasi militer untuk perang,
dan juga mempunyai tugas operasi militer selain perang. Salah satunya yaitu
untuk melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan luar negeri
Indonesia. Pengiriman pasukan KONGA berdasarkan Keputusan Presiden
Republik Indonesia nomor 15 tahun 2006 tanggal 9 September 2006 tentang
pengiriman pasukan pemelihara perdamaian di Lebanon Selatan (Zuirman
2009:65).
1. Peran dan tugas pasukan KONGA sebagai pasukan misi perdamaian
dunia di Lebanon Selatan
Satgas Yonif Mekanis TNI KONGA XXIII di Lebanon berkekuatan 850
personel, terdiri dari gabungan personel dari TNI AD, TNI AL dan personel TNI
AU, serta personel dari Kementerian Pertahanan RI dan Kementerian Luar Negeri
RI sebagai Satuan Tugas (SATGAS) yang tergabung dalam pasukan perdamaian
43
dunia, SATGAS Yonif Mekanis TNI Konga XXIII/ UNIFIL berperan di bawah
kendali komando UNIFIL Sektor Timur yang bermarkas di Ebel El Saqi, Lebanon
Selatan Markas Besar (MABES) UNIFIL sendiri berada di Naqoura (Zuirman
2009:65).
Tugas dan tanggung jawab SATGAS Yonif Mekanis TNI KONGA
XXIII/UNIFIL sesuai dengan Resolusi PBB 1701 tanggal 11 Agustus 2006 yang
merupakan bagian dari tugas UNIFIL yaitu membantu Lebanese Armed Forces
(LAF) dalam upaya mengamankan wilayah operasi UNIFIL dari keberadaan
senjatasenjata illegal, kelompok bersenjata, menjaga integritas Blue Line,
melaksanakan kegiatan sosial dan memberi bantuan kemanusiaan serta
melindungi kegiatan masyarakat setempat dalam rangka mendukung tugas
Komando Sektor Timur. Tugas-tugas di atas antara lain dilakukan dalam berbagai
kegiatan seperti: (Zuirman 2009:65-66).
1. Melaksanakan pengintaian, kegiatan observasi, posisi-posisi statis dan patroli
secara acak yang dilakukan siang dan malam hari dalam rangka memonitor
proses penghentian permusuhan dalam area operasi, monitor situasi sepanjang
Blue Line, mencegah terjadinya pelanggaran, membangun kewaspadaan
terhadap lingkungan sekitar serta mengumpulkan informasi dan data khususnya
pada route/daerah sensitif.
2. Melakukan koordinasi dan membantu kegiatan LAF guna menghindari aktifitas
permusuhan termasuk mengambil tindakan terhadap keberadaan senjata ilegal
dalam area operasi.
44
3. Membangun hubungan dengan aparat setempat dan tokoh sipil dalam area
operasi serta membantu aparat setempat bila dibutuhkan.
Selain kegiatan operasional tersebut di atas SATGAS juga melakukan
serangkaian kegiatan yang berinteraksi dengan masyarakat secara langsung
melalui Civil Military Coordinatian (CIMIC). Pada teknis pelaksanaannya
SATGAS dapat melakukan inovasi dan inisiatif dalam rangka mengembangkan
kegiatan di lapangan yang terdapat sasaran, sesuai kondisi dan kebutuhan
sehingga dapat mencapai target yang diharapkan.
Wilayah tanggung jawab SATGAS Yonif Mekanis KONGA
XXIII/UNIFIL ini dengan luas = 112 Km², Kedalaman = 13 Km, Blue Line
sepanjang = 11 Km. Batas Utara adalah Sungai Litani yang membatasi dengan
wilayah Lebanon Utara, sebelah Timur berbatasan dengan Spainbatt (Spanyol
Battalion) dan Blue Line/negara Israel, sebelah Selatan berbatasan dengan Nepbatt
(Nepal Battalion) sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Sektor Barat
Italbatt dan Franchbatt. Dalam wilayah operasi ini terdapat 13 desa binaan yang
menjadi tanggung jawab Indobatt sedangkan pasukan kawan yang membantu
kelancaran tugas Indobatt dari LAF dengan kekuatan 1 Kompi (+), yaitu Poko
Koki, 6 Peleton dan 1 Tim yang tersebar diwilayah Indobatt yang dipimpin oleh
seorang Kolonel. Kekuatan ini kadangkala berubah tergantung perubahan
situasi yang terjadi baik di Lebanon Selatan maupun Lebanon Utara, karena
gejolak antar kelompok di kota Beirut makin cukup tinggi dan beberapa kali
terjadi perang kelompok. Sedangkan disepanjang Blue line berdampingan dengan
45
5 Pos IDF yang kekuatannya rata- rata 1 Tim hingga 1 Ton diperkuat dengan
beberapa Tank Mercava dan beberapa unit Humvee bersenjata (Zuirman
2009:66).
Gambar III.C.2 Peta Penugasan Indonesia Battalion UNIFIL
Sumber: Zuirman, Kolonel Inf. B., Upaya Optimalisasi Peran Pasukan Tni
Dalam Misi Perdamaian Dunia Khususnya Di Lebanon Selatan 2009:66. Jurnal
Yudhagama No. 82 Tahun XXIX Edisis Maret 2009 Media Informasi dan
Komunikasi TNI AD.
Tugas-tugas patroli rutin yang dilakukan oleh pasukan Yonif Mekanis TNI
Konga XXIII/UNIFIL antaranya yaitu (Zuirman 2009:66-67):
1. Patroli siang dan malam sebanyak 50 kali baik dengan kendaraan tempur
maupun kombinasi jalan kaki, setiap hari penggelaran personel di lapangan
sekitar 300 orang, sehingga pelaksanaan kegiatan tersebut tanpa mengurangi
kesejahteraan prajurit, maka pelaksanaan di lapangan di bagi menjadi 3
kekuatan, 1/3 melaksanakan tugas, 1/3 standby dan 1/3 istirahat ini yang
46
dilakukan sepanjang tahun diluar dari kegiatan latihan bersama antar negara
kontingen maupun kegiatan protokoler.
2. Static Point, patroli ini dilaksanakan untuk memantau daerah-daerah yang
tidak terjangkau oleh rute Patroli Area Operasi, dimana kehadiran pasukan
UNIFIL sangat diperlukan di daerah ini. Posisi Static Point ini juga dapat
digunakan sebagai pangkal patroli.
3. Observation Post, kegiatan ini bertujuan untuk memonitor wilayah yang
tidak terjangkau oleh rute Patroli Area Operasi dan Static Point serta
dilaksanakan selama 24 jam. Hal ini dilaksanakan karena tingkat kerawanan
di wilayah tersebut masih tinggi sehingga kehadiran pasukan UNIFIL
diperlukan setiap saat.
4. Observation Tower, untuk mengontrol keamanan kedudukan pasukan yang
berada di dalam compound, maka tower observasi didirikan di dalam
compound dan menjadi bagian Dinas Dalam serta menjadi Force Protection
Measure dari masing-masing compound.
5. Patroli Gabungan yaitu operasi gabungan dengan LAF dilaksanakan
berdasarkan Frago 47-02 tentang Coordinated Activities With LAF. Pola
operasi yang dilaksanakan berdasarkan perkembangan situasi yang terjadi di
dalam wilayah operasi. Bentuk operasi gabungan ini terdiri dari Joint
Vehicle Patrol, Joint Foot Patrol, Counter Rocket Launching Operation
(CRLO), Combine/Random Check Point dan Co-located Check Point.
47
6. Counter Rocket Launching Operation (CRLO), patroli kendaraan gabungan
bersama 1 Tim LAF yang dilaksanakan diwilayah Indobatt dimana
kemungkinan wilayah tertentu akan digunakan sebagai tempat peluncuran
roket dari pihak Arm Element Hezbullah ke wilayah Israel, jadwal patroli ini
bersifat random dan dikendalikan langsung oleh Sektor Timur.
7. Patroli Area Operasi, berdasarkan Frago No. 64/02 tentang Operational
Patrols, Frago no 22/02 tentang Road Control and Surveilance , patroli area
operasi dilaksanakan oleh seluruh Kompi Mekanis dengan tujuan untuk
mengawasi wilayah operasi dengan rute yang telah ditentukan oleh Sektor
Timur.
8. Patroli Blue Line dilaksanakan dengan berjalan kaki maupun menggunakan
Ranpur dengan tujuan mengontrol batas wilayah antara Israel dengan
Lebanon dari pelanggaran batas wilayah darat. Patroli ini juga
memonitor segala bentuk kegiatan provokasi oleh sekelompok masyarakat
yang dapat menimbulkan perselisihan antara pihak- pihak yang bertikai. TP
37 dan Panorama adalah titik-titik yang sering digunakan oleh masyarakat
untuk kegiatan provokasi karena berbatasan langsung dengan wilayah Israel.
9. Area Domination Patrol, patroli kendaraan yang dilaksanakan dengan
menggunakan rute Counter Rocket Launching Operation (CRLO) tanpa
melibatkan LAF. Hal ini berbeda dengan pelaksanaan patroli lainnya,
dimana jadwal patroli ini dikendalikan langsung oleh Sektor Timur dan
tertutup.
48
10. Patroli Udara, patroli ini bertujuan memantau wilayah operasi Indobatt dari
udara sehingga perubahan terhadap kontur medan dan bangunan dapat
diketahui secara detail. Kegiatan ini juga merupakan bagian dari kegiatan
penyelidikan untuk melengkapi data yang tidak dapat dipantau dari daratan.
Patroli udara dilaksanakan satu kali dalam sebulan sepanjang tahun.
2. Upaya yang dilakukan untuk mengoptimalisasikan peran pasukan
KONGA dalam rangka pencapaian tugas pokok di Lebanon
Untuk terlaksananya dan tercapainya tugas pokok pasukan KONGA dalam
melaksanakan misi perdamaian dunia di Lebanon dihadapkan dengan segala
keterbatasan sarana, prasarana maupun peralatan yang ada, diperlukan kerja keras,
kekompakan, kesamaan visi dan misi, kreatifitas dan inovasi unsur pimpinan serta
loyalitas dari semua anggota pasukan. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
peran pasukan KONGA dalam rangka pencapaian tugas pokok di Lebanon antara
lain: (Zuirman 2009:65-66).
1. Melaksanakan latihan dan operasi bersama kontingen negara lain, seperti: East
Gate Exercise, East Beacon Exercise, OGL Evacuation Exercise, Alert Status
Exercise, Seal Contigency Plan Exercise, Command Information System
Exercise, Command Post Mobile Exercise, Tri Angle Operation 1st, Tri Angle
Operation 2nd, VIP dan VVIP Security Exercise (Zuirman 2009:68-69).
2. Melaksanakan pembinaan satuan berupa pembinaan ke dalam dan pembinaan
ke luar.
49
Pembinaan ke dalam yaitu secara umum pembinaan yang dilakukan ke
dalam khususnya terhadap pasukan KONGA lebih ditekankan kepada sikap
profesionalisme keprajuritan sesuai dengan tuntutan Standart Operation
Procedure (SOP) yang diberlakukan bagi seluruh prajurit yang tergabung dalam
misi perdamaian dunia oleh PBB. Hal ini sangat penting mengingat jumlah negara
yang tergabung dalam kontingen penugasan misi perdamaian di Lebanon
Selatan/UNIFIL ada 28 negara baik dari Asia, Afrika, maupun Eropa (Zuirman
2009:69).
Pembinaan ke luar yaitu menjalin hubungan dengan pihak Kedutaan Besar
Republik Indonesia (KBRI) Beirut. Hal yang mendasar dalam membina hubungan
dengan pihak KBRI Beirut adalah menjaga silaturahmi dan hubungan kerja sama
yang berkaitan dengan pelayanan pengurusan administrasi visa bagi para prajurit
yang akan melaksanakan tugas maupun cuti dengan tujuan ke beberapa negara
baik di wilayah Timur Tengah maupun Eropa (Zuirman 2009:71).
Kegiatan pembinaan territorial di desa binaan. Kegiatan pembinaan
territorial yang dilaksanakan oleh prajurit Indobatt atau lebih dikenal dengan
kegiatan Civil and Military Cooperation (CIMIC) sangat mendukung kelancaran
tugas pokok sebagai pasukan perdamaian dunia. Guna mengimbangi dan
menetralisir situasi di wilayah desa binaan, maka SATGAS KONGA
XXIII/UNIFIL membuat berbagai macam kegiatan guna meringankan penderitaan
masyarakat yang trauma akibat perang dan tidak menutup kemungkinan suatu
saat akan pecah perang kembali diantara mereka. Kegiatan CIMIC yang telah
50
dilakukan oleh para prajurit Indobatt menjadikan masyarakat Lebanon Selatan
bisa menerima dengan baik kehadiran prajurit Indobatt. Sebagai gambaran
kegiatan Cimic, antara lain : (Zuirman 2009:72-73).
1. Anjangsana ke rumah masyarakat, salah satu kelebihan prajurit Indobatt adalah
melakukan kegiatan anjangsana ke rumah-rumah masyarakat di wilayah
binaannya. Tatap muka dengan tokoh masyarakat, kegiatan ini dikoordinasikan
sebelumnya dengan tokoh masyarakat setempat, mengingat 98% wilayah
Indobatt adalah kaum Syiah dan mereka adalah tokoh garis keras yaitu
kelompok Hezbullah. Kegiatan ini dilakukan secara rutin baik
mendatangi/silaturahmi ke rumah mereka secara langsung maupun diundang
oleh Dansatgas ke Mako Satgas, acara ini dihadiri oleh Komandan Sektor
Timur.
2. Menghadiri undangan makan bersama warga dirumahnya dan menghadiri
pemakaman terhadap salah satu warga yang meninggal dunia maupun
menghadiri ta’ziah ke rumah warga atau menghadiri undangan pernikahan
salah satu warga.
3. Smart Car, kegiatan ini merupakan kegiatan yang dilakukan oleh prajurit
Indobatt dengan menggunakan Mobil Pintar sumbangan dari Ibu Negara, Ibu
Hj. Ani Susilo Bambang Yudhoyono.
4. Renovasi salah satu rumah warga yang rusak akibat perang dan sekarang
dihibahkan oleh pemiliknya untuk dijadikan rumah persahabatan Indonesia
dengan Lebanon, di rumah tersebut ada berbagai aktifitas prajurit Indobatt,
51
diantaranya pelayanan kesehatan gratis, kelas komputer, kelas bahasa
Indonesia, kelas kesenian tari-tarian tradisional Indonesia, kegiatan
kepemudaan seperti pembentukan tim Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
(P3K) dan sebagai tempat rekreasi bagi anak-anak.
5. Membantu masyarakat memanen gandum atau buah zaitun, biasanya yang
dibantu adalah warga yang tidak memiliki peralatan panen atau karena usia
lanjut.
6. Membantu warga yang kendaraannya mengalami kecelakaan. Sering warga
datang ke salah satu pos Indobatt meminta bantuan untuk mengangkat mobil
yang terperosok kejurang atau mogok dengan menggunakan kendaraan
katrol/crane yang ada di Indobatt.
7. Kerja bhakti, Kegiatan ini dikoordinasikan terlebih dahulu dengan para
Moukhtar/Major di desa binaan masing-masing dengan sasaran pembersihan
fasilitas umum berupa taman kota, balai desa, masjid maupun kegiatan lain
secara bergotong royong.
8. Kegiatan agama, masyarakat Lebanon selatan khususnya wilayah desa binaan
Indobatt hampir 98% Islam aliran Syiah, memang ada beberapa perbedaan
dengan Islam di Indonesia, sementara masyarakat Indonesia cenderung mirip
Suni. Guna mensiasati tersebut maka kegiatan agama, seperti sholat berjamaah
di masjid dilakukan secara bergantian, karena pada dasarnya mereka tidak mau
di imami/ dipimpin yang bukan imamnya sendiri.
52
BAB IV
ANALISIS KETERLIBATAN INDONESIA DALAM MISI PERDAMAIAN
PADA KONFLIK ISRAEL-HEZBULLAH DI LEBANON
Dalam menganalisis keterlibatan Indonesia dalam misi perdamian pada
konflik Israel-Hezbullah di Lebanon, ada empat komponen gagasan kebijakan luar
negeri dari yang umum hingga kearah yang lebih spesifik yaitu orientasi
kebijakan luar negeri, peran nasional, tujuan nasional, dan tindakan nasional.
(Holsti 1992:21). Kebijakan luar negeri Indonesia bertujuan untuk mencapai
kepentingan nasional di Lebanon. Karena konsep kepentingan nasional
merupakan dasar untuk memahami dan menjelaskan perilaku kebijakan luar
negeri Indonesia dalam misi perdamaian pada konflik Israel-Hezbullah di
Lebanon.
A. Orientasi Kebijakan Luar Negeri Indonesia
Indonesia memiliki prinsip-prinsip dasar kebijakan luar negeri yang tertuang
dalam prinsip politik bebas-aktif. Politik luar negeri bebas-aktif menggambarkan
penyesuaian Indonesia dalam kondisi dan kebutuhan pada perang dingin dengan
apa yang disebut mendayung di antara dua karang. Konsep-konsep tersebut
disesuaikan oleh Presiden SBY dalam kondisi dan kebutuhan yang ada dewasa
ini. Presiden SBY mempunyai konsep thousand friends-zero enemy untuk
menggambarkan orientasi, sikap, dan tingkah laku Indonesia dalam kondisi
internasional yang menurut istilah presiden SBY navigating a turbulent ocean.
(Djafar dan Robby Aulia Fadila 2013:171)
53
Konsep tersebut menjadi pedoman bagi pelaksanaan kebijakan luar negeri
Indonesia pada masa pemerintahan Presiden SBY periode 2004-2009 dan periode
2009-2014. Adapun faktor-faktor yang melatar belakangi konsep tersebut adalah:
(Djafar dan Robby Aulia Fadila 2013:171-172).
Struktur dan kondisi dalam sistem internasional:
Struktur dan kondisi internasional yang dihadapi dunia dewasa ini menurut
persepsi pemerintah Indonesia, dalam hal ini Presiden SBY terbagi dalam tiga
tantangan dasar yang dihadapi dunia, yaitu: tantangan keamanan (the challenge of
security); tantangan pertumbuhan (the challenge of development); dan tantangan
demokrasi (the challenge of democracy) (ICWA 2005).
Kebutuhan domestik:
Kebutuhan dalam negeri Indonesia, terutama pada masa Presiden SBY
periode 2004-2009 tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah
nasional (RPJMN) tahun 2004-2009 dan rencana pembangunan nasional jangka
panjang (RPJPN) tahun 2005-2025.
Sasaran RPJMN kebijakan luar negeri Indonesia pada 2004-2009, yaitu
“meningkatnya peran Indonesia dalam hubungan internasional dan dalam
menciptakan perdamaian dunia, serta pulihnya citra Indonesia dan kepercayaan
masyarakat internasional serta mendorong terciptanya tatanan dan kerjasama
ekonomi regional dan internasional yang lebih baik dalam mendukung
pembangunan nasional” (RPJMN Tahun 2004-2009:Bab VIII). Sedangkan salah
satu arah, tahapan, dan prioritas pembangunan jangka panjang tahun 2005-2025
54
yang tertera pada RPJPN 2005-2025 yaitu, “terwujudnya peranan Indonesia yang
meningkat dalam pergaulan dunia internasional” (RPJPN Tahun 2007:Bab IV).
Dalam menghadapi tantangan-tantangan yang ada dan dalam memenuhi
kebutuhan domestik tersebut, Pemerintah Indonesia dalam hal ini Presiden SBY,
menggagas konsep politik luar negeri yang dianggap tepat untuk menghadapi hal
tersebut dan tentunya untuk mencapai kepentingan nasional, yaitu navigating a
turbulent ocean dan thousand friends-zero enemy. Keterlibtan Indonesia dalam
pasukan operasi pengawasan-perdamaian PBB pada konflik Israel-Hezbullah di
Lebanon adalah salah satu bentuk implementasi dari konsep navigating a
turbulent ocean dan thousand friends-zero enemy. Indonesia sedang berusaha
mengarungi kondisi eksternal dan internal yang sangat kompleks (samudera yang
bergejolak) dan berusaha mendapatkan teman sebanyak-banyaknya (ribuan
teman) dalam pasukan operasi pengawasan-perdamaian PBB pada konflik Israel-
Hezbullah di Lebanon untuk kepentingan nasional Indonesia (Djafar dan Robby
Aulia Fadila 2013:172).
Implementasi dari politik luar negeri bebas-aktif adalah komitmen Indonesia
untuk berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian dan keamanan dunia
sebagaimana diamanatkan dalam alinea ke-IV pembukaan UUD 1945 untuk “ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial”, mengingat pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang
Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882);
55
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4169); Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004
tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439).
Amanat tersebut diimplementasikan melalui keterlibatan Indonesia dalam
pasukan pengawasan-perdamaian PBB pada konflik Israel-Hezbullah di Lebanon
dalam pelaksanaannya, untuk memperkokoh politik luar negeri Indonesia.
Prakarsa PBB sebagaimana ditetapkan dalam resolusi Dewan Keamanan PBB
nomor 1701 tanggal 11 Agustus 2006 tentang penghentian pertempuran antara
Israel dan Hezbullah, kondisi konflik di Lebanon telah memasuki tahap gencatan
senjata menuju pada perdamaian (Zuirman 2009:64).
Permintaan Sekretaris Jenderal PBB kepada Pemerintah RI agar Indonesia
dapat ikut serta dalam rangka mewujudkan perdamaian di Lebanon, dan hasil
pertemuan konsultasi antara Pemerintah dengan DPR RI pada 28 Agustus 2006,
dipandang perlu mengirimkan pasukan KONGA untuk misi perdamaian di
Lebanon (Zuirman 2009:65).
B. Peran Nasional dalam Keterlibatan Misi Perdamaian UNIFIL
DPR RI secara resmi memberikan restu politik atas prakarsa pemerintah
mengirimkan misi pemelihraan perdamaian ke Lebanon, namun restu ini dengan
beberapa catatan. Pengiriman misi pemelihraan perdamaian itu merupakan
perwujudan pelaksanaan amanat UUD 1945 tentang politik luar negeri Indonesia
56
bebas-aktif. Hal ini merupakan pembahasan utama ketika berlangsungnya
konsultasi antara pemerintah dan DPR RI yang diadakan di ruang Pustakaloka
DPR RI Jakarta pada 28 agustus 2006. Sidang dipimpin oleh Agung Laksono
sebagai ketua DPR RI yang didampingi seluruh pemimpin fraksi di DPR RI.
Sedangkan, pemerintah dipimpin Presiden SBY yang didampingi Wakil Presiden
Jusuf Kalla serta Kementerian Pertahanan RI, Kementerian Luar Negeri RI,
Kementerian Keuangan RI dan Panglima TNI (Politik Indonesia 2006).
Dukungan DPR RI memberikan beberapa catatan, yaitu dalam hal teknis,
mandat yang dikuasakan kepada pasukan pemelihara perdamaian dimana
Indonesia menjadi komponennya, dan anggaran yang perlu dikeluarkan terlebih
dahulu oleh pemerintah. Catatan yang disampaikan DPR RI sesungguhnya
merupakan pemikiran pemerintah, bahwa hal-hal yang sensitif mendapat kejelasan
dari PBB, menurut Presiden SBY setelah melakukan rapat konsultasi dengan
pimpinan DPR RI sekitar tiga jam di ruang Pustakaloka Gedung Nusantara IV
DPR RI pada 28 agustus 2006 (Antara News 2006).
Hal sensitif menurut Presiden SBY antara lain adanya mandat yang jelas
dari UNIFIL yaitu Pasukan PBB di Lebanon misi yang jelas, batas waktu
penugasan yang jelas, skema pendanaan antara Indonesia dan PBB yang jelas,
rules of engagement serta prosedur-prosedur tetap yang berlaku di UNIFIL. Serta
Department of Peace Keeping Operation United Nations di New York Amerika
serikat, sudah mematangkan mandat dan tugas rules of engagement, pembiayaan
57
dan lain-lain yang tentu berasal dari resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1701
tahun 2006 (Antara News 2006).
Posisi Indonesia berangkat harus di bawah naungan PBB. Tugas pasukan
KONGA adalah mengawasi gencatan senjata dan kita tidak mengemban tugas
untuk melucuti senjata Hezbullah dan semua dilaksanakan dengan tujuan peace
keeping, bukan peace making atau peace enforcing yang lazimnya menggunakan
Piagam PBB Bab 7 yaitu menggunakan kekuatan untuk memaksa pihak yang
berperang menghentikan perang menurut Presiden SBY. Bila hal itu semua telah
jelas, Presiden SBY berharap kontingen penjaga perdamaian Indonesia akan
berangkat sebagai perwujudan amanat konstitusi dan sebagai peran Indonesia
dalam misi pemeliharaan perdamaian di Lebanon pada konflik Israel-Hezbullah
(Politik Indonesia 2006).
DPR RI menyatakan mendukung langkah pemerintah Indonesia untuk
segera mengirim pasukan keamanan dalam rangka pelaksanaan tugas PBB ke
Lebanon. Forum konsultasi khususnya DPR RI, sepakat untuk memberikan
dukungan atas langkah-langkah pemerintah Indonesia untuk segera mengirim
pasukan keamanan dalam rangka pelaksanaan tugas PBB selaku bagian dari peace
keeping operation di Lebanon, menurut Ketua DPR RI Agung Laksono.
Sementara itu, masalah yang berkaitan dengan masalah teknis seperti masalah
mandat dan anggaran menurut Agung Laksono akan dibahas oleh alat
kelengkapan DPR yang terkait (Kemendagri 2006).
58
Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono mengatakan Israel tidak
berkeberatan dengan pengiriman personel Indonesia ke Lebanon. Menhan Juwono
menyatakan bahwa setelah skenario proses penjaga perdamaian selesai, Indonesia
akan mengirimkan tim pendahulu. Sedangkan untuk personel lapangan akan
dikirim secara bergelombang pada setiap bulan sampai jumlah personel mencapai
jumlah 1.000 orang (Kemendagri 2006).
Secara prinsip DPR RI sudah setuju menyangkut mekanisme penyediaan
anggaran. Ada dua pos yang bisa dimanfaatkan, pertama dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2006 menurut Menhan Juwono. APBN
2006 adalah anggaran pembelanjaan lain-lain yang jumlahnya mencapai sekitar
Rp33,6 triliun. Selain itu Menhan juga menjelaskan dari kebutuhan sekitar Rp383
miliar akan melihat berapa kebutuhan berdasarkan anggaran yang ada (Antara
News 2006).
Dana sejumlah itu, menurut Menhan Juwono diperlukan untuk menalangi
terlebih dahulu berbagai keperluan yang harus dikeluarkan negara pengirim
kontingen ke dalam misi UNIFIL. PBB pasti membayar kembali semua
pengeluaran yang pemerintah pakai. Hanya saja ini memerlukan waktu sekitar 60
hari kerja, yang tidak ditalangi adalah pembelian alat kesenjataan di luar yang
terdapat dalam daftar persenjataan organik, menurut Menhan Juwono (Antara
News 2006).
Rapat kerja komisi I DPR RI dengan Menteri Pertahanan mengenai
pembahasan pengajuan kebutuhan anggaran pengiriman pasukan TNI dalam
59
rangka operasi pemelihara perdamaian UNIFIL ke Lebanon pada 8 September
2006 di ruang rapat Komisi I Gedung Nusantara II Paripurna LT.1. Rapat yang
hadir 37 orang dari 50 Anggota Komisi I DPR RI dan Pemerintah yaitu Menteri
Pertahanan RI Juwono Sudarsono beserta jajarannya. Rapat kerja komisi I DPR
RI dengan Menteri Pertahanan pada 8 September 2006 dengan acara sebagaimana
tersebut di atas dipimpin oleh Ketua Komisi I DPR RI Theo L. Sambuaga dan
dinyatakan terbuka untuk umum dengan hasil kesimpulan (KOMISI I DPR RI
2006) antara lain:
1. Komisi I DPR RI menyetujui dan mendukung pengiriman pasukan TNI ke
Lebanon sebagai bagian dari UNIFIL dalam rangka operasi pemelihara
perdamaian PBB sebagai wujud komitmen nasional Indonesia dalam turut
memelihara perdamaian dunia.
2. Dalam pelaksanaan tugas dilapangan sebagai bagian dari UNIFIL, pasukan
TNI melakukan tugas sesuai dengan mandat, tugas, dan rule of engagement
yang ditetapkan PBB dengan titik berat menjaga perdamaian serta melakukan
misi kemanusiaan, termasuk memperlancar upaya-upaya rekonstruksi.
3. Pemerintah perlu mempersiapkan pasukan KONGA dalam UNIFIL dengan
perlengkapan dan kelengkapan persenjataan yang diperlukan termasuk
memberikan bekal pengetahuan tentang budaya, kondisi sosial, peta politik,
serta akar konflik di wilayah tersebut. Dalam hubungan ini, Pemerintah perlu
mempersiapkan Contingency Plan apabila situasi yang terburuk muncul secara
tidak terduga.
60
4. Dalam hubungan dengan dukungan anggaran bagi partisipasi pasukan KONGA
dalam UNIFIL khususnya pengadaan barang/kendaraan tempur, Komisi I DPR
RI minta pemerintah untuk melaksanakannya berdasarkan prinsip tender,
transparansi, akuntabilitas, harga kompetitif, kualitas barang yang teruji dan
dapat digunakan kembali di Indonesia, serta membuka diri bagi diversifikasi
sumber pengadaan alutsista dan tidak tergantung pada negara atau negara-
negara sumber tertentu, seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat, disamping
faktor keterdesakan waktu dan kompabilitas.
5. Komisi I DPR RI minta agar dalam pembiayaan partisipasi TNI dalam
UNIFIL, agar tidak menggunakan anggaran yang telah direncanakan bagi
pembangunan TNI, sehingga anggaran yang telah terprogram tidak terganggu
terutama anggaran bagi peningkatan kemampuan TNI dan pengamanan daerah
perbatasan.
Keputusan anggaran pemerintah secara resmi telah mengajukan anggaran
pengiriman pasukan TNI ke Lebanon sebesar Rp 355,075 miliar dalam
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2006. Usulan
anggaran disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani lndrawati dalam rapat
pleno panitia anggaran DPR RI yang membahas RAPBN 2006. Perincian
penggunaan dana itu, menurut Sri Mulyani terbesar akan digunakan untuk
membeli panser dan asuransi Rp 287,24 miliar, sedangkan kebutuhan operasional
mekanik TNI, Rp 32,809 miliar, yang terdiri dari biaya operasional selama 3
bulan Rp 29,298 miliar serta perencanaan dan penyerahan Rp 1,269 miliar biaya
61
pembekalan dan pratugas Rp 932 juta. Anggaran pemberangkatan Rp 445 juta dan
anggaran purnatugas Rp 863 juta (Kemendagri 2006).
C. Tujuan Nasional dalam Keterlibatan Misi Perdamaian UNIFIL
1. Esisitensi Militer Indonesia di Dunia Internasional
Indonesia sebagai salah satu negara anggota PBB dan anggota tidak tetap
Dewan Keamanan PBB telah menunjukkan komitmennya untuk mengirimkan
pasukan pemelihara perdamaian di berbagai belahan dunia yang sedang dilanda
konflik, termasuk salah satunya di Lebanon Selatan. Pengiriman pasukan
KONGA pertama kali dilakukan pada tanggal 8 Januari 1957 ke Mesir. Dalam
rangka perwujudan tujuan nasional upaya yang dilakukan Indonesia yaitu
mengirimkan pasukan perdamaian dalam rangka ikut serta berpartisipasi aktif
dalam menjaga dan memelihara perdamaian dunia (Putranto 2010:12).
Hal ini membuktikan bahwa bangsa Indonesia berperan serta secara aktif
dalam upaya pemeliharaan perdamaian dunia. Pengiriman pasukan KONGA
merupakan prestasi TNI dalam skala internasional tercermin dalam aktifnya
Indonesia mengirimkan pasukan KONGA pada misi-misi perdamaian PBB.
Indonesia ini sesuai dengan amanat pembukaan UUD 1945 alinea ke-IV. Hal ini
juga diatur dalam UU No.34 Tahun 2004 tentang tugas TNI, dimana pada pasal
20 ayat 3 ditegaskan mengenai pengerahan kekuatan TNI dalam melaksanakan
tugas Operasi Militer Selain Perang. Operasi pemeliharaan perdamaian PBB
merupakan sebagai salah satu wujud implementasi dari peran nasional Indonesia
terhadap pelaksanaan tugas OMSP dalam keterlibatan misi perdamaian UNIFIL di
Lebanon (Zuirman 2009:65).
62
Indonesia sebagai negara yang berkomitmen untuk menjaga perdamaian
dunia selama ini telah secara aktif menjawab panggilan-panggilan tugas tersebut.
Kontribusi pasukan perdamaian dan pengiriman pasukan KONGA untuk misi
pemeliharaan perdamaian dunia tersebar pada 8 misi pemeliharaan perdamaian di
bawah PBB dan 1 misi non PBB sebagaimana digambarkan pada tabel di bawah
ini:
Tabel II.B.3: Jumlah Personel Kontingen Garuda di Misi Perdamaian Dunia
Sampai Bulan Mei 2014
Sumber: United Nations Peacekeeping Operations, Jumlah Personel Kontingen
Garuda di Misi Perdamaian Dunia 2014, diakses pada tanggal 16 Oktober 2016
http://www.un.org/en/peacekeeping/resources/statistics/contributors.shtml
Berdasarkan data di atas, menempatkan Indonesia di urutan ke-16 dari 122
Troops/Police Contributing Countries (UN PKO 2014), sampai saat ini Indonesia
masih aktif mengirimkan pasukan perdamaian ke negara-negara konflik untuk
63
misi perdamaian seperti di Lebabon pada konfkik Israel-Hezbullah (Ariestianti
2014:17).
Tabel II.B.4: Jumlah Personel Misi Perdamaian UNIFIL 2014
No Country The Number of Personnel
1 Armenia 1
2 Austria 214 3 Bangladesh 327
4 Belarus 5
5 Belgium 102
6 Brunei 26
7 Cambodia 183 8 China 218
9 Croatia 1
10 Cyprus 2
11 El Savador 52
12 Findland 346 13 France 861
14 Germany 122
15 Ghana 866
16 Greece 60
17 Guatemala 2
18 Hungary 4
19 India 895
20 Indonesia 1.287
21 Ireland 199
22 Italy 1.107 23 Kenya 1
24 Malaysia 829
25 Nepal 869
26 Qatar 3
27 Serbia 143 28 Sierra Leone 3
29 Solvenia 14
30 Spain 591
31 Sri Lanka 151
33 The Yugoslav Republic of Macedonia 1 34 Turkey 55
32 United Republic of Tanzania 159
Sumber: United Nations Peacekeeping Operations, Jumlah Personel Misi
Perdamaian UNIFIL 2014, diakses pada tanggal 16 Oktober 2016
http://www.un.org/en/peacekeeping/resources/statistics/contributors.shtml
64
Indonesia diberikan kepercayaan oleh Dewan Keamanan PBB untuk
keterlibatan dalam misi UNIFIL di Lebanon sejak tahun 2006. Indonesia pada
tahun 2014 tercatat sebagai penyumbang pasukan terbanyak dibandingkan dengan
negara-negara anggota PBB yang terlibat dalam misi perdamaian di UNIFIL dari
34 Troops/Police Contributing Countries (UN PKO 2014), sampai saat ini
Indonesia masih aktif mengirimkan pasukan perdamaian ke Lebabon pada
konfkik Israel-Hezbullah (Ariestianti 2014:17).
Pasukan KONGA berprestasi tidak hanya sebagai pasukan terbanyak di misi
UNIFIL, dan juga berprestasi dalam kejuaran menembak. Prajurit TNI yang
tergabung dalam Satgas Yonmek KONGA XXIII-E/Unifil atau Indonesia
Battalion (Indobatt) menjuarai kejuaraan menembak antarkontingen negara-
negara yang tergabung dalam UNIFIL yang digelar menjelang akhir penugasan
pasukan penjaga perdamaian itu berlangsung di lapangan tembak sektor timur
UNIFIL, Ebel Al Saqi, Lebanon Selatan pada 19 November 2011. Kejuaraan
bertajuk “Sector East Inter Contingent Combat Shooting Championship 2011” itu
diikuti enam tim dari batalyon di jajaran Sektor Timur UNIFIL, yakni Indobatt,
India (Indbatt), Spanyol (Spainbatt), Nepal (Nepbatt), Malaysia (Malcoy), dan
ditambah dengan prajurit Lebanon (LAF). Indonesia yaitu tampil sebagai juara
dengan nilai 342, Sementara itu, India yang bertindak sebagai panitia
penyelenggara harus puas sebagai pemenang kedua dengan nilai 329. Spanyol
berada di urutan ketiga dengan torehan nilai 281 (TNI AL 2011).
65
Gambar III.C.3 Kontingen Garuda Raih Juara Umum Kejuaraan
Menembak UNIFIL 2014
Sumber: TNI AD, Satgas Indo Fpc Konga Tni Raih Prestasi Terbaik Lomba
Menembak Unifil, diakses pada tanggal 17 Februari 2017
http://www.un.org/en/peacekeeping/resources/statistics/contributors.shtml
Kontingen Garuda TNI berhasil menjuarai seluruh materi kejuaraan
menembak antar kontingen negara peserta UNIFIL yang diselenggarakan oleh
India Battalion (India Batt) pada 9 Oktober 2014, bertempat di lapangan Tembak
Ebel El Saqi Sektor Timur Lebanon. Dalam lomba yang diikuti oleh berbagai
negara peserta Troops Contribution Country(TCC). Kontingen Garuda TNI
menurunkan tiga Tim terbaiknya yang masing-masing diwakili oleh Satgas Force
Head Quarter Support Unit (FHQSU), Satgas Indonesia Force Protection
Commpany (Indo FPC), dan Satgas Indonesia Battalion (Indo Batt). Dari seluruh
kategori yang dilombakan, Kontingen Garuda TNI berhasil menyapu bersih
semua nomor yang dipertandingkan yaitu The Best Shot Rifle yang diraih oleh
66
Praka Wardono (Indo FPC) demikian juga The Best Shot Pistol diraih oleh Sertu
Setiawan (Indo FPC). Sementara pada kategori Senapan beregu, juara 1 diraih
oleh Satgas Indo FPC, juara 2 Satgas FHQSU, dan juara 3 diraih oleh Satgas
Indobat. Begitu juga pada kategori Pistol beregu, juara 1 diraih oleh Satgas Indo
FPC, juara 2 oleh Satgas Indobat, dan juara 3 oleh Satgas FHQSU. Dengan hasil
tersebut Satgas Indo FPC ditetapkan sebagai juara umum dengan gelar Champion
Contingent (TNI AD 2014).
2. Alutsista Indonesia di Dunia Internasional
Secara strategis dan ekonomis keterlibatan Indonesia dalam misi
pemeliharaan perdamaian PBB di Lebanon dapat dimanfaatkan untuk mendorong
pengembangan industri strategis nasional di bidang pertahanan bertujuan untuk
kepentingan nasional. Salah satu produk Indonesia yang digunakan yaitu
kendaraan militer Panser Anoa, Pistol G2, Senjata Laras Panjang SS1 dan SS2
yang diproduksi oleh PT. Pindad (Kemlu 2016).
Sebagai industri nasional yang memproduksi alat utama sistem persenjataan
yang mendukung penuh proses pertahanan kedaulatan bangsa, PT. Pindad ikut
terlibat dalam mendukung misi perdamaian dunia. Keterlibatan yang pertama kali
pada tahun 2009 PT. Pindad mengirimkan 14 unit Panser Anoa untuk misi
UNIFIL. Pengiriman 24 unit Anoa ke Sudan untuk misi UNAMID merupakan
keterlibatan PT. Pindad yang kedua. Oleh karena itu, 24 unit panser tersebut akan
digunakan oleh SATGAS Battalion Komposit pasukan KONGA XXXV-
67
B/UNAMID yang akan bertugas sebagai pasukan pemelihara perdamaian selama
satu tahun penuh di daerah Darfur, Sudan (Pindad 2014).
Kehadiran beberapa pejabat tinggi dari UNIFIL pada 8 Februari 2013, yang
sempat mengunjungi Markas Indonesia Battalion (Indobatt) memberikan
kesempatan bagi Komandan SATGAS Yonmek XXIII-G/UNIFIL Mayor Inf.
Lucky Avianto untuk memamerkan produk dalam negeri Indonesia. Setelah
mempromosikan seni budaya Indonesia, Dansatgas mempromosikan alutsista
yang digunakan oleh Indobatt dalam misi pemeliharaan perdamaian PBB di
Lebanon. Beberapa diantaranya yang sempat dipamerkan yakni kendaraan tempur
jenis Anoa dan Pistol G2 yang berhasil memenangkan kejuaraan menembak kelas
dunia yang kesemuanya merupakan hasil produksi dalam negeri Indonesia melalui
PT. Pindad (Tabloid Diplomasi 2013).
Bertempat di Lapangan Sukarno Markas Indobatt, pada 7 Februari 2013
alutsista yang di produksi oleh PT. Pindad ini sengaja digelar dan dipamerkan
kepada Kepala Staf dari Sektor Timur yakni Kolonel Bernal. Pada kesempatan
tersebut Kolonel Bernal yang sempat menerima penjelasan tentang kendaraan
tempur jenis Anoa ini berkesempatan untuk mengendarai dan berkeliling Markas
Indobatt bersama Dansatgas. Kolonel Bernal menilai Indonesia melalui Indobatt
memang sudah dikenal oleh pasukan lain tentang kesiapannya dan alutsista yang
digunakannya seperti Anoa dan senjata yang diproduksinya sendiri dari Indonesia.
Sementara menurut Dansatgas Indobatt keunggulan dari Anoa ini sudah banyak
dirasakan dan diakui oleh dunia yang sudah banyak yang memesan Anoa tersebut,
68
untuk itu Indonesia selain mengirim pasukan dalam misi perdamaian juga
dimanfaatkan oleh Dansatgas untuk mempromosikan produk dalam negeri
Indonesia terimplentasi dalam tujuan nasional (Pindad 2015).
Kini Panser Anoa buatan PT. Pindad telah mendapat pengakuan dunia
internasional. Sewaktu di Lebanon pada Oktober 2014, Panser Anoa yang dibawa
TNI dinyatakan layak bertugas oleh UNIFIL dalam misi perdamaian. Lapisan baja
dan rangka Anoa dinyatakan memiliki tingkat Stanag 3, yang bisa menahan peluru
kinetis hingga 7,62x51 mm Armor Piercing standar NATO dari jarak 30 meter
dengan kecepatan 930 m/s. Anoa juga bisa menahan ledakan ranjau hingga massa
8 kg di bagian roda gardan dan di tengah-tengah badan. Sejauh ini, langkah PT.
Pindad untuk go internasional sudah dekat dengan banjir pesanan dari luar negeri,
termasuk dari Thailand, Filipina, Timor-Timur, Singapura, dan Malaysia (Pindad
2015).
Sementara ditempat yang sama untuk jenis senjata, Dansatgas
memperkenalkan jenis Pistol G2. Pistol ini menurut catatan sudah berprestasi
hingga tingkat dunia. Menurut Dansatgas di tahun 2012 jenis Pistol G2 ini
berhasil meraih emas pada kejuaraan menembak Australian Army Skillat Arms
Meeting (AASAM) 2012 yang digelar oleh Australia di setiap tahunnya dan diikuti
oleh banyak negara. Pistol yang memiliki kaliber 9×19 mm memiliki 2 tipe,
yakni: Tipe Elite dan Tipe Combat yang sejak 2011 tercatat sudah 5000 unit
terpesan (Tabloid Diplomasi 2009).
69
PT. Pindad melalui produk-produk kebanggaannya, telah turut serta
mengharumkan nama bangsa di kancah global dalam keterlibatan misi
perdamaian PBB untuk semakin menegaskan kemampuan dan kemandirian
bangsa dalam bidang pertahanan. Senjata dan munisi PT. Pindad telah disegani
dan diakui dunia, salah satunya dalam perlombaan menembak internasional yang
secara konsisten dimenangkan oleh tim Indonesia seperti Sector East Inter
Contingent Combat Shooting Championship UNIFIL, Australian Army Skill at
Arms Meeting (AASAM), ASEAN Armies Rifle Meet (AARM), dan Brunei
International Skill at Arms Meet (BISAM). Tidak hanya itu, kendaraan tempur
produksi PT. Pindad diakui kemampuannya oleh PBB untuk menjaga perdamaian
di beberapa misi seperti UNIFIL dan UNAMID (Pindad 2015).
Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar
Negeri RI Andi Rahmianto mengatakan PT. Pindad memiliki kesiapan Indonesia
untuk bisa memberikan sumbang sarannya di operasi perdamaian PBB dan lebih
jauh lagi, peran PT. Pindad yang cukup strategis dalam mendukung performa
personil di lapangan. Dalam 10 tahun terakhir produk-produk PT. Pindad sudah
gunakan dalam berbagai operasi seperti Panser Anoa di Libanon, Pistol G2,
Senjata Laras Panjang SS1 dan SS2 PT. Pindad memiliki implikasi jangka
panjang terhadap tujuan nasioanl Indonesia, karena berkaitan dengan produk PT.
Pindad sebagai elemen pendukung keberhasilan pasukan KONGA dalam misi
perdamaian PBB (Pindad 2015).
70
Industri alutsista nasional PT. Pindad tengah mengupayakan agar produk
alutsista dapat diperkenalkan dan digunakan oleh pasukan lain dalam berbagai
misi PBB. Implikasi jangka panjang tersebut adalah upaya TKMPP yang
berlandaskan UU Industri Pertahanan No. 16 Tahun 2012 untuk mempromosikan
beberapa produk militer PT. Pindad yang dipakai pasukan KONGA dalam
berbagai misi perdamaian dunia (Pindad 2015).
PT. Pindad bertekad untuk menjadi produsen pertahanan dan keamanan
terkemuka di Asia, partisipasi dalam Indonesia Business and Development Expo
(IBDExpo) 2016 merupakan kesempatan yang baik untuk mempromosikan
produk-produk andalannya yang telah diakui kualitasnya oleh dunia internasional.
Mulai dari keandalan produk senjata PT. Pindad dalam menjuarai beberapa
kompetisi menembak internasional seperti AASAM, AARM, dan BISAM.
Keterlibatan PT. Pindad dalam mendukung pasukan penjaga perdamaian dunia
PBB, melalui UNIFIL dan UNAMID serta kemampuan senapan serbu SS1 PT.
Pindad yang berhasil menembus rompi anti peluru tentara Amerika Serikat
(Pindad 2016).
Seiring dengan keberlanjutan perusahaan dalam berinovasi, PT. Pindad turut
berbangga atas beragam prestasi yang ditorehkan hingga ke level internasional.
Kendaraan khusus produksi PT. Pindad Anoa 6x6, mendapat kepercayaan dari
PBB untuk mendukung misi perdamaian di UNIFIL di Libanon, UNAMID, dan
MINUSCA. Hal ini menjadi satu prestasi khusus bagi PT. Pindad karena berarti
kualitas produk PT. Pindad dapat disandingkan dengan produk kendaraan tempur
71
kelas dunia lainnya. Hingga kini, ada kurang lebih empat puluh satu unit
kendaraan tempur buatan anak negeri yang mendukung pasukan KONGA dalam
MPP PBB (Pindad 2017).
3. Perdagangan Indonesia Surplus
Mendukung Lebanon untuk terus mengupayakan perdamaian dan keamanan
nasionalnya, KBRI Beirut dan keterlibatan pasukan KONGA menyelenggarakan
pergelaran terpadu suatu kegiatan di Lebanon yang mengkolaborasikan pameran
budaya, ekonomi dan pariwisata ditujukan untuk memamerkan potensi dan
kekayaan Indonesia untuk tujuan nasional (Buku Diplomasi Indonesia 2010:78).
Di bidang ekonomi, volume perdagangan Indonesia-Lebanon tahun 2009
mencapai USD 83,75 juta dengan ekspor Indonesia sebesar USD 82,45 juta dan
impor sebesar USD 1,3 juta, sehingga surplus bagi Indonesia sebesar USD 81.15
juta. Sementara volume perdagangan Indonesia-Lebanon hingga akhir bulan
oktober 2010 tercatat sebesar USD 68.05 juta, dengan nilai ekspor Indonesia
sebesar USD 62.71 juta dan nilai impor sebesar USD 5.34 juta, sehingga surplus
bagi Indonesia sebesar USD 57,37 juta. Produk andalan Indonesia yang
memenuhi pasar Lebanon yaitu pulp of wood; paper and paperboard, vehicles,
aircraft, vessels, transport, equipment, machinery, electrical instruments (Buku
Diplomasi Indonesi 2010:78).
Selama periode Januari-Juni 2011, berbagai kegiatan telah dilakukan dalam
mempromosikan perdagangan, investasi, dan pariwisata, antara lain:
a) Penyelenggaraan Business Dinner, 20 april 2011.
72
b) Partisipasi pada pameran dagang dan pariwisata di Baalbeck, 26 juni-10 juli
2011.
Total perdagangan Indonesia-Lebanon tahun 2010 sebesar USD 95 juta,
sedangkan hingga agustus 2011 tercatat sebesar USD 45,4 juta dengan surplus
sebesar USD 36,9 juta (Buku Diplomasi Indonesia 2011:109).
Upaya diplomasi ekonomi dan perdagangan oleh KBRI Beirut di tahun
2014 telah memberikan dampak kenaikan ekspor Indonesia ke Lebanon yang
mencapai USD 56,8 juta per september 2014 atau naik 0,7 % dari periode sama
tahun 2013. Sepanjang tahun 2014, KBRI Beirut telah melakukan beberapa
kegiatan fasilitasi bisnis dan promosi perdagangan dan pariwisata, diantaranya:
business meeting Indonesia-Lebanon tour and travel gathering untuk
mempromosikan paket wisata Indonesia, terutama untuk pasar honeymooners,
penjajakan pembentukan Indonesia-Lebanon Business Council dengan Mr. Ali El
Masri, Presiden China-Lebanon Business Council, serta pendampingan kunjungan
pengusaha Lebanon di 29th Trade Expo Indonesia (Buku Diplomasi Indonesia
2014:72).
Berbagai upaya juga telah dilakukan KBRI Beirut untuk terus meningkatkan
profil Indonesia termasuk dalam peningkatan Trade Expo Indonesia.
Meningkatkan kepercayaan para pebisnis Lebanon untuk berbisnis dengan
Indonesia, kegiatan tour and travel operators gathering serta kontak langsung
dengan para pebisnis yang akan melakukan bisnis dengan Indonesia atau menjadi
bridge builder bagi penyelesaian sengketa bisnis, terbukti efektif. Fasilitasi dan
73
pendampingan pebisnis dalam ajang bisnis di Indonesia serta penyebaran
informasi perihal Trade Expo Indonesia dan jadwal pameran internasional di
Indonesia, secara tidak langsung turut mendorong peningkatan nilai transaksi
perdagangan Indonesia-Lebanon. Dengan potensi pasar 4 juta jiwa, dari jumlah
kisaran USD 89 juta di tahun 2013, di akhir tahun 2014 nilai perdagangan kedua
Negara mencapai USD 100 juta, dengan surplus di Indonesia (Restra KBRI Beirut
2015:8).
4. Tindakan Nasional dalam Keterlibatan Misi Perdamaian UNIFIL
Keputusan Presiden RI nomor 15 tahun 2006 tanggal 9 September 2006
tentang pengiriman pasukan pemelihara perdamaian di Lebanon Selatan. Dalam
rangka ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial sesuai dengan alinea ke-IV pembukaan UUD 1945,
Pemerintah Republik Indonesia terhadap tidakan nasional berperan aktif dalam
ikut menciptakan perdamaian dunia melalui pengiriman pasukan KONGA dalam
operasi permeliharaan perdamaian di Lebanon pada konflik Israel-Hezbullah.
Prakarsa PBB dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1701 tanggal 11
Agustus 2006 tentang penghentian pertempuran antara Israel dan Hezbullah,
kondisi konflik di Lebanon telah memasuki tahap gencatan senjata menuju pada
perdamaian (Zuirman 2009:65).
Permintaan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon kepada Pemerintah RI
agar dapat ikut serta dalam rangka mewujudkan perdamaian di Lebanon, dan hasil
pertemuan konsultasi antara pemerintah dengan DPR RI pada 28 Agustus 2006,
74
dipandang perlu mengirimkan Kontingen Garuda untuk misi perdamaian di
Lebanon mengingat yaitu: (Putranto 2010:12).
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882).
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4169).
4. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439).
Keputusan Presiden SBY tentang kontingen garuda dalam misi perdamaian
di lebanon membentuk kontingen Garuda untuk bergabung dalam UNIFIL, dalam
rangka melaksanakan misi perdamaian di Lebanon. Kebijakan dalam rangka
penyiapan kekuatan TNI sebagai pasukan KONGA.
Penyiapan kekuatan TNI dan pemberangkatannya, dilaksanakan oleh
Panglima TNI sesuai kebijakan yang telah ditetapkan oleh Menteri Pertahanan.
Sedangkan Menteri Luar Negeri melakukan tugas yaitu: (Kemlu 2016).
75
1. Koordinasi dengan PBB berkaitan dengan pengiriman kontingen Garuda.
2. Koordinasi dengan Menteri Pertahanan dan Panglima TNI berkaitan dengan
Mandat Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1701.
Anggaran operasional kontingen Garuda dalam misi UNIFIL dibebankan
kepada PBB dan APBN. Menteri Pertahanan dan Menteri Keuangan
berkoordinasi dalam rangka penyiapan anggaran yang diperlukan untuk persiapan
dan pemberangkatan kontingen Garuda termasuk dalam melakukan reimbursment
kepada PBB atas biaya operasional kontingen Garuda di Lebanon (Kemlu 2016).
Melalui Peraturan Presiden RI nomor 85 tahun 2011, Presiden RI telah
membentuk Tim Koordinasi Misi Pemeliharaan Perdamaian (TKMPP) yang
keanggotaannya terdiri dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan
Keamanan (Pengarah), Menteri Luar Negeri (Ketua), Menteri Pertahanan, Menteri
Hukum dan HAM, Menteri Keuangan, Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional, Sekretaris Kabinet, Panglima TNI, Kepala Kepolisian RI
dan Kepala Badan Intelijen Negara. Sedangkan bertindak sebagai Sekretaris
TKMPP dijabat oleh Ketua Pelaksana Harian, dalam hal ini telah ditunjuk
Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemlu 2016).
TKMPP mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan dan
mengoordinasikan langkah-langkah yang diperlukan dalam pelaksanaan
partisipasi Indonesia pada misi-misi pemeliharaan perdamaian dunia berdasarkan
kepentingan nasional. Sedangkan untuk melaksanakan tugas itu, TKMPP
melaksanakan fungsi (Kemlu 2016):
76
1. pengoordinasian perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penghentian
partisipasi Indonesia pada misi-misi pemeliharaan dunia;
2. Penyiapan kajian komprehensif dan penyiapan rekomendasi tentang kebijakan
bagi partisipasi Indonesia pada misi-misi pemeliharaan dunia;
3. Penyiapan dan perumusan posisi dan strategi Indonesia dalam perundingan
mengenai partisipasi Indonesia pada misi-misi pemeliharaan perdamaian dunia
berdasarkan kepentingan nasional;
4. Pemantauan dan evaluasi partisipasi Indonesia pada misi-misi pemeliharaan
perdamaian dunia.
Dukungan Pemerintah Indonesia terhadap peran TNI di dunia internasional
sangat besar. Hal ini dibuktikan dengan dibangunnya Pusat Misi Pemeliharaan
Perdamaian (PMPP) di Sentul Bogor. Presiden SBY sendiri memberikan
perhatian dan dukungan untuk perkembangan dan kemajuan serta eksistensi
pasukan KONGA pada misi pemeliharaan perdamaian PBB. Peran aktif
Pemerintah Indonesia dalam pengembangan pasukan penjaga perdamaian dunia
sesuai dengan amanat konstitusi dan instruksi Presiden Republik Indonesia.
Pemerintah Indonesia akan terus meningkatkan partisipasinya dalam UN PKO
sebagai net contributor dari perdamaian dunia. Visi Indonesia dalam hal ini
adalah mewujudkan penggelaran 4.000 Indonesian Peacekeepers pada tahun 2019
tertuang dalam RPJPN 2005-2025, yang diharapkan menempatkan Indonesia
masuk ke dalam peringkat sepuluh besar penyumbang pasukan di UN PKO.
Arahan Presiden SBY ini sejalan dengan harapan Sekretaris Jenderal PBB agar
77
Indonesia meningkatkan kontribusi peacekeepers dalam misi pemeliharaan
perdamaian PBB. Sekretaris Jenderal PBB mengharapkan Indonesia yang aktif
mengirimkan pasukan penjaga perdamaian, menjadi contoh bagi bangsa-bangsa
lain untuk ikut berpartisipasi dalam menjaga stabilitas keamanan dunia
(Ariestianti 2014:18).
78
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masalah anggaran pertahanan pada 2006 karena jumlah anggaran
pertahanan banyak didasarkan faktor kemampuan keuangan negara dan prioritas
pembangunan. Pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
2005-2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009
merupakan bidang pendidikan sebagai prioritas pertama dalam pembangunan
nasional, diikuti oleh pembangunan insfratruktur.
Meski permasalahan Indonesia pada 2006 terkait dengan penurunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditinjau dari anggaran
pertahanan namun dengan kebijakan luar negeri Indonesia tetap berperan aktif
dalam misi perdamaian dunia yang di usung PBB, sehingga Indonesia harus
terlibat dalam pasukan operasi pengawasan-perdamaian PBB pada konflik Israel-
Hezbullah di Lebanon. Karena Lebanon adalah negara yang ketiga mengakui
Indonesia setelah Mesir dan Suriah.
Hubungan antara Indonesia dengan Lebanon bermula dengan
diumumkannya pernyataan pengakuan de-jure atas negara Republik Indonesia
oleh Presiden Lebanon, Bechara El-Khoury pada tanggal 29 Juli 1947. Sementara
hubungan diplomatik kedua negara telah dirintis sejak dekade 50-an dengan
mengakreditasikan Duta Besar Rl di Cairo untuk merangkap Lebanon, dan pada
79
pertengahan dekade itu juga pemerintah Indonesia memutuskan untuk membuka
perwakilannya di Beirut meskipun masih berstatus Kuasa Usaha, sedangkan Duta
Besar tetap dirangkap dari Cairo.
Respon internasional pada konflik Israel-Hizbullah berawal dari negara-
negara yang tergabung dalam Organization of Islamic Cooperation (OIC)
mengecam keras agresi Israel atas Lebanon, serta mendesak dilakukannya
gencatan senjata. Keseriusan sikap OIC ini dituangkan dalam deklarasi hasil
petemuan pada 3 Agustus 2006 di Putrajaya, Malaysia. Sementara Respon
Indonesia pada konflik Israel-Hizbullah berdasarkan keputusan Presiden Republik
Indonesia nomor 15 tahun 2006 tanggal 9 September 2006 tentang pengiriman
pasukan pemelihara perdamaian di Lebanon Selatan.
Keterlibatan Indonesia dalam pasukan perdamaian PBB merupakan flagship
enterprise dari PBB dalam rangka turut menjaga perdamaian dan keamanan
internasional. Jumlah personel Indonesia yang tengah bertugas dalam berbagai
MPP PBB Berdasarkan data UN PKO per 30 Mei 2014, tercatat sekitar 1.783
personil baik dari unsur militer, polisi, maupun sipil yang diterjunkan untuk MPP
PBB tersebar pada 8 misi pemeliharaan perdamaian dan 1 misi non PBB, di
antaranya yaitu United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL) di Lebanon,
United Nations Organizations Stabilization Mission in Democratic Republic of
Congo (MONUSCO) di Congo, Mission Des Nations Unies Pour Ia stabilization
en Haiti (MINUSTAH) di Haiti, United Nations Mission in Darfur (UNAMID) di
Darfur, United Nations Interim Security Force for Abyei (UNISFA) di Sudan,
80
Mission for Referendum in Western Sahara (MINURSO) di Marocco, United
Nations Mission in Republic of South Sudan (UNMISS) di Sudan, United Nations
Mission in Liberia (UNMIL) di Liberia, International Monitoring Team (IMT)
Misi Perdamaian Non-PBB di South Filipines. Menempatkan Indonesia di urutan
ke-16 dari 122 Troops/Police Contributing Countries.
Keterlibatan Indonesia dalam misi perdamaian pada konflik Israel-
Hezbullah di Lebanon yaitu:
1. Peran dan tugas pasukan KONGA sebagai pasukan misi perdamaian dunia di
Lebanon Selatan.
2. Upaya yang dilakukan untuk mengoptimalisasikan peran pasukan KONGA
dalam rangka pencapaian tugas pokok di Lebanon.
Keterlibatan Indonesia dalam pasukan operasi pengawasan-perdamaian PBB
pada konflik Israel-Hezbullah atas dasar kebijakan luar negeri dan kepentingan
nasional Indonesia yang akan dicapai pada konflik Isreal-Hizbullah di Lebanon.
Keterlibatan Indonesia dalam misi perdamian pada konflik Israel-Hezbullah di
Lebanon, ada empat komponen gagasan kebijakan luar negeri Indonesia untuk
kepentingan nasional dari temuan penelitian ini yaitu:
1. Orientasi kebijakan luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempunyai konsep thousand friends-
zero enemy untuk menggambarkan orientasi, sikap, dan tingkah laku
Indonesia dalam kondisi internasional yang menurut istilah presiden SBY
81
navigating a turbulent ocean. Konsep tersebut menjadi pedoman bagi
pelaksanaan kebijakan luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan
Presiden SBY dalam sasaran RPJMN kebijakan luar negeri Indonesia pada
2004-2009, yaitu “meningkatnya peran Indonesia dalam hubungan
internasional dan dalam menciptakan perdamaian dunia, serta pulihnya citra
Indonesia dan kepercayaan masyarakat internasional serta mendorong
terciptanya tatanan dan kerjasama ekonomi regional dan internasional yang
lebih baik dalam mendukung pembangunan nasional”. Sedangkan salah satu
arah, tahapan, dan prioritas pembangunan jangka panjang yang tertera pada
RPJPN 2005-2025 yaitu, “terwujudnya peranan Indonesia yang meningkat
dalam pergaulan dunia internasional”.
2. Peran nasional atas dukungan dari Komisi I DPR RI, Kementerian Pertahanan
RI, Panglima TNI, Kementerian Luar Negeri RI, Kementerian Keuangan RI.
3. Tujuan nasional terdiri dari esistensi militer Indonesia di dunia Internasional
melalui prestasi pasukan Kontingen Garuda, alutsista Indonesia di dunia
Internasional dan perdagangan Indonesia surplus.
4. Tindakan nasional yaitu atas dasar Keputusan Presiden RI nomor 15 tahun
2006 tanggal 9 September 2006 tentang pengiriman pasukan pemelihara
perdamaian di Lebanon Selatan dan Peraturan Presiden RI nomor 85 tahun
2011 tanggal 29 November 2011 tentang Tim Koordinasi Misi Pemeliharaan
Perdamaian (TKMPP).
82
B. Saran
Keterlibatan Indonesia dalam pasukan operasi pengawasan-perdamaian PBB
pada konflik Israel-Hezbullah di Lebanon, harus lebih ditingkatkan pengaruh
posisi dan strategi Indonesia dalam misi perdamaian PBB berdasarkan kebijakan
luar negeri Indonesia untuk mencapai kepentingan nasional dalam melaksanakan
tugas dan fungsi untuk pemerintah Indonesia yaitu:
1. Pengoordinasian perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penghentian
keterlibatan Indonesia pada misi pemeliharaan perdamaian UNIFIL;
2. Penyiapan kajian komprehensif dan penyiapan rekomendasi tentang kebijakan
bagi keterlibatan Indonesia pada misi pemeliharaan perdamaian UNIFIL;
3. Penyiapan dan perumusan posisi dan strategi Indonesia dalam perundingan
mengenai keterlibatan Indonesia pada misi pemeliharaan perdamaian UNIFIL
berdasarkan kepentingan nasional;
4. Pemantauan dan evaluasi keterlibatan Indonesia pada misi pemeliharaan
perdamaian UNIFIL.
xiv
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Bailey, Kenneth D. 1994. Methods of Social Research. New York: The
Free Press.
Bakry, Umar Suryadi. 2016. Metode Penelitian Hubungan Internasional.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bryaman, Alan. 2012. Social Research Methods. Oxford, NY: Oxford
University Press.
Carlsnaes, Walter. 2012. Actors, structures, and foreign policy analysis.
In Stave Smith, Amelia Hadfield, dan Tim Dunne, Foreign Policy.
Oxford: Oxford University Press.
Creswell, John W. 1994. Research Design: Qualitative and Quantitative
Approaches. Thousand Oaks: SAGE Publications, Inc.
Barash, David P. 2002. Peace and Conflict Studies. London: SAGE
Publication.
Denzin, Norman K dan Yvonna S. Lincoln. 1994. Handbook of
Qualitative Research. Thousand Oaks, CA: SAGE Pablications.
Djafar, Zainuddin dan Robby Aulia Fadila. 2013. Menuju Peran Strategis
Indonesia di Lingkungan Regional dan Global. Bandung: PT.
Dunia Pusta Jaya.
Falah, Zihadi. 2009. Memikirkan Kemabali arti million friends zero
enemy dalam era parado . In S. B. Yudhoyono, Indonesia Unggul:
Kumpulan Pemikiran dan tulisan Pilihan oleh Presiden Republik
Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Hoslti, KJ. 1987. Politik Internasional: Kerangka Analisa. Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya.
------. 1992. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. Bandung:
Bina Cipta.
Lamont, Chistopher. 2015. Research Methods in International Relations.
Thousand Oaks, CA: SAGE Publications, Inc.
Mas’oed, Mochtar. 1994. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan
Metodologi. Jakarta: LP3ES.
xv
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Pearson, Frederic S. dan J. Martin Rochester. 1992. Internasional
Relation: The Global Condition In The Twentieth Century. USA:
The McGraw-Hill Compaies, Inc.
Perwita, Banyu dan Yayan Mochamad Yani. 2006. Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional. Bandung: Rosda Karya.
Plano, Jack C dan Roy Olton. 1999. Kamus Hubungan Internasional.
Bandung: Abardin.
Rosenau, James N, Gavin Boyd, Kenneth W. Thompson. 1976. World
Politics: An Introduction. New York: The Free Press.
Spencer, Liz. 2003. Quality in Qualitative Evaluation: A framework for
Assessing Reserch Evidence. London: The Cabinet Office.
Sprinz, Detlef F dan Yael Wolinsky Nahmias. 2002. Models, Numbers,
and Cases: Methods for Studying International Relations.
Michigan: The University of Michigan Press.
Tim Penyusun Panduan Penyusunan Proposal dan Penulisan Skripsi.
2015. Panduan Penyusunan Proposal dan Penulisan Skripsi.
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
SKRIPSI
Wicaksono, Aryo. 2009. Peran UN Interm Force in Lebanon (UNIFIL)
dalam Konflik Israel-Hisbullah di Lebanon Selatan 2006-2008.
Jakarta: Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangun Nasional
(VETERAN) Jakarta.
xvi
JURNAL, DOKUMEN, ARTIKEL
Ariestianti, Benedicta Trixie. 2014. “Tni Dan Perwujudan Perdamaian
Dunia”. Wira Media Informasi Kementerian Pertahanan Volume
50 / No. 34 / September-Oktober 2014.
Bappenas. 2006. “Pemantepan Politik Luar Negeri dan Peningkatan
Kerjasama Internasional”. Bab.7
Buku Diplomasi Indonesia 2010. 2010. “Diplomasi Indonesia 2010”.
Direktorat Informasi dan Media, Direktorat Jenderal Informasi
Dan Diplomasi Publik. Kementerian Luar Negeri Republik
Indonesia.
------. 2011. “Diplomasi Indonesia 2011”. Direktorat Informasi dan
Media, Direktorat Jenderal Informasi Dan Diplomasi Publik.
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
------. 2014. “Diplomasi Indonesia 2014”. Direktorat Informasi dan
Media, Direktorat Jenderal Informasi Dan Diplomasi Publik.
Cetakan kedua september 2015 Kementerian Luar Negeri
Republik.
Dahlan, Harwanto. 2012. “Menghidupkan Kembali Komitmen ke Timur
Tengah”. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. h.141.
Handayani, Yeni. 2010. “Pengiriman Pasukan Pemeliharaan Perdamaian
Indonesia di Dunia Internasional". Jurnal Rechts Vinding Online.
Hutabarat, Leonard F. 2014. "Indonesian Participation in the UN
Peacekeeping as an Instrument of Foreign Policy: Challenges and
Opportunities". Jurnal Global & Strategis Universitas Airlangga
Surabaya Tahun ke-8, No. 2 Juli-Desember 2014, hal. 183-199.
ICWA. 2005. Persepsi pemerintah mengenai struktur dan kondisi dalam
sistem internasional abad-21 tersebut disampaikan oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya yang berjudul
“Indonesia and The World“, disampaikan di depan delegasi ICWA
pada 19 Mei 2005, dan diulangi oleh Menteri Hassan Wirajuda
dalam pidatonya yang berjudul “Indonesia’s Foreign Policy“,
disampaikan dalam forum ICWA pada 18 Agustus 2005. Lihat
Into The New World: Leading Statesmen and Thinkers Discuss
The Remarkable Journey of Indonesia, Jakarta: ICWA.
xvii
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2008, “Buku Putih
Pertahanan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Jakarta
2003.
KOMISI I DPR RI. 2006. “ Laporan Singkat Rapat Kerja Komisi I DPR
RI dengan Menteri Pertahanan”, Pembahasan pengajuan
kebutuhan anggaran pengiriman pasukan TNI dalam rangka
operasi pemelihara perdamaian UNIFIL ke Libanon. DPR RI pada
8 September 2006.
LAKIP Ditjen Multilateral Kemlu. 2015. "Laporan Kinerja 2015".
Direktorat Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri
Republik Indonesia.
Murphy, Ray. 2007. “UN Peacekeeping in Lebanon, Somalia, and
Kosovo; Operational and Legal Issues in Practice”. New York:
Cambridge University Press, 2007.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-
2009, Bab VIII tentang Pemantapan Politik Luar Negeri dan
Peningkatan Kerjasama Internasional.
Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia dalam rangka Peringatan
Hari Ulang Tahun Ke 64 Kemerdekaan Republik Indonesia di
depan Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia Tahun 2009 Jakarta, 14 Agustus 2009
Putranto, Letkol Inf. AM, S.Sos. 2010. “Kontingen Garuda XIII-
B/UNIFIL di Lebanon Selatan”. Tabloid Diplomasi No. 30 Tahun
III, tgl. 15 April-14 14 Mei 2010 Kementerian Luar Negeri
Republik.
Restra KBRI Beirut. 2015. “Rencana Strategis KBRI Beirut 2015-2019”.
Kedutaan Besar Republik Indonesia Beirut-Lebanon 2015.
Sumertha, Brigjen TNI I Gede. “Meningkatkan Peran TNI Dalam
Mengemban Tugas Misi Perdamaian Dunia”. Jurnal Yudhagama
No. 82 Tahun XXIX Edisis Maret 2009 Media Informasi dan
Komunikasi TNI AD.
Supiadin, Mayjen TNI A.S. 2009. “Meningkatkan Peran TNI Pada Misi
Pemeliharaan Perdamaian Dalam Mendukung Tugas Pokok”.
Jurnal Yudhagama No. 82 Tahun XXIX Edisis Maret 2009 Media
Informasi dan Komunikasi TNI AD.
xviii
Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, Bab IV Tentang
Arah, Tahapan, dan Prioritas Pembangunan Jangka Panjang Tahun
2005-2025.
Widodo, Rahmat Tri. 2011. “Misi Pemerihara Perdamaian Indonesia
Dalam Mendukung Politik Luar Negeri Bebas Aktif”. Jurnal
Pertahanan Edisi Mei 2011, Volume 1 No. 2, Universitas
Pertahanan.
Zuirman, Kolonel Inf. B. 2009. “Upaya Optimalisasi Peran Pasukan Tni
Dalam Misi Perdamaian Dunia Khususnya Di Lebanon Selatan”.
Jurnal Yudhagama No. 82 Tahun XXIX Edisis Maret 2009 Media
Informasi dan Komunikasi TNI AD.
MEDIA INTERNET
Antara News. 2006. “DPR Beri Restu Resmi Pengiriman Misi Militer RI
ke Lebanon”, artikel diakses pada 17 Januari 2016 dari:
http://www.antaranews.com/print/40960/dpr-beri-restu-resmi-
pengiriman-misi-militer-ri-ke-lebanon
Kemendagri. 2006. “Pengiriman Pasukan Mulai 28 September 2006”,
artikel diakses pada 17 Januari 2016 dari:
http://www.kemendagri.go.id/news/2006/09/07/pengiriman-
pasukan-mulai-28-september-2006
Kemhan. 2012. “Malaysia Akan Pesan 32 Panser Rimau Buatan Pindad”,
artikel diakses pada 7 Januari 2017 dari:
https://www.kemhan.go.id/2012/04/16/malaysia-akan-pesan-32-
panser-rimau-buatan-pindad.html
Kemlu. 2009. “UNIFIL Puji Peran Indonesia dalam Menjaga Perdamaian
di Lebanon”, artikel diakses pada 20 Agustus 2016 dari:
http://www.kemlu.go.id/id/berita/siaran-pers/Pages/UNIFIL-Puji-
Peran-Indonesia-dalam-Menjaga-Perdamaian-di-Lebanon.aspx
------. 2016. “Indonesia dan United Nations Peacekeeping Operations”,
artikel diakses pada 7 Januari 2017 dari:
http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/isu-khusus/Pages/Partisipasi-
Indonesia-dalam-Pasukan-Misi-Perdamaian-PBB.aspx
------. 2017. “Hubungan Lebanon-Indonesia”, artikel diakses pada 17
Januari 2017 dari:
http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/isu-khusus/Pages/Partisipasi-
Indonesia-dalam-Pasukan-Misi-Perdamaian-PBB.aspx
xix
King, John C. 2011. “Qualitative Research Method in International
Affairs for Master Students”, dokumen diakses pada 7 Februari
2017 dari:
https:www.american.edu/sis/crs.upload/2011SP-SIS-680-
001_King.pdf
Organization of Islamic Cooperation (OIC). 2006.“OIC secretary general
strongly condemns the tragic killing of United Nations
peacekeepers in Lebanon”, artikel diakses pada 17 Januari 2016
dari:
http://www.oic-oci.org/topic/?t_id=157&ref=165&lan=en
Peacekeeping Center (PKC) Indonesia. 2017.“ Establishment of
Peacekeeping Centre”, artikel diakses pada 17 Januari 2016 dari:
http://www.pkc-indonesia.mil.id/en/profile/establishment-of-
peacekeeping-centre
Petikab. 2014.“Partisipasi Indonesia dalam Pasukan Misi Perdamaian
PBB”, artikel diakses 14 Januari 2017 dari:
https://www.patikab.go.id/v2/id/2012/10/24/partisipasi-indonesia-
dalam-pasukan-misi-perdamaian-pbb/
Pindad. 2014. “Serah Terima 24 Unit Anoa Kepada Mabes TNI”, 20
Januari 2017 dari:
https://www.pindad.com/anoa-panser-handover-to-mabes-tni_
------. 2015. “Pameran Indonesia Hebat, Cerminan Kesiapan BUMN
dalam Hadapi Tantangan Global”, 20 Januari 2017 dari:
https://www.pindad.com/pameran-indonesia-hebat-cerminan-
kesiapan-bumn-dalam-hadapi-tantangan-global
------. 2015. “Peluang Jangka Panjang Pindad Dukung Misi Perdamaian
PBB”, 20 Januari 2017 dari:
https://www.pindad.com/peluang-jangka-panjang-pindad-dukung-
misi-perdamaian-pbb
------. 2015. “Pindad Upayakan Produknya Digunakan PBB”, 20 Januari
2017 dari:
https://www.pindad.com/pindad-upayakan-produknya-digunakan-
pbb
------. 2015. “Tembus Tank Baja, Senapan 'Sniper' Indonesia Gegerkan
Dunia”, 20 Januari 2017 dari:
https://www.pindad.com/tembus-tank-baja-senapan-sniper-
indonesia-gegerkan-dunia
xx
------. 2016. “Produk Terbaru Pindad dalam IBDExpo 2016”, 20 Januari
2017 dari:
https://www.pindad.com/produk-terbaru-pindad-dalam-ibdexpo-
2016
------. 2017. “Pindad Rayakan Hari Jadi ke-34: Membangun Pindad
Incorporated Unggul”, 20 Januari 2017 dari:
https://www.pindad.com/pindad-rayakan-hari-jadi-ke34-
membangun-pindad-incorporated-unggul
Politik Indonesia. 2006. “Presiden: DPR Dukung Pengiriman Pasukan Ke
Lebanon”, artikel diakses pada 17 Januari 2016 dari:
http://www.politikindonesia.com/index.php?k=politik&i=2144-
Presiden:-DPR-Dukung-Pengiriman-Pasukan-Ke-Lebanon
Providing for Peacekeeping. 2016. ”Peacekeeping Contributor Profile:
Indonesia”, dokumen diakses pada 7 Februari 2017 dari:
http://providingforpeacekeeping.org/2016/02/05/peacekeeping-
contributor-profile-indonesia/
Tabloid Diplomasi. 2009. “Pengadaan Alutsista TNI”, artikel diakses
pada 14 Januari 2017 dari:
http://www.tabloiddiplomasi.org/index.php/2009/08/23/pengadaan
-alutsista-tni/
------. 2010. “Kontingen Garuda XXIII-B/UNIFIL di Lebanon Selatan”,
artikel diakses pada 14 Januari 2017 dari:
http://www.tabloiddiplomasi.org/index.php/2010/04/14/kontingen
-garuda-xxiii-bunifil-di-lebanon-selatan/
------. 2012. “Diplomasi Indonesia Konsisten Mengelola Perubahan”,
artikel diakses pada 9 September 2016 dari:
http://www.tabloiddiplomasi.org/pdf/2012/Tabloid%20Diplomasi
%20Januari%202012.pdf
------. 2012. “Produk Pindad Merambah Pasar Internasional”, artikel
diakses pada 14 Januari 2017 dari:
http://www.tabloiddiplomasi.org/index.php/2012/04/21/produk-
pindad-merambah-pasar-internasional/
------. 2013. “Satgas Yonmek XXIII-G/UNIFIL Pamerkan Produksi PT.
Pindad”, artikel diakses pada 17 Januari 2017 dari:
http://www.tabloiddiplomasi.org/index.php/2013/02/27/satgas-
yonmek-xxiii-gunifil-pamerkan-produksi-pt-pindad/
------. 2014. “Expo Indonesia (TEI) ke-28 Meningkatkan Kinerja Ekspor
Nasional Indonesia”, artikel diakses pada 17 Januari 2017 dari:
xxi
http://www.tabloiddiplomasi.org/index.php/2014/01/16/expo-
indonesia-tei-ke-28-meningkatkan-kinerja-ekspor-nasional-
indonesia/
TNI AD. 2014. “Satgas Indo Fpc Konga Tni Raih Prestasi Terbaik Lomba
Menembak Unifil”, artikel diakses 17 Februari 2017 dari:
https://tniad.mil.id/2014/09/satgas-indo-fpc-konga-tni-raih-
prestasi-terbaik-lomba-menembak-unifil/
TNI AL. 2011. “Prajurit Tni Menjadi Yang Terbaik Dalam Lomba
Menembak Di Lebanon”, artikel diakses 17 Februari 2017 dari:
http://www.tnial.mil.id/News/Seremonial/tabid/79/articleType/Art
icleView/articleId/5961/Default.aspx
UN PKO. 2014. “Number of Garuda Contingent Personel on World
Peacekeeping Missions until Mei 2014”, dokumen diakes pada 16
Oktober 2016 dari:
http://www.un.org/en/peacekeeping/resources/statistics/contributo
rs.shtml
------. 2015. “Jumlah Personel Misi Perdamaian UNIFIL 2014”, dokumen
diakes pada 16 Oktober 2016 dari:
http://www.un.org/en/peacekeeping/resources/statistics/contributo
rs.shtml
UNIFIL. 2006. “Indonesia joins UNIFIL”, dokumen diakses pada 17
November 2016 dari:
https://unifil.unmissions.org/indonesia-joins-unifil
------. 2016. “UNIFIL Background”, dokumen diakes pada 10 November
2016 dari:
https://unifil.unmissions.org/unifil-background
United Nations. 2006. “Charter of the United Nations: Chapter VII,”
dokumen diakses pada 4 Apil 2017 dari:
http://www.un.org/en/sections/un-charter/chapter-vii/index.html
World Bank. 2015. ” The World Bank, Indonesia GDP growth (annual
%), World Bank national accounts data and OECD National
Accounts data files”, dokumen diakses pada 7 Maret 2017 dari:
http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD.ZG?end=
2015&locations=ID&start=2005&view=chart
LAMPIRAN 1
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDO NESIA NOMOR 15 TAHUN 2006
TENTANG KO NTINGEN GARUDA DALAM M ISI PERDAM AIAN DI LEBANO N
PRESIDEN REPUBLIK INDO NESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abad i, dan keadilan sosial sesuai dengan Alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah Republik Indonesia senantiasa berperan aktif dalam ikut menc iptakan perdamaian dunia melalui pengiriman Kontingen Garuda dalam O perasi Pemeliharaan Perdamaian (O PP) di berbagai kawasan dunia;
b. bahwa atas prakarsa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagaimana ditetapkan dalam Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 1701 tanggal 11 Agustus 2006 tentang Penghentian Pertempuran antara Israel dan Hezbullah, kondisi konflik di Lebanon telah memasuki tahap genc atan senjata menuju pada perdamaian;
c . bahwa atas permintaan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa- Bangsa kepada Pemerintah Republik Indonesia agar Republik Indonesia dapat ikut serta dalam rangka mewujudkan perdamaian di Lebanon, dan hasil pertemuan konsultasi antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 28 Agustus 2006, dipandang perlu mengirimkan Kontingen Garuda untuk misi perdamaian di Lebanon;
d. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a, huruf b, dan huruf c , dipandang perlu menetapkan Keputusan Presiden tentang Kontingen Garuda Dalam M isi Perdamaian di Lebanon;
Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar
Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882);
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);
4. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439);
M EMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG KO NTINGEN GARUDA DALAM M ISI PERDAM AIAN DI LEBANO N.
PERTAM A : Membentuk Kontingen Garuda untuk bergabung dalam United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL), dalam rangka melaksanakan misi perdamaian di Lebanon.
KEDUA : Kebijakan dalam rangka penyiapan kekuatan Tentara Nasional
Indonesia (TNI) sebagai Kontingen Garuda sebagaimana dimaksud dalam Diktu m PERTAM A ditetapkan oleh Menteri Pertahanan.
KETIGA : Penyiapan kekuatan TNI sebagai Kontingen Garuda sebagaimana
dimaksud dalam Diktum PERTAM A dan pemberangkatannya, dilaksanakan oleh Panglima TNI sesuai kebijakan yang telah ditetapkan oleh Menteri Pertahanan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA .
KEEM PAT : Menteri Luar Negeri melakukan :
1. koordinasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berkaitan dengan pengiriman Kontingen Garuda sebagaimana dimaksud dalam Diktu m PERTAM A;
2. koordinasi dengan Menteri Pertahanan dan Panglima TNI berkaitan dengan M andat Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1701.
KELIM A : 1. Anggaran operasional Kontingen Garuda dalam misi UNIFIL dibebankan kepada PBB dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
2. Menteri Pertahanan dan Menteri Keuangan berkoordinasi dalam rangka penyiapan anggaran yang diperlukan untuk persiapan dan pemberangkatan Kontingen Garuda termasuk dalam melakukan reim bursm ent kepada PBB atas biaya operasional Kontingen Garuda di Lebanon.
KEENAM : Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan
Keputusan Presiden ini ditetapkan oleh Menteri Pertahanan, Menteri Keuangan, Menteri Luar Negeri, dan Panglima TNI sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya masing-mas ing.
KETUJUH : Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 September 2006 PRESIDEN REPUBLIK INDO NESIA,
ttd. DR. H. SUSILO BAM BANG YUDHO YO NO
LAMPIRAN 2
UNITED NATIONS INTERIM FORCE IN LEBANON
(UNIFIL)
Naqoura,
11 November 2006
PRESS RELEASE
Indonesia joins UNIFIL
UNIFIL strength has reached a total of around 9700 troops from 21 different
countries after 129 troops of the Indonesian Battalion have arrived in Lebanon today, 10
November 06.
Around 8,000 troops are deployed on the ground between the Litani River and the Blue
Line, plus the UNIFIL Maritime Task Force with 1,700 naval personnel.
On the humanitarian side, from 3 to 10 November 2006, approximately 703 civilians
received medical and dental treatment by French, Indian, Italian and Spanish battalions in
the entire area of operations. The veterinarian from Indbatt treated 567 animals for
various ailments.
UNIFIL Engineers conducted 58 controlled demolition of unexploded ordnance in the
area of operation.
S/RES/1701 (2006)
LAMPIRAN 3
United Nations S/RES/1701 (2006)
Security Council Distr.: General
11 August 2006
Resolution 1701 (2006)
Adopted by the Security Council at its 5511th meeting, on 11 August 2006
The Security Council,
Recalling all its previous resolutions on Lebanon, in particular resolutions 425
(1978), 426 (1978), 520 (1982), 1559 (2004), 1655 (2006) 1680 (2006) and 1697
(2006), as well as the statements of its President on the situation in Lebanon, in
particular the statements of 18 June 2000 (S/PRST/2000/21), of 19 October 2004
(S/PRST/2004/36), of 4 May 2005 (S/PRST/2005/17), of 23 January 2006
(S/PRST/2006/3) and of 30 July 2006 (S/PRST/2006/35),
Expressing its utmost concern at the continuing escalation of hostilities in
Lebanon and in Israel since Hizbollah’s attack on Israel on 12 July 2006, which has
already caused hundreds of deaths and injuries on both sides, extensive damage to
civilian infrastructure and hundreds of thousands of internally displaced persons,
Emphasizing the need for an end of violence, but at the same time emphasizing
the need to address urgently the causes that have given rise to the current crisis,
including by the unconditional release of the abducted Israeli soldiers,
Mindful of the sensitivity of the issue of prisoners and encouraging the efforts
aimed at urgently settling the issue of the Lebanese prisoners detained in Israel,
Welcoming the efforts of the Lebanese Prime Minister and the commitment of
the Government of Lebanon, in its seven-point plan, to extend its authority over its
territory, through its own legitimate armed forces, such that there will be no
weapons without the consent of the Government of Lebanon and no authority other
than that of the Government of Lebanon, welcoming also its commitment to a
United Nations force that is supplemented and enhanced in numbers, equipment,
mandate and scope of operation, and bearing in mind its request in this plan for an
immediate withdrawal of the Israeli forces from southern Lebanon,
Determined to act for this withdrawal to happen at the earliest,
Taking due note of the proposals made in the seven-point plan regarding the
Shebaa farms area,
S/RES/1701 (2006)
Welcoming the unanimous decision by the Government of Lebanon on
7 August 2006 to deploy a Lebanese armed force of 15,000 troops in South Lebanon
as the Israeli army withdraws behind the Blue Line and to request the assistance of
additional forces from the United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL) as
needed, to facilitate the entry of the Lebanese armed forces into the region and to
restate its intention to strengthen the Lebanese armed forces with material as needed
to enable it to perform its duties,
Aware of its responsibilities to help secure a permanent ceasefire and a long-
term solution to the conflict,
Determining that the situation in Lebanon constitutes a threat to international
peace and security,
1. Calls for a full cessation of hostilities based upon, in particular, the
immediate cessation by Hizbollah of all attacks and the immediate cessation by
Israel of all offensive military operations;
2. Upon full cessation of hostilities, calls upon the Government of Lebanon
and UNIFIL as authorized by paragraph 11 to deploy their forces together
throughout the South and calls upon the Government of Israel, as that deployment
begins, to withdraw all of its forces from southern Lebanon in parallel;
3. Emphasizes the importance of the extension of the control of the
Government of Lebanon over all Lebanese territory in accordance with the
provisions of resolution 1559 (2004) and resolution 1680 (2006), and of the relevant
provisions of the Taif Accords, for it to exercise its full sovereignty, so that there
will be no weapons without the consent of the Government of Lebanon and no
authority other than that of the Government of Lebanon;
4. Reiterates its strong support for full respect for the Blue Line;
5. Also reiterates its strong support, as recalled in all its previous relevant
resolutions, for the territorial integrity, sovereignty and political independence of
Lebanon within its internationally recognized borders, as contemplated by the
Israeli-Lebanese General Armistice Agreement of 23 March 1949;
6. Calls on the international community to take immediate steps to extend
its financial and humanitarian assistance to the Lebanese people, including through
facilitating the safe return of displaced persons and, under the authority of the
Government of Lebanon, reopening airports and harbours, consistent with
paragraphs 14 and 15, and calls on it also to consider further assistance in the future
to contribute to the reconstruction and development of Lebanon;
7. Affirms that all parties are responsible for ensuring that no action is taken
contrary to paragraph 1 that might adversely affect the search for a long-term
solution, humanitarian access to civilian populations, including safe passage for
humanitarian convoys, or the voluntary and safe return of displaced persons, and
calls on all parties to comply with this responsibility and to cooperate with the
Security Council;
8. Calls for Israel and Lebanon to support a permanent ceasefire and a long-
term solution based on the following principles and elements:
– full respect for the Blue Line by both parties;
– security arrangements to prevent the resumption of hostilities, including the
establishment between the Blue Line and the Litani river of an area free of any
06-46503 3
S/RES/1701 (2006)
armed personnel, assets and weapons other than those of the Government of
Lebanon and of UNIFIL as authorized in paragraph 11, deployed in this area;
– full implementation of the relevant provisions of the Taif Accords, and of
resolutions 1559 (2004) and 1680 (2006), that require the disarmament of all
armed groups in Lebanon, so that, pursuant to the Lebanese cabinet decision of
27 July 2006, there will be no weapons or authority in Lebanon other than that
of the Lebanese State;
– no foreign forces in Lebanon without the consent of its Government;
– no sales or supply of arms and related materiel to Lebanon except as
authorized by its Government;
– provision to the United Nations of all remaining maps of landmines in
Lebanon in Israel’s possession;
9. Invites the Secretary-General to support efforts to secure as soon as
possible agreements in principle from the Government of Lebanon and the
Government of Israel to the principles and elements for a long-term solution as set
forth in paragraph 8, and expresses its intention to be actively involved;
10. Requests the Secretary-General to develop, in liaison with relevant
international actors and the concerned parties, proposals to implement the relevant
provisions of the Taif Accords, and resolutions 1559 (2004) and 1680 (2006),
including disarmament, and for delineation of the international borders of Lebanon,
especially in those areas where the border is disputed or uncertain, including by
dealing with the Shebaa farms area, and to present to the Security Council those
proposals within thirty days;
11. Decides, in order to supplement and enhance the force in numbers,
equipment, mandate and scope of operations, to authorize an increase in the force
strength of UNIFIL to a maximum of 15,000 troops, and that the force shall, in
addition to carrying out its mandate under resolutions 425 and 426 (1978):
(a) Monitor the cessation of hostilities;
(b) Accompany and support the Lebanese armed forces as they deploy
throughout the South, including along the Blue Line, as Israel withdraws its armed
forces from Lebanon as provided in paragraph 2;
(c) Coordinate its activities related to paragraph 11 (b) with the Government
of Lebanon and the Government of Israel;
(d) Extend its assistance to help ensure humanitarian access to civilian
populations and the voluntary and safe return of displaced persons;
(e) Assist the Lebanese armed forces in taking steps towards the
establishment of the area as referred to in paragraph 8;
(f) Assist the Government of Lebanon, at its request, to implement
paragraph 14;
12. Acting in support of a request from the Government of Lebanon to
deploy an international force to assist it to exercise its authority throughout the
territory, authorizes UNIFIL to take all necessary action in areas of deployment of
its forces and as it deems within its capabilities, to ensure that its area of operations
S/RES/1701 (2006)
4 06-46503
is not utilized for hostile activities of any kind, to resist attempts by forceful means
to prevent it from discharging its duties under the mandate of the Security Council,
and to protect United Nations personnel, facilities, installations and equipment,
ensure the security and freedom of movement of United Nations personnel,
humanitarian workers and, without prejudice to the responsibility of the
Government of Lebanon, to protect civilians under imminent threat of physical
violence;
13. Requests the Secretary-General urgently to put in place measures to
ensure UNIFIL is able to carry out the functions envisaged in this resolution, urges
Member States to consider making appropriate contributions to UNIFIL and to
respond positively to requests for assistance from the Force, and expresses its strong
appreciation to those who have contributed to UNIFIL in the past;
14. Calls upon the Government of Lebanon to secure its borders and other
entry points to prevent the entry in Lebanon without its consent of arms or related
materiel and requests UNIFIL as authorized in paragraph 11 to assist the
Government of Lebanon at its request;
15. Decides further that all States shall take the necessary measures to
prevent, by their nationals or from their territories or using their flag vessels or
aircraft:
(a) The sale or supply to any entity or individual in Lebanon of arms and
related materiel of all types, including weapons and ammunition, military vehicles
and equipment, paramilitary equipment, and spare parts for the aforementioned,
whether or not originating in their territories; and
(b) The provision to any entity or individual in Lebanon of any technical
training or assistance related to the provision, manufacture, maintenance or use of
the items listed in subparagraph (a) above;
except that these prohibitions shall not apply to arms, related material, training or
assistance authorized by the Government of Lebanon or by UNIFIL as authorized in
paragraph 11;
16. Decides to extend the mandate of UNIFIL until 31 August 2007, and
expresses its intention to consider in a later resolution further enhancements to the
mandate and other steps to contribute to the implementation of a permanent
ceasefire and a long-term solution;
17. Requests the Secretary-General to report to the Council within one week
on the implementation of this resolution and subsequently on a regular basis;
18. Stresses the importance of, and the need to achieve, a comprehensive,
just and lasting peace in the Middle East, based on all its relevant resolutions
including its resolutions 242 (1967) of 22 November 1967, 338 (1973) of
22 October 1973 and 1515 (2003) of 19 November 2003;
19. Decides to remain actively seized of the matter.
14-59854 3/4
LAMPIRAN 4
United Nations S/RES/2172 (2014)
Security Council Distr.: General
26 August 2014
Resolution 2172 (2014)
Adopted by the Security Council at its 7248th meeting, on 26 August 2014
The Security Council,
Recalling all its previous resolutions on Lebanon, in particular resolut ions
425 (1978), 426 (1978), 1559 (2004), 1680 (2006), 1701 (2006), 1773 (2007), 1832
(2008), 1884 (2009), 1937 (2010) and 2004 (2011), 2064 (2012) and 2115 (2013) as
well as the statements of its President on the situation in Lebanon,
Responding to the request of the Government of Lebanon to extend the
mandate of UNIFIL for a new period of one year without amendment presented in a
letter from the Lebanese Foreign Minister to the Secretary -General of 25 July 2014
and welcoming the letter from the Secretary -General to its President of 31st July
2014 (S/2014/554) recommending this extension,
Reiterating its strong support for the territorial integrity, sovereignty and
political independence of Lebanon,
Reaffirming its commitment to the full implementation of all provisions of
resolution 1701 (2006), and aware of its responsibilities to help secure a permanent
ceasefire and a long-term solution as envisioned in the resolution,
Calling upon all concerned parties to strengthen their efforts to fully
implement all provisions of resolution 1701 (2006) without delay,
Expressing deep concern at all violations in connection with resolution 1701 (2006),
and looking forward to the rapid finalization of UNIFIL’s investigations with a view
to preventing such violations in the future,
Welcoming the constructive role played by the tripartite mechanism in
de-escalating tensions and expressing its support for the efforts of UNIFIL to
engage with both parties to fur ther develop liaison and coordination arrangements,
Emphasizing the importance of full compliance with the prohibition on sales
and supply of arms and related materiel established by resolution 1701,
14-59854 3/4
Recalling the utmost importance that all parties conce rned respect the Blue
Line in its entirety, welcoming the continued progress in the marking of the Blue
line, and encouraging the parties to accelerate their efforts in coordination with
UNIFIL to visibly mark the Blue Line in its entirety, as well as to m ove forward on
the marking of its points of contention, as recommended by the Strategic Review,
Condemning in the strongest terms all attempts to threaten the security and
stability of Lebanon, reaffirming its determination to ensure that no such acts of
intimidation will prevent UNIFIL from implementing its mandate in accordance
with Security Council resolution 1701 (2006) and recalling the necessity for all
parties to ensure that UNIFIL personnel are se cure and their freedom of movement
is fully respected and unimpeded,
Recalling the relevant principles contained in the Convention on the Safety of
United Nations and Associated Personnel,
Commending the active role and dedication of the personnel of UN IFIL and
expressing its strong appreciation to Member States that contribute to UNIFIL and
underlining the necessity that UNIFIL have at its disposal all necessary means and
equipment to carry out its mandate,
Recalling the request from the Government of Lebanon to deploy an
international force to assist it to exercise its authority throughout the territory and
reaffirming UNIFIL’s authority to take all necessary action in areas of operations of
its forces and as it deems within its capabilities, to ensure that its area of operations
is not utilized for hostile activities of any kind and to resist attempts by forceful
means to prevent it from discharging its mandate,
Welcoming the efforts of the Secretary-General to keep all peacekeeping
operations, includ ing UNIFIL, under close review and stressing the need for the
Council to pursue a rigorous, strategic approach to peacekeeping deployments,
Expressing its full support for the strategic priorities and recommendations
identified by the Secretary-General in his letter of 12 March 2012 ( S/2012/151) as a
result of the Strategic Review of UNIFIL, and requesting the Secretary-General to
continue updating the Council on the implementation of the Strategic Review,
Calling upon member States to assist the Lebanese Armed Forces as needed to
enable it to perform its duties in line with resolution 1701 (2006),
Determining that the situation in Lebanon continues to consti tute a threat to
international peace and security,
1. Decides to extend the present mandate of UNIFIL until 31 August 2015;
2. Commends the positive role of UNIFIL, whose deployment together with
the Lebanese Armed Forces has helped to establish a new st rategic environment in
southern Lebanon, welcomes the expansion of coordinated activities between
UNIFIL and the Lebanese armed forces, and calls for further enhancement of this
cooperation;
3. Welcomes in this regard the engagement of UNIFIL and the Leba nese
Armed Forces in the Strategic Dialogue which aims at carrying out analysis of
ground forces and maritime assets and setting a series of benchmarks reflecting the
correlation between the capacities and responsibilities of UNIFIL vis -à-vis those of
the Lebanese Armed Forces, with a view to identifying Lebanese Armed Forces
requirements for implementing tasks mandated in resolution 1701 (2006), and, in
this regard, is encouraged by the progress made in t he formalisation of a regular
Strategic Dialogue mechanism between the Lebanese Armed Forces and UNIFIL;
14-59854 3/4
ES/2172 (2014)
4. Commends, in this context, the Lebanese Armed Forces for its efforts
regarding its wider capabilities development plan, of which the Strategic Dial ogue
plan forms a separate but integral component, consistent with the relevant
recommendations of the Strategic Review, and encourages Member States to support
LAF in particular through the established coordination tools of international
assistance to build up Lebanese Armed Forces capabilities including through
training, as these forces are a central pillar of the country’s stability; and recognizes
in this regard the importance of the International Support Group for Lebanon and
the related meetings held in Paris and Rome, as well as substantial contributions
already made by some donors;
5. Strongly calls upon all parties concerned to respect the cessation of
hostilities, to prevent any violation of the Blue Line and to respect it in its entirety
and to cooperate fully with the United Nations and UNIFIL;
6. Welcomes in this regard the constructive role played by the tripartite
mechanism in facilitating coordination and in de -escalating tensions and expresses
support for the efforts of UNIFIL to engage wi th both parties to further develop
liaison and coordination arrangements;
7. Urges all parties to abide scrupulously by their obligation to respect the
safety of UNIFIL and other United Nations personnel and to ensure that the freedom
of movement of UNIFIL is fully respected and unimpeded, in conformity with its
mandate and its rules of engagement including by avoiding any course of action
which endangers United Nations personnel, and in this regard, calls for further
cooperation between UNIFIL and the Le banese Armed Forces in particular
regarding coordinated and adjacent patrols, welcomes the commitment of the
Lebanese authorities to protect UNIFIL movements and reiterates its call for the
rapid finalization of the investigation launched by Lebanon regard ing the 27 May,
26 July and 9 December 2011 attacks in order to bring to justice the perpetrators of
these attacks;
8. Urges all parties to cooperate fully with the Security Council and the
Secretary-General to make tangible progress towards a permanent c easefire and a
long-term solution as envisioned in resolution 1701 (2006), and emphasizes that
more work remains to be done by the parties to advance the full implementation of
resolution 1701 (2006);
9. Urges the Government of Israel to expedite the withdrawal of its army
from northern Ghajar without further delay in coordination with UNIFIL, which has
actively engaged Israel and Lebanon to facilitate s uch a withdrawal;
10. Reaffirms its call on all states to fully support and respect the
establishment between the Blue Line and the Litani River of an area free of any
armed personnel, assets and weapons other than those of the Government of
Lebanon and UNIFIL;
11. Welcomes the efforts being undertaken by UNIFIL to implement the
Secretary-General’s zero-tolerance policy on sexual exploitation and abuse and to
ensure full compliance of its personnel with the United Nations code of conduct,
requests the Secretary-General to continue to take all necessary action in this regard
and to keep the Security Council informed, and urges troop -contributing countries to
14-59854 3/4
take preventive and disciplinary action to ensure that such acts are properly
investigated and punished in cases involving their personnel;
12. Requests the Secretary-General to continue to report to the Council on
the implementation of resolution 1701 (2006), every four months, or at any time as
he deems appropriate;
13. Stresses the importance of, and the need to achieve, a comprehensive, just
and lasting peace in the Middle East, based on all its relevant resolutions including
its resolutions 242 (1967) of 22 November 1967, 338 (1973) of 22 October 1973,
1515 (2003) of 19 November 2003, and 1850 (2008) of 16 December 2008;
14. Decides to remain actively seized of the matte
S/RES/2172 (2014)
4/4 14-59854
2 06-45518 06-45518 1
LAMPIRAN 5
United Nations S/2006/608
Security Council Distr.: General
4 August 2006
Original: English
Letter dated 3 August 2006 from the Permanent Representative of Malaysia to the United Nations addressed to the President of the Security Council
In Malaysia’s capacity as Chair of the Tenth Islamic Summit Conference, I
have the honour to transmit to you the Putrajaya Declaration on the Situation in
Lebanon (annex I) and the Putrajaya Declaration on the Situation in the Occupied
Palestinian Territory (annex II), which were adopted by the Special Meeting of the
Extended Executive Committee of the Organization of the Islamic Conference in
Putrajaya, Malaysia, on 3 August 2006 (see annexes).
I should be grateful if you would bring the declarations to the attention of the
members of the Security Council and arrange to have the text of the present letter
and its annexes circulated as a document of the Council.
(Signed) Hamidon Ali
Permanent Representative of Malaysia
2 06-45518 06-45518 2
Annex I to the letter dated 3 August 2006 from the Permanent Representative of Malaysia to the United Nations addressed to the President of the Security Council
Putrajaya Declaration on the Situation in Lebanon adopted by the Special Meeting of the Extended Executive Committee of the Organisation of the Islamic Conference Putrajaya, Malaysia, 3 August 2006
We, the Heads of State and Government of the Republic of Azerbaijan, People’s
Republic of Bangladesh, Brunei Darussalam, Republic of Indonesia, Islamic
Republic of Iran, Malaysia, Islamic Republic of Pakistan, Republic of Turkey, and
the Representatives of the Arab Republic of Egypt, Hashemite Kingdom of Jordan,
Republic of Lebanon, State of Palestine, State of Qatar, Kingdom of Saudi Arabia,
Republic of Senegal, Syrian Arab Republic, United Arab Emirates, and Republic of
Yemen, met at the Special Meeting of the Extended Executive Committee of the
Organisation of Islamic Conference on 3 August 2006 in Putrajaya, Malaysia to
discuss the situation in Lebanon. The OIC Secretary-General was also in attendance.
The Meeting was chaired by the Honourable Dato’ Seri Abdullah Ahmad Badawi,
Prime Minister of Malaysia as the Chairman of the 10th Islamic Summit
Conference.
1. At the invitation of the Chair, we came together to demonstrate our serious
concern over the grave crisis in the Middle East arising from the continuing Israeli
aggression against Lebanon. We express our full support for and solidarity with the
Government and people of Lebanon in their legitimate and heroic resistance against
the Israeli aggression.
2. We strongly condemn the relentless Israeli aggression against Lebanon and the
serious violations of the latter’s territorial integrity and sovereignty and in this
regard charge Israel with full responsibility for the consequences of its aggression.
3. We express our concern at the inability of the United Nations Security Council
to take the necessary actions for a ceasefire and demand that the Council fulfill its
responsibility for the maintenance of international peace and security without any
further delay by deciding on and enforcing an immediate and unconditional
comprehensive ceasefire. In the event of failure by the United Nations Security
Council to act immediately, we call upon all OIC Member States to be united in
support of the convening of a meeting of the General Assembly under Uniting for
Peace, in cooperation with other Member States of the United Nations.
4. We also strongly condemn the indiscriminate and massive Israeli air strikes, in
particular on the village of Qana on 30 July 2006, killing more than 60 civilians,
mostly children, and the targeting of United Nations peacekeepers at the United
Nations Observer post at Khiam in Southern Lebanon on 25 July 2006. In this
regard, we strongly urge that a full investigation into these criminal acts perpetrated
by Israel be conducted by the United Nations. The attacks and killing of innocent
civilians and the destruction of houses, properties and infrastructure are a breach of
the principles of the Charter of the United Nations, international law and
international humanitarian law and blatant and flagrant violations of human rights.
2 06-45518 06-45518 3
5. We call for the immediate and unconditional release of all Lebanese detainees
held by Israel.
6. We are strongly convinced that there should be no impunity for violations by
Israel of international humanitarian law and international human rights law. Israel
must be held accountable for all its actions. We call for the immediate convening of
a special session of the United Nations Human Rights Council as well as a meeting
of the High Contracting Parties to the 4th Geneva Convention to address these
violations.
7. We welcome all efforts towards immediate and unconditional ending of Israeli
aggression and fully support the Lebanese Government Seven-Point Plan* and stress
the important role of the United Nations in this regard, underlining also the
importance of the consent of all concerned parties in Lebanon on any future
settlement, and all other efforts towards ending the violence and to bring about
lasting peace in Lebanon.
8. We recognize the dire humanitarian situation in Lebanon and the urgent need
to expedite the delivery of relief assistance to the Lebanese people, including
through the immediate allowing of safe passages inside Lebanon. We demand that
Israel provide unimpeded access for the delivery of such assistance. We urge the
international community, especially the Member Countries of the OIC to generously
contribute to current humanitarian relief efforts. In this regard, we express our deep
appreciation to the countries that have contributed generously to alleviate the
suffering of the people in Lebanon. We welcome the role of the UN in the delivery
of humanitarian assistance and relief.
9. We note with satisfaction the efforts of OIC Member Countries, the General
Secretariat and OIC Organs to provide humanitarian assistance to Lebanon and
requests the OIC Secretary-General to continue to work closely with OIC Member
Countries, regional and international organizations and NGOs in bringing
humanitarian relief and assistance to the people affected by the conflict and
facilitate the early return of displaced persons.
10. We urge the international community to support Lebanon on all levels,
including through organizing a donor’s conference to assist the country in facing the
tremendous burden resulting from the human, social and economic tragedy which
has afflicted the country in the areas of relief, reconstruction and rebuilding of the
national economy.
11. We condemn the destruction of religious and historical sites in Lebanon by
Israel and demand that Israel immediately stop further destruction of these sites.
12. We hold Israel responsible for the loss of lives and suffering as well as the
destruction of properties and infrastructure and demand Israel to compensate the
Republic of Lebanon and its people for the losses sustained resulting from Israeli
aggression.
13. We agree to establish a Contact Group on the current situation in Lebanon. The
Contact Group will be coordinated by Malaysia and comprise members of the OIC
Troika and other interested members.
* see annex.
4 06-45518 06-45518 4
14. We urge all OIC Member States to be united in facing the current crisis in the
Middle East. Towards this end, we reaffirm our commitment to Islamic solidarity
among OIC Member States, including solidarity and support to Member States who
are facing threats, as mandated in the “Ten-Year Programme of Action to Meet the
Challenges Facing the Muslim Ummah in the 21st Century” adopted in Makkah in
December 2005.
Putrajaya, Malaysia
3 August 2006
4 06-45518 06-45518 5
Annex
Seven-Point Plan by Lebanon An immediate and comprehensive cease-fire and a declaration of agreement on the
following issues:
1. An undertaking to release the Lebanese and Israeli prisoners and detainees
through the ICRC.
2. The withdrawal of the Israeli army behind the Blue Line, and the return of the
displaced to their villages.
3. A commitment from the Security Council to place the Shebaa Farms area and
the Kfarshouba Hills under UN jurisdiction until border delineation and Lebanese
sovereignty over them are fully settled. While in UN custody, the area will be
accessible to Lebanese property owners there. Further, Israel surrenders all
remaining landmine maps in South Lebanon to the UN.
4. The Lebanese government extends its authority over its territory through its
own legitimate armed forces, such that there will be no weapons or authority other
than that of the Lebanese state as stipulated in the Taef national reconciliation
document.
5. The UN international force, operating in South Lebanon, is supplemented and
enhanced in numbers, equipment, mandate and scope of operation, as needed, in
order to undertake urgent humanitarian and relief work and guarantee stability and
security in the south so that those who fled their homes can return.
6. The UN, in cooperation with the relevant parties, undertakes the necessary
measures to once again put into effect the Armistice Agreement signed by Lebanon
and Israel in 1949, and to insure adherence to the provisions of that agreement, as
well as to explore possible amendments to or development of said provisions, as
necessary.
7. The international community commits to support Lebanon on all levels, and to
assist it in facing the tremendous burden resulting from the human, social and
economic tragedy which has afflicted the country, especially in the areas of relief,
reconstruction and rebuilding of the national economy.
6 06-45518 06-45518 6
Annex II to the letter dated 3 August 2006 from the Permanent Representative of Malaysia to the United Nations addressed to the President of the Security Council
Putrajaya Declaration on the Situation in the Occupied Palestinian Territory adopted by the Special Meeting of the Extended Executive Committee of the Organisation of the Islamic Conference Putrajaya, Malaysia, 3 August 2006
We, the Heads of State or Government of the Republic of Azerbaijan, People’s
Republic of Bangladesh, Brunei Darussalam, Republic of Indonesia, Islamic
Republic of Iran, Malaysia, Islamic Republic of Pakistan, Republic of Turkey, and
the Representatives of the Arab Republic of Egypt, Hashemite Kingdom of Jordan,
Republic of Lebanon, State of Palestine, State of Qatar, Kingdom of Saudi Arabia,
Republic of Senegal, Syrian Arab Republic, United Arab Emirates, and Republic of
Yemen, met at the Special Meeting of the Extended Executive Committee of the
Organisation of Islamic Conference on 3 August 2006 in Putrajaya, Malaysia to
discuss the situation in the Occupied Palestinian Territories. The OIC Secretary-
General was also in attendance. The Meeting was chaired by the Honourable Dato’
Seri Abdullah Ahmad Badawi, Prime Minister of Malaysia as the Chairman of the
10th Islamic Summit Conference.
1. At the invitation of the Chair, we came together out of our serious concern
over the continuing Israeli occupation of Palestine and aggression in the occupied
territories.
2. We strongly condemn the Israeli occupation of Palestinian lands and for its
unrelenting aggression against the Palestinian people, which have caused the loss of
lives and destruction of properties and demand the total, complete and unconditional
withdrawal of Israel from the Occupied Palestinian Territories, since 1967,
including East Jerusalem.
3. We further condemn Israel for the abduction and detention of Palestinian
Cabinet Ministers, government officials, and other individuals and call for the
immediate and unconditional release of all Palestinian detainees held by Israel.
4. We call on the United Nations Security Council to assume its responsibilities
to compel Israel to respect international law and put an end to Israel’s occupation
and illegitimate practices in the Occupied Palestinian Territories, including placing
collective punishment and unilateral sanctions over the Palestinian people and
economy, and the illegal construction of settlements and the separation wall which
is aimed at confiscating and annexing Palestinian land and property and altering the
demographic and geographic character of the Palestinian territories, including Al-
Quds Al-Sharif.
5. We commended the free and democratic Palestinian Legislative Council
election, which have demonstrated the free will of the Palestinian people. In this
regard, we call upon the international community to respect the outcome of the
elections and to be supportive of Palestinians in exercising their rights.
6. We recognize the dire humanitarian situation in the Occupied Palestinian
Territories and the urgent need for relief, reconstruction and rehabilitation
assistance. In this regard, we express our deep appreciation to the countries that
6 06-45518 06-45518 7
have contributed generously to alleviate the suffering of the Palestinian people and
urge the international community to continue contributing to Palestine’s
rehabilitation efforts.
7. We reaffirm our commitment and support for all initiatives leading to a
peacefully negotiated settlement to the Israeli-Palestinian conflict, including the
Quartet Performance-Based Roadmap leading to a permanent Two-State solution to
the Israeli-Palestinian conflict as outlined in UNSC Resolution 1515 and the Arab
Peace Initiative. The solution to the Israeli-Palestinian conflict would constitute the
only guarantee for durable peace in this region.
8. We strongly urge the United Nations to convene an international conference on
the Middle East to deliberate on a comprehensive, just and durable plan for the
region based on the relevant United Nations resolutions, with the involvement of the
Permanent Members of the Security Council and other interested parties, including
OIC Member States.
9. We reiterate our commitment and support towards Palestine in achieving self-
determination and establishment of a sovereign and independent Palestinian state
with Al-Quds Al-Sharif as its capital and the return of Palestinian refugees, in
accordance with General Assembly resolution 194.
10. We urge all OIC Member States to be united in facing the current crisis in the
Middle East. Towards this end, we reaffirm our commitment to Islamic solidarity
among OIC Member States, including solidarity and support to Member States who
are facing threats, as mandated in the “Ten-Year Programme of Action to Meet the
Challenges Facing the Muslim Ummah in the 21st Century” adopted in Makkah in
December 2005.
Putrajaya, Malaysia
3 August 2006