ketatalayanan

download ketatalayanan

of 6

Transcript of ketatalayanan

ALASAN MEMBERI PERSEMBAHAN1. Pendahuluan Seluruh kehidupan ini, bumi serta segala isinya adalah milik Tuhan (I Kor.10:26), itu artinya Tuhan sama sekali tidak tergantung kepada sokongan, bantuan apalagi belas kasihan kita untuk melakukan aktivitasNya. Bahkan Tuhanlah yang sesungguhnya yang empunya diri kita dan segala apa yang ada pada kita. Tubuh, jiwa dan roh, serta harta milik kita pada hakikatnya adalah milik Tuhan. Sebagaimana dikatakan oleh Rasul Petrus: kita sudah ditebus oleh Allah dengan darah yang Kristus kudus dan mahal itu (I Ptr. 1:18-19), dan kata Paulus sebab itu kita telah menjadi milik Kristus dan milik Allah (I Kor. 3:23, I Kor.6:9. Ef.1:4) . Jika memang segala sesuatu yang ada dalam diri kita dan yang ada pada kita milik Allah, maka doa persembahan kita seharusnya mengatakan: siapakah aku ini, ya Tuhan sehingga pantas memberi kepadaMu? Apakah yang ada padaku yang tidak berasal dari Engkau? Tubuh, jiwa dan rohku dan harta milikku sesungguhnya adalah pemberianMu. Aku adalah milikMuRasul Paulus menyatakan agar kita mempersembahkan tubuh kita (baca: diri seutuhnya) kepada Allah. (Roma 12:1).Serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk dipergunakan sebagai senjata-senjata kebenaran (Roma 6:13b). Karena itu sangat penting sakali untuk membahas tentang apa yang menjadi alasan yang melatarbelakangi pemberian persembahan itu.

2. Isi 2.1 Landasan Alkitabiah dan Model Memberi Persembahan. 2.1.1 Persembahan dalam PL Alkitab mengenal berbagai bentuk persembahan. Ritual pemberian persembahan sendiri di dalam Alkitab diawali ketika Kain dan Habel mempersembahkan hasil pekerjaannya kepada Allah. Kain mempersembahkan sebagian hasil pertaniannya dan Habel mempersembahkan anak sulung hasil peternakannya. Alkitab menjelaskan, persembahan Habel diterima dan Allah mengindahkannya, sementara persembahan Kain tidak berkenan kepada Allah. Kain kemudian merasa benci kepada adiknya itu dan lalu membunuhnya (Kej. 4: 5 - 8). Kemudian kitab Kejadian menceritakan Nuh yang memberikan persembahan setelah selamat dari murka Allah dengan air bah-Nya (Kej. 8: 20 - 22). Abraham setelah tiba di Kanaan langsung membangun mezbah dan memanggil nama Tuhan (Kej. 12:8). Yakub juga memberikan persembahan kepada Tuhan setelah berpisah baik-baik dengan Laban mertuanya (Kej. 31: 43-55). Semua pemberian ini dilakukan dalam ritual ketika hukum Taurat belum diberikan kepada umat Israel. Allah melalui Musa kemudian meneguhkan lebih spesifik lagi berbagai jenis persembahan yang harus diberikan umat Israel sebagaimana diuraikan dalam

KETATALAYANAN

1

ALASAN MEMBERI PERSEMBAHANkitab Imamat pasal 1 - 7. Persembahan atau korban dalam Perjanjian Lama dapat dikelompokkan sbb: a. Ola, yakni korban bakaran (Im.1: 1-17), sebagai lambang penderitaan sebagai hukuman karena dosa yang ditanggungkan atasnya, dengan makna membersihkan kehidupan orang yang memberi korban dalam ketaatan sebagai bau-bauan yang harum bagi Allah. b. Minkha, yakni korban sajian (Im.2:1-16; 5:11-12), sebagai rasa syukur yang diberikan demi kemauan baik sebagai pengganti keseluruhan dirinya. c. Khatta't, yakni korban penghapus dosa dan juga disebut sebagai Asyam (korban penebus salah), yakni bilamana seseorang bersalah karena dianggap najis dari segi upacara agama atau berbuat dosa secara tidak sengaja (Im. 4: 2, 13, 22, 27). d. Zevakh dan Selamin, yakni korban perdamaian atau korban keselamatan berupa pernyataan syukur atau sukarela kepada Allah (Im. 7: 12; 22: 29; Bil.6: 14; 15: 3, 8). Perjanjian Lama juga mengenal berbagai jenis persembahan lainnya, seperti persembahan sulung atau buah sulung (Kej. 4:4; Im. 2: 12; Neh.10: 35), persembahan unjukan (Im. 6: 20; Bil. 5: 15), dan persembahan persepuluhan berupa persembahan khusus yakni sepersepuluh dari penghasilan umat Israel. Persembahan atau korban yang disebutkan di atas, dinyatakan dengan pemberian hewan ternak (dari mulai lembu jantan hingga burung tekukur atau anak burung merpati yang tidak bercela), tepung, minyak, kemenyan, dan garam. Inilah ritual pemberian persembahan dalam Perjanjian Lama. 2.1.2 Persembahan dalam PB Berbeda dengan yang dijelaskan di atas, Perjanjian Baru menegaskan pemberian persembahan berupa ternak atau barang lainnya bukan lagi sebagai jalan penebusan dosa atau kesalahan umat percaya. Kitab Ibrani menuliskan dengan jelas, "tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba betina dapat menghapus dosa" (Ibr. 10: 4). Penebusan dosa orang percaya dalam Perjanjian Baru hanya dapat dilakukan melalui iman dengan mengaku Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya; maka melalui tubuh dan darah-Nya yang tersalib di Golgota hal itu sudah menjadi jalan penebusan dosa-dosa kita. Namun, Perjanjian Baru tidak langsung meniadakan persembahan sama sekali. Persembahan dalam konsep Perjanjian Baru menjadi berbeda, tidak lagi sebagai korban, melainkan sebagai ungkapan rasa syukur atas anugerah keselamatan yang telah diberikan Tuhan kita atas penebusan dosa tersebut. Artinya, pemberian tersebut adalah sebagai ungkapan syukur, bukan balas jasa, karena anugerah keselamatan yang diberikan Allah adalah cuma-cuma, tidak dapat dibalas dengan perbuatan atau upaya manusia. Jadi pengertian "membalas kebaikan Tuhan" sebagaimana dalam Mazmur di atas, dalam konteksKETATALAYANAN 2

ALASAN MEMBERI PERSEMBAHANPerjanjian Baru adalah merupakan respon atas rasa syukur penebusan tersebut, bukan dalam pengertian timbal balik. Selanjutnya, persembahan di dalam kitab Perjanjian Baru cukup luas pembahasannya dan dapat dikategorikan dalam lima bentuk, yakni sbb: Pertama, persembahan nyawa. Tuhan Yesus berkata bahwa inilah ungkapan kasih yang lebih besar dari umat percaya, yakni apabila seseorang yang mengorbankan nyawa untuk kemuliaan Kristus maupun untuk saudara-saudara kita (Mat. 10: 39; Luk. 14: 26; Yoh. 15: 13; Kis. 15: 26). Hal ini diperlihatkan dalam kisah Stefanus, martir pertama yang dibunuh oleh kaum Farisi dengan melemparinya dengan batu (Kis. 7: 54 - 60). Pengorbanan nyawa untuk sesama dinyatakan dalam 1Yoh. 3: 16, "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita." Kesediaan berkorban dan menderita bagi orang lain dengan mengesampingkan kepentingan diri sendiri, itulah makna dari persembahan nyawa tersebut. Akan tetapi, persembahan nyawa juga dapat dilihat dalam wujud apabila seseorang tetap setia kepada Tuhan dalam menanggung penderitaan penyakit yang mengancam nyawanya, dengan tidak mengandalkan kekuatan-kekuatan lain untuk kesembuhannya. Sebab tidak sedikit orang percaya karena putus asa atau tidak memahami rencana indah Tuhan baginya, akhirnya mengikuti cara-cara berhala untuk memperoleh kesembuhan. Kedua, persembahan tubuh, yakni memelihara kekudusan hidup dengan menjauhkan diri dari perbuatan najis dan dosa yang tidak berkenan kepada Tuhan. Firman-Nya berkata, "Karena itu saudara-saudara, demi kemurahan Allah, aku menasehatkan kamu, supaya kamu mempersembahan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati" (Rm. 12:1; Yak. 1: 27b). Demikian pula dinyatakan pada bagian lain, betapa pentingnya kita memelihara tubuh, "Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus?...Atau, tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu...(1Kor. 6: 13- 15, 19 - 20). Kita diminta memelihara tubuh yang kudus sebab Allah kita itu kudus (Im. 20: 26). Ketiga, persembahan hati dan mulut, dengan menaikkan puji-pujian dan bibir yang memuliakan Allah dengan ucapan syukur (Ibr. 13: 15; Mzm. 28: 7; 30: 4; 51: 19). Kitab Efesus menuliskan, "dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian, dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati" (Ef. 5: 19 - 20). Alkitab juga mengingatkan, dengan lidah kita memuji Tuhan (Yak. 3: 5). Artinya, di segala tempat dan situasi kita tidak boleh menggunakan lidah dan mulut kita untuk hal-hal yang menyakitkan hati Allah dan orang lain, tetapi justru dipakai untuk memuliakan Dia. Persembahan hati juga dinyatakan melalui kerinduan untuk selalu bersekutu setiap hari melalui doa, ibadah, dan membaca Alkitab. Bentuk persembahan hati lainnyaKETATALAYANAN 3

ALASAN MEMBERI PERSEMBAHANdiwujudkan melalui kerendahan hati dengan menerima perkataan atau perbuatan buruk yang dilakukan oleh pihak lain (Mat. 6: 14-15; Luk. 17: 4; Ef. 4: 32). "Korban perasaan" ini biarlah menjadi persembahan yang harum bagi Allah dengan tetap melihat Allah punya rencana dan akan hak Allah untuk menegakkan keadilan bagi semua, tidak merespon dengan cepat marah dan membalas kejahatan dengan kejahatan. (Rm. 12: 19; Ibr. 10: 30). Keempat, persembahan waktu dan tenaga, dengan mengunjungi orang sakit, orang di penjara, dan memberi mereka yang haus dan tumpangan (Mat. 25: 31 - 46). Persembahan waktu dan tenaga kita berikan juga bagi kemuliaan Tuhan dengan mengunjungi dan menyatakan kasih kepada mereka yang menderita dan membutuhkan. Kitab Yakobus menuliskan, "Ibadah yang murni dan tidak bercatat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka (Yak. 1: 27a). Memberikan waktu dengan mengunjungi mereka, menghibur, dan berdoa bersama mereka yang sakit, teraniaya, atau menderita, maka hal itu sangat besar nilainya di hadapan Allah yang Maha Pengasih. Terlebih-lebih, meski tidak utama, apabila kita ikut meringankan beban kesedihan mereka dengan memberi bantuan (makanan atau kebutuhan hidup lainnya), sehingga dengan jalan itu kita telah memuliakan Allah. Kelima, persembahan materi, berupa persembahan uang atau barang. Perjanjian Baru mengajarkan untuk menyisihkan persembahan uang setiap minggu. Inilah biasanya yang kita berikan kepada gereja untuk dikelola sesuai dengan maksud Yesus dalam mendirikan dan memperluas kerajaan-Nya (1Kor. 16: 1-2).

2.2 Alasan-Alasan Yang Keliru Dalam Memberi Persembahan. 2.2.1 Persembahan kepada Tuhan dijadikan sebagai aksi panggung Persembahan kepada Tuhan dijadikan sebagai aksi panggung merupakan alasan yang keliru dalam memberi persembahan. Memberikan persembahan dengan memasukkan uang ke dalam peti persembahan yg diletakkan di depan orang banyak memang sangat diminati oleh banyak orang kaya, bahkan mereka tidak segan secara reaktif memberi persembahan dalam jumlah besar. Pada kenyataannya memang terjadi perbedaan yang mencolok dari hasil persembahan yang diserahkan dengan maju ke depan dibandingkan dengan persembahan yang diserahkan dengan cara konvensional (memasukkan di kantung persembahan yg dijalankan). Sikap reaktif dalam persembahan ini identik dengan spiritualitas panggung, yg menjadikan persembahan sebagai ajang tontonan. Dengan demikian seseorang yang reaktif selalu mengukur pemberiannya berdasarkan sorotan penilaian orang lain. Spiritualitas panggung sesungguhnya merendahkan Allah dan karyaNya sebagai publikasi murahan, dan pada saat yang sama berupaya merebut kemuliaan Allah untuk kepentingan diri sendiri. ItuKETATALAYANAN 4

ALASAN MEMBERI PERSEMBAHANsebabnya poularitas spiritualitas panggung adalah cerminan persembahan yg munafik jauh dari sikap kasih kepada Allah serta sesamanya. Dalam praktek spiritualitas panggung, menggugah orang untuk tidak segan-segan mengeluarkan persembahan yang besar, dengan syarat seluruh persembahan mereka dipubikasikan secara terbuka. Media panggung sering menjadi daya rangsang bagi orang untuk melakukan kebaikan dan pemberian kasih secara demonstratif. Singkatnya, kebanyakan mereka tidak memberi karena kasih yang lahir dari hati mereka, tetapi memanipulasi pemberian kasih untuk memperoleh pujian dan penghormatan. 2.2.2 Persembahan sebagai upaya untuk menyuap Tuhan. Orang kaya, menganggap bahwa Allah dapat disuap oleh besarnya persembahan. Persembahan yg dibawa kepada Allah mengungkapkan dua hal: Isi, harapan, keinginan dan tujuan yang menjadi dasar motivasi kita dalam memberi.

Pengenalan kita tentang pribadi Allah.

Jika kita memiliki gambaran Allah sebagai pribadi yang dapat dipengaruhi oleh jumlah atau besarnya suatu persembahan, maka kita akan memberikan persembahan dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya sehingga Allah akan membalas dengan berkat yang lebih berlimpah. Padahal Allah dalam iman Kristen bukanlah Allah yang dapat dipengaruhi atau disuap oleh jumlahnya persembahan. Yesaya 1:11, Allah berfirman: Untuk apa itu korbanmu yang banyak-banyak?... Aku sudah jemu akan korban-korban bakaran berupa domba jantan dan akan lemak dari anak lembu gemukan, darah lembu jantan dan domba-domba dan kambing jantan tidak Kusukai. Orang-orang kafir pada zaman dahulu sebenarnya mampu memberi lebih. Mereka sudah terbiasa mempersembahkan kepada para dewanya lebih dari pada sekedar hewan. Sebab orang-orang kafir pada zaman dahulu tidak segan-segan untuk mempersembahkan anaknya laki-laki atau perempuan untuk menyenangkan hati para dewanya (Ulangan 18:10). Teologia yg dikembangkan oleh pemimpin agama saat itu adalah: Allah dapat dikendalikan oleh upaya manusia melalui persembahannya. Sehingga dengan motif ini kita menjadi tidak merasa perlu memperhatikan nilai kualitas persembahan. Sebab yang terpenting adalah manusia mampu mengatur kemauan Allah menurut ritual dan persembahan kita.

2.3 Alasan-Alasan Yang Benar Dalam Memberi persembahan. 2.3.1 Tanda Syukur dan Terima Kasih Hati. Dengan memberi persembahan kita mengaku bahwa kita sudah menerima (banyak) dari Tuhan. Sebagian kita kembalikan kepada Tuhan sebagai tanda syukur atau ucapan terimakasih. Sebab itu kita memberikannya dengan penuh sukacita dan ikhlas. Oleh karena itu persembahan kita adalah respons atau jawaban orang beriman terhadap kasih dan berkat Allah yang begitu besar kepadanya. Persembahan adalah respons karena berkat Allah danKETATALAYANAN 5

ALASAN MEMBERI PERSEMBAHANbukan syarat supaya mendapatkan berkat Allah. Persembahan bukanlah situmulans untuk merangsang kebajikan Allah namun reaksi atas kebajikan Allah. Persembahan bukanlah upeti yang dituntut Allah namun ucapan syukur manusia yang menerima berlimpah berkat. Persembahkanlah syukur kepada Allah dan bayarlah nazarmu kepada Yang Mahatinggi (Mazmur 50:14). 2.3.2 Tanda Kasih dan Kemurahan. Yesus Kristus sudah memberikan diriNya kepada kita, menderita dan berkorban bagi kita. Sebab itu kita juga mau memberi, berbagi dan berkorban bagi sesama kita. Sebagaimana Kristus rela memecah-mecah tubuh dan mencurahkan darahNya untuk umat yang dikasihiNya, kita juga mau memecah-mecah roti dan berkat kehidupan untuk sesama. Ketika memberi persembahan kita sekaligus mau mengingatkan diri kita dan membaharui komitmen/janji kita untuk selalu memberi, berbagi dan berkorban sebagaimana telah diteladankan oleh Kristus. (I Yoh 3:16-18). 2.3.3 Tanda Iman atau Kepercayaan. Kita percaya bahwa Tuhan mencukupkan kebutuhan kita dan menjamin masa depan kita. Sebab itu kita tidak perlu kuatir atau kikir. Dengan memberi persembahan, kita mau mengatakan kepada diri kita bahwa kita tidak takut kekurangan di masa depan, sebab Allah menjamin masa depan. Persembahan adalah tanda iman kita kepada pemeliharaan Allah di masa depan. Sebab itu kita memberi persembahan tidak hanya di masa kelimpahan tetapi juga di masa kekurangan, tidak saja sewaktu kaya namun juga saat miskin. (Flp 4:17-19, II Kor 9:8).

3. Penutup Akitab tidak membicarakan seberapa besar persembahan kita, namun bagaimana cara kita mempersembahkannya pada Tuhan. Yang paling penting adalah kualitas persembahan kita kepadaNya. Jika cara kita benar maka persembahan pastilah berbanding lurus dengan kesanggupan kita untuk memberi. Jika cara kita salah maka hanya publikasi aksi panggung saja yg meramaikan gereja. Kita tidak perlu ragu mengajarkan persembahan yg berbasiskan teologia yg benar, "memberi bukan supaya diberi namun memberi karena sudah diberi". Memaksakan trend stimulan psikologis dalam memberikan persembahan adalah bentuk kekuatiran diri sendiri, seolah-olah Tuhan tidak mampu menopang kebutuhan pelayanan jika tidak kita bantu dengan banner ketuk pintu hati pemirsa atau setting persembahan sebagai aksi panggung. Pastikan persembahan kita kepada Allah adalah penyembahan yg paling baik dan total dalam hidup kita.

KETATALAYANAN

6