KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

91
KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL GRADE DAN ALUMINIUM SCRAP PADA BAJA KARBON MENGGUNAKAN METODE PACK CEMENTATION Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si) Oleh: PURNAMASARI NIM: 11140970000016 PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/ 2018 M

Transcript of KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

Page 1: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

i

KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL GRADE

DAN ALUMINIUM SCRAP PADA BAJA KARBON MENGGUNAKAN

METODE PACK CEMENTATION

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Oleh:

PURNAMASARI

NIM: 11140970000016

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1439 H/ 2018 M

Page 2: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

ii

KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL GRADE

DAN ALUMINIUM SCRAP PADA BAJA KARBON MENGGUNAKAN

METODE PACK CEMENTATION

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Oleh:

PURNAMASARI

NIM: 11140970000016

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1439 H/ 2018 M

Page 3: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...
Page 4: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...
Page 5: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...
Page 6: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

i

ABSTRAK

Metode pelapisan pack cementation dapat digunakan untuk meningkatkan ketahanan

oksidasi temperatur tinggi pada material. Pada penelitian ini, aluminium practical

grade dan aluminium scrap berhasil dideposisikan pada substrat baja karbon

menggunakan metode pack cementation. Untuk mengetahui ketahanan oksidasi

lapisan aluminium practical grade dan aluminium scrap dilakukan pengujian

oksidasi pada temperatur 800°C selama 100 jam. Selanjutnya dilakukan karakterisasi

menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope) dan XRD (X-Ray

diffractometer) untuk mengetahui struktur mikro lapisan dan identifikasi fasa yang

terbentuk. Hasil pengujian oksidasi temperatur 800°C selama 100 jam menunjukkan

bahwa sampel FeAl scrap memiliki ketahanan oksidasi yang lebih baik dibandingkan

dengan FeAl practical grade karena membentuk kurva parabolik dengan perubahan

massa sebesar 0,47 mg/cm2. Hasil SEM menunjukkan bahwa setelah pengujian

oksidasi lapisan aluminium semakin banyak berikatan dengan oksigen dan

membentuk lapisan oksida protektif Al2O3 yang mampu mencegah difusi oksigen

lebih lanjut. Fasa yang terbentuk pada sampel FeAl practical grade sebelum oksidasi

adalah Fe2Al5 dan Al2O3 dan setelah oksidasi membentuk fasa Fe2Al5, FeAl dan

Al2O3. Sedangkan sampel FeAl scrap sebelum dan ssudah oksidasi membentuk fasa

Fe2Al5 dan Al2O3.

Kata Kunci: Pengujian oksidasi, pack cementation, aluminium practical grade,

aluminium scrap, SEM dan XRD

Page 7: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

ii

ABSTRACT

Pack cementation coating method can be used to increase the resistance of high

temperature oxidation of materials. In this study, the aluminium practical grade and

aluminium scrap were successfully deposited on carbon steel substrates using pack

cementation method. To learn the oxidation resistance of practical grade aluminum

and aluminum scrap layers, oxidation test was processed at 800°C temperature for

100 hours. Characterizations were performed using SEM (Scanning Electron

Microscope) and XRD (X-Ray Diffractometer) to determine the microstructure of the

layers and the identification of the phases formed. Results of the oxidation test at

800°C temperature for 100 hours showed that FeAl scrap samples have a better

oxidation resistance compared to FeAl practical grade due to formation a parabolic

curve with a mass change of 0.47 mg/cm2. The SEM results show that after the

oxidation test the aluminum layer increasingly binds to oxygen, and form Al2O3

protective oxide layer that be able to prevent further oxygen diffusion. The phases

formed in FeAl practical grade samples before the oxidation test were Fe2Al5, Al2O3

and after the oxidation test formed Fe2Al5, FeAl, Al2O3 phases. While FeAl scrap

samples before and after oxidation form Fe2Al5 and Al2O3 phases.

Keywords: Oxidation test, pack cementation, practical grade aluminium, aluminium

scrap, SEM and XRD

Page 8: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan pengatur

semesta alam, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, pemilik hari kemudian,

atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi tugas akhir ini tanpa mengalami hambatan yang berarti. Skripsi tugas akhir ini

berjudul “Ketahanan Oksidasi Lapisan Aluminium Practical Grade Dan Aluminium

Scrap Pada Baja Karbon Menggunakan Metode Pack Cementation”.

Skripsi tugas akhir ini dapat berjalan dengan baik karena adanya fasilitas dan

dukungan dari Pusat Penelitian Fisika – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2F –

LIPI) dan Program Studi Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Secara khusus

penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan

kontribusi dalam pembuatan skripsi tugas akhir ini, yakni:

a. Kedua orang tua beserta keluarga besar yang telah memberikan dukungan baik

moril maupun materil.

b. Ibu Dr. Eni Sugiarti, M.Eng. selaku dosen pembimbing lapangan di P2F - LIPI

yang yang telah bersedia memberikan arahan, bimbingan dan dukungan

sehingga penulis dapat menyelesaikan PKL dengan Lancar.

c. Ibu Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si. selaku dosen pembimbing di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah bersedia memberikan dukungan, motivasi dan

bantuannya.

Page 9: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

iv

d. Ibu Dr. Rike Yudianti selaku kepala P2F – LIPI yang telah memberikan ijin

untuk melaksanakan Tugas Akhir.

e. Bu Desti, Kak Fitri dan Kak Tya yang telah membantu dalam analisis data dan

proses penelitian di laboratorium.

f. Teman – teman di Laboratorium High Resistance Material (HRM) yaitu Indah,

TB Suryaman, Justin, Kalim, Yere, Edison, Edo dan Khisnu yang telah

memberikan motivasi dan bantuan dalam pelaksanaan Tugas Akhir.

g. Teman – teman Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2014 yang

selalu memberikan motivasi kepada penulis.

h. Serta semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini, yang

tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga semua pihak yang telah membantu

mendapatkan limpahan kasih sayang, ridho dan magfhiroh Allah SWT. Aamin.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak luput dari kesalahan

dan kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kriik dan saran yang bersifat

membangun dari pembaca.

Akhir kata penulis berharap semoga Allah SWT memberkahi skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis maupun bagi yang berkenan

membacanya.

Jakarta, Juli 2018

Penulis

Page 10: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................iii

PENGESAHAN UJIAN ............................................................................................iv

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................................v

ABSTRAK ..................................................................................................................vi

ABSTRACT ..............................................................................................................vii

KATA PENGANTAR .............................................................................................viii

DAFTAR ISI ...............................................................................................................x

DAFTAR TABEL ....................................................................................................xiii

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................xiv

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................1

1.1. Latar Belakang ...........................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................5

1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................................5

1.4. Batasan Masalah ........................................................................................5

1.5. Manfaat Penelitian .....................................................................................6

1.6. Sistematika Penulisan ................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................8

2.1. Baja Karbon .............................................................................................10

2.2. Aluminium .................................................................................................9

2.3. Metode Pack Cementation .......................................................................12

Page 11: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

vi

2.3.1. Aluminizing ...............................................................................13

2.3.2. Keunggulan Proses Pack Cementation ....................................14

2.3.3. Mekanisme Proses Pack Cementation .....................................15

2.4. Oksidasi Temperatur Tinggi ....................................................................16

2.4.1. Proses Oksidasi Temperatur Tinggi ........................................16

2.4.2. Penebalan Lapisan Oksida ......................................................17

2.4.3. Kinetika Oksidasi ....................................................................19

2.5. Prinsip Kerja Alat Karakterisasi ............................................................21

2.5.1. SEM (Scanning Electron Microscope) ...................................22

2.5.2. XRD (X-Ray Diffraction) .......................................................24

BAB III METODE PENELITIAN ..........................................................................29

1.1. Waktu dan Tempat penelitian ..................................................................29

1.2. Bahan dan Peralatan Penelitian ...............................................................29

1.2.1. Bahan Penelitian ...........................................................................29

1.2.2. Peralatan Penelitian ......................................................................34

1.2.3. Alat Karakterisasi .........................................................................39

1.3. Diagram Alir Penelitian ...........................................................................39

1.4. Prosedur Penelitian ..................................................................................41

1.4.1. Preparasi Substrat .........................................................................41

1.4.2. Preparasi Serbuk Pelapis ...............................................................42

1.4.3. Proses Pelapisan Metode Pack Cementation ................................45

1.4.4. Proses Uji Oksidasi .......................................................................47

Page 12: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

vii

1.5. Variabel Penelitian ...................................................................................49

1.6. Karakterisasi Sampel ...............................................................................49

1.6.1. SEM (Scanning Electron Microscope) .........................................49

1.6.2. XRD (X-Ray Diffractometer) .......................................................51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................52

4.1. Pengamatan Visual Kondisi Sampel ........................................................52

4.2. Perubahan Massa Setelah Proses Oksidasi ..............................................54

4.3. Morfologi Permukaan Lapisan FeAl .......................................................58

4.4. Struktur Mikro Penampang Melintang Lapisan FeAl .............................60

4.4.1. EDS-Mapping Penampang Melintang Lapisan FeAl .............60

4.4.2. Line Analysis Penampang Melintang Lapisan FeAl ...............65

4.4.3. Identifikasi Fasa Lapisan FeAl ...............................................69

BAB V PENUTUP ....................................................................................................72

5.1. Kesimpulan ..............................................................................................72

5.2. Saran ........................................................................................................73

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................74

Page 13: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Sifat Fisika Aluminium .............................................................................11

Tabel 3.1. Bahan Penelitian ........................................................................................30

Tabel 3.2. Peralatan Penelitian ...................................................................................34

Tabel 3.3. Alat Karakterisasi ......................................................................................39

Tabel 4.1. Kondisi sampel sebelum dan sesudah oksidasi .........................................53

Tabel 4.2. Perubahan massa setelah oksidasi .............................................................54

Page 14: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Aluminium .............................................................................................11

Gambar 2.2. Skematik Proses Pack Cementation ......................................................16

Gambar 2.3. Lapisan oksida berpori ...........................................................................17

Gambar 2.4. Lapisan oksida tidak berpori ........................................................................18

Gambar 2.5. Berbagai bentuk oksidasi pada logam ...................................................20

Gambar 2.6. Prinsip Kerja SEM .................................................................................23

Gambar 2.7. Hukum Bragg pada XRD .......................................................................26

Gambar 2.8. Skema alat uji XRD ...............................................................................27

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian .........................................................................40

Gambar 3.2. Diagram alir preparasi substrat ..............................................................42

Gambar 3.3. Proses Pembersihan Aluminium Scrap ..................................................43

Gambar 3.4. Diagram Alir Pembuatan Al Pack Mixture ............................................44

Gambar 3.5. Diagram Alir Proses Pack cementation .................................................46

Gambar 3.6. Sampel untuk Proses Pack Cementation ...............................................47

Gambar 3.7. Pola Waktu Tahan Pengujian Oksidasi ..................................................48

Gambar 3.8. Susunan Sampel untuk Uji Oksidasi ......................................................48

Gambar 3.9. Diagram Alir Pembuatan Larutan Elektrolit Cu – Plating ....................50

Gambar 3.10 Preparasi Sampel Cross Section Sebelum Karakterisasi ......................51

Gambar 4.1. Kurva perubahan massa uji oksidasi ......................................................56

Gambar 4.2. Morfologi permukaan sampel ................................................................59

Page 15: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

x

Gambar 4.3. EDS-Mapping FeAl practical grade sebelum oksidasi .........................61

Gambar 4.4. EDS-Mapping FeAl practical grade setelah oksidasi ...........................61

Gambar 4.5. EDS-Mapping FeAl scrap sebelum oksidasi .........................................61

Gambar 4.6. EDS-Mapping FeAl scrap setelah oksidasi ...........................................61

Gambar 4.7. Line analysis FeAl practical grade ......................................................65

Gambar 4.8. Line analysis FeAl scrap .......................................................................66

Gambar 4.9. Pola Difraksi Sinar-X ............................................................................69

Page 16: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Baja karbon rendah merupakan salah satu jenis baja yang banyak

digunakan dalam kehidupan, karena harganya yang relatif murah

dibandingkan dengan baja paduan. Namun, seiring dengan luasnya

penggunaan baja karbon rendah, diperlukan peningkatan sifat mekaniknya

terutama dari segi kekuatan dan ketahanan terhadap korosi. Baja karbon

rendah memiliki presentase unsur karbonnya dibawah 0,25%, sedangkan

unsur pembentuk lainnya seperti Mn tidak lebih dari 0,8%, Si tidak lebih dari

0,5%, demikian pula dengan unsur Cu tidak lebih dari 0,6%. Sehingga baja

karbon rendah memliki sifat kekerasan yang relatif rendah, lunak dan

keuletannya tinggi (Baddarudin, 2014).

Penggunaan baja karbon rendah selama aplikasinya selalu

berinteraksi dengan lingkungan terutama pada temperatur tinggi contohnya

pada pipa uap panas seiring dengan lamanya penggunaan baja karbon rendah

akan mengalami degradasi. Maka dari itu perlu adanya pencegahan atau

meminimalisir dampak oksidasi pada material seperti logam agar dapat

diaplikasikan lebih optimal dan luas lagi. Salah satu cara untuk meningkatkan

ketahanan oksidasi pada baja karbon yaitu dengan memberikan lapisan pada

permukaan baja karbon dengan logam yang memiliki ketahanan tinggi pada

Page 17: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

2

temperatur tinggi (Sun, dkk., 2017). Dengan langkah tersebut diharapkan

biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi material baja karbon yang lebih

tahan terhadap korosi tidak terlalu tinggi.

Dalam kehidupan, oksida tidak dapat dihindarkan karena oksida dapat

terjadi pada bahan apa saja dan di mana saja, hampir semua benda padat

dapat teroksidasi atau tidak kebal serangan oksidasi (Hou, 2014) . Setiap jenis

logam memiliki kimiawi, fisik dan mekanik yang berbeda – beda serta

memiliki kelebihan dan kekurangan terhadap oksidasi. Proses oksidasi dapat

merubah struktur maupun sifat kimia dari material tersebut (Asencious,

2012). Sebagai contoh akibat proses oksidasi adalah besi berkarat setelah

beberapa tahun. Proses oksida ini dapat mengurangi performa dari material.

Oleh karena itu, banyak proses perlindungan terhadap material logam untuk

mencegah reaksi dengan oksigen (Sun, dkk., 2017).

Salah satu material yang tahan oksidasi pada temperatur tinggi adalah

aluminium. Selain itu, aluminium juga memiliki koefisien pemuaian rendah

dan penghantar listrik yang baik. Sehingga aluminium dapat digunakan untuk

melindungi permukaan baja agar tidak korosi. Selama proses oksidasi lapisan

aluminium akan menghasilkan lapisan oksida protektif diatas permukaan

pelapis. Lapisan oksida protektif mampu menghalangi difusi oksigen lebih

lanjut (Bae Kyun Kim, 2013). Oleh karena itu, pada lapisan pengikat harus

terdiri dari logam yang dapat membentuk lapisan oksida protektif. Lapisan

oksida protektif pada aluminium yaitu alumina (Al2O3).

Page 18: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

3

Aluminium banyak digunakan dalam peralatan dapur, bahan

kontruksi bangunan dan ribuan aplikasi lainnya dimana logam yang mudah

dibuat dan kuat. Walau konduktifitas listriknya hanya 60% dari tembaga,

namun aluminium dapat digunakan sebagai bahan transmisi karena ringan

(Hongniniu, 2004). Aluminium murni sangat lunak dan tidak kuat, tetapi

dapat dicampur dengan tembaga, magnesium, silikon, mangan dan unsur –

unsur lainnya untuk membentuk sifat yang menguntungkan. Namun

demikian, masalah lain yang ditimbulkan dari pengembangan industri

aluminium tersebut terjadi pada tingkat industri rumah tangga. Penggunaan

aluminium yang sangat luas akan mengakibatkan timbulnya limbah yang

dampaknya akan sangat berbahaya untuk lingkungan (Samuel, 2003). Oleh

karena itu, untuk meminimalisir limbah aluminium perlu dilakukan daur

ulang, salah satunya adalah sebagai bahan pelapis untuk melindungi logam

agar tidak teroksidasi.

Pada dekade terakhir, kombinasi unsur besi (Fe) dan Al telah

diaplikasikan dalam teknologi coating. Kombinasi Fe-Al diharapkan dapat

membentuk intermetalik Fe-Al untuk diaplikasikan sebagai coating pada

suhu tinggi. Hal ini karena densitas rendah, kekuatan spesifik tinggi, suhu

lebur tinggi, konduktivitas termal tinggi, serta ketahanan oksidasi dan korosi

yang sangat baik (Nisa dkk., 2016).

Banyak penelitian yang telah dilakukan melalui proses aluminizing

serbuk pelapis dan diproses pada temperatur 900°C selama 2 jam. Setelah

itu dilakukan heat treatment pada temperatur 1050°C selama 5 jam. Tetapi

Page 19: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

4

pelapisan pada permukaan tidak homogen dengan terdapat porositas yang

tinggi. Sedangkan dengan metode pack cementation pada temperatur 770°C

selama 12 jam lapisan aluminium tersebut padat dan homogen tersebar

merata pada permukaan dengan ketebalan 20 μm (Sun, dkk., 2017).

Untuk melapisi aluminium pada baja karbon menggunakan metode

pack cementation dengan prinsip diffusion coating. Proses pack cementation

terdiri dari 4 komponen utama yaitu substrat yang akan dilapisi, serbuk

masteralloy (unsur yang akan dideposisikan), aktivator (NH4Cl,

CrCl3.6H2O, AlCl3, AlF2) dan serbuk Al2O3 sebagai inert filler. Pack

cementation merupakan metode pelapisan difusi yang relatif murah dan

layak secara komersial, sangat serbaguna karena mampu melapisi benda

seperti pipa, bahkan benda-benda yang memiliki bentuk kompleks. Pada

metode ini pertumbuhan pelapis pada permukaan substrat berlangsung

dengan gradien yang continuous, ikatan pelapis dengan substrat sangat baik

dan ketahanan terhadap fatigue termal yang sangat baik (Bianco dan Rapp,

1996).

Pada penelitian ini, diteliti tentang proses pelapisan aluminium

practical grade dan aluminium scrap (aluminium sisa) menggunakan

metode pack cementation dan pengujian oksidasi selama 100 jam pada

temperatur 800°C. Hasil pengujian berupa perubahan massa, struktur mikro

dan identifikasi fasa akan memberikan informasi mengenai ketahanan

oksidasi lapisan tersebut.

Page 20: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

5

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana ketahanan oksidasi pada lapisan aluminium practical grade

dan aluminium scrap pada baja karbon dengan temperatur 800 ºC selama

100 jam?

2. Bagaimana struktur mikro lapisan aluminium practical grade dan

aluminium scrap pada baja karbon?

3. Fasa – fasa apa saja yang terbentuk pada lapisan aluminium practical

grade dan aluminium scrap pada baja karbon?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menentukan ketahanan oksidasi sistem pelapisan baja karbon yang dilapisi

dengan aluminium practical grade dan aluminium scrap pada temperatur

800 ºC selama 100 jam

2. Mengamati struktur mikro pada sistem pelapisan baja karbon yang dilapisi

dengan aluminium practical grade dan aluminium scrap

3. Menentukan fasa – fasa yang terbentuk pada sistem pelapisan baja karbon

yang dilapisi dengan aluminium practical grade dan aluminium scrap

1.4. Batasan Masalah

1. Substrat yang digunakan pada proses pelapisan adalah baja karbon rendah.

2. Bahan pelapis substrat menggunakan aluminium practical grade,

aluminium scrap powder cleaning, aluminium scrap powder no cleaning

dan aluminium pure scrap.

Page 21: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

6

3. Metode yang digunakan pada proses pelapisan adalah pack cementation

dengan suhu 800 ºC dan ditahan selama 20 menit di dalam Heated

Horizontal Furnace.

4. Pengujian oksidasi menggunakan muffle furnace pada temperatur 800 ºC

selama 100 jam.

5. Identifikasi fasa sampel menggunakan X – Ray Diffractometer dengan

analisa menggunakan software high score plus dan PDF2.

6. Pengamatan struktur mikro penampang melintang dan permukaan sampel

menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM).

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai sistem pelapisan baja karbon pada aluminium scrap

menggunakan metode pack cementation. Melalui penelitian ini diharapkan

menjadi acuan pengembangan lapisan logam pada lingkungan bersuhu

tinggi. Selain itu, penggunaan aluminium scrap untuk menanggulangi

limbah aluminium sisa produksi agar tidak berbahaya bagi lingkungan.

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Page 22: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menjelaskan beberapa topik yang menjadi landasan teori

penelitian diantaranya, baja karbon, aluminium, metode pack cementation,

oksidasi temperatur tinggi dan prinsip kerja alat karakterisasi.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini menjelaskan waktu dan tempat pelaksanaan, bahan dan alat

penelitian, diagram alir penelitian dan prosedur penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menjelaskan data-data yang terkait dengan hasil penelitian.

Data-data tersebut meliputi, hasil pengujian oksidasi, hasil karakterisasi

dengan XRD dan hasil karakterisasi dengan SEM

BAB V PENUTUP

Pada bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan

memberikan saran untuk penelitian selanjutnya.

Page 23: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Baja Karbon

Baja karbon adalah paduan antara besi (Fe) dan Karbon (C) dengan kadar

C sampai 2,14%. Sifat-sifat mekanik baja karbon tergantung dari kadar C yang

dikandungnya. Setiap baja termasuk baja karbon sebenarnya adalah paduan multi

komponen yang disamping Fe selalu mengandung unsur-unsur lain seperti

Mangan (Mn), Silikon (Si), Sulfur (S), Phosphor (P) yang dapat mempengaruhi

sifat-sifatnya.

Pengaruh dari unsur diatas adalah sebagai berikut (Amin Nasution, 2008) :

1. Si dan Mn

Biasanya kandungan paling banyak untuk Si adalah 0,4 % dan untuk Mn

adalah 0,5 – 0,8%. Kedua unsur ini tidak banyak berarti pengaruhnya terhadap

sifat mekanik dari baja. Mn dipakai untuk mengurangi sifat rapuh panas dan

mampu menghilangkan lubang-lubang pada saat proses penuangan/pembuatan

baja.

2. Phosphor

Phosphor dalam baja karbon akan mengakibatkan kerapuhan dalam

keadaan dingin. Semakin besar presentase phosphor semakin tinggi batas

tegangan tariknya, tetapi impact strength dan ductility nya turun. Presentase

Page 24: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

9

phosphor pada baja paling tinggi 0,08 %, tetapi pada baja karbon rendah

presentasenya 0,15 – 0,20 % untuk memperbaiki sifat mach inability nya yaitu

supaya chips/tatal yang terjadi tidak sambung-menyambung melainkan dapat

putus-putus.

Baja karbon dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian menurut kadar

karbon (C) yang dikandungnya, yaitu (Arif Tjahjono, 2014):

1. Baja karbon rendah (low carbon steel)

Baja karbon dengan kandungan unsur karbon antara 0,1 s/d 0,30 %. Baja

karbon jenis ini memiliki kekuatan yang relatif rendah namun memiliki

elastisitas dan keuletan yang baik. Selain itu, mampu mesin dan mampu lasnya

juga cukup baik. Dari semua jenis baja, biaya produksi dan pengelasan baja

karbon rendah adalah yang paling murah. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, baja

jenis ini sesuai untuk tujuan fibraksi, konstruksi, dan struktural. Baja karbon

rendah biasanya digunakan sebagai bahan penyusun body mobil, pipa saluran,

konstruksi bangunan dan jembatan.

2. Baja karbon sedang (medium carbon steel)

Baja karbon sedang memiliki konsentrasi kandungan karbon antara 0,3

s/d 0,6 %. Pada dasarnya baja karbon sedang memiliki sifat kekerasan yang

rendah namun dapat ditingkatkan dengan baik melalui proses perlakuan panas

(heat treatment) dalam bagian yang sangat tipis dan laju pendinginan

(quenching rates) yang sangat cepat. Aplikasinya digunakan sebagai bahan

penyusun roda serta rel kereta api, gir, poros mesin, dan komponen mesin lain

Page 25: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

10

yang membutuhkan kekuatan tinggi, ketahanan aus (wear resistance) dan

kekerasan.

3. Baja karbon tinggi (high carbon steel)

Baja jenis ini normalnya memiliki kandungan karbon antara 0,7 s/d 1,5

%. Baja ini merupakan baja karbon yang memiliki kekerasan dan kekuatan yang

paling tinggi namun keuletannya paling rendah. Baja karbon tinggi biasanya

digunakan sebagai alat pemotong dan pembentuk bahan, seperti: pisau dan gergaji

besi. Baja karbon tinggi juga digunakan sebagai bahan pegas dan kawat

berkekuatan tinggi.

2.2. Aluminium

Aluminium ialah unsur kimia dengan lambang Al dan nomor atomnya 13.

Aluminium merupakan logam paling berlimpah dan bukan termasuk jenis logam

berat, namun merupakan elemen yang berjumlah sekitar 8% dari permukaan bumi

dan paling berlimpah ketiga setelah oksigen dan silikon. Aluminium merupakan

logam mengkilap berwarna putih keperakan yang ringan dan kuat. Aluminium

memiliki struktur kristal FCC (Face Centered Cubic), pada temperatur ruang

parameter kisinya adalah 0,40495 nm.

Page 26: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

11

Gambar 2.1. Aluminium(https://en.wikipedia.org/wiki/Aluminium)

Tabel 2.1. Sifat Fisika Aluminium

Sifat fisika

Fase solid

Titik lebur 933,47 K (660,32 °C, 1220,58 °F)

Titik didih 2792 K (2519 °C, 4566 °F)

Density 2,70 g/cm3

Density saat cair 2,375 g/cm3

Kalor peleburan 10,71 kJ/mol

Kalor penguapan 294 kJ/mol

Kapasitas kalor molar 24,2 J/(mol·K)

Aluminium memiliki daya gabung yang tinggi terhadap oksigen dan karena

itu dikatakan bahwa mudah sekali mengoksidasi (berkarat), namun dalam

kenyataannnya mempunyai daya tahan karat yang sangat baik. Hal itu disebabkan

adanya lapisan tipis akan tetapi jenuh oksigen yang terbentuk pada permukaan

aluminium dan akan melindunginya dari serangan atmosfer. Di samping sifat

tahan karat yang baik, aluminium mempunyai sifat penghantar panas yang tinggi

dan memiliki sifat penghantar listrik yang baik. Selain itu, aluminium memiliki

Page 27: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

12

sifat mudah ditempa (malleability) yang memungkinkannya dihasilkan dalam

bentuk lembaran yang tipis.

Terdapat dua faktor yang turut mendukung perlindungan terhadap oksidasi

oleh lapisan oksida pada aluminium, yaitu:

1. Dibandingkan dengan oksida lain, ion Al3+

dan O2-

terikat dengan kuat,

sehingga ion aluminium tidak dapat terdifusi dengan mudah melalui lapisan

oksida ke permukaan.

2. Struktur kristal Al2O3 dan aluminium bersifat koheren yaitu struktur – struktur

kristal dari kedua fasa tersebut mempunyai dimensi yang sama sehingga

terdapat ikatan yang kuat antara lapisan oksida dengan logam.

2.3. Metode Pack Cementation

Pack cementation merupakan salah satu metode dari Chemical Vapour

Deposition (CVD). Dalam proses ini, komponen-komponen yang ingin dilapisi

dicelupkan ke dalam campuran bubuk (pack mixture). Pack cementation adalah in

situ dari Chemical Vapour Deposition (CVD) tergolong proses batch yang sering

digunakan untuk menghasilkan lapisan pada substrat yang memiliki ketahanan

yang baik terhadap korosi dan tahan aus. Metode ini sudah diterapkan lebih dari

75 tahun karena tergolong metode yang ekonomis dan mudah diterapkan. Metode

pack cementation terdiri dari empat komponen utama yaitu substrat (bagian yang

akan dilapisi), materalloy (serbuk dari elemen atau unsur-unsur yang akan

didepositkan pada permukaan substrat, seperti Cr/Al/Si), aktivator garam halida

Page 28: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

13

atau energizer (NaCl, NaF, NH4Cl, dll), dan innert filler (misalnya Al2O3, SiO2

atau SiC). Serbuk masteralloy, aktivator garam halida dan innert filler dicampur

secara homogen menghasilkan pack mixture dan komponen-komponen yang akan

dilapisi dicelupkan ke dalam pack mixture ini di dalam retort tahan panas

kemudian ditutup dengan semen alumina. Salah satu jenis retort yang dapat

digunakan adalah retort berbentuk silinder dari alumina murni (Al2O3) dengan

salah satu ujung tertutup. Retort yang sudah ditutup dan direkatkan kemudian

diinduksi atau diberi resistensi panas pada suhu yang sangat tinggi (misalnya 800-

1100 °C) dan kondisi internalnya dijaga dalam keadaan inert dengan

menggunakan gas argon (Hubby, dkk., 2007)

Pada suhu tinggi, masteralloy akan bereaksi dengan aktivator garam halida

menghasilkan halida logam yang mudah menguap dan menyebar dalam bentuk

fase gas melalui pori-pori pack, sehingga unsur-unsur pelapis dapat berdifusi dan

berdeposit ke permukaan substrat. Suhu proses yang digunakan harus tepat

sehingga dihasilkan tekanan uap halida yang dapat mendepositkan unsur-unsur

pelapis dan difiusi solid-state dapat terjadi. Karena pada umumnya nilai tekanan

uap gas halida dari masing-masing unsur sangat berbeda jauh, maka biasanya

hanya satu unsur yang didepositkan yaitu hanya aluminizing, chromizing atau

siliconizing,dll (Fu, dkk., 2014).

2.3.1. Aluminizing

Proses aluminizing diciptakan oleh Van Aller pada tahun 1911.

Prosesnya dengan cara menempatkan potongan Fe atau Cu ke dalam

Page 29: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

14

campuran serbuk Al, NH4Cl dan grafit yang kemudian dipanaskan sampai

450°C selama 2 jam diikuti dengan interdifusi postdeposition ketika di heat

treatment pada temperatur 700-800 °C. Lapisan yang dihasilkan terdiri dari

komposisi permukaan kaya Al atau senyawa intermetalik, tergantung pada

substrat, aktivator garam halida dan potensi kimia dari sumber Al.

Aluminizing awalnya digunakan untuk melapisi kawat Fe untuk elemen

pemanas dan melapisi tabung Cu untuk digunakan dalam pembangkit listrik

tenaga uap. Pembentukan scale protektif Al2O3 sangat berguna untuk

meningkatkan ketahanan oksidasi pada kondisi temperatur tinggi (Bianco dan

Rapp, 1996).

2.3.2. Keunggulan Proses Pack Cementation

Halide-activated Pack Cementation (HAPC) adalah proses pelapisan

difusi yang relatif murah dan layak secara komersial. HAPC sangat serbaguna,

mampu melindungi benda-benda besar seperti pipa panjang, piringan besar

atau benda-benda dengan bentuk yang kompleks. Karena pertumbuhan pelapis

pada permukaan substrat berlangsung dengan gradien yang continuos, ikatan

pelapis dengan substrat sangat baik dan ketahanan terhadap fatigue termal

yang sangat baik. Pelapisan dengan difusi seperti HAPC dan CVD, dilakukan

pada suhu tinggi guna mendukung reaksi simultan dan terjadi interdifusi pada

substrat (Bianco dan Rapp, 1996).

Page 30: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

15

2.3.3. Mekanisme Proses Pack Cementation

Dalam proses pack cementation yang dilakukan pada suhu tinggi,

masteralloy dan aktivator garam halida bereaksi membentuk spesi uap logam

halida yang memiliki tekanan parsial tertentu sesuai dengan persamaan

berikut:

Me(alloy) + AXx(s atau l) = Me AXx(g) + A (l atau g) .........................(2.1)

Dimana Me adalah Cr, Al atau Si; A adalah Na, NH4, dll; dan X

adalah F, Cl atau Br. Dari reaksi tersebut terbentuk beberapa jenis gas untuk

setiap elemen (misalnya Al: AlX, AlX2, AlX3; Cr: CrX2, CrX3, CrX4; dan Si:

SiX2, SiX3, SiX4).

Setiap jenis gas memiliki gradien tekanan parsial yang berfungsi

untuk memindahkan jenis gas yang mengandung unsur pelapis dari pack ke

permukaan substrat. Gradien tekanan parsial tersebut dihasilkan dari aktivitas

termodinamika yang tinggi dan aktivitas termodinamika yang rendah dari

unsur pelapis dalam campuran serbuk. Pada permukaan, pendepositan unsur-

unsur pelapis yang diinginkan terjadi melalui disosiasi dari molekul halida,

atau dengan reaksi perpindahan unsur dengan substrat. Akhirnya, terjadi

interdifusi (perpindahan dari konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi rendah)

unsur-unsur pelapis pada substrat logam, menghasilkan komposisi dan

mikrostruktur tertentu pada permukaan atau mungkin membentuk fasa

tertentu. Skematik dari proses pack cementation dapat dilihat pada gambar

2.3 dibawah ini (Bianco dan Rapp, 1996)

Page 31: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

16

Gambar 2.2. Skematik Proses Pack Cementation

(http://efcweb.org/ppf.html, Juli 2018)

2.4. Oksidasi Temperatur Tinggi

2.4.1. Proses Oksidasi Temperatur Tinggi

Korosi kimia atau korosi kering atau korosi temperatur tinggi adalah

proses korosi yang terjadi melalui reaksi kimia secara murni yang terjadi tanpa

adanya elektrolit atau dapat dikatakan tanpa melibatkan air dengan segala

bentuknya. Korosi kimia biasanya terjadi pada kondisi temperatur tinggi atau

dalam keadaan kering yang melibatkan logam dengan oksigen, nitrogen dan

sulfida.

Tahap oksidasi dimulai dengan absorpsi oksigen, reaksi kimia untuk

membentuk permukaan oksida, nukleasi oksida dan pertumbuhan lapisan

untuk membentuk proteksi. Persyaratan dari lapisan yang berfungsi sebagai

lapisan proteksi adalah homogen, daya lekat tinggi, tidak ada kerusakan mikro

maupun makro baik yang berupa retak atau terkelupas. Biasanya lapisan

oksida sebagai lapisan pelindung ini adalah Al2O3. Lapisan yang terbentuk

Page 32: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

17

bisa sangat tipis dan retak atau hilang sehingga tidak memberikan proteksi.

Akibat retak mikro maupun makro, oksigen akan masuk melewati lapisan

oksida dan mengoksida metal. Lapisan oksida yang tebal dengan daya lekat

tinggi akan melindungi metal dari oksida berikutnya. Lapisan dari oksida

Al2O3 dikenal sebagai lapisan tipis dengan daya lekat kuat dan protektif

terhadap logam dari proses oksidasi (Denny A. Jones, 1992).

2.4.2. Penebalan Lapisan Oksida

Pada umumnya lapisan oksida yang terjadi di permukaan metal

cenderung menebal. Berikut ini beberapa mekanisme yang mungkin terjadi,

antara lain:

a. Jika lapisan oksida yang pertama terbentuk adalah berpori, maka molekul

oksigen bisa masuk melalui pori-pori tersebut dan kemudian bereaksi

dengan metal di perbatasan metaloksida. Lapisan oksida bertambah tebal.

Lapisan oksida ini bersifat non-protektif, tidak memberikan perlindungan

pada metal yang dilapisinya terhadap proses oksidasi lebih lanjut.

Gambar 2.3. Lapisan oksida berpori (Erizal Dwi Handoko, 2012)

Page 33: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

18

b. Jika lapisan oksida tidak berpori, ion metal bisa berdifusi menembus

lapisan oksida menuju bidang batas oksida-udara, dan di perbatasan

oksida-udara ini metal bereaksi dengan oksigen dan menambah tebal

lapisan oksida yang telah ada. Proses oksidasi berlanjut di permukaan.

Dalam hal ini elektron bergerak dengan arah yang sama agar pertukaran

elektron dalam reaksi ini bisa terjadi.

Gambar 2.4. Lapisan oksida tidak berpori (Erizal Dwi Handoko, 2012)

c. Mekanisme lain yang mungkin terjadi adalah gabungan antara (a) dan (b)

dimana ion metal dan elektron bergerak ke arah luar sedang ion oksigen

bergerak ke arah dalam. Reaksi oksidasi biasa terjadi di dalam lapisan

oksida.

Terjadinya difusi ion, baik ion metal maupun ion oksigen, memerlukan

koefisien difusi yang cukup tinggi. Sementara itu gerakan elektron

menembus lapisan oksida memerlukan konduktivitas listrik oksida yang

cukup tinggi pula. Oleh karena itu jika lapisan oksida memiliki konduktivitas

listrik rendah, laju penambahan ketebalan lapisan juga rendah karena terlalu

Page 34: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

19

sedikitnya elektron yang bermigrasi dari metal menuju perbatasan oksida-

udara yang diperlukan untuk pertukaran elektron dalam reaksi.

Jika koefisien difusi rendah, pergerakan ion metal ke arah perbatasan

oksida-udara akan lebih lambat dari migrasi elektron. Penumpukan ion metal

akan terjadi di bagian dalam lapisan oksida dan penumpukan ion ini akan

menghalangi difusi ion metal lebih lanjut. Koefisien difusi yang rendah dan

konduktivitas listrik yang rendah dapat membuat lapisan oksida bersifat

protektif, menghalangi proses oksidasi lebih lanjut.

2.4.3. Kinetika Oksidasi

Logam yang bereaksi dengan oksigen atau gas lainnya pada temperatur

tinggi akan mengalami reaksi kimia. Pada tingkat oksidasi, hukum kinetika

parabola, linier dan logaritmik menggambarkan tingkat oksidasi untuk logam

umum dan logam paduan. Dalam hal ini oksigen bereaksi untuk membentuk

oksida pada permukaan logam, diukur dengan penambahan berat.

Penambahan berat pada setiap waktu (t) selama oksidasi sebanding dengan

ketebalan oksida (x). Logam tertentu, seperti baja, zirconium harus dilapisi

untuk pencegahan korosi, karena memiliki tingkat oksidasi yang tinggi

(Trethwey dan Chamberlin, 1991).

Page 35: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

20

Gambar 2.5. Berbagai bentuk oksidasi pada logam (R.E. Smallman, 2000)

Pada temperatur intermediet (antara 250 ºC - 1000 ºC untuk Fe)

oksida berkembang terhadap waktu mengikuti hukum parabola (𝑥2 ∝ 𝑡)

untuk hampir semua logam. Di daerah ini pertumbuhan merupakan proses

aktivasi-termal dan ion-ion melalui lapisan oksida dengan gerakan termal dan

kecepatannya bermigrasi bergantung pada jenis cacat struktur dalam kisi

oksida. Tegangan yang besar, baik tekan maupun tarik seringkali dialami

lapisan oksida dan terjadi efek pengelupasan ketika lapisan oksida pelindung

retak dan lepas. Pengelupasan berulang yang terjadi pada skala kecil

menghalangi pertumbuhan parabolik yang lebih luas dan oksida memiliki laju

linier bahkan lebih cepat.

Pada temperatur rendah dan untuk lapisan oksida yang tipis, berlaku

hukum laju logaritmik. Atom oksigen di bagian luar permukaan menjadi ion

negatif dengan menangkap elektron dari logam yang terletak di bawah

lapisan tipis dan dengan demikian terjadi gaya tarik elektrostatik pada ion

positif di dalam logam. Apabila ketebalan oksida sekitar <10 nm, lapisan ini

Page 36: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

21

membentuk medan listrik yang sangat besar yang menarik ion yang berdifusi

melalui lapisan dan mempercepat proses oksidasi. Dengan bertambah

tebalnya lapisan, kekuatan medan berkurang karena jarak antara ion positif

dan ion negatif bertambah.

Apabila tebal kerak bertambah mengikuti hukum parabolik, resultan

tegangan yang terjadi pada antamuka bertambah dan akhirnya lapisan oksida

mengalami kegagalan perpatahan sejajar dengan antarmuka atau mengalami

perpatahan geser atau perpatahan tarik melalui lapisan. Di daerah ini laju

oksidasi meningkat sehingga terjadi peningkatan tegangan yang kemudian

berkurang lagi akibat perpatahan lokal di kerak oksida. Apabila pada waktu

bersamaan terjadi proses perpatahan kerak meliputi seluruh permukaan

spesimen maka laju oksidasi yang bersifat parabolik berubah menjadi rata

dan laju oksidasi mengikuti hukum linier.

Hukum pertumbuhan linier terjadi dikarenakan oksida yang terbentuk

dalam volume kecil sehingga tidak mampu menghalang difusi oksigen ke

logam. Laju pertumbuhan ini dialami oleh logam pada temperatur tinggi.

Reaksi ini biasanya terjadi karena reaksi pada permukaan atau batas fasa,

contoh reaksi keadaan stabil yang dibatasi oleh absorpsi reaktan pada

permukaan, reaksi yang disebabkan oleh terbentuknya oksida yang stabil

pada logam, atau difusi yang melalui lapisan protektif dengan ketebalan

konstan. Pada beberapa logam seperti logam alkali dan logam tanah alkali,

hukum laju linier biasanya terjadi ketika adanya crack lapisan protektif atau

Page 37: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

22

terkelupas yang mengalami akses secara langsung gas ke logam. Hasilnya

adalah laju oksidasi yang sangat cepat.

2.5. Prinsip Kerja Alat Karakterisasi

2.5.1. SEM (Scanning Electron Microscope)

Scanning Electron Microscope (SEM) adalah sebuah mikroskop

elektron yang didesain untuk menyelidiki permukaan dari objek solid secara

langsung. SEM memiliki perbesaran 10 – 3000000x, depth of field 4 – 0.4

mm dan resolusi sebesar 1 – 10 nm. Kombinasi dari perbesaran yang tinggi,

depth of field yang besar, resolusi yang baik, kemampuan untuk mengetahui

komposisi dan informasi kristalografi membuat SEM banyak digunakan

untuk keperluan penelitian dan industri (A. Khursheed, 2013).

Prinsip kerja dari SEM ini adalah dengan menggambarkan permukaan

benda atau material dengan berkas elektron yang dipantulkan dengan energi

tinggi. Permukaan material yang disinari atau terkena berkas elektron akan

memantulkan kembali berkas elektron atau dinamakan berkas elektron

sekunder ke segala arah. Tetapi dari semua berkas elektron yang dipantulkan

terdapat satu berkas elektron yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi.

Detektor yang terdapat di dalam SEM akan mendeteksi berkas elektron

berintensitas tertinggi yang dipantulkan oleh benda atau material yang

dianalisis. Selain itu juga dapat menentukan lokasi berkas elektron yang

berintensitas tertinggi itu (Mikrajuddin Abdullah, 2009).

Page 38: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

23

Gambar 2.6. Prinsip Kerja SEM (L. Reimer, 2013)

Ketika dilakukan pengamatan terhadap material, lokasi permukaan benda

yang ditembak dengan berkas elektron yang ber intensitas tertinggi di – scan

keseluruh permukaan material pengamatan. Karena luasnya daerah pengamatan

kita dapat membatasi lokasi pengamatan yang kita lakukan dengan melakukan

zoom – in atau zoom – out. Dengan memanfaatkan berkas pantulan dari benda

tersebut maka informasi dapat di ketahui dengan menggunakan program

pengolahan citra yang terdapat dalam komputer. SEM (Scanning Electron

Microscope) memiliki resolusi yang lebih tinggi dari pada mikroskop optik. Hal

ini di sebabkan oleh panjang gelombang de Broglie yang memiliki elektron lebih

pendek dari pada gelombang optik. Karena makin kecil panjang gelombang yang

digunakan maka makin tinggi resolusi mikroskop.

Adapun fungsi utama dari SEM antara lain dapat digunakan untuk

mengetahui informasi – informasi mengenai:

Page 39: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

24

a. Topografi, ciri – ciri permukaan dan teksturnya (sifat memantulkan cahaya

dan sebagainya)

b. Morfologi, yaitu bentuk dan ukuran dari partikel penyusun objek (kekuatan,

cacat pada Integrated Circuit (IC) dan chip, dan sebagainya). Komposisi,

yaitu data kuantitatif unsur dan senyawa yang terkandung di dalam objek

(titik lebur, kereaktifan, kekerasan, dan sebagainya)

c. Informasi kristalografi, informasi mengenai bagaimana susunan dari butir –

butir di dalam objek yang diamati (konduktifitas, sifat elektrik, kekuatan dan

sebagainya)

SEM memiliki beberapa detektor yang berfungsi untuk menangkap

hamburan elektron dan memberikan informasi yang berbeda – beda. Detektor –

detektor tersebut antara lain:

a. Detektor EDX, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai

komposisi sampel pada skala mikro.

b. Backscatter Detector, yaitu berfungsi untuk menangkap informasi mengenai

nomor atom dan topografi.

c. Secondary Detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai

topografi.

2.5.2. XRD (X – Ray Diffraction)

Proses analisis menggunakan X-ray diffraction (XRD) merupakan

salah satu metode karakterisasi material yang paling tua dan paling sering

digunakan hingga sekarang. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi

fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur

Page 40: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

25

kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel. Sinar X merupakan radiasi

elektromagnetik yang memiliki energi tinggi sekitar 200 eV sampai 1 MeV.

Sinar X dihasilkan oleh interaksi antara berkas elektron eksternal dengan

elektron pada kulit atom. Spektrum sinar X memilki panjang gelombang

sebesar 10-10

s/d 5-10

nm, berfrekuensi 1017-1020 Hz dan memiliki energi

103-106 eV. Panjang gelombang sinar-X memiliki orde yang sama dengan

jarak antar atom sehingga dapat digunakan sebagai sumber difraksi kristal.

Sinar-X dihasilkan dari tumbukan elektron berkecepatan tinggi dengan

logam sasaran. Oleh karena itu, suatu tabung sinar-X harus mempunyai

suatu sumber elektron, voltase tinggi, dan logam sasaran. Selanjutnya

elektron elektron yang ditumbukan ini mengalami pengurangan kecepatan

dengan cepat dan energinya diubah menjadi foton (Cullity, 1956).

XRD digunakan untuk analisis komposisi fasa atau senyawa pada

material dan juga karakterisasi kristal. Prinsip dasar XRD adalah

mendifraksi cahaya yang melalui celah kristal. Difraksi cahaya oleh kisi-kisi

atau kristal ini dapat terjadi apabila difraksi tersebut berasal dari radius yang

memiliki panjang gelombang yang setara dengan jarak antar atom, yaitu

sekitar 1 Angstrom. Radiasi yang digunakan berupa radiasi sinar-X,

elektron, dan neutron. Sinar-X merupakan foton dengan energi tinggi yang

memiliki panjang gelombang berkisar antara 0.5 sampai 2.5 Angstrom.

Ketika berkas sinar-X berinteraksi dengan suatu material, maka sebagian

berkas akan diabsorbsi, ditransmisikan, dan sebagian lagi dihamburkan

terdifraksi. Hamburan terdifraksi inilah yang dideteksi oleh XRD. Berkas

Page 41: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

26

sinar-X yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena

fasanya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasanya sama.

Berkas sinar X yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas

difraksi. Hukum Bragg merumuskan tentang persyaratan yang harus

dipenuhi agar berkas sinar X yang dihamburkan tersebut merupakan berkas

difraksi.

Gambar 2.8. Hukum Bragg pada XRD (Callister, 2009)

Dari Gambar 2.7. dapat dideskripsikan sebagai berikut. Sinar datang

yang menumbuk pada titik pada bidang pertama dan dihamburkan oleh atom

P. Sinar datang yang kedua menumbuk bidang berikutnya dan dihamburkan

oleh atom Q, sinar ini menempuh jarak SQ + QT bila dua sinar tersebut

paralel dan satu fasa (saling menguatkan). Jarak tempuh ini merupakan

kelipatan (n) panjang gelombang (λ), sehingga persamaan menjadi :

n. λ = 2. d. Sin θ ...............................................................(2.3)

dengan, n = 1,2,3, . . . .

Persamaan diatas dikenal juga sebagai Bragg’s law, dimana,

berdasarkan persamaan diatas, maka kita dapat mengetahui panjang

Page 42: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

27

gelombang sinar X (λ) dan sudut datang pada bidang kisi (θ), maka dengan

ita kita akan dapat mengestimasi jarak antara dua bidang planar kristal

(d001). Skema alat uji XRD dapat dilihat pada gamabar 2.9.

Gambar 2.8. Skema alat uji XRD (Saryanto, 2011)

Dari metode difraksi kita dapat mengetahui secara langsung mengenai

jarak rata-rata antar bidang atom. Kemudian kita juga dapat menentukan

orientasi dari kristal tunggal. Secara langsung mendeteksi struktur kristal dari

suatu material yang belum diketahui komposisinya. Kemudian secara tidak

langsung mengukur ukuran, bentuk dan internal stress dari suatu kristal.

Prinsip dari difraksi terjadi sebagai akibat dari pantulan elastis yang terjadi

ketika sebuah sinar berinteraksi dengan sebuah target. Pantulan yang tidak

terjadi kehilangan energi disebut pantulan elastis (elastic scatering). Ada dua

karakteristik utama dari difraksi yaitu geometri dan intensitas. Misalkan ada

dua pantulan sinar α dan β. Secara matematis sinar β tertinggal dari sinar α

sejauh SQ+QT yang sama dengan 2d sin θ secara geometris. Agar dua sinar

ini dalam fasa yang sama maka jarak ini harus berupa kelipatan bilangan

bulat dari panjang gelombang sinar λ.

Page 43: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

28

Hasil yang diperoleh dapi pengukuran dengan menggunakan

instrument X-Ray Diffraction (XRD) adalah grafik difraktogram.

Difraktogram adalah output yang merupakan grafik antara 2θ (diffraction

angle) pada sumbu X versus intensitas pada sumbu Y.

Intensitas sinar-X yang didifraksikan secara terus-menerus direkam

sebagai contoh dan detektor berputar melalui sudut mereka masing-masing.

Sebuah puncak dalam intensitas terjadi ketika mineral berisi kisi-kisi dengan

d-spacing sesuai dengan difraksi sinar-X pada nilai θ Meski masing-masing

puncak terdiri dari dua pemantulan yang terpisah (Kα1 dan Kα2), pada nilai-

nilai kecil dari 2θ lokasi-lokasi puncak tumpang-tindih dengan Kα2 muncul

sebagai suatu gundukan pada sisi Kα1. Pemisahan lebih besar terjadi pada

nilai-nilai θ yang lebih tinggi.

Page 44: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian “Ketahanan Oksidasi Lapisan Aluminium practical

grade dan Aluminium Scrap pada Baja Karbon Menggunakan Metode Pack

Cementation” dilakukan pada Februari 2018 – Juni 2018 bertempat di

Laboratorium High Resistance Material (HRM) Pusat Penelitian Fisika

(P2F), Lembaga Ilmu Pengetahuan Fisika (LIPI), Kawasan Puspiptek

Sepong, Tangerang Selatan, Banten Indonesia 154314.

3.2. Bahan dan Peralatan Penelitian

Pada penelitian ini digunakan beberapa bahan dan peralatan yang

diperlukan untuk melakukan penelitian.

3.2.1. Bahan Penelitian

Berikut adalah bahan yang digunakan dalam penelitian:

Page 45: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

30

Tabel 3.1. Bahan Penelitian

No Foto Bahan Nama Bahan Kegunaan

1

Baja Karbon

Substrat utama yang

akan dilapisi

2

Serbuk Al

practical grade

Serbuk untuk

melapisi substrat

3

Serbuk Al Scrap

Serbuk untuk

melapisi substrat

4

Al Pure Scrap

Serbuk untuk

melapisi substrat

5

Al2O3 practical

grade

Serbuk untuk

melapisi substrat

Page 46: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

31

6

Al2O3 Teknis

Serbuk untuk

melapisi substrat

7

NH4Cl practical

grade

Serbuk untuk

melapisi substrat

8

NH4Cl Teknis

Serbuk untuk

melapisi substrat

9

NaOH

Sebagai pembersih

aluminium scrap

10

H2SO4

Sebagai pembersih

aluminium scrap dan

membuat larutan Cu-

plating

Page 47: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

32

11

Serbuk CuSO4

Serbuk untuk

membuat larutan Cu-

plating

12

Semen Putih

Perekat ceramic

crucible

13

Water Glass

Sebagai pengeras

semen putih

14

Resin Epoxy

Bahan pencetakan

sampel cross section

Page 48: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

33

15

Hardener

Sebagai pengeras

resin

16

Aquades

Membersihkan

sampel cross section

dari kotoran

17

Micro Polish

Katalis untuk

menghaluskan

sampel cross section

18

Aseton

Membersihkan

sampel

menggunakan

ultrasonic cleaner

Page 49: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

34

3.2.2. Peralatan Penelitian

Berikut peralatan yang digunakan dalam penelitian:

Tabel 3.2. Peralatan Penelitian

No Foto Alat Nama Alat Fungsi Alat

1

Timbangan

Digital

Menimbang sampel

dan bahan kimia

yang dibutuhkan

2

Jangka Sorong

Mengukur dimensi

sampel

3

Hair Drier

Mengeringkan

sampel setelah

pencucian

4

Ultrasonic

Cleaner

Membersihkan

sampel dari kotoran

dan minyak

Page 50: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

35

5

Penggaris

Mengukur samapel

6

Spatula

Alat untuk

mengambil objek

eksperimen

7

Pinset

Mengambil sampel

8

Gelas Beker

Tempat larutan dan

sebagainya

9

Ceramic

Crucible panjang

Wadah untuk

mengubur sampel

dengan pack mixture

pada proses pack

cementation

Page 51: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

36

10

Kertas Saring

Menyaring sampel

serbuk

11

Mounting Cup

Cetakan sampel dan

resin epoxy

12

Clip

Penyangga sampel

13

Alumina

Rodstick

Penyangga sampel

pada proses oksidasi

14

Ceramic

Crucible

Tempat penyangga

sampel pada proses

oksidasi

Page 52: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

37

15

Kawat Tembaga

Pengait sampel

proses Cu-plating

16

Elektroda

Tembaga

Elektroda untuk

proses Cu-plating

17

Abrasive Paper

Menghaluskan

Sampel

18

Mesin Pemotong

Memotong sampel

cross section

Page 53: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

38

19

Polisher

Machine

Menghaluskan

sampel

20

Power Supply

Sumber arus listrik

21

Magnetic Stirer

Untuk mengaduk

larutan elektrolit agar

tetap homogen

22

Muffle Furnace

Untuk proses

oksidasi

23

Horizontal

Heated Futnace

Untuk melakukan

proses pack

cementation pada

temperatur tinggi

Page 54: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

39

3.2.3. Alat Karakterisasi

Berikut adalah alat karakterisasi yang digunakan dalam penelitian:

Tabel 3.3. Alat Karakterisasi

No Gambar Nama Kegunaan

1

SEM

(Scanning

Electron

Microscope)

Melihat struktur

mikro pada sampel

2

XRD (X-Ray

Diffractometer)

Mengetahui fasa

yang terbentuk

pada sampel

3.3. Diagram Alir Penelitian

Diagram alir penelitian ini adalah melapiskan sistem lapisan berbasis

Aluminium (Al) pada substrat baja karbon dengan menggunakan metode pack

cementation. Setelah dilapisi kemudian dilakukan uji oksidasi pada setiap variasi

sampel Al selama 100 jam. Kemudian dilakukan karakterisasi dengan XRD

Page 55: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

40

(X-Ray Difraction) Rigaku tipe Smart Lab dan SEM (Scanning Electron

Microscope) dengan tipe JIB-4610F Multi Beam System. Diagram alir penelitian

secara keseluruhan digambarkan dalam skema berikut:

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Di Polish, pengukuran dimensi dan

penimbangan

Substrat dilapisi dengan Al pack mixture

melalui proses pack cementation 800 ºC

Dilakukan proses uji oksidasi pada suhu

800 ºC selama 100 jam

Karakterisasi sampel

SEM

Analisa Data

Substrat Baja Karbon

XRD

Kesimpulan

Substrat dicuci dengan ultrasonic cleaner

Page 56: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

41

3.4. Prosedur Penelitian

Terdapat beberapa tahap yang dilakukan pada penelitian ini. Berikut

adalah tahapan penelitian tersebut:

3.4.1. Preparasi Substrat

Preparasi substrat baja karbon bertujuan untuk mempersiapkan

substrat agar siap dilapisi oleh serbuk pelapis. Tahapan awal preparasi

substrat yaitu mengamplas permukaan substrat menggunakan abbrasive

paper (kertas ampelas) berukuran #100 #400 #800 dan #1200 secara

berurutan. Pengamplasan dilakukan di dalam air dan menggosokkannya

searah pada kertas ampelas agar struktur substrat tidak rusak. Pengamplasan

ini dilakukan hingga substrat mengkilap dan tidak ada karat. Selanjutnya,

mengukur massa dan dimensi pada substrat menggunakan timbangan digital

dan jangka sorong. Kemudian substrat dicuci menggunakan ultrasonic

cleaner dan substrat siap untuk di pack cementation.

Page 57: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

42

Gambar 3.2. Diagram alir preparasi substrat

3.4.2. Preparasi Serbuk Pelapis

Pada penelitian ini, serbuk pelapis yang digunakan untuk proses

pack cementation adalah serbuk Aluminium (Al), Aluminium Oksida

(Al2O3) dan Amonium Klorida (NH4Cl). Aluminium yang digunakan pada

penelitian ini adalah aluminium practical grade, aluminium scrap dengan

proses pembersihan (cleaning), aluminium scrap tanpa proses

pembersihan (no cleaning) dan aluminium pure scrap (bentuk serpihan

kecil). Pada aluminium scrap dengan proses pembersihan dilakukan

beberapa tahap untuk menghilangkan solar dari proses milling yaitu

dengan cara mencampurkan bahan kimia NaOH dan H2SO4. Sedangkan

aluminium tanpa proses pembersihan hanya dilakukan proses pengeringan

dalam oven.

Substrat Baja Karbon

Di Polish menggunakan kertas ampelas

berukuran #100 #400 #800 #1200

Penomoran sampel, Penimbangan dan

Pengukuran dimensi

Pencucian dengan Ultrasonic Cleaner

Foto Sampel

Page 58: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

43

a. Proses Pembersihan Aluminium Scrap

Proses pembersihan aluminium scrap dilakukan beberapa tahapan

diantaranya:

Gambar 3.3. Proses Pembersihan Aluminium Scrap

Pada gambar 3.3. tahapan pertama proses pembersihan aluminium

scrap adalah menghilangkan solar dengan melarutkan NaOH dengan air

kemudian tuangkan larutan tersebut pada aluminium scrap dan diamkan 5

menit pada temperatur 70 ºC menggunakan hot plate. Kemudian dibilas

Aluminium Scrap

Rendam pada NaOH pada 70 ºC

selama 5 menit

Campurkan H2SO4 pada suhu ruang

selama 1 menit

Bilas dengan air panas dan saring

Bilas dengan air panas dan saring

Dikeringkan dalam oven

Serbuk siap digunakan

Page 59: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

44

dengan air panas dan disaring hingga serbuk tersebut mengendap pada

kertas saring. Selanjutnya aluminium scrap dicampurkan dengan H2SO4 dan

aduk hingga merata untuk menghilangkan oksida yang dilakukan pada suhu

ruang selama 1 menit. Kemudian aluminium scrap dibilas dengan air hangat

dan disaring kembali. Selanjutnya aluminium scrap disimpan pada oven

hingga kering dan siap untuk digunakan.

b. Pembuatan Al Pack Mixture

Pembuatan Al pack mixture diawali dengan menimbang serbuk Al,

serbuk Al2O3 dan NH4Cl sesuai dengan kebutuhan. Kemudian mengaduk

ketiga bahan tersebut hingga homogen. Setelah homogen maka Al pack

mixture siap digunakan. Untuk Al scrap menggunakan serbuk Al2O3 dan

NH4Cl yang teknis.

Gambar 3.4. Diagram Alir Pembuatan Al Pack Mixture

Serbuk Al

(10 gr)

Serbuk Al2O3

(30 gr) Serbuk NH4Cl

(2 gr)

Diaduk agar homogen

Pack mixture siap dipakai

Page 60: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

45

3.4.3. Proses Pelapisan dengan Metode Pack Cementation

Pelapisan aluminium pada baja karbon menggunakan metode pack

cementation dimulai dengan mempersiapkan Al pack mixture yang akan

digunakan untuk mengubur sampel dalam ceramic crucible. Sampel dikubur

hingga seluruh permukaan sampel tertutupi oleh pack mixture. Kemudian

dilanjutkan dengan menutup ceramic crucible dengan tutup bata tahan api

dan merekatkannya menggunakan semen putih. Kemudian mengoven

ceramic crucible berisi sampel pada temperatur 80ºC selama 16 jam. Tujuan

pengovenan ini untuk mengeringkan semen putih perekat dan menghilangkan

kelembaman dalam pack mixture. Setelah semen putih perekat kering,

selanjutnya memasukkan ceramic crucible berisi sampel kedalam horizontal

heated furnace, memanaskannya hingga temperatur 800 ºC, dan pada

temperatur 800ºC ditahan selama 20 menit. Setelah itu mendinginkan

ceramic crucible berisi sampel hingga sampel aman untuk diambil yakni

pada temperatur dibawah 100 ºC. Kemudian mengangkat sampel, mencuci

sampel dengan ultrasonic cleaner, dan menimbang sampel yang telah

terlapisi oleh Al.

Page 61: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

46

Gambar 3.5. Diagram Alir Proses Pack cementation

Substrat

Ditahan selama 20 menit pada temperatur 800 ºC

Al Pack Mixture

Substrat dikubur dengan Al pack mixture

dalam ceramic crucible

Ceramic crucible ditutup dengan bata tahan

api dan direkatkan dengan semen putih

Dimasukkan dalam oven pada temperatur 80 ºC

untuk mengeringkakan semen putih perekat

Dipanaskan dalam Horizontal heated furnace

hingga temperatur 800 ºC

Didinginkan hingga temperatur dibawah 100 ºC

Sampel diambil, dicuci dengan ultrasonic

cleaner, ditimbang dan difoto

Page 62: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

47

Gambar 3.6. Sampel untuk Proses Pack Cementation

3.4.4. Proses Uji Oksidasi

Proses uji oksidasi dilakukan untuk mengetahui ketahanan sampel

terhadap temperatur tinggi. Proses oksidasi dilakukan pada temperatur 800

ºC selama 100 jam pada muffle furnace. Mula – mula sampel dimasukkan

kedalam furnace pada temperatur ruang kemudian temperatur dinaikkan

hingga 800 ºC dengan kecepatan naik 10 ºC per menit. Setelah mencapai

temperatur 800 ºC, temperatur ditahan hingga waktu yang telah ditentukan.

Kemudian temperatur diturunkan hingga mencapai temperatur ruang. Pola

waktu tahan pengujian oksidasi hingga mencapai 100 jam ditunjukkan

gambar berikut:

Page 63: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

48

3.7. Pola Waktu Tahan Pengujian Oksidasi

Setiap siklus oksidasi dilakukan penimbangan sampel untuk

mengetahui perubahan massanya. Berikut adalah persamaan untuk

menghitung perubahan massa sampel:

∆𝑚 =𝑚𝑖−𝑚0

𝐴 ×1000 .......................................................(3.1)

Dimana : ∆𝑚 = perubahan massa

𝑚𝑖 = massa akhir pada siklus tertentu (gr)

𝑚0 = massa awal (gr)

𝐴 = luas penampang (cm2)

Gambar 3.8. Susunan Sampel untuk Uji Oksidasi

Page 64: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

49

3.5. Variabel Penelitian

3.5.1. Variabel Sampel

Variabel sampel pada penelitian ini diantaranya aluminium practical

grade, aluminium scrap dengan proses pembersihan (cleaning), aluminium

scrap tanpa proses pembersihan (no cleaning) dan aluminium pure scrap

(serpihan).

3.5.2. Variabel Pengujian

a. Analisa struktur mikro sampel : SEM

b. Analisa fasa yang terbentuk pada sampel : XRD

3.6. Karakterisasi Sampel

3.6.1. SEM (Scanning Electron Microscopy)

Pengujian menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope)

dilakukan untuk mengetahui struktur mikro, ukuran partikel dan komposisi

sampel.

Pada penelitian ini, karakterisasi dilakukan permukaan sampel dan

penampang melintang sampel. Langkah pertama untuk melakukan

karakterisasi SEM penampang melintang (cross section) yaitu sampel di

electroplating menggunakan electroda tembaga (Cu) dan larutan elektrolit Cu

plating dengan rapat arus 100 mA/cm2

pada temperatur ruang selama kurang

lebih 16 jam.

Page 65: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

50

Setelah sampel terlapisi tembaga dilanjutkan dengan mencetak sampel

menggunakan resin dalam cetakan khusus dan tunggu hingga kering. Setelah

resin kering, selanjutnya memotong dan mengamplas sampel menggunakan

abbrasive paper (kertas ampelas) berukuran #100, #400, #800, #1200, #1500,

#2000 dan #3000. Kemudian dilanjutkan dengan polishing sampel

menggunakan kain bludru mesin polisher dan alumina micropolisher dengan

ukuran 1 μm dan 0,05 μm. Polishing dilakukan hingga permukaan sampel

halus dan mengkilap.

Gambar 3.9. Diagram Alir Pembuatan Larutan Elektrolit Cu – Plating

Serbuk CuSO4

(10%)

Aquades H2SO4 (18%)

Diaduk dengan Magnetic Stirer

Tambahkan Aquades hingga volume

larutan menjadi 500 ml

Diaduk dengan magnetic stirer

selama 2 jam

Larutan Cu - Plating siap digunakan

Page 66: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

51

Gambar 3.10 Preparasi Sampel Cross Section

Sebelum Karakterisasi

3.6.2. XRD (X – Ray Diffractometer)

Sampel yang telah dilakukan uji oksidasi selanjutnya di

karakterisasi menggunakan XRD (X–Ray Difraction). Tujuan pengujian

ini untuk mengetahui fasa yang terdapat pada sampel uji. Pengujian XRD

hanya dapat dilakukan pada padatan kristal, hal ini dikarenakan amorf

(bukan kristal) tidak memiliki susunan atom yang teratur.

Hasil pengujian XRD berupa peak dimana peak ini

menggambarkan fasa yang terdapat pada sampel uji. Fasa terkuat akan

membentuk sebuah peak yang paling tinggi diantara fasa – fasa lainnya.

XRD juga dapat digunakan untuk mengetahui komposisi fasa – fasa yang

terdapat pada sampel uji.

Page 67: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

52

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ketahanan oksidasi lapisan aluminium practicle grade dan aluminium

scrap pada substrat baja karbon dengan metode pelapisan pack cementation pada

temperatur 800°C dan ditahan selama 20 menit. Pengujian oksidasi menggunakan

muffle furnace pada temperatur 800°C selama 100 jam dengan siklus yang

berbeda-beda. Pengujian ini dilakukan pengambilan data berupa massa sampel

setelah uji oksidasi dan foto kondisi sampel. Selain itu dilakukan karakterisasi

sampel sebelum dan setelah oksidasi diantaranya pengujian SEM (Scanning

Electron Microscope) untuk mengetahui struktur mikro dan XRD (X – Ray

Difftactometer) untuk menentukan fasa yang terbentuk. Sehingga melalui data

tersebut dapat dilakukan analisa ketahanan oksidasi pada masing – masing

sampel.

4.1. Pengamatan Visual Kondisi Sampel

Pengamatan visual kondisi sampel sebelum dan setelah oksidasi

didokumentasikan dalam bentuk foto pada setiap durasi tes. Dokumentasi ini

bertujuan untuk mengamati perubahan sampel, baik perubahan warna atau bentuk

sampel setelah dilakukan uji oksidasi selama 100 jam. Kondisi keempat sampel

sebelum dan setelah oksidasi dapat dilihat pada tabel 4.1.

Page 68: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

53

Tabel 4.1. Kondisi sampel sebelum dan setelah oksidasi

FeAl

Practical

Grade

FeAl Pure

Scrap

(Serpihan)

FeAl Scrap

no

Cleaning

FeAl Scrap

with

Cleaning

Sebelum

Oksidasi

Setelah

Oksidasi

Pada tabel 4.1. dapat diketahui bahwa sampel setelah pengujian oksidasi

terjadi perubahan warna ataupun perubahan bentuk pada sampel. Hal ini

menandakan bahwa oksigen berhasil terdifusi pada sampel selama proses oksidasi

berlangsung. Pada sampel FeAl practical grade dan FeAl pure scrap setelah

oksidasi hanya terjadi perubahan warna saja sedangkan untuk sampel FeAl scrap

with cleaning terjadi perubahan warna dan perubahan bentuk.

Kondisi sampel FeAl practical grade sebelum oksidasi berwarna abu-abu

dan setelah oksidasi terjadi perubahan warna pada sebagian permukaan sampel

berwarna abu-abu terang. Kondisi sampel FeAl pure scrap sebelum oksidasi

berwarna abu-abu dan setelah oksidasi berubah warna menjadi hitam. Kondisi

sampel FeAl scrap no cleaning setelah oksidasi tidak terjadi perubahan warna

atau bentuk yang signifikan. Sedangkan kondisi sampel FeAl scrap no cleaning

Page 69: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

54

sebelum oksidasi berwarna coklat dan setelah oksidasi berubah warna menjadi

hitam dan terdapat pengelupasan pada sampel.

Pada pengamatan secara visual dapat diketahui ketahanan oksidasi pada

keempat sampel. Sampel yang tidak terjadi pengelupasan menandakan bahwa

sampel tersebut tahan terhadap temperatur tinggi. Sedangkan sampel yang terjadi

pengelupasan menandakan sampel tersebut tidak tahan terhadap temperatur tinggi.

Sehingga pada sampel FeAl practical grade, FeAl pure scrap dan FeAl scrap no

cleaning memiliki ketahanan oksidasi yang baik sedangkan sampel FeAl scrap

with cleaning memiliki ketahanan oksidasi yang buruk.

4.2. Perubahan Massa Setelah Proses Oksidasi

Proses oksidasi selama 100 jam pada temperatur 800 °C mengalami

penambahan massa pada sampel. Hal ini dikarenakan adanya unsur oksigen yang

terdeposisi pada permukaan sampel. Perubahan massa setelah proses pengujian

oksidasi dihitung menggunakan persamaan 3.1 dan hasilnya dapat dilihat pada

tabel 4.2.

Tabel 4.2. Perubahan massa setelah oksidasi

Sampel Perubahan Massa (mg/cm2)

FeAl practical grade 3,94

FeAl pure scrap (serpihan) 0,78

FeAl scrap no cleaning 0,47

FeAl scrap with cleaning 1,54

Page 70: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

55

Pada tabel 4.2. terlihat bahwa perubahan massa terbesar setelah oksidasi

adalah sampel FeAl practical grade dengan perubahan massa sebesar 3,94

mg/cm2

sedangkan perubahan massa yang terkecil adalah sampel FeAl scrap no

cleaning dengan perubahan massa sebesar 0,47 mg/cm2. Nilai perubahan massa

yang terjadi pada sampel FeAl practical grade dapat disebabkan oleh

terbentuknya lapisan oksida berpori pada sampel sehingga unsur oksigen masuk

melalui pori-pori tersebut dan dapat terjadinya oksidasi lebih lanjut pada sampel.

Hal tersebut sangat merugikan karena tidak memberikan perlindungan pada

permukaan sampel, oksigen terus menerus masuk dan dapat merusak sampel.

Sedangkan nilai perubahan massa pada FeAl scrap no cleaning disebabkan oleh

terbentuknya lapisan oksida yang tidak berpori pada permukaan sampel sehingga

oksigen tidak terdifusi lebih lanjut pada sampel dan hanya pada bidang batas

oksida-udara. Kemudian proses oksidasi berlanjut pada permukaan sampel dan

perubahan massa oksigen menjadi lebih kecil karena oksigen berikatan dengan

aluminium membentuk lapisan alumina (Al2O3) sebagai oksida protektif untuk

melindungi sampel dari proses oksidasi lebih lanjut.

Perubahan massa juga berpengaruh pada bentuk kurva perubahan massa

uji oksidasi pada setiap durasi tes selama 100 jam. Kurva ini bertujuan untuk

mengetahui ketahanan oksidasi yang baik pada sampel. Dalam hal ini sampel

yang memiliki ketahanan oksidasi yang baik apabila membentuk kurva parabolik.

Kurva perubahan massa uji oksidasi dapat dilihat pada gambar 4.1.

Page 71: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

56

Gambar 4.1. Kurva perubahan massa uji oksidasi

Berdasarkan kurva perubahan massa setelah pengujian oksidasi yang

ditunjukkan pada gambar 4.1 dapat diketahui bahwa sampel FeAl practical grade

membentuk kurva linier. Kurva linier tersebut menunjukkan bahwa unsur oksigen

terus menerus mengalami kenaikan massa yang cukup besar selama proses

oksidasi. Apabila proses oksidasi tersebut terus dilanjutkan maka akan

menyebabkan kerusakan pada sampel karena unsur oksigen terus menerus masuk

pada sampel dan tidak membentuk lapisan oksida protektif yang mampu

melindungi sampel dari serangan oksidasi. Sehingga sampel tersebut tidak tahan

terhadap temperatur tinggi. Kenaikan massa sampel FeAl practical grade per jam

adalah 0,039 mg/cm2h.

Melalui pengamatan pada kurva perubahan massa diketahui bahwa sampel

FeAl pure scrap (serpihan) membentuk kurva parabolik. Kurva parabolik

Page 72: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

57

menunjukkan bahwa proses oksidasi berlangsung dengan baik. Penambahan

massa terus meningkat hingga durasi tes ke-31 jam dengan penambahan massa

per jam adalah 0.02 mg/cm2h. Kemudian dari durasi tes ke-31 jam hingga 100 jam

kurva oksidasi menjadi stabil, yang menandakan bahwa unsur oksigen mulai

membentuk lapisan oksida protektif pada sampel dengan perubahan massa per

jam sebesar 0,011 mg/cm2h.

Pada sampel FeAl scrap no cleaning memiliki kesamaan dengan sampel

FeAl pure scrap dimana kurva perubahan massa uji oksidasi berbentuk parabolik,

sama halnya juga dengan perubahan massa dibagi menjadi 2 tahap yaitu massa

bertambah dan massa stabil. Sampel FeAl scrap no cleaning mengalami

penambahan massa hingga durasi tes ke-31 jam dengan perubahan massa per jam

adalah 0,011 mg/cm2h. Sedangkan massa stabil terjadi pada durasi tes 31 jam

hingga 100 jam dengan perubahan massa per jam adalah 0,007 mg/cm2h.

Perubahan massa stabil pada sampel FeAl scrap no cleaning memiliki nilai yamg

lebih kecil dibandingkan dengan sampel FeAl pure scrap. Sehingga dapat

diketahui bahwa sampel FeAl scrap no cleaning memiliki ketahanan oksidasi

yang lebih baik dibandingkan dengan FeAl pure scrap.

Pada sampel FeAl scrap with cleaning kurva oksidasi mengalami

pertambahan masa dan pengurangan massa. Pertambahan massa ini berlangsung

hingga durasi tes ke-46 jam dimana dengan perubahan massa per jam sebesar

0,147 mg/cm2h. Sedangkan dari durasi tes 46 jam hingga 100 jam sampel

mengalami pengurangan massa sebesar -0,028 mg/cm2h. Pengurangan massa ini

menunjukkan adanya bagian sampel yang hilang, hal ini sesuai dengan

Page 73: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

58

pengamatan visual (tabel 4.1) di mana sampel FeAl scrap with cleaning

mengalami pengelupasan pada bagian lapisan sampel. Sehingga dapat diketahui

bahwa sampel FeAl scrap with cleaning memiliki ketahanan oksidasi yang tidak

baik pada temperatur tinggi.

Dari hasil pengujian oksidasi sistem lapisan FeAl maka dipilih dua sampel

untuk dilakukan karakterisasi SEM (Scanning Electron Microscope) dan XRD (X-

Ray Diffractometer) yaitu sampel FeAl practical grade dan sampel FeAl scrap no

cleaning.

4.3. Morfologi Permukaan Lapisan FeAl

Pengamatan morfologi permukaan sampel dilakukan menggunakan alat

karakterisasi SEM (Scanning Electron Microscope) dengan hamburan electron

Secondary Electron (SE). Hamburan elektron ini digunakan untuk mengetahui

informasi mengenai topografi, bentuk dan ukuran dari partikel penyusun. Struktur

permukaan sampel FeAl practical grade dan sampel FeAl scrap sebelum dan

sesudah oksidasi dapat dilihat pada gambar 4.2

Page 74: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

59

Gambar 4.2. Morfologi permukaan sampel; (a) FeAl practical grade sebelum

oksidasi; (b) FeAl practical grade setelah oksidasi; (c) FeAl scrap sebelum

oksidasi; (d) FeAl scrap setelah oksidasi

Berdasarkan gambar 4.2. dapat diketahui bahwa sampel (a) FeAl practical

grade sebelum oksidasi memiliki morfologi yang homogen dan merata pada

permukaan sampel. Sedangkan setelah dilakukan oksidasi sampel (b) FeAl

practical grade terjadi perubahan morfologi dimana bentuk partikel menjadi lebih

besar dan berbentuk lonjong. Selain itu, permukaan menjadi tidak homogen

sehingga dapat diindikasikan bahwa sampel setelah oksidasi terdapat unsur lain

yaitu oksigen yang terdifusi pada sampel dan tersebar pada permukaan sampel.

Pada gambar 4.2. dapat diketahui juga sampel (c) FeAl scrap sebelum

oksidasi memiliki morfologi yang tidak homogen pada permukaan sampel.

Sampel cenderung memiliki bentuk partikel yang panjang dengan mengarah

(a) (b)

(c) (d)

15.0k

V

x1.000 10μm

Page 75: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

60

vertikal dan sebagian kecil membentuk partikel bulat. Sedangkan setelah

dilakukan pengujian oksidasi sampel (d) FeAl scrap memiliki ukuran partikel

menjadi lebih besar dan partikel berbentuk bulat yang tersebar merata pada

permukaan sampel. Dalam hal ini dapat diindikasikan bahwa pada sampel FeAl

scrap setelah oksidasi membentuk lapisan oksida pada permukaan sampel.

4.4. Struktur Mikro Penampang Melintang Lapisan FeAl

Pengamatan struktur mikro penampang melintang menggunakan alat

karakterisasi SEM (Scanning Electron Microscope) dengan hamburan elektron

BSE (Back Scettered Electron). Pengamatan penampang melintang ini bertujuan

untuk mengetahui struktur lapisan sampel sebelum dan setelah oksidasi. Dalam

hal ini dilakukan karakterasi EDS-mapping dan line analysis pada masing –

masing sampel.

4.4.1. EDS-Mapping Penampang Melintang Lapisan FeAl

EDS-Mapping penampang melintang lapisan FeAl practical grade

dan FeAl scrap bertujuan untuk mengetahui pemetaan setiap unsur pada

sampel sebelum dan setelah oksidasi. Pemetaan unsur ini dilakukan dengan

cara mengindikasikan warna yang berbeda pada setiap unsurnya. Berikut

hasil EDS-Mapping sebelum dan setelah oksidasi pada sampel FeAl practical

grade dan FeAl scrap.

Page 76: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

61

Gambar 4.3. EDS-Mapping FeAl practical grade sebelum oksidasi

Gambar 4.4. EDS-Mapping FeAl practical grade setelah oksidasi

Gambar 4.5. EDS-Mapping FeAl scrap sebelum oksidasi

Gambar 4.6. EDS-Mapping FeAl scrap setelah oksidasi

Pada gambar 4.3 menunjukkan hasil SEM-EDS lapisan FeAl

practical grade, terlihat pada gambar tersebut terdapat dua layer, dimana

layer yang lebih terang adalah substrat Ferrum (Fe) dan layer yang lebih

gelap adalah aluminium (Al). Lapisan aluminium tersebar merata pada

permukaan substrat dengan ketebalan sebesar 224 μm. Interface pada substrat

dengan lapisan terlihat baik, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya crack

yang terbentuk pada interface. Selain itu, dari hasil EDS-Mapping dapat

diketahui distribusi setiap elemen pada lapisan FeAl practical grade. Warna

224 μm

214 μm

181 μm

136 μm

Fe substrate

Al Coating

Fe substrate

Al Coating

Fe substrate

Al Coating

Al Coating

Fe substrate

Fe Al O

Fe Al O

Fe Al O

Fe Al O

Page 77: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

62

hijau menunjukkan area distribusi unsur Ferrum (Fe), warna ungu

menunjukkan area distribusi unsur Aluminium (Al) dan warna merah

menunjukkan area distribusi unsur Oksigen (O). Pada mapping unsur Fe

terlihat bahwa Fe mengalami difusi keluar menuju lapisam Al hingga menuju

permukaan lapisan Al. Sehingga dapat diindikasikan bahwa pada sampel

tersebut membentuk ikatan intermetalik Fe-Al. Pada mapping unsur Al

menunjukkan bahwa lapisan Al tersebar merata pada permukaan sampel

hingga batas interface. Sedangkan pada mapping unsur O menunjukkan

bahwa setelah dilakukan proses pelapisan pack cementation terdapat unsur

oksigen yang terdifusi pada lapisan Al sehingga terbentuknya senyawa antara

oksigen dan aluminium. Terdapatnya unsur oksigen pada sampel sebelum

pengujian oksidasi dikarenakan pada proses pack cementation yang kurang

sempurna sehingga memungkinkan adanya unsur oksigen yang masuk pada

sistem walaupun dalam keadaan vakum.

Pada gambar 4.4 menunjukkan hasil SEM-EDS lapisam FeAl

practical grade setelah pengujian oksidasi selama 100 jam pada temperatur

800°C. Pada substrat terdapat gap di bagian dekat interface yang tersebar

pada seluruh lapisan substrat. Hal ini menandakan bahwa setelah pengujian

oksidasi terdapat unsur yang terdifusi hingga menembus substrat. Dari hasil

EDS-mapping dapat diketahui distribusi setiap elemen pada sampel FeAl

practical grade setelah oksidasi. Warna hijau menunjukkan area distribusi

unsur Ferrum (Fe), warna ungu menunjukkan area distribusi unsur

Aluminium (Al) dan warna merah menunjukkan area distribusi unsur

Page 78: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

63

Oksigen (O). Pada mapping unsur Fe menunjukkan bahwa unsur Fe terdifusi

keluar menuju lapisan Al, sama halnya dengan sebelum oksidasi sehingga

pada lapisan tersebut membentuk ikatan intermetalik FeAl. Pada mapping

unsur Al terlihat bahwa lapisan aluminium pada permukaan terdapat crack

sehingga unsur O banyak terdifusi pada lapisan Al. Selain itu, pada mapping

unsur O juga terdifusi hingga menuju substrat sehingga terjadi gap.

Terjadinya gap tersebut terbentuk dari unsur aluminium dan oksigen,

alminium tersebut terjadi pendifusian ke dalam bersama oksigen. Terdapat

gap pada substrat bisa dikarenakan terjadinya microcrack halus sehingga

pada siklus awal pengujian oksidasi microcrack cenderung menyebar. Ketika

waktu oksidasi meningkat, microcrack menjadi besar dan terjadinya crack

yang tersebar sepanjang substrat atau interface. Crack tersebut menjadi jalur

transportasi untuk terdifusinya unsur oksigen ke dalam substrat. Sehingga,

dengan terdifusinya unsur oksigen ke dalam substrat maka aluminium dan

oksigen tidak berikatan membentuk lapisan oksida protektif alumina (Al2O3)

secara sempurna pada permukaan.

Pada gambar 4.5 menunjukkan hasil SEM-EDS Lapisan FeAl scrap

sebelum oksidasi, terlihat pada gambar tersebut terdapat 2 layer, dimana

layer dengan warna yang lebih terang adalah substrat Ferrum (Fe) dan layer

dengan warna yang lebih gelap adalah lapisan Aluminium (Fe). Lapisan Al

terdeposisi merata pada substrat Fe sepanjang interface dengan ketebalan

lapisan sebesar 181 μm. Selain itu, dilakukan EDS-mapping dengan

mengindikaskan warna pada setiap elemen sampel. Warna hijau

Page 79: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

64

menunjukkan area distribusi unsur Ferrum (Fe), warna ungu menunjukkan

area distribusi unsur Aluminium (Al) dan warna merah menunjukkan area

distribusi unsur Oksigen (O). Dari hasil mapping unsur Fe terlihat bahwa Fe

berdifusi keluar menuju lapisan Al sehingga berikatan membentuk ikatan

intermetalik Fe-Al. Pada mapping Al terlihat bahwa lapisan Al mampu

berdifusi pada substrat hingga batas interface dan lapisan Al memiliki

permukaan yang tidak rata, hal ini dikarenakan ukuran partikel aluminium

scrap lebih besar dibandingkan dengan aluminium practical grade.

Sedangkan pada mapping unsur O menunjukkan bahwa unsur oksigen

terdeposisi pada lapisan Al dan terdifusi ke dalam menuju lapisan Al.

Sehingga, sebelum dilakukannya pengujian oksidasi memungkinkan sampel

tersebut sudah membentuk sedikit lapisan oksida protektif alumina (Al2O3).

Pada gambar 4.6 menunjukkan hasil SEM-EDS lapisan FeAl scrap

setelah oksidasi selama 100 jam pada temperatur 800°C dengan ketebalan

lapisan Al sebesar 136 μm. Selain itu, untuk mengetahui distribusi setiap

unsur maka dilakukan EDS-mapping. Warna hijau menunjukkan area

distribusi unsur Ferrum (Fe), warna ungu menunjukkan area distribusi unsur

Aluminium (Al) dan warna merah menunjukkan area distribusi unsur

Oksigen (O). Hasil EDS-mapping substrat Fe, sama seperti sebelum

dilakukan oksidasi bahwa pada substrat Fe mengalami difusi keluar menuju

lapisan Al sehingga membentuk ikatan intermetalik Fe-Al. Pada mapping

unsur Al terlihat bahwa lapisan Al terdifusi ke dalam substrat Fe hingga batas

interface lapisan dan substrat. Selain itu, setelah oksidasi unsur oksigen lebih

Page 80: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

65

banyak terdeposisi pada permukaan dan terdifusi menuju lapisan aluminium.

Sehingga, unsur oksigen berikatan dengan aluminium membentuk lapisan

alumina (Al2O3) yang mampu melindungi substrat dari serangan oksida lebih

lanjut pada suhu tinggi.

4.4.2. Line Analysis Penampang Melintang Lapisan FeAl

Pengamatan struktur mikro penampang melintang juga dapat

dilakukan menggunakan line analysis seperti ditunjukkan pada gambar 4.7

dan gambar 4.8.

(a) (b)

Gambar 4.7. Line analysis FeAl practical grade; (a) Sebelum oksidasi;

(b) Setelah Oksidasi

2

2

2

1

2

2

1

2

2

2

2

2

3

2

2

4

2

2

Page 81: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

66

(a) (b)

Gambar 4.8. Line analysis FeAl scrap; (a) Sebelum oksidasi;

(b) Setelah Oksidasi

Pada gambar 4.7(a) menunjukkan hasil line analysis lapisan FeAl

practical grade sebelum oksidasi yang terbagi menjadi dua zona. Zona

pertama menunjukkan lapisan substrat Fe dengan atomic percent (at%)

sebesar 99,4%. Zona kedua menunjukkan lapisan Fe-Al, dimana unsur Fe

berasal dari substrat yang berdifusi keluar menuju lapisan Al dengan atomic

percent (at%) sebesar 29,5%. Sedangkan unsur Al dihasilkan dari proses

pelapisan menggunakan metode pack cementation dengan atomic percent

(at%) sebesar 70,5%. Sehingga pada lapisan tersebut unsur Fe dan unsur Al

saling berikatan membentuk ikatan intermetalik Fe-Al.

Pada gambar 4.7(b) menunjukkan hasil line analysis lapisan FeAl

practical grade sesudah oksidasi yang terbagi menjadi empat zona. Zona

pertama menunjukkan lapisan substrat Fe yang memiliki atomic percent

(at%) sebesar 88,23%. Pada zona kedua menunjukkan zona difusi lapisan

1

2

2

2

2

2

1

2

2

3

2

2

2

2

2

3

2

2

Page 82: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

67

Al dengan O pada substrat sehingga memungkinkan sudah terbentuknya

senyawa alumina Al2O3 di dalam substrat. Pada zona tersebut unsur oksigen

memiliki at% yang lebih tinggi dari aluminium yaitu sebesar 64,46%

sedangkan unsur aluminium memiliki at% sebesar 30,56%. Hal ini

menandakan bahwa selama proses oksidasi unsur oksigen terus menerus

terdifusi pada substrat sehingga terjadinya gap. Pada zona ketiga

menunjukkan lapisan interface Al dengan substrat Fe, dimana pada interface

tersebut memiliki lapisan yang merata. Nilai atomic percent (at%) setiap

unsur pada lapisan tersebut hampir seimbang yaitu unsur Al memiliki at%

sebesar 50% dan unsur Fe memiliki at% sebesar 47,01%. Pada zona empat

menunjukkan lapisan Fe-Al, dimana setelah pengujian oksidasi unsur Al

memiliki at% yang lebih kecil dibandingkan dengan sebelum oksidasi yaitu

63,4%. Hal ini dikarenakan selama proses oksidasi unsur Al banyak

berikatan dengan oksigen sehingga terjadinya pengurangan jumlah atom.

Pada gambar 4.8(a) menunjukkan hasil line analysis lapisan FeAl

scrap sebelum oksidasi yang terbagi menjadi tiga zona. Zona pertama

menunjukkan lapisan substrat Fe dengan atomic percent sebesar 97,02%.

Pada zona kedua menunjukkan lapisan interface substrat Fe dengan Al,

dimana pada zona tersebut unsur Fe mulai terjadi pengurangan jumlah atom

menuju lapisan Al. Sedangkan unsur Al terjadi penurunan jumlah atom

menuju lapisan substrat. Pada zona tiga menunjukkan lapisan FeAl yang

terbentuk melalui proses pack cemantation, dimana pada zona tersebut unsur

Al memiliki jumlah atom lebih banyak dibandingkan dengan Fe yaitu

Page 83: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

68

68,62% sedangkan atomic percent (at%) unsur Fe adalah 29,08%.

Terdifusinya unsur Fe menuju lapisan Al menandakan bahwa pada lapisan

tersebut terbentuk ikatan intermetalik FeAl, sama seperti pada sampel FeAl

practical grade.

Pada gambar 4.8(b) menunjukkan hasil line analysis lapisan FeAl

scrap sesudah oksidasi yang terbagi menjadi tiga zona. Pada zona pertama

menunjukkan sesudah dilakukan pengujian oksidasi terjadi perubahan

konsentrasi, dimana atom-atom Fe belum stabil sehingga terjadi

penambahan jumlah atom secara bertahap dengan atomic percent (at%)

sebesar 73,67%. Sedangkan pada unsur Al, atom-atom pada zona tersebut

mengalami pengurangan jumlah atom secara bertahap hingga mencapai titik

stabil pada kedalaman sekitar 250 μm dengan jumlah atomic percent (at%)

sebesar 23,85% . Pada zona dua menunjukkan lapisan FeAl, dimana setelah

oksidasi lapisan Al mengalami sedikit pengurangan jumlah atomic percent

menjadi 66,72% karena unsur Al berikatan dengan oksigen dan pada unsur

Fe terjadi penambahan konsentrasi atomic percent menjadi 31,55%.

Sehingga pada lapisan tersebut membentuk ikatan intermetalik Fe-Al. Pada

zona tiga menunjukkan lapisan aluminium dan oksigen pada permukaan

sampel. Lapisan ini merupakan lapisan yang diharapkan karena akan

membentuk lapisan alumina (Al2O3) yang bersifat mampu melindungi

sampel dari serangan oksida lebih lanjut. Pada zona tersebut unsur Al

memiliki jumlah atomic percent (at%) sebesar 42,39% dan unsur oksigen

memiliki jumlah atomic percent (at%) sebesar 56,08%..

Page 84: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

69

4.5. Identifikasi Fasa Lapisan FeAl

Identifikasi fasa yang terbentuk pada sampel dapat diketahui melalui pola

difraksi sinar-X. Proses identifikasi pola difraksi sinar-X dilakukan dengan

menggunakan alat karakterisasi XRD (X-Ray Diffractometer), dimana

menggunakan CuK-α sebagai sumber cahaya dengan rentang sudut 10° hingga

90°. Analisa fasa pada sampel menggunakan perangkat lunak High Score Plus

dan PDF2. Hasil pola difraksi sinar-X sampel FeAl practictal grade dan FeAl

scrap sebelum dan sesudah oksidasi disajikan pada gambar 4.9.

Gambar 4.9. Pola Difraksi Sinar-X

Hasil analisa XRD sampel FeAl practical grade sebelum oksidasi telah

terbentuk fasa Fe2Al5 dan Al2O3, hal ini sesuai dengan hasil line analysis (fasa

Fe2Al5) dan mapping (fasa Al2O3). Terbentuknya fasa Fe2Al5 menunjukkan

bahwa proses pack cementation telah berlangsung dengan baik dan juga sesuai

Page 85: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

70

dengan diagram fasa Fe-Al bahwa pada suhu 800°C terbentuk fasa Fe2Al5.

Sedangkan terbentuknya fasa Al2O3 dikarenakan sistem yang kurang tertutup

pada proses pack cementation sehingga unsur oksigen masih bisa masuk ke dalam

sistem dan berikatan dengan Al.

Sampel FeAl practical grade setelah dilakukan proses oksidasi selama

100 jam membentuk fasa Fe2Al5, FeAl dan Al2O3. Setelah proses oksidasi fasa

Fe2Al5 bereaksi dengan oksigen sehingga membentuk fasa FeAl dan Al2O3 yang

ditunjukkan pada reaksi di bawah ini:

2Fe2Al5 +9/2O2 4FeAl + 3Al2O3

Sedangkan fasa Al2O3 yang terbentuk setelah oksidasi menunjukkan intensitas

yang lebih tinggi, yang menandakan bahwa konsentrasi lapisan Al2O3 yang

terbentuk lebih banyak. Hal ini sesuai dengan hasil EDS-mapping setelah oksidasi

unsur oksigen lebih banyak terdifusi.

Pada hasil pola difraksi sinar-X sampel FeAl scrap sebelum dan setelah

oksidasi membentuk fasa yang sama yaitu Fe2Al5 dan Al2O3. Berdasarkan fasa

yang terbentuk hanya terjadi perbedaan konsentrasi saja, terlihat bahwa fasa Al2O3

memiliki peak yang lebih banyak dibandingkan dengan sebelum oksidasi. Hal ini

didukung dengan hasil EDS-Mapping yang menunjukkan unsur oksigen sesudah

oksidasi lebih banyak. Selain itu, dengan terbentuknya fasa yang sama

dikarenakan proses oksidasi yang kurang lama dan fasa Al2O3 yang terbentuk

setelah oksidasi hanya sedikit.

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa proses oksidasi pada sampel FeAl

practical grade dan FeAl scrap telah berlangsung dengan baik. Namun hasil yang

Page 86: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

71

signifikan ditunjukkan oleh FeAl scrap. Dimana sampel FeAl scrap memiliki

ketahanan oksidasi yang lebih baik dari sampel FeAl practical grade, didukung

oleh kurva oksidasi yang berbentuk parabolik.

Page 87: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

72

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan dalam penelitian maka dapat

ditarik kesimpulan:

1. Ketahanan oksidasi yang lebih baik ditunjukkan oleh sampel FeAl scrap

dibandingkan dengan sampel FeAl practical grade karena membentuk kurva

parabolik dengan perubahan massa sebesar 0,47 mg/cm2 .

2. Struktur mikro pada permukaan sampel FeAl practical grade dan FeAl scrap

setelah oksidasi ukuran partikel menjadi lebih besar. Pada struktur mikro

penampang melintang sampel FeAl practical grade dan FeAl scrap setelah

dilakukan oksidasi unsur aluminium banyak berikatan dengan oksigen dan

membetuk lapisan oksida protektif alumina (Al2O3) yang mampu melindungi

sampel dari oksidasi lebih lanjut.

3. Fasa-fasa yang teridentifikasi pada sampel FeAl practical grade sebelum

oksidasi adalah Fe2Al5 dan Al2O3 sedangkan setelah oksidasi membentuk fasa

Fe2Al5, FeAl dan Al2O3. Pada sampel FeAl scrap sebelum dan sesudah oksdasi

membentuk fasa yang sama yaitu Fe2Al5 dan Al2O3.

Page 88: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

73

5.1. Saran

Berdasarkan pengalaman penelitian yang dilakukan, maka ada beberapa saran

untuk penelitian selanjutnya, yaitu:

1. Pada proses pack cementation kondisi furnace harus benar-benar dalam

keadaan vacum agar tidak ada oksigen masuk pada sistem yang dapat

menyebabkan oksidasi.

2. Menambahkan variasi waktu pada pengujian oksidasi untuk mengetahui

ketahanan oksidasi lebih lanjut pada sampel

Page 89: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

74

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mikrajuddin. 2009. Review: Karakteristik Nanomaterial. Jurnal

Nanosains dan Nanoteknologi. Vol 2 No. 1, Bandung: Jurnal Nanosains

dan Nanoteknologi

A. Khursheed. 2011. Scanning Electron Microscope Optics and Spectrometer.

Singapore: Word Scientific

A. Tjahjono. 2013. “Fisika Logam dan Alloy”. Jakarta: UIN Jakarta Press

Bandriyana, Bernardus., dkk., 2004. “Ketahanan Korosi Baja Anti Karat Pada

Suhu Operasi Tinggi”. Fakultas Teknik. UBiNus Jakarta

Bianco, R., dan Rapp, R.A., 1996. Pack Cementation Diffusion Coatings.

http://link.springer.com/chapter/10.1007%2F978-94-009-1501-5_9.

Diakses pada 4 April 2018

B. K. Kim. 2013. “High Temperature Oxidation of Low Carbon Steel”. Montreal:

Department of Mining Metals and Material Engineering

Callister,Jr, W.D., Rethwisch, D.G,. “Materials Science and Engineering An

Introduction 8Th

”, John Wiley & Sons, Inc. 2009.

Denny A. Jones. 1992. “Principle and Prevention of Corrosion”. Macmillan

Publishing Company. USA

Eni, S., dkk., 2015. “Effect of Pack Cementation Temperature on Oxidation

Behavior of NiCoCrAl Coated Layer”

Fu, C., dkk., 2014. “Microstructure and Oxidation Behavior of Al + Si co-deposit

coating in Nickel Based Superalloys”

Page 90: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

75

G. Rombach., 2013. “Raw Material Supply by Aluminium Recycling Efficiency

Evaluation and Long Term Availability”. Vol. 61, pp. 1012-1020

Handoko, Erizal Dwi. 2012. “Analisis Korosi Erosi pada Baja Karbon Rendah dan

Baja Karbon Sedang Akibat Aliran Air Laut” Teknik Mesin Fakultas

Teknik Universitas Diponegoro: Semarang

Hubby, dkk., 2007. “Pengembangan Thermal Barrier Coating (TBC) NiCrAl pada

logam paduan berbasis Ni untuk Komponen Turbin Gas”

Hou, G. Y., dkk., 2014. “Effect of Surface Aluminizing on Structure and

Compressive Strength of Fe Foam Prepared by Electrodeposition”. Vol.

602, pp. 33-40

J. O. Asencious and R. Sun-Kou., 2012. “Synthesis of High Surface γ-Al2O3

From Aluminium Scrap and Its Use For The Adsorption of Metals: Pb(II),

Cd(II) and Zn(II)” Vol. 258, pp. 10002-10011

J, Xu., dkk., 2014. “Current Effeciency of Recycling From Aluminium Scrap by

Electrolysis”. Vol. 24, pp. 24, pp. 250-256

Kr. Trethewey and J. Chamberlin. 1991. Ahli Bahasa oleg Alex Tri Kanjtono

Widodo. Korosi. Jakarta: PT. Gramedia

L. H. V. Vlack. 2004. “Elemen-Elemen Ilmu dan Rekayasa Material” Jakarta:

Erlangga

L. Remier. 2013. Scanning Electron Microscopy: Physics of Image Formation

and Microanalysis. New York Tokyo: Springer-Verlag Berlin Heidelberg

M. Samuel., 2003. “A New Technique for Recycling Aluminium Scrap”. Vol.

135, pp. 117-124

Page 91: KETAHANAN OKSIDASI LAPISAN ALUMINIUM PRACTICAL DAN ...

76

Nisa, Khoirun., dkk., 2016. “Karakteristik Struktur Coating Fe-25Al yang

Difabrikasi dengan Metode Pemaduan Mekanik”. Vol. 2, pp 95-102

R. E. Smallman dan R. J. Bishop. 2000. “Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa

Material”. Jakarta: Erlangga

Saryanto, H., 2011. "High Temperature Oxidation Behavior of Fe80Cr20 Alloys

Implanted with Lanthanum and Titanium Dopant" Master Thesis,

Universiti Tun Hussein Onn Malaysia, Malaysia.

Sudiro, Toto., dkk., “High Temperature Cyclic Oxidation Resistance of 50Cr-

50Al Coatings Mechanically Alloyed on Low Carbon Steel”. Vol. 732, pp.

655-665

X. Si, B. Lu and Z. Wang., 2009. “Aluminizing Low Carbon Steel of Lower

Temperature”. Vol. 25, No. 24

Y. Q. Wang, Y. Zhang and D. A. Wilson., 2010. “Formation of Aluminide

Coatings on Ferritic-Martensitic Steel by a Low Temperature Pack

Cementation Process”. Vol. 204, pp. 2737-2744

Y. Sun, J. Dong, P. Zhao and B. Dou., 2017. “Formation and Phase

Transformation of Aluminide Coating Prepared by Temperature

Aluminizing Process” Vol. 330, pp. 234-240

Z. Zhan., dkk., 2010. “Microstructure and High Temperature Corrosion Behavior

of Aluminide Coatings by Low Temperature Pack Aluminizing Process”.

Vol. 256, pp. 3874-3879