KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga...

28
KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR ULTRAUNGU DENGAN PENAMBAHAN TiO 2 PADA PAKAN ULAT SUTERA AHMAD FAWWAZ ABDURRASYID DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2018

Transcript of KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga...

Page 1: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP

SINAR ULTRAUNGU DENGAN PENAMBAHAN TiO2

PADA PAKAN ULAT SUTERA

AHMAD FAWWAZ ABDURRASYID

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2018

Page 2: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika
Page 3: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ketahanan Benang

Sutera Terhadap Sinar Ultraungu dengan Penambahan TiO2 pada Pakan Ulat

Sutera adalah benar karya saya dengan arahan dari komisisi pembimbing dan

belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan negeri tinggi makna pun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanuan Bogor.

Bogor, Juli 2018

Ahmad Fawwaz Abdurrasyid

NIM G44130082

Page 4: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

ABSTRAK

AHMAD FAWWAZ ABDURRASYID. Ketahanan Benang Sutera

Terhadap Sinar Ultraungu dengan Penambahan TiO2 pada Pakan Ulat Sutera

Dibimbing oleh IRMA HERAWATI SUPARTO dan TETTY KEMALA

Sutera merupakan serat yang dihasilkan ulat Bombyx mori dalam tahapan

metamorfosis. Benang sutera memiliki sifat mekanik yang tinggi, namun dapat

menurun apabila terkena paparan sinar ultraungu (UV). Oleh karena itu,

modifikasi dengan menambahkan TiO2 dilakukan untuk mendapatkan sutera yang

lebih kuat terhadap sinar UV. Tujuan penelitian ini ialah mengevaluasi

karakteristik mekanik benang sutera yang dimodifikasi melalui pemberian variasi

konsentrasi TiO2 pada pakan, yaitu daun murbei. Ulat sutera instar kelima diberi

makan daun murbei yang telah ditambahkan TiO2 hingga menjadi kepompong.

Sutera dianalisis menggunakan difraksi sinar-X (XRD), spektroskopi inframerah

transformasi Fourier (FTIR), dan kuat tarik. Hasil analisis menunjukkan TiO2

terkandung dalam sutera berdasarkan XRD. Konsentrasi TiO2 melebihi 1.5%

mengurangi jumlah TiO2 yang masuk ke dalam sutera diakibatkan ulat sutera

mengeluarkan bioakumulasi TiO2 yang berlebih . Berdasarkan hasil FTIR, sutera

berinteraksi secara fisik dengan TiO2. Tidak terdapat perbedaan puncak FTIR

antara sutera kontrol dengan sutera hasil perlakuan. Kuat tarik sutera tertinggi

ditemukan pada sutera dengan penambahan 1.5% TiO2 pada pakan dengan

penyinaran selama 4 jam. Kata kunci : daun murbei, instar kelima, kepompong, kuat tarik,

ABSTRACT

AHMAD FAWWAZ ABDURRASYID. Silk Thread Resistance to Ultraviolet

Light with Addition of TiO2 in Silkworm Feed. Supervised by IRMA

HERAWATI SUPARTO and TETTY KEMALA

Silk is the fiber produced by the Bombyx mori larvae in the stages of

metamorphosis. Silk threads have high mechanical properties, but may decrease

when exposed to UV. Therefore, the modification by adding TiO2 is done to

obtain a stronger silk against UV light. The purpose of this research was to

evaluate the mechanical characteristics of modified silk threads by giving

variations in TiO2 concentration in feed, namely mulberry leaves. The fifth instar

silkworm is fed the mulberry leaf that TiO2 has added to become a cocoon. Silk

was analyzed using XRD, FTIR, and tensile strength. The results of the analysis

showed TiO2 contained in silk based on XRD. The concentration of TiO2

exceeding 1.5% reduces the amount of TiO2 that enters the silk due to the

silkworm releasing excess bioaccumulation of TiO2. Based on FTIR results, silk

interacts physically with TiO2. There is no difference in FTIR peaks between silk

control and silk treatment results. The highest silk tensile strength was found in

silk by adding 1.5% TiO2 to the feed with irradiation for 4 hours..

Keywords: cocoon, fifth instar, mulberry leaf, tensile strength

Page 5: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kimia

pada

Departemen Kimia

KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP

SINAR ULTRAUNGU DENGAN PENAMBAHAN TiO2

PADA PAKAN ULAT SUTERA

AHMAD FAWWAZ ABDURRASYID

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2018

Page 6: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika
Page 7: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika
Page 8: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika
Page 9: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Ketahanan

Benang Sutera Terhadap Sinar Ultraungu dengan Penambahan TiO2 pada

Pakannya berhasil diselesaikan. Karya ilmiah disusun berdasarkan penelitian yang

dilakukan di Laboratorium Anorganik Institut Pertanian Bogor sejak Agustus

2017 hingga Maret 2018.

Ucapan terima kasih utama penulis disampaikan kepada Dr dr Irma

Herawati Suparto, MS dan Dr Tetty Kemala, MSi selaku pembimbing yang telah

banyak memberikan saran dan masukan selama penelitian. Rasa terima kasih

disampaikan juga kepada ayahanda Eddy Surtana (alm) dan ibunda Kuraesin,

kakak-kakak saya (Hasyyati Ikramina Fajriyah, Hana Haliyati Kasyfillah, Raidah

Azyyati Fauziyah, dan Faruq Abdul Aziz), dan adik-adik saya (Adilah Shofwati

Hafilah, dan Muhammad Fashli Makarim) yang telah memberikan semangat dan

doa selama penulis menempuh studi, penelitian, dan penulisan karya ilmiah ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rory Setiadi, Yanico Hadi

Prayogo, Muhammad Taufik, dan Fadli Fakhrullah dan staf Laboratorium

Anorganik IPB yang telah memberikan dukungan selama pelaksanaan penelitian

ini. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman di Departemen

Kimia angkatan 50 lainnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Juli 2018

Ahmad Fawwaz Abdurrasyid

Page 10: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika
Page 11: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

ix

DAFTAR ISI

ABSTRAK iv

PRAKATA vii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

METODE 2

Alat dan Bahan 2

Lingkup Kerja 2

Pemeliharaan Ulat Sutera 2

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Ulat Sutera dan Sutera Hasil Degumming 4

Karakteristik Sutera 6

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10

Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 11

LAMPIRAN 12

RIWAYAT HIDUP 15

Page 12: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

DAFTAR GAMBAR

1 Kokon sutera 4

2 Interaksi air dengan OH pada permukaan TiO2 5

3 Interaksi gugus serina dengan OH pada permukaan TiO2 5 4 Difraktogram sutera 7

5 Spektra FTIR sutera 8

6 Grafik pengujian kuat tarik 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagan alir penelitian 13

2 JCPDS TiO2 14

3 Contoh perhitungan kadar air 14

4 Puncak serapam 2theta TiO2 pada sutera 14

5 Contoh perhitungan kristalinitas sutera 14

6 Puncak serapan FTIR 15

7 Data uji kuat tarik 15

Page 13: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sutera merupakan serat yang dihasilkan ulat sutera (Bombyx mori) pada

tahapan metamorfosis. Benang sutera memiliki sifat mekanik seperti kuat tarik

dan daya ulur yang tinggi, sehingga menjadikannya salah satu material yang kuat

(Keten et al. 2010). Serat sutera dibentuk dari dua mikrofilamen protein yang

direkatkan dengan pelapis glikoprotein (serisin). Mikrofilamen protein dibentuk

dari gabungan nanofibril yang sejajar dengan sumbu panjang fibroin (Hardy dan

Scheibel 2010). Fibroin sutera tersusun dari sekuens protein [Gly-Ala-Gly-Ala-

Gly-Ser] dan berperan sebagai pembentukan pupa. Sutera secara umum tersusun

dari struktur β-sheet atau lembaran beta, yang terdiri atas domain hidrofobik rantai

samping asam amino pada sekuen utama. Struktur ini mengakibatkan

pembentukan lembaran yang rapat dari ikatan hidrogen antiparalel rantai protein.

Bagian hidrofobik yang besar diselingi bagian hidrofilik yang kecil membentuk

kekuatan dan ketahanan serat sutera (Vepari dan Kaplan 2007; Rajkhowa et al.

2012).

Serat sutera ditenun menjadi kain sutera sebagai bahan baku tekstil, benang

jahit, pembalut luka, pengikat jaringan, pelapis biokompatibel, enkapsulasi obat,

material dengan sifat eletronik, magnetik dan optik, serta bahan biomaterial

lainnya. Bahan sutera dapat dimodifikasi dengan beberapa teknik sederhana

seperti pewarnaan atau dimodifikasi secara kimia agar tahan air (Hardy dan

Scheibel 2010). Meskipun sutera memiliki sifat mekanik yang tinggi, sifat

mekanik sutera dapat menurun apabila terkena paparan sinar ultraungu (UV). Sifat

mekanik dari sutera yang terpapar sinar UV menurun sekitar 67‒72% dari

awalnya. Hal ini diakibatkan fotodegradasi struktur fibroin pada sutera, terutama

rantai polipeptida amorf yang berkontribusi dalam menurunkan sifat mekanik dari

sutera (Aksakal et al. 2015).

Peningkatan sifat mekanik benang sutera dapat dilakukan dengan

menambahkan senyawa lain seperti logam. Penambahan logam titanium dapat

menambah sifat mekanik dari sutera dengan cara berinteraksi dengan struktur

protein sutera. Sutera yang telah termodifikasi memiliki kuat tarik dan ketahanan

pada sinar UV yang lebih tinggi dibandingkan sutera tanpa modifikasi. TiO2 dapat

ditransfer melalui rantai makanan, yaitu daun murbei (Morus sp.). Asupan TiO2

meningkatkan metabolisme protein dan karbohidrat (Cai et al. 2015).

Titanium digunakan untuk memodifikasi sutera dikarenakan murah, non-

toksik, dan stabil terhadap cahaya. Penambahan logam titanium dioksida (TiO2)

dapat dilakukan dengan menambahkan logam pada pakan ulat sutera, sehingga

menghasilkan sutera yang termodifikasi. TiO2 digunakan karena tidak beracun,

mudah didapatkan, stabil terhadap cahaya, dan dapat ditambahkan melalui pakan

ulat sutera (Aksakal et al. 2013). Selain itu, TiO2 digunakan sebagai pelindung

UV. TiO2 merupakan semikonduktor, sehingga dapat menyerap dan menyebarkan

sinar UV. Ketika TiO2 terkena sinar UV, elektron akan tereksitasi dan melintasi

sela pita (Yang et al. 2003).

Pada penelitian yang dilakukan Cai et al. (2015), ulat sutera diberi pakan

dengan penambahan TiO2 dengan konsentrasi 0%, 1%, 2%, 3%, dan 4%. Sutera

Page 14: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

2

dengan pemberian tambahan TiO2 1% memiliki nilai kuat tarik yang lebih tinggi

dibandingkan konsentrasi lainnya. Penelitian yang dilakukan menggunakan

rentang konsentrasi yang lebih rendah, yaitu 0%, 1%, 1.5%, 2%, dan 2,5%.

Semua proses tersebut diharapkan mendapatkan sutera yang lebih kuat

terhadap paparan sinar UV dan konsentrasi optimum penambahan TiO2 yang

dapat diberikan pada ulat sutera. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan

atau rekomendasi pemanfaatan TiO2 untuk meningkatkan ketahanan sutera

terhadap sinar UV. Tujuan penelitian ini mengevaluasi karakteristik mekanik sutra

dengan pemberian variasi konsentrasi TiO2 pada pakan ulat sutra.

METODE

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah sentrifusa (Beckman Model

J2-21 Floor Model Centrifuse), UV luminar (UV Sterilizer Cabinet T-209), alat

uji kuat mekanik (Torsee Paper Tensile Strength Tester type FA-104-30), difraksi

sinar X (XRD) (Shimadzu MAXima X XRD-7000), dan spektrofotometer

inframerah tranformasi Fourier (FTIR) (Perkin Eimer Spectrum One). Bahan yang

digunakan pada penelitian ini adalah ulat sutera instar keempat diperoleh dari

peternakan Rumah Sutera Bogor, daun murbei untuk pakan ulat sutera. Bahan

kimia yang digunakan ialah TiO2, akuades, Na2CO3 0.5 b/b, NaBr 9.6 M, dan air

deionisasi.

Lingkup Kerja

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di

Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB. Penelitian dilakukan dalam 3 tahap. Tahap

pertama ialah pemeliharaan ulat sutera hingga menjadi kokon kemudian proses

degumming hingga mendapatkan sutera. Tahap kedua ialah pencirian terhadap

sutera hasil degumming. Pencirian dilakukan dengan XRD, FTIR, dan uji kuat

tarik. Tahap ketiga ialah uji kuat tarik sutera yang disinari UV. Secara umum

bagan alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pemeliharaan Ulat Sutera

Preparasi Pakan Ulat Sutera (Modifikasi Cai et al. 2015) Larutan TiO2 dibuat dengan mencampurkan TiO2 dengan massa yang

berbeda, yaitu 1, 1.5, 2, dan 2.5 g dilarutkan dalam 100 mL akuades. Larutan TiO2

disemprotkan merata pada permukaan daun murbei kemudian dikeringkan di

udara terbuka.

Page 15: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

3

Preparasi Ulat Sutera (Modifikasi Cai et al. 2015)

Ulat sutera instar keempat dipelihara hingga ulat sutera instar kelima dengan

diberi makan daun murbei yang tidak diberi TiO2. Grup kontrol diberi makan

daun murbei yang tidak disemprotkan TiO2. Ulat sutera instar kelima dibagi

menjadi 5 kelompok (200 ekor ulat sutera, satu kelompok 40 ekor). Pemberian

pakan dilakukan hingga menjadi kepompong. Empat kelompok diberi makan daun

murbei yang telah dicelupkan berbagai konsentrasi TiO2 (1%, 1.5%, 2%, dan

2.5%), sedangkan satu kelompok tidak menggunakan TiO2.

Kadar Air Kokon (Modifikasi AOAC 2016)

Kokon dikeringkan selama 1 jam pada suhu 110 C kemudian pada suhu

105 C dalam oven hingga bobotnya konstan. Kemudian dihitung kadar air kokon

dengan persamaan

Kadar air =

Degumming Kokon (Modifikasi Cai et al. 2015)

Kokon yang telah kering dipotong menjadi beberapa bagian kemudian

dicuci dengan larutan Na2CO3 0.5 pada suhu 100 C selama 30 menit, kemudian

dicuci dengan air deionisasi dan dikering udarakan untuk mendapatkan sutera.

Pencirian Sutera

Penentuan Kandungan TiO2 pada Sutera dengan XRD

Sutera hasil degumming dimasukkan ke dalam larutan NaBr 9.6 M

kemudian didialisis selama 3 hari. Hasil dialisis disentrifugasi dengan kecepatan

1000 rpm, suhu 4 °C, selama 30 menit. Endapan sutera dikeringkan udarakan.

Setelah kering, sutera diuji dengan XRD dengan menggunakan radiasi CuKα,

dengan jarak 2θ ═ 5‒50 dengan laju 2/menit. Hasil yang diperoleh

dibandingkan dengan Joint Committee on Powder Diffraction Standards (JCPDS)

Analisis dengan FTIR

Pengukuran diawali dengan preparasi sutera. Preparasi sutera diawali

penyiapan sutera sebanyak 0.001 g yang ditumbuk di dalam 0.1 g KBr. Setelah

tercampur merata, dilakukan pengukuran sampel menggunakan FTIR. Hasil FTIR

dianalisis menggunakan aplikasi Origin Pro 8.

Penentuan Kuat Tarik Sutera

Resistensi sutera terhadap sinar ultraungu dilakukan dengan

membandingkan sifat mekanik dari sutera sebelum dan sesudah diberikan UV.

Sutera disinari dengan UV dengan panjang gelombang 254 nm. Jarak sutera

dengan lampu UV sebesar 15 cm, selama 3, 4, dan 5 jam dan kontrol untuk

membandingkan. Sutera yang telah disinari diuji kuat tarik, perpanjangannya

dengan alat uji kuat tarik pada suhu 20‒25 C, kelembaban ±65% dan kecepatan

0.2 mm/menit.

Page 16: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

4

Analisis Data

Hasil pengamatan berupa data XRD, FTIR, dan kuat tarik dianalisis dengan

membandingkan hasil kontrol antar 1%, 1.5%, 2%, dan 2.5% menggunakan

aplikasi Origin 8.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ulat Sutera dan Sutera Hasil Degumming

Ulat yang menjadi kokon sebanyak 114 dari 200 ekor ulat. Sebagian ulat

tidak mengokon, hal ini diakibatkan ulat sutera merupakan hewan yang suhu

tubuhnya mengikuti suhu lingkungannya. Suhu yang baik untuk pertumbuhan ulat

sutera ialah 20‒28 °C (Nursita 2011), sedangkan suhu pemeliharaan ulat sutera

pada penelitian ini dilakukan pada suhu ruang dengan kisaran suhu 24‒33 °C.

Suhu yang terlalu tinggi mengakibatkan hanya sedikit ulat sutera yang menjadi

kokon (Nursita 2011). Karakteristik kokon hasil perlakuan penambahan berbagai

konsentrasi TiO2 ditampilkan pada Tabel 1. Kokon yang dihasilkan dapat dilihat

pada Gambar 1.

a) (b) (c) (d) (e

Gambar 1 Kokon sutera kontrol (a), 1% TiO2 (b), 1.5% TiO2,

(c), 2% TiO2 (d), dan 2.5% TiO2 (e)

Tabel 1 Karakteristik kelompok perlakuan kokon

Kelompok Kokon

Berat (g) Panjang (cm) Diameter (cm) Kadar air (%)

Kontrol 0.4490 2.9 1.7 37.33

TiO2 1% 0.4117 2.5 1.4 40.53

TiO2 1.5% 0.3820 2.8 1.7 39.46

TiO2 2% 0.3613 2.7 1.4 38.20

TiO2 2.5% 0.3716 2.7 1.4 43.35

Menurut Basri et al. (2009), kadar air standar untuk kokon ialah 38‒42%.

Kadar air kokon sutera berada pada rentang standar yang ditetapkan, kecuali

untuk kontrol dan penambahan TiO2 2.5%. Peningkatan kadar air disebabkan oleh

Page 17: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

5

terdapatnya rongga antar rantai protein yang diakibatkan adanya TiO2, sehingga

mengakibatkan peningkatan kadar air (Abedini et al. 2011). Contoh perhitungan

kadar air terdapat pada Lampiran 3. Menurut Vargas dan Núñez (2009). TiO2

dapat membentuk interaksi hidrogen pada permukaan TiO2. Oksigen pada

permuikaan TiO2 memiliki pasangan elektron bebas (PEB) yang dapat didonorkan

untuk membentuk interaksi hidrogen. Interaksi OH pada TiO2 dengan air dan

gugus samping serina disajikan pada Gambar 2 dan 3

Gambar 2 Interaksi air dengan OH pada permukaan TiO2

Pada sutera, gugus OH pada permukaan TiO2 yang dapat membentuk

interaksi dengan gugus OH pada gugus serina

Gambar 3 Interaksi gugus serina dengan OH pada permukaan TiO2

Page 18: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

6

Interaksi OH serina dengan permukaan TiO2 mengakibatkan peningkatan

kadar air pada sutera. Peningkatan kadar air pada sutera dapat diakibatkan oleh

permukaan TiO2 membentuk interaksi hidrogen dengan air

Pemberian TiO2 mengakibatkan pengurangan ukuran kokon dan berat

kokon. Hal ini diduga penambahan ruang akibat TiO2 sehingga mengurangi berat

kokon. Selain itu penambahan TiO2 mengakibatkan ulat sutera kekurangan nutrisi

yang diperlukan. TiO2 yang diberikan mempengaruhi penampilan sutera. Sutera

yang diberikan TiO2 memiliki warna lebih putih dan berat kokon lebih rendah

dibandingkan kontrol. Penambahan TiO2 pada pakan mengakibatkan

bioakumulasi TiO2 pada kelenjar penghasil sutera di ulat (Cai et al. 2015),

sehingga sutera mengandung TiO2.

Sebelum dianalisis lebih lanjut, kokon mengalami proses degumming.

Degumming adalah proses penghilangan serisin pada sutera sehingga

menghasilkan sutera yang mengkilap, dan lembut (Freddi et al. 2003). Proses

degumming sutera dapat menggunakan larutan alkali, detergen, atau enzim.

Larutan alkali melarutkan serisin sehingga memisahkan fibroin dengan serisin

(Rajkhowa et al. 2008). Sutera hasil degumming dengan larutan Na2CO3 memiliki

bentuk seperti kapas. Hal ini menunjukkan degumming dengan Na2CO3

menghilangkan serisin pada sutera. Konsentrasi Na2CO3 merupakan fakor utama

dalam distribusi bobot molekul yang berhubungan dengan sifat fisik dan mekanik

sutera tersebut., Bentuk sutera yang seperti kapas diakibatkan proses degumming

yang terlalu lama atau konsentrasi Na2CO3 terlalu tinggi dan mengakibatkan

sutera kehilangan massa dan bentuk (Dou dan Zou 2015).

Karakteristik Sutera

Difraktogram XRD

Keberhasilan TiO2 masuk ke dalam sutera dapat ditentukan dengan XRD.

Difraktogram sinar X yang dihasilkan menunjukkan puncak difraksi dari sutera.

Grafik difraktogram sutera terlampir pada Lampiran 2. TiO2 memberikan sinyal

khas pada 27°, 36°, 39°, 42°, dan 45° (JCPDS 88-1175). Difraktogram XRD

sutera kontrol tidak menunjukkan puncak pada area sinyal khas TiO2 (Gambar 2).

Untuk difraktogram sutera dengan pemberian TiO2 dalam semua konsentrasi,

terdapat puncak pada area khas yang telah disebutkan diatas. Hal ini membuktikan

terdapat TiO2 pada sutera dari seluruh perlakuan dengan TiO2.

Tinggi puncak intensitas counts dipengaruhi oleh bentuk kristal dan posisi

puncak menunjukan komposisi senyawa (Culliti dan Stock 2001). Puncak seluruh

sutera yang terbaca menunjukan seluruh bentuk kristal dari sutera ialah amorf.

Pada difraktogram, terdapat puncak khas TiO2 pada penambahan 1% dan 1.5%

TiO2, sedangkan penambahan 2% dan 2.5% TiO2 hanya terdapat puncak pada 27°

Hal ini dapat diakibatkan bioakumulasi TiO2 berlebihan mengakibatkan TiO2

dibuang oleh sistem metabolisme ulat sutera. Tinggi puncak intensitas counts

TiO2 pada sutera menunjukan TiO2 berbentuk amorf bukan kristal. Hal ini dapat

diakibatkan sistem metabolisme ulat sutera mengubah bentuk kristal TiO2.

Difraktogram sutera disajikan pada Gambar 4. Daftar puncak serapan 2theta

disajikan pada lampiran 4.

Page 19: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

7

Gambar 4 Difraktogram sutera hasil kontrol (a), penambahan 1% TiO2 (b),

1.5% TiO2 (c), 2% TiO2 (d), dan 2.5% TiO2 (e)

Nilai kristalinitas sutera menurun ketika TiO2 ditambahkan ke pakan.

Penambahan TiO2 pada pakan mengakibatkan protein sutera berinteraksi hidrogen

dengan TiO2 (Gambar 2) dan membatasi pergerakan protein, sehingga protein

tidak dapat menambah area nukleasi kristalisasi untuk fibroin pada sekitar

molekul TiO2 (Cai et al 2015). Kristalinitas sutera terdapat pada Lampiran 5.

Theta-2Theta (deg) (a)

I (c

ounts

)

I (c

ounts

)

I (c

ounts

)

I (c

ounts

)

I (c

ounts

)

2theta (deg)

Page 20: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

8

Spektrum FTIR

`Sutera dianalisis dengan FTIR untuk mengetahui interaksi antara sutera

dengan TiO2. FTIR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat

pada sutera. Gugus sutera memiliki pita serapan yang khas pada bilangan

gelombang pada 1600‒1700 cm-1

(amida I), 1520‒1550 cm-1

(amida II), dan

1200‒1313 cm-1

(amida III) berdasarkan FTIR.

Gambar 5 Spektra FTIR sutera hasil kontrol (a), penambahan 1% TiO2 (b),

1.5% TiO2 (c), 2% TiO2 (d), dan 2.5% TiO2 (e)

Pada Gambar 5, puncak FTIR dari sutera kontrol dengan sutera yang

ditambahkan TiO2 tidak terdapat puncak yang bertambah atau menghilang, Hal ini

menunjukan tidak terdapat ikatan baru pada sutera. Puncak yang dihasilkan pada

bilangan gelombang 3100‒3600 cm-1

menunjukkan ikatan OH dan NH. Pada

1600‒1700 cm-1

menunjukkan regangan antara C=O, sedangkan ikatan

1520‒1550 cm-1

menunjukkan deformasi N-H, dan 1200‒1313 cm-1

menunjukkan

regangan C≡N. Puncak pada bilangan gelombang 600‒750 cm-1

menunjukkan

ikatan Amida V, dua puncak pada bilangan gelombang 2700‒2900 cm-1

menunjukkan regangan simetris dan asimetris C‒H pada CH2. (Kamalha et al.

2015; Aksakal dan Koç 2013). Puncak serapan FTIR terdapat pada Lampiran 5

Berdasarkan bilangan serapan yang diperoleh dari sutera hasil kontrol,

penambahan 1% TiO2, 1.5% TiO2, 2% TiO2, dan 2.5% TiO2, terjadi pergereseran

puncak pada sutera hasil penambahan TiO2 pada semua konsentrasi. Hal ini

menunjukan sutera berinteraksi secara fisik dengan TiO2 yang ditambahkan.

a

b

c

d

e

O

H

N

H

CH NH C≡N

C=O

Amid

a V

a

b

c

e

d

Page 21: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

9

Kuat Tarik Sutera

Resistensi sutera terhadap sinar ultraungu dilakukan dengan

membandingkan uji kuat tarik dari sutera sebelum dan sesudah diberikan UV.

Kuat tarik ditentukan berdasarkan uji tegangan uniaksial sederhana. Kuat tarik

sutera dilakukan dengan menarik sutera dengan kecepatan tertentu hingga sutera

tersebut putus (Brinson dan Brinson 2015). Hasil uji kuat tarik disajikan pada

Gambar 6.

Gambar 6 Hasil pengujian kuat tarik terhadap benang sutera setelah pemaparan

sinar ultraungu (pada 0 jam, 3 jam, 4 jam, dan 5 jam) dengan berbagai

konsentrasi TiO2

Dari hasil uji kuat tarik yang dilakukan, kuat tarik sutera cenderung

berkurang seiring lamanya penyinaran sinar UV. Hal ini diakibatkan degradasi

sutera yang diakibatkan paparan sinar UV, Sutera dengan penambahan TiO2 1.5 %

memiliki kuat tarik tertinggi dibandingkan yang lainnya. Data uji kuat tarik

terdapat pada Lampiran 6. Hal ini menunjukkan titik maksimal konsentrasi TiO2

yang dapat diberikan pada ulat sutera ialah 1.5%. Hal ini diakibatkan TiO2

menahan sinar UV dengan cara menyerap, memendarkan, dan memantulkan UV

(Yang et al. 2003). Hasil serupa dihasilkan oleh Fakin et al. (2015), TiO2

meningkatkan ketahanan serat poliamida terhadap sinar UV yang dipancarkan.

Sinar UV diserap oleh TiO2 pada panjang gelombang 250 dan 400 nm dengan

panjang gelombang maksimum 253, 246, dan 291nm.

Pada Gambar 4, nilai kuat tarik sutera dengan penambahan 1.5% TiO2 dan

penyinaran selama 4 jam memiliki nilai kuat tarik yang lebih tinggi dibandingkan

yang lainnya. Hal ini diduga akibat distribusi TiO2 pada sutera tidak merata,

sehingga terdapat bagian sutera yang mengandung TiO2 yang lebih tinggi

dibandingkan bagian lainnya. TiO2 melindungi sutera dengan cara memantulkan,

menghamburkan dan menyerap sinar UV, sehingga sutera tidak terpapar secara

langsung oleh sinar matahari (Manaia et al. 2013). Untuk ilustrasi tersedia pada

gambar 7.

3 jam 0 jam

4 jam 5 jam

Kontrol

1%

1.5%

2%

2.5%

Kuat

tar

ik (

KgF

)

Page 22: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

10

Gambar 7 Cara kerja TiO2 sebagai pelindung UV

Hal lain yang mempengaruhi kuat tarik sutera ialah penghilangan serisin,

perubahan molekul, dan pemutusan ikatan. Penghilangan serisin pada permukaan

fibroin akan mengubah luas penampang dan merubah sifat tarik serat. Perubahan

struktur molekul β-sheet, pemutusan ikatan peptida, serisin yang terlepas menjadi

salah satu faktor kekuatan tarik pada sutera (Ho et al. 2011; Jiang et al. 2006).

Degumming yang tidak sempurna mempengaruhi kuat tarik dari sutra. Serisin

yang tersisa mengakibatkan kuat tarik yang tinggi. Nilai kuat tarik yang rendah

kontrol dapat diakibatkan selama proses pengeringan sutra terkena sinar matahari.

UV sinar matahari mendegradasi sutera, sehingga kuat tarik sutera berkurang.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

TiO2 dapat dimasukkan ke dalam sutera melalui pakan dengan konsentrasi

maksimal 1.5%. Penambahan konsentrasi TiO2 melebihi 1.5% mengurangi jumlah

TiO2 yang masuk ke dalam sutera. Dari hasil pengujian FTIR, tidak terbentuk

ikatan antar fibroin sutera dengan TiO2, sutera hanya berinteraksi secara fisik

dengan TiO2. Kuat tarik sutera tertinggi ialah 1.5% dengan penyinaran selama 4

jam

Saran

Diperlukan analisis lebih lanjut menggunakan instrumen lain seperti AAS

atau ICP-MS untuk mengetahui adanya TiO2 dalam kokon. Selain itu, diperlukan

analisis menggunakan instrument lain untuk mengetahui struktur tersier sutera.

Kontrol suhu diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan pengembangbiakan.

Page 23: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

11

DAFTAR PUSTAKA

Abedini R, Mousavi SM, Aminzadeh R. 2011. A novel cellulose acetate (CA)

membrane using TiO2 nanoparticles: preparation, characterization and

permeation study. Desal. 277(1): 40-45. doi: 10.1016 /j.desal .2011.03.089

Aksakal B, Koc K. 2013. The tensile properties of uncoated and TiO2 coated

Bombyx mori silk yarns exposed. J Macromol Sci. 1:1283–1297.

doi:10.1080/00222348.2013.763703.

Aksakal B, Koç K, Yargı Ö, Tsobkallo K. 2015. Effect of uv-light on the uniaxial

tensile properties and structure of uncoated and TiO2 coated Bombyx mori

silk fibers. Spectrochim ACTA PART A Mol Biomol Spectrosc.

(2015).doi:10.1016/j.saa.2015.01.131.

Antonio CA, Jesús PG, Tetyana K, Andriy K. 2014. Extinction phenomenon in x-

ray diffraction technique for texture analysis. Ingeniería Investigación y

Tecnología. 15(2): 241‒252. doi.org/10.1016/S1405‒7743(14)72214-0

[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2016. Official Methods of

Analysis of AOAC International 20th

ed. Latimer Jr, GW, editor. Maryland

(US): AOAC Internationals.

Basri E, Kaomini K, Yuniarti K. 2009. Kualitas filamen dan benang sutera dari

kokon hasil uji coba pengeringan dan penyimpanan menggunakan alat

desain P3HH Bogor. JPHH. 27(3): 213‒222

Brinson HFO, Brinson LC. 2015. Polymer Engineering Science and

Viscoelasticity An Intruduction. New York (USA): Springler US.

Cai L, Shao H, Hu X, Zhang Y. 2015. Reinforced and ultraviolet resistant silks

from silkworms fed with titanium dioxide nanoparticles. ACS Sustain Chem

Eng. 3:2551–2557. doi:10.1021/acssuschemeng.5b00749.

Culliti BD, Stock SR. 2001. Elements of X-Ray Diffraction. New Jersey (USA):

Prentice Hall.

Dou H, Zuo B. 2015. Effect of sodium carbonate on the degumming and

regeneration process of silk fibroin. JTTI. 10(3): 311-319. doi: 10.1080/

00405000.2014.919065.

Fakin D, Kleinschek KS, Ojstrešek A. 2015. The role of TiO2 nanoparticles on the

UV protection ability and hydrophilicity of polyamide fabrics. A Phys Pol

A. 127(4): 943‒946. doi: 10.12693/APhysPolA.127.943.

Freddi G, Mossotti R, Innocenti R. 2003. Degumming of silk fabric with several

proteases. J Biotechnol. 106:101–112. doi:10.1016/j.jbiotec.2003.09.006.

Hardy JG, Scheibel TR. 2010. Progress in polymer science composite materials

based on silk proteins. Prog Polym Sci. 35:1093–1115. doi:10.1016

/j.progpolymsci.2010.04.005.

Ho M, Wang H, Lau K. 2012. Effect of degumming time on silkworm silk fibre

for biodegradable polymer composite. JASS. 258(1): 3948‒3955. doi:

10.1016/j.apsusc.2011.12.068.

Jiang P, Liu H, Wang C, Wu L, Huang J, Guo C. 2006. Tensile behavior and

morphology of differently degummed silkworm (Bombyx mori) cocoon silk

fibres. Material Letters. 60(1): 919‒935. doi: 10.1016/j.matlet.2005.10.056.

Kamalha E, Zheng Y, Zeng Y, Fredrick MN. 2015. FTIR and WAXD study of

regenerated silk fibroin. JAMS. 677(1): 211‒215. doi:10.4028/www.

Page 24: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

12

scientific.net/AMR.677.211

Keten S, Xu Z, Ihle B, Buehler MJ. 2010. Mechanical toughness of β‒sheet

crystals in silk. Nat Mater. 9(4):359–367. doi:10.1038/nmat2704.

Manaia EB, Kaminski RCK, Corrȇa MA, Chiavacci LA. 2013. Inorganic UV

filters. BJPS. 49(2): 201-209.

Naldoni A, Minguzzi A, Santo VD, Borgese, Bianchi CL. 2010.

Electrochemically assisted deposition on TiO2 scaffold for tissue

engineering: an apatite bio-inspired crystallization pathway. J. Mater. Chem.

21(1): 400‒407. doi: 10.1039/c0jm02446e.

Nursita IW. 2011. Perbandingan produktifitasulat sutera dari dua tempat

pembibitan yang berbeda pada kondisi lingkungan pemeliharaan panas.

JIIP. 21(3): 10‒17.

Rajkhowa R, Hu X, Tsuzuki T, Kaplan DL, Wang X. 2012. Structure and

biodegradation mechanism of milled bombyx mori silk particles.

Biomarcomolecules. 13(8):2503–2512. doi:10.1021/bm300736m.

Rajkhowa R, Wang L, Wang X. 2008. Molecular weight and secondary structure

change in eri silk during alkali degumming and powdering. J. Applied Pol

Sci. 119(1): 1339‒13. doi:10.1002/app.31981

Vargaz R, NúñezO. 2009. Hydrogen bond interactions at the TiO2 surface: Their

contribution to the pH dependent photo-catalytic degradation of p-

nitrophenol. JMCA: Chemical. 300(1-2): 65-71.

Vepari C, Kaplan DL. 2007. Silk as a biomaterial. Prog Polym Sci. 32(8‒9):991–

1007. doi:10.1016/j.progpolymsci.2007.05.013.

Xinxing F, Lan Z, Hailin Z, Jianyong C. 2010. Study on the properties of nano-tio

2 particles modified silk fibroin porous films. J Appl Polymr Sci. 116(1):

468–472. doi:10.1002/app.31527.

Yang H, Zhu S, Pan N. 2003. Studying the mechanism of titanium dioxide as

ultraviolet-bloking additive to films and fabrics improved scheme. JAPS.

92(1): 3201‒3210.

Page 25: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

12

Disinar

i UV

Data

pengujia

n

Sutera yang

telah

disinari

Data

pengujia

n

Karakterisasi

XRD

Uji kuat tarik

Sutera

XRD

Pakan +

TiO2

Ulat sutera

instar kelima

Kepompong

kontrol

Kepompong

+ 1% TiO2

Kepompong

+ 2% TiO2

Kepompong

+ 1.5% TiO2

Kepompong

+ 2.5% TiO2

Degummin

g

Data

pengujia

n

Karakterisasi

FTIR

LAMPIRAN

Lampiran 1 bagan alir penelitian

Page 26: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

Lampiran 2 JCPDS TiO2 (Naldoni et al. 2010)

Lampiran 3 Contoh perhitungan kadar air

Perlakuan Bobot (g)

Kadar air (%) Awal Akhir

Kontrol 0.2440 0.1529 37.33

1% 0.2729 0.1623 40.53

1.5% 0.2960 0.1792 39.46

2% 0.3602 0.2226 38.20 2.5% 0.2754 0.1566 43.35

Contoh perhitungan kadar air

Kadar air =

=

= 61.01%

Lampiran 4 Puncak serapan theta pada area khas TiO2

2Theta (deg) Intensitas (I)

Kontrol 1% 1.5% 2% 2.5%

27 - 4 4 1 3

36 - 5 3 - - 39 - 4 2 - -

42 - 2 1 - -

45 - 4 2 - -

Lampiran 5 Contoh perhitungan kristalinitas sutera

Perlakuan Area % Kristalinitas

(%) Kristal Amorf

Kontrol 0.3673 1.0583 25.75

1% 0.2830 0.9567 22.83

1.5% 0.1584 0.9700 14.04

2% 0.3616 1.0733 25.20

2.5% 0.2894 0.9383 23.57

14

Page 27: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

15

Contoh perhitungan % kristalinitas

% Kristalintas =

=

=

= 25.75%

Lampiran 6 Puncak serapan FTIR sutera

Serapan Bilangan gelombang (cm

-1)

Kontrol 1% 1.5% 2% 2.5%

Ulur OH, NH 3291 3287 3293 3285 3294

CH 2981 2977 2972 2984 2980 CH2 2930 2933 2936 2934 2935

Regangan C=O 1660 1659 1657 1651 1660

Deformasi NH 1517 1511 1515 1513 1515

Regangan C≡N 1230 1229 1229 1231 1229 Amida V 701 694 689 697 692

Lampiran 7 Data uji kuat tarik

Perlakuan (jam) Kuat tarik (kgf)

K 1 1.5 2 2.5

0 7.61 5.33 6.095 10.66 6.09

3 5.33 7.61 3.76 9.69 13.33

4 20.07 12.19 36.57 12.08 18.66 5 7.61 7.1 10.66 15.05 13.33

Page 28: KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP SINAR … · Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 13 Agustus 1996 dari

pasangan Eddy Surtana (Alm) dan Kuraesin. Penulis merupakan anak kelima dari

tujuh bersaudara. Tahun 2013 penulis lulus dari Sekolah Negeri 3 Sukabumi dan

melanjutkan studi di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Bersama Masuk

Perguruan Tinggi Negeri

Selama mengikuti perkuliahan penulis menjadi asisten praktikum Kimia

Organik Layanan Semester Gasal (2015,2017), asisten praktikum Kimia Organik

Layanan Semester Genap (2018), asisten praktikum Kimia B Semester Gasal

(2016-2017), asisten praktikum Kimia B Semester Genap (2017), dan asisten

praktikum Kimia Biologis II (2017). Penulis pernah aktif dalam organisasi

Serambi Rukhiyah Mahasiswa FMIPA (Serum-G) sebagai staf Creative Media.

Penulis berkesempatan melakukan praktik lapang di Balai Besar Hasil Pengujian

Penerapan Hasil Perikanan (BBP2HP) pada bulan Juli-Agustus 2016.