KESETARAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN BANGSA.doc

13
KESETARAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN BANGSA PENDAHULUAN (http://www.komnasperempuan.or.id/2013/11/pengarusutamaan-gender- dalam-kebijakan-pembangunan/ ) Istilah gender sudah digunakan secara luas masyarakat di berbagai forum, baik yang bersifat akademis maupun non-akademis ataupun dalam diskursus pembuatan kebijakan (law making process). Meskipun demikian, tidak selamanya istilah tersebut dipergunakan dengan tepat, bahkan terkadang mencerminkan ketidakjelasan pengertian konsep gender itu sendiri. Kekeliruan ini memiliki implikasi yang tidak kecil, khususnya apabila terjadi dalam proses pembuatan kebijakan. Kekeliruan ini bukan tidak mungkin menyebabkan kebijakan yang dihasilkan tidak tepat sasaran dan tidak mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu kejelasan konsep gender penting sebagai langkah awal memahami pengarusutamaan gender. Konsep gender tidak merujuk kepada jenis kelamin tertentu (laki-laki atau perempuan). Berbeda dengan jenis kelamin, gender merupakan konsep yang dipergunakan untuk

Transcript of KESETARAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN BANGSA.doc

KESETARAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN BANGSA

PENDAHULUAN (http://www.komnasperempuan.or.id/2013/11/pengarusutamaan-gender-dalam-kebijakan-pembangunan/)Istilah gender sudah digunakan secara luas masyarakat di berbagai forum, baik yang bersifat akademis maupun non-akademis ataupun dalam diskursus pembuatan kebijakan (law making process). Meskipun demikian, tidak selamanya istilah tersebut dipergunakan dengan tepat, bahkan terkadang mencerminkan ketidakjelasan pengertian konsep gender itu sendiri. Kekeliruan ini memiliki implikasi yang tidak kecil, khususnya apabila terjadi dalam proses pembuatan kebijakan. Kekeliruan ini bukan tidak mungkin menyebabkan kebijakan yang dihasilkan tidak tepat sasaran dan tidakmencapai tujuan yang diharapkan.Oleh karena itu kejelasan konsep gender penting sebagai langkah awal memahami pengarusutamaan gender.Konsep gender tidak merujuk kepada jenis kelamin tertentu (laki-laki atau perempuan). Berbeda dengan jenis kelamin, gender merupakan konsep yang dipergunakan untuk menggambarkan peran dan relasi sosial laki-laki dan perempuan. Gender merumuskan peran apa yang seharusnya melekat pada laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Konsep inilah yang kemudian membentuk identitas gender atas laki-laki dan perempuan yang diperkenalkan, dipertahankan, dan disosialisasikan melalui perangkat-perangkat sosial dan norma hukum yang tertulis maupun tidak tertulis dalam masyarakat.Berbeda dengan jenis kelamin yang ditentukan oleh aspek-aspek fisiologis, gender merupakan pengertian yang dibentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan, adat istiadat, dan perilaku sosial masyarakat. Oleh karena itu, pengertian gender tidak bersifat universal, melainkan tergantung pada konteks sosial yang melingkupinya. Sebagai contoh, masyarakat berbasis patrilineal seperti di Jawa sangat mungkin merumuskan gender secara berbeda dengan masyarakat yang sistem sosialnya berbasis matrilineal.SEJARAH MUNCULNYA GENDER (http://www.bppk.depkeu.go.id/webpajak/index.php/artikel/opini-kita-lain-lain/1321-perempuan-dan-kesetaraan-gender)Kesetaraan perempuan dan laki-laki dimulai dengan dikumandangkannya 'emansipasi' di tahun 1950-1960-an. Setelah itu tahun 1963 muncul gerakan kaum perempuan yang mendeklarasikan suatu resolusi melalui badan ekonomi sosial PBB. Kesetaraan perempuan dan laki-laki diperkuat dengan deklarasi yang dihasilkan dari konferensi PBB tahun 1975, dengan temaWomen In Development(WID) yang memprioritaskan pembangunan bagi perempuan yang dikembangkan dengan mengintegrasi perempuan dalam pembangunan.

Setelah itu, beberapa kali terjadi pertemuan internasional yang memperhatikan pemberdayaan perempuan. Sampai akhirnya sekitar tahun 1980-an berbagai studi menunjukkan bahwa kualitas kesetaraan lebih penting daripada kuantitas, maka tema WID diubah menjadiWomen and Development(WAD).

Tahun 1992 dan 1993, studi Anderson dan Moser memberikan rekomendasi bahwa tanpa kerelaan, kerjasama, dan keterlibatan kaum laki-laki maka program pemberdayaan perempuan tidak akan berhasil dengan baik. Dengan alasan tersebut maka dipergunakan pendekatan gender yang dikenal denganGender and Development(GAD) yang menekankan prinsip hubungan kemitraan dan keharmonisan antara perempuan dan laki-laki.

Pada tahun 2000 konferensi PBB menghasilkan 'The Millenium Development Goals' (MDGs) yang mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sebagai cara efektif untuk memerangi kemiskinan, kelaparan, dan penyakit serta menstimulasi pembangunan yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan.

Pengertian gender dan seks (http://jawarakampung.blogspot.com/2011/10/apa-sih-kesetaraan-gender-itu.html)Gender adalah perbedaan dan fungsi peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan Sehingga gender belum tentu sama di tempat yang berbeda, dan dapat berubah dari waktu ke waktu.Seks/kodrat adalah jenis kelamin yang terdiri dari perempuan dan laki-laki yang telah ditentukan oleh Tuhan. Oleh karena itu tidak dapat ditukar atau diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala, sekarang dan berlaku selamanya.Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada. Dengan demikian gender dapat dikatakan pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk/dikonstruksi oleh sosial budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman.Dengan demikian perbedaan gender dan jenis kelamin (seks) adalah Gender: dapat berubah, dapat dipertukarkan, tergantung waktu, budaya setempat, bukan merupakan kodrat Tuhan, melainkan buatan manusia. Lain halnya dengan seks, seks tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan, berlaku sepanjang masa, berlaku dimana saja, di belahan dunia manapun, dan merupakan kodrat atau ciptaan TuhanPENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNANKonsep Pengarusutamaan Gender (PUG) pertamakali muncul saat Konferensi PBB untuk Perempuan ke IV di Beijing tahun 1995. Pada saat itu, berbagai area kritis yang perlu menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat di seluruh dunia untuk mewujudkan kesetaraan gender mulai dipetakan. PUG didesakkan sebagai strategi yang harus diadopsi oleh PBB, pemerintah, dan organisasi yang relevan untuk memastikan bahwa rencana aksi di berbagai area kritis dapat dilaksanakan dengan efektif.Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) mendefinisikan PUG sebagai:Strategi agar kebutuhan dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi bagian tak terpisahkan dari desain, implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan dan program dalam seluruh lingkup politik, ekonomi, dan sosial, sehingga perempuan dan laki-laki sama-sama mendapatkan keuntungan, dan ketidakadilan tidak ada lagi.PUG merupakan sebuahstrategi, bukan tujuan.Strategi ini dirumuskan agar desain, implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan dan program di seluruh ranah politik, ekonomi, sosial, dan budaya dapat terwujud. Sedangkan tujuan utamanya adalah mewujudkan keadilan gender. Dengan PUG maka semua program pembangunan dapat dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesempatan dan akses perempuan terhadap program pembangunan, serta dengan adanya kendali dan manfaat untuk perempuan.Di Indonesia, secara resmi PUG diadopsi menjadi strategi pembangunan bidang pemberdayaan perempuan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Dalam inpres tersebut dinyatakan tujuan PUG adalah terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender. Dan strategi PUG ditempuh dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Ruang lingkup PUG dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2000 meliputi:1. Perencanaan, termasuk di dalamnya perencanaan yang responsif gender/gender budgeting;2. Pelaksanaan;3. Pemantauan dan Evaluasi.Laporan Pembangunan Dunia 2012 mengutip beberapa contoh bagaimana Negara-negara bisa memperoleh hasil dari mengatasi kesenjangan antara laki-laki dan perempuan: http://www.worldbank.org/in/news/press-release/2011/09/20/world-development-report-gender-equality-indonesia-improving Memastikan kesetaraan akses dan perlakuan terhadap para petani perempuan akan meningkatkan panen jagung sebanyak 11 sampai16 persen di Malawi dan 17 persen di Ghana.

Meningkatkan hak kepemilikan para perempuan di Burkina Faso meningkatkan total produksi pertanian sebanyak sekitar 6 persen, dengan tanpa tambahan berbagai sumber daya hanya dengan melakukan realokasi sumber daya seperti misalnya pupuk dan tenaga kerja dari laki-laki ke perempuan.

Organisasi Pangan dan Pertanian memperkirakan bahwa akses yang setara ke sumber daya untuk para petani perempuan akan meningkatkan hasil pertanian di Negara berkembang sebanyak 2,5 sampai 4 persen.

Pengurangan rintangan-rintangan yang menghambat para perempuan dari bekerja di jenis pekerjaan atau sektor tertentu memiliki efek-efek positif yang serupa, mengurangi kesenjangan produktifitas antara para pekerja laki-laki dan perempuan sebanyak sepertiga sampai setengah dan meningkatan hasil per pekerja sebanyak 3 sampai 25 persen di berbagai Negara.

http://pdk3mi.org/file/download/Inpres%20No.%209%20Tahun%202000%20ttg%20Pengarusutamaan%20Gender%20Dalam%20Pembangunan%20Nasional.pdf (INPRES FULL)

Faktor-Faktor Penyebab Ketidaksetaraan Gender(http://ikeherdiana-fpsi.web.unair.ac.id/artikel_detail-63796-Psikologi%20Perempuan-Implementasi%20Ketidaksetaraan%20(Gender).html)Faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan atau ketidakadilan gender adalah akibat adanya gender yang dikonstruksikan secara sosial dan budaya. Beberapa anggapan yang memojokkan kaum perempuan dalam konteks sosial ini menyebabkan sejumlah persoalan. Sejak dulu banyak mitos-mitos yang menjadi penyebab ketidakadilan gender, misalnya laki-laki selalu dianggap bertindak berdasarkan rasional, sedangkan kaum perempuan selalu mendahulukan perasaan. Atau perempuan itu sebagaisurgo nunut neraka katut, perempuan itu sebagaikonco wingking(teman di belakang) berfungsi 3 M (masak, macak, manak), meskipun M manak masih harus dipertahankan. Disamping itu juga ada anggapan bahwa pantangan bagi laku-laki untuk bekerja di dapur untuk memasak, mencuci maupun melakukan kegiatan rumah tangga karena rejekinya akan seret atau malah cupar

Kebanyakan mitos akan menguntungkan kaum laki-laki dan mendiskreditkan kaum perempuan. Semua contoh di atas sebenarnya disebabkan karena negara Indonesia menganut hukum hegemoni patriarki, yaitu kekuasaan ada pada garis bapak. Patriarki menggambarkan dominasi laki-laki atas perempuan dan anak di dalam keluarga dan ini berlanjut pada dominasi laki-laki dalam lingkup kemasyarakatan lainnya. Patriarki adalah konsep bahwa laki-laki memegang kekuasaan atas semua peran penting dalam masyarakat, dalam pemerintahan, militer, pendidikan, industri, bisnis, perawatan kesehatan, iklan, agama, dan lain sebagainya.

Selain hukum hegemoni patriarkis, ketidakseimbangan gender juga disebabkan karena sistem kapitalis yang berlaku, yaitu siapa yang memiliki modal besar itulah yang menang. Hal ini mengakibatkan laki-laki yang dilambangkan lebih kuat daripada perempuan akan mempunyai peran dan fungsi yang lebih besar. Manifestasi ketidakadilan gender tersosialisasi kepada kaum laki-laki dan perempuan secara mantap, yang mengakibatkan ketidakadilan tersebut merupakan kebiasaan dan akhirnya dipercaya bahwa peran gender itu seolah-olah merupakan kodrat dan akhirnya diterima masyarakat secara umum.

Usaha yang harus dilakukan untuk mencapai kesetaraan gender nampaknya bukan hanya sekedar bersifat individual, namun harus secara bersama dan bersifat institusional, utamanya dapi pihak-pihak yang berwewenang kekuasaan dan memegang peran dalam proses pembentukan gender. Untuk itu peranan pembuat kebijakan dan perencana pembangunan menjadi sangat penting dan menentukan arah perubahan menuju kesetaraan gender atau dapat dikatakan bahwa negara mempunyai peran dalam mewujudkan keseimbangan gender.

Dalam setiap perencanaan pembangunan, gender hendaknya dijadikan sebagai kunci utama dalam memahami kegiatan apa yang dilakukan laki-laki dan perempuan, berapa banyak waktu yang diperlukan untuk kegiatan tersebut, siapa yang memutuskan, dan lain sebagainya. Perencana pembangunan hendaknya mampu menganalisis perbedaan peran kodrati dan peran gender sehingga mengetahui hal-hal yang dapat di ubah dan yang tidak dapat diubah serta mempertimbangkan dalam proses perencanaan pembangunan.

Peraturan tentang Kesetaraan Gender (http://www.kalyanamitra.or.id/2012/09/kesetaraan-gender-kondisi-perempuan-yang-perlu-diwujudkan/)Upaya pengaturan dan jaminan secara hukum terhadap hak-hak perempuan di berbagai bidang kehidupan, merupakan salah satu upaya yang diharapkan dapat dilakukan oleh negara-negara pihak dari Konvensi CEDAW tersebut.

Saat ini, ada sekitar 45 negara yang sudah mempunyai peraturan perundang-undangan tentang kesetaraan gender dalam berbagai bentuk peraturan. Secara umum, terdapat dua model pengaturan tentang kesetaraan gender ini. Yang pertama, peraturan yang isinya mencakup 16 pasal dalam CEDAW; yang kedua, peraturan yang bertujuan khusus mengatur satu atau dua bidang penting dalam CEDAW, misalnya tentang kekerasan berbasis gender, pendidikan atau diskriminasi terhadap perempuan.

Peraturan tentang kesetaraan gender yang pertama di dunia adalah Peraturan tentang Kesetaraan Seks (Law on Sex Equality) yang dikeluarkan oleh Republik Rakyat Demokratik Korea pada 1946. Kemudian Undang-Undang tentang Kesetaraan Upah (Equal Pay Act) pada 1970 di UK dan Undang-Undang tentang Diskriminasi Seks (Sex Discrimination Act) pada 1975 di UK. Ketiganya merupakan peraturan sebelum ada konvensi CEDAW. Setelah ada konvensi CEDAW, terdapat Undang-Undang Diskriminasi Seks (Sex Discrimination Act) pada 1984 di Australia. Setelah itu, mulai diterbitkanlah peraturan maupun undang-undang sejenis di beberapa negara di Asia, Afrika dan Eropa.

Indonesia merupakan salah satu negara yang saat ini sedang menggagas keberadaan perlunya pengaturan secara khusus yang menjamin kesetaraan gender. Pada periode legislasi nasional 2010-2014, pemerintah mengusulkan pembahasan RUU tentang Keadilan dan Kesetaraan Gender. Dan pada 2011 ini, RUU tersebut menjadi salah satu RUU prioritas pembahasan legislasi dan masuk dalam agenda pembahasan di Komisi VIII. Dan hingga Maret 2011 ini, ada dua versi draft yakni pertama, RUU tentang Kesetaraan Gender yang diusulkan dan disusun oleh Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Kedua, RUU tentang Pengarus Utamaan Gender yang diusulkan dan disusun oleh Komisi VIII DPR-RI. Namun sampai sekarang belum dimulai pembahasan RUU tersebut.

Saat ini, masyarakat sipil sedang menggagas untuk masukan dan kritisi terhadap dua draft yang ada. Karena berangkat dari filosofi kepentingan yang berbeda, maka Jaringan Advokasi Kesetaraan Gender bersepakat melalui workshop 11 Maret 2011 untuk membuat sandingan secara keseluruhan komsep pengaturan tentang kesetaraan gender. Hal ini karena draft RUU dari pemerintah dan DPR lebih menunjukkan pengaturan tentang tata kelola mainstreaming gender di Indonesia. Dan jika melihat lebih jauh, hak-hak perempuan yang spesifik belum menjadi hal penting dalam pengaturannya karena diletakkan pada penjelasan pasal dan belum jelasnya kewajiban siapa dalam menjamin pemenuhan dan perlindungan hak-hak perempuan dalam berbagai bidang.

Oleh karena itu, beberapa usulan penting yang perlu diatur dalam RUU Kesetaraan Gender kelak adalah: 1) kewajiban negara dalam menjamin pemenuhan dan perlindungan hak-hak perempuan; 2) perlu mengidentifikasi area pemenuhan dan perlindungan, apakah satu atau dua area tertentu, atau multi area dalam arti mengatur hak-hak perempuan diberbagai bidang; 3) perlu mengatur jelas tanggung jawab pihak-pihak terkati seperti lembaga negara, swasta maupun peran serta masyarakat dalam pemenuhan dan perlindungan hak perempuan; 4) perlu mendefinisikan secara jelas kesetaraan gender, ketidakadilan gender maupun diskriminasi gender termasuk didalamnya dampak dari ketidakadilan gender; 5) mekanisme pemenuhan dan perlindungan termasuk didalamnya mekanisme kelembagaan dan pembiayaan; 6) sanksi administratif maupun pidana bila terjadi pelanggaran terhadap hak-hak perempuan ataupun terjadinya diskriminasi akibat perbedaan jenis kelamin.

Selain itu, RUU Kesetaraan Gender ini merupakan RUU yang sangat penting bagi perlindungan hak-hak perempuan di berbagai bidang, sehingga perlu dukungan dari semua pihak, tidak hanya dari kelompok perempuan, tetapi juga dari masyarakat, akademisi, penegak hukum, scientist, jurnalis maupun dari tokoh agama dan adat. Karena mereka merupakan stakeholder dalam RUU ini. Jadi sangat diperlukan sosialisasi secara terbuka dan membuka pintu selebar-lebarnya bagi partisipasi masyarakat dalam pembahasan nantinya, sebagaimana ketika dilakukan pembahasan UU No. 21/2007 tentang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Dengan adanya peraturan yang komprehensif melindungi hak asasi perempuan di berbagai bidang kehidupan, dan mengatur mekanisme perwujudan kesetaraan gender melalui berbagai langkah tindak dalam upaya pembangunan pembangunan nasional termasuk dalam proses pembentukan hukum dan peraturan perundangan, pengawasan keuangan negara, dan proses penegakkan hukum, maka hal ini merupakan pemenuhan prinsip kewajiban negara secara de jure dan de facto dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Disinilah kemudian jaminan konstitusi negara Indonesia bagi warga negaranya dapat diwujudkan, karena konstitusi tersebut perlu diturunkan dalam aturan dan jaminan pelaksanaan yang lebih detil lagi melalui peraturan perundang-undangan dibawahnya. Semoga cita-cita mewujudkan tatanan masyarakat yang berdasar pada kesetaraan dan keadilan gender dapat segera terwujud