Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Islam

23
KESETARAAN GENDER DALAM PANDANGAN ISLAM A. PENDAHULUAN Membicarakan keadilan dan kesetaraan (gender issues) di dalam Hukum Islam tidak bisa kita lepaskan dari tuntunan Al Qur`an dan Hadist sebagai sumber pokok dari Hukum Islam. Hal ini perlu kita pelajari dengan baik dan benar supaya kita tidak tersesat dalam menafsirkan keadilan dan kesetaraan antara kedudukan laki-laki dan perempuan dalam kenyataan kehidupan sehari-hari menurut Hukum Islam. Memang untuk memahami konsep keadilan dan kesetaraan gender diperlukan pemahaman yang benar, mengingat dalam kenyataan hidup sehari-hari banyak fakta yang menunjukkan bahwa konsep tersebut belum atau bahkan tidak dilaksanakan sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam yang bersumberkan pada Al Qur`an dan Hadist yang diriwayatkan oleh perawinya dengan benar. Bahkan terkait dengan keadilan dan kesetaraan gender ini, seringkali kita dapati pula bahwa dalam kenyataan kehidupan masyarakat muslim ada hadist-hadist yang diriwayatkan oleh perawi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bahkan malahan bertentangan dengan Al-Qur’an. Setiap muslim seharusnya memahami hukum Islam, karena aktivitas hidup sehari-hari orang muslim tidak bisa terlepas dari

Transcript of Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Islam

Page 1: Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Islam

KESETARAAN GENDER DALAM PANDANGAN ISLAM

A. PENDAHULUAN

Membicarakan keadilan dan kesetaraan (gender issues) di dalam Hukum Islam tidak

bisa kita lepaskan dari tuntunan Al Qur`an dan Hadist sebagai sumber pokok dari

Hukum Islam. Hal ini perlu kita pelajari dengan baik dan benar supaya kita tidak

tersesat dalam menafsirkan keadilan dan kesetaraan antara kedudukan laki-laki dan

perempuan dalam kenyataan kehidupan sehari-hari menurut Hukum Islam. Memang

untuk memahami konsep keadilan dan kesetaraan gender diperlukan pemahaman

yang benar, mengingat dalam kenyataan hidup sehari-hari banyak fakta yang

menunjukkan bahwa konsep tersebut belum atau bahkan tidak dilaksanakan sesuai

dengan ajaran-ajaran agama Islam yang bersumberkan pada Al Qur`an dan Hadist

yang diriwayatkan oleh perawinya dengan benar. Bahkan terkait dengan keadilan dan

kesetaraan gender ini, seringkali kita dapati pula bahwa dalam kenyataan kehidupan

masyarakat muslim ada hadist-hadist yang diriwayatkan oleh perawi yang tidak bisa

dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bahkan malahan bertentangan dengan Al-

Qur’an. Setiap muslim seharusnya memahami hukum Islam, karena aktivitas hidup

sehari-hari orang muslim tidak bisa terlepas dari permasalahan hukum Islam, baik

ketika ia beribadah kepada Allah atau ketika dia melakukan hubungan sosial antar

manusia (muamalah) termasuk relasi kesetaraan gender antara laki-laki dan

perempuan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Akan tetapi permasalahan yang

muncul, tidak sedikit kaum muslimin yang belum memahami, bahkan sama sekali

tidak memahami hukum Islam terkait dengan kesetaraan gender, sehingga aktivitas

kesehariaannya terkait dengan keadilan dan kesetaraan gender banyak yang belum

sesuai atau bahkan bertentangan dengan hukum Islam.

B. Hakekat Keadilan dan Kesetaraan dalam Islam

Page 2: Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Islam

Hakekat keadilan dan kesetaraan gender memang tidak bisa dilepaskan dari konteks

yang selama ini dipahami oleh masyarakat tentang peranan dan kedudukan lakilaki

dan perempuan di dalam realitas sosial mereka. Masyarakat belum memahami bahwa

gender adalah suatu konstruksi/bangunan budaya tentang peran, fungsi dan tanggung

jawab sosial antara laki-laki dan perempuan. Kondisi demikian mengakibatkan

kesenjangan peran sosial dan tanggung jawab sehingga terjadi diskriminasi, terhadap

laki-laki dan perempuan. Hanya saja bila dibandingkan, diskriminasi terhadap

perempuan kurang menguntungkan dibandingkan laki-laki. Faktor utama penyebab

kesenjangan gender adalah tata nilai sosial budaya masyarakat, pada umumnya lebih

mengutamakan laki-laki daripada perempuan (budaya patriarki). Disamping itu,

penafsiran ajaran agama yang kurang menyeluruh atau cenderung dipahami menurut

teks/tulisan kurang memahami realitas/kenyataan, cenderung dipahami secara

sepotong-sepotong kurang menyeluruh. Sementara itu, kemampuan, kemauan dan

kesiapan kaum perempuan sendiri untuk merubah keadaan tidak secara nyata

dilaksanakan. Kesetaraan gender mempunyai arti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan

perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-hak yang sama sebagai manusia,

agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan seperti : politik,

hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan lain sebagainya.. Kesetaraan gender

juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap

laki-laki maupun perempuan. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan

peran, beban ganda, dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki. Tidak

adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki menjadi tanda terwujudnya

kesetaran dan keadilan gender, dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan

berpartisipasi dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara

dan adil dari pembangunan. Prof. Dr. Nasaruddin Umar, mengemukakan ada

beberapa ukuran yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam melihat prinsip-

prinsip kesetaraan jender dalam Al- Qur'an. Ukuran-ukuran tersebut antara lain

sebagai berikut:

Page 3: Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Islam

1. Laki-laki dan Perempuan Sama-sama sebagai Hamba

Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada Tuhan (QS.

Az-Dzariyat/51:56). Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan

antara laki-laki dan perempuan. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang

sama untuk menjadi hamba ideal, yaitu dalam Al-Qur'an biasa diistilahkan sebagai

orangorang yang bertaqwa, dan untuk mencapai derajat bertaqwa ini tidak dikenal

adanya perbedaan jenis kelamin, suku bangsa atau kelompok etnis tertentu. Dalam

kapasitas sebagai hamba, laki-laki dan perempuan masing-masing akan mendapatkan

penghargaan dari Tuhan sesuai dengan kadar pengabdiannya (Q.S. al-Nahl/16:97).

2. Laki-laki dan Perempuan sebagai Khalifah di Bumi

Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi, selain untuk menjadi hamba

yang tunduk dan patuh serta mengabdi kepada Allah swt, juga untuk menjadi khalifah

di bumi (QS. Al-An'am/6:165). Kata Khalifah tidak menunjuk kepada salah satu jenis

kelamin atau kelompok etnis tertentu. Laki-laki dan perempuan mempunyai fungsi

yang sama sebagai khalifah, yang akan mempertanggungjawabkan tugas-tugas

kekhalifahannya di bumi, sebagaimana halnya mereka harus bertanggung jawab

sebagai hamba Tuhan.

3. Laki-laki dan Perempuan Menerima Perjanjian Primordial

Laki-laki dan perempuan sama-sama mengemban amanah dan menerima perjanjian

primordial dengan Tuhan. Seperti diketahui, menjelang seorang anak manusia keluar

dari rahim ibunya, ia terlebih dahulu harus menerima perjanjian dengan Tuhannya

(QS. Al-A’raf/7:172). Tidak ada seorangpun anak manusia lahir di muka bumi yang

tidak berikrar akan keberadaan Tuhan, dan ikrar mereka disaksikan oleh para

malaikat. Tidak ada seorangpun yang mengatakan "tidak". Dalam Islam, tanggung

jawab individual dan kemandirian berlangsung sejak dini, yaitu sejak dalam

kandungan. Sejak awal sejarah manusia dalam Islam tidak dikenal adanya

diskriminasi jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan sama-sama menyatakan ikrar

ketuhanan yang sama. Rasa percaya diri seorang perempuan dalam Islam seharusnya

terbentuk sejak lahir, karena sejak awal tidak pernah diberikan beban khusus berupa

Page 4: Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Islam

"dosa warisan" seperti yang dikesankan di dalam tradisi Yahudi-Kristen, yang

memberikan citra negatif begitu seseorang lahir sebagai perempuan. Dalam tradisi

ini, perempuan selalu dihubungkan dengan drama kosmis, di mana Hawa dianggap

terlibat di dalam kasus keluarnya Adam dari surga. Al-Qur'an yang mempunyai

pandangan positif terhadap manusia, Al-Qur'an menegaskan bahwa Allah

memuliakan seluruh anak cucu Adam (Q.S. Al-Isra/17:70). Dalam Al-Qur'an, tidak

pernah ditemukan satupun ayat yang menunjukan keutamaan seseorang karena faktor

jenis kelamin atau karena keturunan suku bangsa tertentu.

4. Adam dan Hawa, Terlibat secara Aktif dalam Drama Kosmis

Semua ayat yang menceritakan tentang drama kosmis, yakni cerita tentang keadaan

Adam dan pasangannya di surga sampai keluar ke bumi, selalu menekankan

kedua belah pihak secara aktif dengan menggunakan kata ganti untuk dua orang

yakni kata ganti untuk Adam dan Hawa, seperti dapat dilihat dalam beberapa kasus

berikut ini:

- Keduanya diciptakan di surga dan memanfaatkan fasilitas surga (Q.S. Al-

Baqarah/2:35);

- Keduanya mendapat kualitas godaan yang sama dari syaitan (Q.S.

Al-A'raf/7:20); Samasama memakan buah khuldi dan keduanya menerima

akibat jatuh ke bumi (Q.S. al- A'raf/7:22); Sama-sama memohon ampun dan

sama-sama diampuni Tuhan (Q.S. Al-A'raf/7:23); Sama-sama memohon

ampun dan sama-sama diampuni Tuhan (Q.S. Al-A'raf/7:23); Setelah di bumi,

keduanya mengembangkan keturunan dan salingmelengkapi dan saling

membutuhkan (Q.S. Al-Baqarah/2:187). Adam dan Hawa disebutkan secara

bersama-sama sebagai pelaku dan bertanggung jawab terhadap drama kosmis

tersebut. Jadi, tidak dapat dibenarkan jika ada anggapan yang menyatakan

perempuan sebagai mahluk penggoda yang menjadi penyebab jatuhnya anak

manusia kebumi penderitaan

5. Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Berpotensi Meraih Prestasi

Dalam hal peluang untuk meraih prestasi maksimum, tidak ada perbedaan antara

Page 5: Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Islam

laki-laki dan perempuan, sebagaimana ditegaskan secara khusus di dalam tiga ayat

Al- Qur'an (Q.S. Ali Imran/3:195, Q.S. An-Nisa/4:124 dan Q.S. Mu’min/40:40).

Ayat-ayat ini mengisyaratkan konsep kesetaraan jender yang ideal dan memberikan

ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun urusan

karier profesional, tidak mesti dimonopoli oleh salah satu jenis kelamin saja. Laki-

laki dan perempuan memperoleh kesempatan yang sama meraih prestasi optimal.

Namun, dalam kenyataan di masyarakat, konsep ideal ini masih membutuhkan

tahapan dan sosialisasi, karena masih terdapat sejumlah kendala, terutama kendala

budaya yang sulit diselesaikan. Salah satu obsesi Al-Qur'an ialah terwujudnya

keadilan di dalam masyarakat. Keadilan dalam Al-Qur'an mencakup segala segi

kehidupan umat manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.

Karena itu, Al-Qur'an tidak mentolerir segala bentuk penindasan, baik berdasarkan

kelompok etnis, warna kulit, suku bangsa dan kepercayaan, maupun yang

berdasarkan jenis kelamin. Jika terdapat suatu hasil pemahaman atau penafsiran yang

bersifat menindas atau menyalahi nilai-nilai luhur kemanusiaan, maka hasil

pemahaman dan penafsiran tersebut terbuka untuk diperdebatkan. Dengan melihat

paparan yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Nasaruddin Umar tersebut di atas, terlihat

bahwa di dalam Al-Qur’an, sebetulnya sudah menyebutkan adanya keadilan dan

kesetaraan antara laki-laki dan perempuan di dalam Islam. Namun di dalam

kenyataan sehari-hari keadilan dan kesetaraan gender seperti yang diamanahkan di

dalam Al-Qur’an tersebut bias dikatakan masih jauh dari harapan, termasuk

pelaksanaan yang terjadi di dunia yang mayoritas warganya beragama Islam. Contoh

kasus tentang dominasi laki-laki terhadap perempuan, sebagaimana dikutip oleh

Khaled Abaou (Seorang Profesor/dosen Hukum Islam) pada sekitar pertengahan

Maret 2002 koran Arab Saudi memberitakan sebuah insiden yang terjadi di Mekkah,

tempat kelahiran Nabi Muhammad. Menurut laporan resmi minimal empat belas

gadis muda terbakar hingga mati atau sesak napas terkena asap ketika sebuah

kecelakaan kebakaran melanda sekolah negeri mereka. Orangtua-orangtua siswa yang

Page 6: Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Islam

mendatangi kejadian itu menggambarkan sebuah situasi yang mengerikan: pintu-

pintu sekolah semuanya terkunci dari luar, dan polisi agama Saudi secara paksa

mencegah gadis-gadis itu supaya tidak lari dari dalam sekolah yang terbakar serta

menghalangi petugas pemadam kebakaran yang hendak memasuki gedung sekolah

guna menyelamatkan gadis-gadis itu. Menurut pengakuan para orangtua siswa,

petugas kebakaran, pasukan pertahanan sipil yang bertugas di lokasi kejadian, polisi

agama itu tidak mengizinkan gadis-gadis untuk lari atau diselamatkan karena

“mereka tidak tertutupi dengan baik”, karena gadis-gadis itu melepaskan cadar

yang menutupi wajah mereka, atau ‘abaya, selendang mirip jubah yang membungkus

tubuh mereka. Polisipolisi agama tidak ingin terjadi kontak fisik antara gadis-gadis

itu dengan pasukan pertahanan sipil lantara takut munculnya gairah seksual, yang

mungkin terjadi di tengah kemelut. Kisah tragis memilukan ini menguakkan begitu

banyak hal. Tidak ada katakata yang bisa menggambarkan kebejatan yang

menjijikkan secara moral dari insiden ini. Insiden yang memuakkan secara moral ini

mencerminkan suatu sikap emotif yang mengorbankan teologi, hukum, dan logika.

Hal ini dikarenakan jika ketiganya dipakai, akan membuahkan sikap yang dapat

menyelamatkan gadis-gadis itu. Di dalam Islam dinyatakan bahwa nyawa manusia

dipandang suci, Al’quran dengan terang menyatakan bahwa siapapun yang

membunuh satu orang, maka seolah-olah ia membunuh seluruh manusia.Seperti apa

yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Nasaruddin Umar tersebut di atas, bahwa di dalam

Al-Qur’an, sebetulnya sudah menyebutkan adanya keadilan dan kesetaraan antara

laki-laki dan perempuan di dalam Islam. Namun demikian terkait dengan hadist-

hadist Nabi, ada hadist-hadist yang derajat kebenarannya masih diragukan, apakah

hadist tersebut lemah (dha’if) atau baik (gharib), apakah hadis tersebut adalah hadis

ahad (hadis yang perawinya tunggal), ataukah hadist tawatir (hadis yang

diriwayatkan oleh bebrapa perawi/periwayatannya melalui berbagai rantai

periwayatan), yang isinya merendahkan kaum perempuan yang tidak menggambarkan

adanya kesetaraan gender. Contoh hadist yang perlu dicermati berkaitan dengan

keadilan dan kesetaraan gender tersebut : hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurayrah

Page 7: Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Islam

yang menyatakan bahwa Nabi pernah bersabda “Jika seorang suami mengajak

isterinya ketempat tidur, kemudian ia menolaknya maka para malaikat akan

melaknatnya hingga terbit fajar”. Kalau kita tafsirkan secara tekstual, hadis tersebut

akan sangat merugikan perempuan yang berarti tidak ada kesetaraan gender dalam

hadis ini, termasuk hadis riwayat Abu Hurayrah yang lain, yang menyatakan bahwa

Nabi pernah bersabda bahwa “Seseorang tidak dibenarkan untuk sujud kepada

siapapun.tapi sekiranya saya harus menyuruh sesorang untuk bersujud kepada

seseorang lainnya, saya akan menyuruh seorang isteri bersujud kepada suaminya,

karena begitu besarnya hak suami terhadap isterinya”. Kita perlu berhati-hati

dalam menafsirkan hadis-hadis seperti ini, karena kalau kita artikan secara tekstual

akan sangat bertentangan dengan Al-qur’an yang di dalamnya tidak mengajarkan hal-

hal seperti itu Di samping itu hadist-hadist tersebut tidak selaras dengan ayat-ayat Al-

Qur’anyang menjelaskan tentang kehidupan pernikahan. Al-Qur’an, dalam S. al-Rum

ayat 21nmenyebutkan : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan

merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang”.

Dalam S. Al-Baqarah ayat 2, juga dinyatakan bahwa pasangan suami-isteri sebagai

pakaian satu sama lain. Di samping itu, hadist-hadist tersebut juga tidak sejalan

dengan keseluruhan riwayat yang menggambarkan perilaku Nabi terhadap para

isterinya, Namun demikian keadilan dan kesetaraan gender antara laki-laki dan

perempuan dalam Al-Qur’an dengan tegas diilustrasikan bahwa perubahan sosial

terjadi manakala mereka yang mempunyai hak (kaum perempuan) menuntutnya,

karena untuk mencapai keadilan haruslah ada ikhtiar tak kenal lelah untuk meraih

keseimbangan yang lebih autentik antara kewajiban dan hak di dalam hidup kaum

perempuan dengan pemberdayaan yang dilakukan oleh kaum perempuan sendiri,

bersama-sama dengan kaum laki-laki sebagaimana dikemukakan dalam Al’Quran

bahwa laki-laki dan perempuan saling membantu dan mendukung satu sama lain

dalam menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran sesuai dengan

Page 8: Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Islam

perkembangan situasi dan zaman yang digambarkan sebuah perkembangan yang

baik, untuk ukuran jaman dan tempat di mana mereka berada.

C. Perbedaan Antara Laki-laki dan Perempuan dalam Pandangan Islam

Dari sejak hegemoni Barat mulai bercokol di banyak negeri kaum muslimin,

seiring melemahnya kekuatan mereka, sedikit demi sedikit dominasi syariat dan

hukum-hukum Islam bergeser ke ranah-ranah privat dan hanya diminati oleh

minoritas orang. Produk-produk pemikiran Barat pun sedikit demi sedikit menyebar

di khalayak kaum muslimin. Diantara produk pemikiran Barat yang saat ini tengah

dengan giat disosialisasikan adalah isu kesetaraan gender. Isu yang menghendaki

hancurnya batas-batas pembeda antara dua kelompok manusia (baca: laki-laki dan

perempuan) dalam status sosial dan peran di masyarakat ini dijajakan oleh para

aktivis feminisme yang tidak lain adalah anak turunan liberalisme; ideologi

kebebasan mutlak tanpa tapal batas.

Problem lemahnya keyakinan dan dangkalnya wawasan keagamaan menjadi

pemicu utama yang menyebabkan ide-ide luar itu dapat dengan mudah masuk ke

dalam pemikiran kaum muslimin tanpa filter yang menyaringnya. Apalagi, budak-

budak pemikiran Barat yang giat menebar ide-ide rusak ini tidak jarang berbicara atas

nama pembaharuan Islam, moderenisasi, dan jargon-jargon lainnya.

Kesetaraan dalam Kewajiban Beribadah dan Pahalanya

Secara umum, Islam memandang laki-laki dan wanita dalam posisi yang

sama, tanpa ada perbedaan. Masing-masing adalah ciptaan Allah yang dibebani

dengan tanggungjawab melaksanakan ibadah kepada-Nya, menunaikan titah-titah-

Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Hampir seluruh syariat Islam dan hukum-

hukumnya berlaku untuk kaum Adam dan kaum Hawa secara seimbang. Begitu pun

dengan janji pahala dan ancaman siksaan. Tidak dibedakan satu dengan yang lainnya.

Masing-masing dari mereka memiliki kewajiban dan hak yang sama dihadapan Allah

sebagai hamba-hamba-Nya. Berikut adalah petikan ayat-ayat al Qur`an yang

menjelaskan tentang pandangan Islam dalam hal ini:

Page 9: Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Islam

  �د�ون� ع�ب �ي ل �ال� إ �س �ن واإل� �ج�ن� ال ق�ت� ل خ وما

 “Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-

Ku.” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56)

ه�م� ج�ر أ �ه�م� ن ج�ز�ي ن ول ة$ &ب طي اة$ ي ح �ه� ن �ي ي �ح� ن فل م�ؤ�م�ن- وه�و ى �ث �ن أ و�

أ ر2 ذك م�ن� �ح$ا صال عم�ل من�

�ون ع�مل ي �وا ان ك ما ح�سن� �أ ب

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan

dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya

kehidupan yang baikdan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka

dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”  (QS. An-Nahl

[16]: 97)

م�ون �ظ�ل ي وال �ة ن �ج ال ل�ون د�خ� ي �ك ئ �ول فأ م�ؤ�م�ن- وه�و ى �ث �ن أ و� أ ر2 ذك م�ن� �حات� الص�ال م�ن ع�مل� ي ومن�

ا ق�ير$ ن

“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita

sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka

tidak dianiaya walau sedikitpun.” (QS. An Nisa [4]: 124)

ع�ض2 ب م�ن� �م� ع�ض�ك ب ى �ث �ن أ و� أ ر2 ذك م�ن� �م� �ك م�ن عام�ل2 عمل �ض�يع� أ ال &ي ن أ Gه�م� ب ر ه�م� ل جاب ت فاس�

“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):

“Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara

kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari

sebagian yang lain.” (QS. Ali Imran [3]: 195)

Mujahid berkata, “Ummu Salamah pernah berkata kepada Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, kami tidak mendengar penyebutan wanita

dalam masalah hijrah sedikitpun?” maka turunlah ayat ini.” (Tafsir Ibnu Katsir:

2/190, Tafsir Al Bagawy, 2/153)

Perbedaan Kodrat

Namun demikian, bukan berarti kaum laki-laki dan wanita menjadi sama dan

setara dalam segala hal. Menyetarakan keduanya dalam semua peran, kedudukan,

status sosial, pekerjaan, jenis kewajiban dan hak sama dengan melanggar kodrat.

Karena, kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa antara laki-laki dan wanita

Page 10: Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Islam

terdapat perbedaan-perbedaan mendasar, hingga jika kita melihat keduanya dengan

kasat mata sekalipun. Secara biologis dan kemampuan fisik, laki-laki dan perempuan

jelas berbeda. Begitu pun dari sisi sifat, pemikiran-akal, kecenderungan, emosi dan

potensi masing-masing juga berbeda.

Apalagi wanita dengan tabiatnya melakukan proses reproduksi, mengandung,

melahirkan, menyusui, menstruasi, sementara laki-laki tidak. Adalah tidak adil jika

kita kemudian memaksakan suatu peran yang tidak sesuai dengan tabiat dan

kecenderungan dasar dari masing-masing jenis tersebut. Syaikh Bakr bin Abdillah

Abu Zaid berkata, “Bertolak dari perbedaan mendasar ini, sejumlah hukum-hukum

syariat ditetapkan oleh Allah yang Mahaadil dengan perbedaan-perbedaan pula.

Sebagian hukum, kewajiban, hak dan peran yang disyariatkan oleh Allah dibedakan

sesuai dengan kemampuan masing-masing dari keduanya tadi. Tujuannya adalah,

agar keduanya saling melengkapi satu sama lain dan dengannya hidup ini dapat

berjalan sempurna, harmonis dan seimbang.” (Lihat Hirâsatu al Fadhîlah, hal. 18-19)

Dari sisi ini pula, Muhammad Aali al Ghamidy dalam sebuah artikel

bertajuk “Muqâranatu al Nadzrah al Takâmuliyyah al Islâmiyyah bayna al Rajul wa

al Mar`ati wa al Nadzrah al Tanâfusiyyah al ‘Almâniyyah” menjelaskan, bahwa

pandangan Islam dalam model hubungan antara laki-laki dan wanita adalah hubungan

saling melengkapi, bukan hubungan persaingan sebagaimana yang diinginkan oleh

konsep sekuler.

Allah berfirman menghiyakatkan perkataan istri Imran,

�ثى �ن األ� ك ر� الذ�ك �س ي ول

“Dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan.” (QS. Ali Imran [3]: 36)

Dari sini, kesetaraan, atau persamaan (dalam bahasa Arab: musâwâtu) antara laki-laki

dan perempuan bukanlah nilai yang berasal dari pandangan Islam Islam memandang

keadilan antara laki-laki dan wanita, bukan kesetaraan. Konsep kesetaraan bertolak

belakang dengan prinsip keadilan. Karena adil adalah menempatkan sesuatu pada

tempatnya, memberikan hak kepada yang berhak menerimanya. Sementara (Lihat

Page 11: Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Islam

kritikan Syaikh al Utsaimin tentang kata al musâwâtu dalam Syarhu al ‘Aqîdah al

Wâsithiyyah, hal. 180-181)

Hukum Syariat antara Laki-laki dan Wanita

Di antara ketetapan syariat yang Allah khususkan bagi laki-laki adalah soal

kepemimpinan. Allah berfirman,

�ه�م� م�وال أ م�ن� �فق�وا ن أ �ما وب ع�ض2 ب على ع�ضه�م� ب �ه� الل فض�ل �ما ب اء� &س الن على قو�ام�ون جال� الر&

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah

melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan

karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-

Nisa` [4]: 34)

Posisi strategis ini Allah berikan kepada laki-laki karena ia sesuai dengan tabiat dan

kodrat penciptaannya, sebagaimana yang telah disebutkan. Dalam rumah tangga, laki-

laki adalah pemimpin yang bertanggungjawab menjaga dan memelihara urusan

orang-orang yang berada dibawah kepemimpinannya dari para istri dan anak-anak,

termasuk menjamin pakaian, makanan dan rumah mereka. Bahkan, tidak hanya

urusan-urusan dunia mereka, namun juga dalam urusan agama mereka. Syaikh Shalih

Al Fauzan berkata, “Laki-laki adalah pemimpin/penanggungjawab bagi wanita,

dalam hal agamanya, sebelum dalam hal pakaian dan makanannya.” (Khuthbah

Jum’at, Masjid Amir Mut’ib) Dengan catatan, kepemimpinan atau kekuasaan seorang

laki-laki atas wanita itu bermakna penjagaan, perhatian dan pengaturan, bukan dalam

arti kesewenang-wenangan, otoritarian dan tekanan. Begitu pula dalam

kepemimpinan pada ranah-ranah publik seperti jabatan kepala negara, kehakiman,

menejerial, atau perwalian seperti wali nikah dan yang lainnya, semua itu juga hanya

diberikan kepada laki-laki dan tidak kepada wanita. Dalam ibadah dan ketaatan, laki-

laki secara khusus dibebani kewajiban jihad, shalat jum’at dan berjamah di masjid,

disyariatkan bagi mereka adzan dan iqamah. Syariat juga menetapkan perceraian

berada di tangan laki-laki, dan bagian waris dua bagi laki-laki dan satu untuk wanita.

Adapun hukum-hukum yang khusus untuk kaum wanita juga banyak. Baik dalam

ibadat, muamalat dan lain-lain. Bahkan sebagian para ulama menulis secara khusus

Page 12: Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Islam

buku-buku yang berkaitan dengan hukum-hukum wanita. (Lihat Hirâsah al Fadhîlah,

hal. 22)

Sikap Seorang Mukmin dan Mukminah

Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid rahimahullah menyimpulkan, dari

perbedaan-perbedaan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah tersebut, maka ada tiga

sikap yang harus kita ambil:

Pertama, beriman dan menerima perbedaan-perbedaan antara laki-laki dan wanita

baik secara fisik, psikis, atau hukum syar’i, serta hendaknya masing-masing merasa

ridha dengan kodrat Allah dan ketetapan-ketetapan hukum-Nya.

Kedua, tidak boleh bagi masing-masing dari laki-laki atau wanita menginginkan

sesuatu yang telah Allah khususkan bagi salah satunya dalam perbedaan-perbedaan

hukum tersebut dan mengembangkan perasaan iri satu sama lain disebabkan

perbedaan-perbedaan tersebut. Oleh karena itu Allah melarang hal itu dengan firman-

Nya,

ص�يب- ن اء� &س �لن ول �وا ب س �ت اك م�م�ا ص�يب- ن جال� �لر& ل ع�ض2 ب على �م� ع�ضك ب �ه� ب �ه� الل فض�ل ما �و�ا من ت ت وال

�يم$ا عل ي�ء2 ش �ل& �ك ب ان ك �ه الل �ن� إ �ه� فض�ل م�ن� �ه الل �وا ل أ واس� �ن ب س �ت اك م�م�ا

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada

sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-

laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun)

ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian

dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An

Nisa` [4]: 32)

Tentang sebab turunnya ayat ini, Mujahid menuturkan, “Ummu Salamah berkata,

“Wahai Rasulullah, mengapa laki-laki berperang sementara kami tidak? Dan

mengapa kami hanya mendapatkan setengah dari harta waris? Maka turunlah ayat

ini.” (Diriwayatkan oleh al Thabari, Imam Ahmad, Hakim dan yang lainnya)

Ketika, jika al Qur`an dengan jelas melarang untuk sekedar iri, maka apalagi

mengingkari dan menentang perbedaan-perbedaan syar’i antara laki-laki

dan wanita ini dengan cara memropagandakan isu kesetaraan gender. Hal ini tidak

Page 13: Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Islam

boleh bahkan termasuk kekufuran. Karena ia merupakan bentuk penentangan

terhadap kehendak Allah yang bersifat kauni yang telah menciptakan laki-laki dan

perempuan dengan perbedaan-perbedaan tabiat tadi, sekaligus bentuk pengingkaran

terhadap teks-teks syar’i yang bersifat qath’i dalam pembedaan-pembedaan hukum

antara keduanya. (Lihat Hirâsah al Fadhîlah, hal. 22)

Page 14: Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Islam

Sumber Bahan Bacaan :

- Khaled Abou El Fadl, 2005, The Great Theft : Wrestling Islam from the Extremis,

yang

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia “Selamatkan Islam dari

Muslim Puritan”, oleh Helmi Mustofa, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta;

- Khaled Abou El Fadl, 2003, Speaking in God’s Name, yang diterjemahkan ke

dalam

bahasa Indonesia “Atas nama Tuhan”, oleh R. Cecep Lukman Yasin,

Serambi Ilmu Semesta, Jakarta;

- Tepas Ahmad Heryawan, Hakekat Kesetaraan dan Keadilan Gender, yang

dimuat dalam file:///C:/Users/HPPavilion/Documents/2722-hakikat-kesetaraandan-

keadilan-gender.html, diunduh dari internet tanggal 8 November 2010;

- Prof. Dr. Nazarudin Umar “Prinsip-Prinsip Keadilan Gender dalam Al-

Qur’an”, yang dimuat dalam file:///C:/Users/H HP

Pavilion/Downloads/download keadilan dan kesetaraan gender/prinsip-prinsip

kesetaraan gender.htm, diunduh dari internet tanggal 18 November 2010