kesehatan reproduksi remaja

9
REMAJA DAN KESEHATAN REPRODUKSINYA OLEH NI PUTU PURI ARTINI P07134014014 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Politeknik Kesehatan Denpasar Jurusan Analis Kesehatan

description

hmmmmmmmmmmmmmmm

Transcript of kesehatan reproduksi remaja

REMAJA DAN KESEHATAN REPRODUKSINYA

OLEHNI PUTU PURI ARTINIP07134014014

Kementerian Kesehatan Republik IndonesiaPoliteknik Kesehatan DenpasarJurusan Analis Kesehatan2015REMAJA DAN KESEHATAN REPRODUKSINYASeiring adanya Dampak globalisasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan, industrialisasi dan modernisasi, yang menimbulkan perubahan-perubahan sosial yang amat cepat. Perubahanperubahan sosial yang dimaksud antara lain meningkatnya perilaku seks pranikah, kehamilan di luar nikah yang dilakukan oleh remaja, sebagai akibat berubahnya nilai-nilai kehidupan keluarga dan masyarakat. Kehamilan yang tidak diinginkan membawa dampak pada dilakukannya aborsi yang dapat membawa resiko kematian pada remaja. Dengan demikian pendidikan kesehatan reproduksi amat penting untuk dilakukan, mengingat masih banyak remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat mengenai kesehatan reproduksi. Dalam Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa, dengan 63,4 juta di antaranya adalah remaja (berusia 10-24 tahun) yang terdiri dari laki-laki sebanyak 32.164.436 jiwa (50,70%) dan perempuan sebanyak 31.279.012 jiwa (49,30%). 5 Dalam perspektif kependudukan yang dihimpun oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), besarnya jumlah penduduk kelompok remaja ini akan sangat mempengaruhi pertumbuhan penduduk di masa yang akan datang. Remaja perlu mendapat perhatian serius mengingat mereka masih termasuk dalam usia sekolah dan usia kerja, mereka akan memasuki angkatan kerja dan memasuki umur reproduksi. Remaja, dalam bahasa Inggris disebut adolesence, berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa. Masa remaja adalah sebagai masa terjadinya perubahan fisik, mental, sosial-ekonomi (WHO, 1975). Keberhasilan seseorang pada umur dewasa sangat tergantung pada masa remajanya. Apabila saat remaja sudah memperoleh pendidikan formal dan non formal yang cukup, maka kualitas penduduk yang bersangkutan pada umur dewasa akan cenderung lebih baik, dan selanjutnya akan menghasilkan generasi yang berkualitas.Di sisi lain, pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih rendah. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Remaja (SDKIR) tahun 2007, 1 dari 10 remaja tidak mengetahui tandatanda pubertas pada laki laki dan perempuan; 1 dari 4 remaja tidak mengetahui periode subur pada remaja perempuan; setengah dari remaja tidak menganggap bahwa behubungan seksual satu kali berisiko kehamilan; 2 dari 3 remaja tidak mengetahui metode kontrasepsi yang akan mereka gunakan; dan 8 dari 10 remaja tidak memiliki pengetahuan komprehensif tentang pencegahan dan penularan HIV yang benar. Usia remaja merupakan usia yang sangat rentan terkena pengaruh luar mengingat pada usia ini remaja belum matang secara mental sehingga sering terjadi tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan, maka dari itu sering disebut usia labil. Seringkali remaja kekurangan informasi dasar tentang kesehatan reproduksi serta akses pelayanan kesehatan reproduksi yang profesional dan dapat menjaga kerahasiaan. Remaja juga seringkali merasa malu apabila berkonsultasi tentang reproduksi, karena masyarakat pun akan berpikir bahwa remaja tersebut memiliki penyakit reprodusi. Padahal tidak demikian, justru sebaliknya apabila remaja tersebut lebih dini melakukan konsultasi tentang masalah reproduksinya maka peluang untuk mengatasi masalah reproduksinya lebih besar. Untuk mengubah paradigma masyarakat tentang kesehatan reproduksi di perlukan kerjasama dan usaha dari berbagai pihak.Seksualitas dan kesehatan reproduksi remaja didefinisikan sebagai keadaan sejahtera fisik dan psikis seorang remaja, termasuk keadaan terbebas dari kehamilan yang tak dikehendaki, aborsi yang tidak aman, penyakit menular seksual (PMS) ter-masuk HIV/AIDS, serta semua bentuk kekerasan dan pemaksaan seksual (FCI, 2000). Kesehatan reproduksi ini tentunya sangat penting diterapkan di Indonesia mengingat maraknya kasus-kasus kriminalitas seksual pada remaja di Indonesia. Tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seksual yang rendah membuat remaja rentan mengalami paksaan, kekerasan, eksploitasi, kehamilan yang tidak diinginkan, dan infeksi menular seksual, serta cenderung malu dan bingung apabila ingin bertanya seputar permasalahan kesehatan reproduksi dan seksual karena hal tersebut dalam masyarakat dianggap tabu untuk dibicarakan. Padahal reproduksi merupakan hal yang mendasar bagi manusia.Kebutuhan danjenis risiko kesehatan reproduksiyang dihadapi remaja mempunyai ciri yang berbeda dari anak-anak ataupun orang dewasa. Jenis risiko kesehatan reproduksi yang harus dihadapi remaja antara lain adalah kehamilan, aborsi, penyakit menular seksual (PMS), ke-kerasan seksual, serta masalah keterbatasan akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan. Risiko ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, yaitu tuntutan untuk kawin muda dan hubungan seksual, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, ketidaksetaraan jender, kekerasan seksual dan pengaruh media massa maupun gaya hidup. Khusus bagi remaja putri, mereka kekurangan informasi dasar mengenai keterampilan menegosiasikan hubungan seksual dengan pasangannya. Mereka juga cenderung akan sulit untuk mengikuti pendidikan formal dan mendapat pekerjaan yang akan berpengaruh pada pemberdayaan mereka. Bahkan pada remaja di pedesaan, haid pertama akan diikuti dengan perkawinan yang telah direncanakan oleh kedua orang tua. Hal tersebut akan memicu terjadinya kehamilan yang diakibatkan oleh perkawinan dini. Diberbagai belahan dunia, kehamilan yang terjadi pada usia remaja sangat berbahaya karena risiko morbiditas dan mortalitas sangat tinggi dibanding kehamilan pada wanita dewasa. Remaja putri yang usianya dibawah 18 tahun memiliki risiko 2 sampai 5 kali lebih tinggi dibanding wanita berusia 18-25. Kematian yang terjadi saat persalinan dapat saja terjadi karena factor persalinan yang lama dan pendarahan maupun faktor lainnya. Akibat adanya kehamilan pada usia dini, seringkali remaja melakukan tindakan aborsi yang tidak aman. Aborsi yang dilakukan secara sengaja oleh remaja putri akan jauh lebih berisiko daripada wanita tua. Seringkali terjadi kematian ibu akibat adanya komplikasi dari tindakan aborsi yang tidak aman. Penyakit Menular Seksual (PMS) sangat rentan terjadi pada usia remaja baik itu kemandulan, rasa sakit kronis dan penularan HIV. Penyakit Menular Seksual (PMS) ini lebih cepat menular pada remaja dikarenakan terjadinya hubungan seksual yang tidak direncanakan oleh karena itu remaja belum mempersiapkan alat kontrasepsi, seperti kondom maupun alat kontrasepsi lain. Karena kurangnya informasi, remaja juga belum mengetahui cara penggunaan alat kontrasepsi yang benar, sehingga penggunaannya masih belum benar.Kadangkala perilaku atau kebiasaan tidak sehat pada remaja justru akibat dari ketidak-harmonisan hubungan ayah-ibu, sikap orangtua yang menabukan pertanyaan anak/remaja tentang fungsi/proses reproduksi dan penyebab rangsangan seksualitas (libido), serta frekuensi tindak kekerasan anak (child physical abuse). Mereka cenderung merasa risih dan tidak mampu untuk memberikan informasi yang memadai mengenai alat reproduksi dan proses reproduksi tersebut. Karenanya, mudah timbul rasa takut di kalangan orangtua dan guru, bahwa pendidikan yang menyentuh isu perkembangan organ reproduksi dan fungsinya justru malah mendorong remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah (Iskandar, 1997). Kondisi lingkungan sekolah, pengaruh teman, ketidaksiapan guru untuk memberikan pendidikan kesehatan reproduksi, dan kondisi tindak kekerasan sekitar rumah tempat tinggal juga berpengaruh.Remaja yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan tidak mendapatkan perlindungan dan kasih sayang orang tua, memiliki lebih banyak lagi faktor-faktor, seperti: rasa kekuatiran dan ketakutan yang terus menerus, pemerasan, penganiayaan , pelecehan seksual dan perkosaan. Para remaja ini berisiko terkena pengaruh lingkungan yang tidak sehat, termasuk penyalahgunaan obat, minuman beralkohol, tindakan kriminalitas, serta prostitusi.Dalam beberapa kasus yang dialami oleh sebagian remaja, ada beberapa program yang harus diterapkan untuk meningkatkan kesehatan reproduksi remaja. Penyediaan pelayanan klinis kesehatan reproduksi remaja dikalangan masyarakat sebaiknya dilakukan oleh petugas kesehatan yang telah berpengalaman mengatasi permasalahan remaja yang khas dan mampu memberikan konseling tentang reproduksi dan kontrasepsi terhadap remaja. Sebagian remaja tentunya sering mengeluhkan beberapa hal yang membuat mereka merasa enggan untuk berkonsultasi dengan pelayanan kesehatan, jaminan kerahasiaan yang diberikan oleh instansi tersebut, lokasi atau waktu yang disediakan oleh instansi kesehatan tersebut tidak sesuai dengan keinginan remaja, lingkungan yang bersahabat bagi remaja, terbuka bagi remaja putra ataupun putri, memiliki program konseling yang kuat, serta dilakukan oleh petugas yang sudah terlatih dengan pelayanan yang komprehensif.Tindakan pencegahan selanjutnya adalah pemberian informasi, dimana pemberian informasi yang relevan tentang kesehatan reproduksi merupakan hal yang penting dalam upaya meningkatkan kesehatan reproduksi remaja. Dalam hal ini peran orang tua sangat penting,dimana orang tua menjadi sumber informasi bagi seorang remaja, walaupun seringkali orang tua enggan membahas tentang seksualitas karena orang tua menganggap hal tersebut tabu untuk dibicarakan. Maka dari itu perlu adanya sosialisasi yang tidak hanya menargetkan remaja namun masyarakat umum. Pemberian informasi ini penerapannya berupa kegiatan seminar kesehatan ataupun penyebaran leaflet dan pembuatan poster yang bertujuan agar remaja dapat mengetahui bahwa kesehatan reproduksi merupakan hal yang penting dalam kehidupan.

DAFTAR PUSTAKAIskandar, Meiwita B. Hasil Uji Coba Modul Reproduksi Sehata Anak & Remaja untuk Orang Tua. Makalah pada Lokakarya Penyusunan Rencana Pengembangan Media, diselenggarakan oleh PKBI, Jakarta, 20-21 Mei 1997.

Haryanto. 2014. Pengertian Remaja Menurut Para Ahli. [online] tersedia : http://belajarpsikologi.com/pengertian-remaja/ (diakses : 19 April 2015 jam 19.55 WITA)

Kristanti, Ch. M dan Depkes. Status Kesehatan Remaja Propinsi Jawa Barat dan Bali: Laporan Penelitian 1995/1996. Jakarta: Depkes-Binkesmas-Binkesga, 1996.

Nurohmah, A. 2013. Pentingnya Pendidikan Kesehatan Reproduksi Sejak Dini Dalam Keluarga. [online] tersedia : http://psg.uii.ac.id/index.php/RADIO/Amin-Nurohmah.html (Diakses tanggal 19 April 2015 jam 19.54 WITA)