Kesehatan Masyarakat Dan Teknologi Peningakatan Kualitas Air · Istilah karbon aktif biologis...
-
Upload
vuongxuyen -
Category
Documents
-
view
215 -
download
0
Transcript of Kesehatan Masyarakat Dan Teknologi Peningakatan Kualitas Air · Istilah karbon aktif biologis...
Penguraian Deterjen dalam air Minum Dengan Karbon Aktif Biologis
BAB IX
PENGURAIAN DETERJEN DALAM AIR MINUM DENGAN
KARBON AKTIF BIOLOGIS
IX.1 PENDAHULUAN
232
Nusa Idaman Said
Istilah karbon aktif biologis (bio-logical activated carbon), pertama kali digunakan pada bidang pengolahan air minum lanjut (advanced treatment), yakni pada pengolahan dengan filter karbon aktif butiran (granular) yang dipasang setelah pengolahan dengan ozon. Dengan adanya mikroorganisme atau bakteri aerobik yang tumbuh melekat pada permukaan karbon aktif tersebut, efektifitas filter karbon aktif terhadap beberapa parameter indek kualitas air menjadi lebih lama dibandingkan dengan jika prosesnya hanya berdasarkan adsorpsi secara fisis oleh karbon aktif. Beberapa parameter kualitas air tersebut an-tara lain zat penyebab bau, total karbon organik (Total Organic Carbon, TOC), senyawa potensial penyebab trihalomethan (Trihalomethane Formation Potential, THMFP), senyawa hasil samping pengo-lahan dengan ozon misalnya aldehida serta ammonium nitrogen dan lain-lain. Akan tetapi sekarang ini, cara peng-olahan air dengan karbon aktif biologis tidak hanya berarti untuk proses pengolahan tersebut di atas, tetapi secara umum yakni cara pengolahan air dengan meng-gunakan mikroorganisme atau film biologis yang dibiakkan atau melekat pada permu-kaan karbon aktif, dan tidak terbatas untuk pengolahan air minum saja, akan tetapi ju-ga untuk pengolahan air limbah. Pada prin-sipnya proses pengolahan dengan karbon aktif biologis ini menggunakan kombinasi atau gabungan proses penguraian senya-wa organik oleh mikroorganisme dan pro-ses adsorpsi oleh karbon aktif secara ber-sama-sama sehingga didapatkan efisiensi penggolahan yang lebih baik dibandingkan dengan apabila menggunakan proses seca-ra terpisah. Sampai saat ini khususnya di Indonesia, pengontrolan senyawa polutan oganik yang ada dalam air minum masih lebih dititik-beratkan pada parameter BOD (Bilogical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand), akan tetapi untuk masa yang akan datang senyawa-senyawa organik carcinogen (penyebab kanker), senyawa yang bersifat mutagenik serta senyawa organik yang dapat menimbulkan bioakumulasi akan mendapatkan perhatian yang lebih besar. Selanjutnya perhatian terhadap senyawa-senyawa yang menyebabkan penurunan harga ataupun nilai estetika air seperti bau, warna dan senyawa penyebab buih misalnya deterjen juga akan semakin besar. Di Indonesia, khususnya di daerah perkotaan, polusi deterjen dalam air minum masih menjadi masalah yang cukup
233
Penguraian Deterjen dalam air Minum Dengan Karbon Aktif Biologis
serius, terutama pada musim kemarau. Hal ini disebabkan karena konsumsi deterjen oleh masyarakat semakin besar sejalan dengan laju pertambahan penduduk. Di lain pihak fasilitas pengolahan limbah domestik yang banyak mengandung senyawa deterjen belum memadai atau sangat kurang, bahkan kadang belum ada sama sekali. Dengan demikian, senyawa deterjen telah mencemari sungai, danau, laut bahkan air tanah dangkal. Selain deterjen, polutan-polutan mikro lain dalam air minum, misalnya senyawa khlorobenzena, pestisida dan lainnya, juga perlu diwaspadai. Konsentrasi senyawa-senyawa tersebut dalam air baku air minum umumnya sangat kecil yakni dapat berkisar dari 1 ppm sampai dengan orde ppb atau ppt. Dalam kondisi yang demikian, sulit diuraikan dengan proses biologis atau bila dapat terurai memerlukan waktu penguraian yang cukup lama, atau sering kali, laju pertumbuhan spesifik dari mikroorganisme yang mempunyai kemampuan mengurai senyawa polutan tersebut rendah sehingga efisiensi pengo-lahannya juga rendah. Beberapa contoh senyawa polutan yang dapat dihilangkan dengan sistem pengolahan dengan karbon aktif biologis di dalam pengolahan air minum lanjut antara lain senyawa yang menyebabkan bau (2-MIB, Geosmin), ammonium-nitrogen, TOC, precursor trihalomethan, pestisida, deterjen, aldehida, senyawa phenol dan lain-lain (Nakano, 1992). Kemampuan biodegradasi atau penguraian secara biologis dan adsorpsi senyawa-senyawa tersebut oleh karbon aktif secara umum dapat digambarkan seperti pada Gambar IX.1. Berdasarkan ilustrasi tersebut, dengan menggabungkan proses penguraian secara biologis dan adsorpsi secara fisika-kimia maka sebagian besar senyawa-senyawa polutan yang ada dalam air tersebut kemungkinan dapat dihilangkan. Beberapa contoh proses pengolahan lanjut untuk air minum dengan menggunakan karbon aktif biologis dapat dilihat seperti pada Gambar IX.2. Seperti terlihat pada gambar tersebut, umumnya untuk proses dengan karbon aktif biologis tidak dilakukan khlorinasi awal atau khlorinasi antara. Dengan dilakukannya proses khlorinasi awal atau khlorinasi antara akan menimbulkan terbentuknya senyawa trihalomethan yang relatif sulit dihilangkan dengan karbon aktif biologis.
234
Nusa Idaman Said
Gambar IX.1 Ilustrasi konsep umum tentang kemampuan
biodegradasi dan kemampuan adsorpsi karbon aktif terhadap beberapa senyawa polutan
Studi ini membahas masalah hasil penguraian deterjen ion negatip (anionic detergent) di dalam reaktor kontinyu (bench scale), yang diisi (seeding) dengan karbon aktif biologis (biological activated carbon). IX.2 PENELITIAN TENTANG KARBON AKTIF
235
Penguraian Deterjen dalam air Minum Dengan Karbon Aktif Biologis
BIOLOGIS Weber, Hopkin dan Bloom (1970) mempublikasikan hasil penelitiannya yang menyimpulkan bahwa mikroorganisme yang tumbuh di permukaan karbon aktif dapat mempertahankan efisiensi pada pengolahan air limbah lanjut (advanced treatment) dengan karbon granular (butiran). Sedangkan Miller dan Rice (1960) telah memastikan adanya aktifitas biologis pada filter karbon aktif di dalam sistem pengolahan air minum dengan ozon dan karbon aktif butiran. Dengan demikian, sebenarnya phenomena karbon aktif biologis ini bukanlah hal yang baru, tetapi dengan semakin besarnya kepedulian masyarakat terhadap senyawa polutan mikro yang ada dalam air minum dewasa ini, perhatian para ahli / peneliti terhadap kemampuan karbon aktif biologis untuk menguraikan senyawa polutan dalam air menjadi lebih besar. Di dalam proses pengolahan dengan karbon aktif biologis, bakteri nitrifikasi yang tumbuh dan melekat di permukaan karbon aktif dapat merangsang atau mempercepat proses nitrifikasi senyawa ammoniun-nitrogen. Hal ini merupakan fenomena yang khusus pada proses pengolahan air dengan karbon aktif biologis. Kurozawa dkk. (1978) telah melakukan pengukuran kecepatan proses nitrifikasi ammonia di dalam sistem saringan pasir cepat, yakni satu diisi dengan media pasir dan satu lagi diisi dengan karbon aktif butiran. Dari hasil pengukuran tersebut ternyata bakteri nitrifikasi yang tumbuh di permukaan karbon aktif mempunyai kecepatan nitrifikasi beberapa kali lebih cepat daripada nitrifikasi di dalam saringan pasir cepat dengan media pasir, serta memerlukan waktu yang lebih pendek untuk mencapai efisiensi pengolahan yang konstan. Selain itu, pengaruh temperatur terhadap proses nitrifikasi oleh bakteri atau mikroorganisme yang tumbuh di permukaan karbon aktif lebih kecil dibandingkan dengan pengaruh nitrifikasi oleh bakteri yang tumbuh di permukaan saringan pasir. Akan tetapi mekanisme prosesnya belum diketahui secara jelas. Meskipun banyak peneliti yang telah melakukan studi tentang karbon aktif biologis, akan tetapi masih diperlukan lebih banyak lagi data eksperimen tentang karbon aktif biologis, khususnya tentang data teknis praktis yang sangat berguna untuk kepentingan proses pengolahan khususnya air minum.
236
Nusa Idaman Said
IX.3 TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektifitas penguraian senyawa deterjen ion negatip (anionic detergent) yang dijual secara komersial, di dalam sistem proses pengolahan secara biologis dengan menggunakan karbon aktif biologis (Biological Activated Carbon, BAC) secara kontinyu. IX.4 MATERIAL DAN METODA PENELITIAN
A. Material
Bahan Deterjen
Bahan deterjen yang digunakan yakni deterjen komersial yang dibeli di pasaran, yang mengandung bahan kimia antara lain : n-sodium alkyl benzene sulfonate linier (LAS), polyoxyethylene alkyl ether (POE), asam lemak, karbonate, alumina silikat, enzyme dan fluorescent agent. Total surfactant sekitar 32 %.
Karbon Aktif Bubuk
Karbon aktif bubuk (Powdered Activated Carbon, PAC) yang digunakan selama percobaan yakni karbon aktif bubuk dari arang (charcoal) yang diolah dengan HCl, produksi NACALAI TESQUE Co.Ltd.
Lumpur Biologis
Lumpur biologis (biological sludge) yang dipakai, dikumpulkan dengan cara mengalirkan air danau (Danau Biwa, di Propinsi Shiga, Jepang) ke suatu kolom filter yang diisi dengan kerikil (diameter 3 - 7 mm), secara terus menerus. Setelah beroperasi sekitar 2 minggu, mikroorganisme akan tumbuh pada permukaan media kerikil membentuk film biologis, yang semakin lama semakin tebal. Lumpur biologis aktif tersebut diambil dengan cara mencuci kerikil yang telah ditumbuhi mikroorganisme dengan air danau sehingga lapisan film biologisnya terlepas. Lumpur yang
237
Penguraian Deterjen dalam air Minum Dengan Karbon Aktif Biologis
telah dikumpulkan selanjutnya disebut lumpur danau Biwa (Lake Biwa Sludge).
Karbon Aktif Biologis
Karbon aktif biologis yang digunakan selama percobaan, disiapkan dengan cara mencampur lumpur biologis dengan karbon aktif bubuk dengan konsentrasi tertentu, kemudian diaerasi secara kontinyu selama beberapa hari.
B. Prosedur Analisis
Seluruh prosedur analisis pH, padatan tersuspensi (suspended solids, SS) dan konsentrasi deterjen anionic (MBAS) didasarkan pada “Japan Standard Method for Drinking Water (JOUSUI SHIKENHOU, 1985). Konsentrasi deterjen anionic diukur dengan metoda Methylene Blue Method sebagai methylene blue active substances (MBAS). Penelitian dilakukan di laboratorium Jurusan Teknik Penyehatan dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Kyoto, Jepang.
C. Prosedur Percobaan
Satu unit reaktor “bench scale” terdiri dari tangki aerasi volume 5 liter dan tangki pengendap (clarifier) volume 2 liter telah dioperasikan. Mula-mula tangki aerasi (reaktor) diisi dengan karbon aktif biologis yang telah disiapkan, kemudian larutan deterjen dialirkan ke tangki aerasi dengan pompa pembubuh (feeding pump). Tangki aerasi diaduk dan diaerasi secara kontinyu dengan pompa udara (air pump). Limpasan dari tangki aerasi dialirkan ke tangki pengendap, dan lumpur yang telah mengedap disirkulasi kembali ke tangki aerasi dengan menggunakan pompa sirkulasi (recycle pump). Larutan deterjen dibuat dengan cara melarutkan bubuk deterjen komersial ke dalam air kran, dan kon-sentrasi deterjen (MBAS) diatur kira-kira 1,5 - 2 mg per liter. Percobaan dilakukan secara kontinyu dan tidak dilakukan pengontrolan pH. Waktu tinggal (hydraulic retention time, HRT) di dalam tangki aerasi 4 jam, dan waktu tinggal di dalam tangki pengendap 95 menit, sedangkan ratio sirkulasi hidrolis (hydraulic recycle ratio, HRR) yakni perbandingan antara laju alir sirkulasi
238
Nusa Idaman Said
239
lumpur dengan laju alir air yang diolah, diatur sekitar 2,3. Setelah operasi berjalan beberapa waktu tertentu, konsentrasi deterjen anionic (sebagai MBAS) dan pH di dalam aliran masuk dan aliran keluar, serta konsentrasi padatan tersuspensi (SS) dari lumpur di dalam tangki aerasi dan aliran keluar diukur secara periodik. Pengukuran konsentrasi deterjen dilakukan berdasarkan metoda Methylene Blue atau metoda Methylene Blue Active Substances (MBAS). Skema proses percobaan ditunjukkan pada Gambar IX.3.
Percobaan 1 : Mikroorganisme : BAC (lumpur biologis + PAC 90 mg/l). Kondisi Operasi : - HRT Reaktor = 4 jam - HRT Bak Pengendap = 95 menit - HRR (hydraulic recycle ratio) = 2.3 Percobaaan 2 : Mikroorganisme : BAC (lumpur biologis+ PAC 90 mg/l). Kondisi Operasi : - HRT Reaktor = 4 jam - HRT Bak Pengendap = 95 menit - HRR (hydraulic recycle ratio) = 0,8 Konsentrasi MBAS pada aliran masuk diatur antara 1,2 - 1,8 mg/l. IX.5 HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI Percobaan 1 :
Hasil percobaan 1 ditunjukkan pada Gambar IX.4 sampai dengan Gambar IX.7. Gambar IX.4 menunjukkan penguraian
Penguraian Deterjen dalam air Minum Dengan Karbon Aktif Biologis
Gambar IX.2 Beberapa contoh proses pengolahan air minum lanjut dengan menggunakan karbon aktif biologis.
240
Nusa Idaman Said
241
Gambar IX.3 Skema proses percobaan penguraian deterjen secara biologis dengan karbon aktif biologis (lumpur danau Biwa + PAC 90 mg/l).
Penguraian Deterjen dalam air Minum Dengan Karbon Aktif Biologis
biologis dari deterjen ion negatip komersial di dalam sistem proses pengolahan biologis kontinyu yang diisi dengan karbon aktif biologis (BAC), yang disiapkan dengan cara mencampur lumpur biologis (lumpur danau Biwa) dengan karbon aktif bubuk 90 mg/l. Kondisi diatur sedemikian rupa sehingga : waktu tinggal di dalam tangki aerasi (reaktor) 4 jam, waktu tinggal di dalam tangki pengendap (clarifier) 95 menit, dan rasio sirkulasi hidrolik (HRR) 2,3. Dari gambar tersebut terlihat bahwa dengan menggunakan reaktor biologis yang diisi (seeding) dengan karbon aktif biologis dapat menurunkan konsentrasi deterjen (MBAS) dari 1,5 -2 mg/l menjadi sekitar 0,15 - 0,4 mg/l. Dari gambar tersebut juga terlihat bahwa pH air di dalam aliran keluar (effluent) bertambah besar dibandingkan dengan pH air di dalam aliran masuk (influent), yakni dari kira-kira pH 7 naik menjadi sekitar 7,5. Kenaikan pH tersebut kemungkinan disebabkan karena terbentuknya senyawa hasil penguraian atau senyawa antara yang bersifat alkali. Efisiensi penghilangan deterjen di dalam reactor “bench Scale” secara kontinyu yang diisi dengan karbon aktif biologis (Lake Biwa Sludge) + PAC 90 mg/l, ditunjukkan pada Gambar IX.5. Pada waktu operasi (elapsed time) berjalan sekitar 24 jam, efisiensi penghilangan deterjen kira-kira 79%, kemudian naik men-jadi sekitar 92% pada waktu operasi sekitar 138 jam, dan kemudian turun lagi menjadi sekitar 88 %. Efisiensi penghilangan deterjen rata-rata kira-kira 87%. Efisiensi penghilangan deterjen tersebut lebih besar bila diban-dingkan dengan efisiensi penghilangan de-terjen pada percobaan yang hanya meng-gunakan lumpur biologis (lake Sludge) saja, yakni sekitar 67%, seperti terlihat pada Gambar IX.6. Dari gambar tersebut dapat dilihat juga bahwa dengan menggunakan karbon aktif biologis (campuran lumpur biologis dengan PAC 90 mg/l), waktu adaptasi atau waktu penyesuaian dari mikroorganisme untuk dapat menguraikan deterjen dalam air dapat diperpendek. Gambar IX.7 menunjukkan konsen-trasi padatan tersuspensi (SS) di dalam aliran keluar (influent) dan konsentrasi MLSS di dalam tangki aerasi (reaktor), serta efisiensi penghilangan deterjen (MBAS removal efficiency). Dari gambar tersebut terlihat bahwa pada waktu opersi berjalan antara 50 jam sampai 100 jam, konsentrasi MLSS (mixed liquor suspended solids) di dalam reaktor turun dengan cepat dari sekitar 900 mg/l menjadi sekitar 600 mg/l. Hal ini disebabkan karena kurang lan-carnya sirkulasi lumpur dari tangki pengendap. Akan tetapi setelah
242
Nusa Idaman Said
waktu operasi berjalan lebih dari 200 jam MLSS di dalam reaktor turun menjadi sekitar 500 - 600 mg/l. Hal ini kemungkinan disebabkan karena keseimbangan nutrient yang ada dalam air baku. Dari gambar tersebut juga terlihat bahwa konsentrasi SS di dalam aliran keluar turun menjadi sekitar 10 - 15 mg/l setelah waktu operasi lebih dari 50 jam.
0
0.5
1
1.5
2
6
6.5
7
7.5
8
0 50 100 150 200 250 300
MB
AS
CO
NS
EN
TR
AT
ION
[m
g/l]
pH
[-]
ELAPSED TIME [HOURS]
Effluent MBAS
Influent pH
Effluent pH
Influent MBAS
HRT in Aeration Tank= 4 hoursHRT in Settling Tank = 95 min.Hydraulic Retention Time = 2.3
Microorganisms : Lake Biwa Sludge + PAC 90 mg/l
Gambar IX.4 Penguraian deterjen ion negatip (anionic detergent) di dalam sistem proses pengolahan biologis kontinyu dengan menggunakan karbon aktif biologis (lumpur danau Biwa + PAC 90 mg/l), Percobaan 1 HRR= 2,3.
243
Penguraian Deterjen dalam air Minum Dengan Karbon Aktif Biologis
0
0.4
0.8
1.2
1.6
2
60
65
70
75
80
85
90
95
100
0 50 100 150 200 250 300
MB
AS
CO
NC
EN
TR
AT
ION
[m
g/l]
RE
MO
VA
L E
FF
ICIE
NC
Y [
%]
ELAPSED TIME [HOURS]
Effluent MBAS
Effluent MBAS
MBAS Removal
HRT in Reactor = 4 hoursHRT in Settling Tank = 95 minHydraulic Recycle Ratio = 2.3
Microorganisms : Lake Biwa Sludge + PAC 90 mg/l
Gambar IX.5 Efisiensi penghilangan deterjen di dalam sistem proses pengolahan biologis kontinyu yang diisi (seeding) dengan campuran lumpur danau Biwa + PAC 90 mg/l (Percobaan 1 HRR = 2,3).
244
Nusa Idaman Said
0
20
40
60
80
100
0 50 100 150 200 250 300
Lake Biwa Sludge
BAC (Lake Biwa sludge + PAC 90 mg/l)
RE
MO
VA
L E
FF
ICIE
NC
Y [
%]
ELAPSE TIME [HOURS]
Mikro Organiame : Lake Biwa SludgeHRT In Aeration Tank = 4 hours
HRT In Clarifier = 95 minHydraulic Recycle Ratio = 2.3
Gambar IX.6 Efisiensi penghilangan deterjen di dalam sistem
proses pengolahan biologis dengan menggunakan karbon aktif biologis (lumpur danau Biwa + PAC 90 mg/l) dan dengan hanya lumpur danau Biwa, Percobaan 1 HRR = 2,3.
245
Penguraian Deterjen dalam air Minum Dengan Karbon Aktif Biologis
0
200
400
600
800
1000
0
20
40
60
80
100
0 50 100 150 200 250 300
ML
SS
IN R
EA
CT
OR
[m
g/l]
MB
AS
RE
MO
VA
L [
%]
SS
CO
NS
. IN
EF
FL
UE
NT
mg
/l]
ELAPSED TIME [HOURS]
MLSS in Reactor
SS in Effluent
MBAS Removal
Microorganisms : Lake Biwa Sludge + PAC 90 mg/lHRT in Aeration Tank= 4 hoursHRT in Settling Tank = 95 min.Hydraulic Recycle Ratio = 2.3
Gambar IX.7 Konsentrasi MLSS di dalam tangki aerasi
(reaktor), padatan tersuspensi (SS) di dalam air olahan, dan efisiensi penghilangan deterjen, Percobaan 1, HRR = 2,3.
246
Nusa Idaman Said
Percobaan 2 :
2 adalah menunjukkan penguraian deterjen
i
Percobaan secara biologis di dalam “bench scale” sistem pengolahan secara kontinyu yang diisi (seeding) dengan karbon aktif biologis (BAC) yang merupakan campuran lumpur danau Biwa dengan PAC 90 mg/l, dengan kondisi operasi : waktu tinggal di dalam reaktor 4 jam, waktu tinggal di dalam tangki pengendap 95 menit; dan rasio sirkulasi hidrolik (HRR) 0,8. Hasil percobaan 2 ini ditunjukkan pada Gambar IX.8 sampai dengan Gambar IX.11. Gambar (8) menunjukkan konsen-trasi deterjen (MBAS) di dalam aliran masuk dan aliran keluar (air olahan), serta menunjukkan perubahan pH air di dalam aliran masuk maupun aliran keluar. Konsentrasi deterjen (MBAS) di dalam aliran masuk (influent) diatur pada selang antara 1,2 - 1,8 mg/l, sedangkan konsentrasi MBAS dalam air olahan (effluent) yakni sekitar 0,16 - 0,32 mg/l. Seperti pada percobaan 1, pH air di dalam aliran keluar (air olahan), lebih besar dibandingkan dengan pH air pada aliran masuk, yakni rata-rata sekitar 7,4. Gambar IX.9 menunjukkan konsentrasi deterjen (MBAS) di dalam aliran masuk dan aliran keluar, serta efisiensi penghilangan deterjen. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa efisiensi penghilangan deterjen bervariasi antara 80% sampai dengan 90 %. Pada saat waktu operasi 26 jam, efisiensi penghilangan deterjen sekitar 80%, dan mencapai sekitar 90% setelah waktu operasi 50 jam. Kemudian efisiensi penghilangan deterjen turun secara perlahan dan menjadi sekitar 81% setelah waktu operasi mencapai 320 jam. Hubungan antara konsentrasi MLSS di dalan tangki areasi (reaktor) dengan konsentrasi padatan tersuspensi (SS) di dalam air olahan (aliran keluar) ditunjukkan pada Gambar IX.10, sedangkan hubungan antara MLSS di dalam reaktor dan effisiensi penghilangan deterjen di-tunjukkan pada Gambar (11). Dari kedua gambar tersebut dapat dilihat bahwa kon-sentrasi MLSS di dalam tangki aerasi (reaktor) turun secara drastis setelah men-capai waktu operasi lebih dari 26 jam. Pada saat waktu operasi 26 jam, konsen-trasi MLSS di dalam reaktor kira-kira 1100 mg/l, dan turun menjadi sekitar 660 mg/l setelah waktu operasi berjalan 320 jam. Berdasarkan Gambar IX.11, terlihat dengan jelas bahwa besarnya efisiensi penghilangan deterjen (MBAS) mempunya
247
Penguraian Deterjen dalam air Minum Dengan Karbon Aktif Biologis
ng-gunakan
hubungan yang erat dengan konsentrasi MLSS di dalam tangki aerasi (reaktor). Efisiensi penghilangan deterjen turun sejalan dengan turunnya konsentrasi MLSS di dalam reaktor. Efisiensi penghilangan deterjen (MBAS) di dalam sistem proses peng-olahan secara kontinyu dengan mekarbon aktif biologis (BAC) yakni campuran lumpur biologis dengan PAC 90 mg/l, dengan rasio sirkulasi hidrolik (HRR) 0,8 dan 2,3 ditunjukkan pada Gambar IX.12. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa ratio sirkulasi hidrolik yang lebih tinggi tidak menunjukkan perbedaan yang menyolok terhadap efisiensi penghilangan deterjen. Dengan menggunakan rasio sirkulasi hidrolik (hydraulic recycle ratio, HRR) yang lebih kecil, maka konsentrasi padatan tersuspensi (SS) di dalam aliran keluar (effluent) menjadi lebih kecil. Hal ini dapat dilihat pada Gambar IX.13.
248
Nusa Idaman Said
0
0.4
0.8
1.2
1.6
2
6.6
6.8
7
7.2
7.4
7.6
7.8
0 50 100 150 200 250 300 350
Influent MBAS
Effluent MBAS
Influent pH
Effluent pH
MB
AS
CO
NC
EN
TR
AT
ION
[m
g/l]
pH
[-]
HRT in Aeration Tank = 4 hoursHRT in Clafifier = 95 min.
Hydraulic Recycle Ratio = 0.8Raw Water = Tap water
Microorganisms : BAC (Lake Biwa Sludge + PAC 90 mg/l)
Gambar IX.8 Penguraian deterjen ion negatip (anionic
detergent) di dalam sistem proses pengolahan biologis kontinyu dengan menggunakan karbon aktif biologis (lumpur danau Biwa + PAC 90 mg/l), Percobaan 2 HRR = 0,8
249
Penguraian Deterjen dalam air Minum Dengan Karbon Aktif Biologis
0
0.4
0.8
1.2
1.6
2
70
75
80
85
90
95
100
0 50 100 150 200 250 300 350
Influent MBAS
ELAPSED TIME [HOURS]
Effluent MBAS
Removal Efficiency
MB
AS
CO
NC
EN
TR
AT
ION
[m
g/l]
RE
MO
VA
L E
FF
ICIE
NC
Y [
%]
HRT in Aeration Tank = 4 hoursHRT in Clarifier = 95 min
Hydraulic Recycle Ratio = 0.8Raw water : Tap water
Microorganisms : BAC (Lake Biwa Sludge + PAC 90 mg/l)
Gambar IX.9 Efisiensi penghilangan deterjen di dalam
sistem proses pengolahan biologis dengan menggunakan karbon aktif biologis (lumpur danau Biwa + PAC 90 mg/l), Percobaan 2 HRR = 0,8.
250
Nusa Idaman Said
500
600
700
800
900
1000
1100
1200
0
5
10
15
20
25
30
0 50 100 150 200 250 300 350
SS in Effluent
SS in Reactor
ELAPSED TIME [HOURS]
HRT in Aeration Tank = 4 hoursHRT in Settling Tank = 95 min.
Recycle Ratio = 0.8
Microorganisms : BAC (Lake Biwa Sludge + PAC 90 mg/l)
SS
CO
NC
. IN
RE
AC
TO
R [
mg
/l]
SS
CO
NC
. IN
EF
FL
UE
NT
[m
g/l
]
Gambar IX.10 Hubungan antara konsentrrasi MLSS di dalam
tangki aerasi dan SS di dalam air olahan, Percobaan 2 HRR = 0,8.
251
Penguraian Deterjen dalam air Minum Dengan Karbon Aktif Biologis
60
70
80
90
100
400
500
600
700
800
900
1000
1100
1200
0 50 100 150 200 250 300 350
ELAPSED TIME [HOURS]
MB
AS
RE
MO
VA
L [
%]
ML
SS
IN R
EA
CT
OR
[m
g/l]
MBAS Removal
MLSS
Microorganism : Lake Biwa Sludge + PAC 90 mg/l
HRT in Aeration Tank= 4 hoursHRT in Clarifier = 95 min.
Hydraulic Recycle Ratio = 0.8
AT ROOM TEMPERATURE CONDITION
Gambar IX.11 Hubungan antara konsentrasi MLSS di dalam tangki aerasi dengan efisiensi penghilaangan deterjen. Percobaan 2 HRR = 0,8.
252
Nusa Idaman Said
70
75
80
85
90
95
0 50 100 150 200 250 300 350
Recycle Ratio = 2.3
MB
AS
RE
MO
VA
L [
%]
Microorganisms : Lake Biwa Sludge + PAC 90 mg/lHRT in Aeration Tank = 4 hours
HRT in Clarifier = 95 min.
Recycle Ratio = 0.8
ELAPSED TIME [HOURS]
Gambar (12) : Efisiensi penghilangan deterjen di dalam
sistem proses pengolahan biologis dengan menggunakan karbon aktif biologis (lumpur danau Biwa + PAC 90 mg/l) pada kondisi HRR 2,3 dan HRR = 0,8.
253
Penguraian Deterjen dalam air Minum Dengan Karbon Aktif Biologis
0
10
20
30
40
50
0
200
400
600
800
1000
1200
0 50 100 150 200 250 300 350
SS
IN E
FF
LU
EN
T [
mg
/l]
ML
SS
IN R
EA
CT
OR
[m
g/l]
Microorganisms : Lake Biwa Sludge + PAC 90 mg/lHRT in Reactor = 4 hoursHRT in Clarifier = 95 min
ELAPSED TIME [HOURS]
MLSS INREACTOR
SS IN EFFLUENT
HRR = 2.3
HRR = 2.3
HRR = 0.8
HRR = 0.8
Gambar IX.13
Hubungan antara konsentrrasi MLSS di dalam tangki aerasi dan SS air olahan di dalam sistem proses pengolahan biologis dengan menggunakan karbon aktif biologis (lumpur danau Biwa + PAC 90 mg/l) pada kondisi HRR 0,8 dan HRR 2,3.
254
Nusa Idaman Said
IX.6 KESIMPULAN Dari hasil percobaan di atas, dapat disimpulkan bahwa :
Efisiensi penghilangan deterjen di dalam sistem poses pengolahan secara kontinyu dengan menggunakan karbon aktif biologis (campuran lumpur danau Biwa dengan karbon aktif bubuk, PAC 90 mg/l) lebih besar bila dibandingkan dengan apabila menggunakan lumpur biologis (lumpur danau Biwa) saja.
Penguraian deterjen ion negatip (anionic detergent) di dalam sistem proses pengolahan secara kontinyu yang diisi dengan karbon aktif biologis sangat dipengaruhi oleh konsentrasi MLSS di dalam tangki areasi (reaktor).
Dengan menggunakan rasio sirkulasi hidrolik (hydraulic recycle ratio, HRR) yang lebih besar tidak menunjukkan pengaruh yang besar terhadap efisiensi penghilangan deterjen.
Dengan menggunakan karbon aktif biologis dapat mempersingkat waktu adaptasi (penyesuaian) dari mikro-organisme untuk dapat menguraikan deterjen.
Proses ini dapat digunakan untuk pengolahan pendahuluan di dalam sistem pengolahan air minum, karena selain dapat menghilangkan deterjen, kemungkinan juga dapat menghilangkan senyawa polutan lainnya.
==00==
255
Penguraian Deterjen dalam air Minum Dengan Karbon Aktif Biologis
256
DAFTAR PUSTAKA Jousui Shikenhou, Standard Method for Drinking Water
Analyisis, 1985 edition. Nihon Suidou Kyoukai, 1985. (Japanese edition).
Karigome T. (1987) Kaimen Kasseizai Bunsekihou (the Methods of Surfactant Analysis), New Edition. Saiwai Shobou, 1987. Japanese edition.
Kurozawa, dkk. : “Seibutsu kasseitan shori ni okeru gendaku busshitsu, amoniasei chisso, tetsu oyobi mangan no jokyo”, Suishitsu odaku kenkyu, 11 (9) 577-589 (1988).
Miller, G. W., Rice. R. G. : “ European Treatment Practice - The Promise Of Biological Activated Carbon”, Civil Eng., 48 (2) 81 (1978).
Nakano, S., Tamura, T. : “Seibutsu kasseitan ni yoru mizushori gijutsu”, Kogyou yousui No.441 (12) 41 - 51 (1992).
Okpokwasili and Olisa (1991) River-water Biodegradation Of Surfactant in Liquid Detergents and Shampoos. Water Research, Vol.25, No.11, pp.1425 to 1429, 1991.
Said N.I. Study On Biological Degradation Of Anionic Detergent For Drinking Water Treatment Process (Master Degree), 1995. Department ofEnvironmental And Sanitary Engineering of Kyoto University, JAPAN.
Weber, W. J. Jr., Hopkins, C. B., Bloom, Jr. : “Physicochemical Treatment Of Waste Water “, Journal Water Pollution Control Federation, 42 (1)83-99(1970)