Kesehatan Masyarakat Dalam Prespektif Islam

download Kesehatan Masyarakat Dalam Prespektif Islam

If you can't read please download the document

description

jhdvjahds

Transcript of Kesehatan Masyarakat Dalam Prespektif Islam

Kesehatan Masyarakat dalam Perspektif Islam

(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam II)

Disusun oleh :

1.

Wahyudi S. Fajrin

100810088

2.

Dwi Sinta Nirmala

101011047

3.

Aprilinardi M.P.P

101011069

4.

Alief Nur Rochmah. S

101011105

5.

Tirta Adi

101011223

6.

Kartika Mega

101011239

7.

Riana Alfi Hasanah

101011256

8.

Dwi Indah Apriliani

101011277

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

2012

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya, makalah ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Makalah ini adalah tugas pertama kami dalam mata kuliah Agama Islam II. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada para pihak yang turut serta membantu kelancaran tugas kami, terutama dosen Agama Islam II yang telah memberi banyak pengarahan serta ilmu kepada kami mahasiswa. Tidak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan makalah kami ini.

Semoga makalah yang kami buat ini bermanfaat bagi pembaca. Kami juga tidak segan-segan untuk menerima kritik dan saran, agar penugasan selanjutnya dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya dan sesungguhnya semua itu bersifat membangun. Terima kasih.

Penulis

iii

DAFTAR ISI

Cover ..............................................................................................................

i

Kata pengantar ...............................................................................................

ii

Daftar isi .........................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................

1

1.1. Latar Belakang.....................................................................................

1

1.2. Rumusan Masalah................................................................................

3

1.3. Tujuan ..................................................................................................

3

BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................

4

2.1. Pembahasan Gizi ................................................................................

4

2.2. Pembahasan Kesehatan Lingkungan ..................................................

10

2.3. Pembahasan Epidemiologi .................................................................

12

2.4. Pembahasan Kebijakan Kesehatan Masyarakat .................................

14

2.5. Pembahasan PKIP ..............................................................................

20

BAB III KESIMPULAN................................................................................

23

Daftar Pustaka ................................................................................................

24

24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam merupakan agama yang sangat sempurna. Islam datang sebagai agama untuk kepentingan menyeluruh yaitu dunia dan akhirat, selain itu juga Islam berbeda dengan agama yang datang sebelumnya serta mempunyai hubungan yang tidak terbatas. Jalur hubungan tersebut tidak hanya antara hamba dengan Tuhannya (horisontal) saja, melainkan Islam juga mengatur hubungan secara vertikal.

Islam memiliki perbedaan yang nyata dengan agama-agama lain di muka bumi ini, Islam memiliki aturan dan tuntunan yang bersifat komprehensif, harmonis, jelas dan logis. Salah satu kelebihan islam adalah perihal perspektif Islam dalam mengajarkan kesehatan bagi individu maupun masyarakat.

Kesehatan merupakan salah satu hak bagi tubuh manusia demikian sabda Nabi Muhammad SAW. Karena kesehatan merupakan hak asasi manusia, sesuatu yang sesuai dengan fitrah manusia, maka Islam menegaskan perlunya istiqomah memantapkan dirinya dengan menegakkan agama Islam. Satu-satunya jalan adalah dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Allah berfirman:

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari

Tuhanmu dan penyembuh-penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada)

dalam dada dan petunjuk dan rahmat bagi orang-orangnya yang beriman (QS:Yunus 57).

Jika dilihat dalam definisi sehat menurut WHO adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dalam hal ini tujuan Islam mengajarkan hidup yang bersih dan sehat adalah menciptakan individu dan masyarakat yang sehat jasmani, rohani, dan sosial sehingga umat manusia mampu menjadi umat yang pilihan. Selain itu juga, kosa kata sehat wal afiat dalam Bahasa Indonesia mengacu pada kondisi ragawi dan bagian-bagiannya yang terbebas dari virus penyakit. Sehat Wal Afiat ini dapat diartikan sebagai kesehatan pada segi fisik, segi mental maupun kesehatan masyarakat.

Dalam konteks masyarakat muslim modern, masalah kesehatan telah menjadi urusan publik oleh sebab itu hal ini terkait dengan kebijakan negara. Upaya mewujudkan perilaku sehat warga masyarakat dalam perspektif kebijakan kesehatan antara lain: kebijakan penurunan angka kesakitan dan kematian dari berbagai sebab dan penyakit, kebijakan peningkatan status gizi masyarakat yang berkaitan dengan peningkatan status sosial ekonomi masyarakat, kebijakan peningkatan upaya kesehatan lingkungan terutama penyediaan sanitasi dasar yang dikembangkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup, Kebijakan dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat melalui upaya peningkatan pencegahan, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan terutama untuk ibu dan anak, dan kebijakan peningkatan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat. Beberapa hal tersebut tidak lepas dari ajaran agama

Islam itu sendiri, karena sesungguhnya semuanya sudah diatur dalam Islam secara jelas dan logis.

1.2 Rumusan Masalah

1 Bagaimana pandangan Islam mengenai gizi masyarakat.

2Bagaimana pandangan Islam mengenai kesehatan lingkungan dimasyarakat.

3 Bagaimana hubungan kebijakan kesehatan bila dihubungkan dengan Islam

4Bagaimana pandangan Islam mengenai ilmu perilaku yang berhubungan dengan kesehatan.

1.3 Tujuan

1. Mengetahui secara umum pandangan Islam mengenai gizi masyarakat.

2. Mengetahui bagaimana menurut pandangan Islam mengenai kesehatan lingkungan di masyarakat.

3. Paham mengenai hubungan kesehatan bila dihubungkan dengan Islam

4. Mengetahui pandangan Islam mengenai ilmu perilaku yang berhubungan kesehatan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pembahasan Gizi

Wawasan Islam tentang kesehatan fisik dapat ditemukan melalui konsepnya tentang kebersihan dan gizi (larangan makanan dan minuman yang tidak baik, perintah memakan makanan dan minuman yang halal lagi bergizi). Sementara, penjelasannya tentang kesehatan psikologis dapat ditemukan ilustrasinya dalam konsep Islam tentang penyakit hati dan perintah makan makanan yang halal. Pertama, penjelasan Islam tentang kebersihan tercermin dalam perintah berwudhu sebelum salat, mencuci tangan sebelum makan, menggosok gigi, dan lain sebagainya. Kedua, larangan memakan makanan atau meminum minuman yang haram dan tidak thayyib (baik) dapat dicermati penjelasannya dalam Q.S. al-Baqarah, 2: 172-173, al-Maidah, 5: 90, dan al- Araf, 7: 30. Dalam Q.S. Abasa, 80: 24, Allah kembali meminta perhatian manusia melalui firmanNya:

Hendaklah manusia memperhatikan makanannya.

Lebih jauh, Islam mengemukakan secara rinci dan gamblang jenis-jenis makanan dan minuman yang baik untuk dikonsumsi manusia karena pengaruh positif dalam meningkatkan kualitas kesehatannya. Di antaranya Al-Quran menguraikan jenis makanan seperti daging, ikan, tumbuh-tumbuhan dan buah- buahan. Dalam ayat-ayat yang berbicara tentang minuman, ditemukan jenis-jenis minuman yang bergizi, antara lain susu, madu, dan air.

Itulah prinsip-prinsip umum yang dicetuskan Islam tentang kesehatan. Akan tetapi, tulisan ini hanya akan menfokuskan diri pada hak-hak kesehatan perempuan dalam Islam. Di samping akan dikemukakan perlunya perlakuan khusus bagi kaum perempuan yang berada pada posisi sulit untuk mendapatkan kehidupan yang sehat karena beberapa alasan. Antara lain kemiskinan, tinggal di daerah terpencil, dan kurangnya akses informasi.

Ruang Lingkup Kesehatan dalam Fiqih Islam

Ada 2 (dua) istilah yang digunakan Islam untuk menunjuk kepada kesehatan, yaitu istilah shihhah dan fiah. Bahkan dalam banyak hadits ditemukan banyak doa yang mengandung permohonan fiah di samping shihhah. Apa perbedaan makna kedua kata ini? Secara gramatikal kata shihhah lebih bersifat fisik-biologis, sementara makna fiah merupakan kesehatan yang bersifat mental-psikologis. Tangan yang sehat adalah mata yang dapat memandang atau melihat benda-benda empiris. Sedangkan mata yang fiah adalah mata yang hanya melihat hal-hal yang mubah dan bermanfaat. Orang yang sehat adalah orang yang memiliki kondisi tubuh yang segar, normal, dan seluruh anggota badannya dapat bekerja dengan baik. Sedangkan orang yang fiah adalah orang yang memiliki ketenangan batin atau jiwa. Maknanya lebih berorientasi psikologis. Kesimpulan ini diperkuat oleh redaksi Al-Quran sendiri yang menyebut perintah makan sebanyak 27 kali dalam berbagai bentuk dan konteksnya dengan senantiasa menekankan salah satu dari dua sifat halal dan thayyib (baik dan bergizi). Bahkan terdapat 4 ayat yang menggabungkan keduanya.

Dengan demikian, maka kesehatan yang dimaksud Islam adalah kesehatan fisik-biologis sekaligus kesehatan mental-psikologis. Dalam perspekif Ilmu kesehatan, dikenal juga ada beberapa bentuk kesehatan. Di antaranya kesehatan fisiologis, psikologis, dan sosial/ masyarakat. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) merumuskan kesehatan sebagai ketahanan jasmaniah, ruhaniah, dan sosial yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah SWT yang wajib disyukuri dengan cara mengamalkan, memelihara, dan mengembangkannya. Ada banyak dalil yang mengilustrasikan sekaligus menegaskan tentang kebutuhan manusia kepada ketiga bentuk kesehatan di atas. Berkaitan dengan kesehatan fisik

Allah SWT berfirman:

Allah senang kepada orang yang bertaubat dan suka membersihkan diri. (QS al-Baqarah, 2: 222)

Kata taubat dalam ayat di atas dapat melahirkan kesehatan mental. Sedangkan kata kebersihan mendatangkan kesehatan fisik.

Dalam beberapa hadits juga kita temui penjelasan Rasulullah s.a.w.

tentang kesehatan fisik, antara lain adalah sebagai berikut:

Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash dia berkata bahwa Rasulullah saw telah bertanya (kepadaku): Benarkah kamu selalu berpuasa di siang hari dan dan selalu berjaga di malam hari? Aku pun menjawab: ya (benar) ya Rasulullah.Rasulullah saw pun lalu bersabda: Jangan kau lakukan semua itu.

Berpuasalah dan berbukalah kamu, berjagalah dan tidurlah kamu, sesungguhnya badanmu mempunyai hak atas dirimu, matamu mempunyai hak atas dirimu, dan isterimu pun mempunyai hak atas dirimu. (Hadis Riwayat al-Bukhari dari

Abdullah bin Amr bin al-Ash).

Rasulullah s.a.w. juga pernah memberi nasihat:

.

Apabila kalian mendengar adanya wabah penyakit di suatu daerah, janganlah mengunjungi daerah itu, akan tetapi apabila kalian berada di daerah tersebut, janganlah meninggalkannya. (HR al-Bukhari dari Usamah bin Yazid)

Berkaitan dengan kesehatan mental-psikologis Allah SWT menjelaskan:

() ()

Pada hari harta dan anak-anak tidak berguna, (tetapi yang berguna tiada lain)

kecuali yang datang kepada Allah dengan hati yang sehat.

(QS asy-Syuar, 26: 88-89)

Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW mengisyaratkan dengan jelas masalah pentingnya memperhatikan kesehatan mental, termasuk tindakan orang tua yang dapat memengarui kepribadian dan perkembangan mental anaknya. Dalam sebuah hadits diungkapkan ada seorang anak yang sedang digendong, kemudian pipis sehingga membasahi pakaian Nabi. Ibunya merenggut bayi tersebut dengan kasar sembari memaksa si bayi untuk menghentikan pipisnya. Dalam kondisi ini, Nabi menegur si ibu dengan mengatakan: Jangan hentikan pipisnya, jangan renggut ia dengan kasar. Sesungguhnya pakaian ini dapat

dibersihkan dengan air, tapi apa yang dapat menjernihkan (mengobati) luka hati sang anak (yang engkau renggut dengan kasar).

Sebagaimana dilaporkan banyak ahli, bahwa sebagian gangguan kejiwaan yang diderita orang dewasa, dapat ditelusuri penyebabnya pada perlakuan yang diterimanya di waktu kecil. Karena itu, Islam memerintahkan kepada orang-tua agar menciptakan suasana tenang dan memberikan kepada anak perlakuan yang baik dan lemah lembut. Karena perlakuan dan sikap orang tua sangat mempengaruhi kesehatan mental si anak, bahkan sejak bayi berada dalam kandungan. Perspektif Islam tentang kesehatan psikologis meliputi banyak hal yang mungkin tidak tercakup dalam ranah ilmu kesehatan modern. Ia dapat berupa sikap angkuh, sombong, iri/dengki, dendam, loba, depresi, stress berat, cemas berlebihan, goncangan jiwa lainnya.

Paparan di atas memberikan pesan bahwa kesehatan baik fisik maupun psikologis merupakan kebutuhan dasar manusia, karena Islam memerintahkan untuk memelihara, dan meningkatkan kualitasnya. Karena kebersihan dan makanan/ minuman merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan manusia, maka Islam memerintahkan ummatnya untuk memperhatikan kebersihan dan mengkonsumsi makanan yang halal dan bergizi. Makanan halal melahirkan kesehatan ruhani pemakannya, sementara makanan bergizi membangun kesehatan jasmani mereka.

Hak-hak Kesehatan Perempuan

Kesehatan merupakan kebutuhan mendasar setiap orang, karena itu pula kesehatan merupakan hak mendasar yang paling asasi bagi manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Karena tidak semua orang mampu memenuhi kebutuhan

asasinya, maka negara memiliki kewajiban untuk mewujudkan keadilan dalam memperoleh kualitas kesehatan yang maksimal bagi rakyatnya. Keadilan dalam hal ini meliputi baik akses, proses, maupun hasil yang diperoleh oleh setiap orang, khususnya kaum perempuan dan anak. Secara faktual, perempuan dan anak-anak adalah populasi penduduk yang memiliki kualitas kesehatan yang rendah di Indonesia. Rendahnya kualitas kesehatan dimaksud tidak hanya meliputi kesehatan mereka secara umum, melainkan juga yang bersifat sangat khusus dan menyangkut keselamatan populasi manusia. Yang disebut terakhir adalah berkaitan dengan kesehatan reproduksi bagi kaum ibu serta pelayanan kesehatan bagi mereka saat pra, sedang, atau paska melahirkan. Begitu juga, tidak hanya menyangkut kesehatan fisik, tetapi juga psikologis.

Perlu disadari, bahwa kualitas kesehatan berkait berkelindan dengan kualitas makanan atau gizi, di samping kebersihan (termasuk sterilisasi alat medis bagi ibu bersalin), tempat tinggal, dan lingkungan sosial. Ia juga berkaitan dengan kualitas pendidikan dan taraf ekonomi. Bahkan untuk kasus-kasus kesehatan psikologis sangat terkait dengan situasi sosial-politik atau keamanan. Karena itu, negara berkewajiban untuk memenuhi kualitas gizi, kebersihan, tempat tinggal, dan lingkungan sosial. Karena semua itu merupakan kewajiban negara dan hak asasi setiap warganya. Dalam bahasa al-Quran, disebut dengan kewajiban menunaikan amanah kepada yang berhak. Kewajiban negara memenuhi hak-hak tersebut merupakan prasyarat ketaatan rakyat kepada kepemimpinan suatu negara atau umat.

2.2 Pembahasan Kesehatan Lingkungan

Sanitasi lingkungan merupakan unsur mendasar dalam menjaga kesehatan. Yang dimaksud sanitasi lingkungan adalah menciptakan lingkungan yang sehat yang bebas dari penyakit. Hal demikian yang dimaksud bersih adalah kebersihan jasmani, pakaian, dan kebiasaan seseorang, kebersihan jalan, rumah, saluran air serta kebersihan makanan dan minuman.

Dalam sejarah manusia, belum pernah terjadi baik agama samawi hingga undang-undang karya manusia yang menggunakan kesehatan lingkungan semacam ini, sebagai suatu ajaran yang vital sebagaimana Islam. dalam beberapa ayat Al-Quran, dapat kita lihat bahwa surat pertama yang diturunkan adalah panggilan kepada ilmu, sedang yang kedua adalah panggilan kebersihan. Surat pertama yang diturunkan adalah surat Iqra yang artinya bacalah, sedang surat yang kedua adalah QS. Al-Mudatsir : dan pakaianmu bersihkanlah

Contoh dalam kehidupan sehari hari adalah kita hidup di lingkungan bersih. Bersih adalah bagian dari iman. Artinya, bersih harus selalu bersanding dengan ilmu dan menjadi denyut jantung amal (aktivitas). Kebersihan dalam terminologi agama adalah thaharah, membersihkan segala bentuk kotoran, najis, dan hadas yang menempel pada tubuh bahkan hati agar diri tetap berada pada maqam yang qarib dengan Al-Khaliq, Sang Mahasuci yang mencintai kebersihan.

"Innallaha yuhibut tawaabiina wa yuhibbul mutathahhiriin (Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang bertobat dan orang-orang yang bersih)."

(QS. Al-Baqarah : 222)

Thaharah mesti dimaknai sebagai upaya maksimal membentuk pola fikir dan pola hidup bersih dan sehat. Islam sebagai agama yang suci menginginkan umatnya menerapkan pola hidup yang bersih dan sehat. Tubuh bersih, pakaian bersih, dan lingkungan bersih. Sinyalemen ini termaktub dalam QS. Al-Mudatsir : 1-5,

, , , ,

"Yaa, ayyuhal mudatsir, qum faandzir, wa rabbaka fakabbir, wa tsiyaabaka fathahhir, war rujza fahjur!"

(Wahai orang yang berselimut, bangun, dan berilah peringatan, agungkanlah

Rabb-mu, bersihkan pakaianmu, dan tinggalkanlah perbuatan dosa!).

Meskipun kitab ayat itu ditujukan kepada Rasulullah SAW, tetapi secara otomatis ditujukan kepada umatnya. Watsiyabaka fathahhir ( bersihkan pakaianmu, bersihkan tubuhmu, bersihkan lingkunganmu ). Hiduplah dengan pola hidup bersih dan sehat.

Menurut penelitian UNICEF, kondisi kebersihan air dan lingkungan di sebagian besar daerah di Indonesia masih sangat buruk. Situasi ini menyebabkan tingginya kerawanan anak terhadap penyakit yang ditularkan lewat air. Pada 2004, hanya 50 persen penduduk Indonesia yang mengambil air sejauh lebih dari 10 meter dari tempat pembuangan kotoran. Ukuran ini menjadi standar universal keamanan air. Di Jakarta, misalnya, 84 persen air dari sumur-sumur dangkal ternyata terkontaminasi oleh bakteri Faecal coliform.

Kebersihan mestinya bukan sekadar kebutuhan, melainkan harus menjadi bagian dari hidup, mendarah daging. Kebersihan menjadi pangkal dari kesehatan dan kesehatan merupakan jalan untuk beraktivitas. Islam memandang setiap aktivitas yang positif adalah ibadah. Ada kaidah ushul yang menjelaskan, "Maa laa yatimmul waajibu illa bihiifahuwa waajib (perkara yang menjadi penyempurna yang wajib, adalah wajib pula hukumnya)."

Dengan demikian, mempertahankan hidup agar tetap bersih adalah ibadah dan dikategorikan wajib. Kekhusyukkan beribadah sangat ditentukan oleh kondisi dan stamina tubuh, terutama ibadah mahdhah, seperti shalat, puasa, dan haji. Kekhusyukkan dan nilai ihsan tidak akan diraih secara maksimal ketika tubuh dalam keadaan sakit. Generasi Muslim tidak boleh lemah fisik, akal, hati, akidah, dan ekonomi. Semuanya dipengaruhi oleh pola hidup bersih dan sehat.

2.3 Pembahasan Epidemiologi

Islam menjelaskan berbagai cara pencegahan penyakit menular, juga mencegah penyebarannya. Di antaranya adalah dengan karantina penyakit. Nabi Muhammad SAW bersabda:Jauhkanlah dirimu sejauh satu atau dua tombak dari orang yang berpenyakit lepra. Dan: Larilah dari penderita lepra sebagaimana kamu lari dari harimau. (HR. Bukhari)

Islam juga mengajarkan prinsip-prinsip dasar pencegahan dan penanggulangan berbagai penyakit infeksi yang membahayakan masyarakat (misalnya wabah kolera dan cacar). Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW : Janganlah engkau masuk ke dalam suatu daerah yang sedang terjangkit wabah,

dan bila dirimu berada di dalamnya janganlah pergi meninggalkannya. (HR. Bukhari).

Hal ini dimaksudkan agar wabah tersebut tidak menyebar ke daerah lain, karena apabila seseorang berada di daerah yang sedang terjangkit wabah maka kemungkinan besar ia juga telah terserang infeksi yang dapat ia tularkan ke masyarakat sekitar.

Islam sebagai agama yang sempurna telah menyiratkan konsep pencegahan penyakit dalam setiap amal ibadah yang disyariatkan dan dalam ayat- ayat yang tertuang dalam Alquran dan Assunah. Apabila manusia mengamalkan konsep tersebut maka ia akan terhindar dari berbagai macam penyakit. Dalam hadist, Rasulullah bersabda bahwa beliau tidaklah makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang. Kemudian beliau juga bersabda : Seorang anak cucu Adam tidak pernah memenuhi satu bejana pun yang lebih jelek daripada perutnya. Cukuplah bagi seorang anak cucu Adam beberapa suap makanan yang dapat menegakkan punggungnya. Jika dia harus makan, hendaklah sepertiga (dariperutnya) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk udara.

Apabila pola makan Rasul tersebut dapat diterapkan oleh manusia, maka tidak akan terjadi penyakit-penyakit degeneratif yang banyak terjadi pada manusia masa kini yang berlebih-lebihan dalam hal makan dan minum. Penyakit degeneratif tersebut misalnya, diabetesmelitus yang disebabkan oleh kelebihan asupan kalori yang tidak diimbangi dengan peningkatan kadar insulin sebagai penetralisirnya atau penyakit-penyakit kardiovaskular akibat kelebihan konsumsi lipid yang kemudian berakumulasi di dinding endotel pembuluh darah perifer dan pembuluh darah jantung yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah

sehingga aliran darah terganggu dan di jantung menimbulkan manifestasi berupa penyakit jantung koroner.

Makan dan minumlah, tapi jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih- lebihan (Al-Araf: 31). Larangan Allah dalam surah tersebut mengandung hikmah dan pelajaran yang berharga. Secara medis, ternyata makan dan minum yang berlebihan bisa berdampak buruk bagi kesehatan karena dapat menimbulkan berbagai macam penyakit di dalam tubuh. Penyakit karena pola makan yang salah ini disebut penyakit metabolik yang dapat diikuti dengan berbagai komplikasinya, seperti kencing manis, asamurat, hipertensi, dan penyakit-penyakit berbahaya lainnya.

2.4 Pembahasan Kebijakan Kesehatan Masyarakat

Pembinaan pola baku sikap dan perilaku sehat baik secara fisik, mental maupun sosial, pada dasarnya sudah bagian dari pembinaan kepribadian Islam itu sendiri. Dalam hal ini, keimanan yang kuat dan ketakwaan menjadi keniscayaan. Dr. Ahmed Shawky Al-Fangary menyatakan bahwa syariah sangat concern pada kebersihan dan sanitasi seperti yang dibahas dalam hukum-hukum thaharah. Syariah juga memperhatikan pola makan sehat dan berimbang serta perilaku dan etika makan seperti perintah untuk memakan makanan halal dan thayyib (bergizi), larangan atas makanan berbahaya, perintah tidak berlebihan dalam makan, makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang, mengisi perut dengan 1/3 makanan,

1/3 air dan 1/3 udara, termasuk kaitannya dengan syariah puasa baik wajib maupun sunah. Syariah juga menganjurkan olah raga dan sikap hidup aktif. Selain itu,syariah juga sangat memperhatikan masalah kesehatan dan pola hidup sehat

dalam masalah seksual. Jadi, menumbuhkan pola baku sikap dan perilaku sehat tidak lain adalah dengan membina kepribadian Islam dan ketakwaan masyarakat.

Sebagaimana dalam firman Allah SWT: Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang Telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang Telah diajarkan Allah kepadamu[399]. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu[400], dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya)[401]. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.(QS: Al-Maidah:4)

Rasulullah saw. bersabda:

Siapa saja di antara kalian yang berada di pagi hari sehat badannya; aman jiwa, jalan dan rumahnya; dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan ia telah diberi dunia seisinya (HR al-Bukhari dalam Adab al-Mufrd, Ibn Majah dan Tirmidzi).

Hadist tersebut menjelaskan bahwa dalam islam, kesehatan dan keamanan disejajarkan dengan kebutuhan pangan. Ini menunjukkan bahwa kesehatan dan keamanan statusnya sama sebagai kebutuhan dasar yang harus terpenuhi. Dan Negara bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar tersebut, sesuai dengan sabda Nabi saw.:

Imam (Khalifah) laksana penggembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya (HR al-Bukhari).

Sedangkan, bila kesehatan dan pengobatan tidak terpenuhi maka akan mendatangkan dharar (kemadaratan) bagi masyarakat yang wajib dihilangkan.

Nabi bersabda:

Tidak boleh membahayakan orang lain dan diri sendiri (HR Malik). Dengan demikian, kesehatan dan pengobatan merupakan kebutuhan dasar sekaligus hak rakyat dan menjadi kewajiban negara.

Dalam prakteknya pada masa kekhilafahan Islam kebijakan kesehatan yang gratis dan berkualitas ini sudah diterapkan semenjak masa kepemimpinan Rasulullah saw di Madinah. Bemula dari delapan orang Urainah datang ke Madinah dan bergabung menjadi warga negara khilafah. Lalu mereka menderita sakit gangguan limpa. Nabi saw Kemudian merintahkan mereka dirawat di tempat perawatan, yaitu kawasan penggembalaan ternak milik Baitul Mal di Dzi Jidr arah Quba, tidak jauh dari unta-unta Baitul Mal (kas negara) yang digembalakan di sana. Mereka meminum susunya dan berada di tempat itu hingga sehat dan pulih.

Ketika Raja Mesir, Muqauqis menghadiahkan seorang dokter kepada Nabi saw. Beliau menjadikan dokter tersebut untuk melayani seluruh kaum Muslim secara gratis. Khalifah Umar bin al-Khaththab, menetapkan pembiayaan bagi para penderita lepra di Syam dari Baitul Mal. Sementara Khalifah al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M) dari Dinasti Umayyah membangun rumah sakit dikenal dengan nama Bimaristan digunakan sebagai tempat pengobatan bagi penderita kebutaan dan tempat isolasi bagi para penderita lepra yang saat itu

sedang merajalela. Sedangkan Para dokter dan perawat digaji dari Baitul Mal. Bani Thulan di Mesir membangun tempat dan lemari minuman yang di dalamnya disediakan obat-obatan dan berbagai minuman dengan ditunjuk dokter untuk melayani pengobatan.

Will Durant dalam The Story of Civilization menyatakan, Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya, Bimaristan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahun 1160 telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis. Para sejarahwan berkata bahwa cahayanya tetap bersinar tidak pernah padam selama 267 tahun.

Menurut Husain, rumah sakit Islam pertama yang sebenarnya, baru dibangun pada era kekuasaan Khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M). Rumah sakit tersebut berada di Kota Baghdad, pusat pemerintahan kekhalifahan Islam saat itu. Rumah sakit ini dikepalai langsung oleh Al-Razi, seorang dokter Muslim terkemuka yang juga merupakan dokter pribadi khalifah. Konsep pembangunan rumah sakit di Baghdad itu merupakan ide dari Al-Razi. Dikisahkan, sebelum membangun rumah sakit, Al-Razi meletakkan potongan daging yang digantung di beberapa tempat di wilayah sekitar aliran Sungai Tigris. Setelah lama diletakkan, potongan daging itu baru membusuk. Menurut al-Razi, itu menandakan bahwa tempat tersebut layak didirikan rumah sakit.

Rumah sakit lainnya di Kota Baghdad adalah Al-Audidi yang didirikan pada tahun 982 M. Nama tersebut diambil dari nama Khalifah Adud Ad-Daulah, seorang khalifah dari Dinasti Buwaihi. Al-Audidi merupakan rumah sakit dengan

bangunan termegah dan terlengkap peralatannya pada masanya. Ibnu Djubair dalam catatan perjalanannya mengisahkan bahwa ia sempat mengunjungi Baghdad pada 1184 M. Ia melukiskan bangunan rumah sakit yang ada di Baghdad, seperti sebuah istana yang megah. Airnya dipasok dari Tigris dan semua perlengkapannya mirip istana raja. Manajemen perawatan yang tertata rapi menjadi ciri khas rumah sakit Al-Audidi. Para pasien juga dibedakan antara pasien inap dan rawat jalan. Namun, bangunan rumah sakit ini hancur bersamaan dengan invasi tentara Tartar (Mongol) pimpinan Hulagu Khan yang menyerbu Baghdad pada tahun 1258 M

Di kota lainnya, Granada, juga berdiri bangunan rumah sakit Granada pada tahun 1366 M. Menurut Dr Hossam Arafa dalam tulisannya berjudul Hospital in Islamic History, pada akhir abad ke-13, rumah sakit sudah tersebar di seantero Jazirah Arabia.Semua itu didukung dengan tenaga medis yang profesional baik dokter, perawat dan apoteker. Dan di sekitar rumah sakit didirikan sekolah kedokteran. Rumah sakit yang ada juga menjadi tempat menempa mahasiswa kedokteran, pertukaran ilmu kedokteran, serta pusat pengembangan dunia kesehatan dan kedokteran secara keseluruhan. Dokter yang bertugas dan berpraktik adalah dokter yang telah memenuhi kualifikasi tertentu. Khalifah al- Muqtadi dari Bani Abbasiyah memerintahkan kepala dokter Istana, Sinan Ibn Tsabit, untuk menyeleksi 860 dokter yang ada di Baghdad. Dokter yang mendapat izin praktik di rumah sakit hanyalah mereka yang lolos seleksi yang ketat. Khalifah juga memerintahkan Abu Osman Said Ibnu Yaqub untuk melakukan seleksi serupa di wilayah Damaskus, Makkah dan Madinah.

Kebijakan kesehatan Khilafah juga diarahkan bagi terciptanya lingkungan yang sehat dan kondusif. Tata kota dan perencanaan ruang akan dilaksanakan dengan senantiasa memperhatikan kesehatan, sanitasi, drainase, keasrian, dan sebagainya. Hal itu sudah diisyaratkan dalam berbagai hadis, seperti

dalam hadis:

, , , ,

Sesungguhnya Allah Mahaindah dan mencintai keindahan, Mahabersih dan mencintai kebersihan, Mahamulia dan mencintai kemuliaan. Karena itu, bersihkanlah rumah dan halaman kalian, dan janganlah kalian menyerupai orang-orang Yahudi (HR at-Tirmidzi dan Abu Yala).

Jauhilah tiga hal yang dilaknat, yaitu buang air dan kotoran di sumber/ saluran air, di pinggir atau tengah jalan dan di tempat berteduh(HR.Abu Dawud).

Rasul saw. juga bersabda: Janganlah salah seorang dari kalian buang air di air yang tergenang. (HR Ashhab Sabah).

Jabir berkata:Rasulullah melarang buang air di air yang mengalir. (HR Thabarani di al-Awsath).

Beberapa hadis ini dan yang lain jelas mengisyaratkan disyariatkannya pengelolaan sampah dan limbah yang baik, tata kelola drainasi dan sanitasi lingkungan yang memenuhi standar kesehatan, dan pengelolaan tata kota yang higienis, nyaman sekaligus asri. Tentu saja itu hanya bisa direalisasikan melalui negara, bukan hanya melibatkan departemen kesehatan, tetapi juga departemen-

departemen lainnya. Tata kota, sistem drainase dan sanitasi kota kaum Muslim dulu seperti Baghdad, Samara, Kordoba, dsb telah memenuhi kriteria itu dan menjadi model bagi tata kota seperti London, kota-kota di Perancis dan kota-kota lain di Eropa.

2.5 Pembahasan PKIP

Kesehatan menurut pandangan Islam juga bisa dikaitkan dengan salah satu departemen dalam fakultas kesehatan masyarakat yaitu PKIP (Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku).Kita bisa memberikan wacana tentang kesehatan dari segi pandangan Islam.Contoh saja mengenai perilaku tidak sehat yaitu, merokok.Sempat terdengar heboh mengenai adanya fatwa bahwa merokok itu haram. Islam mengajarkan bahwa segala tindakan atau perilaku yang tentunya membahayakan diri sendiri ataupun orang lain itu dilarang.

Begitupun merokok. Sudah sangat jelas bahwa merokok sama saja deng mendzalimi diri sendiri ,juga merugikan orang lain yang berada disekitarnya. Dalil dari Al Quran, Allah Azza wa Jalla berfirman: Dan Janganlah kalian menjerumuskan diri kalian dengan tangan kalian sendiri ke dalam jurang kerusakan. (QS. Al Baqarah (2): 195) Dan Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri .. (QS. An Nisa (4): 29)

Perhatikan dua ayat ini, tidak syak (ragu) lagi, merokok merupakan tindakan merusak diri si pelakunya, bahkan tindakan bunuh diri. Para pakar kesehatan telah menetapkan adanya 3000 racun berbahaya, dan 200 diantaranya amat berbahaya, bahkan lebih bahaya dari Ganja (Canabis Sativa). Mereka menetapkan bahwa sekali hisapan rokok dapat mengurangi umur hingga beberapa

menit. Wallahu Alam bis Shawab.Pastinya, umur manusia urusan Allah Taala, namun penelitian para pakar ini adalah pandangan ilmiah empirik yang tidak bisa dianggap remeh.Al Ustadz Muhamad Abdul Ghafar al Hasyimi menyebutkan dalam bukunya Mashaibud Dukhan (Bencana Rokok) bahwa rokok bisa melahirkan 99 macam penyakit.Lancet, sebuah majalah kesehatan di Inggris menyatakan bahwa merokok itu adalah penyakit itu sendiri, bukan kebiasaan.Perilaku ini merupakan bencana yang dialami kebanyakan anggota keluarga, juga bisa menurunkan kehormatan seseorang.Jumlah yang mati karena rokok berlipat ganda. Majalah ini menyimpulkan, asap rokok lebih bahaya dari asap mobil.

Imam Asy Syaukani berkata dalam Kitab tafsirnya, Fat-hul Qadir, tentang maksud ayat An Nisa 29 di atas: Maksud firmanNya Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri adalah Wahai muslimun, janganlah kalian saling membunuh satu sama lain, kecuali karena ada sebab yang ditetapkan oleh syariat. Atau, janganlah bunuh diri kalian dengan perbuatan keji dan maksiat, atau yang dimaksud ayat ini adalah larangan membunuh diri sendiri secara hakiki (sebenarnya). Tidak terlarang membawa maksud ayat ini kepada makna-makna yang lebih umum. Dalilnya adalah Amr bin al Ash berhujjah (berdalil) dengan ayat tersebut, ketika ia tidak mandi wajib (mandi junub) dengan air dingin pada saat perang Dzatul Salasil. Namun, Nabi Shaliallahu Alaihi wa Sallam mendiamkan (tanda setuju) hujjah (alasan) yang yang dipakai olenya. Ini ada dalam Musnad Ahmad, Sunan Abu daud, dan lain-lain. Demikian dari Imam Asy Syaukani Rahimahullah.(Lihat juga Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al

Azhim, Jilid 1, hal. 480. Toha Putera Semarang, dengan naskah berbahasa Arab

yang disesuaikan dengan naskah dari Darul Kutub Al Mishriyah). Dalam ayat lain Allah Taala juga berfirman: Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya (QS. Al Isra (17): 27)

Tidak ragu pula, hobi merokok merokok tindakan tabdzir (pemborosan) dan penyia-nyiaan terhadap harta.Mereka tidak mendapatkan apa-apa dari rokok kecuali ketenangan sesaat, bahaya penyakit yang mengancam jiwa, dan terbuangnya uang secara sia-sia.Bahkan, Allah Taala menyebut mereka sebagai saudara-suadara syaitan.

Nabi Muhammad merupakan suri taudalan yang baik, didalam kehidupan Nabi Muhammad selalu berperilaku yang baik , lalu kita sebagai umatnya seharusnya menjadikannya sebagai panutan dalam berperilaku sehari-hari. Dengan berperilaku yang sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW tentunya kita bisa lebih menjaga diri dan terhindar dari perilaku yang tidak baik seperti merokok tadi.

BAB III KESIMPULAN

Pada initinya agama islam sangat peduli dengan kesehatan umatnya. Bukan hanya kesehatan secara umum, tetapi juga dalam hal hal yang mendetail. Seperti halnya untuk gizi, kesehatan lingkungan, epidemiologi, kebijakan kesehatan, perilaku kesehatan dan ilmu perilaku, dan sebagainya.

Tentang kesehatan fisik dapat ditemukan melalui konsepnya tentang kebersihan dan gizi (larangan makanan dan minuman yang tidak baik, perintah memakan makanan dan minuman yang halal lagi bergizi). Sanitasi lingkungan merupakan unsur mendasar dalam menjaga kesehatan. Yang dimaksud sanitasi lingkungan adalah menciptakan lingkungan yang sehat yang bebas dari penyakit.

Islam menjelaskan berbagai cara pencegahan penyakit menular, juga mencegah penyebarannya. Begitu juga untuk penyebaran penyakit yang tidak menular. Pembinaan pola baku sikap dan perilaku sehat baik secara fisik, mental maupun sosial, pada dasarnya sudah bagian dari pembinaan kepribadian Islam itu sendiri. Dan islam juga mengatur semua kebijakan yang menyangkut tentang kesehatan umatnya. Kebijakan itu dibuat untuk menjadi pedoman agar umat-Nya dapat menjalani hidup dengan baik.

Kita bisa memberikan wacana tentang kesehatan dari segi pandangan Islam.Contoh saja mengenai perilaku tidak sehat yaitu, merokok.Sempat terdengar heboh mengenai adanya fatwa bahwa merokok itu haram. Islam mengajarkan bahwa segala tindakan atau perilaku yang tentunya membahayakan diri sendiri ataupun orang lain itu dilarang.

DAFTAR PUSTAKA

http://annaceria.wordpress.com/2011/10/07/kesehatan-masyarakat-dalam- perspektif-islam/

http://azizatulhamidiyah.blogspot.com/2011/04/kebijakan-kesehatan-perspektif- islam.html

http://rotigedang.wordpress.com/2008/08/06/kesehatan-menurut-pandangan- islam/

http://www.scribd.com/doc/86158944/Essay-Konsep-Preventif-Dalam-Islam