Kerusakan Retina Yang Dinduksi Cahaya (01)

79
Tugas Translate Kerusakan Retina yang dinduksi cahaya: Tinjauan Peran Rhodopsin Chromophore Oleh : Kinanti G0007094 Penguji: Dr. Halida Wibawaty., Sp.M KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

description

hasil penelitian yang telah dilakukan untuk persyaratan kelulusan

Transcript of Kerusakan Retina Yang Dinduksi Cahaya (01)

Tugas Translate

Kerusakan Retina yang dinduksi cahaya: Tinjauan Peran Rhodopsin Chromophore

Oleh :KinantiG0007094

Penguji:Dr. Halida Wibawaty., Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDISURAKARTA2012Kerusakan Retina yang dinduksi cahaya: Tinjauan Peran Rhodopsin Chromophore

Maigorzata Rotanowska* and Tadeusz Sarna2School of Optometry and Vision Sciences, Cardiff University, Cardiff, UKDepartment of Biophysics, Faculty of Biotechnology, Jagiellonian University, Krakow, PolandDiserahkan 13 November 2004; Diterima 24 August 2005; dipublikasikan online 24 August 2005 DOI: 10.1562/2004-11-13-1R3-371AbstrakPigmen visual rhodopsin yang dapat beregenerasi telah diketahui bertanggungjawab penuh terhadap terjadinya photodamage retina akut. Fotoeksitasi rhodopsin menyebabkan isomerisasi molekul chromophore 11-cis-retina menjadi all-trans retina (ATR). ATR merupakan fotosensitizer yang potensial dan perannya dalam memfasilitasi terjadinya photodamage telah dicurigai sejak dua dekade terakhir. Namun demikian, masih sedikit pembuktian eksperimental mengenai keberadaan ATR bebas di retina pada konsentrasi cukup untuk memacu resiko kerusakan fotosensitif. Indentifikasi retina terkhusus dimer retina dan bisretinoid piridinium, disebut sebeagai A2E, dan penentuan jalur biosintesisnya menunjukkan jumlah substansial ATR yang tertumpuk di retina. Light damage dan akumulasi A2E terjadi dibawah kondisi dimana siklus retinoid yang efisien terjadi. Siklus retinoid yang efisien menyebabkan regenerasi cepat rhodopsin, yang berakibat pada lepasnya ATR dari exit side molekul opsin sebelum reduksi enzimatik pada all-trans-retinol. Pada tinjauan ini, penulis mendiskusikan photodamage retina dimana ATR dapat berperan sebagai toksik utama dan atau agen fototoksik. Selain itu, penulis mendiskusikan produk sekunder properti (foto)toxic yang terakumulasi diantara lipofuscin retina sebagai akibat dari akumulasi ATR.

Latar BelakangFungsi primer retina adalah untuk mendeteksi keberadaan photon dari cahaya tampak. Meskipun demikian, paparan retina terhadap kelebihan masuknya cahaya, meskipun berada dibawah kadar cukup untuk menginduksi gangguan termal, dapat menyebabkan kerusakan retina. Penulisan ini memberikan tinjauan literature pada kerusakan retina yang diinduksi cahaya, diikuti dengan overview singkat siklus pigmen visual dan pada akhirnya diskusi peran dari siklus retinoid terhadap akumulasi chromophore pigmen visual terisomerisasi, all-trans-retinal (ATR) dan kerentanan kerusakan retina yang diinduksi cahaya. Selain itu, penulis mendiskusikan efek jangka panjang akumulasi ATR-akumulasi lipofuscin, yang dapat menyebabkan disfungsi retina dan lebih lanjut dapat meningkatkan kerentanan terjadinya kerusakan retina yang diinduksi cahaya.Kerusakan retina yang diinduksi cahayaUntuk menyebabkan kerusakan, cahaya perlu mencapai dan diabsorbsi di retina. Karakteristik spektral dan level iradiasi cahaya mencapai retina tergantung dari absorbsi properti segmen inferior mata (1-4). Kornea mengabsorbsi cahaya dibawah 300 nm. Lensa pada anak mentransmisikan hanya sebagian, sisa sinar ultraviolet dengan transmisi window berpusat pada 320 nm namun intensitas cahaya progresif dari UV yang mengabsorbsi chromophores dan, pada usia 22, hanya cahaya visible lebih dari 290 nm yang efisien ditransmisikan melalui lensa. Sebagai akibatnya, pada orang dewasa lensa normal kurang dari 0.1-1% sinar UV yang mencapai retina (1,3,5). UV dan cahaya visible gelombang pendek diketahui merupakan penyebab kerusakan retina pada paparan berulang tanpa perlindungan mata yang sesuai(6,7). Penuaan diikuti dengan penguningan progresif lensa menyebabkan penurunan bertahap transmisi cahaya visible gelombang pendek ke retina (1,4).Photodamage retina pada manusia telah secara luas diketahui setelah didapati pasien yang melihat matahari saat gerhana matahari (8-10) atau pada studi terkontrol pada pasien dengan melanoma malignan yang dijadwalkan menjalani enukleasi (11-13). Iradiasi retina pada mata manusia yang melihat matahari tengah siang diperkirakan antara 1.5 dan 122 W/cm2 tergantung dari diameter pupil (14,15) dan paparan bertahan beberapa menit sampai 10 menit dimana durasi ini cukup untuk menyebabkan kerusakan yang terlihat dengan pemeriksaan optalmoskop.Studi pada hewan monyet menunjukkan level iradiasi retina yang lebih kecil 5 450 meskipun dengan durasi paparan yang hampir sama menghasilkan kerusakan retina yang terdeteksi dengan pemeriksaan histologis (14). Sebagai contoh, paparan dengan anestesi terhadap monyet rhesus selama 15 menit menyebabkan iradiasi retina 0.27 W/cm2 dari opthalmoscope indirek (dosis 243 J/cm2) menghasilkan kerusakan berat fotoreseptor dan perubahan pigmen epitelial retina (RPE) (14). Paparan pada retina monyet cynomolgus terhadap cahaya dari mikroskop operasi (3816 J/cm2; iradiasi 1.06 W/cm2 selama satu jam) menyebabkan perubahan berat fovea : gangguan susunan fotoreseptor segmen luar, pyknosis fotoreseptor nukleus, pembengkakan axon fotoreseptor, formasi vakuola RPE, dimana fovea tengah menjadi nekrosis meskipun tidak didapatkan kerusakan nyata yang tampak melalui pemeriksaan opthalmoskop (16).Selama operasi okuler manusia, iradiasi retina dari mikroskop operasi dapat mencapai 0.97 W/cm dan prosedur dapat mencapai 2 jam (17). Oleh karena itu operasi okular juga dipertimbangkan menimbulkan resiko photodamage retina (dapat dilihat review Kirkness[17], Lerma [2], Sliney [18] dan Michael dan Sternberg[19]). Beberapa studi kasus menunjukkan bukti yang menyokong teori bahwa operasi okular dapat menimbulkan resiko kerusakan retina yang diinduksi cahaya (20-23). Dapat diperkirakan bahkan pemeriksaan opthalmoskop dalam waktu lama dapat memicu resiko kerusakan retina opthalmoskop indirect biasanya menyebabkan level iradiasi retina sampai dengan 0.13 W/cm2, sebagaimana slit lamp biomikroskop sampai dengan 0.35 W/cm2 (17).Iradiasi retina pada siang hari telah diperkirakan tidak jauh dari perkiraan 0.02 nW/cm2 sampai dengan 0.1 mW/cm2 (24). Geometri okuler dan respon aversi behavioral terhadap cahaya, secara khusus, terhadap komponen gelombang pendek, memberikan mekanisme proteksi terhadap paparan berlebih radiasi vissible (3,25). Namun demikian, mekanisme ini tidak cukup sepenuhnya untuk mencegah photodamage retina. Paparan kronis terhadap cahaya matahari terang dapat menyebabkan penurunan akuitas visual dan gangguan adaptasi gelap dan penglihatan malam hari (26). Paparan kronis jangka panjang terhadap radiasi matahari atau komponen birunya selama usia hidup telah didentifikasi sebagai salah satu faktor resiko degenerasi makular terkait usia / age-related macular degeneration (AMD), penyebab utama kebutaan pada lansia (27,28). Resiko berkembangnya AMD atau AMD atau perkembangan late AMD menjadi lebih besar setelah operasi katarak (29-31). Hal ini diperkirakan berhubungan dengan paparan terhadap cahaya dari mikroskop operasi selama tindakan bedah (32) dan atau karena peningkatan transmisi gelombang pendek cahaya dengan pemasangan lensa intraokuler (33,34).Latar belakang genetik selanjutnya dapat menjadi predisposisi kerusakan (35,36). Sebagai contoh, tingkat keparahan retinitis pigmentosa pada pasien dengan mutasi proline-23-histidine (P23H) rhodopsin telah diketahui berhubungan dengan riwayat paparan kuat matahari atau sumber cahaya lainnya (36). Mutasi P23H menyebabkan rendahnya abilitas rhodopsin untuk terlipat secara benar setelah sintesis dan ikatan lemah pada 11-cis-retina, yang berakibat pada stabilitas termal yang rendah dari rhodopsin yang termutasi (37).Untuk mengerti mekanisme yang bertanggung jawab efek deleterious cahaya, beberapa hewan diuji kerusakan yang terjadi karena cahaya dan penyakit retina telah dikerjakan. Sebagai contoh, eksperimen terhadap hewan transgenik yang mengalami mutasi trnagenik Rhodopsin P23H menunjukkan pada mutan lebih rentan terjadi photodamage dibandingkan hewan liar lainnya dan diketahui bahwa paparan cahaya mempercepat progresi perubahan degeneratif fotoreseptor (38-42). Berdasarkan lokasi kerusakan awal dan kondisi iradiasi yang telah digunakan, beberapa hasil photodamage retina yang berbeda telah diidentifikasi, dimana sejumlah mekanisme berbeda yang bertanggung jawab atas terjadinya kerusakan fotoreseptor RPE, sel muller (12,43), pembengkakan mitokondria (44) dan formasi vakuola melalui semua lapisan retina (42,45) dan akhirnya destruksi neuron retina dan RPE (dapat dilihat review oleh Reme dkk[46,47]), Organisciak dan Winkler [48]. Lerman [2] dan Lanum [49]). Telah didemonstrasikan melalui pemantauan dari waktu ke waktu aksi kerusakan cahaya fluorescein pada retina tikus dimana fotoreseptor yang pertama kali menunjukkan tanda kerusakan disrupsi dan vesikulasi dari segmen luar/ outer segmen (OS) dan nukleus pyknotic segera setelah dua jam paparan terhadap cahaya flourescein difus (3000 lux) (50). Apoptosis pada RPE dapat terlihat hanya setelah lima jam dan deteorisasi terjadi sampai dengan kondisi akhir pada 72 jam (50). Tinjauan ini berfokus pada photodamage retina yang terjadi pada fotoreseptor sel dan RPE, meskipun cahaya perlu melalui beberapa lapisan neuron pada lapisan dalam retina/inner retina sebelum mencapai lapisan luar/outer layer ini (gambar.1).

Gambar 1. Diagram skematik mata (a) dan retina (b). Skema tidak untuk mengukur. Diagram retina menggambarkan hanya sel yang didiskusikan dalam tinjauan ini, dan semua neuron second-order dihapuskan untuk membuat gamban lebih jelas. IS, inner segment, nukleus; MT, mitokondria, MS, melanosome; RS, retinosome, PH, fagosom, LF, lipofuscin.

Sel fotoreseptor (batang dan konus) bertanggung jawab terhadap absorbsi foton, fototransduksi dan mengirim sinyal neuron lainnya. Hal ini merupakan salah satu sel yang paling aktif metabolisme nya dalam tubuh (51,52). OS nya terdiri dari discus yang stagnansi flat dics atau membran lamelar yang terbentuk dari lapisan bilayer lipid yang berisi pigmen visual konsentrasi tinggi. Pada kedua sel batang dan konus, pigmen visual terdiri dari protein transmembran yang terikat melalui linkage protonated Schiff base lysine pada 11-cis-retina. Perbedaan komposisi asam amino yang berdekatan dengan 11-cis-retina bertanggung jawab pada Spectral tuning absorbsi pigmen visual terhadap panjang gelombang yang berbeda pada sel konus dan batang.Fotoreseptor berhubungan erat dengan sel kuboid polarized monolayer, RPE (53). RPE penting dalam fungsi fotoreseptor dan ketahanannya serta fungsinya termasuk uptake, transpor, dan cadangan retinoid. Sejumlah mikrovili pada permukaan apikal sel RPE menunjukkan 5-10 m sampai pada matrix interfotoreseptor disekitar OS, dimana hal ini dipertimbangkan memfasilitasi pertukaran diantara dua tipe sel ini. RPE berperan penting dalam penyediaan nutrisi, daur ulang/ recyling ATR dan pembaruan molekuler OS : rantai akhir OS tertumpuk setiap harinya dan difagositosis RPE, yang membentuk pseudopodia transien yang terlibat dalam proses ini.

Dependensi panjang gelombang terhadap kerusakan retina yang diinduksi cahayaEfek paparan retina terhadap masuknya cahaya berlebih terlah dipelajari secara mendalam terutama pada hewan pengerat pada malam hari (46,54), dimana lebih rentan terhadap kerusakan yang diakibatkan cahaya daripada hewan monyet. Pada tikus albino, aksi spektrum photodamage retina diinduksi oleh lamanya paparan selama 6 jam sampai intensitas sekitar 0.7-0.9 mW/cm2 dan dinilai berdasarkan kehilangan fotoreseptor, keberadaan panjang gelombang maximum 500nm menyebabkan absorbsi maximum Rhodopsin (55). Ambang kerusakan yang diinduksi sinar hijau terdeteksi melalui elektroretinografi diperkirakan untuk iradiasi retina sekitar 0.001 mW/cm2 diberikan selama 3 sampai 4 jam (10.8-14.4 ml/cm2) (56). Pada kerusakan jenis ini bagian awal kerusakan terbatas pada sel betang yang mati memlalui mekanismme apoptosis (46,54).Ada perbedaan kerentanan terhadap kerusakan akibat cahaya diantara hewan malam seperti tikus dan primata diurnal. Spektrum aksi photodamage retina paling tinggi pada 500 nm yang diobservasi secara eksklusif pada tikus dimana teradaptasi dengan sirkardian dim light/ siklus malam selama setidaknya 2 minggu (55,56). Beberapa mekanisme adaptif terhadap cahaya lingkungan sekitar dapat berperan penting dalam determinasi ambang kerusakan karena cahaya. Penulis memasukkan up-regulasi pertahanan antioksidan dan faktor survival (57-63).Dimungkinkan mekanisme paling penting adaptasi jangka panjang terhadap cahaya lingkungan sekitar termasuk down-regulasi rhodopsin sintesis rhodopsin dan meningkatkan degradasi rhodopsin termediasi ubiquitin pada fotoreseptor segmen dalam (64,65). Sebagai hasilnya, konsentrasi rhodopsin pada OS lebih kecil pada hewan lebih kecil yang dipelihara pada kondisi terang daripada hewan yang dipelihara pada kondisi gelap. Keadaan ini membutuhkan sekitar 3 minggu untuk retina tikus mencapai plateu level konsentrasi rhodopsin yang baru selama peningkatan level cahaya tempat hewan dipelihara (64). Mekanisme adaptive terhadap cahaya lingkungan sekitar efektif dalam mencegah kerusakan retina yang diinduksi cahaya (57,66-68). Tikus dipertahankan dalam kondisi gelap selama 2 minggu sebelum paparan terhadap cahaya menyebabkan kerusakan retina extensif namun ketika tikus dipelihara dalam keadaan terang menyebabkan kerusakan yang sangat kecil, jika ada, tanda kerusakan retina (68). Perbandingan kerentanan photodamage retina tikus terbagi menjadi dua level siklus cahaya yang mengindikasikan ambang kerusakan dapat meningkat pada hewan dengan pemeliharaan pada kondisi lingkungan cahaya terang (57,66). Tikus yang dipelihara pada siklus terang mengalami peningkatan kerentanan photodamage retina dengan penuaan, dimana tikus dipelihara dalam kondisi gelap sama rentannya kerusakan diinduksi cahaya pada usia yang berbeda beda (67).Rhesus kera, dimana respon sel batang tersaturasi karena keberadaan background cahaya putih, kerusakan dapat digolongkan selektif terhadap sel batang biru, hijau dan merah dengan seseri paparan cahaya narrow-band 463 nm dan 520 nm dan cahaya broad-band pada kisaran 630-720 nm (69,70). Sebagai kelanjutan dari kerusakan sel batang hijau dan merah, dimana fungsi sel konus kembali setelah beberapa minggu, paparan berulang terhadap cahaya biru menyebabkan kehilangan ireversibel sensitivitas terhadap cahaya biru dan kerusakan permanen pada sel konus.Paparan retina terhadap level iradiasi tinggi relatif menyebabkan aksi spektra serupa pada baik rodent dan primata menunjukkan efisiensi induksi kerusakan secara cepat meningkat dibawah 500 nm dan peningkatan selanjutnya denga penurunan panjang gelombang iradiasi sampai dengan panjang gelombang terendah yang telah dipelajari 320 nm (71,72). Dosis ambang ultraviolet dan gelombang pendek cahaya biru (320-400 nm) hanya merusak fotoreseptor (71,73). Ambang kerusakan yang diinduksi cahaya lebih dari 400 nm juga menyebabkan kerusakan pada RPE (15,71,74). Paparan jenis ini memiliki hasil yang serupa pada semua spesies yang diteliti dan iradiasi pada banyak kali paparan (71,72). Sebagai contoh, Ham dkk (72) menentukan resiproksitas paparan terhadap cahaya 325 nm memiliki ambang kerusakan dengan dosis 5 J/cm22 baik untuk 100 s paparan pada level iradiasi retina 50 NW/cm2 artau 1000 s paparan pada level iradiasi retina 5 mW/cm2.

Efek cahaya yang merusak terhadap morfologi retina Untuk menentukan lokasi primer dan runtutan kejadian pada kerusakan yang diinduksi cahaya, Busch skk memonitor perubahan waktu intervensi pada retina tikus dilanjutkan dengan paparan cahaya narrow-band berpusat kisaran 380 nm atau 470 nm. Kerusakan terlihat dengan funduskopi, pemeriksaan paling sering dilakukan pada 3 hari setelah paparan terhadap cahaya yang merusak dan terjadi pada dosis 0.6 J/cm2 dan 500 J/cm2 untuk cahaya 380 nm dan 470 nm.Pemeriksaan histologis menunjukkan kerusakan fotoreseptor terjadi pada dosis 0.45 J/cm2 cahaya 380 nm (74). Sesegera setelah paparan 3 jam cahaya 380 nm sel RPE dipenuhi dengan fagosom tetapi terlepas dari itu tampak normal. Setelah 3 minggu RPE tampak sangat normal meskipun dosis mencapai 2.5 kali dosis ambang tetapi hampir semua fotoreseptor hilang.Perubahan awal yang diobservasi pada RPE sebagai respon ambang dosis cahaya 470 nm dimasukkan sebagai distribusi allternatif melanosome, sel membengkak dan beberapa inklusi tersembunyi pada sitoplasma, dimana beberapa fotoreseptor (475 nm) menyebabkan photoformation yang eksklusif untuk Meta II (115). Ikatan transduksi meniadakan konversi yang dinduksi photon dari rhodopsin yang telah mengalami fotoaktivasi pada ground-state rhodopsin (116,117). Stabilitas termal Meta III mendukung terjadinya konversi katalisis transducin Meta III menjadi Meta II dan atau fotolisis Meta III yang merupakan rute utama pemecahan Meta II (114,115). Meta III dapat terbentuk in vivo sebagaimana telah disebutkan sebelumnya (113).

Gambar 2. (a) Fotoaktivasi Rhodopsin. Absorbsi photon rhodopsin (R) mengarah pada isomerisasi chromophore, 11-cis-retina menjadi ATR, yang diikuti oleh perubahan konformasional pada protein yang mengarah pada formasi Meta I awal. Dari bentuk Meta I baik Meta II, maupun Meta III dapat dibentuk. Meta III juga dapat dibentuk sebagai hasil fotolisis meta II. Transducin (T) mengkatalisis transformasi Meta III menjadi Meta II. Dapat dilihat pada penulisan lainnya. Hasil modifikasi Ritter dkk (112), Vogel dkk (105,115) dan zimmermann dkk (114). (b) siklus visual. Fotoaktivasi rhodopsin (R) mengarah pada formasi biokimia Meta II aktif (MII) yang mengaktivasi proses biokimia persepsi visual. MII mengikat protein transducin (T) heterotrimerik dan mengijinkan pertukaran nukleotide GDP pada subunit pada T. T(GTP) dipecah dari T dan mengaktivasi phodphodiesterase (PDE). PDE mengkatalisis hidrolisis nukleotic siklik (cGMP), sebagai respon dari penurunan konsentrasi cGMP, pintu channel cGMP pada membran plasma OS tertutup (tidak terlihat). Hal ini menurunkan influks kation sodium dan kalsium. Kation ini secara berkelanjutan mengeluarkan fotoreseptor melalui tarikan ATP-tergantung Na/K pada segmen dalam; oleh karena itu penutupan pintu channel mengarah pada hiperpolarisasi membran plasma fotoreseptor, dimana, sebagai hasilnya penghambatan sekresi sinaptik glutamate yang merupakan neurotransmiter yang mensignalkan absorbsi photon menjadi neuron sekunder retina. Meta II dapat mengkatalisis aktivasi T sampai menjadi phosphorylated oleh rhodopsin kinase (RK) dan mengikat arestin (Arr), dimana secara menyeluruh mencegah kelanjutan aktivasi T. Kadangkala, Meta II dihidrolisis dari ATR. Untuk regenerasi Rhodopsin, Arr dipecah, Phospate (P) dilepaskan dari opsin oleh Phospatase, dan opsin mengikat 11-cis-retina (11cRal) yang diantarkan dari RPE, yang melengkapi proses siklus rhodopsin. ATR yang terhidrolisis secara enzimatik direduksi menjadi all-trans-retinol (atRol) dan ditranspor ke RPE dimana ini dapat diubah kembali menjadi 11-cis-retina melalui beberapa tahap proses siklus retinoid. Dimodifikasi dari McBee dkk (141).

Keadaan All-trans-retina Setelah Hidrolisis dari OpsinPenyaringan ATR pada OSPemecahan Meta II aktif yang diproses melalui hidrolisis linkage Schiff base dan ATR yang dilepaskan dari ikatan hidrofobiknya (93,94) (Gambar 3A). Setelah itu, ATR disalurkan ke exit site protein dimana molekul ini tetap merupakan ikatan non-kovalen sampai rhodopsin diregenerasi melalui ikatan molekul 11-cis-retina lainnya pada Lys296 pada lokasi aktifnya (93,94). Saat terikat pada exit site, ATR dapat diturunkan menjadi all-trans-retinol oleh NADPH-bergantung RDH (93,94,118). Saat baik sel batang dan konus OS menunjukkan fotoresseptor spesifik RDH (prRDH; juga diketahu sebagai RDH8) (119), sel konus mengekspresikan protein lain pada OS, dimana juga mengurangi ATR menjadi all-trans-retinol, retSDR1 (120).Reduksi ATR pada sel batang secara relatif memperlambat proses (121-124). Pada mata tikus, iluminasi konstan selama 60 menit mengarah pada sekitar 35% bleaching rhodopsin yang berakibat pada akumulasi ATR, dimana sekitar 30% dari retinoid total (122). Selama periode pemulihan gelap setelah iluminasi tetap selama 60 menit, konsentrasi ATR menurun dengan half-life yang berkisar 5 menit, sedangkan konsentrasi ATR setelah sinar cahaya bleaching menurun dengan half-life sekitar 17 menit (122).Melalui regenerasi rhodopsin oleh suplai efisien 11-cis-retina, ATR dapat dilepaskan dari exit site opsin sebelum secara enzimatik direduksi menjadi all-trans-retinol (93,94). ATR dipercaya dilepaskan dari exit site pada lipatan dalam membran diskus dimana ATR tidak dapat mencapai RDH sampai ATR terbalik pada lipatan luar.Telah diketahui bahwa ATR membentuk produk kondensasi denagn komponen lipid pada membran OS, phosphatidylethanolamine (PE), N-retinylidene-phosphatidylethanolamine (NRPE) (96,07,125,126). NRPE merupakan substrat yang lebih disukai untuk protein yang berada rims diskus OS, ATP-binding cassete transporter rim protein (ABCR) (127-129). ABCR dipercaya mengikat NRPE yang berada di lipatan dalam membran dan melepaskannya pada bagian sitoplasma membran diskus OS pada ikatan dan hidrolisis ATP (129). Kemudian ATR tersedia sebagai substrat untuk RDH. Kekurangan gen ABCR pada tikus ABCR -/- dalam percobaan atau defiensiABCR +/- pada tikus yang menyebabkan ketelambatan clearance ATR/NRPE dari retina (96,97,130). Pada kondisi ini ketidakadaan ABCR difusi tranversal ATR/NRPE ke leaflet luar menjadi faktor yang membatasi reduksi ATR menjadi all-trans-retinol.Mutasi gen ABCR telah ditemukan pada subpopulasi pasien dengan retinitis pigmentosa (131), distrofi konus-batang (132) dan AMD (133,134) dan telah diidentifikasi sebagai faktor penyebab Stargardt disease (135). Stargadt disease merupakan bentuk resesif degenerasi makular dengan kehilangan progresif penglihatan sentral, akumulasi cepat deposit autofluorescent, disebut sebagai lipofuscin, pada sel RPE diikuti oleh atrofi RPE (136). Lipofuscin RPE dipercaya berasal dari pencernaan lisosomal tidak lengkap oleh fotoreseptor fagositosis OS (9 410 nm dengan keberadaan ATR dibawah suasana aerobik sehingga menyebabkan kerusakan oksidatif terhadap protein dan agregasinya melalui formasi kovalent cross-link. Selain itu, aktivitas ATPase ABCR berhenti (227). Oleh karena itu dugaan jika kerusakan foto-oksidatif pada ABCR terjadi in vivo, akan mengunci NRPE dengan protein dan menghalangi katalisis pemindahan selanjutnya ATR ke lokasi sitoplasmik membran OS menyebabkan akumulasi photosensitizer pada membran.Secara keseluruhan, dapat dijelaskan akumulasi ATR bebas dapat memicu resiko kerusakan foto-oksidatif retina. Meskipun demikian, studi pada kerusakan yang disebabkan cahaya pada retina, ATR tidak dipertimbangkan sebagai mediator photodamage retina sebagaimana telah dipercaya setelah hidrolisis opsin ATR secara cepat direduksi menjadi all-trans-retinol (71). Hanya dalam beberapa tahun ini beberapa bukti terkumpulkan untuk menunjukkan ATR secara transien terakumulasi pada retina sebagai akibat photobleaching rhodopsin (122) dan jalus biosintetik formasi A2E seharusnya ada di OS bereaksi dengan NRPE daripada berinteraksi dengan PE berlebih (96-99, 122). Studi tentang mekanisme pelepasan ATR dari opsin (93,94) menunjukkan pentingnya sintesis yang efisien dan pengantaran 11-cis-retina ke OS untuk akumulasi ATR.

Peran ATR pada rhodopsin-dependent kerusakan yang diinduksi cahaya pada retina.Rhodopsin sebagai faktor yang esensial terhadap terjadinya photodamageRhodopsin telah diketahui merupakan faktor esensial photodamage retina untuk terjadi (56.79-81). Sebagaimana disebutkan sebelumnya, aksi spektrum photodamageretina pada tikus yang dipelihara pada siklus cahaya dim dan diekspos selama periode yang relatif panjang sampai cahaya intensitas rendah bersamaan dengan absorbsi spektrum rhodopsin (55,56). Pada percobaan ini menunjukkan aksi pektrum photodamage retina sampai dengan 500 nm, rhodopsin mencapai konsentrasi tetap sekitar 35% dari nilai pda hewan adaptasi gelap. Dibawah kondisi ini ATR tidak dapat berperan sebagai photosensitizer sebagai kontribusi ATR absorbsi photon panjang gelombang 500 nm diabaikan. Hal ini dapat dispekulasi bahwa percobaan ini, aksi kerusakan karena perkiraan konstan influks 11-cis-retinal/ATR untuk dan dari OS dan retina terkena efek toksik melalui pacuan stress oksidatif pada OS tanpa melibatkan photosensitation. Selain itu, telah diketahui bahwa ATR dapat memacu kerusakan oksidatif pada DNA (229) dan toksisitas sel pada kultur (230) gelap pada konsentrasi serendah 0.001 mM dan 0.100 mM. Dengan ini dapat diasumsikan kerusakan tipe ini terjadi secara eksklusif pada retina dengan level lebih tinggi rhodopsin, seperti hewan yang dipelihara pada kondisi gelap atau siklus cahaya dim.Spektrum aksi photodamage retina diobservasi pada primata dan hewan pengerat pada level iradiasi lebih tinggi menyebabkan peningkatan kerentanan photodamage dengan menurunnya panjang gelombang sampai 320 nm (71,72). ATR merupakan komponen labil yang pada paparan cahaya dibawah kondisi aerobik mengalami degradasi cepat dan produk diabsorbsi pada gelombang pendek dilakukan (231). Melalui ini dapat disimpulkan produk fotodegradasi ATR tertahan beberapa dari properti photosesitizing dan dapat memicu kerusakan yang diawali ATR. Selanjutnya dapat diperkirakan ATR dapat mengawali terjadinya oksidasi komponen lainnya, seperti asam lemak poliunsaturated yang berlimpah pada OS dan membentuk produk properti photosensitizing yang menyerap cahaya gelombang pendek. Selain itum telah diketahui oksidasi DHA, yang berkisar antara 30-35% asam lemak pada OS manusia (203), mengarah pada formasi chromophore yang photosensitize oksigen singlet dan pembentukan radikal bebas melalui mekanisme foto-eksitasi dengan cahaya gelombang pendek (232). Oleh karena itu diperkirakan iradiasi cahaya biru mengawali kerusakan photosensitizing, yang mengawali mediasi oleh ATR dan kemudian oleh produk oksidasi yang terbentuk.Selain itu, penulis telah menunjukkan pengearuh panjang gelombang pada jumlah inisiasi foto-oksidasi dari isolasi adaptasi gelap bovine OS menghasilkan karakteristik spektrum yang hampir sama dengan liposom mengandung ATR dan dibentuk dari Phosphatidylcholine atau campuran phosphatidylcholine dan PE (65:335 mol/mol) (224,233), dengan panjang gelombang maximum 370 nm. Photobleaching OS oleh paparan cahaya ruangan sebelum pengukuran menghasilkan aksi spektrum menghasilkan peningkatan tetap jumlah foto-oksidasi dengan penurunan panjang gelombang (233). Aksi spektrum ini serupa dengan aksi spektrum photodamage retina yang secara positif berhubungan dengan konten rhodopsin pada retina sebelum paparan cahaya (48,234), pada tinjauan diatas mendiskusikan kondisi yang disebabkan akumulasi ATR pada OS, konten rhodopsin memerankan peran penting semakin banyak rhodopsin yang mengalami photobleaching semakin banyak ATR yang dilepaskan. Rhodopsin pada tikus percobaan diproteksi secara penuh dari kerusakan karena cahaya pada fotoreseptor, tetapi sel batang tidak didapati pada OS pada awalnya, sehingga mereka tidak lagi fotosensitif (80).Konsentrasi rhodopsin pada OS berhubungan terbalik dengan level cahaya yang diberikan pada hewan yang dipelihara (235). Pemeliharaan hewan pengerat dan tikus selama beberapa minggu pada siklus cahaya terang melindungi hewan dari photodamage yang diinduksi cahaya intensitas tinggi (66-68, 236). Meskipun ada beberapa respon mekanisme adaptif yang diperoleh dari cahaya yang dapat memerankan peran proteksi, seperti peningkatan konsentrasi anti-oksidan berat molekul rendah, ascorbate dan -tocopherol (59-61), up-regulasi enzim antioksidan (58,59) dan faktor ketahanan (57,62,63). Pada konten tereduksi rhodopsin memiliki peran penting dalam efek proteksi yang diobservasi.

Efek komposisi lipid pada OS terhadap kerentanan kerusakan yang diinduksi cahayaLingkungan lipid pada OS mempengaruhi kerentanan photodamage retina (237). Hal ini diduga dipengaruhi efeknya terhadap jumlah regenerasi Rhodopsin. Deplesi substansial DHA tikus mebedakan lapang kuantum foto-aktivasi rhodopsin menjadi Meta II dan oleh karena itu lapang kuantum ATR dihidrolisis dari opsin.Efek ini penting terkait dengan fakta adaptasi lingkungan cahaya mengikutkan perubahan komposisi lipid pada membran OS. Pemeliharaan hewan pada cahaya terang menyebabkan peningkatan kolesterol dan peningkatan komponen lemak poliunsaturated, seperti DHA (60,239). Oleh karena itu diduga perubahan adaptif komposisis membran lipid OS sebagai respon dari pemeliharaan dalam kondisi terang sebagai mekanisme proteksi lainnya dengan memberikan kondisi yang memfasilitasi formasi meta III. Pada kondisi retina adaptasi gelap diperoleh konsentrasi yang tinggi transducin pada OS (240) dan oleh karena itu, setelah kilatan cahaya bleaching, Meta III secara efisien diubah menjadi Meta II oleh transducin. Hal ini dapat merupakan implikasi kasus paparan cahaya, komposisi lipid OS yang dimodifikasi hanya menghasilkan keterlambatan aktivasi urutan phototransduction dan subsekuen hidrolisis ATR dari opsin, yang akan ditentukan oleh nilai konstan bimolekuler dari interaksi Meta III dengan transducin dan konsentrasi transducin.Dibawah kondisi paparan menetap terhadap cahaya sebagian besar transducin berpindah menjadi segmen dalam fotoreseptor (240) dan oleh karena itu konversi transducin-catalyzed Meta III menjadi Meta II menjadi kurang efisien karena konsentrasi transducin yang rendah pada OS. Meskipun demikian, dibawah kondisi ini absorbsi photon oleh Meta III dapat mengubahnya menjadi Meta II (115). Absorbsi konsekutive dari dua atau lebih photon diperlukan untuk membuat bentuk aktif biokimia, Meta II, pada kondisi yang cenderung membentuk formasi awal Meta III daripada Meta II dari Meta I, dapat diduga turunya kerentanan kerusakan cahaya pada hewan yang kekurangan DHA berhubungan tidak hanya dengan efek inhibitor nya pada regenerasi rhodopsin tetapi juga terhadap penurunan lapang kuantum ATR yang dihidrolisis dari opsin.

Peran Availabilitas 11-Cis-Retinal Untuk Regenerasi Rhodopsin Pada Kerusakan Akibat CahayaBeberapa bukti menunjukkan bahwa abilitas untuk regenerasi rhodopsin dan jumlahnya dalam proses ini merupakan faktor utama yang menentukan kerentanan retina terhadap photodamage. Pada hewan yang regenerasi rhodopsinnya tidak efisien, kerentanan terhadap photodamage berkurang bahkan pada hewan dengan defek konten rhodopsin pada retina adaptasi gelapnya daripada hewan dengan regenerasi rhodopsin normal (79,237,238).Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, regenerasi rhodopsin bergantung pada ikatan molekul baru 11-cis-retinal pada opsin. Oleh karena itu, untuk menyediakan OS molekul baru 11-cis-retinal, cadangan ester retinyl harus dimobilisasi dan dipindahkan menjadi chromophore pigmen visual (76). Baru-baru ini, tidak dijelaskan bagaimana jalur signaling untuk mobilisasi ester retinyl dan sintesis 11-cis-retina, atau hal apa yang membatasi sintesis 11-cis-retinal dan pengantarannya ke OS. Sintesis 11-cis retinal memerlukan protein fungsional RPE65 dimana ini esensial dalam mengikat ester all-trans-retinyl dan menyediakan isomerisasi dan hidrolisis membentuk 11-cis-retinol (147-149, 151). Dengan ketidakadaan atau disfungsi RPE65, tidak ada ligand yang tersedia untuk meregenerasi rhodopsin dan oleh karena itu ATR yang dihidrolisis dapat secara aman direduksi menjadi all-trans-retinol oleh RDH ada exit site opsin (93). Sebaliknya, pada kondisi dimana terdapar regenerasi efisien rhodopsin, ATR dapat dilepaskan dari protein sebelum reduksi enzimatik (93), sehingga menyebabkan akumulasi konsentrasi substansial ATR pada OS.Selain itu, tikus RPE 65-/- diproteksi lengkap terhadap kerusakan yang diinduksi cahaya dibandingkan dengan tikus liar (80). Mutasi RPE65 yang menyebabkan lambatnya regenerasi metabolik rhodopsin menyebabkan resistensi yang lebih besar pula terhadap kerusakan karena cahaya dibandingkan dengan strain tikus dengan regenerasi kinetik cepat (79,241). Secara khusus, telah diketahui bahwa varian RPE65 pada posisi 450 dimana Leu digantikan oleh Met merupakan modifikasi genetik kuat terhadap kerentanan kerusakan yang diinduksi cahaya pada tikus (241-243): percobaaan pada strain tikus yang berbeda dengan dan tanpa mutasi RPE65 Met450Leu menunjukkan kerentanan kerusakan karena cahaya berkorelasi positif dengan jumlah regenerasi rhodopsin (79). Seperti yang diduga, mutasi RPE65 Met45Leu pada ABCR-/- juga mengurangi akumulasi A2E dibandingkan dengan tkus ABCR-/- tanpa mutasi/ RPE65 fungsional, namun level akumulasi A2E sekitar 3-fold lebih besar pada tikus yang mengalami mutasi daripada tikus kontrol (209).Pengobatandengan 13-cis-asam retinoid (dikenal sebagai isotretinoin atau Accutane) memperlambat regenerasi rhodopsin karena inhibisi RPE65 dan 11-cis-RDH (158,210,211), mengahambat akumulasi A2E 9212,244,245) dan juga diketahui memproteksi fotoreseptor tikus dari cahaya yang menginduksi kerusakan (245). CRABP telah diidentifikasi sebagai protein lain yang disfungsinya menyebabkan gangguan produksi 11-cis-retinal. Tikus albino dengan gen CRABP non-fungsional menurunkan 10-fold regenerasi rhodopsin karena keterlambatan produksi 11-cis-retinal dan dilindungi dari kerusakan karena cahaya dibandingkan dengan tipe liar/ tanpa perlakuan (139).Sejauh ini telah diketahui siklus retinoid yang berjalan dengan efisien membangun konsentrasi substansial tetap ATR pada membran OS selama paparan terhadap cahaya terang, dimana dapat menyebakan kerusakan phtosensitized. Oleh karena itu, memperlambat siklus retinoid dapat memberikan pilhan intervensi farmakologi untuk mencegah kerusakan foto-oksidatif. Hal ini secara khusus berguna selama operasi intraokuler yang melibatkan paparan level radiasi tinggi ke retina. Penulis berspekulasi tentang inhibisi mobilisasi cadangan ester all-trans-retinol bisa jadi merupakan target kunci pengobatan preventif. Meskipun menggunakan 13-cis-asam retinoid dapat adekuat digunakan selama operasi okuler, administrasi sistemik untuk pasien dengan stargardt disease atau AMD memicu resiko toksisitas sistemik dan teratogenitas (245). Oleh karena itu perlu mengembangkan sintetik retinoid yang lebih amandan analognya yang dapat dibuktikan berguna untuk terapi jangka panjang. Hal ini juga telah ditunjukkan pada tikus in vitro dan in vivo yang retinylamine-nya merupakan inhibitor isomerisasi dan regenerasi 11-cir-retinal yang lebih efektif daripada 13-cis-asam retinoid, yang mana tidak efektif dalam aktivasi asam retinoid bergantung transkripsi dan tidak memberikan toksisitas sistemik (146). Sangat diharapkan jalur yang dimengerti yang bertanggung jawab untuk pertukaran retinoid selama photobleaching pigmen visual akan membuka harapan baru unruk intervensi farmakologis untuk mencegah kerusakan yang diinduksi cahaya pada retina.

Ikatan 11-cis-retinal pada lokasi aktif rhodopsin sebagai modifier kerentanan kerusakan karena cahayaUntuk melepaskan ATR dari exit site opsin, molekul 11-cis-retinal perlu diikat pada Lys296 pada tempat ikatan aktif (93). Halothan merupakan zat anestesi yang dipikirkan untuk melengkapi 11-cis-retinal yang terikat pada opsin (246) dan secara efisien mencegah regenerasi rhodopsin (247). Tikus percobaan dianestesi dengan halotan yang sepenuhnya memproteksi terhadap kerusakan yang diinduksi cahaya putih dibandingkan dengan hewan yang dianestesi dengan obat lainnya (81,247). Halotan tidak melindungi terhadap kerusakan yang diinduksi cahaya biru pada tikus, dimana cahaya 403 nm menginduksi kondensasi kromatin nuklear pada fotoreseptor dan perubahan berat RPE, seperti pembengkakan dan bermacam-macam inklusi lainnya (81,247). Hasil dari eksperimen ini didiskusikan dengan terminologi toksisitas berhubungan dengan fotoregenerasi rhodopsin parsial (80,81). Grimm dkk (80,81) menyampaikan foto-eksitasi rhodopsin melalui cahaya biru menyebabkan regenerasi rhodopsin, sehingga disebut sebagai fotoreversal bleaching. Pernyataan ini berdasarkan pengukuran rhodopsin setelah paparan cahaya biru (403 10 nm) atau cahaya hijau (550 10 nm), yanag ditunjukkan dari rhodopsin yang hampir seluruhnya mengalami bleaching oleh cahaya hijau tetapi paparan cahaya biru menyebabkan capaian plateau sekitar 20% dari nilai kondisi gelap (80). Grimm dkk (81) menyatakan cahaya biru dapat menggunakan efek toksiknya melalui fotoisomerisasi intermediate rhodopsin yang metastabil seperti Meta II sehingga meregenerasi rhodopsin dan hal ini dinyatakan sebagai faktor umum dalam kerusakan karena cahaya. Meskipun demikian, mekanisme pasti bagaimnan regenerasi rhodopsin melalui fotoreversal dapat memediasi toksisitas tidak didiskusikan.Sebagaimana disebutkan sebelumnya, jalur fotolisis intermediate rhodopsin baru-baru ini dijelaskan dan mengindikasikan fotolisis Meta II mengarah pada pembentukan Meta III (112) dan fotolisis Meta III menyebabkan isomerisasi non spesifik ATR dan menyebabkan pembentukan Meta II, rhodopsin dan isorhodopsin kondisi gelap, yang mengandung 11-cis-retinal yang terikat pada lokasi aktifnya (115). Oleh karena itu analisis isomer retina setelah paparan cahaya biru dapat menyediakan jawaban pasti apakah fotoreversal rhodopsin terjadi in vivo dan berkondtribusi dalam regenerasi rhodopsin dibawah kondisi eksperimental oleh Grim dkk (80,81).Meskipun telah dinyatakan efek toksik intermediate rhodopsin dan mekanisme aksi toksiknya masih misterius, observasi yang dilakukan Grimm dkk (80,81) dapat dijelaskan dalam jalur alternatif. Selama paparan cahaya berkelanjutan pada level konsentrasi tetap rhodopsin bergantung jumlah rhodopsin yang mengalami bleaching dan regenerasi. Pada percobaan yang digambarkan, tikus diberi paparan cahaya 1.86 kali lebih banyak mengandung photon cahaya hijau (0.409 mW/cm2) daripada chaya biru (0.300 mW/cm2) (80). Dan lebih lagi, koefisien molar penghancur rhodopsin dengan cahaya 403 nm 0sekitar dua kali lebih kecil dari yang dengan 550 nm. Oleh karena itu jumlah absorbsi foton dan oleh karena itu jumlah rhodopsin yang mengalami bleaching, dapat diperkirakan sekitar 3.7 kali lebih kecil pada kasus iradiasi cahaya biru daripada iradiasi cahaya hijau dibawah kondisi eksperimental yang didiskusikan (80). Penulis setuju dengan jumlah ratio regenerasi rhodopsin yang dilaporkan oleh Grimm dkk (80), yang mengevaluasi dibawah kondisi dimana pengaruh regenerasi rhodopsin dengan mengabaikan konsentrasi rhodopsin yang telah diukur. Jumlah bleaching cahaya hijau ditentukan selama paparan 5 menit terhadap cahaya hijau, ketika bleaching rhodopsin oleh cahaya biru dipantau dengan keberadaan hidrosilamine yang mengikat retinal bebas dan mengahalangi ATR dari intermadiate rhodopsin yang mengalami fotoaktivasi tetapi tidak berinteraksi dengan 11-cis-retinal yang terikat pada tempat aktif rhodopsin. Dibawah kondisi ini, cahaya biru yang mengandung NH2OH menginduksi bleaching rhodopsin dengan kecepatam sekitar 2.1/menit (80). Oleh karena itu eksperimen menentukan jumlah photobleaching yang diinduksi cahaya hijau sekitar 3.4 kali lebih bbesar dari jumlah photobleaching yang diinduksi cahaya biru, yang hampir sama dengan nilai 3.7 seperti yang dihitung diatas.Oleh karena itu, keberadaan konsentrasi substansial rhodopsin pada retina terpapar cahaya biru dapat merupakan bagian dari penurunan jumlah photobleaching rhodopsin. Hal ini kemudian berkembang menjadi dugaan bahwa efek merusak cahaya biru dibawah anestesia halotan diinduksi oleh ATR yang dilepaskan dari opsin dan atau regenerasi 11-cis-retinal yang ditranspor ke OS tetapi tidak dapat terikat pada opsin. Akumulasi retinal dapat berpperan sebagai photosenzitizer yang bertanggung jawab pada kerusakan yang diinduksi cahaya biru.Dugaan lain juga muncul tentang komponen yang beraksi hampipr sama dengan hydroxylamine dapat secara efisien melindungi terhadap kerusakan yang diinduksi cahaya. Sebaliknya halotan, hydroxylamine memindahkan retinal, dalang yang bertanggung jawab terhadap photodamage yang diinduksi cahaya biru dengan ikatan yang efisien dan formasi oxime retina, yang membuat spektrum absorbsi berubah menjadi gelombang yang lebih pendek dibandingkan dengan ATR sehingga absorbsinya cross section cahaya biru secara subtansial lebih kecil dari ATR. Dan lebih lagi, likage Schiff base dibentuk, properti photosensitizing diharapkan secara substansial dihancurkan.Pada saat retinal merupakan photozensitizer, retinal juga rentan mengalami isomerisasi yang diinduksi cahaya dan degradasi dibawah kondisi aerobik (231). Pada proses selanjutnya ini sering digunakan untuk mengurangi retinod dari retin ayng diisolasi atau komponennya (145). Oleh karena itu diduga degreadasi retinal karena iradiasi dengan cahaya biru berkontribusi pada terlambatnya regenerasi rhodopsin yang diobservasi oleh Grimm dkk (80,81). Sekali lagi, melalui analisis isomer retina dapat menyediakan jawaban apakah foto-aktivasi retinal bebas berperan penting pada kondisi ini. fotoisomerisasi ATR bebas diharapkan menghasilkan 13-cis-retinal, yang tidak dibentuk melalui foto-isomerisasi protein yang terikat pada retina (213,214).Peran degradasi retinoid pada disfungsi regenerasi rhodopsin kemudian disokong oleh studi Rapp dan Ghalayini (248). Telah diketahui paparan tikus terhadap cahaya UV (312-398 nm) menyebabkan penurunan pemulihan rhodopsin (248). Paparan menyebabkan penurunan gradual level sampai dengan 8% setelah paparan selama 1 jam. Level rhodopsin meningkat hanya 23 dan 27% setelah 1 dan 2 jam setelah paparan, dibandingkan dengan mata yang tidak terpapar. Level rhodopsin kemudian meningkat 45-57% pada hari berikutnya setelah paparan dan tersisa pada kisaran itu sampai dengan 7 hari, ketika level opsin total tetap tidak berubah setelah 2 hari diikuti paparan UV. Peningkatan selanjutnya level rhodopsin dicatat setelah 2 minggu ketika mencapai 80% nilai kontrol. Meskipun demikian, paparan mengarah pada bukti kerusakan struktural pada fotoreseptor: pembengkakan, disorganisasi dan pemendekan segmen luar pada retina central inferior. Radiasi yang digunakan dalam eksperimen berkisar 312-389 nm dan mengarahkan pada foto-eksitasi baik rhodopsin maupun retinoid. Karena pengukuran retinoid tidak dilakukan, muncul dugaan keterlambatan pemulihan rhodopsin diawali deplesi retinoid sebagai akibat dari foto-degradasi, dimana kerusakan struktural fotoreseptor menghambat pertukaran retinoid pada siklus retinoid. Selain itu muncul pula dugaan awal akumulasi TRA dapat bertanggung jawab pada kerusakan yang diobservasi.Sebagaimana disebutkan sebelumnya, pasien dan hewan dengan mutasi rhodopsin P23H secara khusus rentan terhadap kerusakan yang diinduksi cahaya (36,38-42). Rhodopsin P23H tidak dapat terlipat secara benar setelah sintesis dan kebanyakan ditandai oleh ubiquitin untuk degradasi proteasomal. Biosintesis rhodopsin P23H dan kerjasamanya pada membran dapat diselamatkan melalui suplai 11-cis-retinal atau analognya, seperti 9-cis-retinal atau sintetik 11-cis-7-ring retinal (37,249). Ketiga retinoid, 11-cis-7-ring retinal, 11-cis-retinal atau 9-cis-retinal, terikat pada P23H opsin via linkage Schiff base pada Lys296 dan mengijinkan lipatan mutan protein. Rhodopsin P23H dengan 11-cis-retinal atau 9-cis-retinal sebagai respon chromophore terhadap absorbsi photon, yang berakibat pada penurunan absorbsi pada gelombang 500 nm dan formasi intermediate yang diserap pada panjang gelombang yang lebih pendek (37). Sebaliknya terhadap 11-cis-retinal dan 9-cis-retinal, 11-cis-7-ring retinal terkunci, rhodopsin P23H non-fotoisomerisasi dan non-bleaching pada membran sel (249).Meskipun demikian, ikatan all retinal pada P23H opsin sangat lemah dan menyebabkan stabilitas termal yang rendah (37,249). Rhodopsin P23H baik dengan 11-cis-retinal atau 11-cis-7-ring retinal kehilangan chromophorenya dalam 10-20 menit selama inkubasi 37C. Hal ini diduga meningkatkan kerentanan pasien P23H dan hewan terhadap kerusakan yang diinduksi cahaya pada retina berhubungan dengan stabilitas termal yang rendah dari phodopsin P23H dan melepaskan 11-cis-retinal yang dapat memicu foto-toksisitas. Oleh karena itu, beberapa studi mengenai tujuan intervensi farmakologi dalam menyelamatkan rhodopsin P23H, suplementasi retinoid membutuhkan perhatian khusus sebagaimana ia dapat meningkatkan resiko kerusakan yang diinduksi cahaya. Karena stabilitas termal yang rendah rhodopsin P23H, terdapat suatu kebutuhan untuk mengembangkan analog 11-cis-retinal yang mengijinkan formasi protein stabil pada kondisi gelap sebagaimana foto-transduksi fungsional.Pada kesimpulan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan retina terhadap kerusakan retina karena cahaya. Para ahli memasukkan konten rhodopsin, jumlah foto-aktivasi rhodopsin menjadi Meta II, jumlah sintesis 11-cis-retinal dan jumlah regenerasi rhodopsin. Dari semua faktor yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi jumlah hidrolisis ATR dan lepas dari opsin dan oleh karen aitu secara transien terakumulasi pada diskus OS. Pada beberapa kasus yang didiskusikan diatas juga melibatkan 11-cis-retinal yang menginduksi fototoksisitas pada akumulasi photoreseptor yang tidak mampu mengikat opsin karena keberadaan kompetitor, seperti halotan, atau hidrolisis opsin termutasi yang tidak stabil secara termal, seperti opsin P23H. Retinal yang terakumulasi dapat menginduksi kerusakan oksidatif pada kegelapan, tetapi efisiensi proses secara substansial meningkat pada foto-eksitasi retinal dengan UVA atau cahaya biru (230). Hal ini dapat menjelaskan mekanisme yang mungkin untuk semua tipe photodamage yang diobservasi pada tikus percobaan dan primata mempengaruhi foto-reseptor dan mungkin juga RPE karena kedekatannya dengan tempat akumulasi photosensitizer.

Kerusakan sekunder yang dimediasi retina : properti sitotoksik dan photosensitizer lipofuscinAvailabilitas ATR pada retina dan paparan cahaya merupakan faktor utama yang bertanggung jawab pada akumulasi granul lipofuscin pada RPE (152,250,251). Lipofuscin retinal terutama terdiri dari lemak dan protein (203,252) dan mengandung sejumlah fluorphore (253), salah satunya diidentifikasi sebagai A2E (205,254). Akumulasi progresif lipofuscin terjadi dengan penuaan (9,255) dan ini kemudian meningkat pada pasien dengan stargardt disease (256,257), AMD (258,263), best disease (261) dan beberapa kasus retinitis pigmentosa (262,263), sebagaimana tikus ABCR-/- dan ABCR +/- (96,97,130).

Properti fototoksik lipofuscinKonsekuensi biologis akumulasi lipofuscin pada RPE manusia masih belum diketahui secara luas, meskipun demikian, telah dapat dijelaskan bahwa level berlebih pigmen penuaan dapat membahayakan fungsi RPE esensial dan bahkan berkontribusi pada patogenesis AMD, penyebab utama kebutaan pada pasien usia 60 tahunan pada negara barat maju (264-270). Topografi spasial, hubungan usia dan distribusi ras terhadap lipofuscin menunjukkan tanda kesamaan dengan pola yang terlihat pada AMD (208). Kemungkinan hubungan yang paling baik antara akumulasi lipofuscin dan degenerasi retinal yang digambarkan pada kasus distrofi makular stargardt (271). Studi terbaru telah menunjukkan mutasi ABCR menyebabkan akumulasi lipofuscin debelum perlambatan siklus retinoid (191). Oleh karena itu, akumulasi lipofuscin dapat terlihat sebagai kunci dan komponen awal ekspresi stargardt disease.Meskipun mekanisme pasti lipofuscin-bergantung sitotoksisitas RPE masih belum diketahui, dari ini telah muncul hipotesis bahwa stres oksidatif, dimediasi lipofuscin foto-eksitasi, dapat berperan penting (272,273). Secara signifikan, telah diketahui bahwa lipofuscin berkontribusi terhadap peningkatan kerentanan sel RPE sehubungan dengan usia terhadap foto-oksidasi (274). Iradiasi aerobik dari granul lipofuscin yang dimurnikan dengan gelombang pendek cahaya yang terlihat menyebabkan pembentukan spesies oksigen reaktif termasuk anion superokside, hidrogen peroksida, hidroperokside lipid dan singlet oksigen (274-278). Reduksi photoinduced oksigen menjadi superoksida dan hidrogen peroksida hanya merupakan proses kecil untuk penggunaan oksigen tergantung lipofuscin, terhitung kurang dari 3% oksigen digunakan, sebagaimana sebagian besar oksigen digunakan untuk oksidasi komponen lipofuscin (278). Aksi spektrum pembentukan hidrogen peroksida dan oksidasi lipofusin menghasilkan peningkatan monotonik dengan menurunkan gelombang cahaya (274). Foto-oksidasi sel RPE dan lipofuscin terjadi pada skala waktu semenit sampai 10 menit menggunakan level iradiasi 5-30 mW/cm2 untuk uji gelombang terpendek dan terpanjang. Telah diketahui lipofuscin memediasi oksidasi photoinduced lemak dan protein ekstragranuler (274, 276-278) dan menghasilkan beberapa enzim lisosomal dan antioksidan (276,279).Fraksi chromophore lipofuscin dapat diekstraksi oleh solvent organik dan properti yang dipelajari dalam larutan menunjukan masuknya photosensitizer (218,280,281). Foto-eksitasi ekstrak lipofuscin larut pada solvent non-polar, seperti hexane atai benzene, menyebabkan pembentukan photon triplet state menghasilkan absorbsi maximum 440 nm rusak dengan nilai konstan 105 s-1, sesuai dengan lifetime sekitar 10.5 s, dengan ketidakadaan oksigen (218). Dengan adanya oksigen, triplet state lipofuscin berinteraksi oksigen dengan nilai konstan bimolekuler 1.2 x 109 M-1 dan, sebagai hasil transfer energi, singlet oksigen dibentuk. Kuantum menghasilkan pembentukan singlet oksigen oleh ekstrak lipofuscin bergantung pada panjang gelombang eksitasi, 0.08 untuk eksitasi 355 nm dan 0.05 untuk 420,430, dan 440 nm pada benzene. Hal ini mengindikasikan ada perbedaan photosensitizer berkontribusi pada absorbsi pada panjang gelombang 355 nm dan cahaya biru dan atau ratio photosensitizer pada varian chromphore pada panjang gelombang yang berbeda. Kuaantum menghasilkan pembentukan singlet oksigen yang secara substansial meningkat sampai 0.15 untuk panjang gelombang 355 nm dan 0.09 untuk 420, 430, 440 nm selama saturasi larutan dengan oksigen. Sebagai pilihan lain, peningkatan konsentrasi oksigen dapat meningkatkan efisiensi intersistem crossing memlaui interaksi dengan singlet state tereksitasi (282). Gaillard dkk (281) mengukur lifetime flouresensi ekstrak lipofuscin dan menentukan bahwa terpisah dari lifetime fluophores 0.06 ns dan 0.32 ns, ada fluorophore dari lifetime fluoresensi1.2 ns dan 4.8 ns, yang cukup panjang untuk membentuk interaksi singlet state tereksitasi dari lipofuscin fluorophores (Lf*) dengan oksigen, membentuk formasi lipofuscin triplet state 3LF*: ILf* + 302 3Lf* + 3O2jika perbedaan energi antara eksitasi pertama singlet state dan triplet state lipofuscin lebih besar dari energi singlet oksigen (94 kJ/mol), sebagai hasil dari reaksi diatas, singlet oksigen dibentuk ;1Lf* + 3O2 3Lf* + 1O2*Proses ini dapat menambah kuatum yang dihasilkan dari pembentukan singlet oksigen. Foto-eksitasi laser 355 nm ekstrak lipofuscin yang dilarutkan dalam solvent polar, seperti methanol, memebntuk formasi triplet state seumur hidup 7 s dan spesies lainnya, kemungkinan radikal (281). Foto-formasi radikal bebas oleh foto-eksitasi ekstrak lipofuscin yang dikonfirmasi oleh rensonansi paramagnetik elektron (EPR) percobaan spin-trapping (274,280). Pada methanol, melalui mekanisme foto-eksitasi dengan gelombang 355 nm, ekstrak lipofuscin membentuk singlet oksigen dengan kuantum yang dihasilkan sebesar 0.05 ekuivalen dengan yang pada ATR (280,281).Melalui ini tampak bahwa bertambahnya usia meningkatkan resiko stres oksidatif terkait lipofuscin pada retina luar disebabkan oleh akumulasi lipofuscin maupun peningkatan foto-reaktivitas aerobik. Selain itu, analisi mendetail foto-reaktivitas aerobik dari granul lipofuscin yang dimurnikan, diisolasi dari dari donor berbagai kelompok usia, menunjukkan bahwa foto-konsumsi oksigen sekitar 1.6-2.2 kali lebih cepar pada lipofuscin dari donor usia 80 tahun lebih daripada dari donor usia kurang dari 40 tahun (283). Secara konsisten dengan observasi inigranul lipofuscin dari donor yang lebih tua menghasilkan anion superoksida dengan kecepatan lebih dibanding dari donor yang lebih muda (283). Untuk menentukan apakah perubahan granul lipofuscin terkait usia pada retina manusia muncul dari perubahan properti fotokimia dari setiap komponen lipofuscin yang diisolasi, efisiensi dan spektrum aksi photogeneration spesies oksigen reaktif pada fraksi larut kloroform dan tidak larut kloroform telah dibandingkan (283). Data dengan jelas menunjukka, meskipun kedua fraksi menghasilkan foto-reaktivitas substansial, baik menjelaskan perubahan signifikan bergantung usia dan hanya variabelyang ssecara konsisten bertambah sejalan usia merupakan konten fraksi tidak larut kloroform pada granul lipofuscin. Fraksi ketidaklarutan lipofuscin termasuk didalamnya photosensitizer kuat dan kontribusinya pada foto-reaktivitas lipofuscin yang hampir sama dengan yang dari fraksi larut kloroform. Kedua fraksi menghasilkan singlet oksigen, superoksida, termasuk oksidasi lemak dan protein dan menjalani foto-oksidasi.Potensi foto-toksik lipofuscin retina telah ditunjukkan pada studi in vitro, dimana kultur sel RPE manusia diberi makan granul lipofuscin dan terpapar baik gelombang cahaya 390 -550 nm (2.8 mW/cm2) atau 550-800 nm (2.8 mW/cm2) (284). Hanya sel yang diberi makan granul lipofuscin dan terpapar cahaya 390-550 nm selama 12 jam (dosis 121 J/cm2) menyebabkan perubahan morfologi yang signifikan, rusaknya intergritas lisosom, meningkatkan peroksidasi lipid dan mereduksi ketahanan. Pada studi ini sel RPE dalam kultur dipaparkan pada 300 granul lipofuscin per sel, terpisah dari yang difagositosis. Akumulasi lipofuscin in vivo dapat dengan mudah melebihi nilai tersebut. Studi morfometrik konten lipofuscin pada RPE manusia menunjukkan bahwa lipofuscin dapat menempati sebesar 19% volume sel pada makular RPE pada donor usia 81-90 tahun (285). Dengan berasumsi 0.5 m sebagai rerata diameter granul lipofuscin dan bentuk kuboid sel RPE dengan panjang 14 m (286), 19% volume sel ditempati oleh lipofuscin setara 7966 granul lipofuscin per sel.Konten lipfuscin pada RPE juga dapat diperkirakan berdasarkan konten/isi A2E pada sel RPE dan konten A2E pda granul lipofuscin. Konten A2E/iso-A2E diperkirakan sebesar 7.8x 10-20 mol per granul lipofuscin yang diisolasi dari donor usia 60-70 tahun (284). Oleh karena itu, akumulasi retina 400 ng (0.675 nmol) A2E (205) akan memiliki sekitar 8.7 x 109 granul lipofuscin. Hal ini membuat perkiraan rerata angka granul lipofuscin volume unit per satu lapis RPE, atau asumsi bentuk kuboid sel RPE pada panjang 14 m dan tertata tepat, pda sel RPE single. Perkiraan kasar ini memberikan 5.1 juta sel RPE per 1000 mm2permukaan retina, yang memberi sekitar 1706 granul lipofuscin per sel dari donor usia 40 tahun lebih.Berdasarkan data konten A2E pada sel RPE dari individu donor manusia usia sehat yang ditentukan oleh Sparrow dkk (206), dapat diperkirakan sel RPE 34-134 ng dari akumulasi A2E per 105 sel berisi 7400 sampai 29000 granul lipofuscin per sel. Perkiraan ini memberi kisaran antara 17% sampai 69% volume sel RPE yang ditempati oleh granul lipofuscin.Hal lain ynag perlu diperhatikan adalah bahwa perkiraan ini mengacu pada rerata konten lipofuscin pada jumlah yang besar sel RPE dan retina. Terdapat heterogenitas besar pda akumulasi lipofuscin dengan sel RPE yang berbeda pada retina yang sama dan lebih besar lagi pada retina yang berbeda, khusunya, kasus distrofi retina (137,207,285,287,288).

Kontribusi A2E terhadap properti foto-toksik lipofuscinA2E menarik perhatian karena potensi photosensitizer yang bertanggung jawab dalam efek photodamage lipofuscin (dapat dilihat tinjauan oleh Sparrow dkk [99]). A2E diekstraksi dari lipofuscin bersama dengan komponen larut-kloroform lainnya (205). Untuk panjang gelombang yang sesuai untuk absorbsi maksimum A2E (E = 36900 M-' cm-' at 439 nm [254]) dan ketebalan 0.014 mm monolayer RPE, absorbsi A2E baru dapat diperkirakan. Kondisi ini mengarah pada nilai absorbsi A2E pada panjang gelombang 439 nm pada lapisan RPE yang bervariasi dari 0.0028 sampai 0.048 untuk konsentrasi A2E 48 M dan 824 M, perkiraan berdasarkan data dari Eldred dan Lasky (205) dan Sparrow dkk 9206) (Gambar 5c).Konsentrasi A2E 48 M dan 824 M sesuai dengan perkiraan maksimal dan minimal dari granul lipofuscin 1706 dan 29000 per sel. Kondisi ini jjuga membuat kalkulasi absorbsi cahaya oleh molekul larut dari lipofuscin melalui monolayer RPE dan kontribusi A2E pada absorbsi tersebut (gambar 5b-d). Fraksi larut kloroform lipofuscin berkontribusi sekitar 0.093 pg berat kering granul lipofuscin (283), demikian 1706 dan 29000 granul lipofuscin per sel sesuai dengan 159 pg dan 2697 pg fraksi larut kloroform lipofuscin per sel, pada istilah konsentrasi, 39 mg/ml dan 658 mg/ml. Fraksi larut kloroform lipofuscin konsentrasi 0.24 mg/ml menghasilkan absorbsi sebesar 0.125 pada gelombang 439 nm untuk jarak 1 mm (283). Oleh karena itu, kemampuan absorbsi komponen lipofuscin larut kloroform pada monolayer RPE dengan ketebalan 14 m sebesar 0.284 dan 4.791 pada panjang gelombang 439 nm untuk RPE dnegan 1706 dan 29000 granul lipofuscin per sel (gambar 5b). Hal ini perlu diperhatikan bahwa kalkulasi yang absorbsi cahaya yang diharapkan oleh ekstrak lipofuscin dan A2E mengacu pada chromophore dalam larutan. Pada kondisi fisiologis, semua chromophore dikapsul dengan granul lipofuscin dan oleh karena itu absorbsi cross-section pada RPE dapat secara substansial berbeda dari yang dalam larutan.Perbandingan absorbsi properti A2E dan semua komponen lipofuscin larut kloroform menunjukkan kontribusi A2E pada absorbsi cahaya yang tampak oleh liofuscin hanya sedikit (gambar 5d). Lipofuscin menempati 19% volume RPE, absorbsi cahaya tampak oleh komponen lipofuscin terlarut 8.6 kali lebih besar dari 3.8 mM ATR perifovea OS (gambar 5d). Pada kasus ini, ATR menunjukkan 14 kali lebih besar absorbsi terintegrasinya pada cahaya tampak daripada 224 M berisi A2E pada lipofuscin yang menempati 19% volume RPE. Perlu ditekankan bahwa komponen larut lipofuscin berjumlah hanya setengah atau kurang dari total masa kering granul lipofuscin dan sisa komponennya juga menyerab cahaya dan berkontribusi dalam aksi foto dinamik lipofuscin (283). Dengan adanya penuaan lensa yang menguning menyerap lebih dan lebih cahaya gelombang pendek dan mungkin foto-eksitasi ATR dan A2E menurun progresif. Lipofuscin, meskipun demikian, masih efisien menyerap cahaya diatas 460 nm dan gelombang cahaya panjang biru dan hijau masih dapat menginduksi pembentukan photosensitized singlet oksigen dan foto-oksidasi 9218,274).Pada konsesntrasi rendah, A2E diketahui melindungi terhadap UV-yang menginduksi kerusakan DNA pada sel RPE in vitro (289). Pada percobaan yang dilakukan oleh Robert dkk (289), sel RPE diinkubasi selama 2 jam dalam media kultur dengan atau tanpa A2E, yang setelahnya sel dibilas dan terpapar sinar UV. Sel pre-inkubasi dengan adanya 5 M A2E secara signifikan melindungi terhadap kerusakan DNA dibandingkan dengan sel kontrol. Meskipun demikian, pada konsentrasi tinggi, A2E dapat menggunakan beberapa efek merusak sel pada kondisi gelap dan memediasi kerusakan karena cahaya biru pada sel RPE in vitro (tinjauan oleh Sparrow dkk [99], Boulton dkk [270], Sparow dan Boulton [290] dan lamb dan simon [202]).A2E diketahui menyebabkan permeabilisasi membran (291,292), menghambat aktivitas lisosomal ATPase (293), mencegah sitokrom c oksidase dan mennurunkan aktivitas mitokondria (295), nantinya menyebabkan apoptosis (206). A2E diketahui berperan sebagai inhibitor kompetitif organic anion-transporting protein (OATP) yang ada pada mikrovili apikal pada RPE tikus dan untuk derajat yang lebih kecil pada pembuluh darah kecil retina (206). OATP, yaang juga diekspresikan di otak dan hepar, mentranpor komponen ampifilik ke seluruh membran plasma melalui metode sodium-independent dan pada retina diduga terlibat dalam tranpor retinoid.Sebagian besar studi toksisitas A2E dilakukan pada sel kultur, yang dipaparkan pada A2E dalam bentuk solusio (206,295,297-301). Dibawah kondisi fisiologis A2E dipercaya berada terutama oada granul lipofuscin (99) dan oleh karena itu aksi toksik in vitro ketika diantarkan dalam solultio tidak dapat diekstrapolasi langsung pada situasi in vivo. Enkapsulasi A2E pda granul lipofuscin, dimana terhitung hanya 0.019% sampai 0.024% berat kering (283,284), dapat mencegah A2E dari yang digunakan untuk efek penghancurannya pada mitokondria, DNA dan protein transpoter. A2E dipercaya dibentuk dalam kompartemen fagosomal sel, efek A2E pada lisosom cukup penting. Inhibisi yang diinduksi A2E terhadap ATR-motor proton pump terletak pada membran lisosomal menyebabkan inhibisi tranpor proton ke lumen lisosomal dan menyebabkan peningkatan pH lisosomal dengan inhibisi subsekuen hidrolase lisosomal (293). Hal ini dapat menjelaskan mengapa A2E menghambat degradasi lipoprotein densitas rendah dan lipid OS. Pada sel RPE in vitro A2E diketahui menghambat katabolisme protein endogen (302) tetapi tidak mempengaruhi jumlah degradasi protein OS yang terfagositosis (304). A2E berkontribusi terhadap akumulasi lipofuscin karena efek inhibisi langsung beberapa enzim hidrolitik pada keadaan gelap dan efek eksaserbasi selama paparan cahaya (276,279).Fototoksisitas lipofuscin sel RPE pada kultur tidak dapat dijelaskan melalui aksi A2E. Lipofuscin menggunakan efek toksiknya pada sel RPE in vitro dimana konten A2E pada sel tertinggi berkisar 1.3 ng/105 sel (284), jadi setidaknya dua susunan yang besarnya lebih kecil dari yang dibutuhkan untuk memperoleh efek merusak yang terdeteksi yang dimediasi A2E dalam kondisi gelap (206) dan 17 kali lebih rendah dari yang diperlukan untuk memperoleh toksisitas A2E yang diinduksi paparan cahaya biru 60 dtk dengan iradiasi 7.5 W/cm2 (dosis 450 J/cm2) (297).Perbandingan properti fotofisika dan fotokimia A2E dengan lipofuscin menunjukkan bahwa A2E berperan hanya semenit untuk fotosensitasi kerusakan yang dimediasi lipofuscin (lihat tinjauan Lamb dan Simon [202]). Telah diketahui bahwa bis-retinoid piridium sangat efisien dalam mengubah energi dari photon yang diabsorbsi menjadi panas dengan kuantum yang dihasilkan sebesar 0.96 dalam ethanol (306). Sebagai hasilnya, tidak terdapat triplet state tereksitasi yang berumur panjang, kunci intermediasi pembentukan singlet oksigen atau spesies oksigen reaktif lainnya, dibentuk dari hasil substansial (220,289,307). Sebagai hasil kuantum fluoresensi A2E sekitar 0.01 dalam ethanol, batas atas pembentukan triplet state dalam larutan ini sebesar 0.03 (306). Menggunakan kolesterol dalam membran lisosomal sebagai molekul mekanik reportee dan pendeteksi langsung oksigen singlet phophorescence 1270 nm, hasil kuantum photogeneration oksigen singlet oleh A2E telah ditentukan paling besar 0.02 (220,289,307). Hal ini sesuai dengan jumlah ekuivalen photon yang diabsorbsi lipofuscin akan menghasilkan setidaknya 2.5 kali singlet oksigen daripada ketika hanya diabsorbsi oleh A2E. Mempertimbangkan kontribusi minor A2E pada absorbsi cahaya tampak oleh lipofuscin, dapat diperkirakan A2E berkontribusi kurang dari satu molekul singlet oksigen dengan lebih dari 300 yang dihasilkan lipofuscin. Berdasarkan besar kuantum fluoresensi A2E 0.01 (306), dari sini dapat diperkirakan selama pemeriksaan funduskopi retina oleh autofluoresensi, setiap photon yang dipancarkan dari foto-eksitasi A2E diikuti oleh formasi setidaknya 600 molekul singlet oksigen yang difotosensitasi lipofuscin.Percobaan EPR spin-trapping menunjukkan bahwa, meskipun eksitasi A2E juga menghasilkan superokside anion, besar kuantum ditentukan untuk komponen lipofuscin terlarut (220). Aksi spektrum uptake A2E pada liposom -oleoyl--palmitoyl-L--phosphatidylcholine, dibandingkan dengan di-uptake oleh granul lipofuscin atau ekstrak lipofuscin, menunjukkan A2E tidak dapat menjadi kontributor utama foto-reaktivitas aerobik lipofuscin (308).A2E telah diketahui merupakan aseptor energi efisien dari eksitasi yang berakibat pada emisi fluoresensi A2E meskipun cahaya biru diabsrobsi oleh banyak chromophore lainnya juga (309). Demikian juga telah diduga jika A2E sangat efisien dalam menerima energi dari eksitasi cepat singlet state hal ini dapat lebih efisien dalam menerima energi dari triplet state dan oleh karena itu hal ini dapat mendeaktivasi photosensitizer sebelum mereka dapat mengaktivasi oksigen atau molekul lainnya via transpor energi atau elektron. Meskipun demikian, fotolisis kilatan laser ekstrak lipofuscin larut kloroform menyebabkan formasi triplet state dengan absorbsi maximum 440 nm dalam methanol (281) dan benzene (218) dan tidak ada produk transien yang dapat diobservasi pada karakteristik spektum 540 nm dalam benzene (310) dan 510-550 nm dalam methanol (310,311). Hal ini memperkuat kontribusi minor A2E pada fotokimia lipofuscin.Serupa dengan prekursornya, ATR, A2E sangat rentan terhadap oksidasi (312,313). Telah ditentukan bahwa singlet oksigen A2E memadamkan singlet oksigen dengan kecepatan konstan bimolekuler (0.3-2) x 108 M-1 s-11 (289,312). oleh karena itu diduga singlet oksigen yang dibentuk oleh A2E akan dipadamkan oleh bagian A2E iru sendiri. Sebagai hasil dari penghentian kimiawi, varietas polipoxide dibentuk (312). Epoxide ini, disebut sebagai oxiranes dan turunannya dibentuk sebagai akibat dari foto-oksidasi A2E in vitro (300,312-315). Epoxide dan bis-furanoid oxide telah diidentifikasi di RPE menunjukkan mereka dibentuk in vivo (314,316,317). Sebagai kontribusi A2E terhadap pembentukan singlet oksigen oleh foto-eksitasi lipofuscin dikatakan kecil, diduga A2E-derived oxirane dibentuk oleh photosensitizer lain yang ada di lipofuscin. Telah diketahui bahwa produk oksidasi A2E yang diantar dalam larutan dapat menginduksi kerusakan oksidatif pada DNA dan citotoksisitas (315). Meskipun demikian, pembentukan di granul lipofuscin, toksisitasnya dibawah kondisi fisiologis masih belum jelas.Sebagaimana disebutkan sebelumnya ATR berperan esensial dalam akumulasi A2E dan lipofuscin; meskipun, hal ini tidak terdekteksi sebagai salah satu komponen lipofuscin. ATR memadamkan singlet oksigen dengan kecepatan bimolekuler konstan 3.7 x 106 M-11 s-11 dan 20 % interaksi molekul ATR menjadi teroksidasi selama proses tersebut. Dengan demikian muncul dugaan retinal dan retinol juga membentuk epoxide di retina, tetapi sebaliknya A2E lebih mudah difusi keluar dari granul lipofuscin dan merusak komponen seluler.Meskipun sudah jelas bahwa A2E tidak signifikan berkontribusi terhadap foto-reaktivitas lipofuscin, molekul alami konstituen mayor lipofuscin yang bertanggung jawab pada reaktivitas foto-kimia belum dapat ditentukan.

Kesimpulan dan arahan di masa mendatangDari penulisan ini diperoleh bukti sirkustansial yang menunjukkan ATR yang dilepaskan dari posin merupakan mediator photodamage akut retina sebagaimana akumulasi komponen fototoksik di RPE. Diatas photobleaching rhodopsin, kecepatan pemindahan ATR terhidrolisis bergantung pada kecepatan regenerasi rhodopsin dan aktivitas RDH dalam mereduksi ATR menjadi all-trans-retinol, ATR dilepaskan ke membran lipid sebelum direduksi (93), rupanya pada lipatan dalam membran diskus dimana ATR tidak dapat diakses RDh. Disana ATR membentuk produk kondensasi dengan PE, NRPE dan menjdai substrat protein ABCR untuk dikembalikan ke lipatan luar (129) dan menjadi dapat diakses untuk reduksi yang dimediasi RDH. Karena formasi NRPE tidaklah instan, konsentrasi substansial ATR foto-toksik dapat terjadi di retina selama paparan intensitas tinggi cahaya tampak dan regenerasi efisien rhodopsin. Mekanisme ini bertanggung jawab terhadap kerusakan retina diinduksi paparan iradiasi tinggi selama masa pembedahan okuler.Paparan kronik cahaya yang terus ditingkatkan telah diidentifikasi sebagai faktor resiko perkembangan AMD dan hal ini diduga kerusakan foto-oksidatif retina yang dimediasi ATR dan atau lipofuscin dapat juga berperan. Hal ini diduga bahwa cahaya bersifat toksisk pada kasus subset pasien AMD dengan mutasi ABCR atau pada stargardt disease. Tikus percobaan ABCR merupakan model sempurna untuk menguji hipotesis ini. Tikus ABCR -/- dipelihara dalam kegelapan tidak mengakumulasi lipofuscin, sehingga fototoksisitas dimediasi lipofuscin dapat dieksklusi sebagai mediator kerusakan pada percobaan dimana kerentanan kerusakan akut yang diinduksi cahaya pada hewan yang dipelihara dalam kegelapan dibandingkan antara tikus ABCR dan tikus liar. Hal ini juga menyebabkan evaluasi efek deplesi vitami A atau efikasi derivat retinoid memperlambat siklus retinoid dalam mencegah kerusakan karena cahaya. Selain itu, merupakan hal yang menarik untuk dibandingkan secara terpisah untuk kerusakan yang diinduksi cahaya biru, yang menyebabkan kerusakan fotodinamik dimediasi ATR dan cahaya hijau, dimana konsentrasi ATR tetap tinggi dapat membuktikan kerusakan karena toksisitas tersembunyi ATR.Tampaknya menghindarkan retina dari paparan cahaya terang gelombang pendek merupakan tindakan preventif yang paling mudah untuk dilakukan terhadap kerusakan karena cahaya. Penyaringan keluar cahaya gelombang infrared dan gelombang pendek dibawah 450 nm pada instrumen opthalmik diduga menurunkan resiko kerusakan retina karena pembedahan okuler atau pemeriksaan opthalmik (19,318) dan memasukkan penurunan konsentrasi rhodopsin dan peningkatan konsentrasi anti oksidan molekul rendah (59-61,239). Untuk membuat mekanisme proteksi ini bekerja, diet intake sesuai seperti vitamin anti oksidan dan mikronutrien perlu diberikan. Hal ini juga menunjukkan gaya hidup dapar menjadi predisposisi kerusakan retina oleh cahaya. Selain itu juga muncul dugaan menghabiskan banyak jam di kantor dengan sedikit paparan sinar matahari menyebabkan respon adaptif dan meningkatkan konsentrasi rhodopsin pada OS. Selain itu menghindari sinar matahari pada akhir minggu dapat memicu resiko yang lebih besar daripada orang yang secara konstan di outdoor. Jika efek ini berlangsung, hal ini dapat semakin nyata pada orang yang meninggalkan kota berhujan dan berawan pada musim salju dengan mecari pantai cerah atau lereng untuk ski. Di kemudian hari, kacamata kuning dapat memberikan perlindungan terhadap paparan berlebih cahaya biru.Penjelasan penuh mengenai siklus retinoid dapat memberikan strategi pencegahan photodamage retina. Secara instan, mengerti mekanisme regulasi yang bertanggung jawab dalam mobilisasi ester retinyl dan konversinya menjadi 11-cis-retinal dapat memberikan pilihan lebih intervensi farmakologi daripada toksisitas 13-cis-asam retinoid. Ester retinyl, berbeda dengan retinol dan retinal, terdapat di membran lipid dan dapat terakumulasi dalam jumlah besar tanpa efek toksik (152), menuju jalus mobilisasi ester retinyl merupakan strategi yang paling menjanjikan. Jalur lain untuk membubarkan akumulasi ATR pada OS adalah dengan meningkatkan aktivitas prRDH. Aktivitas prRDH berkurang dengan paparan cahaya hijau intensif tetapi dapat dicegah dengan antioksidan, 1,3-dimethylthiourea (319). Efek cahaya biru pda aktivitas prRDH belum dipelajari, tetapi sebagaimana cahaya biru lebih efisien dalam menginduksi kerusakan oksidatif daripada cahaya hijau, diduga hal ini juga mempengaruhi prRDH dan sebagai hasilnya, berkontribusi terhadap keterlambatan reduksi ATR menjadi retinol.Akumulasi lipofuscin RPE dapat dilihat sebagai penanda aksi kerusakan cahaya pada retina dan meningkatkan ancaman selama masa penuaan. Indentifikasi karakteristik photosensitizer pada lipofuscin diperlukan untuk menyusun strategi terapi untuk detoksifikasi.