Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan...

116
Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat Malaka 2004-2009 Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Oleh : Achmad Insan Maulidy NIM : 106083003638 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Jurusan Hubungan Internasional Jakarta 2011

Transcript of Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan...

Page 1: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi

Masalah Pembajakan di Perairan Selat Malaka

2004-2009

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial

Oleh :

Achmad Insan Maulidy

NIM : 106083003638

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Jurusan Hubungan Internasional

Jakarta

2011

Page 2: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi

Masalah Pembajakan di Perairan Selat Malaka

2004-2009

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Hubungan Internasional

oleh :

ACHMAD INSAN MAULIDY

NIM. 106083003638

di Bawah Bimbingan

Pembimbing Penasehat Akademik

M. Adian Firnas, M.Si Ali Munhanif, Ph.D

NIP. 196512121992031004

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011

Page 3: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat Malaka 2004-

2009” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial dan llmu

Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 20 Juni

2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar

Sarjana Sosial (S.Sos) Program Strata 1 (S1) Jurusan Ilmu Hubungan Intenasional.

Jakarta, 20 Juni 2011

Sidang Munaqasyah

Ketua Jurusan Sekretaris Jurusan

Dina Afrianty, Ph.D Agus Nilmada Azmi, M.Si.

NIP. 1973041199032002 NIP.197808042009121002

Pembimbing

M. Adian Firnas, M.Si.

Penguji I Penguji II

Dina Afrianty, Ph.D Arisman, M.Si.

NIP. 1973041199032002

Page 4: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya sendiri yang asli dibuat dan diajukan

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sumber yang saya gunakan dalam skripsi ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sangsi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Mei 2011

Achmad Insan Maulidy

106083003638

Page 5: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

i

ABSTRAK

Selat Malaka merupakan perairan di kawasan Asia Tenggara yang

menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Selat Malaka terletak di

antara Pulau Sumatra dan Semenanjung Melayu. Oleh kerena itu selat ini di sebut

sebagai jalur pelayaran internasional, beberapa negara menggunakan selat ini

sebagai jalur perlintasan kapal pengangkut bahan bakar dan bahan industri

berbagai negara, hingga menyebabkan beberapa negara bergantung pada kondisi

keamanan serta keselamatan di Selat malaka. Selat Malaka dilintasi 50.000 kapal

berbagai tipe setiap tahunnya, dengan 30% kapal merupakan kapal niaga yang

mengangkut barang-barang perdagangan dunia. Selat Malaka juga merupakan

jalur pelayaran yang digunakan oleh kapal tanker untuk mengangkat separuh

pasokan energi dunia.

Strategisnya serta padatnya jalur pelayaran di Selat Malaka menyebabkan

selat ini rawan akan terjadinya gangguan keamanan dan tindak kejahatan di laut.

Gangguan keamanan yang sering terjadi di selat ini adalah pembajakan/

perompakan, penyeludupan serta terorisme, dalam penulisan karya ilmiah ini

menitik beratkan pada masalah pembajakan (piracy). Tercatat pada tahun 2004

terjadi peningkatan yang signifikan terhadap kasus pembajakan di selat ini yaitu

berjumlah 38 kasus, berdasarkan laporan IMB (international maritime bureau),

lalu terbentuklah patroli terkoordinasi tiga negara Indonesia, Malaysia, dan

Singapura dalam mengatasi keamanan di Selat Malaka.

Penelitian ini memiliki hasil bahwa patroli terkorrdinasi tiga negara

tersebut berhasil meminimalisir tindak kejahatan pambajakan di Selat Malaka.

Keberhasilan patroli terkoordinasi ini tercipta kerena adanya kekompakan dan

mementingkan kepentingan bersama untuk mengamankan Selat Malaka dari pada

kepentingan nasional (national interest) masing-masing negara anggota patroli

terkoordinasi.

Penelitian ini bersifat kualitatif dan di dukung oleh teori-teori dan juga

data-data sekunder sehingga dalam penelitian ini di peroleh suatu bukti kebenaran

hasil temuan. Patroli terkoordinasi tiga negara Selat Malaka sudah berhasil

menurunkan tingkat kejahatan bajak laut di perairan Selat Malaka, terbukti dengan

tingkat kejahatan yang menurun akibat dari intensifnya kegiatan patroli

terkoordinasi yang dilakukan oleh tiga negara Indonesia, Malaysia, dan

Singapura. Selain itu, keberhasilan kerjasama keamanan yang beranggotakan tiga

negara pantai Selat Malaka Indonesia, Malaysia dan Singapura membuat negara

tetangga tertarik untuk bergabung dalam patroli tersebut contohnya seperti

Thailand yang ikut bergabung dalam patroli tersebut karena posisi negaranya yang

bersinggungan dengan Selat Malaka.

Kata Kunci: Selat Malaka, Patroli terkoordinasi, Pembajakan (piracy)

Page 6: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah SWT, karena dengan

hidayah dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

"Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah

Pembajakan di Perairan Selat Malaka 2004-2009". Penulis sepenuhnya menyadari

bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak

terdapat kekurangan baik yang bersifat teknis maupun mated. Untuk itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Kritik dan

saran yang diberikan, akan penulis jadikan bahan dalam penyempurnaan skripsi

ini.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terima

kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu membantu penyelesaian

skripsi ini. Dimana dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak menemui

hambatan dan ritangan yang dihadapi penulis tetapi berkat bantuan yang diberikan

berbagai pihak, terutama dosen pembimbing, semua permasalah dan kendala

dapat teratasi. Oleh kerena itu, penulis dengan tulus menguncapkan terima kasih

atas bantuannya baik langsung dan tidak langsung kepada:

1. Prof. Dr. Bachtiar Effendy sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dina Afrianty, Ph.D., sebagai Ketua Jurusan Hubungan Internasional dan

Agus Nilmada Azmi, S.Ag, M.Si., sebagai Sekretaris Jurusan Hubungan

Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Page 7: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

iii

3. M. Adian Firnas, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang

telah memberikan ilmu, saran dan arahannya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

4. AH Munhanif, Ph.D., sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis.

5. Bapak/Ibu Dosen Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

yang telah mengajarkan berbagai ilmu dan telah membantu penulis dalam

meyelesaikan tugasnya sebagai mahasiwa.

6. Armein Daulay, M.Si., terima kasih atas waktu dan pikirannya untuk dapat

memberikan masukan kepada penulis dalam menulis skripsi ini.

7. Bapak Amaly, sebagai staf di Jurusan Hubungan Internasional yang telah

membantu penulis dalam mengurus segala bentuk yang berhubungan

dengan nilai kuliah.

8. Kedua orang tua, Mama dan Bapak terima kasih atas do'a, kasih sayang,

dan dukungan baik moril maupun materi sehingga skripsi ini dapat

Selesai.

9. Ka Irma dan Ka Aan, terima kasih atas pengertian dan dukunganya pada

saat penulisan skripsi ini.

10. Teman-teman terbaik penulis di HI A angkatan 2006: Beben, Firman,

Fikri, Umam, Nanda, Alvi, lean, Kawe, Adnan, Julian, dan Irfan. Lima

tahun yang luar biasa bersama kalian, penuh suka dan duka dalam

berjuang bersama-sama dari awal hingga akhir kuliah ini. Sukses selalu ya

kawan-kawanku dan jangan pernah lelah untuk mengejar cita-citamu.

Page 8: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

iv

11. Teman-teman dari HI A angkatan 2006 lainnya dan teman-teman dari HI

B angkatan 2006 yang tidak dapat disebutkan satu persatu serta teman-

teman HI angkatan 2007, 2008, dan 2009.

12. Raudhatul Jannah, terima kasih atas waktunya, dukungan, semangat dan

doanya dalam penyusunan skripsi ini, semoga engkau diberikan kesehatan

selalu.

13. Teman-teman rumah: Budi Jawa, Kocrot, Onting, Pi'i, Azis, terima kasih

atas dukunganya dalam penulisan skripsi ini.

14. Staf Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, KEMLU,

LEMHANAS, Perpustakaan Freedom.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas

dukungan dalam penulisan skripsi ini. Semoga mendapatkan balasan dari

Allah SWT atas kebaikan yang diberikan kepada penulis.

Akhir kata, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas

kekurangan atau ketidak sempurnaan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat berguna bagi perkembangan studi Hubungan

Internasional dan Indonesia.

Jakarta, Mei 2011

Achmad Insan Maulidy

Page 9: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

v

DAFTAR ISI

Abstrak....................................................................................................................…….i

Kata Pengantar…………………………………………………………………………ii

Daftar Isi………………………………………………………………………………..v

Daftar Tabel . ……………………………………………………………………….…vii

Daftar Istilah dan Singkatan.........................................................................................viii

Bab I Pendahuluan

A. Latar belakang masalah…………………………………………………. 1

B. Rumusan Masalah……………………………………………………...... 8

C. Tinjauan Pustaka………………………………………………………… 9

D. Kerangka Teori………………………………………………………….. 12

E. Metodologi penelitian…………………………………………………… 20

F. Sistematika Penulisan……………………………………………….…… 21

BAB II Permasalahan Bajak Laut di Selat Malaka

A. Definisi Bajak Laut................................................................................... 23

A.1. Tiga Tipe Perompakan/ Bajak Laut di Zaman Moderen…………... 28

B. Bajak Laut sebagai Ancaman Keamanan di Selat Malaka…………….... 37

C. Faktor-faktor yang Mendorong Meningkatnya Bajak Laut…………….. 42

C.1. Faktor Geografis…………………………………………………… 42

C.2. Faktor Ekonomi……………………………………………………. 44

C.3. Faktor Politik………………………………………………………. 45

Page 10: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

vi

BAB III Patroli Terkoordinasi Indonesia, Malaysia dan Singapura sebagai Upaya

Menjaga Keamanan di Perairan Selat Malaka

A. Persepsi tentang Kerjasama Keamanan di Selat Malaka……………..….49

B. Kerjasama Penanganan Laut Indonesia, Malaysia dan Singapura…….…52

B.1. Patroli Terkoordinasi di Selat Malaka………………………….…...54

C. Analisis Masalah Keamanan di Selat Malaka Melalui

Patroli Terkoordinasi……………………………………………………..65

C.1. Keuntungan dari Patroli Terkoordinasi…………………….……….65

C.2. Kelemahan Patroli Terkoordinasi…………………………………...69

C.3. Hambatan atas Patroli Terkoordinasi…………………………….…72

C.4. Keberhasilan dari Patroli Terkoordinasi……………………………75

BAB IV Kesimpulan

D. Kesimpulan………………………………………………………...…....78

Daftar pustaka…………………………………………………………………………x

Lampiran

Page 11: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

vii

Daftar Tabel

I. Serangan bajak laut di Asia Tenggara 2000-2005………………………….27

II. Perompakan dan pembajakan di Selat Malaka tahun 2007………………...28

III. Perompakan dan pembajakan di Selat Malaka tahun 2008………………...28

Page 12: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

viii

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

Ad hoc = Sementara

AEC = ASEAN Economic Community

APSC = ASEAN Political Security Community

ASC = ASEAN Security Community

AscC = ASEAN Socio-cultular Community

ASEAN = Association of Southeast Asian Nations

Binpotnaskuatmar = Pembinaan Potensi Nasional Kekuatan Maritim

Choke point = Pintu masuk selat

Cooperative security = Kerjasama keamanan

Coordinated patrol = Patroli terkoordinasi

CSCE = Conference on Security Cooperation in Europe

Forward presence = Meneruskan kehadiran

GAP = Grey-area Phenomena

Illegal fishing = Penangkapan ikan secara illegal

Illegal logging = Pencurian kayu/Penjulan kayu secara illegal

Illegal migrant = Pengungsi yang tidak sah

IMB = International Maritime Bureau

IMO = International Maritime Organization

KASAL = Kepala Staf Angkatan Laut

Littoral States = Negara yang memiliki pantai berdampingan/negara pantai

MIMA = Maritime Institute of Malaysia

MSSP = Malacca Straits Sea Patrols

National interest = Kepentingan nasional

Piracy = Pembajakan

Point control = Titik pengawasan

Press secretary = Tekanan sekertaris

RSN = Republic of Singapore Navy

Safety at sea = Keselamatan di laut

Sea robbery = Pembajakan di laut

Page 13: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

ix

Security community = Komunitas keamanan

SLOC = Sea Lines of Community

SLOT = Sea Lines of Trade

Special taks force = Tugas pasukan khusus

Speed boat = Kapal dengan kecepetan tinggi

The narrowest point = Wilayah sempit

TNI AL = Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut

Transnational crimes = Kejahatan lintas negara

UNCLOS = United Nations Convention on the Law of the Sea

Page 14: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selat Malaka secara geografis membentang sepanjang 500 mil laut berada

diantara sepanjang Malaya dan pulau Sumatra. Lebar alur masuk di sebelah utara

adalah sekitar 220 mil laut dan berakhir pada ujung sebelah selatan yang

merupakan wilayah tersempit yaitu sekitar 8 mil laut. Selat Malaka juga

tersambung dengan selat Singapura yang mempunyai panjang selat 60 mil, dan

sejak jaman dahulu Selat Malaka merupakan jalur transportasi yang di layari

kapal-kapal.

Perairan Asia Tenggara memiliki peran strategis karena menghubungkan

Samudera Pasifik dan Samudra Hindia. Selat Malaka merupakan salah satu jalur

SLOC (Sea Line Of Communication) dan SLOT (Sea Line Of Trade) sekaligus

choke point armada angkatan laut dalam forward presence ke seluruh penjuru

dunia. Sebagai jalur SLOC Selat Malaka di lewati 72% kapal-kapal tanker yang

melintas dari Samudera Hindia ke Pasifik.1

Selat Malaka yang masuk ke dalam jalur SLOC dan SLOT yang sangat

berperan penting bagi Dunia. Ini merupakan hal yang menjadi tugas negara-

negara pantai Selat Malaka seperti Indonesia, Malaysia, dan Singapura untuk

menjaga keamanan di selat tersebut. Karena Selat Malaka yang menjadi jalur

SLOT yang merupakan jalur perdagangan Internasional di mana dunia sangat

tergantung pada keamanan selat tersebut.

1 S.Y.Pailah, Tantangan dan perubahan maritime; konflik perbatasan di wilayah

perairan negara kesatuan Republic Indonesia jilid I, Manado; Klub Studi Perbatasan, 2007, h. 3.

Page 15: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

2

Secara umum, Selat Malaka dan Selat Singapura yang mempunyai alur

pelayaran sempit dan terdapat pulau-pulau kecil memberikan peluang kepada

munculnya tindak kejahatan di perairan Selat Malaka yang merupakan salah satu

dari sembilan selat dan terusan strategis dunia yaitu: Selat Babel Mandab yang

menghubungkan Laut Merah dan Laut Arabia, Selat Bosporus yang

menghubungkan Laut Hitam dan Laut Marmara, Selat Dardanelles di Turki, Selat

Dover yang menghubungkan terusan Inggris dan Laut Utara, Selat Hormus yang

menghubungkan semenanjung Oman dan Laut Arabia, Selat Jiblaltar sebagi

pemisah antara Benua Afrika dan Benua Eropa, terusan Suez di Mesir dan terusan

Panama. Di perairan kawasan Asia Pasifik, jalur SLOC yang terdapat adalah Selat

Malaka.2

Di kawasan Asia Pasifik, perairan Asia Tenggara memiliki peranan yang

sangat penting, kerena merupakan penghubung antara dua samudra besar, Pasifik

dan Hindia. Jalur yang terpadat adalah Selat Malaka dilewati 72% tanker yang

melintas dari samudra Hindia ke pasifik dan hanya 28% yang melewati selat lain,

yaitu Selat Lombok, Selat Makasar dan laut Sulawesi. Di perkirakan sekitar

50.000 kapal dalam setahunya melintasi Selat Malaka, sehingga apabila terjadi

interdiksi di Selat Malaka, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh negara-negara

di Asia Tenggara, melainkan juga akan memberikan dampak yang luar biasa bagi

Negara lain.3

2 Edhi Nuswantoro, “Pengelolaan keamanan Selat Malaka,” keynote speech pada

workshop : pertemuan kelompok ahli tentang kebijakan terpadu pengelolaan keamanan Selat

Malaka, Badan Pengkajian Dan Pengembangan Kebijakan Kementrian Luar negeri, Medan, 19-20

juli 2005, h. 1. 3 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan FungsiDlam Era Dinamika

Global, Bandung: Penerbit PT Alumni, 2003, h. 349.

Page 16: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

3

Betapa penting Selat Malaka bagi dunia sehingga banyak negara yang

ingin mengukuhkan pengaruhnya di wilayah laut Indonesia, Malaysia, dan

Singapura. Di samping itu negara-negara seperti AS (Amerika Serikat) dan Jepang

memanfaatkan Selat Malaka sebagai jalur perdagangan internasional untuk

kebutuhan dalam dan luar negeri. Apabila terjadi insiden di Selat Malaka seperti

adanya perompakan ataupun pembajak kapal-kapal yang bermuatan barang,

dampaknya bermuara ke seluruh penjuru dunia. Jepang akan kehilangan 16%

pasokan minyak bumi dan 80% pasokan gas alam, hal ini tentu mengancam

stabilitas perekonomian Jepang.4

Ancaman serius yang ada di Selat Malaka adalah kegiatan terorisme dan

pembajakan. Pembajakan maritim telah endemik ke daerah bagian Asia Tenggara

sejak ratusan tahun yang lalu. Dalam pembahasannya dari pembajakan, L. Wright

dalam bukunya “Piracy in the Southeast Asian Archipelago” memperlihatkan

bagaimana saat itu bangsa Belanda mencoba memonopoli perdagangan rempah-

rempah melalui Selat Malaka dari tahun 1670. Perdagangan yang dilakukan oleh

Belanda dianggap telah menyimpang oleh penduduk lokal, sehingga menciptakan

atau meningkatnya pembajakan di Asia Tenggara khususnya diperairan Selat

Malaka. Pada abad ke-19, perampokan/ pemerusakan telah menjadi endemik di

banyak dunia Melayu, sebagian besar ini adalah penting kerena dinamika politik,

dengan peperangan antar suku dan membangun kekaisaran di nusantara.

Perompakan adalah salah satu masalah yang tidak pernah habis selama periode

kolonial.5

4 S.Y Pailah, Tantangan dan perubahan maritime, h. 4.

5 L. Wright, “Piracy in the Southeast Asian Archipelago”, dalam buku, Peter Chalk,

Grey-Area Phenomena In Southest Asia: Piracy, Drug Trafficking and political terrorism,

Page 17: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

4

Dalam Kongres AS (April 2004) Panglima Komando Armada Pasifik,

Laksamana Thomas Fargo manguraikan rencana untuk mengerahkan pasukan

marinir dan armada kapal berkecepatan tinggi di Selat Malaka. Hal ini murni

merupakan prakarsa Washington dalam rangka memerangi terorisme di Asia

Tenggara. Inisiatif keamanan laut regional merupakan prakarsa yang

dipergunakan oleh militer AS dalam memerangi ancaman transnasional seperti

proliferasi nuklir, terorisme, lalulintas perdagangan manusia dan obat-obatan

terlarang serta pembajakan.6

Inisiatif AS untuk turut memelihara dan menjaga keamanan Selat Malaka

dari ancaman teroris adalah positif, tetapi inisiatif itu sangat sepihak. Sebenarnya

apabila AS memahami kultur dan budaya pimpinan di Asia Tenggara, AS dapat

mengutarakan dengan bijaksana. Inisiatif AS yang tampak sepihak tidak dapat di

salahkan kerena keinginan AS untuk memerangi terorisme termasuk di perairan

Selat Malaka, juga di dasari faktor Psikologis.7 Dalam hal ini, AS melihat Selat

Malaka sebagai salah satu wilayah yang menjadi tempat tumbuhnya terorisme.8

Selain AS, Jepang juga menyatakan sikapnya melalui press secretary

kementrian luar negeri Jepang, Mitsuo Sakaba dengan mengatakan bahwa Jepang

akan berpartisipasi dalam keamanan laut dengan pemertintah Indonesia, Malaysia

dan Singapura. Perspektif Jepang sesungguhnya ingin menjadikan Selat Malaka

sebagai urusan internasional bagi negara pantai dan negara pengguna selat. Akan

tetapi, pandangan ini di tentang oleh Indonesia dan Malaysia yang belum

Canberra: strategic and defence studies centre research school of pacific and Asian studies the

Australian national University, 1997, h. 23. 6 Edhi Nuswantoro, Pengelolaan keamanan Selat Malaka, h. 3.

7 Peristiwa 11 September yang menghantam New york dan Washington telah mengubah

perspectif AS terhadap terorisme secara signifikan. 8 Huala Adolf, “Tanggung Jawad RI atas Selat Malaka”, Kompas, 26 april 2004.

Page 18: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

5

sepenuhnya menjadi anggota kerjasama pengamanan laut di Selat Malaka yang di

prakarsai oleh Jepang walaupun disetujui oleh Singapura serta negara pengguna

selat lainya.9

Berdasarkan fakta yang ada, KASAL Laksamana TNI Bernard Kent

Sondakh menyatakan penolakannya atas rencana kehadiran armada kapal perang

Amerika. KASAL menegaskan bahwa penegakan kedaulatan di wilayah perairan

Selat Malaka merupakan tanggung jawab bersama negara pantai, yakni Indonesia,

Malaysia dan Singapura.10

Pasal 2 ayat 2 konvensi 1982 menyatakan bahwa kedaulatan suatu negara

pantai meliputi ruang udara diatas serta dasar laut dan lapisan tanah di bawahnya.

Dalam pelaksanaan kedaulatanya negara pantai mempunyai beberapa macam

wewenang yang diatur oleh pasal 25 konvensi 1982.11

Oleh karena itu, tidak

perlu melibatkan pihak asing untuk menjaga keamanan wilayah perairan Selat

Malaka dari serangan perompak dan ancaman yang ditujukan oleh para pengguna

Selat Malaka. Akan tetapi, kerjasama keamanan antara negara pantai Indonesia,

Malaysia Dan Singapura dalam upaya mengamankan Selat Malaka dengan

menciptakan patroli terkoordinasi negara pantai Salat Malaka.

9 Yan Santosa EP, dalam Koran Harian Republika. 23 Juni 2004

10Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan FungsiDlam Era Dinamika

Global., h. 347. Dengan diadakannya perundingan Indonesia dengan Malaysia pada tanggal 17

febuari 1970, ditandatanganilah perjanjian garis batas laut wilayah antara dua negara yang

dilanjutkan menjadi UU RI No. 2 tahun 1971 dan sebagi akibat dari perjanjian garis batas laut

wilayah masing-masing negara yang lebarnya 12 mil , ilah bahwa pada bagian-bagian tertentu dari

laut yang merupakan laut bebas sekarang telah menjadi laut-laut wilayah Indonesia dan Malaysia.

Ini berarti bahwa di bagian-bagian laut yang telah menjadi laut wilayah ini akan berlaku

kedaulatan negara-negara pantai yaitu Indonesia dan Malaysia. 11

Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era

Dinamika Global, h. 334.

Page 19: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

6

B. Rumusan Masalah

Ancaman maritim regional Selat Malaka telah berkembang menjadi

kegiatan sindikat internasional serta dilakukan secara rapi dan terkoordinir.

Masalah ini telah menjadi masalah maritim yang perlu ditangani secara serius

seperti masalah pembajakan yang semakin meningkat di perairan Selat Malaka.

Dalam menangani masalah pembajakan di perairan Selat Malaka tidak bisa hanya

diselesaikan oleh satu pihak negara saja. Akan terapi harus bekerja sama dalam

mengamankan selat malaka, terutama bagi tiga negara pantai tersebut Indonesia,

Malaysia dan Singapura. Oleh karena itu, yang menjadi permasalahannya yaitu,

Bagaimana upaya yang dilakukan tiga negara pantai Indonesia, Malaysia,

dan Singapura dalam mengamankan Selat Malaka dari tindak kejahatan

pembajakan di laut?

C. Tinjauan Pustaka

Keamanan di Selat Malaka terutama masalah penyerangan bajak laut yang

terjadi di Selat Malaka telah menjadi topik pembahasan baik di tingkat

pemerintah, pengambil kebijakan politik, praktisi militer maupun akademis

masing-masing pandangan memiliki terminologi yang berbeda berdasarkan

presepsi dan penempatan sebagai isu keamanan. Adapun penelitian sebelumnya

yang menjadi acuan penulis dalam penulisan skripsi ini, yang berkaitan dengan

keamanan Selat Malaka dan pembajakan di selat tersebut yaitu:

1. Syamsumar Dam, “Politik Kelautan”, Bumi Aksara, Jakarta, April 2010.

Sub bab, Masalah Pengamanan Pelayaran Di Selat Malaka-Singapura.

Dalam buku ini di jelaskan bahwa dasar dari kerjasama keamanan yang

Page 20: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

7

dilakukan oleh negara pantai Selat Malaka adalah keamanan yang

semakin memburuk di selat tersebut. Melalui Cooperation On

Cooperation against piracy and other theats to maritime security di

Pnom Penh, menghasilkan suatu kesimpulan bahwa untuk dalam

membasmi pembajakan perlunya kerjasama maritime bilateral maupun

multilateral yang di tingkatkan dan latihan militer bersama. Akan tetapi

kelemahan dari latihan militer bersama yang lebih banyak di rugikan

adalah Indonesia karena lebih banyak melakukan latihan di daerah

perairan Indonesia yang notabennya banyak terjadi pembajakan.

2. S. Y pailah, “Tantangan dan Perubahan Maritime (Konflik Perbatasan

di Wilayah Perairan Negara Kesatuan Republik Indonesia)”, Klub Studi

Perbatasan, Manado, 2007. Dalam buku ini di jelaskan bahwa dengan

situasi Selat Malaka yang rawan terhadap pembajakan, bayak negara

besar seperti AS dan jepang yang ingin memberikan bantuan berupa

pasukan militernya yang langsung terjun ke selat tersebut. Jika pasukan

asing seperti AS terlibat langsung dalam penanganan Selat Malaka akan

mengganggu kedaulatan negara pantai oleh kerena itu cukup negara

pantailah Indonesia, Malaysia, dan Singapura yang mengamankan Selat

Malaka tersebut, tanpa pasukan asing dengan kepentingan yang berbeda.

3. Jusuf Dharma Senoputro, Departemen Hubungan Internasional, Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Pasca Sarjana, Universita

Indonesia, Jakarta 2005. “Pengelolaaan Bersama Keamanan Di Wilayah

Perairan Selat Malaka (Studi Kasus Masalah Perompakan Di Perairan

Selat Malaka periode 2003-2004)”.

Page 21: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

8

Tesis ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Tesis ini

menghasilkan fokus pembahasan mengenai permasalahan tindak

pembajakan di perairan Selat Malaka, yang menghasilkan kerjasama

keamanan antara negara-negara pantai Selat Malaka Indonesia,

Malaysia, dan Singapura yang tergabung dalam patroli terkoordinasi.

Kerjasama ini sebelumnya juga sudah terbentuk akan tetapi hanya

tingkat bilateral dan berkembang menjadi trilateral. Patroli terkoordiansi

tiga negara pantai Selat Malaka ini dapat menurunkan tingkat tindak

kejahatan pembajakan yang terjadi di Selat Malaka selama periode 2003-

2004.

3. Steven Yohanes Pailah, Departemen Hubungan Internasional, Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Pasca Sarjana, Universita

Indonesia, Jakarta 2008. “Pengelolaan Isu-Isu Keamanan Di Selat

Malaka Periode 2005-2006”. Tesis ini menggunakan metode penelitian

deskriptif. Dalam pembahasan di tesis ini memfokuskan isu-isu

keamanan yang ada pada Selat Malaka, seperti internasionalisasi Selat

Malaka oleh pihak asing, pembajakan sehingga dapat mengancam

negara-negara pantai Selat Malaka, ancaman yang ada di Selat Malaka

juga membuat ASEAN gerah sehingga menghasilkan persetujuan dalam

seminar ASEAN-Japan yaitu: Regional Cooperation Agreement On

Combating anti Armed Robbery Against Ship and Piracy in Asia

(ReCAAP). Pada bulan September 2006 di Kuala Lumpur. Akan tetapi di

tolak Indonesia, Malaysia dan China. Ancama yang terjadi di Selat

Malaka membuat negara pantai berinisiatif untuk membuat kerjasama

Page 22: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

9

keamanan yang berangotakan negara-negera pantai, untuk mengatasi isu-

isu keamanan yang terjadi di Selat Malaka periode 2005-2006.

Sedangkan yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya

adalah:

a. Dalam penelitian ini terdapat, keuntungan, kelemahan, hambatan, dan

keberhasilan dari terselenggaranya patroli terkoordinasi tiga negara

Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

b. Rentan waktu yang digunakan dalam penelitian ini sampai pada tahun

2009 dengan melajutkan penelitian yang sudah ada, dan pada tahun ini

pun terjadi penurunan tindak kejahatan pembajakan di perairan Selat

Malaka.

D. Kerangka Teori

Teori adalah upaya memberi makna pada fenomena yang terjadi.

Pernyataan yang disebut teori itu berwujud sekumpulan generalisasi dan karena

generalisasi itu terdapat konsep-konsep, bisa juga diartikan bahwa teori adalah

pernyataan yang menghubungkan konsep-konsep secara logis. Pada dasarnya teori

berfungsi membantu kita mengorganisasikan dan menata fakta-fakta yang kita

teliti.12

Teori yang dipergunakan adalah teori Grey-area phenomena (GAP), teori

ini digunakan untuk menjelaskan penomena bajak laut yang terjadi di perairan

Selat Malaka, terutama ketika akhirnya bajak laut mendapat perhatian khusus dari

pembuat kebijakan dikawasan, yang kemudian timbul gagasan menjaga keamanan

12

Mohtar Mas‟oed, Ilmu Hubungan Internasional: Displin dan Metodologi, Jakarta: PT Pustaka

LP3ES, 1990, h. 186-187.

Page 23: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

10

bersama perairan Selat Malaka. Peter Chalk menyebutkan bahwa GAP dapat

diartikan sebagai ancaman terhadap suatu negara berdaulat, ancaman ini muncul

dari aktor non-negara dan timbul dari luar proses yang berkaitan dengan struktur

pemerintahan.13

GAP bukanlah pemikiran yang baru, GAP merupakan bagian dari

spektrum keamanan namun biasanya di tempatkan pada posisi yang rendah dalam

pembahasan keamanan, dan pada dasarnya sangat membahayakan keamanan dan

tentunya mengganggu kedaulatan suatu negara.

GAP kadang disertai dengan kekerasan, bila penggunaan kekerasan cukup

menonjol dimana biasanya GAP tersebut terorganisir. Motif utama yang melatar

belakanginya adalah politik atau ekonomi atau kedua-duanya sekaligus. GAP

dengan karakter seperti ini muncul dalam bentuk kejahatan transnasional

terorganisir.14

Dapat dikatakan seperti terorisme maritim, perdagangan obat bius,

perdagangan manusia, dan bajak laut. Akan tetapi pembajakan yang terjadi di laut

tidak selalu terjadi secara terorganisir, namun terdapat peningkatan dalam kasus

yang mengindikasikan keterlibatan organisasi kejahatan transnasional.

GAP menantang kemampuan negara untuk menjamin penegakan hukum di

teritorinya dan keamanan tatanan sosial, terutama keamanan terhadap individu

warga negara. GAP berbeda dengan dangan ancaman konvensional, seperti agresi

eksternal yang lawannya jelas. Di sebukan bahwa, karakter GAP menyebabkan

terjadinya pengabaian terhadap keberadaan isu GAP dan dampak yang di

akibatkannya. Negara baru akan memberikan perhatian terutama dalam bentuk

kebijakan apabila pengaruh GAP besar atau pada tingkat ekstrem telah

13

Peter Chalk, Grey-Area Phenomena in Soultheast Asia, Canberra: Strategic and

Defence Studies Center Research School of Pasific and Asian Studies The Australian National

University, 1997, h 5-7. 14

Philips Jusario Vermonte, “Transnasional Organized Crime: Isu dan Permasalahan”

Analisis CSIS tahun XXXI/2002, no. 1, h. 18.

Page 24: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

11

menyebabkan krisis.15

Dan perhatian yang diberikan oleh negara adalah kebijakan

untuk mengamankan perairan Selat Malaka dalam masalah ini pembajakan.

Konsep keamanan yang dikemukakan oleh Barry Buzan merupakan

pandangan awal dari pokok permasalahan yang dikemukakan khususnya

keamanan di perairan Selat Malaka. Menurut Barry Buzan, kemananan

merupakan suatu konsep yang relative sifatnya, namun dalam pengertian yang

lebih luas, keamanan dapat diartikan sebagai kemerdekaan atas suatu ancaman

tertentu, dan kemampuan negara dan masyarakat untuk mempertahankan identitas

kemerdekaan dan integritas fungsional mereka terhadap kekuatan-kekuatan

tertentu yang dianggap musuh. Dasar utama dari keamanan adalah bertahan hidup,

yang dapat mencangkup tradisi dan eksistensi suatu negara.16

Pengertian lain dari keamanan menurut Barry Buzan adalah keamanan

sebagai suatu gagasan yang lebih luas dibandingkan dengan kekuasaan, yang

mempunyai bentuk atau pola yang lebih bermanfaat di dalam melakukan

kerjasama.17

Dalam hal ini patroli terkoordinasi yang dilakukan oleh Indonesia,

Malaysia, dan Singapura adalah suatu kerjasama keamanan regional dalam tingkat

Asia Tenggara. Menurut Barry Buzan, keamanan regional adalah unsur-unsur

yang pada prinsipnya harus ditambahkan di dalam hubungan antar negara, yang

merupakan bentuk persahabatan antar negara.18

Oleh karena itu, keamanan mutlak hanya dapat diperoleh melalui

kooperasi bertingkat (lokal, regional maupun global) dan dalam berbagai dimensi

15

Ibid, h. 19. 16

Barry Buzan, People, State and Fear: The National Security Problem in International

Relations, Sussex: Wheatsheaf Book, 1993, h. 93. 17

Ibid, h. 189. 18

Barry Buzan, People, states and fear: an agenda for international security studies in

the post cold war area, London: Harvester Wheatsheaf 1991, h. 189

Page 25: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

12

seperti ekonomi, pertahanan dan lingkungan.19

Konsep keamanan tepat digunakan

untuk masalah Selat Malaka, yang tergolong berbahaya kerena adanya

pembajakan. Hal ini membuat Indonesia sebagai negara pantai wajib menjaga

keamanan perairan Selat Malaka, tetapi dalam konsep ini Indonesia tidak dapat

bergerak sendiri, melainkan dengan bekerja sama dalam bidang keamanan oleh

negara-negara pantai seperti Malaysia dan Singapura.

Selat Malaka sebagai suatu wilayah strategis di kawasan Asia Tenggara,

membuat negara-negara yang berada di sepanjang wilayah selat tersebut menjadi

ketergantungan sehingga untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikan

mereka (Indonesia, Malaysia, Singapura) dibutuhkan suatu keamanan kolektif

regional (kerjasama keamanan), dimana beban dan tanggung jawab untuk

mempertahankan stabilitas keamanan dapat dipikul bersama-sama oleh negara-

negara kawasan Asia Tenggara agar lebih memadai.

Selain itu, keamanan laut mengandung pengertian bahwa laut aman dan

bebas dari ancaman berupa pelanggaran terhadap ketentuan hukum nasional dan

internasional yang berlaku di wilayah perairan, serta ancaman terhadap keamanan

negara prilaku subjek hukum di laut yang berpotensial mengancam keamanan

negara atau disintegrasi wilayah negara. Dari perkembangan lingkungan strategis,

baik global, regional maupun nasional, dapat diidentifikasi adanya berbagai

bentuk ancaman, yaitu ancaman potensial yang bersumber dari masalah batas

wilayah perairan yuridiksi nasional, masalah penyalahgunaan alur laut kepulauan

Indonesia, masalah sumber daya alam dan energi, serta ancaman faktual berupa

kegiatan perikanan illegal, penyeludupan, perompakan, pencurian harta karun,

19

Barry Buzan, People, State and Fear: The National Security Problem in International

Relations, h. 43.

Page 26: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

13

pelanggaran wilayah, pelanggaran imigrasi, penelitian ilmiah tanpa izin, seta

pelanggaran terhadap kelestarian lingkungan laut.20

Menurut Bernard Kent Sondakh, keamanan laut bukan semata-mata

menegakan hukum di laut. Lebih tegasnya lagi, keamanan laut tidak sama dengan

penegakan hukum di laut, karena keamanan laut mempunyai cangkupan yang luas

dan kompleks. Dalam pandangan TNI AL, keamanan laut mengandung pengertian

bahwa laut aman dan terkendali serta bebas dari empat hal pokok, yaitu: Laut

bebas dari ancaman kekerasan, Laut bebas dari ancaman navigasi, Laut bebas dari

ancaman terhadap sumberdaya laut, dan Laut bebas dari pelanggaran hukum, baik

hukum nasional maupun internasional.21

Konsep cooperative security dapat menjelaskan bentuk kerjasama yang

paling mungkin diterapkan oleh tiga negara pantai di Asia Tenggara Indonesia,

Malaysia dan Singapura, yaitu, untuk menangani bajak laut yang terjadi diperairan

Selat Malaka. Davit Dewitt menyebutkan bahwa, model cooperative security

mengandalkan mekanisme dialog. Model kerjasama cooperative security pertama

kali muncul di kawasan Eropa lewat keberadaan Conference on Security

Cooperation in Europe (CSCE).22

Menurut Muthiah Alagappa, dalam “Asian Security practices (Material

and Ideational Influences)”, Konsep cooperative security ini ditandai oleh

beberapa karakter. Pertama, pemahaman bahwa ancaman keamanan bersifat luas,

tidak hanya bersifat militer tetapi bisa juga bersifat non-militer. Kedua,

20

Uray Asnol Kabri, “Kerjasama Keamanan Regional ASEAN Ditinjau Dari Perspektif

Kepantingan Keamanan Laut Nasional”, Dharma Wiratama, Majalah Resmi Sekolah Staf Dan

Komando TNI AL No. DW/112/2001, h. 85. 21

Rajab Ritonga, Biografi Laksamana Bernard Kent Sondakh Mengibarkan Bendera

Kewajiban, Jakarta: Penerbit Dinas Penerangan Angkatan Laut, 2004, h. 154-155. 22

Davit Dewitt, “Common, Comprehensive and Cooperative Security”, Pacific Affairs,

vol. 7 no.1 tahun 1994, h. 7-12.

Page 27: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

14

pendekatan bersifat inklusif artinya, cooperative security bersifat fleksibel

terhadap bentuk-bentuk hubungan aliansi, termasuk hubungan-hubungan bilateral

dan perimbangan kekuatan yang sudah ada dalam menciptakan keamanan

regional. Kompetisi dan perbedaan antar negara tetap ada dalam suatu sistem yang

menganut cooperative security, namun kondisi perbedaan tersebut berlangsung

dalam koridor yang telah disepakati oleh semua negara yang berpartisipasi dalam

kerjasama keamanan yang memakai model cooperative security koridor yang

dimaksud disini adalah norma dan proses yang telah disepakati oleh negara-

negara tersebut. Dengan penekanan kepada mekanisme dialog, cooperative

security memungkinkan pembentukan multilateralisme yang bersifat ad hoc,

informal dan proses-proses yang fleksibel sampai kondisi untuk pembentukan

institusi multilateral lebih memungkinkan.23

Pada dasarnya manusia menginginkan keamanan yang bersifat kolektif

(Universal). Hal ini sangat beralasan kerena masing-masing negara pada dasarnya

tidak mampu untuk menanggulangi masalah secara individual, sehingga

diperlukan pengamanan secara bersama-sama. Keamanan kolektif sangat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu militer, ekonomi, sosial dan lingkungan.24

Kelima faktor seperti: militer, ekonomi, sosial dan lingkungan sangat

mempengaruhi sistem hubungan internasional dengan negara sebagai sentralnya

dan akan menentukan stabilitas sistem internasional. Untuk itu diperlukan suatu

kerjasama dalam bidang keamanan, faktor ancaman dapat memunculkan suatu

bentuk kerjasama antar negara baik dalam bentuk kerjasama bilateral, trilateral,

23

Muthiah Alagappa, “Asian Security practices (Material and Ideational Influences)”,

dalam skripsi Ilham Sani, “Perang Mengatasi Bajak Laut di SLOC I”, Depok: Universitas

Indonesia, 1999, h. 35 24

Barry Buzan and Ole Waever, Regions and Powers, The Structure of International

Security, Cambridge: Cambridge University Press, 2004, h. 45.

Page 28: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

15

regional dan sebagainya. Hal ini juga dapat diwujudkan dengan pembentukan

suatu komunitas keamanan di kawasan/wilayah. Menurut Karl Deutsch,

komunitas keamanan (security community) adalah kerjasama transnasional dalam

kawasan yang terdiri atas negara-negara berdaulat yang saling sepakat untuk

memelihara kondisi saling ketergantungan dalam melakukan perubahan secara

damai.25

Menurut Adler, Suatu komunitas itu sendiri dapat di definisikan atas tiga

karakteristik:

1. Anggota suatu komunitas mempunyai persamaan identitas, nilai

dan cara.

2. Suatu komunitas memiliki banyak sisi dan hubungan langsung;

interaksi tidak terjadi secara langsung dan hanya dalam wewenang

khusus dan terpisah, tetapi lebih melalui beberapa pertemuan tatap

muka dan hubungan dalam banyak latar.

3. Komunitas memperlihatkan suatu hubungan timbal balik yang

menyatakan beberapa tingkatan kepentingan dalam jangka waktu

yang lama dan bahkan altruism (altruism dapat dipahami sebagai

rasa kewajiban dan tanggung jawab).26

Dalam ikatan komunitas keamanan, saling menolong menjadi hal

kebiasaan dan identitas dan identitas nasional dinyatakan melalui penggabungan

usaha. Hak untuk menggunakan perubahan kekuatan dari satuan kepada

kebersamaan kedaulatan Negara-negara dan menjadi sah hanya pada ancaman dari

luar atau terhadap anggota komunitas keluar dari norma inti komunitas.

25

Emanuel Adler and Michael Barnett, Security Community, Cambridge: Cambridge

University Press 1998, h. 54. 26

Emanuel Adler and Michael Barnett, Security Community, h. 31.

Page 29: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

16

Keseimbangan kekuatan, pencegahan nuklir dan ancaman pembalasan menguasai

berarti dan tugas fungsional, tetapi hanya untuk menjaga komunitas dari orang

luar, komunitas keamanan sebagai sistem keamanan bersama atau bahkan sebagai

organisasi pertahanan militer yang terpadu.

Pada hakekatnya, keamanan suatu wilayah bukanlah semata-mata untuk

kepentingan suatu negara saja, tetapi menyangkut kepentingan semua negara dan

bangsa di dunia terutama di sekitar kawasan, baik untuk kepentingan ekonomi

maupun politik secara global. Untuk itu, menjaga stabilitas keamanan di kawasan

tersebut bukan monopoli satu negara semata, melainkan tanggung jawab bersama.

Dalam kondisi keterbatasan kemampuan masing-masing negara, upaya terpadu

negara kawasan secara sinergi merupakan kebutuhan mendesak yang perlu

diwujudkan.27

E. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara untuk memudahkan terkumpulnya data-data

yang diperlukan dalam penulisan suatu karya ilmiah. Disamping itu juga bisa

digunakan untuk memudahkan perumusan suatu kesimpulan dan memeriksa

kebenaran pernyataan yang disimpulakan.28

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang merupakan prosedur

penelitian yang menghasilkan data yang menjelaskan fakta-fakta yang diperoleh

dalam penelitian. Data diperoleh melalui kajian pustaka atas buku-buku, jurnal

ilmiah, maupun surat kabar, dokumen-dokumen dan melalui media elektronik

seperti internet yang berkaitan dengan “Kerjasama Keamanan Indonesia,

27

Uray Asnol Kabri, Kerjasama Keamanan Regional ASEAN, h. 80-81. 28

Moch Nasir, metode penilitian, Jakarta: Ghalia Press, 1998, h. 51.

Page 30: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

17

Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat

Malaka Periode 2004-2009”. Melalui studi perpustakaan ini diharapkan dapat

dipelajari konsepsi kerjasama keamanan negara pantai dalam menjaga keamanan

wilayah perairan Selat Malaka.

F. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan.

Terdiri atas latar belakang masalah tentang kondisi keamanan wilayah perairan

Selat Malaka, tujuan penulisan, kerangka teori yang berisikan konsep dan

perspektif para ahli mengenai definisi keamanan, metode penelitian yang bersifat

deskriptif dan sistematika penulisan.

Bab II : Permasalahan Bajak Laut Di Selat Malaka

Bab ini menjelaskan definisi dan tipe-tipe tentang bajak laut di Perairan Selat

Malaka,bajak laut sebagai ancaman yang dapat mengganggu aktivitas di Selat

Malaka dan faktor-faktor yang menyebabkan populasi bajak laut di Selat Malaka

meningkat.

Bab III : Patroli Terkoordinasi Indonesia, Malaysia dan Singapura Sebagai

Upaya Menjaga Keamanan di Perairan Selat Malaka

Bab ini membahas mengenai kerjasama yang di lakukan oleh tiga negara pantai

indoneisa, Malaysia dan Singapura untuk mengatasi keamanan di Selat Malaka

melalui patroli terkoordinasi, dalam bab ini juga akan dimuat analisis tentang

kerjasama patroli terkoordinasi.

Bab IV : Penutup

Bab ini berisi hasil kesimpulan dari bab-bab sebelumnya.

Page 31: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

18

BAB II

Permasalahan Bajak Laut di Selat Malaka

Pada abad ke-17 dan 18, perjalanan di lautan bagi awak dan penumpang

kapal sangatlah berbahaya. Banyak di antara mereka yang meninggal atau sakit di

perjalanan karena lingkungan yang kurang sehat dan terbatasnya bahan makanan.

Keadaan ini memperhitungkan datangnya badai atau topan yang menyebabkan

perjalanan menjadi lebih lama dan menyengsarakan. Tetapi, sekalipun keadaan di

atas merupakan ancaman serius yang ditakutkan, namun ancaman datangnya

bajak lautlah yang ternyata paling ditakuti. Sebab, bajak laut biasanya bertempur

habis-habisan, membunuh semua awak dan semua penumpang kapal untuk

memastikan kemenangan dan keamanan. Kalaupun ada beberapa diantaranya

yang diselamatkan, biasanya adalah mereka yang di anggap berguna oleh para

perompak.29

Ancaman terhadap jalur perdagangan internasional di perairan Asia

Tenggara adalah aksi pembajakan yang berdasarkan ilustrasi dan dokumen sejarah

bahwa ancaman terhadap keamanan itu berasal dari aktor-aktor non-negara atau

ancaman non-konvensional yang bukan merupakan fenomena baru. Perompakan

tercatat menjadi perhatian sejak Abad ke-4 Masehi di laut Cina dan berangsur-

angsur menyebar dan berkembang selama berabad-abad, dan berkembang luas di

laut Mediterania dari abad ke-16 sampai ke-18.

29

Jean-Michel Chalier & Victor Hubinon, “Le Roi Des Sept Mers, Dargaud Editeurs”,

dalam tesis Jusuf Dharma Senoputro, “Pengelolaan Kerjasama Keamanan di Wilayah Perairan

Selat Malaka”, Jakarta: Universitas Indonesia, 2005. h. 33.

Page 32: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

19

A. Definisi Bajak Laut

Motif dari para bajak laut untuk melakukan pembajakan di laut dari pada

di darat membuat negara-negara bekerja kerja keras dalam menghadapi mereka.

Pembajakan mewakili perhatian klasik dari hukum internasional, yang secara

tradisional terfokus pada masalah-masalah yang tidak langsung berada dalam

hukum negara-negara. Sejumlah konvensi internasional telah di ratifikasi sejak

abad ke-19 untuk melawan pembajakan di laut lepas dan mencapai puncaknya

pada konvensi Genewa di tahun 1958 yang mengizinkan setiap negara untuk

menangkap para pembajak tanpa mempedulikan kebangsaan pelaku pembajakan

tersebut.30

Keberhasilan konvensi-konvensi ini telah menghasilkan dalam hubungan

internasional, dengan efektifitas penegakan hukum yang tidak terkarakterisasi

agar para pelaku kriminal dapat dikenai tindakan hukum lokal. Pembajakan di

zaman moderen cendrung tidak beroperasi di laut lepas, karena mereka pasti akan

berhadapan langsung dengan kekuatan angkatan laut yang besar dan lebih

menyukai tantangan otoritas kedaulatan negara yang kurang kuat dengan

membajak kapal-kapal di laut territorial sedang berlabuh atau berada di

pelabuhan.

Menurut International Maritime Organization (IMO) piracy atau

pembajakan adalah suatu tindakan dari percobaan pada kapal laut dengan maksud

untuk melakukan pencurian atau kejahatan kepada orang lain dan dengan

percobaan atau dengan kemampuan untuk menggunakan kekuatan/kekerasan

30

Peter Hough, Understanding Global Security, dalam tesis Jusuf Dharma Senoputro,

“Pengelolaan Bersama Keamanan di Wilayah Perairan Selat Malaka” Jakarta: Universitas

Indonesia, Desember 2005, h. 34.

Page 33: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

20

dalam tindakan tersebut.31

Pada dasarnya bajak laut akan membunuh habis

korbannya dengan alasan tidak meninggalkan jejak, jika ada yang selamat

biasanya digunakan untuk budak atau dijual oleh para bajak laut.

Sedangkan menurut prosedur tetap penanganan tindak pidana di laut oleh

TNI AL, tindak pidana pembajakan didefinisikan sebagai setiap tindakan

kekerasan/perampasan atau penahanan yang tidak sah, atau setiap tindakan

memusnahkan terhadap orang lain atau barang, yang dilakukan untuk tujuan

pribadi oleh awak kapal atau penumpang dari suatu kapal.32

Kualifikasi tindak pidana dan pasal-pasal yang dilanggar:

1. Pembajakan (piracy) melangar pasal 438 KUHP, Pasal 103, pasal

110, pasal 105, pasal 107 UNCLOS 1982

2. Pembajakan di laut (piracy at sea), Melanggar pasal 439 KUHP

3. Pembajakan di pesisir, Melanggar pasal 442 KUHP

4. Pembajakn di sungai, melanggar pasal 441KUHP

5. Nahkoda bekerja sebagai atau menganjurkan melakukan

pembajakan, melanggar pasal 442 KUHP

6. Bekerja sebagai ABK pembajak, Melanggar pasal 443 KUHP

7. Menyerahkan kapal untuk dibajak, melanggar pasal 448 KUHP

8. Penumpang merampas kapal, melanggar pasal 448 KUHP

9. Melarikan kapalnya dan pemilik kapal, melanggar pasal 449

KUHP

31

Graham Gerard Ong-Webb, “Piracy, Maritime Terorism and Securing the Malacca

Straits, Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2006, h. xii. 32

Prosedur tetap penanganan tindak pidana di laut oleh TNI AL, Jakarta: Markas Besar

TNI AL, Juni 2003, h. 13.

Page 34: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

21

10. Tanpa izin pemerintah bekerja sebagai Nahkoda atau ABK kapal

pembajak, melanggar pasal 450 dan 451 KUHP.33

Pembajakan di perairan Asia Tenggara juga semakin berbahaya dan

terorganisir, laporan IMB (International Maritime Bireau) yang berpusat di

London. Direktur IMB Kapten Pottengal Mukun dalam laporan tengah tahunan

biro maritim, mengenai laporan 182 serangan pada semester pertama 2004 turun

22%, dari tahun lalu sebanyak 234 serangan. Berbanding jauh dengan negara

Bangladesh dan India mengalami penurunan besar dengan total 17 kasus

sedangkan sebelumnya 41 kasus. Namun 30 orang terbunuh pada tahun 2004,

dibandingkan dengan 2003 jumlah korban tewas 16 orang. "Pelabuhan Tanjung

Priok dan Balikpapan di Indonesia, Lagos di Nigeria, dan Chennai di India yang

termasuk kedalam kategori pelabuhan dengan jumlah penyerangan yang tinggi",

sedangkan Selat Malaka menghadapi 20 serangan, naik dari tahun lalu dengan 15

serangan.34

Dari laporan IMB di atas masalah pembajakan semakin meningkat apa lagi

di wilayah Asia Tenggara, jika dilihat sejarahnya masalah pembajakan di laut

sudah terjadi sejak manusia mulai mempergunakan kapal bagi kepentingan

kehidupannya melalui laut. Apalagi dengan bermunculannya kerajaan-kerajaan di

sepanjang pantai, penggunaan kapal semakin meningkat, tidak saja untuk

keperluan penangkapan ikan di laut, tetapi juga sudah dijadikan sebagai sarana

transportasi bagi pedagang yang terus meningkat pula juga. Dalam sejarah, sudah

33

Ibid, h. 13. 34

Pottengal Mukun, “Selat Malaka di Hantui Perompak”, Kuala Lumpur,

http://www.gatra.com/2004-07-26/artikel.php?id=42236 di akses tanggal 20 Oktober 2010, pukul

22.00.

Page 35: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

22

diketahui bahwa di wilayah Asia Tenggara sejak awal abad Masehi sampai abad

ke-13 Masehi sudah terdapat kerajaan-kerajaan besar maritim besar seperti

kerajaan Funan, Champa, Sriwijaya dan Majapahit. Perkembangan ke-4 kerajaan

itu telah menyebabkan meningkatkan perdagangan Cina ke Selatan (Nanyang)

dengan mempergunakan kapal-kapal layar. Bersamaan dengan itu telah

berkembang pula pembajakan di laut seperti yang di catat oleh Ban Gu (32-29 M)

bahwa pembajakan sudah terjadi sepanjang rute kapal-kapal dagang Cina ke

Srilangka (Yichenghu) Melalui Singapura (Duyuan Go).35

Pada dasarnya para

pembajak itu ada karena melihat dari aktifitas laut yang meningkat, dengan kapal-

kapal yang membawa barang komoditif, sehingga terjadi pembajakan pada kapal-

kapal yang akan melakukan transaksi dagang.

Berikut ini diuraikan mengenai sejarah bajak laut di perairan Asia

Tenggara. Perhatian akan ditunjukan pada aksi bajak laut di perairan Asia

Tenggara bagian barat yaitu mulai dari Selat Malaka sampai laut Cina Selatan.

Sebab, kasus bajak laut yang paling terbanyak ada di kawasan ini.

Catatan sejarah paling awal mengenai bajak laut di Asia Tenggara di tulis

oleh Shih Fa-Hsien.36

Shih Fa-Hsien menyebutkan ada bajak Laut di kawasan

Bajak Laut di kawasan Selat Malaka pada sekitar tahun 413-414 Masehi. Berita

mengenai keberaan bajak laut terus ada berabad-abad berikutnya. Berita Chia_tan

yang di tulis akhir abad ke-8 menyebutkan tempat bajak laut secara lebih rinci,

yaitu di sebuah pulau di sebelah barat laut kerajaan Sriwijaya. Pada abad ke-12

dikabarkan keberhasilan satu kerajaan kecil di bawah pengaruh Sriwijaya yang

berhasil memukul mundur serangan bajak laut. Wang Ta-Yuan menulis bahwa

35

Syamsumar Dam, “Politik Kelautan”, Jakarta: Bumi Aksaraja, April 2010. h. 97-98. 36

Peter Chalk, Grey-Area Phenomena in Southeast Asia, h. 23-24.

Page 36: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

23

bajak laut pada tahun 1330-1340 terdapat di daerah Lung-Ya-Men (sekarang

Keppei Harbor, Singapura) selama sembilan abad ini berita bajak laut terpusat di

sekitar sekitar Selat Malaka dan sekitarnya. Sumber-sumber tersebut juga

menyebutkan mengenai kegiatan-kegiatan para pembajak, seperti mengincar kapal

karam kemudian membajak kapal serta menangkap orang-orang yang berada di

atas kapal tersebut untuk dijual sebagi budak. Tatapi tidak disebutkan asal dari

para bajak laut tersebut apakah mereka dari etnis yang sama atau tidak. Pada

abad-abad berikutnya para pelaku pembajakan merupakan campuran dari berbagai

campuran dari berbagai suku bangsa.37

Pada era perang dingin kegiatan bajak laut relatif rendah jumlahnya,

karena perhatian pada masyarakat terfokus pada persaingan antara blok barat

dengan blok timur dari pada memperhatikan isu keamanan tingkat rendah seperti

bajak laut yang sering kali dianggap sebagai salah satu bentuk kriminalitas biasa,

namun pada akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an laporan mengenai

serangan bajak laut sangat menonjol.38

Sasaran mereka adalah orang-orang perahu

yang berasal dari Vietnam. Seluruh perahu yang berasal dari Vietnam yang

berlabuh di pantai negara lain diperkirakan berjumlah 500.000 dan separuhnya

diperkirakan pernah mengalami serangan bajak laut selama pelayaran mereka.39

Sekitar akhir tahun 1980-an bajak laut di kawasan Asia Tenggara kembali

mengalami peningkatan, terutama perairan di bagian barat, yaitu Selat Malaka,

37

Adrian B Lapian, Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut: Sejarah Kawasan laut Selawesi

abad XIX, Jakarta: Komunitas Bambu, 2009, h. 122-123. 38

Pada masa pendataan mengenai serangan bajak laut sangat kurang sehingga sangat sulit

untuk mengetahui jumlah kasus bajak laut secara tepat. Mark Bruyneel, “Modern day piracy

statistic”, www. Tortuga.myweb.nl/archive/modern/figures.htm. di akses pada tanggal 20 Oktober

2010. Pukul 23:30. 39

Ko Tun Hwa, The Control of Piracy and Maritime terrorism, Dalam skripsi Ardiana

wahyu Hapsari, “ASEAN dan permasalahan bajak laut di Asia Tenggara”, Depok: Universitas

Indonesia, 2002, h. 29.

Page 37: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

24

laut Jawa, Selat Singapura, dan Laut Cina Selatan. Bila jaman dahulu sebagian

bajak laut memiliki motif politik dalam melaksanakan pembajakan, bajak laut

modern mayoritas dilandasi oleh motif ekonomi, namun tidak menutup

kemungkinan adanya motif politik seperti kegiatan perompakan kapal dan

penyanderaan awak atau penumpang kapal yang dilakukan oleh gerakan separatis

Moro.40

Peningkatan kasus pembajakan ini terjadi hingga tahun 2004 atas laporan

tahunan IMB.

A.1. Tiga-Tipe Pembajak/ Bajak Laut di Zaman Moderen

Kegiatan bajak laut di zaman moderen ini berbeda dengan kegiatan

bajak laut zaman kerajaan dahulu, saat ini para bajak laut bukan lagi

menangkap awak kapal untuk dijadikan budak. Namun, bukan berarti para

bajak laut tidak berbahaya di zaman moderen ini. Pembajakan dan

perusakan terhadap awak kapal kerap kali terjadi dan teknologi yang

dipergunakan oleh bajak laut juga sudah berkembang.

Menurut Peter Chalk, IMB menggolongkan pembajakan di zaman

moderen dapat dibagi menjadi tiga katagori:41

a. Low level armed robbery (pembajakan bersenjata tingkat rendah)

Kegiatan kelompok pembajak ini berupa pencurian di pelabuhan dan

dermaga aksi bajak laut seperti ini biasa terjadi di pelabuhan-

pelabuhan kecil. Sebab, pengawasan oleh petugas terhadap

40

Pemerintah Indonesia juga menuduh gerakan Aceh merdeka terlibat dalam beberapa

kasus pembajakan di dekak di perairan Aceh, bajak laut merampok kapal dan menyandera awak

kapal untuk meminta uang tebusan, seperti yang terjadi terhadap kapal MT Tirta Niaga IV pada

awal tahun 2000. Namun, para pemilik kapal memilih untuk mengabulkan tuntutan para pembajak,

sebab tuntutannya pada umumnya tidak terlalu besar dan pemilik kapal mengingikan agar masalah

cepat selesai tanpa harus menghadapi prosedur investigasi resmi yang rumit. Di akses dari,

www.iccwbo.org/ccs/imb_piracy/weekly_piracy_report, pada tanggal 20 Oktober 2010, pukul

21:00. 41

Peter Chalk, Grey-Area Phenomena in Southeast Asia, h. 24.

Page 38: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

25

keamanan pelabuhan kurang. Kebanyakan kasus kebanyakan bajak

laut tipe ini terjadi di Indonesia. Chalk mencontohkan 16 dari 17

kasus bajak laut di perairan Jakarta merupakan pembajak model ini,

yaitu serangan terjadi saat kapal sedang berlabuh atau saat kapal

tersebut sedang menuju ke luar perairan tersebut.42

IMB

menyebutkan bahwa serangan bajak laut ini adalah serangan yang

bersifat oportunis yang dilakukan oleh sekelompok kecil orang yang

bersenjata pisau dengan menggunakan kapal kecil yang

berkecepatan tinggi. Sasaran perompakan biasanya uang tunai dan

barang-barang berharga. Kerugian yang mereka timbulkan sekitar

5.000 sampai 15.000 dolar AS.43

Bajak laut ini juga bisa disebut

pembajakan kecil-kecilan yang hanya membajak awak kapal

kemudian melarikan diri. Biasanya terjadi ketika kapal yang menjadi

sasaran sedang lego jangkar atau sedang berlabuh di pelabuhan.

b. Medium level armed assault robbery (penyerangan pembajakan

bersenjata tingkat menengah)

Tipe ini merupakan bajak laut yang umumnya terjadi di perairan

Asia Tenggara, yaitu pembajakan di laut lepas atau laut territorial.

Bila berlangsung di selat yang sempit bajak laut seperti ini sangat

mengganggu sistem pelayaran. Sebab ada kemungkinan kapal yang

dibajak akan lepas kendali, terutama saat awak kapalnya diikat,

dikurung atau mungkin dibunuh. Biasanya bajak laut seperti ini

42

Peter Chalk, Grey-Area Phenomena in Southeast Asia, h. 24. 43

David G. Wiencek, “The Growing Threat of Maritime Piracy”, diakses dari

http.//www.china.jamestown.org/pubs/view/cwe_001_001_004.htm, pada 29 September 2010,

pukul 13.00.

Page 39: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

26

beroperasi secara terorganisir dan tidak jarang beroprasi dari

semacam „kapal induk‟. Serangan bajak laut ini seringkali

membahayakan nyawa awak kapal.44

c. Major criminal hijack (kejahatan bajak laut tingkat tinggi)

Tipe bajak laut ini juga dikenal sebagai fenomena „kapal siluman‟

atau „phantom ship‟. Kegiatan bajak laut ini memiliki modal yang

sangat besar dan jauh lebih terorganisir dengan melibatkan organisasi

kejahatan internasional yang mengerahkan sekelompok orang yang

telah terlatih untuk menggunakan senjata api. Tindakan bajak laut ini

mengikuti pola sendiri.45

Pertama, kapal dikuasai kemudian

muatannya diturunkan kemudian kapal tersebut dicat ulang dan

didaftarkan dengan nama lain dan juga disertai dokumen-dokumen

palsu untuk melakukan pelayaran lagi. Muatan kemudian dijual

kembali di tempat lain dengan pembeli yang telah diatur sebelumnya.

Kerugian material yang ditimbulkan oleh bajak laut jenis ini lebih

besar dari dua tipe sebelumnya, sebab, kapal dan muatannya lenyap

sekaligus, serta ancaman kehilangan nyawa bagi awak kapal dan

penumpangnya lebih besar.

Pada awalnya perairan Asia Tenggara paling rawan terhadap bajak

laut tipe low level armed robbery dan Medium level armed assault

robbery. Dua jenis bajak laut ini termasuk katagori yang sering terjadi di

kawasan Asia Tenggara. Sasaran utama yang diincar oleh bajak laut ini

44

Piracy in Southeast Asia, http://www.angelfire.com/ga3/tropicalguy/piracy- modernday

.html, diakses tanggal 05 Juli 2011, pukul 20.00.

45

Ibid.

Page 40: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

27

adalah kapal barang dan kapal tanker yang berukuran kecil atau sedang.

Kapal tanker berisikan bahan bakar menjadi sasaran yang digemari bajak

laut sebab bahan bakar mudah dijual.

Secara umum perairan di Asia Tenggara dikenal penuh dengan

serangan bajak laut bahkan secara khusus Indonesia dikenal dengan

kawasan paling mengkhawatirkan. Tahun 2002 ditandai dengan

peningkatan frekuensi serangan bajak laut yang sangat menyolok di

Indonesia, dapat dilihat pada gambar tiga hasil laporan Maritime Institute

of Malaysia (MIMA) Pada bulan Mei 2006. Selat Malaka dan Selat India

adalah kawasan yang rentan terhadap serangan bajak laut. Para bajak laut

ini merampas sebagian kecil atau seluruh muatan kapal yang dibajak,

bahkan tidak jarang para bajak laut rela untuk membunuh awak kapal yang

dibajak.46

(lihat Tabel 1)

Tabel 1. Piracy Incident in Indonesia, Malaysia, Singapore and

Straits of Malacca

Tahun

Lokasi 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Indonesia 119 91 108 121 94 97

Malaysia 21 9 14 5 9 3

Singapura 5 7 6 2 8 7

Selat Malaka 76 17 16 28 38 12

ICC Internasional Maritime Beureau, Piracy and Armed Robbery Againts Ships,

Annual Report 1 January 200547

46

Ralf Emmers and Leonard C. Sebastian, “Terrorism and Transnational Crime in

Soultheast Asia International Relations”, dikutip oleh Donald E. Weatherbee, Internasional

Relations in Soultheast Asia: the Struggle for Autonomy, dalam bambang cipto, Hubungan

Internasional di Asia Tenggara: (teropong Terhadap Dinamika, Realitas dan Masa Depan),

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. h. 226. 47

Sumber: http//:www.mima.online, “Indonesia‟s Efforts in Combating Piracy and

Armed Robbery in The Straits of Malacca”, dalam Tesis, Steven Yohanes Pailah, Pengelolaan isu-

isu Keamanan di Selat Malaka Periode 2004-2006, Jakarta: Universitas Indonesia, 2008, h. 3.

Page 41: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

28

Pada tahun 2007, menurut IMO, jumlah pembajakan mengalami

pengurangan menjadi sejumlah 12 pembajakan barsenjata/armed robbery

dengan jumlah paling banyak terjadi pada kuartal kedua sebesar enam

pembajakan bersenjata/ armed robbery. (lihat tabel 2)

Tabel 2. Perompakan & Pembajakan di Selat Malaka Tahun 2007

(Versi International Maritime Organization)

No. Waktu Nama Kapal Jenis

1 21/01/2007 SINAR MERAK Piracy/ Armed Robbery

2 22/01/2007 ARENDAL Piracy/ Armed Robbery

3 28/03/2007 HEINRICH OLDENDORFF Piracy/ Armed Robbery

4 25/05/2007 ECHIGO MARU Piracy/ Armed Robbery

5 29/04/2007 SHOKO MARU Piracy/ Armed Robbery

6 10/05/2007 ALAM CEPAT Piracy/ Armed Robbery

7 24/05/2007 KUDAM Piracy/ Armed Robbery

8 13/08/2007 BRANTAS 25 Piracy/ Armed Robbery

9 28/08/2007 MARTHA RUSS Piracy/ Armed Robbery

10 19/10/2007 KOTA TERAJU Piracy/ Armed Robbery

11 01/11/2007 ISLAMABAD Piracy/ Armed Robbery

12 06/11/2007 BOW FERTILITY Piracy/ Armed Robbery

(Sumber: Reports on Acts of Piracy And Armed Robbery Against Ships Annual Report

2006, International Maritime Organization, 10 April 2008)

Lalu pada tahun 2008, jumlah pembajakan bersenjata/armed

robbery berkurang drastis menjadi hanya dua pembajakan bersenjata/

armed robbery yang terjadi pada kuartal pertama.( lihat tabel 3)

Tabel 3. Perompakan & Pembajakan di Selat Malaka Tahun 2008

(Versi International Maritime Organization)

No. Waktu Nama Kapal Jenis

1 10/01/2008 LION CITY RIVER Piracy/ Armed Robbery

2 10/02/2008 KASAGISAN Piracy/ Armed Robbery

(Sumber: Reports on Acts of Piracy And Armed Robbery Against Ships Annual Report

2006, International Maritime Organization, 19 Maret 2009)

Page 42: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

29

Tercatatat beberap contoh kasus pembajakan yang terjadi di

perairan Selat Malaka. Kasus pembajakan 2 kapal milik Jepang yaitu Ten

Yu tahun 1998 dan Alondara Rainbow tahun 1999. Kapal Ten Yu milik

perusahaan Jepang Masumoto bersama 15 awak kapalnya meninggalkan

Kuala Tanjung (Indonesia) pada bulan September 1998 menuju Inchon

Korea dengan membawa sebanyak 3000 ton batang alumunium. Kapal ini

ternyata telah dibajak di perjalanan dan baru ditemukan 3 bulan kemudian

di sungai Yangtse di Cina, tetapi catnya sudah diganti berserta awak

kapalnya. Adapun kapal Rainbow milik perusahaan Imura Lines, yang

juga membawa 7000 ton batang alumuniumdari Kuala Tannjung pada

tanggal 22 Oktober 1999 menuju Fukuoka Jepang. Dua setengah jam

setelah berlayar mereka dibajak pada waktu malam hari oleh para

pembajak yang memnggunakan Speed boat, senjata dan pedang. Kedua

kapal jepang ini dibajak di perairan Asia Tenggara.48

Pada bulan Juli 2003, sebuah upaya pembajakan terjadi 3 kali

berturut-turut di perairan Selat Malaka terhadap kapal tanker milik

Indonesia yang bermuatan LPG/gas, dan kapal tanker bermuatan minyak.

pembajak menembakkan senjata api, namun berhasil digagalkan. Pada

tanggal 26 Maret 2003, terjadi serangan terhadap kapal bernama Dewi

Madrim milik Indonesia.49

Sebuah kapal yang mengangkut bahan kimia

berukuran kecil, di sebelah timur Propinsi Riau. Sekitar 1 orang perompak

bersenjata api dan pisau menaiki kapal tersebut dan memotong jalur

48

Syamsumar Dam, “Politik Kelautan”, h. 101. 49

http://www.klasifikasiindonesia.com/ajax/info/dataregister3.php?nr=7111, di akses

tanggal 29 juni 2011, pukul 22.00.

Page 43: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

30

komunikasi kapal tersebut, dan mengikat para awak kapal. Para pelaku

tersebut kemudian mengambil alih navigasi kapal dan membawa kapal

dengan kecepatan rendah. Setelah beberapa saat para perompak tersebut

meninggalkan kapal dan membawa uang, peralatan dan barang-barang

milik awak kapal. Pada tanggal 8 April 2003, Kapal Trimanggada (cargo)

milik Indonesia dalam perjalanannya di Selat Malaka diapit oleh 3 buah

kapal motor dan dipaksa untuk segera mematikan mesin. Para pelaku

bersenjata api tersebut kemudian menaiki kapal dan menyandera serta

menculik kapten kapal dan 1 orang ABKnya untuk kemudian meminta

uang tebusan kepada pemilik kapal. Pada tanggal 5 Januari 2004, kapal

Tanker Cherry 201 milik Indonesia diserang dan dibajak oleh orang-orang

bersenjata di Selat Malaka. Para pembajak kemudian menyandera 13 anak

buah-kapal. Setelah 1 bulan melakukan negosiasi, para pembajak

kemudian menembak mati 4 ABK, dan sisanya melompat ke laut.50

Angka-angka kejahatan pembajakan di laut yang dicatat oleh IMB

maupun MIMA cukup besar terutama bagi wilayah Indonesia,

ketidakmampuan mengatasi pembajakan terlihat juga dari contoh kasus di

atas hanya beberapa persen saja yang dapat di gagalkan. Sesungguhnya

negara manapun di dunia tidak menghandaki perompakan dan pembajakan

terus berlangsung.

Akan tetapi, menyangkut tanggung jawab keamanan dan

pengelolaan di Selat Malaka, tidak hanya diberi tugas kepada satu negara

saja, seperti Indonesia. Dalam hal ini, Malaysia dan Singapura harus

50

ICC-IMB, Piracy and Armed Robbery Against Ships Annual Report-2003-dan Report 1

January 2004, http://www.icc-ccs.org/story/2008/05/080524_bajak.shtml, di akses tanggal 17

Maret 2011, pukul 00:10.

Page 44: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

31

bertanggung jawab. Apalagi Malaysia dan Singapura lebih banyak

mengambil keuntungan dan memanfaatkan jasa Selat Malaka untuk

membangun perekonomian.51

Namun, konstelasi Indonesia sebagai negara kepulauan yang

memiliki posisi strategis sebagai jalur komunikasi lalu lintas laut (Sea Line

of Communication/SLOC) dunia, menyebabkan seringnya pembajakan

terjadi di perairan Indonesia. Padatnya arus lalu lintas pelayaran dan

sempitnya alur pelayaran yang harus dilalui merupakan faktor utama

timbulnya keinginan para perompak melakukan aksinya.52

Secara geografis wilayah perairan Selat Malaka merupakan jalur

hubungan perdagangan nasional dan internasional letaknya berbatasan

langsung dengan negara tetangga Malaysia, Singapura, dan Thailand yang

juga merupakan wilayah yang menjadi tanggung jawab dalam bidang

keamanan pangkalan utama TNI AL I/ Belawan. Sehingga para pengguna

laut yang selalu menggunakan perairan ini sebagai salah satu jalur lalu

lintas transportasi angkutan laut yang dirasakan memiliki nilai strategis

dan ekonomis.

Kasus terjadinya pembajakan di perairan Indonesia itu, menurut

KASAL Benart Kent Sondakh, sebenarnya tidaklah tinggi seperti yang

dilaporkan oleh IMB. Menyoroti besar-besaran mengenai kasus

pembajakan yang terjadi di Selat Malaka, sengaja dihembuskan dan

dibesar-besarkan, sehingga menjadi isu internasional. Namun demikian,

KASAL pun mengakui bahwa beberapa kasus perompakan itu memang

51

Republika, “RI, Singapura, dan Malaysia Patroli di Malaka” 21 Juni 2005. 52

Hardiwan, “Permasalahan Pembajakan dan Perompakan di Laut”, Dharma Wiratama,

Majalah Resmi Sekolah Staf dan Komando TNI AL No. DW/114/2002, h. 67.

Page 45: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

32

ditemukan di wilayah perairan Indonesia, dan biasanya bajak laut

beroperasi diperairan atau selat yang sempit saat kapal yang menjadi

sasaran berjalan perlahan, mereka naik kapal sasaran, merampas atau

mengambil secara paksa barang-barang berharga ataupun uang yang ada di

kapal. Setelah itu mereka kabur dengan menggunakan boat dengan

kecepatan tinggi.53

Gangguan keamanan di Selat Malaka yang paling menonjol adalah

perompakan di Laut (sea robbery), yang oleh international Maritime

Bureau (IMB) dikategorikan sebagai pembajakan di laut (piracy), padahal

antara keduanya sangat berbeda baik latar belakang maupun tujuannya.

Perbedaan itu terjadi sebagai akibat tidak proposionalnya manejemen

pelaporan dari kapal ke markas IMB di Kuala Lumpur. Realitasnya di

lapangan, misalnya laporan dari kapal-kapal niaga yang sedang berlayar di

Selat Malaka tidak diverivikasi keakuratanya tetapi langsung

dipublikasikan apa adanya.

Sebagai contoh, kapal yang sedang berlayar dalam kegelapan

malam merasa terancam saat tiba-tiba melihat gerakan perahu yang

melintas dengan cepat dan langsung mengirim sinyal mara bahaya tanpa

melakukan identifikasi yang jelas. Akibatnya sinyal tersebut langsung

didengar atau dicatat oleh IMB. Padahal perahu yang melintas tersebut

belum tentu perompak, tetapi hanya perahu tradisional yang lalu lalang

antar pulau. Dari sinilah awal perbedaan data antara pihak Indonesia dan

Singapura (melalui kerjasama antara TNI AL dan RSN) dengan IMB yang

53

Rajab Ritonga, Kerjasama Keamanan Regional ASEAN, h. 257.

Page 46: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

33

menyamaratakan setiap laporan dari kapal niaga sebagai kejadian

pembajakan di laut.54

Dari berbagai data yang dikumpulkan, para perompak pada

umumnya menggunakan sarana speed boat/kapal dengan kecepatan tinggi,

perahu pancung atau perahu penangkap ikan dengan perlengkapan senjata

api, golok dan masker dan tali berkait untuk naik ke kapal. Kapal yang

menjadi sasaran para perompak pada umumnya adalah kapal dagang,

kapal tanker, dan kapal ikan. Modus oprasi yang digunakan para perompak

pada umunya adalah dengan menempelkan speed boat ke kapal sasaran

kemudian naik ke kapal dengan menggunakan tali. Selanjutnya para

perompak mengadakan penjarahan di atas kapal dan hasil rampasannya di

turunkan ke speed boat. Sedangkan untuk pembajakan modus operasi yang

digunakan adalah dengan mengganti seluruh awak kapal baru yang

dikontrak, mengubah warna kapal dan mengganti nama kapal dengan

menggunakan dokumen palsu.55

Terkait dengan kondisi tersebut TNI AL telah meningkatkan

frekuensi operasi di perairan Selat Malaka dan juga melaksanakan operasi

terpadu dengan negara tetangga Malaysia dan Singapura, sehingga

diharapkan dapat menekan atau meminimalisasi tindak kejahatan di laut

dengan menindak/ menangkap para pelaku dan memproses sesuai dengan

hukum yang berlaku.

54

Djoko Sumarjono, “Kerawanan di Selat Malaka”, Harian Kompas, 2 Juli 2005. 55

Hardiwan, Permasalahan Pembajakan dan Perompakan di Laut , h. 67-68.

Page 47: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

34

B. Bajak Laut Sebagai Ancaman Keamanan di Selat Malaka

Secara geografis Selat Malaka membentang sepanjang 500 mil laut berada

di semenanjung Malaya dan Pulau Sumatra. Lebar alur masuk di Selat Malaka di

sebelah Utara adalah sekitar 200 mil laut dan berakhir pada ujung sebelah Selatan

yang merupakan wilayah sempit (The narrowest point) yaitu sekitar 8 mil laut.

Selat Malaka bersambungan dengan Selat Singapura yang mempunyai panjang

selat kurang lebih 60 mil laut, lebih jelasnya dapat dilihat gambar 1 Wilayah Selat

Malaka.

Gambar 1. Selat Malaka

Gambar 1. Wilayah Perairan Selat Melaka.

56

Dalam konstelasi geografis Selat Malaka dan Selat Singapura mempunyai

jalur pelayaran yang sempit dan terdapat pulau-pulau kecil yang justru memberi

peluang terjadinya tindak kejahatan di laut. Selat Malaka salah satu dari 13 selat

strategis di dunia yang menghubungkan Asia dan Pasifik, serta Amerika dan

Afrika. Adapun selat yang strategis lainya adalah Selat Babel Mandap yang

56

Solvay Gerke, “Perkembangan Selat Malaka”, Malaysia: CenPRIS, USM (Universiti

sains Malaysia), 2009.

Page 48: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

35

menghubungkan Laut Merah dan Laut Arabia, Selat Bosporus yang

menghubungkan Laut Hitam dan Laut Marmara sampai Terusan Suez di Mesir

dan Terusan Panama.

Untuk kawasan perairan Asia Pasifik lintasan SLOC yang terdapat di Selat

Malaka, dimana dilewati oleh 72% kapal tanker yang melintas dari Samudra

Hindia ke Pasifik.57

Sebagai selat yang digunakan untuk pelayaran internasional

maka keamanan alur dan keselamanatan kapal-kapal yang melintas di selat ini

merupakan merupakan tanggung jawab negara pantai. Jaminan keamanan ini

sangat penting mengingat faktor keamanan dapat menjadi isu yang krusial bagi

kehidupan masyarakat internasional. Sebagai tiga negara yang secara trilateral

bertanggung jawab untuk menjamin keamanan kapal-kapal yang melintasi Selat

Malaka, maka Indonesia, Malaysia dan juga Singapura harus memiliki komitmen

yang kuat dan landasan kerja sama yang jelas serta akurat. Hal ini tampaknya

belum dirasakan adanya jaminan keamanan pelayaran yang terkontrol,

sebagaimana desakan negara-negara pengguna Selat Malaka.58

Perlu dipahami bahwa keamanan Selat Malaka sesungguhnya bukan

terletak pada patroli keamanan semata namun mengandung pengertian bahwa

Selat Malaka harus bebas dari ancaman maupun gangguan terhadap aktifitas

pemanfaatannya. Oleh karena itu beberapa syarat yang harus dipenuhi sehingga

Selat Malaka bebas dari proses sekuritisasi atau internasionalisasi, adalah:59

a. Selat Malaka bebas dari ancaman kekerasan yang menggunakan kekuatan

bersenjata terorganisir, serta yang memiliki kemampuan mengganggu dan

57

Edhi Nuswantoro, ”Pengelolaan Keamanan Selat Malaka”, h. 21-23. 58

Djoko Sumaryono, “Kerawanan di Selat Malaka”, diakses dari

http://www.unisosdem.org/ kliping_detail.php?aid=4285&coid=1&caid=45, pada tanggal 28

Oktober 2010, pukul 23:15. 59

Edhi Nuswantoro, ”Pengelolaan Keamanan Selat Malaka”, h. 23.

Page 49: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

36

membahayakan personel atau negara. Ancaman tersebut dapat berupa

pembajakan, sabotase obyek vital, peranjauan, hingga aksi terror

bersenjata.

b. Selat Malaka bebas ancaman navigasi yang ditimbulkan oleh kondisi

geografi dan hidrografi serta kurang memadainya sarana seperti menara

suar, system radar dan lain-lain, sehingga dapat membahayakan

keselamatan pelayaran.

c. Selat Malaka bebas ancaman kerusakan lingkungan dan sumberdaya laut,

yakni pencemaran dan perusakan ekosistem laut. Eksploitasi yang

berlebihan serta konflik pengelolaan sumber daya laut. Fakta menunjukan

bahwa konflik pengelolaan sumber daya (jalur selat) memiliki

kecendrungan mudah dipolitisasi dan selanjutnya akan diikuti dengan

penggelaran kekuatan militer.

d. Selat Malaka bebas dari pelanggaran hukum yautu pelanggaran hukum

nasional dan internasional, seperti illegal fishing, illegal logging, illegal

migrant, penyeludupan dan lain-lain.

Bertitik tolak dari presepsi tersebut sangatlah jelas bahwa keamanan Selat

Malaka memiliki lingkup yang cukup luas, sehingga memerlukan organisasi,

manejemen, serta sarana dan prasarana yang memadai. Dalam hal ini penulis

menekankan pada masalah bajak laut di Selat Malaka yang sangat mengancam

keamanan bagi tiga negara pantai Selat Malaka dan pengguna perairan Selat

Malaka tersebut.

Selanjutnya dalam forum The 2nd

Asean Annual Senior Officials Meeting

on Transnasional Crime yang diselenggarakan pada tanggal 17 Mei 2002 di

Page 50: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

37

Kuala Lumpur, Malaysia dengan topic “Work Proggrame to Implement the

ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crime”, diperoleh kesepakatan

sebanyak delapan jenis tindak kejahatan lintas negara (transnational crimes),

yaitu:

1. Perdagangan gelap narkotika (Drug’s Trafiking)

2. Perdagangan Manusia (Human Trafiking)

3. Pembajakan di Laut (Sea-Piracy)

4. Penyeludupan Senjata (Arms Smuggling)

5. Pencucian Uang (Money Laundring)

6. Terorisme (Terorism)

7. Kejahatan Ekonomi Internasional (International Economic Crime)

8. kejahatan Dunia Maya (Cyber Crime)60

Kesepakatan tersebut pada dasarnya tidak hanya berlaku secara regional,

namun sudah menjadi komitmen masyarakat internasional untuk melawan

kejahatan lintas negara yang terorganisir dan memiliki jaringan global.

Menurut James Laki, transnational crime adalah keseluruhan bentuk

kejahatan domestic yang terjadi di perbatasan internasional dalam satu negara atau

lebih dan mendapatkan fokus perhatian masyarakat internasional.61

Laki

menambahkan bahwa Faktor social dan ekonomi serta struktur yang lemah dari

negara adalah penyebab terjadinya kejahatan transnasional.62

Ini seperti yang

terjadi pada Selat Malaka terhadap bajak laut, maka sangat penting dilakukan

60

www.kemlu.go.id/Documents/ASP%202010.pdf, diakses 28 Oktober 2010, Pukul:

20:00. 61

James Laki, “Non-Traditional Security Issues:Securitisation of Transnational Crime in

Asia”, Singapore: Research Paper nanyang Tecnological University, 2005. 62

James Laki, “Securitization of Transnational Crime”, Singapore: laporan Workshop

Institute of Defence and Strategic studies (IDSS), 2005.

Page 51: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

38

pengkajian terhadap aplikasi konsep keamanan maupun mekanisme kontrol di

lapangan. Hal ini merupakan pintu masuk untuk meneliti apakah konsep

kerjasama keamanan Selat Malaka dapat mengatasi masalah bajak laut serta

mampu menguraikan keinginan-keinginan kolektif yang bersifat sekuritisasi

trilateral antara tiga negara pantai Selat Malaka.

C. Faktor-faktor yang mendorong meningkatnya bajak laut

Bajak laut tidak serta merta timbul suatu komunitas, meskipun beberapa

kebudayaan tertentu menerima bajak laut. Ada beberapa faktor yang berpengaruh

terhadap kasus bajak laut di suatu komunitas terdiri dari faktor geografis, faktor

sosial ekonomi, dan faktor politik.

C.1. Faktor Geografis

Perairan Asia Tenggara merupakan struktur kelautan yang paling

rumit di dunia. Hampir semua tipe topografis terdapat pada perairan ini.

Seperti landas kontenen yang dangkal, laut dalam, lereng benua, palung

dan pulau karang. Pulau ini mencapai 8.940.000 kilometer persegi, atau

2,5 persen dari lautan di dunia, meliputi Selat Malaka, Selat Singapura,

dan Selat Philip, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Laut Flores, Laut Banda,

Laut Arafuru, Laut Timor, Laut Sulawesi, Laut Sulu, dan Laut Pilipina.

Dan secara umumnya Selat Malaka mempunyai alur yang sangan sempit.

Dan juga merupakan jalan pintas bagi kapal-kapal untuk mempercepat

waktu tempuh dan tidak harus melewati jalur memutar.63

Sehingga tercatat

63

Edhi Nuswantoro, ”Pengelolaan Keamanan Selat Malaka”, h 2-3.

Page 52: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

39

bahwa bahwa perairan Asia Tenggara merupakan perairan yang cukup

sibuk.

Perairan Asia Tenggara yang cukup luas dan beragam itu, namun

terdapat perairan yang paling sibuk di dalamnya, adalah perairan di

sebelah barat, yaitu Selat Malaka, Selat Philips, Laut Cina Selatan, dan

laut Jawa. Selat Malaka dan Selat Philips sebenarnya bukan merupakan

jalur yang ideal bagi lalu lintas kapal dan tanker secara topografis.64

Sebab, kedua selat lebarnya beragam dari 126 mil sampai 24 mil saja.

Selain itu selat-selat ini juga memiliki beberapa titik yang sangat dangkal.

Survey yang dilakukan pada tahun 1969 di Selat Malaka menunjukan ada

21 titik dangkal sepanjang selat.65

Akibatnya masih banyak kapal dan tanker yang mempergunakan

Selat Malaka dan hanya kapal dan tanker yang mempunyai bobot yang

berat melewati Selat Lombok. Kapal dan tanker yang melewati Selat

Malaka terpaksa memperlambat laju sampai dengan kecepatan 10 knot.

Pada saat ini lah kapal-pakal dan tanker rawan terhadap para bajak laut.

Lambatnya kapal memudahkan perahu atau kapal bajak laut mengejar dan

menghampiri korbannya. Apa lagi kebanyakan bajak laut menggunakan

speed boat untuk menjalankan oprasinya.66

Selain itu bajak laut juga diuntungkan oleh adanya pulau-pulau

yang tersebar di perairan Asia Tenggara, mereka menggunakan pulau-

64

Moehtar Kusuma Atmadja, Bunga Rampai Hukum Laut, Bandung, Binacipta, 1978, h.

234. 65

Kirdi Dipoyudo, Persoalan di Sekitar Selat Malaka, Jakarta: Analisa CSIS, Tahun IV

1975. 66

Graham Gerard Ong-Webb, Piracy, Maritime Terrorims and Securing the Malacca

Straits, h. 168.

Page 53: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

40

pulau tersebut untuk bersembunyi. Baik sebelum mereka berangkat

maupun sesudah melakukan pembajakan. Keadaan geografis seperti ini

menyulitkan patroli untuk mencari keberadaan mereka.

C.2. Faktor Ekonomi

Negara-negara pendiri ASEAN, kecuali Filipina sempat menikmati

pertumbuhan yang bagus pada dekade 70-an dan 80-an. Pada tahun 1991-

1996, pertumbuhan perekonomian Asia Tenggara sangat pesat, yang

kemudian memunculkan julukan, “keajaiban ekonomi Asia" moderenisasi

dan pembangunan yang dilakukan oleh Negara-negara Asia Tenggara juga

memiliki potensi untuk menimbulkan sejumlah tindak kejahatan atau

kriminalitas. Vagg berpendapat bahwa pembangunan di negara-negara

berkembang menyimpan kerawanan yang terkait dengan masalah

kriminalitas. Pembangunan yang berlangsung merupakan periode transisis

dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat moderen.67

Eric Frecon menyebutkan bahwa faktor ekonomi juga merupakan

salah satu faktor yang menyebabkan bajak laut tumbuh di perairan Selat

Malaka, menurutnya aksi kejahatan terjadi akibat meningkatnya kebutuhan

ekonomi di kepulauan Riau dan sekitarnya maka persoalan keamanan di

Selat Malaka sesungguhnya bermotif ekonomi.68

Pandangan Frecon ini mewakili sejarah bajak laut di Selat Malaka.

Sejak abad ke-16, jalur lintasan Selat Malaka telah dikenal oleh bangsa-

bangsa Eropa barat yang mencari rempah-rempah. Di lintasan ini juga

67

Jhon Bradford, “Shifting the Tdes Against Piracy in Southeast Asian Waters”, Asian

Survey, Vol.XLVIII,No.3, May/June 2008. h. 479. 68

Eric Frecon, “Piracy and Armed Robbery at Sea Long the Malacca Straits: Initial

Impressions from Fiedwork in Riau Island”. Singapore: ISEAS, 2006. h. 69.

Page 54: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

41

sebelumnya berdiri kerajaan Sriwijaya dan kemudian kerajaan Malaka.

Saat itu, aksi bajak laut terutama berasal dari orang-orang Bugis dan

Makasar yang melakukan penyerangan terhadap kapal-kapal dagang yang

melewati perairan tersebut.69

Jadi, pembajakan yang terjadi di perairan Selat Malaka pemicu

utamanya adalah masalah ekonomi akibat banyaknya pengangguran.

Sebab, Selat Malaka sekarang ini merupakan jalur SLOC yaitu jalur

perdagangan dunia. Setiap harinya rata-rata 200 kapal berbagai tipe dan

lebih dari 25% perdagangan dunia dengan menggunakan kapal tanker

minyak dan LNG melintas di Selat Malaka. Hal inilah yang memicu

terjadinya pembajakan atau kapal-kapal tersebut menjadi sasaran bagi para

pembajak laut, karena Kapal-kapal tersebut membawa barang yang mudah

untuk di jual kembali.

C.3. Faktor Politik

Kapasitas negara yang menjadi fokus adalah kemampuan negara

dalam menjamin keamanan wilayah lautnya. Seperti, kemampuan negara

untuk menyelenggarakan pengawasan terhadap kawasan laut sangat

terbatas. Batasan itu disebabkan oleh kurangnya sumber daya manusia,

finansial dan material.

Secara tradisional bajak laut diatasi oleh kekuatan bersenjata, yaitu

dengan angkatan laut. Keberhasilan negara-negara kolonial dalam

menekan jumlah kasus bajak laut dengan mengerahkan kekuatan angkatan

69

Bernard Dorleans, “Sejarah Orang Indonesia dan Orang Prancis dari awal Abad XX”,

Jakarta: KPG, 2006.

Page 55: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

42

bersenjata untuk mengatasi para bajak laut tersebut. Namun, bersama

dengan persoalan migrasi illegal, dan penyeludupan obat-obatan terlarang,

persoalan bajak laut diserahkan oleh agensi seperti polisi air dan patroli

pantai. Sementara itu, armada angkatan laut di Asia Tenggara kebanyakan

terdiri dari kapal-kapal lama. Hanya Singapura yang berencana untuk

mengembangkan angkatan lautnya dengan perlengkapan dan teknologi

baru. Indonesia di masa pemerintahan Abdurahman Wahid menjadikan

angkatan laut sebagai prioritas pertahanan keamanan. Rencananya adalah

penambahan jumlah personel dan armada dalam lima tahun kedepan.

Namun, sebenarnya pembaharuan Angkatan Laut/AL yang dilakukan oleh

Abdurrahman Wahid tersebut antara lain disebabkan oleh sedikitnya

inventaris AL yang bisa beroprasi secara baik hanya 25% saja.70

Pada dasarnya peran AL di negara-negara ASEAN adalah lebih

kepada kepemilikan armada tempur, dan juga dalam menghadapi

peperangan. Sedangkan untuk kemampuan patroli dan pengawasan pantai

kurang mencukupi apabila dengan perairan yang harus dijaga. Namun,

secara universal TNI AL mengemban tiga peran penting yaitu peran

militer, peran polisionil dan peran diplomasi yang dilandasi oleh

kenyataan laut bahwa laut merupakan wahana kegiatan angkatan

bersenjata.71

Lemahnya koordinasi antara negara pantai Selat Malaka dan

minimnya fasilitas patroli untuk menjangkau luas Selat malaka menjadi

kendala dan juga dapat menciptakan pertumbuhan bajak laut di kawasan

70

Ibid, h. 180. 71

Ken booth, “Law, Force & Diplomacy at sea”, London: George Allen & Unwin Ltd,

1985, h. 45.

Page 56: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

43

perairan Selat Malaka. Sehingga terjadi peningkatan yang signifikan pada

kasus bajak laut pada akhir tahun 1990-an membuat para pembuat

kebijakan mulai mempertimbangkan suatu penanganan khusus. Sebab,

selain kasus bajak laut yang muncul pada akhir tahun 1990-an muncul

persoalan keamanan baru, terutama yang di sebabkan oleh aktifitas pelaku

kejahatan transnasional. Oleh karena itu, tiga negara pantai Indonesia,

Malaysia, dan Singapura untuk membentuk patroli terkoordinasi yang

terpadu untuk mengatasi masalah bajak laut di perairan Selat Malaka.

Page 57: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

44

BAB III

PATROLI TERKOORDINASI INDONESIA, MALAYSIA DAN

SINGAPURA SEBAGAI UPAYA MENJAGA KEAMANAN DI PERAIRAN

SELAT MALAKA

Hakikat pertahanan negara adalah segala upaya pertahanan bersifat general

dengan mengikutsertakan seluruh warga negara, pemanfaatan seluruh sumber

daya nasional, dan seluruh wilayah negara. Pertahanan negara bertujuan untuk

menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara kesatuan

RI, serta keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman. Dengan

demikian usaha menyelenggarakan pertahanan negara harus mengacu pada

hakikat dan tujuan tersebut.72

Mengembang potensi nasional menjadi kekuatan pertahanan dan

keamanan negara di bidang maritim, Binpotnaskuatmar (Pembinaan Potensi

Nasional Kekuatan Maritim), merupakan upaya dalam rangka membina dan

mengambangkan kondisi segenap potensi nasional yang mempunyai kaitan atau

pengaruh di bidang maritim, yang meliputi sumber daya manusia, sumber daya

alam dan sumber daya buatan termasuk sarana dan prasarananya agar mampu

melaksanakan tugas pertahanan dan keamanan di bidang maritim. Jadi, tujuan

akhirnya dari Binpotnaskuatmar adalah tumbuhnya kemampuan dan daya tangkal

negara dan bangsa guna menanggulangi setiap bentuk ancaman, khususnya

dibidang maritim.73

72

Estu Raharjo,”Dengan Dicabutnya Undang-Undang No.20 Tahun 1982 Apa Tugas TNI

AL Sekarang ini”, Majalah TNI AL Cakrawala, No.380 Tahun 2004, h. 65. 73

Ibid, h. 66.

Page 58: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

45

Seperti keamanan yang mengancam Selat Malaka dengan adanya bajak

laut, itu termasuk tanggung jawab negara kesatuan Indonesia dan tentunya

Malaysia dan Singapura juga bertanggung jawab dalam masalah keamanan di

Selat Malaka. Selat Malaka merupaka selat yang digunakan sebagai jalur

tranportasi internasional. Sebagai jalur yang sibuk tentunya diperlukan kerjasama

untuk mengatur lalulintas dan juga pengamanan di Selat Malaka. Sebelum adanya

kerjasama, banyak yang terjadi di perairan selat tersebut karena tidak adanya

pengaturan dan pengamanan yang jelas, hingga banyak terjadinya kecelakaan

lalulintas dan juga tindak kriminalkitas seperti pembajakan di perairan tersebut,

mewarnai sekian banyak peristiwa di selat tersebut. Kesadaran akan pentingnya

menciptakan keamanan dan ketertiban di Selat Malaka oleh tiga negara di

sekitarnya mendorong terciptanya suatu kerjasama.

A. Persepsi Tentang Kerjasama Keamanan di Selat Malaka

Isu Selat Malaka senantiasa memperoleh perhatian dunia kerena fungsinya

yang sangat vital dan penting dalam percaturan politik, ekonomi dan keamanan

internasional. Keamanan selat ini semakain penting dimana berbagai negara

menggunakan jalur pelayaran internasional untuk mengangkut bahan mentah yang

kemudian diolah di negaranya. Gangguan keamanan yang sering terjadi adalah

pembajakan (Piracy). Pada beberapa kasus para bajak laut tidak hanya membajak

muatan kapal, bahkan terkadang mencuri kapalnya dan meninggalkan kapal

begitu saja dan meninggalkan awak kapal di tengah laut, atau sering kali

menjadikan awak kapal sebagai Sandra kemudian para perompak tersebut

meminta tebusan.

Page 59: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

46

Indonesia, Malaysia dan Singapura yang merupakan negara yang berada

tepat di sepanjang Selat Malaka, memiliki tanggung jawab untuk memelihara

keselamatan dan keamanan pelayaran internasional tersebut. Konvensi hukum laut

1982 mengatur bahwa keamanan laut merupakan tanggung jawab negara pantai

yang memiliki wilayah tersebut.

Menyadari pentingnya keamanan laut, perlu kiranya menyamakan persepsi

mengenai keamanan laut diantara tiga negara selat ini, karena tanpa disadari

adanya perbedaan-perbedaan kepentingan nasional tiap negara dapat menggiring

ke dalam suatu polemik berkepanjangan yang berdampak negatif hal ini juga akan

menyababkan terhambatnya upaya membangun keadaan yang aman damai bagi

negara tepi selat dan negara pengguna Selat Malaka. Pada dasarnya tujuan suatu

negara melakukan hubungan internasional adalah untuk memenuhi kepentingan

nasional di dalam negerinya.74

Dalam masalah ini ketiga negara tepi harus

memperjuangkan kepentingan nasionalnya di Selat Malaka, sebagai negara yang

mempunyai hak dan tanggung jawab di wilayah perairan yang strategis ini.

Untuk menghindari terjadinya kegagalan dan konflik di dalam kerjasama

keamanan di Selat Malaka ini. Diperlukan pengertian keamanan laut75

itu sendiri,

adalah laut bisa dikendalikan dan aman digunakan oleh pengguna untuk bebas

dari ancaman atau gangguan terhadap aktivitas pemanfaatan laut dari keamanan

laut bukan hanya penegakan hukun di laut saja. Persepsi Indonesia mengenai

keamanan laut antara lain:76

74

Syamsumar Dam dan Riswandi, Kerjasama ASEAN, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995, h.

15. 75

Slamet Soebijanto, Coordinate Patrol ; One of The Ways to Secure of Malacca Straits,

dibawakan dalam seminar ASEAN Regional Forum Confidence Building Measures, Singapore:

Regional Cooperation in Maritime Security, 2-4 Maret 2005, h.56. 76

Ibid, h. 58.

Page 60: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

47

1. Laut bebas dari ancaman kekerasan, yaitu ancaman dengan

mengunakan kekuatan bersenjata yang terorganisir dan memiliki

kemampuan untuk menggangu dan membahayakan personil atau

negara. Ancaman tersebut dapat berupa pembajakan, sabotase objek

vital maupun aksi terror bersenjata.

2. Laut bebas dari ancaman navigasi, yaitu ancaman yang di timbulkan

oleh kondisi geografi dan hidrografi serta kurang memadainya sarana

bantu navigasi seperti suar, buoy dan lain-lain, sehingga dapat

membahayakan keselamatan pelayaran.

3. Laut bebas dari ancaman terhadap sumberdaya laut berupa pencemaran

dan perusakan ekosistem laut serta eksploitasi yang berlebihan.

4. Laut bebas dari pelanggaran hukum, baik hukum nasional maupun

internasional seperti illegal fishing, illegal logging, illegal immigrant,

smuggling dan lain-lain.

Atas dasar persepsi Indonesia di atas, maka semakin jelas keamanan laut

memiliki ruang lingkup yang luas. Hal ini juga menjadi dasar menyamakan

persepsi bagi tiga negara tepi dalam melakukan kerjasama keamanan di Selat

Malaka. Suatu konsesus regional telah dibangun atas tiga prinsip berikut: pertama,

bahwa tanggung jawab utama atas keamanan dan keselamatan jalur laut seperti

Selat Malaka, berada di tangan negara-negara perairan, kedua beranekaragamnya

pihak yang berkepentingan dan rumitnya tugas yang menjadi beban maka ada

peran untuk seluruh pihak, apakah itu negara-negara yang berkepentingan,

organisasi internasional seperti International Maritime Organization (IMO),

masyarakat perkapalan, dan juga perusahaan-perusahaan multi nasional, ketiga,

Page 61: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

48

setelah kita menjabarkan cara yang baik untuk melakukan kerjasama dibidang

yang baru ini, kita harus terus berkonsultasi sesuai dengan hukum internasional. 77

B. Kerjasama Penanganan Laut Indonesia, Malaysia dan Singapura

Kerjasama trilateral antara Indonesia, Malaysia dan Singapura merupakan

bentuk kerjasama pengamanan laut sebagai upaya pengamanan di sepanjang

perairan Selat Malaka. Kerjasama yang ditandatangani pada 20 Juli 2004 ini

merupakan kerjasama untuk melakukan partroli terkoordinasi di antara tiga negara

kerjasama koordinasi ini bukan merupakan bentuk kerjasama patroli bersama

tetapi merupakan patroli terkoordinasi yang dilaksanakan sepanjang tahun dengan

melibatkan angkatan laut dari tiga negara.

Kerjasama ini merupakan peningkatan yang dilakukan oleh negara untuk

berkoordinasi dalam menangani keamanan di Selat Malaka kerena sebelum

terjadinya kerjasama ini, masing-masing negara melakukan kerjasama secara

bilateral saja. Kerjasama bilateral yang dilakukan oleh masing-masing negara di

Selat Malaka yaitu patkor Indonesia dengan Malaysia, patkor Indonesia dengan

Singapura dan juga patkor Singapura dengan Malaysia.

Kerjasama ini merupakan suatu bentuk upaya meningkatkan kualitas

pengamanan di Selat Malaka yang diharapkan dapat meningkatkan rasa aman bagi

siapa saja yang melintasinya. Bagi Indonesia, Malaysia dan Singapura, jelas

kerjasama ini diharapkan dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan pada

kerjasama sebelumnya. Kerjasama sebelum ini di nilai sama sekali tidak dapat

membuat angka kejahatan di perairan ini menurun. Bahkan sebelum kerjasama

77

Isu maritim: Fokus ASEAN Regional Forum 2005, http://rsi.com.sg/indonesian

/fokusasia/view/20050303211500/I/htm. Di akses Tanggal 05 Januari 2011, pukul 00:30.

Page 62: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

49

trilateral Indonesia, Malaysia dan Singapura ini dibentuk, angka tindak kejahatan

di selat ini mencapai angka yang sangat menghawatirkan. Kerjasama trilateral

Indonesia, Malaysia dan Singapura merupakan patroli terkoordinasi baru untuk

mengamankan Selat Malaka. Dengan melibatkan tiga negara sekaligus. Ketiga

negara tersebut tentu sangat berharap dengan kerjasama ini, keamanan di selat

tersibuk di Asia Tenggara ini dapat menjadi kenyataan.78

Seperti diketahui, Selat Malaka menjadi sorotan dunia internasional.

Banyak negara di dunia yang bergantung pada selat ini, karena pasokan komoditi

mereka di pasok lewat selat ini. Apabila lalulintas terganggu maka akan berakibat

fatal bagi negara-negara yang bersangkutan. Selat Malaka telah menjadi sebuah

masalah yang rumit littoral states dikarenakan selat tersebut terkenal aksi dengan

aksi pembajakan. Hal ini menyebabkan negara-negara di sekitar selat mendapat

kritikan dari berbagai pihak. Oleh kerena itu, dijalin kerjasama diantara negara

pantai Selat Malaka, oleh karena itu, maka terciptanya patroli terkoordinasi antara

tiga negara pantai Selat Malaka.

B.1. Patroli Terkoordinasi di Selat Malaka

Pada tahun 1992, Singapura dan Indonesia sepakat untuk

mendirikan jalur komunikasi langsung antara angkatan laut kedua negara

dan sepakat untuk menyelenggarakan patroli terkoordinasi untuk

mengamankan jalur pelayaran Selat Singapura dari tindak pembajakan

termasuk persyaratan untuk melakukan pengejaran yang terkoordinasi

melewati batas territorial. Juga di tahun 1992, Indonesia dan Malaysia,

78

Ida Bagus Sanubari, “Meningkatkan Pengamanan Selat Malaka Guna Memcegah

Internasionalisasi Asing Dalam Rangka Menjaga Kedaulatan NKRI”, Kertas karya perorangan,

Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, 2005, h. 52.

Page 63: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

50

melalui mekanisme untuk kerjasama dalam bidang maritime (yang telah

meliputi kerjasama Angkatan Laut dan Kepolisian untuk melaksanakan

latihan dan oprasi di Selat Malaka, serta prosedur tetap pertemuan di laut

untuk pertukaran informasi), di sepakati pada bulan Desember 1992 untuk

membentuk suatu tim kerjasama oprasi maritim untuk melakukan patroli

terkoordinasi sepanjang pesisir Selat Malaka.79

Dengan kerjasama bilateral antara dua negara ini seperti Indonesia

dengan Singapura ataupun Indonesia dengan Malaysia, diharapkan

kerjasama bilateral ini dapat menciptakan situasi yang aman dan terkendali

di Selat Malaka maupun di Selat Singapura. Dimulai dengan latihan

bersama angkatan laut kedua negara Indonesia dengan singapura di Selat

Singapura, dengan tujuan utama yaitu mengamankan Selat Singapura dari

para bajak laut.

Patroli terkoordinasi antara Indonesia dengan Singapura (patkor

indosin) merupakan sandi yang diberikan untuk The Indo-Sin Coordinate

Patrol atau patroli terkoordinasi Indonesia-Singapura yang dilaksanakan

oleh Republic of Singapore Navy dengan TNI AL sejak tahun 1992 untuk

mencegah dan memberantas berbagai tindak kejahatan di laut seperti

pembajakan, penyeludupan senjata dan lalu lintas perdagangan obat bius

untuk mendukung integritas dan kedaulatan nasional bagi kedua negara

yakni Indonesia dan Singapura.80

KASAL Laksamana TNI Bernatd Kent Sondakh menegaskan,

bahwa masalah keamanan perairan Selat Malaka adalah tanggung jawab

79

Sam Bateman & Stephen Bates, Calming the Waters Initiatives For Asia Pacific

Maritime h. 52. 80

Majalah Cakrawala, “Berita Koarmabar”, no. 373 Tahun 2002, h. 58.

Page 64: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

51

tiga negara pantai, yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura. Kerjasama

pengaman diwilayah ini sudah sejak lama dilakukan oleh tiga negara

pantai tersebut dalam bentuk patroli terkoordinasi/Coordinated Patrol

Malindo antara Malaysia dan Indonesia, patkor indosin antara Indonesia

dan Singapura.

Untuk itu perlu adanya kerjasama multilateral dalam keamanan

laut. Kerjasama ini tidak berarti negara pengguna mengirim kekuatan

militernya untuk melakukan pengamanan bersama dengan negara pemilik

laut, namun dalam bentuk pertukaran informasi intelejen, latihan bersama,

melengkapi sarana tanda-tanda navigasi, bantuan pengembangan

kemampuan yang menyangkut sarana dan prasrana maupun manajemen

oprasional, bantuan pengerukan, bantuan eksplolasi dan eksploitasi

sumber daya laut, serta bantuan pencegahan, peniadaan pencemaran,

perusakan lingkungan dan ekosistim laut.81

Dengan tidak menurunkan angkatan militer negara pengguna selat

ke Selat Malaka untuk mengamankan Selat Malaka. Hal ini lebih

menghormati kedaulatan negara pantai Selat Malaka. Karena kehadiran

militer negara pengguna seperti AS atau Jepang akan secara otomatis

mengganggu kedaulatan tiga negara pantai yaitu Indonesia, Malaysia dan

Singapura.

Pada tanggal 20 Juli 2004, Singapura, Indonesia dan Malaysia

memulai program kerjasama Trilateral Coordinated Patrol untuk

mengamankan Selat Malaka. Dalam kegiatan pengamanan Selat Malaka

81

Ibid, h. 125.

Page 65: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

52

lewat patroli terkoordinasi itu, dibangun beberapa titik pengawasan (point

control) masing-masing di Belawan dan Batam (Indonesia), Lumut

(Malaysia) dan Changi (Singapura) dan Kerjasama dalam bentuk patroli

terkoordinasi ini di dasari atas dukungan yang kuat dari media setempat

dan tanggapan masyarakat yang positif pada demonstrasi peluncuran

patroli tersebut yang merupakan inisiatif pemerintah yang muncul untuk

melaksanakan kegiatan ini. Hal ini merupakan program multilateral

pertama di kawasan yang tidak melibatkan kehadiran extra-regional

partner. 82

Peluncuran patroli terkoordinasi di Selat Malaka diresmikan pada

tanggal 20 Juli 2004 dalam suatu upacara di perairan Selat Malaka,

dihadiri Panglima TNI Jendral TNI Endriartono Sutartono, Panglima

Tentara Diraja Malaysia Jendral Tan Sri Dato‟Zahidi Zainudin, Kepala

Pertahanan Angkatan Bersenjata Singapura Letjen Ng Yat Chung, Kepala

Staf Angkatan Laut Laksamana Bernart Kent Sondakh, Panglima Tentara

Laut Diraja Malaysia Laksamana Dato‟ Sri Mohd. Anwar bin HJ. Mohd.

Nor dan Kepala Staf Angkatan Laut Singapura Laksamana muda Ronnie

Tay.83

Dengan peresmian patroli terkoordinasi ini tiga negara pantai Selat

Malaka Indonesia, Malaysia, dan Singapura mengharapkan dapat

terciptanya suasana aman dan bebas dari tindak kejahatan di laut. Dengan

hadirnya para petinggi Angkatan Laut tiga negara pantai Selat Malaka saat

82

John Bradford, “Southeast Asian Maritime Security In The Age Of Terror: Threats,

Opportunity, And Charting The Course Forward”, Singapore: Instituteor Defence and Strategic

Studies, April 2005, h. 9. 83

Rajab Ritonga, Biografi Laksamana Bernard Kent Sondakh, h. 147.

Page 66: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

53

upacara peluncuran patroli terkoordinasi dapat mempersatukan misi

keamanan laut di Selat Malaka.

Dengan digelar patroli terkoordinasi sejak tahun 2004 oleh tiga

negara pantai Selat Malaka, terlihat semakin terasah kemampuan

Angkatan Laut ke tiga negara pantai tersebut. Kepala Staf TNI Angkatan

Laut Laksamana Agus Suhartono dalam pertemuan Malacca Strait Sea

Patrol (MSSP) ke-6 di Batam, kepulauan Riau. Agus Suhartono

mengungkapkan bahwa “kerjasama awal patroli terkoordinasi di rintis oleh

tiga negara pantai Indonesia, Malaysia dan Singapura, dan pada tahun

2008 Thailand bergabung dalam MSSP, dan sekarang Brunai, Filipina dan

Vietnam menjadi peninjau.84

Dalam kegiatan patroli terkoordinasi ini, masing-masing Angkatan

laut mengikut sertakan sekitar 5-7 kapal perangnya. Di samping itu, di

siagakan komunikasi hot line selama 24 jam untuk saling tukar informasi

dan laporan, khususnya untuk mempercepat aksi penindakan dari unsur-

unsur patroli apabila terjadi gangguan atau ancaman di perairan Selat

Malaka. Kegiatan patroli terkoordinasi ini tidak semata-mata kerena

adanya laporan IMB, tetapi didorong oleh rasa tanggung jawab tiga negara

pantai sebagian negara yang berdaulat untuk mewujudkan stabilitas

keamanan di Selat Malaka.85

Dengan adanya hot line 24 jam dapat mempermudah Angkatan

Laut tiga negara pantai Selat Malaka dapat saling tukar informasi dan juga

mencegah adanya salah komunikasi yang berakibat fatal. Dengan patroli

84

Laksamana Agung Saputra, “Selat Malaka Hingga Somalia”, Kompas, 22 Juli 2010 85

Rajab Ritonga, Biografi Laksamana Bernard Kent Sondakh, hal. 175, 177.

Page 67: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

54

terkoordinasi ini tidak adanya anggota patroli yang melakukan aktifitasnya

mengganggu kedaulatan negara anggota patroli.

Untuk kerjasama setingkat Asia-Pasifik, justru ASEAN menjadi

pelopor dalam instrumen diplomatik terutama penyelesaian masalah secara

damai melalui Treaty of Amity and Cooperation (TAC).86

Tujuan di

bentuknya TAC adalah untuk mempromosikan perdamaian di kawasan

Asia Tenggara yang selalu mengedepankan kerjasama yang erat dengan

sesama masyarakat ASEAN serta memberikan kontribusi yang kuat,

solidaritas dan persahabatan antara negara.

Disamping TAC, ASEAN Vision 2020 merupakan promosi

keamanan saat ini. Secara simbolik visi ASEAN 2020 adalah sebuah

kesatuan bangsa-bangsa Asia Tenggara yang memiliki pandangan

kedepan, hidup dalam perdamaian, stabilitas dan kemakmuran, terikat

bersama dalam sebuah komunitas yang saling peduli. Visi ASEAN 2020

ini kemudian diwujudkan dalam bentuk sebuah komunitas ASEAN

(ASEAN Community) yang memiliki tiga pilar yaitu Komunitas Keamanan

ASEAN (ASEAN Security Community/ASC), Komunitas Ekonomi

ASEAN (ASEAN Econimic Community/AEC), Komunitas Budaya

ASEAN (ASEAN Socio-Cultular Community/AScC).87

ASC mencerminkan komitmen negara-negara ASEAN untuk

memperkuat dan meningkatkan kerjasama politik-keamanan, dalam hal ini

kerjasama keamanan patroli terkoordinasi. ASC di dasarkan pada prinsip-

86

TAC terbentuk saat terselenggaranya KTT ke-1 ASEAN di Bali, Indonesia, 23-25

Pebruari 1976, yang di sepakati oleh negara-negara ASEAN. 87

“ASEAN Selayang Pandang”, Dirjen Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri RI,

Jakarta, 2007.

Page 68: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

55

prinsip non-interference, pembuatan keputusan berdasarkan consensus,

ketahanan nasional dan regional, penghormatan atas kedaulatan nasional

serta penyelesaian sengketa secara damai.88

Kerjasama keamanan maritime regional tiga negara Indonesia,

Malaysia, Singapura melalui patroli terkoordinasi ini meliputi upaya-

upaya menciptakan keselamatan laut (safety at sea), penegakan hukum dan

ketertiban di laut (law and order at sea). Kerjasama ini, secara eksplisit

terdapat dalam butir A.5 Bali Concord II, sebagai berikut:

“maritime issues and concerns are transboundary in nature, and

therefore shall be addressed regionally in holistic, integrated and

comprehensive manner. Maritime cooperation between and among

ASEAN member countries shall contribute to evolution of the ASEAN

Security Community”.89

Dapat di simpulkan bahwa terselenggaranya patroli terkoordinasi

tiga negara Indonesia, Malaysia, Singapura merujuk dari prinsip-prinsip

ASC yang sekarang telah berubah menjadi APSC (ASEAN Political

Security Community) yang merupakan pilar dari ASEAN Community.

Dalam blueprint dinyatakan bahwa APSC memiliki tiga karakteristik

utama yang berkenaan dengan kerjasama kerjasama tiga negara pantai

Selat Malaka yaitu: (1) A rules-based of shared values and norms; (2) A

cohesive, peaceful, stable, and resilient region with shared responsibility

for comprehensive security; dan (3) A dynamic and outward looking

region in an increasingly integrated and interdependent world.90

88

Ibid. h. 29 89

Lihat Bali Concord II sebagaimana yang dihasilkan dari KTT ASEAN, 9 Oktober 2003

di Bali, dalam buku, “ASEAN Selayang Pandang”, Dirjen Kerjasama ASEAN Departemen Luar

Negeri RI, Jakarta, 2007, h. 178-179. 90

APSC (ASEAN Political Security Community) Blueprint, http://www.asean.org

/22337.pdf, di akses tanggal 5 Juli 2011, pukul 22.44.

Page 69: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

56

Tiga karakteristik yang dimiliki oleh APSC merupakan salah satu

faktor yang menjadi acuan terselenggaranya patroli terkoordinasi tiga

negara pantai Selat Malaka. Lebih spesifik terdapat pada karakteristik

yang ke-dua yaitu: A cohesive, peaceful, stable, and resilient region with

shared responsibility for comprehensive security, yang merupakan

pengembangan aksi ASC dalam bidang keamanan non-tradisional, yaitu

dalam mengatasi masalah issu keamanan non-tradisional dengan

melakukan kerjasama keamanan antara negara anggota ASEAN.

Untuk memperkuat kerja sama dan memperkokoh komitmen

patroli terkoordinasi tiga negara itu dalam mengamankan Selat Malaka,

telah di tandatangani term of Reference (TOR) Joint Coordinating

Committee (JCC) Malacca Straits Patrol (MSP) di Batam pada 21 April

2006. TOR JCC MSP mengatur koordinasi tiga negara dalam melakukan

operasi pengamanan di Selat Malaka, termasuk tukar menukar informasi

intelijen. Selain itu TOR JCC MSP juga menjadi payung hukum bagi

pelaksanaan patroli terkoordinasi di laut dalam kerangka Malsindo

(Malaysia-Singapura-Indonesia) dengan pengamanan melalui udara (eye in

the sky). Pengesahan TOR JCC MSP dan SOP MSP itu dihadiri oleh

Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto, Panglima Angkatan Bersenjata

Malaysia Admiral Tan Sri Dato` Mohd Anwar bin Hj Mohd Noor, serta

Panglima Angkatan Besenjata Singapura Letnan Jenderal Ng Yat Chung.91

Pada dasarnya usaha kerjasama internasional yang bagaimana pun

harus sejalan dengan ketentuan UNCLOS 1982. Selat Malaka dan Selat

91

Laksamana Slamet Soebijanto, “pembahasan standar prosedur operasional (SOP)

pengamanan Selat Malaka”, http://koarmabar.tnial.mil.id/Berita/tabid/62/articleType/

ArticleView/articleId/87.aspx, di akses tanggal 24 Desember 2010, pukul 23:00.

Page 70: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

57

Singapura memenuhi criteria sebagai “selat yang digunakan untuk

pelayaran internasional” menurut ketentuan UNCLOS 1982. Ketentuan-

ketentuan Bab III UNCLOS 1982 adalah hasil kompromi yang telah

dirundingkan secara rinci untuk menciptakan keseimbangan antara

kepentingan negara-negara tepi (coastal/riparian States) dan kepentingan

negara-negara pengguna selat (user states).92

Kerjasama yang dilakukan oleh negara-negara pantai Selat Malaka

harus berdasarkan ketentuan UNCLOS 1982, seperti patroli terkoordinasi

yang di lakukan oleh tiga negara pantai Indonesia, Malaysia, dan

Singapura dalam upaya mengamankan selat tersebut merujuk pada

ketentuan UNCLOS 1982, sehingga apapun yang di putuskan dalam

pertemuan tiga negara membahas patroli terkoordinasi tidak merugikan

satu belah pihak.

Kegiatan patroli terkoordinasi yang melibatkan Angkatan Laut dari

tiga negara pantai Selat Malaka itu, bukanlah merupakan patroli bersama

(Joint Patrol), tetapi merupakan patroli terkoordinasi (Coordinated Patrol)

yang dilaksanakan sepanjang tahun. Kegiatan ini merupakan peningkatan

dari kegiatan sebelumnya, yaitu patroli terkoordinasi bilateral yang

dilaksenakan oleh dua negara. Seperti antara Indonesia dengan Malaysia,

Indonesia dengan Singapura, dan Malaysia dengan Singapura.93

92

Etty R. Agues, “Pengelolaan Keamanan di Selat Malaka Secara Terpadu”, keynote

speech pada “workshop : pertemuan kelompok ahli tentang kebijakan terpadu pengelolaan

keamanan Selat Malaka,” Medan: Badan Pengkajian Dan Pengembangan Kebijakan Kementrian

Luar Negeri, 19-20 juli 2005, h. 3. 93

Alfian Sitompul, “Brunai memahami kebijakan RI terhadap selat malaka”,

http://www.tni.mil.id/index2.php?page=detailindex.html&nw_code=361, diakses tanggal 24

Desember 2010, pukul 18:55

Page 71: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

58

Direncanakan sedikitnya akan ada 15 kapal perang dari ketiga

Angkatan Laut yang tergabung dalam Special Task Force, disamping

setiap negara juga melaksanakan kegiatan patroli rutin. Dalam Special

Task Force ini, menurut KASAL, meskipun trilateral tetapi tidak berarti

kapal-kapal perang dari ketiga negara itu bisa masuk sampai keperairan

wilayah negara lainnya. Coordinated Patrol ini berbeda dengan Joint

Patrol dimana gugus tugasnya bisa masuk kemana saja. “dalam patroli

terkoordinasi ini setiap force berada di wilayah masing-masing, namun

dalam oprasinya kita koordinir dalam suatu Taks Force bersama”

Laksamana TNI Bernart Kent Sondakh menambahkan, bahwa dalam

kondisi tertentu, ketika suatu kapal perang sedang mengejar kapal yang

melanggar, kemudian lari ke wilayah perairan negara tetangga, maka hal

itu bisa diberi tahukan ke Angkatan Laut setempat untuk dilakukan

pengejaran. Dan bila Ankatan Laut setempat kapalnya jauh dari lokasi

pengejaran, maka bisa saja pengejaran oleh kapal perang tersebut

diteruskan sampai ke wilayah perairan negara lain dengan terelebih dahulu

memberikan informasi bahwa kapal perang itu sedang mengejar suatu

target. “inilah yang dinamakan patroli terkoordinasi”.94

Dengan adanya patroli terkoordinasi trirateral ini diharapkan dapat

mempercepat proses laporan dari para korban tindak kejahatan di laut,

dimana sebelumnya permintaan bantuan atau laporan dari korban harus

memakan waktu yang lama. Dengan adanya patroli terkoordinasi yang

memasang jarring komunikasi hotline antara tiga negara selama 24 jam,

94

Rajab Ritonga, Biografi Laksamana Bernard Kent Sondakh, h. 260.

Page 72: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

59

maka proses penerimaan laporan dan aksi dari unit yang sedang berpatroli

akan lebih akurat dan berlangsung cepat.

Perairan Selat Malaka dan Selat Singapura merupakan salah satu

jalur pelayaran yang padat di lalui oleh kapal-kapal niaga maupun kapal

perang asing yang akan menuju Singapura atau Selat Malaka maupun yang

akan memasuki perairan Indonesia. Adanya objek vital dan padatnya jalur

pelayaran yang tersebar di seluruh perairan Selat Malaka dan Selat

Singapura serta perkembangan politik di tanah air tidak menutup

kemungkinan akan dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk melakukan

pelanggaran kedaulatan dan hukum di laut dalam rangka mengganggu

stabilitas keamanan nasional dan regional.95

Dihadapkan dengan keadaan tersebut maka perairan Selat Malaka

dan Selat Singapura merupakan perairan yang strategis dan vital, serta

rawan terhadap timbulnya berbagai bentuk ancaman potensial maupun

faktual. Dan sudah menjadi kewajiban bagi negara pantai sepanjang alur

Selat Malaka dan Singapura untuk mengamankan wilayah tersebut. Oleh

karena itu, perlu diambil langkah-langkah antisipasi sedini mungkin oleh

Indonesia, Malaysia dan Singapura dengan menggelar patroli terkoordinasi

antara angkatan laut Indonesia-Malaysia-Singapura dengan menghadiri

unsur perairan Selat Malaka dan Selat Singapura.96

Ada banyak kemungkinan mekanisme pemicu yang memprakasai

penelitian awal dan keinginan untuk membentuk lembaga atau organisasi

untuk memelihara ketentraman dan membantu perkembangan hubungan

95

Rencana Operasi Malsindo (Malaysia, Singapura, Indonesia)-01/2004, h. 1-2. 96

Ibid, h. 2.

Page 73: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

60

mereka. Salah satunya adalah ancaman keamanan bersama. Perang atau

suatu ancaman bersama adalah kondisi yang cukup atau penting untuk

membangkitkan kepentingan dalam komunitas keamanan. Hasil kerjasama

keamanan mungkin memasukan perincian yang besar dari tindakan

tersebut baik yang dianggap mengancam mupun tidak kebijaksanaan yang

dibentuk untuk mengatasi masalah kegiatan bersama berhungan dengan

kegiatan bersama berhubungan dengan pilihan saling tergantung, dan

membangun rencana keamanan yang diharapkan untuk melayani

kepentingan bersama mereka. Negara-negara sering membangun ikatan

keamanan yang kuat, tidak hanya untuk memberikan pertahanan bersama

dari ancaman bersama, tetapi juga memperdalam lembaga dan pertalian

antar bangsa mengikat negara-negara ini bersama.

Dengan didasari ancaman bersama dalam bidang maritim dalam

bentuk gangguan stabilitas keamanan di wilayah perairan Selat Malaka

yaitu tindak kriminal pembajakan, pemerintah Indonesia, Malaysia dan

Singapura mengeluarkan kebijaksanaan penyelenggaraan patroli

terkoordinasi. Terselenggaranya patroli terkoordinasi ini karena tidak ada

negara Asia tenggara yang membangun kebijakan maritime yang kuat

sepadan dengan dinamika maritim itu sendiri. Kekuatan Angkatan Laut

nasional di pinggiran wilayah hanya terbatas untuk patroli laut dan

kewajiban penegakan hukum di dalam wilayah kewenangannya. Patroli

bersama Angkatan Laut di wilayah belum pernah dilaksanakan kerena

penetapan bersama kegiatan seperti itu masih dianggap tidak lazim.97

97

Sam Bateman & Stephen Bates, Calming the Waters Initiatives For Asia Pacific

Maritime, h. 15.

Page 74: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

61

C. Analisis Masalah Keamanan di Selat Malaka Melalui Patroli

Terkoordinasi

Berbagai permasalahan yang timbul di Selat Malaka kini telah menjadi

perhatian utama, tidak hanya menjadi perhatian dari negara pantainya saja namun

perhatian berdatangan dari negara pengguna Selat Malaka. Berbagai kerjasama

juga telah di bentuk dan dilaksanakan untuk menangani berbagai macam masalah

yang ada di Selat Malaka. Namun dengan demikian negara pantai Selat Malaka

memiliki tanggung jawab yang lebih untuk menjaga perairan Selat Malaka

khususnya dalam perspektif keamanan.

C.1. Keuntungan dari Patroli Terkoordinasi

Keuntungan dari kerjasama keamanan trilateral Indonesia,

Malaysia dan Singapura ini adalah pertama, terbentuknya suatu koordinasi

dan kerjasama antar penegak hukum ke tiga negara di Selat Malaka

sebagai upaya mencegah tindak kriminalitas. Kedua, dapat meningkatkan

perekonomian masing-masing negara. Ketiga, adalah sebagai upaya

pencegahan masuknya kekuatan asing.

Selat Malaka merupakan salah satu jalur transportasi perdagangan

dunia. Sebanyak 50.000 kapal berukuran besar melintasi selat ini setiap

tahunnya. Hal ini menjadikan sebagai peluang untuk melakukan aksi-aksi

kejahatan maritim. Menyadari hal tersebut, negara-negara pantai Selat

Malaka di sekitarnya perlu melakukan kerjasama secara trilateral hal ini

demi terciptanya koordinasi yang baik dilapangan. Kerjasama trilateral

negara pantai melalui patroli terkoordinasi diharapkan dapat

Page 75: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

62

memaksimalkan patroli di perairan yuridiksi masing-masing negara di

Selat Malaka dalam waktu tertentu untuk mengawasi, mengamankan dan

menindak para pelaku pelangaran atau kejahatan di laut untuk menjamin

keamanan di wilayah tiga negara.98

Dalam kerjasama ini, ketiga negara berpatroli di daerah perairan

yuridiksi masing-masing pada sektor-sektor yang telah ditentukan serta

pada waktu dan tempat yang terkoordinasi sehingga menjadi lebih

efektif.99

Sebagai contoh seperti yang telah dijelaskan pada sub bab

sebelumnya, TNI AL memberitahukan kepada pihak Angkatan Laut

Malaysia waktu dan tempat di kawasan Selat Malaka mana mereka akan

melakukan patroli, Malaysia secara otomatis akan melakukan patroli yang

mengalami kekosongan, demikian juga sebaliknya. Patroli terkoordinasi

ini juga melakukan pertukaran informasi. Penindakan terhadap pelaku

tindak kejahatan di perairan Selat Malaka ini juga berdasarkan pada

undang-undang di masing-masing negara. Dan kerjasama ini juga akan

mewajibkan sistem wajib lapor bagi setiap kapal yang akan memasuki

perairan Selat Malaka pada titik koordinat tertentu.100

Kerjasama ini melibatkan tiga negara pantai Selat Malaka

sekaligus dimana sebelumnya kerjasama yang dijalin hanya sebatas

hubungan bilateral saja. Hal ini tentu akan sangat memudahkan petugas di

lapangan tentunya Angkatan Laut tiga negara pantai tersebut untuk dapat

98

Nugroho F Yudho, ”Bertindak Lebih Tegas”, http://www.tokoh-indonesia.com/

ensiklopedi/b/bernard-sondakh/index.shtml, diakses tanggal 29 Desember 2010, Pukul 19:00 99

Aslizar Tandung, “TNI Intensifkan Cegah Senjata Bagi Teroris”,

http://www.dephan.go.id/ modules.php?name=News&file=article&sid=9158, diakses tanggal 30

Desember 2010, Pukul 21:00. 100

Agus Susilo, “Implementasi Wawasan Nusantara Guna Memajukan Sistem

Pengendalian Informasi Selat Malaka Dalam Rangka Ketahanan Nasional”, Jakarta: Lembaga

Ketahanan Nasional RI, 2010, h.71-72.

Page 76: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

63

melakukan pertukaran informasi secara cepat dan dapat segera langsung

mengambil tindakan.

Dengan semakin baiknya perairan di Selat Malaka maka secara

tidak langsung akan berpengaruh pada pertumbuhan perekonomian

dikawasan ini. Kelancaran transportasi atas barang dan sumber daya alam

menjadi penggerak bagi sektor-sektor industri sehingga roda

perekonomian akan berjalan lancar. Seperti ada lima pelabuhan penting

internasional di Selat Malaka, yakni Singapura, Pelabuhan Klang (di dekat

Kuala Lumpur), Johor, Penang dan Belawan (Medan). Selain itu masih

ada sejumlah besar pelabuhan-pelabuhan kecil dan terminal feri yang

cukup penting bagi kawasan setempat. Bila Singapura dan pelabuhan

utama lainnya yang jumlahnya lebih sedikit, merupakan pusat pelayaran

dunia, maka pelabuhan-pelabuhan kecil merupakan tulang punggung

perdagangan lokal dan migrasi tenaga kerja. Malaysia memiliki 3

pelabuhan penting dalam jalur Selat Malaka dan sangat berpengaruh pada

kemajuan perekonomian negaranya.101

Dari beberapa pelabuhan yang ada di negara pantai Selat Malaka

merupakan tulang punggung penggerak perekonomian negaranya.

Pelabuhan tersebut menjadi tempat transit kapal-kapal tanker, sehingga

kapal-kapal tersebut harus membayar pajak sesuai dengan jumlah yang di

tentukan. Hal ini memberikan pemasukan terhadap tempat negara yang

menjadi transit kapal-kapal tanker tersebut. Transit kapal-kapal tanker ini

101

Solvay Gerke dan Hans-Dieter Evers, “Perkembangan Wilayah Selat Malaka”,

Malaysia: Center for policy research and Internasional Studies, Universiti Sains Malaysia,

November 2009, h. 07.

Page 77: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

64

lebih menguntungkan Singapura, sebab pelabuhannya yang indah dan

lebih strategis.

Selat Malaka juga pemasok sumber daya laut dalam jumlah yang

besar dan menopang perekonomian negara-negara di pesisirnya. Lebih dari

380.000 ton ikan (lebih dari 60% jumlah keseluruhan penangkapan ikan

per tahun) seharga RM 2 milyar per tahun yang masuk ke Malaysia berasal

dari Selat Malaka. Di Indonesia, Selat Malaka merupakan sumber produksi

ikan kedua terbesar setelah Laut Jawa. Kualitas yang tinggi dan panen ikan

yang dapat diandalkan adalah sangat penting untuk menjamin

perkembangan sosial-ekonomi yang berkelanjutan dan kesehatan rakyat.

Kegiatan ekonomi lainnya, seperti budidaya laut, turisme, industri wisata

dan maritim bergantung dengan kondisi viabilitas dan kondisi alam air laut

di selat.102

Selain itu, juga terdapat juga keuntungan politis yang akan dicapai

oleh tiga negara khususnya Indonesia. Berkurangnya angka kejahatan di

laut akan dapat menunjukan keseriusan Indonesia dalam menangani

keamanan negerinya. Sehingga posisi tarwarnya akan lebih baik terlebih

dengan melakukan kerjasama dengan negara lain. Hal ini dikarenakan

sebagian besar kawasan Selat Malaka merupakan bagian dari perlintasan

kelautan wilayah Indonesia.

Dengan melakukan patroli terkoordinasi ini, apabila kerjasama ini

berhasil dalam meningkatkan keamanan dan mengurangi angka kejahatan

di laut secara signifikan maka hal ini akan tentu dapat dijadikan nilai tawar

102

Ibid, h. 14.

Page 78: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

65

bagi tiga negara tersebut khususnya Indonesia mampu menangani

keamanan dalam negaranya sendiri.

C.2. Kelemahan Patroli Terkoordinasi

Kelemahan dari patroli terkoordinasi adalah yang pertama,

peralatan penunjang dan armada laut Indonesia yang sudah tua dan masih

minim. Kedua, kerjasama patroli terkoordinasi ini walaupun bertujuan

untuk penegakan hukum yaitu, mengatasi aksi-aksi pembajakan,

penyeludupan manusia, illegal logging, illegal fishing, dan lain-lain, akan

tetapi tetapi, hanya dititik beratkan pada masalah pembajakan (Piracy)

saja.

Kerjasama patroli terkoordinasi Indonesia, Malaysia, dan

Singapura adalah bertujuan untuk melakukan penegakan hukum. Akan

tetapi penegakan hukum di perairan Selat Malaka tidak akan berjalan

dengan tanpa dukungan sarana penunjang yang memadai. Seperti

diketahui perompakan dan aksi kejahatan di Selat Malaka selama ini

banyak terjadi di wilayah yuridiksi hal ini tentunya akibat dari

keterbatasan peralatan yang dimiliki oleh Angkatan Laut Indonesia.

Adapun bukti kelemahan secara rinci dari kerjasama patroli

terkoordinasi yaitu peralatan Angkatan Laut salah satu negara yaitu

Indonesia yang kurang memadai. Dari data yang diperoleh penulis, pada

tahun 2004 jumlah total pembajakan dan aksi kejahatan di seluruh belahan

dunia mencapai 325 laporan kasus dimana sebagian besar terjadi di

wilayah Asia. Pada tahun tersebut Malaysia melaporkan terdapat 9 kasus,

Page 79: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

66

Singapua 8 kasus dan perairan Indonesia mencapai 93 kasus.103

Hal ini

terjadi di sebabkan karena perbedaan perlengkapan peralatan penunjang

untuk mengamankan laut di wilayah masing-masing negara.

Sebagai negara yang memiliki wilayah laut yang luas. Indonesia,

dalam hal ini pihak Angkatan Laut minim sarana penunjang. Angkatan

Laut Indonesia hanya memiliki armada laut berupa 14 kapal perang

berpeluru kendali (6 Van Speljk Trigates, 3 Fatahillah Corvettes, 1 Ki

Hajar Dewantoro Corvettes, 4 Dengger Fast Missile Boats), Angkatan

Laut Indonesia juga hanya memiliki 2 kapal tipe 209, kapal Amphibi 26

unit LSTs, Kapal penyapu ranjau 12 unit serta, 7 Kapal patroli frigate, 16

Parchim Corvettes, dan 8 Lurssen 57 mm craft.104

Jumlah tersebut sangat tidak ideal untuk melakukan pengamanan di

wilayah laut Indonesia yang sangat luas, bahkan tahun pembuatan kapal-

kapal tersebut adalah antara tahun 1967 sampai dengan tahun 1990an

walaupun armada laut Indonesia telah mengalami rekondisi, Indonesia

sebenarnya membutuhkan 380 kapal perang untuk menjaga seluruh

wilayah NKRI dan mencapai jumlah yang ideal bagi armada laut

Indonesia. Di Selat Malaka sendiri, hanya 7 kapal patroli yang beroprasi

padahal idealnya Selat Malaka memerlukan 36 kapal perang.105

Keterbatasan anggaran untuk melakukan peremajaan peralatan

penunjang adalah salah satu hambatan bagi Indonesia. Hal ini berdampak

103

Graham Gerard Ong-Webb,Piracy, Maritime Terorism and Securing the Malacca

Straits, h. 165-166 104

Rizki Ridyasmara, Singapura Basis Israel Asia Tenggara, Jakarta: khalifa, 2005, h.

204. 105

Nugroho F Yudho, ”Bernard Kent Sondakh” http://www.tokoh-indonesia.com

/ensiklopedi/b/bernatd-sodakh/index.shtml, diakses tanggal 29 Desember 2010, Pukul 19:00

Page 80: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

67

pada upaya pengamanan yang dilakukan Angkatan Laut Indonesia dalam

menjaga keamanan di Selat Malaka.

Berbeda dengan Malaysia dan Singapura yang rata-rata armada

lautnya jauh lebih muda dibangdingkan dengan Indonesia. Angkatan laut

Malaysia memiliki beberapa armada angkatan laut antara lain, 19 kapal

perang berpeluru kendali (2 Leiku frigates tipe Exocet SSM dan Sewolf

SAM, 2 FS 1500 frigates tipe Exocet SSM, 4 Laksamana (assaad) missile

corvettes tipe OTO Melara SSM, 8 Spica/ Cambatante 11 missle boat tipe

Exocet SSM).106

Luas wilayah laut Malaysia tidak seluas perairan

Indonesia sehingga dalam melaksanakan tugas patroli perairanya pun tidak

banyak memiliki kendala. Sedangkan kekuatan armada angkatan laut

Singapura mempunyai 24 kapal perang berpeluru kendali (6 Victor

Corvettes, 6 Sewofl Misseli boats, 12 Fearless Corvettes). 4 Kapal Selam

(Chalengger A12 ex Swedia), 5 Amphibi (4 Endurance class LPDs, 1

perseverance LST ex Inggris) dan 6 Delta Class Lafayette Stealth missile

frigates.107

Dari data di atas dapat kita bandingkan armada Angkatan Laut

ketiga negara, Singapura dapat kita liat mempunyai armada laut yang

sangat luar biasa kuat dan tangguh, mengingat negara tersebut merupakan

negara dengan luas wilayah yang kecil. Akan tetapi bila melihat secara

keseluruhan Angkatan Laut ketiga negara, Indonesia dengan armada laut

yang terbatas sehingga menjadikan kerjasama ini sedikit mengalami

kendala yang dapat menghambat proses pengamanan di lapangan.

106

Rizki Ridyasmara, Singapura Basis Israel Asia Tenggara, h. 205. 107

Ibid, h. 206.

Page 81: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

68

Sehingga ketiga negara harus secara bersama-sama mencari cara untuk

mengatasinya.

C.3. Hambatan atas Patroli Terkoordinasi

Hambatan-hambatan yang terdapat dalam pelaksanaan patroli

terkoordinasi antara lain, pertama, adanya perbedaan kepentingan antar

kepentingan umum dengan kepentingan pribadi. Maksudnya adalah

adanya ketidak sadaran terhadap pengguna selat yaitu para pemilik kapal

untuk mematuhi setiap peraturan yang diterapkan oleh pemerintah untuk

menciptakan keselamatan pelayaran serta sebagai upaya penegakan

hukum. Hal ini dikarenakan proses birokrasi yang terlalu berbelit-belit

yang pada akhirnya membutuhkan biaya yang besar dari pemilik kapal.

Sehingga banyak pemilik kapal yang berusaha yang menyewa jasa

keamanan bersenjata yang jelas-jelas akan menimbulkan permasalahan

baru bagi pemerintah yaitu masalah keamanan.

Kedua adalah adanya perbedaan prioritas, negara di kawasan Selat

Malaka sangat menyadari ancaman yang dihadapi dan senantiasa dituntut

untuk selalu menciptakan keamanan di sepanjang perairan selat ini. Akan

tetapi keterbatasan sumber daya manusia dan juga minimnya peralatan

penunjang operasi akibat keterbatasan dana telah menimbulkan adanya

prioritas kepentingan.108

Maksudnya adalah besar dana yang dibutuhkan

untuk mengamankan jalur pelayaran Selat Malaka telah membuat masing-

masing negara untuk memprioritaskan kepentingan nasionalnya masing-

108

Ida Bagus Sanubari, “Meningkatkan Pengamanan Selat Malaka Guna Mencegah

Internasionalisasi Asing Dalam Rangka Menjaga Kedaulatan NKRI”, h. 69.

Page 82: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

69

masing yang lebih mendesak. Keterbatasan anggaran membuat negara di

sekitar Selat Malaka untuk mengedepankan kepentingan nasionalnya

masing-masing yang lebih mendesak merupakan salah satu hambatan

dalam upaya kerjasama keamanan Indonesia, Malaysia dan Singapura

melalui patroli terkoordinasi untuk menciptakan jaminan keamanan di

Selat Malaka.

Ketiga, hambatan kerjasama ketiga negara ini adalah pada

kepentingan nasional ketiga negara di sekitar selat itu sendiri. Sampai saat

ini masing-masing negara masih memiliki konflik diantara mereka.

Sebagai contoh Indonesia di masa lalu memiliki konflik dengan Malaysia

atas sengketa pulau Simpadan dan Ligitan.109

Perebutan pulau Ambalat yang walau pun telah selesai di makamah

internasional yang di menangkan oleh Malaysia atas kepemilikan pulau

Ambalat.110

Dan seringnya bersih teganga di wilayah perbatasan laut

Indonesia dengan Malaysia. Dengan Singapura pun Indonesia sebagai

contoh banyaknya buronan korupsi yang lari ke Singapura, serta kasus

penyeludupan pasir laut untuk proyek reklamasi pantai Singapura.111

Semua itu berkaitan dengan isu kedaulatan di laut dan perbatasan

masing-masing negara di sekitar selat. Kasus diatas beberapa dari

109

Tim Liputan 6 SCTV, “Malaysia Menangkan Sengketa Simpadan Dan Ligitan”,

http://berita.liputan6.com/politik/200212/46537/Malaysia.Memenangkan.Sengketa.Sipadan.dan.Li

gitan, diakses tanggal 18 Jaunari 2011, pukul 20:00 110

Teuku Rezasyah, “Sengketa Ambalat, Malaysia Ukur Kekuatan Indonesia”,

http://nasional.kompas.com/read/2009/06/06/14563761/Sengketa.Ambalat..Malaysia.Ukur.Kekuat

an.Indonesia, diakses tanggal 18 Jaunari 2011, pukul 23:40 111

Abdul Kadir, “Tindak Tegas Terhadap Ekspor Pasir Illegal”,

http://www.tnial.mil.id/Majalah/Cakrawala/ArtikelCakrawala/tabid/125/articleType/ArticleView/a

rticleId/69/TINDAK-TEGAS-TERHADAP-EKPOR-PASIR-ILLEGAL.aspx, diakses tanggal 18

Januari 2011, pukul 01:00

Page 83: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

70

banyaknya konflik yang terjadi diantara ketiga negara selain dari

kelemahan dan hambatan di atas kerjasama keamanan antara Indonesia,

Malaysia dan Singapuara ini juga masih belum dapat memberikan akses

secara leluasa bagi masing-masing anggotanya untuk dapat melakukan

crossborder pada saat melakukan patroli terkoordinasi. Akan tetapi,

seiring dengan waktu berjalan dan kewajiban bagi negara patai Selat

Malaka untuk mengamankan perairan tersebut membuat tiga negara pantai

Selat Malaka Indonesia, Malaysia dan Singapura untuk mengedepankan

terciptanya keamanan di Selat Malaka.

C.4. Keberhasilan dari Patroli Terkoordinasi

Keberhasilan tiga negara pantai dalam mengamankan Selat Malaka

melalui patroli terkoordinasi telah tercipta di tahun 2009, semenjak

digelarnyanya patroli terkoordinasi tiga negara pantai Selat Malaka.112

keberhasilan yang telah tercipta melalui patroli terkoordinasi yang pertama

adalah kesuksesan patroli terkoordinasi ini telah diakui oleh negara Asia

Tenggara lainnya, sehingga beberapa negara Asia Tenggara ada yang ingin

bergabung sebagai tim peninjau dalam patroli terkoordinasi. Kedua adalah

dapat menurunkan angka pembajakan di perairan Selat Malaka.

Ide ke ikut sertaan Thailand bergabung dalam patroli terkoordinasi

sebenarnya telah ada tahun 2005, ide untuk melibatkan Thailand dalam

patroli terkoordinasi di Selat Malaka datang dari Indonesia dan dibahas

dalam Shangrilla Dialogue di Kuala Lumpur 2 Agustus 2005, yang

112

Agus Suhartono, “Selat Malaka Semakin Aman”, http://www.tempointeraktif.

com/hg/politik/2011/01/17/brk,20110117-306983,id.html, 27 oktober 2010, pukul 23:55

Page 84: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

71

dihadiri panglima angkatan bersenjata tiga negara pantai dan Thailand.

Semula keikutsertaan Thailand akan di tetapkan pada 1 Desember 2005

dengan payung MIST (Malaysia-Indonesia-Singapura-Thailand), namun

perkembangan politik di Thailand tidak memungkinkan dan akhirnya

pemerintah setempat memutuskan Thailand berstatus peninjau dalam

kerjasama pengamanan bersama di Selat Malaka.113

Hal ini telah menciptakan keamanan di perairan Selat Malaka

sebagai jalur perdagangan internasional sehingga negara-negara pengguna

selat dapat merasa aman dalam menggunakan selat tersebut. Pandangan

dunia internasional juga berubah setelah melihat perubahan signifikan

yang terjadi pada keamanan Selat Malaka, sehingga isu intervensi terhadap

perairan Selat Malaka itu tidak ada. Seperti yang dilakukan AS yang ingin

menurunkan pasukanya di wilayah Selat Malaka. Tetapi hal ini di tolak

oleh Indonesia dan Malaysia dengan alasan mengganggu kedaulatan

negara pantai Selat Malaka.

Kerjasama keamanan tiga negara pantai Selat Malaka Indonesia,

Malaysia dan Singapura melalui patroli terkoordinasi telah mencapai

keberhasilan, patroli terkoordinasi ini yang di selengarakan pada 20 Juli

2004 telah berhasil menekan angka pembajakan yang terjadi di Selat

Malaka. Ini terbukti pada laporan IMB tahun 2004-2009. Berdasarkan data

Biro Maritim Internasional atau International Maritime Bureau (IMB),

113

Ruslan Burhani, “Thailand Ikut Amankan Selat Malaka”, http://www.antaranews.

com/view/?i=1227191723&c=INT&s, di akses tanggal 18 Januari 2011, pukul 20:55

Page 85: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

72

hanya ada satu insiden di Selat Malaka yang masuk perairan Indonesia

dalam seperempat tahun pertama 2009.114

(Lihat Diagram 1)

Diagram 1 Incident in Straits Malacca

38

12

7

1112

0

5

10

15

20

25

30

35

40

Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009

Sumber: Laksamana Agung Saputra, “Selat Malaka Hinga Somalia”, Kompas:22 Juli

2010. (diolah).

Keberhasilan patroli terkoordinasi yang dilakukan tiga negara

pantai Selat Malaka, dengan menekan tindak kejahatan di laut. Patroli

terkoordinasi ini juga merubah pandangan bahwa negara pantai Selat

Malaka tidak mampu mengatasi tindak kejahatan di perairan Selat Malaka,

akan tetapi dengan di gelarnya patroli terkoordinasi di Selat Malaka yang

telah berjalan dari 20 Juli 2004 hingga saat ini telah merubah pandangan

dunia luar terhadap negara-negara pantai Selat Malaka.

114

Elin Yunita Kristanti, “Selat Malaka Makin Aman, Indonesia Dipuji”,

http://nasional.vivanews.com/news/read/51469-selat_malaka_makin_aman__ indonesia_di puji,

diakses tanggal 27 oktober 2010, pukul 00:20

Page 86: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

73

BAB IV

KESIMPULAN

D. Kesimpulan

Pada dasarnya penegakan keamanan di laut merupakan fungsi yang sangat

mahal dan kompleks, sehingga di dunia ini tidak ada satupun yang mampu

mewujudkan jaminan keamanan di laut hanya oleh satu institusi atau negara

secara mandiri. Untuk mencapai hasil yang sempurna dan efesien, intinya adalah

keterpaduan, dengan menyatukan kekuatan dan seluruh kemampuan dengan

instansi-instansi yang mempunyai kewenangan di laut. Indikator dari keterpaduan

itu adalah terwujudnya kerjasama tim (team work) yang kompak, dan hal itu

dapat terwujud hanya apabila dilandasi rasa saling percaya (mutual trust) dan

salaing menghargai kemampuan (competence) masing-masing instansi yang

terlibat dalam upaya penegakan hukum di laut.

Dengan berjalannya Patroli Terkoordinasi Trilateral yang dilakukan oleh

beberapa negara-negara anggota ASEAN yang termasuk negara pantai Selat

Malaka serta mengalami permasalahan yang sama yaitu menghadapi gangguan

keamanan pelayaran oleh tindak pembajakan, diharapkan kegiatan patroli

terkoordinasi dapat mengurangi tindak kejahatan itu sehingga hal ini dapat

menghapus ketidak mampuan negara-negara pantai Selat Malaka ini dalam rangka

menangani masalah keamanan di perairan Selat Malaka.

Kegiatan patroli terkoordinasi ini sudah sejak dahulu dilakukan, akan

tetapi sekarang ini di tingkatkan kerjasama dan lebih terkoordinasi dengan

mengaktifkan operasi-operasi pengamanan di Selat Malaka. Dengan

Page 87: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

74

terselenggaranya patroli terkoordinasi ini, selain mengadakan patroli rutin di

perairan Selat Malaka, masing-masing negara sudah memiliki pos-pos koordinasi

seperti Batam dan Belawan di Indonesia, Lumut di Malaysia, Changi Naval Base

di Singapura.

Sejak terselanggaranya patroli terkoordinasi tiga negara/trilateral pantai

Selat Malaka antara Malaysia, Singapura dan Indonesia dengan sandi Malsindo di

Selat Malaka, tingkat kejahatan di perairan tersebut mulai menurun sejak di

gelarnya patroli terkoordinasi. Dahulu para perompak leluasa untuk melakukan

aksinya di Selat Malaka, akan tetapi sejak digelarnya patroli terkoordinasi yang

melibatkan 17 kapal perang, tidak ada lagi peluang gerak bagi mereka untuk

melakukan aksinya. Selain itu, indikasi menurunya tindak kejahatan di Selat

Malaka terlihat dari jumlah kasus yang dilaporkan oleh kapal-kapal yang

melintasi perairan Selat Malaka. Sebelum terselenggaranya patroli terkoordinasi,

paling sedikit ada 9 laporan kejadian tindak kejahatan perompakan setiap bulanya.

Sedangkan sekarang sudah menurun, tercatat sepanjang tahun 2009 hanya ada 1

laporan tindak perompakan di perairan Selat Malaka.

Pihak pemerintah Malaysia juga menyatakan bahwa Selat Malaka aman

untuk dilayari. Penegasan ini dimaksudkan untuk meyakinkan sejumlah negara

Asia Tenggara yang percaya bahwa selat tersebut diincar oleh kaum teroris.

Patroli udara gabungan dengan Singapura dan Thailand yang diselenggarakan di

atas perairan Selat Malaka di harapkan dapat menutup ruang bagi para bajak laut

untuk beraksi, dan patroli udara gabungan ini juga diharapkan lebih meningkatkan

keamanan dan keselamatan pelayaran di Selat Malaka. Malaysia, Singapura dan

Indonesia yang selama ini telah melaksanakan patroli laut terkoordinasi, sepakat

Page 88: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

75

untuk meningkatkan pengawasan lewat patroli udara gabungan patroli udara ini

diizinkan untuk terbang sampai 12 mil garis pantai di atas wilayah perairan

negara-negara penyelenggara patroli terkoordinasi.

Keikutsertaan Thailand dalam mengamankan Selat Malaka sangat penting

mengingat posisis Thailand sebagai pintu gerbang pelayaran asing yang akan

melalui perairan Selat Malaka. Keikutsertaan tersebut, di latar belakangi

maraknya berbagai aksi kejahatan laut di wilayah perairan Thailand, di Selat

Malaka, seperti perompakan dan penyeludupan senjata.

Empat negara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand telah

sepakat untuk mengitensifkan pengamanan di perairan Selat Malaka melalui

patroli terkoordinasi baik di laut maupun di udara. Untuk memudahkan upaya

menekan tindak kejahatan di laut di perairan Selat Malaka, maka masing-masing

negara mendirikan “incident hotline station” Sabang, Dumai di Indonesia, Lumut

di Malaysia, Pukhet di Thailand, Changi di Singapura. Hal ini dapat memudahkan

Angkatan Laut 4 negara mendapatkan informasi tertang pelanggaran hukum di

perairan Selat Malaka dan langsung memberikan bantuan, sehingga dapat

menekan angka tindak kejahatan di perairan Selat Malaka dan menciptakan

suasana aman bagi pengguna Selat Malaka.

Page 89: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

x

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adler, Emanuel and Barnett, Michael. Security Community, Cambridge:

Cambridge University Press 1998.

Atmadja, Moehtar Kusuma. Bunga Rampai Hukum Laut, Bandung: Binacipta,

1978.

Bateman, Sam & Bates, Stephen. Calming the Waters Initiatives for Asia Pacific

Maritime Cooperation, Australia: Strategic and Defencestudies Center

Research School of Pacific and Asian Studies the Australian National

University Canberra, 1996.

Buzan, Barry and Waever, Ole. Regions and Powers, The Structure of

International Security, Cambridge: Cambridge University Press, 2004.

Buzan, Barry. People, State and Fear, The National Security Problem in

International Relations, Sussex: Wheatsheaf Book, 1993.

Chalk, Peter. Grey-Area Phenomena In Southest Asia: Piracy, Drug Trafficking

and political terrorism, Canberra: strategic and defence studies centre

research school of pacific and Asian studies the Australian national

University, 1997.

Dam, Syamsumar. “Politik Kelautan”, Jakarta: Bumi Aksaraja, April 2010.

Gerard, Graham Ong-Webb. “Piracy, Maritime Terorism and Securing the

Malacca Straits, Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2006

Lapian, Adrian B. Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut: Sejarah Kawasan laut

Selawesi abad XIX, Jakarta: Komunitas Bambu, 2009.

Mas’oed, Mohtar. Ilmu Hubungan Internasional: Displin dan Metodologi, Jakarta:

PT Pustaka LP3ES, 1990.

Mauna, Boer. Hukum Internasional Pengertian Peranan dan FungsiDlam Era

Dinamika Global, Bandung: Penerbit PT Alumni, 2003.

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2006.

Nasir, Moch. Metode Penilitian, Jakarta: Ghalia Press, 1998.

Pailah, S.Y. Tantangan dan perubahan maritime; konflik perbatasan di wilayah

perairan negara kesatuan Republic Indonesia jilid I, Manado; Klub Studi

Perbatasan, 2007

Page 90: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

xi

Ritonga, Rajab. Biografi Laksamana Bernard Kent Sondakh Mengibarkan

Bendera Kewajiban, Jakarta: Penerbit Dinas Penerangan Angkatan Laut,

2004.

DOKUMEN

Agues, Etty R. “Pengelolaan Keamanan di Selat Malaka Secara Terpadu”,

keynote speech pada “workshop : pertemuan kelompok ahli tentang

kebijakan terpadu pengelolaan keamanan Selat Malaka,” Medan: Badan

Pengkajian Dan Pengembangan Kebijakan Kementrian Luar Negeri, 19-20

juli 2005

Gerke, Solvay. “Perkembangan Selat Malaka”, Malaysia: CenPRIS, USM

(Universiti Sains Malaysia), 2009

Laki, James. “Securitization of Transnational Crime”, Singapore: laporan

Workshop Institute of Defence and Strategic studies (IDSS), 2005

Nuswantoro, Edhi. “Pengelolaan keamanan Selat Malaka,” keynote speech pada

workshop : pertemuan kelompok ahli tentang kebijakan terpadu

pengelolaan keamanan Selat Malaka, Badan Pengkajian Dan

Pengembangan Kebijakan Kementrian Luar negeri, Medan, 19-20 juli

2005

Prosedur tetap penanganan tindak pidana di laut oleh TNI AL, Jakarta: Markas

Besar TNI AL, Juni 2003

Rencana Oprasi Malsindo (Malaysia, Singapura, Indonesia)-01/2004

Soebijanto, Slamet. Coordinate Patrol ; One of The Ways to Secure of Malacca

Straits, dibawakan dalam seminar ASEAN Regional Forum Confidence

Building Measures, Singapore: Regional Cooperation in Maritime

Security, 2-4 Maret 2005

Sanubari, Ida Bagus. “Meningkatkan Pengamanan Selat Malaka Guna Memcegah

Internasionalisasi Asing Dalam Rangka Menjaga Kedaulatan NKRI”,

Kertas karya perorangan, Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional Republik

Indonesia, 2005

Susilo, Agus. “Implementasi Wawasan Nusantara Guna Memajukan Sistem

Pengendalian Informasi Selat Malaka Dalam Rangka Ketahanan

Nasional”, Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional RI, 2010.

Page 91: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

xii

JURNAL

Bradford, Jhon F., “Shifting the Tdes Against Piracy in Southeast Asian Waters”,

Asian Survey, Vol.XLVIII,No.3, May/June 2008

Dewitt, Davit. “Common, Comprehensive and Cooperative Security”, Pacific

Affairs, vol. 7 no.1 tahun 1994

Dipoyudo, Kirdi. ”Persoalan di Sekitar Selat Malaka”, Jakarta: Analisa CSIS,

Tahun IV 1975

Mustofa, Muhammad. “Memahami Terorisme: Suatu Perspektif Kriminologi”,

Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI, vol 2 no III (Desember 2002)

Vermonte, Philips Jusario, “Transnasional Organized Crime: Isu dan

Permasalahan” Analisis CSIS, tahun XXXI/2002, no.1

MAJALAH/ SURAT KABAR

Adolf, Huala. “Tanggung Jawad RI atas Selat Malaka”, Kompas, 26 april 2004

Hardiwan. “Permasalahan Pembajakan dan Perompakan di Laut”, Dharma

Wiratama, Majalah Resmi Sekolah Staf dan Komando TNI AL No.

DW/114/2002

Kabri, Uray Asnol. “Kerjasama Keamanan Regional ASEAN Ditinjau Dari

Perspektif Kepantingan Keamanan Laut Nasional”, Dharma Wiratama,

Majalah Resmi Sekolah Staf Dan Komando TNI AL No. DW/112/2001

Saputra, Agung. “Selat Malaka Hingga Somalia”, Kompas, 22 Juli 2010

Raharjo, Estu. ”Dengan Dicabutnya Undang-Undang No.20 Tahun 1982 Apa

Tugas TNI AL Sekarang ini”, Majalah TNI AL Cakrawala, No.380 Tahun

2004

Republika. “RI, Singapura, dan Malaysia Patroli di Malaka” 21 Juni 2005

Rice, “AS Siap Bantu Asia Amankan Wilayah Perairan Terbuka”, Media

Indonesia, Tanggal 15 Maret 2006

Santosa, Yan EP. “Jepang Bantu Amankan Selat Malaka”, dalam Koran Harian

Republika. 23 Juni 2004

Sumarjono, Djoko. “Kerawanan di Selat Malaka”, Harian Kompas, 2 Juli 2005

“Malaysia Ajak Tetangga Amankan Selat Malaka”, Kompas, 14 Juni 2004.

Page 92: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

xiii

TESIS/ SKRIPSI

Hapsari, Ardiana wahyu. “ASEAN dan Permasalahan Bajak Laut di Asia

Tenggara”, Depok: Universitas Indonesia, 2002

Pailah, Steven Yohanes. “Pengelolaan isu-isu Keamanan di Selat Malaka Periode

2004-2006”, Jakarta: Universitas Indonesia, 2008.

Sani, Ilham. “Perang Mengatasi Bajak Laut di SLOC I”, Depok: Universitas

Indonesia, 1999

Senoputro, Jusuf Dharma. “Pengelolaan Kerjasama Keamanan di Wilayah

Perairan Selat Malaka”, Jakarta: Universitas Indonesia, 2005

WEBSITE

Burhani, Ruslan. “Thailand Ikut Amankan Selat Malaka”, http://www.antaranews.com/

view/?i=1227191723&c=INT&s=http://www.antaranews.com/view/?i=12271917

23&c=INT&s=, di akses tanggal 18 Januari 2011, pukul 20:55.

http://koarmabar.tnial.mil.id/Berita/tabid/62/articleType/ArticleView/articleId/87/Patkor-

Malsindo-Mulai-Tunjukkan-Hasil.aspx, di akses tanggal 24 Desember 2010, pukul 23:00.

http.//www.china.jamestown.org/pubs/view/cwe_001_001_004.htm, pada 29

September 2010, pukul 13.00.

Isu maritim: Fokus ASEAN Regional Forum 2005, http://rsi.com.sg/indonesian

/fokusasia/view/20050303211500/I/htm. Di akses Tanggal 05 Januari 2011,

pukul 00:30.

Kadir, Abdul. “Tindak Tegas Terhadap Ekspor Pasir Illegal”,

http://www.tnial.mil.id

/Majalah/Cakrawala/ArtikelCakrawala/tabid/125/articleType/ArticleView/articleI

d/69/TINDAK-TEGAS-TERHADAP-EKPOR-PASIR-ILLEGAL.aspx, diakses

tanggal 18 Januari 2011, pukul 01:00.

Kristanti, Elin Yunita. “Selat Malaka Makin Aman, Indonesia Dipuji”,

http://nasional.vivanews.com/news/read/51469selat_malaka_makin_aman__indon

esia_di puji, diakses tanggal 27 oktober 2010, pukul 00:20.

Pottengal, Mukun. “Selat Malaka di Hantui Perompak”, Kuala Lumpur,

http://www.gatra.com/2004-07-26/artikel.php?id=42236 di akses tanggal 20

Oktober 2010, pukul 22.00.

Rezasyah, Teuku. “Sengketa Ambalat, Malaysia Ukur Kekuatan Indonesia”,

http://nasional.kompas.com/read/2009/06/06/14563761/Sengketa.Ambalat..Malay

sia.Ukur.Kekuatan.Indonesia, diakses tanggal 18 Jaunari 2011, pukul 23:40.

Page 93: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

xiv

Suhartono, Agus. “Selat Malaka Semakin Aman”, http://www.tempointeraktif.

com/hg/politik/2011/01/17/brk,20110117-306983,id.html, 27 oktober 2010, pukul

23:55.

Sumaryono, Djoko. “Kerawanan di Selat Malaka”, diakses dari

http://www.unisosdem. org/kliping.detail.php?aid=4285&coid=1&caid=45, pada

tanggal 28 Oktober 2010, pukul 23:15.

Tim Liputan 6 SCTV, “Malaysia Menangkan Sengketa Simpadan Dan Ligitan”,

http://berita.liputan6.com/politik/200212/46537/Malaysia.Memenangkan.Sengket

a.Sipadan.dan.Ligitan, diakses tanggal 18 Jaunari 2011, pukul 20:00.

Page 94: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

LAMPIRAN I

Page 95: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura
Page 96: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura
Page 97: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

ASEAN Political-Security Community Blueprint

Page 98: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura
Page 99: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT

I. INTRODUCTION

1. The ASEAN Political-Security Community has its genesis of over four decades of close co-operation and solidarity. The ASEAN Heads of States/Governments, at their Summit in Kuala Lumpur in December 1997 envisioned a concert of Southeast Asian nations, outward looking, living in peace, stability and prosperity, bonded together in partnership in dynamic development and in a community of caring societies.

2. To concretise the ASEAN Vision 2020, the ASEAN Heads of States/Governments adopted the Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II) in 2003, which establishes an ASEAN Community by 2020. The ASEAN Community consists of three pillars, namely the ASEAN Political-Security Community (APSC), the ASEAN Economic Community (AEC) and the ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC).

3. Conscious that the strengthening of ASEAN integration through accelerated establishment of an ASEAN Community will reinforce ASEAN’s centrality and role as the driving force in charting the evolving regional architecture, the ASEAN Leaders at the 12th ASEAN Summit in the Philippines decided to accelerate the establishment of an ASEAN Community by 2015.

4. At the 13th ASEAN Summit in Singapore, the ASEAN Heads of States/Governments signed the ASEAN Charter, which marked ASEAN Member States’ commitment in intensifying community-building through enhanced regional cooperation and integration. In line with this, they tasked their Ministers and officials to draft the APSC Blueprint, which would be adopted at the 14th ASEAN Summit.

5. The APSC Blueprint is guided by the ASEAN Charter and the principles and purposes contained therein. The APSC Blueprint builds on the ASEAN Security Community Plan of Action, the Vientiane Action Programme (VAP), as well as relevant decisions by various ASEAN Sectoral Bodies. The ASEAN Security Community Plan of Action is a principled document, laying out the activities needed to realise the objectives of the ASEAN Political Security Community, while the VAP lays out the measures necessary for 2004-2010. Both documents are important references in continuing political and security cooperation. The APSC Blueprint provides a roadmap and timetable to establish the APSC by 2015. The APSC Blueprint would also have the flexibility to continue programmes/activities beyond 2015 in order to retain its significance and have an enduring quality.

II. CHARACTERISTICS AND ELEMENTS OF THE APSC

6. It is envisaged that the APSC will bring ASEAN’s political and security cooperation to a higher plane. The APSC will ensure that the peoples and Member States of ASEAN live in peace with one another and with the world at large in a just, democratic and harmonious environment.

7. The APSC shall promote political development in adherence to the principles of democracy, the rule of law and good governance, respect for and promotion and protection of human rights

ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT 1

Page 100: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

i.

ii.

iii.

i.

member states of the ASEAN Community; consolidating and strengthening ASEAN’s solidarity, cohesiveness and harmony; and contributing to the building of a peaceful, democratic, tolerant, participatory and transparent community in Southeast Asia.

13. Moreover, cooperation in political development will bring to maturity the political elements and institutions in ASEAN, towards which the sense of inter-state solidarity on political systems, culture and history will be better fostered. Such inter-state solidarity can be achieved further through the shaping and sharing of norms.

A.1. Cooperation in Political Development

14. Since the adoption of the ASC Plan of Action in 2003, ASEAN has achieved progress in different measures of political development. There was increased participation by organisations, such as academic institutions, think-tanks, and civil society organisations in ASEAN meetings and activities. Such consultations and heightened interactions fostered good relations and resulted in positive outcomes for the region.

15. Efforts are underway in laying the groundwork for an institutional framework to facilitate free flow of information based on each country’s national laws and regulations; preventing and combating corruption; and cooperation to strengthen the rule of law, judiciary systems and legal infrastructure, and good governance. Moreover, in order to promote and protect human rights and fundamental freedoms, the ASEAN Charter stipulates the establishment of an ASEAN human rights body.

A.1.1. Promote understanding and appreciation of political systems, culture and history of ASEAN Member States

Actions:

A.1. 2. Lay the groundwork for an institutional framework to facilitate free flow of information for mutual support and assistance among ASEAN Member States

Actions:

a)b)

c)

and fundamental freedoms as inscribed in the ASEAN Charter. It shall be a means by which ASEAN Member States can pursue closer interaction and cooperation to forge shared norms and create common mechanisms to achieve ASEAN’s goals and objectives in the political and security fields. In this regard, it promotes a people-oriented ASEAN in which all sectors of society, regardless of gender, race, religion, language, or social and cultural background, are encouraged to participate in, and benefit from, the process of ASEAN integration and community building. In the implementation of, the Blueprint, ASEAN should also strive towards promoting and supporting gender-mainstreaming, tolerance, respect for diversity, equality and mutual understanding.

8. At the same time, in the interest of preserving and enhancing peace and stability in the region, the APSC seeks to strengthen the mutually beneficial relations between ASEAN and its Dialogue Partners and friends. In doing so, it also maintains the centrality and proactive role of ASEAN in a regional architecture that is open, transparent and inclusive, while remaining actively engaged, forward-looking and non-discriminatory.

9. The APSC subscribes to a comprehensive approach to security, which acknowledges the interwoven relationships of political, economic, social-cultural and environmental dimensions of development. It promotes renunciation of aggression and of the threat or use of force or other actions in any manner inconsistent with international law and reliance of peaceful settlements of dispute. In this regard, it upholds existing ASEAN political instruments such as the Declaration on Zone of Peace, Freedom and Neutrality (ZOPFAN), the Treaty of Amity and Co-operation in South East Asia (TAC) and the Treaty on the Southeast Asian Nuclear Weapon-Free Zone (SEANWFZ), which play a pivotal role in the area of confidence building measures, preventive diplomacy and pacific ap-proaches to conflict resolution. It also seeks to address non-traditional security issues.

10. Based on the above, the ASEAN Political-Security Community envisages the following three key characteristics: A Rules-based Community of shared values and norms; A Cohesive, Peaceful, Stable and Resilient Region with shared responsibility for comprehensive security; and A Dynamic and Outward-looking Region in an increasingly integrated and interdependent world.

11. These characteristics are inter-related and mutually reinforcing, and shall be pursued in a balanced and consistent manner. To effectively realise the APSC, the APSC Blueprint is an action-oriented document with a view to achieving results and recognises the capacity and capability of ASEAN Member States to undertake the stipulated actions in the Blueprint.

A. A Rules-based Community of Shared Values and Norms

12. ASEAN’s cooperation in political development aims to strengthen democracy, enhance good governance and the rule of law, and to promote and protect human rights and fundamental freedoms, with due regard to the rights and responsibilities of the Member States of ASEAN, so as to ultimately create a Rules-based Community of shared values and norms. In the shaping and sharing of norms, ASEAN aims to achieve a standard of common adherence to norms of good conduct among

Assign appropriate ASEAN sectoral bodies to take necessary measures to promote understanding and appreciation of political systems, culture and history of ASEAN Member States, which will undertake to: a. Encourage the holding of at least two track-two events per year, including academic conferences, workshops and seminars; b. Release periodic publications on the dynamics of ASEAN Member States’ political systems, culture and history for dissemination to the public; and c. Intensify exchange of experience and training courses in order to enhance popular and broader participation.Hold seminars/workshops to share experiences on democratic institutions, gender mainstreaming, and popular participation; andEndeavour to compile best practices of voluntary electoral observations.

Encourage the ASEAN Ministers Responsible for Information (AMRI) to develop an

2 ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT 3

Page 101: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

i.

ii.

iii.

i.

member states of the ASEAN Community; consolidating and strengthening ASEAN’s solidarity, cohesiveness and harmony; and contributing to the building of a peaceful, democratic, tolerant, participatory and transparent community in Southeast Asia.

13. Moreover, cooperation in political development will bring to maturity the political elements and institutions in ASEAN, towards which the sense of inter-state solidarity on political systems, culture and history will be better fostered. Such inter-state solidarity can be achieved further through the shaping and sharing of norms.

A.1. Cooperation in Political Development

14. Since the adoption of the ASC Plan of Action in 2003, ASEAN has achieved progress in different measures of political development. There was increased participation by organisations, such as academic institutions, think-tanks, and civil society organisations in ASEAN meetings and activities. Such consultations and heightened interactions fostered good relations and resulted in positive outcomes for the region.

15. Efforts are underway in laying the groundwork for an institutional framework to facilitate free flow of information based on each country’s national laws and regulations; preventing and combating corruption; and cooperation to strengthen the rule of law, judiciary systems and legal infrastructure, and good governance. Moreover, in order to promote and protect human rights and fundamental freedoms, the ASEAN Charter stipulates the establishment of an ASEAN human rights body.

A.1.1. Promote understanding and appreciation of political systems, culture and history of ASEAN Member States

Actions:

A.1. 2. Lay the groundwork for an institutional framework to facilitate free flow of information for mutual support and assistance among ASEAN Member States

Actions:

a)b)

c)

and fundamental freedoms as inscribed in the ASEAN Charter. It shall be a means by which ASEAN Member States can pursue closer interaction and cooperation to forge shared norms and create common mechanisms to achieve ASEAN’s goals and objectives in the political and security fields. In this regard, it promotes a people-oriented ASEAN in which all sectors of society, regardless of gender, race, religion, language, or social and cultural background, are encouraged to participate in, and benefit from, the process of ASEAN integration and community building. In the implementation of, the Blueprint, ASEAN should also strive towards promoting and supporting gender-mainstreaming, tolerance, respect for diversity, equality and mutual understanding.

8. At the same time, in the interest of preserving and enhancing peace and stability in the region, the APSC seeks to strengthen the mutually beneficial relations between ASEAN and its Dialogue Partners and friends. In doing so, it also maintains the centrality and proactive role of ASEAN in a regional architecture that is open, transparent and inclusive, while remaining actively engaged, forward-looking and non-discriminatory.

9. The APSC subscribes to a comprehensive approach to security, which acknowledges the interwoven relationships of political, economic, social-cultural and environmental dimensions of development. It promotes renunciation of aggression and of the threat or use of force or other actions in any manner inconsistent with international law and reliance of peaceful settlements of dispute. In this regard, it upholds existing ASEAN political instruments such as the Declaration on Zone of Peace, Freedom and Neutrality (ZOPFAN), the Treaty of Amity and Co-operation in South East Asia (TAC) and the Treaty on the Southeast Asian Nuclear Weapon-Free Zone (SEANWFZ), which play a pivotal role in the area of confidence building measures, preventive diplomacy and pacific ap-proaches to conflict resolution. It also seeks to address non-traditional security issues.

10. Based on the above, the ASEAN Political-Security Community envisages the following three key characteristics: A Rules-based Community of shared values and norms; A Cohesive, Peaceful, Stable and Resilient Region with shared responsibility for comprehensive security; and A Dynamic and Outward-looking Region in an increasingly integrated and interdependent world.

11. These characteristics are inter-related and mutually reinforcing, and shall be pursued in a balanced and consistent manner. To effectively realise the APSC, the APSC Blueprint is an action-oriented document with a view to achieving results and recognises the capacity and capability of ASEAN Member States to undertake the stipulated actions in the Blueprint.

A. A Rules-based Community of Shared Values and Norms

12. ASEAN’s cooperation in political development aims to strengthen democracy, enhance good governance and the rule of law, and to promote and protect human rights and fundamental freedoms, with due regard to the rights and responsibilities of the Member States of ASEAN, so as to ultimately create a Rules-based Community of shared values and norms. In the shaping and sharing of norms, ASEAN aims to achieve a standard of common adherence to norms of good conduct among

Assign appropriate ASEAN sectoral bodies to take necessary measures to promote understanding and appreciation of political systems, culture and history of ASEAN Member States, which will undertake to: a. Encourage the holding of at least two track-two events per year, including academic conferences, workshops and seminars; b. Release periodic publications on the dynamics of ASEAN Member States’ political systems, culture and history for dissemination to the public; and c. Intensify exchange of experience and training courses in order to enhance popular and broader participation.Hold seminars/workshops to share experiences on democratic institutions, gender mainstreaming, and popular participation; andEndeavour to compile best practices of voluntary electoral observations.

Encourage the ASEAN Ministers Responsible for Information (AMRI) to develop an

2 ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT 3

Page 102: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

i.

ii.

iii.

iv.

v.

vi.vii.

i.

ii.

iii.iv.

i.

ii.

iii.

iv.

ii.

iii.

iv.

v.

i.

ii.iii.

iv.

i.

ii.

iii.

iv.

A.1.5. Promotion and Protection of human rights

Actions:

A.1.6. Increase the participation of relevant entities associated with ASEAN in moving forward ASEAN political development initiatives

Actions:

A.1.7. Prevent and combat corruption

Actions:

A.1.3. Establish programmes for mutual support and assistance among ASEAN Member States in the development of strategies for strengthening the rule of law and judiciary systems and legal infrastructure

Actions:

A.1.4. Promote good governance

Actions:

institutional framework to facilitate free flow of information, based on each country’s national laws, by establishing an information baseline of these laws and to submit a progress report to the ASEAN Political-Security Community Council;Request each ASEAN Member State to develop relevant media exchange programmes to aid free flow of information, starting within three months from the adoption of this Blueprint;Enhance media capacity to promote regional-community building, explore the possibility of establishing an ASEAN media panel to boost cooperation and collaboration among the media-related institutions and organizations with emphasis on the process of the implementation of the APSC Blueprint;Implement internships, fellowships, scholarships and workshops, study visits and journalist exchange programs to enhance media capacity and professionalism in the region with emphasis on the process of the implementation of the APSC Blueprint; and Facilitate co-production and exchanges of films, TVs, animations, games and new media content to promote cultural exchanges with emphasis on the process of the implementation of the APSC Blueprint.

Entrust ASEAN Law Ministers Meeting (ALAWMM), with the cooperation of other sectoral bodies and entities associated with ASEAN including ASEAN Law Association (ALA) to develop cooperation programmes to strengthen the rule of law, judicial systems and legal infrastructure;Undertake comparative studies for lawmakers on the promulgation of laws and regulations;Develop a university curriculum on the legal systems of ASEAN Member States by the ASEAN University Network (AUN) by 2010; andEnhance cooperation between ALAWMM and ALA and other Track II organisations through seminars, workshops and research on international law, including ASEAN agreements.

Conduct analytical and technical studies to establish baselines, benchmarks, and best practices in various aspects of governance in the region;Promote sharing of experiences and best practices through workshops and seminars on leadership concepts and principles with emphasis on good governance, and on developing norms on good governance;Conduct a study by 2009 on partnership between public and private sectors and academia in creating a conducive climate for good governance to provide concrete recommendations to appropriate ASEAN sectoral bodies; andPromote dialogue and partnership among governments, private sectors and other relevant organisations to foster and enable new ideas, concepts and methods with a view to enhance transparency, accountability, participatory and effective governance.

Establish an ASEAN human rights body through the completion of its Terms of Reference (ToR) by 2009 and encourage cooperation between it and existing human rights mechanisms, as well as with other relevant international organizations;Complete a stock-take of existing human rights mechanisms and equivalent bodies, including sectoral bodies promoting the rights of women and children by 2009;Cooperate closely with efforts of the sectoral bodies in the development of an ASEAN instrument on the protection and promotion of the rights of migrant workers;Strengthen interaction between the network of existing human rights mechanisms as well as other civil society organisations, with relevant ASEAN sectoral bodies;Enhance/conduct exchange of information in the field of human rights among ASEAN countries in order to promote and protect human rights and fundamental freedoms of peoples in accordance with the ASEAN Charter and the Charter of the United Nations, and the Universal Declaration of Human Rights and the Vienna Declaration and Programme of Action; Promote education and public awareness on human rights; andCooperate closely with efforts of the sectoral bodies in the establishment of an ASEAN commission on the promotion and protection of the rights of women and children.

Develop modalities for interaction between relevant entities associated with ASEAN, such as the ASEAN-ISIS network, and ASEAN sectoral bodies;Promote research studies and scholarly publications on ASEAN political development initiatives;Hold consultations between AIPA and appropriate ASEAN organs; andRevise the Memorandum of Understanding of the ASEAN Foundation to take into account the provisions of the ASEAN Charter.

Identify relevant mechanisms to carry out cooperation activities in preventing and combating corruption and strengthen links and cooperation between the relevant agencies;Encourage all ASEAN Member States to sign the Memorandum of Understanding (MoU) on Cooperation for Preventing and Combating Corruption signed on 15 December 2004;Promote ASEAN cooperation to prevent and combat corruption, bearing in mind the above MoU, and other relevant ASEAN instruments such as the Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (MLAT);Encourage ASEAN Member States who are signatories to the United Nations Convention

4 ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT 5

Page 103: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

i.

ii.

iii.

iv.

v.

vi.vii.

i.

ii.

iii.iv.

i.

ii.

iii.

iv.

ii.

iii.

iv.

v.

i.

ii.iii.

iv.

i.

ii.

iii.

iv.

A.1.5. Promotion and Protection of human rights

Actions:

A.1.6. Increase the participation of relevant entities associated with ASEAN in moving forward ASEAN political development initiatives

Actions:

A.1.7. Prevent and combat corruption

Actions:

A.1.3. Establish programmes for mutual support and assistance among ASEAN Member States in the development of strategies for strengthening the rule of law and judiciary systems and legal infrastructure

Actions:

A.1.4. Promote good governance

Actions:

institutional framework to facilitate free flow of information, based on each country’s national laws, by establishing an information baseline of these laws and to submit a progress report to the ASEAN Political-Security Community Council;Request each ASEAN Member State to develop relevant media exchange programmes to aid free flow of information, starting within three months from the adoption of this Blueprint;Enhance media capacity to promote regional-community building, explore the possibility of establishing an ASEAN media panel to boost cooperation and collaboration among the media-related institutions and organizations with emphasis on the process of the implementation of the APSC Blueprint;Implement internships, fellowships, scholarships and workshops, study visits and journalist exchange programs to enhance media capacity and professionalism in the region with emphasis on the process of the implementation of the APSC Blueprint; and Facilitate co-production and exchanges of films, TVs, animations, games and new media content to promote cultural exchanges with emphasis on the process of the implementation of the APSC Blueprint.

Entrust ASEAN Law Ministers Meeting (ALAWMM), with the cooperation of other sectoral bodies and entities associated with ASEAN including ASEAN Law Association (ALA) to develop cooperation programmes to strengthen the rule of law, judicial systems and legal infrastructure;Undertake comparative studies for lawmakers on the promulgation of laws and regulations;Develop a university curriculum on the legal systems of ASEAN Member States by the ASEAN University Network (AUN) by 2010; andEnhance cooperation between ALAWMM and ALA and other Track II organisations through seminars, workshops and research on international law, including ASEAN agreements.

Conduct analytical and technical studies to establish baselines, benchmarks, and best practices in various aspects of governance in the region;Promote sharing of experiences and best practices through workshops and seminars on leadership concepts and principles with emphasis on good governance, and on developing norms on good governance;Conduct a study by 2009 on partnership between public and private sectors and academia in creating a conducive climate for good governance to provide concrete recommendations to appropriate ASEAN sectoral bodies; andPromote dialogue and partnership among governments, private sectors and other relevant organisations to foster and enable new ideas, concepts and methods with a view to enhance transparency, accountability, participatory and effective governance.

Establish an ASEAN human rights body through the completion of its Terms of Reference (ToR) by 2009 and encourage cooperation between it and existing human rights mechanisms, as well as with other relevant international organizations;Complete a stock-take of existing human rights mechanisms and equivalent bodies, including sectoral bodies promoting the rights of women and children by 2009;Cooperate closely with efforts of the sectoral bodies in the development of an ASEAN instrument on the protection and promotion of the rights of migrant workers;Strengthen interaction between the network of existing human rights mechanisms as well as other civil society organisations, with relevant ASEAN sectoral bodies;Enhance/conduct exchange of information in the field of human rights among ASEAN countries in order to promote and protect human rights and fundamental freedoms of peoples in accordance with the ASEAN Charter and the Charter of the United Nations, and the Universal Declaration of Human Rights and the Vienna Declaration and Programme of Action; Promote education and public awareness on human rights; andCooperate closely with efforts of the sectoral bodies in the establishment of an ASEAN commission on the promotion and protection of the rights of women and children.

Develop modalities for interaction between relevant entities associated with ASEAN, such as the ASEAN-ISIS network, and ASEAN sectoral bodies;Promote research studies and scholarly publications on ASEAN political development initiatives;Hold consultations between AIPA and appropriate ASEAN organs; andRevise the Memorandum of Understanding of the ASEAN Foundation to take into account the provisions of the ASEAN Charter.

Identify relevant mechanisms to carry out cooperation activities in preventing and combating corruption and strengthen links and cooperation between the relevant agencies;Encourage all ASEAN Member States to sign the Memorandum of Understanding (MoU) on Cooperation for Preventing and Combating Corruption signed on 15 December 2004;Promote ASEAN cooperation to prevent and combat corruption, bearing in mind the above MoU, and other relevant ASEAN instruments such as the Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (MLAT);Encourage ASEAN Member States who are signatories to the United Nations Convention

4 ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT 5

Page 104: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

A.2.2. Strengthening Cooperation under the TAC

Actions:

A.2.3. Ensure full implementation of the DOC for peace and stability in the South China Sea

Actions:

A.2.4. Ensure the implementation of South East Asian Nuclear Weapon-Free Zone (SEAN WFZ) Treaty, and its Plan of Action Actions:

A.2.5. Promote ASEAN Maritime Cooperation

Actions:

iii.

i.

ii.

iii.

i.

ii.

iii.

iv.

i.

ii.iii.

i.ii.

iii.

iv.

v.

i.

ii.

iii.

i.

ii.

iii.

iv.v.

vi.

i.

ii.

A.1.8. Promote Principles of Democracy

Actions:

A.1.9. Promote peace and stability in the region

Actions:

A.2. Shaping and Sharing of Norms

16. ASEAN promotes regional norms of good conduct and solidarity, in accordance with the key principles enshrined in the ASEAN Charter. In this context, ASEAN also continues to uphold the Treaty of Amity and Co operation in Southeast Asia (TAC), the SEANWFZ Treaty and other key agreements, as well as the Declaration on the Conduct of Parties (DOC) in the South China Sea.

A.2.1. Adjust ASEAN institutional framework to comply with the ASEAN Charter

Actions:

against Corruption to ratify the said Convention; andPromote the sharing of best practices, exchange views and analyse issues related to values, ethics and integrity through appropriate avenues and fora and taking into account inputs from various seminars such as the ASEAN Integrity Dialogue.

Promote understanding of the principles of democracy among ASEAN youth at schools at an appropriate stage of education, bearing in mind the educational system in the respective ASEAN Member States; Convene seminars, training programmes and other capacity building activities for government officials, think-tanks and relevant civil society organizations to exchange views, sharing experiences and promote democracy and democratic institutions; andConduct annual research on experiences and lessons-learned of democracy aimed at enhancing the adherence to the principles of democracy.

Support the inclusion of culture of peace which includes, inter alia, respect for diversity, promotion of tolerance and understanding of faiths, religions and cultures in the curriculum of ASEAN academic institutions;Develop programmes and activities aimed at the promotion of culture of peace, interfaith and intrafaith dialogue within the region;Promote respect and appreciation for the region’s diversity and harmony among the peoples of the region;Promote dialogue and greater interaction among various religious and ethnic groups;Promote networking among schools in the region to develop peace-education in their respective curricula; andSupport poverty alleviation and narrowing development gaps to contribute to promoting sustained peace and stability in the region.

Prepare and implement a transitional work plan on the necessary institutional reforms needed to comply with the ASEAN Charter;Develop, as appropriate, supplemental protocols and/or agreements, including terms

of references and rules of procedures, needed to implement the ASEAN Charter; andDevelop a legal division to support the implementation of the ASEAN Charter.

Convene workshops and seminars to assess the progress of the implementation of the TAC and explore ways to improve its mechanisms;Convene a conference of High Contracting Parties to the TAC to review its implementation; andEncourage the accession to the TAC by non-ASEAN countries.

Continue ASEAN’s current practice of close consultation among Member States to achieve full implementation of the DOC;Explore and undertake cooperative activities identified in the DOC and eventually explore other co-operative measures on the basis of close consultation among the member countries, while respecting sovereignty and integrity of each other;Carry out on a regular basis the overview of the process of implementation of the DOC, thus ensuring timely and proper conducts of the Parties in the South China Sea in accordance with the DOC; andWork towards the adoption of a regional Code of Conduct in the South China Sea (COC).

Comply with the undertakings in the SEANFWZ Treaty, including accession to the International Atomic Energy Agency (IAEA) safeguards agreements and related instruments;Encourage Accession to the Protocol of the SEANWFZ Treaty by Nuclear Weapon States; andCooperate to implement the Plan of Action and draw up specific work programmes/projects to implement the Plan of Action.

Establish the ASEAN Maritime Forum;Apply a comprehensive approach that focuses on safety of navigation and security concern in the region that are of common concerns to the ASEAN Community;Stock take maritime issues and identify maritime cooperation among ASEAN member countries; andPromote cooperation in maritime safety and search and rescue (SAR) through activities such as information sharing, technological cooperation and exchange of visits of authorities concerned.

6 ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT 7

Page 105: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

A.2.2. Strengthening Cooperation under the TAC

Actions:

A.2.3. Ensure full implementation of the DOC for peace and stability in the South China Sea

Actions:

A.2.4. Ensure the implementation of South East Asian Nuclear Weapon-Free Zone (SEAN WFZ) Treaty, and its Plan of Action Actions:

A.2.5. Promote ASEAN Maritime Cooperation

Actions:

iii.

i.

ii.

iii.

i.

ii.

iii.

iv.

i.

ii.iii.

i.ii.

iii.

iv.

v.

i.

ii.

iii.

i.

ii.

iii.

iv.v.

vi.

i.

ii.

A.1.8. Promote Principles of Democracy

Actions:

A.1.9. Promote peace and stability in the region

Actions:

A.2. Shaping and Sharing of Norms

16. ASEAN promotes regional norms of good conduct and solidarity, in accordance with the key principles enshrined in the ASEAN Charter. In this context, ASEAN also continues to uphold the Treaty of Amity and Co operation in Southeast Asia (TAC), the SEANWFZ Treaty and other key agreements, as well as the Declaration on the Conduct of Parties (DOC) in the South China Sea.

A.2.1. Adjust ASEAN institutional framework to comply with the ASEAN Charter

Actions:

against Corruption to ratify the said Convention; andPromote the sharing of best practices, exchange views and analyse issues related to values, ethics and integrity through appropriate avenues and fora and taking into account inputs from various seminars such as the ASEAN Integrity Dialogue.

Promote understanding of the principles of democracy among ASEAN youth at schools at an appropriate stage of education, bearing in mind the educational system in the respective ASEAN Member States; Convene seminars, training programmes and other capacity building activities for government officials, think-tanks and relevant civil society organizations to exchange views, sharing experiences and promote democracy and democratic institutions; andConduct annual research on experiences and lessons-learned of democracy aimed at enhancing the adherence to the principles of democracy.

Support the inclusion of culture of peace which includes, inter alia, respect for diversity, promotion of tolerance and understanding of faiths, religions and cultures in the curriculum of ASEAN academic institutions;Develop programmes and activities aimed at the promotion of culture of peace, interfaith and intrafaith dialogue within the region;Promote respect and appreciation for the region’s diversity and harmony among the peoples of the region;Promote dialogue and greater interaction among various religious and ethnic groups;Promote networking among schools in the region to develop peace-education in their respective curricula; andSupport poverty alleviation and narrowing development gaps to contribute to promoting sustained peace and stability in the region.

Prepare and implement a transitional work plan on the necessary institutional reforms needed to comply with the ASEAN Charter;Develop, as appropriate, supplemental protocols and/or agreements, including terms

of references and rules of procedures, needed to implement the ASEAN Charter; andDevelop a legal division to support the implementation of the ASEAN Charter.

Convene workshops and seminars to assess the progress of the implementation of the TAC and explore ways to improve its mechanisms;Convene a conference of High Contracting Parties to the TAC to review its implementation; andEncourage the accession to the TAC by non-ASEAN countries.

Continue ASEAN’s current practice of close consultation among Member States to achieve full implementation of the DOC;Explore and undertake cooperative activities identified in the DOC and eventually explore other co-operative measures on the basis of close consultation among the member countries, while respecting sovereignty and integrity of each other;Carry out on a regular basis the overview of the process of implementation of the DOC, thus ensuring timely and proper conducts of the Parties in the South China Sea in accordance with the DOC; andWork towards the adoption of a regional Code of Conduct in the South China Sea (COC).

Comply with the undertakings in the SEANFWZ Treaty, including accession to the International Atomic Energy Agency (IAEA) safeguards agreements and related instruments;Encourage Accession to the Protocol of the SEANWFZ Treaty by Nuclear Weapon States; andCooperate to implement the Plan of Action and draw up specific work programmes/projects to implement the Plan of Action.

Establish the ASEAN Maritime Forum;Apply a comprehensive approach that focuses on safety of navigation and security concern in the region that are of common concerns to the ASEAN Community;Stock take maritime issues and identify maritime cooperation among ASEAN member countries; andPromote cooperation in maritime safety and search and rescue (SAR) through activities such as information sharing, technological cooperation and exchange of visits of authorities concerned.

6 ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT 7

Page 106: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

ii.iii.

iv.

i.ii.

iii.

iv.

v.

vi.

i.

ii.

iii.

i.

i.

ii.

iii.

iv.

v.

i.

B.1.3. Build up the necessary institutional framework to strengthen the ARF process in support of the ASEAN Political-Security Community (APSC)

Actions:

B.1.4. Strengthen efforts in maintaining respect for territorial integrity, sovereignty and unity of ASEAN Member States as stipulated in the Declaration on Principles of International Law Concerning Friendly Relations and Cooperation among States in Accordance with the Charter of the United Nations

Actions:

B.1.5. Promote the development of norms that enhance ASEAN defence and security cooperation

Action:

B. A Cohesive, Peaceful and Resilent Region with Shared Responsibility for Comprehensive Security

17. In building a cohesive, peaceful and resilient Political Security Community, ASEAN subscribes to the principle of comprehensive security, which goes beyond the requirements of traditional security but also takes into account non-traditional aspects vital to regional and national resilience, such as the economic, socio-cultural, and environmental dimensions of development. ASEAN is also committed to conflict prevention/confidence building measures, preventive diplomacy, and post-conflict peace building.

B.1. Conflict Prevention/Confidence Building Measures

18. Confidence Building Measures and Preventive Diplomacy are important instruments in conflict prevention. They mitigate tensions and prevent disputes from arising between or among ASEAN Member States, as well as between ASEAN Member States and non-ASEAN member countries. They will also help prevent the escalation of existing disputes.

19. In the area of defence and regional political consultations, ASEAN Defence Officials have been involved in the ASEAN security dialogue since 1996. Under the framework of the ASEAN Regional Forum (ARF), ASEAN has made voluntary briefings on political and security developments in the region and regularized meetings of high-level defence officials under the ARF Defence Officials’ Dialogue (DOD) and the ARF Security Policy Conference (ASPC). ASEAN has also established an annual ASEAN Defence Ministers Meeting (ADMM) and ASEAN Defence Senior Officials’ Meetings.

B.1.1. Strengthen confidence-building measures

Actions:

B.1.2. Promote greater transparency and understanding of defence policies and security perceptions

Actions:

Organise regional exchanges among ASEAN Defense and military officials, at all levels, including among military academies, staff colleges and defence universities in the ASEAN Member States;Promote the exchange of observers of military exercises, commensurate with the capability and condition of each ASEAN Member State; Share information among ASEAN Member States on submissions to the UN Register of Conventional Arms;Promote bilateral exchanges and cooperation between defence officials and exchange visits between military training institutions to promote trust and mutual understanding; andConduct joint research projects on defence issues between government-affiliated policy and strategic research institutes in the region.

Work towards developing and publishing an annual ASEAN Security Outlook;Hold voluntary briefings on political and security developments in the region; Develop an ASEAN early warning system based on existing mechanisms to prevent occurrence/escalation of conflicts; andHold consultations and cooperation on regional defence and security matters between ASEAN and external parties and Dialogue Partners including through the ADMM Plus when it is operationalised.

Follow-up on the recommendations of the Review of the ARF;Implement the enhanced role of the ARF Chair, and activate the Friends of the ARF Chair mechanism as and when needed;Implement the decision of the ARF Ministers to move the ARF towards the preventive diplomacy stage (PD);Expand the capacity of the ARF Heads of Defense Universities, Colleges and Institu-tions Meeting (ARF HDUCIM) to exchange best practices in defense policies and aca-demic development;Compile best practices on confidence building measures, preventive diplomacy and conflict resolutions for further development by ARF; andEnhance the role of the Secretary-General of ASEAN in the ARF including further strengthening the ARF Unit in the ASEAN Secretariat.

Compile best practices and relevant international law to promote understanding and appreciation of best practices concerning friendly relations and cooperation among Member States of the United Nations;Convene consultation as well as a series of tract-two activities to strengthen cooperation in addressing threats and challenges that may affect the territorial integrity of ASEAN Member States including those posed by separatism; andFurther promote and increase awareness on these issues to help accelerate the pace of ASEAN Community building and elevate ASEAN’s profile in the world.

Initiate preparatory work for the development of practical cooperation programmes among the militaries of ASEAN Member States.

8 ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT 9

Page 107: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

ii.iii.

iv.

i.ii.

iii.

iv.

v.

vi.

i.

ii.

iii.

i.

i.

ii.

iii.

iv.

v.

i.

B.1.3. Build up the necessary institutional framework to strengthen the ARF process in support of the ASEAN Political-Security Community (APSC)

Actions:

B.1.4. Strengthen efforts in maintaining respect for territorial integrity, sovereignty and unity of ASEAN Member States as stipulated in the Declaration on Principles of International Law Concerning Friendly Relations and Cooperation among States in Accordance with the Charter of the United Nations

Actions:

B.1.5. Promote the development of norms that enhance ASEAN defence and security cooperation

Action:

B. A Cohesive, Peaceful and Resilent Region with Shared Responsibility for Comprehensive Security

17. In building a cohesive, peaceful and resilient Political Security Community, ASEAN subscribes to the principle of comprehensive security, which goes beyond the requirements of traditional security but also takes into account non-traditional aspects vital to regional and national resilience, such as the economic, socio-cultural, and environmental dimensions of development. ASEAN is also committed to conflict prevention/confidence building measures, preventive diplomacy, and post-conflict peace building.

B.1. Conflict Prevention/Confidence Building Measures

18. Confidence Building Measures and Preventive Diplomacy are important instruments in conflict prevention. They mitigate tensions and prevent disputes from arising between or among ASEAN Member States, as well as between ASEAN Member States and non-ASEAN member countries. They will also help prevent the escalation of existing disputes.

19. In the area of defence and regional political consultations, ASEAN Defence Officials have been involved in the ASEAN security dialogue since 1996. Under the framework of the ASEAN Regional Forum (ARF), ASEAN has made voluntary briefings on political and security developments in the region and regularized meetings of high-level defence officials under the ARF Defence Officials’ Dialogue (DOD) and the ARF Security Policy Conference (ASPC). ASEAN has also established an annual ASEAN Defence Ministers Meeting (ADMM) and ASEAN Defence Senior Officials’ Meetings.

B.1.1. Strengthen confidence-building measures

Actions:

B.1.2. Promote greater transparency and understanding of defence policies and security perceptions

Actions:

Organise regional exchanges among ASEAN Defense and military officials, at all levels, including among military academies, staff colleges and defence universities in the ASEAN Member States;Promote the exchange of observers of military exercises, commensurate with the capability and condition of each ASEAN Member State; Share information among ASEAN Member States on submissions to the UN Register of Conventional Arms;Promote bilateral exchanges and cooperation between defence officials and exchange visits between military training institutions to promote trust and mutual understanding; andConduct joint research projects on defence issues between government-affiliated policy and strategic research institutes in the region.

Work towards developing and publishing an annual ASEAN Security Outlook;Hold voluntary briefings on political and security developments in the region; Develop an ASEAN early warning system based on existing mechanisms to prevent occurrence/escalation of conflicts; andHold consultations and cooperation on regional defence and security matters between ASEAN and external parties and Dialogue Partners including through the ADMM Plus when it is operationalised.

Follow-up on the recommendations of the Review of the ARF;Implement the enhanced role of the ARF Chair, and activate the Friends of the ARF Chair mechanism as and when needed;Implement the decision of the ARF Ministers to move the ARF towards the preventive diplomacy stage (PD);Expand the capacity of the ARF Heads of Defense Universities, Colleges and Institu-tions Meeting (ARF HDUCIM) to exchange best practices in defense policies and aca-demic development;Compile best practices on confidence building measures, preventive diplomacy and conflict resolutions for further development by ARF; andEnhance the role of the Secretary-General of ASEAN in the ARF including further strengthening the ARF Unit in the ASEAN Secretariat.

Compile best practices and relevant international law to promote understanding and appreciation of best practices concerning friendly relations and cooperation among Member States of the United Nations;Convene consultation as well as a series of tract-two activities to strengthen cooperation in addressing threats and challenges that may affect the territorial integrity of ASEAN Member States including those posed by separatism; andFurther promote and increase awareness on these issues to help accelerate the pace of ASEAN Community building and elevate ASEAN’s profile in the world.

Initiate preparatory work for the development of practical cooperation programmes among the militaries of ASEAN Member States.

8 ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT 9

Page 108: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

i.

ii.

iii.

i.

ii.

iii.iv.

v.

vi.vii.

i.ii.

iii.

B.2.3. Promote regional cooperation to maintain peace and stability

Actions:

B.3. Post-Conflict Peace-building

23. ASEAN’s efforts in post-conflict peace building shall complement other comprehensive approaches to: (a) ensure the complete discontinuity of conflicts and violence and/or man-made disasters in affected areas; (b) facilitate the return of peace and/or normalisation of life as early as possible; and (c) lay the ground for reconciliation and all other necessary measures to secure peace and stability, thus preventing the affected areas from falling again to conflicts in the future.

24. Measures can be pursued in promoting humanitarian relief activities, including intensifying cooperation with the United Nations and other organisations, as well as capacity building for people in affected areas.

B.3.1. Strengthen ASEAN humanitarian assistance

Actions:

B.3.2. Implement human resources development and capacity building programmes in post-conflict areas

Actions:

B.2. Conflict Resolution and Pacific Settlement of Disputes

20. Convinced that the settlement of differences or disputes should be regulated by rational, effective and sufficiently flexible procedures, avoiding negative attitudes, which might endanger or hinder cooperation, ASEAN promotes the TAC, which seeks to preserve regional peace and harmony and prescribes that Member States refrain from threat or use of force.

21. The TAC gives provision for pacific settlement of disputes at all times through friendly negotiations and for refraining from the threat or use of force to settle disputes. The strategies for conflict resolution shall be an integral part of a comprehensive approach. The purpose of these strategies shall be to prevent disputes and conflicts from arising between ASEAN Member States that could potentially pose a threat to regional peace and stability.

22. ASEAN, the United Nations and other organisations have held a number of cooperation activities in the effort to promote peace and stability. More efforts are needed in strengthening the existing modes of pacific settlement of disputes to avoid or settle future disputes; and undertaking conflict management and conflict resolution research studies. Under the ASEAN Charter, ASEAN may also establish appropriate dispute settlement mechanisms.

B.2.1. Build upon existing modes of pacific settlement of disputes and consider strengthening them with additional mechanisms as needed

Actions:

B.2.2. Strengthen research activities on peace, conflict management and conflict resolution

Actions:

i.

ii.iii.

i.ii.

iii.

iv.

v.

vi.

vii.

Study and analyse existing dispute settlement modes and/or additional mechanisms with a view to enhancing regional mechanisms for the pacific settlement of disputes;Develop ASEAN modalities for good offices, conciliation and mediation; andEstablish appropriate dispute settlement mechanism, including arbitration as provid-ed for by the ASEAN Charter.

Consider the establishment of an ASEAN Institute for Peace and Reconciliation;Compile ASEAN’s experiences and best practices on peace, conflict management and conflict resolution;Identify priority research topics, with a view to providing recommendations on promoting peace, conflict management and conflict resolution; Enhance existing cooperation among ASEAN think tanks to study peace, conflict management and conflict resolution;Hold workshops on peace, conflict management and conflict resolution with relevant regional and international organisations, including the UN; Undertake studies to promote gender mainstreaming in peace building, peace process and conflict resolution; andDevelop a pool of experts from ASEAN Member States as resource persons to assist in conflict management and conflict resolution activities.

Carry out technical cooperation with the UN and relevant regional organisations to exchange expertise and experiences in maintaining peace and stability;Identify national focal points, with a view to promoting regional cooperation in maintaining peace and stability; andEstablish a network among existing ASEAN Member States’ peace keeping centres to conduct joint planning, training, and sharing of experiences, with a view to establish-ing an ASEAN arrangement for the maintenance of peace and stability, in accordance with the ASEAN Defence Ministers’ Meeting (ADMM) 3-Year Work Programme.

Provide basic services or assistance to bring relief to victims of conflict in consultation with the receiving State;Promote cooperation for orderly repatriation of refugees/displaced persons and resettlement of internally displaced persons; Promote the safety of the humanitarian relief assistance workers; Develop common operating procedures for the provision of humanitarian assistance in the event of conflict;Intensify cooperation with the United Nations and promote the role and contributions of relevant international organisations on humanitarian assistance;Promote civil-military dialogue and coordination in humanitarian assistance; andExpand the role and contribution of women in field-based humanitarian operations.

Draw up guidelines for training and capacity-building needs assessment; Identify priority training topics; Design training programmes in the identified priority topics and development of

10 ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT 11

Page 109: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

i.

ii.

iii.

i.

ii.

iii.iv.

v.

vi.vii.

i.ii.

iii.

B.2.3. Promote regional cooperation to maintain peace and stability

Actions:

B.3. Post-Conflict Peace-building

23. ASEAN’s efforts in post-conflict peace building shall complement other comprehensive approaches to: (a) ensure the complete discontinuity of conflicts and violence and/or man-made disasters in affected areas; (b) facilitate the return of peace and/or normalisation of life as early as possible; and (c) lay the ground for reconciliation and all other necessary measures to secure peace and stability, thus preventing the affected areas from falling again to conflicts in the future.

24. Measures can be pursued in promoting humanitarian relief activities, including intensifying cooperation with the United Nations and other organisations, as well as capacity building for people in affected areas.

B.3.1. Strengthen ASEAN humanitarian assistance

Actions:

B.3.2. Implement human resources development and capacity building programmes in post-conflict areas

Actions:

B.2. Conflict Resolution and Pacific Settlement of Disputes

20. Convinced that the settlement of differences or disputes should be regulated by rational, effective and sufficiently flexible procedures, avoiding negative attitudes, which might endanger or hinder cooperation, ASEAN promotes the TAC, which seeks to preserve regional peace and harmony and prescribes that Member States refrain from threat or use of force.

21. The TAC gives provision for pacific settlement of disputes at all times through friendly negotiations and for refraining from the threat or use of force to settle disputes. The strategies for conflict resolution shall be an integral part of a comprehensive approach. The purpose of these strategies shall be to prevent disputes and conflicts from arising between ASEAN Member States that could potentially pose a threat to regional peace and stability.

22. ASEAN, the United Nations and other organisations have held a number of cooperation activities in the effort to promote peace and stability. More efforts are needed in strengthening the existing modes of pacific settlement of disputes to avoid or settle future disputes; and undertaking conflict management and conflict resolution research studies. Under the ASEAN Charter, ASEAN may also establish appropriate dispute settlement mechanisms.

B.2.1. Build upon existing modes of pacific settlement of disputes and consider strengthening them with additional mechanisms as needed

Actions:

B.2.2. Strengthen research activities on peace, conflict management and conflict resolution

Actions:

i.

ii.iii.

i.ii.

iii.

iv.

v.

vi.

vii.

Study and analyse existing dispute settlement modes and/or additional mechanisms with a view to enhancing regional mechanisms for the pacific settlement of disputes;Develop ASEAN modalities for good offices, conciliation and mediation; andEstablish appropriate dispute settlement mechanism, including arbitration as provid-ed for by the ASEAN Charter.

Consider the establishment of an ASEAN Institute for Peace and Reconciliation;Compile ASEAN’s experiences and best practices on peace, conflict management and conflict resolution;Identify priority research topics, with a view to providing recommendations on promoting peace, conflict management and conflict resolution; Enhance existing cooperation among ASEAN think tanks to study peace, conflict management and conflict resolution;Hold workshops on peace, conflict management and conflict resolution with relevant regional and international organisations, including the UN; Undertake studies to promote gender mainstreaming in peace building, peace process and conflict resolution; andDevelop a pool of experts from ASEAN Member States as resource persons to assist in conflict management and conflict resolution activities.

Carry out technical cooperation with the UN and relevant regional organisations to exchange expertise and experiences in maintaining peace and stability;Identify national focal points, with a view to promoting regional cooperation in maintaining peace and stability; andEstablish a network among existing ASEAN Member States’ peace keeping centres to conduct joint planning, training, and sharing of experiences, with a view to establish-ing an ASEAN arrangement for the maintenance of peace and stability, in accordance with the ASEAN Defence Ministers’ Meeting (ADMM) 3-Year Work Programme.

Provide basic services or assistance to bring relief to victims of conflict in consultation with the receiving State;Promote cooperation for orderly repatriation of refugees/displaced persons and resettlement of internally displaced persons; Promote the safety of the humanitarian relief assistance workers; Develop common operating procedures for the provision of humanitarian assistance in the event of conflict;Intensify cooperation with the United Nations and promote the role and contributions of relevant international organisations on humanitarian assistance;Promote civil-military dialogue and coordination in humanitarian assistance; andExpand the role and contribution of women in field-based humanitarian operations.

Draw up guidelines for training and capacity-building needs assessment; Identify priority training topics; Design training programmes in the identified priority topics and development of

10 ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT 11

Page 110: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

vii.

viii.

ix.

x.

xi.

xii.

xiii.

xiv.

xv.

xvi.

xvii.

xviii.

i.

ii.

iii.

iv.

B.3.3. Increase cooperation in reconciliation and further strengthen peace-oriented values

Actions:

B.4. Non-Traditional Security Issues

25. A key purpose of ASEAN is to respond effectively and in a timely manner, in accordance with the principles of comprehensive security, to all forms of threats, transnational crimes and transboundary challenges.

B.4.1. Strengthen cooperation in addressing non-traditional security issues, particularly in combating transnational crimes and other transboundary challenges

Actions:

iv.v.

vi.

i.

ii.

iii.

i.

ii.

iii.

iv.

v.vi.

B.4.2. Intensify counter-terrorism efforts by early ratification and full implementation of the ASEAN Convention on Counter-Terrorism

Actions:

training materials; Implement annual programmes in each target area; Develop cooperation programmes with relevant external parties and financial institutions to promote Human Resources Development and capacity building in post-conflict reconstruction and peace building; andWork towards the development of a systematic training programme for formal and community educators in the field of peace education and reconciliation, which can be conceptualised and implemented.

Undertake studies to increase cooperation in reconciliation and further strengthen peace-oriented values; Promote public participation in the development of cooperation in post-conflict reconstruction and rehabilitation including the encouragement of comprehensive input of academia, media, non-governmental organisations, civil society and community groups; andPromote inter-communal understanding through exchange activities.

Implement effectively eight priority areas in the Work Programme to Implement the Plan of Action to Combat Transnational Crime;Endeavour to ratify the Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters among ASEAN Member States and work towards elevating it to an ASEAN treaty;Continue the work of the working group, as mandated by the ASEAN Law Ministers’ Meeting, to enhance cooperation on the issue of extradition;Further strengthen criminal justice responses to trafficking in persons, bearing in mind the need to protect victims of trafficking in accordance with the ASEAN Declaration Against Trafficking in Persons Particularly Women and Children, and where applicable, other relevant international conventions and protocols on trafficking in persons;Enhance cooperation to combat people-smuggling;Work towards a drug-free ASEAN by 2015, in accordance with the ASEAN Work Plan for Combating Illicit Drug-Trafficking, by: strengthening measures to prevent the illicit production of drugs, import and export of controlled chemical precursors as well as regional cooperation in controlled delivery; and enhancing cross-border law enforcement cooperation through information sharing, best practices, and capacity building, in

combating drug-trafficking;Develop multilateral or bilateral legal arrangements towards combating drug and precursor chemical trafficking starting in 2008;Provide assistance to ASEAN Member States in enhancing scientific laboratory capacity in precursor identification and drugs signature analysis for drug enforcement operation and intelligence;Provide transfer of knowledge concerning the profile of drug crime syndicate groups as well as watch-list of their drug activities;Provide transfer of knowledge on best practices on the disposal of precursors and essential chemicals seized from clandestine laboratories;Strengthen the capacity of the criminal justice system including judges, prosecutors and law enforcement officials on drug control;Enhance cooperation with relevant external parties in combating transnational crimes, including countering terrorism;Enhance cooperation and coordination among existing ASEAN sectoral bodies in dealing with transnational crimes;Strengthen close cooperation among ASEAN Member States, to combat IUU fishing in the region and where applicable, through the implementation of the IPOA - IUU fishing and work towards the establishment of ASEAN Fisheries Consultative Forum (AFCF);Promote full implementation by relevant sectoral bodies, to prevent, combat and eradicate the illicit trade in small arms and light weapons in all its aspects, in accordance with the UN Programme of Action to Prevent, Combat and Eradicate the Illicit Trade in Small Arms and Light Weapons in All its Aspects (UN PoA) and the International Instrument to enable States to Identify and Trace, in Timely and Reliable Manner, Illicit Small Arms and Light Weapons (International Tracing Instrument);Strengthen cooperation and assistance in combating and suppressing cyber crimes including cooperation among law enforcement agencies, taking into account the need of each country to develop laws to address cyber crimes;Forge closer cooperation in fighting against sea piracy, armed robbery against ships, hijacking and smuggling, in accordance with international laws; andStrengthen cooperation in the field of border management to jointly address matters of common concern, including forgeries of identification and travel documents, by enhancing the use of relevant technologies to effectively stem the flow of terrorists and criminals.

Work towards the entry into force of the ASEAN Convention on Counter-Terrorism (ACCT) by 2009 its ratification by all ASEAN Member States, and promote effective implementation of the Convention;Endeavour to accede and ratify the relevant international instruments on counter terrorism; Promote effective implementation of the ASEAN Comprehensive Plan of Action on Counter-Terrorism; andCooperate to support development initiatives aimed at addressing the root causes of

12 ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT 13

Page 111: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

vii.

viii.

ix.

x.

xi.

xii.

xiii.

xiv.

xv.

xvi.

xvii.

xviii.

i.

ii.

iii.

iv.

B.3.3. Increase cooperation in reconciliation and further strengthen peace-oriented values

Actions:

B.4. Non-Traditional Security Issues

25. A key purpose of ASEAN is to respond effectively and in a timely manner, in accordance with the principles of comprehensive security, to all forms of threats, transnational crimes and transboundary challenges.

B.4.1. Strengthen cooperation in addressing non-traditional security issues, particularly in combating transnational crimes and other transboundary challenges

Actions:

iv.v.

vi.

i.

ii.

iii.

i.

ii.

iii.

iv.

v.vi.

B.4.2. Intensify counter-terrorism efforts by early ratification and full implementation of the ASEAN Convention on Counter-Terrorism

Actions:

training materials; Implement annual programmes in each target area; Develop cooperation programmes with relevant external parties and financial institutions to promote Human Resources Development and capacity building in post-conflict reconstruction and peace building; andWork towards the development of a systematic training programme for formal and community educators in the field of peace education and reconciliation, which can be conceptualised and implemented.

Undertake studies to increase cooperation in reconciliation and further strengthen peace-oriented values; Promote public participation in the development of cooperation in post-conflict reconstruction and rehabilitation including the encouragement of comprehensive input of academia, media, non-governmental organisations, civil society and community groups; andPromote inter-communal understanding through exchange activities.

Implement effectively eight priority areas in the Work Programme to Implement the Plan of Action to Combat Transnational Crime;Endeavour to ratify the Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters among ASEAN Member States and work towards elevating it to an ASEAN treaty;Continue the work of the working group, as mandated by the ASEAN Law Ministers’ Meeting, to enhance cooperation on the issue of extradition;Further strengthen criminal justice responses to trafficking in persons, bearing in mind the need to protect victims of trafficking in accordance with the ASEAN Declaration Against Trafficking in Persons Particularly Women and Children, and where applicable, other relevant international conventions and protocols on trafficking in persons;Enhance cooperation to combat people-smuggling;Work towards a drug-free ASEAN by 2015, in accordance with the ASEAN Work Plan for Combating Illicit Drug-Trafficking, by: strengthening measures to prevent the illicit production of drugs, import and export of controlled chemical precursors as well as regional cooperation in controlled delivery; and enhancing cross-border law enforcement cooperation through information sharing, best practices, and capacity building, in

combating drug-trafficking;Develop multilateral or bilateral legal arrangements towards combating drug and precursor chemical trafficking starting in 2008;Provide assistance to ASEAN Member States in enhancing scientific laboratory capacity in precursor identification and drugs signature analysis for drug enforcement operation and intelligence;Provide transfer of knowledge concerning the profile of drug crime syndicate groups as well as watch-list of their drug activities;Provide transfer of knowledge on best practices on the disposal of precursors and essential chemicals seized from clandestine laboratories;Strengthen the capacity of the criminal justice system including judges, prosecutors and law enforcement officials on drug control;Enhance cooperation with relevant external parties in combating transnational crimes, including countering terrorism;Enhance cooperation and coordination among existing ASEAN sectoral bodies in dealing with transnational crimes;Strengthen close cooperation among ASEAN Member States, to combat IUU fishing in the region and where applicable, through the implementation of the IPOA - IUU fishing and work towards the establishment of ASEAN Fisheries Consultative Forum (AFCF);Promote full implementation by relevant sectoral bodies, to prevent, combat and eradicate the illicit trade in small arms and light weapons in all its aspects, in accordance with the UN Programme of Action to Prevent, Combat and Eradicate the Illicit Trade in Small Arms and Light Weapons in All its Aspects (UN PoA) and the International Instrument to enable States to Identify and Trace, in Timely and Reliable Manner, Illicit Small Arms and Light Weapons (International Tracing Instrument);Strengthen cooperation and assistance in combating and suppressing cyber crimes including cooperation among law enforcement agencies, taking into account the need of each country to develop laws to address cyber crimes;Forge closer cooperation in fighting against sea piracy, armed robbery against ships, hijacking and smuggling, in accordance with international laws; andStrengthen cooperation in the field of border management to jointly address matters of common concern, including forgeries of identification and travel documents, by enhancing the use of relevant technologies to effectively stem the flow of terrorists and criminals.

Work towards the entry into force of the ASEAN Convention on Counter-Terrorism (ACCT) by 2009 its ratification by all ASEAN Member States, and promote effective implementation of the Convention;Endeavour to accede and ratify the relevant international instruments on counter terrorism; Promote effective implementation of the ASEAN Comprehensive Plan of Action on Counter-Terrorism; andCooperate to support development initiatives aimed at addressing the root causes of

12 ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT 13

Page 112: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

iii.

iv.

i.

ii.

iii.

i.

C.2. Promoting enhanced ties with External Parties

Actions:

C.3. Strengthening Consultations and Cooperation on Multilateral Issues of Common Concern

Action:

III. IMPLEMENTATION AND REVIEW OF THE APSC BLUEPRINT

A. Implementation Mechanism

28. To ensure the success in implementing the APSC Blueprint, Member States shall integrate the programmes and activities of the Blueprint into their respective national development plans.

29. All relevant ASEAN senior official bodies or their equivalent shall be responsible in ensuring the implementation of the various elements, actions and commitments in the Blueprint by reflecting them in their respective work plans, mobilising resources for them, raising issues for the consideration of their respective ministerial bodies and the ASEAN Leaders, and undertaking national initiatives in order to meet these commitments.

30. The Coordinating Conference for the ASEAN Political-Security Community Plan of Action (ASCCO) shall continue to serve as the platform in coordinating the efforts of various sectoral bodies through exchanges ofinformation, best practices, and lessons learned in the implementa-tion of the APSC Blueprint. ASCCO’s new initiatives and recommendations on emerging issues shall be reported to the ASEAN Political-Security Council.

31. The ASEAN Political-Security Community (APSC) Council shall be responsible for the overall implementation of the Blueprint and shall ensure coordination of efforts under its purview as well as those which cut across the other Community Councils.

B.5. Strengthen ASEAN Cooperation on Disaster Management and Emergency Response

Actions:

B.6. Effective and timely response to urgent issues or crisis situations affecting ASEAN

Action:

C. A Dynamic and Outward-looking Region in An Increasingly Integrated and Interdependent World

26. ASEAN fosters and maintains friendly and mutually beneficial relations with external parties to ensure that the peoples and Member States of ASEAN live in peace with the world at large in a just, democratic and harmonious environment. ASEAN remains outward-looking and plays a pivotal role in the regional and international fora to advance ASEAN’s common interests.

27. Through its external relations, ASEAN will exercise and maintain its centrality and proactive role as the primary driving force in an open, transparent and inclusive regional architecture to support the establishment of the ASEAN Community by 2015.

C.1. Strengthening ASEAN Centrality in Regional Cooperation and Community Building

Actions:

terrorism and conditions conducive to terrorism.

Enhance joint effective and early response at the political and operational levels in activating the ASEAN disaster management arrangements to assist affected countries in the event of major disasters; Enhance civilian-military coordination in providing effective and timely response to major natural disasters;Finalise the SOP for Regional Standby Arrangements and Coordination of Joint Disaster Relief and Emergency Response Operations for establishing joint operations in providing relief aid to disaster affected areas of Member States in line with the ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response (AADMER); Work towards effective interface on disaster management between ASEAN and other ASEAN-related bodies such as the ASEAN Regional Forum (ARF), ASEAN Plus Three and East Asia Summit (EAS) in a manner that will enhance ASEAN’s disaster management capacities; andDevelop ARF strategic guidelines for humanitarian assistance and disaster relief cooperation.

Convene special meetings at the Leaders’ or Ministerial levels in the event of crisis or emergency situations affecting ASEAN; and develop arrangements to address such situations in a timely manner.

Initiate, host, Chair and/or Co-Chair activities and meetings with Dialogue Partners, other external parties, and within the context of ASEAN Plus Three, EAS and ARF;

14 ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT 15

i.

ii.

iii.

iv.

v.

i.

i.

ii.

Explore, initiate and implement concrete cooperation activities on actions as stipulated in various agreed documents including the APSC Blueprint under the existing regional frameworks;Advance the ARF towards Preventive Diplomacy in a phased and prudent manner while continuing with Confidence Building Measures; while also engaging other regional and international organisations and Track II organisations in the process; andEnhance coordination in ASEAN’s external relation and regional and multilateral fora.

Promote activities to raise awareness of ASEAN and enhance ASEAN’s interests, including the establishment of ASEAN Committees in Third Countries where appropriate;Explore cooperation projects with regional organisations such as the GCC, ECO, Rio Group, SAARC and SCO; andDevelop cooperation projects to implement the ASEAN-UN Memorandum of Understanding (MOU).

Enhance consultations within ASEAN including by ASEAN Permanent Missions in United Nations and other International Organisations with the aim of promoting ASEAN’s interests.

Page 113: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

iii.

iv.

i.

ii.

iii.

i.

C.2. Promoting enhanced ties with External Parties

Actions:

C.3. Strengthening Consultations and Cooperation on Multilateral Issues of Common Concern

Action:

III. IMPLEMENTATION AND REVIEW OF THE APSC BLUEPRINT

A. Implementation Mechanism

28. To ensure the success in implementing the APSC Blueprint, Member States shall integrate the programmes and activities of the Blueprint into their respective national development plans.

29. All relevant ASEAN senior official bodies or their equivalent shall be responsible in ensuring the implementation of the various elements, actions and commitments in the Blueprint by reflecting them in their respective work plans, mobilising resources for them, raising issues for the consideration of their respective ministerial bodies and the ASEAN Leaders, and undertaking national initiatives in order to meet these commitments.

30. The Coordinating Conference for the ASEAN Political-Security Community Plan of Action (ASCCO) shall continue to serve as the platform in coordinating the efforts of various sectoral bodies through exchanges ofinformation, best practices, and lessons learned in the implementa-tion of the APSC Blueprint. ASCCO’s new initiatives and recommendations on emerging issues shall be reported to the ASEAN Political-Security Council.

31. The ASEAN Political-Security Community (APSC) Council shall be responsible for the overall implementation of the Blueprint and shall ensure coordination of efforts under its purview as well as those which cut across the other Community Councils.

B.5. Strengthen ASEAN Cooperation on Disaster Management and Emergency Response

Actions:

B.6. Effective and timely response to urgent issues or crisis situations affecting ASEAN

Action:

C. A Dynamic and Outward-looking Region in An Increasingly Integrated and Interdependent World

26. ASEAN fosters and maintains friendly and mutually beneficial relations with external parties to ensure that the peoples and Member States of ASEAN live in peace with the world at large in a just, democratic and harmonious environment. ASEAN remains outward-looking and plays a pivotal role in the regional and international fora to advance ASEAN’s common interests.

27. Through its external relations, ASEAN will exercise and maintain its centrality and proactive role as the primary driving force in an open, transparent and inclusive regional architecture to support the establishment of the ASEAN Community by 2015.

C.1. Strengthening ASEAN Centrality in Regional Cooperation and Community Building

Actions:

terrorism and conditions conducive to terrorism.

Enhance joint effective and early response at the political and operational levels in activating the ASEAN disaster management arrangements to assist affected countries in the event of major disasters; Enhance civilian-military coordination in providing effective and timely response to major natural disasters;Finalise the SOP for Regional Standby Arrangements and Coordination of Joint Disaster Relief and Emergency Response Operations for establishing joint operations in providing relief aid to disaster affected areas of Member States in line with the ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response (AADMER); Work towards effective interface on disaster management between ASEAN and other ASEAN-related bodies such as the ASEAN Regional Forum (ARF), ASEAN Plus Three and East Asia Summit (EAS) in a manner that will enhance ASEAN’s disaster management capacities; andDevelop ARF strategic guidelines for humanitarian assistance and disaster relief cooperation.

Convene special meetings at the Leaders’ or Ministerial levels in the event of crisis or emergency situations affecting ASEAN; and develop arrangements to address such situations in a timely manner.

Initiate, host, Chair and/or Co-Chair activities and meetings with Dialogue Partners, other external parties, and within the context of ASEAN Plus Three, EAS and ARF;

14 ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT 15

i.

ii.

iii.

iv.

v.

i.

i.

ii.

Explore, initiate and implement concrete cooperation activities on actions as stipulated in various agreed documents including the APSC Blueprint under the existing regional frameworks;Advance the ARF towards Preventive Diplomacy in a phased and prudent manner while continuing with Confidence Building Measures; while also engaging other regional and international organisations and Track II organisations in the process; andEnhance coordination in ASEAN’s external relation and regional and multilateral fora.

Promote activities to raise awareness of ASEAN and enhance ASEAN’s interests, including the establishment of ASEAN Committees in Third Countries where appropriate;Explore cooperation projects with regional organisations such as the GCC, ECO, Rio Group, SAARC and SCO; andDevelop cooperation projects to implement the ASEAN-UN Memorandum of Understanding (MOU).

Enhance consultations within ASEAN including by ASEAN Permanent Missions in United Nations and other International Organisations with the aim of promoting ASEAN’s interests.

Page 114: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

16 ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY BLUEPRINT

32. Progress of implementation of the APSC Blueprint shall be reported annually by the Secretary-General of ASEAN to the annual ASEAN Summit, through the APSC Council.

B. Resource Mobilisation

33. Financial resources to implement the Blueprint will be mobilised by ASEAN Member States, as well as from various facilities including the ASEAN Development Fund (ADF), Dialogue Partners, donor countries, international agencies, the private sector, and non-governmental organisations.

C. Communication Strategy

34. To ensure the success of establishing the APSC, a comprehensive communication plan will be developed and launched at the national and regional levels. This will not only create greater public awareness of the various initiatives, outcomes and issues of the APSC, but also enable all stakeholders to be involved in the process.

D. Review Mechanism

35. The APSC Blueprint shall be reviewed and evaluated to ensure that all the activities are responsive to the needs and priorities of ASEAN, taking into account the changing dynamics of the region and the global environment. The review and evaluation shall be conducted biennially by the ASCCO, in co-ordination with the ASEAN Secretariat. In the course of the review and evaluation, ASEAN Member States are given the flexibility to update the Blueprint. As in the progress of implementation of the APSC Blueprint, the results of the review and evaluation shall be reported by the Secretary-General of ASEAN to the ASEAN Summit through the APSC Council.

Page 115: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura
Page 116: Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat … · Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura