Kerjasama Climate and Land Use Alliance

3
Kerjasama Climate and Land Use Alliance (CLUA) dan JERAT Tentang Riset Perijinan, Pemanfaatan Hutan dan Lahan di Kabupaten Waropen Januari – Juli 2013 Riset ini difokuskan untuk melakukan penelitian terhadap dokumen-dokumen perijinan dan kebijakan dalam pemanfaatan hutan dan lahan serta melakukan monitoring terhadap implementasi rencana tata ruang. Kemudian mengkaji dampak positif dan negatif yang dialami oleh masyarakat akibat dari pemanfaatan hutan dan lahan. I. Latar Belakang Kabupaten Waropen dengan ibukota yang terletak di Kota Botawa. Dengan motto: NDI SOWOSIO NDI KARAKO yang berarti ”Bersatu Untuk Maju/ Lebih Baik”. Kabupaten Waropen memiliki 11 distrik (kecamatan) dan 110 kampung dengan jumlah penduduk sebanyak 24.639 jiwa, yang terdiri dari 13.137 laki-laki dan 11.502 perempuan. Kabupaten ini berada di wilayah pesisir yang memiliki potensi hutan bakau, hutan primer dan potensi kelautan dan perikanan . Menurut istilah sebutan Waropen mempunyai hubungan yang erat dengan kata Oropong yang mula-mula dipakai oleh Jacob Weyland (tahun 1705), sedangkan kata Waropen menurut penduduk asli (Waropen) artinya orang yang berasal dari pedalaman yaitu dari Gunung Tonater Wamusopedai. Dengan demikian, apabila dihubungkan dengan mite-mite yang hidup dimasyarakat hukum adat Waropen bahwa orang Waropen adalah orang yang bermigran ke pantai akibat adanya air ampuhan,dimana orang-orang Waropen menyebar ke Ambumi, Roon di Kabupaten Nabire, Manokwari bagian barat, Waropen Ronari bagian timur dan pesisir Waropen Kai. Dikaji dari perspektif sejarah sosial budaya, Held (tahun 1974) telah membagi wilayah Waropen atas 3 (tiga) wilayah hukum adat yang tercermin dalam perbedaan penggunaan bahasa yaitu Wilayah Waropen Ambumi, Wilayah Waropen Kai dan Wilayah Waropen Ronari. Masyarakat Hukum Adat Waropen Ambumi yang terbagi dalam 2 (dua) kelompok yaitu kelompok yang masuk ke Wilayah Kabupaten Nabire yang mendiami kampung-kampung Napan, Wenami, Masipawa, Makimi, Moor, Mambor dan Ambumi. Serta kelompok yang masuk Wilayah Kabupaten Wondama dan mendiami kampung-kampung Yendeman, Syabes,War, Kayob dan Menarbu. Wilayah Adat Waropen Kai, masyarakat yang mendiami pesisir di wilayah Paradoi, Sanggei , Nubuai, Mambui di Distrik Urei Faisei; Kampung Koweda Distrik Masirei; Kampung Waren, Distrik Waropen Bawah; Kampung Wapoga Distrik Wapoga dan diwilayah pedalaman seperti Barapasi, Sosora, Sorabi, Kerema, Tamakuri, Teba, Janke dan Baitanisa, yaitu yang mendiami daerah pedalaman Waropen sebelah Timur sampai Pegunungan Van Ress. II. Perijinan Pemanfaatan Lahan dan Hutan di Kabupaten Waropen. Kabupaten Waropen memiliki potensi hutan dengan hamparan hutan primer, mangrove serta hutan rawa yang menjadi incaran para investor, baik dalam dan luar negeri. Luas penutupan lahan berdasarkan penafsiran citra satelit landsat pada tabel berikut ini: Tabel 1. Luas Penutupan Lahan Berdasarkan Penafsiran Citra Satelit Landsat 7 ETM+ Kabupaten Waropen Penutupan Lahan Tahun Hutan Primer (HP) Hutan Sekunder (HS) Hutan Manggrove Primer Hutan Rawa Primer Hutan Manggrove Sekunder Hutan Rawa Sekunder (HRS) Total

description

managemen_hutan

Transcript of Kerjasama Climate and Land Use Alliance

Kerjasama Climate and Land Use Alliance (CLUA) dan JERATTentang Riset Perijinan, Pemanfaatan Hutan dan Lahan di Kabupaten WaropenJanuari Juli 2013Riset ini difokuskan untuk melakukan penelitian terhadap dokumen-dokumen perijinan dan kebijakan dalam pemanfaatan hutan dan lahan serta melakukan monitoring terhadap implementasi rencana tata ruang. Kemudian mengkaji dampak positif dan negatif yang dialami oleh masyarakat akibat dari pemanfaatan hutan dan lahan.I.Latar BelakangKabupaten Waropen dengan ibukota yang terletak diKota Botawa. Dengan motto: NDI SOWOSIO NDI KARAKO yang berarti Bersatu Untuk Maju/ Lebih Baik. Kabupaten Waropen memiliki 11 distrik (kecamatan) dan 110 kampung dengan jumlah penduduk sebanyak 24.639 jiwa, yang terdiri dari 13.137 laki-laki dan 11.502 perempuan. Kabupaten ini berada di wilayah pesisir yang memiliki potensi hutan bakau, hutan primer dan potensi kelautan dan perikanan .Menurut istilah sebutan Waropen mempunyai hubungan yang erat dengan kataOropongyang mula-mula dipakai oleh Jacob Weyland (tahun 1705), sedangkan kata Waropen menurut penduduk asli (Waropen) artinya orang yang berasal dari pedalaman yaitu dari Gunung Tonater Wamusopedai. Dengan demikian, apabila dihubungkan dengan mite-mite yang hidup dimasyarakat hukum adat Waropen bahwa orang Waropen adalah orang yang bermigran ke pantai akibat adanya air ampuhan,dimana orang-orang Waropen menyebar ke Ambumi, Roon di Kabupaten Nabire, Manokwari bagian barat, Waropen Ronari bagian timur dan pesisir Waropen Kai.Dikaji dari perspektif sejarah sosial budaya, Held (tahun 1974) telah membagi wilayah Waropen atas 3 (tiga) wilayah hukum adat yang tercermin dalam perbedaan penggunaan bahasa yaitu Wilayah Waropen Ambumi, Wilayah Waropen Kai dan Wilayah Waropen Ronari. Masyarakat Hukum Adat Waropen Ambumi yang terbagi dalam 2 (dua) kelompok yaitu kelompok yang masuk ke Wilayah Kabupaten Nabire yang mendiami kampung-kampung Napan, Wenami, Masipawa, Makimi, Moor, Mambor dan Ambumi. Serta kelompok yang masuk Wilayah Kabupaten Wondama dan mendiami kampung-kampung Yendeman, Syabes,War, Kayob dan Menarbu.Wilayah Adat Waropen Kai, masyarakat yang mendiami pesisir di wilayah Paradoi, Sanggei , Nubuai, Mambui di Distrik Urei Faisei; Kampung Koweda Distrik Masirei; Kampung Waren, Distrik Waropen Bawah; Kampung Wapoga Distrik Wapoga dan diwilayah pedalaman seperti Barapasi, Sosora, Sorabi, Kerema, Tamakuri, Teba, Janke dan Baitanisa, yaitu yang mendiami daerah pedalaman Waropen sebelah Timur sampai Pegunungan Van Ress.II.Perijinan Pemanfaatan Lahan dan Hutan di Kabupaten Waropen.Kabupaten Waropen memiliki potensi hutan dengan hamparan hutan primer, mangrove serta hutan rawa yang menjadi incaran para investor, baik dalam dan luar negeri. Luas penutupan lahan berdasarkan penafsiran citra satelit landsat pada tabel berikut ini:Tabel1. Luas Penutupan Lahan Berdasarkan Penafsiran Citra Satelit Landsat 7 ETM+ Kabupaten WaropenPenutupan Lahan

TahunHutan Primer (HP)Hutan Sekunder (HS)Hutan Manggrove Primer (HMP)Hutan Rawa Primer (HRP)Hutan Manggrove Sekunder (HMS)Hutan Rawa Sekunder (HRS)Total

2003896.43169.033136.303238.23825.95741.6821.407.644

2006342.41826.36726.29673.3704620.211488.708

2009385.93835.91627.68868.1034718.524536.216

Sumber : Diolah dari dokumen Statistik Kehutanan Propinsi Papua, 2012Dari tabel diatas menunjukan bahwa pada tahun 2003 jumlah luas tutupan lahan berdasarkan penafsiran citra satelit landsat adalah 1.407.644 Ha. Pada tahun 2006 luas penutupan lahan menjadi 488.708 Ha serta pada tahun 2009 berjumlah 536.216 Ha. Hal ini dikarenakan terjadi pemekaran Kabupaten Mamberamo Raya, terdapat 3 distrik seperti Distrik Benuki, Sawai, dan Waropen Atas menjadi bagian dari Kabupaten Mamberamo Raya. Artinya bahwa jumlah luasan 3 (tiga) distrik tersebut berpengaruh signifikan terhadap luasan tutupan lahan di Kabupaten Waropen.Sementara Luas Kawasan Hutan dan Perairan Berdasarkan RTRW di Kabupaten Waropen, Tahun 2010 sampai 2030 yang diolah dari Dokumen Statistik Kehutanan Propinsi Papua, 2012 luasan hutan berdasarkan fungsinya adalah 560.213 Ha terdiri dari hutan lindung, hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, hutan produksi konversi dan Areal penggunaan lain.Kemudian, data perkembangan Izin Usaha Pemanfaaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) di Kabupaten Waropen hingga Tahun 2011 terdapat 5 (lima) perusahaan yang pernah terdata sesuai Dokumen Statistik Kehutanan propinsi Papua, 2012 dan Dinas Kehutanan Kabupaten Waropen, 2010 adalah sebagai berikut PT. Wapoga Mutiara Timber Unit III (PT.WMT) sejak tahun 2008 dimana memiliki wilayah operasi pada Kabupaten Waropen, Paniai dan Mamberamo Raya dengan luas konsesi adalah 407.350 Ha. PT. WMT telah beroperasi sejak tahun 1997 dan stagnan pada tahun 2008.Lalu ada tiga (3) perusahaan yang ijinnya dicabut oleh Menteri Kehutanan sejak tahun 2002 adalah PT. Persada Papua Hijau, PT. Sauri Mowari Rimba I dan PT Sauri Mowari Rimba II. Ketiga perusahaan ini beroperasi pada Kabupaten Nabire dan Waropen. Sementara PT.Irmasulindo belum beroperasi walau ijinnya telah keluar sejak tahun 2001 karena masih mengurus Rencana Kerja Usaha (RKU) berbasis Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB).Laju deforestasi dan degradasikawasan hutan, berdasarkan data Lab. GIS BPKH X Jayapura untuk Kabupaten Waropen antara tahun 2003-2006 seluas 12,12 Ha dan pada tahun 2006-2009 seluas 39.535 Ha. Artinya terjadi peningkatan laju deforestasi dan degradasi kawasan hutan antara tahun 2006-2009 dimana berkaitan dengan pinjam pakai kawasan untuk aktivitas pembangunan, dan juga aktivitas penebangan hutan yang dilakukan oleh PT. WMT Unit III sebelum mengalami stagnasi pada tahun 2008.Sementara berdasarkan data Bidang Program dan Perencanaan Kehutanan, 2011 terdapat 2 (dua) unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dengan areal kerja meliputi Kabupaten Waropen, Paniai, Nabire dan Mamberamo Raya. Total luas wilayah kerja KPHP hingga tahun 2011 adalah 910.661 Ha , terdiri dari Hutan Lindung 306.970 Ha, Hutan Produksi 585.207 Ha dan Hutan Produksi terbatas 18.484 Ha.Pinjam pakai kawasanuntuk kepentingan pembangunan di Kabupaten Waropen pada tahun 2006 dan 2011 adalah seluas 9.341,80 Ha. Pinjam pakai kawasan tersebut ini, diperuntukan untuk membangun infrastuktur Kabupaten Waropen, yang pada saat itu dimekarkan dari Kabupaten Yapen dan juga program transmigrasi pada tahun 1996 seluas 4.223 Ha, sesuai dengan data dari Dokumen Statistik Kehutanan Propinsi Papua, 2012 yang terdiri dari kawasan Hutan Lindung (HL) seluas 567 Ha, Hutan Produksi (HP) seluas 2.325 Ha, dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 1.331 Ha. Kawasan transmigrasi tersebut berlokasi di Soimiangga sesuai dengan SK Pelepasan 291/Kpts II/1996 tanggal 14 Juni 1996. Dimaa pelepasan kawasan ini, terjadi sebelum Waropen dimekarkan menjadi wilayah administrasi pemerintahan baru.III.Pandangan Masyarakat Adat Terhadap Tanah dan HutanHutan sebagai tempat implementasi nilai-nilai adat dan sumber kehidupan masyarakat adat secara turun temurun. Praktisnya dapat dikatakan bahwa tempat memperoleh berbagai kebutuhan gizi dan nutrisi (protein hewani dan Nabati), air bersih dan sumber obat-obatan serta aksesoris kebudayaan.Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa hutan adalah tempat implementasi nilai-nilai dan sistim adat merupakan manisfestasi antara manusia dengan alamnya yang terlestari , dilindungi dan diwariskan secara turun temurun dengan aturan dan sanksi adat yang berlaku ditengah kehidupan masyarakat. Prakteknya dipercaya bahwa ada tempat-tempat sakral yang mengandung mitologi asal usul manusia. Tempat-tempat ini biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat adat sebagai areal untuk inisiasi adat, penyembuhan dan ketenangan batin;(Tim Riset JERAT, 2013)