kerentanan pesisir
Transcript of kerentanan pesisir
5/12/2018 kerentanan pesisir - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kerentanan-pesisir 1/6
17 Mardi Wibowo, 2009
PEMETAAN TINGKAT KEPEKAAN LINGKUNGAN PESISIR
DI KOTA SEMARANG
Mardi Wibowo
Peneliti Bidang Hidrologi
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Naskah masuk: 5 Januari 2009; Revisi terakhir: 3 Maret 2009
Abstract
Coastal zone of Semarang area has big potencial in fishery, tourism, industrial and service activities.
In development of Semarang’s coastal zone, is met much of environmental problems such as abration,
land subsidence, sedimentation, water and land pollution and seawater intrusion. On the other hand, this
area has limited carrying capacity and very sensitive to oil spill pollution and sedimentation. Therefore
it is need index environmental sensitivity assessment/mapping with Geographical Information System
(GIS) technology in Semarang’s coastal zone. For Semarang’s coastal zone development plan, should
be: western part of Semarang’s coastal zone is developed as fishery cultivation; central part as industrial,
residential area activity and eastern part as fishery activity with special treatment and protection.
Key words : degree environmental sensitivity, GIS technology
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indeks kepekaan lingkungan pada dasarnya
adalah mengukur kemudahan/potensi kehilangan
nilai ekonomi, sosial, fisik dan biologi dari lahan
yang ada (Peterson, 2002). Indeks kepekaan
lingkungan disusun untuk mengetahui tingkat
karaktersitik dan features kepekaan/ sensitivitas
dan kerentanan/vulnerabilitas sumberdaya yang
ada di pesisir. Indeks kepekaan lingkungan
pada awalnya (Tahun 1976) dilakukan khusus
terhadap limpahan minyak untuk kepentingan
perencanaan mitigasi bila terjadi tumpahan
minyak. Tetapi sesuai dengan perkembangan
permasalahan yang ada indeks kepekaan
lingkungan ini terus berkembang sesuai dengan
semakin banyaknya jenis zat pencemar. Indeks
kepekaan lingkungan ini harus memperhatikansumberdaya fisik dan biologi (seperti : hutan
bakau, terumbu karang, dll), lingkungan social
dan ekonomi (lokasi wisata, kawasan akuakultur,
dll) dan lingkungan ekologi (habitat khusus,
kawasan lindung, dll). Peta indeks kepekaan
lingkungan sangat berperan dalam perencanaan
ICZM (Integrated Coastal Zone Management )seperti sebagai dasar perencanaan kebijakan
pemeliharaan lingkungan pesisir, konservasi
dan perlindungan habitat/sumberdaya pesisir,
pengendalian pencemaran dan perencanaan
mitigasi untuk menghadapi bencana laut dan
untuk rehabilitasi dan restorasi lingkungan, serta
mampu untuk pengkajian dampak lingkungan yang
strategis. Sejak tahun 1980-an pemetaan tingkat
kepekaan lingkungan banyak memanfaatkan
teknologi SIG (Sistem Informasi Geografis)
karena mampu untuk menangani, menangkap,
menyimpan, mengedit, mengambil, menganalisis,
mengupdate, menampilkan dan mereproduksi
informasi geografis.
Korespondensi Penulis
Telp/Fax. 62-21-316 9725; [email protected]
J. Hidrosfir Indonesia Vol. 4 No.1 Hal.17 - 22 Jakarta, April 2009 ISSN 1907-1043
5/12/2018 kerentanan pesisir - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kerentanan-pesisir 2/6
18 Mardi Wibowo, 2009
Wilayah pantai Kota Semarang saat ini
mengalami perkembangan yang sangat cepat
dan dinamis baik dari aspek perubahan fisik
lahan maupun dari aspek perkembangan kegiatan
perkotaan. Perkembangan kegiatan ekonomi
tersebut pada umumnya bersifat eksploitatif sehingga perlu diatur secara terpadu dan
seimbang. Di lain pihak wilayah pantai/pesisir
mempunyai daya dukung yang sangat terbatas
dan mempunyai kepekaan/sensitivitas yang
sangat tinggi terhadap tekanan pertumbuhan
penduduk, polusi terutama dari industri,
pembuangan berbagai macam limbah, budidaya
perairan (tawar, payau dan laut), perhubungan
laut, pariwisata dan kegiatan intensif lainnya.
Oleh karena itu dalam perencanaan
pengelolaan kawasan pesisir di Kota Semarang
perlu adanya pengkajian tingkat kepekaan
lingkungan pesisir terutama terhadap sumber
pencemar yang banyak terjadi di Kota Semarang
seperti sedimen dan tumpahan minyak khususnya
di sekitar pelabuhan.
1.2. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
mengetahui tingkat kepekaan lingkungan pesisir
di Kota Semarang terhadap berbagai macam
sumber pencemar terutama tumpahan minyak
dan sedimentasi. Sedangkan sasaran dari
kegiatan ini adalah :a. Mengidentifikasi & menginventarisasi
permasalahan dan kondisi eksisting yang
ada di pesisir
b. Mengidentifikasi potensi sumberdaya
pesisir yang ada
c. Menyusunan model indeks kepekaan
lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk
peta konvensional maupun peta digital
d . Menyusunan rekomendas i untuk
perencanaan, penataan dan pengelolaan
pesisir serta prioritas perlindunganlingkungan pesisir.
1.3. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan
penelitian ini adalah :
a. Sebagai bahan pertimbangan untuk
perencanaan pengelolaan pesisir Kota
Semarang.
b. Sebagai bahan pertimbangan awal untuk
menetukan strategi yang tepat dalam
mengendalikan dan menanggulangi dampaktumpahan minyak dan sedimentasi.
2. METODOLOGI
Secara umum untuk pengolahan data dalam
penelitian pemetaan kepekaan lingkungan pantai
ini adalah dengan memanfaatkan teknologi
Sistem Informasi Geografi (SIG). Gambaran
tahapan pelaksanaan dalam pemetaan kepekaan
lingkungan pantai dengan memanfaatkan
teknologi SIG terlihat pada gambar 1.
3. PEMBAHASAN3.1. Konsep Pemetaan Tingkat Kepekaan
Lingkungan di Pesisir Kota Semarang
Konsep ini disusun berdasarkan data-data
yang terkumpul baik primer maupun sekunder
dan harus banyak mempertimbangkan konsep
model yang pernah disusun dan dikembangkan
oleh para peneliti baik di dalam maupun di luar
negeri. Berdasarkan literatur-literatur dari peneliti
terdahulu dapat dikatakan bahwa parameter
yang mempengaruhi kepekaan lingkungan pantai
akibat adanya pencemar minyak dan sedimen
relatif sama. Parameter-parameter yang dipakai
dalam konsep model untuk pemetaan kepekaan
lingkungan pantai di Kota Semarang ini adalah :
a. Material/ batuan penyusun
Semakin halus material/batuan penyusun
semakin peka terhadap pencemaran karena pada
umumnya batuan yang halus lebih mudah lapuk/
rusak dan kalau sudah tercemar akan semakin
sulit untuk dibersihkan. Sehingga semakin halus
material penyusunnya semakin besar nilai skor
yang diberikan (Tabel 1).
Tabel 1. Jenis material & skornya
No Material/Batuan Skor
1 Lanau lempungan 3
2 Pasir lanauan 2
3 Berbatu 1
5/12/2018 kerentanan pesisir - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kerentanan-pesisir 3/6
19 Mardi Wibowo, 2009
benturan dari gelombang laut dapat mengurangi
potensi pencemaran, sehingga bentuk pantai
yang cekung mempunyai skor yang lebih besar daripada yang cembung (Tabel 2).
c. Potensi Genangan Akibat Pasang Naik
(Rob)
Semakin besar potensi kemungkinan terjadinya
rob di suatu pantai, semakin besar pula kepekaan
pantai tersebut untuk terkena pencemaran
Tabel 2. Bentuk pantai dan skornya
No Bentuk pantai Skor
1 Cekung 3
2 Relatif datar 2
3 Cembung 1
b. Bentuk garis pantai
Semakin cekung bentuk garis pantai semakin
peka terhadap pencemaran yang ada di laut.
Karena pada umumnya garis pantai yang cekung
akan menjadi semacam jebakan (trap) sehingga
potensi pencemaran bisa semakin itensif,berbeda dengan pantai yang cembung dimana
baik pencemaran tumpahan minyak maupun
sedimen. Sehingga daerah pantai yang sering
terjadi rob mempunyai nilai skor yang lebih besar
dibandingkan dengan daerah lain yang jarang
terkena rob (Tabel 3).
d. Kecepatan Amblesan
Semakin besar kecepatan amblesan daerah
Tabel 3. Potensi rob dan skornya
No Potensi Rob Skor
1 Sangat sering 3
2 Sering 2
3 Jarang 1
pantai, semakin besar pula kepekaan pantai
tersebut terhadap adanya pencemaran. Sehingga
daerah pantai yang mempunyai kecepatan
amblesan besar akan mempunyai skor tingkat
kepekaan yang lebih tinggi (Tabel 4.).
e. Perkembangan garis pantai
Pantai yang mengalami perkembangan
ke arah laut (abrasi) mempunyai kepekaan
lingkungan terhadap pencemaran relatif lebih
besar dibandingkan garis pantai yang cenderung
begeser ke arah laut (akresi). Hal ini dikarenakan
dengan adanya abrasi zat pencemar akan dapat
lebih meresap ke dalam lahan pantai dibandingkan
dengan pantai yang mengalami akresi, karena
Tabel 4. Amblesan & skornya
No Kecapatan Amblesan Skor
1 >0,2 m/th 3
2 0,15 - 0,2 m/th 2
3 <0,15 m/th 1
Tabel 5. Perkembangan garis pantai & skornya
No Pertumbuhan Garis Pantai Skor
1 Abrasi 3
2 Relatif tetap 2
3 Akresi 1
proses pencucian yang yang terjadi di kawasan
pantai akresi akan lebih efektif dibanding yang
abrasi. Sehinggga garis pantai yang mengalami
abrasi akan mempunyai skor kepekaan terhadap
pencemaran relatif lebih tinggi dibandingkan yang
mengalami akresi (Tabel 5)
f. Habitat mangroveHabitat mangrove ini merupakan faktor
utama dan penentu nilai dari fungsi konservasi.
Sebenarnya fungsi konservasi ditentukan pula
dengan adanya terumbu karang, padang lamun,
kawasan lindung, bangunan bersejarah dan lain-
lain. Tetapi karena di Semarang yang ada hanya
mangrove makanya fungsi konservasi hanya
didasarkan kepada ada tidaknya habitat mangrove.
Tabel 6. Ada tidaknya Mangrove & skornya
No Habitat Skor
1 Mangrove 3
2 - 2
3 Non Mangrove 1
5/12/2018 kerentanan pesisir - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kerentanan-pesisir 4/6
20 Mardi Wibowo, 2009
skor dari nilai eknomis tiap jenis penggunaan
lahan ini sangat relatif dan sulit untuk ditentukan.
Dan untuk menentukannya dilakukan dengan
metodologi angket (atau Participatory Rapid
Appraisal / PRA). Berdasarkan hal tersebut maka
penskoran terhadap tiap tata guna lahan yangada di Kota Semarang terlihat seperti pada Tabel
7 di bawah ini.
Kemudian untuk menentukan tingkat kepekaan
lingkungan pesisir terhadap pencemaran
tumpahan minyak maupun sediment dilakukan
dengan melakukan penampalan (overlay ) dengan
rumus penjumlahan skor dari tiap layer parameter
yang dipakai. Rumus yang dipakai adalah :
Nilai Total = Skor Batuan + Skor
Bentuk Pantai + Skor Potensi Rob + Skor
Amblesan + Skor Abrasi + Skor Mangrove + Skor
Nilai Ekonomi
Semakin besar “Nilai Total” suatu kawasan
maka semakin peka kawasan tersebut terhadap
adanya proses pencemaran, sehingga diperlukan
perhatian yang lebih untuk pencegahan dan
Dengan semakin padatnya populasi mangrove
maka kepekaan lingkungan kawasan pantai
tersebut dibandingkan dengan kawasan pantai
yang tidak ada mangrovenya. Sehinggga kawasan
pantai yang ada mangrovenya mempunyai skor
kepekaan lingkungan terhadap pencemaran yangrelatif lebih besar (lihat Tabel 6).
g. Nilai ekonomis
Dalam penentuan tingkat kepekaan lingkungan
dari nilai ekonomis ini utamanya didasarkan
pada tata guna lahan yang ada. Besarnya skor
ditentukan pada tinggi rendahnya nilai ekonomis
dari tiap penggunaan lahan. Semakin tinggi nilai
sosial ekonomisnya semakin besar skor yang
diberikan untuk tingkat kepekaannya terhadap
adanya pencemaran. Dalam hal ini penentuan
penaganannya. Untuk mengklasifikasinya
(membuat zonasi tingkat kepekaannya) perlu
dibuat kelas-kelas berdasarkan nilai total yang
ada di seluruh daerah penelitian. Proses klasifikasi
ini dilakukan berdasarkan kriteria seperti yang
terlihat pada Tabel 8 berikut ini.
3.2. Tingkat Kepekaan Lingkungan Pantai
Kota Semarang
Berdasarkan konsep model dilakukanlah
penampalan layer Peta Kelas : Batuan Penyusun,
Bentuk Garis Pantai, Potensi Genangan
(Rob), Kecepatan Amblesan, Perkembangan
Garis Pantai, Habitat Mangrove (Fungsi Nilai
Konservasi), Tata Guna Lahan (Fungsi Nilai
Ekonomis). Dari hasil penampalan tersebut
diperoleh layer peta dengan total 75 buah poligon
dengan 10 jenis jumlah skor. Perlu ditekankan
disini bahwa klasifikasi kepekaan daerah pantai
disini merupakan kepekaan relatif terhadap daerah
Tabel 7. Penggunaan lahan & skornyaNo Penggunaan Lahan Skor
1 Kawasan Terbangun 3
2 Tambak 2
3 Sawah dan Tegalan 1
Tabel 8. Kelas Kepekaan Pantai Kota Semarang
NoPenggunaan
LahanJumlah Skor
1 Sangat Peka 8,9,10,11
2 Peka 12,13,14,15
3 Tidak Peka 16,17,18,19
Tabel 9. Luas tiap kelas kepekaan lingkungan
pantai di Kota Semarang
NoKelas
Kepekaan
Luas
M2 %
1 Tidak Peka 19.370.802,36 38,39
2 Peka 20.900.610,03 43,03
3 Sangat Peka 8.288.183,63 17,07
Total 48,559,596.016 100,00
Sumber : Hasil pengolahan, 2006
pantai lain dalam lingkup daerah penelitian dan
tidak dapat dibandingkan dengan air tanah di luar
daerah penelitian secara langsung. Layer peta ini
kemudian direklasifikasi sesuai dengan kriteria
yang ada pada Tabel 8 untuk memperoleh Peta
Kepekaan Lingkungan Pantai di Kota Semarang.
5/12/2018 kerentanan pesisir - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kerentanan-pesisir 5/6
21 Mardi Wibowo, 2009
Luas tiap kelas dan penyebarannya terlihat pada
Tabel 9 dan Gambar 2.
Berdasarkan pada Peta Kepekaan Lingkungan
Pantai (Gambar 2) dan Tabel 9. terlihat bahwa
sebagian besar lingkungan pantai di Kota
Semarang tergolong peka terhadap adanyapencemaran tumpahan minyak maupun sedimen
yang ada di laut, yaitu mencapai 20.900.610,03
m2 atau sekitar 43,04 % dari total lingkungan
pantai di Kota Semarang. Kawasan pantai yang
tergolong dalam kelas ini sebagian besar tersebar
di bagian timur dan tengah dari Pantai utara Kota
Semarang.
Sedangkan lingkungan pantai yang mempunyai
kepekaan terhadap pencemaran sangat tinggi
(tergolong sangat peka) tersebar di bagian tengah
daerah penelitian terutama di sekitar pelabuhan
Tanjung Emas dan daerah sebelah timurnya.Luas keseluruhan kawasan pantai yang tergolong
dalam kelas ini adalah 8.288.183,63 m2 atau
sekitar 17,07% dari total lingkungan pantai di
Kota Semarang.
Lingkungan pantai di Kota Semarang yang
relatif tergolong tidak peka terhadap adanya
pencemaran di laut meliputi luasan sekitar
19.370.802,36 m2 atau sekitar 39,89% dari total
luas daerah penelitian. Kawasan pantai yang
tergolong tidak peka ini sebagian besar tersebar
di bagian barat dari pantai utara Kota Semarang
dan berada sedikit masuk ke daratan.Berdasarkan uraian tersebut di atas, secara
umum dapat dikatakan bahwa kawasan pantai
utara Kota Semarang bagian barat relatif tidak
peka terhadap adanya pencemaran minyak dan
sedimen yang terjadi di laut dibandingkan dengan
kawasan pantai di bagian timur peta yang peka
terhadap pencemaran, apalagi dibandingkan
dengan kawasan pantai bagian tengah yang
relatif sangat peka.
3.3.1. Rekomendasi
Dalam rangka penerapan konsep pembangunan
berkelanjutan untuk pengembangan kawasan
pesisir, tingkat kepekaan lingkungan pantai
terhadap adanya pencemaran minyak dan
sedimen di laut mempunyai peranan yang sangat
penting, terutama untuk menyusun perencanaan
pembangunan wilayah pesisir dan tata ruang
wilayah pesisir.
a. Untuk rencana pengembangan wilayah
di Kota Semarang, sebaiknya kawasan
pantai bagian barat dikembangkan untuksektor budidaya perikanan tambak, rawa
disertai dengan penanaman mangrove di
sepanjang pantai sebagai area penyangga.
Keberadaan kawasan industri di Daerah Beji
perlu dipertimbangkan, karena selain tidak
sesuai dengan daya dukung lahan juga dapat
berpengaruh terhadap produktivitas lahan
untuk kegiatan perikanan. Pada dasarnya
hutan mangrove ini dapat pula dikembangkan
untuk kegiatan wisata lingkungan.
b. Bagian tengah pantai Semarang sebaiknya
dikembangkan untuk kegiatan industri,perkotaan dengan segala fasilitasnya,
karena memang sebelumnya telah banyak
berkembang untuk kegiatan tersebut dan
sudah relatif lengkap sarana dan prasarannya.
Khusus untuk wilayah ini perlu juga disediakan
ruang terbuka hijau sebagai penyangga daya
dukung lingkungan.
c. Bagian timur pantai Semarang sebaiknya
dikembangkan untuk perikanan dengan
perlakuan dan perlindungan khusus yang
lebih terencana. Karena di kawasan ini daya
dukung lingkungannya relatif rendah dansudah banyak kawasan industri. Sehingga
diharapkan industri lebih memperhatikan
kondisi lingkungan di sekitarnya.
d. Khusus untuk pengembangan kawasan
industri, perkotaan dengan faktor-faktor
pendukungnya perlu ada persyaratan-
persyaratan khusus yang harus dipenuhi
karena secara umum termasuk kawasan yang
sangat peka terhadap adanya pencemaran
sedimen dan tumpahan minyak di laut.
5/12/2018 kerentanan pesisir - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kerentanan-pesisir 6/6
22 Mardi Wibowo, 2009
4. PENUTUP
a. Wilayah pantai/ pesisir Kota Semarang
mempunyai potensi yang cukup besar untuk
dikembangkan khususnya di sektor perikanan
khususnya darat, industri pengolahan hasil
perikanan, transportasi (pelabuhan) dansektor wisata bahari.
b. Dalam pengembangannya pantai Kota
Semarang banyak menghadapi permasalahan
khususnya lingkungan seperti abrasi pantai,
amblesan tanah, rob, sedimentasi, pencemaran
lingkungan, intrusi air laut, dll.
c. Wilayah pantai/ pesisir Kota Semarang
mempunyai daya dukung yang sangat terbatas
dan mempunyai kepekaan/sensitivitasyang
sangat tinggi terhadap tekanan pertumbuhan
penduduk, polusi terutama dari industri,
pembuangan berbagai macam limbah,
budidaya perairan (tawar, payau dan laut),
perhubungan laut, pariwisata dan kegiatan
intensif lainnya
d. Dalam perencanaan pengelolaan kawasan
pesisir di Kota Semarang perlu adanya
pengkajian tingkat kepekaan lingkungan
pesisir terutama terhadap sumber pencemar
yang banyak terjadi seperti sedimen dan
tumpahan minyak khususnya di sekitar
pelabuhan.
e. Untuk rencana pengembangan wilayah di KotaSemarang, sebaiknya kawasan pantai bagian
barat dikembangkan untuk sektor budidaya
perikanan, bagian tengah untuk kegiatan
industri, perkotaan dengan segala fasilitasnya,
sedangkan bagian timur untuk perikanan
dengan perlakuan dan perlindungan khusus
yang lebih terencana.
DAFTAR PUSTAKA
1. …………………, 1998, Studi Penyusunan
Indeks Kepekaan Lingkungan Wilayah
Pesisir Selat Lombok , Pusat Lindungan
Lingkungan dan Pembinaan Keselamatan
Kerja, PERTAMINA, Jakarta.
2. …………………, 2003, Profil Pesisir dan
Kelautan Jawa Tengah, Dinas Perikanan dan
Kelautan Propinsi Jawa Tengah, Semarang
3. …………………., 2003, Pengkajian Abrasi
dan Kawasan Sabuk Hijau di Pantura Jawa
Tengah, Badan Penelitian & Pengembangan
Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003
4. …………………, 2000, Profil Wilayah Pantai
dan Laut Kota Semarang , Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah, Pemerintah Kota
Semarang, Semarang
5. …………………, 2006,Perencanaan Kawasan
Pantai Kota Semarang – Fakta dan Analisis,
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah,
Pemerintah Kota Semarang, Semarang
6. Fisher, B., dkk, 1997, The Development of
a Spatio-Temporal Environmental Sensitivity
Index Using GIS, Jurnal REER Research
Volume 7, No. 3-4 September-December
1997, Royal Melbourne Institute of Technology,
Melbourne.
7. Peterson, J., dkk., 2002, Environmental Sensitivity Index Guidelines Version 3.0 ,
NOAA Technical Memorandum NOS OR&R
11, Hazardous Materials Response Division,
Office of Response and Restoration, NOAA
Ocean Service
8. Saxena, M.R., dkk, 2004, Remote Sensing
and GIS Based Approach for Environmental
Sensitivity Studies – A Case Study From Indian
East Coast , National Remote Sensing Agency,
Department os Space, Hyderabad, India.
9. Tridech, S., dkk, 2004, Using Coastal
Environment Sensitivity Index Map as Tool For Integrated Coastal Zone Management ,
Marine Environment Division, Water Quality
Management Bureau, Pollution Control
Department, Bangkok.