KAJIAN INDEKS KERENTANAN PESISIR DI PANTAI ANYER...
Transcript of KAJIAN INDEKS KERENTANAN PESISIR DI PANTAI ANYER...
Konferensi Nasional Teknik Sipil 12 Batam, 18-19 September 2018
ISBN: 978-602-60286-1-7 AR - 211
KAJIAN INDEKS KERENTANAN PESISIR DI PANTAI ANYER KABUPATEN SERANG
PROVINSI BANTEN
Ika Sari Damayanthi Sebayang1, Mawardi Amin2 dan Carolina Masriani Sitompul3
1Program Studi Teknik Sipil, Universitas Mercu Buana, Jl. Meruya Selatan no. 1, Kembangan, Jakarta
Email: [email protected] 2Program Studi Teknik Sipil, Universitas Mercu Buana, Jl. Meruya Selatan no. 1, Kembangan, Jakarta 3Program Studi Teknik Sipil, Universitas Mercu Buana, Jl. Meruya Selatan no. 1, Kembangan, Jakarta
ABSTRAK
Kerentanan pesisir merupakan suatu kondisi dimana adanya peningkatan proses kerusakan di wilayah
pesisir yang diakibatkan oleh berbagai faktor seperti aktivitas manusia dan faktor dari alam. Pada Pantai
Anyer, panjang garis pantai yang ditinjau adalah sepanjang 1,42 km untuk mendapatkan nilai
kerentanannya. Garis pantai dibagi setiap selnya menjadi 10 meter berdasarkan garis pantai pada tahun
2000-2014. Metode penelitian adalah mengumpulkan data hidro-oseanografi, menghitung indeks
kerentanan pesisir (Coastal Vulnerability Index). Indeks kerentanan pesisir adalah metode ranking
relatif berbasis skala indeks dari parameter fisik seperti gemorfologi, perubahan garis pantai, elevasi,
kenaikan muka air laut, rerata pasang surut, tinggi gelombang. Hasil perhitungan CVI tersebut
selanjutnya dikelompokkan dengan tingkat kerentanan tidak rentan, kurang rentan, sedang, rentan,
sangat rentan dengan indeks skor 1-5. Pada hasil analisis kriteria kerentanan berdasarkan parameter
geomorfologi masuk dalam kategori rentan dengan skor 4, perubahan garis pantai masuk dalam kategori
rentan dengan skor 4, elevasi masuk dalam kategori sangat rentan dengan skor 5, kenaikan muka air
laut masuk dalam kategori sedang dengan skor 3, tunggang pasang surut masuk dalam kategori kurang
rentan dengan skor 2, tinggi gelombang masuk dalam kategori sangat rentan dengan skor 5. Berdasarkan
analisis indeks kerentanan pesisir sebagai upaya penanggulangan abrasi diketahui bahwa tingkat
kerentanan di Pantai Anyer di kategorikan ke dalam rentan, dengan indeks kerentanan pesisir sebesar
20 berdasarkan parameter fisik kerentanan pesisir. Parameter kerentanan pesisir yang mempengaruhi
kerentanan di Pantai Anyer yang paling berpengaruh adalah parameter elevasi dan tinggi gelombang.
Kata kunci: indeks kerentanan pesisir, gelombang, garis pantai, geomorfologi.
1. PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau
dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa. Wilayah pantai ini merupakan daerah yang sangat intensif yang
dimanfaatkan untuk kegiatan manusia, seperti sebagai kawasan pusat pemerintahan, pemukiman, industri, pelabuhan,
pertambakan, pertanian, pertambangan, perikanan tangkap, pariwisata, dan sebagainya. Kebanyakan daerah atau kota
yang berada di daerah pantai berkembang dengan baik dan maju. Sebagai contoh kota-kota besar seperti Jakarta,
Semarang, Surabaya berada di daerah pantai.
Salah satu pantai yang cukup terkenal di daerah Banten Jawa Barat adalah Pantai Anyer yang sangat strategis untuk
dikunjungi oleh banyak orang terutama masyarakat Jakarta. Pantai Anyer, merupakan salah satu daerah tujuan wisata
yang diandalkan oleh pemerintah daerah Propinsi Banten. Namun di samping perkembangan pariwisata bahari ini,
petumbuhan industri di daerah ini juga cukup pesat. Di samping itu sub-sektor lain, seperti perikanan, baik tangkap
maupun budidaya, juga tidak ketinggalan untuk dikembangkan. Sehingga bagaimana kondisi lingkungan sumberdaya
alam, khususnya perairan yang ada selama ini.
Secara ekologis, wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan yang memiliki dua
macam batas yang ditinjau dari garis pantainya (coast line), yaitu batas yang sejajar dengan pantai (long shore) dan
batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross shore) (Dahuri et al., 2001). Wilayah pesisir tersebut akan
mencakup semua wilayah yang kearah daratan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses yang berkaitan dengan laut
seperti pasang surut dan industri air laut, dan wilayah ke arah laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses yang
terjadi di daratan seperti sedimentsi dan aliran air tawar. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, Wilayah Pesisir di
definisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut
12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan provinsi) untuk kabupaten/kota
dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota.
AR - 212
ISBN: 978-602-60286-1-7
2. TINJAUAN PUSTAKA
Indeks Kerentanan Pesisir (Coastal Vulnerability Index)
Penelitian mengenai kerentanan pesisir terhadap kenaikan muka air laut telah banyak dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang berbeda-beda. Gornitz (1997) melakukan pembuatan database dan analisis kerentanan pesisir
menggunakan metode Coastal Vulnerability Index (CVI) dengan 7 variabel geologi dan proses fisik di wilayah
pesisir barat Amerika. Pendleton et al., (2004) melakukan analisis CVI menggunakan 6 variabel pada skala lokal di
daerah Cape Hatteras National Seashore (CAHA). Pendekatan CVI memberi keuntungan bagi para pembuat kebijakan
dan pengambil keputusan dalam menetapkan program pengelolaan yang tepat di suatu wilayah pantai yang mempunyai
tingkat kerentanan tertinggi terhadap dampak kenaikan muka laut. Perhitungan nilai skor indeks kerentanan
dilakukan berdasarkan orisinalitas konsep perhitngan nilai indeks kerentanan dalam metode CVI, yakni merupakan
akar dari perkalian tiap nilai bobot variabel dibagi jumlah variabel sebagai berikut:
CVI = √(𝐚×𝐛×𝐜×𝐝×𝐞×𝐟)
𝟔 (1)
Dimana CVI adalah nilai (skor) Indeks Kerentanan Pesisir. Variabel a,b,c,d,e, dan f adalah bobot variabel yang
berturut-turut yaitu geomorfologi, perubahan garis pantai, kemiringan pantai, rerata tinggi gelombang, rerata kisaran
pasang surut, dan laju perubahan paras laut (Kasim, 2012).
Penentuan skor untuk masing-masing variabel dan perhitungan Indeks Kerentanan Pesisir (CVI) yang digunakan
USGS yang mengacu dari penelitian Gornitz et al., (1997) dan Pendleton et al., (2005) di tunjukkan dalam tabel.
Tabel 1. Penentuan skor untuk CVI
No. Variabel
Tidak Kurang Sedang Rentan
Sangat
Rentan Rentan Rentan
1 2 3 4 5
1
Geomorfologi Bertebing Bertebing Bertebing Bangunan Penghalang
(a) tinggi
sedang,
pantai
berlekuk
rendah,
dataran
aluvial
pantai,
pantai,
estuari,
laguna
pantai,
pantai
berpasir,
berlumpur,
mangrove,
delta
2
Perubahan
garis pantai
(m/thn)
(b)
>20
Akresi
1,0 – 2,0
Akresi
+1 – (-1)
Stabil
-1 – (-2)
Abrasi
< -2,0
Abrasi
3 Elevasi (m)
(c) >30 20,1-30,0 10,1-20,0 5,1-10,1 0,0-5,0
4
Kenaikan
Muka Laut
relatif
(mm/thn)
(d)
<1,8 1,8-2,5 2,5-3,0 3,0-3,4 >3,4
5
Tunggang
Pasut Rata-
rata (m)
(e)
<1,0 1,0-2,0 2,0-4,0 4,0-6,0 >6,0
6
Tinggi
Gelombang
(f)
<0,55 0,55-0,85 0,85-1,05 1,05-1,25 >1,25
AR - 213
ISBN: 978-602-60286-1-7
Parameter Kerentanan Pesisir
Kerentanan wilayah pesisir merupakan suatu kondisi dimana adanya peningkatan proses kerusakan di wilayah pesisir
yang diakibatkan oleh berbagai faktor seperti aktivitas manusia dan faktor dari alam. Berdasarkan penelitian Gornitz
(1997) dan Pendleton (2005) terdapat parameter- parameter yang mempengaruhi kerentanan pesisir yaitu variabel
geologi (geomorfologi, perubahan garis pantai dan elevasi) dan variabel proses fisik (kenaikan muka laut, tunggang
pasang surut, dan tinggi gelombang). Pada penelitian ini, parameter pesisir yang digunakan mengacu pada parameter
yang dikemukakan oleh Gornitz (1997) dan Pendleton (2005).
Geomorfologi
Geomorfologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang bentuk permukaan bumi beserta aspek-aspek yang
mempengaruhinya (Noor, 2010). Pada dasarnya geomorfologi mempelajari bentuk bentang alam atau bentuk lahan.
Terkait dengan dampak kenaikan muka air laut, tipe bentuk lahan perlu diketahui untuk mengidentifikasikan ketahanan
atau resistensi suatu bagian pantai terhadap erosi dan akresi akibat kenaikan muka air laut (Pendleton et al., (2005)).
Perubahan Garis Pantai
Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut, dengan posisi tidak tetap dan dapat berpindah
sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi pantai yang terjadi (Triatmodjo,1999). Garis pantai dapat berubah oleh
berbagai faktor, baik faktor alam maupun manusia. Perubahan garis pantai ini banyak dilakukan oleh aktivitas manusia
seperti pembukaan lahan, eksploitasi bahan galian di daratan pesisir yang dapat merubah keseimbangan garis pantai
melalui suplai muatan sedimen yang berlebihan (Tarigan, 2007).
Elevasi
Elevasi daerah pesisir mengacu kepada ukuran ketinggian pada daerah tertentu yang berada di atas permukaan laut
rata- rata (DEPTAN, 2006). Kajian mengenai elevasi pesisir sangat penting untuk di pelajari secara mendalam untuk
mengidentifikasikan dan mengestimasi luas daratan yang terancam oleh dampak kenaikan muka laut di masa yang
akan datang (Kumar et al., 2010).
Kenaikan Muka Air Laut
Kenaikan muka air laut merupakan bahaya yang banyak dikaji dalam isu perubahan iklim. Bahaya ini merupakan
akibat dari dua variabel utama, yaitu ekspansi atau kontraksi termal di laut dan efek dari pencairan sejumlah massa air
yang terkandung atau terperangkap dalam gunung es dan lapisan salju di sekitar kutub (Bappenas, 2010). Kenaikan
muka air laut secara global tentu saja akan mempengaruhi wilayah pesisir baik di indonesia maupun di dunia. Dampak
dari kenaikan muka air laut ini akan sangat dirasakan oleh negara-negara kepulauan seperti Indonesia.
Pasang Surut
Untuk mengetahui kondisi pasut di suatu perairan agar dapat diprediksi dengan akurasi yang baik maka diperlukan
data pengukuran sedikitnya 15 hari atau 30 hari selama 19 tahun. Pasang surut diperairan pantai merupakan pasut yang
menjalar dari laut terbuka/lepas (Pariwono, 1989).
Gelombang
Gelombang merupakan salah satu fenomena yang terdapat di laut yang dapat dilihat secara langsung. Menurut Pond
dan Pickard (1983), gelombang adalah suatu fenomena naik turunnya permukaan laut, dimana energinya bergerak dari
suatu wilayah pembentukan gelombang ke arah pantai. Salah satu faktor yang dapat membangkitkan gelombang adalah
angin. Philip (1957) dalam Holthuijsen (2007) menyebutkan bahwa saat permukaan air datar, maka keberadaan angin
akan menyebabkan tekanan turbulen pada permukaan air. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembangkitan gelombang
adalah kecepatan angin, lamanya angin bertiup (durasi) pada satu arah dan fetch (jarak tanpa rintangan yang ditempuh
oleh angin tersebut selama bertiup dalam satu arah).
3. METODOLOGI
Pantai Anyer, Serang terletak di Lintang - 06º03’ LS dan Bujur 105º56’ BT dan terletak di Kecamatan Anyer
Kabupaten Serang Provinsi Banten berjarak 38 km dari pusat Kota Serang.
AR - 214
ISBN: 978-602-60286-1-7
Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang
didapatkan dari lapangan atau lokasi penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data yang langsung bisa diperoleh
dari instansi- instansi pemerintah yang terkait. Adapun metode perolehan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara metode literatur yaitu suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan data dengan cara mengumpulkan,
mengidentifikasi dan mengolah data.
Adapun metode perolehan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara metode literatur yaitu suatu
metode yang digunakan untuk mendapatkan data dengan cara mengumpulkan, mengidentifikasi dan mengolah data.
Pengolahan data digunakan untuk mendapatkan nilai dari masing- masing parameter kerentanan pesisir terhadap
kenaikan muka laut. Parameter tersebut selanjutnya diberikan nilai untuk kemudian disatukan menjadi indeks
kerentanan pesisir dengan menggunakan persamaan Coastal Vulnerability Index (CVI) dari Gornitz (1997) dan
Pendleton (2005).
Pengolahan Data
Pengolahan data digunakan untuk mendapatkan nilai dari masing-masing parameter kerentanan pesisir terhadap
kenaikan muka laut. Parameter tersebut selanjutnya diberikan nilai untuk kemudian disatukan menjadi indeks
kerentanan pesisir dengan menggunakan persamaan Coastal Vulnerability Index (CVI) dari Gornitz (1997) dan
Pendleton (2005).
Data Geomorfologi
Data yang diperlukan untuk mengidentifikasi kelas geomorfologi dapat diperoleh dari Peta Rupa Bumi Indonesia
(RBI) Badan Informasi Geospasial (BIG). Jenis data RBI yang digunakan adalah data land used (tata guna lahan)
dengan skala 1:25000. Peta tersebut selanjutnya dipindai (scan) sehingga diperoleh peta digital dengan format *.jpg.
Sebelum dilakukan pengolahan, peta tersebut dikoreksi terlebih dahulu dengan menggunakan program Global Mapper
9. Koreksi peta ini bertujuan agar memiliki koordinat yang tepat. Peta yang sudah dikoreksi tersebut selanjutnya
didigitasi sehingga didapatkan data tata guna lahan berupa air tawar, hutan rawa, pasir, semak/belukar, rawa,
rumput/tanah kosong, pemukiman, empang, tegalan, kebun, dan sawah irigasi.
1. Perubahan Garis Pantai
Perubahan garis pantai dapat diperoleh dengan menggunakan metode one line model yang merupakan model
sederhana (Zacharioudaki & Dominic, 2010) yang dikenal juga sebagai metode garis. Metode ini digunakan dalam
one line model untuk mendeskripsikan pergerakan garis pantai kontur tunggal terhadap respon gelombang yang
dikonversi dari kecepatan angin (Komar, 1984; Suntoyo, 1995). Keberadaan struktur pelindung seperti tanaman
bakau maupun revetment tidak dipertimbangkan dalam model ini.
2. Data Elevasi
Digital Elevation Model (DEM) merupakan salah satu model untuk menggambarkan bentuk topografi permukaan
bumi sehingga dapat divisualisasikan dalam bentuk 3 dimensi. Data elevasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data Global Digital Elevation Model (GDEM) turunan dari satelit ASTER. Cakupan data GDEM hampir
seluruh permukaan bumi dan mempunyai resolusi spasial yang cukup bagus yaitu 30 meter dengan akurasi
ketinggian 20 meter (ASTER GDEM, 2009). Data GDEM selanjutnya diolah dengan perangkat lunak Global
Mapper 9, untuk menentukan area of interest, kemudian dilakukan pengolahan data dengna menggunakan
perangkat lunak ArcGIS 9.3. Pengolahan GDEM untuk menghasilkan parameter elevasi, dimana nilai elevasi
tersebut kemudian diklasifikasikan sesuai dengan indeks kerentanan yang ditentukan oleh Gornitz (1991).
3. Data Kenaikan Muka Air Laut
Satelit altimetry Topex/Poseidon (T/P) dan Jason 1-Jason 2 merupakan satelit yang mempunyai misi untuk
mempelajari dinamika laut global dan fenomena pasang surut air laut. Data yang dihasilkan berformat Network
Common Data Form (NetCDF) menggunakan sistem grid berukuran 0,25º x 0,25º atau kurang lebih berukuran
27,8 x 27,8 km dengan cakupan seluruh dunia. Pengolahan data trend kenaikan muka air laut diawali dengan
mengekstrak data berformat NetCDF dengan menggunakan Ocean Data View (ODV) menjadi data berformat
teks pada area yang di inginkan. Data dengan format teks tersebut kemudian diinterpolasi dengan perangkat lunak
surfer 9. Interpolasi data ini dilakukan untuk mengisi kekosongan data. Ukuran spasial grid dalam menginterpolasi
disesuaikan dipotong (Cropping) sesuai dengan daerah kajian dan di ekspor menjadi data berformat *.xyz dengan
menggunakan Global Mapper 9. Proses terakhir untuk memasukkan nilai terdekat dengan sel garis pantai maka
dilakukan overlay dengan sel garis pantai dan proses digitasi dengan menggunakan Surfer 9.
AR - 215
ISBN: 978-602-60286-1-7
4. Data Pasang Surut
Analisis pasang surut dilakukan untuk mendapatkan komponen-komponen penyusunan pasang surut yang
kemudian digunakan untuk meramal fluktuasi muka air pasang surut, yang kemudian digunakan untuk menentukan
elevasi-elevasi penting (acuan) untuk pengukuran ketinggian (elevasi) didarat maupun kedalaman perairan.
Perhitungan Pasang Surut dengan menggunakan Metode Admiralty. Peramalan gelombang dengan menggunakan
Metode Admiralty memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan Metode Doodson Rooster. Jika
menggunakan Metode Admiralty adalah sebagai berikut:
Didalam menentukan tipe pasang surut dengan menggunakan metode admiralty, terlebih dahulu ditentukan
parameter-parameter pasang surut antara lain S0, M2, S2, N2,K2, K1, O1, P1, M4, MS4. Dengan menggunakan
parameter- parameter hasil perhitungan maka dapat ditentukan nilai F (Formzahl) dimana nilai F inilah yang akan
dipakai untuk menentukan tipe pasang surut yang sudah terjadi.
𝐹 =𝐾1 (𝐴)+𝑂1 (𝐴)
𝑀2 (𝐴)+𝑆2 (𝐴) (2)
Dimana :
0 < F< 0.25 : Pasang Surut Semi Diural Murni
0.25 < F < 1.5 : Pasang Surut Campuran Semi Diural
1.5 < F < 3 : Pasang Surut Campuran Diural
F < 3.0 : Pasang Surut Diural Murni
Sedangkan penentuan elevasi muka air dilakukan dengan menggunakan rumusan sebagai berikut :
𝐻𝐻𝑊𝐿 = 𝑆0 + 1.2(𝑀2 + 𝑆2 + 𝑁2 + 𝐾1 + 𝑂1) (3)
𝐿𝐿𝑊𝐿 = 𝑆0 + 1.2(𝑀2 + 𝑆2 + 𝑁2 + 𝐾1 + 𝑂1) (4)
5. Data Gelombang
Data gelombang didapat dengan cara melakukan Hindcasting. Hindcasting adalah salah satu cara peramalan
gelombang dengan melakukan pengolahan data angin berdasarkan kondisi/keadaan metereologi di masa yang telah
lewat (Subdit rawa dan Pantai, 1997 dalam Kadek Oka Mahendra, 2011). Objek gelombang yang akan diramal
merupakan gelombang laut dalam suatu perairan dan dibangkitkan oleh angin, yang merambat kearah pantai lalu
pecah beriringan dengan semakin dangkalnya perairan menuju ke pantai. Dari peramalan gelombang akan
menghasilkan data tinggi dan periode gelombang pada setiap data angin. Adapun data yang dibutuhkan dalam
peramalan gelombang berupa data angin rata-rata per jam yang dikonversi menjadi wind stress factor (Ua),
panjang fetch efektif dan lama hembus angin yang nantinya di plot ke dalam grafik peramalan gelombang.
4. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Geomorfologi
Pantai Anyer terletak di bibir laut Sunda, Banten terletak di lintang 6º 03’ LS dan 105º 56’ BT. Pantai memiliki pesisir
pantai yang panjang dan lebar, menghadap Selat Sunda. Dilihat dari morfologinya Pantai Anyer merupakan wilayah
yang bergelombang dan sepanjang sisi pantai banyak terdapat terumbu karang. Vegetasi lahan pada Pantai Anyer
umumnya berupa semak belukar dan pohon kelapa.
Gambar 1. Tampak lahan pantai Anyer terdapat pohon kelapa dan semak belukar
Sepanjang sisi Pantai Anyer ditempati oleh batu gamping koral; merupakan koloni koral dengan sedikit kepingan
cangkang moluska asal laut, berwarna putih kekuningan sampai kelabu, keras, berongga dengan permukaan sangat
AR - 216
ISBN: 978-602-60286-1-7
kasar. Sepanjang sisi pantai sangat banyak di tempati oleh batu karang yang sangat kasar. Pada saat terjadi surut di
Pantai Anyer, maka kerakal, kerikil, pasir, batu karang, dominan pecahan koral dan cangkang moluska asal laut lepas
akan terlihat di sepanjang sisi pantai.
Gambar 2. Tampak kerakal, kerikil pada sisi pantai Anyer
Berdasarkan hasil pengamatan dan survei langsung ke lokasi penelitian, indeks kerentanan dari parameter
geomorfologi di sepanjnag pesisir Pantai Anyer yang dijadikan sebagai lokasi penelitian termasuk kategori rentan
dengan skor 4.
Gambar 3. Tampak sisi pantai Anyer di tempati batu karang
Kategori rentan memiliki luasan dataran aluvial (sawah irigasi, sawah tadah hujan, tegalan/ladang dan
kebun/perkebunan) yang lebih luas. Selain dataran aluvial, Pantai Anyer juga di tempati oleh bangunan pantai hunian
para penduduk, penginapan dan tempat rekreasi yang terlalu dekat dengan pantai.
Perubahan Garis Pantai
Perubahan garis pantai di Pantai Anyer termasuk dalam kelas kerentanan Rentan dengan skor 4, dimana laju rata- rata
perubahan garis pantai di Pantai Anyer sebesar -1,212 m/tahun. Perubahan garis pantai yang paling panjang terdapat
pada koordinat 6° 6'34,62 LS dan 105°52'47,88 BT sebesar -2,473 m/tahun, sedangkan perubahan garis pantai yang
paling pendek terdapat pada koordinat 6° 6'14,28 LS dan 105°52'52.27 BT sebesar -0,619 m/tahun. Perubahan garis
pantai di Pantai Anyer termasuk dalam kelas kerentanan. Garis berwarna merah menunjukkan garis pantai pada tahun
2000, sedangkan garis berwarna hijau merupakan garis pantai tahun 2014.
AR - 217
ISBN: 978-602-60286-1-7
Gambar 4. Perubahan garis pantai di Pantai Anyer pada tahun 2000-2014
Gambar 5. Pengolahan citra landsat di Pantai Anyer
Pengurangan areal pantai (abrasi) disebabkan oleh arus dan gelombang. Faktor utama yang menentukan abrasi
terutama disebabkan oleh arah gelombang yang dominan serta arah arus pasang surut. Abrasi akan berlangsung dengan
cepat pada daerah pantai yang menghadap langsung dengan arah datangnya arus dan gelombang, dibandingkan dengan
pantai yang sejajar atau searah dengna datangnya gelombnag (Hermanto, 1986).
Elevasi
Elevasi dapat mempengaruhi seberapa luas genangan air laut yang diakibatkan oleh kenaikan muka air laut. Elevasi
pantai merupakan salah satu parameter untuk menentukan potensi terhadap genangan. Pada gambar yang telah diolah
memperlihatkan bahwa pesisir Anyer yang dijadikan sebagai lokasi analisis kerentanan termasuk ke dalam kelas
rentan dan sangan rentan berdasarkan parameter elevasi. Pesisir pantai Anyer merupakan daerah dengan elevasi yang
berkisar dari 0 sampai 8 meter. Oleh karena itu pesisir pantai Anyer termasuk kategori yang cenderung sangat rentan
dengan skor 5 terhadap kenaikan muka air laut.
Kenaikan Muka Air Laut
Pada gambar di bawah merupakan gambar dari kenaikan muka air laut relatif (mm/tahun) di perairan seluruh dunia
hasil dari pengolahan data satelit Topex/Poseidon (T/P), Jason 1 dan Jason 2.
AR - 218
ISBN: 978-602-60286-1-7
Gambar 6. Kenaikan muka air laut perairan
Berdasarkan data pada gambar di atas kenaikan muka air laut di Pantai Anyer Serang, Banten berkisar antara 2,5
mm/tahun. Menurut Gornitz (1997) kenaikan muka air laut relatif 2,5 mm/tahun sampai 3,0 mm/tahun termasuk
kedalam kategori sedang dengan skor 3. Kenaikan muka air laut relatif mengindikasikan bagaimana pengaruh
kenaikan muka air laut terhadap suatu bagian dari garis pantai.
Tunggang Pasang Surut
Nilai rata-rata tunggang pasang surut mempunyai arti penting dalam kerentanan pesisir, dimana tunggang pasang surut
berkontribusi dalam penggenangan daerah pesisir. Gerakan pasang surut menyebabkan permukaan air laut senantiasa
berubah- ubah setiap saat. Nilai indeks kerentanan berdasarkan parameter tunggang pasang surut di Pantai Anyer
Serang, Banten termasuk kedalam kelas kurang rentan atau memperoleh skor 2, dimana rata-rata tunggang pasang
surut sebesar 1,367 m.
Gambar 7. Grafik pasang surut Pantai Anyer
Tinggi Gelombang
Gelombang merupakan parameter utama dalam proses erosi atau sedimentasi. Besarnya tergantung dari besar energi
yang dihempaskan oleh gelombang sebelum pecah. Nilai tinggi gelombang dalam kerentanan pantai dapat
mempengaruhi perubahan garis pantai dan kondisi geomorfologi daerah tersebut. Selain itu, ketinggian gelombang
berkaitan dengan bahaya penggenangan air laut dan transport sedimen di pantai (Pendleton et al., 2005).
AR - 219
ISBN: 978-602-60286-1-7
Berdasarkan data gelombang maksimum di Pantai Anyer dari Tahun 2010 s/d Tahun 2014 didapat gelombang
maksimum adalah arah 180º (South) 1,8 meter terjadi pada bulan April Tahun 2013. Dari data tinggi gelombang
maksimum di Pantai Anyer masuk dalam kelas sangat rentan dengan skor 5.
Gambar 8. Grafik gelombang maksimum di Pantai Anyer Serang, Banten
Kerentanan Wilayah Pesisir Pantai
Indeks kerentanan pesisir dapat pula digunakan sebagai indikator tingkat kerentanan. Tingkat kerentanan merupakan
suatu hal yang penting untuk diketahui karena dapat berpengaruh terhadap terjadinya bencana. Bencana baru akan
terjadi pada kondisi yang rentan. Pada hasil analisis terlihat tingkat kerentanan berdasarkan parameter Geomorfologi,
Perubahan Garis Pantai, Elevasi/Kemiringan, Kenaikan Muka Air Laut, Tunggang Pasang surut rata-rata, Tinggi
Gelombang. Pembagian kelas atau tingkat kerentanan didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Gornitz et al.,
(1997); Pendleton et al., (2005).
Tabel 2. Hasil penentuan nilai parameter indeks kerentanan pesisir di Pantai Anyer
Pembagian kelas atau tingkat kerentanan didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Gornitz dan white (1990)
dimana CVI (Coastal Vulnerability Index) >33,0 termasuk dalam indeks kerentanan sangat rentan. Berdasarkan dari
pengolahan dan hasil analisis nilai CVI (Coastal Vulnerability Index) pada pesisir pantai Anyer sebesar 20 merupakan
nilai indeks kerentanan pesisir yang termasuk kedalam kategori rentan berdasarkan parameter kerentanan pesisir.
Parameter geomorfologi, perubahan garis pantai, elevasi, kenaikan muka air laut, tunggang pasang surut, dan tinggi
gelombang memiliki skor yg berbeda. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa parameter yang sangat
berpengaruh terhadap kerentanaan di Pantai Anyer adalah elevasi dan tinggi gelombang. Tinggi gelombang
dalam kerentanan pantai dapat mempengaruhi perubahan garis pantai dan kondisi geomorfologi pada daerah Pantai
Anyer. Elevasi antara 0 sampai 5 meter dan ketinggian rata-rata muka air laut memiliki resiko yang sangat rentan
AR - 220
ISBN: 978-602-60286-1-7
terhadap kenaikan muka air laut. Sedangkan pantai yang sangat tidak rentan adalah pantai dengan elevasi lebih dari
30 meter (Gornitz, 1997).
5. PENUTUP
Kesimpulan
1. Pada hasil analisis kriteria kerentanan berdasarkan tabel penentuan skor dari Gornitz dengan parameter
geomorfologi masuk dalam kategori rentan dengan skor 4, perubahan garis pantai masuk dalam kategori rentan
dengan skor 4, elevasi masuk dalam kategori sangat rentan dengan skor 5, kenaikan muka air laut masuk dalam
kategori sedang dengan skor 3, tunggang pasang surut masuk dalam kategori kurang rentan dengan skor 2,
tinggi gelombang masuk dalam kategori sangat rentan dengan skor 5.
2. Berdasarkan analisis indeks kerentanan pesisir sebagai upaya penanggulangan abrasi diketahui bahwa tingkat
kerentanan di Pantai Anyer dikategorikan ke dalam rentan, dengan indeks kerentanan pesisir sebesar 20
berdasarkan parameter fisik kerentanan pesisir.
3. Parameter kerentanan pesisir yang mempengaruhi kerentanan di Pantai Anyer yang paling berpengaruh adalah
parameter elevasi dan tinggi gelombang.
4. Dari hasil survei lapangan dapat diketahui inventaris bangunan pelindung pantai di Pantai Anyer berupa
breakwater, groin di sekitar mercu suar Cikoneng Anyer, tanggul pantai.
5. Dengan indeks kerentanan pesisir sebesar 20 di Pantai Anyer sebagai upaya penanggulangan abrasi dapat
melakukan penambahan jalur hijau, membatasi jumlah bangunan pantai yang terlalu dekat dengan pantai Anyer.
Saran
Saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya adalah :
1. Menambahkan lokasi objek penelitian dan menambahkan panjang garis pantai yang ditinjau. Menambahkan
parameter yang berhubungan dengan kondisi demografi penduduk sekitar agar lebih mengetahui dampak
penanggulangan abrasi sekitar pantai terhadap kehidupan masyarakat.
2. Pada penelitian selanjutnya metode pemodelan garis pantai sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan data yang
ada.
3. Penggunaan data terbaru agar prediksi kerentanan lebih representatif dengan waktu penelitian.
4. Saran untuk data kenaikan muka air laut, sebaiknya menggunakan data primer.
5. Saran untuk lokasi penelitian adalah melestarikan jalur hijau pada sisi pantai Anyer dan membatasi bangunan
pantai yang terlalu dekat dengan pantai.
DAFTAR PUSTAKA
Dalrino dan Elvi Roza Syofyan. (2015). Kajian Terhadap Unjuk Kerja Bangunan Pengaman Pantai DenganPenerapan
Simulasi Numerik One Line Model . Poli Rekayasa, ISSN: 1858-3709.
Dahuri, R., J. Rais, S. P. Ginting, dan M. J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan LautanSecara
terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.
Eka Wahyuni, Sakka dan Samsu Arif. (2013). Analisis Kerentanan Pantai Di Kabupaten Takalar. 10.
Farid, A. 2008. Karakteristik Gelombang Pecah di Perairan Perak Surabaya. Embryo.5 (2): 128-132.
Global dengan Tekanan Pembahasan Pada Kenaikan Paras Laut dan Pengembangan Wilayah Pesisir.
PidatoPenerimaan Jabatan Guru Besar Luar Biasa Ilmu Oseanografi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gornitz, V. M. 1991. Global Coastal Hazards from Future Sea Level Rise. Palaeogeography,
Palaeoclimatology,Palaeoecology (Global and Planetary Change Section). 89: 379-398.
Gornitz, V. 1997. Global coastal hazards from future sea level rise. Palaeogeography. Palaeoclimatology.
Palaeoecology (Global and Planetary Change Section). Elsevier Science Publishers B.V, Amsterdam.
Hastuti, Amandangi W. 2012. Analisis Kerentanan Pesisir Terhadap Kenaikan Muka Laut Di Selatan Yogyakarta.
[Skripsi] Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kasim, F. 2011. Penilaian Kerentanan Pantai Menggunakan Metode Integrasi CVI MCA dan SIG, Studi KasusGaris
Pantai Pesisir Utara Indramayu. [Tesis] Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Kumar, T. S., R. S. Mahendra, S. Nayak, K. Radhakrishnan, dan K. C. Sahu. 2010.
Coastal Vulnerability Assessment for Orissa State, East Coast of India. Journal of Coastal Research. 26(3): 523-534.
Kurniadi, Arief. 2014. Analisis Dan Identifikasi Kerusakan Garis Pantai Di Kabupaten Tangerang Provinsi Banten.
[Skripsi] Universitas Mercu Buana. Jakarta.
Noor, D. 2010. Geologi Lingkungan. Graha Ilmu. Yogyakarta.
AR - 221
ISBN: 978-602-60286-1-7
Noor, D. 2011. Geologi untuk Perencanaan. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Palaeogeography, Palaeoclimatology, Palaeoecology (Global and Planetary Change Section). 89: 379-398.
Pendleton E.A, Thieler E. R, Williams S.J. 2004. Coastal Vulnerability Assessment of Cape Hatteras National
Seashore (CAHA) to Sea Level Rise. Open-File Report 2004, U.S. Department of the Interior dan U.S.
Geological Survey, Virginia.
Pendleton E.A, E. Robert T., S. Jeffress W. 2005. Coastal Vulnerability Assessment of Gateway National Recreation
Area (GATE) to Sea-Level Rise. Open-File Report 2004, U.S. Department of the Interior dan U.S. Geological
Survey, Virginia.
Pendleton E.A, Thieler E. R, William S. J. 2005. Coastal Vulnerability Assessment of National Park of American
Samoa to Sea- Level Rise. Open-File Report 2004, U.S. Department of the Interior dan U.S. Geological Survey,
Virginia.
Pond, S. dan G. L. Pickard.1983. Introductory Dynamical Oceanography, 2th edition. Pergammon Press. London.
Siregar, Faizal Kasim dan Vincentius P. (2012). Penilaian Kerentanan Pantai Menggunakan Metode Integrasi CVI-
MCA Studi Kasus Pantai IndraMayu. Forum Geografi, 10.
Soegiarto, A. 1991. Peranan Perairan Laut Indonesia Pada Isu Perubahan Iklim.
Sri Dewi Ramadhani, Silman Pongmanda dan Mukhsan P Hatta. (2013). Studi Kinerja Bangunan Groin Tanjung
Bunga. Jurnal Tugas Akhir, 15.
Stewart, R. H. 2006. Introduction to Physical Oceanography. Texas A & M University. Texas City.
Sulma, S. 2012. Kerentanan Pesisir Terhadap Kenaikan Muka Air Laut, Studi Kasus Surabaya dan Daerah
Sekitarnya. [Tesis] Sekolah Pascasarjana Universitas Indonesia. Depok.
Supriharyono. “Perkembangan Pariwisata Pantai Ayer, Kabupaten Serang, Provinsi Banten dan Tantangannya”.
https://supriharyono.wordpress.com/2015/04/17/industrialisasi-versus perkembangan-pariwisata-di-propinsi-
banten-studi-kasus-kemungkinan-dampak- terhadap-perubahan-kualitas air-dan- antusiasme-wisatawan-ke-
pantai-anyer- kabupaten-serang/, 19 (Januari 2016)
Tarigan, M. S. 2007. Perubahan Garis Pantai di Wilayah Pesisir Perairan Cisadane, Provinsi Banten. Makaira
Sains. 11(1): 49-55.
Thieler E. R. and Erika S. Hammar-Klose. 2000. National Assessment of Coastal Vulnerability to Sea-Level Rise:
Preliminary Result for the U.S. Pacific
Coast, U.S. Geological Survey Woods Hole, Massachusetts.
Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta.
Triatmodjo, B., dan Nizam. 2001. Studi Perencanaan Pelabuhan Glagah di Pantai Selatan Derah Istimewa
Yogyakarta. Forum Teknik. 25(1): 66-85
AR - 222
ISBN: 978-602-60286-1-7
KONFERENSI NASIONAL TEKNIK SIPIL 12
(KoNTekS 12) Batam, 18 – 19 September 2018