kerangka teori +konsep efektifitas metode hope needle pada penemuan kasus baru kusta (masih belajar)

download kerangka teori +konsep efektifitas metode hope needle pada penemuan kasus baru kusta (masih belajar)

of 7

description

kerangka ini dibuat dalam proses pembelajaran metodelogi penelitian kesehatan

Transcript of kerangka teori +konsep efektifitas metode hope needle pada penemuan kasus baru kusta (masih belajar)

KustaIndikator efektifitas :Jumlah penderitaPenemuan kasus baruMetode Hope Needle :SasaranSaranaTatalaksanaHasilPenyebab KustaCacat Tingkat IIPrevalensi dan Insidensi Kasus Kusta MenurunEfektifPelaksanaan2. 10 Kerangka Konsep

Peningkatan Penemuan Kasus BaruTidak Efektif

2.11 Kerangka teorisejarah pemberantasan kustasejarah pemberantasan kusta di dunia terbagi dalam 3 zaman yaitu:1. zaman purbakalapenyakit kusta telah dikenala hampir 2000 tahun SM. hal ini dapat diketahui dari peninggalan sejarah seperti di mesir, di india, 1400 SM, I tiongkok 600 SM, di Mesopotamia 400 tahun SM. paada zama purbakala tersebut telah terjadi pengasingan secara spontan karena pasien merasa rendah diri dan malu, di samping itu masyarakat menjauhi karena merasa jijikdan takut. penjelasan mengenai penyakit kusta dapat juga kita baca dalam kitab-kitab agama seperti:a. agama hindudalam kitab wedha (1400 SM) penyakit kusta disebut KUSTHA, nama yang lazim juga disebut di Indonesia.b. agama konghuchudalam kitab agama konghuchu, penyakit kusta disebut Ta Feng yang disebabkan oleh hubungan kelamin yang tidak teratur. penyakit ini dibawa pengaruh setan Feng Shui yang pada umumnya dianggap tidak dapat disembuhkan.c. agama Kristenkata kusta dicantumkan beberapa kali di dalam injil dan kata ini merupakan terjemahan dari bahasa ibrani zaraath. menurut Herodous, kata zaraath berarti kelainan kulit yang bersisik yang gambaran kliniknya tidak sesuai dengan penyakit kusta.d. agama islamdalam agama islam ditemukan dua istilah untuk pengertian kusta, yaitu dalam alquran disebut al-abras dan dalam hadist disebut al-majrum.2. jaman pertengahanpada pertengahan abad ke-13 dengan adanya keteraturan ketatanegaraan dengan system feudal yang berlaku di eropa mengakibatkan masyarakat sangat patuh dan takut terhadap penguasa dan hak asasi manusia tidak mendapat perhatian. demikian pula yang terjadi pada pasien kusta yang umumnya merupakan rakyat biasa. pada waktu itu penyakit dan obat-obatan belum ditemukan, maka pasien kusta diasingkan lebih ketat dan dipaksakan tinggal di leprosaria atau koloni atau perkampungan pasien kusta seumur hidup.3. jaman moderndengan ditemukannya kuma kusta oleh Gerhard Armauer Hansen pada tahun 1873, maka dimulailah era perkembangan baru untuk mencari obat anti kusta dan usaha penanggulangannya. demikian halnya di Indonesia, Dr. Sitanala telah mempelopori perubahan system pengobatan yang tadinya dilalkukan secara isolasi, secara bertahap dilakukan dengan pengobatan rawat jalan. perkembangna pengobatan selanjutnya adalah sebagai berikut:a. pada tahun 1951, DDS digunakan sebagai pengobatan pasien kustab. pada tahun 1969 pemberantasan penyakit kusta mulai diintegrasikan di puskesmas-puskesmasc. sejak tahun 1982 indonesia mulai menggunakan obat kombinasi multi-drug-therapy (MDT) sesuai rekomendasi WHO untuk tipe MB 24 dosis dan PB 6 dosis.d. pada tahun 1988 pengobatan dengan MDT dilaksanakan di seluruh Indonesiae. tahun 1997, pengobatan MDT tipe MB diberikan 12 dosis dan PB 6 dosis sesuai rekomendasi WHO.Terapi Kusta1. Program MDTProgram MDT dimulai pada tahun 1981, yaitu ketika kelompok studi Kemoterapi WHO secara resmi mengeluarkan rekomendasi pengobatan kusta dengan rejimen kombinasi yang selanjutnya dikenal sebagai MDT-WHO. Rejimen ini terdiri atas kombinasi obat-obat dapson, rifampisin, dan klofazimin. Selain untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, penggunaan MDT dimaksudkan juga untuk mengurangi ketidaktaatan penderita dan menurunkan angka putus-obat (drop out rate) yang cukup tingi pada monoterapi dapson. disamping itu juga MDT diharapkan juga dapat mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan. Berikut obat dalam rejimen WHO :a. Dapson (DDS, 4,4 diamino-difenil-sulfon). Obat ini bersifat bakteirostatik dengan menghambat enzim dihidrofolat sintetase. jadi tidak seperti pada kuman lain, dapson bekerja sebagai antimetabolit PABA. Resistensi pada dapson timbul sebagai akibat kandungan enzim sintetase yang terlalu tinggi pada kuman kusta. Dapson biasanya diberikan sebagai dosis tunggal, yaitu 50-100 mghari pada dewasa dan 2mg/kg berat badan pada anak-anak. Indeks morfologi kuman penderita LL yang diobati dengan dapson biasanya menjadi nol setelah 5-6 bulan. Obat ini sangat murah, efektif, dan relative aman. Efek samping yang mungkin timbul anatara lain : erupsi obat, anemia hemolitik, leucopenia, insomnia, neuropatia, nekrolisis epidermal toksik, hepatitis, dan methemoglobiemia. Namun efek samping tersebut jarang dijumpai pada dosis lazim.b. Rifampisin. Rifampisi merupakan obat yang paling ampuh saat ini utnuk kusta, dan bersifat bekterisidal kuat pada dosis lazim. Rifampisin bekerja menghambat enzim polymerase RNA yang berikatan secara ireversibel. Dosis tunggal 500-600 mh/hari (5-15 mg/kg berat badan) mampu membunuh kuman kira-kira 99.9% dalam waktu beberapa hari. Pemberian seminggu sekali pada dosis tinggi (900-1200 mg) dapat menimbulkan gejala yang disebut flu like syndrome. Pemberian 600mg atau 1200 mg sebulan sekali ditoleransi dengan baik. Efek samping yang harus diperhatikan adalah : hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal, dan erupsi kulit. Obat ini harganya mahal, dan saat ini telah dilaporkan adanya resistensi.c. Klofazimin (Lamprene-CIBA GEIGY: B-663). Obat ini merupakan turunan zat warna iminofenazin dan mempunyai efek bakteriostatik setara dengan dapson. Bekerjanya diduga melalui gangguan metabolisme radikal oksigen, Di samping itu, obat ini juga mempunyai efek antiinflamasi sehingga berguna untuk pengobatan raksi kusta, khususnya ENL. Dosis untuk kusta adalah 50mg/hari atau 100mg tiga kali seminggu dan untuk anak-anak 1mg/kg berat badan/ hari. Selain itu dosis bulanan 300mg juga dapat diberikan untuk mengurangi reaksi tipe 1 dan tipe 2. Kekurangan obat ini adalah harganya mahal, disamping itu menyebabkan pigmentasi kulit yang sering merupakan maslah pada ketaatan berobat penderita. Efek sampingnya hanya terjadi pada dosis tinggi, berupa gangguan gastrointestinal (nyeri abdomen, diare, anoreksia, dan vomitus)d. Etionamid dan protionamid. Kedua obat ini merupakan obat anti tuberculosis dna hanya sedikit dipakai pada pengobatan kusta. Dahulu dipakai sebagai pengganti klofazimin, pada kasus yang keberatan karena pigmentasinya. Obat ini bekerja bakteriostatik, tetapi cepat menimbulkan resistensi, lebih toksik, harganya mahal serta hepatotoksik, oleh karenanya sekarang tidak dianjurkan dalam rejimen pengobatan kusta.

2. Pengobatan kusta dengan obat baruKarena adanya masalah dalam program MDT-WHO, maka saat ini diperlukan obat-obat baru yang lebih efektif dalam pengobatan kusta, diantaranya :a. Ofloksasin. Ofloksasin merupakan obat turunan fluorokuinolon yang paling efektif terhadap M.Leprae, dibandingkan dengan siprofloksasin dan pefloksasin. Kerjanya melalui hambatan terhadap enzim girase DNA mikrobakterium. WHO melakukan uji klinis untuk mengetahui daya guna 2 rejimen ofloksasin dibandingkan standar. Satu rejimen terdiri atas ofloksasin dengan dosis 400mg/hari diberikan bersama dengan rifampisin 600mg.hari selama 1 bulan, baik untuk kusta PB maupun MB, dan rejimen yang lain untuk kusta MB terdiri atas kombinasi MDT-WHO ditambah ofloksasin 400mghari selama 1 bulan pertama,b. Minosiklin. Diantara turunan tetrasiklin, minosiklin merupakan satu-satunya yang aktif terhadap M.Leprae. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sifat lipofiliknya sehingga menyebabkan ia mampu menembus dinding sel M.Leprae dibandingkan turunan lain. Minosiklin bekerja menghambat sintesis protein melalui mekanisme yang berbeda dengan obat antikusta yang lain. Uji klinis pada penderita kusta leptopromatosa menunjukkan bahwa pemberian minosiklin 100mg/hari menunjukkan perbaikan klinis nyata setelah pemberian selama 2 bulan. Perubahan indeks morfologi menunjukkan 99% kuman kusta mati pada hari ke-28 dan 99,9% pada hari ke-56 pengobatan.c. Klaritromisin. Dibandngkan obat lain golongan makrolid (eritromisin dan roksitromisin), klaritromisin mempunyai aktivitas bakterisidal setara ofloksasin dan minosiklin pada mencit. KHM obat ini menunjukkan 0,125 g/ml. Obat ini juga bekerja dengan menghambat sintesis protein melalui mekanisme yang lain daripada minosiklin. Penderita kusta MB yang diobati dengan klaritromisin 500mg/hari menunjukkan respon klinis dan bakterioskopis sama dengan pemberian ofloksasin atau minosiklin. Walaupun sinergismenya anatara minosiklin dan klaritromisisn, tetapi kombinasi keduanya ternyata tidak lebih baik daripada pemberian sendiri-sendiri Karena masing-masing memiliki kemampuan yang terlalu kuat.Dengan adanya obat-obat baru tersebut, telah ditetapkan rejimen baru yang disebut ROM yaitu kombinasi Rifampisin 600 mg, Ofloksasin 400 mg dan Minosiklin 100 mg. Rejimen ini diberikan sekali dosis tunggal pada kusta pausibasiler lesi tunggal.3. Pengobatan kusta dengan situasi khususa. Penderita tidak dapat makan rifampisinPenyebabnya mungkin alergi, ada penyakit penyerta seperti hepatitis kronis atau resisten terhadap obat ini. Rejimen bagi penderita ini adalah sebagai berikut:Lama pengobatanJenis ObatDosis

6 bulanKlofaziminOfloksasinMinosiklin50 mg/hari400 mg/hari100 mg/hari

Diikuti dengan 18 bulanKlofazimin, denganOfloksasin atauMinosiklin50 mg/hari400 mg/hari100 mg/hari

b. Penderita yanag menolak klofaziminBiasanya penderita menolak obat ini karena adanya pewarnaan kulit. Untuk klofazimin pada MDT-WHO MB dapat diganti dengan ofloksasin 400 mg/hari selama 12 bulan atau minosiklin 100 mg/hari selama 12 bulan. Pada tahun 1997, WHO Expert Committee on Leprosy merekomendasikan juga rejimen MDT-MB alternative selama 24 bulan : Rifampisin 600 mg sekali sebulan selama 24 bulan, Ofloksasin 400 mg sekali sebulan selama 24 bulan, Minosiklin 100 mg sekali sebulan selama 24 bulan.c. Penderita yang tidak dapat makan DDSBila DDS menyebabkan terjadinya efek samping berat pada penderita PB maupun MB, obat ini harus segera dihentikan. Tidak ada modifikasi lain bagi penderita MB, sedangkan pada penderita PB dipakai rifampisin dan klofazimin sebagai pengganti DDS selama 6 bulan. Dosis untuk dewasa adalah rifampisin 600 mg/ bulan atau 50 mg/hari dan klofazimin 300 mg/bulan dengan pengawasan. Sedangkan untuk anak-anak 10-14 tahun diberikan rifampisin 450 mg/bulan atau 50 mg selang sehari dan klofazimin 150 mg/bulan dengan pengawasan.4. Pengobatan kusta selama kehamilanKusta sering eksaserbasi pada saat hamil, oleh sebab itu obat MDT harus tetap diberikan. WHO menyatakan obat MDT standar aman dipakai selama kehamilan dan menyusui, bagi ibu dan bayinya, sehingga tidak perlu mengubah dosis. Obat dapat melalui ASI dalam jumlah kecil, tetapi tidak ada laporan efek samping obat pada bayinya kecuali pewarnaan kulit akibat klofazimin. Obat dosis tunggal pada bercak tunggal ditunggu pemakaianannya sampai bayi lahir.5. Pengobatan kusta yang menderita tuberculosis (TB) pada sata yang samaBila pada saat yang sama penderita kusta menderita TB aktif, pengobatan harus ditujukan pada kedua penyakit. Beri obat anti-TB yag memadai, sebagai tambahan terhadap MDT. Rifampisin biasanya diberikan pada kedua penyakit ini dan harus diberikan sesuai dengan dosis untuk TB.6. Pengobatan kusta pada penderita yang disertai infeksi HIV pada saat yang samaManajemen pengobatan kusta bagi penderita HIV, sama dengan manajemen untuk penderita non kusta.7. Situasi khusus lainnyaSetelah menyelesaikan rejimen MDT, mungkin terjadi reaksi kusta (tipe 1 atau tipe 2) atau neuritis Penderita ini diobati dengan prednisone dengan cara pemberian ynag sama seperti reaksi saat masih dalam MDT. Ada kemungkinan kecil penderita ini terkena relaps karena diketahui kortikosteroid mempercepat multiplikasi kuman dorman yang akan menyebabkan reaktivasi diseminata. Oleh sebab itu direkomendasikan pemberian klofazimin 50 mg/hari sebagai profilaktik bila pemberian steroid diperkirakan lebih dari 4 bulan. Klofazimin diteruskansampai pemberian steroid dihentikan.