Kerangka Analisis Sosial

5

Click here to load reader

Transcript of Kerangka Analisis Sosial

Page 1: Kerangka Analisis Sosial

Kerangka Analisis SosialOleh: Yanuar Nugroho*

Kawan-kawan,Jaman baru ini membawa analisis sosial juga menjadi baru. Apanya yangbaru? Coba baca tulisan Romo Herry Priyono, "Sesudah Dekonstruksi Negara".Tulisan ini menarik, sederhana, namun mengenalkan pisau berpikir AnalisisSosial yang benar-benar baru. Baru"nya adalah demikian: di jaman lama,kriteria demokrasi dikenakan hanya pada negara - di jaman baru, kriteriademokrasi itu (common good) dikenakan pada *semua* pihak. Ya negara, yamiliter, ya swasta, ya... dll. Jadi, inti kontradiksi dalam ansos lama"akar masalah" itu ditujukan pada "mengontrol praktik kekuasaan yangsemena-mena" yang dilakukan oleh siapa saja.Mengenai buntunya "pisau analisis sosial" saat ini, maka terlampir (dalamfolder ansos ini, Red.), materi-materi Analisis Sosial yang --menuruthemat saya-- jauh lebih relevan.Saat ini saya sendiri sedang merevisi ulang pemahaman saya mengenai Ansosseperti yang ditawarkan Suryawasita ataupun Banawiratma ataupunjenis-jenis seperti 5-Paradigma Organisasi yang menurut sayadeterministik. Entahlah, saya sendiri masih bergulat dengan ini. Sayamerasakan dulu ada yang "not quite right" dengan pendekatan itu dalamberbagai pelatihan ansos yang saya lakukan, tetapi belum bisamerumuskannya. Saya berterima kasih pada Romo Herry Priyono yang dalam 5-6 bulan terakhir ini membantu saya keluar dari kebuntuan berpikir ini dengankerangka teoretisnya yang sangat tajam. Kini, saya kira saya sedikitbanyak mulai bisa mengatasi masalah itu.

Itu pula yang mendorong saya mengkompilasi semua pemikiran itu danmeletakkannya dalam butir-butir ringkas sebagai berikut :1. Pisau Ansos lama yang merujuk sistem negara sebagai biang keladiketidakadilan sosial, tidak cukup.2. Kriteria demokratisasi (dan "common good" yang lain) bukan hanyaditerapkan untuk negara, tetapi juga untuk segala bentuk praktekkekuasaan, oleh segala aktor.3. Karena itu, lawan "civil society" itu bukan "state"/negara, melainkan"praktik kekuasaan yang semena-mena, tidak bertanggungjawab pada publik".Baik itu kekuasaan uang, senjata, agama, dll, dll.4. Kalau kita salah menempatkan kontradiksi ini, maka kita akan terjebakuntuk selalu mendekonstruksi negara. Padahal, negara juga punya kekuasaanyang sah, legitimate, justru untuk melindungi hak-hak warganya5. Civil society mendapatkan makna baru: yaitu sebagai sebuah matriksperimbangan antara 3 kekuatan: masyarakat, pasar dan "public agency".Public agency ini bisa berupa negara, LSM, paguyuban, dll yang melindungikepentingan publik.6. Dalam kerangka waktu saat ini, kekuatan yang tumbuh menjadi mengerikandalam hal kekuasaan dan seharusnya menjadi target proses demokratisasi

Page 2: Kerangka Analisis Sosial

adalah sistem pasar*. Komunitas bisnis dengan agenda neo-liberal-nyamelindas dua kekuatan yang lain, yaitu masyarakat dan negara.Karena itu, dalam konteks Indonesia, kita bisa lebih mudah meletakkandimana militer, orde baru, dll dengan pisau analisis ini.Ada 9 (sembilan) bahan yang akan saya kirimkan. Semuanya adalah tulisanRomo B.Herry Priyono yang mencoba membunyikan gagasan sosial demokrasidengan menempatkannya dalam konteks waktu dan kekinian. Formasinyakira-kira sebagai berikut :"Jalan Ketiga sebagai Utopia" adalah bahan untuk 'meditasi', renunganmengenai faham sosial demokrasi baru."Strukturasi Kondisi Modernitas" adalah kajian akademis dari teoristrukturasi"Demokrasi dan Kapitalisme" adalah sebuah polemik."KKN bukan Sebuah Budaya" adalah sebuah polemik."Bangsa sesudah Orde Baru" adalah sebuah polemik"Sesudah Dekonstruksi Negara" adalah sebuah polemik"Amademen Pasal Ekonomi" adalah sebuah polemik"Buruh" adalah sebuah advokasi"Bangsa, Negara dan Rakyat" adalah sebuah latar tentang nasionalisme.“Gerhana Humaniora” Ini mengupas mengenai kaum intelektual, sistempendidikan dan bagaimana konteks "perjuangan" diletakkan di dalamnyaSecara khusus, dalam training Ansos Uni Sosial Demokrat di Solo nanti(Tawangmangu, 17-19 Agustus 2001, Red.) -atau juga training rekan-rekan diorganisasi masing-masing-usulan saya adalah :(1) diberikan sebagai bacaan pra-pelatihan. Selama pelatihan, digunakansebagai bahan diskusi kelompok. Dilanjutkan dengan (6) dan (7) yangmemberikan pisau analisis sosial yang baru. Sebaiknya dibahas di kelas,dalam sesi terpimpin, dilanjutkan dengan diskusi kelompok. Studi kasusnyaadalah (4), (5) dan (8). Kalau mau ditambah, (3). Tapi ini bisadihilangkan kalau waktunya tidak cukup. Dalam studi kasus ini, ada baiknyakasus-kasus mutakhir Nasional diangkat untuk dibahas, misalnya lengsernyaGus Dur, polemik Megawati. Demikian juga dengan kasus lokal Solo:pergantian walikota, pembangunan daerah, dll. Sehingga adakontekstualisasi yang lebih konkrit untuk menemukan kontradiksi yang lebihmendasar.Tulisan (2) dan (9) adalah tentatif, untuk mereka yang mau belajar lebihjauh lagi. Tulisan (10) mengupas mengenai kaum intelektual, sistempendidikan dan bagaimana konteks "perjuangan" diletakkan di dalamnya.Hemat saya, tulisan ini bisa dijadikan bahan "renungan pagi" setelahmandi, sebelum sarapan…

Demikian sumbang pikiran dari saya.

Salam,Yanuar

Page 3: Kerangka Analisis Sosial

* “sistem pasar”, bukan "pasar". Sebab “pasar” yang sudah ada sejak jamansebelum masehi, adalah cara tukar menukar. Mulai dari barter sampai denganpenggunaan uang. Nah, "sistem pasar" itu lain lagi. Sistem pasar adalahmekanisme untuk mereproduksi seluruh aspek masyarakat berdasarkan aspekuntung dan rugi. Jadi ilmu, hukum, psikologi, bahkan cinta, dlldireproduksi berdasarkan aspek untung-rugi ini tadi. Bahwa dalam pasarmemang ada untung-rugi, itu tidak lalu menjadi pembenaran untuk mengubahseluruh aspek kehidupan dengan kriteria yang sama.

Sistem pasar itu sendiri adalah satu dari trilogi kapitalisme. Kapitalismebersandar pada sistem pasar, keramatnya hak milik pribadi, pembedaanantara privat-publik, negara-swasta. Ketika bicara tentang sistem pasardengan kedua 'logi' yang lain ini, maka sistem pasar identik dengankapitalisme.

Last Updated: 13/08/01 - Copyright © 2000 Uni Sosial Demokrat