Kerajaan Jayakarta 3

8
MAKALAH SEJARAH “KERAJAAN JAYAKARTA” Disusun Oleh: KLOMPOK 6 Rislafi Ahmad Safe’i Rosiana Rosilawati Sarjono Shintya Wati Kelas XI IPA 3

Transcript of Kerajaan Jayakarta 3

5/12/2018 Kerajaan Jayakarta 3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kerajaan-jayakarta-3 1/8

MAKALAH

SEJARAH“KERAJAAN JAYAKARTA”

Disusun Oleh:

KLOMPOK 6

Rislafi Ahmad Safe’i

Rosiana

Rosilawati

Sarjono

Shintya Wati

Kelas XI IPA 3

5/12/2018 Kerajaan Jayakarta 3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kerajaan-jayakarta-3 3/8

Batavia

Peta Batavia tahun 1888

Batavia adalah nama yang diberikan oleh orang Belanda pada koloni dagang yang sekarangtumbuh menjadi Jakarta, ibu kota Indonesia. Batavia didirikan di pelabuhan bernama

Jayakarta yang direbut dari kekuasaan Kesultanan Banten. Sebelum dikuasai Banten, bandar 

ini dikenal sebagai Kalapa atau Sunda Kalapa, dan merupakan salah satu titik perdagangan

Kerajaan Sunda. Dari kota pelabuhan inilah VOC mengendalikan  perdagangan dan

kekuasaan militer dan politiknya di wilayah Nusantara.

 Nama Batavia dipakai sejak sekitar tahun 1621 sampai tahun 1942, ketika Hindia-Belanda

 jatuh ke tangan Jepang. Sebagai bagian dari de-Nederlandisasi, nama kota diganti menjadi

Jakarta. Bentuk  bahasa Melayunya, yaitu "Betawi", masih tetap dipakai sampai sekarang.

 

1. Asal nama

 Nama Batavia berasal dari suku Batavia, sebuah suku Germanik yang bermukim di tepi

Sungai Rhein. Bangsa Belanda dan sebagian bangsa Jerman adalah keturunan dari suku ini.

Batavia juga merupakan nama sebuah kapal layar tiang tinggi yang cukup besar buatan

Belanda (VOC), dibuat pada 29 Oktober  1628, dinahkodai oleh Kapten Adriaan Jakobsz.Tidak jelas sejarahnya, entah nama kapal tersebut yang merupakan awal dari nama Betawi-

5/12/2018 Kerajaan Jayakarta 3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kerajaan-jayakarta-3 4/8

Batavia, atau bahkan sebaliknya, pihak VOC yang menggunakan nama Batavia untuk 

menamai kapalnya. Kapal tersebut akhirnya kandas di pesisir Beacon Island, Australia Barat.

Dan seluruh awaknya yang berjumlah 268 orang berlayar dengan perahu sekoci darurat

menuju kota Batavia ini.

2. Sejarah

 Kastil Batavia, dilihat dari Kali Besar Barat oleh Andries Beeckman, sekitar tahun 1656-

1658

2.1 Sunda Kelapa

Bukti tertua mengenai eksistensi permukiman penduduk yang sekarang bernama Jakartaadalah Prasasti Tugu yang tertanam di desa Batu Tumbuh, Jakarta Utara. Prasasti terebut

 berkaitan dengan 4 prasasti lain yang berasal dari zaman kerajaan Hindu, Tarumanegara

ketika diperintah oleh Raja Purnawarman. Berdasarkan Prasasti Kebon Kopi, nama Sunda

Kalapa (Sunda Kelapa) sendiri diperkirakan baru muncul abad sepuluh.

Permukiman tersebut berkembang menjadi pelabuhan, yang kemudian juga dikunjungi oleh

kapal-kapal dari mancanegara. Hingga kedatangan orang Portugis, Sunda Kalapa masih di

 bawah kekuasaan kerajaan Hindu lain, Pakuan Pajajaran. Sementara itu, Portugis telah

 berhasil menguasai Malaka, dan tahun 1522 Gubernur Portugis d'Albuquerque mengirim

utusannya, Enrique Leme yang didampingi oleh Tomé Pires untuk menemui Raja Sangiang

Surawisesa. Pada 21 Agustus 1522 ditandatangani perjanjian persahabatan antara Pajajaran

dan Portugis. Diperkirakan, langkah ini diambil oleh sang raja Pakuan Pajajaran tersebut

guna memperoleh bantuan dari Portugis dalam menghadapi ancaman Kesultanan Demak , 

yang telah menghancurkan beberapa kerajaan Hindu, termasuk Majapahit. Namun ternyata

 perjanjian ini sia-sia saja, karena ketika diserang oleh Kerajaan Islam Demak, Portugis tidak 

membantu mempertahankan Sunda Kalapa.

2.2 Jayakarta

5/12/2018 Kerajaan Jayakarta 3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kerajaan-jayakarta-3 5/8

Pelabuhan Sunda Kalapa diserang oleh tentara Demak pada 1526, yang dipimpin oleh

Fatahillah, Panglima Perang asal Gujarat, India, dan jatuh pada 22 Juni 1527, dan setelah

 berhasil direbut, namanyapun diganti menjadi Jayakarta. Setelah Fatahillah berhasil

mengalahkan dan mengislamkan Banten, Jayakarta berada di bawah kekuasaan Banten, yang

kini menjadi kesultanan. Orang Sunda yang membelanya dikalahkan dan mundur ke arahBogor . Sejak itu, dan untuk beberapa dasawarsa abad ke-16, Jayakarta dihuni orang Banten 

yang terdiri dari orang yang berasal dari Demak dan Cirebon.

Sampai Jan Pieterszoon Coen menghancurkan Jayakarta (1619), orang Banten bersama

saudagar Arab dan Tionghoa tinggal di muara Ciliwung. Selain orang Tionghoa, semua

 penduduk ini mengundurkan diri ke daerah kesultanan Banten waktu Batavia menggantikan

Jayakarta (1619).

2.3 Batavia

Peta Batavia tahun 1897

Lambang Kota Batavia

5/12/2018 Kerajaan Jayakarta 3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kerajaan-jayakarta-3 6/8

Pieter Both yang menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama, lebih memilih Jayakarta sebagai

 basis administrasi dan perdagangan VOC daripada pelabuhan Banten, karena pada waktu itu

di Banten telah banyak kantor pusat perdagangan orang-orang Eropa lain seperti Portugis,

Spanyol kemudian juga Inggris, sedangkan Jayakarta masih merupakan pelabuhan kecil.

Pada tahun 1611 VOC mendapat izin untuk membangun satu rumah kayu dengan fondasi

 batu di Jayakarta, sebagai kantor dagang. Kemudian mereka menyewa lahan sekitar 1,5

hektar di dekat muara di tepi bagian timur  Sungai Ciliwung, yang menjadi kompleks

 perkantoran, gudang dan tempat tinggal orang Belanda, dan bangunan utamanya dinamakan

 Nassau Huis.

Ketika Jan Pieterszoon Coen menjadi Gubernur Jenderal (1618 – 1623), ia mendirikan lagi

 bangunan serupa Nassau Huis yang dinamakan Mauritius Huis, dan membangun tembok batu

yang tinggi, di mana ditempatkan beberapa meriam. Tak lama kemudian, ia membangun lagi

tembok setinggi 7 meter yang mengelilingi areal yang mereka sewa, sehingga kini benar- benar merupakan satu benteng yang kokoh, dan mulai mempersiapkan untuk menguasai

Jayakarta.

Dari basis benteng ini pada 30 Mei 1619 Belanda menyerang Jayakarta, yang memberi

mereka izin untuk berdagang, dan membumihanguskan keraton serta hampir seluruh

 pemukiman penduduk. Berawal hanya dari bangunan separuh kayu, akhirnya Belanda

menguasai seluruh kota. Semula Coen ingin menamakan kota ini sebagai Nieuwe Hollandia,

namun de Heeren Seventien di Belanda memutuskan untuk menamakan kota ini menjadi

Batavia, untuk mengenang bangsa Batavieren.

Pada 4 Maret 1621, pemerintah Stad Batavia (kota Batavia) dibentuk [1]. Jayakarta

dibumiratakan dan dibangun benteng yang bagian depannya digali parit. Di bagian belakang

dibangun gudang juga dikitari parit, pagar besi dan tiang-tiang yang kuat. Selama 8 tahun

kota Batavia sudah meluas 3 kali lipat. Pembangunannya selesai pada tahun 1650. Kota

Batavia sebenarnya terletak di selatan Kastil yang juga dikelilingi oleh tembok-tembok dan

dipotong-potong oleh banyak parit.

Pada awal abad ke-17 perbatasan antara wilayah kekuasaan Banten dan Batavia mula-mula

dibentuk oleh Kali Angke dan kemudian Kali Cisadane. Kawasan sekitar Batavia menjadikosong. Daerah di luar benteng dan tembok kota tidak aman, antara lain karena gerilya

Banten dan sisa prajurit Mataram (1628-1629) yang tidak mau pulang.

Beberapa persetujuan bersama dengan Banten (1659 dan 1684) dan Mataram (1652)

menetapkan daerah antara Cisadane dan Citarum sebagai wilayah kompeni. Baru pada akhir 

abad ke-17 daerah Jakarta sekarang mulai dihuni orang lagi, yang digolongkan menjadi

kelompok budak belian dan orang pribumi yang bebas.

Pada 1 April 1905 nama Stad Batavia diubah menjadi Gemeente Batavia. Pada 8 Januari 

1935 nama kota ini diubah lagi menjadi Stad Gemeente Batavia[2].

5/12/2018 Kerajaan Jayakarta 3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kerajaan-jayakarta-3 7/8

Suasana pelabuhan Batavia sekitar tahun 1940

Setelah pendudukan Jepang  pada tahun 1942, nama Batavia diganti menjadi "Jakarta" oleh

Jepang untuk menarik hati penduduk pada Perang Dunia II.

3. Penduduk 

Orang Belanda  jumlahnya masih sedikit sekali. Ini karena sampai pertengahan abad ke-19

mereka kurang disertai wanita Belanda dalam jumlah yang memadai. Akibatnya, benyak 

 perkawinan campuran dan memunculkan sejumlah Indo di Batavia. Tentang para budak itu,

sebagian besar, terutama budak wanitanya berasal dari Bali, walaupun tidak pasti mereka itu

semua orang Bali. Sebab, Bali menjadi tempat singgah budak belian yang datang dari

 berbagai pulau di sebelah timurnya.

Sementara itu, orang yang datang dari Tiongkok , semula hanya orang laki-laki, karena itumereka pun melakukan perkawinan dengan penduduk setempat, terutama wanita Bali dan

 Nias. Sebagian dari mereka berpegang pada adat Tionghoa (misalnya penduduk dalam kota

dan Cina Benteng di Tangerang), sebagian membaur dengan pribumi (terutama dengan orang

Jawa dan membentuk kelompok Betawi Ora, misalnya: di sekitar Parung). Tempat tinggal

utama orang Tionghoa adalah Glodok , Pinangsia dan Jatinegara.

Keturunan orang India -orang Koja dan orang Bombay- tidak begitu besar jumlahnya.

Demikian juga dengan orang Arab, sampai orang Hadhramaut datang dalam jumlah besar,

kurang lebih tahun 1840. Banyak diantara mereka yang bercampur dengan wanita pribumi,

namun tetap berpegang pada ke-Arab-an mereka.

Di dalam kota, orang bukan Belanda yang selamanya merupakan mayoritas besar, terdiri dari

orang Tionghoa, orang Mardijker dari India dan Sri Lanka dan ribuan budak dari segala

macam suku. Jumlah budak itu kurang lebih setengah dari penghuni Kota Batavia.

Orang Jawa dan Banten tidak diperbolehkan tinggal menetap di dalam kota setelah 1656.

Pada tahun 1673, penduduk dalam kota Batavia berjumlah 27.086 orang. Terdiri dari 2.740

orang Belanda dan Indo, 5.362 orang Mardijker, 2.747 orang Tionghoa, 1.339 orang Jawa

dan Moor (India), 981 orang Bali dan 611 orang Melayu. Penduduk yang bebas ini ditambahdengan 13.278 orang budak (49 persen) dari bermacam-macam suku dan bangsa.

5/12/2018 Kerajaan Jayakarta 3 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kerajaan-jayakarta-3 8/8

Sepanjang abad ke-18, kelompok terbesar penduduk kota berstatus budak. Komposisi mereka

cepat berubah karena banyak yang mati. Demikian juga dengan orang Mardijker. Karena itu,

 jumlah mereka turun dengan cepat pada abad itu dan pada awal abad ke-19 mulai diserap

dalam kaum Betawi, kecuali kelompok Tugu, yang sebagian kini pindah di Pejambon, di

 belakang Gereja Immanuel Jakarta. Orang Tionghoa selamanya bertambah cepat, walaupunsepuluh ribu orang dibunuh pada tahun 1740 di dalam dan di luar kota. Foto pada kartu pos

dari awal abad ke 20 menggambarkan rumah-rumah Tionghoa di Mester atau Meester 

Cornelis sebutan Jatinegara pada zaman penjajahan Belanda dulu.

Penduduk Batavia yang kemudian dikenal sebagai orang Betawi sebenarnya adalah keturunan

kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa.