Keragaan Mutu Biji Kakao Dan Produk Turunannya)

download Keragaan Mutu Biji Kakao Dan Produk Turunannya)

of 18

Transcript of Keragaan Mutu Biji Kakao Dan Produk Turunannya)

  • 7/26/2019 Keragaan Mutu Biji Kakao Dan Produk Turunannya)

    1/18

    166

    PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

    Towaha et al.

    Keragaan mutu biji kakao dan produk turunannya

    pada berbagai tingkat fermentasi: Studi kasus di Tabanan, Bali

    Performance of cocoa bean quality and its derivate products

    under some fermentation levels: A case study in Tabanan, Bali

    Juniaty Towaha*1), Dian Adi Anggraini E.2), dan Rubiyo1)

    1)Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar, Jalan Raya Pakuwon km 2 Parungkuda, Sukabumi.2)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali, Jalan Bypass Ngurah Rai, Denpasar.

    *)Alamat penulis (corresponding author): [email protected]

    Naskah diterima (received) 30 Oktober 2012, disetujui (accepted) 30 November 2012

    Abstrak

    Penelitian pengaruh tingkat fermentasi biji kakao untuk mendapatkan mutu

    terbaik serta produk turunannya telah dilaksanakan di Kelompok Subak Abian

    Pucaksari, Desa Mundeh Kauh, Kecamatan Selemadeg Barat, Tabanan, Bali. Tujuan

    penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat fermentasi biji kakao

    terhadap mutu biji dan produk turunannya. Rancangan yang digunakan adalah

    rancangan acak lengkap, diulang tiga kali, dengan perlakuan 1) tanpa fermentasi,

    2) fermentasi tidak sempurna, dan 3) fermentasi sempurna. Parameter pengamatan

    meliputi keragaan fisik dan kimia biji, uji organoleptik pasta cokelat, lemak kakao,

    bubuk kakao, minuman cokelat dan es krim cokelat. Hasil penelitian menunjukkan

    bahwa secara umum tingkat fermentasi berpengaruh nyata terhadap mutu biji

    kakao. Hasil analisis kimia pasta kakao, lemak kakao, dan bubuk kakao dari biji

    fermentasi sempurna memenuhi syarat SNI. Uji organoleptik juga menunjukkan

    bahwa para panelis menyukai pasta cokelat, bubuk kakao, minuman cokelat danes krim cokelat yang diolah dari biji kakao fermentasi sempurna.

    Kata kunci:Kakao, fermentasi, mutu biji, mutu produk turunan.

    Abstract

    Research to study the influence of fermentation level of cocoa beans on

    quality of cocoa beans and its derivative products was carried out in Subak

    Abian Pucaksari Group, Kauh Mundeh Village, West Selemadeg Subdistric t,

    Tabanan, Bali. This study aimed to determine the influence of fermentation on

    cocoa bean quality and its derivative products. The design used was completely

    randomized design with three replications. The treatments were 1) unfermented,2) partly fermented, and 3) fully fermented. Parameters observed were physical

    and chemical characteristics of cocoa beans, including organoleptic quality

    of cocoa liquor, cocoa butter, cocoa powder, chocolate drink and chocolate

    ice cream. The results showed that in general, fermentation significantly

    affected quality of cocoa beans. Results of chemical analysis of cocoa liquor,

    cocoa butter, and cocoa powder from fully fermented beans meets the require-

    ments of Indonesian National Standard. Organoleptic test also showed that

    Pelita Perkebunan 28 (3) 2012, 166-183

  • 7/26/2019 Keragaan Mutu Biji Kakao Dan Produk Turunannya)

    2/18

    167

    PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

    Keragaan mutu biji kakao dan produk turunannya pada berbagai tingkat fermentasi: Studi kasus di Tabanan, Bali

    panel ists pref erred cocoa liquor, cocoa powder, chocolate drink and choco-

    late ice cream prepared from fully fermented cocoa beans.

    Key words: Cocoa beans, fermentation, physical, chemical, organoleptic, derivative

    products, quality.

    PENDAHULUAN

    Areal pertanaman kakao di Provinsi Bali

    mengalami perkembangan yang cukup pesat,

    pada tahun 2011 telah mencapai 14.865 ha

    dengan sentra pertanaman terdapat di

    Kabupaten Tabanan seluas 5.063 ha,

    Jembrana seluas 3.555 ha dan Buleleng

    seluas 1.258 ha. Areal lainnya 4.989 ha

    tersebar di Kabupaten Badung, Bangli,

    Gianyar, Karangasem dan Klungkung (Dinas

    Perkebunan Bali, 2012).

    Salah satu permasalahan kakao Indo-

    nesia, termasuk di Provinsi Bali sampai saat

    ini adalah mutu biji yang masih rendah,

    terutama disebabkan oleh penanganan

    pascapanen yang belum dilakukan dengan

    baik dan benar, seperti biji kakao tidak

    difermentasi atau proses fermentasi yang

    kurang baik. Biji kakao yang dieksporsebagian besar merupakan kakao yang diolah

    tanpa fermentasi. Hal ini menyebabkan biji

    kakao Indonesia kalah bersaing di pasar

    internasional (APPI, 2002). Harga biji kakao

    tanpa fermentasi di pasar internasional jauh

    lebih rendah daripada harga biji kakao yang

    difermentasi dengan selisih harga sekitar

    Rp.2.0002.900 per kg (Indonesian Com-

    mercial Newsletter, 2010), yang cukup tinggi

    untuk mendongkrak pendapatan devisa

    negara.Di Provinsi Bali, dari luasan 14.865 ha

    pertanaman kakao yang semuanya merupa-

    kan perkebunan rakyat dihasilkan 6.152 ton

    biji kering. Dari produksi tersebut hanya

    sedikit saja petani yang melakukan fermentasi

    yaitu hanya sebanyak 197,25 ton (3,2%) dan

    sisanya tidak difermentasi (Dinas Perkebunan

    Bali, 2012).

    Proses fermentasi merupakan tahapan

    pengolahan biji kakao yang vital dan mutlak

    untuk menjamin dihasilkannya citarasa

    maupun aroma cokelat yang baik (Beckett,

    2008; Lima et al., 2011; Misnawi, 2008;

    Widyotomo, 2008). Dengan proses

    fermentasi, selain dapat memperbaiki dan

    mengembangkan citarasa, juga dapat

    mengurangi rasa pahit dan sepat sertamemperbaiki kenampakan biji kakao (Biehl

    et al., 1985; Camu et al., 2008; Owosu,

    2010; Widyotomo et al., 2004). Di samping

    itu, fermentasi dapat menghambat proses

    perkecambahan, kulit biji menjadi longgar dan

    pulpa biji hancur sehingga akan mem-

    permudah proses pengeringan (Afoakwa

    et al., 2008; Afoakwa et al., 2012). Oleh

    karena itu, mengingat bahwa kakao

    merupakan salah satu komoditas andalan

    perkebunan yang peranannya cukup pentingbagi perekonomian nasional (Balitbang

    Pertanian, 2005), maka fermentasi yang

    merupakan inti dari proses pengolahan biji

    kakao harus dilakukan.

    Tujuan penelitian ini adalah untuk

    menguatkan penelitian sebelumnya bahwa

    tingkat fermentasi biji kakao berpengaruh

    terhadap keragaan biji serta produk turunan-

    nya dengan studi kasus di Tabanan. Diharap-

    kan hasil penelitian ini dapat menjadi acuan

    bagi petani kakao di Provinsi Bali, untukmeningkatkan nilai tambah pendapatannya.

    BAHAN DAN METODE

    Penelitian dilaksanakan di Kelompok

    Subak Abian Pucaksari, Desa Mundeh Kauh,

    Kecamatan Selemadeg Barat, Tabanan, Bali,

    dengan melibatkan petani sebanyak

  • 7/26/2019 Keragaan Mutu Biji Kakao Dan Produk Turunannya)

    3/18

    168

    PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

    Towaha et al.

    20 orang dengan masing-masing luasan lahan

    0,5 ha. Kegiatan penelitian terdiri dari kegiatan

    di lapangan berupa introduksi teknologi

    fermentasi dan pengolahan biji kakao keringmenjadi produk setengah jadi (pasta, lemak,

    dan bubuk) serta makanan cokelat (minuman

    cokelat dan es krim). Kegiatan di labora-

    torium berupa analisis kimia, fisik, dan

    organoleptik biji kakao dan produk cokelat,

    baik produk setengah jadi maupun makanan

    cokelat.

    Fermentasi Kakao

    Fermentasi kakao menggunakan bakfermentasi yang mengacu pada penelitian

    Sri-Mulato et al. (1997) dan de Brito (2000).

    Proses fermentasi dilanjutkan dengan tahap

    pengeringan biji (penjemuran di bawah sinar

    matahari) sampai kadar air biji kakao sekitar

    7%. Percobaan terdiri dari tiga perlakuan,

    yaitu: a) tanpa fermentasi, b) fermentasi tidak

    sempurna (kurang dari lima hari), dan

    c) fermentasi sempurna (5-6 hari). Percobaan

    menggunakan rancangan acak lengkap

    dengan tiga ulangan.Variabel yang diamati meliputi mutu

    fisik biji seperti jumlah biji per 100 g biji

    kering, bobot per biji kering, kadar nib

    (daging biji) dan kadar kulit ari. Selain itu

    juga dilakukan analisis kimia berupa kadar

    air dengan metode gravimetri (AOAC,

    2005a), kadar lemak dengan metode

    ekstraksi soxhlet (AOAC, 2005b) yaitu

    ekstraksi dengan menggunakan pelarut

    organik non-polar yang sebelumnya dilakukan

    hidrolisis, kadar gula pereduksi denganmetode Fehling (AOAC, 2000a), pH dengan

    alat pH meter (AOAC, 1998) dan total asam

    dengan metoda titrasi (AOAC, 1999).

    Analisis kimia dilaksanakan di Laboratorium

    Fakultas Teknologi Pertanian Universitas

    Udayana, Denpasar. Hasil analisis mutu fisik

    dan kimia yang didapat kemudian dianalisis

    secara statistik menggunakan analisis ragam.

    Apabila terdapat perbedaan nilai rata-rata

    antarperlakuan diuji denganDuncan Multiple

    Range Test(DMRT) pada taraf uji 5%.

    Produk Cokelat Setengah Jadi

    Biji kakao kering dengan tiga perlakuan

    tingkat fermentasi tersebut kemudian diolah

    lebih lanjut menjadi produk cokelat setengah

    jadi, yakni pasta, lemak, dan bubuk kakao.

    Tahapan pengolahan biji kakao menjadi

    produk cokelat setengah jadi dapat dilihat

    pada Gambar 1.

    Variabel yang diamati adalah mutu kimia

    produk cokelat setengah jadi, meliputi kadar

    air, abu, protein, karbohidrat, dan lemak,

    serta pH untuk bubuk kakao. Hasil analisis

    mutu kimia yang didapat kemudian dianalisis

    menggunakan analisis ragam, dilanjutkan

    dengan uji Duncan jika hasil berbeda nyata.

    Uji organoleptik dilakukan terhadap produk

    pasta dan bubuk kakao dengan menggunakan

    uji deskriptif dilanjutkan dengan uji ranking

    menggunakan 15 orang panelis. Uji deskriptif

    dilakukan terhadap karakteristik sensori yangpenting seperti warna, aroma, rasa pahit dan

    tekstur, sehingga didapatkan informasi

    mengenai intensitas karakteristik tersebut

    (Soekarto, 1985). Adapun untuk menentukan

    tingkat kesukaan dilakukan uji ranking yang

    meliputi tiga ranking mengacu pada

    Meilgaard et al. (2006), yaitu 1 (sangat suka),

    2 (suka) dan 3 (agak suka). Analisis

    dilakukan di Laboratorium Fakultas Teknologi

    Pertanian Universitas Udayana, Denpasar.

    Produk Makanan Cokelat

    Dalam penelitian ini makanan cokelat

    yang dibuat adalah minuman cokelat berbasis

    bubuk kakao dan es krim berbasis bubuk

    kakao dan lemak kakao.

    Analisis yang dilakukan adalah uji

    organoleptik, berupa uji hedonik (uji

  • 7/26/2019 Keragaan Mutu Biji Kakao Dan Produk Turunannya)

    4/18

    169

    PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

    Keragaan mutu biji kakao dan produk turunannya pada berbagai tingkat fermentasi: Studi kasus di Tabanan, Bali

    kesukaan) menggunakan tujuh skala hedonik

    dengan kriteria yaitu 7 (sangat suka),

    6 (suka), 5 (agak suka), 4 (netral/biasa),

    3 (agak tidak suka), 2 (tidak suka) dan

    1 (sangat tidak suka), yang dilakukanterhadap masing-masing produk meliputi:

    rasa, aroma,mouthfeel, dan warna dengan

    menggunakan 15 orang panelis (Putra, 1997;

    Soekarto, 1985). Selain itu, juga dilakukan

    analisis mutu kimia terhadap produk yang

    dihasilkan, meliputi kadar air dengan metode

    gravimetri (AOAC, 2005a), kadar abu dengan

    metode gravimetri (AOAC, 2000b), kadar

    protein dengan metode Kjeldahl (AOAC,

    2000c), kadar karbohidrat dengan metode

    kromatografi (AOAC, 2000d), dan kadar

    lemak dengan metode ekstraksi soxhlet

    (AOAC, 2005b). Analisis dilakukan diLaboratorium Fakultas Teknologi Pertanian

    Universitas Udayana. Hasil analisis mutu

    organoleptik dan kimia yang didapat

    kemudian dianalisis menggunakan analisis

    ragam. Apabila terdapat perbedaan nilai rata-

    rata antarperlakuan diuji denganDuncan Mul-

    tiple Range Test(DMRT) pada taraf uji 5%.

    Gambar 1. Tahapan pengolahan biji kakao menjadi produk setengah jadi

    Figure 1. Stages of cocoa beans processing into semi-finished products

    Biji kakao (Cocoa beans)

    Penyortiran (Sorting)

    Penyangraian (Roasting)

    Kulit biji (Bean shell)Pemisahan kulit (Separation of shell)

    Daging biji (Nibs)

    Pemastaan (Cocoa liquor processing)

    Pasta kakao (Cocoa liquor)

    Pengempaan (Compression)

    Lemak Cokelat (Cocoa butter) Bungkil kakao (Cocoa press cake)

    Bubuk Cokelat (Cocoa powder)

    rasa, aroma,

  • 7/26/2019 Keragaan Mutu Biji Kakao Dan Produk Turunannya)

    5/18

    170

    PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

    Towaha et al.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Mutu Biji Kakao Kering

    Hasil analisis mutu fisik biji pada

    Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan

    tingkat fermentasi tidak berpengaruh nyata

    terhadap semua parameter mutu fisik biji

    kakao kering. Walaupun demikian, nilai-nilai

    parameter memperlihatkan bahwa biji kakao

    hasil fermentasi sempurna lebih baik

    daripada fermentasi tidak sempurna dan tidak

    difermentasi. Biji kakao hasil fermentasi

    sempurna mempunyai kadar kulit ari yang

    paling rendah yaitu 12,1%. Lefeber et al.

    (2011), Nursalam (2005) dan Schwan &

    Wheals (2004) menyatakan bahwa selama

    proses fermentas i ter jadi penguraian

    karbohidrat pulpa. Semakin lama proses

    fermentasi, proses penguraian akan semakin

    sempurna sehingga sisa pulpa yang masih

    menempel pada kulit akan semakin sedikit,

    sehingga kadar kulit ari biji akan semakin

    rendah. Tingginya kadar kulit ari biji pada

    perlakuan tanpa fermentasi dikarenakan

    masih banyaknya pulpa yang melekat pada

    kulit biji akibat tidak terurainya karbohidrat

    pada pulpa tersebut. Kadar kulit ari biji kakao

    hasil fermentasi sempurna tersebut telah

    memenuhi persyaratan mutu biji kakao

    sebagai bahan baku produk cokelat

    (Puslitkoka, 2008) yang mensyaratkan kadar

    kulit 12-13%.

    Dalam hal ukuran berat biji kakao kering,yang dinyatakan dengan jumlah biji per

    100 g, maka berdasarkan SNI 2323-2008

    (BSN, 2008) biji kakao hasil fermentasi

    sempurna maupun fermentasi tidak

    sempurna termasuk golongan AA (maksimal

    85 biji per 100 g), sedangkan biji kakao non

    fermentasi termasuk golongan A (86-100 biji

    per 100 g). Menurut Widyotomo et al.

    (2004) ukuran biji kakao yang memenuhi

    kriteria standar ekspor adalah AA, A dan B

    (101-110 biji per 100 g).

    Tingkat fermentasi secara umum

    berpengaruh nyata terhadap kera gaan

    kimia biji kakao kering (Tabel 2). Adapun

    parameter yang tidak berbeda nyata adalah

    kadar air dan kadar gula reduksi. Walaupun

    demikian, kadar air biji kakao kering hasil

    fermentasi sempurna maupun fermentasi

    tidak sempurna lebih kecil daripada tanpa

    fermentasi yaitu 7,5% sehingga memenuhi

    SNI 2323:2008 yang mensyaratkan kadar air

    biji kakao kering maksimal 7,5% (BSN,

    2008). Kadar air biji kakao yang lebih

    dari 8% menyebabkan biji mudah diserang

    jamur dan serangga, sehingga meningkatkan

    Parameter

    Parameter

    Jumlah biji kering per100 g

    Number of dried beans per 100 g

    Bobot per biji kering, g

    Weight per dried bean, g

    Kadar nib, %

    Nib content, %

    Kadar kulit ari, %

    Shell content, %

    Tanpa fermentasi

    Unfermented

    88.79 a

    1.22 a

    84.90 a

    15.10 a

    Fermentasi tidak sempurna

    Partly fermented

    68.61 a

    1.46 a

    86.60 a

    13.40 a

    Fermentasi sempurna

    Fully fermented

    73.98 a

    1.38 a

    87.90 a

    12.10 a

    Tabel 1. Mutu fisik biji kakao kering tanpa difermentasi, fermentasi tidak sempurna dan fermentasi sempurna

    Table 1. Physical quality of dried cocoa beans of unfermented, partly fermented and fully fermented

    Keterangan (Note): Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada uji menurut uji Duncan

    pada aras 5% (Numbers followed by the same letter in the same row are not significantly different according

    to Duncan test at 5% level)

  • 7/26/2019 Keragaan Mutu Biji Kakao Dan Produk Turunannya)

    6/18

    171

    PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

    Keragaan mutu biji kakao dan produk turunannya pada berbagai tingkat fermentasi: Studi kasus di Tabanan, Bali

    risiko terhadap kerusakan biji, akan tetapi bila

    kadar air biji kurang dari 5% akan

    menyebabkan biji mudah pecah (Basri, 2010).

    Terkait dengan kadar gula reduksi,

    walaupun tidak berbeda nyata tetapi

    memperlihatkan kecenderungan nilai yang

    meningkat dari non fermentasi (0,55%) hingga

    fermentasi tidak sempurna (0,70%) dan

    fermentasi sempurna (0,84%). Hal ini sesuaidengan hasil penelitian de Brito et al.(2000),

    Camu et al.(2008) dan Afoakwa et al.(2011)

    bahwa kadar gula reduksi pada biji kakao akan

    semakin meningkat seiring dengan ber-

    tambahnya waktu fermentasi. Peningkatan

    kandungan gula reduksi tersebut disebabkan

    selama proses fermentasi semakin banyak

    karbohidrat yang terurai menjadi gula oleh

    aktivitas enzim (Loppies & Yumas, 2008).

    Gula reduksi pada biji kakao merupakan salah

    satu senyawa penting selain asam amino danpeptida yang berperan sebagai prekursor

    citarasa maupun aroma cokelat (Biehl et al.,

    1985; Granvogl et al., 2006; Afoakwa et al.,

    2008; Binh et al., 2012).

    Pengaruh tingkat fermentasi menunjuk-

    kan perbedaan yang nyata terhadap

    kandungan lemak biji kakao kering. Semakin

    lama waktu fermentasi kandungan lemak

    semakin tinggi, sehingga kandungan lemak

    tertinggi diperoleh pada biji kakao fermentasi

    sempurna. Hal tersebut karena pada proses

    fermentasi terjadi penurunan kandungan

    bahan bukan lemak seperti protein, polifenol

    dan karbohidrat yang terurai (de Brito

    et al., 2000; Camu et al., 2008) sehingga

    secara relatif kadar lemak akan meningkat.

    Selama proses fermentasi terjadi pem-bentukan senyawa aldehid, keton, alkohol,

    ester yang bersifat mudah menguap (Cam-

    pos et al., 2011; Campos et al., 2012).

    Puslitkoka (2008) mensyaratkan kandungan

    lemak 50-51% untuk biji kakao yang

    dipergunakan sebagai bahan baku produk

    cokelat, dan biji kakao hasil fermentasi

    sempurna pada penelitian ini memenuhi

    syarat tersebut.

    Dalam penelitian ini diketahui bahwa

    tingkat fermentasi menunjukkan perbedaanyang nyata terhadap pH biji kakao kering,

    dengan semakin lama waktu fermentasi nilai

    pH semakin rendah. pH tertinggi diperoleh

    pada biji kakao tanpa fermentasi yaitu 6,35;

    sedangkan pH terendah diperoleh pada biji

    kakao fermentasi sempurna yaitu 5,15.

    Semakin lama proses fermentasi, pH biji

    kakao akan semakin menurun, dikarenakan

    Tabel 2. Keragaan kimia bi ji kakao kering non fermentasi, fermentasi tidak sempurna dan fermentasi sempurna

    Table 2. Chemical variability of unfermented, partly fermented and fully fermented dried cocoa beans

    Parameter

    Parameter

    Kadar lemak, %

    Fat content,%

    Kadar air, %

    Moisture content,%

    pH

    Total asam, %

    Total acid, %

    Kadar gula reduksi, %

    Reduced sugar content, %

    Tanpa fermentasi

    Unfermented

    42.43 a

    7.70 a

    6.35 c

    0.94 a

    0.55 a

    Fermentasi tidak sempurna

    Partly fermented

    44.74 b

    7.50 a

    5.50 b

    1.46 b

    0.70 a

    Fermentasi sempurna

    Fully fermented

    51.28 c

    7.50 a

    5.15 a

    1.98 c

    0.84 a

    Keterangan (Note): Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada

    aras 5% (Numbers followed by the same letter in the same row are not significantly different according to

    Duncan test at 5% level)

  • 7/26/2019 Keragaan Mutu Biji Kakao Dan Produk Turunannya)

    7/18

    172

    PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

    Towaha et al.

    terbentuknya asam-asam organik seperti

    asam laktat dan asam asetat (Ardhana &

    Fleet, 2003; Ramlah & Daud, 2009; Guehi

    et al., 2010). Namun demikian pH biji kakaotersebut tidak boleh terlalu asam, tetapi harus

    di atas 5,0 agar mempunyai citarasa yang

    baik. Keasaman biji merupakan aspek yang

    sangat penting dalam citarasa cokelat karena

    tidak saja terkait dengan rasa asam, tetapi

    juga menentukan ja lannya reaksi pem-

    bentukan senyawa citarasa, terutama pada

    saat penyangraian (Cortes et al., 2012; Holm

    et al., 1993; Noor-Soffalina et al., 2009;

    Wahyudi et al., 2008). Hasil ini sesuai dengan

    pernyataan Biehl et al. (1985) bahwapembentukan citarasa lebih potensial terjadi

    pada biji pH 5,0-5,5 daripada pH 4,0-4,5.

    Keragaan fisik maupun kimia biji kakao

    terbaik diperoleh dari hasil fermentasi

    sempurna (5-6 hari), hasil penelitian ini

    sesuai dengan hasil penelitian Ramlah & Daud

    (2009) bahwa lama fermentasi lima hari

    menghasilkan biji kakao dengan nilai warna

    dan citarasa aromatik terbaik. Ruku (2008)

    dan Owosu (2010) menyatakan bahwa

    dengan mutu biji kakao yang baik akandihasilkan mutu produk turunan yang baik

    pula, mengingat untuk mendapatkan hasil

    pengolahan yang optimal didapatkan dari

    bahan baku biji kakao yang telah difermentasi

    sempurna.

    Pasta Kakao

    Pasta kakao atau cocoa massatau biasa

    disebut cocoa liquordibuat dari biji kakao

    kering melalui beberapa tahapan proses yaitu

    pembersihan, penyangraian dan penghalusan/

    pemastaan untuk mengubah biji kakao yang

    semula padat menjadi semi cair tanpa

    menghilangkan kandungan lemaknya

    (Puslitkoka, 2008; Sri-Mulato et al., 2002;

    Sri-Mulato et al., 2004a). Dalam penelitian

    ini dari 100 kg biji kakao kering dihasilkan

    pasta kakao sebanyak 78 kg atau untuk

    mendapatkan 100 kg pasta kakao mem-

    butuhkan 128 kg biji kakao kering. Dalam

    penelitian Sri-Mulato et al.(2002) dilaporkan

    bahwa untuk mendapatkan 100 kg pastakakao dibutuhkan 120-125 kg biji kakao

    kering. Perbedaan rendemen tersebut dapat

    disebabkan oleh spesifikasi biji kakao yang

    berbeda seperti kadar air, kadar lemak dan

    kadar kulit (Sri-Mulato et al., 2004b).

    Hasil analisis statistik pada Tabel 3

    menunjukkan bahwa tingkat fermentasi pada

    umumnya berpengaruh nyata pada mutu

    kimia pasta kakao. Kadar lemak pasta kakao

    dari biji hasil fermentasi sempurna mem-

    perlihatkan nilai tertinggi yaitu 57,87%,mengingat biji kakao yang merupakan bahan

    baku mempunyai kandungan lemak tertinggi

    juga (Tabel 2). Berdasarkan BSN (2009c)

    kadar lemak tersebut telah memenuhi SNI

    3749:2009 yang mensyaratkan kadar lemak

    pada pasta kakao minimal 48%. Lebih lanjut

    kadar air pasta kakao dari biji kakao hasil

    fermentasi sempurna mempunyai nilai yang

    rendah yaitu 1,57%, suatu nilai yang

    memenuhi SNI 3749:2009 yang men-

    syaratkan kadar air pada pasta kakaomaksimal 2% (BSN, 2009c).

    Kadar protein pada pasta kakao dari biji

    kakao hasil fermentasi sempurna mem-

    perlihatkan nilai terendah yaitu 7,52%. Hal

    ini disebabkan pada fermentasi sempurna

    terjadi lebih banyak protein yang terurai

    menjadi senyawa asam amino dan peptida

    (de Brito et al., 2000; Leal et al., 2008) yang

    merupakan senyawa yang berperan penting

    sebagai prekursor citarasa maupun aroma

    cokelat (Biehl et al., 1985; Granvogl et al.,

    2006). Pada proses penyangraian terjadi

    reaksi Maillard yaitu reaksi antara gula

    reduksi dengan gugus nitrogen asam amino

    maupun peptida membentuk senyawa citarasa

    khas cokelat. Senyawa tersebut di antaranya

    merupakan gugus alcohols, carboxylic

    acids, aldehydes, ketons, esters, phenols,

    amines, pyrazines, pyrroles, pyridines, furans,

  • 7/26/2019 Keragaan Mutu Biji Kakao Dan Produk Turunannya)

    8/18

    173

    PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

    Keragaan mutu biji kakao dan produk turunannya pada berbagai tingkat fermentasi: Studi kasus di Tabanan, Bali

    thiazoles, pyrones dan senyawa sulphur

    (Afoakwa et al., 2008; Granvogl et al., 2006;

    Misnawi & Ariza, 2011).

    Reaksi Maillard menyebabkan ber-

    kurangnya kandungan gula reduksi, asam

    amino dan peptida pada biji kakao, sehingga

    secara relatif kadar karbohidrat akan

    meningkat. Beberapa di antara senyawa

    citarasa yang terbentuk merupakan senyawavolatil. Reaksi tersebut semakin meningkat

    pada penyangraian biji kakao fermentasi

    sempurna, sehingga kandungan karbohidrat

    turut meningkat (de Brito et al., 2000),

    seperti yang terlihat pada Tabel 3.

    Tingkatan fermentasi biji kakao tidak

    memperlihatkan perbedaan yang nyata

    terhadap kadar abu dari pasta kakao,

    walaupun demikian kadar abu pasta kakao

    dari biji kakao yang difermentasi (fermentasi

    tidak sempurna dan fermentasi sempurna)lebih rendah nilainya daripada tanpa

    fermentasi. Nilai tersebut telah memenuhi

    SNI 3749:2009 yang mensyaratkan kadar

    abu pada pasta kakao maksimal 14% (BSN,

    2009c).

    Hasil analisis mutu organoleptik pasta

    kakao berdasarkan uji deskriptif dan uji

    ranking (Tabel 4 dan 5) menunjukkan bahwa

    secara umum panelis paling menyukai pasta

    kakao dari biji kakao fermentasi sempurna.

    Aikpokpodion & Dongo (2010) dan Camu

    et al. (2008) menyatakan bahwa rasa pahit

    pada biji kakao disebabkan oleh kandungan

    polifenol dan alkaloid. Hasil penelitian ini

    menguatkan bahwa semakin sempurna

    proses fermentasi akan semakin berkurang

    kandungan polifenol dan alkaloid. Hal tersebut

    tergambarkan pada Tabel 4, dengan semakin

    sempurna proses fermentasi, rasa pahit

    semakin berkurang ke arah rasa pahit khas

    cokelat. Menurut deskripsi panelis (Tabel 4)

    pasta kakao dari biji fermentasi sempurna

    berwarna cokelat bata (60%), dengan aroma

    khas cokelat (100%), dan rasa pahit khas

    cokelat (70%). Uji ranking juga menunjukkan

    bahwa pasta kakao yang diproses melalui

    proses fermentasi sempurna menunjukkan

    kriteria warna, aroma dan rasa pahit yang

    sangat disukai dibandingkan dengan pasta

    kakao tanpa fermentasi maupun fermentasi

    tidak sempurna. Hal ini sesuai dengan

    penelitian Nursalam (2005) dan Ramlah &

    Daud (2008) bahwa skor tertinggi citarasa

    aromatik hasil uji organoleptik diperoleh dari

    biji kakao hasil fermentasi 5-6 hari. Hasil ini

    Tabel 3. Analisis mutu kimia pasta kakao

    Table 3. Analysis of the chemical quality of cocoa liquor

    Parameter

    Parameter

    Kadar lemak, %

    Fat content,%

    Kadar air, %

    Moisture content, %

    Kadar protein, %

    Protein content, %

    Kadar karbohidrat, %

    Carbohydrate content, %

    Kadar abu, %

    Ash content, %

    Tanpa fermentasi

    Unfermented

    52.77 a

    1.35 a

    16.42 b

    26.06 ab

    3.40 a

    Fermentasi tidak sempurna

    Partly fermented

    54.84 b

    3.19 c

    15.86 b

    23.11 a

    3.00 a

    Fermentasi sempurna

    Fully fermented

    57.87 c

    1.57 b

    7.52 a

    29.82 b

    3.22 a

    Keterangan (Note): Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada uji menurut uji Duncan

    pada aras 5%(Numbers followed by the same letter in the same row are not significantly different according

    to Duncan test at 5% level)

  • 7/26/2019 Keragaan Mutu Biji Kakao Dan Produk Turunannya)

    9/18

    174

    PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

    Towaha et al.

    sejalan dengan beberapa penelitian

    sebelumnya bahwa semakin sempurna

    proses fermentasi akan semakin baik pula

    pengembangan citarasa yang dihasilkan

    (Owosu, 2010; Misnawi, 2005). Dalam SNI3749:2009 disyaratkan aroma, rasa dan

    warna pasta kakao adalah masing-masing

    khas kakao massa, khas kakao massa dan

    coklat (BSN, 2009c), sehingga yang

    memenuhi syarat tersebut adalah pasta kakao

    yang diolah dari biji kakao fermentasi

    sempurna.

    Lemak Kakao

    Lemak kakao atau cocoa butter

    merupakan lemak yang diperoleh dari pasta

    cokelat melalui pengempaan. Dalam penelitianini dari 100 kg biji kakao kering dihasilkan

    lemak kakao sebanyak 24,5 kg. Sebelumnya

    Sri-Mulato et al. (2004b) melaporkan bahwa

    dari 100 kg biji kakao mendapatkan 39,1 kg

    lemak kakao. Perbedaan rendemen tersebut

    sangat dipengaruhi oleh suhu, kadar air,

    kadar lemak, kadar kulit ari, ukuran partikel,

    Atribut mutu

    Quality attributes

    Warna (Color) :

    - Cokelat gelap (Dark brown)

    - Cokelat bata (Medium brown)

    - Cokelat muda (Light brown)

    - Lain-lain (Others)

    Aroma (Aroma) :

    - Khas cokelat (Chocolate characteristic)

    - Langu (Unpleasant)

    - Tidak ada aroma (No aroma)

    - Lain-lain (Others)

    Rasa pahit (Bitterness) :

    - Pahit sekali (Very bitter)

    - Pahit (Cocoa bitter characteristic)

    - Agak pahit (Slightly bitter)

    - Tidak terasa pahit (Not bitter)

    - Lain-lain (Others)

    Tanpa fermentasi

    Unfermented

    (%)

    70

    25

    0

    5

    60

    15

    0

    25

    65

    30

    5

    0

    0

    Fermentasi tidak sempurna

    Partly fermented

    (%)

    60

    0

    5

    35

    30

    35

    20

    15

    5

    45

    50

    0

    0

    Fermentasi sempurna

    Fully fermented

    (%)

    0

    60

    40

    0

    100

    0

    0

    0

    0

    70

    30

    0

    0

    Tabel 4. Analisis mutu organoleptik pasta kakao (uji deskriptif)

    Table 4. Analysis of the organoleptic quality of cocoa liquor (descriptive test)

    Keterangan (Notes): ranking 1 = sangat suka; ranking 2 = suka; ranking 3 = agak suka (rank 1 = most preferred;

    rank 2 = preferred; rank 3 = slightly preferred)

    Tabel 5. Analisis mutu organoleptik pasta kakao (uji ranking)

    Table 5. Analysis of the organoleptic quality of cocoa liquor (rank test)

    Atribut mutu

    Quality attributes

    Warna (Color)

    Aroma (Aroma)

    Rasa pahit (Bitterness)

    Tanpa fermentasi

    Unfermented

    3

    2

    3

    Fermentasi tidak sempurna

    Partly fermented

    2

    3

    2

    Fermentasi sempurna

    Fully fermented

    1

    1

    1

  • 7/26/2019 Keragaan Mutu Biji Kakao Dan Produk Turunannya)

    10/18

    175

    PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

    Keragaan mutu biji kakao dan produk turunannya pada berbagai tingkat fermentasi: Studi kasus di Tabanan, Bali

    tekanan kempa dan waktu kempa (Puslitkoka,

    2008; Sri-Mulato et al., 2002; Ruku, 2008).Lebih lanjut, menurut Puslitkoka (2008)

    lemak kakao akan relatif mudah dikempa

    pada suhu 40-45C, kadar air

  • 7/26/2019 Keragaan Mutu Biji Kakao Dan Produk Turunannya)

    11/18

    176

    PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

    Towaha et al.

    kakao, pengaruh tingkat fermentasi mem-perlihatkan perbedaan yang nyata. Bubuk

    kakao yang diolah dari biji kakao terfermentasi

    sempurna mempunyai kandungan lemak

    yang paling tinggi yaitu 37,78%.

    Nilai kadar lemak bubuk kakao dalam

    penelitian ini memperlihatkan nilai yang relatif

    tinggi untuk standar bubuk kakao. Beckett

    (2008) menyatakan bahwa bubuk kakao yang

    baik harus mengandung lema k sebesar

    10-22%. BSN (2009a) dalam SNI 3747:2009

    mensyaratkan kandungan lemak minimal10%. Saat ini dikenal tiga jenis kakao bubuk,

    yaitu kadar lemak rendah (10-12%), medium

    (12-17%) dan tinggi (17-22%) (Puslitkoka,

    2008). Nampaknya kadar lemak kakao bubuk

    yang relatif tinggi pada penelitian ini dapat

    disebabkan oleh suhu pada saat pengempaan

    lemak kakao yang kurang dari 35oC dan

    tekanan kempa yang kurang kuat, sehingga

    masih banyak lemak kakao yang belum

    terekstraksi. Hal ini didukung oleh hasil

    rendemen lemak kakao yang rendah yaitu

    24,5%, bandingkan dengan penelitian

    Sri-Mulato et al. (2004b) yang mendapatkan

    rendemen 39,1%.

    Kadar air bubuk kakao fermentasi

    sempurna berbeda nyata dengan pH kakao

    bubuk fermentasi tidak sempurna maupun

    tanpa fermentasi. Kadar air terendah

    diperoleh dari cokelat bubuk fermentasi

    sempurna yaitu 4,38%. Kadar air tersebutmemenuhi syarat SNI 3747:2009 yang

    mensyaratkan kadar air maksimal 5%

    (BSN, 2009a).

    Ni lai pH bubuk kaka o fermentas i

    sempurna berbeda nyata dengan kadar air

    cokelat bubuk fermentasi tidak sempurna

    maupun tanpa fermentasi, nilai pH terendah

    diperoleh dari bubuk kakao fermentasi

    sempurna yaitu 5,35. Hal ini sesuai karena

    bubuk kakao ini diolah dar i biji kakao

    fermentasi sempurna yang mempunyai pHpaling rendah. Menurut Wahyudi et al.

    (2008) bubuk kakao ini termasuk pada

    bubuk kakao netral karena mempunyai nilai

    pH < 6 yang umumnya berwarna coklat

    muda atau coklat yang biasanya digunakan

    untuk bahan baku industri roti atau kue.

    Bubuk kakao alkalis mempunyai pH > 6

    karena penambahan garam alkali NaHCO3

    atau KHCO3. Bubuk kakao berwarna coklat

    gelap bahkan hitam biasanya dipergunakan

    sebagai bahan baku pembuatan minuman,

    puding dan es krim serta pewarna hasil

    olahan.

    Berdasarkan deskripsi panelis (Tabel 8),

    atribut mutu organoleptik bubuk kakao dari

    biji fermentasi sempurna yang paling disukai

    adalah sebagai berikut: warna bubuk kakao

    bata (55%), dengan aroma khas cokelat

    (60%) dan rasa pahit yang khas cokelat

    (60%), serta tekstur bubuk yang halus

    Tabel 7. Analisis mutu kimia bubuk kakao

    Table 7. Analysis of the chemical quality of cocoa powder

    Keterangan (Note): Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada uji menurut uji Duncan

    pada aras 5%(Numbers followed by the same letter in the same row are not significantly different according

    to Duncan test at 5% level)

    Parameter

    Parameter

    Kadar lemak (Fat content), %

    Kadar air (Moisture content), %

    Kadar protein (Protein content), %

    Kadar karbohidrat (Carbohydrate content), %

    Kadar abu (Ash content), %

    pH

    Tanpa fermentasi

    Unfermented

    27.95 a

    7.94 b

    19.57 b

    40.27 a

    4.23 a

    6.30 c

    Fermentasi tidak sempurna

    Partly fermented

    30.93 b

    4.66 a

    13.28 a

    46.89 b

    4.26 a

    5.85 b

    Fermentasi sempurna

    Fully fermented

    37.78 c

    4.38 a

    16.62 ab

    36.62 a

    4.60 a

    5.35 a

  • 7/26/2019 Keragaan Mutu Biji Kakao Dan Produk Turunannya)

    12/18

    177

    PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

    Keragaan mutu biji kakao dan produk turunannya pada berbagai tingkat fermentasi: Studi kasus di Tabanan, Bali

    Atribut mutu

    Quality attributes

    Warna (Color):

    - Cokelat gelap (Dark brown)

    - Cokelat bata (Medium brown)

    - Cokelat muda (Light brown)

    - Lain-lain (Others)

    Aroma (Aroma):

    - Khas cokelat (Cocoa characteristic)

    - Langu (Unpleasant)

    - Tidak ada aroma (No aroma)

    - Lain-lain (Others)

    Rasa pahit (Bitterness):

    - Pahit sekali (Very bitter)

    - Pahit (Bitter)

    - Agak pahit (Slightly bitter)

    - Tidak terasa pahit (Not bitter)

    - Lain-lain (Others)

    Tekstur (Texture) :

    - Halus (Smooth)

    - Agak halus (Slightly smooth)

    - Kasar (Coarse)

    - Lain-lain (Others)

    Tanpa fermentasi

    Unfermented

    (%)

    50

    10

    10

    30

    40

    10

    45

    5

    20

    15

    55

    10

    0

    60

    35

    5

    0

    Fermentasi tidak sempurna

    Partly fermented

    (%)

    0

    40

    60

    0

    50

    45

    0

    5

    0

    45

    50

    5

    0

    30

    50

    20

    0

    Fermentasi sempurna

    Fully fermented

    (%)

    25

    55

    15

    5

    60

    35

    0

    5

    15

    60

    25

    0

    0

    55

    40

    5

    0

    Tabel 8. Analisis mutu organoleptik bubuk kakao (uji deskriptif)

    Table 8. Analysis of the organoleptic quality of cocoa powder (descriptive)

    (55%). Begitupun hasil analisis mutu

    organoleptik uji ranking (Tabel 9), panelis

    paling menyukai bubuk kakao dari biji

    fermentasi sempurna, baik dari segi warna,aroma, rasa pahit (bitterness), dan tekstur.

    Oleh karena itu berdasarkan kriteria aroma,

    rasa dan warna bubuk kakao yang diolah dari

    biji kakao fermentasi sempurna memenuhi

    syarat SNI 3747:2009 (BSN, 2009a).

    Sekali lagi dapat ditegaskan bahwacitarasa bubuk kakao terbaik diperoleh dari

    biji kakao dengan fermentasi sempurna. Hal

    Tabel 9. Analisis mutu organoleptik bubuk kakao (uji ranking)

    Table 9. Analysis of the organoleptic quality of cocoa powder (rank test)

    Atribut mutu

    Quality attributes

    Warna (Color)

    Aroma (Aroma)

    Rasa pahit (Bitterness)

    Tekstur (Texture)

    Tanpa fermentasi

    Unfermented

    3

    3

    3

    2

    Fermentasi tidak sempurna

    Partly fermented

    2

    2

    2

    3

    Fermentasi sempurna

    Fully fermented

    1

    1

    1

    1

    Keterangan (Notes): ranking 1 = sangat suka; ranking 2 = suka; ranking 3 = agak suka (rank 1 = most preferred;

    rank 2 = preferred; rank 3 = slightly preferred)

  • 7/26/2019 Keragaan Mutu Biji Kakao Dan Produk Turunannya)

    13/18

    178

    PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

    Towaha et al.

    ini disebabkan pembentukan komponen

    penyusun aroma makin sempurna dengan

    makin lama waktu fermentasi, yang

    mencapai puncaknya pada fermentasisempurna (5-6 hari). Hasil penelitian ini

    sesuai dengan penelitian Putra (1997) yang

    mendapatkan penilaian panelis terbanyak yang

    menyukai aroma dan rasa bubuk kakao yang

    diolah dari biji kakao fermentasi 5-6 hari.

    Perubahan biokimia yang terjadi selama

    fermentasi sempurna memungkinkan

    terbentuknya komponen prekursor citarasa

    yang maksimal (de Brito et al., 2000;

    Campos et al., 2011).

    Minuman Cokelat dan Es Krim

    Hasil analisis mutu organoleptik

    (uji hedonik dengan skala 7) minuman

    cokelat menunjukkan bahwa tingkat

    fermentasi tidak berpengaruh nyata terhadap

    tingkat kesukaan panelis terhadap warna,

    aroma, mouthfeel, dan rasa minuman cokelat

    (Tabel 10). Namun demikian, panelismemberikan skor hedonik yang lebih tinggi

    untuk aroma, mouthfeel, dan rasa minuman

    cokelat yang dibuat dari bubuk fermentasi

    sempurna, yaitu dengan skor 4-5 atau dari

    netral sampai agak suka.

    Berdasarkan hasil analisis mutu

    organoleptik (Tabel 11) es krim cokelat

    menunjukkan bahwa tingkat fermentasi tidak

    berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan

    panelis terhadap aroma dan mouthfeel es

    krim cokelat, namun berpengaruh nyata padawarna dan rasa produk. Warna dan aroma

    es krim dari bubuk kakao dengan fermentasi

    tidak sempurna memiliki skor hedonik

    tertinggi, sementara dari segi rasa dan

    Atribut mutu

    Quality attributes

    Warna (Color)

    Aroma (Aroma)

    Mouthfeel

    Rasa (Taste)

    Tanpa fermentasi

    Unfermented

    3.87 a

    4.33 a

    3.93 a

    4.20 a

    Fermentasi tidak sempurna

    Partly fermented

    4.73 a

    4.87 a

    3.40 a

    3.87 a

    Fermentasi sempurna

    Fully fermented

    4.20 a

    4.93 a

    4.10 a

    4.33 a

    Keterangan (Notes): Skala hedonik 1-7, skala 1 tingkat kesukaan paling rendah, skala 7 t ingkat kesukaan paling tinggi. Angka

    yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada uji menurut uji Duncan pada

    aras 5% (Hedonic scale 1-7, scale 1 is low level of preference, scale 7 is highest level of preference.

    Numbers followed by the same lett er in the same row are not s ignifi cantly different accordin g to Duncan

    test at 5% level)

    Tabel 10. Analisis mutu organoleptik minuman cokelat (uji hedonik)

    Table 10. Analysis of the organoleptic quality of chocolate drink (hedonic test)

    Keterangan (Notes): Skala hedonik 1-7, skala 1 tingkat kesukaan paling rendah, skala 7 ti ngkat kesukaan paling tinggi. Angka

    yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada uji menurut uji Duncan pada

    aras 5% (Hedonic scale 1-7, scale 1 is low level of preference, scale 7 is highest level of preference.

    Numbers followed by the same lett er in the same row are not s ignifi cantly different accordin g to Duncan

    test at 5% level)

    Atribut mutuQuality attributes

    Warna (Color)

    Aroma (Aroma)

    Mouthfeel

    Rasa (Taste)

    Tanpa fermentasiUnfermented

    3.87 a

    4.53 a

    4.37 a

    4.30 b

    Fermentasi tidak sempurnaPartly fermented

    4.80 b

    5.07 a

    4.80 a

    5.40 b

    Fermentasi sempurnaFully fermented

    3.53 a

    4.60 a

    5.07 a

    5.47 a

    Tabel 11. Analisis mutu organoleptik es krim cokelat (uji hedonik)

    Table 11. Analysis of the organoleptic quality of chocolate ice cream (hedonic test)

  • 7/26/2019 Keragaan Mutu Biji Kakao Dan Produk Turunannya)

    14/18

    179

    PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

    Keragaan mutu biji kakao dan produk turunannya pada berbagai tingkat fermentasi: Studi kasus di Tabanan, Bali

    mouthfeel es krim dari bubuk dengan

    fermentasi sempurna memiliki skor hedonik

    tertinggi (agak suka sampai suka). Secara

    umum hal tersebut sesuai dengan Puslitkoka

    (2008) yang menyatakan bahwa dari aspek

    rasa dan aroma, makanan atau minuman

    cokelat akan sangat baik jika biji kakao yang

    dipergunakan telah difermentasi secara

    sempurna lima hari.

    Hasil analisis mutu kimia makanan

    cokelat dari bubuk kakao dengan fermentasi

    sempurna seperti es krim dan minuman

    cokelat disajikan pada Tabel 12. Pada tabeltersebut terlihat bahwa kadar karbohidrat dan

    protein pada minuman cokelat lebih tinggi

    dibandingkan es krim cokelat, sedangkan

    kadar lemak pada es krim cokelat lebih tinggi

    dibandingkan dengan minuman cokelat.

    Pada produk ini padatan cokelat berperan

    sebagai pemberi citarasa dan warna, sedang-

    kan lemak berperan dalam mengendalikan

    tekstur produk.

    Mengingat bahwa penerapan good

    agricultural practices(GAP) di tingkat petanimasih rendah terutama fermentasi biji kakao,

    maka pemberian penyuluhan dan pelatihan

    untuk meningkatkan SDM petani harus terus

    dilakukan. Gerakan Nasional Peningkatan

    Produksi dan Mutu Kakao yang salah satu

    kegiatannya berupa pembangunan unit

    fermentasi biji kakao, harus terus ditingkatkan

    dan diperluas untuk menjangkau semua

    sentra perkebunan kakao rakyat di seluruh

    Indonesia.

    KESIMPULAN

    Dari hasil-hasil yang diperoleh dapat

    disimpulkan bahwa fermentasi biji kakao

    selama lima hari (fermentasi sempurna)

    menghasilkan mutu terbaik, baik mutu fisik,

    kimia, maupun produk turunannya sepertipasta kakao, lemak kakao, bubuk kakao,

    minuman cokelat dan es krim cokelat.

    UCAPAN TERIMAKASIH

    Ucapan terimakasih disampaikan kepada

    Sdr. Jemy Rinaldy, SP, M.Si peneliti Balai

    Pengkajian Teknologi Pertanian Bali atas

    bantuannya selama pelaksanaan penelitian

    berlangsung di lapangan dan analisis mutu

    kakao di Laboratorium. Ucapan yang samadisampaikan kepada Klian Subak Abian

    Puncaksari, Desa Munde Kauh, Kecamatan

    Selemadeg Barat, Kabupaten Tabanan atas

    dukungan dan bantuan selama penelitian

    berlangsung hingga pengolahan biji kakao.

    Tabel 12. Analisis mutu kimia makanan cokelat dari bubuk kakao dengan fermentasi sempurna

    Table 12. Analysis of the chemical quality of chocolate foods from perfect fermentation cocoa powder

    ParameterParameter

    Kadar lemak (Fat content), % b/b

    Kadar protein (Protein content), % b/b

    Kadar karbohidrat (Carbohydrate content), % b/b

    Kadar air (Moisture content), % b/b

    Kadar abu (Ash content), % b/b

    Produk makanan cokelat

    Chocolate food products

    Minuman cokelat

    Chocolate drink

    8.39

    4.40

    81.65

    3.77

    1.79

    Es krim

    Ice cream

    19.60

    3.51

    17.85

    58.23

    0.81

  • 7/26/2019 Keragaan Mutu Biji Kakao Dan Produk Turunannya)

    15/18

    180

    PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

    Towaha et al.

    DAFTAR PUSTAKA

    Afoakwa, E.O.; A. Payterson; M. Fowler &

    A. Ryan (2008). Flavor formation and

    character in cocoa and chocolate:a critical review. Critical Reviews in

    Food Science and Nutrition, 48,

    840-857.

    Afoakwa, E.O.; J. Quao; A.S. Budu; J. Takrama

    & F.K. Saalia (2011). Effect of pulp pre-

    conditioning on acidification, proteoly-

    sis, sugars and free fatty acids con-

    centration during fermentation of

    cocoa (Theobroma cacao) beans.

    In ternational Journal of Food

    Sciences and Nutrition, 62, 755-764.

    Afoakwa, E.O.; Q. Jennifer; S.B. Agnes;

    S.T. Jemmy & K.S. Fribu (2012). Influ-

    ence of pulp preconditioning and fer-

    mentation on fermentative quality and

    appearance of Ghanaian cocoa

    (Theobroma cacao) beans. Interna-

    tional Food Research Journal, 19,

    127-133.

    Aikpokpodion, P.E. & L.N. Dongo (2010).

    Effect of fermentation intensity on

    polyphenols and antioxidant capacity

    of cocoa beans.International Journalof Sustainable Production, 5, 66-70.

    AOAC (1998). Official Method 973.41, Deter-

    mination pH.Association of Official

    Analytical Chemistry (AOAC).

    AOAC (1999). Official Method 942.15, Total

    Titratable Acidity. Association of

    Official Analytical Chemistry (AOAC).

    AOAC (2000a). Official Method 920.190,

    Sugars Reducing. Association of

    Official Analytical Chemistry (AOAC).

    AOAC (2000b). Official Method 972.15, Ash

    in Cocoa Product. Association of

    Official Analytical Chemistry (AOAC).

    AOAC (2000c). Official Method 967.12,

    Protein Content. Association of

    Official Analytical Chemistry (AOAC).

    AOAC (2000d). Official Method 995.13,

    Carbohydrate Content. Association of

    Official Analytical Chemistry (AOAC).

    AOAC (2005a). Official Method 931.40, Mois-

    ture in Cocoa Product. Association

    of Official Analytical Chemistry

    (AOAC).

    AOAC (2005b).Official Method 963.15, Fat

    in Cocoa Product. Association of

    Official Analytical Chemistry (AOAC).

    APPI (2002). Kiat memperkokoh agribisnis

    kakao Indonesia. Asosiasi Penelitian

    Perkebunan Indonesia. Warta Litbang

    Pertanian, 24, 1-3.

    Ardhana, M.M. & G.H. Fleet (2003). The

    microbial ecology of cocoa bean

    fermentation in Indonesia. Interna-

    tional Journal of Food Microbiology,

    86, 87-99.

    BSN (2008). Standar Nasional Indonesia Biji

    Kakao. SNI 2323:2008. Badan

    Standardisasi Nasional.

    BSN (2009a). Standar Nasional Indonesia

    Bubuk kakao. SNI 3747:2009. Badan

    Standardisasi Nasional.

    BSN (2009b). Standar Nasional Indonesia

    Lemak Kakao. SNI 3748:2009.Badan

    Standardisasi Nasional.

    BSN (2009c). Standar Nasional Indonesia

    Kakao Massa. SNI 3749:2009.Badan

    Standardisasi Nasional.

    Balitbang Pertanian (2005). Prospek dan Arah

    Pengembangan Agribisnis Kakao

    Indone sia. Badan Penelitian dan

    Pengembangan Pertanian, Departemen

    Pertanian.

    Basri, Z. (2010). Mutu biji kakao hasil sambung

    samping.Media Litbang Sulteng, III,

    112-118.

    Beckett, S.T. (2008). The Science of Chocolate.

    2nd Edition. The Royal Society of

    Chemistry, Thomas Graham House,

    Science Park, Milton Road. Cambridge

    CB4 OWF, United Kingdom.

    Biehl, B.; E. Brunner; D. Passern; V.C. Quesnel

    & D. Adomako (1985). Acidification,

    proteolysis and flavour potent ial in

    fermenting cocoa beans. Journal of

    the Science of Food and Agriculture,

    36, 583-598.

  • 7/26/2019 Keragaan Mutu Biji Kakao Dan Produk Turunannya)

    16/18

    181

    PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

    Keragaan mutu biji kakao dan produk turunannya pada berbagai tingkat fermentasi: Studi kasus di Tabanan, Bali

    Binh, P.T.; T.T. Hoaitram; N.V. Thuong;

    P.V. Thao; T.T. Thamha &

    T.T. Hoanganh (2012). Using invertase

    (Novozyme) in cocoa for improving

    bean quality and fermentation processin Vietnam. Journal of Agricultural

    Technology, 8, 93-102.

    Campos, J.R.; H.B.E. Buendia; I.O. Avila;

    E.L. Cervantes & E.J. Flores (2011).

    Dynamics of volatile and non-volatile

    compounds in cocoa during fermenta-

    tion and drying processes using

    principal components analysis. Food

    Research International, 44, 250-258.

    Campos, J.R.; H.B.E. Buendia; S.M.C. Ramos;

    I.O. Avila; E.J. Flores & E.L. Cervantes(2012). Effect of fermentation time

    and drying temperature on volatile

    compounds in cocoa. Food Chemis-

    try, 132, 277-288.

    Camu, N.; T.D. Winter; S.K. Addo; J.S.

    Takrama; H. Bernart & L.D. Vuyst

    (2008). Fermentation of cocoa beans:

    Influence of microbial activities and

    polyphenol concentr at ions on the

    flavour of chocolate. Journal of

    the Science of Food and Agriculture,

    88, 2288-2297.Cortes, T.R.; V.R. Olvera; G.R. Jimenes &

    M.R. Lepe (2012). Isolation and

    characterization of acetic acid bacte-

    ria in cocoa fermentation. African

    Journal of Microbiology Research, 6,

    339-347.

    De Brito, E.S.; N.H.P. Garcia; M.I. Gallao;

    A.L. Cortelazzo; P.S. Fevereiro &

    M.R. Braga (2000). Structural and

    chemical changes in cocoa (Theo-

    broma cacaoL.) during fermentation,

    drying and roasting. Journal ofthe Science of Food and Agriculture,

    81, 281-288.

    Dinas Perkebunan Bali (2012). Kakao fermentasi

    berpotensi hasilkan nilai tambah Rp23

    milyar. Dinas Perkebunan Provinsi Bali.

    Granvogl, M.; S. Bugan & P. Schieberle (2006).

    Formation of amines and aldehydes

    from parent amino acids during

    thermal processing of cocoa and model

    systems: New insights into pathways

    of the strecker reaction. Journal of

    Agricultural and Food Chemistry, 54,1730-1739.

    Guehi, T.S.; K.P.B. Koffi & S. Dabonne (2010).

    Spontaneous cocoa bean heap

    fermentation: Influence of the duration

    and turning on the quality of raw

    cocoa. World Academy of Science,

    Engineering and Technology , 70,

    118-123.

    Hii, C.L.; C.L. Law; S. Suzannah; Misnawi &

    M. Cloke (2009). Polyphenols in cocoa

    (Theobroma cacaoL.).Asian Journalof Food and Agro-Industry, 2, 702-722.

    Holm, C.S.; J.W. Aston & K. Douglas (1993).

    The effects of the organic acids in

    cocoa on the flavour of chocolate.

    Journal of Sc ie nce of Food and

    Agriculture, 61, 65-71.

    Indonesian Commercial Newsletter (2010).

    Perkembangan agribisnis kakao di

    Indonesia.Monthly Report Indonesian

    Commercial Newsletter,Mei, 41-58.

    Leal, G.A.; L.H. Gomes; P. Efraim; F.C.D.A.Tavares & A. Figuera (2008). Fermen-

    tation of cacao (Theobroma cacaoL.)

    seeds with a hybrid Kluyveromyces

    marxianus strain improved product

    quality attributes. FEMS Yeast Res., 8,

    788-798.

    Lefeber, T.; M. Janssens; F. Moens; W. Gobert

    & L.D. Vuyst (2011). Interesting starter

    culture strains for controlled cocoa

    bean fer mentati on revea led by

    simulated cocoa pulp fermentations

    of cocoa-specific lactic acid bacteria.Applied and Enviromental Micro-

    biology, 77, 6694-6698.

    Lima, L.J.R.; M.H. Almeida; M.J.R. Nout &

    M.H. Zwietering (2011). Theobroma

    cacao L., the food of the Gods:

    quality determinants of commercial

    cocoa beans, with particular reference

    to the impact of fermentation. Critical

  • 7/26/2019 Keragaan Mutu Biji Kakao Dan Produk Turunannya)

    17/18

    182

    PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

    Towaha et al.

    Reviews in Food Science and Nutri-

    tion, 51, 731-761.

    Loppies, J.E. & M. Yumas (2008). Mempelajari

    proses fermentasi biji kakao denganpenambahan aktivator.Jurnal Industri

    Hasil Perkebunan, 3, 25-32.

    Meilgaard, M.C.; G.V. Civile & B.T. Carr (2006).

    Sensory Evaluation Techniques .

    Fourth Edition. CRC Press LLC, 2000

    N.W. Corporated Blvd, Boca Raton,

    Florida 33431.

    Misnawi (2005). Peranan pengolahan terhadap

    pembentukan cita rasa cokelat. Warta

    Pusat Penelitian Kopi dan Kakao

    Indonesia, 21, 136-144.

    Misnawi (2008). Physico-chemical changesduring cocoa fermentation and key

    enzymes involved. Warta Review

    Penelitian Kopi dan Kakao , 24,

    47-64.

    Misnawi & B.T.S. Ariza (2011). Use of gas

    chromatography-o l f ac tomet ry

    in combination with solid phase micro

    extraction for cocoa liquor aroma

    analysis.International Food Research

    Journal, 18, 829-835.

    Noor-Soffalina, S.S.; S. Jinap; S. Nazamid &

    S.A.H. Nazimah (2009). Effect ofpolyphenol and pH on cocoa Maillard-

    related flavour precursors in a lipidic

    model system.International Journal

    of Food Science and Technology, 44,

    168-180.

    Nursalam (2005). Mutu biji kakao lindak pada

    berbagai lama waktu fermentasi.Jurnal

    Agrisains, 6, 73-80.

    Owosu, M. (2010).Influence of Raw Material

    and Processing on Aroma in Choco-

    late. Ph.D. Thesis Faculty of Life

    Science, University of Copenhagen.

    Puslitkoka (2008). Pengolahan Produk Primer

    dan Sekunder Kakao. Pusat Penelitian

    Kopi dan Kakao Indonesia.

    Putra, G.P.G. (1997). Profil aroma bubuk kakao

    selama fermentasi dan hubungannya

    dengan tingkat kesukaan. Gitayana, 3,

    37-42.

    Ramlah, S. & D. Daud (2009). Pengaruh lama

    fermentasi terhadap warna dan citarasa

    biji ka kao. Jurnal Industri Hasi l

    Perkebunan, 4, 24-30.

    Ruku, S. (2008). Teknologi pengolahan biji

    kakao kering menjadi produk olahan

    setengah jadi.Buletin Teknologi dan

    Informasi Pertanian, 5, 37-44.

    Ruku, S.; Baharuddin; Y. Irawan; Syamsiar &

    S. Muttakin (2005). Penggunaan alat

    pengering kakao modifikasi BPTP

    Sultra. Petunjuk Teknis Teknologi

    Pertanian, 43-49.

    Schwan, R.F. & A.E. Wheals (2004).

    The microbiology of cocoa fermenta-

    tion and its role in chocolate quality.Critical Reviews in Food Science &

    Nutrition, 44, 205-221.

    Soekarto, S.T. (1985). Penilaian Organoleptik

    untuk Industri Pangan dan Hasil

    Pertanian. Bhratara Karya Aksara,

    Jakarta.

    Sri-Mulato; O. Atmawinata; Yusianto; Handaka

    & W. Muehlbauer (1997). Kinerja

    model unit sentralisasi pengolahan

    kakao rakyat skala kelompok tani.

    Pelita Perkebunan, 13, 100-114.

    Sri-Mulato; S. Widyotomo & Handaka (2002).

    Disain teknologi pengolahan pasta,

    lemak dan bubuk kakao untuk

    kelompok tani. Warta Litbang

    Pertanian, 26, 1-3.

    Sri-Mulato; S. Widyotomo & H. Nuraini (2004a).

    Kinerja alat penghalus pasta cokelat

    tipe silinderis berputar. Pelita

    Perkebunan, 20, 37-53.

    Sri-Mulato; S. Widyotomo; Misnawi; Sahali &

    E. Suharyanto (2004b). Petunjuk Teknis

    Pengolahan Produk Primer danSekunder Kakao. Pusat Penelitian

    Kopi dan Kakao Indonesia.

    Wahyudi, T.; T.R. Panggabean & Pujiyanto

    (2008). Panduan Kakao Lengkap,

    Manajemen Agrib isni s dari Hulu

    hingga Hilir. Penebar Swadaya,

    Jakarta.

  • 7/26/2019 Keragaan Mutu Biji Kakao Dan Produk Turunannya)

    18/18

    183

    PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

    Keragaan mutu biji kakao dan produk turunannya pada berbagai tingkat fermentasi: Studi kasus di Tabanan, Bali

    Widyotomo, S. (2008). Teknologi fermentasi dan

    diversifikasi pulpa kakao menjadi

    produk yang bermutu dan bernilai

    tambah. Warta Review Penelitian

    Kopi dan Kakao, 24, 65-82.

    Widyotomo, S.; Sri-Mulato & Handaka (2004).

    Mengenal lebih dalam teknologi

    pengolahan biji kakao.Warta Litbang

    Pertanian, 26, 5-6.

    *********.