Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki...

43
KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PASANGAN YANG BELUM MEMILIKI ANAK Ika Agustina Murpratiwi Krismi Diah Ambarwati Heru Astikasari PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

Transcript of Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki...

Page 1: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PASANGAN YANG BELUM

MEMILIKI ANAK

Ika Agustina Murpratiwi

Krismi Diah Ambarwati

Heru Astikasari

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 2: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran
Page 3: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran
Page 4: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran
Page 5: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

ABSTRAK

Kepuasan pernikahan menurut Fowers dan Olson (1989; 1993) merupakan sebuah

evaluasi menyeluruh mengenai kehidupan pernikahan yang dijalani berdasarkan area-

area yang ada di dalam pernikahan, termasuk di dalamnya adalah kehadiran anak.

Ketika anak tersebut belum hadir di tengah-tengah keluarga tentunya hal ini akan

mempengaruhi kondisi rumah tangga yang selama ini dijalani. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui kepuasan pernikahan pada pasangan yang belum memiliki anak.

Partisipan penelitian adalah 2 pasangan suami istri yang belum dikaruniai anak

sepanjang pernikahan mereka. Karakteristik lain dari partisipan penelitian adalah usia

pernikahan minimal lima tahun. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan

pengumpulan data dengan wawancara dan observasi. Hasil penelitian menujukkan

bahwa area komunikasi, kegiatan di waktu luang, orientasi keagamaan, penyelesaian

konflik, hubungan seksual, hubungan keluarga dan teman, dan kesetaraan peran dalam

rumah tangga dirasa sudah cukup memuaskan bagi partisipan, sedangkan area yang

masih perlu ditingkatkan dalam menjalankan kehidupan pernikahan adalah area

penerimaan terhadap sifat dan kebiasaan pasangan serta pengelolaan keuangan. Kedua

pasang partisipan merasa puas dengan kehidupan pernikahan mereka berdasarkan area-

area dalam pernikahan namun tetap merasa bahwa pernikahan mereka belumlah lengkap

tanpa kehadiran anak. Hasil lain yang didapatkan dari penelitian ini adalah konflik

menantu-mertua yang ternyata mempengaruhi kepuasan pernikahan pada partisipan.

Kata kunci : Kepuasan pernikahan, Pasangan yang belum memiliki anak

Page 6: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

ABSTRACT

Fowers and Olson (1989 :1993) said that marital satisfaction is a global evaluation

about marriage life that is walked on marriage areas, include a child presence. When a

child didn’t present yet in a family, of course it will influence a walking on household

condition. The goal of this research is to find out a marital satisfaction in a couple that

not having child yet. The research participants are two couples of husband and wife

that didn’t have a child yet in their marriage. The other characteristic of the

participants is five years minimaly on marriage old. This research is done using

qualitative method which is an interview and an observation become a method to get

data from the partisipants. The result of this research shows that area of

communication, leisure activity, religious orientation, conflict resolution, sexual

orientation, famiy and friend relationship, and equalitarian role have satisfaction for

the participant. Meanwhile, area which need a more phase in walk on marriage life is

an acceptance area toward characteristic, couple habbit, and finance management.

Both of two participants feel satisfied with areas of their marriage life but they don’t

feel satisfied yet without a child presence. Other result of this research is child in law –

parents in law conflict also influence the marital satisfaction for the participants.

Keyword : Marital Satisfaction, a couple that not having child yet

Page 7: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

1

PENDAHULUAN

Manusia melewati tahap demi tahap perkembangan dalam kehidupannya. Setiap

manusia akan mengalami banyak perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas

perkembangan dari lahir, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, masa lansia,

sampai pada kematian. Di antara masa-masa tersebut ada masa yang disebut dengan

dewasa awal. Santrock (2002) mendefinisikan individu dewasa awal sebagai individu

yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam

masyarakat bersama dewasa lainnya.

Masa dewasa awal dimulai pada usia 20-40 tahun yang ditandai dengan

selesainya pertumbuhan pubertas, organ kelamin berkembang dan mampu bereproduksi.

Salah satu tugas perkembangan yang ada dalam masa dewasa awal adalah tercapainya

pernikahan dan kehidupan berkeluarga. Dengan kata lain, individu dewasa awal dituntut

untuk mempersiapkan diri untuk menyandang status sebagai orang tua (Santrock, 2002).

Pernikahan sendiri merupakan peristiwa penting dalam kehidupan seseorang

Hampir setiap orang mempunyai keinginan untuk menjalani hal tersebut. Dalam UU

perkawinan (UU No 1 tahun 1974), perkawinan (pernikahan) merupakan ikatan lahir

batin antara seorang pria dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan

menurut Olson (2003) pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan

emosional antara 2 orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi

tanggung jawab dan sumber pendapatan.

Pernikahan bisa berjalan langgeng selamanya atau dapat pula bercerai di tengah

perjalanannya. Suatu pernikahan yang berhasil tentulah yang diharapkan setiap

pasangan. Ada beberapa kriteria yang digunakan dalam mengukur keberhasilan

Page 8: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

2

pernikahan. Kriteria itu adalah (a) awetnya suatu pernikahan, (b) kebahagiaan suami

dan istri, (c) kepuasan pernikahan (d) penyesuaian seksual, (e) penyesuaian pernikahan,

dan (f) kesatuan pasangan (Burgess dan Locke dalam Ardhianita & Andayani, n.d). Dari

sini terlihat bahwa kepuasan pernikahan menjadi salah satu faktor yang menentukan

keberhasilan suatu pernikahan. Kepuasaan pernikahan dinilai sebagai faktor penentu

keberhasilan suatu pernikahan karena kepuasan pernikahan lebih banyak mempengaruhi

kebahagiaan hidup bagi kebanyakan individu dewasa daripada hal lain seperti

pekerjaan, persahabatan, hobi, dan aktivitas komunikasi (Newman & Newman, 2006).

Kepuasan pernikahan menurut Fowers dan Olson (1989; 1993) merupakan

sebuah evaluasi menyeluruh mengenai kehidupan pernikahan yang dijalaninya. Olson

dan Fowers (1989) mengemukakan bahwa kepuasan pernikahan dapat diukur dengan

melihat area-area dalam pernikahan yaitu komunikasi, kegiatan di waktu luang,

orientasi keagamaan, penyelesaian konflik, pengelolaan keuangan, hubungan seksual,

keluarga dan teman, anak dan pengasuhan anak, kepribadian, dan kesetaraan peran.

Dalam konteks budaya Indonesia, perkawinan yang memuaskan akan tercapai apabila

kebutuhan materi tercukupi, adanya anak yang hormat pada orangtua, hubungan yang

harmonis dengan pasangan, saling memenuhi hak dan kewajiban masing-masing, dan

hubungan yang baik dengan keluarga besar (Wismanto, 2004).

Berdasarkan pemaparan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan

pernikahan tersebut, terlihat bahwa anak merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kepuasan pernikahan. Membentuk keluarga yang bahagia erat kaitannya

dengan masalah keturunan (Penjelasan UU No. 1 Tahun 1974 pasal 1). Kebahagiaan

seringkali diartikan sebagai tercapainya tujuan hidup, sementara tujuan utama

berlangsungnya suatu pernikahan adalah mengembangkan keturunan (Ummi No.

Page 9: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

3

5/XV/2003). Oleh karena itu, belum hadirnya anak di tengah-tengah keluarga seringkali

berpotensi menjadi masalah besar bagi keluarga tersebut.

Pada masyarakat Indonesia, kelengkapan keluarga yang terdiri dari ayah, ibu,

dan anak menjadi gambaran ideal sebuah keluarga. Sesuai dengan latar belakang budaya

dan religiusitas masyarakatnya, anak memiliki nilai tersendiri di dalam masyarakat,

diantaranya (1) anak memberikan status kematangan dan identitas sosial, (2) anak

sebagai fungsi reproduksi manusia, (3) kehadiran anak untuk memberikan kesempatan

kepada orang tua untuk menunjukkan tingginya moralitas, (4) anak mengukuhkan

ikatan pernikahan suami istri, (5) anak menciptakan pengalaman-pengalaman baru

(menambah variasi kehidupan, menumbuhkan minat, serta melupakan kesulitan-

kesulitan hidup), (6) anak menjadi sarana unjuk status kekuatan antar orang tua,

misalnya bersaing dari sisi kecerdasan atau kesuksesan hidup yang diperoleh anak-

anaknya, (7) anak meningkatkan kepuasan hidup melalui kreativitas, kesuksean, dan

kemampuan anak, serta (8) anak sebagai tempat bergantung secara ekonomi di masa

tua (Sumapraja dalam Hidayah, n.d).

Hidayah dan Hadjam (2006) menyatakan bahwa dalam realisasinya memang

tidak semua pasangan mudah memperoleh keturunan seperti yang diharapkan. Di

tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran (keluarga berencana) di

berbagai penjuru dunia ternyata ada kelompok pasangan suami isteri yang justru

mengalami kesulitan untuk memperoleh anak (pasangan infertil). Bertahun-tahun

pasangan yang mengalami infertilitas ini menikah namun tidak kunjung memperoleh

keturunan. Berbagai upaya sudah mereka tempuh, baik berobat secara medis maupun

non medis. Ada pasangan yang akhirnya memperoleh keturunan, namun banyak juga

yang belum berhasil.

Page 10: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

4

Griel (dalam Hidayah, n.d) melaporkan bahwa ketidakhadiran anak terutama

karena infertilitas akan meningkatkan ketegangan dalam perkawinan. Banyak

perkawinan yang terancam ketahanannya dalam menghadapi krisis ini. Hal ini

dipengaruhi oleh ketidakmampuan dalam mengekspresikan kemarahan, rasa sakit, dan

kekecewaan sehingga menimbulkan frustrasi.

Bagi mereka yang pada akhirnya berhasil memiliki keturunan, hal ini tentunya

menjadi suatu kebahagiaan yang tidak terkira bagi keluarga tersebut. Namun bagi

mereka yang belum berhasil memiliki keturunan, kemungkinan hal ini dapat

menimbulkan masalah di dalam keluarga, mengingat seperti yang telah dikemukakan

sebelumnya bahwa keturunan (anak) merupakan salah satu faktor utama terwujudnya

suatu kepuasan pernikahan. Ditambah lagi biasanya lingkungan memberikan tekanan

tersendiri bagi pasangan yang belum memiliki keturunan, dengan terus menerus

bertanya tentang kapan pasangan tersebut akan memiliki momongan. Selain itu menurut

Taher (2007) pasangan yang mengalami infertilitas akan memiliki tekanan secara

psikologis dan mereka akan merasa cemas memikirkan bagaimana cara untuk

mendapatkan keturunan.

Datta, Randall, Holmes, dan Karunaharan (2010) mendefinisikan infertilitas

(kesulitan memiliki anak atau sering disebut mandul) sebagai ketidakmampuan untuk

menjadi hamil setelah 1 tahun melakukan hubungan seksual tanpa pelindung. Infertilitas

sendiri dibagi menjadi 2 macam, yaitu infertilitas primer, merujuk pada pasien yang

belum pernah hamil sama sekali karena adanya gangguan pada sistem/organ reproduksi,

dan infertilitas sekunder, merujuk pada pasien yang pernah hamil sebelumnya (mampu

hamil namun mengalami keguguran).

Page 11: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

5

Menurut Sugiharto (2005) ada 5 faktor penyebab infertilitas yaitu usia, frekuensi

hubungan seksual, lingkungan, gizi dan nutrisi, serta stres psikis. Alam dan Hadibroto

(2007) menambahkan beberapa faktor infertilitas yang perlu diperhatikan, yaitu

penyakit menahun (terutama kelainan hormonal dan infeksi yang cukup parah yang

dapat mempengaruhi kesuburan), kurang seringnya berhubungan seks dalam hal ini

hubungan seks yang dilakukan kurang dari tiga kali seminggu sperma kurang mendapat

kesempatan untuk bertemu sel telur di dalam saluran telur, serta gangguan pada alat

reproduksi.

Penelitian sebelumnya yang meneliti mengenai perbedaan kepuasan pernikahan

anatara wanita yang mengalami infertilitas primer dan infertilitas sekunder yang

dilakukan oleh Hidayah dan Hadjam (2006) memperoleh hasil bahwa tidak ada

perbedaan yang signifikan antara kepuasan pernikahan wanita dengan infertilitas primer

maupun sekunder. Perbedaan antara kedua kelompok ini terletak pada obyek kesedihan.

Pada pasangan infertil primer kesedihan yang dialami tidak terfokus karena tidak dapat

dipusatkan pada seseorang maupun peristiwa tertentu. Adapun pasangan infertil

sekunder memiliki obyek kesedihan yang jelas berupa bayi yang gagal lahir ke dunia

dengan selamat.

Dalam menghadapi kesedihan ini, termasuk pengaruhnya terhadap kepuasan

perkawinan yang dijalani, semuanya berpulang kepada pasangan yang bersangkutan.

Ada yang merasa tidak puas dengan perkawinan yang dijalani karena anak yang

diharapkan tidak kunjung tiba, ada pula yang cukup puas dengan perkawinan yang

dijalani. Kelompok yang disebut terakhir ini disebut pasangan infertil yang congruence

karena pihak suami maupun isteri memiliki penilaian yang sama terhadap infertilitas

yang dialami. Hasil penelitian dari Peterson, Newton, dan Rosen (2003) menunjukkan

Page 12: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

6

bahwa pasangan yang congruence dalam menghadapi infertilitas, tanpa memperhatikan

jenis infertilitas yang dialami, mengalami kepuasan perkawinan yang lebih tinggi

dibandingkan pasangan yang kurang congruence dalam menghadapi infertilitas.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk meneliti mengenai kepuasan

pernikahan pada pasangan suami istri yang belum memiliki anak.

METODE

Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif mengingat

tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggali secara lebih mendalam dan

mendeskripsikan gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri yang tidak

memiliki anak.

Partisipan

Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui gambaran kepuasan

pernikahan yang dirasakan oleh pasangan suami istri yang tidak memiliki anak, maka

karakteristik partisipan pada penelitian ini adalah :

1. Pasangan suami istri yang belum memiliki anak selama mereka menjalani

pernikahan

2. Usia pernikahan minimal 5 tahun

3. Individu yang bersedia menjadi partisipan dan memiliki latar belakang yang

berbeda, seperti :

Identitas Pasangan I Pasangan II

Nama Samaran K (istri) & H (suami) T (istri) & L (suami)

Tahun Pernikahan 2008 2006

Page 13: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

7

Lama Menikah 6 tahun 8 tahun

Alamat Salatiga Salatiga

Usia 46 th & 47 th 34th & 40 th

Agama Kristen Protestan Kristen Protestan

Riwayat Kehamilan 2x Mengalami kehamilan,

dan keduanya mengalami

keguguran

Pernah diperiksa dan

terdapat gumpalan di

kandungan yang belum bisa

terdeteksi gumpalan apa,

namun pada akhirnya juga

harus luruh

a. Partisipan yang pertama ini telah melakukan pemeriksaaan organ reproduksi

mereka, baik pada suami, maupun pada sang istri. Mereka berdua dinyatakan sehat

dan siap memiliki keturunan. Akan tetapi pasca mengalami keguguran yang kedua,

tanda-tanda kehamilan belum dirasakan lagi oleh sang istri. Di sisi lain, pasangan

ini juga memiliki pertimbangan-pertimbangan terkait dengan hadirnya anak di usia

mereka yang tidak muda lagi.

b. Pasangan ini mengaku bahwa pada awal pernikahan, mereka sempat menunda

untuk memiliki momongan. Akan tetapi setelah masa penundaan selesai, mereka

terus berusaha untuk segera memiliki anak. Pasangan ini mengaku bahwa sejauh ini

hanya sang istrilah yang menjalani pemeriksaan organ reproduksi, sedangkan sang

suami belum melakukannya. Dari hasil pemeriksaan istri, diketahui bahwa ada kista

yang tumbuh di rahim sang istri.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang menunjang dalam penelitian kualitatif ini

adalah dengan menggunakan observasi dan wawancara. Observasi digunakan peneliti

untuk mengamati aktivitas dan perilaku dari kedua partisipan. Sedangkan metode

Page 14: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

8

wawancara digunakan untuk memperoleh data yang dapat diaplikasikan ke dalam

bentuk naskah wawancara atau verbatim. Wawancara yang digunakan dalm penelitian

ini adalah wawancara mendalam yang bertujuan untuk mengungkap secara mendalam

hal-hal yang bersifat personal/sensitif. Kedua metode pengumpulan data ini digunakan

dengan tujuan dapat mendeskripsikan realitas empiris di balik fenomena yang ada

secara mendalam, rinci dan tuntas. Selain itu media elektronik seperti handphone

digunakan peneliti sebagai alat untuk merekam semua hasil wawancara dengan kedua

partisipan. Peneliti juga menggunakan buku kecil dan pulpen untuk menulis semua

aktivitas yang sedang dilakukan oleh partisipan.

Proses Pengambilan Data

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengurus surat perizinan secara formal

agar dapat melakukan penelitian dan pengambilan data dari pihak fakultas Psikologi

dengan persetujuan dari kedua dosen pembimbing dan kaprogdi. Surat izin yang

diberikan oleh pihak fakultas ditunjukkan kepada partisipan untuk meminta

kesediaannya dalam proses pengambilan data. Pada awalnya, peneliti membangun

rapport kepada kedua partisipan dan kemudian dilanjutkan proses wawancara

mendalam mengenai topik yang akan teliti. Proses pengambilan data melalui

wawancara dan observasi dilakukan sebanyak lima kali terhadap pasangan partisipan

pertama dan empat kali terhadap pasangan partisipan kedua. Pelaksanaan wawancara

kepada para partisipan dilakukan pada bulan Agustus 2014 hingga November 2014.

Wawancara kepada partisipan dilakukan secara terpisah antara suami dan istri untuk

menghindari faking good sekaligus untuk menggali hal-hal yang sifatnya lebih

mendalam dari masing-masing individu. Peneliti juga melakukan wawancara dengan

Page 15: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

9

adik partisipan pertama dan ibu dari partisipan kedua sebagai sarana pengujian

keabsahan data (triangulasi data).

Analisis Data

Analisis data yang digunakan oleh peneliti mengacu pada langkah- langkah

analisis data yang dikemukakan oleh Poerwandari (2007). Pertama, peneliti

mengorganisasikan data kualitatif dalam bentuk verbatim dengan rapi, sistematis, dan

selengkap mungkin. Kemudian peneliti membubuhkan kode-kode pada materi-materi

yang diperoleh (koding). Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan

mensistemasi data secara detail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang

topik yang dipelajari. Selanjutnya, melakukan pemadatan faktual dan menemukan tema-

tema. Setelah itu, peneliti mencoba memikirkan hubungan tema-tema tersebut sehingga

tersusun kategori-kategori. Kategori-kategori tersebut disusun sehingga menampilkan

hubungan antar kategori. Terakhir adalah menarasikan kategori-kategori tersebut.

HASIL

Hasil analisis data memunculkan beberapa tema seperti pola komunikasi yang

dilakukan bersama dengan pasangan, kegiatan yang biasa dilakukan oleh pasangan saat

memiliki waktu luang, kehidupan beragama dalam rumah tangga partisipan, konflik

yang pernah dialami oleh pasangan, penyelesaian konflik dalam rumah tangga

partisipan, hubungan antara partisipan dengan keluarga baik keluarga kandung maupun

keluarga sendiri, hubungan partisipan dengan teman-teman mereka, pengaturan

keuangan dalam rumah tangga, keputusan partisipan untuk berhutang pada tetangganya,

pemenuhan kebutuhan seksual dalam rumah tangga, ungkapan keinginan pasangan

untuk memiliki momongan, kecemburuan yang dirasakan pasangan pada pasangan lain

Page 16: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

10

yang memiliki anak, sifat dan kebiasaan pasangan, pembagian tugas suami dan istri

dalam rumah tangga, serta konflik menantu mertua terutama pada partisipan kedua.

Pola komunikasi yang dilakukan bersama dengan pasangan

Kedua pasangan partisipan pada penelitian ini sama- sama menggunakan prinsip saling

terbuka di dalam pola komunikasi mereka. Hal ini diungkapkan kedua partisipan dalam

beberapa kutipan berikut :

Tabel 1 : Keterbukaan dalam sistem komunikasi

Partisipan 1 Partisipan 2

Istri “Iya….kita ini memang terbiasa aaaa

terbuka satu sama lain”

“Yo karena kita semua apapun itu ngga pernah ada yang ditutup-tutupi”

“Ya, karena kita terbiasa terbuka satu sama lainya selalu kita jujur apapun itu”

Iya,puas…karena nggak pernah ok ada

hal- hal yang kita tutup-tutupi dari awal

Suami

Oooo sering…sering karena kita punya

komitmen waktu kita masih dalam taraf perkenalan itu kita harus terbuka, jujur

Tapi yang penting kan ada komunikasi

Nah dengan cara…aaaa apa, dengan

kita buat jujur, buat terbuka gitu kan harus ada komunikasi

Istri

Hmmm ya ya, kalo saya orangnya

maunya trebuka ya dalam setiap berumah tangga ya mbak, hal terkecil maupun terbesar saya maunya terbuka.

Bagi saya nggak ada, aaaa kalo menurut saya ya mbak ya, saya nggak

ada yang saya sembunyikan sama suami saya. Saya inginnya aaaa kejadian apapun itu hahahahah kadang

hal sepele pun saya bercerita dengan dia

Suami

Iya, pasti...Jadi kalau ada apa-apa ya

saya ngomong apa adanya gitu..

Kegiatan yang biasa dilakukan oleh pasangan saat memiliki waktu luang

Kedua partisipan selalu mengisi waktu luang bersama pasangan mereka ataupun

bersama keluarga mereka, mengingat mereka belum memiliki keturunan. Hal ini

terungkap dalam beberapa kutipan wawancara kedua partisipan sebagai berikut :

Page 17: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

11

Tabel 2 : Kegiatan yang dilakukan pada saat pasangan memiliki waktu luang

Partisipan 1 Partisipan 2

Istri

ya seringlah karena kita memang butuh refreshing itu….untuk mengurangi

kejenuhan karena, ya kan mungkin semua..semua orang ya yang mengalami hal- hal seperti saya

mungkin di rumah juga sering jenuh ya karena cuma keluar masuk ketemu

Cuma berdua aja, jadi ya kita kadang butuh suasana yang beda

ya kita memang sering kalo libur, atau

kalo pas ngga ada kegiatan dan badannya sehat itu kita sering inginnya

ya refreshing

Seringnya beramai- ramai karena kita

enjoy beramai- ramai

Oohhh, ada…ya sering kita berdua kalo

memang, ya kalo tiap harinya kita apapun, kita lakukan berdua

Suami

Kita kemana, pergi kemana yaaa…. Mungkin itu ada hubungannya dengan

kita belum punya momongan kan ya,, kadang kita pergi berdua gitu, kadang

kita juga bosen, makanya ngajak ponakan- ponakan biar rame

Istri

Punya, bahkan setiap satu minggu sekali hahahahhahah

Harus itu, meskipun itu nggak ngeluarin dana ya mbak ya, itu saya

cukup keliling ke kota aja udah cukup

Suami

Ya iya..biasanya kalau misalnya santai-santai seperti ini seperti udah aaaa besok libur itu ya kita kadang-kadang

sepakat, “dhek besok kita jalan-jalan kemana yo dhek yo”, gitu

Ya paling bersih-bersih bersama..

Kehidupan beragama dalam rumah tangga

Kedua partisipan menceritakan tentang kegiatan keagamaan rutin yang mereka ikuti dan

kegiatan keagamaan lain yang dapat meningkatkan keimanan mereka. Mereka merasa

bahwa iman mereka juga berpengaruh pada proses penerimaan pada kenyaataan bahwa

hingga saat ini keluarga mereka belum dikaruniai seorang anak. Partisipan

mengungkapkan hal tersebut dalam kutipan wawancara sebagai berikut :

Page 18: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

12

Tabel 3 : Gambaran kehidupan beragama dalam rumah tangga

Partisipan 1 Partisipan 2

Istri :

Heeeem, harus itu. selama kita itu tidak ada kegiatan yang mendesak dan itu

penting sekali, kita utamakan beribadah dulu

Tapi ya wis gimana kalau itu sudah

jalan dan kehendaknya, kalau belum diberi ya mau gimana lagi, kita harus

menjalani hidup ini ya dengan pasrah. Walaupun saya nggak pernah berhenti

berharap dan kalaupun itu masih diberi kesempatan yah kita siap kapan saja

Suami

Ya sering,,, sering lah ya,, kalo ada undangan PA ya mengikuti…mengikuti

lah….

Ya…ya itu tadi baik senang, kita kan

punya keinginan punya anak, ternyata belum, belum ada, ya, yaaa wajar kan

kalau kita sedih….itu kan kurang bagus ya….ya balik lagi ke ajaran agama saya, baik senang sedih harus kita

terima

Istri

Saya sering....Itu hari Minggu, hari Kamis, untuk ibadah sendiri itu ada,

saya wanita, suami saya pria kalau itu kebaktian kaum pria

Ya memang itu harus saya perlukan

mbak. Kalau saya nggak nggak seperti itu mungkin saya nggak nggak ada

kekuatan

Sara kan ya mbak ya??? Sara itu kan

umurnya berapa itu?Nah itu, buktinya dikasih momongan ya? Itu...pedoman saya itu mbak. Itu kan dia itu selalu

dihina dia itu., diejek, terus akhirnya dia punya anak. Iya.....aku lupa

namanya ek mbak, ini aku jadi blank ini mbak hahahahha Lha itu...itu...saya pedomannya itu mbak. Jadi saya

percaya aja suatu saat saya pasti dikasih

Suami

Iya mbak.. he em..kita berdua..Kadang-

kadang kita hampir sering itu ke Kerep, Ambarawa. Itu dari dulu sebelum sebelum ada kegiatan buat rumah ini ya

hampir ya 2 minggu sekali kita ke sana…aaaa sambil kita refreshing juga

berdoa gitu

Iya mbak, kalau di istri itu kebaktian

wanit, itu khusus wanita, dan kalau pria itu memang ada kebaktian pria.

Ya saya menganggap itu bahwa itu

suatu apa ya bisa dikatakan ujian gitu lho mbak. Bahwa berarti ada, berarti

aaaa mungkin, mungkin pelayanan saya terhadap Tuhan mungkin kurang, seperti itu

Konflik yang pernah dialami oleh pasangan

Kedua pasangan bercerita mengenai konflik yang terjadi di dalam rumah tangga

mereka, entah konflik yang berasal dari dalam keluarga mereka sendiri, maupun dari

Page 19: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

13

pihak luar. Konflik yang muncul dalam rumah tangga pasangan dipicu oleh adanya

masalah ekonomi, faktor anak, komentar-komentar dari pihak luar mengenai keadaan

keluarga yang belum memiliki anak, serta kebiasaan-kebiasaan yang terkadang belum

bisa diterima sepenuhnya oleh pasangan masing-masing. Hal ini terungkap dalam

kutipan wawancara sebagai berikut :

Tabel 4 : Konflik dalam rumah tangga

Partisipan 1 Partisipan 2

Istri

Sebenarnya bukan masalah pribadi,

masalah keluarga…tapi ya bisa diatasi jadi yo nggak….tpi itu ya, masalah pribadi, ya memang sewaktu saya

mengalami aaaaa keguguran itu…kita tidak saling menyalahkan karena kita

juga tahu sikon, tahu masing- masing itu kita nggak tahu dan kurang bisa berhati- hati jadi ya kita nggak saling

menyalahkan walaupun sampai sekarang kita itu jadi trauma dan

menyesali kenapa kok bisa terjadi, itu aja…kalo masalah- masalah yang besar, saya kira ngga ada

Suami

ya mungkin, kurang puasnya istri terhadap saya, mungkin saya kurang perlakuannya terhadap istri, mungkin

ya kebiasaan- kebiasaan, kebiasaan sehari- hari

Istri

Hmmmm, ekonomi ya mbak ya....

kebutuhan ekonomi itu kadang sok itu aaaa apa mendadak gitu lho mbak...kadang aaaa ya kebutuhannya

lebih banyak daripada penghasilannya gitu. Mungkin saya agak konfliknya di

situ

Waktu tidur itu, pernah itu konflik. Waktu malem itu., masalah apa aku

agak lupa, itu sakit mbak, pernah suami saya itu seperti itu. Terus gini, “makane

kamu anu belum dikasih momongan”

Bagi saya orang lain. Orang lain itu kan

intinya kayak menuntut. Bahkan ada yang bilang itu mandul ada

Suami

Biasanya keluarga, maksudnya kadang-kadang juga mertua, kadang-kadang

orang tua sini, kadang-kadang saudara, gitu mbak..itu yang menjadi konflik

kami

“Pirang taun tokok ora, ora lek dikei, ora lek nduwe momongan, kan gitu,

kadang gitu. Sok kadang kan ada yang nylekit juga

Penyelesaian konflik dalam rumah tangga

Konflik yang ada di dalam rumah tangga kedua partisipan selalu berusaha diselesaikan

agar tidak menjadi konflik yang besar dan berlarut-larut. Partisipan berusaha untuk

Page 20: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

14

mengomunikasikan hal-hal yang menjadi pemicu konflik dalam keluarga mereka,

bersama-sama mencari solusi bagi permasalahan tersebut, dan tidak segan untuk

meminta maaf kepada pasangan jika memang melakukan kesalahan ataupun sekedar

untuk meredakan suasana. Usaha partisipan untuk menyelesaikan konflik mereka

diungkapkan dalam cuplikan wawancara sebagai berikut:

Tabel 5 : Penyelesaian konflik dalam rumah tangga

Partisipan 1 Partisipan 2

Istri

Karena ngga perlu lah masalah itu jadi

permasalahn yang besar sehari misalkan, ada sesuatu yang kurang mengenakkan misalkan, ya kita

langsung ngomong misalnya om, om itu misalnya saya kurang setuju, itu nak

saya ya langung tak tegur, bilang saya ndak suka…ya solusinya gini, jadi ngga pernah panjang permasalahan ituya

kadang, der der der der, tapi setelah itu, selesai ya selesai

Suami

Ya kita minta maaf dan dengan legowo kita masing- masing

menerima gitu

Istri

Kalo aaaa sudah nggak kuat yo gitu, ya

masalah itu ya mbak, saya kalo udah nggak kuat ya nangis sama suami saya

Gitu ya kita sabar aja. Semua itu sabra

Suami

Nggak mbak, kalau sudah ya udah

selesai nggak maksudnya nggak sampai berhari-hari gitu nggak..nggak mbak..

Iya mbak.. paling nanti saya kalau

ngomong walaupun saya nggak merasa salah tapi terus saya ya minta maaf

mbak karena tadi udah sampe rame-rame gitu, seperti itu

Biasanya kalau mau tidur itu saya baru ngomong biasanya mbak, misalnya kalau kejadiannya siang sepertio itu,

terus kiok cuma diem diem diem, kan nggak enak, terus akhirnya saya male,

“Dhek mau pie to dhek, kok bisa gini gini gini, kok iso ngene ngene ngene ki nopo??”, kan gitu. “Aku ki piye, mau

ngomong opo, kowe kok dadi nesu kayak gitu”. Terus dia baru, biasane

baru cerita. Cerita cerita cerita setelah itu ya selesai, kan gitu

Page 21: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

15

Hubungan antara partisipan dengan keluarga

Partisipan menceritakan bagaimana hubungan mereka dengan keluarga mereka, baik

keluarga kandung mereka sendiri maupun keluarga pasangan setelah mereka

memutuskan untuk menikah. Perhatian partisipan kepada keluarga mereka masing-

masing ternyata berkurang semenjak mereka memiliki keluarga sendiri. Mereka

menyadari bahwa mereka juga harus berbagi perhatian pada keluarga pasangan serta

memberikan perhatian yang lebih bagi keluarga mereka sendiri. Partisipan pertama

mampu untuk menjalin dan mempertahankan hubungan baik dengan keluarga besar

mereka, sedangkan partisipan yang kedua mengaku memiliki masalah saat proses

masuk ke dalam keluarga pasangannya. Hal ini terungkap dalam cuplikan wawancara

berikut :

Tabel 6 : Hubungan antara partisipan dengan keluarga

Partisipan 1 Partisipan 2

Istri

Ya tidaklah ya, ya tetep yang paling utama ya untuk keluarga sendiri

Ya kita berusaha untuk bisa untuk menyamakan…aaaaa itu keluargaku

adalah keluarga om, keluarga om adalah keluargaku juga seperti itu

Ya sepertinya begitu, ya kita kan ngga

tahu, tapi sepertinya ya begitu karena aaa apapun aaaa masalah ataupun

apapun itu urusan dalam aaaa dalam keluarga om, selalu tante dilibatkan dan

tahu, jadi saya ya merasa saya ya sudah dianggap keluarga sendiri

Istri

Sekarang ngerasa sulit ini mbak, ini jujur aja ya mbak ya, nggak tau itu

kayak mau lepas dari orang tua saya itu nggak bisa, nggak tau

Emang kalau perasaan mantu itu beda

ya, anak mantu itu beda. Tapi trus akhirnya saya berpikiran elek meneh

yaaku ya, aku jadi bisa merubah sikapku sendiri, aku nggak nggak

nggak hidup sendiri sekarang, aku hidupnya aaaa bersama orang lain, yang di mana hidup itu waktu besar.

Nggak nggak dari awal kecil, besarnya to mbak ketemunya, waktu dewasanya

saja harus gimana caranya membaur. Akhirnya ya itu sampai sekarang ini saya nikmati

Bagaimanapun caranya apapun yang orangtuanya ndak suka jadi suka.

Awalnya supaya dia bisa akrab sama aku ya aku mencoba gimana caranya

Page 22: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

16

Suami

Ya tentunya perhatiannya agak

berkurang.ya kita punya keluarga ya harus kita, nomor satukan bagaimana

pun juga harus, istri atau suami, otomatis itu…kan harus, ya perhatian ke keluarga kan ya otomatis berkurang.

Itu otomatis itu, nggak mungkin sama dengan waktu kita masih belum

menikah itu bohong itu

Tetep… tetep. Kita masing- masing ya

tetep ada waktu. Istilahnya apa ya, ya kita menyibukkan dengan keluarga istri, menyibukkan dengan keluarga saya ya

tetep

Hubungannya baik- baik aja, dari istri

ke keluarga saya ya baik- baik saja. Nggak ada masalah

lah, apapun itu. Meskipun itu nggak nggak sesuai keinginannya pun

Jadi nya kurang deket. Jadinya saya yang berusaha untuk mendekat., gitu

mbak. Ini jujur aja memang Ibu saya kurang deket dikarenakan

perekonomian Suami

Ya sedikit berubahlah, karena

perhatiannya juga udah lain lagi to...

Ya yang jelas saya tetep saya datang

ke sana, istilanya, nitip awak ya mbak ya. Nitip awak di sana, ya yang jelas

saya juga baik-baik kepada mertua, kepada saudara-saudara istri, gitu. Nggak nggak, saya nggak buat

masalah, seperti itu

Hubungan partisipan dengan teman-teman

Kedua partisipan memiliki kedekatan yang berbeda dengan teman-teman mereka pasca

menikah. Partisipan pertaama tetap berusaha untuk menjalin relasi dengan teman-teman

mereka dan saling mengenalkan teman-teman mereka pada pasangannya, sedangkan

partisipan kedua cenderung membatasi hubungan mereka dengan teman mereka

masing-masing. Hal ini terungkap dalam kutipan wawancara berikut :

Tabel 7 : Hubungan partisipan dengan teman-teman

Partisipan 1 Partisipan 2

Istri

Masih, biasa aja..Kayaknya enggak, karena tante berusaha sebagaimana

mestinya kita apa menjaga,

Istri

Saya malah jarang ketemu sama temen-temen saya, nggak tau ya mbak ya.

Malah itu, aaaa malah semakin jauh

Page 23: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

17

maksudnya nggak….kita dekat dengan teman trus dengan seenaknya

kita menyampingkan keluarga

Ya sebisanya aaa tante menempatkan

diri, maksudnya ya mengenal lah..mengenal, kita saling

mengenalkan teman masing-masing aaa misale gini…teman tante ke om, gitu ya saya kenalkan ke om, “ini

teman saya paling deket” atau ya ini,yang ini…selalu kita ngomong gitu

lho, dan missal kalo dating ke rumah, ya kenal tante ya kenal om, gitu.. Sebaliknya juga om, teman-temannya

ya pasti dikenalkan Suami

Masih…masih walaupun nggak seperti dulu ya. Mungkin sekarang

kan sudah yaaaaa sudah menyadari punya itri yaaa harus banyak- banyak dikurangi, gituuu, walaupun

pertemanan itu penting

Ooohh iya…ya ya… saling menyadari

bahwa itulah. Kalo cewek ya, ya itu tadi cewek… seperti itu gitu lho, memang sifat- sifat cewek itu pada

umumnya seperti itu… Ya kita paling say hello, ngomong- ngomong bentar.

Teman- temn saya cowok pun ya kayak gitu, ya inilah cowok., namanya cowok

saya kadang kemarin juga mbak, kemarin saya kangen. Saya kepingin ya

“temen-temen ku kok ra ana sing ketok ya?? Kok wes suwe ora ketemu ya??”,

cuma gitu. Pengen aku dolan-dolan sana, tapi kalau dolan-dolan sana ngko mesti eneng masalah terus, aku gitu

Suami

Sepertinya saya ingin tapi istri tu pasti

nggak mau, gitu lho. Saya ajak ke tempat temen yang sana, kadang-

kadang males, ke sana males, kan gitu. “Yo kowe nak arep dolan, dolan dewe

kono”, kan gitu mesti.

Ya dia itu memang kalau tak jak main-

main ke temen gitu memang ini mbak

Pengaturan keuangan dalam rumah tangga

Kedua partisipan menceritakan pola pengelolaan keuangan di dalam keluarga serta

investasi yang secara khusus mereka siapkan bagi masa depan anak mereka.

Pengelolaan keuangan dalam keluarga diserahkan seluruhnya kepada istri, akan tetapi

bukan berarti istri berhak secara penuh dalam penggunaan keuangan. Suami pun juga

memiliki hak untuk memakai uang tersebut sepanjang hal itu berguna bagi rumah

tangga mereka, bukan untuk kesenangan pribadi. Partisipan pertama mampu untuk

mengatur keuangan rumah tangga mereka dengan cukup baik, sedangkan partisipan

Page 24: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

18

kedua mengakui bahwa himpitan ekonomi membuat mereka harus berhutang kepada

tetangga mereka. Hutang ini jugalah yang membuat partisipan kedua ini memutuskan

untuk menunda memiliki anak di awal pernikahan mereka. Hal ini diungkapkan kedua

partisipan dalam kutipan wawancara sebagai berikut :

Tabel 8 : Pengaturan keuangan di dalam rumah tangga

Partisipan 1 Partisipan 2

Istri

Ini jujur ya, karena om ini

penghasilannya ngga tentu, nggak mesti, dan yang mesti itu, yang rutin

tiap bulan itu kan saya, dari om itu kan memang semua itu diserahkan ke saya … tapi saya juga tidak…aaaaa opo…

tidak mau kalo semua ya seharusnya ada hal- hal yang memang itu jadi

tanggung jawab om aaaa maksudnya aaa apa itu ehhhmmm ada dana- dana tertentu yang harus dipegang om semua

tentang rumah tangga jadi yo, sudah diserahkan semua ke saya tapi itu kita

bagi jadi dikelola bersama

Seringnya…seringnya begitu kita selalu ngomong-ngomong ya pengen beli ini

ini ini…ya terserah kalo memang butuh opo pengen gituuu selama tentunya

kalo ada dana longgar tentunya, kita tidak pernah memaksakan diri kok

Ya..iya sampai saat- saat ini ya kita

masih memikirkan tentang itu, yaaa paling nggak ya tidak di plotklan gituuu

tapi paling ndak tante punya aaa apa itu tabungan untuk hal yang mungkin nanti

diperlukan

Istri

Saya. Saya biasanya kalau suami saya

dapat hasilnya, itu dikasihke sama saya. Saya nyang mengelola sendiri.

Intinya yang mengelola itu yang tau sendiri itu Cuma saya sendiri itu nggak, suami saya tau. Hasilnya seberapa tiap

hari. Saya mengeluarkan uang sepeser pun dia tau

Saya misalnya untuk belanja keseharian. Nah itu saya setiap paginya itu saya ngomong, “mas aku tadi habis

belanja sekian...” nah tapi aku selain itu nyisihin uang. Nyisihin uang entah itu

nanti buat apa sahya nggak tau, pokoknya saya harus nyisihin uang, gitu

Itu saya bikin rumah ini itu tujuannya saya mau kontakan. Mau saya

kontrakkan, nah setelah itu mungkin mungkin tabungannya itu nggak saya

buat ini itu yang aneh- aneh. Mungkin saya belikke tanah, apa apa, mungkin un tuk kebutuhan anak saya kan bisa.

Saya memang punya tujuan rumah ini ya untuk anak saya hahhhaha untuk

anak saya memang

Baru nikah 1 tahun itu aaaa saya juga

pertama kali mengalami hutang ya, saya belum pernah hutang ya waktu itu. Saya masih muda ya jadi belum pernah

hutang.

Kadang memang kalau

permasalahannya itu malah kadang gini ahh ya itu keuangan gitu, “keuanganne

Page 25: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

19

Suami

Ooohhh,ke tante semua… ke tante semua

Heeem yang kontrol tante…ya mungkin gini, kalo saya punya

penghasilan ya saya serahkan…terserah mengaturnya bagaimana

Ya kita sediakan, kita punya tabungan

ya… ya tetep sih…yang nganu (mengelola) istri… ya buat jaga- jaga

gitu lah

kok mepet men yo??” gitu, “woh, kok uange kok cuma sekian yo??”, ngene,

“wah sesuk nggo mbayar utang” kan gitu. Kan punya punya kewajiban

untuk mbayar utang juga, untuk kalo saya kan gini sama mas e, saya pernah memberanikan diri untuk pinjam uang

mbak memang

Nah saya ketakutan juga waktu itu

gimana ya, aku nak punya tanggungan hutang sebanyak itu, nek ini aku punya

anak aku takut. Anakku bisa nggak tak senengke, gitu.

Suami

Kalau keuangan itu saya serahkan ke istri semua mbak

Bersama-sama, tapi kadang-kadang ada ada yang disembunyikan oleh istri

Dia itu diem-diem itu masih punya simpenan gitu lho mbak

Untuk yang lain mbak kalau saya mbak, terutama untu rumah ini mbak,

dengan harapan nanti misalnya rumah ini jadi, dikontrakkan kan gitu lumayan itu untuk tabungan kan bisa, gitu

maksud’e. Jadi rumah juga punya, nanti tabungan juga punya, kan gitu

Pada mulanya iya mbak, tapi kan waktu awal-awal menikah itu memang

kita kan belum siap untuk ekonomi. Jadi kita istilahnya ya menunda dulu lah, kan gitu. Cuma menunda 4 bulan

lah mbak sekitar itu, kan kita masih punya tanggungan berapa ratus ribu

gitu, tapi walaupun beberapa ratus ribu tapi waktu itu kan hitungannya juga banyak dan apa ya karena

penghasilannya belum, belum cukup kan jadi sepertinya itu banyak banget kan gitu

Pemenuhan kebutuhan seksual dalam rumah tangga

Kedua partisipan menceritakan tentang bagaimana mereka saling memenuhi tugas dan

kewajiban mereka sebagai suami ataupun istri dalam hal pemenuhan kebutuhan seksual.

Page 26: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

20

Mereka menerapkan prinsip keterbukaan saat mengungkapkan keinginan atau bahkan

menolak untuk melakukan hubungan seksual. Hal ini diungkapkan oleh kedua

partisipan dalam kutipan wawancara berikut :

Tabel 9 : Pemenuhan kebutuhan seksual dalam rumah tangga

Partisipan 1 Partisipan 2

Istri

Ya kalo menurut saya ya sudah karena

seringnya, seringya ka seorang laki- laki yang sering menuntut itu, menurut

saya kalo perempuan itu seringnya nggak..nggak punya aaaa apa

itu..keinginan seperti itu duluan itu, pasti kan laki- laki sering menuntut hal itu, tapi sebisanya, secapek apapun kalo

hal itu ingin dilakukan ya sebisanya kita layani, gitu

Yaaaa, bilang, “aku lagi capek” ya minta maaf kadang, soalnya kan capek, daripada nanti kecewa gitu lho

maksudnya kalo yaaa terbuka aja, kalo kurang mood kan kita ngelayani dengan

ogah-ogahan jadi juga tidak membawakan rasa puas ya gimanalah,,,nggak membawakan rasa

senag, ogah- ogahan kayak gitu gimana mau puas

Ya, ya kadang sih gitu, kadang aaa tante kan sudah, aaa mungkin kan

sudah aaaa gimana yo… aaaa yaaa apa ya , ya memang sudah pesimis gitu ya terkadang sok pas nganu ya kadang sok

male, aaa kadang hlo itu… Tapi ya kalo.. kalo kita mikir itu sudah

kewajiban ya wis gimana lagi ya kita harus tetep jalan

Suami

Yaaa,,, normal- normal aja… kita menjalankan bagaimana ya suami yang

normal…ya normal- normal lah

Puas… puas…kalo nggak puas kan kita

belok sana belok sini nanti

Hmmm ya karena “capek Bu”…ya

Istri

mengatakan ya, kurang bebas ya, bagi

saya ya. Saya memang intinya kurang bebass di mana di orang tua saya, orang

tua kandung saya rumahnya itu kebetulan itu kamarnya berdekatan

Kalo misalnya hubungan waktu kita itu memenuhi kewajiban kita sebagai istri, ya sebagai suami, kadang itu memang

kurang bebas mbak

Tapi ini tuntutan ya mbak ya, saya

harus memenuhi kewajiban saya sebagai istri, dia juga harus memenuhi

kewajiban dia sebagai suami

Fisik kan orang berjualan itu kan

intinya capek ya, capek. Suami saya itu orangnya aktif. Orangnya aktif, dia nggak mau kalo diem gitu malah nggak

enak dia. Dia malah suruh duduk gini itu dia nggak bisa

Jadi kan posisinya nggak nggak fit ya mungkin ya. Mungkin dia nggak sehat, aaaa kelelahan. Intinya kelelahan. Kan

itu juga pengaruh dengan sperma kan

Kadang badan capek, kadang ini, terus

malem e harus memenuhi kewajiban itu, terus bebannya itu, kan jadi kurang

enak gitu lho mbak, kurang bebas

Suami

Iya mbak, sudah merasa puas.. jadi

nggak sepertinya nggak ada yang di benahi lagi itu mbak

jadi secara tidak langsung om mau berkata bahwa aaaa tante sendiri juga

sudah mampu untuk memenuhi

Page 27: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

21

minta maaf lah, sebaliknya, dia juga mungkin yaaa capek ya saling

menyadari masing- masing lah karena memang aaakita lihat sendiri karena

mungkin kita capek…kita masing- masing capek, gitu…

Yaaaaa dengan kita berkomunikasi,

komunikasi,,, kita sambil…yaaa sambil gimana caranya lah untuk

membuat…membangkitkan gairah… Ya iya… tetep harus gitu…ya nanti

malah kita… dia lagi capek dipaksa, kita marah, nanti tersinggung

kebutuhan seksual om?? Iya...

Dan om sendiri juga sudah memenuhi kebutuhan seksual dari tante??

Iya mbak...sudah memenuhi itu

Sementara ini saya belum pernah

menolak itu mbak, malah kadang-kadang istri yang menolak, “mas kesel ek mas”, “yowes nak kesel yo rapopo”,

saya kan juga gitu mbak nggak akan memaksa, karena walaupun saya

memaksa mesti dia itu juga mesti ada seperti ada yang ngganjel...nggak nggak nggak plong lah istilahe, hmm

istilahnya gitu. Ada keterpaksaan walaupun sedikit keterpaksaan kan

tetep nggak nggak nyaman

Ungkapan keinginan pasangan untuk memiliki anak

Kedua partisipan mengungkapkan keinginan mereka untuk memiliki anak dalm rumah

tangga mereka. Mereka juga telah menempuh usaha-usaha baik medis maupun

tradisional agar segera diberi keturunan. Berikut ini adalah kutipan wawancara yang

menunjukkan bahwa kedua pasangan ini sangat mendambakan kehadiran anak dalah

kehidupan rumah tangga mereka :

Tabel 10 : Ungkapan keinginan pasangan untuk memiliki anak

Partisipan 1 Partisipan 2

Istri

Dengan keadaan kita yang sekarang ini

kita harus bisa aaaa berpikir positif dan kalopun kita juga tidak..tidak segan- segan…tidak bosan- bosannya

memohon pada Tuhan kalau memang akhirnya Tuhan menghendaki kita

diberi momongan yang sudah kita damba- dambakan kita akan siap

Merasa tidak lengkap ya, aaaa belum

mendapatkan momongan. Ya kan adanya ya…ya walaupun kita adanya

Istri

Kalo momongan itu iya. Itu setiap kalo

saya membicarakan itu pada waktu terasanya itu pada waktu tidur, terasanya itu pada waktu tidur. Ngobrol

tentang itu, tentang momongan, ya angan- angan kadang trus akhirnya

suami bisa menghibur saya ya. Misal istri, sbagai perempuan, kalo belum, kalo belum ngasih keturunan itu kan

rasanya kan, rasane ati tu gimana yo rasane hati tu sakit gitu hlo mbak. Bagi

Page 28: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

22

damai damai saja tapi kan kadang kalo pas apa itu…sendiri gitu kan merasakan

kesepian, dan rindu akan keberadaan seorang anak ya, yang aaaa dapat

menghibur kita. Apalagi kalau pas saya sendiri di rumah gitu kan, yaaaa merasa sendiri…ngga ada momongan

Suami

Ya kita terima lah Bu, jangan sedih

terus”. Mungkin Tuhan belum mempercayakan pada kita. Kemarin

mungkin ada satu peristiwa yang mungkin kita saking pengennya itu sampai pengen mengadopsi anak utu,

ad satu keinginan untuk mengadopsi anak itu tapi itu ya tetep ada

pertimbangan nggak boleh grusah grusuh

Ya, ke dokter, udah pernah ke dokter,

terus ada program..ya tapi tetep aja belum dikasih,, ya pakai cara- cara

medis lah kalo secara non medis belum

saya sakit ya, kalo orang itun normalnya perempuan itu melahirkan,

eehhh mengandung baru melahirkan ya, tapi memang saat ini saya belum

dikaruniai saya terima tapi dalam hati saya juga nggak terima gitu hlo

Bagi saya saya berusahanya gimana

caranya kalo saya punya momongan nggak harus, nggak harus operasi gitu

hlo mbak. Intinya saya apapun itu akan saya lakukan entah itu minum jamu

aaaa apa apapun itu wes to Suami

Ya awalnya memang sedih mbak

Iya mbak, tapi yang jelas saya punya keyakinan bahwa saya suatu saat nanti

bisa, kan gitu..Tapi ya itu tadi, ya seperti tak kuatkan gitu, seperti, “ya

kita tu pasti nanti bisa, Abraham aja bisa, kenapa kita nggak bisa

Yang saya rasakan ya sepi gitu sih

mbak rasanya mbak

Ya bahwa kita itu punya keyakinan

mungkin gitu mbak, bahwa suatu saat nanti kita punya, gitu. Walaupun,

walaupun kata-kata itu mungkin 4 tahun yang lalu sampai sekarang itu

masih terucap seperti itu mbak

Kecemburuan yang dirasakan partisipan pada pasangan lain yang memiliki anak

Partisipan menceritakan tentang rasa cemburu yang mereka rasakan saat mereka melihat

pasangan lain menghabiskan waktu bepergian bersama dengan anak-anak mereka.

Mereka mengungkapkan bahwa mereka juga ingin merasakan kebahagiaan yang sama

seperti yang dirasakan oleh keluarga yang lain. Hal ini terlihat dalam kutipan wawanara

berikat :

Page 29: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

23

Tabel 11 : Kecemburuan yang dirasakan partisipan pada pasangan lain yang

memiliki anak

Partisipan 1 Partisipan 2

Istri

Ya…yaaa perasaannya ya cemburu,

sedih, kepingin, ya liat aja di kantor kadang pada mbawa anaknya, ya yaaah pengen sekali seperti mereka, pada

njemput anaknya, anaknya dibawa ke kantor duh…rasanya yahhhh, tidak bisa

digambarkan

Suami

Yaaa…aaaa aku sendiri, ya, ya aku

sendiri rasanya yaaa,, apa ya boleh dikatakan… iri…iri ya pengen gitu lho

punya ..aaahhhh aku kok pengen seperti mereka gitu lho. Tapi ya balikin lagi

gitu, sama ya mungkin Tuhan punya rencana lain gitu lho, ya walaupun kita tetap berusaha dengan cara apapun ya,

,,, ya rasanya sekedar pengen gitu, ya ngliatnya seneng, seneng, soalnya

dasarmnya memang suka sama anak- anak kecil sih,,, itu lihat mereka, bapak ibu sama anaknya pergi bersama ke

mana gitu, kadang iri…ya manusiawi ya

Istri

Waktu itu tu dia dateng, sama anaknya,

cemburunya mungkin ya karena dia sudah mempunyai momongan, saya belum. Mungkin cemburunya di situ

saya. Dia ngeliatnya mantannya itu bawa anak, dia agak gimana gitu

Kan sering saya lihat ya sama aaaa suami istri sama anaknya kadanag

main-main di taman saya Cuma duduk gini berdua lihat gitu kan rasanya meri gitu lho...gitu, saya meri memang, saya

meri itu Suami

Ya pengen, pengen. Apalagi kan kalau kita ke Kerep itu kan sering, kan apa ya aaaa areanya kan bagus itu seperti

lapangan golf gitu, kadang-kadng di situ itu buat ini aaaa apa anak-anak

latihan jaan itu lho dirumput-rumput biar kalau jatuh kan nggak sakit. Pada jalan-jalan gitu kan wes, saya lihat juga

lucu gitu lho. Terus kadang-kadang kepikiran, “dhek, besok kalau kita

punya kita bawa ke sini, seperti itu ya”, ya gitu

Sifat dan kebiasaan pasangan

Kedua partisipan menceritakan mengenai sifat dan kebiasaan pasangannya masing-

masing. Mereka mengaku bahwa mereka sudah cukup mengenal dan mampu menerima

baik kekurangan maupun kelebihan pasangan mereka. Hal ini dikemukakan oleh kedua

partisipan dalam kutipan wawancara berikut :

Page 30: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

24

Tabel 12 : Sifat dan kebiasaan pasangan

Partisipan 1 Partisipan 2

Istri

Om itu kelebihannya banyak, om itu selalu mengalah, penurut, trus yang

apa, yang tadi… penurut, trus yang apa, yang tadi…Kekurangannya? Kekurangannya aaa agak ndableg ya

untuk masalah mengurangi rokok , susah om itu

Ya kadang kalo, ya, gimana ya… orangnya itu terlalu baik, gitu hlo,

nggak tegelan, nggak tegaan, itu kadang sok ada, ya gimana ya rasa yang gimana gitu, karena ya namanya orang

ya, terlalu baik itu, kalo orang yang ngerti, kan itu seneng ya, tapi kadang

ada orang yang kenal, dia baik, itu malah cuma dimanfaatkan aja, nggak aaa apa itu, nggak merasa aaa perlu, ya

udah nggak di gagas lagi, kadang saya yang kurang, kurang, kurang setuju

dengan sikapnya, orangnya sabar dan terlalu baik

Suami

Ya itu tadi, emosional, dia selalu, apaaa terus terang, nggak bisa mendem, dia

memang nggak bisa mendem, seringnya nggak bisa mendem. Kebaikannya ya yaaaa mungkin kalo….merasa, merasa

salah gitu…dia berusaha untuk minta maaf dengan berbagai macam cara,

yaaaa cepet melupakan kesalahan itu.

Menyikapinya yaaaa, itulah istri saya,

harus menerima, kekurangan dan kelebihannya. Menerima…ya saya menerima

Istri

Kekurangannya ya kadang sok nyepelekke gitu. Kekuranganne

nyepelekke. Saya sering emosi kalau dia nyepelekke hahahha emosi tingkat tinggi

Ya saya terima kekurangannya ya mbak. Menurut saya kekurangan

kelebihannya dia ya memang dia seperti itu hahahahah. Sya seperti itu.

Saya nggak menyalahkan, saya nggak mempermasalahkan itu. Bagi saya seperti itu

Suami

Ya ada positifnya ada negatifnya mbak, kalau positifnya ya banyak, tapi kalau

negatifnya itu dia itu ge er an gitu...ya gitu mbak, jadi apa-apa langsung dimasukkan ke hati

Kebaikannya ya dia itu ramah, ramah sama orang, baik gitu mbak, jujur gitu

juga mbak

Iya he em ngeyelan...ngeyelan...kalau

punya kemauan itu sak ndang sak nyat mbak, karena dia dari kecil memang

seperti itu, dari kecil memang kalau punya keinginan itu ya harus, kan gitu

Pembagian tugas suami dan istri dalam rumah tangga

Kedua partisipan mengaku bahwa mereka mengerti akan tugas-tugas dan kewajiban

yang harus mereka lakukan terkait dengan peran mereka di dalam rumah tangga, baik

sebagai istri maupun suami. Meski begitu, masing-masing mereka tidak ragu untuk

Page 31: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

25

membantu bahkan menggantikan peran pasangan mereka saat pasangannya tersebut

sedang tidak dapat melaksanakan tugas mereka. Hal ini terungkap dalam kutipan

wawancara berikut :

Tabel 13 : Pembagian tugas suami dan istri dalam rumah tangga

Partisipan 1 Partisipan 2

Istri

Kalo menurut saya, malah sebetulnya,

saya itu kalo boleh jujur mengakui kurang, karena ya itu tadi sifat om yang

mengalah itu tadi, karena saya dirasa kerja, capek apa apa …itu kerjaan

rumah banyak dikerjakan om gitu lho, tapi ya ndak tante trus jadi enak-enak karena tante punya tanggung jawab

yang lain ya, tapi sebisa mungkin kan yo tante berusaha untuk tanggung

jawab kepada keluarga

ya itu tadi, tapi mungkin itu karena tuntutan yae , tuntutan kalo masalah

memenuhi aaaa kebutuhan ekonomi ya kalo dipikir kurang ya kurang gitu

untuk menafkahi keluarga, tapi karena kita bisa menerima, saling menerima ya saya rasa ya kita bersyukur aja gituu

Suami

Belum, aaaa merasa belum….Ya

mungkin ada keinginan- keinginan istri yang belum terpenuhi , nah itu kan kita

juga merasa juga belum, ya bisa dikatakan belum memuaskan keinginan

istri

Ohhh iya, iya saling membantu….

Contohnya…ya karena istri saya pekerjaannnya menurut waktu ya, waktu yang ditentukan dan tetap ya, ya

mungkin saya, mungkin dalam seminggu saya mungkin banyak’an di

rumah, ya saya membantu beres- beres rumah, kecuali masak..itu, yaaa kita, ya

Istri

Itu kan ya memenuhi kebutuhan rumah

tangga, memenuhi kebutuhan aaaa mencukupi kebutuhan istri. Kalau

wanita sih maunya ya ini dituruti, ini dituruti, ini dituruti., gitu ya. Tapi

intinya ya memang suami saya belum bisa., belum bisa memenuhi itu semua. Saya ya memang belum bisa. Saya

nggak terlalu menuntut suami saya kerja di mana, kerja di mana gitu, saya

ndak mbak

Kalau saya terlalu mikir berat intinya saya harus menuntut dia jadi suami,

harus nggaji saya, harus ini, penghasilannya seperti itu saya kalau

mikir terlalu berat saya takutnya malah sama diri saya sendiri mbak. Saya harus terima, harus terima apa adanya,

saya takutnya malah sama diri sendiri kan kalau nuntut gitu kan saya bisa gila

sendiri Suami

Masih masih ada kekurangan sih mbak,

karena saya belum bisa me... aaaa apa ya seperti dalam hal mencukupi

kebutuhan gitu lho, saya sebenernya ingin istri tu di rumah, diem, kan gitu,

terus saya yang nyari uang, kan gitu. Tapi sementara ini kan belum bisa, jadi kita masih kerjasama giu lho, ya itu

yang masih ada ganjelan..gitu

Gengsi gitu, gitu nggak ada mbak.

Kalau saya memang istri baru sakit saya harus nyuci ya nyuci, gitu. Istri

capek, yo wes nak kesel aku sing ra kesel, yowes ndi tak kumbahane, kan

Page 32: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

26

menerima aja,ya saya melakukan itu dengan enjoy Heem, kalo memang kita

punya ego masing- masing kita,waahhh nggak jalan

gitu

Konflik menantu mertua

Konflik dengan mertua ini dialami oleh partisipan yang kedua. Mereka mengaku pernah

memiliki konflik dengan mertua mereka. Hal ini mereka ungkapkan pada kutipan

wawancara berikut :

Tabel 14 : Konflik menantu mertua

Partisipan 2

Istri Pernah...sakit banget itu sampai nangis

saya pulan. Pernah saya dibentak, di depan orang banyak itu.. saya nangis itu, waktu itu saya masih punya...aaaa

belum menikah Nah, kalo Ibu sini kan nyurunya gini,

kalo mesti yang disuruh itu suami saya yang disuruh ke sana. Nggak nggak adiknya yang perempuan. Yang disuruh

nganter itu suami saya. Laki-laki, intinya itu ya gimana ya, saya kurang

seneng aja, nggak ada intinya nggak ada wibawa nggak ada harga dirinya, intinya

Suami

Iya mbak he em. Itu pernah, itu marah-

marah seperti itu. Terus saya nggak nggak tau apa-apa itu juga diikut-

ikutkan mbak, “L barang kui melu-melu”, kan gitu. Wuih saya kok juga keno??. Terus saya mau protesm, mau

ngomong Bapak langsung, Bapak mertua langsung nyegat gitu, “wis wis

wis wis”, seperti itu. Nah dari itu pengalaman itu, saya pengennya itu lari saya dari rumah mbak, sama istri

itu

PEMBAHASAN

Seperti yang telah dijelaskan di awal bahwa salah satu penentu keberhasilan

sebuah pernikahan adalah kepuasan pernikahan. Fowers dan Olson (1989; 1993)

mengemukakan bahwa kepuasan pernikahan merupakan sebuah evaluasi menyeluruh

mengenai kehidupan pernikahan yang dijalaninya. Kepuasan pernikahan sendiri dapat

dilihat melalui beberapa area-area dalam kehidupan rumah tangga, yaitu komunikasi,

Page 33: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

27

kegiatan di waktu luang, orientasi keagamaan, penyelesaian konflik, pengelolaan

keuangan, hubungan seksual, keluarga dan teman, anak dan pengasuhan anak,

kepribadian, dan kesetaraan peran.

Setiap pasangan tentunya memiliki pola komunikasi yang berbeda-beda. Pola

komunikasi yang terbuka menjadi pilihan bagi pasangan dalam mengungkapkan seluruh

keinginan mereka kepada pasangannya. Mereka berusaha untuk menceritakan apapun

yang terjadi pada dirinya dan jujur mengenai apa yang mereka rasakan, termasuk

mengenai anak yang hingga saat ini masih belum juga hadir di tengah-tengah keluarga.

Dengan begitu secara tidak langsung mereka menjaga kepercayaan yang diberikan oleh

pasangannya masing-masing. Pola komunikasi yang terbuka ini ternyata mampu untuk

membantu mencari solusi dalam permasalahan yang dimiliki oleh pasangan. Dengan

pola komunikasi ini, mereka dengan bebas dapat mengutarakan kekecewaan,

kemarahan, perasaan tidak enak, bahkan permintaan maaf bagi pasangan yang

menyadari akan kesalahan yang dibuatnya. Dengan demikian, masalah yang ada tidak

berkembang menjadi besar dan tidak berlarut-larut. Hal ini sesuai dengan apa yang

diungkapkan Broderick, Carlfred dan Smith (dalam Hidayah & Hadjam, 2006) bahwa

komunikasi dalam perkawinan yang memuaskan adalah komunikasi yang mengandung

unsur keterbukaan, kejujuran, saling percaya, empatik, dan mendengarkan secara aktif.

Setelah pasangan-pasangan ini memutuskan untuk menikah, prioritas hidup

mereka pun berubah dan cenderung lebih memperhatikan keluarga kecil mereka sendiri.

Waktu dan intensitas kebersamaan dengan keluarga besar mereka masing-masing pun

otomatis mulai berkurang. Mereka juga harus mengagihkan waktu untuk menjalin

kebersamaan dengan keluarga mereka agar dapat diterima sepenuhnya oleh keluarga

pasangan. Hal yang sama juga terjadi pada relasi pertemanan pada masing-masing

Page 34: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

28

pasangan. Mereka mulai mengurangi kebersamaan yang biasa mereka lakukan sebelum

mereka menikah. apabila sedang ingin berkumpul dengan teman-teman, mereka lebih

memilih untuk mengajak teman-temannya ke rumah agar dapat diperkenalkan juga

kepada pasangan mereka. Akan tetapi ada pula pasangan yang lebih memilih untuk

menghindari pertemuan dengan teman-temannya karena kondisi rumah tangga yang

dirasa masih belum cukup baik terlebih dengan belum hadirnya anak di dalam keluarga

mereka yang membuat mereka cemas akan komentar-komentar negatif yang akan

diterima dari teman-teman mereka.

Kebersamaan dengan teman maupun keluarga juga dilakukan saat pasangan

memiliki waktu luang. Mereka terkadang bepergian bersama untuk mengurangi

kejenuhan setelah melakukan rutinitas pekerjaan dan di sisi lain berpergian bersama

keluarga maupun teman juga dapat mengobati sedikit rasa rindu para pasangan yang

belum memiliki anak. Meskipun demikian, pasangan-pasangan ini juga tetap menyadari

bahwa ada saatnya mereka harus mengagihkan waktu khusus bagi pasangan mereka

untuk membicarakan hal-hal terkait dengan keluarga kecil mereka sekaligus untuk

meningkatkan kualitas hubungan suami istri dalam rumah tangga. Pembicaraan

mengenai anak juga selalu ada saat pasangan menghabiskan waktu berdua. Mereka

membicarakan angan-angan mereka ketika memiliki anak, kebahagiaan saat mereka

akhirnya bisa menimang seorang anak, kesedihan yang dirasakan pasangan ini sadar

bahwa pada kenyataannya mereka belum diberikan keturunan, hingga penyesalan yang

ada dalam hati pasangan yang mengalami keguguran.

Pembicaraan mengenai anak juga muncul saat pasangan ini bepergian berdua

kemudian melihat ada pasangan lain yang bepergian bersama dengan anaknya.

Pemandangan seperti ini menimbulkan kecemburuan bagi pasangan yang belum

Page 35: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

29

memiliki anak. Tak heran jika suasana bahagia yang dirasakan oleh pasangan saat

menghabiskan waktu berdua berubah menjadi suasana sedih saat melihat pasangan lain

dapat menghabiskan waktu bersama dengan anaknya. Mereka pun sangat ingin

merasakan kebahagiaan seperti yang pasangan lain rasakan. Namun pada akhirnya

mereka berusaha untuk bersabar dalam menghadapi rasa sakit yang mereka rasakan

tersebut.

Faktor lain yang mempengaruhi kepuasan pernikahan adalah orientasi

keagamaan dari pasangan selama menjalani kehidupan pernikahan. Pasangan yang

saling mendukung dan saling mengingatkan dalam menjalankan kewajiban beragama

ternyata berpengaruh pada sikap dan perilaku pasangan dalam rumah tangga. Bagi

pasangan yang mengikuti kegiatan kerohanian yang ada di agama mereka akan tumbuh

menjadi pasangan yang lebih menyadari peran mereka baik sebagai seorang istri

maupun suami serta mencoba untuk peka terhadap apa yang menjadi kebutuhan dari

pasangan mereka. Ajaran agama yang mereka anut juga mempengaruhi sikap pasangan

saat memiliki masalah. Mereka dapat lebih sabar dan tenang saat menyampaikan

masalah yang terjadi kepada pasangan mereka serta pada saat mencari solusi bagi

permasalahan mereka tersebut. Selain itu kegiatan tersebut juga ternyata membantu

mereka dalam menerima dan ikhlas dalam menghadapi kenyataan bahwa dalam

keluarga mereka belum dikaruniai momongan melalui ilustrasi dari tokoh-tokoh Agama

yang mereka anut. Hal ini menjadi kekuatan tersendiri bagi pasangan untuk terus

berusaha dan berserah pada Yang Maha Kuasa. Menurut Landis & Landis (dalam

Wahyuningsih, 2002), tingkat religiusitas dalam pernikahan dapat mempengaruhi pola

pikir dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam menjalani kehidupan

pernikahan.

Page 36: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

30

Berbeda dengan kegiatan keagamaan yang dilakukan secara bersama-sama,

dalam hal pengelolaan keuangan ternyata para istri memegang peran yang lebih besar.

Seluruh penghasilan yang ada di dalam rumah tangga diserahkan kepada istri dan istri

yang mengelolanya. Namun hal tersebut bukan berarti bahwa sang istri menguasai

keuangan keluarga, akan tetapi suami pun masih diperbolehkan untuk menggunakan

uang keluarga asalkan digunakan untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk

kesenangan pribadi. Bagi pasangan yang memiliki tingkat ekonomi di atas rata-rata

lebih fleksibel dalam menggunakan uang, sedangkan bagi pasangan yang memiliki

penghasilan rendah harus lebih berhati-hati dalam menggunakan uang dan tidak bisa

sembarangan dalam membeli barang.

Pasangan berpenghasilan rendah harus membeli kebutuhan berdasarkan

kebutuhan, bukan lagi berdasarkan keinginan sendiri. Pahl dalam Parrota dan Johnson

(1998) mengemukakan bahwa bagi pasangan dengan penghasilan rendah, pengelolaan

keuangan akan terasa jauh lebih penting dan sulit sebab membutuhkan keterampilan

yang lebih baik. Pasangan berpenghasilan rendah juga rentan terhadap fenomena

“berhutang”. Selain untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, hutang tersebut juga

digunakan untuk memacu diri agar lebih giat bekerja. Hutang tersebut nyatanya tidak

mempengaruhi kepuasan mereka terhadap penghasilan yang diperoleh setiap harinya.

Hal ini bertolak belakang dengan penelitian dari Olson-Sigg (dalam Skogrand, Johnson,

Horrocks & DeFrain, 2010) bahwa hutang merupakan hal yang menghalangi

tercapainya kepuasan pernikahan Meskipun belum dikaruniai anak, namun pasangan-

pasangan yang memutuskan menikah tentunya telah mempersiapkan tabungan dalam

bentuk uang maupun investasi dalam bentuk bangunan bagi masa depan anaknya kelak.

Semua itu mereka lakukan agar masa depan anak mereka kelak akan terjamin.

Page 37: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

31

Dalam hal kebutuhan seksual, pasangan suami istri merasa cukup puas dengan

kehidupan seksual yang selama ini mereka jalani. Hanya saja terkadang mereka merasa

putus asa sehingga kurang bergairah dalam melakukan hubungan seksual karena selama

ini pasangan belum juga berhasil memberikan keturunan bagi keluarga mereka. Mereka

juga tidak memaksakan kehendak mereka saat pasangannya sedang tidak ingin

melakukan hubungan seksual. Mereka mencoba untuk memahami keadaan satu sama

lain karena masing-masing dari mereka menyadari bahwa hubungan seksual akan

berjalan dengan baik saat keduanya berada dalam keadaan yang nyaman dan kondisi

fisik yang fit.

Pemahaman seperti ini juga mereka terapkan dalam menyikapi sifat dan

kebiasaan yang dimiliki oleh pasangan masing-masing. Mereka mencoba untuk saling

memahami dan menerima kelebihan serta kekurangan pasangannya tanpa adanya

tuntutan yang bersifat memaksa pasangan untuk mengubah sifat dan kebiasaan buruk

mereka dalam jangka waktu singkat. Masing-masing dari mereka berusaha jujur pada

pasangannya bahwa mereka kurang nyaman dengan kebiasaan pasangan yang kurang

baik dan berharap agar pasangannya tersebut berkenan untuk mengurangi kebiasaan

buruknya serta berusaha agar dapat menghilangkannya seiring dengan berjalannya

waktu. Namun pada kenyataannya memang sulit untuk bertoleransi terhadap kebiasaan

buruk pasangan, sehingga tidak dapat dipungkiri kemarahanlah yang pada akhirnya

muncul saat pasangan masih terus dan terus melakukan kebiasaan buruk tersebut.

Hal yang berbeda justru terjadi dalam pembagian tugas dan peran suami istri

dalam rumah tangga. Masing-masing dari pasangan berusaha untuk mampu

menjalankan dengan baik peran mereka, baik sebagai istri maupun sebagai suami. Akan

tetapi, ketika salah satu dari suami maupun istri sedang berhalangan untuk

Page 38: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

32

melaksanakan perannya, pasangannya pun dengan senang hati membantu bahkan

menggantikan peran tersebut. tidak ada rasa gengsi atau malu dalam hati mereka, karena

mereka berpikir bahwa hal itu adalah kewajiban bersama yang bisa dilakukan oleh

siapapun dalam rumah tangga. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Yoger dan

Brecht (dalam Hidayah & Hadjam, 2006) bahwa kepuasan pernikahan pada isteri

dipengaruhi oleh keterlibatan suami dalam membantu tugas-tugas rumah tangga,

sementara kepuasan pernikahan pada suami dihubungkan dengan kesadaran istri untuk

mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang lebih banyak dibandingkan suami. Dalam

rumah tangga, peran yang ada tidak hanya berkisar anatar peran sebagai suami istri,

tetapi juga sebagai ayah dan ibu. Namun dengan belum hadirnya anak dalam keluarga,

pasangan belum bisa menikmati peran sebagai ayah dan ibu. Ada pasangan yang dapat

mengalihkan rasa rindu mereka untuk menikmati peran sebagai ayah dan ibu dengan

bepergian bersama sekaligus melampiaskan kasih sayang kepada keponakan mereka,

akan tetapi ada juga pasangan yang lebih memilih bepergian berdua untuk mengalihkan

keinginan kuat mereka untuk menjadi ayah dan ibu yang belum tercapai.

Setiap pernikahan tentunya tidak lepas dari adanya konflik dalam rumah tangga,

entah yang disebabkan oleh suami, istri, keluarga, maupun orang lain yang ada di

sekeliling pasangan. Penyebab konflik dalam rumah tangga pasangan disebabkan oleh

beberapa faktor. Pertama, adanya konflik antara menantu dan mertua yang mungkin

sering terjadi karena menantu dan mertua masih tinggal dalam satu lingkungan yang

sama. Perbedaan sifat dan karakter antara menantu dan mertua pun juga dapat menjadi

pemicu konflik dalam rumah tangga. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh

Koentjaraningrat (1984) bahwa apabila seorang istri tinggal di rumah pihak suami maka

Page 39: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

33

kemungkinan timbulnya persengketaan dengan mertua akan lebih besar karena

bentrokan di antara keduanya biasanya berkitan dengan masalah rumah tangga.

Kedua, masalah yang muncul melalui ucapan atau kata-kata dari keluarga

maupun orang lain mengenai keadaan keluarga pasangan yang belum memiliki anak

dan/atau memiliki kondisi ekonomi yang belum cukup baik. Kemudian masalah anak

yang belum kunjung hadir dalam kehidupan rumah tangga menjadi suatu masalah yang

sensitif dan dapat menimbulkan masalah baru bagi pasangan suami istri. Belum

hadirnya anak sering dikait-kaitkan dengan masalah lain yang terjadi dalam keluarga,

misalkan masalah tentang keadaan ekonomi yang hingga saat ini belum juga menjadi

alasan mengapa hingga saat ini pasangan belum dikaruniai anak. Griel (dalam Hidayah,

n.d) mengungkapkan bahwa ketidakhadiran anak akan meningkatkan ketegangan dalam

pernikahan.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa pasangan suami istri yang belum memiliki anak merasakan

kepuasan dalam menjalani kehidupan pernikahan mereka berdasarkan area-area

pernikahan yang dikemukakan oleh Fowers dan Olson (1989; 1993), akan tetapi mereka

tetap merasa bahwa kehidupan rumah tangganya belumlah lengkap tanpa kehadiran

seorang anak di tengah-tengah mereka. Dari segi komunikasi, pasangan menggunakan

pola komunikasi terbuka untuk mengungkapkan apapun yang ingin mereka sampaikan

kepada pasangan mereka, termasuk konflik yang yang sedang terjadi di antara mereka.

Ketika pasangan memiliki waktu senggang, mereka menghabiskan waktu luang

tersebut dengan keluarga, teman, dan tentunya mengagihkan waktu hanya berdua

dengan pasangannya. Termasuk juga pada saat menjalankan kegiatan keagamaan,

Page 40: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

34

mereka juga melakukannya berdua dengan pasangan mereka. Pendalaman agama diakui

oleh pasangan mampu untuk meningkatkan penerimaan mereka dalam menghadapi

kenyataan belum hadirnya anak di tengah keluarga mereka. Dalam hal pengelolaan

keuangan, pasangan mengaku bahwa seluruh penghasilan yang ada diserahkan kepada

istri namun ketika sang suami sedang membutuhkan dana, para suami ini mempunyai

hak untuk meminta kepada istri mereka. Namun pada kenyataannya, ada pasangan yang

harus berurusan dengan hutang piutang untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Meskipun masih sering menghabiskan waktu bersama, namun intensitas

pertemuan antara pasangan dengan keluarga maupun dengan teman-temannya mulai

berkurang setelah pasangan ini memutuskan untuk menikah. Setiap pasangan menikah

pun pasti telah merencanakan kehadiran anak dalam rumah tangga mereka. Namun

ketika anak tersebut tak kunjung hadir, tentunya hal ini menjadi kerinduan tersendiri

bagi pasangan. Rasa rindu dan keinginan akan hadirnya anak menjadi semakin kuat saat

pasangan melihat pasangan lain menghabiskan waktu bersama anaknya. Belum

hadirnya anak ternyata juga berpengaruh terhadap kehidupan seksual dari pasangan.

Ada pasangan yang tetap puas dengan kehidupan seksualnya, namun ada juga pasangan

yang mengaku menjadi kurang bergairah dalam melakukan hubungan seksual karena

hingga saat ini belum berhasil memberikan keturunan bagi keluarga mereka.

Sifat maupun kebiasaan masing-masing individu yang tidak sesuai seringkali

memicu perselisihan di antara pasangan suami istri. Akan tetapi dalam kehidupan

berumah tangga, masing-masing individu selalu berusaha untuk dapat menjalankan

peran mereka dengan baik, entah peran sebagai istri maupun suami. Selama pernikahan,

konflik yang terkadang terjadi antara pasangan dengan mertuanya ternyata juga

Page 41: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

35

membawa pengaruh terhadap hubungan menantu dan mertua, dan tentunya berpengaruh

terhadap kepuasan pernikahan pasangan.

Setelah melakukan penelitian ini, peneliti ingin memberikan saran kepada

peneliti selanjutnya agar dapat meneliti secara lebih mendalam mengenai konflik

menantu-mertua dalam kaitannya dengan kepuasaan pernikahan. Peneliti melihat

adanya pengaruh antara konflik yang terjadi yang berkaitan dengan relasi mertua dan

menantu dengan kepuasan pernikahan yang diraakan oleh pasangan suami istri namun

belum tergali secara mendalam dalam penelitian ini.

Bagi partisipan penelitian, peneliti berharap partisipan mampu untuk

meningkatkan penerimaan terhadap kenyataan bahwa keluarga mereka belum dipercaya

untuk dititipkan seorang anak. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan

meningkatkan iman mereka kepada Tuhan. Pengelolaan ekonomi dalam keluarga juga

perlu untuk diperhatikan agar tidak lagi terlibat hutang. Selain itu, mengingat usia

partisipan khususnya partisipan pertama yang hampir mendekati usia menopause,

harapan untuk memiliki anak pun menjadi semakin kecil. Oleh karena itu, perlu adanya

kesiapan mental yang lebih untuk dapat menerima kenyataan ini. Hal lain yang masih

perlu ditingkatkan adalah penerimaan terhadap sifat dan kebiasaan buruk pasangan.

Masing-masing partisipan harus lebih bersabar dalam menghadapi kebisaaan

pasangannya agar dapat meminimalisir konflik yang terjadi karena hal tersebut.

Keluarga dan orang-orang terdekat partisipan juga diharapkan untuk terus memberikan

dukungannya bagi pasangan yang belum memiliki anak agar mereka tidak merasa

sendirian dalam menghadapi kenyataan tersebut.

Page 42: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

36

DAFTAR PUSTAKA

Alam, S. & Hadibroto, I. (2007). Infertil. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Ardhianita,I. & Andayani,B. (n.d). Kepuasan pernikahan ditinjau dari berpacaran dan

tidak berpacaran. Jurnal Psikologi, Volume 32 No.2, 101-111

Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian. (1974). Undang-undang

Republik Indonesia No. 1 tentang Perkawinan. Jakarta: BP4 Pusat

Datta, M., Randall, L., Holmes, N., dan Karunaharan, N., (2010). Rujukan cepat obstetri

& ginekologi. Alihbahasa : Priliono, T., Jakarta : EGC

Fowers, B.J. dan Olson, D.H. (1989). ENRICH marital inventory: A discriminant

validity and cross-validity assessment. Journal of Marital and Family Therapy, 15

(1), 65-79.

Fowers, B.J. & Olson, D.H. (1993). ENRICH marital satisfaction scale: A brief research

and clinical tool. Journal of Family Psychology, 7 (2), 176-185.

Henslin, J.M. & Miller, B.C. (1985). Marriage and family in a changing society. New

York : McMillan, Inc.

Hidayah,N.& Hadjam, N.R. (2006). Perbedaan kepuasan perkawinan antara wanita

yang mengalami infertilitas primer dan infertilitas sekunder. Humanitas;

Indonesian Psychological Journal, Volume 3,7-17.

Hidayah,N.(t.t). Nilai anak, stres infertilitas, dan kepuasan perkawinan pada wanita

yang mengalami infertilitas. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Ahmad

Dahlan

Koentjaraningrat. (1984). Kebudayaan Jawa. Jakarta : PN Balai Pustaka

Newman & Newman. (2006). Development through life. A psychological approach.

USA: Thomson Wadsworth

Olson, D.H, (2003). Marriages and Families Strengths 7th ed. New York: McGraw-Hill

Parrota, J.L. & Johnson, P.J. (1998).The impact of financial attitudes and knowledge on

financial management and satisfaction of recently married individuals.Financial

Counseling and Planning, 9 (2), 59-75. Retrieved from

http://www.afcpe.org/assets/pdf/vol927.pdf tanggal 10 Januari 2015

Peterson, B. D., Newton, C. R., dan Rosen, K. H. (2003). Family Process. Spring

Poerwandari, E. K. (2007). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia

(Edisi 3). Depok: LPSP3

Page 43: Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Belum Memiliki Anakrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8738/2/T1_802009013_Full... · tengah gencarnya pencanangan program pembatasan kelahiran

37

Santrock, J.W. (2002). Life-span development Jilid2.(Edisi ke-5).AlihBahasa:

Damanik,J. &Chusairi, A. Jakarta:Erlangga

Skogrand, L., Johnson, A.C., Horrocks, A.M. & DeFrain, J. (2010). Financial

management practices of couples with great marriages. Journal Family Economy

Issue, 32,27-35. DOI: 10.1007/s10834-101-9195-2. Diakses tanggal 17 Desember

2014

Sugiharto,G. (2005). Infertilitas. http:

//www.mailarcieve.com/[email protected]/msg00013.html

Taher, A. (2007). Pria sebagai penyebab sulit punya anak .

http://www.kompas.com/kompascetak/ 0208/04/keluarga/pres21.html. Diakses

tanggal 20 Desember 2013

Ummi Edisi 5/XV/2003. Sabar Menanti Si Buah Hati

Wahyuningsih, H. (2002). Perkawinan: arti penting pola dan tipe penyesuaian antar

pasangan. PSIKOLOGIKA : No. 14 Vol. VII, 14-24. Yogyakarta: Universitas

Islam Indonesia

Wismanto, Y. B. 2004. Kepuasan perkawinan ditinjau dari komitmen perkawinan,

penyesuaian diadik, kesediaan berkorban, kesetaraan pertukaran dan persepsi terhadap

perilaku pasangan. Disertasi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM