Kepribadian menurut teori Barat

22
Bentuk Kepribadian Dilihat dari Teori Islam atau Teori Timur I. Contoh Kasus Dari hasil wawancara yang telah dilakukan, diketahui bahwa subjek merasa sangat terganggu dengan sifat kurang percaya dirinya itu. Subjek sebenarnya juga merasa bingung mengapa subjek menjadi kurang percaya diri, padahal saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Pertama, subjek adalah murid yang dikenal sangat aktif dan disayang sama guru-gurunya dulu. Tetapi, saat subjek memasuki bangku Sekolah Menengah Atas, subjek berubah menjadi sosok yang pendiam, jarang bertanya di kelas, susah bergaul, tidak lagi menjadi murid yang berprestasi , dan tidak menjadi murid yang disayang oleh guru-gurunya. Akibatnya, saat duduk di bangku SMA, nilai-nilai subjek banyak yang turun. Memang diakui subjek, lingkungan sekolah antara SD, SMP, dan SMA sangat berbeda. Saat SD dan SMP, subjek memilih untuk bersekolah di lingkungan rumahnya. Sehingga, subjek tidak terlalu kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungannya itu, karena subjek sudah banyak mengenal teman-teman satu kelas subjek. 1

Transcript of Kepribadian menurut teori Barat

Page 1: Kepribadian menurut teori Barat

Bentuk Kepribadian

Dilihat dari Teori Islam atau Teori Timur

I. Contoh Kasus

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan, diketahui bahwa subjek

merasa sangat terganggu dengan sifat kurang percaya dirinya itu. Subjek

sebenarnya juga merasa bingung mengapa subjek menjadi kurang percaya diri,

padahal saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah

Pertama, subjek adalah murid yang dikenal sangat aktif dan disayang sama

guru-gurunya dulu.

Tetapi, saat subjek memasuki bangku Sekolah Menengah Atas, subjek

berubah menjadi sosok yang pendiam, jarang bertanya di kelas, susah bergaul,

tidak lagi menjadi murid yang berprestasi , dan tidak menjadi murid yang

disayang oleh guru-gurunya. Akibatnya, saat duduk di bangku SMA, nilai-

nilai subjek banyak yang turun.

Memang diakui subjek, lingkungan sekolah antara SD, SMP, dan SMA

sangat berbeda. Saat SD dan SMP, subjek memilih untuk bersekolah di

lingkungan rumahnya. Sehingga, subjek tidak terlalu kesulitan untuk

beradaptasi dengan lingkungannya itu, karena subjek sudah banyak mengenal

teman-teman satu kelas subjek.

Baru, saat memasuki dunia SMA, subjek harus melakukan sedikit

adaptasi karena subjek memilih untuk bersekolah di luar lingkungan rumah

subjek. Di lingkungan SMA, subjek menemukan banyak hal-hal yang baru.

Subjek menemukan banyak perbedaan saat sekolah di lingkungan rumah

subjek dengan di luar lingkungan rumah subjek.

Saat SMA, kebanyakan teman-teman subjek berasal dari SMP yang

berbeda dengan subjek, sehingga subjek memerlukan sedikit adaptasi lagi

untuk memahami kepribadian dari teman-temannya. Adaptasi ini, sedikit

banyak berpengaruh juga terhadap cara bergaul subjek. Subjek merasa nyaman

dengan orang-orang yang kepribadiannya hampir sama bahkan sama dengan

subjek. Ini terbukti bahwa hampir semua teman-teman subjek merupakan

siswa yang tidak aktif di kelas, pendiam, kurang percaya diri dengan

kemampuannya.

1

Page 2: Kepribadian menurut teori Barat

Memasuki dunia perkuliahan, subjek merasa sifat kurang percaya

dirinya ini semakin bertambah. Subjek menjadi semakin tidak aktif di kelas,

sering duduk di belakang, sulit untuk berbicara di depan kelas, sulit untuk

memulai sebuah hubungan pertemanan baru, masih suka berkelompok dengan

teman-teman yang kepribadiannya juga sama dengan subjek. Karena sifatnya

yang tidak berubah ini, subjek juga harus kembali menjadi mahasiswa yang

tidak dikenal sama dosen dan semakin sulit untuk mengeluarkan pendapatnya.

Sebenarnya, subjek juga sadar bahwa sifatnya ini sangat mengganggu

bahkan bisa menghambat masa depannya. Subjek juga tahu, bahwa seharusnya

masa kuliah adalah masa yang paling baik untuk menambah teman baru guna

memperluas relasi bila nanti subjek sudah lulus kuliah dan memasuki dunia

kerja. Tapi, subjek juga tidak bisa bila harus seketika mengubah sifatnya ini

dengan instant,karena semua yang ada di dunia ini butuh proses. Dan subjek

akan terus berusaha untuk menghilangkan sifat kurang percaya dirinya ini

sedikit demi sedikit.

II. Dasar Teori

Dalam Abhidhamma kata “kepribadian” serupa dengan konsep atta,

atau diri (self) menurut konsep barat. Menurut Abhidhamma tidak ada diri

yang bersifat kekal atau abadi, benar-benar kekal, yang ada hanyalah

sekumpulan proses impersonal yang timbul dan menghilang. Yang nampak

sebagai pribadi terbentuk dari perpaduan antara proses-proses impersonal ini.

Apa yang nampak sebagai diri, tidak lain adalah bagian keseluruhan jumlah

bagian-bagian tubuh yakni pikiran, penginderaan, hawa nafsu dan sebagainya.

Satu-satunya benang dalan jiwa adalah bhava, yakni kesinambungan

kesadaran dari waktu ke waktu.

Setiap momen yang berturut-turut dalam kesadaran manusia, dibentuk

oleh momen sebelumnya, dan pada gilirannya akan menentukan momen-

momen yang berikutnya. Bhavalah yang menghubungkan momen kesadaran

yang satu dengan momen kesadaran berikutnya. Jadi semua proses kejiwaaan

manusia itu berkesinambungan.

2

Page 3: Kepribadian menurut teori Barat

Dhamma sama dengan energi unsur yang dengan gerak dan kombinasi-

kombinasinya memberi daya bangkit pada proses-proses yang ada. Adapun

susunannya yakni:

1. Kumpulan proses kegiatan badan yang digerakkan oleh dhamma-

dhamma dari telinga, mata, hidung, lidah, kulit, serta dhamma-

dhamma pelengkap dari warna suara, bau, rasa, dan daya tahan.

2. Kumpulan-kumpulan indrawi (vedana)

3. Proses pembentuk persepsi

4. Proses pembentuk naluri sadar dan tak sadar untuk bertindak

(sankhara), terbagi dalam:

a) Unsur-unsur penyusun aktivitas batin dalam kesadaran: perasaan,

persepsi, kehendak, sensasi langsung, keinginan, pengertian,

kecendurangan, dan konsentrasi.

b) Unsur-unsur yang menyusun keutamaan: iman, keberanian, kesopanan,

rasa muak akan hal-hal yang tidak baik, sikap tidak loba, tidak benci,

sabar, dan nalar.

c) Pembentuk cacat kelemahan: keras kepala, keraguan, kecerobohan,

kemarahan, kemunafikan, iri hati, cemburu, pembohong, menipu,

benci, dan sombong.

5. Kumpulan kegiatan-kegiatan kesadaran dibagi dalam unsur-unsur atau

dhamma yang bertanggung jawab atas tiga kategori kesadaran:

kesadaran murni, tidak murni, dan tidak jelas murni atau tidak. Semua

tiga kategori kesadaran ini meliputi 89 unsur-unsur utama dhamma,

yang bila dikaitkan dengan macam-macam kumpulan proses

pembentuk sankhara.

Model abhidamma untuk tipe-tipe kepibadian secara langsung

diturunkan dari prinsip bahwa faktor-faktor jiwa muncul dalam kekuatan yang

berbeda-beda. Apabila jiwa seseorang tetap dikuasai oleh suatu faktor, maka

hal ini akan menentukan kepribadian, motif-motif dan tingkah lakunya.

Keunikan pola-pola faktor-faktor jiwa setiap orang menimbulkan perbedaan

individual dalam kepribadian melampaui kategori-kategori kasar tipe-tipe

pokok kepribadian. Seseorang yang dikuasai oleh delusi merupakan suatu tipe

kepribadian yang agak lumrah, atau sama seperti pendengki yang dikuasai

oleh kemuakan, dan budak nafsu yang dikuasai oleh ketamakan. Suatu tipe

3

Page 4: Kepribadian menurut teori Barat

yang lebih positif adalah orang yang cerdas, ditandai oleh sikap penuh hati-

hati dan pemahaman yang kuat.

Pandangan Abhidamma tentang motivasi pada manusia berasal dari

analisanya tentang faktor-faktor jiwa dan pengaruh dari faktor-faktor tersebut

pada tingkah laku. Keadaan jiwa seseoranglah yang menggerakkannya untuk

mencari sesuatu dan menjauhi lainnya, keadaan-keadaan jiwannya

membimbing setiap perbuatannya. Apabila jiwa dikuasai oleh ketamakan,

maka ini akan menjadi motif yang menonjol, dan orang akan bertingkah laku

sesuai motif tersebut, berusaha mendapatkan objek ketamakannya. Apabila

egoisme yang merupakan suatu faktor yang kuat, maka orang tersebut akan

bertindak dengan cara-cara yang serba meningkatkan dirinya. Dalam arti ini,

setiap tipe kepribadian merupakan tipe motivasi juga.

Vhisuddimagga (Budhaggosa 1976), sebuah buku pegangan bagi

meditator yang didasarkan pada Abhidhamma dan berasal dari abad V M,

menyediakan satu bagian untuk mengenali kepribadian karena setiap macam

orang harus diperlakukan dengan cara yang sesuai dengan sifat-sifatnya. Salah

satu metode untuk meneliti kepribadian adalah mengamati dengan seksama

cara orang berdiri dan bergerak. Misalnya orang yang kuat nafsunya atau

senang dalam kenikmatan, angggun jalannya; orang yang penuh kebencian

suka menyeret kakinya kalau berjalan, orang yang dikuasai oleh delusi cepat

langkahnya bila berjalan. Contoh petunjuk untuk melakukan analisis ini

berbunyi sebagai berikut

“ orang yang kuat nafsunya, jejak kakinya terbelah tengah. Orang yang

tidak ramah jejak kakinya membentuk garis kebelakang, jejak kaki orang yang

dikuasai oleh delusi kelihatan terburu-buru titampakkan………………….”

Selanjutnya dikatakan bahwa Budhha meninggalkan jejak kaki yang rata

secara sempurna karena jiwanya tenang sedangkan badanya pun seimbang.

Penulis Visuddhimagga mengakui bahwa setiap detil kehidupan

merupakan petunjuk watak; buku pedoman dari abad V ini memberikan suatu

profil tingkah laku yang sangat lengkap tentang setiap tipe kepribadian.

1. Orang suka kenikmatan (sensual)

Berpenampilan menarik, sopan, dan menjawab dengan hormat kalau

disapa. Kalau tidur mengatur tempat tidurnya, membaringkan tubuhnya

4

Page 5: Kepribadian menurut teori Barat

dengan hati-hati, ketika tidur tidak banyak bergerak. Melakukan tugas-

tugasnya dengan seni; menyapu dengan ayun-ayunannya yang halus dan

teratur, malakukan tugas-tugasnya dengan seksama. Pada umumnya mereka

merupakan pekerja yang terampil, halus, rapi, sangat berhati-hati. Mereka

berpakaian rapi dan bagus.

Apabila makan mereka menyukai makanan yang empuk yang manis

dan dimasak sampai matang dan disajikan dengan cara yang mewah; mereka

makan dengan perlahan-lahan, sedikit-sedikit, dan sangat menikmati cita rasa.

Kalau melihat objek yang menyenangkan, mereka akan berhenti untuk

mengaguminya dan terpesona oleh keindahannya dan tidak akan

memperhatikan kekurangannya. Mereka akan meninggalkan objek semacam

itu dengan rasa sesal. Akan tetapi segi negatifnya mereka suka berlagak,

menipu, sombong, tamak, tidak mudah puas, penuh nafsu, dan sembrono.

2. Orang yang penuh kebencian

Berdiri dengan kaku, membereskan tempat tidur secara serampangan

dan tergesa gesa, tidur dengan badan tegang dan marah kalau dibangunkan.

Apabila bekerja kasar dan sembrono ; apabila menyapu berbunyi keras dan

gaduh.

Pakaian ketat dan tidak rapi. Menyukai makanan yang pedas dan asam:

makan dengan tergesa-gesa tanpa memperhatikan cita rasa, mereka tidak

menyukai rasa yang hambar. Tidak tertarik pada objek-objek yang indah,

memperhatikan kekurangan-kerkuangan kecil apapun, sementara mengabaikan

kebaikan-kebaikannya. Sering marah, penuh kebencian,tidak mau

menunjukkan rasa terima kasih, mudah iri hati, dan kikir.

3. Berada diantara kedua tipe diatas

Orang yang dikuasai delusi berdiri dengan seenaknya. Tempat tidur

tidak rapi, tidur terlentang,bangun dengan lamban dan menggerutu penuh

keluh kesah. Sebagai pekerja mereka tidak terampil dan jorok, menyapu

dengan kaku dan serampangan, tidak bersih. Pakaian kedodoran dan tidak

5

Page 6: Kepribadian menurut teori Barat

rapi. Pemakan yang ceroboh, memasukan suapan yang besar-besar kemulut,

dan mengotori muka dengan makanan.

Tidak mempunyai ide apakah suatu objek bagus atau tidak selalu

percaya dengan apa yang dikatakan orang lain lantas ikut memuji dan

mencelanya. Kelihatan malas dan kaku, pikiran mudah kacau, mudah

menyesal dan bingung, keras kepala, dan bandel.

Faktor yang tidak sehat sentral, yakni delusi, adalah bersifat

perseptual: delusi (moha) didefinisikan sebagai kegelapan jiwa yang

menyebabkan persepsi salah tentang objek kesadaran. Dalam Abhidama

delusi dilihat sebagai ketidaktahuan dasar yang merupakan sumber utama

pendertiaan manusia. Persepsi yang salah tentang sifat sebenarnya dari hal-hal

ini adalah ketidakmampuan melihat dengan jelas, tanpa prasangka atau bias

apapun merupakan inti dari keadaan jiwa yang tidak sehat. Delusi

menyebabkan “pandangan yang salah “ atau pemahaman yang tidak tepat

(aditthi). Pandangan yang salah berarti menempatkan sesuatu pada kategori

yang salah atau miss kategorisasi.

Contoh bagaimana bekerjanya faktor-faktor ini adalah pada kasus

orang yang menderita paranoid, yang secara keliru mempersepsikan orang lain

sebagai sesuatu yang mengancam, padahal sesungguhnya sama sekali tidak

berniat jahat, karenanya mengkategorikan orang lain itu sebagai anggota

komplotan khyalan itu untuk melawan dirinya. Buddha berpandangan bahwa

apabila jiwa seseorang telah dikuasai oleh pandangan yang salah, apa saja

yang mungkin ingin dilakukan atau dicita-citakan hanya akan “mengarahkan

pada suatu keadaan yang tidak diinginkan, tidak menyenangkan, tidak

mengenakkan pada kesengsaraan dan penderitaan “(Angutara Nikkaya, 1975,

I, Hlm. 23).

Diantara pandangan-pandangan salah yang dikecam secara eksplisit

oleh Buddha adalah suatu asumsi umum terdapat dalam teori kepribadian

barat, tetapnya terdapat diri atau ego yang bersifat tetap. Dalam Abhhidhama

tidak ada diri sebagai diri, melainkan “suatu proses gejala fisik dan jiwa yang

menenggelamkan aku yang timbul dan segera hilang lagi secara terus

menerus” (Nyanatiloka 1972,hlm 25).

6

Page 7: Kepribadian menurut teori Barat

Kebingungan (vicikiccha), mencerminkan ketidakmampuan untuk

menentukan atau membuat suatu keputusan yang tepat. Apabila faktor ini

menguasai jiwa seseorang, maka ia berada dalam kebimbangan, dan pada

akhirnya dapat menjadi lumpuh. Faktor-faktor kognitif lain yang tidak sehat

adalah sikap tidak tahu malu (ahirika) dan tanpa belas kasihan (anattapa);

sikap-sikap ini menyebabkan seseorang tidak menghiraukan pendapat orang-

orang lain dan norma yang tertanam dalam dirinya sendiri. Apabila faktor-

faktor ini menonjol maka seseorang akan melihat perbuatan-perbuatan jahat

tanpa penyesalan dan dengan demikian orang cenderung berperilaku buruk.

Memang faktor-faktor ini merupakan prasyarat bagi keadaan jiwa yang

mendasari setiap perbuatan jahat.

Faktor tidak sehat lainnya yang dapat meenimbulkan kejahatan adalah

egoisme (mana). Sikap mementingkan diri sendiri ini menyebabkan orang

melihat objek semata-mata sebagai pemenuhan nafsu atau kebutuhannya

sendiri. Bergabungnya ketiga faktor jiwa ini (sikap tidak tahu malu, sikap

tanpa belas kasihan, egoisme) dalam satu momen sudah pasti sering kali

menjadi dasar bagi banyak kejahatan yang dilakukan manusia.

Faktor-faktor jiwa yang tidak sehat sisanya bersifat afektif. keresahan

(uddhaccca) dan kekhawatiran (kukucca) adalah keadaan bingung,

penyesalan, linglung. Faktor-faktor ini menciptakan kecemasan yang

merupakan ciri utama dari kebanyakan kekalutan jiwa. Serangkaian faktor

tidak sehat lainnya berhubungan dengan ketergantungan: ketamakan (lobha),

kekikiran (macchariya), dan iri hati (issa) merupakan aneka bentuk dari

ketertarikan pada suatu objek sedangkan kemuakan (dosa) merupakan sisi

negatifnya. Ketamakan dan kemuakan terdapat dalam semua keadaan jiwa

yang negatif dan selalu berkombinasi dengan delusi. Dua faktor terakhir yang

tidak sehat adalah kontraksi (thina) dan kebekuan (midhha). Faktor-faktor ini

membuat keadaan jiwa menjadi kaku, tidak fleksibel. Apabila faktor-faktor

negatif ini menonjol, maka jiwa dan tubuh seseorang cenderung menjadi

lamban.

Setiap faktor yang tidak sehat ditentang oleh faktor yang sehat. Faktor-

faktor ini bersifat tidak sehat atau sehat; tidak ada yang berada ditengah. Cara

untuk mencapai keadaan jiwa yang sehat dalam Abhhidama adalah

menggantikan faktor-faktor yang tidak sehat menjadi faktor-faktor yang sehat.

7

Page 8: Kepribadian menurut teori Barat

Prinsip yang berlaku mirip dengan “reciprocal inhibition” (hambatan timbal

balik yang digunakan dalam “systematic desentizatin”, dimana pengendoran

(relaxation) menghambat lawan psikologisnya yaitu ketegangan (wolpe

1958)). Untuk setiap faktor jiwa yang negatif terdapat faktor positif yang

menangkalnya. Apabila satu faktor sehat tertentu ada dalam suatu keadaan

jiwa, maka faktor tidak sehat yang ditekannya tidak akan dapat muncul.

Faktor sehat yang terpenting adalah pemahaman yang benar “insight”

(panna), lawan dari delusi. “insight” dalam arti “presepsi yang jelas tentang

objek sebagaimana adanya” menekan delusi, faktor tidak sehat yang

fundamental. Kedua faktor ini tidak mungkin hadir bersama dalam satu

keadaan jiwa: dimana terdapat kejelasan, maka tidak dapat terdapat delusi;

sebaliknya dimana terdapat delusi maka tidak dapat ada kejelasan. Sikap

penuh perhatian atau mindfulness (sati) adalah pemahaman yang jelas dan

bersifat kontinyu tentang objek; pasangan hakiki dari pemahaman yang benar

ini membuat jiwa seseorang selalu tetap terang. Pemahaman yang benar dan

sikap penuh perhatian adalah faktor-faktor sehat yang utama; apabila

keduanya muncul dalam suatu keadaan jiwa maka faktor-faktor sehat lainnya

akan muncul juga. Kehadiran dua faktor sehat ini cukup untuk menekan semua

faktor tidak sehat.

Sejumlah faktor sehat menuntut syarat-syarat tertentu agar dapat

muncul. dua faktor kognitif kembar, yakni sikap rendah hati (hiri), yang akan

menghambat sikap tidak tahu malu dan sikap penuh hati-hati (ottapa), lawan

dari sikap tanpa penyesalan, muncul dalam jiwa kalau hanya ada godaan untuk

berbuat jahat. Sikap rendah hati dan sikap hati-hati selalu berhubungan dengan

kejujuran (cittujjukata) yakni sikap menilai secara tepat. Sikap lain yang sehat

adalah kepercayaan (saddha), kepastian yang didasarkan pada presepsi yang

tepat. Kelompok faktor jiwa ini yakni sikap rendah hati, penuh hati-hati,

kejujuran, kepercayaan, bekerja sama untuk menghasilkan perbuatan

kebajikan diukur dari norma pribadi maupun norma masyarakat.

Kelompok faktor yang tidak sehat yang terdiri dari ketamakan,

kekikiran, irihati, dan kemuakan dilawan oleh faktor-faktor sehat meliputi

ketidakterikatan (alobha), ketidakmuakan (adosa), sikap tidak memihak

(tatramajihata), dan sikap tenang (passadhi), yang mencerminkan ketenangan

fisik dan jiwa yang terjadi karena berkurangnya perasaaan-prasaan

8

Page 9: Kepribadian menurut teori Barat

ketertarikan. Keempat faktor di atas menggantikan sikap rakus atau

kebalikannya, sikap menolak dengan penuh perhatian terhadap apa saja yang

mungkin timbul dalam kesadaran seseorang. Faktor-faktor tidak sehat yakni

ketamakan, egois, iri hati, dan kemuakkan, misalnya dapat menyebabkan

seseorang sangat mendambakan pekerjaan yang terpandang dengan upah yang

lebih tinggi dan mewah, atau iri hati terhadap orang lain yang memiliki

pekerjaan yang demikian atau memandang rendah terhadap pekerjaan dirinya

yang kurang bergengsi. Sebaliknya faktor-faktor sehat tandingannya meliputi

ketenangan, ketidakterikatan, ketidakmuakan dan sikap netral akan

menyebabkan orang itu menimbang keuntungan-keuntungan berupa upah

dengan prestise dengan kerugian-kerugiannya seperti ketekanan dan

ketegangan yang lebih besar, menilai secara lebih adil kelebihan-kelebihan

yang telah menyebabkan orang lain memangku jabatan semacam itu dan

kelemahan-kelemahan yang menyebabkan dirinya tampil kurang baik daripada

semestinya. Akhirnya keempat faktor yang sehat ini akan menyebabkan

seseorang mampu menilai keuntungan-keuntungan apa saja yang dapat

diperoleh dari pekerjaannya, dalam hal-hal manakah pekerjaan itu kurang

memuaskan, manakah kemampuan-kemapuannya yang sebenarnya, dan

bagaimana menggunakan kemampuan-kemampuan tersebut untuk

mendapatkan posisi yang terbaik dalam batas-batas kemampuannya. Yang

lebih penting lagi adalah sikap netral akan menyebabkan seseorang

memandang seluruh situasi dengan tenang, tidak perlu merasa susah bahwa

dirinya tidak memiliki pekerjaan yang lebih baik, tidak menganggap rendah

kerjaan yang dimilikinya, atau berpasrah kalah menerima dengan putus asa

suatu pekerjaan yang dirasa tidak cocok. Keempat faktor jiwa ini

memungkinkan orang menerima hal-hal sebagaimana adanya dan membuat

perubahan-perubahan apa saja yang mungkin.

Tubuh dan jiwa dalam Abhidhama dianggap saling berhubungan.

Karena setiap faktor memepengaruhi baik tubuh maupun jiwa, maka

kumpulan faktor jiwa yang terakhir ini merupakan satu-satunya kelompok

faktor yang secara eksplisit dilukiskan sebagai memiliki akibat-akibat fisis dan

psikologis. Faktor-faktor tersebut adalah kegembiraan (ahutta), fleksibilitas

(muduta), kesangupan menyesuaikan diri (kammananata), dan kecakapan

(pequnnnata). Apabila faktor-faktor ini muncul maka seseorang akan berpikir

9

Page 10: Kepribadian menurut teori Barat

dan bertindak dengan yang mungkin timbul leluasa dan mudah mewujudkan

ketrampilan-ketrampilannya secara maksimal. Faktor-faktor ini menekankan

faktor kontraksi dan kebekuan yang tidak sehat itu, yang menguasai jiwa

seperti keadaan depresi. Faktor-faktor yang sehat ini mampu menyesuaikan

diri secara fisik dan psikis terhadap keadaan-keadaan yang senantiasa berubah,

menghadapi tantangan-tantangan manapun.

Dalam psikodinamik Abidhama, faktor-faktor jiwa yang sehat dan

tidak sehat saling menghambat; kehadiran faktor yang satu menekan faktor

tandingannya. Kamma seseorang lah yang akan mentukan apakah dalam

keadaan sehat atau tidak sehat. Suatu kombinasi faktor merupakan hasil dari

pengaruh-pengaruh biologis dan pengaruh faktor situasi disamping itu juga

merupakan pindahan pengaruh dari keadaan-keadaan jiwa sebelumnya.

Faktor-faktor tersebut biasanya timbul sebagai suatu kelompok, entah

bersifat positif maupun negatif. Dalam setiap keadaan jiwa tertentu, faktor-

faktor yang membentuk keadaan jiwa tersebut muncul dengan kekuatan-

kekuatan yang berbeda yaitu faktor apa saja yang paling kuat menetukan

bagaimana seseorang mengalami dan bertindak dalam suatu momen tertentu.

Meskipun mungkin semua faktor negatif hadir, namun keadaan yang

dialami akan sangat berbeda tergantung pada apakah misalnya ketamakan atau

kebekuan yang mendominasi jiwa. Hirarki kekuatan dari faktor-faktor tersebut

menetukan apakah keadaaan spesifik itu akan menjadi negatif atau positif.

Apabila faktor tertentu muncul dalam keadaan jiwa seseorang maka

faktor tersebut akan menjadi sifat kepribadian. Jumlah keseluruhan faktor-

faktor jiwa yang sudah menjadi kebiasaan pada seseorang menentukan sifat-

sifat kepribadiannya.

III. Analisis Kasus

Dari contoh kasus di atas terlihat bahwa subjek mengalami masalah

berupa krisis percaya diri yang mulai timbul sejak subjek masuk Sekolah

Menengah Atas hingga subjek memasuki dunia perkuliahan.

Bila dianalisis dengan teori kepribadian Budha, maka bisa dikatakan

kalau kepribadian subjek termasuk ke dalam kepribadian yang tidak sehat.

Terus bagaimanakah teori kepribadian Budha menjelaskan arti kepribadian

subjek dalam contoh kasus di atas?

10

Page 11: Kepribadian menurut teori Barat

Seperti yang dikatakan dalam Abhidhamma, kepribadian seseorang itu

tidak kekal, selalu berubah, yang ada hanyalah sekumpulan proses impersonal

yang timbul dan menghilang, perpaduan antara proses-proses impersonal, serta

merupakan bagian keseluruhan jumlah bagian-bagian tubuh yakni pikiran,

penginderaan,hawa nafsu dan sebagainya. Jadi jika contoh kasus tersebut

dikaitkan dengan teori di atas, maka bisa ditulis bahwa krisis kurang percaya

diri yang dialami subjek merupakan suatu keadaan yang tidak kekal, selalu

berubah-ubah, karena subjek yang dulunya percaya diri saat duduk di TK

hingga SMP, tiba-tiba saja mengalami krisis percaya diri saat duduk di

Sekolah Menengah Atas. Ini bisa dijadikan bukti bahwa kepribadian seseorang

itu selalu berubah.

Jadi, krisis percaya diri yang dialami subjek dalam contoh kasus di atas

bisa disebabkan karena adanya momen krisis kurang percaya diri yang

sebelumnya telah subjek punya dan terus berlanjut hingga sekarang. Seperti

yang dipaparkan dalam contoh kasus di atas, bahwa krisis percaya diri yang

dialami subjek sejak Sekolah Menengah Atas bisa disamakan dengan momen

sebelumnya dan krisis percaya diri saat kuliah adalah momen selanjutnya.

Selain itu, mungkin saja krisis kurang percaya diri yang dialami subjek

telah menguasai jiwa subjek, sehingga krisis kurang percaya diri ini akan

dijadikan sebuah motif yang menonjol dalam tingkah laku keseharian subjek,

dan berusaha untuk mendapatkan objek krisis kurang percaya dirinya tersebut.

Nah, apabila krisis kurang percaya diri ini telah menjadi faktor yang kuat

dalam hidup subjek, bisa saja subjek akan terus mempertahankan krisis kurang

percaya dirinya ini dalam setiap tindakannya. Maka tidak aneh, bila sampai

kuliah subjek masih mengalami krisis kurang percaya diri ini padahal subjek

sudah mengetahui bahwa keadaan ini sangat merugikan dia. Mengapa ini tetap

dipertahankan oleh subjek? Karena krisis kurang percaya diri ini secara tidak

langsung telah menjadi tipe kepribadian baru bagi subjek yang sekaligus

sebagai sebuah tipe motivasi bagi subjek.

Krisis kurang percaya diri yang dialami subjek pada contoh kasus di

atas bisa juga karena subjek mengalami delusi yaitu kegelapan jiwa yang

menyebabkan persepsi salah tentang objek kesadaran yang merupakan sumber

11

Page 12: Kepribadian menurut teori Barat

utama penderitaan manusia. Delusi yang dialami subjek sepertinya bila dilihat

dari contoh kasus di atas lebih disebabkan karena subjek keliru

mempersepsikan orang lain sebagai sesuatu yang mengancam, padahal

sesungguhnya sama sekali tidak berniat jahat. Subjek merasa bahwa teman-

teman baru subjek ini akan menertawakan subjek saat subjek salah. Padahal

pandangan subjek terhadap teman-temannya ini salah, teman-teman subjek

hanya ingin memberi tahu yang benar itu seperti apa kepada subjek.

Mengaitkan dengan pandangan Budha, delusi yang dialami subjek ini

menunjukkan bahwa jiwa subjek telah dikuasai oleh pandangan yang salah,

sebenarnya subjek juga ingin seperti teman-temannya yang bisa percaya diri di

depan umum, tetapi karena jiwa subjek telah ditutupi dengan pandangan yang

salah maka subjek berpikiran kalau keinginanya untuk menjadi lebih percaya

diri akan mengarahkan subjek dalam keadaan yang tidak diinginkan, tidak

menyenangkan, tidak mengenakan, bahkan bisa menjadi kesengsaraan. Karena

dalam setiap perubahan pasti ada sesuatu yang aneh dalam diri subjek, nah

keanehan yang dialami subjek itu mungkin saja akan menjadi bahan tertawaan

bagi teman-teman subjek. Makanya, subjek memilih untuk tetap pada

keadaannya sekarang.

Krisis kurang percaya diri mungkin bisa dimasukkan sebagai faktor-

faktor jiwa yang tidak sehat yang bersifat keresahan (uddhaccca) dan

kekhawariran (kukucca) yaitu suatu keadaan bingung, penyesalan, linglung.

Faktor-faktor ini menciptakan kecemasan pada diri subjek yang merupakan

ciri utama dari kebanyakan kekalutan jiwa menurut pendapat Abidhama. Dari

contoh kasus di atas, dapat dilihat bahwa sebenarnya subjek juga ingin

berubah, ingin menjadi percaya diri lagi seperti saat sebelum masuk bangku

SMA, tetapi subjek bingung mencari cara yang tepat untuk berubah agar

teman-teman subjek nanti tidak menertawakan perubahan yang dialami oleh

subjek. Kemudian dari contoh kasus juga, subjek juga menyesal kenapa

sekarang subjek menjadi krisis kurang percaya diri, padahal dunia perkuliahan

adalah dunia yang bisa dijadikan subjek sebagai tempat untuk berkembang dan

memuluskan karier subjek bila sudah lulus nanti.

12

Page 13: Kepribadian menurut teori Barat

Bila contoh kasus di atas dikaitkan dengan pernyataan yang ada dalam

psikodinamik Abidhama di atas, bisa saja krisis kurang percaya diri yang

dialami subjek merupakan suatu kombinasi faktor yang merupakan hasil dari

pengaruh-pengaruh biologis dan pengaruh faktor situasi di samping itu juga

merupakan pindahan pengaruh dari keadaan jiwa sebelumnya. Maksudnya,

bias saja faktor postur tubuh menjadi alasan mengapa subjek merasa kurang

percaya diri, entah postur tubuh subjek pendek, gendut, jelek, atau yang

lainnya. Ini dipakai sebagai contoh bila dikaitkan dengan faktor biologis.

Kemudian bila dilihat pengaruh dari faktor situasi bisa saja diambil dari hasil

wawancara pada contoh kasus di atas yaitu pernyataan subjek yang

beranggapan bahwa lingkungan subjek saat SMP dengan SMA sangat

berbeda, lingkungan yang berbeda otomatis membuat situasi lingkungan yang

dirasakan subjek juga berubah, bisa saja lingkungan yang berubah itu

membuat situasi yang dirasakan subjek menjadi sebuah ancaman atau malah

menjadi suatu situasi yang aman bagi subjek untuk kepribadiannya.

Sedangkan krisis yang dialami subjek dari SMA bias dijadikan contoh bahwa

krisis kurang percaya diri yang dialami subjek saat kuliah merupakan

pindahan pengaruh dari keadaan jiwa sebelumnya.

Sebetulnya dalam kepribadian manusia itu ada faktor positif dan

negatif. Hanya saja kebetulan faktor negatiflah yang lebih dominan pada diri

subjek ini. Sehingga factor negatif inilah yang mendapatkan penguatan dari

subjek yang akhirnya menjadi sifat dari kepribadian subjek.

IV. Referensi

Sutrisno, Mudji (Editor). 1993. Buddhisme:Pengaruhnya dalam Abad

Modern.. Yogyakarta: Kanisius.

Buddhadasa, Bhikku. 2008. The Truth of Nature: Tanya Jawab dengan Bhikku

Buddhadasa Tentang Ajaran Buddha. Bandung: Karaniya

13