KEPERAWATAN

30
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Semua pasien bedah beresiko mengalami trombosis vena dalam ( DVT-deep vein trombosis ). Berbagai penelitian telah dilakukan selama bertahun-tahun untuk mencatat insidensi DVT dan manfaat profilaktik sebagai tindakan pencegahannya. Angka kejadian DVT pada pasien bedah tanpa terapi adalah 27% dengan heparin subkutan 9,7% dengan stoking elastis 11,1% dengan heparin alt kompresi intermiten 17,7% dengan heparin dengan stoking 6,3% dan alat kompresi 4,5%. Frekuensi mempengaruhi ekstremitas atas trombosis vena aksilaris atau subklavia telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir dengan meningkatnya implantasi kateter. Thrombosis ekstremitas atas diklasifikasikan sebagai primer dan sekunder. trombosis Primer dapat disebabkan oleh kompresi vena lokal yang dihasilkan oleh gerakan yang tidak biasa atau posisi dari lengan (trombosis usaha) sedangkan yang kedua disebabkan oleh kehadiran perangkat implan (204, 205). trombosis primer yang telah dilaporkan setelah angkat besi, olahraga raket, atau langsung oleh tekanan berkepanjangan di ketiak. The vein thrombosis aksiler juga dapat merupakan manifestasi dari sindrom outlet dada, trauma, atau kompresi tumor.

description

ASUHAN KEPERAWATAN

Transcript of KEPERAWATAN

Page 1: KEPERAWATAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Semua pasien bedah beresiko mengalami trombosis vena dalam ( DVT-deep vein

trombosis ). Berbagai penelitian telah dilakukan selama bertahun-tahun untuk mencatat

insidensi DVT dan manfaat profilaktik sebagai tindakan pencegahannya. Angka kejadian

DVT pada pasien bedah tanpa terapi adalah 27% dengan heparin subkutan 9,7% dengan

stoking elastis 11,1% dengan heparin alt kompresi intermiten 17,7% dengan heparin

dengan stoking 6,3% dan alat kompresi 4,5%.

Frekuensi mempengaruhi ekstremitas atas trombosis vena aksilaris atau subklavia

telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir dengan meningkatnya implantasi kateter.

Thrombosis ekstremitas atas diklasifikasikan sebagai primer dan sekunder. trombosis

Primer dapat disebabkan oleh kompresi vena lokal yang dihasilkan oleh gerakan yang

tidak biasa atau posisi dari lengan (trombosis usaha) sedangkan yang kedua disebabkan

oleh kehadiran perangkat implan (204, 205). trombosis primer yang telah dilaporkan

setelah angkat besi, olahraga raket, atau langsung oleh tekanan berkepanjangan di ketiak.

The vein thrombosis aksiler juga dapat merupakan manifestasi dari sindrom outlet dada,

trauma, atau kompresi tumor.

Maka dari itu, thrombosis vena profunda akan kita bahas supaya kita mengetahui

bahaya, pencegahan, penyebab, dan menambah wawasan tentang penyakit trombosis

vena profunda lebih dalam sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari

penyakit tersebut.

1.2 Rumusan masalah

1.2.1 Bagaimana anatomi pembuluh darah vena?

1.2.2 Bagaimana definisi trombosis vena provunda?

1.2.3 Bagaimana etiologi trombosis vena provunda ?

1.2.4 Bagaimana patofisiologi trombosis vena provunda ?

1.2.5 Bagaimana manifestasi trombosis vena provunda?

1.2.6 Bagaimana penatalaksanna trombosis vena profunda

1.2.7 Bagaimana pemeriksaan diagnostik trombosis vena provunda ?

Page 2: KEPERAWATAN

2

1.2.8 Bagaimana komplikasi trombosis vena provunda?

1.2.9 Bagaimana Pencegahan trombosis vena provunda ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mempelajari Trombosis vena provunda dan asuhan keperawatannya.

1.3.2 Tujuan khusus

a. Mengetahui anatomi pembuluh darah vena

b. Mengetahui definisi trombosis vena provunda

c. Mengetahui etiologi trombosis vena provunda

d. Mengetahui patofisiologi trombosis vena provunda

e. Mengetahui manifestasi trombosis vena provunda

f. Mengetahui penatalaksanna trombosis vena profunda

g. Mengetahui pemeriksaan diagnostik trombosis vena provunda

h. Mengetahui Pencegahan trombosis vena provunda

i. Mengetahui komplikasi trombosis vena provunda

j. Mengetahui Asuhan keperawatan trombosis vena provunda

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Bagi penulis

Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat

meningkatkan pengetahuan dan wawasan penyebabserta upaya pencegahan

penyakit trombosis vena profunda agar terciptanya kesehatan masyarakat yang

lebih baik.

1.4.2 Bagi pembaca

Diharapkan bagi pembaca dapat mengetahui tentang trombosis vena profunda

lebih dalam sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit

tersebut.

1.4.3 Bagi petugas kesehatan

Diharapkan dalam menambah wawasan dan informasi dalam penanganan

trombosis vena profunda sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan lebih

baik.

1.4.3 Bagi industi pendidikan

Dapat menambah informasi tentang trombosis vena profunda serta dapat

meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit tersebut.

Page 3: KEPERAWATAN

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi fisiologi pembuluk balik ekstremitas bawah

Arteri-arteri mempunyai otot-otot yang tipis didalam dinding-dinding mereka

supaya mampu untuk menahan tekanan darah yang dipompa jantung keseluruh tubuh.

Vena-vena tidak mempunyai lapisan otot yang signifikan, dan disana tidak ada darah

yang dipompa balik ke jantung kecuali fisiologi. Darah kembali ke jantung karena otot-

otot tubuh yang besar menekan/memeras vena-vena ketika mereka berkontraksi dalam

aktivitas normal dari gerakan tubuh. Aktivitas-aktivitas normal dari gerakan tubuh

mengembalikan darah ke jantung.  

Ada dua tipe dari vena-vena di kaki; vena-vena superficial (dekat permukaan) dan

vena-vena deep (yang dalam). Vena-vena superficial terletak tepat dibawah kulit dan

dapat terlihat dengan mudah pada permukaan. Vena-vena deep, seperti yang disiratkan

namanya, berlokasi dalam didalam otot-otot dari kaki. Darah mengalir dari vena-vena

superficial kedalam sistim vena dalam melalui vena-vena perforator yang kecil. Vena-

vena superficial dan perforator mempunyai klep-klep (katup-katup) satu arah didalam

mereka yang mengizinkan darah mengalir hanya dari arah jantung ketika vena-vena

ditekan.  

a. Vena Superfisialis Ekstremitas Bawah

Sistem superfisialis terdiri dari vena safena magna dan vena safena parva.Keduanya

memiliki arti klinis yang sangat penting karena memiliki predisposisi terjadinya

varises yang membutuhkan pembedahan.

V. Safena magna keluar dari ujung medial jaringan v.dorsalis pedis. Vena ini

berjalan di sebelah anterior maleolus medialis, sepanjang aspek anteromedial betis

(bersama dengan nervus safenus), pindah ke posterior selebar tangan di belakang

patela pada lutut dan kemudian berjalan ke depan dan menaiki bagian

anteromedial paha. Pembuluh ini menembus fasia kribriformis dan mengalir ke

v.femoralis pada hiatus safenus. Bagian terminal v.safena magna biasanya

mendapat percabangan superfisialis dari genitalia eksterna dan dinding bawah

abdomen. Dalam pembedahan, hal ini bisa membantu membedakan v.safena dari

femoralis karena satu-satunya vena yang mengalir ke v.femoralis adalah v.safena.

Cabang-cabang femoralis anteromedial dan posterolateral (lateral aksesorius), dari

aspek medial dan lateral paha, kadang-kadang juga mengalir ke v.safena magna di

Page 4: KEPERAWATAN

4

bawah hiatus safenus (Faiz dan Moffat, 2004). V. safena magna berhubungan

dengan sistem vena profunda di beberapa tempat melalui vena perforantes.

Hubungan ini biasanya terjadi di atas dan di bawah maleolus medialis, di area

gaiter, di regio pertengahan betis, di bawah lutut, dan satu hubungan panjang pada

paha bawah. Katup-katup pada perforator mengarah ke dalam sehingga darah

mengalir dari sistem superfisialis ke sistem profunda dari mana kemudian darah

dipompa keatas dibantu oleh kontraksi otot betis. Akibatnya sistem profunda

memiliki tekanan yang lebih tinggi daripada superfisialis, sehingga bila katup

perforator mengalami kerusakan, tekanan yang meningkat diteruskan ke sistem

superfisialis sehingga terjadi varises pada sistem ini (Faiz dan Moffat, 2004 ).

V. safena parva keluar dari ujung lateral jaringan v.dorsalis pedis. Vena ini

melewati bagian belakang maleolus lateralis dan di atas bagian belakang betis

kemudian menembus fasia profunda pada berbagai posisi untuk mengalir ke

v.poplitea (Faiz dan Moffat, 2004).

Anatomi Pembuluh Darah Vena di Tungkai Bawah

Vena Profunda Ekstremitas Bawah

Vena-vena profunda pada betis adalah v.komitans dari arteri tibialis anterior

dan posterior yang melanjutkan sebagai v.poplitea dan v.femoralis. Vena

profunda ini membentuk jaringan luas dalam kompartemen posterior betis

pleksus soleal dimana darah dibantu mengalir ke atas melawan gaya gravitasi

oleh otot saat olahraga (Faiz dan Moffat, 2004).

2.2 Definisi

Tromboflebitis adalah kondisi dimana terbentuk bekuan dalam vena sekunder

akibat inflamasi atau trauma dinding vena karena obstruksi vena sebagian

(Doenges.E,Marilynn : 1999). Trombosis vena Profunda adalah peradangan pada dinding

vena serta tertariknya trombosit dan leokosit pada dinding yang mengalami radang.

Trombosis adalah suatu pembentukan bekuan darah (trombus) didalam pembuluh

darah. Bekuan darah pada keadaan normal untuk mencegah perdarahan. Trombus adalah

bekuan abnormal di dalam pembuluh darah yang terbentuk walaupun tidak ada

kebocoran. Trombus merupakan suatu massa seluler yang menjadi satu oleh jaringan

fibrin. Trombus terbagi tiga macam yaitu : merah (trombus koagulasi), putih ( trombus

aglutinasi) dan trombus campuran. Trombus merah dimana sel trombosit tersebut rata

dalam suatu masa yang terdiri atas eritrosit dan fibrin, biasanya terdapat dalam vena.

Page 5: KEPERAWATAN

5

Trombus putih terdiri atas fibrin dan lapisan trombosit, lekosit dengan sedikit eritrosit,

biasanya terdapat dalam arteri. Bentuk yang paling banyak adalah bentuk campuran.

Trombus vena adalah deposit intra vaskuler yang tersusun dari fibrin dan sel darah merah

disertai berbagai komponen trombosit dan lekosit.

DVT adalah suatu kondisi dimana trombus terbentuk terbentuk pada vena dalam

terutama di tungkai bawah dan inguinal. Bekuan darah dapat menghambat darah dar

tungkai bawah kembali ke jantung

2.3 Etiologi

Penyebab trombosis vena profunda antara lain:

1. Imobilitas

a. Bepergian duduk dalam jangka waktu yang lama misalnya penerbangan yang

lama (economy calss syndrome), bepergiandengan mobil, atau kereta.

b. Rawat inap di rumah sakit.

c. Trauma pada tungkai bawah dengan atau tanpa operasi atau bebat.

d. Kehamilan, termasuk 6-8 minggu post partume.obesitas

2. Hiperkoagulabilitas

a. Pengobatan (misalnya: obat KB, estrogen)

b. Merokok

c. Predisposisi genetic

d. Polisitemia

e. Kanker

3. Trauma pada vena (menyebabkan kerusakan pada dinding vena)

a. Fraktur pada tungkai

b. Memar pada tungkai

c. Komplikasi dari prosedur invasif pada vena

d. Ketiga hal ini, stasis vena, kerusakan dinding vena, dan

hiperkoagulabilitas,dikenal sebagai Triad Virchow-penyebab dari DVT

Faktor resiko timbulnya trombosis adalah sebagai berikut :

1. Defisiensi Anto trombin III, protein C, protein S dan alfa 1 anti tripsin.

Pada kelainan tersebut di atas, faktor-faktor pembekuan yang aktif tidak di netralisir

sehinga kecendrungan terjadinya trombosis meningkat.

Page 6: KEPERAWATAN

6

2. Tindakan operatif

Faktor resiko yang potensial terhadap timbulnya trombosis adalah operasi dalam

bidang ortopedi dan trauma pada bagian panggul dan tungkai bawah. Pada operasi

di daerah panggul, 54% penderita mengalami trombosis vena, sedangkan pada

operasi di daerah abdomen terjadinya trombosis vena sekitar 10%-14%.

Beberapa faktor yang mempermudah timbulnya trombosis vena pada tindakan

operatif, adalah sebagai berikut :

a. Terlepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah karena trauma pada

waktu di operasi.

b. Statis aliran darah karena immobilisasi selama periode preperatif, operatif dan

post operatif.

c. Menurunnya aktifitas fibrinolitik, terutama 24 jam pertama sesudah operasi.

d. Operasi di daerah tungkai menimbulkan kerusakan vena secara langsung di

daerah tersebut.

3. Kehamilan dan persalinan

Selama trimester ketiga kehamilan terjadi penurunan aktifitas fibrinolitik,

statis vena karena bendungan dan peningkatan faktor pembekuan VII, VIII dan IX.

Pada permulaan proses persalinan terjadi pelepasan plasenta yang menimbulkan

lepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah, sehingga terjadi

peningkatkan koagulasi darah.

4. Infark miokard dan payah jantung

Pada infark miokard penyebabnya adalah dua komponen yaitu kerusakan

jaringan yang melepaskan plasminogen yang mengaktifkan proses pembekuan

darah dan adanya statis aliran darah karena istirahat total.

Trombosis vena yang mudah terjadi pada payah jantung adalah sebagai akibat

statis aliran darah yang terjadi karena adanya bendungan dan proses immobilisasi

pada pengobatan payah jantung.

5. Immobilisasi yang lama dan paralisis ekstremitas.

Immobilisasi yang lama akan menimbulkan statis aliran darah yang

mempermudah timbulnya trombosis vena.

Page 7: KEPERAWATAN

7

6. Obat-obatan konstraseptis oral

Hormon estrogen yang ada dalam pil kontraseptis menimbulkan dilatasi vena,

menurunnya aktifitas anti trombin III dan proses fibrinolitik dan meningkatnya

faktor pembekuan darah. Keadaan ini akan mempermudah terjadinya trombosis

vena.

7. Obesitas dan varices

Obesitas dan varices dapat menimbulkan statis aliran darah dan penurunan

aktifitas fibriolitik yang mempermudah terjadinya trombosis vena.

8. Proses keganasan

Pada jaringan yang berdegenerasi maligna di temukan “tissue thrombo plastin-

like activity” dan “factor X activiting” yang mengakibatkan aktifitas koagulasi

meningkat. Proses keganasan juga menimbulkan menurunnya aktifitas fibriolitik

dan infiltrasi ke dinding vena. Keadaan ini memudahkan terjadinya trombosis.

Tindakan operasi terhadap penderita tumor ganas menimbulkan keadaan trombosis

2-3 kali lipat dibandingkan penderita biasa.(23)

Faktor risiko trombosis dapat dibagi menjadi 3 golongan besar yaitu

a. Situational risk factors.

Situational risk factors menunjukkan keadaan klinis yang jelas (well defined)

dan transien yang disertai peningkatan risiko trombosis selama keadaan tersebut

atau sesaat setelah keadaan tersebut. Contohnya adalah: operasi, imobilisasi

berkepanjangan, pemakaian kontraseptif oral (oral contraceptive = OCP), terapi

ganti hormon (hormone replacement therapy = HRT), kehamilan, kemoterapi

kanker, dan heparin-induced thrombocytopenia.

b. Inherited risk factors (inherited thrombophilia).

Inherited risk factors menunjukkan adanya mutasi genetik atau polimorfisme

yang menyebabkan defisiensi antikoagulan alamiah (protein C, protein S atau AT),

akumulasi faktor prokoagulan (prothrombin G20210A, atau ensim

methyltetrahydrofoalte reductase), atau faktor koagulan yang resisten terhadap

inaktivasi antikoagulan alamiah (faktor V Leiden). Semua keadaan ini

menyebabkan terganggunya mekanisme regulasi koagulasi normal yang

Page 8: KEPERAWATAN

8

menghasilkan lebih banyak thrombin yang mengakibatkan peningkatan risiko

trombosis.

c. Acquired risk factors (acquired thrombophilia).

Acquired risk factors timbul sebagai akibat kelainan medik atau kelainan

hematologik nonfamilial yang mengganggu hemostasis normal atau reologi darah.

Contohnya adalah kanker, inflammatory bowel disease, sindroma nefrotik,

vaskulitis, sindroma antiposfolipid, kelainan mieloproliferatif, paroxysmal nocturnal

hemoglobinuria, dan sindroma hiperviscositas. Berbeda dengan situational risk

factor yang bersifat transien, acquired risk factors disebabkan oleh penyakit atau

proses yang bersifat ireversibel dan menetap.(23)

2.4 Patofisiologi

DVT biasanya terbentuk pada daerah dengan aliran darah lambat atau terganggu

di sinus vena besar dan kantung ujung katup di vena dalam tungkai bawah atau segmen

vena yang terpapar oleh trauma langsung. Pembentukan,perkembangan dan disolusi

trombus vena trombus menggambarkan keseimbangan antara efek ransangan

trombogenik dan berbagai mekanisme protektif.faktor yang mempengaruhi

keseimbangan dan berimplikasi pada patogenesis trombosis vena,dikenal dengan Trias

Virchow’s

1.Cedera vaskuler ( kerusakan endothelial)

2.Stasis Vena

3.Aktivitasi koagulasi darah (Hiperkoagulabilitas)

1.Cedera Vaskuler

Kerusakan vaskuler memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan tombosis vena

melalui trauma langsung atau aktivasi sel edotel melalai sitokinin (interleukin -1 dan

tumor necrosis factor)yang dilepaskan dari hasil cedera jaringan dan inflamasi.koagulasi

darah dapat diaktifkan melalui rangsangan intravaskuler yang dilepaskan dari tempat

jauh (misal kerusakan vena femoralis saat operasi panggul) atau oleh sitokin yang

teriduksi rangsangan endotel yang utuh. Sitokinin ini merangsang sel endotel yang

normal. Trombodulin,(TM) adalah reseptor membran sel endotel untuk trombin. Bila

trombin terikat pada TM maka kemampuan memecah fibrinogen menurun. Sebaliknya

kemampuan mengaktifasi antikoagulan, protein C meningkat. Protein C dengan

Page 9: KEPERAWATAN

9

kofaktornya protein S menginaktifvasi bentuk aktif kofaktor prokoagulan,faktor Va dan

Vllla.protein C aktif juga meningkatkan fibrinolisis.

Endotel vena mengandung aktifator yang mengkonversi plasminogen ke

plasmin.plasmin melisis fibrin.setelah pembedahan dan cedera.sistem fibrinolisis di

hambat dan aktivitas vena ekstremitas bawah lebih berkurang dibanding dengan

ekstremitas atas

2.Stasis vena

Stasis vena sering pada usia tua,tirah baring lebih dari tiga hari dan operasi yang

memakan waktu lama.stasis vena memberikan predisposisi trombosis lokal. Stasis

mengganggu pembersihan faktor koagulasi aktif dan membatasi aksesbilitas trombin di

vena menempel ke trombomodulis.protein ini terdapat dalam densitas terbesar di

pembuluh darah kapiler.

Penelitian ultrasruktural menunjukkan bawah setelah trauma ditempat

jauh,leokosit melekat diantara intercellular junction endotel pada daerah stasis vena. Hal

ini menjadi nidus untuk pembentukan trobus. Bila nidus trobus mulai terdapat di daerah

stasis,maka substasi yang dapat meningkatkan agregasi trombosit,yaitu faktor X

teraktivasi, trobin,fibrin dan katekolamin tetap dalam kosentrasi tinggi di daerah

tersebut.statis juga memberikan kontribusi tambahan, sebaliknya katup tergantung pada

darah yang mengalir , onhibisi trombomodulin aktivitas antikoagualan dari trombin

melalui aktivasi protein C dan disolusi fibrin oleh sistem fibrinolitil.

3.Hiperkoagulabilitas

Dari ketiga faktor penyebab DVT yang terpenting adalah faktor staris dan

hiperkoagulabilitas. Keadaan hiperkoagulabilitas adalah suatu perubahan keadaan darah

yang membantu pembentukan trombus vena. Perubahannya meliputi peningkatan

konsentrasi faktor koagulasi normal maupun teraktivasi. Penurunan kadar circulating

inhibitors, gangguan fungsi sistem fibrinolitik dan adanya trombosit hiperaktif, faktor

hiperkoagulabilitas dan statis bekerja sama membentuk trombus vena.

Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan hemostasis dan perkembangan sistem

tes diagnostik, penyebab hiperkoagulabilitas menjadi lebih jelas. 50-80% penyebab ini

didasari defek trombosit atau koagulasi protein darah di dapat atau herediter.Resistensi

terhadap protein C teraktivasi (activated protein C/APC) dan hiperhomosistenemia

adalah faktor yang penting terjadinya hiperkoagulabilitas.

2.5 Manifestasi klinis

Page 10: KEPERAWATAN

10

a. Pembengkakan kaki

b. Merah, berubah warna, atau putih

c. Kabel di pembuluh darah kaki yang dapat dirasakan

d. Takikardia (denyut jantung cepat

e. Demam ringan

f. Hangat kulit

g. Lebih terlihat permukaan pembuluh darah

h. Rasa nyeri, sesak, nyeri atau sakit pada kaki (gejala ini hanya mungkin terjadi pada

saat berjalan atau berdiri)

2.6 Penatalaksanaan

A. Non Farmakologis

Mengurangi Morbiditas pada serangan akut.

1. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena untuk melancarkan aliran darah vena

2. Kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi mikrovaskular

3. Latihan lingkup gerak sendi (range of motion) seperti gerakan fleksi-ekstensi,

menggengam, dan lain-lain. Tindakan ini akan meningkatkan aliran darah di vena-

vena yang masih terbuka (patent)

4. Pemakaian kaus kaki elastis (elastic stocking), alat ini dapat meningkatkan aliran

darah vena.

Nyeri dan pembengkakan biasanya akan berkurang sesudah 24 – 48 jam serangan

trombosis. Apabila nyeri sangat hebat atau timbul flagmasia alba dolens di anjurkan

tindakan embolektomi.

Pada keadaan biasa, tindakan pembedahan pengangkatan thrombus atau emboli,

biasanya tidak di anjurkan.

B. Farmakologis

Obat-obat antithrombotik dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar:

1. Obat antiplatelet

Mekanisme kerjanya yaitu menghambat sintesis TxA2, menghambat reseptor

ADP, menghambat Gp IIb/IIIa dan untuk pemantauan belum ada standarisasi.

a. Aspirin

b. Phosphodiesterase inihibitor: dipyridamole

Page 11: KEPERAWATAN

11

c. Derivat thienopyridines

a) Ticlopidin

b) Clopidogrel

d. Glycoprotein IIb/IIIa receptor antagonist

2. Obat antikoagulan

A. Parenteral

a.) Heparin

1) Unfractionated heparin

2) Low molecular weight heparin

Heparin

Merupakan mukopolisakharid yang mempunyai mekanisme kerja

meningkatkan fungsi AT III. Cara pemberiannya melalui iv dan sc.

Pemantauan terapi heparin yaitu sekali dalam 24 jam 4 - 6 jam setelah

suntikan dan dipantau dengan APTT, TT, ACT, WBCT, kadar plasma

heparin (titrasi protamin dan anti- Xa).

APTT paling sering dipakai. Rentang deteksinya sebesar 0.1 - 1 iu/ml.

Rentang terapi APTT yaitu 1.5 - 2.5 x mean normal range, sesuai dengan

0.2 - 0.4 iu/ml (protamin titration) atau 0.3 - 0.7 iu/ml (anti Xa).

Keterbatasan APTT untuk pemantauan heparin yaitu sensitivitas reagens

bervariasi, tidak ada korelasi linear antara dosis heparin dengan APTT.

APTT memanjang terjadi pada defisiensi faktor koagulasi, Lupus

anticoagulant, inhibitor F VIII dan peningkatan fibrinogen and F VIII.

Sedangkan APTT memendek terjadi pada APTT yang tak dapat dipakai

karena heparin diberikan bersama warfarin atau heparin diberikan bersama

obat trombolitik.

Thrombin time (TT) normalnya 10 - 15 “. Jika diperiksa pada terapi

heparin yaitu sebesar 25 - 100 “. TT memanjang pada hypofibrinogenemia,

dysfibrinogenemia dan FDP.

Page 12: KEPERAWATAN

12

Whole Blood Clotting Time jarang digunakan karena kurang

reproducible, kurang sensitif, time consuming dan bed side.

Activated clotting time (ACT) digunakan dalam skrining untuk jalur

intrinsik dan jalur bersama. Normalnya 75 - 120 “. Jika diperiksa pada

terapi heparin yaitu sebesar 140 - 185 “. Jika digunakan untuk pemantauan

heparin dosis tinggi yaitu sebesar 1 - 5 iu/ml.

b) Pentasaccharides

1) Fondafarinux

2) Idraparinux

c) Heparinoids

d) Direct thrombin inhibitor

1) Lepirudin

2) Argatroban

B. Oral anticoagulant

a) Vitamin-K dependent coagulation proteins inhibitor

b) Ximelagatran

Antikoagulan oral

Dapat menghambat vitamin K, penurunan Prothrombin, VII, IX, X,

protein C, protein S, PIVKA (protein induced by vit. K absence

/antagonist). Dalam memberikan terapy dipantau dengan PT atau

Thrombotest. Keterbatasan PT untuk antikoagulan oral yaitu antara lain

sensitivitas reagens bervariasi dan sistem pelaporan bervariasi.

3. Obat thrombolitik atau fibrinolitik.

Dapat meningkatkan aktivitas fibrinolitik. Lytic state yaitu kadar fibrinogen. FDP

yaitu sebesar Thrombin time ( 2-3 x normal) dan 3 – 4 jam setelah terapi.

a) Streptokinase

b) Urokinase-type plasminogen activator

c) Tissue-tyep plasminogen activator

Defibrinogenating agents

Page 13: KEPERAWATAN

13

Contohnya yaitu racun ular (Ancrod, Batroxobin). Mekanisme kerjanya yaitu

leavage FPA fibrin atipik dan hypofibrinogenemia. Digunakan dalam pemantauan

kadar fibrinogen (70-100 mg/dl).(6)

Cara Pemberian Obat Antitrombotik:

1. Pemberian Heparin standar

Heparin 5000 ini bolus (80 iu/KgBB), bolus dilanjutkan dengan drips

konsitnus 1000 – 1400 iu/jam (18 iu/KgBB), drips selanjutnya tergantung hasil

APTT. 6 jam kemudian di periksa APTT untuk menentukan dosis dengan target

1,5 – 2,5 kontrol.

a. Bila APTT 1,5 – 2,5 x kontrol dosis tetap.

b. Bila APTT < 1,5 x kontrol dosis dinaikkan 100 – 150 iu/jam.

c. Bila APTT > 2,5 x kontrol dosis diturunkan 100 iu/jam.

Penyesuaian dosis untuk mencapai target dilakukan pada hari ke 1 tiap 6 jam,

hari ke 2 tiap 2 - 4 jam. Hal ini di lakukan karena biasanya pada 6 jam pertama

hanya 38% yang mencapai nilai target dan sesudah hari ke 1 baru 84%.

Heparin dapat diberikan 7–10 hari yang kemudian dilanjutkan dengan

pemberian heparin dosis rendah yaitu 5000 iu/subkutan, 2 kali sehari atau

pemberian anti koagulan oral, selama minimal 3 bulan.

Pemberian anti koagulan oral harus diberikan 48 jam sebelum rencana

penghentian heparin karena anti koagulan orang efektif sesudah 48 jam.(10)

2. Pemberian Low Milecular Weight Heparin (LMWH)

Pemberian obat ini lebih di sukai dari heparin karena tidak memerlukan

pemantauan yang ketat, sayangnya harganya relatif mahal dibandingkan heparin.

Saat ini preparat yang tersedia di Indonesia adalah Enoxaparin (Lovenox) dan

(Nandroparin Fraxiparin). Pada pemberian heparin standar maupun LMWH bisa

terjadi efek samping yang cukup serius yaitu Heparin Induced Thormbocytopenia

(HIT).(18)

3. Pemberian Oral Anti koagulan oral

Obat yang biasa di pakai adalah Warfarin. Cara pemberian Warfarin di mulai

dengan dosis 6 – 8 mg (single dose) pada malam hari. Dosis dapat dinaikan atau

di kurangi tergantung dari hasil INR (International Normolized Ratio). Target INR

adalah 2,0 – 3,0.

Page 14: KEPERAWATAN

14

Lama pemberian anti koagulan oral adalah 6 minggu sampai 3 bulan apabila

trombosis vena dalam timbul disebabkan oleh faktor resiko yang reversible.

Sedangkan kalau trombosis vena adalah idiopatik di anjurkan pemberian anti

koagulan oral selama 3-6 bulan, bahkan biasa lebih lama lagi apabila ditemukan

abnormal inherited mileculer.

Kontra indikasi pemberian anti koagulan adalah :

a. Hipertensi : sistolik > 200 mmHg, diastolik > 120 mmHg.

b. Perdarahan yang baru di otak.

c. Alkoholisme.

d. Lesi perdarahan traktus digestif.(11)

4. Pemberian trombolitik

Pemberian trombolitik selama 12-14 jam dan kemudian di ikuti dengan

heparin, akan memberikan hasil lebih baik bila dibandingkan dengan hanya

pemberian heparin tunggal.

Peranan terapi trombolitik berkembang dengan pesat pada akhir abad ini,

terutama sesudah dipasarkannya streptoknase, urokinase dan tissue plasminogen

activator (TPA).

TPA bekerja secara selektif pada tempat yang ada plasminogen dan fibrin,

sehingga efek samping perdarahan relatif kurang. Brenner menganjurkn

pemberian TPA dengan dosis 4 ugr/kgBB/menit, secara intra vena selama 4 jam

dan Streptokinase diberikan 1,5 x 106 unit intra vena kontiniu selama 60 menit.

Kedua jenis trombolitik ini memberikan hasil yang cukup memuaskan.(11)

Efek samping utama pemberian heparin dan obat-obatan trombolitik adalah

perdarahan dan akan bersifat fatal kalau terjadi perdarahan serebral. Untuk

mencegah terjadinya efek samping perdarahan, maka diperlukan monitor yang

ketat terhadap waktu trombo plastin parsial dan waktu protombin, jangan melebihi

2,5 kali nilai kontrol.

Pengobatan trombosis vena diberikan pada kasus-kasus yang diagnosisnya

sudah pasti dengan menggunakan pemeriksaan yang objektif, oleh karena obat-

obatan yang diberikan mempunyai efek samping yang kadang-kadang serius.

Berbeda dengan trombosis arteri, trombosis vena dalam adalah suatu keadaan

yang jarang menimbulkan kematian. Oleh karena itu tujuan pengobatan adalah:

1. Mencegah meluasnya trombosis dan timbulnya emboli paru.

Page 15: KEPERAWATAN

15

2. Mengurangi morbiditas pada serangan akut.

3. Mengurangi keluhan post flebitis

4. Mengobati hipertensi pulmonal yang terjadi karena proses trombo emboli.

2.7 Pemeriksaan diagnostik

Berbagai teknik, baik yang non invasive maupun yang invasive, tersedia untuk

membantu menegakkan, menentukan dan mencari tempat adanya thrombosis vena.

Teknik Non infasif, teknik non infasif ultra sonografi Doopler, plestimografi

impedansi, dan pencitraan ganda, semua berdasar pada danya thrombus yang

menyebabkan abnormalitas aliran vena.

Ultrasonografi Doopler dilakukan dengan cara meletakkan probe Doppler di atas

vena yang tersumbat. Bacaan aliran doopler tampak lebih kecil di banding tungkai

sebelahnya atau tidak sama sekali. Metode ini relative murah, mudah dilakukan, praktis,

cepat dan non infasif. Pencitraan vena ganda digunakan untuk mendapatkan informasi

anatomis selain untuk mengkaji parameter fisiologis.

Pletismgrafi Impedansi digunakan untuk mengukur perbedaan volume darah dalam

vena. Manset tekanan darah dipasang pada paha pasien dan dikembungkan secukupnya

sampai aliran arteri berhenti. Kemudian gunakan elektroda betis untuk mengukur

tahanan elektris yang terjadi akibat perubahan volume darah dalam vena. Apabila

terdapat thrombosis vena dalam, peningkatan volume vena yang normalnya terjadi akibat

terperangkapnya darah dibawah ikatan menset akan lebih rendah dari yang diharapkan.

Hasil false positive dapat terjadi akibat dari berbagai factor yang menyebabkan

vasokontriksi, peninggian tekanan vena, penurunan curah jantung, atau kompresi

eksternal pada vena. False negative dapat terjadi akibat adanya thrombosis lama,

menimbulkan sirkulasi kolateral yang adekuat atau dari flebitis superficial.

Penggunaan ultrasonografi Doopler, pencitraan vena ganda dan pletismografi

impedansi dapat meningkatkan ketepatan diagnose secara bermakna. Pencitraan vena

ganda adalah prosedur pilihan karena dapat memperlihatkan pembuluh darah maupun

pembekuan darah dan merupakan prosedur non invasive.

Tekanan invasive. Teknik invasive berdasar pada injeksi media kontras ke system

vena kemudian berikatan dengan elemen structural thrombus. Fibrinogen berlabel I251

dan flebografi kontras adalah contoh uji tersebut.

Pencitraan Fibrinogen berlabel I251 merupakan prosedur dianosstik yang baru saja

dikembangkan dan merupakan metode yang sangat peka untuk deteksi awal thrombosis

Page 16: KEPERAWATAN

16

vena. Uji ini berdasar pada kenyataan bahwa bila fibrinogen radioaktif di injeksikan

secara intra vena, akan berkonsentrasi pada bekuan darah. Kemudian tingkat

radioaktivitasnya dapat diukur secara bertahap menggunakan pengukur eksternal yang

dapat memantau perkembangan bekuan darah tadi. Tetapi uji ini tidak dapat

memperlihatkan thrombus yang sudah lama terbentuk atau thrombus di daerah

selangkangan dan pelvis. Selain itu uji ini sangat mahal sehingga jarang digunakan.

Flebografi kontras (venografi) dilakukan dengan menginjeksikan media kontras

radiografi kedalam system vena melalui vena dorsal kaki. Apabila terdapat thrombus,

gambaran sinar X memperlihatkan kedua gambaran segmen vena baik yang tidak terisi

maupun vena yang penuh terisi oleh darah beserta sirkulasi kolateralnya. Penyuntikan

bahan kontras dapat meyebabkan peradangan vena singkat tetapi nyeri. Uji ini secara

umum diterima sebagai penentu diagnosis thrombosis vena.

2.8 Komplikasi

a. Emboli Paru

Pada deep vein trombosis (DVT) thrombus sangat mudah lepas sehingga

menimbulkan emboli, terutama emboli paru atau pulmonary emboli (PE).Emboli

Paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus,

yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah

(trombus), tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan

tumor atau gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya

menyumbat pembuluh darah.

Penyebab yang paling sering adalah bekuan darah dari vena tungkai, yang disebut

trombosis vena dalam. Gumpalan darah cenderung terbentuk jika darah mengalir

lambat atau tidak mengalir sama sekali, yang dapat terjadi di vena kaki jika

seseorang berada dalam satu posisi tertentu dalam waktu yang cukup lama. Jika

orang tersebut bergerak kembali, gumpalan tersebut dapat hancur, tetapi ada juga

gumpalan darah yang menyebabkan penyakit berat bahkan kematian.(7)

b. Gangguan vaskularisasi daerah distal trombosis

Adanya trombosis dapat menimbulkan kedaruratan karena trombosis dapat

menghambat saluran arteri dan vena. Apabila mengenai pembuluh darah terutama

arteri yang tidak memiliki kolateral, dapat menimbulkan kurangnya suplai darah di

distal daerah trombosis. Jika hal ini terjadi maka fungsi darah sebagai pengangkut

Page 17: KEPERAWATAN

17

oksigen dan nutrisi tidak dapat tersampaikan pada daerah distal trombosis. Jika hal

ini berlangsung lama dapat menimbulkan hipoksia jaringan, iskemi bahkan dapat

berujung pada nekrosis jaringan.

c. Sindroma post-trombosis.

Penyebab terjadinya sindroma ini adalah inkompeten katub vena sebagai akibat

proses trombosis sehingga terjadi peningkatan tekanan vena sebagai konsekuensi

dari adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena besar. Biasanya terjadi pada

trombosis di daerah proksimal yang eksistensif seperti vena-vena di daerah poplitea,

femoral dan illiaca. Keluhan biasanya panas, edema dan nyeri terjadinya trombosis.

Sindroma ini akan berkurang derajad keganasannya kalau terjadi lisis atau

pengangkatan trombosis.

Manifestasi klinis sindroma post-trombotik yang lain adalah nyeri pada daerah

betis yang timbul / bertambah waktu penderitanya berkuat (venous claudicatio),

nyeri berkurang waktu istirahat dan posisi kaki ditinggikan, timbul pigmentasi dan

indurasi pada sekitar lutut dan kaki sepertiga bawah.

2.9 Pencegahan

Trombosis vena, tromboflebitis dan trombosis vena dalam biasanya dapat dicegah,

khususnya pasien yang dianggap punya resiko teridentifikasi dan dilakukan upaya

pencegahan awal.

1. Stoking Elastik

Stoking ini memberikan tekanan secara terus menerus dan merata diseluruh

permukaan betis, menurunkan diameter vena superfisial tungkai, sehingga

meningkatkan aliran vena yang lebih dalam.

2. Alat penekanan pneumatik intermiteen (IPC )

Alat IPC tersusun atas pengontrol listrik yang dihubungkan dengan dengan pipa udara

kepembalut tungkai. Pembalut tungkai terbagi dalam banyak kompertemen yang

secara berurutan akan terisi dan memberi tekan pada tumit, betis dan paha. Upaya

keperawatan meliputi memastikan bahwa tekanan yang ditentukan tidak berlebihan

dan mengkaji kenyaman pasien.

3. Pertimbangan Gerontologis

Page 18: KEPERAWATAN

18

Karena kurangnya kekuatan dan dominan tangan kanan, maka pasien manula

mungkin tidak mampu memakai stoking dengan benar.Anggota keluarga harus

diajarkan cara membantu pasien mengenakan stoking sehingga tidak menyebabkan

tekanan yang tidak diinginkan pada bagian kaki atau tungkai.

4. Posisi tubuh dan latihan

Saat pasien berbaring ditempat tidur, kaki dan tungkai bawah harus ditinggikan

beberapa kali lebih tinggi dari jantung

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

a. Data dasar (biodata)

Page 19: KEPERAWATAN

19

Nama klien, umur, jenis kelamin, alamat, agama ,suku, bangsa, pendidikan,

pekerjaan

b. Riwayat penyakit sekarang

Keluhan utama yang di rasakan oleh klien ,nyeri dada , cepat lelah ,nafas pendek /

nafas tidak teratur ,demam ,menggigil ,anoeksia ,dispneu dan disritmia.

c. Riwayat penyakit dahulu

Klien mempunyai riwayat penyakit jantung ,alergi terhadap obat-obatan .

d. Pemeriksaan fisik

1. Breath (Pernafasan)

Peningkatan frekuensi pernapasan, napas sedikit sesak

2. Blood (Sirkulasi)

- TD : dapat normal atau naik turun, perubahan postural dicatat dari tidur

sampai duduk/berdiri

- Nadi : kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat,tidak teratur(distrimia)

mungkin terjadi

- pucat atau sianosis/kulit merah di betis,kuku datar pada membran mukosa

dan bibir

3. Brain (Integritas Ego)

- menolak, menangkal, cemas, kurang kontak mata

- Gelisah, marah, perilaku menyerang

- Fokus pada diri sendiri,nyeri

4. Bowel (Pencernaan)

Tanda : Nafsu makan menurun

5. Bladder

6. Bone (Muskulusskleletal)

Tanda: Nyeri di bagian tungkai, hangat dibagian tungkai

3.2 Diagnosa Keperawatan

a. Resiko perubahan status nutrisi kurang berhubungan dengan pentingnya penemuan

nutrisi untuk penymbuhan klien.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kurangnya kesadaran dari pasien yang

disebabkan keadaan yang mengalami penurunan

Page 20: KEPERAWATAN

20

c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri yang

menyentuh ujung saraf

d. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan penurunan fungsi paru yang

mengakibatkan sesak nafas