KEPERAWATAN
-
Upload
nuris-zaman -
Category
Documents
-
view
74 -
download
0
description
Transcript of KEPERAWATAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Semua pasien bedah beresiko mengalami trombosis vena dalam ( DVT-deep vein
trombosis ). Berbagai penelitian telah dilakukan selama bertahun-tahun untuk mencatat
insidensi DVT dan manfaat profilaktik sebagai tindakan pencegahannya. Angka kejadian
DVT pada pasien bedah tanpa terapi adalah 27% dengan heparin subkutan 9,7% dengan
stoking elastis 11,1% dengan heparin alt kompresi intermiten 17,7% dengan heparin
dengan stoking 6,3% dan alat kompresi 4,5%.
Frekuensi mempengaruhi ekstremitas atas trombosis vena aksilaris atau subklavia
telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir dengan meningkatnya implantasi kateter.
Thrombosis ekstremitas atas diklasifikasikan sebagai primer dan sekunder. trombosis
Primer dapat disebabkan oleh kompresi vena lokal yang dihasilkan oleh gerakan yang
tidak biasa atau posisi dari lengan (trombosis usaha) sedangkan yang kedua disebabkan
oleh kehadiran perangkat implan (204, 205). trombosis primer yang telah dilaporkan
setelah angkat besi, olahraga raket, atau langsung oleh tekanan berkepanjangan di ketiak.
The vein thrombosis aksiler juga dapat merupakan manifestasi dari sindrom outlet dada,
trauma, atau kompresi tumor.
Maka dari itu, thrombosis vena profunda akan kita bahas supaya kita mengetahui
bahaya, pencegahan, penyebab, dan menambah wawasan tentang penyakit trombosis
vena profunda lebih dalam sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari
penyakit tersebut.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimana anatomi pembuluh darah vena?
1.2.2 Bagaimana definisi trombosis vena provunda?
1.2.3 Bagaimana etiologi trombosis vena provunda ?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi trombosis vena provunda ?
1.2.5 Bagaimana manifestasi trombosis vena provunda?
1.2.6 Bagaimana penatalaksanna trombosis vena profunda
1.2.7 Bagaimana pemeriksaan diagnostik trombosis vena provunda ?
2
1.2.8 Bagaimana komplikasi trombosis vena provunda?
1.2.9 Bagaimana Pencegahan trombosis vena provunda ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mempelajari Trombosis vena provunda dan asuhan keperawatannya.
1.3.2 Tujuan khusus
a. Mengetahui anatomi pembuluh darah vena
b. Mengetahui definisi trombosis vena provunda
c. Mengetahui etiologi trombosis vena provunda
d. Mengetahui patofisiologi trombosis vena provunda
e. Mengetahui manifestasi trombosis vena provunda
f. Mengetahui penatalaksanna trombosis vena profunda
g. Mengetahui pemeriksaan diagnostik trombosis vena provunda
h. Mengetahui Pencegahan trombosis vena provunda
i. Mengetahui komplikasi trombosis vena provunda
j. Mengetahui Asuhan keperawatan trombosis vena provunda
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi penulis
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat
meningkatkan pengetahuan dan wawasan penyebabserta upaya pencegahan
penyakit trombosis vena profunda agar terciptanya kesehatan masyarakat yang
lebih baik.
1.4.2 Bagi pembaca
Diharapkan bagi pembaca dapat mengetahui tentang trombosis vena profunda
lebih dalam sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit
tersebut.
1.4.3 Bagi petugas kesehatan
Diharapkan dalam menambah wawasan dan informasi dalam penanganan
trombosis vena profunda sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan lebih
baik.
1.4.3 Bagi industi pendidikan
Dapat menambah informasi tentang trombosis vena profunda serta dapat
meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit tersebut.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi fisiologi pembuluk balik ekstremitas bawah
Arteri-arteri mempunyai otot-otot yang tipis didalam dinding-dinding mereka
supaya mampu untuk menahan tekanan darah yang dipompa jantung keseluruh tubuh.
Vena-vena tidak mempunyai lapisan otot yang signifikan, dan disana tidak ada darah
yang dipompa balik ke jantung kecuali fisiologi. Darah kembali ke jantung karena otot-
otot tubuh yang besar menekan/memeras vena-vena ketika mereka berkontraksi dalam
aktivitas normal dari gerakan tubuh. Aktivitas-aktivitas normal dari gerakan tubuh
mengembalikan darah ke jantung.
Ada dua tipe dari vena-vena di kaki; vena-vena superficial (dekat permukaan) dan
vena-vena deep (yang dalam). Vena-vena superficial terletak tepat dibawah kulit dan
dapat terlihat dengan mudah pada permukaan. Vena-vena deep, seperti yang disiratkan
namanya, berlokasi dalam didalam otot-otot dari kaki. Darah mengalir dari vena-vena
superficial kedalam sistim vena dalam melalui vena-vena perforator yang kecil. Vena-
vena superficial dan perforator mempunyai klep-klep (katup-katup) satu arah didalam
mereka yang mengizinkan darah mengalir hanya dari arah jantung ketika vena-vena
ditekan.
a. Vena Superfisialis Ekstremitas Bawah
Sistem superfisialis terdiri dari vena safena magna dan vena safena parva.Keduanya
memiliki arti klinis yang sangat penting karena memiliki predisposisi terjadinya
varises yang membutuhkan pembedahan.
V. Safena magna keluar dari ujung medial jaringan v.dorsalis pedis. Vena ini
berjalan di sebelah anterior maleolus medialis, sepanjang aspek anteromedial betis
(bersama dengan nervus safenus), pindah ke posterior selebar tangan di belakang
patela pada lutut dan kemudian berjalan ke depan dan menaiki bagian
anteromedial paha. Pembuluh ini menembus fasia kribriformis dan mengalir ke
v.femoralis pada hiatus safenus. Bagian terminal v.safena magna biasanya
mendapat percabangan superfisialis dari genitalia eksterna dan dinding bawah
abdomen. Dalam pembedahan, hal ini bisa membantu membedakan v.safena dari
femoralis karena satu-satunya vena yang mengalir ke v.femoralis adalah v.safena.
Cabang-cabang femoralis anteromedial dan posterolateral (lateral aksesorius), dari
aspek medial dan lateral paha, kadang-kadang juga mengalir ke v.safena magna di
4
bawah hiatus safenus (Faiz dan Moffat, 2004). V. safena magna berhubungan
dengan sistem vena profunda di beberapa tempat melalui vena perforantes.
Hubungan ini biasanya terjadi di atas dan di bawah maleolus medialis, di area
gaiter, di regio pertengahan betis, di bawah lutut, dan satu hubungan panjang pada
paha bawah. Katup-katup pada perforator mengarah ke dalam sehingga darah
mengalir dari sistem superfisialis ke sistem profunda dari mana kemudian darah
dipompa keatas dibantu oleh kontraksi otot betis. Akibatnya sistem profunda
memiliki tekanan yang lebih tinggi daripada superfisialis, sehingga bila katup
perforator mengalami kerusakan, tekanan yang meningkat diteruskan ke sistem
superfisialis sehingga terjadi varises pada sistem ini (Faiz dan Moffat, 2004 ).
V. safena parva keluar dari ujung lateral jaringan v.dorsalis pedis. Vena ini
melewati bagian belakang maleolus lateralis dan di atas bagian belakang betis
kemudian menembus fasia profunda pada berbagai posisi untuk mengalir ke
v.poplitea (Faiz dan Moffat, 2004).
Anatomi Pembuluh Darah Vena di Tungkai Bawah
Vena Profunda Ekstremitas Bawah
Vena-vena profunda pada betis adalah v.komitans dari arteri tibialis anterior
dan posterior yang melanjutkan sebagai v.poplitea dan v.femoralis. Vena
profunda ini membentuk jaringan luas dalam kompartemen posterior betis
pleksus soleal dimana darah dibantu mengalir ke atas melawan gaya gravitasi
oleh otot saat olahraga (Faiz dan Moffat, 2004).
2.2 Definisi
Tromboflebitis adalah kondisi dimana terbentuk bekuan dalam vena sekunder
akibat inflamasi atau trauma dinding vena karena obstruksi vena sebagian
(Doenges.E,Marilynn : 1999). Trombosis vena Profunda adalah peradangan pada dinding
vena serta tertariknya trombosit dan leokosit pada dinding yang mengalami radang.
Trombosis adalah suatu pembentukan bekuan darah (trombus) didalam pembuluh
darah. Bekuan darah pada keadaan normal untuk mencegah perdarahan. Trombus adalah
bekuan abnormal di dalam pembuluh darah yang terbentuk walaupun tidak ada
kebocoran. Trombus merupakan suatu massa seluler yang menjadi satu oleh jaringan
fibrin. Trombus terbagi tiga macam yaitu : merah (trombus koagulasi), putih ( trombus
aglutinasi) dan trombus campuran. Trombus merah dimana sel trombosit tersebut rata
dalam suatu masa yang terdiri atas eritrosit dan fibrin, biasanya terdapat dalam vena.
5
Trombus putih terdiri atas fibrin dan lapisan trombosit, lekosit dengan sedikit eritrosit,
biasanya terdapat dalam arteri. Bentuk yang paling banyak adalah bentuk campuran.
Trombus vena adalah deposit intra vaskuler yang tersusun dari fibrin dan sel darah merah
disertai berbagai komponen trombosit dan lekosit.
DVT adalah suatu kondisi dimana trombus terbentuk terbentuk pada vena dalam
terutama di tungkai bawah dan inguinal. Bekuan darah dapat menghambat darah dar
tungkai bawah kembali ke jantung
2.3 Etiologi
Penyebab trombosis vena profunda antara lain:
1. Imobilitas
a. Bepergian duduk dalam jangka waktu yang lama misalnya penerbangan yang
lama (economy calss syndrome), bepergiandengan mobil, atau kereta.
b. Rawat inap di rumah sakit.
c. Trauma pada tungkai bawah dengan atau tanpa operasi atau bebat.
d. Kehamilan, termasuk 6-8 minggu post partume.obesitas
2. Hiperkoagulabilitas
a. Pengobatan (misalnya: obat KB, estrogen)
b. Merokok
c. Predisposisi genetic
d. Polisitemia
e. Kanker
3. Trauma pada vena (menyebabkan kerusakan pada dinding vena)
a. Fraktur pada tungkai
b. Memar pada tungkai
c. Komplikasi dari prosedur invasif pada vena
d. Ketiga hal ini, stasis vena, kerusakan dinding vena, dan
hiperkoagulabilitas,dikenal sebagai Triad Virchow-penyebab dari DVT
Faktor resiko timbulnya trombosis adalah sebagai berikut :
1. Defisiensi Anto trombin III, protein C, protein S dan alfa 1 anti tripsin.
Pada kelainan tersebut di atas, faktor-faktor pembekuan yang aktif tidak di netralisir
sehinga kecendrungan terjadinya trombosis meningkat.
6
2. Tindakan operatif
Faktor resiko yang potensial terhadap timbulnya trombosis adalah operasi dalam
bidang ortopedi dan trauma pada bagian panggul dan tungkai bawah. Pada operasi
di daerah panggul, 54% penderita mengalami trombosis vena, sedangkan pada
operasi di daerah abdomen terjadinya trombosis vena sekitar 10%-14%.
Beberapa faktor yang mempermudah timbulnya trombosis vena pada tindakan
operatif, adalah sebagai berikut :
a. Terlepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah karena trauma pada
waktu di operasi.
b. Statis aliran darah karena immobilisasi selama periode preperatif, operatif dan
post operatif.
c. Menurunnya aktifitas fibrinolitik, terutama 24 jam pertama sesudah operasi.
d. Operasi di daerah tungkai menimbulkan kerusakan vena secara langsung di
daerah tersebut.
3. Kehamilan dan persalinan
Selama trimester ketiga kehamilan terjadi penurunan aktifitas fibrinolitik,
statis vena karena bendungan dan peningkatan faktor pembekuan VII, VIII dan IX.
Pada permulaan proses persalinan terjadi pelepasan plasenta yang menimbulkan
lepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah, sehingga terjadi
peningkatkan koagulasi darah.
4. Infark miokard dan payah jantung
Pada infark miokard penyebabnya adalah dua komponen yaitu kerusakan
jaringan yang melepaskan plasminogen yang mengaktifkan proses pembekuan
darah dan adanya statis aliran darah karena istirahat total.
Trombosis vena yang mudah terjadi pada payah jantung adalah sebagai akibat
statis aliran darah yang terjadi karena adanya bendungan dan proses immobilisasi
pada pengobatan payah jantung.
5. Immobilisasi yang lama dan paralisis ekstremitas.
Immobilisasi yang lama akan menimbulkan statis aliran darah yang
mempermudah timbulnya trombosis vena.
7
6. Obat-obatan konstraseptis oral
Hormon estrogen yang ada dalam pil kontraseptis menimbulkan dilatasi vena,
menurunnya aktifitas anti trombin III dan proses fibrinolitik dan meningkatnya
faktor pembekuan darah. Keadaan ini akan mempermudah terjadinya trombosis
vena.
7. Obesitas dan varices
Obesitas dan varices dapat menimbulkan statis aliran darah dan penurunan
aktifitas fibriolitik yang mempermudah terjadinya trombosis vena.
8. Proses keganasan
Pada jaringan yang berdegenerasi maligna di temukan “tissue thrombo plastin-
like activity” dan “factor X activiting” yang mengakibatkan aktifitas koagulasi
meningkat. Proses keganasan juga menimbulkan menurunnya aktifitas fibriolitik
dan infiltrasi ke dinding vena. Keadaan ini memudahkan terjadinya trombosis.
Tindakan operasi terhadap penderita tumor ganas menimbulkan keadaan trombosis
2-3 kali lipat dibandingkan penderita biasa.(23)
Faktor risiko trombosis dapat dibagi menjadi 3 golongan besar yaitu
a. Situational risk factors.
Situational risk factors menunjukkan keadaan klinis yang jelas (well defined)
dan transien yang disertai peningkatan risiko trombosis selama keadaan tersebut
atau sesaat setelah keadaan tersebut. Contohnya adalah: operasi, imobilisasi
berkepanjangan, pemakaian kontraseptif oral (oral contraceptive = OCP), terapi
ganti hormon (hormone replacement therapy = HRT), kehamilan, kemoterapi
kanker, dan heparin-induced thrombocytopenia.
b. Inherited risk factors (inherited thrombophilia).
Inherited risk factors menunjukkan adanya mutasi genetik atau polimorfisme
yang menyebabkan defisiensi antikoagulan alamiah (protein C, protein S atau AT),
akumulasi faktor prokoagulan (prothrombin G20210A, atau ensim
methyltetrahydrofoalte reductase), atau faktor koagulan yang resisten terhadap
inaktivasi antikoagulan alamiah (faktor V Leiden). Semua keadaan ini
menyebabkan terganggunya mekanisme regulasi koagulasi normal yang
8
menghasilkan lebih banyak thrombin yang mengakibatkan peningkatan risiko
trombosis.
c. Acquired risk factors (acquired thrombophilia).
Acquired risk factors timbul sebagai akibat kelainan medik atau kelainan
hematologik nonfamilial yang mengganggu hemostasis normal atau reologi darah.
Contohnya adalah kanker, inflammatory bowel disease, sindroma nefrotik,
vaskulitis, sindroma antiposfolipid, kelainan mieloproliferatif, paroxysmal nocturnal
hemoglobinuria, dan sindroma hiperviscositas. Berbeda dengan situational risk
factor yang bersifat transien, acquired risk factors disebabkan oleh penyakit atau
proses yang bersifat ireversibel dan menetap.(23)
2.4 Patofisiologi
DVT biasanya terbentuk pada daerah dengan aliran darah lambat atau terganggu
di sinus vena besar dan kantung ujung katup di vena dalam tungkai bawah atau segmen
vena yang terpapar oleh trauma langsung. Pembentukan,perkembangan dan disolusi
trombus vena trombus menggambarkan keseimbangan antara efek ransangan
trombogenik dan berbagai mekanisme protektif.faktor yang mempengaruhi
keseimbangan dan berimplikasi pada patogenesis trombosis vena,dikenal dengan Trias
Virchow’s
1.Cedera vaskuler ( kerusakan endothelial)
2.Stasis Vena
3.Aktivitasi koagulasi darah (Hiperkoagulabilitas)
1.Cedera Vaskuler
Kerusakan vaskuler memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan tombosis vena
melalui trauma langsung atau aktivasi sel edotel melalai sitokinin (interleukin -1 dan
tumor necrosis factor)yang dilepaskan dari hasil cedera jaringan dan inflamasi.koagulasi
darah dapat diaktifkan melalui rangsangan intravaskuler yang dilepaskan dari tempat
jauh (misal kerusakan vena femoralis saat operasi panggul) atau oleh sitokin yang
teriduksi rangsangan endotel yang utuh. Sitokinin ini merangsang sel endotel yang
normal. Trombodulin,(TM) adalah reseptor membran sel endotel untuk trombin. Bila
trombin terikat pada TM maka kemampuan memecah fibrinogen menurun. Sebaliknya
kemampuan mengaktifasi antikoagulan, protein C meningkat. Protein C dengan
9
kofaktornya protein S menginaktifvasi bentuk aktif kofaktor prokoagulan,faktor Va dan
Vllla.protein C aktif juga meningkatkan fibrinolisis.
Endotel vena mengandung aktifator yang mengkonversi plasminogen ke
plasmin.plasmin melisis fibrin.setelah pembedahan dan cedera.sistem fibrinolisis di
hambat dan aktivitas vena ekstremitas bawah lebih berkurang dibanding dengan
ekstremitas atas
2.Stasis vena
Stasis vena sering pada usia tua,tirah baring lebih dari tiga hari dan operasi yang
memakan waktu lama.stasis vena memberikan predisposisi trombosis lokal. Stasis
mengganggu pembersihan faktor koagulasi aktif dan membatasi aksesbilitas trombin di
vena menempel ke trombomodulis.protein ini terdapat dalam densitas terbesar di
pembuluh darah kapiler.
Penelitian ultrasruktural menunjukkan bawah setelah trauma ditempat
jauh,leokosit melekat diantara intercellular junction endotel pada daerah stasis vena. Hal
ini menjadi nidus untuk pembentukan trobus. Bila nidus trobus mulai terdapat di daerah
stasis,maka substasi yang dapat meningkatkan agregasi trombosit,yaitu faktor X
teraktivasi, trobin,fibrin dan katekolamin tetap dalam kosentrasi tinggi di daerah
tersebut.statis juga memberikan kontribusi tambahan, sebaliknya katup tergantung pada
darah yang mengalir , onhibisi trombomodulin aktivitas antikoagualan dari trombin
melalui aktivasi protein C dan disolusi fibrin oleh sistem fibrinolitil.
3.Hiperkoagulabilitas
Dari ketiga faktor penyebab DVT yang terpenting adalah faktor staris dan
hiperkoagulabilitas. Keadaan hiperkoagulabilitas adalah suatu perubahan keadaan darah
yang membantu pembentukan trombus vena. Perubahannya meliputi peningkatan
konsentrasi faktor koagulasi normal maupun teraktivasi. Penurunan kadar circulating
inhibitors, gangguan fungsi sistem fibrinolitik dan adanya trombosit hiperaktif, faktor
hiperkoagulabilitas dan statis bekerja sama membentuk trombus vena.
Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan hemostasis dan perkembangan sistem
tes diagnostik, penyebab hiperkoagulabilitas menjadi lebih jelas. 50-80% penyebab ini
didasari defek trombosit atau koagulasi protein darah di dapat atau herediter.Resistensi
terhadap protein C teraktivasi (activated protein C/APC) dan hiperhomosistenemia
adalah faktor yang penting terjadinya hiperkoagulabilitas.
2.5 Manifestasi klinis
10
a. Pembengkakan kaki
b. Merah, berubah warna, atau putih
c. Kabel di pembuluh darah kaki yang dapat dirasakan
d. Takikardia (denyut jantung cepat
e. Demam ringan
f. Hangat kulit
g. Lebih terlihat permukaan pembuluh darah
h. Rasa nyeri, sesak, nyeri atau sakit pada kaki (gejala ini hanya mungkin terjadi pada
saat berjalan atau berdiri)
2.6 Penatalaksanaan
A. Non Farmakologis
Mengurangi Morbiditas pada serangan akut.
1. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena untuk melancarkan aliran darah vena
2. Kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi mikrovaskular
3. Latihan lingkup gerak sendi (range of motion) seperti gerakan fleksi-ekstensi,
menggengam, dan lain-lain. Tindakan ini akan meningkatkan aliran darah di vena-
vena yang masih terbuka (patent)
4. Pemakaian kaus kaki elastis (elastic stocking), alat ini dapat meningkatkan aliran
darah vena.
Nyeri dan pembengkakan biasanya akan berkurang sesudah 24 – 48 jam serangan
trombosis. Apabila nyeri sangat hebat atau timbul flagmasia alba dolens di anjurkan
tindakan embolektomi.
Pada keadaan biasa, tindakan pembedahan pengangkatan thrombus atau emboli,
biasanya tidak di anjurkan.
B. Farmakologis
Obat-obat antithrombotik dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar:
1. Obat antiplatelet
Mekanisme kerjanya yaitu menghambat sintesis TxA2, menghambat reseptor
ADP, menghambat Gp IIb/IIIa dan untuk pemantauan belum ada standarisasi.
a. Aspirin
b. Phosphodiesterase inihibitor: dipyridamole
11
c. Derivat thienopyridines
a) Ticlopidin
b) Clopidogrel
d. Glycoprotein IIb/IIIa receptor antagonist
2. Obat antikoagulan
A. Parenteral
a.) Heparin
1) Unfractionated heparin
2) Low molecular weight heparin
Heparin
Merupakan mukopolisakharid yang mempunyai mekanisme kerja
meningkatkan fungsi AT III. Cara pemberiannya melalui iv dan sc.
Pemantauan terapi heparin yaitu sekali dalam 24 jam 4 - 6 jam setelah
suntikan dan dipantau dengan APTT, TT, ACT, WBCT, kadar plasma
heparin (titrasi protamin dan anti- Xa).
APTT paling sering dipakai. Rentang deteksinya sebesar 0.1 - 1 iu/ml.
Rentang terapi APTT yaitu 1.5 - 2.5 x mean normal range, sesuai dengan
0.2 - 0.4 iu/ml (protamin titration) atau 0.3 - 0.7 iu/ml (anti Xa).
Keterbatasan APTT untuk pemantauan heparin yaitu sensitivitas reagens
bervariasi, tidak ada korelasi linear antara dosis heparin dengan APTT.
APTT memanjang terjadi pada defisiensi faktor koagulasi, Lupus
anticoagulant, inhibitor F VIII dan peningkatan fibrinogen and F VIII.
Sedangkan APTT memendek terjadi pada APTT yang tak dapat dipakai
karena heparin diberikan bersama warfarin atau heparin diberikan bersama
obat trombolitik.
Thrombin time (TT) normalnya 10 - 15 “. Jika diperiksa pada terapi
heparin yaitu sebesar 25 - 100 “. TT memanjang pada hypofibrinogenemia,
dysfibrinogenemia dan FDP.
12
Whole Blood Clotting Time jarang digunakan karena kurang
reproducible, kurang sensitif, time consuming dan bed side.
Activated clotting time (ACT) digunakan dalam skrining untuk jalur
intrinsik dan jalur bersama. Normalnya 75 - 120 “. Jika diperiksa pada
terapi heparin yaitu sebesar 140 - 185 “. Jika digunakan untuk pemantauan
heparin dosis tinggi yaitu sebesar 1 - 5 iu/ml.
b) Pentasaccharides
1) Fondafarinux
2) Idraparinux
c) Heparinoids
d) Direct thrombin inhibitor
1) Lepirudin
2) Argatroban
B. Oral anticoagulant
a) Vitamin-K dependent coagulation proteins inhibitor
b) Ximelagatran
Antikoagulan oral
Dapat menghambat vitamin K, penurunan Prothrombin, VII, IX, X,
protein C, protein S, PIVKA (protein induced by vit. K absence
/antagonist). Dalam memberikan terapy dipantau dengan PT atau
Thrombotest. Keterbatasan PT untuk antikoagulan oral yaitu antara lain
sensitivitas reagens bervariasi dan sistem pelaporan bervariasi.
3. Obat thrombolitik atau fibrinolitik.
Dapat meningkatkan aktivitas fibrinolitik. Lytic state yaitu kadar fibrinogen. FDP
yaitu sebesar Thrombin time ( 2-3 x normal) dan 3 – 4 jam setelah terapi.
a) Streptokinase
b) Urokinase-type plasminogen activator
c) Tissue-tyep plasminogen activator
Defibrinogenating agents
13
Contohnya yaitu racun ular (Ancrod, Batroxobin). Mekanisme kerjanya yaitu
leavage FPA fibrin atipik dan hypofibrinogenemia. Digunakan dalam pemantauan
kadar fibrinogen (70-100 mg/dl).(6)
Cara Pemberian Obat Antitrombotik:
1. Pemberian Heparin standar
Heparin 5000 ini bolus (80 iu/KgBB), bolus dilanjutkan dengan drips
konsitnus 1000 – 1400 iu/jam (18 iu/KgBB), drips selanjutnya tergantung hasil
APTT. 6 jam kemudian di periksa APTT untuk menentukan dosis dengan target
1,5 – 2,5 kontrol.
a. Bila APTT 1,5 – 2,5 x kontrol dosis tetap.
b. Bila APTT < 1,5 x kontrol dosis dinaikkan 100 – 150 iu/jam.
c. Bila APTT > 2,5 x kontrol dosis diturunkan 100 iu/jam.
Penyesuaian dosis untuk mencapai target dilakukan pada hari ke 1 tiap 6 jam,
hari ke 2 tiap 2 - 4 jam. Hal ini di lakukan karena biasanya pada 6 jam pertama
hanya 38% yang mencapai nilai target dan sesudah hari ke 1 baru 84%.
Heparin dapat diberikan 7–10 hari yang kemudian dilanjutkan dengan
pemberian heparin dosis rendah yaitu 5000 iu/subkutan, 2 kali sehari atau
pemberian anti koagulan oral, selama minimal 3 bulan.
Pemberian anti koagulan oral harus diberikan 48 jam sebelum rencana
penghentian heparin karena anti koagulan orang efektif sesudah 48 jam.(10)
2. Pemberian Low Milecular Weight Heparin (LMWH)
Pemberian obat ini lebih di sukai dari heparin karena tidak memerlukan
pemantauan yang ketat, sayangnya harganya relatif mahal dibandingkan heparin.
Saat ini preparat yang tersedia di Indonesia adalah Enoxaparin (Lovenox) dan
(Nandroparin Fraxiparin). Pada pemberian heparin standar maupun LMWH bisa
terjadi efek samping yang cukup serius yaitu Heparin Induced Thormbocytopenia
(HIT).(18)
3. Pemberian Oral Anti koagulan oral
Obat yang biasa di pakai adalah Warfarin. Cara pemberian Warfarin di mulai
dengan dosis 6 – 8 mg (single dose) pada malam hari. Dosis dapat dinaikan atau
di kurangi tergantung dari hasil INR (International Normolized Ratio). Target INR
adalah 2,0 – 3,0.
14
Lama pemberian anti koagulan oral adalah 6 minggu sampai 3 bulan apabila
trombosis vena dalam timbul disebabkan oleh faktor resiko yang reversible.
Sedangkan kalau trombosis vena adalah idiopatik di anjurkan pemberian anti
koagulan oral selama 3-6 bulan, bahkan biasa lebih lama lagi apabila ditemukan
abnormal inherited mileculer.
Kontra indikasi pemberian anti koagulan adalah :
a. Hipertensi : sistolik > 200 mmHg, diastolik > 120 mmHg.
b. Perdarahan yang baru di otak.
c. Alkoholisme.
d. Lesi perdarahan traktus digestif.(11)
4. Pemberian trombolitik
Pemberian trombolitik selama 12-14 jam dan kemudian di ikuti dengan
heparin, akan memberikan hasil lebih baik bila dibandingkan dengan hanya
pemberian heparin tunggal.
Peranan terapi trombolitik berkembang dengan pesat pada akhir abad ini,
terutama sesudah dipasarkannya streptoknase, urokinase dan tissue plasminogen
activator (TPA).
TPA bekerja secara selektif pada tempat yang ada plasminogen dan fibrin,
sehingga efek samping perdarahan relatif kurang. Brenner menganjurkn
pemberian TPA dengan dosis 4 ugr/kgBB/menit, secara intra vena selama 4 jam
dan Streptokinase diberikan 1,5 x 106 unit intra vena kontiniu selama 60 menit.
Kedua jenis trombolitik ini memberikan hasil yang cukup memuaskan.(11)
Efek samping utama pemberian heparin dan obat-obatan trombolitik adalah
perdarahan dan akan bersifat fatal kalau terjadi perdarahan serebral. Untuk
mencegah terjadinya efek samping perdarahan, maka diperlukan monitor yang
ketat terhadap waktu trombo plastin parsial dan waktu protombin, jangan melebihi
2,5 kali nilai kontrol.
Pengobatan trombosis vena diberikan pada kasus-kasus yang diagnosisnya
sudah pasti dengan menggunakan pemeriksaan yang objektif, oleh karena obat-
obatan yang diberikan mempunyai efek samping yang kadang-kadang serius.
Berbeda dengan trombosis arteri, trombosis vena dalam adalah suatu keadaan
yang jarang menimbulkan kematian. Oleh karena itu tujuan pengobatan adalah:
1. Mencegah meluasnya trombosis dan timbulnya emboli paru.
15
2. Mengurangi morbiditas pada serangan akut.
3. Mengurangi keluhan post flebitis
4. Mengobati hipertensi pulmonal yang terjadi karena proses trombo emboli.
2.7 Pemeriksaan diagnostik
Berbagai teknik, baik yang non invasive maupun yang invasive, tersedia untuk
membantu menegakkan, menentukan dan mencari tempat adanya thrombosis vena.
Teknik Non infasif, teknik non infasif ultra sonografi Doopler, plestimografi
impedansi, dan pencitraan ganda, semua berdasar pada danya thrombus yang
menyebabkan abnormalitas aliran vena.
Ultrasonografi Doopler dilakukan dengan cara meletakkan probe Doppler di atas
vena yang tersumbat. Bacaan aliran doopler tampak lebih kecil di banding tungkai
sebelahnya atau tidak sama sekali. Metode ini relative murah, mudah dilakukan, praktis,
cepat dan non infasif. Pencitraan vena ganda digunakan untuk mendapatkan informasi
anatomis selain untuk mengkaji parameter fisiologis.
Pletismgrafi Impedansi digunakan untuk mengukur perbedaan volume darah dalam
vena. Manset tekanan darah dipasang pada paha pasien dan dikembungkan secukupnya
sampai aliran arteri berhenti. Kemudian gunakan elektroda betis untuk mengukur
tahanan elektris yang terjadi akibat perubahan volume darah dalam vena. Apabila
terdapat thrombosis vena dalam, peningkatan volume vena yang normalnya terjadi akibat
terperangkapnya darah dibawah ikatan menset akan lebih rendah dari yang diharapkan.
Hasil false positive dapat terjadi akibat dari berbagai factor yang menyebabkan
vasokontriksi, peninggian tekanan vena, penurunan curah jantung, atau kompresi
eksternal pada vena. False negative dapat terjadi akibat adanya thrombosis lama,
menimbulkan sirkulasi kolateral yang adekuat atau dari flebitis superficial.
Penggunaan ultrasonografi Doopler, pencitraan vena ganda dan pletismografi
impedansi dapat meningkatkan ketepatan diagnose secara bermakna. Pencitraan vena
ganda adalah prosedur pilihan karena dapat memperlihatkan pembuluh darah maupun
pembekuan darah dan merupakan prosedur non invasive.
Tekanan invasive. Teknik invasive berdasar pada injeksi media kontras ke system
vena kemudian berikatan dengan elemen structural thrombus. Fibrinogen berlabel I251
dan flebografi kontras adalah contoh uji tersebut.
Pencitraan Fibrinogen berlabel I251 merupakan prosedur dianosstik yang baru saja
dikembangkan dan merupakan metode yang sangat peka untuk deteksi awal thrombosis
16
vena. Uji ini berdasar pada kenyataan bahwa bila fibrinogen radioaktif di injeksikan
secara intra vena, akan berkonsentrasi pada bekuan darah. Kemudian tingkat
radioaktivitasnya dapat diukur secara bertahap menggunakan pengukur eksternal yang
dapat memantau perkembangan bekuan darah tadi. Tetapi uji ini tidak dapat
memperlihatkan thrombus yang sudah lama terbentuk atau thrombus di daerah
selangkangan dan pelvis. Selain itu uji ini sangat mahal sehingga jarang digunakan.
Flebografi kontras (venografi) dilakukan dengan menginjeksikan media kontras
radiografi kedalam system vena melalui vena dorsal kaki. Apabila terdapat thrombus,
gambaran sinar X memperlihatkan kedua gambaran segmen vena baik yang tidak terisi
maupun vena yang penuh terisi oleh darah beserta sirkulasi kolateralnya. Penyuntikan
bahan kontras dapat meyebabkan peradangan vena singkat tetapi nyeri. Uji ini secara
umum diterima sebagai penentu diagnosis thrombosis vena.
2.8 Komplikasi
a. Emboli Paru
Pada deep vein trombosis (DVT) thrombus sangat mudah lepas sehingga
menimbulkan emboli, terutama emboli paru atau pulmonary emboli (PE).Emboli
Paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus,
yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah
(trombus), tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan
tumor atau gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya
menyumbat pembuluh darah.
Penyebab yang paling sering adalah bekuan darah dari vena tungkai, yang disebut
trombosis vena dalam. Gumpalan darah cenderung terbentuk jika darah mengalir
lambat atau tidak mengalir sama sekali, yang dapat terjadi di vena kaki jika
seseorang berada dalam satu posisi tertentu dalam waktu yang cukup lama. Jika
orang tersebut bergerak kembali, gumpalan tersebut dapat hancur, tetapi ada juga
gumpalan darah yang menyebabkan penyakit berat bahkan kematian.(7)
b. Gangguan vaskularisasi daerah distal trombosis
Adanya trombosis dapat menimbulkan kedaruratan karena trombosis dapat
menghambat saluran arteri dan vena. Apabila mengenai pembuluh darah terutama
arteri yang tidak memiliki kolateral, dapat menimbulkan kurangnya suplai darah di
distal daerah trombosis. Jika hal ini terjadi maka fungsi darah sebagai pengangkut
17
oksigen dan nutrisi tidak dapat tersampaikan pada daerah distal trombosis. Jika hal
ini berlangsung lama dapat menimbulkan hipoksia jaringan, iskemi bahkan dapat
berujung pada nekrosis jaringan.
c. Sindroma post-trombosis.
Penyebab terjadinya sindroma ini adalah inkompeten katub vena sebagai akibat
proses trombosis sehingga terjadi peningkatan tekanan vena sebagai konsekuensi
dari adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena besar. Biasanya terjadi pada
trombosis di daerah proksimal yang eksistensif seperti vena-vena di daerah poplitea,
femoral dan illiaca. Keluhan biasanya panas, edema dan nyeri terjadinya trombosis.
Sindroma ini akan berkurang derajad keganasannya kalau terjadi lisis atau
pengangkatan trombosis.
Manifestasi klinis sindroma post-trombotik yang lain adalah nyeri pada daerah
betis yang timbul / bertambah waktu penderitanya berkuat (venous claudicatio),
nyeri berkurang waktu istirahat dan posisi kaki ditinggikan, timbul pigmentasi dan
indurasi pada sekitar lutut dan kaki sepertiga bawah.
2.9 Pencegahan
Trombosis vena, tromboflebitis dan trombosis vena dalam biasanya dapat dicegah,
khususnya pasien yang dianggap punya resiko teridentifikasi dan dilakukan upaya
pencegahan awal.
1. Stoking Elastik
Stoking ini memberikan tekanan secara terus menerus dan merata diseluruh
permukaan betis, menurunkan diameter vena superfisial tungkai, sehingga
meningkatkan aliran vena yang lebih dalam.
2. Alat penekanan pneumatik intermiteen (IPC )
Alat IPC tersusun atas pengontrol listrik yang dihubungkan dengan dengan pipa udara
kepembalut tungkai. Pembalut tungkai terbagi dalam banyak kompertemen yang
secara berurutan akan terisi dan memberi tekan pada tumit, betis dan paha. Upaya
keperawatan meliputi memastikan bahwa tekanan yang ditentukan tidak berlebihan
dan mengkaji kenyaman pasien.
3. Pertimbangan Gerontologis
18
Karena kurangnya kekuatan dan dominan tangan kanan, maka pasien manula
mungkin tidak mampu memakai stoking dengan benar.Anggota keluarga harus
diajarkan cara membantu pasien mengenakan stoking sehingga tidak menyebabkan
tekanan yang tidak diinginkan pada bagian kaki atau tungkai.
4. Posisi tubuh dan latihan
Saat pasien berbaring ditempat tidur, kaki dan tungkai bawah harus ditinggikan
beberapa kali lebih tinggi dari jantung
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Data dasar (biodata)
19
Nama klien, umur, jenis kelamin, alamat, agama ,suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama yang di rasakan oleh klien ,nyeri dada , cepat lelah ,nafas pendek /
nafas tidak teratur ,demam ,menggigil ,anoeksia ,dispneu dan disritmia.
c. Riwayat penyakit dahulu
Klien mempunyai riwayat penyakit jantung ,alergi terhadap obat-obatan .
d. Pemeriksaan fisik
1. Breath (Pernafasan)
Peningkatan frekuensi pernapasan, napas sedikit sesak
2. Blood (Sirkulasi)
- TD : dapat normal atau naik turun, perubahan postural dicatat dari tidur
sampai duduk/berdiri
- Nadi : kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat,tidak teratur(distrimia)
mungkin terjadi
- pucat atau sianosis/kulit merah di betis,kuku datar pada membran mukosa
dan bibir
3. Brain (Integritas Ego)
- menolak, menangkal, cemas, kurang kontak mata
- Gelisah, marah, perilaku menyerang
- Fokus pada diri sendiri,nyeri
4. Bowel (Pencernaan)
Tanda : Nafsu makan menurun
5. Bladder
6. Bone (Muskulusskleletal)
Tanda: Nyeri di bagian tungkai, hangat dibagian tungkai
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Resiko perubahan status nutrisi kurang berhubungan dengan pentingnya penemuan
nutrisi untuk penymbuhan klien.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kurangnya kesadaran dari pasien yang
disebabkan keadaan yang mengalami penurunan
20
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri yang
menyentuh ujung saraf
d. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan penurunan fungsi paru yang
mengakibatkan sesak nafas