kepemimpinan

22
Di dalam artikel telah dijelaskan bahwa kepemimpinan adalah salah satu fenomena yang paling kompleks dan beragam yang telah diterapkan dalam organisasi dan penelitian psikologis. Dalam 50 tahun terakhir, kepemimpinan telah dibahas dalam hal sifat yang bertanggung jawab, mengatur dan menetapkan perilaku atau gaya, ciri-ciri situasional, dan proses anggapan yang kognitif. Burns (1978) menyatakan hal yang sama bahwa, " Kepemimpinan adalah fenomena yang paling sering diobervasi namun paling sedikit yang memahami di dunia. Memang dalam 7 dekade penelitian tentang kepemimpinan mengantarkan Stogdill dalam mengambil kesimpulan, "Akumulasi yang tiada habisnya dalam data empiris belum menghasilkan pemahaman yang terintegrasi kepemimpinan". Yukl, Gordon, & Taber (2002) mencatat bahwa dimasa lalu telah ada penekanan yang lebih pada metakategori. Seperti contoh, kebanyakan penelittian pada tahun 1960an dan 1970an menggunakan langkah-langkah pertimbangan dan struktur inisiasi daripada memeriksa hasil komponen spesifik dari definisi perilaku yang luas. Pondy (1976) berkomentar bahwa kita etlah disalaharahkan oleh adanya istilah tunggal dalam bahasa kita untuk berfikir bahwa itu mencerminkan beberapa realita. Calder (1977) juga menunjukkan bahwa dalam perkembangan dari pendekatan sifat ke pandangan tranksaksional-kontingensi yang kompleks. Kepemimpinan telah diarti luaskan bahwa kepemimpinan tidak dapat dibedakan dari model umum perilaku yang lain. Masalah utamanya adalah kepemimpinan jarang secara langsung diamati namun hanya secara diberikan dan dirasakan (Davis& Luhans, 1979). Di dalam artikel juga ditunjukkan beberapa definisi dari kepemimpinan yaitu : Prentice (1961) mendefinisikan kepemimpinan sebagai "pencapaian tujuan melalui bantuan arahan manusia" dan seorang pemimpin yang sukses sebagai seorang yang mampu memahami motivasi orang dan memperoleh partisipasi karyawan dengan cara menyambungkan kebutuhan dan keinginan individu dengan tujuan kelompok. Dia menyuarakan kepemimpinan demokratis yang memberikan kesempatan kepada karyawan untuk belajar dan berkembang- tanpa menciptakan anarki. Mintzberg (1973) mengemukakan bahwa peran kepemimpinan adalah salah satu dari sepuluh peran manajerial. Sembilan peran manajerial yang lainnya adalah: 1. Pemimpin, 2. Penghubung, 3.

Transcript of kepemimpinan

Page 1: kepemimpinan

Di dalam artikel telah dijelaskan bahwa kepemimpinan adalah salah satu fenomena yang paling kompleks dan beragam yang telah diterapkan dalam organisasi dan penelitian psikologis. Dalam 50 tahun terakhir, kepemimpinan telah dibahas dalam hal sifat yang bertanggung jawab, mengatur dan menetapkan perilaku atau gaya, ciri-ciri situasional, dan proses anggapan yang kognitif.

Burns (1978) menyatakan hal yang sama bahwa, " Kepemimpinan adalah fenomena yang paling sering diobervasi namun paling sedikit yang memahami di dunia. Memang dalam 7 dekade penelitian tentang kepemimpinan mengantarkan Stogdill dalam mengambil kesimpulan, "Akumulasi yang tiada habisnya dalam data empiris belum menghasilkan pemahaman yang terintegrasi kepemimpinan". Yukl, Gordon, & Taber (2002) mencatat bahwa dimasa lalu telah ada penekanan yang lebih pada metakategori. Seperti contoh, kebanyakan penelittian pada tahun 1960an dan 1970an menggunakan langkah-langkah pertimbangan dan struktur inisiasi daripada memeriksa hasil komponen spesifik dari definisi perilaku yang luas. Pondy (1976) berkomentar bahwa kita etlah disalaharahkan oleh adanya istilah tunggal dalam bahasa kita untuk berfikir bahwa itu mencerminkan beberapa realita. Calder (1977) juga menunjukkan bahwa dalam perkembangan dari pendekatan sifat ke pandangan tranksaksional-kontingensi yang kompleks. Kepemimpinan telah diarti luaskan bahwa kepemimpinan tidak dapat dibedakan dari model umum perilaku yang lain. Masalah utamanya adalah kepemimpinan jarang secara langsung diamati namun hanya secara diberikan dan dirasakan (Davis& Luhans, 1979).

Di dalam artikel juga ditunjukkan beberapa definisi dari kepemimpinan yaitu : Prentice (1961) mendefinisikan kepemimpinan sebagai "pencapaian tujuan melalui bantuan arahan manusia" dan seorang pemimpin yang sukses sebagai seorang yang mampu memahami motivasi orang dan memperoleh partisipasi karyawan dengan cara menyambungkan kebutuhan dan keinginan individu dengan tujuan kelompok. Dia menyuarakan kepemimpinan demokratis yang memberikan kesempatan kepada karyawan untuk belajar dan berkembang- tanpa menciptakan anarki.

Mintzberg (1973) mengemukakan bahwa peran kepemimpinan adalah salah satu dari sepuluh peran manajerial. Sembilan peran manajerial yang lainnya adalah: 1. Pemimpin, 2. Penghubung, 3. Pemantau, 4. Penyebar, 5. Juru Bicara, 6. Pengusaha, 7. Pemecah masalah, 8. Pengatur Sumber Daya, 9. Negosiator.

Tannenbaum & Schmidt (1973) mengemukakan bahwa pemimpin yang sukses adalah mereka yang sangat menyadari kekuatan yang paling relevan dari perilaku mereka pada waktu tertentu. Mereka secara tepat mengerti diri mereka sendiri, individu-individu dan kelompok-kelompok yang merka hadapi, dan perusahaan dan lingkungan sosial yang luas dimana mereka beroperasi. Dan tentu mereka mampu untuk menilai kesiapan pertumbuhan dari bawahan mereka sekarang.

Dijelaskan pula bahwa fungsi penting pemimpin adalah untuk memvisualisasikan dan mengkonkretkan etos nilai dalam pekerjaan dan ujuan dari kelompok kerja. Seorang pemimpin harus mendefinisikan dan mengartikulasikan tujuan kerja dan tujuan yang lebih besar dan visi yang imajinaif. Seorang pemimpin harus menanamkan dan mempertahankan visi dalam keunggulan kerja, tugas, dan kerja sama dengan orang yang berkaitan dengan tujuannya. Seorang pemimpin harus mengubah tujuan kecil,

Page 2: kepemimpinan

keegoisan, dan tujuan yang sempit oleh individu menjadi tujuan sosial yang luas dan bersifat spritual (Rastogi, 1987). Kepemimpinan didefinisikan sebagai "sebuah interaksi antara dua atau lebih anggota dari sebuah kelompok yang sering melibatkan penataan atau restrukturisasi dari situasi dan presepsi dan harapan anggota" (Bass B., 1990).

Beberapa definisi tersebut merupakan rangkuman dari beberapa definisi yang dijelaskan dalam artikel

Teori Sifat dari Kepemimpinan

Stogdill (1948) mengulas 124 studi sifat yang terjadi pada 1904 sampai 1948 dan menemukan bahwa pola yang dihasilkan konsisen dengan konsepsi seorang pemimpin sebagai seseorang yang memperoleh statusnya dengan menunjukkan kemampuannya untuk membantuk kelompok mencapai tujuannya. Kesimpulan tersebutt didukung oleh bukti positif yang seragam dari studi yang telah disurvei:

(A) Rata-rata orang yang menempati posisi kepemimpinan melebihi rata-rata anggota kelompoknya dalam hal berikut:

1. Kecerdasan

2. Tingkat sarjana

3. kettergantungan dalam pelaksanaan tanggung jawab

4. akifitas dan partisipasi social

5. status sosial-ekonomi

6. Inisiatif

7. Ketekunan

8. Mengetahui bagaimana cara untuk menyeleseaikan sesuatu

9. Percaya diri

10. kewaspadaan dan wawasan dalam suatu situasi

11. kegotong-royongan

12. popularitas

13. kemampuan beradapttasi

14. kecakapan verbal.

(B) Kualitas, karakteristtik, dan keterampilan dibutuhkan pada seorang pemimpin ditentukan untuk sebagian besar tuntutan situasi dimana dia berfungsi sebagai seorang pemimpin. (C) Wujud yang secara keseluruhan berhubungan dengan kepemimpinan adalah orisinalias, popularittas, sosialisasi, penilaian, agresivias, keinginan untuk unggul, humor, kegotong-royongan, keakifan, dan kemampuan atletik, agar sesuai dengan besarnya koefisien korelasi rata0rata. (D) Meskipun dapat dikatakan bukti negatif, kecenderungan umum menunjukkan rendahnya hubungan positif antara

Page 3: kepemimpinan

kepemimpinan dengan berbagai variabel seperti usia, tinggi, berat badan, fisik, energi, penampilan, dominasi, dan kontrol suasana hati. Pemimpin diklasifikasian semua fakor yang terkait dengan kepemimpinan dibawah garis kapasitas, prestasi, tanggung jawab, partisipasi, satus dan situasi: kapasitas (kecerdasan, kewaspadaan, kecakapan verbal, orisinalitas, penilaian), Prestasi ( tingkat sarjana, pengetahuan, presttasi atletik), Tanggung jawab ( ketergantungan, insiaif, ketekunan, agresifitas, percaya diri, keinginan untuk unggul), Partisipasi (akifitas, sosialisasi, kemampuan beradaptasi, humor), Status (posisi soial-ekonomi, posisi, popularitas), Situasi (tingkat mental, status, keterampilan, kebutuhan dan keinginan pengikut, tujuan yang akan dicapai, dll.).

1.3 Teori Perilaku Kepemimpinan

Sejauh ini, kepemimpinan telah dipelajari secara informal dengan mengamati kehidupan orang-orang besar dan secara formal dengan mencoba untuk mengidentifikasi ciri-ciri kepribadian pemimimpin yang sudah diakui melalui teknik penilaian. Sejak perang dunia kedua, penekanan penelitian telah bergeser dari pencarian untuk ciri-ciri kepribadian menjadi pencarian perilaku yang membuat perbedaan dalam kinerja maupun kepuasan pengikut. Penelitian pertama di daerah ini dilakukan oleh Lewin, Lippit dan White di Universitas Iowa. Lewin, Lippit, & White (1939) mencoba untuk mencari tahu apa yang mendasari pola yang berbeda-beda dari perilaku kelompok sebagai pemberontakan terhadap otoritas, penganiayaan kambing hitam, tunduk apatis terhadap dominasi otoriter, atau serangan terhadap golongan luar. Mereka mempelajari apakah perbedaan dalam struktur subkelompok, kepuasan kelompok, dan potensi yang berpusat pada ego, dan tujuan yang berpusat pada kelompok dapat dimanfaatkan sebagai kriteria untuk memprediksi akibat sosial dari perbedaan atmosfer settiap kelompok. Pada percobaan pertama, permusuhan 30 kali terjadi di kelompok otokratis seperti dalam kelompok demokratis. Agresi (termasuk "permusuhan" dan "permusuhan secara berkelakar") 8 kali terjadi. Banyak dari agresi ini diarahkan kelompok otokrat. Pada percobaan kedua, satu dari lima otokrat menunjukkan reaksi yang agresif sebagaimana yang terjadi di percobaan pertama. Dalam empat otokrasi lainnya, mereka menunjukkan perilaku yang sangat tidak agresif dan apatis. Keempat jenis bukti menunjukkan bahwa kurangnya agresi mungkin tidak dipengaruhi oleh kurangnya rasa frustasi, namun disebabkan oleh pengaruh represif otokrat yang: 1. agresi yang meledak-ledak, 2. tajamnya kenaikan agresi ketika otokrat meninggalkan ruangan, 3. indikasi lain dari apatis yang umum, seperti tidak adanya senyum maupun bercandaan, dan 4. fakta bahwa 19 dari 20 orang lebih menyukai pemimpin yang demokratik dibandingkan yang otokratik, dan 7 dari 10 lebih menyukai pemimpin yang "laissez-faire". Analisis faktoral dari inter-korelasi diantara 8 dimensi hipotesis perilaku kepemimpinan mengakibatkan munculnya 4 faktor. Faktor-faktor ini diidentifikasikan sebagai Pertimbangan (indikasi perilaku dari persahabatan, rasa saling percaya, rasa hormat, dan kehangatan), Struktur inisiasi (perilaku yang mengatur dan menentukan hubungan atau peran, dan menetapkan pola yang terdefinisi baik dalam organisasi, saluran komunikasi, dan cara-cara untuk menyelesaikan pekerjaan), Penekanan produksi (perilaku yang mengangkat motivasi kelompok ke kegiatan yang lebih besar dengan menekankan misi atau pekerjaan yang harus terselesaikan), dan Kesadaran sosial (sensitivitas pemimpin untuk, dan kesadaran tentang hubungan sosial

Page 4: kepemimpinan

dan tekanan dari dalam maupun luar kelompok). Dua faktor, Pertimbangan dan Struktur inisiasi, terhitung 83 persen dari total faktor varian. Pertimbangan cenderung berkorelasi negatif dengan penilaian efektifitas kepemimpinan oleh atasan, sementara Struktur inisiasi terkait positif dengan penilaian efektifitas. Pertimbangan tidak dianggap sebagai bentuk perilaku yang berkontribusi langsung ke arah efekifitas kepemimpinan. Penelitian yang disponsori bersama oleh Laboratorium Penelitian Sumber Daya Manusia, Departemen Air Force, dan Yayasan Penelitian Universitas bagian Ohio. Pertimbangan dan Struktur insisasi menjadi tingkat identifikasi tertentu di dimensi kepemimpinan "bagian Ohio".

1.4 Teori Ketergantungan Kepemimpinan Fiedler

Sebuah organisasi yang mempekerjakan pemimpin sama bertanggung jawabnya atas keberhasilan maupun kegagalan pemimpin iu sendiri. Pada tahun 1904, Terman menulis bahwa kinerja kepemimpinan tergantung pada situasi serta pada pemimpin (Fiedler, 1964). Praktis, semua program pelatihan yang formal berusaha untuk mengubah individu; kebanyak berasumsi secara explisit atau implisit bahwa ada lebih dari satu gaya kepemimpinan atau salah satu cara bertindak yang mungkin akan bekerja baik dalam setiap kondisi. Yang lainnya berasumsi bahwa pelatihan seharusnya memungkinkan seseorang untuk menjadi lebih fleksibel atau lebih sensitif terhadap lingkungannya sehingga dia mampu menyesuaikan dirinya dengan kondisi tersebut. Efektifitas seorang pemimpin mungkin didefinisikan dengan istilah seberapa baik kelompok atau organisasinya melakukan tugas-tugas utama dimana mereka bekerja. Kita mengukur efekifitas seorang pelatih sepakbola dengan seberapa banyak pertandingan yang timnya menangkan dan bukan dari karakter yang dia bangun, dan kesempurnaan seorang konduktor orkestra dengan seberapa baik orkestranya berjalan, bukan dengan kesenangan dari para musisinya atau kemampuannya sebagai pakar musik. Apakah kepuasan kerja para musisi atau keahlian musik seorang konduktor, pada kenyataannya, kontribusi untuk kesempurnaan orkestra itu sendiri adalah pertanyaan yang menarik dalam dirinya sendiri, namun itu bukanlah apa yang orang-orang bayar untuk mereka dengar. Demikian juga dengan kinerja para manajer yang disini diukur dalam hal departemennya maupun keefektifitas kelompoknya dalam melakukan tugasnya. Ketika kita berpikir untuk mengembangkan kepemimpinan, kita hampir secara otomatis berpikir untuk melatih individu. Pelatihan ini sering melibatkan pemberian sebuah pandangan baru ke seseorang tentang rasa tanggung jawab pengawasannya dengan cara memainkan peran, diskusi, petunjuk rinci tentang bagaimana cara berperilaku erhadap bawahan, sebaik memberi instruksi dalam keterampilan teknik dan admistratif yang dia butuhkan dalam pekerjaannya. Sebuah Program Latihan mungkin bertahan dalam beberapa hari, beberapa bulan, atau dalam kasus program perguruan tinggidan akademi militer, selama 4 tahun. Apa bukti kuat bahwa jenis pelatihannya secara nyata meningkatkan kinerja organisasi? Model kontingensi kepemimpinan menekankan bahwa efektifitasdari kinerja kelompok bergantung pada (a) pola motivasi pemimpin, dan (b) sejauh mana tingkat situasi memberikan pemimpin kekuatan dan pengaruh. Beberapa pemimpin melakukan lebih baik di suatu situasi tertentu ketika yang lainnya melakukan lebih baik pada situasi yang berbeda. Jenis situasi apa yang cocok untuk jenis pemimpin apa adalah pertanyaan

Page 5: kepemimpinan

yang penting untuk dijawab. Lebih muda bagi seorang pemimpin ketika Anda memiliki kendali penuh daripada ketika Anda memiliki kendali yang lemah dan bergantung pada kemauan baik dari orang lain.

Fiedler (1964) mengklasifikasikan situasi kepemimpinan atas dasar tiga dimensi utama:

1. Hubungan Pemimpin-Anggota : Pemimpin kemungkinan memiliki lebih banyak kekuatan dan pengaruh jika mereka memiliki hubungan yang baik dengan anggoa mereka daripada yang memiliki hubungan yang buruk dengan mereka, jika mereka disukai, dihormati, dipercaya, daripada yang tidak.

2. Sturktur Tugas : Tugas atau pekerjaan yang sangat terstruktur, dikerjakan dengan hati-hati, atau yang terprogram memberikan pemimpin pengaruh yang lebih daripada tugas yang tidak jelas, samar-samar, dan tidak terstruktur.

3. Kekuatan Posisi : Pemimpin akan memiliki kekuatan dan pengaruh yang lebih jika posisi mereka dipegang dengan hak prerogatif seperti mampu merekrut dan memecat, mampu mendisiplinkan, menegur, dan seterusnya. Dia menyimpulkan bahwa kinerja seorang pemimpin bergantung kepada situasi yang paling menguntungkan yang dilakukan individu dalam posisi kepemimpinan. Oleh karena itu, organisasi dapat mengubah kinerja kepemimpinan dengan mencoba untuk mengubah kepribadian indivdu dan pola motivasi atau dengan mengubah situasi yang menguntungkan untuk seorang pemimpin

1.5 Teori Path-Goal Kepemimpinan

Menurut teori ini, pemimpin dikatakan efektif karena dampak mereka terhadap motivasi bawahannya, kemampuan untuk melakukan pekerjaannya secara efektif dan kepuasan. Teori ini disebut path-goal karena perhatian utama adalah bagaimana seorang pemimpin memengaruhi pandangan bawahan tentang tujuan kerja mereka, tujuan pribadi dan pencapaian tujuan. Teori ini menunjukkan perilaku pemimpin memotivasi atau memuaskan ke tingkat yang perilaku itu meningkatkan pencapaian tujuan bawahannya dan menjelaskan jalan untuk tujuan tersebut (House&Mitchell, 1974). Pendekatan Path-Goal telah berakar pada teori motivasi umum yang disebut teori ekspektansi. Secara singkat, teori ekspekansi ini menyatakan bahwa sikap individu (seperti contoh kepuasan dengan pengawasan atau kepuasan kerja) atau perilaku(seperti contoh perilaku pemimpin atau usaha kerja) dapat diprediksi dari: (1) sejauh mana perkerjaan atau perilaku itu dipandang memimpin berbagai hasil (ekspekansi) dan (2) evaluasi dari hasil itu sendiri (valensi). Dengan demikian, orang puas dengan pekerjaannya jika mereka berpikir pemimpin mereka menilainya tinggi, dan mereka akan bekerja keras jika mereka percaya bahwa usaha mereka mengarahkan ke hal-hal yang dinilai tinggi. Implikasi kepemimpinan bahwa bawahan termotivasi oleh perilaku pemimpin sejauh perilaku ekspektansinya berpengaruh, misalnya jalur tujuan dan valensi, misalnya kertertarikan tujuan. Proposisi pertama dari

Page 6: kepemimpinan

teori path-goal ini adalah perilaku pemimpin itu dapat diterima dan memuaskan bawahan sejauh yang bawahan lihat dari perilaku pemimpin sebagai sumber langsung dari kepuasan atau sebagai instrumen dari kepuasan kedepannya. Proposisi kedua dari teori ini adalah perilaku pemimpin akan menjadi motivasi, yaitu upaya peningkatan, sejauh (1) perilaku itu membuat kepuasan kebutuhan bawahan bergantung pada efektifitas kinerjanya dan (2) perilaku itu melengkapi lingkungan bawahan dengan menyediakan pembinaan, bimbingan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk efektifitas kinerja. Kedua proposisi ini menunjukkan bahwa fungsi strategis pemimpin adalah untuk meningkatkan motivasi bawahan untuk bekerja, kepuasan dengan pekerjaan dan penerimaan pemimpin.

Mereka berbicara tentang perilaku kepemimpinan yang berbeda seperti direktif, suportif, berorientasikan prestasi, dan kepemimpinan yang partisipaif. Direkifitas kepemimpinan memiliki korelasi yang positif dengan kepuasan dan ekspektansi dari bawahan yang terlibat dalam tugas-tugas ambigu dan memiliki korelasi negaif dengan kepuasan dan ekspektansi dari bawahan yang terlibat dalam tugas yang jelas. Hipotesis teori ini mengatakan kepemimpinan yang suportif akan memiliki dampak yang paling positif terhadap kepuasan bawahan untuk bawahan yang bekerja dalam tugas yang membuat stres, membuat frustasi, atau tidak memuaskan. Teori ini juga menyatakan bahwa kepemimpinan yang berorientasi kepada prestasi akan menyebabkan bahawan unuk berjuang demi standar kinerja yang tinggi dan unuk memberikan kepercayaan diri keitka menemui tujuan yang menantang. Bawahan yang melakukan tugas ambigu, tugas yang tidak berulang, mereka menemukan hubungan yang positif antara beberapa jumlah orientasi pencapaian pemimpin dan bawahan; ekspektansi bahwa upaya mereka akan menghasilkan kinerja yang efektif. Mereka mendeskripsikan jenis kepemimpinan yang partisipatif akan berdampak pada sikap dan perilaku bawahan. Mereka menjelaskan bahwa iklim yang partisipatif seharusnya meningkatkan kejelasan kontingensi organisasi. Melalui partisipasi dalam pengambilan keputusan, bawahan harus belajar tentang apa yang mengarahkan apa. Dari sudut pandang Path-Goal partisipasi akan mengarahkan jalur yang lebih jelas ke berbagai tujuan. Dampak kedua partisipasi ada pada bawahan, semoga, bawahan memilih tujuan yang memiliki nilai yang tinggi. Partisipasi akan meningkatkan koresponden antara organisasi dan tujuan bawahan.

1.6 Teori Vroom tentang Pengambilan Keputusan

Pada awal 1970an, Yetton dan Vroom (1973) mengemukakan serangkaian proses keputusan alternatif dalam penelitian mereka. Setiap proses diwakili dengan simbol (seperti AI, CI, GI) digunakan sebagai metode yang pas untuk mengacu pada setiap proses. Huruf pertama dalam simbol ini menandakan sifa dasar dari proses (A berarti Otokratis, C berarti Konsultatif, dan G berarti Kelompok). Angka romawi yang mengikuti huruf perttama merupakan varian dari proses. Dengan demikian, AI melambangkan varian pertama dalam proses otokratik, dan AII varian kedua.Proses keputusan ditentukan untuk setiap jenis masalah yang tidak sewenang-wenang. Perilaku dari model diperintah oleh serangkaian prinsip yang dimaksudkan agar terjadi konsistensi dalam bukti yang ada mengenai konsekuensi dari partisipasi dalam

Page 7: kepemimpinan

pengambilan kepuusan terhadap efektifitttas organisasi. Mereka mengemukakan tujuh aturan yang berfungsi melindungi kualitas serta penerimaan keputusan dengan menghilangkan alternatif yang berisiko satu atau lebih dari hasil keputusan. Tujun aturan tersebut berdasarkan pada Informasi, Keselarasan tujuan, Masalah yang tidak terstruktur, Penerimaan, Konflik, Keadilan, dan Priorias penerimaan.

Enam jenis gaya pengambilan keputusan manajemen yang mereka kemukakan sebagai berikut:

AI- Anda memecahkan masalah atau membuat keputusan sendiri, menggunakan informasi yang tersedia pada waktu itu. AII- Anda memperoleh informasi yang diperlukan dari bawahan, kemudian memutuskan sendiri solusi untuk masalah tersebut. Anda mungkin atau ttidak memberitahu bawahan Anda yang menjadi masalah adalah mendapatkan informasi dari mereka. Peran yang dimainkan oleh bawahan terhadap pengambilan keputusan jelas salah satunya menyediakan informasi yang Anda perlukan, daripada menciptakan atau mengevaluasi solusi alternatif. CI- Anda membagi masalah kepada bawahan yang relevan secara individu, memperoleh ide dan saran dari mereka tanpa harus membawa mereka kedalam suatu kelompok. Kemudian Anda membuat keputusan yang mungkin atau tidak tercermin dari pengaruh bawahan Anda. CII- Anda membagi masalah kepada bawahan Anda secara kelompok, Secara kolekif memperoleh ide dan saran mereka. Kemudian Anda membuat keputusan yang mungkin atau tidak tercermin dari pengaruh bawahan Anda. GII - Anda membagi masalah kepada bawahan Anda secara kelompok. Bersama Anda menciptakan dan mengevaluasi alternatif dan mencoba untuk mencapai kesepakatan (konsensus) dari sebuah solusi. Peran Anda lebih mirip dengan ketua. Anda tidak mencoba untuk mempengaruhi kelompok untuk menganut solusi Anda dan Anda bersedia untuk menerima dan melaksanakan solusi apa saja yang didukung oleh setiap anggota kelompok. Pendekatan ini berdasarkan atas asumsi bahwa salah sau keterampilan penting yang diperlukan oleh seluruh pemimpin adalah kemampuan untuk menyesuaikan perilaku mereka terhadap tuntutan situasi dan salah komponen dari keterampilan tersebut melibatkan kemampuan untuk memilih proses keputusan yang tepat unttuk setiap masalah atau keputusan yang dihadapi. Para manajer menggunakan proses keputusan dengan menyediakan sedikit kesempatan partisipasi (1) ketika mereka memiliki semua informasi yang mereka butuhkan daripada ketika mereka kekurangan informasi yang dibutuhkan, (2) ketika masalah yang dihadapi telah terstruktur daripada yang belum terstruktur, (3) ketika penerimaan keputusan oleh bawahan tidak menjadi penting bagi pelaksanaan ara manajer menggunakan proses keputusan dengan menyediakan sedikit kesempatan partisipasi (1) ketika mereka memiliki semua informasi yang mereka butuhkan daripada ketika mereka kekurangan informasi yang dibutuhkan, (2) ketika masalah yang dihadapi telah terstruktur daripada yang belum terstruktur, (3) ketika penerimaan keputusan oleh bawahan tidak menjadi penting bagi pelaksanaan yang efekttif dari keputusan atau ketika kemungkinan penerimaan sebelum keputusan otokratis itu tinggi, dan (4) ketika tujuan pribadi dari bawahan mereka tidak selaras dengan tujuan organisasi sebagai yang dituturkan dalam masalah tersebut.

Page 8: kepemimpinan

1.7 Jaringan Manajerial

Blake & Mouton (1964) mengemukakan jaringan manajerial dengan dua perhatian utama, perhatian terhadap produksi dan perhatian terhadap manusia. Dalam skala sampai 9 (1 melambangkan perhatian yang rendah dan 9 melambangkan perhatian yang besar), mereka menempatkan perhatian produksi pada sumbu horizontal dan perhatian pada manusia pada sumbu vertikal. Jadi, 1,1 melambangkan perhatian yang rendah terhadap produksi dan manusia. Naik dari 1,1 ke sudut kiri atas terdapat 1,9 yang melambangkan tingkat perhatian yang rendah terhadap produksi dan tingkat yang besar terhadap manusia. Pada ujung kanan bawah terdapat 9,1 yang melambangkan tingkat perhatian yang besar terhadap produksi dan tingkat yang rendah terhadap manusia. Pada ujung kanan atas terdapat 9,9 yang melambangkan perhatian yang besar terhadap produksi dan manusia. Lalu, ditengah terdapat 5,5 yang melambangkan jalur menengah atau jalur penengah antar kedua perhatian tersebut (Hal. 11). Mereka menekankan bahwa cara dimana kedua perhatian tersebut terkait satu sama lain oleh manajer yang mendefinisikan bagaimana dia menggunakan kekuasaan. Selain itu, karakter perhatian terhadap jaringan yang posisinya berbeda, walaupun tingkatnya mungkin sama. Mereka mengattakan bahwa gaya manajerial yang dominan, suatu rangkaian asumsi manajerial, tidak cukup untuk mencakup seluruh implikasi pendekatan manajerial seseorang. Selain rangkaian asumsi manajerial yang dominan, yang menjadi karakeristik manajerial yang paling banyak diadopsi, konsep asumsi backup yang paling berguna. Teori backup individu adalah salah satu teori yang dia gunakan ketika teori dominan gagal untuk mencapai hasil yang diinginkan. Ini adalah cara yang dia pakai kembali (Hal. 13). Maksud yang ditekankan adalah gaya manajerial itu tidak tetap. Mereka tidak tidak terganti. Mereka ditentukan oleh beberapa faktor. Kebanyakan tergantung pada perubahan melalui instruksi formal maupun pelatihan sendiri (Hal. 15).

1.8 Kepemimpinan Transaksional

Hollander (1974) mengemukakan pada nyatanya, kepemimpinan adalah proses transaksional. Kelas dari perilaku yang terkait dengan seorang "pemimpin" tidak terbatas kepada seorang yang bertindak sendiri; adanya hubungan dengan pengikut yang terasa dan evaluasi pemimpin dalam konteks situasi yang menuntut, terlepas dari hubungan itu tercipta eksplisit atau tidak. Dia mengemukakan bahwa untuk menentukan kualitas transaksional dari kepemimpinan secara lengkap, ada 3 faktor penentu yang harus dipertimbangkan, contoh seorang pemimpin dengan kepribadiannya, pandangannya, dan sumber daya yang relevan dengan pencapaian tujuan; "pengikut" dengan kepribadian mereka, pandangan, dan sumber daya yang relevan; dan konteks situasional di dalam fungsi variabel tersebut. Menurut dia, kepemimpinan mewujudkan sebuah hubungan dua arah yang saling berpengaruh. Tuntutan yang berpengaruh dari pemimpin terhadap pengikut mereka akan dibalas sama dengan apa yang pemimpin inginkan. Oleh karena itu, intergritas hubungan tergantung pada apa yang dihasilkan dari pengaruh kedua belah pihak. Oleh karena itu, diperlukan cerita besar dari aktualitas kehidupan nyata dengan menekankan bahwa: fungsi pemimpin dalam waku dan tempat tertentu; ada beberapa jalan untuk menjadi seorang pemimpin, terkadang

Page 9: kepemimpinan

dari otoritas yang lebih tinggi dan terkadang dari kesepakatan kelompok; dan kepemimpinan melibatkan beragam fungsi antar orang dalam berbagai peran. Dia menjelaskan bahwa adanya kebutuhan untuk melihat peran pemimpin sebagai keterlibatannya terhadap berbagai fungsi, tidak hanya dalam hal pengarahan aktifitas. Pembagian antara menjadi pemimpin atau pengikut sudah kadaluarsa, dan spesifikasi yang lebih besar dari situasi komponen yang beragam dimana pengaruh pemimpin-pengikut sering terjadi itu dibutuhkan. Masih banyak yang harus dipahami tentang fungsi pemimpin sebagai seorang "pendefinisi dari realita" bagi pengikutnya. Secara umum, Ciri-ciri transaksional dalam sebuah hubungan harus dihargai.

1.9 Teori Pertukaran Pemimpin-Anggota Kepemimpinan

Pembuatan peran adalah serangkaian proses mengapa seorang pelaku dan saling ketergantungan secara fungsional: (1) bekerja melalui bagaimana masing-masing berperilaku dalam situasi tertentu (perilaku yang menyambungkan satu sama lain oleh kekuatan rasa timbal balik), dan (2) menyetujui sifat umum dari hubungan mereka (membangun norma hubungan) dengan latar belakang formal organisasi. Kasus khusus tentang pembuatan peran yaitu melibatkan saling ketergantungan secara fungsional antara seseorang di posisi pemimpin dan di posisi pengikut dapat digunakan untuk menggambarkan proses pengembangan secara vertikal. Proses pembuatan peran dapat menggambarkan perkembangan perilaku saling ketergantungan dan norma hubungan antara pemimpin dan seiap anggotanya (Graen & Cashman, 1975). Dengan diterimanya situasi ini, mereka membuat dua asumsi dasar tentang situasi kepemimpinan kedalam unit manajerial. Pertama, mereka mengasumsikan bahwa beberapa perilaku saling ketergantungan harus diasah ( kekuatan aplikasi pendekatan secara terus menerus) dimulai pada awal sejarah VDL, seperti tugas yang penting tidak dapat diperintah oleh orang asing atau akibatnya dapat membahayakan pemimpin. Kedua, mereka mengasumsikan beberapa hubungan harus dikembangkan secara perlahan dalam jangka waktu tertentu, seperti rasa saling percaya harus didapatkan oleh kedua belah pihak. Oleh karena itu, mereka berharap bahwa interaksi awal antara pemimpin dan anggota akan memancarkan tanda-anda yang mampu digunakan untuk memprediksi munculnya sifat struktur kepemimpinan - Pertukaran Pemimpin-Anggota. Graen & Cashman (1975) mempelajari 60 manajer yang menjalani pengorganisasian ulang secara keseluruhan. Sementara 50 persen manajer berada pada posisi yang baru dan sepertiganya baru dalam organisasi, hampir 90 persen melaporkan sebuah hubungan terdapat setidaknya satu anggota baru. Mereka mempelajari perkembangan pertukaran pemipin-anggota selama 9 bulan. Hasilnya membentuk jaringan yang konsisten dalam hubungan yang mampu diandalkan. Jaringan ini cukup konsisten dengan model: pemimpin secara rutin membedakan unitnya dengan cara mengembangkan pertukaran kelompok dalam dengan memilih satu anggota dan pertukaran kelompok luar dengan anggota yang ada. Selanjutnya, disamping mengembangkan hubungan yang lebih efekif, anggota mengembangkan pertukaran kelompok dalam dengan asumsi pemimpin mereka terlibat lebih dalam aktifitas unit dan menerima posisi sumber daya yang lebih dari pemimpin mereka daripada yang dilakukan teman kelompok luar mereka.

Page 10: kepemimpinan

Mereka mengamati bahwa para pemimpin dari unit manajerial, ketika menghadapi tugas tentang membangun hubungan kerja yang baru dengan kebanyakan anggota yang mereka arahkan, merespon dengan menjalankannya dengan baik untuk membedakan anggota mereka. Hanya beberapa manajer bawah mereka memimpin untuk mencoba mengembangkan hubungan pertukaran yang khusus yang melampaui kontrak kerja formal. Semua manajer bawah yang terpilih mungkin atau tidak menerimanya sebagai hubungan pertukaran hubungan yang khusus. Namun mereka yang melakukannya dengan sempurna seperti janji pertukaran untuk mengembangkan kepercayaan pemimpin kepada anggota kelompok dalam. Sebaliknya, mereka yang tidak mendapatkan kesempatan atau mereka yang menolak kesempatan pertukaran khusus ini menjadi anggoa dari pemimpin kelompok luar. Dengan demikian, Unit itu terbagi menjadi dua sub kelompok yang berbeda. Anggota kelompok dalam menerima penilaian yang lebih atas peran mereka, informasi dalam yang lebih banyak, pengaruh yang lebih besar dalam pengambilan keputusan, bantuan yang lebih kuat dalam kegiatan mereka, lebih dipertimbangkan perasaannya daripada anggota dari kelompok lainnya. Anggota kelompok luar menerima penilaian kinerja yang rendah dan dihadapkan pada beberapa masalah yang lebih berat dengan atasan mereka dibanging anggota dari kelompok lainnya. Anggota kelompok dalam ditandai dengan kuatnya ikatan loyalitas daripada mereka yang menjadi anggota kelompok luatt. Anggota kelompok dalam menujukkan keterbukaan yang lebih besar terhadap ide-ide, dukungan timbal balik yang lebih, dan kecenderungan yang lebih tinggi untuk melindungi rekannya daripada anggota kelompok luar.

1.10 Kepemimpinan Transformasional

Bass B.M (1985) adalah orang yang pertama membedakan transaksional dengan kepemimpinan yang transformasional. Pemimpin yang transformasional memotivasi kita untuk melakukan lebih dari apa yang kita harapkan pada awalnya. Dia menyatakan perubahan tersebut dapat dicapai dengan cara berikut:(1) Meningkatkan tingkat kesadaran kita terhadap kepentingan dan nilai dari hasil yang dibangun dan jalan untuk mencapai hasil tersebut.(2) Membiasakan untuk melibihi rasa keinginan kita sendiri demi kepentingan kelompok, organisasi, atau masyarakat yang lebih besar.(3) Meningkatkan tingkat kebutuhan kita dalam bagan hirarki Abraham Maslow yang menyatakan bahwa tingkat kebutuhan untuk keamanan ke tingkat kebutuhan untuk dikenal, atau memperluas teori kita tentang kebutuhan dengan cara menambah kebutuhan nyata kita menjadi kebutuhan untuk dikenal. Kebutuhan dari pemimpin yang lebih transformasional dalam bisnis dan industri digambarkan dalam sebuah survei wawancata mendalam yang dilakukan oleh Bass (1985) dari sampel nasional yang diwakili oleh 845 pekerja Amerika. Survei ini menemukan bahwa sebagian besar pekerja menyukai dan menghormati manajer mereka, mereka merasa manajer mereka sebenarnya tidak mengetahui bagaimana cara memotivasi pekerja untuk melakukan

Page 11: kepemimpinan

pekerjaan terbaik mereka. Walaupun 70 persen didukung oleh etos kerja, hanya 23 persen yang menyatakan bahwa mereka bekerja keras dalam melakukan pekerjaan mereka. Hanya 9 persen yang sependapat bahwa kinerja mereka dimotivasi oleh transaksi; sebagian besar dilaporkan sebenarnya terdapat hubungan yang kecil antara seberapa banyak yang mereka dapatkan dan ttingkat kinerja yang mereka lakukan terhadap pekerjaan mereka.

Dalam kasus lain mewawancarai 70 eksekutif senior, dia meminta mereka untuk menjelaskan secara rinci tentang pemimpin transformasional yang mereka temukan sepanjang karir mereka. Menurut dia, pemimpin mendorong anggota untuk bekerja melebihi waktunya dan melakukan pekerjaan yang lebih dari yang mereka harapkan. Responden melaporkan bahwa mereka bertujuan untuk memenuhi harapan pemimpin transformasional dan memberikan dukungan yang dibutuhkan oleh pemimpin. Mereka ingin meniru pemimpin mereka. Pemimpin transformasional meningkatkan kesadaran mereka tentang meningkatkan kualitas kinerja yang lebih tinggi dan inovasi yang lebih besar. Sebagai pemimpin, meyakinkan pengikutnya untuk memperluas diri mereka dan mengembangkan diri mereka lebih lanjut. Keseluruhan komitmen dan kepercayaan pemimpin dalam organisasi muncul sebagai akibat atas kepercayaan terhadap pemimpin dan tingginya kepercayaan diri sendiri. Banyak responden menunjukkan bahwa pemimpin transformasional mampu mengidentifikasi karir mereka sendiri seperti seorang ayah yang baik hati yang tettap ramah dan memperlakukan korespondennya setara walaupun pemimpin tersebut memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih luas. Pemimpin menyediakan model integritas dan keadilan dan juga serangkaian kinerja yang jelas dan berstandar tinggi. Dia mendorong pengikutnya dengan saran, bantuan, dukungan, pengakuan, dan keterbukaan. Dia memberikan pengikutnya rasa kepercayaan diri dalam kepandaiannya, namun juga menjadi pendengar yang baik. Dia memberikan otonomi kepada pengikutnya dan mendorong pengembangan diri mereka. Dia bersedia untuk membagi pengetahuan dan keahliannya kepada mereka. Namun dia juga bisa menjadi seorang yang formal dan tegas dan akan menegur pengikutnya jika diperlukan. Bagaimanapun sebagian besar responden cenderung untuk melihat pemimpin berubah menjadi infromal dan ramah untuk didatangi. Pemimpin seperti itu dapat diandalkan untuk membela bawahannya. Seiring dengan tingginya dan berubahnya motivasi dan kesadaran, reaksi yang sering pengikut inginkan dari perubahan pemimpin termasuk kepercayaan, keinginan yang kuat, kekaguman, keseiaan, dan rasa hormat. Selanjuttnya Bass dalam kasusnya menemukan banyak pengikut menggambarkan pemimpin mereka yang bersifat militer atau industrial sebagai seorang yang mampu membuat semua orang antusias terhadap tugas, seorang yang kesetiannya menjadi inspirasi bagi organisasi, seorang yang memiliki rasa hormat dari setiap orang, seorang yang memiliki bakat khusus untuk melihat mana yang penting, seorang memiliki misi yang memberikan respon yang menarik. Pengikut memiliki keyakinan penuh kepada pemimpin dengan karisma, merasa bangga terkait dengan mereka, dan dapat dipercaya kapasitasnya untuk mengatasi hambaan apapun. Karisma adalah hal yang paling penting dalam konsep yang lebih besar dari Kepemimpinan transformasional. Pemimpin yang berkarisma melayani sebagai simbol dari kesuksesan dan pencapaian dari para pengikutnya. Pemimpin menarik perasaan yang penuh cinta (dan terkadang kebencian) dari bawahannya. Mereka ingin dikenal dengan pemimpin mereka. Keterampilan untuk menginspirasi- membangkitkan emosi,

Page 12: kepemimpinan

bernyawa, meramaikan, atau bahkan meninggikan- merupakan aspek yang penting dari karisma. Kepemimpinan inspirasional melibatkan gairah dan meninggikan motivasi diantara para pengikutnya. Para pengikut dapat terinspirasi oleh kejam, perhitungan, wacana intelektual, terobosan yang cemerlang, atau indahnya sebuah argumen. Namun emosi pengikutlah yang harus dibangkitkan. Para pengikut mungkin memiliki kejeniusan intelektual dalam rasa kagum dan hormat, namun terdapat emosional terhadap pengaruh inspirasional dalam diri mereka.Pertimbangan indivual dan stimulasi intelektual adalah pilar dari kepemimpinan transformasional. Menyerahkan pekerjaan yang menantang dan meningkatkan tanggung jawab bawahan sanga berguna dalam pendekatan terhadap perkembangan individu. Pengaruh pribadi dan hubungan atasan-bawahan secara langsung adalah kepentingan utama untuk pengembangan pemimpin. Budaya organisasi yang individualisme bahkan elitisme seharusnya didorong; organisasi harus memfokuskan perhatiannya kepada pengidentifikasian calon pemimpin diantara para bawahan. Pertimbangan individu tercermin ketika manajer tetap selalu memberikan informasi penuh ke pekerja tentang apa yang terjadi dan lebih utamanya mengapa komunikasi dua arah lebih daripada catatan yang tertulis. Pekerja merasa bahwa merkea ada dalam pengembangan dan tidak merasa sebagai pengamat. Stimulasi intelektual membangkitkan kesadaran akan masalah dan bagaimana cara menyelesaikannya dalam para pengikut. Hal ini meningkatkan kesehatan logika dalam hal menarik dan meyakinkan. Hal ini menggerakkan imajinasi dan menghasilkan pikiran dan wawasan. Hal ini bukan disebut tindakan langsung yang dibangkitkan oleh stimulasi emosional. Stimulasi intelektual ini terlihat dalam langkah diskrit dari konseptualitas, pemahaman, dan penegasan entang sifat alami masalah yang mereka hadapi dan solusi mereka. Pemimpin transformasional mungkin kurang bersedia untuk menerima status quo dan lebih memilih untuk mencari cara baru untuk melakukan sesuatu sementara mengambil keuntungan yang maksimal dari kesempatan.

1.11 Kepemimpinan Karismatik

Weber (1947) menggambarkan karismattik seperti para pemimpin yang 'mengungkapkan misi yang sangat penting atau tindakan yang mungkin menarik pengiku potensial, namun bertindak karena pengikut percaya pemimpin mereka adalah bakat yang luar biasa (Hal. 358). 'Bakat' karisma jarang ditentukan dan secara umum dianggap sebagai beberapa kualias misterius yang menentang definisi. Pada kenyataannya, 'Bakat' ini sering menjadi sebuah interaksi kompleks dari karakeristik pribadi, perilaku pekerjaan pemimpin, karakteristik dari pengikut, dan faktor situasional tertentu yang berlaku pada asumsi peran kepemimpinan. Setelah mempelajari literatur tentang kepemimpinan karismatik, House (1977) membuat 5 dalil. Pertama, dia menunjukkan bahwa literatur tentang kepemimpinan karismatik berulang kali menghubungkan tiga karekteristik pribadi terhadap pemimpin yang memiliki efek karismatik, yaitu: sangat tingginya tingkat kepercayaan diri, dominasi, dan keyakinan yang kuat dalam kepercayaan moralnya. Kedua, lebih menguntungkannya pandangan dari pengikut potensial terhadap pemimpin. Lebih banyak pengikut akan mengakibakan:(1) Valensi pemimpin, (2) Harapan pemimpin atas efekifitas kinerja akan memberikan hasil yang diinginkan atau hasil yang tidak diinginkan oleh pengikut, (3) Respon

Page 13: kepemimpinan

emosional pemimpin untuk merangsang kinerja yang terkait, (4) sikap pemimpin terhadap pekerjaan dan terhadap organisasi. Ketiga, pemimpin yang memiliki efek karisma lebih sering erlibat dalam rancangan perilaku yang menciptakan kesan yang kompeten dan sukses daripada pemimpin yang tidak memiliki efek tersebut. Keempat, pemimpin yang memiliki efek karisma lebih sering menjelaskan tujuan yang bersifat ideologi daripada pemimpin yang tidak memiliki efek karisma tersebut. Dan kelima, pemimpin yang berkomunikasi secara serempak dengan harapan yang tinggi dan kepercayaan kepada pengikutnya lebih sering memiliki pengikut yang menerima tujuan dari pemimpin dan percaya bahwa mereka mampu berkontribusi terhadap pencapaian tujuan dan lebih sering memiliki pengikut yang berusaha untuk memenuhi spesifik dan standar kinerja yang menantang.

1.12 Kekuasaan dan Kepemimpinan

Proses dari kekuasaan sifatnya meresap, rumit, dan sering tidak jelas dalam masyarakat. French & Raven (1959) mencoba untuk mengidentifikasi jenis utama kekuasaan dan menentukannya secara sistematis segingga kira dapat membandingkannya menurut perubahan yang mereka berikan dan dampak lain kekuasaan yang perusahaan gunakan. Fenomena dari kekuasaan dan pengaruh melibatkan hubungan diadik antara dua agen yang dapat dilihat dari dua sudut pandang:(a) Apa yang menentukan perikau dari agen yang mengerahkan kekuasaan? (b) Apa yang menenukan reaksi dari penerima perilaku tersebut?. Mereka menjabarkannya kedalam 5 jenis kekuasaan: kekuasaan yang istimewa, kekuasaan yang terampil, kekuasaan yang menghargai, kekuasaan yang ketat, dan kekuasaan yang sah. Mereka mencoba untuk menjelaskan setiap jenis kekuasaan. Kekuasaan yang menghargai didefinisikan sebagai kekuasaan yang pada dasarnya memiliki kemampuan untuk menghargai. Kekuatan dari kekuasaan tersebut meningkat dengan besarnya hadiah yang pengikut rasakan terhadap pemimpin yang mampu menjadi mediasi baginya. Kekuasaan ini tergantung pada kemampuan pemimpin dalam mengelola valensi positif dan menghilangkan atau mengurangi valensi negatif. Kekuatan dari kekuasaan ini juga tergantung pada probabilitas seorang pemimpin untuk mampu memberikan hadiah seperti yang diinginkan pengikut. Kekuasaan yang ketat mirip dengan Kekuasaan yang menghargai yang melibatkan kemampuan pemimpin untuk menggerakkan pencapaian valensi. Kekuasaan ini berasal dari harapan dari pengikut yang dihukum oleh pemimpinnya jika dia gagal untuk menyesuaikan dirinya dengan upaya pengaruh yang dilakukan pemimpin. Dengan demikian, valensi negatif akan muncul pada area yang diberikan dalam ruang kehidupan pengikut sesuai dengan hukuman yang diberikan oleh pemimpin. Kekuatan dari kekuasaan ini tergantung pada besarnya valensi negatif dari hukuman yang diberikan dilipat gandakan dengan kemungkinan yang diterima pengikut yang mampu menghindari hukuman dengan penyesuaian diri. Kekuasaan yang sah mungkin jenis kekuasaan yang paling rumit. Kekuasaan ini menjelaskan bahwa kekuasaan yang berasal dari nilai yang terinternalisasi pengikut yang diperintahkan oleh pemimpin sebagai hak yang sah untuk mempengaruhi pengikut dan pengikut mempunyai kewajiban untuk mematuhi pengaruh

Page 14: kepemimpinan

tersebut. Peneliti mencatat bahwa kekuasaan ini sangat mirip dengan gagasan hak kekuasaan dari otoritas yang telah lama diselidiki oleh para sosiologis. Nilai budaya, Penerimaan struktur sosial, penunjukan adalah dasar dari kekuasaan ini. Kekuasaan yang istimewa memiliki dasar dalam mengidenifikasi pengikutnya dengan pemimpin. Dari indentifikasi tersebut, peneliti menunjukkan perasaan yang satu dari pengikut dengan pemimpin, atau keinginan untuk ciri-ciri tersebut. Jika pemimpin adalah seorang yang sangat menarik bagi pengikutnya, pengikut mungkin memiliki keinginan untuk lebih dekat dengan pemimpin. Jika pemimpin adalah sebuah kelompok yang menarik, pengikut akan memiliki perasaan keanggotaan atau keinginan untuk bergabung. Ini menujukkan bahwa semakin besar daya tarik, semakin besar identifikasi, dan akibatnya semakin besar pula kekuasaan tersebut. Kekuatan dari kekuasaan yang terampil bervariasi dengan tingkat pengetahuan atau pandangan yang mana pengikut berhubungan dengan pemimpin dalam area tertentu. Mungkin pengikut menilai keahlian pemimpin mereka dalam hubungannya dengan pengetahuannya serta terhadap standar yang mutlak. Kekuasaan ini menghasilkan struktur kognitif yang baru yang pada awalnya bergantung pada pemimpin, namun pengaruh informasionalnya menghasilkan struktur yang berdiri sendiri.

1.13 Kepemimpinan yang Melayani

Greenleaf (1977) menciptakan istilah servant as leader setelah membaca Journey to the East nya Herman Hesse. Dalam ceritanya, dia menemukan sekelompok orang dalam perjalanan mistis, mungkin juga perjalanan Hesse sendiri. Pemeran utama dari cerita tersebut adalah Leo yang mengiringi kelompoknya sebagai pelayan yang melakukan pekerjaan kasar, namun juga menopang mereka dengan semangat serta lagunya. Baginya, cerita tersebut dengan jelas mengatakan pemimpin yang besar pada awalnya terlihat sebagai pelayan, dan itu adalah fakta yang sederhana tentang kunci dari kesuksesannya. Dia menyatakan bahwa prinsip moral yang baru akan muncul dimana hanya satu kesetiaan otoritas yang layak yang bebas dan mengetahui arahan yang diperbolehkan oleh pemimpin untuk direspon dan dibandingkan, bukti yang jelas dari pelayanan yang tinggi dari seorang pemimpin. Mereka yang memilih untuk mengikuti prinsip ini biasanya tidak akan menerima otoritas dari lembaga yang telah ada. Sebaliknya mereka menanggapi secara bebas hanya kepada individu yang terpilih sebagai pemimpin karena mereka telah terbukti dan terpercaya sebagai pelayan. Seorang Servant Leader pertama melayani lalu memimpin. Hal tersebut dimulai dengan perasaan yang alami dari seseorang yang mau melayani. Kemudian pemilihan dasar membawa sesuatu menjadi keinginan untuk memimpin. Dia berbeda dari yang lain yang lebih dulu ingin memimpin, mungkin dikarenakan kebutuhan untuk meredakan suatu gerakan kekuatan yang tidak biasa atau memperoleh harta benda. Untuk hal seperti itu akan terakhir memilih untuk melayani - setelah kepemimpinan ditetapkan. Menjadi pemimpin duluan dan pelayan duluan adalah dua perbedaan yang besar. Antara mereka terdapat nuansa dan campuran yang menjadi bagian dari variasi yang tak terbatas dari sifat manusia. Pelayan yang alami adalah seseorang yang melayani lebih dulu lebih sering bertahan dan memperbaiki hipotesanya tentang apa yang

Page 15: kepemimpinan

melayani kebutuhan prioritas tertinggi orang lain daripada orang yang memimpin lebih dulu dan kemudian melayani dengan benar atau melayani sesuai dengan harapan yang normatif.

2. Implikasi Manajerial

Seperti yang kita lihat, seiring berjalannya waktu, banyak peniliti yang berlainan mendekati subjek dari berbagai petunjuk, tidak ada satupun dari mereka yakin tentang apa yang terjadi dengan petunjuk yang lainnya. Kebanyakan dari mereka yang pertama diantara peneliti yang lain mengidentifikasi parameter yang mana mampu berdampak besar terhadap suksesnya kepemimpinan, sisanya hanya menjalakan tugas yang tidak terselesaikan dari peneliti lain. Sebagian besar dari penelitian dilakukan pada tahun 60an dan 70an, dan kemudian dilanjutkan pada tahun 80an dan 90an, bahkan pada awal abad ke-21, subjeknya tetap kompleks seperti sebelumnya. Dunia telah berubah drastis dari awal masa pertanian dan menjadi masa informasi dan era digital.

Kepemimpinan adalah sebuah konsep yang dinamis. Diperlukan pembentukan sendiri didasarkan kepada faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kinerja organisai. Salah satu gaya kepemimpinan mungkin akan efektif namun tidak sama efektifnya ketika menghadapi situasi yang berbeda. Tidak ada satupun perilaku utama kepemimpinan yang menghasilkan hasil yang sama dalam setiap situasi, bahkan dalam organisasi yang sama. Bahkan pada orang yang sama, kita menemukan sifat yang berbeda membawa akibat yang berbeda pula. Dalam situasi tersebut diperlukan lebih dari sebuah perubahan yang cepat, pengetahuan tentang kepemimpinan yang efektif memainkan bagian yang penting terhadap hasil yang berorientasi organisasi.

Dalam upaya untuk menangkap beberapa kompleksitas, para ahli kepempinan dan para pelaksana telah mencoba untuk mengembangkan realita berdasarkan pemahaman dalam kepemimpinan dalam kelompok, organisasi, dan masyarakat; dan banyak yang telah mengalami kegagalan. Di seluruh dunia, banyak organisasi menghabiskan pendapatan mereka pada pengembangan kepemimpinan. Ada begitu banyak model, program, dan proses pengembangan kepemimpinan yang telah digunakan para pelaksana di seluruh dunia. Investasi dalam pendidikan kepemimpinan dan pengembangan dari perusahaan menjadi sangat terkenal, 50 miliar dollar telah dihabiskan seluruh dunia pada tahun 2000. Namun saran yang diberikan kepada manajer tentang kepemimpinan dan pengembangan pemimpin sering terlalu rumit dan terkadang bertentangan. Bahkan sebagian besar organisasi mempunyai kekurangan kepemimpinan dikarenakan mereka mengapaikan potensi kepemimpinan dan tidak menawarkan pelatihan maupun peran model yang relevan. Penulis pada manajemen sering berbicara tentang gaya manajemen orang India, gaya manajemen orang Jepang, dan sebagainya, dikarenakan ada satu gaya manajemen yang dominan dalam budaya nasional. Jadi, artikel ini akan membantu untuk mengatasi ketidak jelasan yang dihadapi selama proses pengembangan kepemimpinan. Dengan ini, Seseorang mampu merancang program pengembangan kepemimpinan secara tepat dan efektif.