KENDARAAN DINAS OPERASIONAL

9
KENDARAAN DINAS OPERASIONAL Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Aset Daerah Kabupaten Gorontalo Entah siapa yang memulai, entah siapa yang merumuskannya dan entah daerah-daerah mana yang sudah menerapkannya? Itulah awal pertanyaan saya pada saat pertama kali mendengar dan membaca seputar KDO baik melalui media cetak maupun media elektronik. Saya pun tidak memahami apa akronim dari KDO. Tetapi setelah saya mengkaji isi Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi serta sudah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sejak tanggal 24 April 2014, dan lebih khusus Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah, saya hanya “mengira-ngira” bahwa Kendaraan Dinas Operasional itulah yang dimaksud dengan KDO. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah Pasal 61, Pasal 62 dan Pasal 63 beserta lampirannya itulah yang mengatur tentang bentuk-bentuk pemindahtanganan sebagai tindak lanjut atas penghapusan melalui penjualan barang milik daerah khususnya penjualan Kendaraan Dinas Operasional (KDO). Pada saat-saat tertentu saya sering diajak oleh beberapa pejabat maupun Pegawai Negeri Sipil untuk berdiskusi mengenai landasan hukum dan penerapan KDO baik dari sisi penganggaran sampai dengan pertanggungjawaban, dan kadangkala, beberapa pejabat maupun Pegawai Negeri Sipil mengusulkan perlunya KDO diterapkan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Gorontalo. Dari diskusi maupun perbincanagan tersebut saya menyampaikan beberapa kajian mengenai penerapan KDO di suatu Pemerintah Daerah baik Provinsi/Kabupaten/Kota. Kajian saya lakukan terhadap efisiensi anggaran dan “ketersinggungan hukum”. Pertama, kajian atas efisiensi anggaran, melalui asumsi sebagai berikut; penerapan KDO adalah dengan cara ”mengontrak” sebuah kendaraan roda empat melalui pihak ketiga dengan berdasarkan surat perjanjian. Proses pembayarannya dilakukan dalam setiap tahun anggaran dengan jumlah anggaran sebesar RP. 60.000.000 pertahun, yang berarti setiap bulan harus dibayar Rp. 5.000.000 kepihak

description

KENDARAAN DINAS OPERASIONAL

Transcript of KENDARAAN DINAS OPERASIONAL

KENDARAAN DINAS OPERASIONALKepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Aset Daerah Kabupaten Gorontalo

Entah siapa yang memulai, entah siapa yang merumuskannya dan entah daerah-daerah mana yang sudah menerapkannya? Itulah awal pertanyaan saya pada saat pertama kali mendengar dan membaca seputar KDO baik melalui media cetak maupun media elektronik. Saya pun tidak memahami apa akronim dari KDO. Tetapi setelah saya mengkaji isi Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi serta sudah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sejak tanggal 24 April 2014, dan lebih khusus Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah, saya hanya mengira-ngira bahwa Kendaraan Dinas Operasional itulah yang dimaksud dengan KDO. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah Pasal 61, Pasal 62 dan Pasal 63 beserta lampirannya itulah yang mengatur tentang bentuk-bentuk pemindahtanganan sebagai tindak lanjut atas penghapusan melalui penjualan barang milik daerah khususnya penjualan Kendaraan Dinas Operasional (KDO).

Pada saat-saat tertentu saya sering diajak oleh beberapa pejabat maupun Pegawai Negeri Sipil untuk berdiskusi mengenai landasan hukum dan penerapan KDO baik dari sisi penganggaran sampai dengan pertanggungjawaban, dan kadangkala, beberapa pejabat maupun Pegawai Negeri Sipil mengusulkan perlunya KDO diterapkan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Gorontalo. Dari diskusi maupun perbincanagan tersebut saya menyampaikan beberapa kajian mengenai penerapan KDO di suatu Pemerintah Daerah baik Provinsi/Kabupaten/Kota.

Kajian saya lakukan terhadap efisiensi anggaran dan ketersinggungan hukum. Pertama, kajian atas efisiensi anggaran, melalui asumsi sebagai berikut; penerapan KDO adalah dengan cara mengontrak sebuah kendaraan roda empat melalui pihak ketiga dengan berdasarkan surat perjanjian. Proses pembayarannya dilakukan dalam setiap tahun anggaran dengan jumlah anggaran sebesar RP. 60.000.000 pertahun, yang berarti setiap bulan harus dibayar Rp. 5.000.000 kepihak ketiga. Jika asumsi kontrak satu unit kendaraan roda empat merk/type Toyota Avanza selama lima tahun, maka lima tahun dikalikan harga kontrak pertahun Rp. 60.000.000. maka jumlah yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp. 300.000.000, untuk jangka waktu lima tahun.

Bandingkan, jika asumsinya kita mengadakan kendaraan roda empat merk/type Toyota Avanza dengan harga saat ini kurang lebih Rp. 170.000.000. Kemudian biaya pemeliharaan Rp. 10.000.000 pertahun dikalikan lima tahun, maka biaya pemeliharaan selama lima tahun sebesar Rp. 50.000.000. Sehingga total belanja selama lima tahun untuk kendaraan roda emat merk/type Toyota Avanza adalah belanja pengadaan sebesar Rp. 170.000.000 ditambah biaya pemeliharaan selama lima tahun sebesar Rp. 50.000.000, maka jumah belanja yang membebani APBD selama lima tahun adalah sebesar Rp. 220.000.000. Kemudian jika kendaraan roda empat tersebut dihapus melalui pemindahtanganan dengan penjualan dan asumsi umur kendaraan sudah lima tahun maka kendaraan roda empat merk/type Toyota Avanza bisa terjual dengan harga pasar saat ini dengan asumsi kurang lebih Rp. 110.000.000, maka terjadi penambahan pendapatan dengan hasil penjualan kendaraan tersebut dalam APBD. Dari asumsi ini, maka dari sisi efisiensi anggaran maka yang lebih efisien adalah pengadaan kendaraan roda empat, dibandingkan dengan cara KDO. Selain itu untuk cara pengadaan barang dapat menambah nilai aset daerah.

Kedua, kajian atas ketersinggungan hukum melalui asumsi sebagai berikut; kontrak atau surat perjanjian antara pihak SKPD dengan pihak ketiga dilakukan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan KDO. Pihak SKPD bertindak untuk dan atas nama SKPD dan direktur atau dengan nama lainnya bertindak untuk dan atas nama pihak ketiga. Kontrak surat perjanjian tentunya memuat antara lain pihak-pihak yang terkait; maksud dan tujuan; jangka waktu dan besaran nilai kontrak. Sampai pada proses ini belum ada ketersinggungan hukum.

Ketersinggungan hukum terjadi jika dibalik kontrak atau surat perjanjian ini tenyata pemiliknya hanyalah orang-orang yang sangat dekat dengan pihak-pihak SKPD atau pegawai negeri sipil atau pejabat di lingkungan SKPD masing-masing. Diasumsikan bahwa mobil yang dikontrak tersebut ternyata adalah milik pihak-pihak di SKPD atau pegawai negeri sipil atau pejabat di lingkungan SKPD masing-masingatau dalam BPKB maupun STNK atas nama suami/istri atau anak, atau saudara dekat lainnya. Nilai kontrak perbulan atau pertahun inilah yang digunakan oleh pihak-pihak di SKPD untuk membiayai pelunasan pada pihak lessor atau dealer, dan selesai kontrak maka kendaraan roda empat menjadi milik pribadi pihak-pihak di SKPD.

Ketersinggungan hukum yang berikut adalah tidak adanya dasar hukum dalam regulasi pengelolaan barang daerah, dimana daerah dapat melakukan kontrak meng-KDO kendaraan roda empat, dan semata-mata hanya menginterprestasi/menafsirkan kode rekening program/kegiatan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan daerah terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. Sehingga oleh karena itu, sampai saat ini Pemerintah Kabupaten Gorontalo tidak pernah mengambil langkah untuk menerapkan KDO, apalagi hanya oleh karena dipengaruhi oleh suatu daerah lain yang sudah menerapkannya dengan cara ikut-ikutan tanpa disertai dengan kajian hukum dan kajian penganggaran/pertanggungjawaban,

Selesai

ntah siapa yang memulai, entah siapa yang merumuskannya dan entah daerah-daerah mana yang sudah menerapkannya? Itulah awal pertanyaan saya pada saat pertama kali mendengar dan membaca seputar KDO, baik melalui media cetak maupun media elektronik. Saya pun tidak memahami apa akronim dari KDO. Tetapi setelah saya mengkaji isi Permendagri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah, saya hanya mengira-ngira bahwa Kendaraan Dinas Operasional itulah yang dimaksud dengan KDO. Permendagri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah Pasal 61, Pasal 62 dan Pasal 63 beserta lampirannya itulah yang mengatur tentang bentuk-bentuk pemindahtanganan sebagai tindak lanjut atas penghapusan melalui penjualan barang milik daerah khususnya penjualan Kendaraan Dinas Operasional (KDO).

Oh.. ya, saya ingat betul saat rapat kerja kepala-kepala SKPD dengan Bapak Bupati Gorontalo, ada salah seorang Kepala SKPD yang mengusulkan perlunya KDO diterapkan di Pemerintah Kabupaten Gorontalo. Bapak Bupati saat itu menanggapinya perlunya kajian mendalam atas penerapan KDO di Pemerintah Kabupaten Gorontalo. Setelah mendengar proses tanya jawab tersebut saya membuat kajian atas penerapan KDO sebagai berikut:

Kajian saya lakukan terhadap efisiensi anggaran dan ketersinggungan hukum. Pertama, kajian atas efisiensi anggaran, melalui asumsi sebagai berikut; penerapan KDO adalah dengan cara mengontrak sebuah kendaraan roda empat melalui pihak ketiga dengan berdasarkan surat perjanjian. Proses pembayarannya dilakukan dalam setiap tahun anggaran dengan jumlah anggaran sebesar RP. 60.000.000 per tahun, yang berarti setiap bulan harus dibayar Rp. 5.000.000 ke pihak ketiga. Jika asumsi kontrak satu unit kendaraan roda empat merk/type toyota avanza selama lima tahun, maka lima tahun dikalikan harga kontrak per tahun Rp. 60.000.000. maka jumlah yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp. 300.000.000, untuk selama lima tahun.

Bandingkan, jika asumsinya kita mengadakan kendaraan roda empat merk/type toyota avanza dengan harga saat ini kurang lebih Rp. 170.000.000. Kemudian biaya pemeliharaan Rp. 10.000.000 per tahun dikalikan lima tahun, maka biaya pemeliharaan selama lima tahun sebesar Rp. 50.000.000. Sehingga total belanja selama lima tahun untuk kendaraan roda emat merk/type toyota avanza adalah belanja pengadaan sebesar Rp. 170.000.000 ditambah biaya pemeliharaan selama lima tahun sebesar Rp. 50.000.000, maka jumah belanja yang membebani APBD selama lima tahun adalah sebesar Rp. 220.000.000. Kemudian jika kendaraan roda empat tersebut dihapus melalui pemindahtanganan dengan penjualan maka kendaraan roda empat merk/type toyota avanza bisa terjual dengan harga pasar saat ini dengan asumsi kurang lebih Rp. 80.000.000, maka terjadi penambahan pendapatan dengan hasil penjualan kendaraan tersebut dalam APBD. Dari asumsi ini, maka dari sisi efisiensi anggaran maka yang lebih efisien adalah pengadaan kendaraan roda empat, dibandingkan dengan cara KDO. Selain itu, untuk cara penggadaan barang dapat menambah nilai aset daerah.

Kedua, kajian atas ketersinggungan hukum melalui asumsi sebagai berikut; kontrak atau surat perjanjian antara pihak SKPD dengan pihak ketiga dilakukan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan KDO. Pihak SKPD bertindak untuk dan atas nama SKPD dan direktur atau dengan nama lainnya bertindak untuk dan atas nama pihak ketiga. Kontrak surat perjanjian tentunya memuat antara lain pihak-pihak yang terkait; maksud dan tujuan; jangka waktu dan besaran nilai kontrak. Sampai pada proses ini belum ada ketersinggungan hukum.Ketersinggungan hukum terjadi jika dibalik kontrak atau surat perjanjian ini tenyata pemiliknya hanyalah orang-orang yang sangat dekat dengan pihak-pihak SKPD. Diasumsikan bahwa mobil dikontrak tersebut ternyata adalah milik pihak-pihak di SKPD atau dalam BPKB maupun STNK atas nama suami/istri atau anak, atau saudara dekat lainnya. Nilai kotrak per bulan atau per tahun inilah yang nanti digunakan oleh pihak-pihak di SKPD untuk membiayai pelunasan pada pihak leassor atau dealer, dan selesai kontrak maka kendaraan roda empat menjadi milik pribadi pihak-pihak di SKPD.

Ketersinggungan hukum yang berikut adalah tidak adanya dasar hukum dalam regulasi pengelolaan barang daerah, dimana daerah dapat melakukan kontrak meng-KDO kendaraan roda empat, dan semata-mata hanya menginterpretasi/menafsirkan kode rekening program/kegiatan dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan daerah terakhir diubah dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011.DPRD dan Penjualan Kendaraan Dinas OperasioalOKTOBER 26, 2009tags: apbd, aset daerah, dinas, dprd, mobil, Operasioal, PAD, Penjualan Kendaraanby syukriyOleh: AssetDaerah.

Berbicara tentang penjualan barang milik daerah, biasanya langsung muncul pertanyaan, mengapa barang milik daerah harus dijual? bagaimana mekanisme penjualannya? Siapa saja yang boleh membeli? Apakah Pimpinan dan Anggota DPRD yang terhormat bisa membeli? Dan akhirnya yang dipertanyakan, bagaimana agar bisa membeli kendaraan dinas operasional tersebut?

Pasal 61 Ayat (1) Permendagri No. 17 Tahun 2007 menjelaskan beberapa pertimbangan dan alasan untuk melakukan penjualan barang milik daerah yaitu :

untuk optimalisasi barang milik daerah yang berlebih atau idle;secara ekonomis lebih menguntungkan bagi daerah apabila dijual; dansebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.Pelaksanaan penjualan barang milik daerah dilakukan secara lelang kecuali dalam hal-hal tertentu, pengecualian ini menurut Pasal 61 ayat (3) Permendagri No.17 Tahun 2007 meliputi:

Penjualan kendaraan perorangan dinas pejabat negara;Penjualan rumah golongan III; danBarang milik daerah lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh pengelola.Untuk selanjutnya tulisan ini hanya membahas keterkaitan antara DPRD dan penjualan kendaraan dinas pemerintah daerah. Penjualan kendaraan dinas dapat dibagi 2 (dua) jenis: kendaraan perorangan dinas dan kendaraan dinas operasional.

PENJUALAN KENDARAAN PERORANGAN DINAS

Kendaraan perorangan dinas yang dapat dijual adalah:

KendaraanPerorangan Dinas yang dipergunakan Gubernur/ Wakil Gubernur,Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota, sertaYang sudah dipergunakan selama 5 (lima) tahun atau lebih,Sudah ada penggantinya danTidak akan mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas.Sekalipun Kendaraan Perorangan Dinas sudah dipergunakan untuk kepentingan dinas selama 5 (lima) tahun atau lebih, tidak dengan sendirinya harus dijual, jika penjualan Kendaraan Perorangan Dinas dapat mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas sehari-hari.

Dalam hal ini Kepala Daerah dapat menetapkan kebijakan lebih lanjut mengenai umur kendaraan yang akan dijual belikan sesuai kondisi Daerah masing-masing. Yang berhak membeli kendaraan perorangan dinas adalah Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Kepegawaian, yaitu: Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang telah mempunyai masa jabatan 5 (lima) tahun atau lebih dan belum pernah membeli kendaraan perorangan dinas dari Pemerintah dalam tenggang waktu 10 (sepuluh) tahun.

Penjualan Kendaraan Dinas Operasional

Penjualan kendaraan dinas operasional secara khusus diatur pada Pasal 63 dan pasal 64 Permendagri No. 17 Tahun 2007. Persyaratan kendaraan dinas operasional yang dapat dihapus dari Daftar Inventaris Barang Milik Daerah adalah:

yang telah berumur 5 (lima) tahun lebih,tidak akan mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas sehari-hari,sudah ada penggantinya.Proses penghapusan kendaraan dinas operasional adalah sebagai berikut:

Permohonan penghapusan kendaraan dinas operasional. Pengguna/kuasa pengguna barang mengajukan usul penghapusan kendaraan dinas operasional yang telah memenuhi persyaratan umur kendaraan kepada Kepala Daerah melalui pengelola.Pembentukan Panitia Penghapusan. Untuk melaksanakan penelitian atas kendaraan yang dimohon untuk dihapus, Kepala Daerah dengan Surat Keputusan membentuk Panitia Penghapusan Kendaraan Dinas Operasional. Panitia penghapusan kendaraan dinas operasional meneliti dari segi administratif/pemilikan kendaraan, keadaan fisik, kemungkinan mengganggu kelancaran tugas dinas, efisiensi penggunaannya, biaya operasional, nilai jual kendaraan, dan lain-lain yang dipandang perlu. Hasil penelitian Panitia Penghapusan tersebut dituangkan dalam bentuk Berita Acara. Apabila memenuhi persyaratan, Kepala Daerah menetapkan keputusan tentang penghapusan kendaraan dinas operasional.Pelaksanaan Penjualan/Pelelangan:Setelah dihapus dari daftar inventaris, pelaksanaan penjualannya dapat dilakukan melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas;Pelelangan umum dilaksanakan melalui kantor lelang negara;Pelelangan terbatas dilaksanakan oleh panitia pelelangan terbatas yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah;Terkait dengan pertanyaan di atas, siapa saja yang boleh membeli? apakah Pimpinan dan Anggota DPRD yang terhormat bisa membeli? Apabila penjualan/pelelangan kendaraan dinas operasional melalui pelelangan umum, maka siapa saja yang berminat membeli bisa mengikuti lelang tersebut. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, siapa yang bisa mengikuti pelelangan terbatas tersebut?

Lampiran X ll angka 3 huruf f nomor 2) paragraf g Permendagri No. 17 Tahun 2007 menjelaskan bahwa yang dapat mengikuti pelelangan terbatas terhadap kendaraan dinas operasional yaitu Pegawai Negeri Sipil dan Ketua/Wakil Ketua DPRD.

Lebih lanjut dijelaskan syarat bagi Pegawai Negeri Sipil untuk dapat mengikuti lelang terbatas adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah mempunyai masa kerja 10 (sepuluh) tahun dengan prioritas pejabat/pegawai yang akan memasuki masa pensiun dan pejabat/pegawai pemegang kendaraan dan/atau pejabat/pegawai yang lebih senior. Adapun syarat bagi Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah yang telah mempunyai masa bhakti 5 (lima) tahun, dan syarat lainnya bahwa dalam tenggang waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir pejabat/pegawai, Ketua/Wakil Ketua DPRD belum membeli kendaraan dinas operasional.

Dalam implementasinya terkait dengan masa bhakti 5 (lima) tahun Ketua dan Wakil Ketua DPRD muncul beberapa pertanyaan, untuk lebih jelasnya seperti pada gambar berikut :

Apakah maksud masa bhakti 5 tahun tersebut? Sebab bila cermati, apakah maksud masa bhakti 5 tahun sebagai Ketua/Wakil Ketua Dewan? Ataukah masa bhakti 5 tahun sebagai anggota DPRD. Gambar diatas pada nomor :

Bila ada anggota DPRD yang terhormat dan sejak awal masa bhakti terpilih sebagai Pimpinan DPRD sampai selesai 5 tahun, pasti memenuhi syarat untuk mengikuti lelang terbatas.Bila ada anggota DPRD yang terhormat dan sejak awal masa bhakti terpilih sebagai Pimpinan DPRD tetapi tahun ke-4 (empat) sudah tidak menjadi Pimpinan, apakah ketika diadakan lelang terbatas pada tahun keenam yang besangkutan boleh mengikuti lelang terbatas tersebut?Bila ada anggota DPRD yang terhormat, menjadi anggota DPRD 2 tahun pertama, kemudian pada tahun ke (tiga) terpilih menjadi Pimpinan DPRD, apakah ketika diadakan lelang terbatas pada tahun keenam yang besangkutan boleh mengikuti lelang terbatas tersebut?Bila ada pengangkatan anggota DPRD melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu 1 tahun pertama menjadi anggota DPRD, kemudian pada tahun ke 2 & 3 terpilih menjadi Pimpinan DPRD, apakah ketika diadakan lelang terbatas yang besangkutan boleh mengikuti lelang terbatas tersebut?