Kemi Skin An
-
Upload
mujahid-dtwlight-vanquisher -
Category
Documents
-
view
3 -
download
1
description
Transcript of Kemi Skin An
PENDAHULUAN
Kemiskinan bukanlah fenomena yang baru dalam kehidupan sosial. Ia merupakan
fenomena sosial yang selalu menjadi atribut negara-negara dunia ketiga karena kemiskinan
identik dengan negara dunia ketiga dan menjadi problem cukup serius. Banyak upaya
dilakukan oleh penyelenggara negara untuk mengentaskan kemiskinan, tetapi persoalan ini
bagaikan mengurai benang kusut yang sulit dicari penyelesaiannya.
Begitu pun dengan bangsa Indonesia, kemiskinan telah lama menjadi problematika
dalam pembangunan dan belum ada tanda-tanda bahwa fenomena tersebut akan menghilang.
Agka statistik terus saja memberikan informasi masih banyaknya jumlah penduduk miskin,
yaitu sekitar 18% atatu lebih kurang 30 jiwa berada di bawah garis kemiskinan. Jumlah ini
sudah pasti bersifat dinamis sehingga naik dan turunnya angka kemiskinan adalah dua buah
kemungkinan yang mutlak.
Pemerintah memang memiliki perhatian besar terhadap masalah kemiskinan dan
keberhasilan program tersebut telah disuarakan oleh pemerintah. Akan tetapi, angka statistik
yang menunjukkan keberhasilan program pemerintah dalam hal kemiskinan masih menjadi
pro dan kontra. Hal tersebut dipicu dengan “tren kemiskinan” yang telah menjamur di bangsa
Indonesia. Selain itu, pakar-pakar yang kontra menganggap jika laporan keberhasilan adalah
bentuk pencitraan agar opini masyarakat selalu positif.
Kemiskinan di Indonesia pun tidak hanya terjadi di pedesaan, namun di daerah
perkotaan pun tidak lepas dari kemiskinan. Penduduk desa yang beramai-ramai bermigrasi ke
perkotaan untuk memperbaiki nasib, tetapi pertumbuhan sektor industri tidak meningkat
adalah salah satu penyebab kemiskinan. Perpindahan penduduk secara berlebih-lebihan ke
perkotaan memicu tingginya angka pertumbuhan penduduk, ledakan penduduk yang tinggi
di perkotaan, dan hal tersebut kurang menguntungkan karena sektor indusri yang tidak
meningkat justru akan membuat kompetisi semakin sengit.
Kemiskinan di perkotaan adalah akibat dari tingginya angka pertumbuhan penduduk
di daerah perkotaan. Keadaain ini antara lain disebabkan oleh migrasi desa-kota sebagai
faktor utama, yang dicirikan oleh pelaku migrasi kurang terdidik/ terampil sehingga mereka
tidak dapat bersaing untuk memperebutkan kesempatan ekonomi. Akibat selanjutnya adalah
pendapatan yang tidak dapat dipergubakan untuk memenuhi kebutuhan hidup layak.
Meskipun jumlah dan persentase penduduk miskin di kota lebih rendah daripada di pedesaan,
penurunan jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan jauh lebih lembat daripada daerah
pedesaan.
PEMBAHASAN
A. Kemiskinan
1. Definisi dan Gambaran Kemiskinan
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas mengemukakan batasan
kemiskinan sebagai keadaan di mana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk
dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berteduh, dan air minum, hal-hal ini
berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan lazimnya digambarkan sebagai
gejala kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan yang pokok. Terdapat tiga
gambaran umum mengenai kemiskinan, yaitu sebagai berikut.
a. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan
sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam
arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan
dasar.
b. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat.
Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Hal ini mencakup masalah-
masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
c. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dna kekayaan yang memadai.
Menurut Kuncoro, kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk
memenuhi standar hidup minimum. Definisi ini menyiratkan tiga pertanyaan dasar,
yaitu: (1) Bagaimana mengukur standar hidup? (2) Apa yang dimaksud dengan
standar hidup? (3) Seperti apa indikator sederhana yang mampu mewakili masalah
kemiskinan yang begitu rumit? Terdapat beberapa istilah dalam kajian kemiskinan,
antara lain sebagai berikut.
a. Proverty line (garis kemiskinan). Yaitu tingkat konsumsi rumah tangga
minimum yang dapat diterima secara sosial. Ia biasanya dihitung berdasarkan
income yang dua pertiganya digunakan untuk keranjang pangan yang dihitung
oleh ahli statistic kesejahteraan sebagai persediaan kalori dan protein utama
yang paling murah.
b. Absolute and relative proverty (kemiskinan absolut dan relatif). Kemiskinan
absolut adalah kemiskinan yang jatuh di bawah standar konsumsi minimum
dan karenanya tergantung pada kebaikan (karitas/amal). Adapun relatif adalah
kemiskinan yang eksis di atas garis kemiskinan absolut yang sering dianggap
sebagai kesenjangan antara kelompok miskin dan kelompok nonmiskin
berdasarkan income relatif.
c. Deserving poor adalah kaum miskin yang mau peduli dengan harapan orang-
orang nonmiskin, bersih, bertanggung jawab, mau menerima pekerjaan apa
saja demi memperoleh upah yang ditawarkan.
d. Target population (populasi sasaran) adalag kelompok orang tertentu yang
dijadikan sebagai objek dan kebijakan serta program pemerintah.
2. Bentuk Kemiskinan
a. Kemiskinan absolut
Yaitu kemiskinan di mana orang-orang miskin memiliki tingkat
pendapatan di bawah garis kemiskinan atau jumlah pendapatan tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup minimum. Kebutuhan hidup minimum antara lain
diukur dengan kebutuhan pangan , sandang, kesehatan, perumahan, dan
pendidikan, kalori, GNP per kapita, dan pengeluaran konsumsi. Bank Dunia
mendefinisikan kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan di bawah
USD $1/ hari dan kemiskinan menangah untuk pendapatan di bawah $2/ hari.
b. Kemiskinan relatif
Yaitu kemiskinan yang dilihat berdasarkan perbandingan antara tingkat
pendapatan dan tingkat pendapatan lainnya. Di samping itu, terdapat bentuk-
bentuk kemiskinan kemiskinan sekaligus menjadi faktor penyebab kemiskinan,
yaitu: (1) kemiskinan natural, (2) kultural, dan (3) struktural.
1) Kemiskinan natural adalah kemiskinan karena dari awalnya memang miskin
atau persisten proverty (kemiskinan turun-temurun). Kelompok masyarakat ini
menjadi miskin karena tidak memiliki sumber daya yang memadai, baik
sumber daya alam, manusia, maupun pembangunan, atau kalaupun mereka
ikut serta dalam pembangunan , mereka hanya mendapatkan imbalan
pendapatan rendah. Menurut Baswir, kemiskinan natural adalah kemiskinan
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah seperti karena cacat, sakit, usia lanjut,
atau karena bencana alam.
2) Kemiskinan kultural mengacu pada sikap hidup seseorang atau kelompok
masyarakat yang disebabkan gaya hidup, kebiasaan hidup, dan budaya hidup
di mana mereka tidak merasa kekurangan sehingga tidak mudah diajak
berpasrtisipasi dalam pembangunan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan
Baswir bahwa ia miskin karena faktor budaya seperti malas, tidak disiplin, dan
boros.
3) Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor
buatan manusia seperti kebijakan ekonomi yang tidak adil, distribusi aset
produksi yang tidak merata, korupsi dan kolusi serta tatanan masyarakat
tertentu. Selanjutnya, Sumodiningrat mengatakan bahwa munculnya
kemiskinan struktural disebabkan karena berupaya menanggulangi kemiskinan
natural, yaitu dengan direncanakan bermacam-macam program kebijakan,
namun dalam pelaksanaan tidak seimbang sehingga menimbulkan
ketimpangan sosial.
3. Sebab dan Indikator Kemiskinan
Alif Basuki dan Yanur Endar Prasetyo (Widodo, 2011: 59),
mengidentifikasikan sebab dan akibat dimensi kemiskinan sebagai berikut:
a. Ketidakmampuan mengakses pekerjaan
b. Ketidakmampuan memperoleh pendidikan
c. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar
d. Rendahnya sumber daya manusia
e. Rentan terhadap goncangan perubahan
f. Termarginalkan sosial
g. Disfabel usaha
h. Tidak memiliki sumber daya alam
i. Ketiadaan jaminan masa depan
j. Ketidakmampuan sosiailitas
k. Adanya bencana alam
l. Adanya ketimpangan ekonomi
m. Rendahnya kualitas kebijakan pemerintah dalam menata ekonomi negara
n. Faktor budaya di mana konsep pemikiran narima ing pandum
Selain itu, kemiskinan banyak dihubungkan dengan beberapa hal berikut ini:
a. Penyebab individual atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari
perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin.
b. Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dan pendidikan keluarga.
c. Penyebab subbudaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan
kehidupan sehari-hari, dipelajari, atau dijalankan dalam lingkungan sekitar.
d. Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain,
termasuk perang, pemerintah, dan ekonmi.
e. Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil
dari struktur sosial.
Interaksi antarvariabel kemiskinan bersifat rumit, sehingga muncul teori
kemiskinan, yaitu lingkaran setan (devil circle of poverty) seperti yang dilontarkan
oleh Malasis. Fakta yang menjadi indikator adanya penduduk miskin antara lain: (1)
pengemis, (2) perumahan kumuh, (3) gelandangan, (4) tingkat kesejahteraan rendah,
(5) banyaknya buta huruf, (6) kadar gizi makanan rendah, dan sebagainya.
4. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan bangsa Indonesia dikaitkan erat dengan struktur sosial yang ada,
di mana rakyat mengalami ketidakberdayaan ketika menghadapi struktur sosial di
dalam mengubah sedikit nasib. Kemiskinan yang demikian sering dinamakan
kemiskinan struktural. Selo Soemardjan mendefinisikan kemiskinan struktural sebagai
kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat, karena struktur sosial
masyarakat ini memungkinkan golongan masyarakat ini tidak ikut menggunakan
sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Secara teoritis,
kemiskinan struktural diartikan sebagai suasana kemiskinan yang dialami oleh
masyarakat yang penyebab utamanya bersumber pada struktur sosial yang berlaku
sedemikian rupa sehingga keadaan kelompok yang termasuk golongan miskin tampak
tidak berdaya untuk mengubah nasibnya dan mengekang mereka ke dalam suasana
kemiskinan secara turun-temurun selama bertahun-tahun.
Menurut Kartasasmita hal ini disebut accidebtal poverty, yaitu kemiskinan
dampak dari kebijakan tertentu yang menyebabkan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Masalah-masalah kemiskinan tersebut di atas menurut Nurkese sebagai lingkaran
setan kemiskinan yang meliputi enam unsur, yaitu: keterbelakangan, kekurangan
modal, investasi rendah, tabungan rendah, pendapatan redah, dan produksi rendah.
Ciri-ciri utama kemiskinan struktural:
a. Tidak terjadi atau jarang terjadi mobilitas sosial vertikal. Mereka yang hidup di
dalam kemiskinan akan tetap hidup miskin, sedangkan mereka yang hidup dalam
kemewahan akan tetap kaya dan tetap menikmati kekayaan dan kemewahannya.
Keterbatasan dan ketidakpunyaan modal dan keterampilan menyebabkan si miskin
tidak memiliki peluang untuk usaha dalam rangka mengubah statusnya sebagai
kelompok miskin.
b. Timbulnya ketergantungan yang kuat antara si miskin terhadap kelas sosial
ekonomi di atasnya. Ketergantungan inilah yang selama ini berperan besar dalam
memerosotkan kemampuan si miskin untuk bargaining dalam hubungan sosial
yang sudah timpang antara pemilik tanah dan penggarap, majikan dan buruh, dan
sebagainya. Kelompok miskin relatif tidak dapat berbuat apa-apa atas eksploitasi
dan proses marginalisasi yang dialaminya karena mereka tidak memiliki alternatif
pilihan untuk menentukan nasib ke arah yang lebih baik.
5. Permasalahan yang Dihadapi dalam Program Penanggulangan Kemiskinan
Untuk menekan jumlah penduduk miskin yang masih cukup besar dan
mengatasi masalah kemiskinan yang kompleks dan luas dituntut penanganan yang
komprehensif dan berkelanjutan. Beberapa permasalahan yang masih menjadi beban
dalam rangka mengentaskan kemiskinan hingga tahun 2006 sntara lain:
a. Tingginya tingkat inflasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Kenaikan harga BBM sering kali menjadi pemicu inflasi, dengan dampak yang
paling terasa ialah menambah kemiskinan masyarakat perkotaan. Artinya jika
kenaikan harga BBM memicu naiknya tingkat produksi dan distribusi bahan serta
jasa, sedangkan tingkat pendapatan masyarakat tetap, maka itu berarti terjadi
gejala penurunan pendapatan.
b. Belum meratanya program pembangunan, khususnya di pedesaan, luar Pulau
Jawa, daerah terpencil, dan daerah perbatasan. Sekitar 63,3% penduduk miskin
hidup di daerah pedesaa. Secara peresentase terhadap jumlah penduduk di daerah
ini, kemiskinan di luar Pulau Jawa termasuk Nusa Tenggara, Maluku, dan Papya
juga lebih tinggi dibandingkan Pulau Jawa. Oleh karena itu, upaya penanganan
kemiskinan seharusnya lebih fokus di daerah-daerah ini.
c. Masih terbatasnya akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar, seperti
akses pendidikan yang layak, pelayanan kesehatan, terpenuhinya kebutuhan gizi
yang memadai untuk kesehatan, dan terpenuhinya kebutuhan tempat tinggal yang
layak.
d. Masih besarnya jumlah penduduk yang rentan untuk jatuh miskin, baik karena
guncangan ekonomu, bencana alam, dan juga akibat kurangnya akses terhadap
pelayanan dasar dan sosial. Hal ini menjadi permasalahan krusial yang harus
dihadapi dalam penanganan kemiskinan.
e. Kondisi kemiskinan sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga kebutuhan pokok.
Fluktuasi ini berdampak besar pada daya beli masyarakat miskin. Sehubungan
dengan ini, upaya penanggulangan kemiskinan melalui stabilitas harga kebutuhan
pokok harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu agar penanggulangan
dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
Selain itu, masih banyak kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan
dan program penanggulangan kemiskinan dari 2005-2008. Kendala-kendala tersebut
di antaranya:
a. Tingginya inflasi pada 2005 yang mencapau 175 menyebabkan garis kemiskina
pada tahun 2006 naik sigifikan sehingga meningkatkan jumlah penduduk yang
berada di bawah garis kemiskinan.
b. Naiknya harga minyak dunia yang cukup besar telah mempersempit ruang gerak
fiscal untuk melakukan ekspansi program pengentasan kemiskinan.
c. Rangkaian bencana alam di beberapa daerah mengakibatkan beralihnya fokus
pelaksanaan program pembangunan dan petumbuhan. Akibatnya, pelaksanan
program pengentasan kemiskinan menjadi tidak optimal.
d. Banyaknya program multisektor dan regional yang ditujukan untuk mengurangi
kemiskinan, ternyata masih sangat sektoral dan kurang terintegrassi sehingga
mengakibatkan nrendahnya efektivitas dan efisinsi program ini.
e. Oemahaman dan kemampuan pemuda untuk melakukan sinergi terhada program
masih beragam dan belum optimal sehingga penurunan kemiskinan belum
signifikan.
f. Terbatasnya akses sumber pendapatan bagi masyarakat miskin dan nmasih
rendahnya kapasitas serta produktivitas usaha untuk memperluas kesempatan
kerja dan terciptanya kegiatan ekonomi bagi masyarakat miskin.
6. Penanggulangan Kemiskinan
a. Pemberdayaan masyarakat miskin
Blanchard mendefinisikan bahwa pemberdayaan sebagai upaya untuk
menguraika belenggu yang membelit masyarakat terutama yang berkaitan dengan
pengetahuan, pengalaman, motivasi. Adapun pemberdayaan masyarakat yang
dipahami sebagai upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan
masyarakat di mana kondisi sekarang tidak mampu utnuk melepaskan diri dari
perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, memberdayakan
masyarakat adalah meningkatkan kemampuan dan meningkatkan kemandirian
masyarakat.
Definisi tersebut memandang keterlibatan atau partisipasi masyarakat
mulai dari tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan, dan penikmatan
keputusan hasil evaluasi. Partisipasi dalam konteks ini diartikan sebagai
mengikutsertakan masyarakat untuk mulai sadar akan situasi dan masalah yang
dihadapinya, serta berupaya untuk mencari jalan keluar yanh dapat dipakai demi
mengatasi masalahnya.
Sehubungan dengan konsep tersebut, Soetisno menyatakan bahwa ada dua
model pengertian pastisipasi yang beredar di masyarakat, yaitu:
1) Partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan rakyat terhadap
rencana proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh
perencana. Dipandang dari sudut sosiologis definisi ini tidak dapat dikatakn
sebagai partisipasi rakyat dalam pembangunan, melainkan mobilisasi rakyat
dalam pembangunan.
2) Partisipasi dalam pembangunan merupakan kerja sama yang erat antara
perencara dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan, dan
mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai.
Upaya masyarakat miskin melibatkan diri dalam proses pembangunan
melalui power yang dimilikinya merupakan bagian dari pembangunan manusi.
Upaya ini bentuk dari perberdayaan masyarakat yang tidak lain untuk menggali
kemampuan masing-masing keluarga miskin dalam mewujudkan harapannya.
Dengan kata lain, pemeberdayaan masyarakat merupakan upaya
mengkalkulasikan dirinya sebagai objek meningkatkan hidupnya dengan memakai
daya yang ada padanya serta dibantu juga dengan daya yang dimiliki subjek.
Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat merupakan pemberian hak
pada masyarakat untuk dapat meningkatkan daya atau kemampuan sendiri. Upaya
pemberdayaan dapat juga dilakukan melalui tiga jurusan, yaitu:
1) Menciptakan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang.
Titik tolak adalah pengenalan bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki
potensi yang dapat dikembangkan. Pemberdayaan adalah upaya untuk
membangun daya ini dengan mendorong, memberikan motivasi, dan
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk
mengembangkan.
2) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering).
Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah yang lebih positif dan nyata,
penyediaan berbagai masukan, serta pembukaan akses ke berbagai peluang
yang akan membuat masyarakat makin berdaya dalam memanfaatkan peluang.
3) Memberdayakan mengandung arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan
harus dicegah yang lemah menjadi semakin lemah dan menciptakan
kebersamaan serta kemitraan antara yang sudah maju dan yang belum maju.
Secara khusus perhatian harus diberikan dengan keberpihakan melalui
pembangunan ekonomi rakyat, yaitu ekonomi usaha keci termasuk koperasi,
agar ntidak makin tertinggal jauh, melainkan justru dapat memanfaatkan
momentum globalisasi bagi pertumbuhannya.
Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat adalah senuah konsep
pembangunan ekonomi dan politik dan politik yang merangkum berbagai nilai
sosial. Konsep ini mencerminkan paradigm baru pembangunan, yakni berpusat
pada rakyat, partisipatoris, memberdayakan dan berkelanjutan. Konsep ini lebih
luas dari pemberdayaan masyarakat yang hanya semata-mata untuk memenuhi
kebutuhan dasar atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses
kemiskinan lebih lanjut. Alternatif konsep pertumbuhan ini oleh Friedmann
disebut sebagai pembangunan alternatif yang menghendaki demokrasi inklusif,
pertumbuhan ekonomi yang memadai, kesetaraan gender, dan persamaan antara
generasi.
b. Program Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan (Gerdu Taskin)
Gerdu Taskin merupakan program yang dikembangkan oleh Kantor
Menteri Kesra dan Taskin. Program merupakan pengentasan kemiskinan yang
terpadu dan menyeluruh yang dilakukan oleh pemerintah, kalangan swasta,
lembaga swadaya, dan organisasi kemasyarakatan (LSOM), masyarakat luas, dan
keluarga miskin itu sendiri. Keunggulan program Gerdu Taskin ini adalah
keterpaduan dan sasaran untuk menanggulangi sebab-sebab terjadinya
kemiskinan sehingga kondisi kesejahteraan penduduk target program yang lebih
baik dapat dicapai. Atas dasar hal tersebut, maka prinsip dasar yang diterapkan
dalam Gerdu Taskin secara nasional, meliputi:
1) Memperlakukan keluarga/ penduduk miskin sebagai subjek, dengan
melibatkan keluarga sasaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan,dan
penilaian.
2) Dukungan yang diberikan diarahkan untuk menanggulangi kemiskinan,
memberdayakan masyarakat dan keluarga miskin, mencegah timbulnya
kemiskinan, dan melindungi keluarga miskin sesuai dengan kebutuhan dan
potensi yang dimiliki keluarga sasaran serta memberikan peluang yang ada di
lingkungannya.
3) Dukungan yang diberikan secara menyeluruh dalam bentuk kebijaksanaan,
peraturan, program, dan kegiatan-kegiatan yang membantu keluarga miskin
untuk memenuhi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, menumbuhkan
wawasan, pengetahuan, sikap, dan perilaku ekonomi yang produktif, serta
memberikan kemampuan, dan akses yang lebih besar untuk mengembangan
usaha dan meningkatkan kesejahteraan.
4) Pengembangan potensi keluarga/ penduduk miskin dilakukan melalui
pendekatan kelompok dengan disertai pendamping mandiri yang berasal dari
instansi pemerintah, kalangan swasta, LSOM, dan masyarakat.
B. Perkotaan
1. Pengertian dan Kriteria Perkotaan
Kota atau perkotaan diidentikkan dengan bentuk kehidupan masyarakat yang
sangat individual, penuh kemewahan, gedung-gedung yang menjulang tinggi,
kendaraan yang lalu lalang hingga mengundang kemacetan, perkantoran yang mewah,
dan pabrik-pabrik yang besar. Kota sering kali dianggap sebagai semua tempat tujuan
masyarakat pedesaan untuk mencari pekerjaan, sebab pusat-pusat industri dan
perpabrikan banyak berdiri di daerah perkotaan. Selain itu, kota menampilkan
sejumlah bangunan yang berfungsi dalam kegiatan pemukiman, industri,
perdagangan, administrasi, pengajaran, keagamaan, dan hiburan dalam wilayah
tertentu. Beberapa ahli menyatakan bahwa kota tidak akan terlepas dari