KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYA AN , RISET, DAN …

75
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM PERLINDUNGAN HUKUM PIHAK YANG BERITIKAD BAIK PADA TAHAP PRA KONTRAKTUAL Skripsi Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) VIERI WIJAYA PUTRA B10017190 Pembimbing: Dr. Muskibah, S.H., M.Hum. Ageng Triganda Sayuti, S.H., M.Kn. JAMBI 2021

Transcript of KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYA AN , RISET, DAN …

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,

RISET, DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JAMBI

FAKULTAS HUKUM

PERLINDUNGAN HUKUM PIHAK YANG

BERITIKAD BAIK PADA TAHAP PRA

KONTRAKTUAL

Skripsi

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

VIERI WIJAYA PUTRA

B10017190

Pembimbing:

Dr. Muskibah, S.H., M.Hum.

Ageng Triganda Sayuti, S.H., M.Kn.

JAMBI

2021

ii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan:

1. Kaya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk

mendapatkan gelar akademik sarjana, baik di Universitas Jambi maupun di

perguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini Murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri tanpa

bantuan pihak lain, kecuali arahan pembimbing skripsi.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis

atau dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas

dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama

pengarang dan dicantumkan dalam footnonte (catatan kaki) dna di daftar

pustaka.

4. Peryataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari

terdapat penyimbangan dan ketidakbenaran dalam penulisan ini, maka

saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang

telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan

norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Jambi 5 Juni 2021

Yang membuat pernyataan

VIERI WIJAYA PUTRA

B10017190

iii

ABSTRAK

Perlindungan hukum adalah sesuatu yang diberikan oleh negara yang bertujuan untuk memberikan rasa aman dan tenang dalam kehidupan. Masing-masing pihak dalam perjanjian yang akan disepakati wajib memberikan keterangan atau informasi yang lengap sebagai bentuk Itikad baik sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1338 (3) KUHPerdata. Tetapi karena tidak dijelaskan dengan tegas sejak kapan itikad baik ini diperlukan, maka ada anggapan bahwa itikad baik hanya diperlukan pada tahap pelaksanaan kontrak saja tanpa mempedulikan tahap pra kontrak sebagai tahap awal perancangan sebuah kontrak. Penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan mengikat perjanjian pada tahap pra kontraktual serta mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap pihak yang beritikad baik pada tahap pra kontraktual. Permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana kekuatan mengikat perjanjian pada tahap pra kontraktual, dan bagaimana bentuk perlindungan hukumnya. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yaitu langkah untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin hukum. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tahap pra kontraktual di Indonesia saat ini tidak memiliki daya ikat sebab tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pihak yang dirugikan pada tahap ini masih bisa memperjuangkan keadilan dengan adanya Putusan Pengadilan Negeri Batam Nomor 189/Pdt.G/2012/PN. BTM Tanggal 15 September 2013 yang menyatakan bahwa janji pra kontrak mengikat para pihak. Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Pra Kontraktual, Itikad Baik, Promissory

Estoppel

iv

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,

RISET, DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JAMBI

FAKULTAS HUKUM

PERSETUJUAN SKRIPSI

Skripsi ini diajukan oleh:

Nama Mahasiswa : VIERI WIJAYA PUTRA

Nomor Induk Mahasiswa : B10017190

Program Kekhususan : Hukum Ekonomi

Judul Skripsi : PERLINDUNGAN HUKUM PIHAK YANG

BERITIKAD BAIK PADA TAHAP PRA

KONTRAKTUAL

Telah disetujui oleh Pembimbing pada tanggal seperti tertera di

bawah ini untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Fakultas Hukum Universitas Jambi

Jambi, 5 Juni 2021

Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua

Dr. Muskibah, S.H., M.Hum. Ageng Triganda Sayuti, S.H., M.Kn.

NIP 196512041990032001 NIP 199003032015041001

v

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,

RISET, DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JAMBI

FAKULTAS HUKUM

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi ini diajukan oleh:

Nama Mahasiswa : VIERI WIJAYA PUTRA

Nomor Induk Mahasiswa : B10017190

Program Kekhususan : Hukum Ekonomi

Judul Skripsi : PERLINDUNGAN HUKUM PIHAK YANG

BERITIKAD BAIK PADA TAHAP PRA

KONTRAKTUAL

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Fakultas Hukum

Universitas Jambi, Pada tanggal 29 Juni 2021

dan dinyatakan LULUS

TIM PENGUJI

NAMA JABATAN TANDA TANGAN

Dr. Yetniwati, S.H., M.H. Ketua Tim Penguji ………………

Evalina Alissa, S.H., M.H. Sekretaris ………………

Dr. H. Umar, S.H., M.H. Penguji Utama ………………

Dr. Muskibah, S.H., M.Hum. Anggota ………………

Ageng Triganda Sayuti, S.H., M.Kn. Anggota ………………

Mengetahui Dekan Fakultas Hukum

Universitas Jambi

Dr. H. USMAN, S.H., M.H.

NIP. 196405031990031004

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala rahmat, berkat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM PIHAK YANG

BERITIKAD BAIK PADA TAHAP PRA KONTRAKTUAL”. Skripsi ini

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Hukum, Universitas Jambi.

Penulis berhasil melalui berbagai kesulitan dalam proses penulisan skripsi

ini berkat bantuan dan dukungan dari Ibu Dr. Muskibah, S.H., M.Hum., selaku

Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Jambi dan juga Dosen

Pembimbing I, serta Bapak Ageng Triganda Sayuti, S.H., M.Kn. selaku Dosen

Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya dan membimbing penulis

melewati segala kesulitannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga merasa sangat terbantu dengan segala bentuk dukungan yang

diberikan oleh pihak – pihak lain. Pada kesempatan ini penulis akan

menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang

terhormat:

1. Bapak Prof. Drs. H. Sutrisno, M.Sc.,Ph.D. Selaku Rektor Universitas

Jambi yang telah memberi kemudahan dan fasilitas selama perkuliahan di

Universitas Jambi;

vii

2. Bapak Dr. H. Usman, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Jambi yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran

dalam proses perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Jambi;

3. Ibu Dr. Hafrida, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Kerja

Sama, dan Sistem Informasi pada Fakultas Hukum yang telah memberikan

kemudahan dan kelancaran selama perkuliahan

4. Ibu Retno Kusniati, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan Bidang Umum,

Perencanaan dan Keuangan Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah

memberikan kemudahan dan kelancaran selama perkuliahan;

5. Ibu Lili Naili Hidayah, SH, M.Hum. selaku Sekretaris Bagian Hukum

Perdata Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah banyak membantu

dalam proses administrasi mulai dari pengajuan judul, persetujuan judul,

seminar hingga sampai penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

6. Ibu Nelli Herlina, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik yang telah

membimbing penulis menegenai studi dan berbagai persayaratan

akademik;

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah tulus

memberikan ilmunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di

Fakultas Hukum Universitas Jambi;

8. Seluruh Staf Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah

banyak membantu penulis dalam bidang administrasi;

viii

9. Kepada Ayah dan Ibu penulis yaitu Tedy Wijaya dan Yenny yang telah

memberi kasih sayang, doa, dukungan, nasihat, dan pengorbanan kepada

penulis.

10. Kepada Istri Angelina Gautama yang telah setia memberi kasih sayang,

doa, dukungan, dan pengorbanan kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Jambi;

Penulis juga menyampaikan permohonan maaf atas segala ucapan dan

tindakan yang mungkin kurang berkenan selama proses pembimbingan penelitian

dan penulisan hukum ini. Penulis berharap semoga penulisan hukum ini dapat

bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di kemudian hari. Penulis

mohon maaf apabila dalam karya penelitian dan penulisan hukum ini memiliki

banyak kekurangan.

Jambi 5 Juni 2021

Penulis

Vieri Wijaya Putra

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…..…………………………………………………………...i

PERNYATAAN ............................................................................................................ ii

ABSTRAK……………………………………………………………………………..…iii

PERSETUJUAN SKRIPSI .............................................................................................iv

PENGESAHAN SKRIPSI............................................................................................... v

KATA PENGANTAR....................................................................................................vi

DAFTAR ISI .................................................................................................................ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................1

B. Rumusan Masalah .....................................................................................5

C. Tujuan Penelitian ......................................................................................5

D. Manfaat Penelitian ....................................................................................5

E. Kerangka Konseptual ................................................................................6

F. Landasan Teori..........................................................................................8

G. Metode Penelitian.................................................................................... 11

H. Sistematika Penulisan .............................................................................. 14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM, ITIKAD

BAIK, DAN TAHAP PRA KONTRAK

A. Tinjauan Tentang Perlindungan Hukum................................................... 16

B. Tinjauan Tentang Itikad Baik .................................................................. 21

C. Tinjauan Tentang Tahap Pra kontrak ....................................................... 23

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM PIHAK YANG BERITIKAD BAIK PADA

TAHAP PRA KONTRAKTUAL

A. Kekuatan Mengikat Pada tahap Pra Kontrak di Indonesia ........................ 44

B. Perlindungan Hukum Pra kontrak ............................................................ 48

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................. 59

x

B. Saran ....................................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 61

LAMPIRAN ................................................................................................................. 65

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sandang, pangan, dan papan adalah kebutuhan utama setiap orang

sebagai manusia yang harus terpenuhi setiap harinya. Dalam pemenuhan

kebutuhan tersebut, manusia tidak pernah terlepas dari campur tangan

manusia lain sehingga tidak akan bisa hidup sendiri sehingga perlu adanya

ketaatan hukum. Atas fenomena tersebut, Aristoteles kemudian

menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon)

sebagaimana dikutip oleh Amran Suadi. Makhluk sosial yang

dimaksudkan artinya manusia selalu membutuhkan manusia lain untuk

dapat memenuhi kebutuhannya bertahan hidup.1

Pada kehidupan sehari – hari, manusia sangat sering berinteraksi

dengan orang lain. Tanpa disadari, dalam terdapat banyak perjanjian setiap

harinya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Membeli pakaian,

membeli makanan, dan juga menyewa atau membeli rumah adalah contoh

dari perjanjian yang dilakukan untuk menuhi kebutuhan hidup. Menurut I

Ketut Oka Setiawan Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang

berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan suatu hal.2

1 Amran Suadi, Filsafat Hukum: Refleksi Filsafat Pancasila, Hak Asasi Manusia, dan

Etika, Cet. 1, Prenadamedia Group, Jakarta, 2019, hal. 67. 2 I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan, cet. 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hal. 7.

2

Perjanjian dilakukan oleh dua pihak yang tentu mengedepankan

kepentingannya masing-masing, maka biasanya diperlukan negosiasi atau

perundingan terlebih dahulu. Oleh karena itu peraturan yang jelas

mengenai perjanjian dan segala tahapan pembuatannya sangat

dibutuhkan. itikad baik dari kedua belah pihak juga merupakan asas

terpenting yang harus ada.

Itikad baik dalam Perundang-undangan Indonesia dapat dilihat

pada pasal 1338 KUHPerdata ayat (3) yang menyatakan bahwa perjanjian

harus dilaksanakan dengan itikad baik. Peraturan ini tidak begitu jelas

karena tidak dijelaskan sejak kapan itikad baik ini harus ada, sehingga

banyak yang menafsirkan bahwa itikad baik harus ada hanya saat

pelaksanaan perjanjian saja tidak pada saat perancangan perjanjian

tersebut.

Perjanjian tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup saja,

perjanjian juga digunakan untuk memperoleh keuntungan secara finansial.

Perjanjian dalam bisnis yang dikenal dengan kontrak bisnis. Terdapat tiga

tahapan dalam membuat kontrak bisnis yaitu tahap prakontrak, tahap

kontraktual, dan pasca kontraktual.3

Di Indonesia kesepakatan ditunjukkan dengan adanya bukti tanda

tangan diatas kontrak tertulis. Selama suatu kontrak belum ditanda tangani

maka tidak ada bukti nyata bahwa telah ada kesepakatan sebelumnya.

3 Diputra, I. Gst Agung Rio. "Pelaksanaan Perancangan Kontrak dalam Pembuatan

Struktur Kontrak Bisnis." Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, Vol. 3 No. 3 2018, hal. 11.

3

Tentunya ini akan menimbulkan rasa cemas para pihak yang sedang

hendak menjalin kerjasama.

Amran Suadi mengutip pernyataan Thomas Hobbes yang

menyatakan bahwa manusia adalah serigala bagi sesama manusia lainnya

(homo homini lupus) sehingga dalam keadaan alaminya tidak ada keadaan

aman dan tenang untuk manusia.4 Maka dari itu manusia dalam

berinteraksi dengan manusia lainnya tidak dapat hanya berdasarkan rasa

kepercayaan.

Putusan Pengadilan Negeri Batam Nomor Nomor

189/Pdt.G/2012/PN. BTM Tanggal 15 September 2013 adalah putusan

dari Kasus antara Lisbon Sihombing (Tergugat I) dan juga direktur dari

CV. Roses Prima Sukses (Tergugat) dan Jernih Nababan (Penggugat) yang

mengatasnamakan Warga Pemukiman Pasir Putih. Kasus ini menjadi

contoh kerugian yang didapat warga akibat percaya terhadap janji – janji

yang tidak diberikan secara jelas.

Awal mula dari kasus ini dimulai ketika Lisbon Sihombing yang

menjabat sebagai ketua RT. 04 RW. 16 Kelurahan Kibing menghimbau

warga bergotong royong mengusahakan sambungan listrik dari PLN

Batam. Pihak PLN menjelaskan bahwa pihaknya bersedia mengaliri listrik

apabila ada badan hukum berupa koperasi, CV, atau PT yang dapat

mengelolanya.

4 Amran Suadi, Op. Cit., hal. 153.

4

Warga kemudian melakukan musyawarah dan setuju untuk

membentuk CV. Persada Indah yang akan dikelola oleh warga dan biaya

ditanggung oleh warga. Selanjutnya Lisbon yang dipercaya untuk

mengurus pendirian CV telah berhasil namun nama CV tersebut adalah

CV. Roses Prima Sukses dengan dirinya sebagai direktur.

Warga protes dan dijawab oleh lisbon kalau itu disengaja agar ada

kenang – kenangan untuknya apabila digusur pemerintah. Warga tetap

marah karena uang mendirikan perushaan yang seharusnya CV. Persada

Indah malah jadi CV. Prima Roses padahal uangnya berasal dari warga.

Dalam musyawarah kemudian disepakati bahwa segala barang yang dibeli

adalah milik warga dan perubahan tarif akan dimusyawarahkan.

Namun pada Bulan Desember 2012 timbul permasalahan karena

Lisbon menaikkan tarif listrik secara sepihak dan kemudian ditolak oleh

warga. Atas penolakan warga tersebut, Lisbon mengatakan bahwa dirinya

yang berhak atas pengelolaan dan segala aset listrik tersebut. Akhirnya

warga menggugat agar aset yang diurus CV. Prima Roses diserahkan ke

warga dan diurus warga. Gugatan lainnya adalah ganti kerugian sebesar

Rp. 224.000.000 (dua ratus dua puluh empat juta rupiah)

Sebelum sebuah kontrak dapat disepakati, para pihak akan masuk

pada tahap pra kontraktual dimana ini adalah tahapan untuk bernegosiasi.

Sangat penting untuk menelaah tahapan pra kontraktual pada perjanjian

untuk menghindari terjadinya lagi kasus serupa seperti diatas. Hal ini

kemudian membuat penulis tertarik untuk membahasnya dalam skripsi

5

berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM PIHAK YANG BERITIKAD

BAIK PADA TAHAP PRA KONTRAKTUAL”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, penulis akan mengangkat dua

permasalahan guna dibahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu:

1) Bagaimana kekuatan mengikat perjanjian pada tahap pra kontraktual?

2) Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap pihak yang beritikad

baik pada tahap pra kontraktual?

C. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan yang dilakukan tentunya mempunyai tujuan yang

ingin dicapai. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi

ini adalah:

1) Untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan mengikat perjanjian

pada tahap pra kontraktual.

2) Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap pihak yang

beritikad baik pada tahap pra kontraktual.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang diinginkan dari penulisan ini, maka hasil

dari penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaaat dari segi teoritis

(akademis) maupun praktis berupa:

1) Manfaat Teoritis

Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam ilmu hukum

khususnya hukum perdata tentang perlindungan hukum pihak yang

6

beritikad baik pada tahap pra kontraktual, sehingga berbagai

problematika yang terjadi pada tahap pra kontraktual dapat

diselesaikan dengan baik.

2) Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pembuka pengetahuan bagi

masyarakat, pengusaha, dan investor pada tahap pra kontraktual serta

menjadikan bahan pertimbangan dan masukan bagi pihak terkait dalam

mengambil langkah-langkah pelaksanaan kontrak.

E. Kerangka Konseptual

Guna memahami maksud yang terkandung dari judul skripsi ini,

perlu disimak pengertian beberapa definisi di bawah ini:

1) Perlindungan Hukum

Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah

memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan

orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar

dapat menikmati semua hak – hak yang diberikan oleh hukum.5

Sedangkan menurut C.S.T. Kansil perlindungan hukum adalah

berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak

hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun

fisik, pikiran maupun dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak

manapun.6

5 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 54. 6 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka,

Jakarta, 1989, hal. 102.

7

2) Itikad Baik

Itikad baik secara umum dimaknai bahwa masing-masing pihak

dalam perjanjian yang akan disepakati, menurut hukum mempunyai

kewajiban untuk memberikan keterangan atau informasi yang

selengkap-lengkapnya, yang dapat mempengaruhi keputusan pihak

yang lain untuk memasuki perjanjian atau tidak, baik keterangan yang

demikian itu diminta atau tidak.7

3) Tahap Pra Kontraktual

Tahap pra kontrak adalah tahap di mana para pihak

melakukan perundingan untuk menentukan isi perjanjian yang

nantinya akan mereka sepakati. Kesepakatan ini merupakan salah

satu syarat penting untuk menerbitkan hubungan hukum selain syarat-

syarat lain seperti yang diatur dalam ketentuan Pasal 1320

KUHPerdata. Selain ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, dalam

membuat perjanjian para pihak juga harus memperhatikan asas-asas

dalam perjanjian.8

Pada tahap ini sering kali terjadi sengketa yang disebabkan

oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Dalam perundingan disini

biasanya telah ada usaha yang dilakukan terlebih dahulu untuk

mendukung disepakatinya kontrak nantinya. Namun karena tidak ada

7 Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pasca Sarjana

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, 8 I Gde Prim Hadi Susetya, I Made Pasek Diantha, Putu Tuni Cakabawa Landra,

“Adaptasi Doktrin Promissory estoppel Dalam Penyelesaian Ganti Rugi Pada Tahap Pra Kontrak Pada Hukum Kontrak Indonesia”, Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan Universitas

Udayana, Vol. 3 No. 1 2018, hal. 3.

8

peraturan mengenai perundingan, pihak yang tidak bertanggung jawab

bisa saja berhenti dari perundingan secara tiba – tiba. Padahal pihak

lainnya menaruh harapan besar dan telah melakukan banyak usaha

untuk mendukung perundingannya.

Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dikemukakan

diatas, perlindungan hukum pihak yang beritikad baik pada tahap pra

kontraktual artinya adalah upaya yang harus diberikan oleh aparat

penegak hukum untuk melindungi pihak yang beritikad baik yang

mengalami kerugian pada tahap pra kontraktual.

F. Landasan Teori

1. Teori Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah sesuatu yang harus kita dapatkan

sebagai warga negara agar dapat hidup dengan aman dan tenang.

Menurut Muchsin, yang dimaksudkan dengan perlindungan hukum

merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan

hubungan nilai – nilai atau kaidah – kaidah yang menjelma dalam

sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam

pergaulan hidup antar sesama manusia.9

Muchsin berpendapat bahwa perlindungan hukum merupakan

suatu hal yang melindungi subjek – subjek hukum melalui peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya

9 Muchsin., Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Universitas

Sebelas Maret, Surakarta, 2003, hal. 14.

9

dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu:

1) Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk

mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam

peraturan perundangundangan dengan maksud untuk mencegah

suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-

batasan dalam melakukan suatu kewajiban.

2) Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa

sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang

diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu

pelanggaran.10

2. Kekuatan Mengikat Perjanjian

Mengikatnya sebuah kontrak merupakan akibat nyata dari

Pacta Sunt Servanda. Pacta Sunt Servanda atau disebut juga dengan

asas kepastian hukum dapat ditemukan dalam Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata dan merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga

harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak,

sebagaimana layaknya sebuah Undang-Undang.11

Terdapat empat teori yang membahas mengenai kapan suatu

kontrak terjadi dan mengikat para pihak, yaitu teori pernyataan,

10 Ibid, hal. 20. 11 Salim H.S., Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, cet. 11, Sinar

Grafika, Jakarta, 2017, hal. 10.

10

pengiriman, pengetahuan, dan penerimaan. Untuk lebih lanjut keempat

teori tersebut akan dijelaskan seperti di bawah ini.

1) Teori Pernyataan (Uitingstheorie)

Menurut teori pernayaan, kesepakatan (toestteming) terjadi pada

saat pihak yang menerima penawaran menyatakan bahwa ia

menerima penawaran itu. Teori ini melihat kesepakatan timbul dari

pihak yang menerima yaitu pada saat baru menjatuhkan ballpoint

untuk menyatakan untuk menerima. Terjadinya kesepakatan

berdasarken teori ini terjadi secara otomatis.

2) Teori Pengiriman (Verzendtheorie)

Menurut teori pengiriman, kesepakatan terjadi apabila pihak yang

menerima penawaran mengirimkan telegram. Tetapi kelemahannya

bisa saja, walau sudah dikirim tetapi tidak diketahui oleh pihak yang

menawarkan. Kesepakatan dalam teori ini juga terjadi secara

otomatis.12

3) Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie)

Teori ini berpendapat bahwa kesepakatan terjadi apabila pihak yang

menawarkan mengetahui adanya penerimaan (acceptatie), tetapi

penerimaan itu belum diterimanya (tidak diketahui secara

langsung).

4) Teori Penerimaan (Ontvangstheorie)

12 Ibid. hal. 40.

11

Menurut teori penerimaan bahwa kesepakatan terjadi pada saat

pihak yang menawarkan menerima secara langsung jawaban dari

pihak lawan.

3. Teori Kepastian Hukum

Menurut Sudikno Mertokusumo, kepastian hukum adalah

jaminan bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum

dapat memperoleh haknya dan bahwa putusan dapat dilaksanakan.

Walaupun kepastian hukum erat kaitannya dengan keadilan, namun

hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum bersifat umum,

mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan, sedangkan keadilan

bersifat subyektif, individualistis, dan tidak menyamaratakan.13

G. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian yuridis

normatif. Menurut Peter Mahmud Marzuki bahwa penelitian hukum

normatif adalah langkah untuk menemukan suatu aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna

menjawab isu hukum yang dihadapi.14

Penulis dalam menulis penelitian ini akan mencari kebenaran

melalui rumusan hukum yang terdiri dari pendapat para ahli, teori –

teori dan ketentuan regulasi hukum. Di samping itu, penelitian ini juga

13 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengntar, Liberty, Yogyakarta, 2007,

hal. 160. 14 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, cet. I, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2004, hal. 52.

12

merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang berupaya untuk

memberikan gambaran mengenai perlindungan hukum pihak yang

beritikad baik pada tahap pra kontraktual.

2. Pendekatan Yang Digunakan

Pada penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual

(conseptual approach) dan pendekatan kasus (case approach). Maksud

dari pendekatan perundang-undangan yaitu dalam melakukan

penelitian, penulis akan menelaah Undang-Undang dan regulasi yang

bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.15

Pendekatan konseptual dalam penelitian ini akan merujuk pada prinsip

– prinsip hukum yang dapat ditemukan dalam pandangan – pandangan

sarjana ataupun doktrin hukum.16 Kemudian, pendekatan kasus dalam

penelitian ini artinya peneliti akan merujuk kepada ratio decidendi.17

Ratio decidendi yaitu alasan – alasan hukum yang digunakan hakim

untuk sampai pada putusan – putusannya seperti pada Putusan

Pengadilan Negeri Batam Nomor Nomor 189/Pdt.G/2012/PN. BTM

Tanggal 15 September 2013.

3. Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian

ini bersumber dari data sekunder yaitu data yang diperoleh dari

15 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cet. 9, Prenadamedia Group, Jakarta, 2014,

hal. 133. 16 Ibid., hal. 178. 17 Ibid., hal. 158.

13

kepustakaan yang menelusuri literatur dan perundang-undangan yang

berhubungan dengan permasalahn sebagai berikut:

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu terdiri dari semua perundang –

undangan yang berhubungan dengan masalah yang di bahas. Bahan

hukum dalam penelitian ini terdiri dari:

1) Undang – Undang Dasar 1945

2) Kitab Undang – Undang Hukum Perdata

3) Perundang – Undangan yang terkait lainnya

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder

dalam penelitian ini adalah literatur baik berbentuk buku, jurnal

hukum, dan informasi dari media internet yang terkait dengan

perlindungan hukum para pihak yang beritikad baik pada tahap pra

kontraktual .

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.

Bahan hukum tersebut merupakan literatur pendukung seperti

artikel hukum, ensiklopedia, dan kamus – kamus baik kamus besar

bahasa indonesia maupun kamus hukum.

14

4. Analisis Bahan Hukum

Penelitian hukum bukanlah sekedar kegiatan know-about,

melainkan penelitian hukum adalah kegiatan know-how sehingga

penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang

dihadapi dengan kemampuan mengidentifikasi masalah hukum,

melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan

kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut. Penelitian

hukum juga tidak sekedar menerapkan aturan yang ada, tetapi juga

menciptakan hukum untuk mengatasi masalah yang dihadapi.18

Dalam penelitian yang berjudul Perlindungan Hukum Pihak

Yang Beritikad Baik Pada Tahap Pra Kontraktual ini, penulis akan

mengkaji isu kekaburan hukum yang terdapat pada pasal 1338 ayat (3)

KUHPerdata dengan mempelajari bahan hukum yang telah ada,

kemudian dikembangkan melalui tulisan agar isu hukum yang dibahas

dalam penelitian ini dapat mudah dipahami.

H. Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari empat bab yang berkaitan satu sama lain,

yakni:

BAB I PENDAHULUAN

Bab pertama menguraikan menguraikan mengenai

pendahuluan yang berisi Latar Belakang Masalah, Pokok

Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,

18 Ibid., hal. 60-61.

15

Metode Penelitian, Kerangka Teori, Kerangka Konseptual,

Landasan Teori, dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN

HUKUM, ITIKAD BAIK, DAN TAHAP PRA

KONTRAK

Bab kedua menguraikan mengenai tinjauan tentang

pengertian perlindungan mukum, bentuk - bentuk

perlindungan hukum, pengertian kontrak, asas – asas dalam

kontrak, pengertian tahap pra kotraktual, dan pengertian

itikad baik.

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM PIHAK YANG

BERITIKAD BAIK PADA TAHAP PRA

KONTRAKTUAL

Bab ketiga membahas mengenai perlindungan hukum yang

seharusnya didapat oleh pihak yang beritikad baik pada

tahap pra kontraktual.

BAB IV PENUTUP

Bab keempat menguraikan mengenai Penutup yang berisi

kesimpulan jawaban atas masalah yang telah dirumuskan

dan saran yaitu rekomendasi dari penulis.

16

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM, ITIKAD

BAIK, DAN TAHAP PRA KONTRAK

A. Tinjauan Tentang Perlindungan Hukum

1. Pengertian Perlindungan Hukum

Manusia sebagai makhluk sosial akan selalu berinteraksi

dengan manusia lainnya. Dalam berinteraksi satu sama lain, akan

timbul hubungan hukum. Secara umum hubungan hukum diartikan

sebagai hubungan antara dua atau lebih subjek hukum. Hubungan

hukum akan menimbulkan hak dan kewajiban antar pihak

sebagaimana yang telah ditentukan di perundang-undangan.

Setiap hubungan hukum akan menimbulkan hak dan

kewajiban. Hak dan kewajiban harus dipenuhi kedua belah pihak.

Apabila lalai, terlambat, atau tidak memenuhi kewajibannya, maka

pihak tersebut bisa dituntut di pengadilan. Keberadaan hukum sangat

diperlukan untuk mengatur dan melindungi kepentingan –

kepentingan yang ada dalam hubungan tersebut.

Perlu untuk diketahui pada suatu negara akan terjadi suatu

hubungan timbal balik antara warga negaranya sendiri. Dalam hal

tersebut akan melahirkan suatu hak dan kewajiban satu sama lain.

Perlindungan hukum akan menjadi hak setiap warga

negaranya. Namun disisi lain dapat dilihat juga bahwa perlindungan

17

hukum merupakan kewajiban untuk negara itu sendiri, oleh karenanya

negara wajib memberikan perlindungan hukum kepada warga

negaranya.19

Tertulis dengan jelas dalam UUD (Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia) Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) bahwa

Negara Indonesia adalah negara hukum. Jimly Asshidiqie memaknai

hukum dalam suatu negara hukum sebagai panglima di dalam

dinamika kehidupan bernegara, bukan politik ataupun ekonomi.

Sehingga istilah yang biasa digunakan untuk menyebut prinsip

negara hukum dalam Bahasa Inggris adalah the rule of law, not of

man.20

Hukum adalah sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan

yang diidealkan bersama.21 Indonesia sebagai negara hukum

mempunyai peraturan – peraturan hukum untuk membatasi perbuatan

seseorang serta memberikan konsekuensi terhadap orang tersebut

apabila melakukan suatu hal diluar dari peraturan-peraturan hukum

yang telah ada. Peraturan – peraturan tersebut juga mengatur

hubungan antara Negara dan warga negaranya.

Salah satu bentuk hak dan kewajiban dari hubungan antara

negara dan warganya tersebut ialah setiap warga negara memiliki hak

19 Tesishukum.com, “Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli | Tesis

Hukum”, diakses pada 20 Maret 2020, http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurutpara-ahli/

20 Jimly Asshiddiqie, "Gagasan negara hukum Indonesia." Makalah Disampaikan dalam Forum Dialog Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional yang Diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM, 2011, hal. 1.

21 Ibid., hal. 14.

18

untuk mendapatkan perlindungan hukum dan negara memiliki

kewajiban untuk memberikan perlindungan hukum terhadap setiap

warga negaranya. Hal ini sesuai dengan cita – cita nasional Negara

Indonesia yang dapat dilihat dalam pembukaan UUD 1945 paragraf ke

empat yaitu,

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahtraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia …” Untuk memperjelas pemahaman mengenai perlindungan

hukum, berikut akan dikemukakan beberapa pengertian perlindungan

hukum menurut ahli:

1) Muchsin, mendefinisikan perlindungan hukum sebagai suatu

kegiatan yang bertujuan untuk melindungi individu dengan

menyerasikan hubungan nilai – nilai atau kaidah – kaidah yang

menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya

ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.22

2) Philipus M. Hadjon mengartikan perlindungan hukum yaitu

sebagai sarana perlindungan harkat dan martabat serta diakuinya

hak – hak asasi manusia yang dimiliki oleh subjek hukum

berdasarkan ketentuan hukum dari kewenangan atau sebagai

kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu

hal dari hal lainnya.23

22 Muchsin, Op. Cit., hal. 14. 23 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu,

Surabaya, 1987, hal. 25.

19

3) C.S.T. Kansil, yang dimaksud dengan dari perlindungan hukum

yaitu perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang

harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan

rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik, pikiran maupun dari

gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.24

4) Muktie A. Fadjar, mengartikan perlindungan hukum yaitu sebagai

perlindungan yang diberikan hanya oleh hukum. Dalam hal ini

berarti berkaitan dengan hak dan kewajiban setiap masyarakat.

Masyarakat memiliki hak untuk melakukan tindakan hukum serta

juga memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan atas tindakan

hukum yang dilaksanakan.25

Perlindungan hukum yang dimaksud ini terbagi menjadi dua

yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif.

Secara singkat yang dimaksudkan dengan perlindungan hukum

preventif adalah perlindungan yang diberikan untuk mencegah

terjadinya konflik hukum. Kemudian perlindungan hukum represif

diartikan sebagai perlindungan yang dilakukan apabila telah terjadi

konflik.

2. Bentuk – Bentuk Perlindungan Hukum

Muchsin membedakan perlindungan hukum menjadi dua.

Kedua perlindungan hukum tersebut adalah perlindungan hukum

24 C.S.T. Kansil, Loc. Cit. 25 Tesishukum.com, Loc. Cit.

20

preventif dan perlindungan represif yang kemudian akan dijelaskan

lebih lanjut di bawah ini.

1) Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan Hukum Preventif adalah perlindungan hukum yang

diberikan pemerintah bertujuan untuk mencegah sebelum

terjadinya pelanggaran. Hal ini ada dalam peraturan perundang-

undangan dengan maksud mencegab suatu pelanggaran serta

memberi rambu – rambu atau batasan dalam melakukan suatu

kewajiban.

2) Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif adalah perlindungan akhir yang

berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang

diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu

pelanggaran.26

Phlipus M. Hadjon juga membagi perlindungan hukum

menjadi dua macam yaitu perlindungan hukum preventif dan

perlindungan hukum represif namun terdapat sedikit perbedaan

dengan yang telah dijelaskan sebelumnya. Macam – macam

perlindungan hukum menurut Philipus M. Hadjon dijelaskan sebagai

berikut:

1) Perlindungan Hukum Preventif

26 Muchsin, Op. Cit., hal. 20.

21

Perlindungan hukum preventif di sini, subjek hukum diberikan

kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya

sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang

definitif. Tujuannya untuk mencegah terjadi sengketa.

2) Perlindungan Hukum Represif

Tujuan dari perlindungan hukum represif yaitu untuk

menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh

Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia

termasuk kategori perlindungan hukum ini.

Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah

bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan terhadap hak

– hak asasi manusia karena menurut sejarah barat, lahirnya konsep –

konsep pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia diarahkan

kepada pembatasan – pembatasan dan peletakan kewajiban

masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari

perlindungan hukum adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan

pengakuan dan perlindungan terhaadap hak – hak asasi manusia

mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara

hukum.27

B. Tinjauan Tentang Itikad Baik

1. Pengertian Itikad Baik (good faith)

27 Philipus M. Hadjon, Op. Cit., hal. 30.

22

Itikad baik dalam Bahasa Belanda disebut te goeder trouw

yang artinya kejujuran. Itikad baik di Indonesia dapat ditemukan dalam

Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berisi

bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Hanya saja

mengenai itikad baik dalam perundang-undangan tidak diatur secara

jelas sehingga menimbulkan perdebatan.

Definisi dari itikad baik menjadi perdebatan utama yang

mempertanyakan apa maksud dari itikad baik itu.28 Hal ini

mengakibatkan timbul pengertian yang berbeda baik dari prespektif

waktu, tempat atau orangnya. Tidak adanya tolak ukur dan fungsi

itikad baik yang jelas juga mengakibatkan makna, tolak ukur, dan

fungsi itikad baik lebih banyak diserahkan kepada pandangan hakim

dalam kasusnya.29

Menurut Subekti itikad baik menjadi landasan utama agar suatu

kontrak dapat dilaksanakan sebaik-baiknya. Subekti menyatakan

bahwa itikad baik dalam membuat suatu perjanjian berarti kejujuran.

Orang yang beritikad baik menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada

pihak lawan, yang dianggapnya jujur dan tidak menyembunyikan

sesuatu yang buruk yang dikemudian hari dapat menimbulkan

kesulitan – kesulitan. Hal itu secara tegas pula telah ditetapkan dalam

ketentuan Undang-Undang bahwa perjanjian harus dilaksanakan

28

Ridwan Khairandy, Op. Cit., hal. 6. 29

Ibid.

23

dengan itikad baik (Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata). Subekti

membedakan Itikad baik atas dua hal yaitu:

1) Itikad baik saat mengadakan atau membuat kontrak

Itikad baik saat membuat atau mengadakan kontrak merupakan

kehendak dari hati, dan pemahaman diri individu bahwa kontrak

yang dibuat merupakan hasil dari persesuaian dan pertemuan

kehendak bersama dan tidak bertentangan dengan norma – norma

yang ada. Itikad baik ini ditunjukkan dengan keseriusan dalam

meneliti dan memastikan bahwa semua syarat sah kontrak telah

terpenuhi sebelum ditandatangani suatu kontrak.

2) Itikad baik dalam pelaksanaan kontrak

Dalam pelaksanaan kontrak, itikad baik ditunjukkan dengan

kesungguhan dalam melaksanakan segala prestasi yang yang

disematkan kepadanya dan berusaha semaksimalnya untuk tidak

melakukan hal – hal yang dapat merugikan hak – hak pihak lain

dalalm kontrak tersebut.

C. Tinjauan Tentang Tahap Pra kontrak

1. Pengertian Kontrak

Pengertian mengenai kontrak yang dalam Black’s Law

Dictionary yaitu “An agreement between two or more person which

creates an obligation to do or not to do particular thing”. Jika

diterjemahkan ke Bahasa Indonesia artinya, kontrak adalah suatu

persetujuan antara dua orang atau lebih, dimana menimbulkan sebuah

24

kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara

sebagian.

Inti definisi yang tercantum dalam Black’s Law Dictionary

bahwa kontrak dilihat sebagai persetujuan dari para pihak untuk

melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak melakukan secara

sebagian.30 Untuk lebih jelasnya, berikut akan dipaparkan beberapa

pengertian kontrak dari para ahli hukum Indonesia:

1) Subekti

Kontrak adalah suatu peristiwa dimana ada seorang berjanji kepada

seorang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan

sesuatu hal, dari peristiwa ini, timbulah suatu hubungan antara dua

orang tersebut yang dinamakan perikatan. Oleh karena itu

perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang

membuatnya;31

2) Mariam Darus Badrulzaman

Kontrak adalah sebuat Perbuatan hukum yang menimbulkan

perikatan, yaitu hubungan hukum yang terjadi di antara dua orang

atau lebih, yang terletak di dalam lapangan kekayaan di mana

pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib

memenuhi prestasi;32

30 I Gde Prim Hadi Susetya, I Made Pasek Diantha, Putu Tuni Cakabawa Landra, Op.

Cit., hal. 7. 31 Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa, 1998, hal. 23. 32 litigasi.co.id, “Kontrak Menurut Ahli| Litigasi”, diakses pada 29 Maret 2021,

https://litigasi.co.id/kontrak-menurut-ahli

25

3) Herlien Budiono

Kontrak atau perjanjian adalah perbuatan hukum yang

menimbulkan, berubahnya, hapusnya hak, atau menimbulkan suatu

hubungan hukum dan dengan cara demikian, kontrak atau

perjanjian menimbulkan akibat hukum yang merupakan tujuan

para pihak. Jika suatu perbuatan hukum adalah kontrak atau

perjanjian, orang-orang yang melakukan tindakan hukum disebut

pihak-pihak.33

Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contracts.

Sedangkan dalam bahasa Belanda, disebut dengan overeenkomst.34

Pengertian perjanjian atau kontrak berdasarkan KUHPerdata terdapat

pada Pasal 1313 KUHPerdata. Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan

bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau

lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Definisi dari mengenai kontrak dalam pasal 1313 KUHPerdata

ini dinilai kurang jelas sebab dalam rumusan tersebut hanya

disebutkan perbuatan saja. Maka yang bukan perbuatan hukum pun

dapat disebut dengan perjanjian. Untuk memperjelas pengertian itu

maka harus dicari dalam dokrin. Menurut teori lama, yang disebut

perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk

menimbulkan akibat hukum.35

33 Ibid. 34 Ramziati, Sulaiman, Dan Jumadiah, Kontrak Bisnis: Dalam Dinamika Teoritis dan

Praktis, Unimal Press, Aceh, 2019, hal. 16. 35 Salim HS, Op. Cit., hal. 24.

26

Pada definisi ini, telah tampak adanya asas konsensualisme dan

timbulnya akibat hukum seperti lahir atau hapusnya hak dan

kewajiban. Unsur-unsur perjanjian, menurut teori lama adalah sebagai

berikut:

1) Adanya perbuatan hukum.

2) Persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang.

3) Persesuaian kehendak harus dipublikasikan/dinyatakan.

4) Perbuatan hukum terjadi karena kerjasama antara dua orang atau

lebih.

5) Pernyataan kehendak yang sesuai harus saling bergantung satu

sama lain.

6) Kehendak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum.

7) Akibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang

lain atau timbal balik.

8) Persesuaian kehendak harus dengan mengingat peraturan

perundang-undangan.36

Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne

sebagaimana dikutip oleh Salim H.S., perjanjian dalam teori baru ini

dimaknai sebagai suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih

berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.37

Teori baru tidak hanya melihat perjanjian semata – mata, tetapi

juga harus melihat rangkaian perbuatan sebelumnya atau yang

36 Ibid., hal. 25. 37 Ibid.

27

mendahuluinya. Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian menurut

teori baru yaitu:

1) Tahap pra kontrak, yaitu adanya penawaran dan penerimaan;

2) Tahap kontraktual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak

antara para pihak;

3) Tahap post kontraktual, yaitu tahap pelaksanaan perjanjian38

Suatu perjanjian tidak dapat berlaku begitu saja melainkan

harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian. Ketentuan lebih

rinci mengenai hal tersebut diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata

yang menyatakan bahwa sahnya suatu perjanjian harus memenuhi 4

(empat) syarat, yaitu:

1) kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2) kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3) suatu pokok persoalan tertentu;

4) suatu sebab yang tidak terlarang.

2. Sumber Hukum Kontrak Indonesia

C.S.T. Kansil mengartikan sumber hukum sebagai segala apa

saja yang menimbulkan kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan

– aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan

nyata.39 Titik Triwulan mengutip pendapat vollmar yang membagi

sumber hukum perdata menjadi dua, yaitu:

38 Ibid. 39 C.S.T. Kansil, Op. Cit., hal. 46.

28

1) Sumber hukum perdata tertulis, yaitu KUHPerdata (BW), Traktat,

dan Yurisprudensi, dan;

2) Sumber hukum perdata tidak tertulis, yaitu kebiasaan.40

Hukum positif yang berlaku saat ini (ius constitutum) mengenai

kontrak di Indonesia masih diatur dalam seperangkat aturan yang

disebut dengan BW (Burgerlijk wetboek) yang diciptakan oleh

Pemerintah Belanda dan diberlakukan di Indonesia pada saat jaman

penjajahan. BW dalam Bahasa Indonesia lebih dikenal dengan sebutan

dengan Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. KUHPerdata terdiri

dari 4 bagian yaitu:

1) Buku 1 tentang Orang (Van Personnenrecht)

2) Buku 2 tentang Benda (Van Zaken)

3) Buku 3 tentang Perikatan (Van Verbintenessenrecht)

4) Buku 4 tentang Pembuktian dan Daluwarsa (Van Bewijs en

Verjaring)41

Meskipun Indonesia telah lama merdeka, namun KUHPerdata

yang notabene merupakan produk peninggalan jaman penjajahan

Belanda masih berlaku hingga saat ini. Masih diberlakukannya hukum

perdata tertulis ini didasarkan dengan asas konkordansi, yaitu hukum

yang berlaku di negeri jajahan (Belanda) sama dengan ketentuan yang

berlaku di negeri Penjajah.42

40 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Cet. 5,

Prenadamedia Group, Jakarta, 2015, hal. 15. 41 Ibid., hal. 29. 42 Ibid., hal. 18.

29

Pada saat Indonesia merdeka, untuk mencegah terjadinya

kekosongan hukum maka segala peraturan yang berlaku pada saat

penjajahan Belanda masih tetap berlaku sampai ada peraturan baru.

Asas Konkordansi dapat dilihat pada Pasal I Aturan Peralihan UUD

1945 yang berbunyi “Segala peraturan perundang-undangan yang ada

masih tetap berlaku selama belun diadakan yang baru menurut Undang

– Undang Dasar ini.”

Sudikno Mertokusumo mengemukakan beberapa dasar

pertimbangan keberlakuan produk hukum peninggalan Belanda di

Indonesia, yaitu:

1) Para ahli tidak mempersoalkan secara mendalam tentang mengapa

hukum belanda masih berlaku di Indonesia. Tatanan hukum

Indonesia hendaknya tidak dilihat sebagai kelanjutan dari tata

hukum Belanda, tetapi sebagai tata hukum nasional;

2) Sepanjang hukum tersebut tidak bertentangan dengan ideologi

pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, peraturan perundang

undangan dan dibutuhkan; dan

3) Apabila hukum tersebut bertentangan, maka akibatnya menjadi

tidak berlaku lagi.43

Telah terjadi banyak kemajuan di segala bidang sejak Negara

Indonesia Merdeka. Mulai muncul juga banyak hal baru akibat dari

kemajuan ini mengakibatkan peraturan lama sulit untuk diterapkan

43 Sudikno Mertokusumo, Op. Cit., hal. 13.

30

lagi. Perkembangan hukum kontrak juga terus berkembang.

Perkembangan hukum kontrak saat ini diwarnai dengan semakin

menipisnya tabir pemisah anatra dua sistem hukum besar yakni

common law dan civil law44.

Perlunya pembaruan KUHPerdata juga diungkapkan oleh

Ferronica Taylor sebagaimana yang dikutip oleh Agus Yudha

Hernoko yaitu:

“The legal rules that govern contracts in indonesia are found

primarily Dutch style civil code and partially revised

commercial code, althou many of the code provisions are now

regarded as obsolete or inappropriate for current commercial

transactions. Commercial parties routinely see to contract out

or exclude the operation of archaic partts of the code from

there own contract. The fact that there is no authorised or

standardised transactions of the civil code into English also

symbolises is lack of pungecy”45

3. Asas – Asas Dalam Kontrak

Menurut Agus Yudha Hernoko, asas hukum merupakan

sumber bagi sistem hukum yang memberi inspirasi mengenai nilai –

nilai etis, moral, dan sosial masyarakat. Asas hukum bisa saja lahir

dari pandangan akan kepantasan dalam pergaulan sosial yang

kemudian diadopsi oleh pembuat undang – undang sehingga menjadi

aturan hukum.46

Terdapat lima asas penting dalam hukum kontrak, yaitu asas

kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas kepastian hukum

(pacta sunt servanda), asas itikad baik, dan asas kepribadian (asas

44 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak

Komersial, Cet. 4. Prenadamedia Group, Jakarta, 2014, hal. 10. 45 Ibid., hal. 11-12. 46 Ibid., hal. 103.

31

personalitas).47 Kelima asas tersebut kemudian akan dijelaskan lebih

lanjut di bawah ini.

a. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)

Asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada

para pihak untuk:

1) Membuat atau tidak membuat perjanjian;

2) Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;

3) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya,

dan;

4) Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.48

Asas kebebasan berkontrak berisi bahwa pada dasarnya

para pihak dapat membuat perjanjian atau kesepakatan yang

melahirkan kewajiban apa saja sepanjang prestasi yang wajib

dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang. Perjanjian

dilarang apabila perjanjian mengandung prestasi atau kewajiban

pada salah satu pihak uang melanggar undang – undang atau

kesusilaan.49

Meskipun disebut sebagai kebebasan, tetapi pada

prinsipnya dan penerapannya tetap dibatasi oleh norma – norma

hukum maupun norma sosial seperti kesopanan, dan kesusilaan

seperti yang tertuang dalam Pasal 1337 KUHPerdata yakni suatu

sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh Undang-Undang, atau

47 Salim H.S., Op. Cit., hal. 9. 48 Ibid. 49 M. Natsir, Aspek Hukum Janji Prakontrak, UII Press, Yogyakarta, 2017, hal. 13.

32

apabila berlawanan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban

umum.

b. Asas Konsensualisme

Isi asas konsensualitas pada dasarnya adalah suatu

perjanjian yang secara lisan telah terbuat antara dua pihak atau

lebih telah mengikat dan karena itu melahiran kewajiban bagi salah

satu pihak atau lebih dalam perjanjian tersebut setelah para pihak

mencapai kesepakatan. Berdasarkan asas ini, Perjanjian yang

mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak tidak

memerlukan formalitas.50

Asas konsensualisme dapat dilihat dalam pasal 1320 ayat

(1) KUHPerdata. Pada pasal tersebut ditemukan bahwa salah satu

syarat sah perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak.

Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa

pada umumnya perjanjian tidak diadakan secara formal, tetapi

cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan

merupakan persesuaian kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh

kedua pihak.51

c. Asas Kepastian Hukum

Asas kepastian hukum juga disebut dengan asas pacta sunt

servanda. Maksud dari asas ini adalah hakim atau pihak ketiga

harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak

50 Ibid. 51 Salim H.S., Op. Cit., hal. 10.

33

sebagaimana layaknya sebuah undang – undang. Mereka tidak

boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat

oleh para pihak.52 Pacta sunt servanda terdapat dalam Pasal 1338

(1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua persetujuan yang

dibuat sesuai dengan Undang-Undang berlaku sebagai Undang-

Undang bagi mereka yang membuatnya.

d. Asas Itikad Baik (good faith)

Asas Itikad baik merupakan unsur terpenting dalam hukum

kontrak.53 Para pihak yang berkontrak seharusnya beritikad baik

dari sebelum kontrak tersebut disepakati. Dengan beritikad baik

para pihak berarti telah menghargai keseriusan dan bersungguh –

sungguh ingin menjalin kerjasama tanpa ada niat buruk.

Ruang lingkup itikad baik yang diatur dalam Kitab Undang

– Undang Hukum Perdata di beberapa negara seperti di Indonesia

masih diletakkan pada pelaksanaan kontrak saja. Hal ini terlihat

dari bunyi pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata Indonesia yang menyatakan perjanjian harus dilaksanakan

dengan itikad baik (zy moeten to goeder trouw worden tenuitvoer

gebracht).54

Padahal sesungguhnya itikad baik juga diperlukan dalam

proses negosiasi dan penyusunan kontrak. Dengan demikian,

itikad baik tersebut sebenarnya sudah harus ada sejak saat proses

52 Ibid. 53

Ridwan Khairandy, Op. Cit., hal. 128. 54 Ibid., hal. 13.

34

negosiasi dan penyusunan kontrak sampai dengan proses

pelaksanaan kontrak. Kewajiban itikad baik pada masa pra kontrak

meliputi kewajiban untuk meneliti (onderzoekplicht) dan

kewajiban untuk memberitahukan dan menjelaskan

(mededelingsplicht).55

Itikad baik pra kontrak tetap mengacu kepada itikad baik

yang bersifat subjektif. Itikad yang bersifat subjektif ini

digantungkan pada kejujuran para pihak. Dalam proses negosiasi

dan penyusunan kontrak, pihak kreditur memiliki kewajiban untuk

menjelaskan fakta material yang berkaitan dengan pokok yang

dinegosiasikan sedangkan debitur memiliki kewajiban untuk

meneliti fakta material tersebut.56

Menurut Robert S Summer sebagaimana dikutip Ridwan

Khairdandy, bentuk itikad baik dalam negosiasi dan penyusunan

kontrak mencakup negosiasi tanpa maksud yang serius untuk

mengadakan kontrak, penyalahgunaan hak untuk menggagalkan

negosiasi, mengadakan kontrak tanpa memiliki maksud untuk

melaksanakannya, tidak menjelaskan fakta material, dan

mengambil keuntungan dari lemahnya posisi tawar pihak lain

dalam kontrak.57

e. Asas Kepribadian (Personalitas)

55 Ibid., hal. 252. 56 Ibid., hal. 347-348. 57

Ibid., hal. 251.

35

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa

seseorang melakukan dan membuat kontrak hanya untuk

kepentingan perseorangan saja.58 Asas ini dapat dilihat dalam pasal

1315 KUHPerdata dan pasal 1340 KUHPerdata. Seseorang yang

mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingannya sendiri

sebagaimana terdapat dalam pasal 1315 KUHPerdata yang

menyatakan bahwa pada umumnya seseorang tidak dapat

mengadakan pengikatan atau perjanjian selain untuk dirinya

sendiri.

Berlakunya suatu perjanjian yang dibuat para pihak hanya

berlaku antara mereka yang membuatnya sebagaimana terdapat

dalam pasal 1340 KUHPerdata menyatakan bahwa perjanjian

hanya berlaku antara para pihak yang membuatnya

Tetapi ada pengecualian terhadap ketentuan tersebut

sebagaimana terdapat dalam pasal 1317 KUHPerdata yang

berbunyi:

”Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak

ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri,

atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suaut

syarat semacam itu.”

58 Salim H.S., Op. Cit., hal 12.

36

4. Pengertian Pra kontrak

Sebelum suatu kontrak disusun, para pihak harus

memperhatikan hal – hal terkait catatan awal, resume pembicaraan

awal, dan pokok pokok yang telah dijadikan dan terdapat titik temu

dalam negosiasi (perundingan) pembuatan kontrak awal. Mengingat

pra kontrak merupakan landasan kontrak final nantinya, maka setiap

kesepakatan lebih baik jika dituliskan dalam not kesepahaman atau

yang biasanya disebut dengan Memorandum of Understanding

(MoU).59

Tahapan pra kontrak merupakan tahapan awal dari suatu

rangkaian proses pembentukan kontrak yang harus ditempuh oleh para

pihak sebelum disepakatinya suatu kontrak. Tahap pra kontrak adalah

tahap di mana para pihak harus beritikad baik dalam mulai melakukan

negosiasi hingga mencapai kesepakatan.60 Pra Kontrak dalam bahasa

inggris disebut dengan precontractual atau preliminary contract.

Kontrak dirancang dan disusun pada tahapan pra kontrak ini dimana

pada tahapan ini terdapat penawaran (offer) dan penerimaan

(acceptance).61

Dalam Black Law Dictionary, yang dimaksud dengan pra

kontrak adalah “Precontractual is a contract that precludes a party

from entering into comparable agreement with someone else.”

59 Afriana Novera dan Meria Utama, Dasar-Dasar Hukum Kontrak dan Arbitrase, Cet. 1,

Tunggal Mandiri, Malang, 2014, hal. 32. 60 Ridwan Khairandy, Op. Cit., hal. 190. 61 Salim H. S., H. Abdullah, dan Wiwek Wahyuningsih, Perancangan kontrak &

Memorandum of Understanding (MoU), Sinar Grafika, Jakarta, 2014. hal. 8.

37

Pengertian ini apabila diterjemahkan ke Bahasa Indonesia artinya

adalah, pra kontrak merupakan sebuah kontrak yang mencegah salah

satu pihak untuk mengadakan kontrak serupa dengan pihak lainnya.

Berdasarkan pengertian – pengertian diatas, para pihak pada

tahap ini melakukan negosiasi atau perundingan mengenai hal – hal

apa saja yang mungkin dapat disepakati bersama dalam kontrak nanti.

Jadi kegiatan utama pada tahap pra kontrak ini adalah penawaran dan

permintaan yang tergambar dalam negosiasi para pihak. Tujuan yang

diharapkan dari tahap ini yaitu mencegah pihak lain untuk melakukan

kontrak yang sama dengan pihak lainnya.

Pada tahap pra kontrak salah satu atau kedua belah pihak dapat

atau bisa saja telah melakukan suatu perbuatan hukum tertentu atau

tidak melakukannya sebagai representasi dari kegiatan penawaran,

misalnya meminjamkan uang, membeli tanah, memberi uang muka

atau tanda jadi dan sebagainya walaupun belum ada penandatanganan

kontrak.

Perbuatan yang dilandasi oleh kepercayaan bahwa para pihak

beritikad baik ini bisa menimbulkan sengketa, perlu diingat bahwa

pengaturan mengenai kontrak di Indonesia hanya diatur setelah adanya

penandatanganan. Di Indonesia kasus – kasus yang terjadi pada tahap

pra kontrak ini diakibatkan dari tingginya pengharapan yang dimiliki

oleh pihak tertentu terhadap pihak lain yang menjanjikan sesuatu,

sehingga pihak tersebut terlanjur melakukan atau tidak melakukan

38

suatu perbuatan hukum tertentu dimana ternyata pihak yang memberi

janji (offeror) tersebut malah menarik janjinya dan menyebabkan

kerugian bagi pihak yang terlanjur melakukan atau tidak melakukan

suatu perbuatan hukum tersebut.62

5. Tahap dalam Pra Kontrak

Tahap pra kontrak merupakan awal dari lahirnya sebuah

kontrak dimana terdapat dua tahap didalamnya. Kedua tahap tersebut

dijabarkan sebagai berikut:

a. Negosiasi

Negosiasi adalah sarana untuk para pihak dalam

mengadakan komunikasi dua arah yang dirancang demi mencapai

kesepakatan sebagai akibat adanya perbedaan pandangan atau tafsir

atas suatu hal yang berkaitan dengan kerangka kontrak. Biasanya,

saat negosiasi ini para pihak melemparkan penawarannya terhadap

yang lain hingga tercapai kesepakatan. Dalam praktik, proses

negosiasi ini ada kalanya singkat dan langsung masuk pada intisari

yang diperjuangkan, tetapiada kalanya proses ini menjadi proses

yang panjang, bisa dikarenakan belum ada pertemuan keinginan

soal harga, soal kondisi, soal pembayaran, dan soal resiko barang

atau asuransi.63

62 Bebeto Ardyo, Bebeto Ardyo, “Formulasi Pengaturan Tahapan Pra Kontrak dalam

Proses Pembentukan Kontrak di Indonesia”, Jurnal Yustika: Media Hukum dan Keadilan Fakultas

Hukum Ubaya, Vol. 22 No. 2, 2019, hal. 9. 63 Afriana Novera dan Meria Utama, Op. Cit., hal. 32.

39

Negosiasi mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat

penting didalam merancang dan menyusun kontrak, karena tahap

ini merupakan tahap untuk menentukan objek dan substansi

kontrak yang dibuat oleh para pihak.64 Negosiasi ditandai dengan

komunikasi yang berkelanjutan untuk mencapai kata sepakat oleh

para pihak yang mempunyai kepentingan yang saling

dipertukarkan.65

b. Pembuatan Memorandum of Understanding (MoU)

Setelah negosiasi selesai dilakukan, selanjutnya yang perlu

dilakukan ialah membuat Memorandung of Understanding (MoU)

yaitu sebagai pencatatan atau penyusunan pokok – pokok

persetujuan hasil negosiasi awal dalam bentuk tertulis. Sebelum

menyusun MoU, para pihak perlu mengidentifikasi diri apakah

sudah memenuhi ketentuang perundang-undangan, seperti cakap

hukum, tentang objek, dan tempat domisili yang jelas dari masing

– masing pihak. Biasanya masalah ini tidak ditelusuri dengan teliti

terutama apabila diantara mereka yang awalnya sudah saling

kenal.66

Istilah Memorandum of Understanding oleh disebut juga

dengan Nota kesepakatan, Nota Kesepahaman, atau Kontrak

64 Nursaiful Afandi, “Aktualisasi Nilai – Nilai Pancasila dalam Perjanjian Pra Kontrak

Sebagai Ius Contituendum Hukum Perjanjian Nasional”, Jurnal Rechtens Universitas Narotama

Surabaya, Vol. 8, No. 2, 2019, hal. 9. 65 Agus Yudha Hernoko, Op. Cit., hal. 153. 66 Afriana Novera dan Meria Utama, Loc. Cit.

40

Awal.67 MoU adalah catatan tentang hal – hal dalam kaitan dengan

kerjasama bisnis, yang pada prinsipnya telah disepakati oleh para

pihak melalui proses negosiasi. Nota ini sekalipun tidak diharuskan

oleh Undang – undang tetapi sudah berlaku seperti kebiasaan

dalam tradisi bisnis modern.68

MoU merupakan kesepakatan awal dalam kontrak yang

dibuat berdasarkan sistem hukum common law dan dapat

diberlakukan di Indonesia berdasarkan pada asas kebebasan

berkontrak (Pasal 1338).69 Pasal 1338 berbunyi:

“Semua Persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang – undang berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan – alasan tertentu yang ditentukan oleh undang – undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik” MoU sebenarnya tidak dikenal dalam hukum konvensional

di Indonesia terutama dalam bidang hukum perjanjian di Indonesia.

Tetapi seiring berkembangnya dunia bisnis di indonesia, kerjasama

antara pelaku bisnis terbentuk tidak hanya antara sesama pelaku

bisnis dalam negeri tetapi juga anatara pelaku usaha dalam negri

dengan pelaku usaha pihak negara asing.

67 Fuad Luthfi, “Implementasi Yuridis tentang Kedudukan Memorandum of

Understanding (MoU) dalam Sistem Hukum Perjanjian Indonesia”, Jurnal Syariah: Jurnal Ilmu

Hukum dan Pemikiran UIN Antasari, Vol. 17, No. 2, 2017, hal. 3. 68 Ngakan Agung Ari Mahendra, I Ketut Keneng, “Kekuatan Mengikat Memorandum of

Understanding (MoU), Kertha Semaya: Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Unud, Vol. 01, No.

09, 2013, hal. 2. 69 Ketut Surya Darma, I Made Sarjana, A. A. Sagung Wiratni Darmadi, “Status Hukum

Memorandum of Understanding (MoU) Dalam Hukum Perjanjian Indonesia”, Kertha Semaya:

Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Unud, Vol. 4, No. 3, 2016, hal. 2.

41

Dalam hubungan kerjasama ini dimungkinkan terjadi

perbedaan sistim hukum kedua belah pihak dimana terjadi

pertemuan antara sistim civil law dan common law yang kemudian

mempengaruhi sistim hukum civil law, salah satunya adalah

pembuatan MoU yang sering dipraktikkan dengan meniru apa yang

dipraktikan secara Internasional.70

Saat ini meski tata hukum Indonesia belum mengenal MoU

tetapi sebenarnya sering dilakukan terutama pada kontrak proyek –

proyek besar dan mahal. Dari segi hukum, MoU dianggap sebagai

kontrak yang setengah jadi atau simple, tidak disusun secara

formal, dan dianggap sebagai pembuka suatu kesepakatan atau

merupakan kontrak pendahuluan yang kurang jelas sanksi

hukumnya.

KUHPer sebagai inti dari peraturan hukum perdata yang

mengatur hubungan antar subjek hukum tidak mengenal ataupun

mengatur MoU. Keberadaan MoU di Indonesia disamakan dengan

sebuah perjanjian internasional. Hal ini bisa dilihat dengan

keberadaan MoU pada UU No. 24 Tahun 2000 tentang perjanjian

internasional. Dilihat dari penjelasan umum pada undang –

undang ini, dalam prakteknya perjanjian Internaional disamakan

dengan antara lain:

70 Deviana Yuanitasari, Hazar Kusmayanti, “Perkembangan Hukum Perjanjian Dalam

Pelaksanaan Asas Itikad Baik Pada Tahap Pra Kontraktual”, Acta Diurnal: Jurnal Ilmu Hukum

Kenotariatan Fakultas Hukum Unpad, Vol 3, No. 2, 2020, hal. 4.

42

1) Treaty (perjanjian);

2) Convention (konvensi/kebiasaan internasional)

3) Memorandum of Understanding (MoU) atau Nota

Kesepahaman.71

Bastiaan Kout & Tim Carapiet mengemukakan bahwa ad

beberapa tahapan dalam pra kontrak di Belanda beserta dengan akibat

hukumnya yang berbeda – beda sebagaimana dikutip oleh M. Natsir

Asnawi, yaitu:

1) Tahap Pertama

Pada tahap ini para pihak bebas untuk menghentikan negosiasi

tanpa adanya kewajiban membayar kerugian yang dialami oleh

pihak lain.

2) Tahap Kedua

Pada tahap ini para piihak tidak dapat menghentikan negosiasi

tanpa mengganti kerugian yang dialami pihak lain. Penggantian

kerugian tahap ini didasarkan pada perhitungan minimum atas

kerugian nyata atau sejumlah pengeluaran yang telah dikeluarkan

selama proses negosiasi berlangsung.

3) Tahap Ketiga

Pada tahap ini, para pihak tidak boleh menghentikan negosiasi

karena negosiasi sudah berada pada tahap akhir sesaat sebelum

kontrak terbentuk. Jika pihak menghentikan perundingan dengan

71 Salim H. S., H. Abdullah, dan Wiwek Wahyuningsih, Op. Cit., hal. 51.

43

itikad tidak baik, pihak yang dirugikan berhak mendapat ganti rugi

atas biaya – biaya yang telah dikeluarkan dan kerugian atas

keuntungan yang hilang sekiranya kontrak disepakati oleh para

pihak. 72

Hukum hidup dan berkembang dalam masyarakat. Pada zaman

modern ini tahap pra kontrak mudah untuk ditemui dalam masyarakat

terlebih dalam bisnis, bahkan menjadi fundamental suatu kontrak yang

akan terbentuk nantinya. Tetapi saat ini dalam KUHPerdata belum ada

pengaturan khusus mengenai tahap pra kontrak. Sistim hukum kontrak

indonesia hanya mengenal adanya kesepakatan para pihak yang

tertuang dalam sebuah kontrak, namun tidak mengatur bagaimana

proses sebelum terbentuknya kontrak tersebut.

72 M. Natsir, Op. Cit, hal. 125-126

44

BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM PIHAK YANG BERITIKAD BAIK PADA

TAHAP PRA KONTRAKTUAL

A. Kekuatan Mengikat Pada tahap Pra Kontrak di Indonesia

Kekuatan mengikat dari tahap pra kontrak di Indonesia masih

menjadi perdebatan hingga saat ini. Belum adanya pengaturan khusus

mengenai tahap pra kontrak membuktikan bahwa pra kontrak dalam

sebuah kontrak di Indonesia tidak memiliki kedudukan di tata hukum

Indonesia padahal telah ada kerugian nyata karenanya.

Kekaburan hukum ini dapat mengakibatkan pihak – pihak dalam

kontrak khususnya bisnis menjadi ragu untuk bertindak secara hukum dan

bisa dirugikan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Perlindungan

hukum perlu diberikan untuk menutupi kekaburan ini seperti yang

dikemukakan oleh C.S.T. Kansil bahwa perlindungan hukum adalah upaya

yang diberikan untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun

fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.73

Perlindungan hukum pada tahap pra kontrak secara hukum di

Indonesia belum diatur dengan tegas, sehingga menimbulkan anggapan

bahwa tahap pra kontrak merupakan perikatan secara moral yang bisa

saja diputuskan sepihak tanpa adanya pertanggungjawabanan pada tahap

pra kontrak (precontractual liability) yang dapat dituntut oleh pihak

73 C.S.T. Kansil, Loc. Cit.

45

yang dirugikan. Hal ini jelas tidak pantas dan tidak menunjukkan adanya

keadilan yang didapat oleh pihak yang dirugikan atas tindakan tidak

bertanggung jawab pihak lainnya yang dengan mudah mengundurkan

diri atau tidak beritikad baik dalam pra kontrak. Aristoteles

sebagaimana dikutip oleh Abdul Ghofur Anshori menjelaskan bahwa

dalam pembentukan hukum harus selalu dibimbing rasa keadilan.

Keadilan ini merupakan rasa yang baik dan pantas bagi orang yang hidup

bersama.74

Mengikat atau tidaknya tahap pra kontrak pada dasarnya bertumpu

pada dua teori hukum kontrak yang memiliki pandangan yang berbeda,

yaitu teori hukum kontrak klasik dan teori hukum kontrak modern

sebagaimana dikemukakan oleh Jack Beatson dan Daniel Friedman dalam

Suharnoko.

Menurut teori hukum kontrak klasik, janji dalam pra kontrak tidak

dapat dimintai pertanggung jawaban karena belum terjadi kontrak.75

Sedangkan, Menurut teori kontrak yang modern yang cenderung untuk

menghapuskan syarat-syarat formal bagi kepastian hukum dan lebih

menekankan kepada terpenuhinya rasa keadilan, sesungguhnya menurut

teori hukum kontrak modern tahap pra kontrak memiliki akibat hukum dan

dapat dituntut ganti rugi atas kerugian yang dialami pihak yang merugi

jika ada pihak yang membuka rahasia dagang, mengeluarkan biaya, atau

74 Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum, Gajah Mada University Press, Yogyakarta,

2018, hal. 12. 75 Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Kencana, Jakarta, 2004, hal.

2.

46

menanamkan modal karena percaya dan menaruh harapan dalam proses

perundingan.76

Ewoud Hondius dalam Ridwan Khairandy menyebutkan bahwa

dalam perkembangannya, Itikad baik harus menguasai pula keadaan

sebelum hubungan hukum perjanjian atau kata sepakat tercapai (pra

contractule verhouding).77 Perlu diketahui bahwa di negara – negara maju

yang menganut civil law, seperti Italia, Perancis, Belanda, dan Jerman,

pengadilan telah memberlakukan asas itikad baik bukan hanya pada tahap

penandatanganan dan pelaksanaan kontrak/perjanjian tetapi juga tahap

perundingan (the duty of good faith in negotiation). Pasal 1337 Civil Code

Italia menyebutkan:

“Trattative e reponsabilita precontrattuale. – Le parti, nello

svolgimento delle trattative e nella formazione den contratto,

devono compartasi secondo bouna fede” (Precontractual liability.

The parties in the conduct of negotiation and formation of

contract, shall conduct themselves according to good faith)78 Di negara – negara maju yang menganut sistim hukum common

law seperti Inggris dan Amerika Serikat, janji yang di tawarkan pada tahap

pra kontrak bisa dituntut kerugian apabila ada pihak yang dirugikan

berdasarkan doktrin promissory estoppel atau detrimental reliance.

Doktrin promissory estoppel ini adalah suatu doktrin hukum yang

mencegah seseorang pemberi janji (promissor) untuk menarik kembali

janjinya, dalam hal pihak yang menerima janji (promisee) karena

kepercayaannya terhadap janji tersebut telah melakukan suatu perbuatan

76 Ibid. 77 Ridwan Khairandy, Op. Cit., hal. 13. 78 Ibid.

47

atau tidak berbuat sesuatu, sehingga penerima janji akan menderita

kerugian.79

Doktrin promissory estoppel pertama kali dikenal di Amerika

Serikat dan menjadi prinsip dasar hukum kontrak dalam sistem hukum

common law hingga saat ini. Doktrin promissory estoppel diciptakan

sebagai pemecah masalah yang ditimbulkan oleh prinsip consideration.

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai doktrin promissory estoppel,

perlu diketahui terlebih dahulu apa itu consideration. Menurut Paul

Latimer sebagaiman dikutip oleh Bebeto Ardyo, consideration pada

intinya adalah sesuatu yang diberikan oleh pihak yang menerima janji

(offeree) sebagai balasan atas prestasi yang diberikan oleh pihak yang

memberi janji (offeror) dan berbentuk janji balasan, harga balasan atau

perbuatan balasan.80

Doktrin promissory estoppel wajib untuk dituangkan dan

diterapkan pada salah satu bagian dalam pengaturan tahapan pra kontrak di

Indonesia walaupun Indonesia tidak menganut prinsip consideration,

mengingat maraknya kasus-kasus di Indonesia yang terjadi akibat dari

tingginya pengharapan yang dimiliki oleh pihak tertentu terhadap pihak

lain yang menjanjikan sesuatu, sehingga pihak tersebut terlanjur

melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan hukum tertentu dimana

ternyata pihak pemberi janji tersebut malah menarik janjinya dan

79 I Gde Prim Hadi Susetya, I Made Pasek Diantha, Putu Tuni Cakabawa Landra, Op.

Cit., hal. 3 80 Bebeto Ardyo, Op. Cit., hal. 8.

48

menyebabkan kerugian bagi pihak yang terlanjur melakukan atau tidak

melakukan suatu perbuatan hukum tersebut.

Diterapkannya doktrin ini pada pengaturan tahapan pra kontrak

akan memberikan perlindungan hukum bagi para pihak yang akan

menyepakati suatu kontrak karena janji-janji pra kontrak yang diberikan

oleh pihak pemberi janji sudah dianggap mengikat walaupun kontrak

belum disepakati sehingga jika pihak pemberi janji menarik janjinya

tersebut, maka penarikan janji tersebut sudah memiliki akibat hukum

tertentu yang memberikan perlindungan bagi pihak penerima janji.81

Pemikiran mengenai daya ikat secara hukum dalam pra kontrak

dapat dilihat dalam penerapan itikad baik oleh negara – negara civil law

dan promissory estoppel oleh negara – negara common law. Keduanya

memperlihatkan jelas bahwa daya ikat hukum terletak pada nilai yang

melandasinya yaitu keadilan.

B. Perlindungan Hukum Pada Tahap Pra Kontraktual

1. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan preventif adalah perlindungan yang diberikan

oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya

pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan

dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan

81 Ibid., hal. 9.

49

rambu-rambu atau batasan – batasan dalam melakukan suatu

kewajiban.82

Peraturan mengenai Kontrak di Indonesia diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yang sudah ada sejak jaman belanda

dan juga dikenal dengan sebutan BW (burgerlijk wetboek) yang masih

berlaku sampai sekarang. Hanya saja mulai muncul berbagai

permasalahan seiring berkembangnya jaman.

Perkembangan praktik bisnis menimbulkan masalah baru

seperti tindakan pra kontrak. KUHPerdata tidak membedakan antara

tindakan prakontrak dengan kontrak, baik berkaitan dengan

pembentukan, akibat, ataupun pengakhirannya, sementara di dalam

praktik tindakan pra kontrak seperti Memorandum of Understanding

(MoU) menjadi hal yang biasa dan dibutuhkan. KUHPerdata tidak

mengatur mengenai hal ini dengan jelas.

Ketidakjelasan pandangan dan batasan mengenai kualifikasi

prakontrak atau kontrak ini kemudian nantinya akan relatif

menimbulkan persoalan seperti tentang hak – hak kontraktual yang

prematur. Sehubungan dengan hal tersebut, Pancasila harus dapat

memberikan pedoman dengan menentukan cara pandang bangsa ini

terhadap pra kontrak.83

Belanda sebagai negara pembentuk BW, ternyata sudah

memperbaharui BW nya tersebut sejak sekitar tahun 1970.

82 Mucshin, Loc. Cit. 83 Tim Penyusun, Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Hukum Kontrak, Badan

Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI, 2013, hal. 53.

50

Pembaharuan ini sayangnya tidak diikuti oleh Indonesia, sehingga

menimbulkan kesan bahwa BW atau KUHPerdata Indonesia adalah

suatu produk hukum yang tertinggal.84

Disamping itu Belanda dalam NBW (Nieuw Burgerlijke

Wetboek) juga telah mengakomodir pengaturan tahapan pra kontrak

dalam ketentuan Buku 6 Titel 5 Artikel 217 yang pada intinya

mengatur bahwa suatu kontrak dibentuk melalui penawaran dan

penerimaannya ditambah dengan segala ketentuan tambahannya.

Belanda sebagai negara penganut sistem hukum civil law pun melalui

NBW sudah menerapkan aturan dan kebiasaan sistem hukum common

law sehingga dapat dikatakan bahwa perkembangan hukum kontrak

dewasa ini mulai memasuki fase unifikasi sistem hukum common law

dan civil law.85

Untuk meminimalisir adanya sengketa dan kerugian yang

muncul pada tahap pra kontrak, Indonesia harus secepatnya

menetapkan pengaturan secara jelas dalam perundang-undangan.

Terlebih dalam kegiatan yang mempunyai nilai uang yang tinggi

seperti contohnya pengadaan barang yang dilakukan oleh pemerintah.

Dengan adanya pengaturan yang jelas, pihak – pihak yang terlibat

dalam proses perancangan kontrak pengadaan barang dapat

mengetahui aturan yang harus mereka taati dan juga akibat hukum dari

tindakannya.

84 Bebeto Ardyo, Op. Cit., hal. 1. 85 Ibid., hal. 3.

51

2. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif terhadap sengketa pada tahap

pra kontrakt merupakan upaya untuk menegakan hukum dikala

sengketa telah terjadi. Pihak mendapat kerugian bisa menuntut

pertanggungjawabanan pra kontrak (precontractual liability) dengan

dasar gugatan perbuatan melawan hukum maupun dengan dasar

wanprestasi.

a. Pertanggungjawabanan Berdasarkan Perbuatan Melawan Hukum

Dalam bahasa Belanda perbuatan melawan hukum disebut

dengan onrechmatige daad dan dalam bahasa inggris arti kata

tersebut disebut dengan tort, yang memiliki arti kesalahan (wrong).

Pengertian perbuatan melawan hukum oleh Soebekti dan

Tjitrosudibio diartikan sebagai setiap perbuatan melanggar hukum

akan membawa suatu kerugian kepada orang lain, oleh karenanya

diwajibkan menggantikan kerugian tersebut kepada orang yang

dirugikan 86

Sistim hukum kontrak Indonesia pada dasarnya

menekankan asas itikad baik dalam pembuatan dan pelaksanaan

kontrak hal tersebut jelas terlihat dalam Pasal 1338 ayat (3)

KUHPerdata. Prinsip ini seharusnya bisa menjadi dasar bagi hakim

untuk menilai apakah dalam pra kontrak pihak – pihak yang

86 Tesishukum.com, “Pengertian Perbuatan Melawan Hukum Menurut Para Ahli | Tesis

Hukum”, diakses pada 12 April 2021, http://tesishukum.com/pengertian-perbuatan-melawan-hukum-menurut-para-ahli/

52

terlibat telah melakukan perundingan dengan itkad baik atau tidak.

Jika tidak, maka seharusnya pihak yang tidak beritikad baik dapat

dimintai pertanggungjawaban jika ada kerugian yang diderita

karenanya.

Perbuatan Melawan Hukum dalam konteks perdata diatur

dalam Pasal 1365 KUHPerdata, yang berbunyi:

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa

kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena

salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian

tersebut.”

Perbuatan melawan hukum menurut pasal 1365

KUHPerdata mengandung lima unsur, yaitu:87

1) Adanya perbuatan

Perbuatan adalah tindakan seseorang, baik melakukan sesuatu

hal (aktif) atau tidak melakukan suatu hal (pasif) yang

berkaitan dengan kepentingan pihak lain.

2) Perbuatan tersebut melawan hukum

Perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang:

a) Bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku;

b) Melanggar hak subjektif orang lain yang dijamin oleh

hukum;

c) Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;

87 M. Natsir, Op. Cit., hal. 129.

53

d) Bertentangan dengan kesusilaan;

e) Bertentangan dengan sikap baik dalam bermasyarakat atau

dalam menjalin hubungan dengan pihak lain.

3) Adanya kesalahan dari pihak pelaku

Suatu perbuatan melawan hukum harus mengandung unsur

kesalahan.

4) Adanya kerugian pada korban

Kerugian merupakan unsur yang harus ada dalam perbuatan

melawan hukum. Kerugian dalam perbuatan melawan hukum

dapat mencakup kerugian materil dan kerugian immaterial.

Kerugian dalam perbuatan melawan hukum adalah kerugian

nyata yang diderita korban, bukan kerugian yang diakibatkan

hilangnya keuntungan yang diharapkan.

5) Adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian

Suatu perbuatan dianggap sebagai perbuatan melawan hukum

jika kerugian yang diderita korban merupakan akibat dari

perbuatan yang dilakukan oleh pelaku.

Konsep perbuatan melawan hukum dapat dijadikan sebagai

dasar gugatan mengenai sengketa pada pra kontrak yang

menimbulkan kerugian. Konsep perbuatan melawan hukum dapat

diterapkan ketika pada tahap kedua ada pihak yang menghentikan

negosiasi dengan itikad tidak baik, maka dapat dimintai

pertanggungjawaban atas kerugian yang diderita pihak lain, yaitu

54

kerugian nyata yang mencakup biaya yang telah dikeluarkan

selama proses negosiasi dilaksanakan88

b. Pertanggungjawabanan Berdasarkan Wanprestasi

Wanprestasi adalah suatu keadaan dalam mana seorang

debitur (si berutang) tidak melaksanakan prestasi yang diwajibkan

dalam suatu kontrak, yang dapat timbul karena kesengajaan atau

kelalaian debitur itu sendiri dan adanya keadaan memaksa

(overmacht).89

KUHPerdata dalam Pasal 1238 mengartikan wanprestasi

sebagai berikut:

“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah

atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai,

atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini yang

ditentukan.”

Akibat hukum yang timbul apabila terjadi wanprestasi oleh

salah satu pihak, dimana pihak yang dirugikan dapat menuntut

sebagai berikut:

1) Dapat menuntut pemenuhan prestasi sesuai dengan isi

perjanjian;

88 Ibid, hal. 131. 89 Media-n.id, “Memahami Wanprestasi dan Akibat Hukumnya | Media-n.id”, diakses 12

April, 2021, https://media-n.id/memahami-wanprestasi-dan-akibat-hukumnya/

55

2) Dapat menuntut pemenuhan prestasi sesuai dengan isi

perjanjian disertai dengan pengganti kerugian.90

Terjadinya wanprestsai senantiasa diawali dengan hubugan

kontraktual. Dengan adanya wanprestasi sebagai akibat kegagalan

pelaksanaan prestasi pihak yang dirugikan mempunyai hak gugat

dalam upaya menegakkan hak-hak kontrak atau perjanjiannya.91

Hal ini sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1267 KUHPerdata

yang menyatakan bahwa:

“Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih untuk memaksa pihak lain untuk memenuhi perjanjian, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan perjanjian, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga”. Penerapan pertanggungjawaban pra kontrak berdasarkan

wanprestasi dilakukan terhadap kasus pra kontrak dimana

negosiasi sudah mencapai tahap ketiga, yaitu negosiasi hampir

selesai dan kontrak seharusnya sudah dapat ditandatangani.

Pelanggaran pra kontrak berupa penghentian negosiasi pada tahap

akhir dengan itikad tidak baik ini menyebabkan pihak yang

dirugikan dapat menuntut ganti rugi atas hilangnya keuntungan

yang diharapkan maupun kerugian atas biaya – biaya yang telah

dikeluarkan selama proses negosiasi.92

90 Krisno, AA Dalem Jagat, Ni Ketut Supasti Dharmawan, and AA Sagung Wiratni

Darmadi. "Akibat Hukum Yang Ditimbulkan Dari Wanprestasi Dalam Perjanjian Autentik Sewa-Menyewa Tanah." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 4, no. 1, 2015, hal. 4.

91 I Gde Prim Hadi Susetya, I Made Pasek Diantha, Putu Tuni Cakabawa Landra, Op.

Cit., hal. 12. 92 M. Natsir, Op. Cit., hal. 132.

56

Hukum positif di Indonesia memang belum mengatur

mengenai pra kontraktual sebagai tahapan yang penting dalam

pembuatan sebuah kontrak secara jelas dalam perundang-

undangan. Namun pada tahum 2013, telah ada putusan dari

Pengadilan Negeri Batam mengenai kasus pra kontraktual dengan

menerapkan konsep itikad baik sejak tahap pra kontraktual.

Salah satu putusan pengadilan di Indonesia yang terkait

kasus pra kontraktual yaitu Putusan Pengadilan Negeri Batam

Nomor Nomor 189/Pdt.G/2012/PN. BTM Tanggal 15 September

2013. Putusan ini menerapkan asas itikad baik pada tahap pra

kontraktual sebagaimana yang tertulis dalam pertimbangannya.

Majelis hakim memilih untuk mengesampingkan aspek

formalitas dari suatu kontrak karena dalam kasus tersebut secara

nyata telah terjadi penipuan dalam perundingan antara warga

dengan Tergugat I yang mengakibatkan adanya kerugian nyata

yang dialami pada warga setempat. Diktum Putusan Pengadilan

Negeri Batam selengkapnya adalah sebagai berikut:

1) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

2) Menyatakan Tergugat II telah ingkar janji (wanprestasi);

3) Menyatakan Tergugat II telah melakukan penipuan dalam

kontrak;

4) Menghukum Tergugat II mengembalikan seluruh asset CV.

Roses Prima Sukses;

57

5) Membekukan CV. Roses Prima Sukses karena seluruh biaya

pengurusan dan biaya pelaksanaan CV. Roses Prima Sukses

adalah uang warga Pasir Putih;

6) Menyatakan kepada Turut Tergugat wajib mengikuti amar

putusan ini;

7) Menyatakan bahwa Putusan ini dapat dijalankan terlebih

dahulu (uitvoerbaar bij vooraad) meskipun ada verzet,

banding, atau kasasi;

8) Menolak petitum gugatan yang selain dan selebihnya;

9) Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara ini

hingga saat ini ditaksir sebesar Rp. 1.766.000,- (Satu juta tujuh

ratus enam puluh enam ribu rupiah);

Putusan diatas mengkategorikan perbuatan Tergugat II

yang tidak beritikad baik dalam perundingan dengan warga

setempat sebagai perbuatan cidera janji (wanprestasi). Tergugat II

yang dianggap melakukan penipuan telah melanggar janjinya

untuk membantu warga setempat dalam pengadaan listrik untuk

kebutuhan sehari – hari. Janji yang diberikan oleh tergugat adalah

dengan mendirikan CV atas nama warga yang nantinya mengurus

segala sesuatu yang diperlukan terkait pengadaan listrik.

Akibatnya Tergugat II dihukum untuk mengembalikan

seluruh aset CV yang merupakan milik warga. Putusan ini

menunjukkan kalau tergugat II mengganti kerugian nyata dan

58

memulihkan keadaan pihak yang dirugikan seperti seperti keadaan

semula. Pengadilan tidak menjelaskan mengenai aset mana dan

jumlah yang harus dikembalikan oleh Tergugat II. Putusan ini

memberikan perlindungan terhadap pihak yang mengalami

kerugian nyata akibat tidak ditepatinya janji yang dikeluarkan

dalam pra kontraktual.

59

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penulis menarik kesimpulan berdasarkan pemaparan yang ada pada

bab – bab sebelumnya sebagai berikut:

1) Mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia saat ini (ius constitutum), peraturan mengenai tahap pra

kontraktual sebagai proses awal pembentukan kontrak tidak dapat

ditemui. Sehingga menurut kepastian hukum, tahap pra kontraktual

tidak memiliki kekuatan mengikat sebagimana yang dimiliki oleh

negara Belanda dan Italia.

2) Nihilnya peraturan mengenai tahap pra kontraktual di peraturan

perundang-undangan mengakibatkan pihak yang beritikad baik pada

tahap ini tidak mendapat perlindungan hukum yang maksimal.

Perlindungan hukum pada tahap pra kontraktual di Indonesia dapat

ditemui dalam Putusan Pengadilan Negeri Batam Nomor Nomor

189/Pdt.G/2012/PN. BTM Tanggal 15 September 2013 yang

menyatakan bahwa janji pra kontrak mengikat para pihak.

60

B. Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan terkait permasalahan yang

diteliti adalah sebagai berikut:

1) Kepada para pihak dalam tahap pra kontraktual, pengaturan mengenai

itikad baik sejak tahap pra kontraktual tidak tertulis secara tegas, tetapi

itikad baik tetap harus dijadikan landasan utama dalam proses

berkontrak. Apabila mengalami kerugian, pihak yang beritikad baik

bisa menggugat ke pengedilan dengan dasar gugatan wanprestasi

ataupun perbuatan melawan hukum. Putusan Pengadilan Negeri Batam

Nomor Nomor 189/Pdt.G/2012/PN. BTM Tanggal 15 September 2013

adalah salah satu sumber hukum yang menyatakan bahwa janji pra

kontrak mengikat para pihak.

2) Kepada DPR selaku lembaga legislatif, sudah saatnya untuk

memperbarui dan menambah peraturan dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata. Dalam KUHPerdata yang baru nantinya diharapkan

pengaturan mengenai tahap pra kontraktual dapat diatur dengan jelas.

Pemberlakuan asas itikad baik sejak tahap pra kontraktual harus

tertulis di dalam perundang-undangan agar ada kepastian hukum dan

pihak yang beritikad baik juga mendapat perlindungan hukum yang

lebih baik.

61

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Anshori, Abdul Ghofur. Filsafat Hukum. Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2018.

H.S, Salim. Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Cet.

11. Sinar Grafika, Jakarta, 2017. -------. H. Abdullah, Wiwek Wahyuningsih, Perancangan kontrak &

Memorandum of Understanding (MoU). Sinar Grafika, Jakarta, 2014.

Hadjon, Philipus M. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Bina

Ilmu, Surabaya, 1987. Hernoko, Agus Yudha. Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam

Kontrak Komersial. Cet. 4. Prenadamedia Group, Jakarta, 2014. Kansil, C.S.T. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai

Pustaka, Jakarta, 1989. Khairandy, Ridwan. Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak. Program

Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2004.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Cet. 9. Prenadamedia Group,

Jakarta, 2014. Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Liberty,

Yogyakarta, 2007. -------. Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum. PT PERSADA, Jakarta,

2010. Muchsin. Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia.

Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2003. Muhammad, Abdulkadir. Hukum dan Penelitian Hukum. Cet. 1. PT. Citra

AdityaBakti, Bandung, 2004.

62

Natsir, M. Aspek Hukum Janji Pra kontrak Telaah Dalam Kerangka

Pembaruan Hukum Kontrak di Indonesia. UII Press, Yogyakarta, 2017.

Novera, Afriana dan Meria Utama. Dasar-Dasar Hukum Kontrak dan

Arbitrase. Cet. 1. Tunggal Mandiri, Malang, 2014.

Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000. Ramziati, Sulaiman, dan Jumadiah. Kontrak Bisnis: Dalam Dinamika

Teoritis dan Praktis. Unimal Press, Aceh, 2019. Setiawan, I Ketut Oka. Hukum Perikatan. Cet. 1. Sinar Grafika, Jakarta,

2016. Suadi, Amran. Filsafat Hukum: Refleksi Filsafat Pancasila, Hak Asasi

Manusia, dan Etika. Cet. 1. Prenadamedia Group, Jakarta, 2019.

Subekti. Hukum Perjanjian. Intermasa, Jakarta, 1998. Suharnoko. Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus. Kencana, Jakarta,

2004. Tim Penyusun. Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Hukum

Kontrak. Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI, 2013.

Tutik, Titik Triwulan. Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional.

Cet. 5. Prenadamedia Group, Jakarta, 2015.

B. Karya Ilmiah

Ardyo, Bebeto. “Formulasi Pengaturan Tahapan Pra Kontrak dalam Proses Pembentukan Kontrak di Indonesia”, Jurnal Yustika: Media

Hukum dan Keadilan Fakultas Hukum Ubaya, Vol. 22 No. 2, 2019.

Deviana Yuanitasari, Hazar Kusmayanti, “Perkembangan Hukum

Perjanjian Dalam Pelaksanaan Asas Itikad Baik Pada Tahap Pra Kontraktual”. Acta Diurnal: Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan

Fakultas Hukum Unpad, Vol 3, No. 2, 2020. Diputra, I. Gst Agung Rio. "Pelaksanaan Perancangan Kontrak dalam

Pembuatan Struktur Kontrak Bisnis". Acta Comitas: Jurnal Hukum

Kenotariatan, Vol. 3 No. 3, 2018.

63

Fuad Luthfi. “Implementasi Yuridis tentang Kedudukan Memorandum of

Understanding (MoU) dalam Sistem Hukum Perjanjian Indonesia”. Jurnal Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran UIN Antasari , Vol. 17, No. 2, 2017,

I Gde Prim Hadi Susetya, I Made Pasek Diantha, Putu Tuni Cakabawa

Landra. “Adaptasi Doktrin Promissory estoppel Dalam Penyelesaian Ganti Rugi Pada Tahap Pra kontrak Pada Hukum Kontrak Indonesia”. Acta Comitas: Jurnal Ilmiah Prodi Magister

Kenotariatan Universitas Udayana, Vol. 3 No. 1, 2018. Jimly Asshiddiqie. "Gagasan negara hukum Indonesia". Makalah Forum

Dialog Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional. Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM, 2011.

Ketut Surya Darma, I Made Sarjana, A. A. Sagung Wiratni Darmadi,

“Status Hukum Memorandum of Understanding (MoU) Dalam Hukum Perjanjian Indonesia”. Kertha Semaya: Jurnal Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Unud, Vol. 4, No. 3, 2016 Krisno, AA Dalem Jagat, Ni Ketut Supasti Dharmawan, dan AA Sagung

Wiratni Darmadi. "Akibat Hukum Yang Ditimbulkan Dari Wanprestasi Dalam Perjanjian Autentik Sewa-Menyewa Tanah". Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum Unud, Vol. 4 No. 1, 2015.

Ngakan Agung Ari Mahendra, I Ketut Keneng, “Kekuatan Mengikat

Memorandum of Understanding (MoU), Kertha Semaya: Jurnal

Ilmu Hukum Fakultas Hukum Unud, Vol. 01, No. 09, 2013. Nursaiful Afandi. “Aktualisasi Nilai – Nilai Pancasila dalam Perjanjian

Pra Kontrak Sebagai Ius Contituendum Hukum Perjanjian Nasional”. Jurnal Rechtens Universitas Narotama Surabaya, Vol. 8, No. 2, 2019.

C. Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

-------. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

D. Internet

Litigasi.co.id, “Kontrak Menurut Ahli | Litigasi”, diakses 29 Maret, 2021, https://litigasi.co.id/kontrak-menurut-ahli

64

Media-n.id, “Memahami Wanprestasi dan Akibat Hukumnya | Media-n.id”,

diakses 12 April, 2021, https://media-n.id/memahami-wanprestasi-dan-

akibat-hukumnya/

Tesishukum.com, “Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli |

Tesis Hukum”, diakses 20 Maret, 2020, http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurutpara-

ahli/ Tesishukum.com, “Pengertian Perbuatan Melawan Hukum Menurut Para

Ahli | Tesis Hukum”, diakses 12 April, 2021, http://tesishukum.com/pengertian-perbuatan-melawan-hukum-

menurut-para-ahli/

65

LAMPIRAN