KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN …dishut.jabarprov.go.id/images/artikel/DIM RUU...
Transcript of KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN …dishut.jabarprov.go.id/images/artikel/DIM RUU...
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA
DAFTAR INVENTARISASI MASALAH
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI
[PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA
ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA]
LAMPIRAN
2 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR......... TAHUN
TENTANG
KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN
TENTANG
KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI
1. Menimbang: a. bahwa keanekaragaman hayati Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat yang perlu dikelola dan dimanfaatkan secara lestari, selaras, serasi dan
seimbang bagi kelestarian sumber daya alam hayati dan
kesejahteraan rakyat;
Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya alam hayati yang
berlimpah dengan keanekaragaman yang tinggi, baik di darat, maupun di
perairan serta keanekaragaman pengetahuan tradisional, sehingga Indonesia dikenal sebagai salah satu
dari sedikit negara mega bio-kultural-diversitas di dunia.
Sumber daya alam hayati tersebut merupakan sumber daya strategis karena menyangkut ketahanan
nasional, dikuasai oleh negara yang diatur pengelolaannya secara optimal dan berkelanjutan, bagi terwujudnya
kesejahteraan masyarakat Indonesia
2. b. bahwa keanekaragaman hayati Indonesia adalah sumber daya
alam strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak yang
pengelolaannya harus dapat secara optimal untuk mewujudkan
3 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
kesejahteraan rakyat Indonesia dan
umat manusia pada masa kini maupun masa depan;
generasi sekarang dan yang akan
datang.
Walaupun keanekaragaman hayati di Indonesia berlimpah, namun
sumber daya alam hayati tersebut tidak tak terbatas dan mempunyai sifat
yang tidak dapat kembali seperti asalnya (irreversible) apabila dimanfaatkan secara berlebihan.
Pemanfaatan secara berlebihan akan mengancam keberadaan sumber daya
alam itu sendiri, dan sampai pada tahap tertentu akan dapat memusnahkan keberadaannya.
Keanekaragaman hayati tersebut terdapat pada tiga tingkatan yaitu
ekosistem, spesies (jenis) dan genetik. Ketiganya secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama berfungsi
penting bagi terjaminnya keberlangsungan sistem penyangga kehidupan. Keanekaragaman Hayati
juga merupakan salah satu penyangga kehidupan manusia. Sumber daya
hayati merupakan penghasil jasa dan produk yang diperlukan bagi kehidupan manusia, serta berperan
pula sebagai pengatur sekaligus penunjang proses-proses alami agar
berjalan secara alamiah.
3. c. bahwa sumber daya genetik, spesies, dan ekosistem pada dasarnya saling tergantung satu
dengan lainnya sehingga kerusakan dan kepunahan salah
satu unsur akan berakibat terganggunya ekosistem;
4. d. bahwa untuk menjaga agar
pemanfaatan sumber daya alam hayati dapat berlangsung dengan
sebaik-baiknya, maka diperlukan langkah-langkah konservasi dengan mempertimbangkan
pengetahuan tradisional dan berdasarkan strategi konservasi
yang berlaku secara universal;
5. e. bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya belum menampung
dan mengatur secara menyeluruh mengenai konservasi keanekaragaman hayati, serta tidak
sesuai lagi dengan perkembangan ekonomi, sosial, budaya, politik
nasional, dan kerja sama internasional;
4 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
6. f. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-
Undang tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati.
Keanekaragaman hayati juga sangat
berperan dalam kehidupan sosial dan budaya bangsa yakni sebagai sumber inspirasi. Begitu strategisnya fungsi
dan peran Keanekaragaman hayati bagi kehidupan mendorong perlu
dilaksanakan tindakan konservasi yang didasarkan pada strategi konservasi yang berlaku secara
universal dengan tetap mempertimbangkan pengetahuan
tradisional. Tindakan konservasi tersebut dilakukan dengan pengelolaan Keanekaragaman hayati secara
bijaksana dengan tetap menjaga keseimbangan antara perlindungan, pemeliharaan, dan pemanfaatan yang
berkelanjutan bagi kesejahteraan generasi sekarang maupun yang akan
datang.
Dewasa ini telah ada Undang-Undang yang mengatur tentang
konservasi yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati
dan Ekosistemnya (UU 5/1990). Undang-Undang ini telah berumur
hampir 25 tahun, dan selama masa tersebut telah berhasil menjadi dasar penyelenggaraan konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistem Indonesia. Namun sejalan dengan
berjalannya waktu, dalam tenggang
7.
8. Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 28H dan Pasal 33 ayat (3) dan (4) Undang-Undang dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai
Keanekaragaman Hayati (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3556);
3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety to the Convention on Biological Diversity (Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati atas
Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati), Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4414;
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun
5 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
2013 tentang Pengesahan Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and the Fair and Equitable Sharing of Benefits Arising from Their Utilization to the Convention on Biological Diversity (Protokol Nagoya tentang Akses pada Sumber Daya Genetik yang Timbul dari Pemanfaatannya atas
Konvensi Keanekaragaman Hayati) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5412).
waktu 25 tahun telah terjadi banyak
sekali perubahan lingkungan strategis nasional maupun internasional, yang tentu saja membawa perubahan
ancaman dan tantangan baru. Kondisi ini kemudian mempengaruhi arah
konservasi dunia dan arah pembangunan nasional. Perubahan ini tidak seluruhnya bisa dijawab oleh UU
5/1990, terlebih kalau kita coba proyeksikan dengan gambaran kondisi
sepuluh sampai dua puluh tahun kedepan.
Perubahan lingkungan strategis
internasional nampak dalam beberapa kesepakatan internasional baru, antara lain dalam:
a. kesepakatan kerangka kerjasama pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) yang kemudian pada 2015 diubah dan
disempurnakan sesuai dengan perubahan zaman, menjadi SDGs, (Sustainable Development Goals);
b. kesepakatan-kesepakatan baru di bidang konservasi keragaman
hayati dunia seperti Convention on Biological Diversity (CBD), Convention on International Trade
in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), the Convention on Wetlands of
6 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
International Importance (Ramsar
Convention); serta
c. perubahan terkait pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK) dari bidang transportasi sampai teknologi
rekayasa genetik. Tercatat sejak 1992 banyak sekali diadopsi kesepakatan baru terkait
pembangunan dan keanekaragaman hayati, seperti,
Rio Declaration on Environment and Development 1992, sampai Rio+( 2012), Kyoto Protocol (2000),
CBD, Cartagena Protocol (2000) dan Nagoya protocol (2010), dan lain sebagainya.
Secara nasional, perubahan lingkungan strategis yang paling
menonjol adalah berubahnya sistem pemerintahan RI dari sentralisasi ke desentralisasi. Dengan perubahan ini,
sebagian besar penyelenggaraan pembangunan termasuk pembangunan yang berkaitan dengan sumber daya
alam telah ditetapkan menjadi kewenangan Pemerintah Daerah.
Dalam penyelenggaraan pembangunan telah ditetapkan prinsip concurrency
dengan memperhatikan eksternalitas, dampak serta efisiensinya. Pengelolaan kawasan hutan konservasi
7 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
seperti taman nasional secara tegas
memang masih menjadi kewenangan Pemerintah (pusat).
Disamping berubahnya sistem
pemerintahan, perubahan yang juga menonjol di tingkat nasional adalah
reformasi yang berkaitan dengan perbaikan pelayanan publik, menguatnya kelembagaan desa,
masyarakat hukum adat, menguatnya peran DPR/DPRD dan DPD serta peran
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam mendorong arah pembangunan ke depan. Perubahan ini mendorong
perlunya peningkatan peran para pihak, pemerintah daerah, pemerintah desa, pelaku usaha, LSM dan
masyarakat;pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan; sosialisasi akan arti
penting keanekaragaman hayati dan peningkatan peran serta para pihak akan sangat mewarnai keberhasilan
konservasi keanekaragaman hayati kedepan. Beberapa kekuatan sosial ekonomi nasional telah tumbuh
semakin membaik, terkait dengan bonus demografis yang menghasilkan
pertambahan penduduk yang lebih berkualitas dari segi pendidikan dan kesehatan, peran geografis indonesia
yang semakin diakui oleh dunia internasional, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi,
8 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
menguatnya peran budaya nasional
bagi kehidupan berbangsa, serta meningkatnya perhatian internasional terhadap peran keanekaragaman
hayati indonesia dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Seluruh perubahan-perubahan tersebut diatas mendorong dibangunnya upaya bersama untuk
melaksanakan pembangunan dengan prinsip “pertumbuhan hijau” atau
dikenal juga dengan ekonomi hijau, dimana pembangunan diarahkan untuk menjamin kehidupan manusia
dan terselenggaranya keadilan sosial sekaligus meminimalkan dampak buruk ekologis, serta kelangkaan
sumber daya alam hayati dengan emisi rendah karbon dan pemanfaatan
efisien sesuai dengan daya dukung lingkungan, memasukan keanekaragam hayati dalam arus
utama penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan produktif; mereduksi tekanan dan mempromosikan
pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan, penguatan
penegakan hukum yang berkeadilan, meningkatkan status keanekaragam hayati dan melindungi ecosistem,
spesies dan genetik, serta lebih memperluas pemanfaatan jasa
lingkungan, memperkuat peran para
9 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
pihak, membangun kemitraan dan
kerjasama internasional, penguatan kapasitas sumber daya termasuk pemberdayaan masyarakat sekitar
kawasan, serta meningkatkan upaya pelestarian dan pengamanan sumber
daya genetik beserta pengetahuan tradisionalnya.
UU 5/1990, disusun berdasarkan
kondisi pada akhir tahun 80-an, terutama dengan mengacu pada
strategi konservasi dunia saat ini, World Concervation Strategy (WCS). WCS mengenalkan tiga strategi
konservasi yaitu pengelolaan proses ekologis dan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman hayati, dan pemanfaatan ekosistem dan spesies
yang berkelanjutan.
UU 5/1990, yang mengadopsi tiga strategi tersebut dalam ketentuannya
terkait perlindungan sistem penyangga kehidupan menyatakan bahwa konservasi dilaksanakan melalui
penetapan wilayah perlindungan penyangga kehidupan. Dalam
perjalannya, pengaturan sistem penyangga kehidupan telah banyak diatur oleh sektor terkait, seperti
undang-undang terkait Pertanian, Kesehatan, Perikanan, Kehutanan dan
10 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
UU lainnya. Sehingga praktis, yang
kemudian masih perlu diatur lebih detail saat ini dan kedepan adalah perlindungan terhadap
keanekaragaman hayati dalam posisinya sebagai salah satu penentu
sistem penyangga kehidupan.
Terlepas dari keberhasilan konservasi dibawah rezim UU5/1990,
UU ini ternyata belum cukup kuat mengatur jaringan ekosistem di luar
tanah Negara, migrasi dan kesejahteraan satwa, tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi,
penegakan hukum konservasi, peran serta masyarakat, kerjasama internasional dan pengaturan sumber
daya genetik.
Kondisi di atas menjadi dasar
perlunya perubahan legislasi nasional mengenai konservasi yang mampu menjawab kebutuhan zamannya,
sehingga dipandang perlu untuk mengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan undang-undang
yang mengatur seluruh tindakan konservasi secara komprehensif, dan dapat memberi jaminan yang lebih
kokoh dalam penyelenggaraan konservasi keanekaragaman hayati.
11 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Undang-Undang ini disusun
sebagai jawaban terhadap kondisi di atas dengan selalu memperhatikan keselarasan hubungan antara makhluk
hidup, lingkungan dan Sang Pencipta alam, dimana manusia tidak menjadi
inti dari kehidupan tetapi manusia harus menjaga kelestarian keanekaragaman hayati demi
kelangsungan hidupnya atau pada setiap tindakan konservasi harus
mampu menjamin terjadinya harmoni antara kehidupan manusia dengan alam dan Tuhan sang penciptanya.
Guna mewujudkan hal tersebut
tindakan konservasi keanekaragaman
hayati kedepan dilakukan melalui tiga
strategi utama, yaitu perlindungan,
pelestarian dan pemanfaatan secara
berkelanjutan spesies, genetik dan
ecosistem, baik yang berada pada
wilayah tanah Negara, maupun tanah
milik.
Pengaturan konservasi
keanekaragaman hayati kedepan
diharapkan mampu:
a. mencegah kerusakan atau kepunahan serta menjamin kelestarian fungsi dan manfaat
keanekaragaman hayati bagi
12 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
keberlangsungan sistem penyangga
kehidupan;
b. meningkatnya luasan jaringan kawasan konservasi, serta
kesejahteraan satwa liar;
c. meningkatkan koordinasi lintas
sektor bagi keberhasilan konservasi, serta semakin efektifnya kegiataan koordinasi di bawah
sekretariat nasional konservasi bagi pembangunan;
d. mengatur kegiatan konservasi secara utuh termasuk posisinya sebagai penentu sistem penyangga
kehidupan;
e. meningkatkan peluang lapangan pekerjaan berbasis kelestarian bagi
masyarakat disekitar wilayah konservasi, meningkatnya legalitas
dan penghasilan pengelolaan jasa hutan, serta terkendalinya konflik kawasan / konflik satwa;
f. mewujudkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dibidang konservasi kehati, dalam hal ini
mencakup peningkatan partisipasi para pihak dalam kegiatan
konservasi termasuk dalam hal ini yang berhubungan dengan keterbatasan dana pemerintah;
13 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
g. meningkatnya keadilan dalam
penegakan hukum, serta tumbuhnya efek jera bagi setiap tindakan merusak atau yang dapat
mengganggu kelestarian kehati;
h. mengisi kekosongan hukum, antara
lain dalam pengaturan konservasi genetik, kesejahteraan satwa, perlindungan wilayah konservasi
bukan kawasan konservasi (seperti zona penyangga, wilayah dengan
keanekaragaman hayati tinggi).
.
Pokok-pokok materi yang diatur dalam
Undang-Undang ini, antara lain:
a. perlindungan keanekaragaman hayati. Tindakan ini merupakan
titik awal konservasi. Perlindungan disini meliputi inventarisasi keragaman, potensi dan kondisi
pendukung lainnya, serta tindakan penetapan status perlindungan
ecosistem, genetik dan spesies sebagai unsur penyangga kehidupan manusia. Penetapan status
dilaksanakan dengan memperhatikan derajat pengaruh manusia, besarnya ancaman dan
kelimpahan sumber daya. Klasifikasi status perlindungan
ekosistem maupun spesies terutama
14 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
disamakan dengan klasifikasi yang
berlaku secara internasional.
Penggunaan kata KPA (Kawasan
Pelestarian Alam) dan KSA (
Kawasan Suaka Alam ) dalam UU ini
tidak lagi dipakai, walaupun dalam
beberapa peraturan perundangan
lainnya yang disusun mengacu pada
UU 5/1990 masih
menggunakannya. Dasar pemikiran
yang melandasi hal ini, pertama
karena istilah ini tidak dikenal
dalam pergaulan internasional, juga
karena pada kenyataannya tindakan
konservasi tidak didasarkan pada
kelompok (KPA dan KSA) tetapi
kepada tujuan penetapan serta
derajat intervensi manusia (Cagar
Alam/CA, Taman Nasional/TN,
Suaka Margasatwa/SM, Taman
Wisata Alam/TWA,Taman Hutan
Raya/TAHURA). Sebagai gambaran,
CA dan SM yang dikelompokan
dalam KSA, jelas memiliki derajat
konservasi yang berbeda jauh satu
sama lain, sehingga tindakan yang
akan dikenakan tidak bisa sama.
Sementara itu klasifikasi status
15 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
spesies dalam UU ini diperluas dari
dua yaitu dilindungi dan tidak
dilindungi menjadi tiga yaitu
dilindungi, dikendalikan dan
dipantau.
b. Pelestarian, memuat ketentuan
tentang perlindungan keanekaramgan hayati agar tetap lestari, agar peran keanekaragaman
hayati dalam menjaga proses alami tetap berjalan alamiah, serta
manfaatnya dapat dinikmati optimal dan berkelanjutan. Pelestarian meliputi pula tindakan pemulihan.
Dalam kegiatan pelestarian peran para pihak diatur lebih luas dari sebelumnya, seperti dalam kegiatan
penelitian dan pengembangan serta pemulihan. Dalam tindakan
pemulihan dimungkinkan untuk diterbitkan izin kepada swasta pada areal dalam satu kesatuan unit
kelola atau pada sebagian wilayahnya. Pengakuan terhadap
hak komunal, masyarakat lokal dan atau masyarakat hukum adat, termasuk masyarakat yang secara
tradisi masih berpindah pindah, dijamin. Hak masyarakat tersebut diwadahi dalam zona tradisional,
zona khusus, maupun pada areal konservasi yang dikelola
16 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
masyarakat.
c. Pemanfaatan keanekaragaman hayati meliputi pemanfaatan produk dan jasa genetik, spesies dan
ekosistem sesuai status perlindungannya dengan tidak
melebihi daya dukungnya. Pemanfatan ekosistem diperluas, termasuk pemanfaatan panas bumi.
Terhadap kelompok masyarakat tradisional yang telah ada sebelum
kawasan konservasi ditetapkan, diberi kesempatan untuk memanfaatkan ekosistem diluar
zona inti, dan satwa liar yang tidak dilindungi untuk melanjutkan kehidupan tradisionalnya,
melaksanakan hak-hak komunalnya, berkolaborasi dengan
unit yang bertanggungjawab di wilayah tersebut. Dalam pemanfaatan sumber daya genetik
peran masyarakat sebagai pemangku kepentingan dijamin.
UU ini memberi perhatian,
porsi yang lebih luas bagi pengaturan pelestarian,
pemanfaatan genetk, dan spesies tertentu. Pertimbangannya, antara lain, karena peran strategis sumber
daya genetik bagi planet bumi (pangan, kesehatan) akan semakin
17 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
penting, sementara ancaman
terhadap pencurian genetik dan pengetahuan tradisionalnya semakin menguat, perlindungan
pemangku sumber daya harus cukup kuat; kelestarian satwa liar
dari spesies yang tidak termasuk jenis yang dilindungi, semakin mengkawatirkan, walaupun
jumlahnya di alam saat ini relatif berlimpah.
d. Pemberdayaan dan partisipasi. Kegiatan ini belum banyak diatur dalam tindakan konservasi selama
ini, kondisi ini disinyalir menjadi penyebab belum berhasilnya konservasi di Indonesia.
Pertumbuhan jumlah penduduk, membaiknya pendidikan, serta
meningkatnya jumlah kelas menegah di Indonesia, serta tren konservasi dunia yang mendorong
peran para pihak, serta terbatasnya dana pemerintah, mendorong pengaturan yang kuat dalam aturan
partisipasi. Namun demikian karena sebagian masyrakat Indonesia yang
tinggal di sekitar hutan belum mempunyai pemahaman cukup baik tentang konservasi, maka langkah
langkah pemberdayaan menjadi sangat penting.
18 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
e. Pendanaan. Mencermati
kemampuan pemerintah selama ini, pendanaan konservasi tidak cukup hanya dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD). Peluang pendanaan dari hibah, serta sumber lain seperti dana konservasi
(sumbangan tidak mengikat dari hasil kegiatan konservasi, serta
dana amanah yang berasal dari Corporate Social Responsibility/CSR, Payment for
Ecosystem Services/PES dan lain lain perlu diatur).
f. penyelesaian sengketa dimaksudkan
untuk menyelesaikan sengketa di bidang konservasi serta memberikan
pilihan penyelesaian sengketa kepada pihak-pihak yang bersengketa.
g. pengamanan dilakukan untuk menjaga terjaminnya kelestarian sumber daya alam hayati dan hak-
hak negara, masyarakat dan perorangan terhadap sumber daya
alam dan dalam upaya-upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
h. kerja sama internasional ditujukan untuk penguatan penyelenggaraan
19 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
konservasi keanekaragaman hayati
pada tingkat internasional, regional dan nasional.
i. Ketentuan sanksi, bentuk sanksi
hukum dalam UU, tidak terbatas pada sanksi pidana, juga diatur
ketentuan tentang sanksi administrasi, ganti rugi, serta sanksi sosial terhadap setiap orang yang
melakukan perbuatan pidana konservasi. UU menggunakan rezim
hukuman minimal dan maksimal, agar dapat memberi keadilan dan memperkuat efek jera.
9.
DENGAN PERSETUJUAN BERSAMA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
10. Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG
KONSERVASI KEANEKARAGAMAN
HAYATI
20 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
11.
BAB I
KETENTUAN UMUM
12. Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan :
Cukup Jelas
13. 1. Konservasi adalah tindakan
pelindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya alam
yang dilakukan secara bijaksana dalam rangka memenuhi kebutuhan generasi saat ini dan
generasi masa mendatang.
14. 2. Keanekaragaman Hayati adalah
keanekaragaman diantara organisme hidup baik yang ada di daratan maupun di perairan
beserta proses ekologisnya, sehingga terbentuk
keanekaragaman genetik di dalam spesies, keanekaragaman di antara spesies dan keanekaragaman
ekosistem.
15. 3. Sumber Daya Alam Hayati adalah
komponen-komponen keanekaragaman hayati yang bernilai aktual maupun potensial
bagi kemanusiaan.
16. 4. Konservasi Keanekaragaman
Hayati adalah tindakan
21 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
pelindungan, pelestarian, dan
pemanfaatan sumber dayaalam hayati dan ekosistem yang dilakukan secara bijaksana untuk
menjamin kesinambungan keberadaan, manfaat, dan nilainya
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman untuk memenuhi
kebutuhan generasi saat ini dan generasi masa mendatang.
17. 5. Pelindungan Penyangga Kehidupan di bidang keanekaragaman hayati
untuk selanjutnya disebut dengan pelindungan penyangga kehidupan adalah pelindungan atas sumber
daya genetik, spesies dan ekosistem.
18. 6. Genetik atau yang selanjutnya disebut Gen, adalah satu unit fisik dan fungsional dasar dari
pembawa sifat keturunan yang terdiri dari satu segmen (sekuens)
DNA (Deoxyribo Nucleic Acid).
19. 7. Materi Genetik adalah materi dari
tumbuhan, satwa, dan mikroorganisme yang mengandung unit fungsional pewarisan sifat
(hereditas).
20. 8. Sumber Daya Genetik adalah
materi genetik, informasi yang
22 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
terkandung di dalamnya, informasi
mengenai asal-usul, dan/atau bagian-bagian dan turunan dari tumbuhan, satwa, atau jasad renik
yang mengandung maupun tidak mengandung unit-unit fungsional
pewarisan sifat yang mempunyai nilai nyata atau potensial yang diperoleh dari kondisi insitu
dan/atau koleksi ex-situ dan yang telah didomestikasi di dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia termasuk landas kontinen dan zona ekonomi
eksklusif.
21. 9. Pelestarian Sumber Daya Genetik
adalah rangkaian upaya mempertahankan keberadaan dan keanekaragaman sumber daya
genetik dalam kondisi dan potensi yang memungkinkan untuk
dimanfaatkan secara berkelanjutan.
22. 10. Pemanfaatan Sumber Daya Genetik adalah kegiatan penelitian, pengembangan, atau
pengusahaan secara berkelanjutan sumber daya genetik dan/atau derivatifnya,
termasuk melalui penerapan bioteknologi.
23 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
23. 11. Masyarakat Hukum Adat adalah
kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena
adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang
kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi,
politik, sosial dan hukum, yang memiliki sumber daya genetik
dan pengetahuan tradisional terkait sumber daya genetik.
24. 12. Masyarakat Lokal adalah
sekelompok orang yang telah tinggal dalam tenggang waktu
yang cukup lama di suatu tempat atau daerah sehingga dapat dipandang sebagai satu kesatuan
dengan lingkungannya.
25. 13. Kesepakatan Bersama adalah
perjanjian tertulis berisi persyaratan dan kondisi yang disepakati antara penyedia
sumber daya genetik dan pemohon akses.
26. 14. Pembagian Keuntungan adalah kegiatan pendistribusian
keuntungan secara finansial dan/atau non-finansial yang berasal dari penelitian,
pengembangan, komersialisasi,
24 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
pemberian lisensi, atau bentuk-
bentuk pemanfaatan lainnya sebagai hasil dari akses terhadap sumber daya genetik.
27. 15. Bioprospeksi adalah kegiatan eksplorasi, ekstraksi dan
penapisan sumber daya alam hayati untuk pemanfaatan secara
komersial sumber daya genetik dan biokimia yang bernilai tinggi.
28. 16. Kondisi Habitat Alami adalah
kondisi sumber daya genetik yang terdapat dalam ekosistem dan
habitat alami, dan dalam hal jenis-jenis terdomestikasi atau budidaya, di dalam lingkungan
tempat sifat-sifat khususnya berkembang.
29. 17. Kawasan Konservasi sistem adalah wilayah daratan dan atau perairan yang ditetapkan oleh
pemerintah dan dikelola untuk terwujudnya konservasi
keanekaragaman hayati dan ekosistem.
30. 18. Ekosistem adalah hubungan timbal balik yang dinamis antara komunitas tumbuhan, satwa dan
jasad renik dengan lingkungan non-hayati yang saling bergantung,pengaruh
25 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
mempengaruhi dan berinteraksi
sebagai suatu kesatuan yang secara bersama-sama membentuk fungsi yang khas.
31. 19. Lingkungan Non-Hayati adalah unsur-unsur klimatik (iklim) dan
unsur-unsur edafik (tanah dan batuan).
32. 20. Bentang Alam (lansekap) adalah mosaik geografis dari ekosistem-ekosistem atau sub-komponen
daripadanya yang saling berinteraksi dimana susunan
secara spasial serta modus interaksinya mencerminkan pengaruh dari kondisi geologi,
iklim, topografi, tanah, biota dan aktivitas manusia.
33. 21. Cagar Alam adalah kawasan konservasi yang memiliki keunikan keadaan alam atau
merupakan perwakilan ekosistem, kondisi geologis dan/atau jenis
tumbuhan tertentu.
34. 22. Suaka Margasatwa adalah
kawasan konservasi dengan ekosistem asli yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman
dan/atau keunikan jenis satwa liar.
26 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
35. 23. Taman Nasional adalah kawasan
konservasi yang mempunyai ekosistem asli yang karena karakteristiknya istimewa serta
secara nasional mempunyai nilai estetika dan ilmiah yang tinggi,
dikelola dengan sistem zonasi.
36. 24. Taman Buru adalah kawasan
konservasi dengan ekosistem asli yang secara historis telah merupakan wilayah perburuan
tradisional, dihuni oleh jenis satwa liar atau kawasan konservasi karena pertimbangan
tertentu ditetapkan dan dikelola untuk kegiatan olah raga
perburuan satwa secara terkendali.
37. 25. Taman Wisata Alam adalah kawasan konservasi dengan ekosistem asli yang ditetapkan
karena memiliki kekhasan fenomena alam atau gabungan fenomena alam dan budaya.
38. 26. Taman Hutan Raya adalah kawasan konservasi yang terdiri
dari hutan buatan dan hutan alam yang mewakili ekosistem
setempat serta memiliki nilai-nilai estetika alam, atau nilai-nilai estetika alam yang berasosiasi
27 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dengan budaya trsadisional.
39. 27. Ekosistem Esensial adalah ekosistem di luar kawasan
konservasi yang secara ekologis penting bagi konservasi keanekaragaman hayati.
40. 28. Spesies adalah individu, populasi atau agregasi semua jenis
tumbuhan atau satwa, sub spesies tumbuhan atau satwa dan populasi yang secara geografis
terpisah.
41. 29. Populasi adalah jumlah seluruh
individu yang dapat diukur dari suatu spesies atau jenis
tumbuhan atau satwa di tempat tertentu.
42. 30. Sub-Populasi adalah bagian dari
populasi yang merupakan kelompok yang secara geografis
terpisah (dipisahkan oleh batas-batas geografis) atau kelompok yang berbeda nyata yang satu
sama lain tidak ada atau sedikit interaksi.
43. 31. Tumbuhan Liar adalah tumbuhan yang hidup di alam bebas dan atau dipelihara yang masih
mempunyai kemurnian jenisnya.
44. 32. Satwa Liar adalah semua binatang
28 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
yang hidup di darat, dan/atau di
air dan/atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar baik hidup bebas maupun yang
dipelihara oleh manusia.
45. 33. Sifat Liar adalah sifat yang
melekat pada spesies yang secara fenotip dan genotip menunjukkan
keliaran (genetically wild).
46. 34. Habitat adalah lingkungan tempat
tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang secara alami.
47. 35. Spesimen Tumbuhan atau Satwa adalah fisik tumbuhan atau satwa
baik hidup maupun mati termasuk bagian-bagiannya atau turunannya yang masih dapat
dikenali secara visual maupun dengan teknologi.
48. 36. Pengetahuan Tradisional yang berasosiasi dengan sumber rdaya genetik adalah informasi atau
praktek baik secara individu maupun kolektif dari masyarakat
adat atau lokal, yang bernilai potensial atau riil terkait atau berasosiasi dengan sumber daya
genetik.
49. 37. Akses terhadap Sumber Daya
Genetik adalah kegiatan
29 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
memperoleh sampel atau contoh
dari komponen-komponen sumber daya genetik untuk tujuan riset ilmiah, pengembangan teknologi,
atau bioprospeksi, yang terkait untuk aplikasi industri atau
lainnya.
50. 38. Akses terhadap Pengetahuan
Tradisional yang berasosiasi dengan sumber daya genetik adalah kegiatan memperoleh
informasi dari pengetahuan atau praktek-praktek tradisional baik individual maupun kolektif dari
masyarakat adat atau lokal, untuk tujuan riset ilmiah,
pengembangan teknologi atau bioprospeksi, yang terkait untuk aplikasi industri atau lainnya.
51. 39. Perjanjian Transfer Materi (Material Transfer Agreement/MTA) adalah instrumen untuk mengakses yang
ditandatangani oleh lembaga penerima sebelum membawa atau mengangkut atau
mentransportasikan komponen-komponen sumber daya genetik,
yang apabila ada dengan menyebutkan adanya akses terhadap pengetahuan tradisional
yang terasosiasi dengannya.
30 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
52. 40. Bioteknologi adalah aplikasi
teknologi yang menggunakan sistem-sistem biologis, organisme hidup atau bagian-bagian atau
turunan-turunan daripadanya, untuk memodifikasi produk atau
proses untuk tujuan tertentu.
53. 41. Menteri adalah menteri yang
diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang konservasi keanekaragaman hayati.
54. Pasal 2
Konservasi keanekaragaman hayati
diselenggarakan berdasarkan asas:
55. a. kelestarian dan kemanfaatan berkelanjutan;
Yang dimaksud dengan “Asas kelestarian” adalah usaha pengendalian/pembatasan dalam
pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga pemanfaatan tersebut dapat dilakukan
secara terus menerus pada masa mendatang.
Yang dimaksud dengan “Asas
kemanfaatan yang berkelanjutan”
adalah bahwa penyelenggaraan
konservasi sumber daya alam hayati
dapat memberikan manfaat bagi
31 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
kemanusiaan, peningkatan
kesejahteraan rakyat, dan
pengembangan peri kehidupan yang
berkesinambungan bagi warga negara,
secara merata dan adil serta
peningkatan kelestarian sumber daya
alam hayati. Pemanfaatan sumber daya
alam hayati tidak melebihi kemampuan
regenerasi sumber daya hayati atau
laju inovasi substitusi sumber daya
non-hayati.
56. b. keadilan; Yang dimaksud dengan “asas keadilan”
adalah bahwa pelestarian dan
pemanfaatan keanekaragaman hayati
harus mencerminkan keadilan secara
proporsional bagi setiap warga negara,
baik lintas daerah, lintas generasi,
maupun lintas gender.
57. c. kehati-hatian; Yang dimaksud dengan “asas kehati-
hatian” adalah bahwa ketidakpastian
mengenai dampak suatu usaha
dan/atau kegiatan karena
keterbatasan penguasaan dan
teknologi bukan merupakan alasan
untuk menunda langkah-langkah
meminimalisasi atau menghindari
ancaman terhadap pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan
32 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
hidup.
58. d. partisipatif; dan Yang dimaksud dengan “asas
partisipatif” adalah bahwa setiap
anggota masyarakat didorong untuk
berperan aktif dalam proses
pengambilan keputusan dan
pelaksanaan konservasi
keanekaragaman hayati, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
59. e. tata kelola pemerintahan yang baik.
Yang dimaksud dengan “asas tata
kelola pemerintahan yang baik” adalah
bahwa konservasi keanekaragaman
hayati dijiwai oleh prinsip partisipasi,
transparansi, akuntabilitas, efisiensi,
dan keadilan.
60. Pasal 3
Penyelenggaraan konservasi
keanekaragaman hayati bertujuan
untuk :
61. a. meletakkan dasar pengakuan
terhadap harkat sumber daya genetik dan spesies dalam suatu ekosistem sebagai sumber daya
alam hayati beserta pengetahuan tradisional yang terasosiasi dengan
sumber daya genetik;
Cukup jelas.
33 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
62. b. mengendalikan pemanfaatan
berkelanjutan keanekaragaman hayati untuk menjaga kelestarian fungsi keanekaragaman hayati
dalam rangka menjamin terpenuhinya keadilan generasi
masa kini dan masa depan;
Cukup jelas.
63. c. memastikan pembagian
keuntungan sosial dan ekonomi yang adil dan berimbang dalam rangka mendukung upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat; dan
Cukup jelas.
64. d. mengantisipasi isu lingkungan global.
Cukup jelas.
65. Pasal 4
Ruang lingkup undang-undang
konservasi keanekaragaman hayati
meliputi:
66. a. pelindungan penyangga kehidupan;
67. b. pelestarian keanekaragaman
hayati;
68. c. pemanfaatan keanekaragaman
hayati;
69. d. pengamanan; dan
70. e. penegakan hukum.
34 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
71. BAB II
PELINDUNGAN SISTEM PENYANGGA
KEHIDUPAN
72.
73. Bagian Kesatu
Umum
74. Pasal 5
(1) Pelindungan Sistem Penyangga Kehidupan merupakan
pemeliharaan proses ekologis esensial yang menyangga
kehidupan manusia.
Proses ekologis esensial merupakan
proses di alam yang diatur, didukung
atau diarahkan oleh ekosistem yang
esensial bagi produksi pangan,
kesehatan, lingkungan hidup, energi
dan aspek lain mengenai kelangsungan
hidup (survival) umat manusia dan
pembangunan berkelanjutan seperti
tersedianya air bersih dan oksigen.
Memelihara proses ekologis esensial
dan sistem penyangga kehidupan
tersebut adalah vital bagi
kelangsungan hidup manusia. Proses
ekologis esensial terjadi mulai dari
fenomena yang bersifat global seperti
siklus oksigen dan karbon sampai ke
sesuatu yang sangat lokal seperti
penyerbukan bunga oleh serangga atau
penyebaran biji oleh burung. Di antara
keduanya banyak proses esensial bagi
35 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
kelangsungan hidup dan kesejahteraan
umat manusia, seperti pembentukan
dan perlindungan tanah, siklus
nutrien, dan pemurnian udara dan air.
Seluruh proses itu didukung atau
secara kuat dipengaruhi oleh sistem-
sistem yang saling bergantung dari
tumbuhan, hewan dan jasad renik,
bersama dengan komponen tidak
hidup lingkungannya. Ekosistem-
ekosistem utama yang terlibat itulah
sistem penyangga kehidupan planet
ini. Ekosistem ini terkadang dapat saja
dirubah, bahkan kadang-kadang
cukup besar perubahannya, sepanjang
proses yang esensial yang didukung
tidak menjadi rusak dan dapat balik.
Memelihara proses tersebut terlepas
dari tingkat perkembangan sistem
tersebut, sangat vital untuk dilakukan
bagi seluruh umat manusia. Sistem
penyangga kehidupan yang paling
terancam saat ini adalah: sistem
Pertanian (agricultural systems), hutan
Daerah Aliran Sungai, laut, pesisir dan
perairan air tawar.
75. (2) Sistem Penyangga Kehidupan
sebagaimana dimaksud pada ayat
36 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
(1) terdiri dari:
76. a. Sistem pertanian;
77. b. Sistem pegunungan;
78. c. Sistem hutan pada daerah
aliran sungai;
79. d. Sistem pesisir dan laut;
80. e. Sistem perairan air tawar dan
lahan basah;
81. f. Sistem daerah kering dan semi-
kering.
82. (3) Keanekaragaman hayati merupakan unsur utama dan
bagian tidak terpisahkan dari sistem penyangga kehidupan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
83. (4) Keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdapat pada tiga tingkatan
yaitu:
84. a. Keanekaragaman sumber daya
genetik;
85. b. Keanekaragaman spesies; dan
86. c. Keanekaragaman Ekosistem.
37 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
87. Pasal 6
88. (1) Pemerintah wajib mengalokasikan
wilayah pelindungan sistem penyangga kehidupan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah.
Pengalokasian wilayah berdasarkan
keseimbangan didasarkan diantaranya
pada KLHS sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan mengenai Undang-
undang yang mengatur Lingkungan
Hidup dan Penataan Ruang.
89. (2) Alokasi wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhitungkan
keseimbangan antara wilayah yang dilindungi dengan wilayah pemanfaatan atau budidaya.
90. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pelindungan Sistem Penyangga
Kehidupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) diatur
dengan Undang-Undang tersendiri.
Undang-undang tersendiri yang
mengatur sistem pertanian termasuk
berbagai Undang-undang tentang
pertanian tanaman pangan, Undang-
undang tentang peternakan dan
kesehatan hewan. Undang-undang
yang mengatur tentang sistem sistem
hutan pada daerah aliran sungai,
sistem pesisir dan laut, diantaranya
adalah undang-undang tentang
perikanan dan tentang pesisir dan
pulau-pulau kecil.
91. Pasal 7
38 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
92. (1) Pelindungan Keanekaragaman
Hayati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) meliputi pelindungan di tiga tingkat
keanekaragaman hayati yaitu:
93. a. Pelindungan Sumber Daya
Genetik;
94. b. Pelindungan Spesies;
95. c. Pelindungan Ekosistem.
96. (2) Pelindungan keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan
pelindungan sistem penyangga kehidupan.
Pelindungan sistem penyangga
kehidupan harus mewarnai
pelindungan di setiap tingkatan
keanekaragaman hayati, baik di tingkat
genetik, spesies maupun ekosistem.
Sistem penyangga kehidupan
mempunyai kedudukan yang tinggi di
dalam konservasi keanekaragaman
hayati.
97. Pasal 8
(1) Pemerintah dan Pemerintah daerah
sesuai kewenangannya menyelenggarakan pelindungan sistem penyangga kehidupan.
Cukup jelas.
98. (2) Pelindungan sistem penyangga kehidupan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) termasuk di dalamnya
39 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
perlindungan keanekaragaman
hayati.
99. (3) Pelindungan keanekaragaman
hayati meliputi pelindungan spesies, genetik dan ekosistem.
100. Pasal 9
Pemerintah dalam rangka menyelenggarakan pelindungan
keanekaragaman hayati:
101. a. inventarisasi; dan Inventarisasi dilaksanakan sebelum
penetapan status, maupun setelah
penetapan guna kepentingan evaluasi
dan pemulihan.
102. b. penetapan status perlindungan
spesies, genetik dan ekosistem.
Penetapan status diperlukan guna
ditindaklanjuti dengan tindakan
pelestarian dan/atau pemanfaatan.
103. Bagian Kedua
Inventarisasi
104.
105. Pasal 10
Inventarisasi keanekaragaman hayati
dilaksanakan untuk memperoleh data
dan informasi yang meliputi:
106. a. potensi keragaman dan
ketersediaan;
Cukup jelas.
107. b. Kondisi ekologis dan geografis; Cukup jelas.
40 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
108. c. bentuk penguasaan; Yang dimaksud dengan bentuk
penguasaan merupakan bentuk
penguasaan oleh mayarakat adat
dan/atau masyarakat lokal yang
senyata-nyatanya ada di lapangan
dengan itikad baik.
109. d. pengetahuan pengelolaan; Cukup jelas.
110. e. bentuk kerusakan; dan Cukup jelas.
111. f. konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan.
Cukup jelas.
112. Bagian Ketiga
Penetapan Status Perlindungan
113. Paragraf 1
Spesies
114. Pasal 11
(1) Penetapan status perlindungan spesies dilakukan terhadap tumbuhan liar dan satwa liar
berdasarkan kriteria tingkat ancaman kepunahan.
Cukup jelas.
115. (2) Tingkat ancaman kepunahan spesies sebagaimana dimaksud
41 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
pada ayat (1) terdiri dari:
116. a. kategori spesies dilindungi; Cukup jelas.
117. b. kategori spesies dikendalikan; dan
Cukup jelas.
118. c. kategori spesies dipantau. Cukup jelas.
119. (3) Ketentuan kategorisasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tidak berlaku bagi:
120. a. spesimen satwa liar pra-
perlindungan; dan
Yang dimaksud dengan spesimen
satwa liar pra-perlindungan adalah
spesimen satwa liar yang diperoleh
atau dimiliki sebelum spesies yang
bersangkutan dimasukkan ke dalam
salah satu kategori perlindungan
spesies sepanjang dapat dibuktikan
melalui dokumen-dokumen perizinan
yang sah.
121. b. spesimen tumbuhan liar. Spesimen tumbuhan liar antara lain,
biji, benang sari (serbuk sari), bunga
potong, anakan, atau hasil kultur
jaringan yang diperoleh secara in vitro,
dapat berupa spesimen di dalam media
cair maupun padat dan dibawa di
dalam kontainer steril dari hasil
perbanyakan tumbuhan.
122. (4) Status perlindungan spesies sebagaimana dimaksud pada ayat
Cukup jelas.
42 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
(1) ditetapkan dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
123. (5) Menteri dapat mengubah status
perlindungan spesies sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan rekomendasi dari
Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati.
Cukup jelas.
124. (6) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus berdasarkan pada kajian ilmiah
dan analisis kebijakan sosial budaya masyarakat.
Cukup jelas.
125. Pasal 12
Kriteria spesies dilindungi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (2) huruf a meliputi:
126. a. populasi di alamnya berada dalam
bahaya kepunahan atau kritis dari bahaya kepunahan;
Kondisi barada dalam bahaya
kepunahan (critically endangered) bisa
terjadi antara lain akibat mendapatkan
tekanan pemanfaatan dan/atau
mendapatkan tekanan akibat
kerusakan habitat.
127. b. populasi di hábitat alamnya kecil atau langka;
Yang dimaksud dengan spesies yang
populasi di habitat alamnya kecil atau
langka dicirikan oleh paling tidak salah
satu dari hal-hal berikut:
43 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
a. diketahui atau diduga terjadi
penurunan secara tajam pada
jumlah individu di alam serta
penurunan luas dan kualitas
habitat;
b. jumlah sub populasi kecil;
c. mayoritas individu dalam satu atau
lebih fase sejarah hidupnya pernah
terkonsentrasi hanya pada satu
atau sedikit sub populasi saja;
d. dalam waktu yang pendek pernah
mengalami fluktuasi yang tajam
pada jumlah individu;
e. karena sifat biologis dan perilaku
spesies tersebut, seperti migrasi,
spesies tersebut rentan terhadap
bahaya kepunahan; dan/atau
f. analisis kuantitatif memperlihatkan
kemungkinan atau peluang
terjadinya kepunahan adalah 20
(dua puluh) persen sampai dengan
50 (lima puluh) persen dalam waktu
10 (sepuluh) sampai 20 (dua puluh)
tahun atau dalam 3 (tiga) sampai 5
(lima) generasi yang akan datang.
128. c. merupakan spesies endemik yang
penyebarannya terbatas;
Spesies endemik yang penyebarannya
terbatas dicirikan dengan paling sedikit
salah satu dari hal-hal berikut yaitu:
44 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
a. hanya terdapat di satu atau
beberapa lokasi atau pulau;
b. populasi terpisah-pisah atau
terfragmentasi;
c. terjadi fluktuasi yang besar pada
jumlah populasi atau luas areal
penyebarannya;
d. adanya dugaan penurunan yang
tajam pada areal penyebarannya,
jumlah sub populasi, jumlah
individu, luas dan kualitas habitat
atau potensi reproduksi.
129. d. spesies yang secara biologis lebih memenuhi kriteria spesies dikendalikan namun secara visual
mirip dan sulit dibedakan dengan spesies dilindungi; dan/atau
Cukup jelas.
130. e. spesies yang termasuk dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species (CITES).
Cukup jelas.
131. Pasal 13
(1) Spesimen satwa hasil pengembangbiakan atau spesimen
tumbuhan hasil perbanyakan di dalam kondisi terkontrol yang
termasuk dalam kategori spesies
Yang dimaksud dengan hasil
pengembangbiakan atau perbanyakan
di dalam lingkungan terkontrol adalah
generasi kedua (F2) dan seterusnya
dari perkembangbiakan atau
45 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dilindungi dapat diperlakukan
sebagai kategori spesies dikendalikan.
perbanyakan spesimen dilindungi.
132. (2) Menteri mengusulkan spesies dilindungi yang dapat diperlakukan sebagai spesies dikendalikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan rekomendasi dari
Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati.
Cukup jelas.
133. (3) Rekomendasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada hasil kajian ilmiah melalui
pengawasan dan evaluasi atas populasi dari kegiatan pengembangbiakan satwa atau
perbanyakan tumbuhan.
Cukup jelas.
134. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara penetapan, rekomendasi dan kajian ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Menteri.
Cukup jelas.
135.
136. Pasal 14
Kriteria spesies dikendalikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (2) huruf b meliputi:
137. a. jumlah populasinya sedikit atau terbatas;
Cukup jelas.
46 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
138. b. merupakan spesies yang saat ini
belum berada dalam bahaya kepunahan, namun akan dapat berada dalam bahaya kepunahan
apabila pemanfaatannya tidak dikendalikan;
Yang dimaksud dengan pemanfaatan
yang tidak dikendalikan adalah
pemanfaatan yang melebihi
kemampuan populasi untuk
meregenerasi diri.
139. c. jumlah populasinya masih banyak namun secara visual mirip atau
sulit dibedakan dengan kategori spesies dikendalikan; dan/atau
Yang termasuk dalam spesies yang
secara visual mirip atau sulit
dibedakan yaitu spesies yang
populasinya di alam saat ini masih
melimpah sehingga sebenarnya masuk
kriteria spesies dipantau, namun
menjadi banyak dimanfaatkan karena
kemiripan fisiknya dengan spesies yang
dikendalikan sehingga mempengaruhi
efektivitas pelindungan spesies
dikendalikan yang mirip dengannya.
Perlakuan terhadap spesies dimaksud
sama dengan perlakuan terhadap
spesies dikendalikan.
140. d. spesies yang termasuk dalam Appendix II CITES.
Cukup jelas.
141. Pasal 15
Kriteria spesies dipantau sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2)
huruf c merupakan spesies dengan
populasi di habitat alamnya dalam
Pemantauan pemanfaatan dilakukan
untuk mengetahui kemampuan
populasi suatu spesies dalam
menerima tekanan pemanfaatan.
Pemantauan pemanfaatan dilakukan
47 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
keadaan melimpah namun mendapat
tekanan dari aktivitas pemanfaatan.
antara lain melalui sistem pencatatan
dan pendataan pemanfaatan yang
teratur sehingga diperoleh informasi
yang memadai untuk penetapan
kebijakan apabila perdagangannya
dianggap dapat mengancam keadaan
populasinya di habitat.
142. Pasal 16
Dalam hal terdapat perbedaan status
perlindungan spesies menurut
perjanjian internasional yang telah
diratifikasi dengan status
perlindungan spesies yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-
undangan, maka status yang
digunakan adalah status perlindungan
spesies yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan.
Perjanjian internasional yang telah
diratifikasi adalah perjanjian
internasional mengenai satwa dan
tumbuhan liar yang telah diratifikasi,
diantaranya Convention on International
Trade in Endangered Species of Wild
Fauna and Flora (CITES).
Ketentuan pasal ini tidak berlaku bagi
spesies dilindungi menurut perjanjian
internasional atau status spesies yang
berlaku di negara asal ketika spesies
yang dimaksud masuk ke dalam
wilayah Indonesia.
143. Pasal 17
(1) Dalam hal terjadi perubahan status
dari pra-perlindungan menjadi perlindungan, ditetapkan suatu masa transisi.
Masa transisi hanya diberlakukan
untuk waktu paling lama 90 (sembilan
puluh) hari sejak tanggal ditetapkan.
48 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
144. (2) Dalam masa transisi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), setiap orang yang memiliki spesimen pra-perlindungan harus melakukan
pendaftaran dan mendapatkan penandaan terhadap spesimen pra-
perlindungan yang dimilikinya.
Yang dimaksud dengan ketentuan
antara adalah tindakan Pemerintah
untuk melindungi dan/atau
menanggulangi ancaman bahaya
kepunahan pada spesies tertentu
dalam masa transisi. Ketentuan antara
misalnya pada saat suatu spesies
masuk ke dalam Appendix CITES,
Pemerintah memasukkan instrumen
reservasi dalam masa transisi.
145. (3) Apabila masa transisi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terlewati, spesimen pra-perlindungan yang
ditetapkan menjadi milik pemerintah .
Penetapan masa transisi dilakukan
untuk kepentingan konservasi yaitu
menyelamatkan populasi spesimen
pra-perlindungan agar terhindar dari
kepunahan atau bahaya kepunahan.
146. Pasal 18
(1) Dalam mendukung penyelenggaraan pelindungan
spesies, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat
menetapkan tumbuhan liar atau satwa liar sebagai tumbuhan atau satwa kharismatik.
“Satwa kharismatik” adalah satwa yang
mengundang empati atau emosi
manusia sehingga keberadaannya
dapat diidentikkan sebagai “duta”, ikon
atau simbol suatu tempat, daerah atau
negara. Satwa kharismatik biasanya
merupakan satwa besar yang kondisi
populasinya terancam bahaya
kepunahan antara lain Harimau,
Gajah, Badak, Orangutan dan Komodo.
147. (2) Masyarakat dapat memberikan Cukup jelas.
49 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
usulan dalam penetapan tumbuhan
atau satwa kharismatik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
148. (3) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat
mengusulkan satwa kharismatik masuk ke dalam status
pelindungan spesies.
Cukup jelas.
149. Pasal 19
(1) Bagi spesimen dari spesies tumbuhan, pada saat penetapan status perlindungan wajib
menyertakan anotasi atas bagian-bagian spesimen tumbuhan.
Yang dimaksud dengan anotasi adalah
ketentuan yang memasukkan atau
mengecualikan bagian-bagian atau
turunan tertentu dari tumbuhan di
dalam pencatuman spesies tumbuhan
ke dalam katagorisasi pelindungan
spesies tumbuhan. Pengecualian dapat
dilakukan karena sifat tumbuhan yang
apabila bagian-bagian tertentu dari
tumbuhan dikecualikan dari
pengaturan maka tidak akan
mempengaruhi kelestarian spesies
yang bersangkutan.
150. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
anotasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Cukup jelas.
50 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
151. Pasal 20
Ketentuan lebih lanjut mengenai
status perlindungan spesies
sebagaimana dimaksud pada Pasal 11,
Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15,
Pasal 16, dan Pasal 17, Pasal 18, dan
Pasal 19 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Cukup jelas.
152. Paragraf 2
Sumber Daya Genetik
153. Pasal 21
(1) Penetapan status perlindungan sumber daya genetik dilakukan dengan membuat daftar spesies
target yang diprioritaskan bagi pelindungan sumber daya genetik.
Cukup jelas.
154. (2) Menteri menetapkan dan mengubah daftar spesies target sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dengan memperhatikan rekomendasi Komisi Konservasi
Keanekaragaman Hayati.
Cukup jelas.
155. (3) Daftar spesies target sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) termasuk informasi tentang sumber daya genetik yang terkandung di
Cukup jelas.
51 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dalamnya menjadi bagian dari
materi sistem basis data dan informasi yang dikembangkan Dewan Pengelola Sumber Daya
Genetik.
156. Pasal 22
Penetapan spesies target sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 dilakukan
berdasarkan kriteria:
157. a. spesies yang dilindungi. Cukup jelas.
158. b. spesies yang secara langsung diperdagangkan atau bernilai komersial; atau
Cukup jelas.
159. c. spesies yang mendukung budidaya.
Cukup jelas.
160. Pasal 23
Ketentuan lebih lanjut mengenai
penetapan dan perubahan spesies
target sumber daya genetik diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
161. Paragraf 3
Ekosistem
52 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
162. Pasal 24
Penetapan status pelindungan
ekosistem dilakukan melalui
penetapan:
163. a. kawasan konservasi; dan Cukup jelas.
164. b. kawasan ekosistem esensial. Cukup jelas.
165. Pasal 25
(1) Penetapan kawasan konservasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a dilakukan melalui
pengukuhan:
166. a. Cagar Alam; Cagar alam dan Suaka margasatwa,
dalam beberapa perundangan lainnya
dikenal pula sebagai Kawasan Suaka
Alam (KSA).
167. b. Taman Nasional; Taman Nasional, Taman Wisata Alam,
dan Taman Hutan Raya, dalam
beberapa perundangan lainnya dikenal
pula sebagai Kawasan Pelestarian Alam
( KPA).
168. c. Taman Wisata Alam; Cukup jelas.
53 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
169. d. Suaka Margasatwa; Cukup jelas.
170. e. Taman Buru; dan/ atau Cukup jelas.
171. f. Taman Hutan Raya. Cukup jelas.
172. (2) Pengukuhan kawasan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan sesuai fungsi alamiah, tujuan, dan kriteria kawasan konservasi.
Cukup jelas.
173. (3) Pengukuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
melalui proses:
174. a. penunjukan; Penunjukan kawasan konservasi
adalah kegiatan persiapan pengukuhan, antara lain berupa:
a. pembuatan peta penunjukan yang
bersifat arahan batas luar;
b. pemancangan batas sementara atau
koordinat geografis;
c. pengumunan tentang rencana batas
kawasan terutama di lokasi yang
berbatasan dengan tanah hak atau
lokasi yang rawan gangguan
keamanan;
d. konsultasi publik dimaksudkan
untuk mendapat pertimbangan dan
menampung aspirasi dari
masyarakat, lembaga swadaya
54 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
masyarakat,sektor swasta, atau
lembaga ilmiah, termasuk lembaga
perguruan tinggi.
175. b. penataan batas; Penataan batas dilakukan melalui:
a. pemasangan tanda batas dan
penetapan koordinat geografis ; atau
b. penetapan titik referensi berupa
koordinat geografis bagi kawasan
konservasi perairan.
c. Tanda batas dapat berupa patok
batas permanen atau jalur
tumbuhan/pepohonan sejenis.
176. c. pemetaan; dan Skala peta disesuaikan dengan peta
yang diterbitkan Badan Pemetaan
Nasional.
177. d. penetapan. Cukup jelas.
178. Pasal 26
Penetapan kawasan sebagaimana dimaksud Pasal 24 hurup b
dilaksanakan oleh Menteri.
179. Pasal 27
(1) Penetapan kawasan ekosistem esensial sebagaimana dimaksud
55 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dalam Pasal 24 huruf b meliputi
penetapan:
180. a. daerah penyangga kawasan
konservasi;
Yang dimaksud dengan daerah
penyangga kawasan konservasi adalah
daerah di sekitar kawasan konservasi
yang dapat berupa ekosistem alami
atau buatan, tanah negara atau tanah
yang telah dibebani hak, kawasan
produksi, desa atau areal lainnya yang
pengelolaanya ditujukan untuk
meningkatkan dampak positif dari
masyarakat dan menurunkan dampak
negatif pada kawasan konservasi.
181. b. koridor ekologis atau ekosistem
penghubung;
Yang dimaksud dengan koridor
ekologis atau ekosistem penghubung
adalah areal atau jalur bervegetasi
yang cukup lebar baik alami maupun
buatan yang menghubungkan dua atau
lebih habitat atau kawasan konservasi
atau ruang terbuka dan sumberdaya
lainnya, yang memungkinkan
terjadinya pergerakan atau pertukaran
individu antar populasi satwa atau
pergerakan faktor-faktor biotik
sehingga mencegah terjadinya dampak
buruk pada habitat yang
terfragmentasi pada populasi karena
in-breeding dan mencegah penurunan
56 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
keanekaragaman genetik akibat erosi
genetik (genetic drift) yang sering terjadi
pada populasi yang terisolasi.
182. c. areal dengan nilai konservasi tinggi (NKT);
Yang dimaksud areal dengan nilai konservasi tinggi adalah areal atau bentang alam, pada tanah negara yang
telah dibebani izin atau pada tanah yang telah dibebani hak, berupa ekosistem yang memiliki satu atau
lebih atribut berikut:
a. areal yang secara signifikan
mengandung konsentrasi nilai-nilai
keanekaragaman hayati (seperti
endemisme, spesies langka,
pengungsian, atau persinggahan
spesies migran); dan/atau bentang
alam yang cukup luas yang
terdapat di dalam unit pengelolaan
atau mencakup unit pengelolaan,
dimana populasi yang viabel dari
mayoritas spesies yang tinggal
secara alami berada pada pola yang
alami dari distribusi dan
kelimpahannya;
b. kawasan bentang alam yang
penting bagi terselenggaranya
dinamika ekologis secara alami,
dimana populasi dari mayoritas
spesies yang tinggal secara alami,
berada pada pola alami pada
57 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
distribusi dan kelimpahannya;
c. areal yang berisi ekosistem langka,
terancam atau dalam bahaya
kepunahan;
d. areal yang dapat menyediakan jasa
ekosistem dasar terutama pada
saat terjadi situasi kritis (seperti
perlindungan tata air daerah aliran
sungai dan pengendalian erosi,
ekosistem kars, ekosistem gambut);
e. areal yang menjadi ketergantungan
dari masyarakat lokal untuk
memenuhi kebutuhan dasar
(seperti subsisten, kesehatan)
dan/atau penting bagi identitas
budaya tradisional dari masyarakat
lokal (kawasan yang bersama
masyarakat diidentifikasi signifikan
secara budaya, ekologi, ekonomi
atau religi masyarakat lokal).
183. d. areal konservasi kelola masyarakat (AKKM);
Yang dimaksud dengan Areal
Konservasi Kelola Masyarakat (AKKM)
adalah ekosistem penting baik di dalam
maupun di luar kawasan hutan,
perairan dan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil yang diakui sebagai
areal konservasi yang dikelola oleh
masyarakat berdasarkan prinsip-
58 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
prinsip konservasi.
Karakteristik yang mengindikasikan
AKKM adalah:
a. hubungan yang kuat antara satu
atau lebih masyarakat adat atau
lokal dengan kawasan (teritori,
ekosistem, habitat atau
sumberdaya) dimana hubungan
tersebut harus menyatu di dalam
identitas masyarakat dan/atau
ketergantungan untuk
kehidupan atau kesejahteraan;
b. masyarakat hukum adat atau
lokal merupakan pemain utama
dalam pengambilan keputusan
dan implementasi pengelolaan
kawasan. Pihak lain dapat
berkolaborasi sebagai mitra,
terutama dalam hal kawasan
tersebut merupakan kawasan
negara, namun keputusan tetap
pada masyarakat adat atau lokal;
c. keputusan pengelolaan dan
upaya dari masyarakat
mengarah pada konservasi
keanekaragaman hayati dan
nilai-nilai budaya yang terkait,
walaupun disadari bahwa tujuan
pengelolaan bukan hanya
59 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
konservasi.
Pengakuan sebagaimana dimaksud di
atas diberikan oleh pemerintah atau
pemerintah daerah sesuai
kewenangannya, setelah diadakan
sosialisasi dengan masyarakat
sekitarnya.
184. e. taman keanekaragaman hayati; Taman Kehati merupakan wilayah
konsevasi sebaran vegetasi/tumbuhan
yang telah ada secara alami maupun
hasil budidaya, merupakan koleksi
tumbuhan yang memiliki nilai
ekonomi tinggi, khas karena ciri
geografisnya, seperti wilayah sebaran
kopi gayo di Gayo, sebaran umbi
Cilembu di desa Cilembu.
185. f. Kawasan lainnya. Seperti Kawasan Ekosistem Leuser
yang merupakan kawasan ekosistem
leuser di provinsi Nangro Aceh, yang
selama ini telah dikelola sebagai
Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), tidak
termasuk didalamnya kawasan
konservasi ( Taman Nasional Leuser).
186. (2) Penetapan kawasan ekosistem
esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
mengisi kesenjangan keterwakilan ekologis di dalam kawasan
Melalui analisis kesenjangan
keterwakilan ekologis dapat diketahui
ekosistem esensial yang tidak
termasuk dalam sistem kawasan
60 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
konservasi. konservasi. Apabila ekosistem esensial
penting tersebut tidak atau belum
dapat ditetapkan menjadi kawasan
konservasi baru atau perluasan
kawasan konservasi yang sudah ada
maka perlu diidentifikasi untuk
dikelola dalam sistem yang terpadu
dengan kawasan konservasi bagi
keberlanjutan keanekaragaman hayati
yang ada.
187. (3) Ekosistem esensial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) secara ekologis atau secara fisik
berhubungan dengan kawasan konservasi.
Cukup jelas.
188. (4) Menteri, Gubernur atau
Bupati/Walikota menetapkan kawasan ekosistem esensial sesuai
dengan kewenangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Cukup jelas.
189. (5) Penetapan suatu kawasan ekosistem esensial dilakukan
berdasarkan hasil kajian ilmiah, sosial, dan budaya serta mempertimbangkan usulan dari
masyarakat dan persetujuan pemilik atau pengelola.
Persetujuan pemilik atau pengelola
diperlukan apabila kawasan tersebut
merupakan lahan non-kawasan hutan
yang telah dibebani hak.
190. (6) Kajian dimaksud ayat (5) dapat dilakukan oleh lembaga swadaya
Cukup jelas.
61 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
masyarakat, perguruan tinggi,
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.
191. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan kawasan ekosistem esensial diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Cukup jelas.
192. Pasal 28
Dalam hal penetapan daerah
penyangga kawasan konservasi,
koridor ekologis atau penghubung,
areal dengan nilai konservasi tinggi
(NKT), dan taman keanekaragaman
hayati, pemegang hak atas tanah
negara atas areal yang ditetapkan
wajib mengelola kawasan dimaksud
sesuai kaidah konservasi dan/atau
mengembalikan sebagian atau seluruh
hak atas tanah negara yang
dipegangnya.
Cukup jelas.
193. Pasal 29
(1) Dalam hal penetapan areal
konservasi ekosistem esensial
berada di tanah milik perorangan,
Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Kompensasi yang diberikan kepada
pemegang hak milik dapat berupa
penggantian lahan dalam bentuk tukar
menukar.
62 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Daerah dapat memberi kompensasi
kepada pemegang hak atas tanah
atas areal yang ditetapkan.
194. (2) Dalam hal penetapan areal
konservasi kelola masyarakat, Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah memberikan pengakuan dan dapat melakukan pembinaan dalam bentuk penguatan kapasitas
serta bantuan dana pelestarian.
195. BAB III
PELESTARIAN KEANEKARAGAMAN
HAYATI
196. Bagian Kesatu
Umum
197. Pasal 30
Pelestarian keanekaragaman hayati
diselenggarakan dalam rangka
mencegah kerusakan atau kepunahan
serta menjamin kelestarian fungsi dan
manfaat keanekaragaman hayati bagi
generasi saat ini maupun generasi
yang akan datang.
Cukup jelas.
63 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
198. Pasal 31
Pelestarian keanekaragaman hayati
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 dilaksanakan pada tingkat:
199. a. spesies; Cukup jelas.
200. b. sumber daya genetik; dan Cukup jelas.
201. c. ekosistem. Cukup jelas.
202. Pasal 32
(1) Pelestarian keanekaragaman hayati
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dilaksanakan untuk mempertahankan viabilitas kondisi
keanekaragaman hayati sesuai kondisi awal dan mencakup upaya pemulihan.
Cukup jelas.
203. (2) Penentuan viabilitas kondisi keanekaragaman hayati sesuai
kondisi awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
berdasarkan:
ii. iii. iv.
204. a. hasil inventarisasi keanekaragaman hayati;
Cukup jelas.
64 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dan/atau
205. b. data dan informasi dari lembaga ilmiah atau dari lembaga lain
yang ditunjuk Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.
Cukup jelas.
206. Pasal 33
(1) Pelestarian keanekaragaman hayati dilakukan terhadap
keanekaragaman hayati yang telah ditetapkan status perlindungannya.
Cukup jelas.
207. (2) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melakukan
pelestarian keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan tugas dan
kewenangannya.
Cukup jelas.
208. (3) Dalam melakukan pelindungan
keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Pusat dan/atau
Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama dengan
pihak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Cukup jelas.
209. Pasal 34
(1) Pemulihan keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud Pasal 32
Cukup jelas.
65 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
ayat (1) dilaksanakan untuk
mengembalikan kondisi keanekaragaman hayati yang mengalami degradasi ke kondisi
awal atau ke tingkat yang diinginkan.
210. (2) Penentuan suatu kondisi keanekaragaman hayati yang
terdegradasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan:
211. a. hasil evaluasi kondisi keanekaragaman hayati oleh
pemerintah; dan/atau
Cukup jelas.
212. b. data dan informasi dari lembaga
ilmiah dan/atau lembaga lain yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat.
Cukup jelas.
213. (3) Dalam melakukan pemulihan keanekaragaman hayati di kawasan
konservasi pada lahan negara, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat
melakukan kerja sama dengan pihak lain.
Cukup jelas.
214. (4) Kegiatan pemulihan keanekaragaman hayati di kawasan konservasi yang dibebani hak
merupakan tanggung jawab pemegang hak dengan pembinaan
dari Pemerintah Pusat dan/ atau
Cukup jelas.
66 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Pemeritah Daerah .
215. Pasal 35
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelestarian keanekaragaman hayati
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, dan
Pasal 34 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Cukup jelas.
216. Bagian Kedua
Pelestarian Spesies
217. Paragraf 1
Umum
218. Pasal 36
Pelestarian spesies sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 huruf a
dilakukan dalam rangka mencegah
kerusakan atau kepunahan spesies
serta menjamin kelestarian fungsi dan
manfaat spesies bagi generasi saat ini
maupun generasi yang akan datang.
Cukup jelas.
67 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
219. Pasal 37
(1) Pelestarian spesies dilakukan terhadap spesies tumbuhan liar
dan satwa liar melalui:
220. a. pelindungan spesies; Cukup jelas.
221. b. pemulihan spesies. Cukup jelas.
222. (2) Pelestarian spesies dilakukan oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat sebagaimana diatur di dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Cukup jelas.
223. Paragraf 2
Pelindungan Spesies
224. Pasal 38
(1) Pelindungan spesies sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a dilakukan dalam rangka
menjaga viabilitas populasi spesies tumbuhan liar dan satwa liar.
Cukup jelas.
225. (2) Pelindungan spesies sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan status perlindungan
Cukup jelas.
68 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
spesies yang ditetapkan.
226. (3) Pelindungan spesies sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan:
227. a. di dalam habitat alamnya (in-situ); dan
Cukup jelas.
228. b. di luar habitat alamnya (ex-situ). Cukup jelas.
229. Pasal 39
Pelindungan spesies dilindungi di
dalam habitat alamnya (in-situ)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
38 ayat (3) huruf a dilakukan melalui:
230. a. pembinaan populasi dan habitat
untuk menjamin keseimbangan populasi spesies; dan/atau
Cukup jelas.
231. b. penyelamatan populasi atau sub-populasi suatu spesies yang
terisolasi atau tidak berkelanjutan.
Cukup jelas.
232. Pasal 40
(1) Pembinaan populasi dan habitat spesies dilindungi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1)
huruf a dilakukan melalui:
69 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
233. a. pengamanan populasi
tumbuhan dan satwa liar dan defragmentasi habitat satwa liar;
Cukup jelas.
234. b. penyelamatan dan/atau pemindahan ke lokasi habitat lain;
Cukup jelas.
235. c. pengamanan sumber benih; Cukup jelas.
236. d. penanaman pengkayaan spesies
tumbuhan; dan/atau
Cukup jelas.
237. e. pengendalian spesies asing yang
invasif.
Cukup jelas.
238. (2) Pengendalian spesies asing yang
invasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan melalui:
239. a. pencegahan atau pengurangan introduksi;
Cukup jelas.
240. b. pencegahan perkembangbiakan spesies asing yang invasif;
Cukup jelas.
241. c. deteksi dini dan tindakan segera;
Cukup jelas.
242. d. pengendalian dan mitigasi dampak;
Cukup jelas.
243. e. pemusahan; dan/atau Cukup jelas.
244. f. pemulihan habitat yang terkena
dampak.
Cukup jelas.
70 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
245. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pembinaan populasi dan habitat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Cukup jelas.
246. Pasal 41
(1) Pembinaan populasi dan habitat spesies dilindungi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 dilakukan:
247. a. di dalam kawasan konservasi; dan
Cukup jelas.
248. b. di luar kawasan konservasi Pembinaan populasi dan habitat
spesies dilindungi di luar kawasan
konservasi dimaksudkan untuk
menjaga populasi atau sub populasi
dari ancaman terhadap kepunahan
lokal.
249. (2) Pembinaan populasi dan habitat spesies di dalam kawasan konservasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a diselenggarakan oleh pengelola
kawasan konservasi.
Cukup jelas.
250. (3) Pembinaan populasi dan habitat
spesies di luar kawasan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diselenggarakan oleh
Cukup jelas.
71 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, dan/atau masyarakat.
251. Pasal 42
(1) Dalam rangka menyeimbangkan daya dukung habitat terhadap
peningkatan populasi spesies di dalam kawasan konservasi dapat dilakukan perburuan terkendali.
Kegiatan pembinaan habitat dan
populasi melalui perburuan terkendali
dilakukan terhadap satwa yang jumlah
populasinya melebihi daya dukung
ekosistemnya. Kegiatan perburuan
dilakukan dengan memperhatikan
keadaan populasi dan/atau sub-
populasi di seluruh wilayah
penyebarannya. Kegiatan perburuan
terkendali dapat berupa olah raga
berburu.
252. (2) Perburuan terkendali sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan di dalam kawasan Cagar
Alam atau zona inti Taman Nasional.
Cukup jelas.
253. (3) Kegiatan perburuan terkendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat dilakukan terhadap
spesies dilindungi dan di habitatnya di luar kawasan konservasi.
Cukup jelas.
254. (4) Ketentuan mengenai perburuan terkendali sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan
Cukup jelas.
72 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Pemerintah.
255. Pasal 43
(1) Penyelamatan populasi atau sub-
populasi spesies dilindungi yang terisolasi atau tidak berkelanjutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b dilakukan dengan cara memindahkan populasi atau
sub-populasi spesies ke habitat lain.
Populasi yang tidak berkelanjutan
dalam jangka panjang adalah populasi
yang tidak viabel yang disebabkan
diantaranya oleh jumlah individu di
dalam populasi kecil, rasio jantan-
betina yang tidak sesuai, struktur
umur yang tidak memadai, atau
kondisi habitat yang rusak dan sulit
diperbaiki.
256. (2) Untuk mengurangi dampak atau
ancaman bagi populasi satwa dilindungi yang terisolasi di luar kawasan konservasi dan berada di
tanah hak, pemegang hak atas tanah wajib:
257. a. menjaga habitat; dan Cukup jelas.
258. b. menyelamatkan populasi atau sub-populasi spesies satwa yang
terisolasi atau populasinya tidak dapat berkembang dalam jangka panjang.
Penyelamatan populasi atau sub
populasi spesies satwa yang terisolasi
atau populasinya tidak dapat
berkembang dalam jangka panjang
dilakukan melalui kerjasama dan
dikoordinasikan oleh unit kerja yang
menyelenggarakan urusan
pemerintahan dibidang konservasi
keanekaragaman hayati.
73 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
259.
Pasal 44
(1) Pelindungan spesies dilindungi secara ex-situ sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf b, dilakukan melalui :
260. a. pengembangbiakan satwa liar di dalam lingkungan yang
terkontrol untuk dilepasliarkan kembali ke habitat alamnya;
Pengembangbiakan satwa liar di dalam
lingkungan rehabilitasi yang terkontrol
(penangkaran)ditujukan untuk
dilepasliarkan kembali untuk
memulihkan kondisi populasi agar
terhindar dari kepunahan.
261. b. pengembangbiakan satwa liar di dalam lingkungan yang
terkontrol untuk tujuan komersial;
Dalam rangka mengurangi tekanan
terhadap populasi tertentu di habitat
alam maka pengembangan satwa liar
dapat dilakukan untuk tujuan
komersial.
Yang dimaksud dengan lingkungan
terkontrol merupakan lingkungan yang
dimanipulasi untuk tujuan
memproduksi specimen satwa liar
tertentu dengan membuat batas-batas
yang jelas untuk menjaga keluar
masuknya satwa liar, telur atau gamet,
serta dicirikan antara lain rumah
buatan.
74 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
262. c. rehabilitasi satwa liar; Rehabilitasi dimaksudkan untuk
mengkondisikan dan mengadaptasikan
tingkah laku satwa liar yang berada
diluar habitatnya dengan habitat
alaminya sebelum dilepasliarkan
kembali ke habitat alamnya dan
sebagian dapat dikembalikan lagi
untuk meningkatkan populasi.
263. d. perbanyakan tumbuhan secara
buatan untuk dikembalikan lagi ke habitat alam atau untuk
tujuan komersial; dan/atau
Yang dimaksud dengan perbanyakan
tumbuhan secara buatan (artificial
propagation) merupakan kegiatan
memperbanyak dan menumbuhkan
tumbuhan di dalam kondisi yang
terkontrol, dari material untuk
memperbanyak tumbuhan seperti
benih (biji), potongan bagian
tumbuhan, pencaran rumpun, spora
dan jaringan.
Kondisi terkontrol untuk perbanyakan
tumbuhan secara buatan adalah
kondisi di luar lingkungan alaminya
yang secara intensif dimanipulasi oleh
campur tangan manusia dengan
tujuan untuk menghasilkan tumbuhan
yang terpilih.
264. e. penyelamatan satwa ex-situ di
pusat penyelamatan satwa.
Pusat penyelamatan satwa ex-situ
merupakan tempat sementara untuk
menampung dan/atau mengkondisikan
75 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
satwa hasil sitaan atau hasil dari
upaya penegakan hukum lainnya
sebelum dikirim ke tujuan akhirnya/
dilepasliarkan kembali ke habitat alam,
atau dikirim ke taman satwa atau
kebun binatang, dijadikan induk
pengembangbiakan, atau
dimusnahkan.
265. (2) Pengembangbiakan satwa liar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh lembaga
yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat.
Cukup jelas.
266. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelindungan spesies dilindungi dalam kondisi ex-situ sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
267. Pasal 45
(1) Pelindungan spesies dikendalikan dalam kondisi in-situ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3)
huruf a dilakukan dengan:
268. a. pengaturan dan pengendalian
pemanenan langsung dari habitat alamnya;
Pengaturan pemanenan dimulai dari
penetapan kuota pengambilan atau
penangkapan, pengenaan perizinan
76 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dan pengawasan terhadap
pengambilan atau penangkapan,
penetapan lokasi-lokasi yang
dibolehkan untuk dilakukan
pengambilan atau penangkapan, serta
penetapan batasan-batasan seperti
kelas ukuran, umur dan spesies
kelamin yang boleh diambil atau
ditangkap dari habitat alam.
269. b. pembinaan habitat; dan/atau Cukup jelas.
270. c. pembinaan populasi. Cukup jelas.
271. (2) Untuk melaksanakan prinsip
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat menyusun rencana pengelolaan spesies
dikendalikan yang diperdagangkan.
Cukup jelas.
272. Pasal 46
Pembinaan habitat dan/atau
pembinaan populasi spesies
dikendalikan sebagaimana dimaksud
pada Pasal 45 ayat (1) huruf b dan
huruf c, dilakukan terhadap spesies
yang mengalami tekanan
pemanfaatan, termasuk perdagangan.
Pembinaan habitat dan pembinaan
populasi termasuk juga diantaranya
pembinaan habitat di pulau kosong
untuk menampung populasi satwa
yang dikelola.
77 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
273. (1) Pembinaan habitat dan/atau
pembinaan populasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di luar kawasan
konservasi.
Cukup jelas.
274. Pasal 47
(1) Pelindungan spesies dikendalikan secara ex-situ sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf b dilakukan dengan:
275. a. pembesaran spesimen hidup spesies satwa liar tertentu dari habitat alam di dalam
lingkungan terkontrol;
Cukup jelas.
276. b. pengembangbiakan satwa liar di
dalam lingkungan yang terkontrol atau perbanyakan
tumbuhan secara buatan dalam kondisi yang terkontrol; dan/ atau
Pengembangbiakan satwa liar bagi
spesies dikendalikan dimaksudkan
sebagai penyedia stok untuk
kepentingan komersial.
277. c. penyelamatan satwa di pusat-pusat penyelamatan satwa ex-situ.
Cukup jelas.
278. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelindungan spesies dikendalikan dalam kondisi ex-situ sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
78 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
279. Pasal 48
Pelindungan spesies dipantau dalam
kondisi in-situ sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38 ayat (3) huruf a
dilakukan dengan pemantauan
pemanfaatan yang berkelanjutan.
Cukup jelas.
280. (1) Pelaksanaan pemantauan
pemanfaatan yang berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan melalui penerapan prinsip-prinsip ilmiah dan pemanenan yang tidak merusak
populasi spesies di habitat alam.
Pemantauan pemanfaatan terhadap
spesies tumbuhan dan satwa liar
spesies dipantau dilakukan melalui :
a. pengaturan terhadap cara-cara
mengambil atau menangkap agar
tidak terjadi kerusakan pada
populasi dan/atau habitat
b. penerapan prinsip ilmiah dan
pemanenan yang tidak merusak
populasi dihabitat alam;
c. pencatatan pemanenan dan
pemanfaatan, seperti perdagangan
baik dalam negeri maupun ekspor.
281. Pasal 49
Pelindungan spesies dipantau dalam
kondisi ex-situ sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38 ayat (3) huruf b
Cukup jelas.
79 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dilakukan sama dengan pelindungan
spesies dikendalikan dalam kondisi ex-
situ sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 47.
282. (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan spesies dipantau
dalam kondisi ex-situ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
283. Pasal 50
(1) Setiap orang yang bertanggung jawab di dalam pengelolaan pelindungan spesies dalam kondisi
in-situ dan/atau ex-situ wajib melakukan medik konservasi untuk
mencegah dan mengendalikan wabah penyakit zoonosis dan/atau penyakit baru yang diduga
disebabkan oleh satwa liar di habitat alam.
Medis Konservasi merupakan
penerapan medik veteriner dalam
penyelenggaraan kesehatan hewan di
bidang konservasi spesies satwa liar.
Penyakit zoonosis adalah penyakit yang
infeksinya bersumber dari satwa dan
dapat ditularkan kepada manusia dan
sebaliknya yang nantinya akan
berkembang menjadi wabah. Penyakit
baru merupakan new emerging
diseases.
284. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
medik konservasi diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
285. Pasal 51
(1) Setiap orang yang melaksanakan
Penerapan prinsip kesejahteraan satwa
dilaksanakan untuk mewujudkan
80 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
pengelolaan pelindungan satwa liar
dalam kondisi ex-situ wajib menerapkan prinsip kesejahteraan
satwa.
kebebasan satwa antara lain:
a. bebas dari rasa lapar dan haus;
b. bebas dari rasa sakit, cidera, dan
penyakit;
c. bebas dari ketidaknyamanan
(temperatur dan fisik),
penganiayaan, dan penyalahgunaan;
d. bebas dari rasa takut dan tertekan;
dan
e. bebas mengekspresikan perilaku
alaminya.
286. (2) Ketentuan mengenai kesejahteraan satwa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
287.
288. Paragraf 3
Pemulihan Spesies
289. Pasal 52
(1) Pemulihan spesies sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) bertujuan untuk mengembalikan
viabilitas populasi spesies yang langka atau terancam punah atau kritis di habitat alamnya.
Spesies yang langka atau terancam
punah atau kritis umumnya
merupakan spesies dilindungi.
81 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
290. (2) Pemulihan spesies sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
291. a. reintroduksi atau pengkayaan populasi spesies; dan
Cukup jelas.
292. b. pemulihan (restorasi) dan pembinaan habitat.
Cukup jelas.
293. (3) Reintroduksi atau pengkayaan
populasi spesies satwa dalam kondisi in-situ sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan melalui pelepasliaran spesies satwa ex-situ hasil
rehabilitasi, pengembangbiakan, atau pengamanan.
Cukup jelas.
294. (4) Pemulihan (restorasi) dan pembinaan habitat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan untuk mengembalikan fungsi habitat alam sehingga
memadai untuk mendukung tambahan populasi spesies.
Cukup jelas.
295. (5) Reintroduksi atau pengkayaan populasi spesies dapat dilakukan
setelah kondisi habitat atau ekosistem yang direstorasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dinilai mampu mendukung populasi hasil reintroduksi beserta kemungkinan perkembangan
Cukup jelas.
82 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
populasinya.
296. (6) Dalam melakukan kegiatan reintroduksi dan/ atau pemulihan
(restorasi) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama dengan
lembaga swadaya masyarakat atau swasta.
Cukup jelas.
297. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara restorasi dan kerja sama pemulihan (restorasi) ekosistem
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
298. Bagian Ketiga
Pelestarian Sumber Daya Genetik
299.
300. Paragraf 1
Umum
301. Pasal 53
(1) Pelestarian sumber daya genetik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf b bertujuan untuk
mempertahankan keberadaan dan
Pelestarian sumber daya genetik
dilakukan terhadap sumber daya
genetik dan jasad renik.
83 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
keanekaragaman genetik untuk
mendukung pelestarian spesies dan ekosistem.
302. (2) Dalam rangka menyelenggarakan pelestarian sumber daya genetik, Pemerintah Pusat menetapkan
kebijakan nasional tentang pelestarian sumber daya genetik.
Cukup jelas.
303. Pasal 54
Pelestarian sumber daya genetik
dilakukan melalui:
304. a. pelindungan sumber daya genetik
spesies target;
Cukup jelas.
305. b. pemulihan keanekaragaman
sumber daya genetik spesies target.
Cukup jelas.
306. Pasal 55
(1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah wajib
melestarikan sumber daya genetik yang khas di daerahnya, langka, atau memiliki nilai secara nyata
maupun potensial.
Cukup jelas.
307. (2) Menteri menetapkan pedoman,
norma dan kriteria pelestarian sumber daya genetik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dan
Cukup jelas.
84 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Pasal 54.
308. Paragraf 2
Pelindungan Sumber Daya Genetik
bagi Spesies Target
309. Pasal 56
(1) Pelindungan sumber daya genetik bagi spesies target sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf a
dilakukan melalui:
310. a. inventarisasi spesies target
untuk pengembangan basis data sumber daya genetik spesies
target;
Cukup jelas.
311. b. pelindungan sumber daya genetik spesies target dalam
kondisi in-situ; dan
Pelindungan sumber daya genetik
spesies target in-situ ditujukan untuk
melindungi keanekaragaman sumber
daya genetik dan keaslian spesies di
dalam habitat aslinya.
312. c. pelindungan sumber daya
genetik spesies target dalam kondisi ex-situ.
Pelindungan sumber daya genetik
spesies target ex-situ dilakukan untuk
melindungi keanekaragaman sumber
daya genetik namun di luar habitat
aslinya.
313. (2) Dalam rangka pelindungan sumber
daya genetik spesies target, Menteri
Cukup jelas.
85 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
menyusun dan melaksanakan
strategi konservasi genetik bagi spesies target berdasarkan hasil inventarisasi spesies target
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a.
314. (3) Ketentuan mengenai pelindungan sumber daya genetik bagi spesies
target sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Peraturan pemerintah mengenai
pelindungan sumber daya genetik bagi
spesies target setidaknya memuat:
a. penyelenggaraan inventarisasi
spesies target;
b. strategi konservasi genetik
c. pengembangan basis data hasil
inventarisasi dan riset serta
penanggung jawab basis data dan
riset.
315. Pasal 57
Pelindungan sumber daya genetik
spesies target dalam kondisi in-situ
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
56 ayat (1) huruf b dilakukan
terhadap:
316. a. spesies dilindungi; dan Cukup jelas.
317. b. spesies yang diperdagangkan atau bernilai komersial serta spesies
Cukup jelas.
86 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
yang mendukung budidaya.
318. Pasal 58
Pelindungan sumber daya genetik
spesies target dalam kondisi in-situ
terhadap spesies dilindungi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
57 huruf a dilakukan dengan:
319. a. menjaga populasi di dalam maupun di luar kawasan konservasi;
Menjaga populasi di dalam maupun di
luar kawasan konservasi termasuk
juga menyelamatkan spesimen
tumbuhan yang berfungsi sebagai
induk, termasuk pohon-pohon induk
untuk pengembangbiakan tumbuhan
baik secara alami maupun buatan
termasuk pengembangan kebun
benih/bibit di lokasi habitat di luar
kawasan konservasi yang diketahui
merupakan habitat asli spesies
tumbuhan target.
320. b. menyelamatkan populasi terisolasi dan memindahkan ke lokasi yang memungkinkan terjadinya transfer
materi genetik; dan/atau
Cukup jelas.
321. c. memelihara habitat,
mempertahankan dan mengupayakan ketersambungan antar-habitat untuk menjamin
Mengupayakan ketersambungan antar-
habitat dapat dilakukan diantaranya
melalui penetapan koridor habitat, baik
87 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
adanya transfer materi genetik
antar-wilayah habitat.
alami maupun buatan.
322. Pasal 59
Pelindungan sumber daya genetik
spesies target dalam kondisi in situ
terhadap spesies yang diperdagangkan
atau bernilai komersial serta spesies
yang mendukung budidaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
57 huruf b dilakukan dengan:
323. a. menjaga dan mengendalikan populasi di dalam maupun di luar
kawasan konservasi di dalam wilayah penyebarannya;
Menjaga populasi di dalam maupun di
luar kawasan konservasi termasuk
juga menyelamatkan spesimen
tumbuhan yang berfungsi sebagai
induk, termasuk pohon-pohon induk
untuk pengembangbiakan tumbuhan
baik secara alami maupun buatan.
324. b. mengembangkan kebun benih atau bibit di lokasi habitat yang diketahui merupakan habitat asli
spesies tumbuhan target;
Cukup jelas.
325. c. memulihkan atau restorasi populasi yang terdegradasi dengan
spesimen asli setempat; dan/atau
Cukup jelas.
326. d. memelihara habitat,
mempertahankan dan
Cukup jelas.
88 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
mengupayakan ketersambungan
antar habitat untuk menjamin adanya transfer materi genetik antar wilayah habitat.
327. Pasal 60
Pelindungan sumber daya genetik
dalam kondisi ex-situ sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1)
huruf c dilakukan dengan:
328. a. memelihara dan mengembangbiakkan satwa atau
perbanyakan tumbuhan secara buatan di lembaga konservasi ex- situ atau di tempat lain di luar habitat aslinya bagi spesimen
hidup;
Pemeliharaan spesimen hidup satwa
terancam punah di dalam lembaga
konservasi ex-situ seperti kebun
binatang atau taman satwa lainnya
kebun botani, kebun raya, atau taman
lainnya.
329. b. mengembangbiakan satwa di dalam
lingkungan terkontrol di luar habitatnya atau perbanyakan tumbuhan secara buatan di dalam
kondisi terkontrol di luar habitatnya;
Mencegah terjadinya perkawinan
kerabat (in-breeding) dalam rangka
mempertahankan kebugaran genetik
populasi di luar habitatnya.
330. c. perbanyakan tumbuhan secara buatan di dalam kondisi terkontrol di luar habitatnya atau di habitat
alami lekat lahan; dan
Cukup jelas.
331. d. mengawetkan spesimen atau materi
genetik seperti semen beku, biji,
Cukup jelas.
89 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
atau materi genetik lainnya di
dalam alat penyimpan yang dirancang khusus untuk itu.
332. Paragraf 3
Pemulihan Keanekaragaman Sumber
Daya Genetik
333. Pasal 61
Pemulihan keanekaragaman sumber
daya genetik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 54 huruf b ditujukan bagi
spesies target yang mengalami
penurunan keanekaragaman sumber
daya genetik.
Spesies-spesies target yang mengalami
penurunan keanekaragaman genetik
adalah spesies target yang mengalami
kepunahan lokal atau kepunahan
spesies di habitat alam yang
mengalami erosi keragaman
genetiknya.
334. (1) Pemulihan keanekaragaman sumber daya genetik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
335. a. relokasi atau translokasi spesies;
Cukup jelas.
336. b. penanaman dan/atau pengkayaan tumbuhan;
Cukup jelas.
337. c. pelepasliaran satwa hasil
pengembangbiakan, hasil penyelamatan dalam kondisi ex-
Cukup jelas.
90 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
situ, dan/atau hasil rehabilitasi;
338. d. pengendalian untuk mempertahankan kemurnian
spesies;
Cukup jelas.
339. e. pertukaran spesies antar
lembaga konservasi ex-situ zoologi atau botani; dan/atau
Lembaga konservasi ex-situ zoologi
atau botani, meliputi antara lain:
kebun binatang, taman satwa atau
kebun raya.
340. f. pemuliaan tumbuhan, uji
provenan, peningkatan kualitas genetik melalui penyerbukan
buatan.
Kegiatan pemuliaan tumbuhan
dimaksudkan untuk mengembalikan
kualitas genetik ke kondisi asli.
341. (2) Dalam rangka pemulihan sumber
daya genetik, Pemerintah Pusat dapat mengambil spesies tertentu untuk indukan dari pemilik koleksi
atau pengampu sumber daya genetik.
Yang dimaksud spesies tertentu adalah
spesies yang secara populasi di alam
hampir punah namun dimiliki oleh
orang atau badan usaha.
342. (3) Ketentuan mengenai pemulihan keanekaragaman sumber daya genetik bagi spesies target
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Cukup jelas.
343. Bagian Keempat
Pelestarian Ekosistem
344.
91 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
345. Paragraf 1
Umum
346. Pasal 62
Pelestarian ekosistem diselenggarakan
dalam rangka menjaga keutuhan dan
keterwakilan, serta memelihara
keseimbangan, ketersambungan, dan
kemantapan ekosistem di dalam suatu
jejaring ekologi.
Cukup jelas.
347. Pasal 63
(1) Pelestarian ekosistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, meliputi:
348. a. Pelestarian kawasan konservasi dan/aatik ekosistem esesnsial ekosistem; dan
Cukup jelas.
349. b. pemulihan ekosistem. Cukup jelas.
350. (2) Pelestarian ekosistem pada
kawasan konservasi dilakukan oleh Pemerintah Pusat.
Cukup jelas.
351. (3) Pelestarian ekosistem pada kawasan ekosistem esensial dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, dan/atau pemegang hak atau izin.
Cukup jelas.
92 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
352. (4) Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah sesuai kewenangannya membentuk unit pengelola pelestarian ekosistem sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).
Yang dimaksud dengan unit pengelola
dapat berbentuk kesatuan pengelolaan
hutan atau unit pelaksana teknis pusat
atau daerah.
353. (5) Pengelolaan kawasan konservasi oleh unit pengelola dilakukan
dengan sistem zonasi sesuai dengan tujuan atau keperluannya.
Zonasi terdiri dari zona inti, zona
pemanfaatan, zona rimba/zona
pelindungan, zona tradisional, zona
religi, budaya, dan sejarah, zona
khusus.
Zona khusus adalah zona yang
ditetapkan untuk kepentingan aktivitas
kelompok masyarakat yang tinggal di
dalam dan/atau sekitar wilayah
tersebut sebelum ditunjuk atau
ditetapkan sebagai taman nasional dan
sarana penunjang kehidupannya, serta
kepentingan yang strategis yang tidak
dapat dielakkan.
354. Paragraf 2
Pelindungan Ekosistem
355. Pasal 64
Pelelestarian Cagar Alam dilakukan
93 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dengan memperhatikan:
356. a. pelindungan ekosistem asli dan
integritas lingkungan dalam jangka panjang, spesies dan/atau fitur
keanekaragaman geologis yang unggul secara nasional;
Cukup jelas.
357. b. pengamanan contoh lingkungan alami; dan/atau
Cukup jelas.
358. c. pelindungan nilai-nilai kultural dan
spiritual terkait dengan alam.
Cukup jelas.
359. Pasal 65
Pelindungan Taman Nasional
dilakukan dengan memperhatikan:
360. a. pelindungan keanekaragaman hayati bersama dengan struktur
ekologis yang mendasari serta proses-proses lingkungan yang
mendukung serta pengembangan pendidikan dan rekreasi;
Cukup jelas.
361. b. pengabadian contoh keterwakilan wilayah fisiografis, komunitas biota, sumber daya genetik dan proses-
proses alam yang tak terganggu;
Cukup jelas.
362. c. penjagaan populasi dan kelompok
spesies asli yang viabel dan secara ekologis fungsional pada kerapatan yang mencukupi untuk melindungi
Cukup jelas.
94 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
integritas dan daya tahan
ekosistem dalam jangka panjang;
363. d. konservasi spesies yang
mempunyai pergerakan luas, proses ekologis regional dan rute migrasi;
Cukup jelas.
364. e. pengembangan pemanfaatan untuk kepentingan religi, pendidikan,
budaya, sejarah dan rekreasi sepanjang tidak merusak sumber daya alam secara biologis atau
ekologis;
Cukup jelas.
365. f. kebutuhan masyarakat hukum
adat atau lokal, termasuk pemanfaatan subsisten
sumberdaya alam sepanjang tidak berdampak buruk pada tujuan utama pengelolaan; dan/atau
Cukup jelas.
366. g. pemberian sumbangan pada ekonomi lokal melalui pemungutan
hasil hutan non kayu atau pemanfaatan jasa lingkungan.
Yang dimaksud hasil hutan non kayu
madu, getah, buah di zona khusus
atau zona pemanfaatan tradisional
367. Pasal 66
Pelindungan Taman Wisata alam
dilakukan dengan memperhatikan:
368. a. pelindungan situs alami yang khas
dengan nilai-nilai religi atau budaya dan yang mempunyai nilai
Cukup jelas.
95 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
konservasi keanekaragaman hayati;
369. b. pengabadian contoh keterwakilan wilayah fisiografis, komunitas biota,
sumber daya genetik dan proses alam yang tak terganggu;
Cukup jelas.
370. c. pelindungan fitur alam beserta keanekaragaman hayati dan habitat yang menyertainya untuk
tujuan ekowisata; dan/atau
Cukup jelas.
371. d. pelindungan nilai religi atau
budaya tradisional.
Cukup jelas.
372. Pasal 67
Pelestarian Suaka Margasatwa
dilakukan dengan memperhatikan:
373. a. pemeliharaan, pelindungan, dan pemulihan populasi spesies
tumbuhan liar dan satwa liar atau spesies kharismatik beserta habitatnya;
Cukup jelas.
374. b. pelindungan pola vegetasi atau fitur biologis lainnya melalui pendekatan
pengelolaan;
Cukup jelas.
375. c. pelindungan potongan (fragmen)
habitat yang merupakan komponen dari strategi konservasi suatu
bentang alam darat dan/atau perairan;
Cukup jelas.
96 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
376. d. pengembangan pendidikan dan
apresiasi publik mengenai kepedulian terhadap spesies dan habitat; dan/ atau
Cukup jelas.
377. e. keberadaan penduduk yang tinggal berdampingan atau bersentuhan
dengan kawasan yang ditetapkan.
Cukup jelas.
378. Pasal 68
Pelestarian Taman Buru dilakukan
dengan memperhatikan:
379. a. pemeliharaan, pelindungan, dan peningkatan populasi spesies dan
habitat;
Cukup jelas.
380. b. pelindungan pola-pola vegetasi atau
fitur biologis lainnya melalui pendekatan-pendekatan pengelolaan;
Cukup jelas.
381. c. pelindungan potongan (fragmen) habitat yang merupakan komponen
dari strategi konservasi suatu bentang alam di daratan dan
perairan; dan/ atau
Cukup jelas.
382. d. pengembangan pendidikan dan
apresiasi publik mengenai kepedulian spesies dan habitat.
Cukup jelas.
97 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
383. Pasal 69
Pelestarian Taman Hutan Raya
dilakukan dengan memperhatikan:
384. a. pelindungan dan penjagaan bentang alam hutan termasuk
pesisir yang dapat dipadukan dengan pelestarian nilai-nilai lain
yang tercipta dari interaksi dengan manusia melalui praktek-praktek pengelolaan tradisional bersama
dengan kegiatan konservasi keanekaragaman hayati;
Cukup jelas.
385. b. pemeliharaan keseimbangan interaksi antara alam dengan budaya melalui pelindungan
bentang alam darat/laut serta pendekatan tradisional pengelolaan
kawasan, masyarakat, budaya dan nilai-nilai spiritual yang menyertainya;
Cukup jelas.
386. c. penyelenggaraan konservasi dalam skala luas dengan cara menjaga
spesies yang berasosiasi dengan wilayah budaya dan/atau melalui penyediaan kesempatan konservasi
pada bentang alam yang secara intensif dimanfaatkan;
Cukup jelas.
387. d. ketersediaan kesempatan bagi kesenangan, kesejahteraan, dan
Cukup jelas.
98 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
kegiatan sosial ekonomi melalui
rekreasi dan turisme; dan/atau
388. e. ketersediaan kerangka kerja untuk
mendukung peran serta masyarakat dalam pengelolaan bentang alam dan kekayaan alam
serta budaya yang ada;
Cukup jelas.
389. Pasal 70
Pelestarian daerah penyangga
kawasan konservasi dilakukan dengan
memperhatikan keberadaan dan
peranan masyarakat di sekitar
kawasan konservasi untuk
berpartisipasi dalam pelestarian
keanekaragaman hayati.
Cukup jelas.
390. Pasal 71
Pelestarian koridor ekologis atau
ekosistem penghubung dilakukan
dengan memperhatikan terjaminnya
pergerakan atau pertukaran individu
antar populasi satwa atau pergerakan
faktor-faktor biotik untuk mencegah
terjadinya dampak buruk pada habitat
yang terfragmentasi pada populasi
Cukup jelas.
99 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
karena in-breeding dan penurunan
keanekaragaman genetik akibat erosi
genetik yang sering terjadi pada
populasi yang terisolasi.
391. Pasal 72
Pelestarian areal dengan nilai
konservasi tinggi dilakukan dengan
memperhatikan:
392. a. kelestarian nilai-nilai
keanekaragaman hayati;
Yang dimaksud memperhatikan
kelestarian nilai-nilai keanekaragaman
hayati adalah memperhatikan unsur
atau faktor seperti endemisme, spesies
langka, pengungsian, atau
persinggahan spesies migran.
393. b. keberadaan bentang alam yang
cukup luas yang didalamnya terdapat populasi yang viabel dari mayoritas spesies yang tinggal
secara alami pada pola alami dari distribusi dan kelimpahan spesies
tersebut;
Cukup jelas.
394. c. pelindungan spesies yang masuk
dalam status pelindungan spesies;
Cukup jelas.
395. d. pelestarian keberadaan areal yang menjadi ketergantungan dari
masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan dasar dan/atau yang
Yang dimaksud kebutuhan dasar
seperti subsisten atau kesehatan.
Yang dimaksud areal yang penting bagi
100 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
penting bagi identitas budaya
tradisional masyarakat lokal.
identitas tradisional masyarakat lokal
adalah kawasan yang diidentifikasi
penting secara budaya, ekologi,
ekonomi atau religi masyarakat lokal.
396. Pasal 73
Pelestarian areal konservasi kelola
masyarakat dilakukan dengan
memperhatikan kelestarian
keanekaragaman hayati yang memiliki
hubungan saling ketergantungan dan
menyatu di dalam identitas
masyarakat untuk kehidupan atau
kesejahteraan.
Cukup jelas.
397. Pasal 74
Yang dimaksud hasil hutan non kayu
meliputi madu, getah, buah di zona khusus atau zona pemanfaatan
tradisional.
398. Pasal 75
Pelestarian taman keanekaragaman
hayati dilakukan dengan
memperhatikan penyelamatan
tumbuhan lokal, menjadi sumber
bibit, pemuliaan tanaman, dan sarana
Cukup jelas.
101 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, pendidikan dan
penyuluhan, serta menjadi lokasi
wisata alam dan sebagai ruang
terbuka hijau.
399. Paragraf 3
Pemulihan Ekosistem
400. Pasal 76
Pemulihan ekosistem sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1)
huruf b dilakukan dalam rangka
mengembalikan unsur-unsur dan
proses ekologis pada kawasan.
Pada Ekosistem yang telah
terdegradasi dapat dilaksanakan
kegiatan rehabilitasi dan pemulihan.
Rehabilitasi dilaksanakan sebatas
untuk menambah populasi pada
bagian ekosystem yang terganggu
dengan jenis asli atau yang tumbuh
secara alami di kawasan tersebut.
Pemulihan ekosistem dapat disebut
juga dengan restorasi ekosistem.
Pemulihan ekosistem merupakan
proses memperbaiki ekosistem yang
terdegradasi, rusak, hancur atau telah
ditransformasi dengan membantu
mengembalikan integritas ekologis ke
tingkat yang mendekati asalnya.
102 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
401. (1) Pemulihan ekosistem sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada ekosistem yang telah mengalami degradasi, rusak,
hancur, atau ditransformasi;
Yang dimaksud dengan:
a. ekosistem yang mengalami
degradasi adalah ekosistem yang
menurun integritas ekologisnya;
b. ekosistem rusak adalah hilangnya
sebagian besar kehidupan
makroskopik beserta
kesalingtergantungannya;
c. ekosistem hancur adalah hilangnya
seluruh kehidupan makroskopik
dan mikroskopik beserta
kesalingtergantungannya termasuk
telah terjadi deforestasi atau lahan
gundul;
d. ekosistem yang telah
ditransformasi adalah ekosistem
yang telah dikonversi menjadi
ekosistem buatan.
402. (2) Pemulihan ekosistem sebagaimana dimaksud pada (1) dan ayat (2) dapat dilakukan di seluruh kategori
kawasan, baik pada kawasan yang dibebani hak maupun pada tanah
negara.
Cukup jelas.
403. Pasal 77
(1) Kegiatan pemulihan ekosistem sebagaimana dimaksud dalam
Cukup jelas.
103 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Pasal 76 dilakukan bersamaan atau
didahului dengan menghilangkan faktor penyebab kerusakan, degradasi atau transformasi.
404. (2) Pemulihan ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan cara:
405. a. sepenuhnya suksesi alam; Yang dimaksud dengan pemulihan
ekosistem dengan cara yang
sepenuhnya suksesi alam (fully natural
succession) adalah kegiatan pemulihan
ekosistem tanpa campur tangan
manusia dimana ekosistem
dikembalikan ke tingkat aslinya
dengan sepenuhnya diserahkan pada
mekanisme alam. Unsur pengelolaan
hanya membantu dengan pengamanan
kawasan dan menghilangkan faktor
penyebab kerusakan.
406. b. suksesi alam yang dibantu manusia;dan/atau
Yang dimaksud dengan pemulihan
ekosistem dengan cara suksesi alam
yang dibantu manusia (assisted natural
succession) adalah pemulihan dengan
suksesi alam dimana hanya sedikit
campur tangan manusia, seperti
melalui pengkayaan tumbuhan dan
satwa asli, bantuan penyerbukan,
bantuan irigasi dan bantuan minor
104 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
lainnya.
407. c. pengembalian unsur-unsur dan
proses ekologis suatu ekosistem sepenuhnya dengan bantuan
manusia.
Kegiatan pemulihan ekosistem dengan
pengembalian unsur-unsur dan proses
ekologis suatu ekosistem sepenuhnya
dengan bantuan manusia (fully
artificial succession). Namun tetap
dijaga keaslian ekosistem dan jenisnya.
408. Pasal 78
(1) Pemulihan ekosistem di dalam
kawasan konservasi dilakukan untuk seluruh kategori kawasan konservasi sesuai dengan derajat
kerusakannya.
Cukup jelas.
409. (2) Kawasan Cagar Alam atau zona inti
Taman Nasional hanya dapat dilakukan pemulihan dengan cara
sepenuhnya suksesi alami atau suksesi alami yang dibantu manusia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 77 ayat (2) huruf a atau huruf b.
Sesuai dengan tujuan penetapan dan
tujuan pengelolaan kawasan
konservasi kategori Cagar Alam atau
zona inti taman nasional dikelola
dalam kondisi asli bagi kepentingan
riset dan ilmu pengetahuan. Oleh
sebab itu maka pemulihan ekosistem
cagar alam atau zona inti taman
nasional yang telah rusak, hancur atau
ditransformasi harus dilakukan dengan
suksesi secara alami sepenuhnya
maupun dibantu, dengan
menghilangkan faktor-faktor penyebab
105 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
kerusakan dan melindungi agar faktor-
faktor tersebut tidak kembali.
410. (3) Kawasan konservasi selain
kawasan Cagar Alam dan zona inti Taman Nasional dapat dipulihkan
dengan metoda sepenuhnya dengan bantuan manusia.
Cukup jelas.
411. (4) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan pemegang hak atas tanah wajib melakukan evaluasi
terhadap kondisi kawasan sesuai dengan hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
Cukup jelas.
412. Pasal 79
(1) Dalam rangka pemulihan kawasan Cagar Alam atau zona inti Taman
Nasional yang telah rusak, hancur atau ditransformasi, Menteri dapat menetapkan penurunan status
zonasi kawasan cagar alam atau zona inti taman nasional dengan
jangka waktu tertentu.
Cagar alam atau zona inti taman
nasional yang telah rusak, hancur atau
ditransformasi sehingga tidak dapat
memenuhi tujuan penetapannya untuk
tetap dikelola dalam kondisi ekosistem
asli maka berdasarkan evaluasi dapat
diubah menjadi kawasan konservasi
kategori lainnya oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk, atau dalam hal
zona inti taman nasional dapat diubah
menjadi zona lain yang sesuai.
413. (2) Penurunan kategori atau status zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan untuk
Cukup jelas.
106 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
kebutuhan pemulihan.
414. (3) Kawasan cagar alam atau zona inti taman nasional yang telah
mengalami penurunan status zonasi pada ayat (3) dapat dipulihkan dengan pengembalian
unsur-unsur dan proses ekologis suatu ekosistem sepenuhnya
dengan bantuan manusia sebagaimana dimaksud pada Pasal 77 ayat (2) huruf c.
Cukup jelas.
415. (4) Masa berlaku perubahan status/kategori atau status zonasi
dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan perencanaan
pemulihan.
Cukup jelas.
416. Pasal 80
(1) Untuk setiap kegiatan pemulihan ekosistem, setiap pengelola
kawasan yang hendak dilakukan pemulihan wajib membuat perencanaan pemulihan
berdasarkan standar capaian atas kondisi akhir.
Tujuan pemulihan di dalam rencana
pemulihan ekosistem berisi target yaitu
kondisi akhir yang diinginkan sampai
tahap mana ekosistem akan
dipulihkan. Kondisi akhir yang
diinginkan (Desired Future
Conditions/DFC) merupakan kondisi
ekosistem yang menggambarkan
tujuan akhir atau titik akhir dari
kegiatan pemulihan atau restorasi,
yang dapat berupa ekosistem yang
107 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
telah berfungsi dan berlaku seperti
pada masa asal sebelum terjadi
kerusakan, atau kondisi optimal yang
tidak memungkinkan pengembalian ke
tingkat aslinya karena
mempertimbangkan keberadaan
manusia dan dampaknya yang tak
dapat dikembalikan ke tingkat semula,
atau kondisi optimal karena beberapa
komponen ekosistem sudah tidak
dapat dikembalikan ke ekosistem
aslinya.
417. (2) Perencanaan pemulihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi tata cara pemulihan ekosistem.
Cukup jelas.
418. (3) Standar capaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat berdasarkan atribut pulihnya ekosistem yang
direstorasi.
Cukup jelas.
419. (4) Standar capaian atas kondisi akhir
sebagaimana dimasud pada ayat (1) merupakan alat untuk mengukur keberhasilan kegiatan pemulihan
ekosistem sesuai dengan tujuan pemulihan.
Cukup jelas.
108 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
420. Pasal 81
(1) Untuk setiap kegiatan pemulihan ekosistem wajib ditetapkan ekosistem rujukan.
Ekosistem rujukan atau ekosistem
referensi adalah ekosistem contoh yang
dapat berupa areal yang tidak
terganggu atau relatif tidak terganggu
yang berada di dekat areal yang akan
direstorasi atau dapat berupa deskripsi
tertulis dari bentang alam asli areal
tersebut yang dipakai sebagai
pertimbangan dalam menetapkan
tujuan restorasi dan kondisi akhir yang
diinginkan.
421. (2) Ekosistem rujukan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan ekosistem pembanding yang masih utuh atau relatif utuh, dan atau
informasi mengenai sejarah ekosistem kawasan tersebut untuk
menilai ketercapaian pemulihan.
Ekosistem rujukan dapat juga dilihat
melalui potret udara, citra satelit atau
hasil studi, dan lain-lain pada saat
ekosistem yang akan dipulihkan belum
mengalami kerusakan yang merupakan
informasi mengenai sejarah ekosistem
kawasan. Informasi mengenai sejarah
ekositem di tempat tersebut dapat
digunakan sebagai contoh dengan
menggunakan hasil riset lama, foto
udara lama, citra satelit lama, dan lain-
lain informasi sebelum terjadinya
kerusakan daerah tersebut.
422. Pasal 82
Cukup jelas.
109 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
(1) Ekosistem yang dipulihkan
dianggap telah pulih apabila memperlihatkan kombinasi beberapa karakteristik kriteria atau
atribut pulihnya ekosistem.
423. (2) Ketentuan mengenai kriteria dan
standar keberhasilan pemulihan ekosistem atau atribut pulihnya
ekosistem yang dipulihkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta pemulihan atau restorasi
ekosistem diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
424.
Pasal 83
(1) Kegiatan pemulihan ekosistem
kawasan konservasi di atas tanah negara dapat dilakukan melalui
mekanisme kerja sama pemulihan ekosistem antara Pemerintah Pusat dan/ atau Pemerintah
Daerah, dengan:
425. (2) Pemerintah dapat menerbitkan izin
pemulihan kepada:
Dengan pertimbangan tertentu, seperti
tingkat kerusakan ekosistem, kondisi
geografis, ketertarikan para pihak
untuk melakukan kerjasama
pemulihan, pada areal tertentu
pemerintah dapat menetapkan pihak
lain, melalui mekanisme izin untuk
110 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
melakukan pemulihan ekosistem
Izin dimaksud dapat dikaitkan dengan
pemanfaatan jasa lingkungan seperti
jasa penyimpanan dan penyerapan
karbon.
426. a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/ Badan Usaha Milik
Swasta (BUMS);
Cukup jelas.
427. b. lembaga swadaya masyarakat; Cukup jelas.
428. c. yayasan; Cukup jelas.
429. d. lembaga pendidikan; dan/atau Cukup jelas.
430. e. masyarakat lokal. Cukup jelas.
431. (2) Kerja sama pemulihan ekosistem
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dalam rangka
tujuan non-komersial.
Cukup jelas.
432. (3) Mekanisme kerja sama pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Cukup jelas.
433. Pasal 84
Ketentuan lebih lanjut mengenai
mekanisme pemulihan ekosistem dan
Cukup jelas.
111 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
kerja sama pemulihan ekosistem
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
434. BAB IV
PEMANFAATAN KEANEKARAGAMAN
HAYATI
435. Bagian Kesatu
Umum
436. Pasal 85
Pemanfaatan secara lestari
keanekaragaman hayati
diselenggarakan dalam rangka:
437. a. mendukung pelindungan keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud pada
Undang-undang ini; dan
Pemanfaatan lestari merupakan
pemanfaatan komponen-komponen
keanekaragaman hayati dengan cara
dan pada laju yang tidak menyebabkan
penurunan dalam jangka panjang,
dengan demikian potensinya dapat
dipertahankan untuk memenuhi
kebutuhan dan aspirasi generasi masa
kini dan generasi mendatang.
438. b. menunjang kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan dan
Cukup jelas.
112 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
berkesinambungan.
439.
Pasal 86
Pemanfaatan keanekaragaman hayati
wajib tidak bertentangan dengan:
440. a. peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Cukup jelas.
441. b. norma agama; Cukup jelas.
442. c. norma adat istiadat; dan Cukup jelas.
443. d. ketertiban umum. Cukup jelas.
444.
Pasal 87
Pemanfaatan lestari keanekaragaman
hayati sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 85 meliputi :
445. a. pemanfaatan spesies; Cukup jelas.
446. b. pemanfaatan sumber daya genetik;
Cukup jelas.
447. c. pemanfaatan ekosistem. Cukup jelas.
448. (1) Pemanfaatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui pengaturan
Cukup jelas.
113 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dan pengendalian pemanfaatan
oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.
449. Pasal 88
(1) Pemanfaatan lestari sebagaimana dimaksud Pasal 85 dilaksanakan untuk tujuan non-komersial dan
komersial.
Cukup jelas.
450. (2) Pemanfaatan non-komersial
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan memberikan manfaat yang secara nyata tidak
mengandung kegiatan untuk mendapatkan keuntungan
ekonomi.
Pemanfaatan non-komersial
mengandung arti bahwa dengan
memanfaatkan unsur keanekaragaman
hayati tersebut, pelaku tidak
mendapatkan kompensasi finansial
atau ekonomi apapun bagi produk
maupun jasa yang diberikannya.
Pemanfaat tidak dapat menggunakan
‘jasa’ keanekaragaman hayati untuk
membantu pemanfaat mengembangkan
produk atau jasa dimana ada
kompensasi ekonomi di dalamnya.
451. (3) Pemanfaatan komersial
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan mendapatkan keuntungan ekonomi berupa
kompensasi finansial.
Suatu kegiatan dapat dikategorikan
sebagai komersial apabila tujuannya
adalah untuk memperoleh keuntungan
ekonomi, baik tunai ataupun tidak,
dan diarahkan untuk dijual kembali,
114 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dipertukarkan, penyediaan jasa atau
bentuk-bentuk lain pemanfaatan atau
keuntungan ekonomi. Istilah untuk
utamanya tujuan komersial harus
dilihat dari sisi tujuan akhir
pemanfaatan baik di dalam negeri
maupun negara lain sebagai tujuan
diedarkannya spesimen tumbuhan
atau satwa liar maupun materi atau
sampel genetik, serta harus dibatasi
seluas mungkin sehingga suatu
transaksi yang tidak seluruhnya non-
komersial harus dianggap sebagai
komersial. Oleh sebab itu seluruh
pemanfaatan dimana aspek non-
komersialnya tidak nyata-nyata
merupakan tujuan utama harus
dianggap sebagai pemanfaatan
komersial, sehingga larangan-larangan
seperti akses pada sumberdaya genetik
terkait, pemanfaatan spesies dilindungi
dan pemanfaatan tertentu pada
kawasan konservasi berlaku padanya.
452. Pasal 89
Pemanfaatan lestari untuk tujuan
komersial dan non-komersial
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
Cukup jelas.
115 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
88 dilakukan berdasarkan izin
pemanfaatan dari Menteri.
453. Bagian Kedua
Pemanfaatan Spesies
454. Paragraf 1
Umum
455. Pasal 90
Pemanfaatan spesies secara lestari
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
87 ayat (1) huruf a diselenggarakan
berdasarkan ketentuan mengenai:
456. a. sumber spesimen dan sistem
produksi;
Cukup jelas.
457. b. pemanfaatan non-komersial dan
komersial.
Cukup jelas.
458. Pasal 91
Dalam rangka pemanfaatan spesies
tumbuhan dan satwa liar Pemerintah
Pusat menunjuk:
116 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
459. a. satu atau lebih lembaga
pemerintah atau kementerian yang bertanggung jawab dalam konservasi spesies sebagai Otorita
Pengelola; dan/atau
Cukup jelas.
460. b. satu atau lebih lembaga pemerintah
yang bertangggung jawab di bidang penelitian atau riset ilmiah sebagai
Otorita Ilmiah.
Cukup jelas.
461. Paragraf 2
Sumber Spesimen dan Sistem
Produksi
462.
Pasal 92
(1) Pemanfaatan spesimen tumbuhan
liar dan satwa liar bersumber pada 3 (tiga) sistem produksi, yaitu:
Termasuk dalam spesimen adalah
spesimen mati, yaitu barang atau
produk yang diperjual-belikan yang
dinyatakan dalam kemasan dan atau
diiklankan di dalam media massa yang
dinyatakan mengandung bagian-bagian
atau turunan-turunan dari jenis yang
dilindungi mutlak atau terbatas, tanpa
harus dibuktikan terlebih dahulu
kebenaran dari pernyataan tersebut.
463. a. sistem produksi spesimen tumbuhan atau satwa yang bersumber dari populasi di
dalam habitat alamnya atau dari
Produksi spesimen dari habitat alam
yang berasal dari spesies dilindungi
tidak dapat digunakan untuk tujuan
117 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
kondisi in-situ bagi spesies
dikendalikan dan dipantau;
komersial, namun spesies satwa
dilindungi hasil pembinaan populasi di
dalam kawasan konservasi dalam hal
populasi dan habitatnya
memungkinkan dapat dijadikan satwa
buru pada perburuan terkendali.
464. b. sistem produksi spesimen
tumbuhan atau satwa di dalam kondisi atau lingkungan yang
terkontrol di luar habitat alamnya atau penangkaran.
Cukup jelas.
465. c. sistem produksi spesimen
tumbuhan atau satwa dari sumber impor atau pemasukan
dari luar negeri.
Cukup jelas.
466. Sumber spesimen hasil produksi
spesimen dari spesies tumbuhan atau
satwa di dalam habitat alamnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dilakukan terhadap spesies
dikendalikan dan/atau spesies
dipantau sesuai dengan ketentuan
mengenai pelindungan spesimen dari
kategori spesies dikendalikan dan
dipantau sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal
48..
Cukup jelas.
467. (2) Sumber spesimen hasil produksi
118 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
spesimen dari spesies tumbuhan
atau satwa di dalam kondisi ex-situ sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b bagi spesies dilindungi dilakukan melalui:
468. a. pengembangbiakan satwa liar di
dalam lingkungan yang terkontrol untuk tujuan
komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b; dan/atau
Cukup jelas.
469. b. perbanyakan tumbuhan secara buatan untuk dikembalikan lagi
ke habitat alam atau untuk tujuan komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat
(1) huruf d.
Cukup jelas.
470. (3) Sumber spesimen hasil produksi
spesimen dari spesies tumbuhan atau satwa di dalam kondisi ex-situ
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bagi spesies dikendalikan dan dipantau
dilakukan melalui:
471. pembesaran spesimen hidup spesies
satwa liar tertentu dari habitat alam di
dalam lingkungan terkontrol
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
47 ayat (1); dan/atau
Cukup jelas.
119 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
472. pengembangbiakan satwa liar di dalam
lingkungan yang terkontrol atau
perbanyakan tumbuhan secara buatan
dalam kondisi terkontrol sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1).
Cukup jelas.
473. (4) Sumber spesimen dari hasil impor sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c merupakan spesimen hasil pemasukan dari luar negeri dari spesies dilindungi, spesies
dikendalikan, dan/atau spesies dipantau.
Cukup jelas.
474. Pasal 93
(1) Seluruh kegiatan pemanfaatan
spesimen dari spesies tumbuhan liar dan/atau satwa liar hanya dapat dilakukan dari sumber
spesimen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 melalui pengendalian dan/atau
pembatasan.
Cukup jelas.
475. (2) Pengendalian dan/atau
pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi
spesimen yang bersumber dari kondisi in situ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1)
huruf a dilakukan melalui:
120 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
476. a. penetapan kuota penangkapan
atau pengambilan;
Cukup jelas.
477. b. pembatasan kelas-kelas ukuran
atau kelompok umur;
Cukup jelas.
478. c. perlakuan buka-tutup musiman
daerah penangkapan atau pengambilan; dan/atau
Cukup jelas.
479. d. pembatasan alat tangkap atau
penggiliran penangkapan.
Cukup jelas.
480. (3) Pengendalian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bagi spesimen yang bersumber dari
kondisi ex-situ dilakukan melalui:
481. a. pemantauan produksi spesimen
tumbuhan atau satwa liar dari kondisi ex-situ; dan
Cukup jelas.
482. b. pengembangan basis data produksi spesimen tumbuhan atau satwa liar dari kondisi ex-situ.
Cukup jelas.
483. (4) Otorita Pengelola melakukan pengendalian sebagaimana dimaksud ayat (2) setelah
mendapatkan rekomendasi dari Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati.
Cukup jelas.
484. Paragraf 3
121 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Pemanfaatan non-Komersial dan
Komersial
485. Pasal 94
(1) Pemanfaatan spesies secara lestari sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 90 dapat dilakukan untuk kepentingan non-komersial dan
komersial.
Pemanfaatan spesies secara lestari
dapat berupa kegiatan memanfaatkan
spesimen tumbuhan atau satwa secara
langsung baik spesimen hidup, mati,
bagian-bagiannya atau turunan dari
padanya.
Yang dimaksud dengan
pemanfaatan jenis secara lestari
adalah bahwa kegiatan pemanfaatan :
a. didasarkan pada informasi ilmiah
dan prinsip kehati-hatian agar
pemanfaatannya tidak merusak
populasi di habitat alamnya;
b. memperhatikan praktik budaya
tradisional;
c. merupakan upaya mendukung
pemulihan populasi spesies yang
terancam punah.
486. (2) Pemanfaatan spesies secara lestari sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), meliputi:
487. a. penelitian atau pengembangan; Cukup jelas.
488. b. perdagangan; Cukup jelas.
122 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
489. c. peragaan; Cukup jelas.
490. d. tukar menukar; Cukup jelas.
491. e. medis; Cukup jelas.
492. f. pemeliharaan untuk kesenangan;
Cukup jelas.
493. g. kepentingan religi atau budaya; Cukup jelas.
494. h. budidaya; dan/atau Cukup jelas.
495. i. komersialisasi informasi yang didapat dari kegiatan pemanfaatan spesies.
Cukup jelas.
496. Pasal 95
(1) Spesimen dari spesies dilindungi yang berasal dari habitat alam hanya dapat dimanfaatkan untuk
tujuan non-komersial.
Spesimen yang berasal dari habitat
alam merupakan spesimen dari spesies
satwa maupun tumbuhan yang
ditanggkap pertama kali dalam kondisi
in situ atau dari habitat alamnya (wild
caught). Spesimen tersebut tetap
merupakan spesimen yang berasal dari
alam walaupun telah berada di dalam
kondisi eks-situ selama hidupnya.
Spesies Dilindungi hanya dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan melalui riset ilmiah
dan/atau penyelamatan spesies yang
bersangkutan. Spesies dilindungi
123 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
harus dilindungi secara ketat.
497. (2) Spesimen dari spesies dikendalikan
dan spesies dipantau yang berasal dari kondisi in-situ maupun ex-situ dapat dimanfaatkan untuk keperluan non-komersial dan komersial.
Dalam rangka mengurangi tekanan
terhadap populasi tertentu di habitat
alam maka pengembangbiakan satwa
liar dapat dilakukan untuk tujuan
komersial.
498. Pasal 96
(1) Pemanfaatan spesimen satwa liar dan/atau tumbuhan liar untuk tujuan penelitian dan
pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) huruf a dapat dilakukan untuk
tujuan non-komersial dan komersial.
Cukup jelas.
499. (2) Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang menggunakan spesies dilindungi dan dikendalikan hanya dapat dilakukan dengan izin
Menteri.
Cukup jelas.
500. (3) Penelitian atau pengembangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk mendukung :
501. a. konservasi spesies; Cukup jelas.
124 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
502. b. budidaya tanaman atau hewan; Budidaya tanaman atau hewan
termasuk diantaranya pengembangan
hortikultura, pengembangan tanaman
pangan, pengembangan tanaman
hutan industri, pengembangan hewan
peliharaan atau pengembangan hewan
ternak dengan menggunakan
tumbuhan atau satwa liar sebagai
induk, benih atau bibit.
503. c. kesehatan, termasuk biomedis;
atau
Yang dimaksud kesehatan adalah
kegiatan pemanfaatan untuk
kepentingan kesehatan satwa,
lingkungan dan manusia, termasuk
pengembangan farmasi.
504. d. pengembangan ilmu
pengetahuan.
Penelitian dan pengembangan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan
berupa penelitian dasar dan tidak
secara langsung merupakan penelitian
terapan.
505. (4) Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terhadap satwa wajib dilakukan
dengan menjunjung tinggi etika penelitian penggunaan hewan
sebagai obyek penelitian.
Cukup jelas.
506. (5) Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) tunduk pada ketentuan-
Cukup jelas.
125 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
ketentuan mengenai pemanfaatan
sumber daya genetik dalam hal adanya unsur-unsur mengenai akses terhadap sumber daya
genetik dan bioprospeksi.
507. Pasal 97
(1) Pengambilan contoh spesimen dapat dilakukan untuk kegiatan
penelitian dan pengembangan.
Pengambilan contoh spesimen dalam
rangka penelitian atau pengembangan
dilakukan dengan tidak mematikan
atau tidak mengakibatkan kematian
pada satwa atau tumbuhan.
508. (2) Setiap orang dilarang mengambil contoh spesimen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari spesies
dilindungi dengan cara membunuh satwa atau mematikan tumbuhan
atau yang dapat mengakibatkan terbunuhnya satwa atau matinya tumbuhan.
Cukup jelas.
509. (3) Pengangkutan dan pemindahan ke luar negeri/ekspor serta
pengambilan contoh spesimen satwa dan/atau atau tumbuhan dari spesies dilindungi hanya dapat
dilakukan dengan izin Menteri.
Cukup jelas.
510. Pasal 98
(1) Perdagangan spesimen dari spesies tumbuhan liar dan satwa liar
Cukup jelas.
126 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 94 ayat (2) huruf b, hanya dapat dilakukan bagi spesies dikendalikan dan spesies dipantau.
511. (2) Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
untuk perdagangan di dalam negeri dan perdagangan luar negeri.
Cukup jelas.
512. (3) Perdagangan di dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh pengumpul dan
pengedar dalam negeri terdaftar.
Pengumpul dan pengedar dalam negeri
terdaftar termasuk juga pengumpul
dan pedagang perantara untuk tujuan
ekspor serta pedagang yang menjual
spesimen di dalam negeri termasuk di
pasar-pasar satwa.
513. (4) Perdagangan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan oleh eksportir dan atau importir terdaftar dengan spesimen yang berasal dari
pengumpulan dan peredaran dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau dari spesimen impor.
Cukup jelas.
514. (5) Perdagangan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) berupa ekspor, impor, dan re-ekspor.
Cukup jelas.
515. (6) Spesimen perdagangan dalam negeri maupun luar negeri hanya dapat dilakukan dari sumber resmi
sebagaimana dimaksud pada ayat
Cukup jelas.
127 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
(1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan
ayat (5).
516. Pasal 99
(1) Lembaga terdaftar yang bergerak di
bidang konservasi ex-situ dapat melakukan peragaan tumbuhan dan/atau satwa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) huruf c untuk pengembangan
pendidikan dan pariwisata alam.
Cukup jelas.
517. (2) Peragaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk
peragaan menetap atau peragaan keliling.
Cukup jelas.
518. (3) Peragaan menetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya
dapat dilakukan oleh lembaga konservasi ex-situ.
Cukup jelas.
519. (4) Peragaan keliling sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya merupakan bagian dari peragaan
menetap.
Cukup jelas.
520. (5) Peragaan keliling spesies satwa
dilindungi hanya dapat dilakukan dari spesimen anakan generasi kedua dan generasi berikutnya.
Cukup jelas.
128 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
521. (6) Peragaan menetap maupun keliling
spesimen satwa hidup wajib memenuhi ketentuan tentang kesejahteraan hewan.
Cukup jelas.
522.
Pasal 100
(1) Tukar menukar satwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2)
huruf d dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan keanekaragaman genetik satwa dari
kategori spesies dilindungi di Taman Satwa atau Kebun Binatang atau lembaga pengembangbiakan
satwa.
Tukar menukar satwa dari spesies
dilindungi dilakukan untuk
mendapatkan pasangan induk
pengembangbiakan yang secara
genetik bermutu baik.
523. (2) Tukar menukar satwa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk spesies
yang sama di dalam negeri oleh dan antar-pemerintah, Taman Satwa, atau lembaga pengembangbiakan
satwa komersial yang diakui Pemerintah Pusat.
Tukar menukar satwa dari spesies
dilindungi dilakukan untuk utamanya
tujuan konservasi sehingga hanya
dapat dilakukan oleh Pemerintah,
lembaga konservasi eks-situ atau
lembaga pengembangbiakan satwa
komersial.
524. (3) Peningkatan keanekaragaman
genetik dari kategori spesies dilindungi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang berada di luar negeri hanya dapat dilakukan melalui peminjaman.
Cukup jelas.
129 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
525. (4) Tukar menukar spesimen dari
kategori spesies dilindungi yang ditujukan selain dari yang dimaksud oleh ayat (1) baik di
dalam maupun dengan pihak luar negeri hanya dapat dilakukan
terhadap spesimen satwa generasi kedua atau generasi berikutnya hasil pengembangbiakan satwa di
dalam lingkungan terkontrol.
Yang dimaksud tukar menukar satwa
dari spesies dilindungi untuk tujuan
selain pengembangbiakan antara lain
adalah tukar menukar untuk tujuan
koleksi satwa pada kebun binatang
dimana dapat dilakukan untuk spesies
yang berbeda atau hadiah negara
kepada negara sahabat.
Yang dimaksud dengan generasi
pertama hasil pengembangbiakan
satwa adalah anakan-anakan hasil
pengembangbiakan dari induk-induk
yang salah satu atau kedua-duanya
merupakan spesimen yang berasal dari
alam.
526. Pasal 101
Pemanfaatan spesimen untuk tujuan
pemeliharaan atau koleksi untuk
kesenangan dari spesies tumbuhan
maupun satwa,sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 94 ayat (2) huruf f, untuk
dikendalikan dan dipantau hanya
dapat dilakukan dari spesimen
perdagangan dalam negeri atau impor.
Cukup jelas.
527.
Pasal 102
Masyarakat hukum adat atau
Cukup jelas.
130 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
masyarakat lokal dapat memanfaatkan
spesimen tumbuhan atau satwa
dikendalikan dan/atau dipantau dari
habitat alam untuk tujuan adat, religi,
atau pemenuhan kebutuhan sehari-
hari sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 89 ayat (2) huruf g tanpa harus
mengikuti ketentuan mengenai
sumber spesimen dan ketentuan
perizinan.
528. Pasal 103
Ketentuan mengenai satwa dilindungi
tetap berlaku bagi masyarakat hukum
adat atau masyarakat lokal, kecuali
bila dinyatakan lain oleh Menteri.
Cukup jelas.
529. Pasal 104
(1) Pemanfaatan untuk penyediaan bibit atau benih tumbuhan atau satwa dengan mengambil spesimen
dari alam untuk tujuan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) huruf h, bagi
spesies dilindungi dapat dilakukan dengan izin Menteri dalam hal:
530. a. hasil perkembangbiakan satwa Cukup jelas.
131 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
atau perbanyakan buatan
tumbuhan yang ada pada kondisi ex-situ tidak memadai;
atau
531. b. diperuntukkan bagi masyarakat lokal atau sekitar habitat.
Cukup jelas.
532. (2) Pemanfaatan untuk penyediaan bibit atau benih tumbuhan atau
satwa dengan mengambil spesimen dari alam untuk tujuan budidaya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi spesies dikendalikan dan spesies dipantau disesuaikan
dengan ketentuan mengenai sumber spesimen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87.
Cukup jelas.
533. (3) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dalam hal terkait dengan pemanfaatan sumber daya genetik
wajib mematuhi ketentuan tentang akses terhadap sumber daya genetik sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
Cukup jelas.
534. Pasal 105
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pemanfaatan spesies sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 94, Pasal 95,
Cukup jelas.
132 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Pasal 96, Pasal 97, Pasal 98, Pasal 99,
Pasal 100, Pasal 101, Pasal 102, Pasal
103, dan Pasal 104 diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
535. Bagian Ketiga
Pemanfaatan Sumber Daya Genetik
536. Paragraf 1
Umum
537. Pasal 106
Pengaturan pemanfaatan sumber daya
genetik dan/atau pengetahuan
tradisional yang terkait dengannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
87 ayat (1) huruf b sedikitnya meliputi:
538. a. kepemilikan; Cukup jelas.
539. b. akses; Cukup jelas.
540. c. pembagian keuntungan; Cukup jelas.
541. d. hak kekayaan intelektual; dan Cukup jelas.
133 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
542. e. keamanan hayati. Cukup jelas.
543. Pasal 107
Pengaturan pemanfaatan sumber daya
genetik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 106 dilakukan dengan
memperhatikan:
544. a. asal usul kepemilikan sumber daya
genetik;
Cukup jelas.
545. b. hak kekayaan intelektual bagi
individu atau komunal;
Cukup jelas.
546. c. hak masyarakat atas pengetahuan
tradisional yang dimilikinya;
Cukup jelas.
547. d. keamanan hayati atas hasil
rekayasa genetik; dan
Cukup jelas.
548. e. kaidah-kaidah etika dan norma
agama dalam rekayasa genetik.
Cukup jelas.
549. Paragraf 2
Kepemilikan Sumber Daya Genetik
550. Pasal 108
(1) Sumber daya genetik di wilayah Republik Indonesia dikuasai oleh
Negara untuk sebesar-besar
Cukup jelas.
134 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
kemakmuran rakyat.
551. (2) Masyarakat hukum adat, masyarakat lokal dan/atau
Pemerintah menjadi penyedia atau pengampu sumber daya genetik dan/atau pengetahuan yang
terasosiasi dengannya.
Cukup jelas.
552. (3) Masyarakat hukum adat dan/ atau
masyarakat lokal menjadi penyedia atau pengampu sumber daya genetik dan pengetahuan
tradisional yang dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Cukup jelas.
553. (4) Pemerintah menjadi penyedia atau pengampu sumber daya genetik
selain yang dimaksud pada ayat (3).
Cukup jelas.
554. (5) Pemerintah Pusat menetapkan pengampu pengetahuan tradisional
yang terasosiasi dengan sumber daya genetik sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan bidang perlindungan hak
kekayaan intelektual.
Cukup jelas.
555. Paragraf 3
Akses terhadap Sumber Daya Genetik
135 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
556. Pasal 109
(1) Akses terhadap sumber daya genetik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 106 huruf b
dilakukan untuk kegiatan yang bertujuan komersial dan non-
komersial
Yang dimaksud dengan kegiatan yang
bertujuan komersial apabila kegiatan
tersebut ditujukan untuk memperoleh
keuntungan ekonomi, baik tunai
ataupun tidak, atau untuk
menghasilkan teknologi yang bernilai
niaga tinggi, dan diarahkan untuk
dijual kembali, dipertukarkan,
penyediaan jasa atau bentuk-bentuk
lain pemanfaatan atau keuntungan
ekonomi
Sedangkan yang dimaksud dengan
kegiatan yang bertujuan non-komersial
apabila penelitian tersebut ditujukan
untuk memanfaatkan unsur
keanekaragaman hayati, dimana
pengakses tidak mendapatkan
kompensasi finansial atau ekonomi
apapun bagi produk maupun jasa yang
diberikannya.
557. (2) Kegiatan komersial yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
kegiatan bioprospeksi dan bioteknologi.
Cukup jelas.
558. (3) Kegiatan non-komersial yang dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan untuk:
559. a. penelitian eksplorasi; Cukup jelas.
136 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
560. b. penelitian forensik; Cukup jelas.
561. c. penelitian pertahanan; Cukup jelas.
562. d. koleksi herbarium atau museum; Cukup jelas.
563. e. kegiatan konservasi spesies; dan/atau
Cukup jelas.
564. f. kegiatan non-komersial lainnya. Cukup jelas.
565. Pasal 110
Setiap orang yang mengakses sumber
daya genetik dan/atau pengetahuan
tradisional yang terasosiasi dengan
sumber daya genetik untuk tujuan
non-komersial wajib:
566. a. memberitahu Dewan sebelum kegiatan akses dilakukan;
Cukup jelas.
567. b. mendapatkan PADIA untuk akses; dan
Persetujuan yang Diberitahukan Atas
Informasi Awal (PADIA) atau prior
informed consent (PIC) adalah
persetujuan dari pemilik atau
penguasa sumberdaya sumberdaya
genetik yang diberikan atas dasar
informasi-informasi mengenai tujuan
serta konteks mengakses sumberdaya
sumberdaya genetik dari pemohon
137 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
akses.
568. c. memiliki izin akses. Cukup jelas.
569. Pasal 111
Izin akses sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 110 huruf c
diterbitkan berdasarkan PADIA akses.
Cukup jelas.
570. Pasal 112
(1) Izin akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 huruf c
dikecualikan bagi perguruan tinggi atau lembaga pemerintah yang berwenang di bidang penelitian dan
pengembangan sumber daya genetik.
Cukup jelas.
571. (2) Ketentuan pada ayat (1) tidak berlaku bagi:
572. a. perguruan tinggi/ lembaga pemerintah yang bekerja sama dan didanai oleh perorangan
dan/atau lembaga asing; dan
Cukup jelas.
573. b. badan usaha Indonesia yang
bekerja sama dengan orang asing atau badan usaha Indonesia yang mayoritas
kepemilikan sahamnya dimiliki
Cukup jelas.
138 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
oleh asing atau perusahaan
induk dari badan usaha itu merupakan orang atau badan usaha asing.
574. Pasal 113
Setiap orang atau badan usaha yang
mengakses dan mengembangkan
sumber daya genetik untuk tujuan
komersial wajib:
575. a. memberitahu Dewan sebelum kegiatan akses dilakukan;
Cukup jelas.
576. b. mendapatkan PADIA untuk akses; Cukup jelas.
577. c. memiliki izin akses; Cukup jelas.
578. d. mendapatkan PADIA untuk pengembangan sebelum kegiatan akses dilakukan;
Cukup jelas.
579. e. melakukan kesepakatan bersama; dan
Cukup jelas.
580. f. memiliki izin pengembangan. Cukup jelas.
581. Pasal 114
(1) Izin akses dan/atau izin pengembangan diterbitkan oleh
menteri atau kepala lembaga
Cukup jelas.
139 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
pemerintah terkait sesuai
kewenangannya.
582. (2) Menteri atau kepala lembaga terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendelegasikan kewenangan menerbitkan izin
akses kepada pejabat di lingkungan kementerian atau lembaga yang
dipimpinnya.
Cukup jelas.
583. Pasal 115
(1) Setiap orang yang mengakses sumber daya genetik untuk tujuan non-komersial sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) dapat mengubah tujuan aksesnya
menjadi tujuan komersial.
Cukup jelas.
584. (2) Setiap orang yang hendak melakukan perubahan tujuan
akses dari non-komersial menjadi komersial atau mengakses hasil
akses non-komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
585. a. mendapatkan PADIA baru untuk tujuan pengembangan;
Cukup jelas.
586. b. melakukan kesepakatan
bersama; dan
Cukup jelas.
587. c. mendapatkan izin
pengembangan.
Cukup jelas.
140 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
588. Pasal 116
(1) PADIA sekurang-kurangnya memuat informasi:
589. a. badan yang menerbitkan izin; Cukup jelas.
590. b. tanggal penerbitan izin; Cukup jelas.
591. c. penyedia sumber daya genetik; Cukup jelas.
592. d. tanda pengenal otentik atas izin
yang diakses;
Cukup jelas.
593. e. orang atau badan penerima
sumber daya genetik;
Cukup jelas.
594. f. sumber daya genetik yang dimintakan izin;
Cukup jelas.
595. g. konfirmasi bahwa telah dibentuk kesepakatan bersama;
Cukup jelas.
596. h. konfirmasi bahwa PADIA telah diterima; dan
Cukup jelas.
597. i. keterangan pemanfaatan untuk komersial dan/atau non
komersial.
Cukup jelas.
598. (2) Perolehan PADIA sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan kebiasaan yang berlaku
di dalam masyarakat penyedia atau pengampu sepanjang masih diakui
Cukup jelas.
141 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
keberadaannya dan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
599. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai PADIA diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
600. Pasal 117
(1) Setiap warga negara asing, badan
usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan akses dan
pengembangan terhadap sumber daya genetik wajib bermitra dengan lembaga nasional di bidang
penelitian dan pengembangan di bidang sumber daya genetik yang
telah terakreditasi.
Cukup jelas.
601. (2) Setiap warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah
asing yang melakukan akses dan pengembangan terhadap sumber
daya genetik memiliki kewajiban bagi peneliti dalam negeri untuk:
602. a. memberikan akses pada teknologi dan transfer teknologi;
Cukup jelas.
603. b. meningkatkan kapasitas; dan Cukup jelas.
604. c. kewajiban lainnya sesuai peraturan perundang-
Cukup jelas.
142 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
undangan.
605. (3) Dalam hal lembaga di bidang penelitian dan pengembangan yang
telah terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ada, maka perorangan warga negara
asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang
akan melakukan akses terhadap sumber daya genetik wajib bekerja sama dengan lembaga pemerintah
di bidang penelitian dan pengembangan yang ditunjuk oleh Menteri yang berwenang.
Cukup jelas.
606. Pasal 118
Pemegang izin akses wajib:
607. a. melaporkan secara berkala hasil penelitian atas sumber daya genetik dan/atau pengetahuan
yang terasosiasi dengan sumber daya genetik yang diakses
kepada pemberi izin.
Cukup jelas.
608. b. melaporkan hasil kegiatan akses
sumber daya genetik dan/atau pengetahuan yang terasosiasi dengan sumber daya genetik
pada masa berakhirnya akses.
Cukup jelas.
609. c. melakukan kegiatan sesuai Cukup jelas.
143 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dengan izin akses.
610. Pasal 119
Pemegang izin pengembangan wajib:
611. a. melakukan pembagian keuntungan kepada penyedia atau pengampu sumber daya
genetik;
Cukup jelas.
612. b. melaporkan secara berkala hasil
pemanfaatan atau pengembangan sumber daya genetik dan/atau pengetahuan
yang terasosiasi dengannya kepada pemberi izin; dan
Cukup jelas.
613. c. melakukan kegiatan sesuai dengan izin pengembangan.
Cukup jelas.
614. Pasal 120
Setiap orang atau badan usaha yang
akan membawa atau memindahkan
hasil akses sumber daya genetik ke
luar negeri wajib mendapat
Persetujuan Pemindahan Material dari
penyedia atau pengampu dengan
persetujuan Menteri/Kepala Lembaga
Pemerintah non - Kementerian yang
Cukup jelas.
144 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
berwenang.
615. Pasal 121
Setiap penyedia atau pengampu
sumber daya genetik dan pengetahuan
yang terasosiasi dengannya wajib
memberikan keterangan sebenar-
benarnya kepada pengakses sumber
daya genetik tentang kepemilikan
sumber daya genetik dan pengetahuan
yang terasosiasi dengan sumber daya
genetik.
Cukup jelas.
616. Paragraf 4
Pembagian Keuntungan
617. Pasal 122
(1) Keuntungan yang timbul dari adanya penelitian dan/atau
pengembangan dari produk atau proses yang dikembangkan dari sampel komponen atau materi
sumber daya genetik atau pengetahuan tradisional yang
terasosiasi dengan sumber daya genetik wajib dibagi secara adil dan berimbang kepada penyedia
Cukup jelas.
145 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dan/atau pengampu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
618. (2) Keuntungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa keuntungan moneter dan/atau non-moneter.
Yang dimaksud dengan keuntungan
moneter dapat berupa pembayaran di
muka, pembayaran royalti, biaya
perizinan dalam kegiatan
komersialisasi, biaya khusus yang
harus dibayar untuk dana amanah
untuk mendukung konservasi dan
pemanfaatan secara berkelanjutan
keanekaragaman hayati, dan/atau
pendanaan penelitian usaha patungan
kepemilikan bersama atas hak
kekayaan intelektual yang relevan.
Yang dimaksud dengan keuntungan
non-moneter dapat berupa:
a. berbagi berupa penelitian dan
pengembangan;
b. kolaborasi, kerja sama, dan
kontribusi dalam program-program
penelitian ilmiah dan
pengembangan, khususnya
kegiatan penelitian bioteknologi;
c. partisipasi dalam pengembangan
produk;
d. kolaborasi, kerja sama, dan
kontribusi dalam pendidikan dan
pelatihan;
146 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
e. izin masuk untuk fasilitas eks-situ
sumber daya genetik dan untuk
basis data;
f. transfer pengetahuan dan teknologi
ke penyedia sumber daya genetik
dengan persyaratan yang adil dan
saling menguntungkan. Transfer
pengetahuan dan teknologi
dilakukan dengan cara yang
mudah, sederhana, dan cepat yang
diutamakan pada kegiatan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam
pengembangan sumber daya
genetik atau yang relevan dengan
konservasi dan pemanfaatan
berkelanjutan keanekaragaman
hayati;
g. memperkuat kapasitas untuk alih
teknologi;
h. pengembangan kapasitas
kelembagaan;
i. sumber daya manusia dan sumber
daya internal material untuk
memperkuat kapasitas administrasi
dan penegakan pengaturan akses;
j. pelatihan yang berkaitan dengan
sumber daya genetik ;
k. akses terhadap informasi ilmiah
147 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
yang relevan dengan konservasi
dan pemanfaatan secara
berkelanjutan keanekaragaman
hayati, termasuk persediaan hayati
dan studi taksonomi;
l. kontribusi terhadap ekonomi lokal;
m. penelitian diarahkan kepada
prioritas kebutuhan dengan
memperhatikan penggunaan
sumber daya genetik;
n. hubungan kelembagaan dan
professional yang dapat timbul dari
perjanjian akses dan pembagian
keuntungan dan kegiatan kerja
sama selanjutnya;
o. manfaat pangan dan keamanan
mata pencarian;
p. pengakuan sosial; dan/atau
q. kepemilikan bersama hak kekayaan
intelektual yang relevan.
619. Pasal 123
Pembagian keuntungan ditentukan
berdasarkan kesepakatan bersama
sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini.
Cukup jelas.
148 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
620. Paragraf 5
Hak Kekayaan Intelektual terkait
Sumber Daya Genetik
621. Pasal 124
Teknologi, inovasi atau invensi yang
dikembangkan dari sampel materi
atau komponen sumber daya genetik
atau pengetahuan tradisional yang
diperoleh sesuai dengan ketentuan
dalam Undang-undang ini dapat
diajukan untuk mendapatkan
pelindungan Hak Kekayaan
Intelektual.
Cukup jelas.
622. Pasal 125
(1) Pelindungan hak kekayaan intelektual tidak menghilangkan
atau mengurangi hak masyarakat hukum adat atau masyarakat lokal dalam pertukaran dan
penyebarluasan komponen-komponen sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional yang
dipraktekkan di dalam masyarakat hukum adat atau masyarakat lokal
Cukup jelas.
149 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
untuk kepentingan mereka sendiri
dan berdasarkan praktek-praktek adat atau tradisional.
623. (2) Pelindungan hak kekayaan intelektual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan
kewajiban pengguna sumber daya genetik dalam pembagian
keuntungan yang adil dan berimbang, serta akses pada teknologi dan transfer teknologi.
Cukup jelas.
624. Pasal 126
(1) Dalam mengajukan pelindungan
hak kekayaan intelektual sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 125, baik di dalam maupun di luar negeri, pengusul wajib mencantumkan informasi mengenai
asal-usul sumber daya genetik.
Cukup jelas.
625. (2) Pernyataan asal-usul sumber daya
genetik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pengakuan dan penilaian atas inovasi, praktek,
dan pengetahuan tradisional yang berasosiasi dengan sumber daya
genetik.
Cukup jelas.
626. (3) Ketentuan mengenai kewajiban pencantuman informasi mengenai
asal usul sumber daya genetik
Cukup jelas.
150 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) harus dicantumkan di dalam Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Pengalihan Material.
627. (4) Ketentuan mengenai pelindungan hak kekayaan intelektual
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tunduk pada peraturan
perundang-undangan mengenai hak kekayaan intelektual.
Cukup jelas.
628. Paragraf 6
Pengendalian Pemanfaatan
Pengetahuan Tradisional
629. Pasal 127
(1) Pengendalian pemanfaatan
pengetahuan tradisional yang terasosiasi dengan sumber daya genetik dilakukan melalui:
630. a. pengaturan pengakuan hak pengampu pengetahuan
tradisional untuk menentukan penggunaan/pemanfaatan
pengetahuan tradisional yang terasosiasi dengan sumber daya genetik; dan
Cukup jelas.
151 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
631. b. pendaftaran pengetahuan
tradisional yang terasosiasi dengan sumber daya genetik oleh Pemerintah Pusat.
Cukup jelas.
632. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian pemanfaatan
pengetahuan tradisional yang terasosiasi dengan sumber daya
genetik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
633. Paragraf 7
Keamanan Hayati
634. Pasal 128
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib mengendalikan
pemanfaatan bioteknologi modern yang menghasilkan produk
rekayasa genetik.
Yang dimaksud dengan produk
rekayasa genetik dalam undang-
undang ini hanya terbatas kepada
produk hasil pemanfaatan
keanekaragaman hayati.
635. (2) Pemanfaatan bioteknologi modern
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menjamin keamanan hayati dan dampaknya
terhadap keberlanjutan fungsi lingkungan hidup, kesehatan, keamanan pangan dan/atau
Cukup jelas.
152 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
keamanan pakan, serta pertahanan
nasional
636. Pasal 129
Setiap orang yang melakukan
penelitian dan/atau pengembangan
produk rekayasa genetik wajib
mencegah dan menanggulangi dampak
negatif kegiatannya terhadap kondisi
keaneakaragaman hayati dan
kesehatan manusia.
Cukup jelas.
637. Pasal 130
Setiap orang yang mengedarkan
produk rekayasa genetik dari hasil
bioteknologi modern wajib
mendapatkan persetujuan dari
lembaga yang berwenang di bidang
keamanan hayati beradasarkan hasil
audit mandiri atas potensi dampak.
Yang dimaksud dengan potensi
dampak dilakukan terhadap dampak
lingkungan, keanekaragaman hayati,
kesehatan, pangan, pakan, dan bidang
lainnya yang terkait.
638. Pasal 131
Setiap orang yang melakukan ekspor
produk rekayasa genetik dari hasil
bioteknologi modern wajib:
153 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
639. a. memberikan informasi yang akurat
tentang produk rekayasi genetik tersebut; dan
Cukup jelas.
640. b. menyampaikannya terlebih dahulu kepada lembaga yang berwenang di bidang keamanan hayati untuk
pengujian keamanan.
Cukup jelas.
641. Pasal 132
Setiap orang yang melakukan impor
produk rekayasa genetik dari hasil
bioteknologi modern wajib
mendapatkan rekomendasi aman dari
lembaga yang berwenang di bidang
keamanan hayati.
Cukup jelas.
642. Pasal 133
Setiap orang yang memasukan
produk rekayasa genetik hasil
pemanfaatan bioteknologi modern ke
Indonesia wajib mendapatkan
persetujuan dari lembaga yang
berwenang di bidang keamanan
hayati.
Persetujuan diberikan setelah melalui
analisis resiko dampak lingkungan,
keanekaragaman hayati, kesehatan,
pangan, pakan, dan dampak lainnya
yang terkait.
643. Pasal 134 Yang dimaksud dengan pemanfaatan
154 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
(1) Pemerintah Pusat dan/atau
Pemerintah Daerah wajib melakukan tindakan segera untuk mengatasi kerusakan akibat lepas
atau dilepaskannya produk rekayasa genetik, spesies invasif
asing atau mikroorganisme invasif ke media lingkungan.
produk rekayasa genetik dalam
undang-undang ini hanya terbatas
kepada produk hasil pemanfaatan
keanekaragaman hayati.
644. (2) Tindakan segera sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
645. a. karantina; Cukup jelas.
646. b. tindakan pemulihan; Cukup jelas.
647. c. investigasi terhadap asal usul lepasnya produk rekayasa
genetik atau spesies invasif asing; dan/atau
Cukup jelas.
648. d. tindakan lainnya. Yang dimaksud dengan tindakan
lainnya merupakan tindakan
pencegahan dan penanggulangan
pencemaran dan/atau kerusakan serta
pemulihan kondisi keanekaragaman
hayati guna menjamin tidak akan
terjadi atau terulangnya dampak
negatif terhadap keanekaragaman
hayati.
649. (3) Setiap orang yang melepaskan produk rekayasa genetik, spesies
Cukup jelas.
155 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
invasif asing atau mikroorganisme
invasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul.
650. Pasal 135
Ketentuan lebih lanjut mengenai
keamanan hayati sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 128, Pasal 129,
Pasal 130, Pasal 131, Pasal 132, Pasal
133 dan Pasal 134 diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
651. Bagian Keempat
Pemanfaatan Ekosistem
652. Pasal 136
(1) Pemanfaatan ekosistem ekosistem
pada kawasan konservasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 ayat (1) huruf c berupa :
653. a. pemanfaatan untuk kepentingan
penelitian dan/atau pendidikan;
Cukup jelas.
654. b. pemanfaatan jasa ekosistem; Yang dimaksud dengan pemanfaatan
jasa ekosistem adalah pemanfaatan
jasa lingkungan dalam kawasan
156 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
konservasi antara lain berupa wisata
alam, penyimpanan dan/atau
penyerapan karbon, air, energi air,
energi angin, energi panas matahari,
dan panas bumi.
655. c. pemanfaatan kawasan untuk
kepentingan strategis;dan/atau
Kepentingan pembangunan yang
bersifat strategis antara lain berupa:
a. jalan umum untuk membuka isolasi
wilayah;
b. menara komunikasi;
c. jaringan listrik atau air;
d. pembangun sarana pertahanan
Negara, sarana pendidikan umum
sampai dengan tingkat sekolah
dasar; atau
e. sarana pengamatan dan/atau
pengendalian bencana alam.
656. d. pemanfaatan ekosistem restorasi.
Cukup jelas.
657. e. Pemanfaatan tradisional. Pemanfaatan ekosistem tradisional,
dimaksudkan untuk kegiatan budidaya
tradisional oleh masyarakat
local/masyarakat hukum adat yang
telah ada dan tinggal didalam areal
sebelum penetapan kawasan
konservasi, dilaksnakan pada zone
157 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
tradisional atau zona khusus
658. (2) Pemanfaatan ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan berdasarkan izin pemanfaatan dengan tetap memperhatikan hak-hak tradisional
masyarakat lokal atau masyarakat hukum adar
Cukup jelas.
659. (3) Pemanfaatan ekosistem dilakukan dengan penggunaan standar teknik dan teknologi yang terbaik.
Cukup jelas.
660. (4) Standar teknik dan teknologi yang terbaik sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) menjadi salah satu persyaratan penerbitan izin pemanfaatan.
Cukup jelas.
661. (5) Persyaratan penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
662. Pasal 137
(1) Pemanfaatan ekosistem
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (1), dapat dilakukan pada semua kawasan kecuali Cagar
Alam dan zona inti Taman Nasional.
Pemanfaatan ekosistem disesuaikan
dengan status kawasan, kategori
kawasan konservasi beserta tujuan
pengelolaan dan zonasinya.
Kegiatan pemanfaatan ekosistem
diselenggarakan berdasarkan rencana
pengelolaan.
158 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
663. (2) Cagar Alam dan zona inti Taman
Nasional hanya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan jasa
wisata alam terbatas.
Yang dimaksud wisata alam terbatas
meliputi wisata kunjungan terbatas
tanpa diikuti kegiatan pembangunan
sarana/prasarana.
664. Pasal 138
(1) Pemanfaatan ekosistem untuk kepentingan strategis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 136 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dilakukan berdasarkan hasil kajian
ilmiah oleh lembaga ilmiah yang ditunjuk Menteri.
Lembaga ilmiah dimaksud adalah
badan penelitian dan pengembangan
kementerian yang diserahi tugas dan
tanggung-jawab bidang konservasi
keanekaragaman hayati atau
perguruan tinggi yang memiliki tenaga
profesional konservasi
keanekaragaman hayati.
665. (2) Kajian ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari persyaratan izin
Menteri .
Cukup jelas.
666. (3) Kajian ilmiah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) setidaknya meliputi:
Cukup jelas.
667. a. kajian resiko terhadap ekosistem;
Cukup jelas.
668. b. kajian alternatif kebijakan; Cukup jelas.
669. c. kajian upaya dan rencana mitigasi resiko;
Cukup jelas.
670. d. kajian penggunaan standar Cukup jelas.
159 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
teknis dan teknologi yang
terbaik untuk kepentingan perlindungan ekosistem;
671. e. deskripsi rencana usaha dan/atu kegiatan yang akan dikaji;dan
Cukup jelas.
672. f. hasil pelibatan masyarakat. Cukup jelas.
673. Pasal 139
(1) Pemerintah dapat memberikan insentif kepada penyelenggara pemulihan atau restorasi, dalam
bentuk:
674. a. Pemanfaatan komersial terbatas
ekosistem yang telah direstorasi;
675. b. Penundaan pembayaran
kewajiban penyetoran iutan/pajak.
676. Pasal 140
(1) Dalam rangka pemberian insentif kepada pihak yang bekerja sama
dalam pemulihan, ekosistem yang telah direstorasi dapat
dimanfaatkan untuk tujuan komersial terbatas.
Tujuan komersial dari kegiatan
pemulihan ekosistem terbatas pada
kegiatan pemanfaatan ekosistem
berupa pariwisata alam, perdagangan
karbon, pembayaran jasa air,
pemanfaatan hasil hutan kayu atau
non kayu.
677. Pasal 141
160 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
678. Tujuan komersial terbatas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan status kawasan yang dipulihkan.
Status kawasan adalah fungsi kawasan
seperti kawasan konservasi, kawasan
hutan produksi, kawasan hutan
lindung, dsb. Di dalam kawasan
konservasi, maka tidak boleh ada
pemanfaatan yang bersifat ekstraktif
seperti pemanenan hasil hutan kayu.
679. (2) Pemegang izin pemanfaatan
ekosistem restorasi wajib membayar iuran usaha.
Izin pemanfaatan ekosistem restorasi
tidak dapat diterbitkan atau dapat
dicabut kembali apabila ada indikasi
bahwa pemanfaatan komersial tersebut
dapat menghambat pemulihan
ekosistem.
680. (3) Pemegang izin pemanfaatan
ekosistem restorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib:
681. a. menyusun rencana pemanfaatan;
Cukup jelas.
682. b. melakukan pengamanan pada areal yang akan direstorasi;dan
Cukup jelas.
683. c. melibatkan dan memberdayakan masyarakat setempat.
Cukup jelas.
684. Pasal 142
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pemanfaatan ekosistem sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 136, Pasal 137,
Cukup jelas.
161 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Pasal 138, Pasal 139, Pasal 140 dan
Pasal 141 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
685. Pasal 143
Pemanfaatan ekosistem pada Kawasan
Ekosistem Esensial dapat berupa:
686. (1) Pemanfaatan ekosistem
dilaksanakan sesuai dengan tujuan
penetapan kawasan.
687. (2) Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah atau pemegang hak pada
kawasan ekosistem esesnsial
menyusun rencana pengelolaan
kawasan, guna optimalisasi
pemanfaatan yang berkelanjutan.
688. (3) Ketentuan lebih lanjut tentang
pemanfaatan ekosistem pada
kawasan ekosistem esensial diatur
denan peraturan menteri.
689. BAB V
PENGAMANAN
690. Bagian Kesatu
162 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Kepolisian Khusus
691. Pasal 144
Dalam rangka pengamanan
penyelenggaraan konservasi
keanekaragaman hayati, pejabat yang
bertanggung jawab di bidang
konservasi keanekaragaman hayati
sesuai dengan sifat dan pekerjaannya
diberikan wewenang kepolisian
khusus.
Yang dimaksud dengan pejabat yang
bertanggung jawab di bidang
konservasi keanekaragaman hayati
yang diberikan wewenang kepolisian
khusus pada Pasal 142 ayat (1) adalah
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
diangkat sebagai pejabat fungsional
Polisi Khusus Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
692. Pasal 145
Pejabat yang diberi wewenang
kepolisian khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 144,
berwenang untuk:
693. a. mengadakan penjagaan, patroli/perondaan di dalam dan
di luar kawasan kawasan konservasi atau di wilayah hukumnya;
Cukup jelas.
694. b. memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan
pengangkutan hasil kawasan konservasi di wilayah hukumnya;
Cukup jelas.
163 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
695. c. memeriksa setiap orang yang
keluar atau masuk kawasan konservasi serta setiap orang yang berada di kawasan
konservasi.
Cukup jelas.
696. d. menerima laporan tentang
terjadinya tindak pidana yang menyangkut konservasi
keanekaragaman hayati;
Cukup jelas.
697. e. mencari dan meminta keterangan terkait tindak pidana
yang menyangkut konservasi keanekaragaman hayati.
Cukup jelas.
698. f. mencari dan mengamankan barang bukti tindak pidana yang
menyangkut konservasi keanekaragaman hayati;
Cukup jelas.
699. g. dalam hal tertangkap tangan,
menangkap tersangka dan mengamankan barang bukti
untuk diserahkan kepada penyidik;
Cukup jelas.
700. h. melakukan tindakan penangkapan, larangan meninggalkan tempat,
penggeledahan dan/atau penahanan atas perintah penyidik;
Cukup jelas.
701. i. membuat dan menandatangani laporan dan berita acara;
Cukup jelas.
164 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
702. j. membawa dan menghadapkan
orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan atas perintah penyidik.
Cukup jelas.
703. Pasal 146
Ketentuan lebih lanjut mengenai
Kepolisian Khusus diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
704. Bagian Kedua
Penyuluhan
705. Pasal 147
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib memberikan penyuluhan dalam rangka
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana di bidang konservasi keanekaragaman hayati.
Cukup jelas.
706. (2) Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara terintegrasi dengan subsistem kawasan konservasi dan
program pada tiap tingkatan administrasi pemerintahan.
Cukup jelas.
165 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
707. (3) Pelaksanaan penyuluhan dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Cukup jelas.
708. BAB VI
PENYIDIKAN, ALAT BUKTI, DAN
BARANG RAMPASAN
709. Bagian Kesatu
Penyidikan
710. Pasal 148
Penyidikan tindak pidana di bidang
keanekaragaman hayati dilakukan
berdasarkan hukum acara yang
berlaku, kecuali ditentukan lain dalam
Undang-Undang ini.
Cukup jelas.
711. Pasal 149
(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian
Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu
di lingkungan instansi Pemerintah yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang konservasi
Pejabat Pegawai Negeri Sipil terdiri dari
PPNS Lingkungan dan/atau PPNS
Kehutanan.
166 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
keanekaragaman hayati diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana.
712. (2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
tertentu di lingkungan instansi Pemerintah yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Cukup jelas.
713. (3) Dalam melakukan penyidikan tindak pidana konservasi
keanekaragaman hayati, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang:
714. a. menerima laporan atau
pengaduan tentang adanya tindak pidana dan melakukan
pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan;
Cukup jelas.
715. b. memanggil seseorang untuk diperiksa dan dimintai keterangan sebagai saksi atau
tersangka;
Cukup jelas.
716. c. melakukan pemeriksaan di
tempat tertentu yang diduga
Cukup jelas.
167 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
terdapat barang bukti,
pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain yang dapat dijadikan bukti;
717. d. melakukan penyadapan untuk kepentingan penyelidikan dan
penyidikan;
718. e. melakukan penangkapan
dan/atau penahanan tersangka sementara;
Cukup jelas.
719. f. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana;
Cukup jelas.
720. g. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan
dokumen lain;
Cukup jelas.
721. h. memotret dan/atau merekam
melalui media audio visual terhadap tersangka, dan/atau barang bukti;
Cukup jelas.
722. i. meminta bantuan dan/atau keterangan ahli;
Cukup jelas.
723. j. memberikan tanda pengaman dan mengamankan tempat
dan/atau barang yang dapat dijadikan sebagai alat bukti terjadinya tindak pidana di
bidang konservasi;
Cukup jelas.
168 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
724. k. membuat dan menandatangani
berita acara pemeriksaan dan/atau surat-surat lain yang diperlukan untuk kepeningan
penyidikan tindak pidana konservasi keanekaragaman
hayati; dan
Cukup jelas.
725. l. melakukan penghentian
penyidikan; dan
Cukup jelas.
726. m. melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk mendukung
penyidikan tindak pidana konservasi.
727. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk
memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut
umum.
Cukup jelas.
728. Pasal 150
Untuk memperoleh bukti permulaan
yang cukup, penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1)
dapat menggunakan laporan yang
berasal dari masyarakat dan/atau
instansi terkait.
Cukup jelas.
169 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
729. Pasal 151
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (1) berhak meminta kepada lembaga jasa
pengiriman, penyelenggara komunikasi, bank dan
penyelenggara jasa keuangan lainnya untuk:
730. a. membuka, memeriksa, dan menyita surat atau kiriman melalui pos, serta jasa
pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan tindak pidana konservasi
keanekaragaman hayati yang sedang diperiksa; dan/atau
Cukup jelas.
731. b. meminta informasi pembicaraan melalui telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan, merencanakan,
dan/atau melakukan tindak pidana konservasi keanekaragaman hayati.
Cukup jelas.
732. c. meminta keterangan kepada bank atau jasa keuangan
lainnya atau berkaitan dengan transaksi keuangan tersangka.
Cukup jelas.
733. (2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, hanya dapat dilakukan atas izin Ketua
Cukup jelas.
170 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Pengadilan Negeri setempat atas
permintaan penyidik untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
734. (3) Ketua Pengadilan Negeri setempat wajib memberikan izin untuk meminta informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari
kerja setelah diterimanya permintaan dari penyidik.
Cukup jelas.
735. (4) Tindakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilaporkan serta
dipertanggungjawabkan kepada pejabat berwenang.
Cukup jelas.
736. Pasal 152
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (1)
melakukan penangkapan terhadap orang yang berdasarkan bukti
permulaan yang cukup melakukan tindak pidana konservasi keanekaragaman hayati dan
ekosistemnya untuk paling lama 2 x 24 (dua kali dua puluh empat)
jam.
Cukup jelas.
737. (2) Dalam hal waktu untuk pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) belum
Cukup jelas.
171 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
mencukupi, maka atasan langsung
penyidik dapat memberi izin untuk memperpanjang penangkapan tersebut untuk paling lama 3 x 24
(tiga kali dua puluh empat) jam.
738. Bagian Kedua
Alat Bukti
739. Pasal 153
Alat bukti tindak pidana konservasi
keanekaragaman hayati, meliputi:
740. a. alat bukti sebagaimana
dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
Cukup jelas.
741. b. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara
elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu;
dan/atau
Cukup jelas.
742. c. data, rekaman, atau informasi
yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa
bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau
Cukup jelas.
172 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
yang terekam secara elektronik,
berupa:
743. d. tulisan, suara atau gambar; Cukup jelas.
744. e. peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; dan/atau
Cukup jelas.
745. f. huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh
orang yang mampu membaca atau memahaminya.
Cukup jelas.
746. Bagian Ketiga
Barang Rampasan
747. Pasal 154
(1) Benda dan/atau alat yang digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana
konservasi keanekaragaman hayati dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan.
Yang dimaksud dengan dirampas
untuk negara adalah bahwa disamping
dirampas sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang No. 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana, juga
memberikan kewenangan kepada
pejabat yang ditetapkan oleh
Pemerintah untuk menguasai,
memelihara, dan/atau menyelamatkan
tumbuhan dan satwa sebelum proses
pengadilan dilaksanakan.
173 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
748. (2) Benda dan/atau alat yang
digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana konservasi keanekaragaman hayati
dapat dilelang untuk negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Cukup jelas.
749. (3) Uang hasil pelelangan tindak pidana konservasi keanekaragaman
hayati disetor ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak, dipergunakan untuk
membiayai pemeliharaan barang rampasan tindak pidana konservasi keanekaragaman hayati, dan
sebagai insentif bagi petugas dan pihak-pihak yang berjasa.
Tanpa mengurangi arti dari ketentuan
perundang-undangan mengenai
pendapatan negara baik pajak maupun
bukan pajak, maka hasil lelang dari
spesimen tumbuhan dan satwa liar
hasil rampasan dapat secara langsung
dipergunakan untuk membiayai
kegiatan penegakan hukum.
Sesuai dengan ketentuan konvensi
internasional mengenai kontrol
perdagangan jenis-jenis flora dan fauna
sebagian hasil lelang juga dapat
digunakan sebagai insentif bagi
penegak hukum.
750. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan keputusan penanganan
spesimen rampasan, lelang, pembiayaan penegakan hukum dan
insentif bagi penegakan hukum diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Dalam Peraturan Pemerintah tersebut
antara lain diatur alternatif-alternatif
penanganan spesimen hasil rampasan
baik hidup maupun mati, termasuk
kriteria-kriteria dan syarat-syarat bagi
spesimen hasil rampasan yang akan
dikembalikan ke habitat alamnya.
Selain itu diatur tentang lelang
174 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
spesimen hasil temuan atau hasil
rampasan, termasuk pemanfaatan
uang hasil lelang bagi pembiayaan
penegakan hukum dan insentif bagi
penegak hukum yang berjasa.
751. Pasal 155
(1) Spesimen hidup tumbuhan dan/atau satwa dari kategori
spesies dilindungi yang dirampas untuk negara dititipkan kepada lembaga-lembaga yang bergerak di
bidang konservasi ex-situ.
Lembaga yang dimaksud pada ayat ini
dapat berupa lembaga pemerintah
maupun lembaga swadaya masyarakat,
seperti taman satwa, kebun botani,
museum zoologi, herbarium, pusat
penyelamatan satwa dan sebagainya
yang ditunjuk dan ditetapkan oleh
pemerintah.
Tumbuhan dan satwa liar yang
dilindungi sedapat mungkin harus
dikembalikan ke habitat aslinya.
Namun spesimen hasil kejahatan yang
dirampas sering tidak diketahui daerah
atau habitat asal spesimen tersebut
atau karena telah cukup lama berada
di lingkungan manusia maka spesimen
tumbuhan atau satwa liar tersebut
dinilai tidak dapat beradaptasi dengan
atau bertahan hidup di habitatnya.
Oleh karena itu maka tumbuhan dan
satwa liar tersebut dititipkan kepada
lembaga yang bergerak di bidang
175 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
konservasi eks-situ tumbuhan dan
satwa liar untuk dikembangbiakkan
bagi kepentingan pelestarian jenis
tersebut. Selain itu penitipan juga
diperlukan apabila spesimen yang
dirampas tersebut diperlukan untuk
dijadikan barang bukti di pengadilan.
Spesimen titipan tersebut masih tetap
milik negara, dan apabila ada
keuntungan dari komersialisasi
spesimen tersebut, maka harus ada
pembagian keuntungan untuk negara.
752. (2) Spesimen hidup tumbuhan
dan/atau satwa dari kategori spesies dilindungi yang dirampas untuk negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dikembalikan ke habiat alam (in-situ) atau dimanfaatkan sebagai induk perbanyakan tumbuhan atau
pengembangbiakan satwa liar.
Cukup jelas.
753. (3) Spesimen mati tumbuhan dan/atau satwa liar yang
dilindungi yang dirampas untuk negara diserahkan kepada museum zoologi atau herbarium atau
lembaga penelitian.
Cukup jelas.
176 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
754. Pasal 156
(1) Spesimen hidup tumbuhan dan satwa dari kategori spesies dikendalikan atau spesies dipantau
yang dirampas untuk negara dapat dikembalikan ke habitat alami (in-situ) atau dilelang.
Pengembalian ke habitat alamnya
harus dilaksanakan dengan hati-hati
dan dengan memperhatikan habitat
asal-usul spesimen, keadaan dan
status populasi, kemungkinan hidup
dan berkembang biaknya secara alami
spesimen yang dikembalikan ke
habitatnya, masalah penegakan
hukum serta kondisi fisik dan
kesehatan spesimen dimaksud.
755. (2) Spesimen mati tumbuhan dan
satwa dari kategori spesies dikendalikan yang dirampas untuk
negara dapat dilelang.
Cukup jelas.
756. Pasal 157
Dalam hal spesimen mati tumbuhan
dan/atau satwa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 155 dan Pasal
156 dapat menimbulkan persoalan
dalam penegakan hukum dan/atau
membahayakan harus dimusnahkan.
Yang dimaksud dapat menimbulkan
persoalan hukum seperti:
1. apabila dilepas kembali ke
habitat alamnya adalah antara
lain spesimen yang telah
dilepaskan kembali ke habitat
alam akan mudah diambil atau
ditangkap kembali secara tidak
sah dan beredar kembali untuk
dikomersialkan, sehingga
pelepasan kembali ke habitat
alam sama sekali tidak
membantu konservasi jenis yang
177 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
bersangkutan.
2. secara ilmiah sudah tidak
mempunyai nilai misalnya telah
dijadikan barang-barang hiasan,
atau pakaian, termasuk tas,
sepatu, dompet dan ikat
pinggang, atau sudah tidak utuh
lagi, dan telah banyak
mengalami modifikasi maka lebih
baik dimusnahkan.
Yang dimaksud membahayakan,
termasuk dapat membahayakan adalah
1. Spesimen mati tumbuhan dan
satwa liar yang dilindungi mutlak
apabila keadaannya sudah
rusak; atau
2. tidak memungkinkan untuk
mempertahankan spesimen hasil
rampasan dalam keadaan hidup
karena rusak, cacat, mengidap
penyakit berbahaya dan secara
medis veteriner dinyatakan tidak
dapat disembuhkan atau tidak
memungkinkan hidup, maka
lebih baik dimusnahkan.
178 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
757. Pasal 158
(1) Dalam hal pelaku tindak pidana konservasi keanekaragaman hayati tertangkap di luar negeri,
Pemerintah dapat meminta pengembalian spesimen atau
sumber daya genetik yang berasal dari Indonesia yang dirampas di negara lain.
Tumbuhan dan satwa liar, yang karena
terkait dengan pelanggaran ketentuan
internasional mengenai peredaran
tumbuhan dan satwa liar, pelakunya
tertangkap dan/atau spesimennya
dirampas di luar negeri, maka
spesimen tersebut perlu dikembalikan
ke Indonesia untuk kepentingan
penyidikan, dan bagi spesimen hidup
dari spesies dilindungi, apabila masih
memungkinkan, dilepas-liarkan
kembali ke habitat alam.
758. (2) Biaya pengembalian spesimen atau
sumber daya genetik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanggung oleh pelaku.
Yang dimaksud dengan pelaku adalah
penerima (importir) dan/atau pengirim
(eksportir) spesimen spesies hasil
tindak pidana konservasi
keanekaragaman hayati.
Pelaku wajib menanggung semua biaya
pengembalian spesimen tersebut ke
Indonesia tanpa harus menunggu
proses peradilan. Namun demikian
apabila karena suatu sebab pengirim
spesimen tidak dapat diketahui
keberadaannya, atau melarikan diri,
maka biaya pengiriman kembali
spesimen hasil rampasan dapat
dimintakan untuk ditanggung oleh
penerima (importir) dalam hal
179 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
peraturan perundang-undangan di
negara tersebut memungkinkan.
759. (3) Dalam hal pembiayaan
pengembalian spesimen atau sumber daya genetik sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tidak dapat ditanggung oleh pelaku, pembiayaan pengembalian
spesimen atau sumber daya genetik dibebankan kepada Pemerintah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Cukup jelas.
760. (4) Dalam hal pengembalian spesimen
rampasan di luar negeri tidak dapat dilakukan, maka spesimen hidup
tumbuhan atau satwa liar dapat diminta untuk dititipkan kepada lembaga yang bergerak dalam
bidang konservasi ex-situ dan dimusnahkan bagi spesimen mati.
Cukup jelas.
761. (5) Spesimen tumbuhan dan/atau satwa yang berasal dari luar
wilayah Republik Indonesia yang dirampas untuk negara dapat dikembalikan ke negara asalnya
atas permintaan dari negara asal.
Cukup jelas.
762. (6) Biaya pengembalian spesimen
tumbuhan dan/atau satwa dibebankan kepada negara asal spesimen tumbuhan dan/atau
satwa.
Cukup jelas.
180 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
763. BAB VII
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN
PERAN PARA PIHAK
764. Bagian Kesatu
Umum
765. Pasal 159
(1) Pelibatan para pihak dan
pemberdayaan masyarakat dilakukankan untuk mendukung terwujudnya tujuan konservasi
keanekaragaman hayati.
Membuka akses informasi adalah
kewajiban minimal dalam mewujudkan
peran masyarakat.
766. (2) Pelibatan para pihak dalam
konservasi keanekaragaman hayati dilakukan pada proses
perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pengawasan dan pemantauan.
Pelibatan masyarakat tidak sekedar
membuka akses, namun lebih kepada
proses perencanaan, pelaksanaan,
sampai dengan pengawasan dan
pemantauan.
767. (3) Pemberdayaan masyarakat selain ditujukan untuk peningkatan
kesejahteraan juga untuk mendukung peran para pihak dalam konservasi keanekaragaman
hayati.
768. Bagian Kedua
181 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Pemberdayaan Masyarakat
769. Pasal 160
(1) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 159 ayat (2) dilaksanakan melalui:
770. a. fasilitasi dan pendampingan; Cukup jelas.
771. b. peningkatan kapasitas dan
penguatan kelembagaan;
Cukup jelas.
772. c. pemberian akses. Pemberian akses sebagaimana
dimaksud ayat 1 huruf c dapat berupa
:
a. pemanfaatan kawasan untuk
kegiatan budidaya pada zona
tradisional dan zona khusus
b. pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar
untuk kegiatan penangkaran
c. pengarusutamaan keanekaragaman hayati
di sekitar kawasan konservasi
773. (2) Pelaksanaan pemberdayaan
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam
setiap kegiatan pelestarian dan pemanfaatan spesies, genetik, dan
Cukup jelas.
182 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
ekosistem.
774. (3) Sasaran pemberdayaan adalah masyarakat yang tinggal di dalam
dan sekitar kawasan konservasi dan/atau kawasan ekosistem esensial, termasuk masyarakat
hukum adat.
775. Bagian Ketiga
Peran Para Pihak
776. Pasal 161
(1) Peran dan iniasi para pihak harus
diidentifikasi dan didukung untuk membantu pencapaian tujuan konservasi keanekaragaman hayati.
Cukup jelas.
777. (2) Dalam mendukung pencapaian tujuan konservasi keanekaragaman
hayati tersebut, para pihak dapat berperan:
778. a. memberikan data dan informasi untuk kepentingan pelestarian dan pemanfaatan spesies,
genetik, dan ekosistem;
Cukup jelas.
779. b. memberikan usulan, saran dan
pertimbangan untuk perlindungan spesies, genetik, dan ekosistem;
Cukup jelas.
183 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
780. c. melakukan kerja sama dalam
pembinaan serta pemulihan populasi dan habitat/ekosistem;
Cukup jelas.
781. d. melakukan pengelolaan sebagian kawasan konservasi;
Cukup jelas.
782. e. melakukan pengelolaan kawasan ekosistem esensial; dan/atau
Cukup jelas.
783. f. sebagai pengampu sumber daya
genetik dan pengetahuan tradisional yang terasosiasi
dengan sumber daya genetik.
Cukup jelas.
784. (3) Untuk mewadahi peran para pihak
tersebut dapat dilakukan dalam kelembagaan yang akan dibentuk oleh Pemerintah Pusat di bidang
keanekaragaman hayati.
Cukup jelas.
785. Pasal 162
Dalam melaksanakan peran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
161 para pihak berhak:
786. a. mendapatkan akses informasi, akses partisipasi dan akses
keadilan;
Cukup jelas.
787. b. menyampaikan usulan dan/atau
keberatan;
Cukup jelas.
788. c. terlibat dalam pengelolaan
konservasi keanekaragaman hayati;
Cukup jelas.
184 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
789. d. ikut melaksanakan pengawasan
pengelolaan dan/atau pelindungan dan pengamanan kawasan dan spesies di sekitar
ruang kelola kehidupan;
Cukup jelas.
790. e. mendapatkan perlindungan atas
hak-hak tradisional;
Cukup jelas.
791. f. mendapatkan kompensasi atas
hilangnya hak atas tanah dan akses terhadap sumber daya sebagai akibat dari penetapan
kawasan konservasi dan kawasan ekosistem esensial
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku;
Cukup jelas.
792. g. mendapatkan insentif atas pembatasan hak di atas tanah yang ditetapkan sebagai
kawasan ekosistem esensial sesuai dengan peraturan perundangan yang ada;
Cukup jelas.
793. h. mendapatkan pembagian keuntungan yang adil dan
berimbang atas hak kekayaan intelektual serta pengetahuan
tradisional dalam pemanfaatan sumber daya genetik;
Cukup jelas.
794. i. mendapatkan pendampingan
dan pemberdayaan.
Cukup jelas.
185 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
795. Pasal 163
Dalam melaksanakan peran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
161 ayat (2) para pihak berkewajiban:
796. a. memberikan informasi secara benar, akurat, dan terbuka;
Cukup jelas.
797. b. melestarikan keanekaragaman hayati yang berada di tanah atau
di wilayah yang dikuasakan kepadanya;
Cukup jelas.
798. c. melakukan pemulihan atas areal
terdegradasi yang berada di tanah atau di wilayah yang
dikuasakan kepadanya
Cukup jelas.
799. d. memanfaatkan keanekaragaman
hayati dengan bertanggung jawab dan berkelanjutan; dan
Cukup jelas.
800. e. mentaati ketentuan peraturan
perundangan-undangan yang berlaku.
Cukup jelas.
801. Pasal 164
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pemberdayaan masyarakat dan peran
para pihak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 159, Pasal 160, Pasal
161, Pasal 162, dan Pasal 163 diatur
Cukup jelas.
186 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dalam Peraturan Pemerintah.
802. BAB VIII
PENDANAAN KONSERVASI
803.
Pasal 165
(1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah wajib
menyediakan pendanaan yang berkelanjutan untuk kegiatan konservasi.
Cukup jelas.
804. (2) Pendanaan berkelanjutan untuk kegiatan konservasi dapat berasal
dari:
Cukup jelas.
805. a. anggaran pemerintah; Cukup jelas.
806. b. bantuan/hibah Negara lain; Cukup jelas.
807. c. hibah dari lembaga nasional
dan internasional;
Cukup jelas.
808. d. komitmen internasional yang
berasal dari penghapusan hutang luar negeri;
Cukup jelas.
809. e. hasil kerja sama pengelolaan keanekaragaman hayati dengan pihak ketiga; dan
Cukup jelas.
187 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
810. f. anggaran para pihak yang
ditunjuk sebagai pengelola kawasan konservasi tertentu.
Cukup jelas.
811. (3) Pemerintah Pusat dapat membentuk Lembaga Pendanaan sesuai peraturan perundang-
undangan.
Lembaga pendanaan yg dimaksud pada
ayat 3 dapat berupa Dana Amanah
(Trust Fund).
Dana Amanah merupakan dana yg
berasal dari berbagai sumber dana
yang sah, tidak mengikat, dan
diperuntukan langsung bagi kegiatan
konservasi keanekaragaman hayati.
Sumber dana yang dimaksud dapat
berasal dari Pembayaran jasa
lingkungan (PES/Payment for
Ecosystem Services), Tanggung jawab
sosial perusahaan (CSR/Corporate
Social Responsibility), hibah, pajak
atau fee terhadap usaha-usaha yang
dapat berdampak negatif terhadap
kenanekaragaman hayati,
carbon/biodiversity offsets.
812. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang pendanaan berkelanjutan untuk
konservasi diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Cukup jelas.
188 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
813. BAB IX
PENYELESAIAN SENGKETA
814. Bagian Kesatu
Umum
815. Pasal 166
(1) Penyelesaian sengketa merupakan
proses, cara, dan/atau upaya untuk menyelesaikan sengketa atau beda pendapat perdata terkait
dengan pelaksanaan Undang-Undang ini.
Cukup jelas.
816. (2) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
menghapuskan pertanggungjawaban pidana.
Cukup jelas.
817.
Pasal 167
(1) Penyelesaian sengketa konservasi
keanekaragaman hayati dapat ditempuh:
818. a. di luar pengadilan; atau Cukup jelas.
819. b. di pengadilan Cukup jelas.
189 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
820. (2) Pilihan penyelesaian sengketa di
luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan secara suka rela oleh
para pihak yang bersengketa.
Cukup jelas.
821. (3) Gugatan melalui pengadilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, hanya dapat ditempuh
apabila upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dipilih dinyatakan tidak berhasil
oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.
Cukup jelas.
822. Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa di Luar
Pengadilan
823. Pasal 168
Penyelesaian sengketa konservasi
keanekargaman hayati diupayakan
untuk diselesaikan dengan prinsip
musyawarah untuk mufakat.
Cukup jelas.
824. Pasal 169 Yang dimaksud dengan tindakan tertentu adalah suatu tindakan yang
190 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
(1) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dimaksud dalam Undang-Undang ini dilakukan
untuk mencapai kesepakatan mengenai tindakan tertentu
dan/atau ganti rugi.
terdiri dari namun tidak terbatas pada:
a. penghentian tindakan yang
merugikan dan/atau berpotensi
merugikan konservasi
keanekaragaman hayati dan/
atau masyarakat;
b. mencegah timbulnya dampak
negatif terhadap konservasi
keanekaragaman hayati dan/
atau masyarakat;
c. menjamin tidak akan
terulangnya tindakan yang
merugikan dan/atau berpotensi
merugikan keanekaragaman
hayati dan/ atau masyarakat;
d. pemulihan, penanggulangan
dan/atau mitigasi dampak
kerugian terhadap
keanekaragaman hayati dan/
atau masyarakat;
e. mendapatkan akses
pemanfaatan jasa lingkungan
dan/ atau hasil hutan bukan
kayu;
f. kemitraan dalam pengelolaan
kawasan konservasi;
g. pengamanan dampak dari
spesies invasif dan/ atau produk
191 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
rekayasa genetik terhadap
keanekaragaman hayati
dan/atau masyarakat;
h. mencegah, menanggulangi,
dan/atau memulihkan
pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup
yang terkait dengan
keanekaragaman hayati.
825. (2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan dengan mediasi, negosiasi, arbitrase, atau
pilihan lain dari para pihak yang bersengketa sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Cukup jelas.
826. (3) Hasil penyelesaian sengketa di luar
pengadilan harus dinyatakan secara tertulis dan bersifat
mengikat para pihak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Cukup jelas.
827. Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa di Pengadilan
828. Paragraf 1
192 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Ganti Rugi dan Tindakan Tertentu
829. Pasal 170
Setiap penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan yang melakukan
perbuatan melanggar hukum yang
menimbulkan kerugian pada orang
lain dan/atau keanekaragaman hayati
wajib membayar ganti rugi dan
melakukan tindakan tertentu
berdasarkan putusan pengadilan.
Cukup jelas.
830. Pasal 171
Setiap orang yang melakukan
pemindahtanganan, pengubahan sifat
dan bentuk usaha, dan/atau kegiatan
dari suatu badan usaha yang
melanggar hukum tidak melepaskan
tanggung jawab hukum dan kewajiban
badan usaha sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
Cukup jelas.
831.
832. Pasal 172
Pengadilan dapat menetapkan
Cukup jelas.
193 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
pembayaran uang paksa terhadap
setiap hari keterlambatan atas
pelaksanaan putusan pengadilan.
833. Paragraf 2
Tanggung Jawab Mutlak
834. Pasal 173
Setiap orang yang tindakannya,
usahanya, dan/atau kegiatannya
melepaskan varietas atau organisme
hasil rekayasa sumber daya genetik,
atau organisme yang secara sumber
daya genetik telah dimodifikasi ke
habitat alam atau kegiatan lainnya
yang berdampak serius terhadap
keanekaragaman hayati yang
menimbulkan kerugian terhadap
keanekaragaman hayati bertanggung
jawab mutlak atas kerugian yang
terjadi tanpa perlu adanya
pembuktian unsur kesalahan.
Cukup jelas.
835. Paragraf 3
194 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Gugatan Perwakilan
836.
Pasal 174
(1) Masyarakat berhak mengajukan
gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan
masyarakat apabila mengalami kerugian.
Cukup jelas.
837. (2) Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis
tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.
Cukup jelas.
838. (3) Ketentuan mengenai hak gugat masyarakat dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Cukup jelas.
839. Paragraf 4
Hak Gugat Organisasi
840.
Pasal 175
(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pelindungan keanekaragaman hayati, organisasi
Cukup jelas.
195 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
berhak mengajukan gugatan untuk
kepentingan keanekaragaman hayati.
841. (2) Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu tanpa adanya
tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
Cukup jelas.
842. (3) Organisasi dapat mengajukan gugatan apabila memenuhi persyaratan:
843. a. berbentuk badan hukum; Cukup jelas.
844. b. menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut didirikan untuk
kepentingan pelindungan keanekaragaman hayati; dan
Cukup jelas.
845. c. telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya paling singkat 2 (dua)
tahun.
Cukup jelas.
846. Paragraf 5
Hak Gugat Pemerintah
847.
Pasal 176 Cukup jelas.
196 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
(1) Pemerintah Pusat dan/atau
Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang pelindungan keanekaragaman
hayati berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dan/atau
tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang mengakibatkan kerugian bagi
keanekaragaman hayati.
848. (2) Gugatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terbatas pada tuntutan kerugian bagi keanekaragaman hayati, kerugian
pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi dan tanggung
jawabnya di bidang pelindungan keanekaragaman hayati, dan/atau tindakan tertentu guna mencegah,
menanggulangi, dan memulihkan keanekaragaman hayati.
Cukup jelas.
849. BAB X
KERJA SAMA INTERNASIONAL
850.
Pasal 177
Dalam rangka kerja sama
internasional di bidang pengelolaan
197 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
ekosistem dan jenis, Pemerintah Pusat
mengatur pelaksanaan bagi beberapa
perjanjian internasional terkait
keanekaragaman hayati diantaranya:
851. a. Konvensi Warisan Alam Dunia; Cukup jelas.
852. b. Konvensi Ramsar; Cukup jelas.
853. c. Cagar Biosfer; Cukup jelas.
854. d. Convention on International Trade in Endangered Species (CITES);
Cukup jelas.
855. e. Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological
Diversity/ CBD).
Cukup jelas.
856.
Pasal 178
(1) Pemerintah Pusat dapat
mengajukan kawasan konservasi menjadi Situs Warisan Dunia atau Situs Ramsar kepada Organisasi
Internasional yang berwenang.
Cukup jelas.
857. (2) Pemerintah Pusat dapat
mengajukan kawasan konservasi menjadi zona inti Situs Cagar Biosfer kepada Organisasi
Internasional yang mengurusinya, serta mengelolanya bersama
Cukup jelas.
198 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
kawasan di sekitarnya di dalam
kerangka pengelolaan Cagar Biosfer.
858. (3) Pengajuan usulan kawasan konservasi untuk menjadi situs-situs internasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) didasarkan pada
rekomendasi dari:
859. a. Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota;
Cukup jelas.
860. b. pemangku kepentingan yang berkaitan; dan
Cukup jelas.
861. c. Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati.
Cukup jelas.
862. (4) Situs-situs internasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2) dan ayat (3) wajib dikelola sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh Organisasi
Internasional yang mengurusinya.
Cukup jelas.
863. Pasal 179
(1) Pengelolaan Situs Cagar Biosfer sebagaimana dimaksud pada Pasal
177 huruf c dikoordinasikan oleh Pemerintah Provinsi setempat.
Cukup jelas.
864. (2) Dalam hal pengelolaan Situs Cagar Biosfer, Pemerintah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat
Cukup jelas.
199 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
(1) dapat membentuk Badan
Pengelola Cagar Biosfer.
865.
866. BAB XI
KELEMBAGAAN
867. Bagian Kesatu
Komisi Konservasi Keanekaragaman
Hayati
868. Pasal 180
(1) Dalam hal mendukung
penyelenggaraan konservasi keanekaragaman hayati, Presiden
membentuk Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati berdasarkan usul Menteri.
Cukup jelas.
869. (2) Komisi Konservasi Keanekaragaman Hayati
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diketuai oleh perwakilan Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia yang beranggotakan para pihak.
Yang dimaksud dengan beranggotakan
para pihak antara lain perwakilan dari
:
a. kementerian terkait dengan urusan
kehutanan atau konservasi
keanekaragaman hayati;
b. kementerian terkait dengan urusan
Lingkungan Hidup;
200 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
c. lembaga penelitian dan
pengembangan di bidang
konservasi keanekaragaman hayati
d. lembaga swadaya masyarakat yang
bergerak dalam bidang konservasi
nasional; dan
e. perguruan tinggi yang berada di
Indonesia.
870. Pasal 181
Komisi Konservasi Keanekaragaman
Hayati bertugas:
871. a. melakukan pengkajian dan penelitian dalam rangka pemberian rekomendasi kepada
Menteri mengenai penetapan dan/atau perubahan status sumber daya genetik spesies
target, kategorisasi pelindungan spesies dan kategori kawasan
konservasi;
Cukup jelas.
872. b. menyusun prosedur tetap untuk
implementasi pelaksanaan tugas Komisi, dalam rangka pemberian rekomendasi kepada Menteri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2); dan
Cukup jelas.
201 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
873. c. menampung dan
menindaklanjuti usulan masyarakat mengenai konservasi keanekaragaman hayati.
Cukup jelas.
874. Pasal 182
Komisi Konservasi Keanekaragaman
Hayati berwenang memberikan
rekomendasi terhadap:
875. a. penetapan dan perubahan spesies target bagi pelindungan sumber daya genetik;
Cukup jelas.
876. b. penetapan spesies-spesies satwa kharismatik;
Cukup jelas.
877. c. penetapan dan perubahan kategori spesies dilindungi;
Cukup jelas.
878. d. perburuan terkendali di dalam kawasan konservasi dalam
rangka mengoptimalkan daya dukung terhadap spesies;
Cukup jelas.
879. e. pengajuan usulan kawasan konservasi untuk menjadi situs-situs internasional;
Cukup jelas.
880. f. perubahan dari satu kategori kawasan konservasi ke kategori
lainnya; dan
Cukup jelas.
881. g. pencadangan areal. Areal pencadangan yang dimaksud
adalah Areal yang dicadangkan
202 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
diprioritaskan pada situs yang
mengalami degradasi sedang atau
berat.
882. Pasal 183
Apabila Komisi Keanekaragaman
Hayati belum terbentuk, semua
keputusan Menteri mengenai
penetapan dan perubahan status
sumber daya genetik spesies target,
kategorisasi pelindungan spesies dan
kategorisasi kawasan konservasi
didasarkan pada rekomendasi dari
Otorita Ilmiah.
Cukup jelas.
883. Bagian Kedua
Dewan Pengelola Sumber Daya
Genetik
884.
Pasal 184
(1) Dalam rangka pengaturan pemanfaatan sumber daya genetik
dan pengetahuan yang terasosiasi dengan sumber daya genetik,
Cukup jelas.
203 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Presiden membentuk Dewan
Pengelola Sumber Daya Genetik.
885. (2) Dewan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) beranggotakan unsur Kementerian dan Lembaga serta unsur masyarakat yang terkait
dengan sumber daya genetik.
Kementerian dan Lembaga yang
dimaksud diantaranya Kementerian
atau Lembaga pemerintah yang
mempunyai kewenangan bidang
pertanian, kesehatan, pengetahuan
dan teknologi, kehutanan, lingkungan
hidup, kelautan dan perikanan, hak
kekayaan intelektual.
886. (3) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Menteri sebagai Ketua Dewan.
Cukup jelas.
887. (4) Kepala Sekretariat melaksanakan tugas sehari-hari Dewan.
Cukup jelas.
888. (5) Menteri menetapkan Kepala Sekretariat dan anggota
Sekretariat.
Cukup jelas.
889. Pasal 185
Dewan bertugas :
890. a. mengkoordinasikan Kementerian dan Lembaga yang berwenang
atas izin akses dan izin pengembangan;
Fungsi koordinasi dari mulai
penerbitan sampai pengawasan.
Kementerian dan Lembaga yang
dimaksud adalah yang mempunyai
kewenangan bidang pertanian,
kesehatan, pengetahuan dan teknologi,
204 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
kehutanan, lingkungan hidup,
kelautan dan perikanan.
Kementerian dan Lembaga dimaksud di
atas adalah Otoritas Nasional yang
Kompeten (National Competent
Authorities/NCA).
891. b. menyusun pedoman akses dan pembagian keuntungan bagi
Pemerintah dan masyarakat;
Yang dimaksud dengan pedoman
untuk masyarakat termasuk pedoman
bagi pengakses, masyarakat adat dan
petani pemulia.
892. c. mengembangkan sistem basis data dan informasi serta
menyediakan informasi tentang akses terhadap sdg dan
pengetahuan tradisional yang terasosiasi dengannya;
Cukup jelas.
893. d. mewakili negara sebagai Pumpunan Kegiatan Nasional (national focal point);
Termasuk bertindak sebagai check
points menurut Protokol Nagoya.
894. e. memberikan rekomendasi penerbitan izin akses kepada
Otoritas Nasional yang Kompeten (national competent authority);
Cukup jelas.
895. f. menunjuk satu atau beberapa lembaga yang berwenang sebagai
Otoritas Nasional yang Kompeten ( national competent authority);
Cukup jelas.
896. g. melakukan monitoring dan Areal pencadangan yang dimaksud
205 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
evaluasi kegiatan Otoritas
Nasional yang Kompeten (national competent authority);dan
adalah Areal yang dicadangkan
diprioritaskan pada situs yang
mengalami degradasi sedang atau
berat.
897. h. mewakili negara dalam sengketa
hak kekayaan intelektual terkait sumber daya genetik dan
pengetahuan yang terasosiasi dengannya.
Dewan mewakili negara dan/atau
memfasilitasi serta mendampingi
masyarakat adat atau petani
tradisional dalam sengketa hak
kekayaan intelektual pada sengketa
nasional maupun sengketa
internasional.
898. Bagian Ketiga
Otoritas Nasional yang Kompeten
899. Pasal 186
Otoritas Nasional yang Kompeten
sebagaimana dimaksud pada Pasal
176 huruf e, f, dan g bertugas:
900. a. memberikan izin akses; Fungsi koordinasi dari mulai
penerbitan sampai pengawasan.
Kementerian dan Lembaga yang
dimaksud adalah yang mempunyai
kewenangan bidang pertanian,
kesehatan, pengetahuan dan teknologi,
kehutanan, lingkungan hidup,
206 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
kelautan dan perikanan.
Kementerian dan Lembaga dimaksud di
atas adalah Otoritas Nasional yang
Kompeten (National Competent
Authorities/NCA).
901. b. mengeluarkan bukti tertulis
bahwa semua persyaratan akses telah ditempuh;
Yang dimaksud dengan pedoman
untuk masyarakat termasuk pedoman
bagi pengakses, masyarakat adat dan
petani pemulia.
902. c. memberikan informasi terkait
dengan prosedur dan persyaratan untuk memperoleh
PADIA dan Kesepakatan Bersama; dan
Cukup jelas.
903. d. menyampaikan laporan dan informasi PADIA, Kesepakatan Bersama (MAT), Izin, kepada
Dewan.
Cukup jelas.
904. BAB XII
PENGAWASAN DAN SANKSI
ADMINISTRATIF
905.
Pasal 187 Menteri, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai dengan
cCukup jelas.
207 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
kewenangannya wajib melakukan
pengawasan terhadap ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan atas ketentuan yang
ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan di bidang
konservasi keanekaragaman hayati.
906.
Pasal 188
(1) Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya menegakan sanksi
administratif.
Cukup jelas.
907. (2) Sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
908. a. teguran tertulis; Cukup jelas.
909. b. paksaan pemerintah; Cukup jelas.
910. c. pembekuan izin; dan/atau Cukup jelas.
911. d. pencabutan izin. Cukup jelas.
912. Pasal 189 Paksaan pemerintah sebagaimana
dimaksud pada Pasal 187 huruf b
meliputi:
913. a. penghentian sementara kegiatan; Cukup jelas.
208 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
914. b. pemindahan sarana kegiatan; Cukup jelas.
915. c. pembongkaran; Cukup jelas.
916. d. penyitaan barang atau alat yang
berpotensi menimbulkan pelanggaran; dan/atau
Cukup jelas.
917. e. tindakan lain yang bertujuan menghentikan pelanggaran.
Cukup jelas.
918. Pasal 190 Setiap orang yang melakukan kegiatan
pengembangan sumber daya genetik
dengan PADIA akses, PADIA
pengembangan dan/atau kesepakatan
bersama yang tidak sesuai dengan
syarat yang ditetapkan oleh Menteri
dikenai pencabutan izin
pengembangan.
Cukup jelas.
919. Pasal 191 Setiap pemegang izin pengembangan
yang tidak melaporkan hasil kegiatan
akses sumber daya genetik dan
pengetahuan tradisional yang
terasosisasi dengan sumber daya
genetik dikenai sanksi pembekuan izin
pengembangan.
Cukup jelas.
209 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
920. Pasal 192 Lembaga konservasi yang
memperlakukan satwa yang dilindungi
tidak sesuai prinsip-prinsip
kesejahteraan satwa dikenai
pencabutan izin lembaga konservasi.
Cukup jelas.
921. Pasal 193 Setiap pemegang izin pemanfaatan
ekosistem restorasi yang tidak
membayar iuran atau pungutan yang
dipertimbangkan dengan biaya
operasional restorasi ekosistem
dikenai teguran tertulis.
Cukup jelas.
922. Pasal 194 Dalam hal teguran tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak ditaati, pemegang izin
pemanfaatan ekosistem restorasi
dikenai paksaan pemerintah.
Cukup jelas.
923. Pasal 195
(1) Setiap pemegang izin pemanfaatan ekosistem restorasi yang tidak melakukan pengamanan pada areal
yang akan direstorasi dikenai teguran tertulis.
Cukup jelas.
210 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
924. (2) Dalam hal teguran tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditaati, pemegang izin pemanfaatan ekosistem restorasi
dikenai paksaan pemerintah dan/atau pencabutan izin
pemanfaatan ekosistem restorasi.
Cukup jelas.
925. Pasal 196
(1) Setiap pemegang izin pemanfaatan jasa lingkungan dan/atau jasa ekosistem yang tidak
melaksanakan standar dan teknologi untuk kepentingan
pelestarian keanekaragaman hayati dikenai sanksi pembekuan izin pemanfaatan jasa lingkungan
dan/atau jasa ekosistem.
Cukup jelas.
926. (2) Dalam hal pembekuan izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditaati, pemegang izin pemanfaatan ekosistem restorasi
dikenai pencabutan izin pemanfaatan ekosistem restorasi.
Cukup jelas.
927. BAB XIII
INSENTIF DAN DISINSENTIF
928. Pasal 197
(1) Insentif dan/atau disinsentif dalam Undang-Undang ini dikhususkan
Cukup jelas.
211 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
kepada kegiatan dalam bidang
konservasi keanekaragaman hayati.
929. (2) Menteri, Gubernur, dan/atau
Bupati/Walikota dapat bekerja sama dengan instansi dan/atau pihak terkait dalam memberikan
insentif dan/atau disinsentif.
Cukup jelas.
930.
931. Pasal 198 Insentif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 197 ayat (1) diberikan oleh
Menteri, Gubernur, dan/atau
Bupati/Walikota dalam bentuk
moneter dan/atau non-moneter
kepada setiap orang yang memenuhi
kriteria tertentu .
Cukup jelas.
932. Pasal 199 Setiap orang dan penegak hukum yang
berjasa dalam upaya pencegahan,
pemberantasan, atau pengungkapan
tindak pidana konservasi sumberdaya
alam hayati dan ekosistemnya berhak
mendapatkan insentif dari Pemerintah.
Cukup jelas.
933. Pasal 200 Pemerintah harus memberikan insentif
atas pengembalian sebagian atau
seluruh hak atas tanah negara yang
Cukup jelas.
212 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
ditetapkan sebagai kawasan ekosistem
esensial sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28.
934. Pasal 201 Disinsentif sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1)
setidaknya meliputi:
935. a. penundaan penjualan produk; Cukup jelas.
936. b. embargo kegiatan-kegiatan yang berafiliasi dengan pelanggar;
Cukup jelas.
937. c. penundaan registrasi paten atau lisensi;
Cukup jelas.
938. d. pemberian tanda daftar hitam; Cukup jelas.
939. e. pengenaan pajak yang tinggi; dan/atau
Cukup jelas.
940. f. pelaporan tindakan pelanggaran kepada Sekretariat Protokol
Nagoya.
Cukup jelas.
941. BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
942. Pasal 202 (1) Setiap orang yang secara melawan
hukum mengedarkan, membeli,
atau memperdagangkan spesies
Cukup jelas.
213 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
tumbuhan dilindungi dalam
keadaan hidup atau bagian-
bagiannya diancam pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
943. (2) Dalam hal perbuatan
mengedarkan, membeli, atau memperdagangkan spesies
tumbuhan dilindungi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap tumbuhan dari spesies
dilindungi dalam keadaan mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan
denda paling banyak Rp 7.000.000.000,00 (tujuh miliar
rupiah).
944. Pasal 203 Setiap orang yang melakukan
perbuatan yang mengakibatkan
spesies tumbuhan dilindungi rusak
atau mandul dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Cukup jelas.
214 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
945. Pasal 204 Setiap orang yang membunuh atau
mengakibatkan spesies tumbuhan
dilindungi mati atau musnah, atau
memusnahkan spesimen tumbuhan
dilindungi dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling banyak Rp
7.000.000.000,00 (tujuh miliar
rupiah).
Cukup jelas.
946. Pasal 205 (1) Setiap orang yang secara melawan
hukum mengedarkan, membeli,
atau memperdagangkan spesies
satwa dilindungi dalam keadaan
hidup atau bagian-bagiannya
diancam pidana penjara minimal 1
tahun dan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan denda
paling banyak Rp 6.000.000.000,00
(enam miliar rupiah).
Cukup jelas.
947. (2) Dalam hal perbuatan mengedarkan,
membeli, atau memperdagangkan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan terhadap satwa dari spesies dilindungi dalam keadaan mati, dipidana dengan pidana
penjara paling sedikit 2 (dua) tahun
215 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun, dan denda paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
948. Pasal 206 Setiap orang yang melakukan
perbuatan yang mengakibatkan
spesies satwa dilindungi cacat atau
sakit, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan
denda paling banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Cukup jelas.
949. Pasal 207 Setiap orang yang membunuh atau
mengakibatkan kematian spesies
satwa dilindungi atau musnahnya
spesimen satwa dilindungi, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak
Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar
rupiah).
Cukup jelas.
950. Pasal 208 Setiap orang yang memberikan
pernyataan di media elektronik, cetak,
Cukup jelas.
216 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
atau sejenisnya tentang penguasaan,
pemilikan, perburuan, pembunuhan
spesies yang dilindungi tanpa izin,
dipidana dengan pidana paling lama 2
(dua) tahun atau denda paling banyak
Rp. 1.000.000.000.000,- (satu miliar
rupiah).
951. Pasal 209 Setiap orang yang menghadiahkan,
menerima, menukar, menerima
tukaran, dan/atau menerima titipan
atau hadiah spesies tumbuhan
dan/atau satwa dilindungi dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).
Cukup jelas.
952. Pasal 210
Setiap orang yang secara melawan
hukum mengangkut dan/atau
membawa spesies tumbuhan
dan/atau satwa dilindungi, bagian-
bagiannya atau turunannya dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling banyak
Cukup jelas.
217 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
Rp. 3.000.000.000,- (tiga miliar
rupiah).
953. Pasal 211 Setiap orang yang mengambil,
mengedarkan, atau memperdagangkan
tumbuhan dan/atau satwa dari
spesies dikendalikan dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp
500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Cukup jelas.
954. Pasal 212
Setiap orang yang: a. mengambil sumber daya genetik
tanpa izin akses;
b. melakukan akses terhadap sumber daya genetik dengan
tidak memenuhi syarat-syarat Persetujuan yang Diberitahukan Atas Informasi Awal (PADIA)
dan/atau Kesepakatan Bersama; c. membawa atau mengangkut
sampel atau contoh materi
genetik untuk tujuan pemanfaatan ke tempat yang
tidak sesuai sebagaimana tercantum dalam izin;atau
d. membawa atau mengirim
sumber daya genetik ke luar negeri tanpa izin pengeluaran
Cukup jelas.
218 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dan/atau dokumen persetujuan
pemindahan material; dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
955. Pasal 213
Setiap orang yang melakukan kegiatan
pengembangan sumber daya genetik
tanpa izin pengembangan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan denda paling
banyak Rp. 10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Cukup jelas.
956. Pasal 214 Setiap orang yang:
a. melakukan penelitian dan/atau pengembangan produk
rekayasa genetik tanpa izin, dan/atau
b. melepaskan, mengedarkan, atau
menyebabkan lepasnya produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
dipidana dengan pidana penjara
Cukup jelas.
219 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
paling lama 6 (enam) tahun dan denda
paling banyak Rp. 15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah).
957. Pasal 215 (1) Setiap orang yang melakukan
perubahan terhadap keutuhan atau
yang mengakibatkan perubahan
kawasan konservasi diancam
dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan pidana denda
maksimal Rp. 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
Yang dimaksud perubahan terhadap keutuhan kawasan konservasi, meliputi:
a. mengganggu, mengurangi dan/atau menghilangkan fungsi
dan/atau luas kawasan konservasi atau kawasan ekosistem esensial,
b. mengubah kontur, bentang atau bentuk lahan atau kontur lahan.
c. introduksi spesies tumbuhan
dan satwa lain di tempat yang bukan habitat alaminya.
958. (2) Setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) di kawasan Cagar Alam dan zona inti Taman Nasional diancam dengan pidana penjara
paling sedikit 1 (satu) tahun dan denda sedikitnya Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar
rupiah).
959. Pasal 216 (1) Setiap orang yang merusak atau
melakukan kegiatan yang
Cukup jelas.
220 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
mengakibatkan kerusakan
terhadap kawasan konservasi
dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan
denda paling sedikit Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
960. (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerusakan di Cagar
Alam dan zona inti Taman Nasional, diancam dengan pidana penjara minimal 1 (satu) tahun penjara dan
denda sedikitnya Rp 2.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Cukup jelas.
961. Pasal 217
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum: a. mengambil dan/atau
memindahkan tumbuhan dan/atau satwa di dalam kawasan konservasi;
b. benda mati yang secara alami berada di dalam kawasan
konservasi;dan/atau c. sarang satwa liar keluar dari
kawasan konservasi; dipidana dengan pidana penjara
Cukup jelas.
221 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
minimal 2 (dua) tahun dan paling
banyak 5 (lima) tahun dan denda
paling sedikit Rp
500.000.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
962. (2) Dalam hal kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan di kawasan Cagar Alam dan/atau
Zona Inti Taman Nasional, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Cukup jelas.
963. Pasal 218 Setiap orang yang melakukan
perbuatan yang mengakibatkan
dilampauinya baku mutu udara
ambien, baku mutu air, baku mutu
air laut, atau kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup di dalam
kawasan Taman Nasional selain zona
intinya atau Taman Wisata Alam
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp 10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Cukup jelas.
222 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
964. Pasal 219 Setiap orang yang melakukan
kegiatan yang melakukan perbuatan
yang mengakibatkan dilampauinya
baku mutu udara ambien, baku
mutu air, baku mutu air laut, atau
kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup di dalam kawasan Cagar Alam
dan/atau Zona Inti Taman Nasional
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling
banyak Rp 15.000.000.000,00 (lima
belas miliar rupiah).
Cukup jelas.
965. Pasal 220
Tindak pidana korporasi di bidang
keanekaragaman hayati dilakukan jika
dilakukan oleh orang yang bertindak
untuk dan atas nama korporasi atau
demi kepentingan korporasi,
berdasarkan hubungan kerja atau
hubungan lain, dalam lingkup usaha
korporasi tersebut, baik sendiri-sendiri
atau bersama-sama.
Cukup jelas.
223 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
966. Pasal 221
Pertanggungjawaban pidana korporasi
dikenakan terhadap korporasi
dan/atau personil pengendali
korporasi.
Cukup jelas.
967.
Pasal 222
(1) Dalam hal tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi
menyangkut kawasan konservasi atau kawasan ekosistem esensial, pidana pokok sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ditambah dengan
pidana untuk melakukan rehabilitasi kawasan dan kerja
sosial di bidang konservasi keanekaragaman hayati sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun.
Cukup jelas.
968. (2) Selain pidana pokok, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan
berupa:
969. a. penutupan seluruh atau
sebagian perusahaan;
Cukup jelas.
970. b. pengumuman putusan hakim; Cukup jelas.
224 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
971. c. pembekuan sebagian atau
seluruh kegiatan usaha korporasi;
Cukup jelas.
972. d. perampasan aset korporasi untuk negara; dan/atau
Cukup jelas.
973. e. pengambilalihan korporasi oleh negara.
Cukup jelas.
974. BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
975. Pasal 223
(1) Paling lambat dua tahun sejak
Undang-Undang ini berlaku, Pemerintah Pusat berkewajiban untuk membentuk badan khusus
yang bertugas untuk menyelesaikan konflik-konflik
konservasi masa lalu.
Cukup jelas.
976. (2) Penyelesaian konflik masa lalu
dilakukan melalui pengakuan hak masyarakat dalam konservasi diantaranya :
977. a. pelindungan hak hidup dan hak berbudaya dan pelindungan
wilayah hidup di dalam kawasan;
Cukup jelas.
978. b. pelindungan hak perdata, hak
tradisional, dan hak asal-usul
Cukup jelas.
225 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
dalam kawasan;
979. c. kompensasi dan/atau ganti rugi atas hilangnya hak;
Cukup jelas.
980. d. relokasi dengan pemenuhan hak asasi manusia;
Cukup jelas.
981. e. melibatkan masyarakat dalam setiap perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi;
Cukup jelas.
982. f. melakukan pemberdayaan dalam rangka menyesuaikan pola
ekonomi yang sesuai dengan tujuan konservasi.
Cukup jelas.
983. BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
984. Pasal 224
Pada saat Undang-Undang ini berlaku: a. Undang-undang Nomor 5 Tahun
1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekositemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990
Nomor 49, Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor
3419) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan
b. Semua peraturan perundang-
undangan yang merupakan
Cukup jelas.
226 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
peraturan pelaksana dari Undang-
Undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,
Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 3419) dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan
yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.
985. Pasal 225
Peraturan pelaksana dari Undang-Undang ini ditetapkan paling lama 2
(dua) tahun Undang-Undang ini diundangkan.
Cukup jelas.
986. Pasal 226
Undang-undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
Cukup jelas.
227 DRAF RUU KKH – Tanggal 24 Februari 2016
NO RUU KKH INISIATIF KLHK
PENJELASAN
SARAN/MASUKAN PENJELASAN
987. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan
Undang-undang tentang
Keanekaragaman Hayati ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
988. Disahkan di Jakarta
Pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
JOKO WIDODO
989. Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA
ttd.
YASONNA H. LAOLY