KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
Transcript of KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
KEMENTERIAN KEUANGAN
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Tahun 2019
Provinsi Banten
i
Bismillahirohmannirrohim Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salam Sejahtera bagi kita semua
Alhamdulillahirobbillallamin puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya, sehingga Kanwil Ditjen Perbendaharaan
Provinsi Banten dapat menyelesaikan Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Banten
Tahun 2019 tepat waktu. KFR ini disusun sebagai output atas pelaksanaan tugas
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.01/2016
tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Ditjen Perbendaharaan, dan Surat
Edaran Dirjen Perbendaharaan Nomor SE-61/PB/2017 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan Kajian Fiskal Regional, serta diharapkan menjadi salah satu masukan
dalam penyusunan kajian fiskal secara nasional.
Adapun beberapa aspek yang menjadi bahasan utama dalam kajian ini adalah
perkembangan ekonomi regional, perkembangan keuangan pemerintah pusat dan
daerah, keunggulan dan potensi daerah, tantangan fiskal regional serta analisis tematik.
Pada kesempatan ini, Kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-
tingginya kepada Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten, Perwakilah Bank
Indonesia, seluruh pemerintah daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan semua pihak yang
telah menyediakan data dan informasi yang dibutuhkan.
Kami menyadari dalam penyusunan KFR ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
Kami mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan dalam penyusunan kajian
selanjutnya agar dapat memberikan manfaat yang optimal.
Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Serang, 27 Februari 2020 Plh. Kepala Kanwil Tardin Hidayat NIP 196401051985031002
KATA PENGANTAR
iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………... vii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………............. xi
RINGKASAN EKSEKUTIF................................................................................. xv
BAB I SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH 1
1.1. PENDAHULUAN 1
1.2. TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 1
1.2.1. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
2
1.2.1. Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah 3
1.3. TANTANGAN DAERAH 5
1.3.1. Tantangan Ekonomi Daerah 5
1.3.2. Tantangan Sosial Kependudukan 6
1.3.3. Tantangan Geografi Wilayah 10
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL 13
2.1. INDIKATOR EKOMONI MAKRO FUNDAMENTAL 13
2.1.1. Produk Domestik Regional Bruto 13
2.1.2. Suku Bunga 19
2.1.3. Inflasi 19
2.1.4. Nilai Tukar 20
2.2. INDIKATOR KESEJAHTERAAN 21
2.2.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 21
2.2.2. Tingkat Kemiskinan 22
2.2.3. Tingkat Ketimpangan (Rasio Gini) 24
2.2.4. Kondisi Ketenagakerjaan dan Tingkat Pengangguran 25
2.3. EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKRO EKONOMI DAN PEMBANGUNAN REGIONAL
27
BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN TINGKAT REGIONAL
29
3.1. APBN TINGKAT PROVINSI 29
3.2. PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT TINGKAT REGIONAL 30
3.2.1. Penerimaan Perpajakan 30
3.2.2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 31
3.2.3. Analisis-Analisis Terkait Pendapatan Pemerintah Pusat 32
3.3. BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT REGIONAL 33
DAFTAR ISI
iv
3.3.1. Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Organisasi
33
3.3.2. Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Fungsi 34
3.3.3. Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Jenis Belanja
35
3.3.4. Analisa Belanja Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi 35
3.4. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA 36
3.4.1. Dana Transfer Umum 36
3.4.2. Dana Transfer Khusus 38
3.4.3. Dana Desa 40
3.4.4. Dana Insentif Daerah, Otonomi Khusus dan Keistimewaan 41
3.4.5. Analisis-Analisis Terkait Transfer ke Daerah 42
3.5. ANALISIS CASH FLOW APBN TINGKAT REGIONAL 45
3.5.1. Arus Kas Masuk (Penerimaan Negara) 46
3.5.2. Arus Kas Keluar (Belanja dan TKDD) 46
3.5.3. Surplus/Defisit 47
3.6. PENGELOLAAN BLU PUSAT 47
3.6.1. Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat 47
3.6.2. Perkembangan Pengelolaan Aset, PNBP dan RM BLU Pusat
48
3.6.3. Kemandirian BLU 48
3.6.4. Potensi Satker PNBP Menjadi Satker BLU 49
3.7. PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI PUSAT 49
3.7.1. Penerusan Pinjaman 49
3.7.2. Kredit Program 49
3.8. PERKEMBANGAN DAN ANALISIS BELANJA WAJIB (MANDATORY SPENDING) DAN BELANJA INFRASTRUKTUR PUSAT DI DAERAH
52
3.8.1. Mandatory Spending di Daerah 52
3.8.2. Belanja Infrastruktur 55
BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD 57
4.1. APBD TINGKAT PROVINSI BANTEN 57
4.2. PENDAPATAN DAERAH 58
4.2.1. Dana Transfer/Perimbangan 59
4.2.2. Pendapatan Asli Daerah 60
4.2.3. Pendapatan Lain-Lain 61
4.3. BELANJA PEMERINTAH DAERAH 62
4.3.1. Belanja Pemerintah Daerah Berdasarkan Klasifikasi Urusan
62
4.3.2. Belanja Pemerintah Daerah Berdasarkan Klasifikasi Fungsi
62
4.4. PERKEMBANGAN BLU DAERAH 65
v
4.4.1. Profil dan Jenis Layanan Satuan Kerja Badan Layanan Umum Daerah
65
4.4.2. Perkembangan Pengelolaan Aset, PNBP dan RM BLU Daerah
65
4.4.3. Analisis Legal Badan Layanan Umum Daerah 66
4.4.4. Pengelolaan Investasi Daerah 68
4.5. SURPLUS/DEFISIT APBD 69
4.6. PEMBIAYAAN 71
4.7. ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 72
4.7.1. Analisis Horizontal dan Vertikal 72
4.7.2. Analisis Kapasitas Fiskal Daerah 73
4.8. PERKEMBANGAN BELANJA WAJIB DAERAH 74
4.8.1. Belanja Daerah Sektor Pendidikan 75
4.8.2. Belanja Daerah Sektor Kesehatan 75
4.8.3. Belanja Infrastruktur Daerah 76
BAB V PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)
77
5.1. LAPORAN REALISASI ANGGARAN KONSOLIDASIAN 77
5.2. PENDAPATAN KONSOLIDASIAN 77
5.2.1. Analisis Proporsi dan Perbandingan 78
5.2.2. Analisis Perubahan 79
5.2.3. Rasio Pajak (Tax Ratio) 79
5.2.4. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kenaikan Realisasi Pendapatan Konsolidasian
81
5.3. BELANJA KONSOLIDASIAN 82
5.3.1. Analisis Proporsi dan Perbandingan 82
5.3.2. Analisis Perubahan 83
5.3.3. Analisis Rasio Belanja Operasi Konsolidasian Terhadap Total Belanja Konsolidasian
83
5.3.4. Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Jumlah Penduduk 83
5.3.5. Analisis Belanja 84
5.3.6. Analisis Anggaran Belanja Sektoral 86
5.4. SURPLUS/DEFISIT KONSOLIDASIAN 87
5.4.1. Komposisi Surplus/Defisit Konsolidasian dan Rasio 87
5.4.2. Perbandingan Rasio Surplus/Defisit Antar Kabupaten/Kota
88
5.5. ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL AGREGAT 89
BAB VI KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN FISKAL REGIONAL
91
6.1. SEKTOR UNGGULAN DAERAH 91
6.1.1. Sektor Unggulan dan Potensi di Provinsi Banten Berdasarkan Analisis RPs, LQ, SS-EM dan Overlay
92
vi
6.1.2. Sektor Real Estate 96
6.1.3. Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 98
6.2. TANTANGAN FISKAL REGIONAL DALAM MENDORONG POTENSI EKONOMI DAERAH
99
6.2.1. Ketergantungan Fiskal Pemerintah Daerah Terhadap Dana Transfer
99
6.2.2. Disparitas Pembangunan Banten Utara dan Banten Selatan
101
BAB VII ANALISIS TEMATIK 105
7.1. PENDAHULUAN 105
7.2. KONVERGENSI PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING 106
7.3. PENANGANAN STUNTING OLEH PEMERINTAH 108
7.3.1. Belanja Pemerintah Pusat 109
7.3.2. Transfer ke Daerah dan Dana Desa 112
BAB VIII PENUTUP 117
8.1. KESIMPULAN 117
8.2. REKOMENDASI 119
DAFTAR PUSTAKA xix
DAFTAR ISTILAH xxii
vii
Tabel 1-1 Target Indikator Makro RPJMD 2017-2019 Provinsi Banten 3
Tabel 1-2 Persentase Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Agustus 2018 - Agustus 2019
6
Tabel 1-3 Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Persentase PDRB 6
Tabel 1-4 Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Angka Beban Ketergantungan Tahun 2015-2019
8
Tabel 1-5 Angka Kesakitan Penduduk Menurut Daerah Tempat Tinggal Tahun 2016-2018 (Persen)
10
Tabel 1-6 Perkembangan Umum Harapan Hidup Menurut Jenis Kelamin 2010-2020
10
Tabel 2-1 Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi PDRB Banten Tahun 2019 (Persen)
13
Tabel 2-2 Perkembangan Ekspor Impor Banten Tahun 2015-2019 (Juta USD)
21
Tabel 2-3 Perkembangan IPM Wilayah Provinsi Banten Periode Tahun 2018-2019
21
Tabel 2-4 IPM Regional Pulau Jawa Menurut Komponen Tahun 2019 22
Tabel 2-5 P1 dan P2 Menurut Daerah Tempat Tinggal Maret 2018-September 2019
23
Tabel 2-6 Perkembangan Rasio Gini Banten dan Nasional Tahun 2017-2019
24
Tabel 2-7 Distribusi Persentase Pengeluaran Penduduk Kriteria Bank Dunia Menurut Daerah Tempat Tinggal Tahun 2017-2019
24
Tabel 2-8 Indikator Ketenagakerjaan Provinsi Banten Tahun 2015-2019 25
Tabel 2-9 Persentase Penduduk Bekerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama Agustus 2018-Agustus 2019
26
Tabel 2-10 Persentase Penduduk Yang Bekerja Menurut Kategorisasi Jam Kerja
27
Tabel 2-11 Realisasi Indikator Ekonomi Makro Provinsi Banten dan Nasional 27
Tabel 3-1 Perkembangan Pagu dan Realisasi APBN di Provinsi Banten (dalam miliar)
29
Tabel 3-2 Realisasi Penerimaan PNBP di Banten Tahun 2017-2019 (Miliar Rupiah)
31
Tabel 3-3 Tax Ratio Banten dan Nasional 32
Tabel 3-4 Perbedaan Pencatatan Realisasi Penerimaan PPh (Miliar Rupiah) 33
Tabel 3-5 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggaran (Miliar Rupiah)
34
Tabel 3-6 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Fungsi (Miliar Rupiah)
34
DAFTAR TABEL
viii
Tabel 3-7 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Jenis Belanja (Miliar Rupiah)
35
Tabel 3-8 Pagu dan Realisasi DBH di Banten Menurut Akun (2018-2019) 38
Tabel 3-9 Pagu dan Realisasi DAK Non Fisik di Banten Menurut Jenis (2018-2019)
40
Tabel 3-10 Pagu dan Realisasi Dana Desa di Banten Menurut Wilayah (2018-2019)
41
Tabel 3-11 Pagu dan Realisasi DID di Banten Menurut Wilayah (2018-2019) 41
Tabel 3-12 Ruang Fiskal Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun 2019 (Miliar Rupiah)
42
Tabel 3-13 Rasio Kemandirian Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun 2019
43
Tabel 3-14 Profil dan Jenis Layanan BLU Pusat di Banten Tahun 2019 (Miliar Rupiah)
47
Tabel 3-15 Nilai Aset dan Rasio Kemandirian Satker PNBP (Miliar Rupiah) 49
Tabel 3-16 Profil Penerusan Pinjaman di Provinsi Banten 49
Tabel 3-17 Penyaluran KUR dan UMi Berdasarkan Skema dan Penyalur 51
Tabel 3-18 Penyaluran KUR dan UMi Berdasarkan Wilayah 52
Tabel 3-19 Pagu dan Realisasi Belanja Sektor Pendidikan di Banten (Miliar Rupiah)
53
Tabel 3-20 Realisasi Capaian Output Strategis Sektor Pendidikan TA 2019 53
Tabel 3-21 Pagu dan Realisasi Belanja Sektor Kesehatan di Banten (Miliar Rupiah)
54
Tabel 3-22 Realisasi Capaian Output Strategis Bidang Kesehatan TA 2019 55
Tabel 3-23 Pagu dan Realisasi Belanja Sektor Infrastruktur di Banten (Miliar Rupiah)
55
Tabel 3-13 Realisasi Capaian Output Strategis Bidang Infrastruktur TA 2019 56
Tabel 4-1 Profil APBD se-Provinsi Banten (Agregat) Tahun 2017-2019 Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi (dalam miliar rupiah)
57
Tabel 4-2 Pendapatan Daerah APBD se-Provinsi Banten Tahun 2017-2019 (dalam miliar rupiah)
58
Tabel 4-3 Profil APBD Berdasarkan Klasifikasi Fungsi se-Provinsi Banten Tahun 2017-2019 (dalam miliar rupiah dan persen)
63
Tabel 4-4 Perkembangan Belanja APBD Berdasarkan Klasifikasi Jenis Belanja di Provinsi Banten Tahun 2017-2019 (dalam miliar rupiah)
64
Tabel 4-5 Rasio Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal Terhadap Total Belanja Tahun 2019 Pemerintah Prov/Kabupaten/Kota (dalam miliar rupiah dan persen)
64
Tabel 4-6 Profil dan Jenis Layanan BLUD di Provinsi Banten Tahun 2019 (dalam juta rupiah)
65
Tabel 4-7 Analisis Legal Aspek Pengelolaan Satker BLU Daerah di Provinsi Banten
67
Tabel 4-8 Bentuk Investasi Daerah di Provinsi Banten tahun 2017-2019 (dalam rupiah)
68
ix
Tabel 4-9 Profil Aset BUMD di Provinsi Banten Tahun 2017-2019 (dalam rupiah)
69
Tabel 4-10 Rasio Surplus/Defisit Terhadap PDRB Tahun 2019 (dalam jutaan) 71
Tabel 4-11 Analisis Horizontal Realisasi APBD Tahun 2019 (dalam miliar rupiah)
73
Tabel 4-12 Analisis Vertikal Realisasi APBD Tahun 2019 (dalam miliar rupiah)
73
Tabel 4-13 Indeks Kapasitas Fiskal (IKF) Daerah di Wilayah Banten Tahun 2017-2019
74
Tabel 5-1 Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Wilayah Provinsi Banten Tahun 2019 (miliar rupiah)
77
Tabel 5-2 Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi Banten Tahun 2018-2019 (miliar rupiah)
79
Tabel 5-3 Rasio Pajak Terhadap PDRB Provinsi Banten Tahun 2018 dan 2019
80
Tabel 5-4 Realisasi Pendapatan Konsolidasian Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi Banten Tahun 2018 dan 2019
81
Tabel 5-5 Rasio Belanja Operasi Banten Tahun 2018 dan 2019 83
Tabel 5-6 Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019 85
Tabel 5-7 Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2019 86
Tabel 5-8 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Tahun 2019 86
Tabel 5-9 Rasio Alokasi Belanja Pelayanan Publik Tahun 2019 86
Tabel 5-10 Rasio Alokasi Belanja Kesehatan Tahun 2019 86
Tabel 5-11 Rasio Alokasi Belanja Pendidikan Tahun 2019 87
Tabel 5-12 Rasio Alokasi Belanja Perlindungan Sosial Tahun 2019 87
Tabel 5-13 Rasio Alokasi Belanja Pariwisata dan Budaya Tahun 2019 87
Tabel 5-14 Rasio Surplus/Defisit Konsolidasian Terhadap PDRB Pada Provinsi Banten
88
Tabel 5-15 Laporan Operasional Statistik Pemerintah Umum Tingkat Wilayah Provinsi Banten Tahun 2018-2019
89
Tabel 5-16 Kontribusi Pemerintah Terhadap PDRB Provinsi Banten Tahun 2018-2019
90
Tabel 6-1 Hasil Perhitungan LQ Provinsi Banten Berdasarkan Sektor PDRB Tahun 2015-2019
93
Tabel 6-2 Hasil Perhitungan RPs Provinsi Banten Berdasarkan PDRB Tahun 2015-2019
94
Tabel 6-3 Hasil Perhitungan SS-EM Provinsi Banten Berdasarkan PDRB Tahun 2015-2019
95
Tabel 6-4 Analisis Overlay Potensi Ekonomi Provinsi Banten Tahun 2015-2019
96
Tabel 6-5 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Banten 2011-2013 99
Tabel 6-6 Kriteria Penilaian Ketergantungan Keuangan Daerah 100
Tabel 6-7 Perbandingan Distribusi PDRB Banten Selatan dan Utara 2014-2018 (persen)
102
x
Tabel 6-8 Perbandingan PDRB Per Kapita Banten Selatan dan Utara 2014-2018 (jutaan)
102
Tabel 6-9 Perbandingan IPM Banten Selatan dan Utara 103
Tabel 6-10 Perbandingan Persentase Penduduk Miskin Banten Selatan dan Utara
103
Tabel 7-1 Pagu dan Realisasi DAK Fisik Tahun 2019 Bidang Kesehatan, Bidang Air Minum dan Bidang Sanitasi
113
Tabel 7-2 Pagu, Penyaluran dan Penyerapan Dana Desa Tahun 2019 115
xi
Gambar 1-1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk 2015-2019 7
Gambar 1-2 Profil Pendidikan di Banten Tahun 2016-2018 9
Gambar 1-3 Pendapatan Perkapitan Kab/Kota Di Banten Tahun 2019 (Juta Rp)
11
Gambar 2-1 PDRB ADHB dan ADHK 13
Gambar 2-2 Peranan PDRB Provinsi se-Jawa Tahun 2019 (Persen) 14
Gambar 2-3 PDB Nasional dan PDRB Banten Tahun 2015-2019 (Persen) 14
Gambar 2-4 Pertumbuhan Beberapa Komponen Pengeluaran TW IV 2019 (Persen)
15
Gambar 2-5 Realisasi Investasi Banten Tahun 2015-2019 (Triliun) 15
Gambar 2-6 Sumber Pertumbuhan Beberapa Komponen Pengeluaran Tahun 2017-2019 (Persen)
16
Gambar 2-7 Distribusi Persentase PDRB Tahun 2019 (Persen) 16
Gambar 2-8 Pertumbuhan dan Distribusi Beberapa Lapangan Usaha Tahun 2019
17
Gambar 2-9 Pertumbuhan Beberapa Lapangan Usaha TW IV Tahun 2019 (yoy)
17
Gambar 2-10 Sumber Pertumbuhan Beberapa Lapangan Usaha Tahun 2017-2019 (Persen)
17
Gambar 2-11 Perbandingan PDRB Perkapita Banten dan PDB Perkapita (Juta Rupiah)
18
Gambar 2-12 PDRB ADHB Perkapita Kab/Kota Prov Banten Tahun 2018(Juta Rp)
18
Gambar 2-13 BI 7DRR dan Inflasi Banten Tahun 2019 19
Gambar 2-14 Inflasi Triwulanan Banten dan Nasional (yoy) 20
Gambar 2-15 Inflasi m-to-m Banten dan Nasional Tahun 2019 20
Gambar 2-16 Pergerakan Kurs Mata Uang Asing Terhadap Rupiah Tahun 2019
20
Gambar 2-17 Perkembangan Angka Kemiskinan di Banten Tahun 2015-2019 (persen)
23
Gambar 3-1 Perkembangan Pagu dan Realisasi APBN di Banten 29
Gambar 3-2 Perkembangan Capaian Pendapatan dan Belanja 2017-2019 (%)
30
Gambar 3-3 Trend Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat di Banten (Miliar Rupiah)
30
Gambar 3-4 Trend Realisasi Penerimaan PNBP di Banten (Miliar Rupiah) 32
Gambar 3-5 Tax Ratio Banten dan Nasional 32
DAFTAR GAMBAR
xii
Gambar 3-6 Perkembangan Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat di Banten
33
Gambar 3-7 Perkembangan Rasio Alokasi Belanja Wajib di Banten (Persen) 36
Gambar 3-8 Pagu dan Realisasi TKDD (2015-2019) 36
Gambar 3-9 Pagu dan Realisasi DAU di Banten Menurut Wilayah (2018-2019)
37
Gambar 3-10 Pagu dan Realisasi DAK Fisik di Banten Menurut Wilayah (2018-2019)
39
Gambar 3-11 Trend Dana Transfer & LPE 44
Gambar 3-12 Trend Dana Transfer dengan TPT 44
Gambar 3-13 Trend Dana Transfer dengan Tk. Kemiskinan 45
Gambar 3-14 Trend Dana Transfer dengan IPM 45
Gambar 3-15 Perkembangan Cash Flow APBN 46
Gambar 3-16 Perkembangan Arus Kas Masuk APBN 46
Gambar 3-17 Perkembangan Arus Kas Keluar di Banten 2018-2019 46
Gambar 3-18 Perkembangan Surplus/Defisit di Banten 2018-2019 47
Gambar 3-19 Perkembangan Total Aset, Realisasi Belanja PNBP dan RM BLU Pusat Tahun 2017-2019 (Miliar Rupiah)
48
Gambar 3-20 Rasio Kemandirian BLU 2017-2019 (Persentase) 48
Gambar 3-21 Penyalur KUR 2015-2019 50
Gambar 3-22 Penyalur UMi 2015-2019 50
Gambar 4-1 Perkembangan APBD Prov Banten Tahun 2017-2019 58
Gambar 4-2 Rasio Ruang Fiskal Daerah di Provinsi Banten 59
Gambar 4-3 Rasio Kemandirian di Banten Tahun 2019 60
Gambar 4-4 Perkembangan Target dan Realisasi PAD Prov/Kab/Kota Lingkup Wilayah Banten Tahun 2019 (dalam miliar rupiah)
61
Gambar 4-5 Perkembangan Pagu Realisasi Belanja Berdasarkan Klasfikasi Urusan se-Provinsi Banten (dalam miliar rupiah)
62
Gambar 4-6 Perkembangan Pagu dan Realisasi dan Pendapatan BLUD Wilayah Banten 2019 (dalam miliar rupiah dan persen)
66
Gambar 4-7 Rasio Surplus/Defisit Terhadap Agregat Pendapatan Tahun 2019 menurut Prov/Kab/Kota (dalam persen)
70
Gambar 4-8 Rasio Surplus/Defisit Terhadap Dana Transfer Semester I Tahun 2019 Menurut Provinsi/Kabupaten/Kota (dalam persen)
71
Gambar 4-9 Rasio SILPA Terhadap Alokasi Belanja Menurut Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun 2019 (dalam persen)
72
Gambar 4-10 Perkembangan Sektor Pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur Wilayah Banten Tahun 2019
74
Gambar 4-11 Porsi Pagu dan Realisasi Belanja Daerah Sektor Pendidikan Prov/Kabupaten/Kota Wilayah Banten Tahun 2019 (dalam persen)
75
xiii
Gambar 4-12 Porsi Pagu dan Realisasi Belanja Daerah Sektor Kesehatan Prov/Kabupaten/Kota Wilayah Banten Tahun 2019 (dalam persen)
76
Gambar 4-13 Porsi Pagu dan Realisasi Belanja Daerah Sektor Infrastruktur Prov/Kabupaten/Kota Wilayah Banten Tahun 2019 (dalam persen)
76
Gambar 5-1 Perbandingan Komposisi Pendapatan Konsolidasian di Provinsi Banten Tahun 2018-2019
78
Gambar 5-2 Perbandingan Penerimaan Pusat dan Daerah Terhadap Penerimaan Konsolidasian Provinsi Banten Tahun 2019 (miliar rupiah)
79
Gambar 5-3 Rasio Pajak Konsoliadasian Per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2019
80
Gambar 5-4 Pajak Per Kapita Konsolidasian Per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2019
81
Gambar 5-5 Perbandingan Belanja dan Transfer Pemerintah Pusat dan Pemda Terhadap Belanja dan Transfer Konsolidasian Pada Provinsi Banten Tahun 2019
82
Gambar 5-6 Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi Banten Tahun 2018-2019 (miliar)
83
Gambar 5-7 Belanja Pemerintah Konsolidasian Provinsi Banten Per Kapita Tahun 2018-2019 (juta rupiah)
84
Gambar 5-8 Rasio Belanja Pendidikan Konsolidasian per Jiwa Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2018-2019
85
Gambar 5-9 Surplus/Defisit Konsolidasi Per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2019 (miliar rupiah)
88
Gambar 6-1 Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi Banten 2015-2019 91
Gambar 6-2 Pertumbuhan Sektor Real Estate 2014-2018 97
Gambar 6-3 Persentase Rumah Tangga Menurut Kepemilikan serta Klasifikasi Daerah Tahun 2016-2018
97
Gambar 6-4 Persentase Rumah Tangga Menurut Kepemilikan Menurut Kab/Kota 2018
98
Gambar 6-5 Pertumbuhan Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 2015-2019
98
Gambar 6-6 Rasio Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit Per 1000 Penduduk Indonesia 2013-2017
99
Gambar 6-7 Perkembangan Rasio Ketergantungan Pemda di Banten 2017-2019
101
Gambar 7-1 Sumber Pembiayaan Pemerintah Untuk Pencegahan Stunting 109
xv
Terdapat 6 target indikator ekonomi makro ditetapkan dalam Kebijakan Umum
Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) Provinsi Banten yaituLaju
Pertumbuhan Ekonomi,Indeks Pembangunan Manusia, Persentasi Penduduk Miskin, TPT,
Gini Ratio, serta Tingkat Inflasi. Dari 6 indikator yang ditetapkan, lima indikator memenuhi
target sedangkan satu indikator tidak memenuhi target
Dalam mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan terdapat tantangan dan
keunggulan berupa: (i) tantangan dan keunggulan ekonomi yang terlihat dari iklim investasi
yang baik, kemudahan layanan perizinan (layanan satu pintu), jaminan keamanan dan
adanya 3 (tiga) kawasan industri yang masuk dalam program Kemudahan Layanan
Investasi Konstruksi (KLIK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang tinggi sebesar
8,11% pada Agustus 2019; (ii) tantangan dan keunggulan demogarafi adalah laju
pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dengan sebaran penduduk yang tidak merata,
tingkat Angka Partisipasi Sekolah (APS) yang tinggi dan terus meningkat setiap tahunnya,
serta Indikator Umur Harapan Hidup (UHH) penduduk Banten pada tahun 2018 telah
mencapai 69,6 tahun; (iii) tantangan dan keunggulan geografi adalah perbedaan kontur
wilayah pesisir dan pegunungan yang juga merupakan pintu penghubung pulau Jawa dan
pulau Sumatera.
Laju pertumbuhan ekonomi Banten mengalami pertumbuhan bergerak di angka
5,53 persen (yoy), melambat jika dibandingkan dengan tahun 2018 (5,82 persen). Dari
penawaran yang menjadi penggerak utama pertumbuhan adalah sektor industri mencapai
30,59 persen, diikuti oleh perdagangan 12,85 persen, konstruksi 11,05 persen dan
transportasi dan pergudangan 10,88 persen. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi
Banten didukung oleh p konsumsi rumah tangga sebesar 2,82 persen diikuti dengan
komponen PMTB/investasi (2,18 persen). Inflasi Banten sebesar 3,30 persen (yoy) lebih
tinggi 58 basis poin dari tingkat inflasi nasional. Beberapa komoditas yang dominan
memberikan andil inflasi di tahun 2019 antara lain sewa rumah (0.45 persen), cabe merah
(0.30 persen), bawang merah (0.16 persen), tukang bukan mandor, sepeda motor, emas
perhiasan, rokok kretek filter, bawang putih, ikan bandeng dang nasi dengan lauk.
Dari indikator kesejahteraan masyarakat, terdapat perbaikan kualitas hidup yang
tercermin pada peningkatan IPM. Dengan IPM sebesar 72.44 atau naik 0.49 poin
dibandingkan tahun 2018, Banten menempati peringkat ke delapan tertinggi di Indonesia.
RINGKASAN EKSEKUTIF
xvi
Hal tersebut mengindikasi keberhasilan percepatan pembangunan di Banten khususnya
bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Namun secara parsial masih terdapat 3
Kabupaten yang memiliki IPM dibawah nasional yaitu Kabupaten Lebak memiliki IPM
terendah (63,88), Kabupaten Pandeglang (64,91) dan Kabupaten Serang (666,38). Tingkat
kemiskinan Banten tahun 2018 4,94 persen sudah melampaui target RPJMD Banten (5,5
- 5,13 persen).Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 8,11 persen di Agustus 2019
menurun dibanding periode yang sama tahun 2018. Penurunan tersebut ditopang oleh
Industri yang menyerap 1.34 juta orang (24.09 persen) meningkat dari sebelumnya 1.27
juta orang di Agustus 2018, sedangkan pada Sektor Perdagangan menyerap 1.16 juta
orang (20.91 persen) meningkat 132 ribu orang dari Agustus 2018
Tren positif pertumbuhan ekonomi Banten diikuti tren positif alokasi dan realisasi
APBN meskipun cenderung fluktuatif. Realisasi pendapatan Pemerintah Pusat tahun 2019
Rp46.957,11 miliar meningkat Rp1.624,68 miliar atau tumbuh 3,58 persen dibandingkan
tahun 2018 (Rp45.332,43 miliar). Penerimaan perpajakan Pemerintah Pusat tahun 2019
sebesar Rp44.674,73 miliar atau tumbuh 3,16 persen dibanding tahun 2018. Sedangkan
penerimaan PNBP yang tahun 2019 sebesar Rp2,282,38 miliar, tumbuh 12,58 persen
bila dibandingkan tahun 2018, sehingga surplus APBN di Banten tahun 2019 sebesar
Rp23,36 triliun, meningkat 13,47 persen dibandingkan tahun 2018. Alokasi Transfer ke
Daerah dan Dana Desa Banten mencapai Rp18,02 triliun atau naik 8.88 persen dibanding
tahun 2018. Kenaikan Alokasi Transfer terjadi diseluruh unsur Dana Transfer Ke Daerah
dan Dana Desa.
Penyaluran KUR tahun 2018 mencapai Rp2.847,57 miliar mengalami peningkatan
23,23 persen dibanding tahun 2018, namun peningkatan ini tidak sejalan dengan
peningkatan jumlah debitur. Secara persentase jumlah debitur hanya meningkat tipis.
Pembiayaan UMi tahun 2018 sebesar Rp88,80 miliar naik 158.59 persen dari tahun 2019.
Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran KUR didominasi oleh sektor perdagangan besar
dan eceran (79,22 persen), sedangkan dari skema penyaluran didominasi KUR Kecil
(54,90 persen).
Dari sisi pelaksanaan APBD, alokasi dan realisasi APBD lingkup Provinsi Banten
dalam trend membaik. Realisasi pendapatan tahun 2019 mengalami peningkatan sebesar
7,29 persen persen dibandingkan tahun 2019. Tercapainya target pendapatan didukung
komponen pendapatan daerah yaitu PAD (43,69 persen), pendapatan transfer
(52,97persen) dan Lain-lain PAD yang sah (3,34 persen). Tingkat kemandirian daerah di
wilayah Banten cukup baik dengan didukungnya pendapatan PAD melebihi pendapatan
xvii
transfer dana perimbangan pada tiga daerah yakni wilayah Provinsi Banten, Kabupaten
Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan.
Realisasi Belanja Daerah di Banten tahun 2019 mencapai Rp31.990,13miliar atau
89,51 persen dari pagu yang ditetapkan. Dibandingkan tahun 2018 realisasi belanja tahun
2019 naik sebesar 7,14 persen. Kontribusi belanja operasi (belanja Pegawai, belanja
Barang dan belanja hibah dan bansos) sebesar 78,30 persen diikuti belanja modal sebesar
21,50 persen dan belanja tidak terduga 0,20 persen. Porsi alokasi fungsi APBD tahun 2018
terbesar yakni Pelayanan Umum (35,08 persen), Pendidikan (26,05 persen), Perumahan
dan Fasilitas Umum (15,15 persen) serta Kesehatan (13,43 persen). Dari empat jenis
fungsi tersebut mengindikasikan bahwa Pemda di Provinsi Banten menitikberatkan pada
pelayanan pada masyarakat, pendidikan, pembangunan dan infrastruktur.
Berdasarkan analisis proporsi dan perbandingan, Pendapatan Konsolidasian
mengalami peningkatan 5.00 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Pendapatan konsolidasian didominasi oleh pendapatan perpajakan konsolidasian sebesar
90,86 persen, sedang proporsi pendapatan bukan pajak dan hibah masing-masing hanya
sebesar 7,26 persen dan 1,88 persen dengan porsi terbesar pendapatan perpajakan
berasal dari Pajak pusat (76,91 persen). Perkembangan rasio pajak terhadap PDRB di
wilayah Banten mencapai 8,73 persen, turun 26 basis poin dibanding tahun 2018.
Dari sisi Belanja konsolidasian Banten, realisasi tahun 2019 mencapai Rp45,16
triliun. Komposisi belanja didominasi oleh kelompok Belanja Pegawai dan Belanja Barang
yang berasal dari anggaran pemerintah daerah. Belanja pemerintah daerah telah menjadi
motor penggerak pertumbuhan perekonomian regional Banten, hal ini terlihat dari
komposisi belanja 67,80 persen dari pemerintah daerah dan 32,20 persen dari pemerintah
pusat. Berdasarkan analisis belanja sektoral, prioritas kebijakan fiskal pemerintah Banten
pada bidang Pelayanan Publik dengan rasio sebesar 56,66 persen. Sementara itu,
berdasarkan perhitungan data Laporan Operasional Keuangan Pemerintah wilayah
Banten, Belanja Pemerintah berkontribusi sebesar 4,64 persen persen terhadap PDRB.
Kontribusi Investasi Pemerintah terhadap PDRB hanya 1,33 persen.
Banten memiliki dua sektor potensial di Provinsi Banten yaitu sektor real estate dan
sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Penentuan sektor unggulan berdasarkan
analisis Overlay yang menggabungkan tiga hasil analisis yaitu analisis Location Quotient
(LQ), Model Rasio Pertumbuhan (MRP) dan Shift Share Esteban Marquillas.
Peluang pertumbuhan sektor real estate masih terbuka lebar, di Banten terdapat
18,67 persen rumah tangga yang belum memiliki rumah sendiri yang tersebesar pada
beberapa kabupaten/kota. Potensi terbesar di Kota Tangerang sebesar 39,06 persen,
xviii
disusul Kota Cilegon sebesar 25,18 persen. Mengingat keterbatasan lahan diperkotaan,
maka pembangunan bentuk rumah vertikal adalah pilihan yang terbaik.
Belum terpenuhinya rasio tempat tidur terhadap penduduk tersebut, merupakan
peluang untuk meningkatkan sektor jasa kesehatan. Pemberian kemudahan regulasi dan
insentif ke swasta untuk membangun rumah sakit baru atau mengembangkan kapasitas
rumah sakit yang ada saat ini merupakan solusi terbaik.
Ketergantungan fiskal pemerintah daerah terhadap dana transfer secara umum
masuk dalam kriteria ketergantungan tinggi dan sangat tinggi, dengan rincian satu pemda
dengan kriteria cukup, tiga pemda dengan kriteria tinggi, sedangkan lima pemda yang lain
memiliki kriteria sangat tinggi. Peningkatan PAD tidaklah mudah karena pemda dibatasi
ruangnya untuk mengkreasikan sumber-sumber penerimaan atau memperluas basis
penerimaan hanya pada yang tercantum dalam UU No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah. Maka diperlukan perbaikan formulasi kebijakan di bidang
pendapatan daerah melalui pengembangan pajak dan retribusi daerah yang harmonis
dengan pajak pusat agar menjadi signifikan untuk dijadikan andalan pendapatan daerah.
Tantangan fiskal lainnya adalah terjadinya disparitas pembangunan antara wilayah Banten
Utara dan Banten Selatan berdasarkan empat indikator diatas yaitu distibusi PDRB, PDRB
per kapita, IPM dan persentase penduduk miskin, Banten Utara berkembang pesat
sedangkan Banten Selatan berkembang lambat. Diperlukan intervensi dan peranan
pemerintah pusat/provinsi untuk mengurangi disparitas tersebut.
Program penanganan stunting di Banten menggunakan pendanaan yang berasal
dari Belanja Pemerintah pusat dan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa. Program ini
dilaksanakan oleh instansi vertikal kementerian/lembaga dan organisasi perangkat daerah
(OPD). Secara umum pelaksanaan program telah berjalan baik, hal ini terlihat dari tingkat
penyerapan belanja yang rata-rata di atas 90 persen serta capaian output 100 persen.
Namun jika ditelusuri lebih lanjut terdapat beberapa kegiatan di bidang kesehatan, air
minum dan sanitasi, yang terkait dengan program stunting, yang belum diketahui realisasi
dan capaian outputnya.
1
1. 1. PENDAHULUAN
Tujuan utama penyelenggaraan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di
daerah adalah untuk mewujudkan keselarasan antara pertumbuhan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat yang adil dan merata Oleh sebab itu, untuk
mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang baik maka harus disertai dengan
unsur pendanaan yang berasal dari penghimpunan pendapatan maupun dari
pengalokasian anggaran belanja baik pada APBN maupun APBD. Sesuai dengan
Undang-Undang Keuangan Nomor 17 Tahun 2003, pemegang kekuasan tertinggi
pengelolaan keuangan negara adalah Presiden, sedangkan di daerah adalah
Gubernur/Bupati/Walikota, oleh karena itu dalam tataran implementasi kebijakan fiskal
di daerah, maka diperlukan sinergi dan harmonisasi kebijakan serta pengelolaan
keuangan pusat dan daerah agar tujuan dan sasaran pembangunan dapat tercapai
secara efektif dan efisien.
Selanjutnya, kebijakan fiskal sebagai alat pemerintah untuk mencapai sasaran
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat merupakan tanggung jawab pusat dan
daerah dalam memastikan efektifitasnya. Dengan tiga fungsi utamanya sebagai alat
alokasi, distribusi, dan stabilisasi, maka kebijakan fiskal yang efektif diharapkan mampu
meningkatkan perbaikan dan kualitas indikator-indikator ekonomi makro dan
kesejahteraan di daerah. Oleh karena itu, kebijakan fiskal yang efektif dapat terlihat dari
perbaikan-perbaikan indikator makro ekonomi dan indikator-indikator kesejahteraan.
Tidak terlepas dari hal tersebut, maka hal pertama yang harus menjadi dasar bagi
perumusan kebijakan fiskal yang efektif dan efisien adalah daerah harus memetakan
terlebih dahulu tantangan-tantangan daerah yang dihadapi baik dari sisi ekonomi, sosial-
kependudukan, serta tantangan wilayahnya, sehingga intervensi kebijakan fiskal melalui
program prioritas dapat secara langsung menjawab tantangan daerah yang dihadapi.
1. 2. TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH
Pembangunan daerah merupakan bagian integral dan merupakan penjabaran
dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan yang
disesuaikan dengan potensi, aspirasi, dan permasalahan pembangunan di daerah.
Perencanaan pembangunan merupakan suatu bentuk kebijakan publik berupa konsep
dan dokumentasi yang menggambarkan berbagai upaya terkait pencapaian tujuan dan
BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH
2
BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH
sasaran pembangunan melalui melalui pengalokasian sumber daya yang dimiliki.
Dokumen perencanaan pembangunan daerah antara lain Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan rencana kerja pemerintah daerah (RKPD).
1.2.1. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPJMD Provinsi Banten tahun 2017-2022 ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Provinsi Banten Nomor 7 Tahun 2017 Tanggal 10 November 2017. Dokumen tersebut
ditetapkan dengan maksud untuk dapat memberikan arahan dan menjadi pedoman bagi
penyelenggaraan pembangunan daerah selama periode 5 (lima) tahun terutama bagi
pemerintah daerah, dunia usaha, dan seluruh komponen masyarakat di Provinsi Banten.
a. Visi dan Misi
VISI : “BANTEN YANG MAJU, MANDIRI, BERDAYA SAING, SEJAHTERA DAN
BERAKHLAQUL KARIMAH”.
Misi adalah pernyataan tentang upaya yang harus dilakukan dalam usaha mewujudkan
Visi. Misi juga akan memberikan arah sekaligus batasan proses pencapaian tujuan. Lima
misi pembangunan daerah sebagai berikut :
1) Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance)
2) Membangun dan meningkatkan kualitas infrastruktur;
3) Meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan Pendidikan berkualitas;
4) Meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan Kesehatan berkualitas;
5) Meningkatkan kualitas pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.
b. Tujuan dan Sasaran
Berdasarkan lima misi yang telah ditetapkan, maka diurai masing masing misi dengan
pernyataan tujuan yaitu :
1) Terwujudnya kelembagaan pemerintahan daerah yang berakhlakul karimah
dengan efektif, efisien,transparan, akuntabel,dan sumber daya aparatur
berintegritas, berkompetensi serta melayani masyarakat;
2) Meningkatnya infrastruktur daerah yang berkualitas dalam mendukung
kelancaran arus barang, orang dan jasa yang berorientasi pada peningkatan
pembangunan wilayah dan perekonomian daerah;
3) Terwujudnya Akses dan kualitas pendidikan menuju kualitas sumber daya
manusia yang berakhlakul karimah dan berdaya saing;
4) Terwujudnya peningkatan kualitas akses dan pemerataan pelayanan
kesehatan;
3
BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH
5) Meningkatnya perekonomian banten melalui kualitas pengelolaan keuangan ,
Kecukupan pangan dan energi, pengembangan sumber daya alam yang
memberikan solusi terhadap pengangguran dan kemiskinan.
Sasaran adalah hasil yang diharapkan dari tujuan yang diformulasikan spesifik, mudah
dicapai, rasional memperhatikan isu strategis daerah, disertakan pula indikator kinerja
sasaran, yaitu ukuran tingkat keberhasilan pencapaian sasaran yang akan dicapai
selama lima tahun dan secara bertahap dapat diurai pencapaiannya setiap tahun.
Berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan, maka disusun sasaran dan indikator sasaran
hendak dicapai, sebagaimana ditampilkan dalam lampiran I.
c. Indikator Kinerja Daerah (Indikator Makro)
Indikator kinerja daerah merupakan target kepala daerah yang harus dicapai dan
didukung perangkat daerah merupakan target selama lima tahun dalam RPJMD Provinsi
Banten tahun
2017-2022, target
ditetapkan dan
dicapai secara
bertahap setiap
tahunnya, yang
diwujudkan dalam
indikator makro
dalam RPJMD Provinsi Banten tahun 2017-2022.
1.2.2. Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
Tema RKPD Provinsi Banten Tahun 2019 yang tertuang dalam Peraturan
Gubernur Nomor 21 Tahun 2018 Tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi
Banten Tahun 2019 yaitu “Pembangunan Infrastruktur untuk Percepatan Pertumbuhan
Ekonomi” tentunya tema ini telah selaras dengan tema RKP Tahun 2019, yaitu
“Pemerataan Pembangunan untuk Pertumbuhan Berkualitas”. Berdasarkan RKPD
Provinsi Banten, tujuan dan sasaran pembangunan daerah adalah :
1. Mewujudkan masyarakat sejahtera yang berakhlak mulia, berbudaya, sehat dan
cerdas;
2. Mewujudkan perekonomian yang maju dan berdaya saing secara merata dan
berkeadilan;
3. Mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang lestari;
4. Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa.
Tabel 1-1. Target Indikator Makro RPJMD 2017-2022 Provinsi Banten
Sumber : RPJMD 2017-2022 Provinsi Banten
2017 2018 2019 2020 2021 2022
1 LPE Persen 5,70 6,00 6,20 6,40 6,70 7,00
2 Inflasi Persen 4,00 3,70 4,20 4,00 4,00 4,00
3 Pengangguran Persen 8,69 8,45 8,20 7,95 7,68 7,40
4 Kemiskinan Persen 5,25 5,13 5,00 4,87 4,74 4,60
5 IPM Poin 71,35 71,77 72,20 72,64 73,11 73,59
Target RPJMDNo Indikator Makro Satuan
4
BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH
Prioritas Pembangunan
Program Unggulan
Menciptakan Tata Kelola Pemerintahan yang baik
Penerapan E-Planning, E-Monev, E-Budgeting
Peningkatan kompetensi aparatur Pemprov Banten
Perbaikan hubungan kerja daerah Provinsi dengan Kabupaten/Kota
Membangun dan meningkatkan kualitas infrastruktur
Pembangunan jalan dan jembatan kewenangan provinsi
Pembangunan jalan kolektor baru untuk membuka jalur isolasi dan membuka interkoneksi antar wilayah
Pembangunan sport centre
Penataan kawasan Kesultanan Banten
Pemenuhan eletrifikasi (listrik desa)
Pembangunan/normalisasi sungai dan waduk
Pembangunan/rehab jaringan irigasi
Pembangunan infrastruktur yang menunjang sistem tranportasi laut dan akitivas ekonomi sektor maritim
Pembangunan TPST regional
Penataan kawasan kumuh
Pembangunan rumah tidak layak huni
Meningkatkan akses dan pemerataan pendidikan berkualitas
Pembangunan RKS dan USB untuk SMA, SMK dan Sekolah Khusus
Rehab ruang belajar dengan kondisi rusak berat
Penyediaan Bosda
Peningkatan kompetensi guru melalui pemberian beasiswa untuk melanjutkan pendidikan S1/S2
Meningkatkan akses dan pemerataan kesehatan berkualitas
Pembangunan RS di Banten Selatan (Lebak Selatan dan Pandeglang Selatan)
Rekruetmen tenaga medis untuk pelayanan kesehatan di Puskesmas
Penyediaan layanan kesehatan gratis untuk masyarakat tidak mampu
Pembangunan RSUD Banten menjadi RS rujukan regional
Pengembangan RSUD Malingping
Pembangunan Ekonomi
Penataan destinasi wisata
Pembangunan pusat distribusi provinsi
Peningkatan pelayanan perizinan investasi
Pembangunan pertanian, kelautan dan perikanan
Sasaran dan tujuan serta program strategis yang dilaksanakan oleh daerah selaras
dengan program nasional. Oleh sebab itu, terdapat beberapa Program Prioritas Nasional
(PN) di Provinsi Banten yang searah dengan apa yang menjadi sasaran dan tujuan di
daerah. Berikut adalah Program PN yang dibiayai oleh APBN yang ada di Provinsi
Banten dalam meningkatkan infrastruktur :
1. Proyek pembangunan infrastruktur jalan tol
a. Jalan tol Serang – Panimbang (83,6 Km)
b. Jalan tol Kunciran – Serpong (11,2 m)
c. Jalan tol Serpong – Cinere (10,1 Km)
5
BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH
d. Jalan tol Serpong – Balaraja (30 Km)
2. Proyek sarana dan prasarana kereta api dalam kota
a. Kereta api ekspress SHIA (Soekarno Hatta – Sudirman)
3. Proyek infastruktur energi asal sampah
a. Energi asal sampah kota-kota besar (Tangerang)
4. Proyek bendungan dan jaringan irigasi
a. Bendungan Sindangheula
b. Bendungan Karian
5. Pembangunan kawasan industri prioritas/kawasan ekonomi khusus
a. Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung
b. Kawasan Industri Wilmar Serang
6. Pariwisata
a. Percepatan infrastruktur transportasi, listrik, dan air bersih (Tanjung Lesung)
1. 3. TANTANGAN DAERAH
1.3.1. Tantangan Ekonomi Daerah
a. Iklim Investasi
Untuk mendorong pertumbuhan investasi, Pemerintah Provinsi Banten melalui
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) telah
melakukan upaya untuk meningkatkan kemudahan berusaha melalui layanan prima.
Untuk mengurus ijin usaha secara cepat dan efektif, DPMPTSP telah menerapkan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) online yang memudahkan masyarakat untuk
melengkapi persyaratan perijinan usaha.
Selain itu Provinsi Banten juga telah bekerja sama dengan Polda Banten untuk
menjaga iklim investasi. Jaminan kemananan diberikan mulai dari proses perijinan,
inventarisasi gangguan keamanan di sekitar kegiatan investasi hingga bantuan saat
terjadi unjuk rasa, dan tindakan premanisme. Kepolisian siap mendukung
perkembangan investasi di Banten dengan dibentuknya Satgas Saber Pungli, untuk
membersihkan praktek kolusi dan korupsi dari penyelenggaran dan pemohon ijin. Tidak
hanya dimudahkan dengan proses perijinan dan kenyamanan serta keamanan dalam
berinvestasi, Provinsi Banten juga menyediakan 3 (tiga) kawasan industri yang masuk
dalam program Kemudahan Layanan Investasi Konstruksi (KLIK), yaitu Kawasan
Modern Cikande Industrial Estate di Kab Serang seluas 1.800 hektare, Kawasan Industri
Wilmar Bojonegara di Kab Serang seluas 800 hektare, dan Krakatau Industrial Esatate
Cilegon (KIEC) di Kota Cilegon seluas 570 hektare.
6
BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH
b. Ketenagakerjaan dan Produktivitas
Salah satu aspek penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat adalah
ketenagakerjaan. Provinsi Banten dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 8,11
persen pada Agustus 2019 menjadi Provinsi dengan angka pengangguran tertinggi
secara nasional. Potret ketenagakerjaan Banten apabila dilihat dari Lapangan Pekerjaan
Utama, terbanyak ada pada sektor industri (24,09 persen) dan sektor perdagangan
(20,91 persen). Jika dilihat dari perubahan tenaga kerja yang disandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi dan distribusi persentase PDRB, salah satu ketenagakerjaan
yang bisa dijadikan fokus oleh Pemerintah Provinsi Banten ada pada sektor transportasi
dan pergudangan. Dimana dengan perubahan tenaga kerja yang negatif (-0.24 persen)
dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak
mencapai satu persen (0,79 persen) akan tetapi memberikan distribusi pada struktur
PDRB sebesar 10,88 persen atau masuk dalam empat besar penyumbang terbesar
dalam PDRB setelah sektor industri (30,59 persen), sektor perdagangan (12,85 persen),
dan sektor konstruksi (11,05 persen).
1.3.2. Tantangan Sosial Kependudukan
Penduduk memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi di suatu
wilayah, karena penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja dan
sekaligus meningkatkan jumlah produksi. Dampak positif yang lain adalah, pertambahan
luas pasar yang mana apabila penduduk bertambah, maka luas pasar akan bertambah
dengan sendirinya. Selain dampak positif terdapat dampak negatif dari pertambahan
2018 2019
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 13,20 9,94 -3,26
Pertambangan dan Penggalian 0,47 0,46 -0,01
Industri Pengolahan 23,77 24,09 0,31
Pengadaan Listrik dan Gas 0,37 0,50 0,13
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang
0,98 0,71 -0,27
Konstruksi 6,54 6,16 -0,39
Perdagangan Besar, Eceran; Reaparasi dan
Perawatan Mobil dan Sepeda Motor
19,34 20,91 1,56
Transportasi dan Pergudangan 6,87 6,63 -0,24
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,82 6,21 0,39
Informasi dan Komunikasi 1,24 1,27 0,03
Jasa Keuangan dan Asuransi 2,72 2,18 -0,54
Real Estate 0,93 1,01 0,08
Jasa Perusahaan 2,92 2,48 -0,43
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib
2,62 3,18 0,56
Jasa Pendidikan 4,38 5,37 0,99
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,55 1,25 -0,30
Jasa Lainnya 6,27 7,64 1,37
TOTAL 100,00 100,00
AgustusPerubahanLapangan Pekerjaan Utama
Tabel 1-2. Persentase Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Agustus 2018-Agustus 2019
Sumber : BPS Prov Banten
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,21 5,57
Pertambangan dan Penggalian 0,38 0,66
Industri Pengolahan 3,65 30,59
Pengadaan Listrik dan Gas -3,22 1,82
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah 5,62 0,08
Konstruksi 8,96 11,05
Perdagangan Besar, Eceran; Reaparasi dan 7,58 12,85
Transportasi dan Pergudangan 0,79 10,88
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,95 2,40
Informasi dan Komunikasi 8,98 3,50
Jasa Keuangan dan Asuransi 2,48 3,00
Real Estate 8,75 7,91
Jasa Perusahaan 8,57 1,13
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan 7,87 2,05
Jasa Pendidikan 7,69 3,57
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,55 1,26
Jasa Lainnya 8,57 1,68
PDRB 5,53
Pertumbuhan
Ekonomi
Distribusi
% PDRBLapangan Usaha
Tabel 1-3. Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Persentase PDRB
Sumber : BPS Prov Banten
7
BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH
jumlah penduduk, misalnya penyediaan pangan yang harus cukup karena bila tidak akan
menimbulkan kelaparan dan kematian, gangguan keamanan akibat maraknya
kriminalitas karena kurangnya lapangan pekerjaan, menurunnya tingkat kesehatan
sebagai akibat dari sarana kesehatan yang tidak memadai dan lain sebagainya.
a. Demografi
Hasil proyeksi penduduk yang dihitung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010,
menunjukan bahwa jumlah penduduk
Banten pada tahun 2019 mencapai
12,9 juta jiwa yang artinya Banten
menempati posisi kelima di Indonesia
setelah Jawa Barat (49,3 juta), Jawa
Timur (39,7 juta), Jawa Tengah (34,7
juta), dan Sumatera Utara (14,6 juta).
Laju pertumbuhan penduduk Banten
selalu mengalami perlambatan. Namun
demikian, Banten termasuk provinsi
dengan tingkat pertumbuhan tertinggi di
Indonesia. Tingginya laju pertumbuhan
penduduk menjadi permasalahan
tersendiri bagi pemerintah Banten karena dalam proses perencanaan dan penentuan
kebijakan pembangunan semakin banyak yang harus dipertimbangkan. Terutama dalam
hal penyediaan sarana dan prasarana perumahan, pendidikan, kesehatan, dan fasilitas
umum serta penyediaan lapangan kerja.
Selain pertumbuhan, sebaran penduduk yang tidak merata juga menjadi
tantangan sendiri, karena antara 67,7-69,9 persen penduduk Banten tinggal dan
menetap di perkotaan. Ketidakmerataan ini awalnya disebabkan oleh banyaknya industri
yang mendorong munculnya daerah perkotaan baru. Dengan cepatnya perkembangan
ekonomi dan bisnis, lengkapnya fasilitas permukiman dan perkotaan, tingginya upah,
dan beragamnya kesempatan kerja mendorong terjadinya migrasi penduduk dari desa
ke kota. Sisi negatif dari migrasi ini bagi wilayah perkotaan adalah menimbulkan
kemacetan, polusi, permukiman kumuh dan kemiskinan kota.
Apabila dilihat dari kompisisi penduduk, Provinsi Banten saat ini didominasi oleh
penduduk usia produktif yang bahkan persentasenya terus meningkat. Penduduk usia
produktif ini sangat potensial sebagai modal dasar dalam membangun Banten.
Perubahan komposisi penduduk dari tahun ke tahun jelas sangat mempengaruhi angka
Gambar 1-1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk 2015-2019
Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi
Banten, BPS
8
BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH
ketergantungan. Pada tahun 2019 angka ketergantungan Banten ada pada posisi 45,59.
Dengan angka ketergantungan dibawah 50 dapat dikatakan bahwa Banten sudah
mengalami bonus demografi
(demographic dividend). Bonus
demografi adalah suatu fenomena
dimana struktur penduduk sangat
menguntungkan dari sisi
pembangunan. Hal ini karena jumlah
penduduk usia produktif sangat
besar, sedangkan proporsi
penduduk usia muda sudah semakin
kecil dan proporsi penduduk usia
lanjut belum banyak. Untuk dapat menikmati bonus ini kualitas sumber daya manusia
Banten harus terus menerus ditingkatkan. Selain itu juga lapangan kerja harus terus
ditambah untuk dapat menampung penduduk usia produktif tersebut.
b. Tingkat Pendidikan
Meningkatnya akses terhadap pendidikan antara lain ditandai oleh naiknya
Angka Partisipasi Sekolah (APS). Sementara itu ketersediaan sarana dan prasarana
pendidikan sangat berpengaruh terhadap kualitas layanan pendidikan. Berdasarkan
data Susenas 2018, dapat dilihat bahwa APS penduduk usia sekolah di Banten selama
2016-2019 selalu meningkat kecuali pada usia 19-24 tahun yang sedikit mengalami
penurunan. Hal ini dimungkinkan karena pada usia tersebut penduduk sudah mulai
bekerja untuk menopang kehidupan. Sementara itu jika dilihat dari daerah tinggal, maka
APS di perkotaan lebih tinggi dibandingkan perdesaan tertutama usia 16 tahun ke atas.
Hal ini dapat dikatakan bahwa fasilitas pendidikan untuk sekolah menengah dan tinggi
di perdesaan sangat sedikit, terlebih untuk Universitas yang memang tidak ada di
perdesaan.
Untuk kualitas layanan pendidikan salah satu indikator yang dapat digunakan
adalah rasio jumlah murid-guru dan rasio murid perkelas. Rasio murid-guru merupakan
jumlah murid dibandingkan jumlah guru, semakin tinggi rasio murid-guru akan semakin
berkurang pengawasan/perhatian yang diberikan guru terhadap murid, sehingga
kualitas pengajaran cenderung semakin rendah. Sementara itu rasio murid per kelas
2015 28,59 68,30 3,11 46,41
2015 28,36 68,43 3,21 46,14
2017 28,14 68,53 3,33 45,91
2018 27,92 68,61 3,46 45,74
2019 27,70 68,69 3,61 45,59
65 tahun
ke atas
15 - 64
tahun
0 - 14
tahun
Angka Beban
Ketergantungan
Tahun
Komposisi Penduduk (Persen)
Tabel 1-4. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Angka Beban Ketergantungan Tahun 2015-2019
Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi
Banten, BPS
9
BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH
adalah perbandingan antara jumlah murid dengan daya tampung kelas. Jumlah murid
ideal untuk proses belajar mengajar adalah 25 murid per kelas. Untuk meningkatkan
akses dan pemerataan pendidikan berkualitas, Pemerintah Provinsi Banten pada
RJPMDnya merencanakan untuk membangun ruang kelas baru dan unit sekolah baru,
meningkatkan kompetensi guru melalui pendidikan S1/S2, meningkatkan kesejahteraan
guru dengan pemberian insentif, meningkatkan prestasi siswa berbakat, serta
meningkatkan fungsi sekolah dalam fungsi nilai-nilai agama.
c. Kesehatan
Salah satu indikator derajat kesehatan penduduk adalah status kesehatan
karena status kesehatan mampu memberikan gambaran mengenai kondisi kesehatan
penduduk pada waktu tertentu. Status kesehatan secara keseluruhan dapat dilihat dari
indikator angka kesakitan. Angka kesakitan (morbidity rate) adalah angka yang
APS Menurut Kelompok Usia Sekolah Tahun 2016-2018 (Persen)
APS Menurut Kelompok Usia Sekolah dan Daerah Tempat Tinggal Tahun 2016-
2018 (Persen)
Rasio Murid-Guru Menurut Jenjang Pendidikan Tahun Ajaran 2017/2018-
2018/2019
Rasio Murid per Kelas Menurut Jenjang Pendidikan Tahun Ajaran 2017/2018-
2018/2019
Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Banten 2019, BPS
Gambar 1-2. Profil Pendidikan di Banten Tahun 2016-2018
10
BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH
menunjukan jumlah penduduk yang mengalami keluhan kesehatan sehingga
mengganggu aktivitas sehari-hari. Jika dilihat dari tabel diatas, angka kesakitan
penduduk Banten tahun 2018
meningkat dibandingkan tahun
2017 dan angka kesakitan di
perdesaan lebih tinggi
dibandingkan perkotaan. Hal
ini mengindikasikan bahwa
pada tahun 2018 status
kesehatan masyarakat Banten
menurun jika dibandingkan dengan tahun 2017, dan status kesehatan penduduk
perkotaan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan.
Indikator utama derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari Umur Harapan
Hidup (UHH) karena secara teori semakin baik kesehatan seseorang maka
kecenderungan untuk bertahan hidup akan semakin tinggi. Indikator UHH penduduk
Banten pada tahun 2018 telah
mencapai 69,6 tahun, lebih
tinggi dibandingkan tahun
2010 (68,5 tahun). Hal ini
menunjukan bahwa telah
meningkatnya derajat
kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat Banten.
Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Pemprov Banten di dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJMD) 2005-2025 telah
menetapkan strategi dan arah kebijakan di bidang kesehatan. Kebijakan yang diambil
antara lain mengembangkan rumah sakit untuk menjadi rumah sakit rujukan regional,
penyediaan dokter pada fasilitas kesehatan masyarakat khususnya untuk wilayah
terpencil, peningkatan regulasi pelayanan kesehatan, dan peningkatan penyediaan air
bersih untuk masyarakat.
1.3.3. Tantangan Geografi Wilayah
Wilayah Provinsi Banten posisinya sangat strategis karena terletak pada lintasan
perdagangan Nasional dan Internasional yakni Selat Sunda yang merupakan Alur Laut
Kepulauan Indonesia (ALKI). Disamping itu, Provinsi Banten juga merupakan pintu
gerbang yang menghubungkan antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera. Sebelah
Daerah Tempat Tinggal 2016 2017 2018
Perkotaan 15.38 13.48 13.38
Perdesaan 16.50 14.76 19.09
Perkotaan dan Perdesaan 15.73 13.87 15.03
Tabel 1-5. Angka Kesakitan Penduduk Menurut Daerah Tempat Tinggal Tahun 2016-2018 (Persen)
Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov Banten 2019, BPS
Umur Harapan Hidup 2010 2018 2020
Laki-Laki 66.6 67.7 68.1
Perempuan 70.5 71.6 71.9
Laki-Laki dan Perempuan 68.5 69.6 70.0
Tabel 1-6. Perkembangan Umur Harapan Hidup Menurut Jenis Kelamin 2010-2020
Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov Banten 2019, BPS
11
BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH
utara Banten berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah barat dengan Selat Sunda serta
bagian selatan dengan Samudera Hindia, sehingga wilayah ini mempunyai sumber daya
laut yang potensial.
Provinsi Banten yang terdiri atas 8 Kabupaten/Kota apabila dilihat dari kondisi
kemiringan lahan terbagi menjadi tiga kondisi yang ekstrim, yaitu dataran yang sebagian
besar terdapat di daerah utara Provinsi Banten yang memiliki tingkat kemiringan lahan
0-15 persen tersebar di sepanjang pesisir utara laut Jawa, sebagian wilayah Serang,
sebagian Kabupaten Tangerang, bagian utara wilayah selatan dari Pandeglang hingga
Kabupaten Lebak. Dengan nilai kemiringan ini tidak diperlukan banyak perlakuan khusus
terhadap lahan yang akan dibangun untuk proses prakonstruksi. Perbukitan landai-
sedang dengan kemiringan dibawah 15 persen dengan tekstur bergelombang rendah-
sedang terdapat di bagian utara meliputi Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kabupaten
Tangerang dan Kota Tangerang, serta bagian utara Kabupaten Pandeglang. Daerah
perbukitan terjal kemiringan dibawah 25 persen terdapat di Kabupaten Lebak, sebagian
kecil Kabupaten Pandeglang bagian selatan dan Kabupaten Serang.
Perbedaan kondisi alamiah ini turut berpengaruh terhadap timbulnya
ketimpangan pembangunan yang semakin tajam, yaitu wilayah sebelah utara memiliki
peluang berkembang lebih besar dari pada wilayah sebelah selatan, sehingga hal ini
juga menyebabkan
terjadinya ketimpangan
pendapatan per kapita
antara wilayah utara dan
wilayah selatan.
Seperti telah
diketahui pada struktur
PDRB Banten porsi
terbesar ada pada sektor
industri (30,59 persen),
begitu juga dengan jumlah
tenaga kerja pada sektor
tersebut yang mencapai
24,09 persen. Salah satu penyebab ketimpangan antar wilayah utara dan selatan adalah
karena wilayah utara lebih dominan oleh faktor industri dimana banyak terdapat berdiri
pabrik industri pada wilayah tersebut, sementara untuk wilayah selatan, yaitu Kabupaten
Gambar 1-3. Pendapatan per Kapita Kab/Kota Di Banten Tahun 2019 (Juta Rp)
Sumber : BPS Prov Banten
12
BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH
Pandeglang dan Lebak memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) air, pertanian,
kehutanan, pertambangan dan pariwisata.
Dari sektor pertanian Banten memiliki padi dan palawija yang sangat memadai,
selain itu juga ada karet, kelapa, cengkeh, melinjo. SDA di bidang pertambangan
terdapat tambang emas di Cikotok, bijih besi di Cikurut, bahan semen, batu bara, bahan
mika dan intan. Potensi perikanan laut juga sangat bagus karena Banten kurang lebih
75 persen wilayahnya dikelilingi oleh laut. Dengan SDA yang melimpah Banten masih
dapat memaksimalkan potensinya untuk kemajuan dan kemakmuran masyarakat. Untuk
mengurangi kesenjangan antara wilayah utara dan selatan, pada tahun 2019 Pemprov
Banten mengarahkan pembangunan infrastruktur, ekonomi, dan sosial ke wilayah-
wilayah sesuai dengan potensi sumber daya alam yang dimiliki agar dapat diolah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data BPS Prov Banten, sektor
industri di Banten pada tahun 2019 tumbuh 3,65 persen, sementara pertanian hanya
tumbuh 2,21 persen dengan distribusi pada struktur PDRB sebesar 5,57 persen. Apabila
pemerintah daerah dapat memaksimalkan potensi SDAnya, maka dapat dipastikan
bahwa PDRB Banten juga akan meningkat.
13
2. 1. INDIKATOR EKONOMI MAKRO FUNDAMENTAL
2.1.1. Produk Domestik Regional Bruto
PDRB adalah jumlah keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan
dari semua kegiatan perekonomian
diseluruh wilayah dalam periode satu
tahun tertentu. Pada perhitungan PDRB
menggunakan 2 (dua) harga, yaitu PDRB
harga berlaku (ADHB) dan PDRB harga
konstan (ADHK). PDRB ADHB
merupakan nilai suatu barang dan jasa
yang dihitung menggunakan harga yang
berlaku pada tahun tersebut. Sedangkan
PDRB ADHK adalah nilai suatu barang
dan jasa yang dihitung menggunakan
harga pada tahun tertentu yang dijadikan
sebagai tahun acuan atau tahun dasar
(saat ini menggunakan tahun dasar 2010).
Selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir, nilai PDRB Banten selalu meningkat.
Pada tahun 2018 PDRB ADHB sebesar Rp615,11 triliun naik sebesar Rp49,85 triliun
menjadi Rp664,96 triliun di tahun 2019.
Sedangkan PDRB ADHK 2018
sebesar Rp434,01 triliun naik Rp24,01
triliun menjadi Rp458,02 triliun pada
tahun 2019.
a. Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Banten tahun 2019
tumbuh 5,53 persen melambat
dibanding pertumbuhan ekonomi tahun
2018 (5,82 persen). Pertumbuhan
ekonomi tersebut berada di atas angka
pertumbuhan ekonomi nasional yang
tumbuh sebesar 5,02 persen, akan tetapi masih dibawah target Rencana Pembangunan
BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL
Gambar 2-1. PDRB ADHB dan ADHK
Tahun 2015-2019 (triliun rupiah)
Sumber : BPS Prov Banten
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,21 5,57
Pertambangan dan Penggalian 0,38 0,66
Industri Pengolahan 3,65 30,59
Pengadaan Listrik dan Gas -3,22 1,82
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah 5,62 0,08
Konstruksi 8,96 11,05
Perdagangan Besar, Eceran; Reaparasi dan 7,58 12,85
Transportasi dan Pergudangan 0,79 10,88
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,95 2,40
Informasi dan Komunikasi 8,98 3,50
Jasa Keuangan dan Asuransi 2,48 3,00
Real Estate 8,75 7,91
Jasa Perusahaan 8,57 1,13
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan 7,87 2,05
Jasa Pendidikan 7,69 3,57
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,55 1,26
Jasa Lainnya 8,57 1,68
PDRB 5,53
Pertumbuhan
Ekonomi
Distribusi
% PDRBLapangan Usaha
Tabel 2-1. Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi PDRB Banten Tahun 2019
(persen)
Sumber : BPS Banten
BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL
14
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang sebesar 6,20. Sama seperti tahun
sebelumnya, PDRB Banten berada di peringkat ke 5 dari 6 Provinsi di Jawa dengan
kontribusi terhadap pulau (7,01 persen).
Apabila ditelisik lebih lanjut, PDRB di Banten ditopang oleh sektor industri.
Dimana bila dilihat dari distribusi persentase PDRB menurut lapangan usaha di Banten
pada tahun 2019 sektor industri mencapai 30,59 persen, diikuti oleh perdagangan 12,85
persen, konstruksi 11,05 persen dan transportasi dan pergudangan 10,88 persen. Akan
tetapi jika dilihat dari laju pertumbuhannya di tahun 2019, keempat sektor ini masih
dibawah sektor informasi dan komunikasi, maka untuk kedepannya Provinsi Banten
dapat juga memfokuskan pembangunannya pada sektor ini.
b. Nominal PDRB
Nilai nominal PDRB dapat dilihat dari pengeluaran maupun lapangan usaha.
Informasi perkembangan PDRB pengeluaran bermanfaat untuk mengetahui peran atau
kontribusi pengeluaran pemerintah (APBN dan APBD) pada pertumbuhan ekonomi
regional. Sementara informasi PDRB menurut lapangan usaha bermanfaat untuk
mengetahui peran atau kontribusi sektor-sektor tertentu yang menjadi unggulan sebagai
pendorong ekonomi regional.
a) PDRB Berdasarkan Pengeluaran
Pada triwulan IV-2019 (yoy) dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi ada pada
komponen Total Net Ekspor (20,58 persen) yang diikuti oleh Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB) (5,89 persen), dan Lembaga Non Profit (LNPRT) (5,56 persen).
Gambar 2-2. Peranan PDRB Provinsi se-Jawa Tahun 2019 (persen)
Gambar 2-3. PDB Nasional dan PDRB Banten Tahun 2015-2019 (persen)
Sumber : BPS Nasional dan BPS Banten
BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL
15
Nilai ekspor Banten mengalami
peningkatan sementara impor mengalami
penurun. Penurunan ini harus menjadi
perhatian pemerintah daerah di Banten
karena dikhawatirkan penurunan impor ini
adalah pada penyediaan bahan baku yang
untuk selanjutnya di olah menjadi bahan
jadi dan akan di ekspor. Atau dengan kata
lain menurunnya impor akan berimbas ke
nilai ekspor.
Sementara itu, bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan, kontributor
utama pertumbuhan ekonomi Banten tahun 2019 disumbang oleh konsumsi rumah
tangga sebesar 2,82 persen diikuti dengan komponen PMTB/investasi (2,18 persen).
Pertumbuhan ini sejalan dengan struktur
pembentuk PDRB dari sisi pengeluaran.
Pada struktur PDRB ADHB peranan
komponen konsumsi rumah tangga pada
tahun 2019 tetap mendominasi, yaitu
mencapai 52,37 persen atau lebih dari
separuh PDRB Banten, diikuti oleh PMTB
32,63 persen. Atau dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa ekonomi Banten ditopang
oleh konsumsi rumah tangga dan investasi,
sehingga pemerintah daerah harus selalu
dapat menjaga inflasi karena konsumsi
rumah tangga yang sangat rentan terhadap
tingginya inflasi, dan juga pemerintah daerah dapat menjaga iklim investasi selalu
kondusif serta menyediakan fasilitas infrastruktur untuk dapat menarik investor
menanamkan modalnya di Banten sehingga dapat meningkatkan nilai investasi.
Berdasarkan data dari situs Badan Koordinasi Penaman Modal (BKPM),
sepanjang tahun 2019 nilai investasi Provinsi Banten untuk Penanaman Modal Asing
(PMA) menempati posisi keempat secara nasional dengan nilai investasi sebesar
1.868,2 juta USD (2.559 proyek), sedangkan untuk Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) dengan nilai investasi Rp20.708,4 miliar (2.389 proyek) menempati posisi
keenam secara nasional. Untuk tahun 2019 target investasi Provinsi Banten sebesar
Gambar 2-4. Pertumbuhan Beberapa Komponen Pengeluaran Tw IV 2019
(persen)
Sumber : BPS Prov Banten
Gambar 2-5. Realisasi Investasi Banten Tahun 2015-2019 (triliun)
Sumber : BKPM dan DPMPTSP Banten
BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL
16
Rp60,87T, dengan capaian sebesar Rp48,73T artinya hanya tercapai 80,06%. Meskipun
secara target tidak tercapai, akan tetapi terjadi peningkatan sebesar Rp2,09T (4,29
persen) dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan terjadi di investasi PMDN
sebesar Rp11,87T (134,28 persen) yang diiringi dengan penurunan nilai investasi PMA
sebesar Rp9,78T (-25,87 persen).
b) PDRB per Sektor Lapangan Usaha
Dari sisi penawaran, pertumbuhan perekonomian Banten 2019 didorong oleh
hampir seluruh lapangan usaha. Pertumbuhan tertinggi pada lapangan usaha Informasi
dan Komunikasi yang tumbuh 8,98 persen diikuti Konstruksi (8,96 persen) dan Real
Estate (8,75 persen). Sementara itu ekonomi Banten di Triwulan IV-2019 (y on y) tumbuh
5,9 persen. Konstruksi merupakan lapangan usaha yang memiliki pertumbuhan tertinggi
9,19 persen, Informasi dan Komunikasi sebesar 9,12 persen dan Real Estate sebesar
9,0 persen.
Konstruksi di wilayah Banten masih terus tumbuh pesat terkait dengan
penyelesaian beberapa Proyek Strategis Nasional yang ada di Banten dan
pengembangan pusat bisnis, perkantoran dan pemukiman, terutama di wilayah
Tangerang Raya. Kawasan di Tangerang Selatan diminati banyak pengembang,
terutama untuk high rise building, baik apartemen maupun office tower. Sementara itu,
perumahan berkonsep modern dengan didukungnya infrastruktur jaringan kereta api
Gambar 2-6. Sumber Pertumbuhan Beberapa Komponen Pengeluaran
Tahun 2017-2019 (persen)
Sumber : BPS Prov Banten
Gambar 2-7. Distribusi Persentase PDRB Tahun 2019 (persen)
BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL
17
double track yang terhubung langsung ke Jakarta di Kabupaten Lebak membukukan
peningkatan penjualan yang signifikan sepanjang tahun 2019.
Struktur perekonomian Banten menurut lapangan usaha tahun 2019 didominasi
tiga lapangan usaha yaitu industri
pengolahan (30,59 persen),
Perdagangan besar dan eceran
reparasi mobil dan sepeda motor
(12,85 persen), konstruksi (11,05
persen). Sektor industri menjadi ciri
khas struktur ekonomi Banten karena
selalu mendominasi. Produk yang
dihasilkan dari sektor industri
pengolahan mayoritas berorientasi ke
pasar ekspor. Hal ini berarti kondisi
ekonomi global sangat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi di Banten.
Ketika ekonomi global melemah maka
produksi komoditas dan perekonomian Banten akan langsung terkena dampaknya.
Selain industri pengolahan, sektor perdagangan menempati urutan kedua
sementara posisi ketiga ditempati oleh sektor konstruksi. Peran dominan ketiga sektor
teratas tersebut memperlihatkan bahwa aktifitas industri dan swasta sangat berperan
menopang pertumbuhan ekonomi Banten. Berdasarkan data pada Perda Nomor 9
Tahun 2019 dan Perda Nomor 7 Tahun 2018, Pemerintah Daerah Provinsi Banten
Gambar 2-10. Sumber Pertumbuhan Beberapa Lapangan Usaha Tahun 2017-2019
(persen)
Sumber : BPS Prov Banten
Gambar 2-8. Pertumbuhan dan Distribusi Beberapa Lapangan Usaha Tahun 2019
(persen)
Gambar 2-9. Pertumbuhan Beberapa Lapangan Usaha Tw IV-Tahun 2019 (yoy)
(persen)
Sumber : BPS Prov Banten
BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL
18
menggelontorkan dana sebesar Rp10,00 miliar untuk sektor perdagangan, meningkat
lebih dari 100 persen jika dibandingkan dengan tahun 2018 (Rp5,13 miliar). Kenaikan ini
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan sektor perdagangan yang tumbuh 7,58
persen lebih tinggi dari tahun 2018 (7,25 persen). Sementara untuk sektor industri dana
yang dialokasikan adalah Rp116,73 miliar dari sebelumnya Rp101,04miliar (2018).
Pertambahan alokasi anggaran pada sektor industri juga membuat sektor industri
tumbuh 3,65 persen walaupun jika dibandingkan dengan tahun 2018 (7,25 persen)
pertumbuhannya melambat.
c. PDRB Perkapita
PDRB per kapita menggambarkan rata-rata pendapatan penduduk suatu daerah
dalam setahun. PDRB per kapita di Banten tahun 2019 dibanding tahun 2018 meningkat
6,13 persen menjadi 51,44 juta rupiah. Meskipun PDRB per kapita Banten menunjukkan
tren meningkat setiap tahunnya namun masih dibawah PDB Nasional. Pada tahun 2019
PDB Nasional meningkat sebesar 5,54 persen menjadi 59,10 juta rupiah. Dengan
penghasilan perkapita dibawah rata-rata nasional menunjukkan rata-rata kemakmuran
penduduk Provinsi Banten berada dibawah rata-rata kemakmuran Nasional.
Namun demikian angka PDRB Perkapita tidak mutlak menunjukkan
kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Berdasarkan data tahun 2018,
pendapatan per kapita di Kota Cilegon sangat jauh dibandingkan dengan
Kabupaten/Kota lainnya. Hal ini disebabkan pemusatan industri di Kota Cilegon
terutama industri berat yang bertumpu pada penggunaan teknologi dan kimia bukan
berbasis pada industri manufaktur ringan.
Gambar 2-11. Perbandingan PDRB Per Kapita Banten dan PDB Per Kapita
(Juta Rupiah)
Sumber : BPS Nasional dan BPS Banten
Gambar 2-12. PDRB ADHB per Kapita Kab/Kota dan Prov Banten Tahun 2018
(Juta Rp)
Sumber : Buku Saku PDRB Prov Banten
2017-2018, BPS
BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL
19
2.1.2. Suku bunga
Dari gambar disamping dapat dilihat bahwa suku bunga Bank Indonesia 7 Days
Repo Rate (BI 7 DRR) terus bergerak turun. Dibuka pada angka 6 persen di Januari dan
ditutup pada 5 persen di Desember.
Sepanjang bulan Juli sampai Oktober,
BI melakukan empat kali penurunan
suku bunga. Penurunan suku bunga
dilakukan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
tahun 2019 serta sebagai stimulus dari
dampak perlambatan ekonomi global.
Selanjutnya BI menahan suku bunga di
angka 5 persen sampai dengan
berakhirnya tahun 2019 dengan
pertimbangan proyeksi pertumbuhan
ekonomi dunia sebagai akibat dari
ketegangan hubungan dagang Amerika Serikat dan Cina. Sementara dari dalam negeri
salah satu pertimbangannya adalah masih terjaganya inflasi tetap rendah, dimana
sampai dengan akhir tahun inflasi nasional sebesar 2.72 persen dibawah titik tengah
target sebesar 3,5+1 persen.
Untuk wilayah Banten penurunan suku bunga tidak terlalu berdampak pada
tingkat inflasi. Di bulan Juli-Oktober ketika BI menurunkan suku bunga BI 7-DRR
sebanyak empat kali, tingkat inflasi di Banten tidak terlalu terpengaruh akibat dari
penurunan suku bunga hanya menaikan inflasi di bulan Agustus 2019 saja untuk
selanjutnya kembali turun di September sampai dengan November dan kembali
meningkat di Desember sebagai akibat dari meningkatnya harga barang/jasa kebutuhan
pokok masyarakat Banten.
2.1.3. Inflasi
Bank Indonesia mendefinisikan inflasi sebagai kenaikan harga secara umum dan
terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Pada tahun 2019, inflasi Provinsi Banten
tercatat sebesar 3,30 persen (yoy). Angka tersebut lebih tinggi 58 basis poin dari inflasi
nasional (2,72 persen).
Secara m-to-m, inflasi Banten sepanjang tahun 2019 hampir selalu berada di
atas inflasi nasional kecuali pada bulan Oktober dan November 2019. Selama tahun
2019 seluruh kelompok pengeluaran mengalami inflasi sehingga seluruh kelompok
Gambar 2-13. BI 7 DRR dan Inflasi Banten Tahun 2019
Sumber : Bank Indonesia dan BPS Prov Banten
BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL
20
pengeluaran memberikan andil dalam inflasi. Beberapa komoditas yang dominan
memberikan andil inflasi di tahun 2019 antara lain sewa rumah (0.45 persen), cabe
merah (0.30 persen), bawang merah (0.16 persen), tukang bukan mandor, sepeda
motor, emas perhiasan, rokok kretek filter, bawang putih, ikan bandeng dang nasi
dengan lauk.
2.1.4. Nilai tukar
Amerika Serikat, Cina, Jepang dan Singapura merupakan mitra dagang Provinsi
Banten. Jika dilihat dari awal pembukaan di Januari sampai dengan penutupan di
Desember, nilai tukar rupiah
terhadap ke-4 mata uang negara
tersebut menguat beberapa
poin. Pada tahun 2019 rupiah
dibuka pada level 14.537
terhadap USD dan ditutup pada
level 13.831 di bulan Desember.
Menguatnya nilai rupiah pada
tahun 2019 menurut Perry
Warjiyo, Gubernur Bank
Indonesia sebagai akibat dari
melimpahnya pasokan valas dari
para eksportir serta aliran modal
asing yang terus masuk sejalan dengan prospek ekonomi Indonesia yang tetap terjaga,
daya tarik keuangan pasar domestik yag tetap besar, dan ketidakpastian pasar
keuangan global yang mereda. (https://www.liputan6.com/bisnis/read/4162615/bi-sebut-
rupiah-menguat-akibat-banyaknya-pasokan-valas).
Gambar 2-15. Inflasi m-to-m Banten dan Nasional Tahun 2019
Sumber : BPS Prov Banten
Gambar 2-14. Inflasi Triwulanan Banten dan Nasional (yoy)
Sumber : BPS Pusat dan Prov Banten
Gambar 2-16. Pergerakan kurs Mata Uang asing Terhadap Rupiah Tahun 2019
Sumber : Bank Indonesia
BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL
21
Walaupun secara neraca selisih antara total ekspor dan impor menunjukan nilai
postif, akan tetapi menguatnya mata uang rupiah terhadap mata uang asing terutama
USD tidak membuat ekspor Banten
meningkat bahkan menurun jika
dibandingkan tahun 2018.
Penurunan ekspor ini terjadi baik di
ekspor migas maupun non migas.
Sementara untuk impor penurunan
ada pada sektor non migas akan
tetapi meningkat di impor migas.
2. 2. INDIKATOR KESEJAHTERAAN
Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup
suatu bangsa. Indikator pembangunan adalah indikator yang dapat menilai keberhasilan
pembangunan yang menunjukkan proses pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi
pendapatan, pengentasan kemiskinan, kualitas/mutu hidup (Physical Quality of Life),
dan pembangunan manusia (Human Development).
2.2.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah pengukuran perbandingan dari
harapan hidup, harapan lama sekolah, pendidikan dan standar hidup dari semua negara
di dunia, semakin tinggi nilai IPM, menunjukan pencapaian pembangunan manusianya
semakin baik. Di Indonesia setiap Propinsi memiliki IPM sendiri.
Untuk Propinsi Banten secara konsisten IPM terus mengalami kemajuan yang
mana di tahun 2019 IPM Banten mencapai 72.44 atau naik 0.49 poin dibandingkan tahun
2018.Meningkatnya IPM Banten terjadi di semua komponen pembentuk, peningkatan ini
Sumber : BPS Prov Banten
Tabel 2-2. Perkembangan Ekspor Impor Banten
Tahun 2015-2019 (Juta USD)
Uraian 2015 2016 2017 2018 2019
Ekspor 9,046.27 9,328.45 11,238.39 11,920.74 10,842.66
Impor 9,852.07 8,523.43 11,025.95 12,893.94 10,828.51
Neraca (805.80) 805.02 212.44 (973.20) 14.15
2018 2019 2018 2019 2018 2019 2018 2019 2018 2019
Pandeglang 64,24 64,49 13,42 13,46 6,72 6,96 8.613 8.719 64,34 64,91 0,89
Lebak 66,79 67,04 11,93 11,96 6,21 6,31 8.634 8.850 63,37 63,88 0,80
Tangerang 69,61 69,79 12,80 12,81 8,27 8,28 12.179 12.476 71,59 71,93 0,47
Serang 64,22 64,47 12,39 12,43 7,18 7,33 10.693 10.802 65,93 66,38 0,68
Kota Tangerang 71,45 71,57 13,83 13,84 10,51 10,65 14.443 14.860 77,92 78,43 0,65
Kota Cilegon 66,43 66,60 13,13 13,15 9,73 9,74 12.900 13.230 72,65 73,01 0,50
Kota Serang 67,58 67,83 12,65 12,77 8,62 8,67 13.261 13.418 71,68 72,10 0,59
Kota Tangsel 72,26 72,41 14,42 14,43 11,78 11,80 15.672 15.988 81,17 81,48 0,80
Banten 69,64 69,84 12,85 12,88 8,62 8,74 11.994 12.267 71,95 72,44 0,68
Rata-rata Lama
Sekolah (tahun)
Pengeluaran Per
Kapita disesuaikan
IPM
Capaian Pertumb
uhan
Kabupaten / Kota
Umur Harapan
Hidup (tahun)
Harapan Lama
Sekolah (tahun)
Tabel 2-3. Perkembangan IPM Wilayah Provinsi Banten Periode Tahun 2018-2019
Sumber : BPS Provinsi Banten
BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL
22
juga terjadi di seluruh kabupaten/kota dengan IPM tertinggi di Kota Tangsel (81.48) dan
terendah di Kab Lebak (63.88).
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa Kota Tangerang Selatan menjadi
pemilik tertinggi seluruh komponen pembentuk IPM, sedangkan nilai terendah ditempai
secara bergantian antara Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak dan Kabupaten
Pandeglang. Kemajuan terpesat yang mencapai 0.89 persen dicapai oleh Kabupaten
Pandeglang. Kemajuan ini didorong oleh cepatnya perbaikan pada dimensi
pengetahuan dan dimensi standar hidup layak. Sementara yang paling lambat adalah
Kab Tangerang, yang banyak dipengaruhi oleh lambatnya perbaikan pada dimensi
kesehatan dan dimensi pengetahuan.
Secara Nasional IPM Banten menduduki peringkat ke-8, sementara untuk
regional Pulau Jawa, Banten menduduki peringkat ke-3 setalah DKI Jakarta dan DI
Yogyakarta. Akan tetapi bila dilihat dari pertumbuhan IPM yang sebesar 0.68, Banten
menempati posisi ke-4 di regional Pulau Jawa. Bila dilihat dari tabel diatas, meskipun
secara regional Pulau Jawa menempati urutan ke-3 akan tetapi untuk komponen Umur
Harapan Hidup (UHH) capaian Banten ada dipaling bawah bahkan untuk rata-rata
Nasional, maka komponen ini harus mendapatkan perhatian lebih dari Pemerintah
Provinsi Banten.
2.2.2. Tingkat Kemiskinan
Kemiskinan adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar, baik makanan atau bukan makanan. Kemiskinan masih menjadi
permasalahan diberbagai belahan dunia termasuk di Indonesia, sehingga kemiskinan
selalu menjadi prioritas pemerintah termasuk pemerintah daerah Provinsi Banten.
Persentase penduduk miskin di Provinsi Banten per September 2019 sebesar 4,94
BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL
23
persen, mengalami penurunan 0,15 poin dibanding Maret 2019. Secara umum tingkat
kemiskinan di Banten terus menurun, baik dari sisi jumlah maupun dari sisi persentase
kecuali pada Maret 2015, September 2017, dan September 2018.
Kenaikan jumlah dan persentase
pada periode tersebut dipicu oleh
meningkatnya inflasi secara umum,
kenaikan harga bahan kebutuhan pokok
sebagai akibat dari kenaikan harga bahan
bakar minyak, serta rendahnya Nilai Tukar
Petani (NTP) yang tidak mencapai angka
100, dimana hal tersebut berarti bahwa
petani mengalami defisit, yaitu
pengeluaran lebih besar daripada
pendapatan. Sementara itu beberapa
faktor yang mempengaruhi turunnya
tingkat kemiskinan di Provinsi Banten
selama periode Maret-September 2019,
salah satunya Nilai Tukar Petani (NTP) pada September 2019 sebesar 102,11 lebih
tinggi dibandingkan Maret 2019 (100,14). NTP diatas 100 menunjukan bahwa tingkat
kesejahteraan petani lebih baik. Selain itu upah nominal buruh tani per hari pada
September 2019 naik dibandingkan Maret 2019, dari Rp.63.080,- menjadi Rp.63.871,-.
Permasalahan kemiskinan tidak hanya dilihat dari jumlah dan persentase
penduduk miskin akan tetapi perlu diperhatikan Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty
Gap Index, P1) dan Indeks
Keparahan Kemiskinan (Poverty
Severity Index, P2). P1
digunakan untuk melihat rata-rata
jarak pengeluaran per kapita
penduduk miskin dengan garis
kemiskinan. Semakin besar nilai
P1, semakin jauh jaraknya
dengan garis kemiskinan.
Sementara P2 digunakan untuk
menunjukan sebaran pengeluaran penduduk miskin, semakin tinggi nilai P2 semakin
tinggi pula ketimpangan pengeluaran di antara sesama penduduk miskin.
Sumber : BPS Prov Banten
Kota Desa Kota + Desa Kota Desa Kota+Desa
Maret 2018 0.692 1.143 0.822 0.162 0.278 0.196
September 2018 0.684 1.440 0.908 0.157 0.475 0.250
Maret 2019 0.628 1.101 0.763 0.145 0.253 0.176
September 2019 0.619 1.258 0.800 0.186 0.325 0.226
Indeks Kedalaman Kemiskinan
(P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan
(P2)Periode
Tabel 2-5. P1 dan P2 Menurut Daerah Tempat Tinggal Maret 2018 – September 2019
Gambar 2-17. Perkembangan Angka Kemiskinan di Banten Tahun 2015-2019
(persen)
Sumber : BPS Prov Banten
BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL
24
Di dalam tataran kebijakan, untuk menurunkan kemiskinan Pemerintah Daerah
Provinsi Banten telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2019 tentang
Penanganan Kemiskinan di Provinsi Banten. Jamsosratu salah satu andalan Pemprov
Banten untuk mengamankan masyarakat Banten dari pembangunan dan perkembangan
ekonomi yang pesat di Banten. Jamsosratu merupakan program bantuan sosial untuk
warga Banten yang tidak menerima Program Keluarga Harapan (PKH) yang dibiayai
Kementerian Sosial. Dana yang digelontorkan oleh Pemprov Banten untuk program ini
pada tahun 2019 sebesar Rp105,78 miliar. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya
(2018) yang sebesar Rp69,74 miliar. Di tahun 2019, jumlah penerima bantuan sebanyak
50.000 keluarga. Keluarga penerima manfaat menerima bantuan sebesar Rp1,75
juta/KK/tahun lebih besar dibanding tahun sebelumnya Rp1,665 juta/KK/tahun.
Untuk wilayah Banten, komponen penyumbang kemiskinan terbesar baik
perkotaan maupun perdesaan pada komoditi makanan adalah beras dan rokok kretek
filter. Beras dan rokok menyumbang garis kemiskinan diperkotaan masing-masing
sebesar 18,36 persen dan 12,61 persen, sedangkan diperdesaan menyumbang 25,86
persen dan 11,97 persen.
2.2.3. Tingkat Ketimpangan (Rasio Gini)
Tujuan utama dari pembangunan ekonomi adalah naiknya tingkat kesejahteraan
masyarakat. Bukan hanya
pendapatan yang meningkat, akan
tetapi ketimpangan pendapatan antar
penduduk atau kelompok
masyarakat harus berhasil
diturunkan. Salah satu indikator yang
umum digunakan untuk mengukur
ketimpangan adalah Rasio/Indeks
Gini. Nilai Rasio Gini berkisar antar 0
hingga 1. Angka 0 menunjukan adanya
pemerataan pendapatan yang
sempurna. Sementara nilai 1
menunjukan ketimpangan yang
sempurna, artinya satu
kelompok/orang memiliki segalanya
sedangkan yang lain tidak memiliki
apa-apa.
Tabel 2-6. Perkembangan Rasio Gini Banten dan Nasional Tahun 2017-2019
Sumber : BPS Nasional dan BPS Prov Banten
Banten Nasional
Maret 2017 0.381 0.267 0.382 0.393
Sept 2017 0.380 0.270 0.379 0.391
Maret 2018 0.386 0.280 0.385 0.389
Sept 2018 0.362 0.299 0.367 0.384
Maret 2019 0.360 0.294 0.365 0.382
Sept 2019 0.355 0.292 0.361 0.380
Periode Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
40%
Terendah
40%
Menengah
20%
Tertinggi
Maret 2017 17.50 36.83 45.67 0.382
Sept 2017 17.95 36.62 45.43 0.379
Maret 2018 17.54 36.53 45.93 0.385
Sept 2018 18.50 37.04 44.45 0.367
Maret 2019 18.39 37.52 44.09 0.365
Sept 2019 18.55 37.63 43.82 0.361
Rasio GiniTahun
Kelompok Pengeluaran (Persen)
Tabel 2-7. Distribusi Persentase Pengeluaran Penduduk Kriteria Bank Dunia Menurut Daerah
Tempat Tinggal Tahun 2017-2019
Sumber : BPS Prov Banten
BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL
25
Selain menggunakan rasio gini, untuk mengukur ketimpangan pendapatan antar
penduduk juga dapat menggunakan kriteria yang ditetapkan oleh Bank Dunia. Tingkat
ketimpangan pendapatan ini dibentuk dengan mengacu proporsi pendapatan dari 40
persen penduduk berpendapatan rendah. Adapun penggolongannya adalah jika
memperoleh < 12 persen maka ketimpangan pendapatan dianggap tinggi, 12-17 persen
ketimpangan pendapatan dianggap sedang, >17 persen ketimpangan pendapatan
dianggap rendah.
Sejalan dengan perkembangan rasio gini Nasional, perkembangan rasio gini
Provinsi Banten cenderung mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan periode
Maret 2019 walaupun penurunannya tidak terlalu signifikan. Akan tetapi penurunan rasio
gini Banten (0.004 poin) lebih baik dibandingkan penurunan Nasional (0.002 poin).
Secara regional pulau Jawa, rasio gini Provinsi Banten terendah ke dua setelah Jawa
Tengah sedangkan nilai rasio gini tertinggi di Pulau Jawa di Provinsi DI Yogyakarta
(0,428) dan merupakan tertinggi secara nasional.
Jika dilihat dari wilayah, rasio gini di perkotaan pada September 2019 sebesar
0.355 sementara di perdesaan sebesar 0.292. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan
dan pengeluaran di perdesaan lebih merata dibanding di perkotaan. Selain itu juga dapat
dilihat bahwa distribusi pengeluaran penduduk >17 persen, ini berarti tingkat
ketimpangan pendapatannya masih masuk dalam kategori rendah.
2.2.4. Kondisi Ketenagakerjaan dan Tingkat Pengangguran
Salah satu aspek penting yang memegang peranan penting untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat adalah ketenagakerjaan. Oleh sebab itu pembangunan di
bidang ketenagakerjaan diarahkan untuk memberi kontribusi yang nyata dan terukur
dalm rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Gambaran ketenagakerjaan
Provinsi Banten pada Agustus 2018-Agustus 2019 mengalami sedikit peningkatan, yaitu
dari 5.83 juta menjadi 6.05 juta.
Peningkatan jumlah angkatan
kerja ini disebabkan oleh
peningkatan jumlah penduduk
bekerja sebesar 230 ribu orang
dari 5.33 juta menjadi 5.56 juta
orang. Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) juga
mengalami peningkatan dari
63.49 persen menjadi 64.52
Indikator Feb 2015 Agust 2015 Feb 2016 Agust 2016 Feb 2017 Agust 2017 Feb 2018 Agust 2018 Feb 2019 Agust 2019
Angkatan Kerja Banten 5.478 5.338 5.697 5.335 5.969 5.597 6.088 5.829 6.142 6,054
TPAK Banten (%) 66,47% 63,84% 67,28% 62,24% 67,23% 62,32% 67,06% 63,49% 66,19% 64,52%
TPT Banten (%) 8,58% 8,92% 7,95% 8,92% 7,75% 9,28% 7,77% 8,52% 7,58% 8,11%
TPT Nasional (%) 5,81% 6,18% 5,50% 5,61% 5,33% 5,50% 5,13% 5,34% 5,01% 5,28%
Tabel 2-8. Indikator Ketenagakerjaan Provinsi Banten Tahun 2015-2019
Sumber: BPS Provinsi Banten
BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL
26
persen. TPAK merupakan indikator ketenagakerjaan yang menggambarkan persentase
penduduk usia kerja, yang tergolong sebagai angkatan kerja. Peningkatan TPAK ini
mengindikasikan adanya kenaikan suplai tenaga kerja dan juga indikasi peningkatan
lapangan kerja atau investasi di Banten.
Berbeda dengan TPAK yang meningkat, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
di Banten terus mengalami penurunan mencapai angka 8,11 persen di Agustus 2019.
Capaian ini merupakan capaian terendah sepanjang Banten berdiri, namun demikian
TPT ini masih tertinggi secara Nasional bahkan jika dibandingkan dengan TPT Nasional
(5,28 persen).
Untuk melihat potensi suatu lapangan usaha dalam penyerapan tenaga kerja,
distribusi penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha merupakan salah satu
ukurannya. Di Banten keadaan di bulan Agustus 2019 masih sama dengan Agustus
2018, penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh sektor industri dan perdagangan.
Penduduk bekerja di Industri tercatat 1.34 juta orang (24.09 persen) dari sebelumnya
1.27 juta orang di Agustus 2018, sedangkan pada Sektor Perdagangan tercatat 1.16 juta
orang (20.91 persen) meningkat 132 ribu orang dari Agustus 2018.
Selain dari lapangan usaha, penduduk yang bekerja juga dapat diamati dari
status pekerjaan utamanya. Apabila ditinjau dari status pekerjaan utamanya, mayoritas
penduduk di Banten bekerja pada sektor formal. Kondisi ini menjadi pertanda
menguatnya sektor formal yang
lebih banyak dipengaruhi oleh
naiknya persentase pekerja
yang bekerja sebagai
buruh/karyawan/pegawai. Ada
kemungkinan peningkatan ini
disebabkan oleh terus
berkembanganya usaha
Industri yang ditandai oleh
naiknya persentase pekerja
pada lapangan usaha tersebut.
Sebaliknya sektor informal
justru mengalami penurunan yang dapat dilihat bahwa penyebab turunnya ada pada
pekerja bebas pertanian/non pertanian. Kemungkinan pekerja pada status ini telah naik
kelas menjadi pengusaha mikro dan kecil yang dapat dilihat dari meningkatnya sektor
informal berusaha sendiri dari 18.82 persen menjadi 20.24 persen.
Agustus 2018 Agustus 2019
1 56,92 58,74
a Buruh/Karyawan/Pegawai 53,75 56,11
b Berusaha Dibantu Buruh
Tetap/Buruh Dibayar3,17 2,63
2 43,08 41,26
a Berusaha Sendiri 18,82 20,24
b Berusaha Dibantu Buruh Tidak
Tetap/Pekerja
Keluarga/Pekerja Tidak
Dibayar
8,96 7,68
c Pekerja Bebas Pertanian/Non
Pertanian9,31 7,81
d Pekerja Keluarga/Pekerja
Tidak Dibayar5,99 5,53
Formal
Status Pekerjaan Utama
Informal
Tabel 2-9. Persentase Penduduk Bekerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama
Agustus 2018-2019
Sumber : BPS Prov Banten
BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL
27
Permasalahan yang dihadapi di bidang ketenagakerjaan selain tingginya
pengangguran adalah rendahnya kualitas dan produktivitas tenaga kerja. Salah satu
cara yang digunakan untuk mengukur produktivitas adalah menggunakan pendekatan
jumlah jam kerja. Pendekatan ini
diambil dengan asumsi bahwa
semakin lama jumlah jam kerja,
semakin banyak barang/jasa
yang dihasilkan. Atau dengan
kata lain, pekerjaannya semakin
produktif. Berdasarkan hal
tersebut, bila dilihat pada tabel
diatas dapat dikatakan bahwa
dengan menurunnya kategori pekerja sementara tidak bekerja dan setengah
penganggur serta meningkatnya kategori pekerja penuh, dapat dikatakan bahwa
produktivitas pekerja di Banten secara umum telah mengalami peningkatan.
2. 3. EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKRO EKONOMI DAN PEMBANGUNAN
REGIONAL
Kebijakan ekonomi bertujuan agar semua kegiatan perekonomian selalu dapat
memberikan pertumbuhan yang positif sesuai yang ditargetkan. Efektifitas kebijakan
makro ekonomi dan pembangunan Provinsi Banten dapat diketahui dengan melihat
kinerja dari setiap indikator yang ada dengan membandingkan antara target dengan
pencapaian dari setiap indikator yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam
dokumen Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA).
Dari tabel dibawah dapat dilihat dari 6 indikator, 5 indikator telah tercapai hanya 1 yang
belum tercapai, yaitu pertumbuhan ekonomi. Meskipun tidak tercapai, pertumbuhan
ekonomi Provinsi Banten tahun 2019 tumbuh 5,53 persen yang artinya melampaui
pertumbuhan ekonomi Nasional (5.02 persen).
Sumber: BPS Provinsi Banten dan Pusat
Tabel 2-11 Realisasi Indikator Ekonomi Makro Provinsi Banten dan Nasional
No IndikatorTarget Tahunan
(KUA TA 2019)
Realisasi
Banten
Realisasi
Nasional
1 Indeks Pembangunan Manusia 72,20% 72,44% 71,39%
2 Pertumbuhan ekonomi 6,20% 5,41% 5,05%
3 Persentase Penduduk Miskin 5,00% 4,94% 9,22%
4 Tingkat Pengangguran Terbuka 8,20% 8,11% 5,28%
5 Gini Ratio 0,36% 0,36% 0,38%
6 Inflasi 4,20% 3,30% 2,72%
2018 2019
Sementara Tidak Bekerja 1.42 2.11
Setengah Penganggur 18.28 13.33
Pekerja Penuh 80.29 84.56
Jumlah 100.00 100.00
Kategori PekerjaAgustus
Tabel 2-10. Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Kategorisasi Jam Kerja
Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov Banten 2019, BPS
BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL
28
Berdasarkan data sebelumnya, juga dapat dilihat bahwa capaian tingkat
kemiskinan berhasil ditekan 4,94 persen telah mencapai target dengan gini ratio dibawah
nasional. Demikian juga dengan TPT Provinsi Banten yang telah mencapai target. Akan
tetapi, walau TPT mencapai target dan Banten merupakan kota industri tetapi Banten
masih menempati tingkat pengangguran tertinggi nasional. Dengan capaian tersebut
dapat dikatakan bahwa target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Banten adalah
target yang proved reasonable karena didukung oleh komitmen yang kuat dari
Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat untuk mewujudkan masyarakat Banten
yang lebih sejahtera.
29
3. 1. APBN TINGKAT PROVINSI
Gambar 3-1. Perkembangan Pagu dan Realisasi APBN di Banten
Sumber : LKPP, OMSPAN, DJP & DJBC (diolah)
Perkembangan pagu pendapatan, belanja dan surplus/defisit dalam kurun waktu
tahun 2017-2019 secara nominal memiliki tren yang cenderung meningkat mengikuti
asumsi penerimaan dan penyesuaian belanja tiap tahunnya. Sedangkan perkembangan
realisasi pendapatan memiliki kecenderungan fluktuatif, realisasi belanja cenderung
meningkat, meskipun demikian dalam kurun waktu tersebut Banten tetap mengalami
Surplus APBN, sehingga dapat dikatakan Banten mampu membiayai belanja negara
yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dari hasil pendapatan negara di daerah sendiri.
Berdasarkan persentase capaian pendapatan (perbandingan realisasi dengan
target) dalam kurun waktu tahun 2017-2019 cenderung menurun. Penurunan capaian
pendapatan tersebut dikarenakan pendapatan perpajakan yang tidak mencapai target,
meskipun sudah ditopang dengan capaian penerimaan PNBP yang selalu melampaui
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
Tabel 3-1. Perkembangan Pagu dan Realisasi APBN di Provinsi Banten (dalam miliar)
Sumber : OMSPAN, DJP & DJBC (diolah)
Uraian
Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi
A. PENDAPATAN 46.706,38 47.270,16 60.013,83 45.332,43 67.313,71 46.957,11
Pendapatan Perpajakan 44.979,70 45.344,26 58.361,05 43.305,02 65.705,41 44.674,73
Pendapatan Bukan Pajak (PNBP) 1.726,69 1.925,90 1.652,78 2.027,41 1.608,30 2.282,38
B. BELANJA NEGARA 27.705,31 24.898,21 26.326,05 25.103,08 29.502,39 27.356,72
Belanja Pemerintah Pusat 10.302,74 9.569,37 10.546,95 9.633,39 11.950,91 11.107,30
Transfer Ke Daerah dan Dana Desa 17.402,56 15.328,84 15.779,10 15.469,69 17.551,48 16.249,41
C. SURPLUS/DEFISIT 19.001,08 22.371,95 33.687,78 20.229,35 37.811,32 19.600,39
Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019
30
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
dari target yang ditetapkan dalam kurun
waktu tersebut. Kondisi perekonomian yang
masih stagnasi sebagai efek trade war antara
Amerika Serikat dan Cina yang berimbas
kepada perekonomian Indonesia khususnya
Banten sebagai salah satu pintu merupakan
penyebab mayor terhadap penurunan
pendapatan khususnya pendapatan
perpajakan, hal tersebut dapat terlihat dari
laju pertumbuhan ekonomi Banten dalam
dua tahun terakhir masih dikisaran 5 persen. Di sisi lain, realisasi belanja negara
berbanding pagu belanja dalam kurun waktu tahun 2017-2019 secara prosentase terlihat
fluktuatif dari tahun ke tahun tetapi secara nominal semakin meningkat.
3. 2. PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT TINGKAT REGIONAL
Realisasi pendapatan tahun 2019 sebesar Rp46.957,11 miliar meningkat
Rp1.624,68 miliar atau tumbuh 3,58 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar
Rp45.332,43 miliar. Pada Gambar
3.3. terlihat dalam kurun waktu
tahun 2016-2019 realisasi
pendapatan pemerintah pusat di
Banten secara umum tumbuh
tumbuh kecuali tahun 2018, secara
prosentase realisasi pendapatan
pemerintah dalam kurun waktu
tersebut tumbuh 6,70 persen.
Meskipun realisasi pendapatan
tumbuh tetapi dalam 2 tahun terakhir belum dapat memenuhi target yang diharapkan.
3.2.1. Pendapatan Perpajakan
Realisasi penerimaan perpajakan di Banten tahun 2019 sebesar Rp44.674,73
miliar atau tumbuh 3,16 persen dibanding tahun 2018. Pendorong utama tumbuhnya
realisasi perpajakan tahun 2019 adalah tumbuhnya realisasi pendapatan cukai (15,22
persen) dan Pajak PPh (9,25 persen). Dari sisi porsi perpajakan, Banten didominasi oleh
2 (dua) jenis pajak yaitu Pajak Penghasilan (PPh) dengan porsi 48,51 persen dan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) porsi 32,84 persen.
Gambar 3-2. Perkembangan Capaian Pendapatan dan Belanja 2017-2019 (%)
Sumber : OMSPAN, DJP & DJBC (diolah)
Gambar 3-3 Tren Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat di Banten (Miliar Rupiah)
Sumber : LKPP & OMSPAN (diolah)
31
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
Dari seluruh jenis pajak, pendapatan cukai merupakan jenis pajak yang
melampaui dari target yang ditetapkan, target pendapatan cukai tahun 2019 sebesar
Rp1.743,76 miliar dengan realisasi sebesar Rp2.123,12 miliar atau 121,76 persen dari
traget. Pendapatan cukai terbesar berasal dari pendapatan cukai minuman mengandung
ethyl alkohol (MMEA) sebesar Rp2.035,28 miliar atau 95,86 persen dari total
pendapatan cukai. Tingginya pendapatan cukai MMEA di Banten dikarenakan paling
tidak terdapat 4 industri/pabrik minuman beralkohol terbesar di Indonesia yang berlokasi
di Banten yaitu PT.Multi Bintang Indonesia, PT Panjang Jiwo, PT lndustri Semak, dan
PT Cipta Rasa Sempurna.
3.2.2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Realisasi PNBP di Banten tahun 2019 sebesar Rp2,282,38 miliar, tumbuh 12,58
persen bila dibandingkan tahun 2018. Penerimaan PNBP fungsional mendominasi
dengan porsi 98,20 persen sedangkan PNBP umum memiliki porsi 1,80 persen.
Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) merupakan jenis pendapatan dengan porsi
tertinggi dari seluruh jenis penerimaan PNBP dengan porsi sebesar 70,93% disusul
pendapatan administrasi dan penegakan hukum dengan porsi 14,68 persen.
Secara persentase, pertumbuhan PNBP tertinggi tahun 2019 berasal dari
Pendapatan BLU untuk jenis PNBP Pendapatan lain yang tumbuh 70,43 persen disusul
Pendapatan Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi yang tumbuh 45,45 persen.
Tabel 3-2. Realisasi Penerimaan PNBP di Banten Tahun 2017-2019 (Miliar Rupiah)
Sumber : LKPP & OMSPAN (diolah)
Jenis PNBP
Realisasi Porsi Realisasi Porsi Realisasi Porsi
PNBP Umum 24,29 1,26% 30,74 1,52% 41,18 1,80%
Pendapatan dari Penjualan, Pengelolaan BMN
dan Iuran Badan Usaha (4251)8,56 0,44% 11,81 0,58% 14,19 0,62%
Pendapatan Denda (4258) 3,20 0,17% 6,04 0,30% 5,04 0,22%
Pendapatan Lain-Lain (4259) 12,53 0,65% 12,88 0,64% 21,95 0,96%
PNBP Fungsional 1.901,61 98,74% 1.996,67 98,48% 2.241,20 98,20%
Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) 1.368,53 71,06% 1.465,45 72,28% 1.618,82 70,93%
Pendapatan Adminstrasi dan Penegakan
Hukum (4252)258,79 13,44% 280,05 13,81% 335,07 14,68%
Pendapatan Kesehatan, Perlindungan Sosial
dan Keagamaan (4253)40,76 2,12% 40,32 1,99% 35,85 1,57%
Pendapatan Pendidikan, Budaya, Riset dan
Teknologi (4254)11,41 0,59% 32,15 1,59% 46,76 2,05%
Pendapatan Jasa Transportasi, Komunikasi dan
Informatika (4255)197,28 10,24% 136,63 6,74% 157,31 6,89%
Pendapatan Jasa Lainnya (4256) 1,14 0,06% 11,80 0,58% 14,85 0,65%
Pendapatan Bunga, Pengelolaan Rekening
Perbankan dan Pengelolaan Keuangan (5257)23,69 1,23% 30,29 1,49% 32,55 1,43%
Total Penerimaan PNBP 1.925,90 100% 2.027,41 100% 2.282,38 100%
Tahun 2017 Tahun 2018 2019
32
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
Perkembangan realisasi PNBP di
Banten selama tahun 2015-2019
semakin baik ditandai dengan tren yang
positif dimana setiap tahun meningkat,
dalam kurun waktu tersebut PNBP
mengalami pertumbuhan rata-rata
sebesar 7,83 persen, sebagaimana
terlihat pada Gambar 3.4.
3.2.3. Analisis-Analisis Terkait Pendapatan Pemerintah Pusat
a. Tax Ratio di Banten
Dengan menggunakan asumsi perhitungan rasio pajak secara luas yakni
kalkulasi antara realisasi PDRB/PDB
dan penerimaan perpajakan ditambah
penerimaan negara bukan pajak,
maka diperoleh data bawah tax ratio
Banten dalam kurun waktu tahun
2016-2019 fluktuatif dimana naik-turun
disetiap tahun. Tax rasio banten dalam
kurun waktu tahun 2016-2019 selalu
dibawah tax rasio nasional sebagaimana terlihat pada gambar 3.5.
Tax rasio Banten tahun 2019 sebesar 7,06 persen lebih rendah dari tax rasio
nasional tahun 2019 sebesar 10,7 persen dan lebih rendah dibandingkan tax rasio
Banten tahun 2018. Dalam
rangka meningkatkan tax ratio
ditengah stagnasi pertumbuhan
ekonomi, diperlukan strategi-
strategi baru dalam menggali dan
memungut potensi pajak, salah
satunya adalah maraknya
aktivitas bisnis e-commerce yang
dapat dikenakan pajak tetapi dilakukan dengan penuh kehati-hatian mengingat UMKM
banyak terlibat dalam bisnis tersebut.
b. Perbandingan Data Realisasi Pendapatan Perpajakan
Perbedaan sudut pandang pencatatan realisasi penerimaan pajak antara
Direktorat Jenderal Perbendaharan selaku Kuasa Bendaha Umum Negara (BUN)
Gambar 3-4. Tren Realisasi Penerimaan PNBP di Banten (Miliar Rupiah)
Sumber : LKPP & OMSPAN (diolah)
Gambar 3-5.Tax Ratio Banten dan Nasional
Sumber : LKPP, OMSPAN & BPS (diolah)
Tabel 3-3. Tax Ratio Banten dan Nasional
Sumber : LKPP, OMSPAN & BPS (diolah)
TahunPenerimaan
Pajak & PNBPPDRB
Tax Ratio
Banten
Tax Ratio
Nasional 1 2 3 4 (2/3) 5
2016 41.281,47 517.898,34 7,97% 10,8%
2017 47.270,16 563.597,70 8,39% 10,7%
2018 45.332,43 615.107,75 7,37% 11,5%
2019 46.957,11 664.963,40 7,06% 10,7%
33
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
dimana Ditjen Perbendaharaan mencatat realisasi pajak berdasarkan pendapatan pajak
yang diterima diwilayah setempat dengan Direktorat Jenderal Pajak yang mencatat
berdasakan Kode NPWP dimana wajib pajak terdaftar.
Berdasarkan konfirmasi jumlah penerimaan PPh di Banten tahun 2019 dari
Kanwil DJP Provinsi Banten dibandingkan dengan data penerimaan PPh pada
OMSPAN, terdapat perbedaaan pencatatan realisasi penerimaan PPh. Untuk tahun
2019 terdapat perbedaaan
Rp10,45 triliun, perbedaan
pencatatan tersebut sangat
signifikan yang dapat berakibat
penerimaan dana bagi hasil
pajak yang diterima oleh
pemerintah daerah tidak sesuai
dengan pajak yang dipungut di daerah tersebut. Dalam rangka meminimalisir perbedaan
pencatatan realisasi penerimaan perpajakan sebaiknya dilakukan rekonsiliasi data
penerimaan perpajakan secara periodik antara Ditjen Perbendaharaan dan Ditjen Pajak.
3. 3. BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI
Pagu belanja pemerintah pusat tahun 2019 sebesar Rp11,95 triliun, meningkat
13,31 persen bila
dibandingkan tahun 2018,
sedangkan dari sisi
penyerapan, belanja
pemerintah pusat
terserap sebesar Rp11,11
triliun atau 92,94 persen
dari pagu, lebih baik dari
tahun 2018 sebesar 91,34
persen.
3.3.1. Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Organisasi (Bagian
Anggaran/Kementerian/Lembaga
Belanja pemerintah pusat di Provinsi Banten tahun 2019 dialokasi untuk 44
Bagian Anggaran yang terdiri dari 43 Kementerian/Lembaga dan 1 Bagian Anggaran
Bendahara Umum Negara (BA-BUN). Pagu belanja pemerintah pusat pada 10 K/L
terbesar di tahun 2019 (diluar BA-BUN) mencapai Rp9,98 triliun atau 83,56 persen
dari seluruh pagu belanja pemerintah pusat dengan tingkat penyerapan rata-rata
Tabel 3-4. Perbedaan Pencatatan Realisasi Penerimaan PPh (Miliar Rupiah)
Sumber : OMSPAN & Kanwil DJP Prov. Banten)
Tahun Selisih
Kanwil DJP OMSPAN
2017 14.561,12 19.335,21 -4.774,09
2018 16.305,11 19.835,91 -3.530,80
2019 11.217,61 21.670,09 -10.452,48
Penerimaan PPh
Gambar 3-6. Perkembangan Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat di Banten
Sumber : OMSPAN & MEBE (diolah)
34
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
92,76 persen. Kementerian Ristek dan Dikti merupakan K/L dengan alokasi tertinggi,
sedangkan alokasi terendah adalah Kementerian Agraria dan Tata Ruang, untuk
Kepolisian Negara RI terjadi pagu minus dimana realisasi belanja pegawai gaji dan
tunjangan lebih besar dari pagu.
3.3.2. Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Fungsi
Berdasarkan pagu belanja berdasarkan fungsi, dari 11 fungsi dalam APBN
terdapat tiga fungsi yang mendapat prioritas tinggi dalam APBN tahun 2019 di Banten
yaitu fungsi pendidikan dengan alokasi sebesar Rp5,05 triliun (42,26 persen), fungsi
ekonomi sebesar Rp2,11 triliun (17,68 persen), dan fungsi ketertiban dan keamanan
sebesar Rp1,51 triliun (12,68 persen).
Tabel 3-5. Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Bagian Anggaran (miliar rupiah)
Sumber : OMSPAN & MEBE (diolah)
No Bagian
Pagu % Real. Pagu % Real. Pagu % Real.
1 Kementerian Ristek dan Dikti 1.430,80 84,21% 1.795,83 80,45% 2.226,29 85,50%
2 Kementerian Agama 1.993,96 96,82% 1.911,47 96,01% 2.021,34 95,11%
3 Kementerian PUPR 1.281,67 96,66% 1.111,46 93,52% 1.845,22 89,88%
4 Kepolisian Negara RI 931,95 98,10% 1.156,48 93,34% 1.030,73 102,74%
5 Kementerian Pertahanan 654,95 97,25% 719,95 100,91% 919,69 98,56%
6 Kementerian Perhubungan 1.102,84 93,37% 761,33 90,75% 659,67 95,79%
7 Komisi Pemilihan Umum 292,55 73,81% 475,38 85,06% 467,53 95,63%
8 Kementerian Keuangan 297,16 94,50% 312,80 94,92% 313,96 99,87%
9 Kementerian Kesehatan 304,92 84,36% 237,52 85,07% 252,04 82,81%
10 Kementerian Agraria dan Tata Ruang 192,17 80,51% 239,16 74,78% 249,40 84,86%
Tahun 2017 Tahun 2018 2019
Tabel 3-6. Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Fungsi (miliar rupiah)
Sumber : OMSPAN & MEBE (diolah)
Pagu % Real. Pagu % Real. Pagu % Real.
01 Pelayanan Umum 793,91 83,56% 1.037,62 88,48% 1.067,50 93,65%
02 Pertahanan 654,95 97,25% 719,95 100,91% 919,69 98,55%
03 Ketertiban Dan Keamanan 1.349,52 97,92% 1.579,15 95,17% 1.515,54 101,20%
04 Ekonomi 2.059,98 95,44% 1.810,31 93,59% 2.113,05 91,20%
05 Lingkungan Hidup 217,00 82,34% 248,43 82,49% 287,63 86,71%
06 Perumahan Dan Fasilitas Umum 296,33 90,67% 300,73 97,14% 382,45 97,07%
07 Kesehatan 355,75 84,58% 316,93 82,60% 334,93 86,18%
08 Pariwisata Dan Budaya 1,72 80,79% 2,37 91,93% 1,58 81,46%
09 Agama 211,67 93,34% 227,99 97,40% 259,39 97,75%
10 Pendidikan 4.342,63 92,46% 4.282,41 88,45% 5.050,96 90,25%
11 Perlindungan Sosial 19,27 98,34% 21,05 99,12% 18,19 98,66%
10.302,74 92,88% 10.546,95 91,34% 11.950,91 92,94%
Tahun 2019
Jumlah
Fungsi Tahun 2017 Tahun 2018
35
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
Untuk alokasi fungsi Pariwisata dan Budaya dalam 3 tahun terakhir, sangat
kecil sekitar 0,01 persen sedangkan Banten memiliki potensi yang besar sebagai
daerah tujuan pariwisata dan budaya. alokasi tersebut masih belum sesuai
mengingat masih banyak lokasi pariwisata dan budaya yang perlu dikembangkan
dan membutuhkan sumber pendanaan.
3.3.3. Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Jenis Belanja
Pagu jenis belanja terbesar pada APBN tahun 2019 di Banten adalah belanja
barang dengan porsi 47,53 persen disusul belanja pegawai dengan porsi 31,89 persen,
dari total pagu. Meskipun belanja modal dan belanja bantuan sosial menempati urutan
ke-3 dan ke-4 tetapi secara prosentase, kedua belanja ini mengalami pertumbuhaan
yang tinggi yaitu belanja bantuan sosial tumbuh 87,64 persen dan belanja modal tubuh
46,84 persen.
Realisasi penyerapan belanja terbesar tahun 2019 adalah belanja pegawai
(99,82 persen), disusul belanja barang (93,58 persen). Tingkat penyerapan belanja
modal dan belanja bantuan sosial yang belum maksimal, dan merupakan tingkat
penyerapan terendah dalam 3 tahun terakhir.
3.3.4. Analisa Belanja Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi
Belanja Wajib dan Belanja Tidak Wajib
Undang Undang Dasar (UUD) 1945 Amandemen ke 4 Pasal 31 ayat 4
mengamanatkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya 20 persen dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional. Sedangkan amanat Undang Undang nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan Pada pasal 171 ayat (1) UU Kesehatan berbunyi: “Besar
anggaran kesehatan Pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5 % (lima persen) dari
anggaran pendapatan dan belanja negara di luar gaji”.
Tabel 3-7. Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Jenis Belanja (miliar rupiah)
Sumber : OMSPAN & MEBE (diolah)
Pagu % Real. Pagu % Real. Pagu % Real.
51 Belanja Pegawai 3.509,94 96,96% 3.660,01 95,85% 3.810,83 99,82%
52 Belanja Barang 4.320,03 89,12% 5.215,52 90,09% 5.680,75 93,58%
53 Belanja Modal 2.399,87 93,81% 1.659,20 85,24% 2.436,42 80,83%
57 Belanja Bantuan Sosial 72,91 89,31% 12,21 99,29% 22,91 77,85%
10.303 92,88% 10.546,95 91,34% 11.950,91 92,94%Jumlah
Fungsi Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019
36
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
Rasio pagu belanja wajib fungsi pendidikan tahun 2019 sebesar 42,26 persen,
meningkat 166 basis point bila dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun alokasi fungsi
pendidikan dalam 4 tahun
terakhir tinggi, jauh diatas
ketentuan minimal 20 persen,
tetapi sebagian besar
dialokasikan untuk keperluan
perguruan tinggi (BLU bidang
pendidikan) sedangkan yang
dibutuhkan Banten adalah
peningkatan alokasi untuk
pendidikan SD sampai SLTA.
Rasio belanja wajib fungsi kesehatan di Banten tahun 2019 sebesar 2,80 persen,
rasio ini merupakan yang terendah dalam 4 tahun terakhir dan belum sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan minimal sebesar 5 persen.
3. 4. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA (TKDD)
Pagu TKDD di Banten
dalam 5 tahun terakhir meningkat
kecuali tahun 2018, dalam kurun
waktu tersebut alokasi TKDD
meningkat 36,57 persen. Realisasi
TKDD dalam kurun waktu 2015-
2019, secara nominal meningkat
namun secara persentase fluktuatif
naik dan turun setiap tahunnya bila
dibandingkan tahun sebelumnya, sebagaimana terlihat pada gambar 3.8.
3.4.1. Dana Transfer Umum
a. Dana Alokasi Umum
Alokasi DAU di Banten tahun 2019 sebesar Rp8,87 triliun meningkat sebesar
Rp418,63 miliar atau naik 5,07 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp8,26 miliar.
Berdasarkan wilayah, tahun 2019 kenaikan alokasi terbesar secara nominal
adalah Pemda Provinsi Banten dengan kenaikan sebesar Rp67,10 miliar sedangkan
kenaikan terendah Kota Tangerang Selatan sebesar Rp36,94 miliar. Secara persentase
Gambar 3-7. Perkembangan Rasio Alokasi Belanja Wajib di Banten (Persen)
Sumber : OMSPAN & MEBE (diolah)
Gambar 3-8. Pagu dan Realisasi TKDD (2015-2019)
Sumber : Simtrada (diolah)
37
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
kenaikan tertinggi adalah Kota Cilegon sebesar 7,58% dan terendah Kabupaten
Pandeglang sebesar 3,31 persen.
Realisasi DAU di Banten tahun 2019 sebesar Rp8,87 triliun atau 102,18 persen
dari pagu, meningkat 7,06 persen dibandingkan tahun sebelumnya. berdasarkan
wilayah, realisasi DAU seluruh Pemda di Banten diatas 100 persen yang berarti melebihi
alokasi yang telah ditetapkan pada APBN 2019, Realisasi DAU terbesar secara
persentase adalah Pemda Kota Tangerang Selatan sebesar 107,46 persen sedangkan
realisasi DAU terendah adalah 100,23 persen. Tingginya realisasi DAU tersebut pada
setiap Pemda di Banten disebabkan oleh kenaikan gaji PNSD, pembayaran gaji ke-13
dan Tunjangan Hari Raya.
b. Dana Bagi Hasil (DBH)
Pagu DBH di Banten tahun 2019 sebesar Rp1.854,87 miliar meningkat sebesar
Rp18,29 miliar atau naik 1,00 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp1.836,58
miliar. Pagu DBH tahun 2019 didominasi DBH PPh Pasal 21 sebesar 89,86 persen,
disusul DBH PPh Pasal 25/29 OP sebesar 4,07 persen dan DBH PBB untuk Kab/Kota
sebesar 2,24 persen sedangkan DBH yang lainnya memiliki porsi dibawah 2 persen.
Realisasi DBH di Banten tahun 2019 sebesar Rp1.411,01 miliar atau 76,07
persen dari pagu atau menurun 16,58 persen bila dibandingkan tahun sebelumnya.Dari
12 jenis DBH yang ada di Banten hanya 2 jenis DBH yang realisasinya diatas target yaitu
DBH Pertambangan Panas Bumi-Iuran Tetap sebesar 105,31 persen, dan DBH
Kehutanan-PSDH sebesar 158,10 persen. Penurunan DBH tahun 2019 sebesar
Gambar 3-9. Pagu dan Realisasi DAU di Banten menurut Wilayah (2018-2019)
Sumber : Simtrada (diolah)
38
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
Rp280,41 miliar tersebut, 86,90 persen berasal dari DBH PPh Pasal 21 yang turun
sebesar Rp243,67 miliar.
Realisasi DBH pada setiap daerah tergantung dari pendapatan pemerintah pusat
yang diperoleh di daerah tersebut yang kemudian dikembalikan dalam bentuk DBH.
Faktor penyebab rendahnya realisasi DBH adalah menurunnya realisasi DBH PPh Pasal
21, hal ini berarti penerimaan PPh Pasal 21 di Banten pada tahun sebelumnya atau
tahun berjalan yang berupakan acuan realisasi DBH tahun 2019 rendah. Faktor
penyebab berikutnya dimungkinkan adalah perbedaan pencatatan penerimaan
perpajakan khususnya Pajak PPh antara Kanwil Ditjen Pajak dan OMSPAN sebagaiman
telah diuraikan pada bagian sebelumnya yaitu analisa perbandingan data realisasi
pendapatan perpajakan, untuk memastikan faktor ini diperlukan penelitian lebih lanjut.
3.4.2. Dana Transfer Khusus
a. Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik
Pagu DAK Fisik Tahun 2019 di Banten sebesar Rp943,01 miliar, meningkat
sebesar Rp313,82 miliar atau naik 49,88 persen bila dibandingkan tahun lalu, sedangkan
realisasi penyaluran sebesar Rp859,88 miliar atau 91,19 persen dari pagu. Realisasi
penyaluran ini menurun secara persentase sebesar 0,36 persen bila dibandingkan
dengan tahun 2018 dimana realisasi DAK Fisik sebesar 91,55 persen.
Pagu DAK Fisik tahun 2019 menurut wilayah, hampir seluruh wilayah di Banten
mendapatkan peningkatan pagu kecuali Kabupaten Serang yang turun 2,15 persen bila
Tabel 3-8. Pagu dan Realisasi DBH di Banten menurut Akun (2018-2019)
Pagu Realisasi Realisasi (%) Pagu Realisasi Realisasi (%)
1 611111 Dana Bagi Hasil PPh Pasal 21 1,612.32 1,506.02 93.41% 1,666.84 1,262.35 75.73%
2 611112 DBH PPh Pasal 25/29 OP 122.87 87.67 71.36% 75.58 51.17 67.70%
3 611211 DBH PBB untuk Propinsi 9.45 9.42 99.68% 10.39 8.61 82.94%
4 611212 DBH PBB untuk Kab/Kota 37.78 38.25 101.23% 41.54 36.13 86.98%
5 611213 DBH Biaya/Upah Pungut PBB untuk Propinsi 0.33 0.33 101.67% 0.36 0.30 84.10%
6 611214 DBH Biaya/Upah Pungut PBB untuk Kab/Kota 1.31 1.36 103.40% 1.45 1.28 88.24%
7611215 DBH PBB Bagian Pemerintah Pusat yang
Dikembalikan Sama Rata ke Kab/Kota27.30 25.88 94.81% 30.03 28.63 95.36%
8 612311 DBH Pertambangan Umum - Iuran Tetap 0.55 1.28 233.99% 0.53 0.45 84.16%
9 612312 DBH Hasil Pertambangan Umum - Royalti 13.97 10.91 78.11% 16.34 12.45 76.17%
10 612412 DBH Pertambangan Panas Bumi - Iuran Tetap 2.25 2.30 102.38% 2.50 2.63 105.31%
11 612512 DBH Kehutanan - PSDH 0.92 2.39 261.08% 0.94 1.49 158.10%
12 612611 DBH Perikanan 7.54 5.61 74.36% 8.36 5.51 65.93%
1,836.58 1,691.43 92.10% 1,854.87 1,411.01 76.07%Jumlah
(dalam Miliar Rupiah)
No AkunTahun Anggaran 2018 Tahun Anggaran 2019
Sumber : Simtrada (diolah)
39
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp154,11 miliar. Kabupaten Lebak merupakan
daerah yang menerima alokasi pagu DAK Fisik tertinggi sebesar Rp217,24 miliar,
meningkat sebesar Rp120,31 miliar atau naik 124,12 persen bila dibandingkan tahun
2018 sebesar Rp96,93 miliar, disusul Kabupaten Pandeglang dengan pagu sebesar
Rp180,87 miliar, meningkat sebesar Rp91,64 miliar atau naik 102,71 persen.
Realisasi DAK Fisik tahun 2019 berdasarkan wilayah secara persentase,
Kabupaten Lebak merupakan daerah yang memiliki realisasi DAK Fisik tertinggi sebesar
96,54 persen dari pagu, realisasi ini lebih baik dari tahun 2018 sebesar 95,30 persen,
disusul Kota Serang dengan realisasi sebesar 96,34 persen dari pagu. Sedangkan
realisasi DAK Fisik terendah secara persentase adalah Kota Tangerang dengan realiasi
sebesar 47,29 persen. Rendahnya realiasi DAK Fisik Kota Tangerang disebabkan tidak
terlaksananya kontrak untuk pengadaan peralatan kesehatan dikarenakan
tempat/gedung untuk menampung peralatan kesehatan tersebut mengalami kebakaran
tahun lalu dan belum siap menerima alat-alat kesehatan yang baru.
Secara umum kendala utama dalam penyaluran DAK Fisik tahun 2019 adalah
belum optimalnya nilai kontrak/perikatan yang terjadi dan didaftarkan pada aplikasi
OMSPAN, dari pagu sebesar Rp943,00 miliar, nilai kontrak yang terdaftar sebesar
Rp857,20 miliar atau 90,90 persen.
b. Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik
Pagu DAK Nonfisik di Banten tahun 2019 sebesar Rp4.316,62 miliar, meningkat
sebesar Rp209,76 miliar atau naik 5,11 persen bila dibandingkan tahun 2018. Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) memiliki pagu tertinggi yaitu sebesar Rp2.235,68 miliar
dengan besaran porsi 51,79 persen dari seluruh pagu DAK Nonfisik.
Gambar 3-10. Pagu dan Realisasi DAK Fisik di Banten menurut Wilayah (2018-2019)
Sumber : OMSPAN (diolah)
40
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
Realisasi DAK Nonfisik di Banten tahun 2019 sebesar Rp4.034,71 miliar atau
93,47 persen dari pagu. Realisasi ini meningkat secara nominal sebesar Rp172,83 miliar
tetapi secara persentase atas pagu, menurun 0,57 persen bila dibandingkan tahun 2018.
Beberapa jenis belanja DAK Nonfisik yang realisasinya dibawah 90 persen yaitu
Tunjangan Khusus Guru PNSD (48,66 persen), Tambahan Penghasilan Guru PNSD
(51,87 persen), BOP Museum dan Taman Budaya (61,84 persen), BOK (82,71 persen)
dan Bantuan Operasional KB (83,69 persen).
Pada prinsipnya penyaluran DAK Nonfisik dilakukan berbasis kinerja, artinya
untuk bisa salur pada tahapan berikutnya setelah persyaratan dipenuhi. Penyebab
belum maksimalnya realisasi belanja DAK Nonfisik tersebut dikarenakan Pemda tidak
dapat memenuhi dokumen persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 48/PMK.07/2019 antara lain laporan realisasi penyerapan, laporan
realisasi penggunaan dan rekapitulasi SP2D. Catatan khusus diberikan untuk Tunjangan
Khusus Guru PNSD dan Tambahan Penghasilan Guru PNSD yang memiliki realisasi
terendah dalam kurun waktu 2018-2019. Terbuka kemungkinan rendahnya realisasi 2
jenis belanja/akun DAK Nonfisik tersebut dikarenakan alokasi pagu yang terlalu tinggi.
3.4.3. Dana Desa
Pagu Dana Desa di Banten tahun 2019 sebesar Rp1.092,07 triliun, meningkat
Rp151,16 miliar atau naik 15,06 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp940,92
miliar, dialokasikan untuk 1.238 Desa yang berlokasi di empat 4 pemerintah daerah
kabupaten yaitu Serang, Pandeglang, Lebak dan Tangerang.
Tabel 3-9. Pagu dan Realisasi DAK Nonfisik di Banten menurut Jenis (2018-2019)
Sumber : Simtrada (diolah)
Pagu Realisasi Realisasi (%) Pagu Realisasi Realisasi (%)
1 654111 Tunjangan Profesi Guru PNSD (TPG) 1,593.24 1,552.03 97.41% 1,584.85 1,467.31 92.58%
2 654112 Tunjangan Khusus Guru PNSD 50.76 17.74 34.96% 39.81 19.37 48.66%
3 654211 Tambahan Penghasilan Guru PNSD 14.79 6.94 46.91% 11.53 5.98 51.87%
4 654311 Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 2,080.96 1,969.22 94.63% 2,235.68 2,145.28 95.96%
5 654711 Bantuan Operasional Kesehatan 197.46 155.62 78.81% 203.69 168.47 82.71%
6 654712 Bantuan Operasional KB 37.23 35.22 94.60% 40.49 33.89 83.69%
7 654811 Peningkatan Kapasitas Koperasi 1.00 0.93 92.50% 3.17 3.04 95.71%
8 654814 Pelayanan Administrasi Kependudukan 19.36 17.37 89.72% 21.15 19.74 93.33%
9 654821 Dana Pelayanan Kepariwisataan 0.00 0.00 0.00% 3.46 3.46 100.00%
10 654911 BOP-Pendidikan Anak Usia Dini 112.06 106.81 95.32% 116.82 115.51 98.88%
11 654912 BOP Pendidikan Kesetaraan 0.00 0.00 0.00% 54.08 51.49 95.20%
12 654921 BOP Museum dan Taman Budaya 0.00 0.00 0.00% 1.90 1.18 61.84%
4,106.86 3,861.88 94.03% 4,316.62 4,034.71 93.47%Jumlah
(dalam Miliar Rupiah)
No AkunTahun Anggaran 2018 Tahun Anggaran 2019
41
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
Realisasi dana desa di Banten tahun 2019 sebesar Rp1.087,54 miliar atau 99,58
persen dari pagu dana desa, realisasi ini secara persentase menurun 0,15 persen bila
dibandingkan persentase realisasi tahun 2018 sebesar 99,73 persen. Realisasi dana
desa tahun 2019 untuk Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang sebesar 100
persen sedangkan untuk Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang tidak 100
persen dikarenakan masih terdapat sisa dana desa tahun-tahun sebelumnya dalam
rekening kas umum daerah (RKUD) yang belum disalurkan ke rekening kas desa (RKD).
3.4.4. Dana Insentif Daerah, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan
Dari 12 Pemda di Banten, hanya 6 Pemda yang mendapatkan alokasi DID
dengan total pagu sebesar Rp174,93 miliar, meningkat Rp26,93 miliar atau naik 18,20
persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp148,00 miliar. Kota Tangerang merupakan
daerah penerima alokasi DID terbesar dengan nilai pagu sebesar Rp44,33 miliar,
meningkat Rp9,33 miliar atau tumbuh 26,66 persen, sedangkan Kabupaten Lebak untuk
tahun 2019 merupakan daerah penerima DID terendah dengan pagu sebesar Rp8,94
miliar, menurun Rp16,81 miliar atau turun 65,30 persen.
Tabel 3-10. Pagu dan Realisasi Dana Desa di Banten menurut wilayah (2018-2019)
Sumber : OMSPAN (diolah)
Pagu Realisasi Realisasi (%) Pagu Realisasi Realisasi (%)
1 Kab Lebak 239.38 239.38 100.00% 286.76 286.76 100.00%
2 Kab Pandeglang 231.19 231.19 100.00% 264.06 264.06 100.00%
3 Kab Serang 227.68 226.93 99.67% 260.67 257.97 98.96%
4 Kab Tangerang 242.67 240.89 99.27% 280.58 278.75 99.35%
940.92 938.39 99.73% 1,092.07 1,087.54 99.58%Jumlah
(dalam Miliar Rupiah)
No Pemerintah DaerahTahun Anggaran 2018 Tahun Anggaran 2019
Tabel 3-11. Pagu dan Realisasi DID di Banten menurut Wilayah 2018-2019 (Miliar Rupiah )
Sumber : Simtrada (diolah)
Pagu Realisasi Realisasi (%) Pagu Realisasi Realisasi (%)
1 Kab Lebak 25.75 25.75 100.00% 8.94 8.94 100.00%
2 Kab Serang 34.75 34.75 100.00% 33.27 33.27 100.00%
3 Kab Tangerang 17.50 8.75 50.00% 26.07 26.07 100.00%
4 Kota Cilegon 0.00 0.00 0.00% 33.17 33.17 100.00%
5 Kota Tangerang 35.00 35.00 100.00% 44.33 44.33 100.00%
6 Kota Tangerang Selatan 35.00 35.00 100.00% 29.16 29.16 100.00%
148.00 139.25 94.09% 174.93 174.93 100.00%Jumlah
(dalam Miliar Rupiah)
No Pemerintah DaerahTahun Anggaran 2018 Tahun Anggaran 2019
42
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
Realisasi penyaluran DID tahun 2019 sebesar Rp174,93 miliar atau 100 persen
dari pagu. Hal ini berarti seluruh pemerintah daerah di Banten telah berusaha maksimal
agar alokasi DID dapat tersalur seluruhnya. Realisasi tersebut juga lebih baik dari tahun
2018 karena secara persentase meningkat 5,91 persen, dimana persentase realisasi
hanya sebesar 94,09 persen.
Untuk tahun 2019 terdapat penambahan indikator kriteria yang harus dipenuhi
suatu daerah apabila ingin mendapatkan DID sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.07/2019 Tentang Pengelolaan Dana Insentif
Daerah, penambahan kriteria tersebut antara lain ketersediaan pelayanan terpadu satu
pintu, kategori peningkatan ekspor, kategori pengelolaan sampah dan kategori lainnya.
Penambahan indikator kriteria-kriteria tersebutlah sehingga mengakibatkan alokasi DID
disuatu daerah dapat meningkat atau menurun.
3.4.5. Analisis-Analisis Terkait Transfer Ke Daerah
Berikut ini disajikan beberapa analisis keterkaitan transfer ke daerah dengan
ruang fiskal, kemandiriaan daerah, indikator makro dan indikator kesehateraan.
a. Analisis Ruang Fiskal dan Kemandirian Daerah
1) Ruang fiskal, pendapatan dikurangi dana alokasi khusus (DAK) dan belanja
wajib (belanja pegawai dan belanja barang yang mengikat). Mencerminkan
ketersediaan ruang yang cukup pada anggaran pemda tanpa mengganggu
solvabilitas fiskal (membiayai belanja wajib).
𝑅𝑢𝑎𝑛𝑔 𝐹𝑖𝑠𝑘𝑎𝑙 = (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 − 𝐷𝐴𝐾) − 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑃𝑒𝑔𝑎𝑤𝑎𝑖 𝑇𝑖𝑑𝑎𝑘 𝐿𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔
No Kabupaten/Kota
Pendapatan DAKB. Pegawai
Tidak Langsung
Ruang
Fiskal
1 Prov. Banten 11.201,90 2.489,73 933,10 7.779,07
2 Kab. Lebak 2.676,82 492,78 887,48 1.296,57
3 Kab. Pandeglang 2.642,40 476,64 965,79 1.199,96
4 Kab. Serang 3.026,67 399,09 864,53 1.763,05
5 Kab. Tangerang 5.843,23 363,73 971,29 4.508,21
6 Kota Cilegon 1.766,96 124,71 408,48 1.233,77
7 Kota Tangerang 4.242,31 206,52 702,87 3.332,91
8 Kota Serang 1.230,04 31,32 398,90 799,82
9 Kota Tangerang Selatan 3.444,24 143,29 431,29 2.869,66
36.074,57 4.727,82 6.563,74 24.783,01Jumlah
Ruang Fiskal
Tabel 3-12. Ruang Fiskal Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun 2019 (Miliar Rupiah )
Sumber : LRA Pemda Prov/Kab/Kota
43
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
Secara agregat ruang fiksal yang dimiliki Pemda di Banten sebesar
Rp24.783,01 miliar, Pemda yang memilki ruang fiskal tertinggi adalah Pemda
Provinsi Banten sebesar Rp7.779,07 miliar. Sedangkan ruang fiskal terendah
adalah Pemda Kota Serang sebesar Rp799,82 miliar.
2) Rasio kemandirian daerah, Rasio PAD terhadap total pendapatan dan rasio
dana transfer terhadap total pendapatan. Apabila rasio PAD lebih besar
daripada rasio dana transfer berarti semakin mandiri dan sebaliknya semakin
besar rasio dana transfer berarti tingkat ketergantungan semakin tinggi.
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑃𝐴𝐷 = 𝑃𝐴𝐷
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐴𝑃𝐵𝐷 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑓𝑒𝑟 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑓𝑒𝑟
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐴𝑃𝐵𝐷
Berdasarkan tabel diatas, rasio PAD agregat sebesar 0,44 artinya secara
agregat baru 44 persen pendapatan berasal dari PAD, sisanya berasal dari
dana transfer dan pendapatan lain-lain. Pemda dengan rasio PAD terbesar
adalah Kota Tangerang Selatan dan terendah adalah Kota Pandeglang.
Rasio Dana Transfer Agregat sebesar 0,53 artinya secara agregat 53 persen
pendapatan pemda di Banten berasal dari Dana Transfer. Pemda dengan rasio
dana transfer tertinggi (diatas 0,80) adalah Kota Serang, Kab. Pandeglang dan
Kab. Lebak, hal ini berarti untuk ketiga wilayah tersebut tingkat kemandirian
masih rendah dan sangat tergantung pada dana transfer.
b. Analisis Komparatif
Analisis komparatif/perbandingan year on year (yoy) antara trend realisasi dana
transfer terhadap Pertumbuhan ekonomi regional, Tingkat pengangguran, Tingkat
kemiskinan dan IPM (HDI).
Tabel 3-13. Rasio Kemandirian Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun 2019
Sumber : LRA Pemda Prov/Kab/Kota
No Kabupaten/Kota
Pendapatan PADDana
TransferRasio PAD
Rasio Dana
Transfer
1 Prov. Banten 11.201,90 7.022,34 4.166,56 0,63 0,37
2 Kab. Lebak 2.676,82 334,72 2.156,91 0,13 0,81
3 Kab. Pandeglang 2.642,40 218,33 2.166,14 0,08 0,82
4 Kab. Serang 3.026,67 707,87 2.123,67 0,23 0,70
5 Kab. Tangerang 5.843,23 2.809,19 2.750,83 0,48 0,47
6 Kota Cilegon 1.766,96 634,78 1.093,32 0,36 0,62
7 Kota Tangerang 4.242,31 2.026,98 2.070,90 0,48 0,49
8 Kota Serang 1.230,04 190,03 1.040,00 0,15 0,85
9 Kota Tangerang Selatan 3.444,24 1.817,51 1.539,19 0,53 0,45
36.074,57 15.761,75 19.107,52 0,44 0,53
Rasio Kemandirian
Jumlah
44
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
1) Trend Realisasi Dana Transfer dengan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)
Realisasi Penyaluran dana transfer ke Pemda merupakan sumber pendanaan
Pemda dalam bentuk belanja dalam
APBD diharapkan menjadi stimulus
fiskal di daerah dalam rangka
meningkatkan laju pertumbuhan.
Berdasarkan analisis terhadap trend
realisasi dana transfer dengan LPE
tahun 2015-2019, terlihat trend dana
transfer meningkat sedangkan tingkat
LPE fluktuatif, hal ini berarti meskipun belanja transfer berpengaruh terhadap LPE
tetapi bukan merupakan faktor dominan dalam menstimulus peningkatan LPE di
Banten.
2) Trend Alokasi Dana Transfer dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Realisasi Penyaluran dana transfer ke Pemda merupakan sumber pendanaan
Pemda dalam bentuk belanja dalam APBD yang apabila dibelanjakan akan
membuat perekonomian tumbuh sehingga industri membutuhkan tenaga kerja
dikarenakan tumbuhnya industri dan berakibat tingkat pengangguran berkurang.
Berdasarkan analisis terhadap
trend realisasi dana transfer
dengan tingkat pengangguran
tahun 2015-2019, terlihat trend
dana transfer meningkat
sedangkan tingkat
pengangguran terbuka
fluktuatif, hal ini berarti meskipun
belanja transfer berpengaruh
terhadap TPT tetapi bukan
merupakan faktor dominan
3) Trend Alokasi Dana Transfer dengan Tingkat Kemiskinan
Realisasi Penyaluran dana transfer ke Pemda merupakan sumber pendanaan
Pemda dalam bentuk belanja dalam APBD yang apabila dibelanjakan khususnya
pada program/kegiatan dalam rangka menanggulangi kemiskinan seperti bantuan
pangan, kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Semakin tinggi belanja untuk program
tersebut maka tingkat kemiskinan semakin rendah.
Gambar 3-11. Trend Dana Transfer & LPE engan LPE
Sumber : Simtrada & BPS
Gambar 3-12. Trend Dana Transfer dengan TPT
Sumber : Simtrada & BPS
45
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
Berdasarkan analisis terhadap trend realisasi dana transfer dengan tingkat
kemiskinan tahun 2015-
2019, terlihat trend dana
transfer meningkat
sedangkan selama kurun
waktu tersebut persentase
tingkat kemiskinan di Banten
semakin rendah. hal ini
berarti program yang
dijalankan dengan sumber
dana transfer berhasil menurunkan tingkat kemiskinan di Banten.
4) Trend Alokasi Dana Transfer dengan IPM
Realisasi Penyaluran dana transfer ke Pemda yang kemudian digunakan sebagai
belanja pada APBD yang apabila dibelanjakan khususnya pada program/kegiatan
dibidang pendidikan dan kesehatan dalam rangka peningkatan IPM. Semakin tinggi
belanja untuk program tersebut maka tingkat IPM semakin tinggi pula.
Berdasarkan analisis terhadap
trend realisasi dana transfer
dengan tingkat IPM tahun 2015-
2019, terlihat trend dana transfer
meningkat sedangkan selama
kurun waktu tersebut persentase
tingkat IPM semakin tinggi. hal ini
berarti program yang dijalankan
dengan sumber dana transfer
berhasil meningkatkan nilai IPM Banten.
3. 5. ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT
Arus kas Pemerintah Pusat di Provinsi Banten dalam tiga tahun terakhir selalu
surplus, yang artinya arus kas masuk selalu lebih besar dibandingkan arus kas keluar,
angka surplus tersebut berfluktuasi naik dan turun. Pada tahun 2018 tercatat bahwa
Surplus APBN di Provinsi Banten sebesar Rp20,59 triliun, menurun -9,38 persen
dibandingkan dengan tahun 2017 yang tercatat sebesar Rp22,72 triliun, sedangkan
tahun 2019 surplus sebesar Rp23,36 triliun, meningkat 13,47 persen dibandingkan
Gambar 3-13. Trend Dana Transfer dengan Tk. Kemiskinan
Sumber : Simtrada & BPS
Gambar 3-14. Trend Dana Transfer dengan IPM
Sumber : Simtrada & BPS
46
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
tahun sebelumnya. Atas dasar surplus
APBN 2017-2018 tersebut, dapat dikatakan
provinsi Banten mampu membiayai belanja
negara yang dikeluarkan oleh pemerintah
pusat dari hasil pendapatan negara di
daerah sendiri. Surplus pendapat negara di
Provinsi Banten tersebut dapat digunakan
oleh Pemerintah Pusat untuk menutupi
provinsi lain yang mengalami defisit.
3.5.1. Arus Kas Masuk (Penerimaan Negara)
Total Penerimaan APBN di Banten tahun 2019 tumbuh 11,91 persen
dibandingkan tahun 2018. Meningkatnya pertumbuhan pendapatan cukai (15,22 persen)
Pajak PPh (14,29 persen) dan Pajak PPN (13,76 persen) serta meningkatnya
penerimaan PNBP pada tahun 2019
sebesar 12,69 persen menjadi pemicu
utama naiknya realisasi penerimaan
APBN di Banten. Pertumbuhan
penerimaan negara di Banten tahun
2019 tersebut merupakan prestasi
tersendiri di tengah laju perekonomian
ekonomi Banten hanya sebesar 5,53
meskipun belum dapat mencapai target
penerimaan negara yang diharapkan.
3.5.2. Arus Kas Keluar (Belanja dan TKDD)
Total pengeluaran APBN di
Banten tahun 2019 tumbuh 9,00
persen didorong oleh pertumbuhan
belanja yang cukup signifikan dari sisi
belanja K/L sebesar 15,36 persen.
Kebijakan belanja APBN yang
mendukung pembangunan
infrastruktur dalam bentuk belanja
modal yang tumbuh 72,26 persen dan
perlindungan sosial dalam bentuk
belanja bantuan sosial yang tumbuh
Gambar 3-15. Perkembangan Cash Flow APBN di Banten 2017-2019 (Miliar Rupiah)
Sumber : Monev PA & OMSPAN (diolah)
Gambar 3-16. Perkembangan Arus Kas Masuk APBN
di Banten 2018-2019
Sumber : Monev PA & OMSPAN (diolah)
Gambar 3-17. Perkembangan Arus Kas Keluar di Banten 2018-2019
Sumber : Monev PA & OMSPAN (diolah)
47
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
47,13 persen dengan tetap mempertahankan kesejahteraan aparatur negara dapat
terlihat dari pelaksanaan belanja pemerintah yang mengarah ke semua belanja yang
dapat dilihat dari pertumbuhan per jenis belanjanya, seluruh belanja tumbuh
menggembirakan dibanding tahun 2018
3.5.3. Surplus/Defisit
Tidak seperti tahun 2018 dimana Surplus Banten menurun 9,58 persen
dibandingkan tahun 2017 maka untuk tahun 2019, pertumbuhan total penerimaan
negara di Banten mampu mengimbangi
pertumbuhan pengeluaran. Kondisi ini
menyebabkan surplus APBN di Banten
tahun 2019 tumbuh 15,52 persen
dibandingkan tahun 2018. Hal ini
menunjukkan Banten merupakan salah
satu sumber penyumbang dalam APBN
dalam rangka memberikan subsidi
silang ke provinsi lain yang memiliki celah defisit APBN.
3. 6. PENGELOLAAN BADAN LAYANAN UMUM (BLU) PUSAT
3.6.1. Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat
BLU Pusat yang terdapat di Provinsi Banten sampai dengan tahun 2018
berjumlah tujuh satker BLU. Tujuh satker BLU tersebut terbagi menjadi dua rumpun
dengan rincian satu satker kesehatan dan enam satker pendidikan.
Jumlah aset BLU di Banten tahun 2019 sebesar Rp10,68 triliun, dengan total
pagu BLU tahun 2018 sebesar Rp3,03 triliun yang terdiri dari pagu PNBP sebesar
Rp2,17 triliun dan pagu rupiah murni sebesar Rp835,08 miliar.
Tabel 3-14. Profil dan Jenis Layanan BLU Pusat di Banten Tahun 2019 (Miliar Rupiah)
Aset Pagu Realisasi % Pagu Realisasi %
1 Kesehatan RS Kusta Sitanala Tangerang 2.121,81 52,00 24,82 47,72 118,57 108,43 91,45
2 Pendidikan Universitas Terbuka 5.047,72 1.715,07 1.399,15 81,58 208,11 205,94 98,96
3 Pendidikan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 693,38 189,41 185,16 97,76 109,02 108,18 99,23
4 Pendidikan Sekolah Tinggi Ilmu Penerbangan 1.357,85 104,36 101,54 97,29 183,99 181,62 98,71
5 Pendidikan UIN Sultan Maulana Hasanuddin 805,60 45,81 41,13 89,78 71,74 68,91 96,05
6 PendidikanBalai Pendidikan dan Pelatihan
Penerbangan (BP3) Curug117,76 13,58 11,60 85,46 32,73 31,62 96,62
7 PendidikanBalai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu
Pelayaran Mauk Tangerang536,80 53,81 47,53 88,33 134,18 130,38 97,17
10.680,92 2.174,04 1.810,93 83,30 858,33 835,08 97,29
Rupiah Murni
Jumlah
NoJenis
LayananSatker BLU Nilai PNBP
Sumber : OMSPAN & E-rekon (diolah)
Gambar 3-18. Perkembangan Surplus/Defisit di Banten 2018-2019
Sumber : Monev PA & OMSPAN (diolah)
48
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
3.6.2. Perkembangan Pengelolaan Aset, PNBP dan RM BLU Pusat
Aset BLU Pusat periode tahun 2017-2019 meningkat 12,48 persen, dimana
jumlah aset BLU tahun 2017 sebesar Rp9,49 triliun menjadi Rp10,68 triliun pada tahun
2019. Realisasi belanja BLU Pusat dalam periode tersebut diatas semakin baik, yang
ditandai dengan semakin meningkatnya belanja BLU yang mengunakan sumber dana
PNBP dan semakin menurunnya belanja BLU yang dibiayai rupiah murni.
Realisasi belanja BLU yang dibiayai PNBP dalam kurun waktu 2017-2019
meningkat 64,80 persen, pada
tahun 2017 sebesar Rp1,09
triliun menjadi Rp1,81 triliun di
tahun 2019. Peningkatan
PNBP tersebut berakibat
ketergantuang BLU atas
sumber dana rupiah murni
menjadi semakin berkurang,
pada tahun 2017 belanja BLU
menggunakan rupiah murni
sebesar Rp1,24 triliun menjadi
Rp835,08 miliar pada tahun 2019 atau berkurang 33,18 persen.
3.6.3. Kemandirian BLU
Kondisi tingkat kemandirian BLU di Banten dalam kurun waktu tahun 2017-2019,
empat BLU memiliki rasio kemandirian yang meningkat setiap tahunnya sedangkan dua
BLU semakin menurun setiap tahunnya. Peningkatan rasio kemandirian tertinggi dalam
kurung waktu tersebut
adalah Sekolah Tinggi Ilmu
Penerbangan (STIP)
sebesar 22,95 persen
dimana tahun 2017
sebesar 12,91 persen
menjadi 35,86 persen di
tahun 2019. Penurunan
rasio kemandirian terbesar
terjadi pada BP2IP Mauk
sebesar 16,96 persen dari
43,68 persen di tahun 2017 menjadi 26.72 persen di tahun 2019, disusul Rumah Sakit
Gambar 3-19. Perkembangan Total Aset, Realisasi Belanja PNBP & RM BLU Pusat Tahun 2017-2019 (Miliar Rupiah)
Sumber : OMSPAN & E-rekon (diolah)
Gambar 3-20.Rasio Kemandirian BLU 2017-2019 (Persentase)
Sumber : OMSPAN & E-rekon (diolah)
49
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
Kusta Sitanala yang menurun 7,54 persen dari 26,16 persen di tahun 2017 menjadi
18,62 persen di tahun 2019. Untuk itu diperlukan perhatian khusus dan langkah trobosan
terhadap 2 BLU tersebut, baik dalam bentuk diversifikasi usaha tanpa merubah core
bisnis seperti pemanfaatan aset-aset atau kerjasama operasional dengan pihak ketiga
dalam rangka meningkatkan penerimaan PNBP dan menguraingi ketergantungan
terhadap rupiah murni sehingga diharapkan tingkat kemandirian BLU semakin baik.
3.6.4. Potensi Satker PNBP menjadi Satker BLU
Dari sekian satker pengelola PNBP, terdapat 3 satker berpotensial untuk menjadi
satker BLU. Satker tersebut adalah Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon, Balai
Besar Teknologi Kekuatan struktur dan Satker Politeknik Kesehatan Banten, satker
PNBP tersebut potensial menjadi BLU karena memiliki nilai rasio kemandirian yang
tertinggi. Rasio kemandirian adalah rasio penerimaan PNBP berbanding total belanja.
Tabel 3-15. Nilai Aset dan Rasio Kemandirian Satker PNBP (Miliar Rupiah)
Sumber : SPAN, Aplikasi Monev Dit PA
3. 7. PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI PUSAT
Investasi pemerintah di lingkup Provinsi Banten yang ditatausahakan oleh Ditjen
Perbendaharaan meliputi penerusan pinjaman dan kredit
3.7.1. Penerusan Pinjaman
Penerusan pinjaman (Subsidiary Loan Agreement-SLA) merupakan pinjaman
yang diteruspinjamkan kepada Pemerintah kepada BUMN/ Pemerintah Daerah/BUMD.
Tabel 3-16. Profil Penerusan Pinjaman di Provinsi Banten
No Load ID Nomor Perjanjian Nama Debitur Jumlah SLA
1 2106101 1133/DP3/2000 PDAM Kota Tangerang 7.690.118.539,88
Sumber : Aplikasi SLIM
Untuk lingkup Provinsi Banten pada tahun 2019 terdapat 1 penerusan
pinjaman/SLA kepada PDAM Kota Tangeranga sebesar Rp7,69 miliar. Debitur telah
melunasi seluruh kewajiban atas penerusan pinjaman tersebut, tetapi perjanjian belum
ditutup dikarenakan belum terbitnya surat penutupan perjanjian dari Menteri Keuangan.
3.7.2. Kredit Program
Pemerintah meluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada tahun 2007 yang
disalurkan melalui perbankan. Selain KUR, pemerintah meluncurkan program lain yaitu
NoJenis
LayananSatker PNBP
Nilai
AsetRasio Kemandirian
2017 2018
1 Jasa Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon 21,16 75,91% 87,57%
2 Jasa Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur 43,50 64,74% 61,29%
3 Pendidikan Politeknik Kesehatan Banten 190,78 18,48% 21,31%
50
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) yang menyasar usaha mikro yang berada di lapisan
terbawah, yang belum bisa difasilitasi perbankan melalui program Kredit Usaha Rakyat
(KUR). UMi memberikan fasilitas pembiayaan maksimal Rp10 juta per nasabah dan
disalurkan oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB).
a. Perkembangan Penyaluran KUR dan UMi di Banten
Penyaluran KUR di Banten dalam
kurun waktu tahun 2015-2019 menunjukkan
peningkatan meskipun di tahun 2017 sempat
menurun. Dalam kurun waktu tersebut,
penyaluran KUR meningkat sebesar 497,24
persen, dimana tahun 2015 penyaluran KUR
sebesar Rp476,78 miliar menjadi Rp2.847,57
miliar di tahun 2019. Sedangkan dari sisi
jumlah debitur KUR yang menerima dana
KUR, peningkatan sangat signifikan juga
terjadi pada tahun 2016 dengan kenaikan
sebesar 438,76 persen dibandingkan tahun
2015, sedangkan untuk tahun berikutnya
secara persentase jumlah debitur KUR
meningkat tipis.
Penyaluran UMi pada kurun waktu
tahun 2016-2019 terlihat tumbuh sangat
pesat, pada tahun 2016 UMi disalurkan
sebesar Rp2,44 miliar menjadi Rp88,80
miliar di tahun 2019 atau meningkat
3.540,76 persen. Sejalan dengan
peningkatan penyaluran UMi, terjadi pula
peningkatan sangat pesat pada sisi jumlah
debitur UMi yang dilayani. Pada tahun 2016
jumlah debitur UMi sebanyak 560 debitur
menjadi 26.123 debitur di tahun 2019.
Program pembiayaan KUR dan UMi ini
merupakan pemenuhan janji Pemerintah
pada RPJMN 2015-2019, dimana di bagian
pemberdayaan UKM meberikan dukungan dalam kerangka regulasi maupun anggaran.
Gambar 3-21. Penyaluran KUR 2015-2019
Sumber : SIKP (diolah)
Gambar 3-22. Penyaluran UMi 2015-2019
Sumber : SIKP (diolah)
51
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
b. Penyaluran KUR dan UMi berdasarkan Skema dan Penyalur
Berdasarkan skemanya, KUR Kecil dan Mikro mendominasi penyaluran KUR di
Banten tahun 2019 dengan porsi masing-masing bedasarkan nilai akad sebesar 54,90
persen dan 41,89 persen. Sejalan dengan penyaluran KUR yang menyasar UMKM
dengan kapasitas kecil dan menengah, program pembiayaan Ultra Mikro yang menyasar
kelas bawah atau mikro cukup diminati masyarakat.
Penyaluran KUR Mikro tahun 2019 dari sisi nilai akad meningkat 0,06 persen
tetapi dari sisi jumlah debitur mikro menurun sebanyak 2.739 debitur bila dibandingkan
tahun 2018. Sebaliknya peningkatan signifikan terjadi pada jumlah akad dan debitur
untuk KUR Kecil, pada tahun 2019 nilai akad meningkat 36,16 persen dan jumlah debitur
meningkat sebanyak 2.769 debitur bila dibandingkan tahun 2018. Meningkatnya nilai
akad dan jumlah debitur KUR Kecil merupakan sinyal yang baik dan positif, sesuai
dengan yang diharapkan dimana peningkatan tersebut terjadi dikarenakan beralihnya
debitur dari KUR Mikro ke KUR Kecil.
Dari sisi penyaluran KUR, Bank BRI mendominasi penyaluran KUR Mikro di
Banten pada tahun 2019 dengan porsi sebesar 95,11 persen sedangkan Bank Mandiri
mendominasi penyaluran KUR Kecil dengan porsi 56,09 persen.
c. Penyaluran KUR dan UMi menurut wilayah
Dari sebaran penyaluran KUR di Banten tahun 2019, Kota Tangerang menempati
posisi pertama dengan penyaluran KUR sebesar Rp654,05 miliar atau 22,24 persen dari
total penyaluran. Meskipun realisasi penyaluran KUR terbesar berada di Kota
Tangerang akan tetapi jumlah debitur terbesar berada di Kabupaten Tangerang
sebanyak 19.313 debitur. Hal menarik terjadi pada Kabupaten Serang, dimana jumlah
Tabel 3-17. Penyaluran KUR dan UMi berdasarkan Skema dan Penyalur
Sumber : SIKP (diolah)
No Skema-Bank
Akad *) Debitur Akad *) Debitur Akad *) Debitur
1 Mikro-BRI 1.159,85 59.726 1.169,80 57.454 9,94 -2.272
2 Mikro-Bank Mandiri 42,67 2.058 38,07 1.757 -4,61 -301
3 Mikro-Bank Lainnya 26,68 1.132 22,10 966 -4,58 -166
4 Kecil-Bank Mandiri 602,26 5.324 904,17 7.522 301,91 2.198
5 Kecil-Bank BNI 357,68 1.292 430,46 1.556 72,78 264
6 Kecil-Lainnya 223,93 969 277,31 1.276 53,38 307
7 TKI 15,51 953 5,65 352 -9,86 -601
8 UMi 58,78 20.471 88,80 26.123 30,02 5.652
2.487,37 91.925 2.936,37 97.006 448,99 5.081 Keterangan : *) dalam Miliar Rupiah
Tahun 2018 Tahun 2019 Perubahan
Jumlah
52
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
debitur tahun 2019 meningkat sebanyak 2.767 debitur atau naik 26,80 persen
dibandingkan tahun 2018. Peningkatan ini dapat diartikan bahwa program KUR telah
terinformasikan dengan baik ke UMKM di Kabupaten Serang.
d. Penyaluran KUR dan UMi menurut Sektor Ekonomi
Penyaluran KUR dan UMi di Banten menurut sektor ekonomi tahun 2019,
didominasi sektor perdagangan besar dan eceran, baik dari besaran nilai akad dan
jumlah debitur, porsi untuk nilai akad sebesar 68,57 persen dari total akad sedangkan
porsi untuk jumlah debitur 79,22 persen dari total debitur. Realisasi penyaluran KUR
tersebut dibawah target yang ingin dicapai oleh Komite Kebijakan Pembiayaan UMKM
dimana target minimum 50 persen KUR digunakan untuk sektor produksi (pertanian,
perikanan, industry pengolahan, konstruksi dan jasa produksi).
3. 8. PERKEMBANGAN DAN ANALISIS BELANJA WAJIB (MANDARTORY
SPENDING) DAN BELANJA INFRASTRUKTUR PUSAT DI DAERAH
3.8.1. Belanja Wajib (Mandatory Spending) di Daerah
a. Belanja Sektor Pendidikan
Belanja sektor pendidikan di Banten dialokasikan pada 9 (sembilan) kementerian
/lembaga dengan alokasi pagu dalam APBN 2019 sebesar Rp4.779,78 miliar meningkat
sebesar Rp516,89 miliar atau naik 12,13 persen dibandingkan tahun 2018. Alokasi
terbesar terdapat pada Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sebesar
Rp1.903,52 miliar dengan porsi 46,60 persen disusul Kementerian Agama sebesar
Rp1.668,71 miliar dengan porsi 36,87 persen dari seluruh pagu sektor pendidikan.
Penyerapan belanja sektor pendidikan di Banten tahun 2019 sebesar
Rp4.312,08 miliar atau 90,22 persen dari total pagu sektor pendidikan. Tingkat
Tabel 3-18. Penyaluran KUR dan UMi berdasarkan Wilayah
Sumber : SIKP (diolah)
No Kabupaten/Kota
Akad *) Debitur Akad *) Debitur Akad *) Debitur
1 Kab. Lebak 254,70 14.373 266,09 14.583 11,39 210
2 Kab. Pandeglang 199,41 11.844 226,15 10.514 26,74 -1.330
3 Kab. Serang 238,05 10.323 296,24 13.090 58,19 2.767
4 Kab. Tangerang 496,63 18.120 611,48 19.313 114,85 1.193
5 Kota Cilegon 183,70 5.474 192,23 5.072 8,53 -402
6 Kota Serang 194,12 6.686 197,42 6.904 3,30 218
7 Kota Tangerang 540,83 15.019 653,05 16.167 112,22 1.148
8 Kota Tangerang Selatan 379,93 10.086 493,70 11.363 113,78 1.277
2.487,37 91.925 2.936,37 97.006 448,99 5.081 Keterangan : *) dalam Miliar Rupiah
Jumlah
Tahun 2018 Tahun 2019 Perubahan
53
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
penyerapan ini lebih baik dari tahun lalu secara nominal maupun persentase, dimana
pada tahun 2018 penyerapan sebesar Rp3.760,95 miliar atau 88,23 persen dari pagu.
Capain Output Strategis Sektor Pendidikan
Program Indonesia Pintar merupakan bantuan berupa uang tunai dari
pemerintah yang diberikan kepada peserta didik/anak usia sekolah yang orang tuanya
tidak dan/atau kurang mampu membiayai pendidikannya serta merupakan bagian dari
penyempurnaan Program Bantuan Siswa Miskin. Program PIP pada Kemenag
mencapai realisasi sebesar 57,72 persen dan masih belum terkonfirmasi besaran
capaian output dari 16.690 santri penerima PIP tersebut. Terkait beasiswa bidik misi di
Kemenag dari alokasi sebesar 7,1 miliar sudah terealisasi sebesar 100 persen dari pagu
tersebut, sementara data yang yang dihimpun menunjukkan realisasi capaian output
baru sebesar 50 persen dari target 1.109 siswa penerima.
BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya untuk penyediaan
pendanaan biaya operasional non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai
Tabel 3-19. Pagu dan Realisasi Belanja Sektor Pendidikan di Banten (miliar rupiah)
Sumber : MEBE (diolah)
No Uraian
Pagu Realisasi % Real. Pagu Realisasi % Real.1 Kementerian Agama 1.684,12 1.613,17 95,79% 1.762,07 1.668,71 94,70%
2 Kementerian Kelautan dan Perikanan 11,39 10,26 90,03% 12,15 11,68 96,13%
3 Kementerian Kesehatan 35,78 33,48 93,56% 19,43 18,01 92,70%
4 Kementerian Ketenagakerjaan 35,23 31,62 89,76% 119,27 98,48 82,57%
5 Kementerian Pemuda dan Olah Raga 3,20 3,10 96,76% 2,37 2,34 98,99%
6 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 110,91 101,38 91,41% 114,07 104,63 91,72%
7 Kementerian Perhubungan 584,47 522,34 89,37% 522,64 504,29 96,49%
8 Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 1.796,85 1.444,80 80,41% 2.227,33 1.903,52 85,46%
9 Perpustakaan Nasional RI 0,93 0,80 86,36% 0,46 0,43 93,20%
4.262,89 3.760,95 88,23% 4.779,78 4.312,08 90,22%
Mandatori Spending (Sektor Pendidikan)
Jumlah
Tahun 2018 Tahun 2019
Nominal % Target Blokir %
1 PIP (Kemenag) 11,85 6,84 57,72% 16.690 - -
2 Bidik Misi (Kemenag) 7,1 7,1 100,00% 1.109 - 50,00%
3 BOS (Kemenag) 432,26 418,13 96,73% 439.216 - 74,76%
4 Buku Pustaka 0,62 0,61 98,39% 625 - 100,00%
(Miliar Rupiah)
Realisasi OutputNo Output Strategis Pagu
Tabel 3-20. Realisasi Capaian Output Strategis Sektor Pendidikan TA 2019
Sumber: MEBE, (Diolah)
54
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
pelaksana program wajib belajar. Berdasarkan data yang dihimpun dari pagu Rp432,26
miliar telah terealisasi sebesar Rp418,13 miliar atau sebesar 96,73 persen. Sementara
capaian output menunjukkan realisasi sebesar 74,76 persen dari target 439.216 siswa.
Sementara terkait output strategis buku pustaka dari alokasi pagu sebesar Rp620 juta
telah terealisasi sebesar Rp610 juta atau sebesar 98,39 persen dari pagu output
tersebut, dari capaian output telah tercapai 100 persen dari target 625 buku.
b. Belanja Sektor Kesehatan
Belanja sektor kesehatan di Banten dialokasikan pada 4 (empat) kementerian
/lembaga dengan alokasi pagu dalam APBN 2019 sebesar Rp362,43 miliar menurun
sebesar Rp2,84 miliar atau tutun 0,78 persen dibandingkan tahun 2018. Alokasi terbesar
terdapat pada Kementerian Kesehatan sebesar Rp252,31 miliar dengan porsi 69,61
persen disusul BKKBN sebesar Rp64,30 miliar dengan porsi 18,57 persen dari seluruh
pagu sektor kesehatan.
Realisasi penyerapan belanja sektor kesehatan di Banten tahun 2019 sebesar
Rp314,62 miliar atau 86,81 persen dari total pagu sektor kesehatan. Tingkat penyerapan
ini lebih baik dari tahun lalu secara nominal maupun persentase, dimana pada tahun
2018 penyerapan sebesar Rp301,03 miliar atau 82,41 persen dari pagu.
Capain Output Strategis Sektor Kesehatan
Hampir secara keseluruhan output strategis dari bidang kesehatan tercapai
sasaran output kegiatannya (100%). Terdapat dua output strategis yang masih memiliki
capaian output yang masih rendah yaitu output layanan pengendalian penyakit TBC dari
alokasi sebesar Rp440 juta hanya terealisasi sebesar Rp360juta atau sebesar 81,82
persen, sementara dari target yang ditetapkan hanya tercapai 85 persen. Sedangkan
pada output Obat-obatan dan Bahan Medis Habis Pakai dari alokasi Rp20,16 miliar baru
Tabel 3-21. Pagu dan Realisasi Belanja Sektor Kesehatan di Banten (miliar rupiah)
Sumber : MEBE (diolah)
No Uraian
Pagu Realisasi % Real. Pagu Realisasi % Real.
1 BKKBN 82,73 60,47 73,10% 67,30 64,21 95,40%
2 Badan Pengawasan Obat dan Makanan 37,91 32,65 86,12% 35,02 34,50 98,50%
3 Kementerian Kesehatan 238,46 202,07 84,74% 252,31 208,71 82,72%
4 Kementerian Pertahanan 0,02 0,02 100,00% 0,02 0,02 100,00%
5 Kepolisian Negara RI 6,16 5,82 94,52% 7,79 7,19 92,30%
365,28 301,03 82,41% 362,43 314,62 86,81%Jumlah
Mandatori Spending (Sektor Kesehatan)
Tahun 2018 Tahun 2019
55
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
terealisasi sebesar Rp10,83 miliar atau sebesar 53,72 persen dari alokasi pagu.
Sementara dari target output yang ditetapkan, hanya tercapai 53,80 persen.
3.8.2. Belanja Infrastruktur
Percepatan pembangunan infrastruktur secara lebih merata di seluruh tanah
air, tentunya diharapkan dapat tercipta konektivitas yang kuat antarwilayah, menurunkan
biaya logistik, memperkecil ketimpangan, meningkatkan kualitas hidup masyarakat,
serta memupus kesenjangan ekonomi antar wilayah di Indonesia, yang pada akhirnya
akan bermuara pada peningkatan daya saing dan stimulus pertumbuhan ekonomi guna
mencapai negara maju.
Berdasarkan hasil pemetaan APBN TA 2019 di Banten terdapat 5 (lima) Output
Strategis pembangunan infrastruktur penting yaitu Jalan, Embung, Irigasi, Bendungan
dan Sarpras Pendidikan. Pagu untuk infrastruktur tersebut sebesar Rp1.251,95 miliar,
dengan realisasi sebesar Rp1.069,23 miliar atau 85,41 persen dari pagu.
Nominal % Target Blokir %
1 Layanan Pengendalian Penyakit TBC 0,44 0,36 81,82% 19 - 85,00%
2
Korban Penyalahgunaan Napza yang
mendapatkan Rehabilitasi dan Perlindungan
Sosial
0,16 0,16 100,00% 1 - 100,00%
3 Obat-Obatan dan Bahan Medis Habis Pakai 20,16 10,83 53,72% 16 - 53,80%
4Kesertaan ber-KB melalui peningkatan akses
dan kualitas pelayanan KBKR yang sesuai
dengan standar pelayanan
2,67 2,66 99,63% 1.508.997 - 100,00%
5 Pemenuhan Ketersediaan Alokon di Faskes 19,45 18,29 94,04% 514 - 100,00%
6Keluarga yang Memiliki Baduta Terpapar 1000
HPK0,52 0,52 100,00% 80.644 - 98,81%
7
Penguatan Peran PIK Remaja dan BKR dalam
edukasi Kespro dan Gizi bagi Remaja putri
sebagai calon ibu
1,35 1,33 98,52% 434 - 100,00%
(Miliar Rupiah)
OutputRealisasiPaguOutput StrategisNo
Tabel 3-22. Realisasi Capaian Output Strategis Bidang Kesehatan TA 2019
Sumber: MEBE, Diolah (Akses 03 Januari 2020)
Tabel 3-23. Pagu dan Realisasi Belanja Sektor Kesehatan di Banten (miliar rupiah)
Sumber : MEBE (diolah)
Nominal % Sisa Dana % Blokir
1 Jalan 553.925.668.000 536.611.442.514 96,87% 17.314.225.486 3,13% -
2 Embung 60.400.000.000 47.077.251.000 77,94% 13.322.749.000 22,06% -
3 Irigasi 348.930.563.000 271.425.076.248 77,79% 77.505.486.752 22,21% -
4 Bendungan 83.029.780.000 36.112.651.669 43,49% 46.917.128.331 56,51% 26.602.558.000
5 Sarpras Pendidikan 205.669.717.000 178.007.095.896 86,55% 27.662.621.104 13,45% -
1.251.955.728.000 1.069.233.517.327 85,41% 182.722.210.673 14,59% 26.602.558.000 Total
No Output Strategis PaguRealisasi
56
BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL
Capain Output Strategis Sektor Infrastruktur
Berdasarkan data, alokasi output strategis jalan sebesar Rp551,08 miliar telah
terealisasi sebesar Rp533,78 miliar atau sebesar 96,86 persen dengan target output
sebesar 509 km yang telah terealisasi dan dilaporkan sebesar 61,25 persen. Sedangkan
output bendungan dari alokasi sebesar Rp83,03 miliar hanya terealiasi sebesar Rp36,11
miliar atau sebesar 43,49 persen dengan target 1 bendungan progress pekerjaannya
baru sampai 64,23 persen. Pada output strategis bendungan ini masih terdapat blokir
anggaran sebesar Rp26,6 miliar.
Selanjutnya untuk output strategis irigasi, dari target output yang telah ditetapkan
telah tercapai 97,06 persen. Sedangkan dari alokasi pagu sebesar Rp343,03 miliar telah
terealisasi sebesar Rp265,49 miliar atau sebesar 77,4 persen. Pada Output strategis
rumah berdasarkan data yang dihimpun, dari target 12 rumah baru tercapai 0,40 persen
sedangkan untuk output sarpras pendidikan dari target output 806 belum terkonfimasi
besaran capaian outputnya.
Nominal % Target Blokir %
1 Jalan 551,08 533,78 96,86% 509 - 61,25%
2 Bendungan 83,03 36,11 43,49% 1 26,6 64,23%
3 Irigasi 343,03 265,49 77,40% 2.635 - 97,06%
4 Rumah 9,52 7,77 81,62% 12 - 0,40%
5 Sarpras Pendidikan 205,68 177,99 86,54% 806 - 0,00%
(Miliar Rupiah)
No Output Strategis PaguRealisasi Output
Tabel 3-24. Realisasi Capaian Output Strategis Bidang Infrastruktur TA 2019
Sumber: MEBE, Diolah (Akses 03 Januari 2020)
57
4.1. APBD TINGKAT PROVINSI BANTEN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu
pendorong pertumbuhan ekonomi dan salah satu penentu tercapainya target dan
sasaran makro ekonomi. APBD pada lingkup Provinsii Banten disusun oleh Pemerintah
Daerah Provinsi Banten, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang,
Kabupaten Tangerang. Kota Cilegon, Kota Tangerang, Kota Serang, dan Kota
Tangerang Selatan. Dalam mencapai sasaran APBD 2017-2022, visi yang dicanangkan
oleh Pemerintah Provinsi Banten adalah “Banten Yang Maju, Mandiri, Berdaya Saing,
Sejahtera Dan Berakhlakul karimah.” Guna mewujudkan visi tersebut, maka kebijakan
fiskal daerah diarahkan pada tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance),
peningkatan kualitas infrastruktur, pelayanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas
serta peningkatan kualitas pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang pada akhirnya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Capaian rata-rata realisasi pendapatan berdasarkan klasifikasi ekonomi selama
kurun waktu 2017-2019 sebesar 99,53 persen. Capaian realisasi pendapatan dalam tiga
tahun terakhir mengalami penurunan, dimana capaian tahun 2019 menurun 2,79 persen
dibanding tahun 2018, dan menurun 4,05 persen dibanding tahun 2017. Namun secara
nominal realisasi tahun 2019 meningkat 7,29 persen dari tahun 2018 dan 10,70 persen
dari tahun 2017. Realisasi Pendapatan ditopang oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD),
BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD
Sumber : Pemda lingkup Provinsi Banten, (data diolah)
Tabel 4-1. Profil APBD se-Provinsi Banten (Agregat) Tahun 2017 - 2019 Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi (dalam miliar rupiah)
Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi
PENDAPATAN 32,168.86 32,587.34 33,607.22 33,623.57 37,092.72 36,074.57
PAD 13,627.91 14,711.44 14,070.16 14,770.33 15,897.95 15,761.75
Pendapatan Transfer 18,410.73 17,750.23 18,617.04 18,057.65 19,867.77 19,107.52
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 130.22 125.67 920.02 795.59 1,327.00 1,205.30
BELANJA 31,622.37 27,959.82 33,303.31 29,857.58 35,738.60 31,990.13
Belanja Operasi 22,715.53 20,822.08 24,774.25 22,939.65 27,442.30 25,048.47
Belanja Modal 8,834.71 7,114.91 8,416.89 6,900.32 8,165.46 6,876.28
Belanja Tidak Terduga 72.12 22.84 112.17 17.61 130.84 65.37
TRANSFER PEMERINTAH DAERAH 4,375.35 4,248.35 4,511.55 4,339.33 4,954.59 4,918.46
(3,828.86) 379.16 (4,207.65) (573.34) (3,600.46) (834.01)
PEMBIAYAAN 3,855.79 3,893.80 4,184.74 3,399.09 3,636.34 3,830.44
Penerimaan Daerah 4,128.81 4,128.76 4,468.97 3,502.45 3,858.34 3,911.44
Pengeluaran Daerah 273.02 234.96 284.22 103.36 222.00 81.00
SURPLUS / (DEFISIT)
20192017 2018Uraian
58
BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD
Pendapatan Transfer dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah dengan proporsi
masing-masing sebesar 43,69 persen, 52,97 persen dan 3,34 persen.
Capaian rata-rata belanja selama kurun waktu 2017-2019 sebesar 89,11 persen.
Capaian belanja tahun 2019 menurun
0,14 persen dibandingkan tahun
2018 namun meningkat 1,09 persen
dibanding tahun 2017. Porsi belanja
tahun 2019 adalah belanja operasi
sebesar 78,30 persen, belanja modal
sebesar 21,50 persen, dan belanja
tidak terduga sebesar 0,20 persen.
4.2. PENDAPATAN DAERAH
Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pendapatan Daerah
adalah hak pemda yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode
tahun bersangkutan. Pendapatan daerah tersebut terdiri dari Pendapatan Asli Daerah,
Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah.
Realisasi pendapatan daerah tahun 2019 sebesar 97,26 persen dari target yang
ditetapkan atau sebesar Rp36.074,57 miliar. Realisasi pendapatan didukung oleh
Gambar 4-1. Perkembangan APBD Prov.
Banten Tahun 2017-2019
2017 2018 2019
101.
30%
100.
05%
97.2
6%
88.4
2%
89.6
5%
89.5
1%
PENDAPATAN
BELANJA
Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)
Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi
PENDAPATAN DAERAH 32,168.86 32,587.34 33,607.22 33,623.57 37,092.72 36,074.57
PENDAPATAN ASLI DAERAH 13,627.91 14,711.44 14,070.16 14,770.33 15,897.95 15,761.75
Pendapatan Pajak Daerah 10,166.57 11,282.73 11,361.00 11,999.41 13,214.87 13,409.78
Pendapatan Retribusi Daerah 399.81 368.04 393.56 398.58 408.21 344.37
165.87 167.49 171.79 174.68 178.41 176.07
Lain-lain PAD yang sah 2,895.66 2,893.19 2,143.81 2,197.66 2,096.47 1,831.53
PENDAPATAN TRANSFER 18,410.73 17,750.23 18,617.04 18,057.65 19,867.77 19,107.52
Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 14,652.50 14,112.66 14,852.38 14,373.03 15,714.02 14,815.16
Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya 1,090.11 1,089.20 1,088.99 1,077.64 1,392.30 1,378.81
Transfer Pemerintah Provinsi 2,324.61 2,245.12 2,287.37 2,229.69 2,435.55 2,522.14
Transfer Bantuan Keuangan 343.50 303.25 388.30 377.30 325.90 391.40
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 130.22 125.67 920.02 795.59 1,327.00 1,205.30
Pendapatan Hibah 130.22 123.89 920.02 789.23 1,327.00 1,204.38
Pendapatan Dana Darurat - - - - - -
Pendapatan Lainnya - 1.78 - 6.36 - 0.92
Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan
20192017URAIAN 2018
Sumber : Pemda lingkup Provinsi Banten (data diolah)
Tabel 4-2. Pendapatan Daerah APBD se-Provinsi Banten Tahun 2017-2019 (dalam miliar rupiah)
59
BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD
realisasi komponen pembentuk pendapatan daerah yaitu PAD (43,69 persen),
Pendapatan Transfer (52,97 persen) dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (3,34
persen). Rata-rata capaian selama tahun 2017-2019 untuk PAD sebesar 44,26 persen
dengan capaian tertinggi tahun 2017 sebesar 45,14 persen, sedangkan rata-rata
capaian Pendapatan Transfer sebesar 53,71 persen dengan capaian tertinggi tahun
2017 sebesar 54,47 persen, dan rata-rata capaian Lain-lain Pendapatan Daerah Yang
Sah sebesar 2,03 persen dengan capaian tertinggi tahun 2019 sebesar 3,34 persen.
4.2.1. Dana Transfer/Perimbangan
Dana Transfer ke Daerah adalah bagian dari belanja Negara dalam rangka
mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa dana perimbangan, dana otonomi
khusus, dan dana penyesuaian. Dana Transfer ke Daerah se-Provinsi Banten tahun
2019 sebesar Rp19.107,52 miliar dengan porsi Dana Perimbangan (77,54 persen),
Dana Bagi Hasil (13,20 persen), Dana Penyesuaian (9,31 persen), dan Dana Bantuan
Pemerintah sebesar (2.05 persen).
Analisis Ruang Fiskal dan Kemandirian Daerah
1) Ruang Fiskal
Ruang Fiskal merupakan pendapatan dikurangi dana alokasi earmarked (DAK) dan
belanja wajib.
𝑅𝑢𝑎𝑛𝑔 𝐹𝑖𝑠𝑘𝑎𝑙 = (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 − 𝐷𝐴𝐾) − 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑇𝑖𝑑𝑎𝑘 𝐿𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔
Semakin besar ruang fiskal, semakin leluasa pemda menyesuaikan dana dengan
prioritas daerah.
Rasio ruang fiskal daerah agregat Banten mencapai 68,70 persen dengan rasio
fiskal tertinggi Pemda Tangerang Selatan sebesar 83,32 persen dan rasio fiskal
terendah yaitu Kabupaten Pandeglang sebesar 45,41 persen. Pemda Kota
Tangerang Selatan mempunyai keleluasaan untuk mengalokasikan dana yang
menjadi proritas pembangunannya.
Sumber : Pemda lingkup Provinsi Banten (data diolah)
60
BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD
2) Rasio Kemandirian Daerah
Rasio PAD terhadap total pendapatan dan rasio dana transfer terhadap total
pendapatan
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑃𝐴𝐷 = 𝑃𝐴𝐷
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐴𝑃𝐵𝐷 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑓𝑒𝑟 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑓𝑒𝑟
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐴𝑃𝐵𝐷
Semakin tinggi rasio PAD semakin tinggi tingkat kemandirian suatu daerah,
sebaliknya semakin tinggi Rasio Dana Transfer semakin rendah tingkat kemandirian
suatu daerah.
Tingkat kemandirian daerah agregat Banten berdasarkan rasio PAD sebesar 43,69
persen dan rasio Dana Transfer sebesar 52,97 persen. Wilayah yang menunjukkan
tingkat kemandirian tertinggi adalah Pemprov Banten sebesar 62,69 persen diikuti
Pemkot Tangerang Selatan sebesar 52,77 persen. Sedangkan wilayah yang
memiliki ketergantungan tertinggi terhadap Dana Perimbangan adalah Pemkot
Serang sebesar 84,55 persen diikuti Pemkab Pandeglang sebesar 81,98 persen.
4.2.2. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Daerah yang diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan utama
pemerintahan daerah adalah dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), karena hal ini berarti
pemerintah daerah didorong untuk dapat meningkatkan kemandirian keuangannya.
PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan
Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Capaian realisasi PAD wilayah
Banten secara agregat sebesar 99,14 persen. Capaian realisasi PAD tertinggi adalah
Pemkot Tangerang Selatan diikuti Kota Serang dan Kab Tangerang.
Komponen PAD di wilayah Banten adalah Pendapatan Pajak Daerah (85,08 persen),
Pendapatan Retribusi Daerah (2,18 persen), Pendapatan Hasil Pengolahan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan (1,12 persen) dan Lain-lain PAD yang Sah (11,62 persen).
Kontribusi penyumbang PAD terbesar diwilayah Banten berasal dari pajak daerah yaitu
62.69%
12.50%
8.26%
23.39%
48.08%
35.93%
47.78%
15.45%
52.77%
37.20%
80.58%
81.98%
70.17%
47.08%
61.88%
48.82%
84.55%
44.69%
Prov. Banten
Kab. Lebak
Kab. Pdg
Kab. Serang
Kab. Tgr
Kota Cilegon
Kota Tgr
Kota Serang
Kota Tangsel
Rasio Dana Transfer Rasio PAD
Gambar 4-3. Rasio Kemandirian Daerah di Banten Tahun 2019
Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)
61
BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD
Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Pajak
PBB/BPHTB. Hal ini tidak terlepas dari upaya Pemerintah Daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota dalam meningkatkan PAD diantaranya kebijakan Pemprov
dalam penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran pajak
kendaraan bermotor dan penghapusan bea balik nama kendaraan bermotor mutasi
masuk luar daerah dan mutasi dalam daerah untuk meningkatkan peran serta
masyarakat untuk membayar Pajak Kendaraan Bermotor.
Rasio Perbandingan PAD terhadap Belanja Daerah menunjukkan sejauh mana
Pemerintah Daerah dapat membiayai belanjanya secara mandiri. Kemandirian daerah
di wilayah Banten cukup baik, hal tersebut ditunjukkan dengan rasio PAD sebesar 49,27
persen yang berarti bahwa Pemda mampu membiayai hampir ½ dari belanjanya
dengan PAD dan tetap memerlukan peningkatan yang terus menerus. Peningkatan
PAD dengan strategi intensifikasi dan ekstensifikasi perlu diupayakan semaksimal
mungkin. Dengan semakin meningkatnya PAD akan memberikan proporsi belanja
modal yang lebih besar untuk pembangunan sarana dan prasarana serta infrastruktur
yang berperan positif bagi pertumbuhan ekonomi.
4.2.3 Pendapatan Lain-lain
Pendapatan lain-lain merupakan pendapatan daerah selain dari dua sumber diatas.
Kontribusi pendapatan lain-lain terhadap komponen pendapatan daerah dalam APBD
sebesar 0.39 persen dari total pendapatan. Lain-lain pendapatan Daerah yang Sah
terbesar terdiri dari dana Hibah (99,92 persen) dan Pendapatan Lainnya (0,08 persen).
Gambar 4-4. Perkembangan Target dan Realisasi PAD Prov/Kab/Kota Lingkup Wilayah Banten Tahun 2019
(dalam miliar rupiah)
Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)
62
BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD
4.3 BELANJA PEMERINTAH DAERAH
Belanja Daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang
nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja
Daerah bersumber dari PAD dan Dana Transfer dari Pusat ke Daerah.
4.3.1 Belanja Pemerintah Daerah Berdasarkan Klasifikasi Urusan
Belanja dalam APBD digunakan untuk membiayai Urusan Wajib yang
merupakan urusan yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga Negara, dan
urusan pilihan adalah urusan yang sesuai kekhasan dan potensi unggulan daerah.
Berdasarkan porsinya, terdapat lima besar urusan wajib dan penunjang yang
mempunyai porsi alokasi tertinggi adalah urusan Keuangan (22,73 persen), Pendidikan
(22,73 persen), Kesehatan (12,97 persen) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
(11,67 persen), dan Fungsi Penunjang Lainnya (5,41 persen). Porsi alokasi tersebut
menunjukkan bahwa kebijakan Pemerintah Daerah di Banten menitikberatkan pada
pelayanan dasar pada masyarakat, tata kelola pemerintah, pembangunan sumber daya
manusia melalui pendidikan dan kesehatan, serta pembangunan infrastruktur guna
menunjang perekonomian.
4.3.2 Belanja Pemerintah Daerah Berdasarkan Klasifikasi Fungsi
Profil alokasi berdasarkan klasifikasi fungsi APBD se-Provinsi Banten kurun
waktu tahun 2017-2019 terdapat empat fungsi pemerintahan yang mendapatkan porsi
APBD terbesar yakni fungsi Pelayanan Umum (35,08 persen), Pendidikan (26,05
persen), Perumahan dan Fasilitas Umum (15,15 persen) serta Kesehatan (13,43
persen).
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
10,000
Keuangan Pendidikan Kesehatan PU &Penataan
Ruang
FungsiPenunjang
Lainnya
Pagu Realisasi %
Gambar 4-5. Perkembangan Pagu Realisasi Belanja Berdasarkan Klasifikasi Urusan se-Provinsi Banten (dalam miliar dan rupiah)
Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)
63
BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD
Sejalan dengan klasifikasi urusan, dilihat dari jenis fungsinya, kebijakan pemda
di Provinsi Banten menitikberatkan pada pelayanan pada masyarakat, pendidikan,
pembangunan infrastruktur dan kesehatan.
Belanja Pemerintah Daerah Berdasarkan Klasifikasi Belanja
Rata-rata realisasi belanja daerah kurun waktu 2017-2019 sebesar 89,19 persen
dari target yang ditentukan. Porsi Belanja Tahun 2019 adalah Belanja Operasi (78,30
persen), Belanja Modal (21,50 persen) dan Belanja Tidak Terduga (0,20 persen).
Realisasi belanja tahun 2019 naik sebesar 7,14 persen dibandingkan tahun 2018
dan naik 14,41 dibandingkan tahun 2017. Kenaikan tersebut ditopang oleh hampir
seluruh komponen belanja daerah yang terealisasi rata-rata 89,19 persen. Ditinjau dari
proporsi realisasi jenis belanja terhadap total belanja, proporsi belanja modal dan belanja
tidak terduga lebih rendah jika dibandingkan dengan belanja operasi yang justru memiliki
realisasi tertinggi. Hal ini dapat mengakibatkan program infrastruktur bagi masyarakat
dan multiplier effect pada perekonomian berjalan lambat serta mengindikasikan bahwa
pemerintah daerah masih berkonsentrasi kepada masalah administrasi, belum maksimal
pada pelayanan publik dan penyediaan infrastruktur.
Ditinjau dari penyerapan per jenis belanja pada masing-masing pemerintah daerah di
Banten, penyerapan tertinggi berupa belanja pegawai, diikuti oleh belanja barang dan
belanja modal. Pola penyerapan belanja ini sama di seluruh pemerintah daerah di
wilayah Banten.
Tabel 4-3.Profil APBD Berdasarkan Klasifikasi Fungsi se-Provinsi Banten Tahun 2017-2019 (dalam miliar rupiah dan persen)
No Fungsi
Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi
1 Pelayanan Umum 11,153.99 10,224.00 12,731.63 11,691.91 12,967.09 12,945.87
2 Ketertiban dan Ketentraman 352.20 328.75 382.51 361.28 467.11 367.77
3 Ekonomi 1,556.73 1,423.43 1,595.40 1,401.76 1,836.88 1,744.16
4 Lingkungan Hidup 1,508.83 1,035.66 1,760.86 1,368.78 1,309.90 1,094.57
5 Perumahan dan Fasilitas Umum 5,347.96 4,537.69 6,225.86 5,418.22 5,977.28 5,590.25
6 Kesehatan 3,931.27 3,336.62 4,393.14 3,875.63 4,905.43 4,955.60
7 Pariwisata dan Budaya 132.96 116.92 138.30 125.56 138.49 138.55
8 Pendidikan 7,542.92 7,058.11 8,521.88 7,935.28 8,938.39 9,615.78
9 Perlindungan Sosial 328.91 308.96 449.47 413.92 426.76 456.05
31,855.77 28,370.14 36,199.05 32,592.34 36,967.33 36,908.60 Jumlah
2017 2018 2019
Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)
64
BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD
Rasio belanja pegawai dan non pegawai di provinsi/kabupaten/kota di wilayah
Banten tahun 2019 bervariasi. Kabupaten Tangerang memiliki realisasi belanja barang
dan modal di atas belanja pegawai. Hal ini menunjukkan adanya prioritas belanja ke
aktifitas produktif seperti belanja modal. Tingginya belanja pegawai akan mengakibatkan
ruang fiskal semakin sempit, untuk itu alokasi belanja pegawai perlu ditekan dengan
penuh perhitungan dan realistis.
Tabel 4-4. Perkembangan Belanja APBD Berdasarkan Klasifikasi Jenis Belanja di Provinsi Banten Tahun 2017-2019 (dalam miliar rupiah)
Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi
31,622.37 27,959.82 33,303.31 29,857.58 35,738.60 31,990.13
BELANJA OPERASI 22,715.53 20,822.08 24,774.25 22,939.65 27,442.30 25,048.47
Belanja Pegawai 9,808.54 9,165.56 11,175.84 10,506.45 11,849.75 11,075.83
Belanja Barang 10,028.95 9,078.45 10,597.18 9,634.60 12,671.31 11,276.88
Belanja Bunga - - - - - -
Belanja Subsidi - - - - - -
Belanja Hibah 2,679.75 2,393.35 2,853.52 2,669.73 2,735.53 2,526.70
Belanja Bantuan Sosial 197.15 183.57 147.71 128.87 185.70 169.06
Belanja Bantuan Keuangan 1.15 1.15 - - - -
BELANJA MODAL 8,834.71 7,114.91 8,416.89 6,900.32 8,165.46 6,876.28
Belanja Tanah 1,201.92 500.93 1,637.88 859.56 1,281.52 820.34
Belanja Perlatan dan Mesin 1,435.01 1,236.62 1,282.29 1,083.42 1,411.32 1,210.57
Belanja Gedung dan Bangunan 2,347.42 1,968.34 2,055.69 1,791.95 2,097.72 1,816.35
Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 3,611.07 3,136.29 3,280.26 3,000.84 2,999.13 2,741.16
Belanja Aset Tetap Lainnya 176.60 214.29 129.26 136.23 297.70 226.08
Belanja Aset Lainnya 19.23 17.75 31.51 28.31 76.31 43.00
Belanja Modal Dana BOS 43.45 40.69 - - 1.75 18.79
BELANJA TIDAK TERDUGA 72.12 22.84 112.17 17.61 130.84 65.37
Belanja Tidak Terduga 72.12 22.84 112.17 17.61 130.84 65.37
TRANSFER PEMERINTAH DAERAH 4,375.35 4,248.35 4,511.55 4,339.33 4,954.59 4,918.46
Transfer Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota dan PemDesa 2,282.57 2,231.20 2,591.46 2,448.17 2,819.67 2,809.17
Transfer Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota dan PemDesa 1,821.62 1,746.28 1,904.38 1,875.77 1,852.59 1,828.24
Transfer Bantuan Keuangan Lainnya 271.16 270.88 15.70 15.38 282.33 281.06
BELANJA DAERAH
20192017 2018
Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)
Tabel 4-5. Rasio Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal Terhadap Total Belanja Tahun 2019 Pemerintah Prov/Kabupaten/Kota (dalam miliar rupiah dan persen)
No Prov/Kab/Kota Belanja Daerah Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja ModalBelanja Operasi/
Belanja Daerah
Belanja Pegawai/
Belanja Daerah
Belanja Barang/
Belanja Daerah
Belanja Modal/
Belanja Daerah
1 Prov. Banten 8,353.64 2,161.27 2,637.72 1,379.98 83.46% 25.87% 31.58% 16.52%
2 Kab. Lebak 2,243.30 1,042.45 753.99 384.61 82.73% 46.47% 33.61% 17.14%
3 Kab. Pandeglang 2,196.72 1,264.27 502.85 364.52 83.40% 57.55% 22.89% 16.59%
4 Kab. Serang 2,735.01 1,161.12 918.73 600.92 78.03% 42.45% 33.59% 21.97%
5 Kab. Tangerang 5,339.00 1,870.81 1,921.99 1,393.70 73.86% 35.04% 36.00% 26.10%
6 Kota Cilegon 1,822.33 693.66 660.72 413.22 77.32% 38.06% 36.26% 22.68%
7 Kota Tangerang 4,333.50 1,451.68 1,904.30 880.17 78.34% 33.50% 43.94% 20.31%
8 Kota Serang 1,333.72 564.01 486.94 252.75 81.05% 42.29% 36.51% 18.95%
9 Kota Tangerang Selatan 3,632.90 866.56 1,489.64 1,206.42 66.79% 23.85% 41.00% 33.21%
31,990.13 11,075.83 11,276.88 6,876.28 78.30% 34.62% 35.25% 21.50%Jumlah
RasioUraian
Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)
65
BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD
4.4 PERKEMBANGAN BLU DAERAH
4.4.1. Profil dan Jenis Layanan Satuan Kerja Badan Layanan Umum Daerah
BLUD wilayah lingkup Provinsi Banten berjumlah 12 SKPD dengan jenis layanan
sektor kesehatan (10 SKPD) dan Pinjaman Dana Bergulir (2 SKPD). Total Pagu BLUD
secara agregat wilayah Banten sebesar Rp2.314,65 miliar dengan realisasi sebesar
85,39 persen. RSUD Kab. Tangerang memiliki total pagu tertinggi sebesar Rp487.25
miliar, sedangkan pagu terendah adalah UPT Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Kota Cilegon sebesar Rp5,38 miliar.
Terhadap seluruh Satker BLUD yang ada, sangat diharapkan dapat memberikan
dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, mewujudkan kesejahteraan umum
tanpa mengutamakan mencari keuntungan dalam melakukan kegiatannya dengan tetap
berdasarkan prinsip fleksibilitas, efisiensi dan produktivitas.
4.4.2. Perkembangan pengelolaan aset, PNBP dan RM BLU Daerah
Pengelolaan aset selama kurun waktu 2017-2019 semakin membaik. Rata-rata
asset per tahun sebesar Rp2.024 miliar. Pengelolaan aset tahun 2019 naik sebesar
14,40 persen dibanding tahun 2018 dan meningkat 20,56 dibanding tahun 2017. RSUD
Sumber : BLUD Lingkup Provinsi Banten (data diolah)
Tabel 4-6. Profil dan Jenis Layanan BLUD di Provinsi Banten Tahun 2019 (dalam juta rupiah)
No Jenis Layanan Satker BLUD Nilai Aset
Pagu Realisasi Pagu Realisasi
1 Kesehatan RSUD Provinsi Banten 296,446.93 50,000.00 41,115.95 135,250.43 119,681.19
2 Kesehatan RSUD Ajidarmo Lebak 186,534.60 206,081.47 140,973.30 35,426.65 34,085.34
3 Kesehatan RSUD Malingping 698.32 15,000.00 12,571.10 86,449.16 82,608.57
4 Kesehatan RSUD Berkah Pandeglang 108,199.11 72,730.90 64,984.51 51,783.64 50,111.28
5 Kesehatan RSUD Dradjat Prawiranegara Kab Serang291,722.66 195,148.80 198,496.94 3,647.14 2,958.71
6 Kesehatan RSUD Kab Tangerang 291,585.47 252,803.45 196,779.26 234,445.87 223,376.52
7 Kesehatan RSUD Balaraja 250,216.27 130,511.08 87,250.76 243,709.67 194,546.40
8 Kesehatan RSUD Kota Cilegon 147,466.09 79,122.59 74,074.09 93,210.07 85,438.16
9 Kesehatan RSUD Kota Tangerang 408,674.92 120,036.47 85,266.05 54,462.74 53,696.98
10 Kesehatan RSUD Kota Tangerang Selatan 198,649.49 46,888.03 34,436.14 197,128.90 183,751.25
11 Pinjaman Dana bergulir UPT Pengelola Dana Bergulir
Kota Cilegon23.62 4,815.78 3,359.57 561.64 525.70
12 Pinjaman Dana bergulir Unit Pengelola Dana Bergulir
(UPDB) Kab Tangerang65,698.04 4,203.08 5,429.76 1,230.72 996.05
2,245,915.52 1,177,341.65 944,737.43 1,137,306.63 1,031,776.15 Jumlah Total
PNBP RM
66
BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD
Kota Tangerang memiliki aset terbesar yakni Rp408,67 miliar. Dan UPT PDB Cilegon
memiliki asset terendah yakni Rp0,23 miliar. Pendapatan PNBP untuk membiayai
belanja secara agregat wilayah Banten sebesar 48,49 persen. Satker BLUD dengan
porsi pendapatan PNBP terbesar adalah RSUD Ajidarmo Lebak (91,12 persen) diikuti
RSUD Dradjat Kabupaten Serang (88,37 persen) dan UPT PDB Kota Cilegon (82,64
persen). Sedangkan porsi pendapatan terkecil adalah RSUD Malingping (16,58 persen).
Kemampuan satker BLUD di wilayah Banten menunjukkan bahwa tingkat
kemandiriannya semakin membaik.
RSUD yang potensial menjadi satker BLUD adalah RSUD Kota Serang yang
sudah beroperasi sejak tahun 2018, mempunyai pendapatan PNBP tahun 2019 sebesar
Rp80,91 juta dengan jumlah aset tahun 2019 sebesar Rp12,57 miliar. RSUD Kota
Serang sedang berupaya menjadi satker BLUD dengan bekerjasama dengan BPJS
maupun pihak asuransi lainnya, namun sampai dengan saat ini belum terlaksana karena
sedang mengurus akreditasi Rumah Sakit yang menjadi persyaratan dalam kerjasama
dengan pihak asuransi.
4.4.3. Analisis legal Badan Layanan Umum Daerah
Dalam pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah terdapat beberapa peraturan
yang mengatur bahkan sampai ke tingkat bupati/walikota. Peraturan- peraturan tersebut
telah sinkron dengan peraturan induk pengelolaan BLU yaitu PP Nomor 23/2005 jo PP
Nomor 74/2012 tentang pengelolaan BLU dan Permendagri nomor 61/2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan BLUD. Secara umum, apabila dilihat dari
peraturan daerah, peraturan gubernur, maupun peraturan bupati/walikota pemda
Gambar 4-6. Perkembangan Pagu Realisasi dan Pendapatan BLUD wilayah Banten 2019 (dalam miliar rupiah dan persen)
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
90.00%
100.00%
0.00
100,000.00
200,000.00
300,000.00
400,000.00
500,000.00
600,000.00
RSUDBanten
RSUDLebak
RSUDMalingping
RSUDBerkah
Pdg
RSUDDradjat
KabSerang
RSUDKab
Tangerang
RSUDBalaraja
RSUDKota
Cilegon
RSUDKota
Tangerang
RSUDKota
Tangsel
UPT PDBKota
Cilegon
UPDBKab
Tangerang
Sumber : BLUD Lingkup Provinsi Banten (data diolah)
67
BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD
Provinsi Banten terkait dengan kelembagaan, tata kelola, SDM, dan pengendalian
internal, maka seluruh peraturan yang dibuat telah sesuai dengan ketentuan.
Kelembagaan Tata KelolaSumber Daya Manusia
(SDM)Pengendalian
1 RSUD Provinsi Banten
Keputusan Gubernur
Nomor 900.05/Kep.384-
Huk/2016
Peraturan Gubernur
Nomor 8 Tahun 2016
tanggal 10 Februari 2016
-
Keputusan Gubernur
Nomor 445.05/Kep.185-
Huk/2019 tanggal 4 Mei
2019
2 RSUD Ajidarmo Lebak
Keputusan Bupati Lebak
No. 900/Kep.588-
DPPKD/2015
Peraturan Bupati Lebak
Nomor 62 Tahun 2017
tanggal 27 Desember
2017
Peraturan Bupati Lebak
Nomor 15 Tahun 2016
Peraturan Bupati Lebak
Nomor 4 Tahun 2016
tanggal 7 Januari 2016
3 RSUD Malingping
Keputusan Gubernur
Nomor 900/Kep.399-
Huk/2016
Peraturan Gubernur
Nomor 12 tahun 2019- -
4 RSUD Berkah Pandeglang
Keputusan Bupati Nomor
445/Kep. 404- Huk/2016
Tanggal 17 Oktober 2016
Peraturan Bupati
Pandeglang Nomor 86
Tahun 2016 tanggal 29
Desember 2016
Peraturan Bupati
Pandeglang Nomor 71
Tahun 2018 tanggal 17
September 2018
Keputusan Bupati
Pandeglang
Nomor704/Kep.296-
Huk/2018 Tahun 2018
tanggal 6 Agustus 2018
5 RSUD Dradjat
Prawiranegara Kab Serang
Peraturan Daerah
Kabupaten Serang
Nomor 13 Tahun 2007
Peraturan Daerah
Kabupaten Serang
Nomor 52 tahun 2012
Peraturan Daerah
Kabupaten Serang
Nomor 50 tahun 2012
Peraturan Daerah
Kabupaten Serang
Nomor No. 52 Tahun
2012
6 RSUD Kab Tangerang
Keputusan Bupati Kab.
Tangerang No.
445/Kep.113-Huk/2008
Peraturan Bupati Kab
Tangerang No.445/Kep-
113-Huk Tahun 2008
Peraturan Bupati Kab
Tangerang Nomor 25
Tahun 2012
Peraturan Bupati Kab
Tangerang Nomor 36
Tahun 2018
7 RSUD Balaraja
Surat Keputusan Bupati
Kab Tangerang Nomor :
074/Kep.268-Huk/2013
tanggal 1 Mei 2013
Peraturan Bupati Kab
Tangerang Nomor 46
tahun 2012 tanggal 27
November 2012
- -
8 RSUD Kota Cilegon
Keputusan Walikota
No.445/Kep.373-
Org/2011 Tgl.21-6-2011
Peraturan Walikota
Cilegon No.33 tahun 2009
tanggal 7 September
2009
Peraturan Walikota
Cilegon No.20 tahun 2014
tanggal 9 Agustus 2014
Surat Keputusan Direktur
RSUD No. 445/181/SK-
TU/2018 tanggal 1 Maret
2018
9 RSUD Kota Tangerang
Keputusan Walikota
Tangerang Nomor
445/Kep.87-RSUD/2014
Tanggal 30 Januari 2014
Peraturan Walikota
Tangerang Nomor 8
tahun 2018 tanggal 1
Agustus 2018
Peraturan Walikota
Tangerang Nomor 12
tahun 2014
Peraturan Walikota
Tangerang Nomor 37
tahun 2012 tanggal 12
Desember 2012
10 RSUD Kota Tangerang
Selatan
Keputusan Walikota
Tangerang Selatan
Nomor 445,1/Kep112-
Huk/2015
Peraturan Walikota
Tangerang Selatan
Nomor 45 tahun 2019
tanggal 9 Desember 2019
-
Peraturan Walikota
Tangerang Selatan
Nomor 44 Tahun 2019
tanggal 9 Desember 2019
11 UPT Pengelola Dana
Bergulir Cilegon
Peraturan Walikota
Cilegon No.91 Tahun
2016
Peraturan Walikota
Cilegon Nomor 4 Tahun
2015 tanggal 1 Desember
2015
Keputusan Walikota
Cilegon Nomor
060.05/Kep.352-Org/2014
tanggal 25 Juli 2014
Peraturan Walikota
Cilegon No.91 Tahun
2016 tanggal 1 November
2016
12 UPDB KUMKM Kabupaten
Tangerang
Kep. Bupati No.
518/Kep.357-Huk/2013
Tgl. 8-7-2013
Peraturan Bupati
Tangerang Nomor 19
Tahun 2014
Peraturan Bupati
Tangerang Nomor 21
Tahun 2014
-
Peraturan Gubernur/Bupati/WalikotaNAMA BLUDNo
Tabel 4-7. Analisis Legal Aspek Pengelolaan Satker BLU Daerah di Provinsi Banten
Sumber : BLUD Lingkup Provinsi Banten (data diolah)
68
BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD
4.4.4. Pengelolaan Investasi Daerah
Sesuai Permendagri Nomor 52 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan
Investasi Pemerintah Daerah, Investasi Daerah adalah penempatan sejumlah dana
dan/atau barang milik daerah oleh pemerintah daerah dalam jangka panjang untuk
investasi pembelian surat berharga dan investasi langsung, yang mampu
mengembalikan nilai pokok ditambah dengan manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat
lainnya dalam jangka waktu tertentu.
Investasi daerah di Banten berupa penyertaan modal pemerintah daerah selama
kurun waktu tahun 2017-2019 sebesar Rp926,27 miliar. Investasi daerah Tahun 2019
sebesar Rp832,11 miliar merupakan investasi terendah dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya. Investasi terbesar adalah Provinsi Banten sebesar 90,27 persen dari total
investasi, diikuti Kab Tangerang (3,61 persen) dan Kota Tangerang Selatan (2,64
persen). Pemerintah Daerah Banten telah berupaya melakukan penyertaan modal
(investasi) untuk membantu BUMD/perusahaan daerah agar ikut mendorong
pertumbuhan perekonomian di daerah serta meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat.
Dari profil dapat dilihat bahwa BUMD di Provinsi Banten didominasi oleh sektor
keuangan. Besarnya total aset menunjukkan peran penting BUMD dalam menggerakkan
perekonomian masyarakat kecil dan menengah di wilayah Banten.
Tabel 4-8. Bentuk Investasi Daerah di Provinsi Banten Tahun 2017 - 2019 (dalam rupiah)
No. Bentuk Investasi TA 2017 TA 2018 TA 2019
1 Surat Berharga
2 Investasi Langsung
Penyertaan Modal Pemda 945,645,514,921.48 1,001,051,677,054.96 832,108,908,254.85
Pemberian Pinjaman
945,645,514,921.48 1,001,051,677,054.96 832,108,908,254.85 Jumlah Investasi
Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)
69
BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD
4.5 SURPLUS/DEFISIT APBD
Selisih Antara pendapatan dan belanja akan menimbulkan surplus atau defisit
sedangkan jika pendapatan dan belanja sama maka akan mencapai anggaran yang
berimbang. Surplus APBD terjadi bila anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih
besar dari anggaran belanja daerah, jika sebaliknya maka defisit.
Tabel 4-9. Profil Aset BUMD di Provinsi Banten Tahun 2017-2019 (dalam rupiah)
No. Nama Satker BUMD Aset 2017 Aset 2018 Aset 2019
1 PT. BANTEN GLOBAL DEVELOPMENT (BGD) 21,385,237,000.00 33,276,231,000.00 44,095,438,000.00
2 PT. JAMKRIDA 81,059,089,163.04 81,123,589,323.50 126,831,776,685.59
3 PD. BPR SERANG 13,556,381,826.00 15,492,852,662.00 19,466,794,790.00
4 PD. BPR KERTA RAHARJA 389,041,709,445.00 494,359,384,000.00 559,515,561,000.00
5 BANK BJB Banten 114,980,168,000,000.00 114,622,080,000,000.00 116,995,199,000,000.00
6 PT LKM ARTHA KERTA RAHARJA 425,203,087,000.00 29,179,705,610.00 29,097,707,151.00
7 PT. LKM RANGKASBITUNG 4,617,925,014.85 6,402,351,949.00 9,168,820,090.00
8 PD. BPR BERKAH KAB. PANDEGLANG - 107,094,537,760.00 152,166,071,385.00
9 PD. BPR LEBAK SEJAHTERA 21,385,237,000.00 33,276,231,000.00 44,095,438,000.00
10 PT. LKM PANDEGLANG BERKAH 13,556,381,826.00 15,492,852,662.00 19,466,794,790.00
11 PDAM Kab. Lebak 181,518,576,662.00 194,640,493,104.00 203,396,326,755.00
12 PD Lebak Niaga 13,541,438,496.00 13,541,438,496.00 14,497,014,087.00
13 PD. BPR Warung Gunung 21,395,206,364.00 33,414,644,197.00 44,095,438,000.00
14 PT. LKM Rangkasbitung 4,617,925,015.00 6,404,249,949.00 9,121,433,547.00
15 PDAM Kab. Serang 132,774,009,193 140,423,016,267 147,548,458,320
16 BPR Kab. Serang 389,041,709,445 494,405,686,389 559,515,561,000
17 LPK-CIOMAS Kab. Serang 14,127,134,423 17,160,516,134 14,578,186,000
18 SBM Kab. Serang - - 4,255,302,242
19 Bank Jabar Banten Tangerang Kab. Tangerang 88,669,682,000,000.00 120,191,387,000,000.00 120,191,387,000,000.00
20 PDAM Tirta Kerta Raharja Kab. Tangerang 748,363,612,424.99 799,095,253,878.00 799,095,253,878.00
21 PD. Pasar Niaga Kerta Raharja Kab. Tangerang 22,000,424,964.00 22,263,007,463.00 23,160,206,779.00
22 PT. Mitra Kertaraharja Kab. Tangerang 4,368,334,616.00 11,389,075,750.00 14,115,807,404.00
23 PT. LKM Kab. Tangerang 22,906,728,227.00 29,385,411,610.00 29,097,707,151.00
24 PD BPR Kerta Raharja Kab. Tangerang 425,228,441,450.00 538,413,522,400.00 590,611,025,000.00
25 PT. Pembangunan Investasi Tangsel 15,897,380,476.00 58,565,731,818.00 92,774,427,775.00
206,615,435,970,031.00 237,988,266,783,421.00 240,736,352,549,830.00 Total Aset
Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)
70
BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD
a. Rasio Surplus/Defisit Terhadap Agregat Pendapatan
Rasio ini untuk mengetahui proporsi adanya surplus/defisit anggaran terhadap
pendapatan yang menunjukkan performa fiskal pemerintah daerah dalam menghimpun
pendapatan untuk membiayai belanja, atau penghematan belanja dengan pendapatan
tertentu. Semakin tinggi proporsi surplus maka kemampuan pemerintah daerah untuk
menghimpun pendapatan semakin baik disamping mampu melakukan penghematan
belanja.
Secara umum kemampuan keuangan pemerintah daerah di Banten pada tahun
2019 menurun dibandingkan tahun 2018. Tahun 2019 terdapat 7 daerah mengalami
defisit sedangkan tahun 2018 terdapat 5 daerah mengalami defisit. Surplus tertinggi
berada di Kabupaten Pandeglang sebesar Rp41,75 miliar. Kondisi sebaliknya defisit
tertinggi adalah Kota Serang dengan rasio sebesar minus 8,5 persen yang dapat
diartikan kurang optimalnya menghimpun pendapatan. Rata-rata rasio surplus/defisit
terhadap pendapatan di Provinsi Banten adalah minus 3,0 persen.
b. Rasio Surplus/Defisit Terhadap Realisasi Dana Transfer
Rasio ini untuk mengetahui proporsi adanya surplus/defisit anggaran terhadap
salah satu sumber pendapatan APBD, yaitu realisasi pencairan dana transfer. Hal ini
dapat menunjukkan akses likuiditas Pemda pada semester I Tahun 2019 akibat
frontloading pencairan dana transfer.
Semakin rendah rasio semakin rendah ketergantungan daerah terhadap
pencairan dana transfer dari pusat. Seluruh pemerintah daerah di Banten masih ”
Gambar 4-7. Rasio Surplus/Defisit Terhadap Agregat Pendapatan Tahun 2019 Menurut Prov/Kab/Kota (dalam persen)
-1.1%
0.7%1.6%
-5.9%
-2.5%-3.2%
-2.2%
-8.5%
-5.5%
-10.0%
-8.0%
-6.0%
-4.0%
-2.0%
0.0%
2.0%
4.0%
ProvBanten
Kab Lebak KabPandeglang
KabSerang
KabTangerang
KotaCilegon
KotaTangerang
KotaSerang
KotaTangsel
Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)
71
BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD
bergantung pada dana transfer dengan rasio yang beragam. Meskipun sudah dibiayai
dari dari PAD dan Dana Transfer tetapi tidak dapat menutupi belanja pada semester I.
c. Rasio Surplus/Defisit Terhadap PDRB
Rasio ini menggambarkan kesehatan ekonomi regional, semakin kecil resikonya
berarti daerah tersebut mampu memproduksi barang dan jasa yang cukup baik untuk
membiayai hutang akibat defisit anggaran pemerintah daerah.
Rasio surplus/defisit terhadap PDRB ADHB dan ADHK tahun 2019 lebih besar
dibandingkan tahun 2018 dengan rasio minus 0,13 persen dan minus 0,18 persen. Hal
ini disebabkan anggaran yang terserap belum optimal sehingga memberikan dampak
negatif bagi pertumbuhan ekonomi regional.
4.6. PEMBIAYAAN
Pembiayaan Daerah adalah seluruh penerimaan yang harus dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali. Pembiayaan daerah terdiri dari
penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Rasio SiLPA Terhadap Alokasi Belanja
Rasio ini mencerminkan proporsi belanja atau kegiatan yang tidak digunakan
dengan efektif oleh pemerintah daerah. Efektifitas penyerapan belanja pemerintah
Gambar 4-8. Rasio Surplus/Defisit Terhadap Dana Transfer Semester I Tahun 2019
Menurut Provinsi/Kabupaten/Kota (dalam persen)
13.1%
46.9%33.3% 32.2%
371.3%
51.8%
105.9%
37.8% 38.8%
0.0 %
50.0%
100 .0%
150 .0%
200 .0%
250 .0%
300 .0%
350 .0%
400 .0%
ProvBanten
Kab Lebak KabPandeglang
KabSerang
KabTangerang
KotaCilegon
KotaTangerang
KotaSerang
KotaTangsel
Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)
Tabel 4-10. Rasio Surplus/Defisit Terhadap PDRB Tahun 2019 (dalam jutaan)
rupiah) Tahun Surplus/defisit PDRB ADHB PDRB ADHK
Surplus(defisit) / Surplus(defisit) /
PDRB ADHB PDRB ADHK
2017 379.16 518,271.32 387,824.35 0.07% 0.10%
2018 (573.34) 564,429.16 409,959.69 -0.10% -0.14%
2019 (834.01) 664,963.40 458,022.71 -0.13% -0.18%
Rasio
Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data
diolah)
72
BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD
daerah, diketahui melalui perhitungan rasio SiLPA terhadap alokasi belanja. Rasio
SiLPA terhadap alokasi belanja di Banten tahun 2019 sebesar 11 persen menurun 1
poin dibandingkan tahun 2018 (12 persen). Hal ini menunjukkan sedikit penurunan
efektifitas terhadap penyerapan anggaran di tahun 2019 dan peningkatan kemandirian
APBD (ketergantungan pada sisi pembiayaan menurun).
Kabupaten Tangerang memiliki rasio tertinggi yaitu 14 persen. Hal ini
menunjukkan kurangnya belanja atau kegiatan yang digunakan secara efektif. Rasio
terendah berada di Kabupaten Pandeglang yakni sebesar 4 persen . Hal ini
menunjukkan bahwa penyerapan anggaran di Kabupaten Pandeglang lebih efektif
dibandingkan dengan pemerintah daerah lain di Banten. Seluruh pemerintah daerah di
Banten mengalami kemajuan penyerapan anggaran yang dilihat dari turunnya rasio
SiLPA dari tahun sebelumnya.
4.7 ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
4.7.1. Analisis Horizontal dan Vertikal
Analisis Horizontal merupakan analisis untuk membandingkan angka-angka
dalam satu laporan realisasi Pemda satu dengan Pemda lain dalam satu wilayah
Provinsi.
Pemda dengan pendapatan terbesar adalah Pemprov Banten (31,05 persen) dan
Pemkab Tangerang (16,20 persen) dari total pendapatan wilayah Banten. Sedangkan
Pemda dengan pendapatan terkecil adalah Pemkot Serang (3,41 persen). Sejalan
dengan kondisi pendapatan, belanja terbesar direalisasikan oleh Pemprov Banten dan
Pemkab Tangerang.
11%
10%
4%
11%
14%
9%
11%
7%
12%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
Prov Banten Kab Lebak KabPandeglang
Kab Serang KabTangerang
Kota Cilegon KotaTangerang
Kota Serang Kota Tangsel
Gambar 4-9. Rasio SILPA Terhadap Alokasi Belanja Menurut Provinsi/Kabupaten/Kota
Tahun 2019 (dalam persen)
Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)
73
BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD
Analisis Vertikal merupakan analisis yang membandingkan Antara pos yang satu
dengan pos yang lain terhadap totalnya dalam satu komponen APBD yang sama.
Rata-rata porsi dana perimbangan pada pemda wilayah masih tinggi, hal ini
menunjukkan ketergantungan terhadap dana perimbangan masih besar. Porsi dana
perimbangan tertinggi adalah Kota Serang, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten
Lebak dengan porsi diatas 80 persen dari total pendapatan.
4.7.2. Analisi Kapasitas Fiskal Daerah
Analisis Kapasitas Fiskal Daerah (KFD) adalah analisis yang digunakan untuk
mengukur kemampuan Keuangan Daerah yang dicerminkan melalui pendapatan daerah
dikurangi dengan pendapatan yang penggunaannya sudah ditentukan, belanja pegawai,
belanja bunga, belanja hibah untuk daerah otonom baru, belanja bagi hasil dan alokasi
dana desa untuk membiayai tugas pemerintahan daerah.
Indeks Kapasitas Fiskal Daerah Wilayah Banten selama kurun waktu 2017-2019
dengan kategori rata-rata sangat tinggi. Daerah dengan kategori sangat tinggi adalah
PAD 7,022.34 334.72 218.33 707.87 2,809.19 634.78 2,026.98 190.03 1,817.51
Pendapatan Transfer 4,166.56 2,156.91 2,166.14 2,123.67 2,750.83 1,093.32 2,070.90 1,040.00 1,539.19
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 13.00 185.19 257.94 195.13 283.21 38.86 144.42 0.00 87.55
Belanja Operasi 6,972.13 1,855.99 1,832.14 2,134.00 3,943.15 1,409.11 3,394.66 1,080.95 2,426.35
Belanja Modal 1,379.98 384.61 364.52 600.92 1,393.70 413.22 880.17 252.75 1,206.42
Belanja Tidak Terduga 1.52 2.70 0.06 0.09 2.16 0.00 58.67 0.03 0.13
TRANSFER PEMERINTAH DAERAH 2,974.32 414.98 403.94 468.72 650.15 0.98 2.37 1.15 1.86
-126.05 18.54 41.75 -177.06 -145.92 -56.34 -93.56 -104.84 -190.52
PEMBIAYAAN
Penerimaan Daerah 1,079.96 252.96 93.62 376.82 792.25 192.90 560.63 100.44 461.87
Pengeluaran Daerah 0.00 5.00 6.00 37.70 30.00 0.00 15.00 0.00 22.00
1,079.96 247.96 87.62 339.12 762.25 192.90 545.63 100.44 439.87
3,444.24 PENDAPATAN 11,201.90
Kota
Serang
Kota
Tangsel
SURPLUS / (DEFISIT)
PEMBIAYAAN NETO
BELANJA 8,353.64 2,243.30 2,196.72 2,735.01 5,339.00 1,822.33 4,333.50 1,333.72 3,632.90
5,843.23 1,766.96 4,242.31 1,230.042,676.82 2,642.40 3,026.67
URAIANProv.
Banten
Kab.
Lebak
Kab.
Pandeglang
Kab.
Serang
Kab.
Tangerang
Kota
Cilegon
Kota
Tangerang
Tabel 4-11. Analisis Horizontal Realisasi APBD Tahun 2019 (dalam miliar rupiah)
Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)
Tabel 4-12. Analisis Vertikal Realisasi APBD Tahun 2019 (dalam miliar rupiah)
PAD 62.69% 12.50% 8.26% 23.39% 48.08% 35.93% 47.78% 15.45% 52.77%
Pendapatan Transfer 37.20% 80.58% 81.98% 70.17% 47.08% 61.88% 48.82% 84.55% 44.69%
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 0.12% 6.92% 9.76% 6.45% 4.85% 2.20% 3.40% 0.00% 2.54%
Belanja Operasi 83.46% 82.73% 83.40% 78.03% 73.86% 77.32% 78.34% 81.05% 66.79%
Belanja Modal 16.52% 17.14% 16.59% 21.97% 26.10% 22.68% 20.31% 18.95% 33.21%
Belanja Tidak Terduga 0.02% 0.12% 0.00% 0.00% 0.04% 0.00% 1.35% 0.00% 0.00%
BELANJA 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00%
100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% PENDAPATAN 100.00% 100.00% 100.00% 100.00%
URAIANProv.
Banten
Kab.
Lebak
Kab.
Pandeglang
Kab.
Serang
Kab.
Tangerang
Kota
Cilegon
Kota
Tangerang
Kota
Serang
Kota
Tangerang
Selatan
Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)
74
BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD
Kabupaten Tangerang diikuti Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Daerah
yang mengalami peningkatan kategori adalah Provinsi Banten dari kategori sedang
menjadi tinggi, sedangkan daerah yang mengalami penurunan kategori adalah
Kabupaten Pandeglang dari kategori tinggi menjadi sedang. Dengan meningkatnya
kapasitas fiskal daerah wilayah Banten mencerminkan kemampuan keuangan masing-
masing daerah semakin membaik.
4.8. PERKEMBANGAN BELANJA WAJIB DAERAH
Perkembangan belanja wajib daerah untuk melihat gambaran perkembangan
mandatory spending dalam pelaksanaan APBD di daerah. Mandatory Spending adalah
alokasi belanja wajib yang diatur undang-undang. Tujuan mandatory spending adalah
mengurangi masalah ketimpangan social dan ekonomi daerah.
Alokasi belanja daerah wilayah Banten secara agregat sebesar Rp35.738,60
miliar dengan porsi pagu pada sektor pendidikan sebesar 25,01 persen, sektor
Sumber : PMK 119/PMK.07/2017 , PMK 107/PMK.07/2018 dan PMK PMK 126/PMK.07/2019
Tabel 4-13. Indeks Kapasitas Fiskal (IKF) Daerah di Wilayah Banten Tahun 2017-2019
No Provinsi/Kab/Kota
IKF Kategori IKF Kategori IKF Kategori
1 Provinsi Banten 0.60 sedang 1.00 sedang 1.14 tinggi
2 Kabupaten Lebak 0.29 rendah 1.63 tinggi 1.43 tinggi
3 Kabupaten Pandeglang 0.22 rendah 1.26 tinggi 0.97 sedang
4 Kabupaten Serang 0.59 sedang 1.95 tinggi 1.71 tinggi
5 Kabupaten Tangerang 0.62 sedang 5.10 sangat tinggi 4.32 sangat tinggi
6 Kota Cilegon 2.18 sangat tinggi 1.68 tinggi 1.51 tinggi
7 Kota Tangerang 0.89 sedang 4.08 sangat tinggi 4.22 sangat tinggi
8 Kota Serang 0.59 sedang 0.86 sedang 0.85 sedang
9 Kota Tangerang Selatan 9.19 sangat tinggi 3.40 sangat tinggi 3.13 sangat tinggi
2016 2017 2018
Gambar 4-10. Perkembangan Sektor Pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur Wilayah Banten Tahun 2019
Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)
75
BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD
kesehatan sebesar 13,73 persen dan sektor infrastruktur sebesar 16,73 persen. Porsi
alokasi belanja Pendidikan tertinggi adalah Kabupaten Lebak (38,78 persen) dan
terendah Kabupaten Pandeglang (8,60 persen). Alokasi belanja Kesehatan tertinggi
adalah Kabupaten Tangerang (20,97 persen) dan terendah Provinsi Banten (5,62
persen). Sedangkan alokasi belanja Infrastruktur tertinggi adalah Kota Tangerang
Selatan (20,77 persen) dan terendah Kab Pandeglang (9,38 persen).
4.8.1. Belanja Daerah Sektor Pendidikan
Sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 31 ayat (4) dan UU No.20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen
dari total APBD.
Alokasi Pagu Pendidikan wilayah Banten sebesar Rp8.938,39 miliar dengan alokasi
pagu pendidikan daerah kabupaten/kota rata-rata melebihi 20 persen dari masing-
masing total pagu. Namun masih terdapat 2 daerah yang alokasi pagunya dibawah 20
persen dari total pagu yaitu daerah Kabupaten Pandeglang (8,60 persen) dan Kota
Tangerang Selatan (16,61 persen). Sedangkan dari ditinjau dari sisi realisasinya semua
daerah sudah melampui 20 persen dari total realisasi belanja pendidikan. Hal ini
menunjukkan kebutuhan tingkat pendidikan disemua daerah kabupaten/kota menjadi
prioritas bagi bagi semua daerah di Banten.
4.8.2. Belanja Daerah Sektor Kesehatan
Alokasi anggaran kesehatan pemerintah daerah minimal 10 persen dari APBD
sesuai UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Alokasi Pagu Pendidikan wilayah
Banten sebesar Rp4.905,43 miliar dengan porsi pagu daerah kabupaten/kota rata-rata
melebihi 10 persen dari masing-masing total pagu. Namun untuk Pemprov Banten masih
berada pada pagu dibawah angka 10 persen. Pagu tertinggi sektor kesehatan adalah
Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)
Gambar 4-11. Porsi Pagu dan Realisasi Belanja Daerah Sektor Pendidikan Prov/Kabupaten/Kota Wilayah Banten Tahun 2019 (dalam persen)
24.09%
38.78%
8.60%
34.16%
24.40% 24.18%28.53% 29.75%
16.61%
25.92%
43.91%
52.20%
35.94%
26.00% 25.56%
29.19%
35.41%
20.50%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
90.00%
Prov.Banten
Kab. Lebak Kab.Pandeglang
Kab.Serang
Kab.Tangerang
KotaCilegon
KotaTangerang
KotaSerang
KotaTangsel
PAGU REALISASI
76
BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD
Kabupaten Tangerang (20,97 persen) diikuti Kota Tangerang Selatan (18,39 persen)
dan Kabupaten Serang (18,55 persen). Hal ini menunjukkan kebutuhan tingkat
kesehatan disemua daerah kabupaten/kota menjadi prioritas bagi semua daerah di
Banten.
4.8.3. Belanja Daerah Sektor Infrastruktur
Alokasi anggaran Infrastruktur pemerintah daerah untuk melihat gambaran dan
alokasi belanja infrastruktur daerah.
Alokasi Pagu Infrastruktur wilayah Banten sebesar Rp5.977,28 miliar dengan
porsi pagu daerah kabupaten/kota rata-rata sebesar 16,73 persen. alokasi belanja
Infrastruktur tertinggi adalah Kota Tangerang Selatan (20,77 persen) diikuti Kabupaten
Tangerang (19,44 persen) dan Provinsi Banten (18,79 persen). Alokasi pagu terendah
Kab Pandeglang (9,38 persen) diikuti kota Serang (9,40 persen). Dintinjau dari sisi
realisasi belanja infrastruktur rata-rata daerah kab/kota melebihi 10 persen dari total
belanjanya. Untuk lebih menunjang berkembangnya infrastruktur perlu adanya upaya
untuk meningkatkan alokasi dana infrastruktur pada semua kabupaten kota di wilayah
Banten terutama daerah Kabupaten Pandeglang dan Kota Serang.
Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)
Gambar 4-12. Porsi Pagu dan Realisasi Sektor Kesehatan Prov/Kabupaten/Kota Wilayah Banten Tahun 2019
5.62%
17.44%
12.45%
18.55%20.97%
16.46%13.08%
10.00%
18.39%
6.91%
19.96%21.18%
19.18%
22.56%
15.99%
14.02%
11.26%
18.92%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
40.00%
45.00%
50.00%
Prov.Banten
Kab. Lebak Kab.Pandeglang
Kab.Serang
Kab.Tangerang
KotaCilegon
KotaTangerang
KotaSerang
KotaTangsel
Pagu Realisasi
Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)
Gambar 4-13. Porsi Pagu dan Realisasi Sektor Infrastruktur Prov/Kabupaten/Kota Wilayah Banten Tahun 2019
18.79%
13.14%
9.38%
14.87%
19.44%16.14% 15.30%
9.40%
20.77%
17.09%
13.35%
11.97%
17.65%
22.62%
14.38% 16.01%
12.04%
21.83%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
40.00%
45.00%
Prov. Banten Kab. Lebak Kab.Pandeglang
Kab. Serang Kab.Tangerang
Kota Cilegon KotaTangerang
Kota Serang Kota Tangsel
PAGU REALISASI
77
5.1. LAPORAN REALISASI ANGGARAN KONSOLIDASIAN
Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian (LKPK) adalah laporan yang
disusun berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dengan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah dalam periode waktu tertentu. Sampai dengan tahun
2019 pendapatan konsolidasian di Banten sebesar Rp63.871,44 miliar naik 5.00 persen
dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara untuk realisasi belanja
konsolidasian sampai dengan tahun 2019 mengalami kenaikan 9.73 persen
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Tabel 5-1. Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian
Tingkat Wilayah Provinsi Banten Tahun 2019 (Miliar Rupiah)
Sumber : LKPK Kanwil DJPb Provinsi Banten
5.2. PENDAPATAN KONSOLIDASIAN
Analisis terhadap Pendapatan Pemerintah Umum (General Government
Revenue) atau Pendapatan Konsolidasian Tingkat Wilayah dilakukan atas pendapatan
dengan menganalisis proporsi perbandingan, analisis perubahan, rasio pajak dan
analisis pertumbuhan ekonomi terhadap kenaikan realisasi pendapatan konsolidasian.
BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)
Uraian 2018
Pusat Daerah Eliminasi Konsolidasi Kenaikan Konsolidasi
Pendapatan Negara 46,957.11 33,163.75 16,249.41 63,871.44 5.00 60,829.48
Pendapatan Perpajakan 44,674.73 13,409.78 0.00 58,084.51 5.04 55,298.78
Pendapatan Bukan Pajak 2,282.38 2,325.50 55.44 4,552.44 -3.07 4,696.51
Hibah 0.00 1,204.38 0.00 1,204.38 44.97 830.76
Transfer 0.00 16,224.09 16,193.98 30.11 776.35 3.44
Belanja Negara 27,356.72 33,997.76 16,249.41 45,105.07 9.73 41,106.66
Belanja Pemerintah 11,107.30 31,990.13 0.00 43,097.43 9.26 39,443.73
Belanja Pegawai 3,804.06 11,160.47 0.00 14,964.53 9.38 13,681.57
Belanja Barang 5,316.17 11,192.24 0.00 16,508.41 12.92 14,619.44
Belanja Modal 1,969.24 6,876.28 0.00 8,845.53 6.05 8,340.60
HIbah 2,526.70 0.00 2,526.70 -4.46 2,644.70
Bantuan Sosial 17.84 169.06 0.00 186.89 33.66 139.83
Belanja Lain-lain 65.37 0.00 65.37 272.04 17.57
Transfer 16,249.41 2,007.64 16,249.41 2,007.64 20.73 1,662.93
Surplus (Defisit) 19,600.39 -834.01 0.00 18,766.38 -4.85 19,722.82
Pembiayaan 0.00 3,795.74 0.00 3,795.74 -13.05 4,365.36
Penerimaan Pembiayaan Daerah 0.00 3,911.44 0.00 3,911.44 -12.47 4,468.72
Pengeluaran Pembiayaan
Daerah0.00 115.70 0.00 115.70 11.94 103.36
Sisa Lebih (Kurang)
Pembiayaan Anggaran19,600.39 2,961.73 0.00 22,562.12 -6.34 24,088.17
2019
78
BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)
5.2.1. Analisis Proporsi dan Perbandingan
Pendapatan pemerintah konsolidasian terdiri dari penerimaan perpajakan,
PNBP, hibah dan transfer dana bantuan ke desa. Total pendapatan konsolidasian
pemerintah pusat dan pemerintah daerah tahun 2019 adalah sebesar Rp63.871,44
miliar. Pendapatan tersebut 73,45 persen merupakan pendapatan Pemerintah Pusat
dan 26,55 persen pendapatan Pemerintah Daerah. Pendapatan Pemerintah Pusat
tersebut selanjutnya akan didistribusikan kepada Pemerintah Daerah berupa dana
transfer maupun belanja pemerintah pusat di daerah berupa belanja Dekon/TP/UB.
Pada tahun 2019 pendapatan konsolidasian didominasi oleh pendapatan
perpajakan konsolidasian sebesar 90,86 persen, sedang proporsi pendapatan bukan
pajak dan hibah masing-masing hanya sebesar 7,26 persen dan 1,88 persen dari total
pendapatan konsolidasian.
Penerimaan perpajakan
konsolidasian tahun 2019
mengalami peningkatan
dibanding tahun 2018,
meningkat sebesar
Rp2.785,73 miliar (5,04
persen). Hal ini disebabkan
antara lain meningkatnya
pendapatan PPh pasal 21
menjadi sebesar 8,79 Triliun
naik 1,2 Triliun jika
dibandingkan dengan tahun 2018 seiring dengan meningkatnya pendapatan rumah
tangga. Namun di sisi lain, terjadi penurunan Pendapatan Bukan Pajak yang
dipengaruhi turunnya retribusi daerah atas izin mendirikan bangunan dan perpanjangan
izin mempekerjakan Tenaga Kerja Asing masing-masing turun 29,87 persen dan 63,45
persen jika dibandingkan dengan tahun 2018.
Pendapatan perpajakan konsolidasian sebesar 76,91 persen merupakan
penerimaan perpajakan pemerintah pusat dan sisanya sebesar 23,09 persen
merupakan penerimaan perpajakan pemerintah daerah. Sedangkan perbandingan
PNBP konsolidasian terhadap total pendapatan konsolidasian sebesar 5,75 persen atau
sebesar Rp4,61 triliun. PNBP pemerintah pusat menyumbang 49,53 persen dari total
PNBP konsolidasian sedangkan PNBP pemerintah daerah menyumbang 50,47 persen.
Sumber : LKPP Kanwil DJPb, diolah
Gambar 5-1. Perbandingan Komposisi Pendapatan Konsolidasian di Provinsi Banten Tahun 2018 dan 2019
79
BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)
5.2.2. Analisis Perubahan
Target pendapatan perpajakan konsolidasian tahun 2019 Provinsi Banten
sebesar Rp78.920,28 miliar naik 13,19 persen dari target tahun sebelumnya, target
pajak pusat naik 12,58 persen dan pajak daerah naik 16,32 persen. Pencapaian realisasi
pendapatan perpajakan konsolidasian Provinsi Banten tahun 2019 sebesar 73,60
persen dari target yang ditetapkan, lebih rendah dari pencapaian tahun 2018 sebesar
79.31 persen. Untuk pajak daerah realisasi melebihi target (101,47 persen) sedang pajak
pusat hanya tercapai 67,99 persen. Hal ini diduga terlalu tingginya penetapan target
pendapatan perpajakan pemerintah pusat di wilayah Banten.
Tabel 5-2 Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Perpajakan Konsolidasian Provinsi Banten tahun 2018-2019 (miliar rupiah)
Sumber: Kanwil DJP Banten, Pemda Wilayah Banten
5.2.3. Rasio Pajak (Tax Ratio)
Rasio pajak merupakan perbandingan antara jumlah penerimaan pajak suatu
daerah terhadap pendapatan suatu output perekonomian atau Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB). Terkait dengan rasio Pajak, PDRB menggambarkan jumlah
Uraian
Target Realisasi % Target Realisasi %
Pusat 58.361,05 43.305,51 74,20% 65.705,41 44.674,73 67,99%
Daerah 11.361,00 11.993,27 105,57% 13.214,87 13.409,78 101,47%
Konsolidasian 69.722,05 55.298,78 79,31% 78.920,28 58.084,51 73,60%
2018 2019
Sumber : LKPP Kanwil DJPb, diolah
Gambar 5-2 Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan Daerah Terhadap Penerimaan Konsolidasian Provinsi Banten Tahun 2019
(Miliar Rupiah)
80
BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)
pendapatan potensial yang dapat dikenai pajak. PDRB juga menggambarkan kegiatan
ekonomi masyarakat yang jika berkembang dengan baik merupakan potensi yang baik
bagi pengenaan pajak di wilayah tersebut.
a. Rasio pajak Konsolidasian Provinsi Banten
Perkembangan rasio pajak terhadap PDRB di wilayah Provinsi Banten pada
tahun 2019 mencapai 8,73 persen, lebih rendah dibanding rasio pajak nasional sebesar
10,7 persen.
Tabel 5-3. Rasio Pajak terhadap PDRB Provinsi Banten tahun 2018 dan 2019
Sumber: LKPK,Kanwil DJP Prov.Banten, BPS Provinsi Banten (diolah)
Meskipun realisaisasi pendapatan perpajakan konsolidasian hanya sebesar 73,60
persen dari target yang telah ditetapkan, rasio pajak di Wilayah Provinsi Banten tersebut
mengalami penurunan 0,26 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang
mencapai 8,99 persen. Dengan ratio pajak tersebut masih perlu dioptimalkan karena
standar rasio pajak yang ideal menurut Menteri Keuangan Indonesia adalah 15 persen.
Untuk itu pemerintah hendaknya dapat lebih mengoptimalkan usaha intensifikasi dan
ekstensifikasi penerimaan perpajakan sehingga dapat meningkatkan penerimaan
perpajakan dan dapat mencapai target yang telah ditetapkan.
a) Rasio pajak per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
Rasio pajak Kabupaten Tangerang menunjukan angka yang paling tinggi yaitu
sebesar 19,51 persen Hal ini dikarenakan antara lain Kabupaten Tangerang memiliki
jumlah perusahaan industri besar
yang terbesar dibanding wilayah lain
di Banten.
Sementara itu rasio pajak terendah
pada Kab Lebak sebesar 0,55%. Hal
ini dikarenakan tidak didapat data
pajak pusat per kabupaten untuk
Kota Tangerang Selatan, Kota
Serang dan Kabupaten Lebak akibat
dari penggabungan wilayah kerja
Kantor Pelayanan Pajak .
Gambar 5-3. Rasio Pajak Konsolidasian per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
Tahun 2019
Sumber: LKPK, Kanwil DJP Banten, BPS Provinsi Banten
Uraian 2018 2019
Penerimaan Perpajakan Konsolidasian 55,298,776,198,203 58,084,510,651,944
PDRB (ADHB) Provinsi Banten 614,906,613,899,765 664,963,401,566,779
Rasio Pajak 8.99% 8.73%
81
BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)
b) Rasio pajak per Kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
Pajak perkapita menunjukan kontribusi setiap penduduk pada pendapatan
perpajakan suatu daerah. Berdasarkan daerah, penerimaan perpajakan Kota Cilegon
menunjukkan angka yang paling
tinggi dengan pajak perkapita
Rp7,93 juta. yang berarti setiap
penduduk di Kota Cilegon
berkontribusi terhadap
penerimaan perpajakan sebesar
Rp7,93 juta. Hal ini disebabkan
Kota Cilegon merupakan Kota
industri. Sedangkan terlihat pada
gambar 5.4 Kota Tangerang
Selatan pajak perkapitanya
rendah salah satu penyebabnya
tidak didapat data pajak pusat per kabupaten untuk kota Tangerang Selatan.
5.2.4. Analisis Pertumbuhan Ekonomi terhadap kenaikan realisasi pendapatan
konsolidasian.
Pendapatan di suatu daerah dapat diperluas tidak hanya pada PAD yang diterima
Pemerintah Daerah namun mencakup seluruh penerimaan pemerintahan pusat dan
daerah di wilayah tersebut yang terdiri dari:
1. Pendapatan pajak daerah,
2. Retribusi daerah,
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan
4. Lain-lain PAD yang sah.
5. Penerimaan perpajakan, PNBP, dan pendapatan BLU pemerintah pusat
Tabel 5-4. Realisasi Pendapatan Konsolidasian Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi Banten Tahun 2018 dan 2019
Sumber: LKPK dan BPS Provinsi Banten ( diolah)
Gambar 5-4. Pajak Perkapita Konsolidasian per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2019
Sumber LKPK Kanwil DJPb Banten, BPS Provinsi Banten
Uraian 2019 Kenaikan
Realisasi Realisasi
Penerimaan Perpajakan 55,298,776,198,203 58,084,510,651,944 5.04%
PNBP 4,696,508,154,351 4,582,551,150,356 -2.43%
Total 59,995,284,352,554 62,667,061,802,300 4.45%
PDRB (ADHB) 614,906,613,899,765 664,963,401,566,779 8.14%
2018
82
BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)
Pada tahun 2019 PDRB Harga Berlaku Provinsi Banten terealisasi sebesar
Rp664,96 triliun naik sebesar 8,14 persen dari tahun sebelumnya. Sementara itu pada
periode yang sama, pendapatan yang diterima pemerintah daerah dan pemerintah pusat
terealisasi sebesar Rp62,67 triliun atau naik sebesar 4,45 persen. Hal ini menunjukkan
bahwa kenaikan PDRB Provinsi Banten diimbangi dengan peningkatan Pendapatan
Pemerintah. Meskipun begitu, pemerintah daerah masih dapat meningkatkan potensi
penerimaannya untuk dapat meningkatkan PDRBnya.
5.3. BELANJA KONSOLIDASIAN
Belanja Konsolidasian Tingkat Wilayah adalah konsolidasian seluruh belanja
pemerintah pusat dan pemerintah daerah suatu wilayah yang telah dilakukan eliminasi
terhadap akun-akun resiprokal.
5.3.1. Analisis Proporsi dan Perbandingan
Pada tahun 2019 realisasi belanja dan transfer konsolidasian mencapai Rp45,16
triliun. Porsi 75,28 persen bersumber dari anggaran pemerintah daerah dan 24,72
persen bersumber dari anggaran pemerintah pusat. Realisasi Belanja Pegawai
konsolidasian mencapai Rp14.96 triliun yang bersumber dari APBD sebesar Rp11,16
Triliun (74,58 persen) dan dari APBN sebesar Rp3,80 Triliun (25,42 persen). Belanja
barang konsolidasian mencapai Rp16,51 triliun dengan komposisi 67,80 persen dari
pemerintah daerah dan 32,20 persen dari pemerintah pusat. Belanja Modal
Konsolidasian mencapai Rp8,84 triliun dengan komposisi 77,74 persen berasal dari
APBD dan 22,26 persen dari APBN. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi pemerintah
daerah terhadap perekonomian di wilayah Provinsi Banten lebih besar dari pemerintah
pusat.
Gambar 5-5. Perbandingan Belanja dan Transfer Pemerintah Pusat dan Pemda terhadap Belanja dan Transfer Konsolidasian pada Provinsi Banten Tahun 2019
Sumber : LKPK Kanwil DJPb Banten
83
BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)
5.3.2. Analisis Perubahan
Realisasi belanja konsolidasian tahun 2019 mengalami kenaikan jika dibandingkan
dengan periode yang sama
tahun 2018 akan tetapi pada
beberapa jenis belanja
mengalami penurunan, yaitu
belanja pegawai, modal, dan
hibah. Penurunan belanja modal
tidak sejalan dengan kebijakan
peningkatan porsi anggaran
belanja modal terhadap total
belanja pemerintah. Sehingga
dengan penurunan belanja
modal pemerintah akan
mengurangi kontribusi
komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) di dalam PDRB.
5.3.3. Analisis Rasio Belanja Operasi Konsolidasian Terhadap Total Belanja
Konsolidasian.
Belanja operasi terdiri atas belanja pegawai konsolidasian dengan belanja
barang konsolidasian. Rasio belanja operasi terhadap total belanja konsolidasian
mengindikasikan porsi belanja pemerintah untuk mendukung operasional pemerintahan.
Pada tahun 2019 rasio belanja operasi terhadap total belanja konsolidasian di Provinsi
Banten sebesar 69,78 persen. Sedangkan tahun 2018 sebesar 68,85 persen. Hal ini
menunjukan bahwa alokasi anggaran pemerintah untuk kegiatan operasi pada tahun
2019 mengalami peningkatan
Tabel 5-5. Rasio Belanja Operasi Provinsi Banten Tahun 2018 dan 2019
Sumber: LKPK Kanwil DJPb Provinsi Banten (diolah)
5.3.4. Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Jumlah Penduduk
Rasio belanja konsolidasian terhadap jumlah penduduk (belanja konsolidasian
perkapita) menunjukan seberapa besar belanja pemerintah pusat dan pemerintah
daerah yang digunakan untuk menyejahterakan per penduduk di suatu daerah. Semakin
Sumber: LKPK Kanwil DJPb Provinsi Banten
Gambar 5-6. Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi Banten Tahun 2018-2019 (Miliar)
Rupiah)
Uraian
Konsolidasian Rasio Konsolidasian Rasio
Belanja Operasi (Pegawai + Barang) 28,301,017,747,004 68.85% 31,472,940,909,231 69.78%
Total Belanja dan Transfer 41,106,658,693,419 45,105,068,204,942
2018 2019
84
BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)
besar nilainya, semakin besar belanja yang dikeluarkan untuk menyejahterakan satu
orang penduduk di wilayah tersebut sehingga semakin besar kemungkinan tercapainya
kesejahteraan. Sebaliknya, semakin kecil angka rasionya, semakin kecil dana yang
disediakan pemerintah untuk menyejahterakan penduduknya. Rasio total belanja
konsolidasian terhadap jumlah penduduk Provinsi Banten tahun 2019 adalah Rp1,05
juta per kapita. Hal ini berarti dalam rangka meningkatkan kesejahteraan penduduknya,
selama tahun 2019 pemerintah telah membelanjakan sebesar Rp1,05 juta untuk setiap
jiwa penduduknya. Secara umum pada tahun 2019 rasio belanja pemerintah per jiwa
pada kabupaten dan kota Provinsi Banten mengalami kenaikan dibanding tahun 2018.
Angka rasio tertinggi pada Kota Serang mencapai Rp5,46 juta per jiwa, sedangkan
terendah Kabupaten Tangerang Rp2,26 juta per jiwa.
Apabila dibandingkan antar regional, terdapat kesenjangan/perbedaan rasio yang
cukup tinggi. Hal ini antara lain karena adanya kesenjangan jumlah belanja pemerintah
dan kesenjangan jumlah penduduk antara kabupaten/kota. Kabupaten Tangerang
memiliki belanja pemerintah yang cukup tinggi (Rp8.601,58 miliar) namun jumlah
penduduknya banyak (3.800.787 jiwa) maka rasio rasio belanja pemerintah menjadi
kecil. Sebaliknya Kota Cilegon dengan penduduk relatif sedikit (431.305jiwa) namun
jumlah belanja pemerintahnya tinggi (Rp2.316,66 miliar).
5.3.5. Analisis Belanja
Analisis ini untuk mengetahui arah dan sensitivitas dari kebijakan fiskal pemerintah
daerah yang tercermin dari belanja APBD. Untuk itu analisis dilakukan dengan
memperbandingkan belanja APBN dan APBD dengan beberapa indikator.
Gambar 5-7. Belanja Pemerintah Konsolidasian Provinsi Banten Per Kapita Tahun 2018-2019 (Juta Rupiah)
Sumber: LRA Pemda Wilayah Banten, MEBE dan BPS Provinsi Banten (data diolah)
85
BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)
a. Rasio Belanja Pendidikan Konsolidasian Terhadap Jumlah Penduduk
Rasio belanja pendidikan konsolidasian tertinggi berada di Kota Serang dengan
rasio Rp1.905.974 per jiwa. Hal ini menunjukkan keseriusan Pemda Kota Serang dalam
meningkatkan mutu pendidikan. Sedangkan rasio terendah berada di Kota Tangerang
Selatan dengan rasio Rp499.098 per jiwa.
b. Perbandingan dengan Belanja APBN
1) Rasio belanja non pegawai, untuk mengetahui proporsi sumber dana non
belanja pegawai yang dikelola oleh pemerintah daerah.
Tabel 5-6. Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019
Sumber: LRA Pemda se-Provinsi Banten , MEBE (data diolah)
Dari tabel di atas rasio dana kelolaan belanja non pegawai hanya mencapai
angka 1,10 persen, yang berarti belanja APBN (DK/TP/UB) yang akan
dilaksanakan pemerintah daerah tidak signifikan dibanding dengan belanja non
pegawai APBD.
2) Motor penggerak pertumbuhan regional Banten didominasi dana APBD ditandai
dengan Rasio Belanja Modal APBN yang hanya mencapai 28,64 persen dari
dana APBD
Gambar 5-8. Rasio Belanja Pendidikan Konsolidasian Per JIwa Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2018-2019
Sumber: MEBE DJPb,LKPK Kanwil DJPb, BPS Provinsi Banten (diolah)
Uraian Realisasi
Belanja APBN (DK+TP+UB) 250,728,816,121
Belanja APBD (Non Pegawai) 22,837,292,399,417
Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai 1.10%
86
BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)
Tabel 5-7. Rasio Belanja Modal Tahun 2019
Sumber: LRA Pemda se-Provinsi Banten, MEBE (data diolah)
c. Perbandingan dengan Populasi
Indikator ini berfungsi sebagai perbandingan spasial antar wilayah untuk untuk
mendapatkan proporsi antara kebijakan fiskal yang tercermin dari anggaran dengan
indikator demografis (populasi)sehingga dapat diperoleh gambaran yang lebih fair
besaran anggaran suatu wilayah. Rasio belanja konsolidasian terhadap jumlah populasi
di Provinsi Banten tahun 2019 sebesar Rp.4,75 juta per jiwa, yang berarti bahwa belanja
belanja pemerintah pusat dan daerah yang digunakan untuk memberikan pelayanan
kepada 1 orang penduduk adalah sebesar Rp.4,75 juta.
5.3.6. Analisis Anggaran Belanja Sektoral
Perhitungan Rasio berikut bertujuan mendapatkan perbandingan (secara
indikatif) dampak/sensivitas dari pertumbuhan belanja pemerintah daerah pada tiap
bidang kepada pertumbuhan beberapa indikator sosial-ekonomi terkait.
a. Bidang Pelayanan publik dan birokrasi
Tabel 5-9. Rasio Alokasi Belanja Pelayanan Publik Tahun 2019
Sumber: LRA Pemda se-Provinsi Banten ,MEBE DJPb (data diolah)
b. Belanja Bidang Kesehatan
Tabel 5-10. Rasio Alokasi Belanja Kesehartan Tahun 2019
Sumber: LRA Pemda se-Provinsi Banten ,MEBE DJPb (data diolah)
Uraian Realisasi
Belanja Modal APBN ( KP/KD/DK/TP/UB) 1,969,296,937,556
Belanja Modal APBD 6,876,283,096,770
Rasio Belanja Modal APBN-APBD 28.64%
Uraian Realisasi
Pagu Belanja pelayanan publik APBN + APBD 27,284,210,672,398
Pagu Belanja APBN + APBD 48,150,778,004,798
Rasio Alokasi Belanja Pelayanan Publik 56.66%
Uraian Realisasi
Pagu Belanja Kesehatan APBN + APBD 5,244,233,153,184
Pagu Belanja APBN + APBD 48,150,778,004,798
Rasio Belanja Kesehatan 10.89%
Uraian Realisasi
Total Belanja APBN 27,356,717,632,351
Total Belanja APBD 33,997,764,699,463
Total Belanja 61,354,482,331,814
Jumlah Populasi Provinsi Banten (jiwa) 12,927,316
Rasio Belanja Terhadap Populasi 4,746,111.44
Tabel 5-8. Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Tahun 2019
Sumber : LRA Pemda se-Provinsi Banten ,MEBE DJPb, BPS Provinsi Banten (data diolah)
87
BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)
c. Belanja Bidang Pendidikan
Tabel 5-11. Rasio Alokasi Belanja Pendidikan Tahun 2019
Sumber: LRA Pemda se-Provinsi Banten ,MEBE DJPb (data diolah)
d. Belanja Bidang Perlindungan Sosial
Tabel 5-12. Rasio Alokasi Belanja Perlindungan Sosial Tahun 2019
Sumber: LRA Pemda se-Provinsi Banten ,MEBE DJPb (data diolah)
e. Bidang Pariwisata dan Budaya
Tabel 5-13. Rasio Alokasi Belanja Pariwisata dan Budaya Tahun 2019
Sumber: LRA Pemda se-Provinsi Banten ,MEBE DJPb (data diolah)
Berdasarkan Rasio belanja di atas, dapat diketahui bahwa prioritas kebijakan
fiskal pemerintah Banten mengarah pada bidang “Pelayanan Publik dengan rasio
sebesar 56,66 persen. Rasio Belanja Pendidikan telah lebih dari 20 persen. Peningkatan
rasio pendidikan 2019 dibandingkan tahun 2018 (17,60 persen) terbukti dapat
meningkatkan IPM Banten di tahun 2019 pada dimensi pengetahuan, yaitu
meningkatnya angka Harapan Lama Sekolah (12,85 tahun menjadi 12.88 tahun) dan
Rata-rata Lama Sekolah (8,62 tahun menjadi 8,74 tahun).
5.4. SURPLUS/DEFISIT
Keseimbangan umum atau Surplus/Defisit adalah selisih lebih/kurang antara
pendapatan daerah dan belanja daerah tahun anggaran yang sama. surplus/defisit
dalam LKPK-TW merupakan gabungan surplus defisit APBD ditambah dengan surplus
defisit LKPP tingkat wilayah.
5.4.1. Komposisi Surplus/Defisit Konsolidasian dan Rasio
Pada tahun 2019 Surplus Pemerintah Konsolidasian di Provinsi Banten
mencapai Rp18,77 triliun. Surplus tersebut berasal dari Pemerintah Pusat di wilayah
Uraian Realisasi
Pagu Belanja Pendidikan APBN + APBD 14,174,078,521,419
Pagu Belanja APBN + APBD 48,150,778,004,798
Rasio Bidang Pendidikan 29.44%
Uraian Realisasi
Pagu Belanja Perlindungan Sosial APBN + APBD 473,989,684,783
Pagu Belanja APBN + APBD 48,150,778,004,798
Rasio belanja kesejahteraan 0.98%
Uraian Realisasi
Pagu Belanja Pariwisata dan Budaya APBN + APBD 139,832,760,256
Pagu Belanja APBN + APBD 48,150,778,004,798
Rasio bidang pertanian 0.29%
88
BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)
Banten 104,44 persen dan Pemerintah Daerah Banten di wilayah Provinsi Banten
mengalami desifit sebesar 4,44 persen. Pemerintah Pusat di wilayah Banten
menyumbang Rp19,60 triliun dan Pemda di wilayah Banten menyumbang defisit
sebesar Rp0,83 triliun. Sedangkan rasio surplus konsolidasian Provinsi Banten terhadap
PDRB mencapai 3,05 persen yang terdiri dari pemda di wilayah Banten defisit sebesar
0,14 persen dan Pemerintah Pusat surplus sebesar 3,19 persen.
Tabel 5-14. Rasio Surplus/Defisit Konsolidasian terhadap PDRB pada Provinsi Banten
Sumber : LKPK dan BPS data diolah
5.4.2. Perbandingan Rasio Surplus/Defisit antar Kabupaten/Kota
Secara keseluruhan apabila dirinci pada masing-masing Kabupaten/Kota,
keseimbangan umum atau surplus/defisit berada pada posisi surplus dan defisit. Surplus
konsolidasian tertinggi terjadi di Kabupaten Tangerang sebesar Rp19.230,08 miliar dan
defisit terbanyak pada Kota Serang Rp3.948,65 miliar. Defisit di beberapa Kabupaten/
Kota antara lain
disebabkan tidak
diperoleh data pajak
pusat per kabupaten
untuk Kota Tangerang
Selatan Kabupaten
Lebak dan Kota
Serang. Surplus
Konsolidasian tahun
2019 untuk Provinsi
Banten adalah sebesar
Rp18,77 triliun. Nilai
surplus tersebut semua
berasal dari APBN sebesar Rp19,60 triliun, sedangkan untuk APBD defisit Rp0,83 triliun.
Hal ini menunjukkan bahwa APBN berperan sebagai fungsi distribusi. Penerimaan
perpajakan bagian pemerintah pusat dicatat APBN namun tidak dirinci per daerah.
Selanjutnya seluruh penerimaan tersebut didistribusikan ke seluruh Pemerintah Daerah
dalam bentuk belanja transfer ke daerah.
Uraian Rasio Terhadap PDRB
Realisasi Komposisi
Pemda di Provinsi Banten 834,012,830,172- -4.44% -0.14%
Pempus di Provinsi Banten 19,600,388,127,824 104.44% 3.19%
Konsolidasian 18,766,375,297,652 100.00% 3.05%
Surplus/Defisit
Gambar 5-9. Surplus/Defisit Konsilidasi Per Kabupaten/ Kota di Provinsi Banten Tahun 2019 ( Miliar Rupiah)
Sumber; LKPK Kanwil DJPb Provinsi Banten (diolah)
89
BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)
5.5. Analisi Dampak Kebijakan Fiskal Agregat
Kontribusi pemerintah terhadap PDRB berasal dari belanja pemerintah dan
investasi. Nilai belanja pemerintah merupakan total nilai dari kompensasi pegawai,
penggunaan barang dan jasa, konsumsi aset tetap dan manfaat sosial dikurangi dengan
nilai penjualan barang dan jasa. Sedangkan nilai investasi pemerintah adalah nilai aset
tetap pada transaksi aset non keuangan netto pada Laporan Operasional sebagai salah
satu komponen Laporan Statistik Keuangan Pemerintah Tingkat Wilayah.
Tabel 5-15. Laporan Operasional Statistik Pemerintah Umum Tingkat Wilayah Provinsi Banten Tahun 2018-2019
Sumber: GFS Kanwil DJPb Provinsi Banten Tahun 2018 Audited dan tahun 2019 unaudited
Kontribusi belanja pemerintah (G) terhadap PDRB Banten tahun 2019 adalah
sebesar 4,64 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2018. Sedangkan
kontribusi Investasi Pemerintah (I) terhadap PDRB hanya sebesar 1,33 persen, turun
90
BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)
jika dibandingkan dengan tahun 2018. Kondisi perekonomian Banten yang tumbuh
melambat di tahun 2019 memerlukan belanja pemerintah yang lebih banyak, karena
memiliki efek jangka waktu yang lebih pendek dibandingkan dengan investasi
pengadaan aset tetap, agar kondisi perekonomian di tahun 2020 tumbuh lebih baik.
Tabel 5-16. Kontribusi Pemerintah Terhadap PDRB Provinsi Banten Tahun 2018-2019
Sumber: GFS Tahun 2018 Audited , GFS Tahun 2019 unaudited Kanwil DJPb Provinsi Banten, dan BPS
91
6.1. KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI REGIONAL
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan
ekonomi regional dan mempunyai implikasi kebijakan yang cukup luas, walaupun
disadari bahwa proses pembangunan bukan hanya ditentukan oleh faktor ekonomi
seperti sumber daya alam, akumulasi modal, organisasi, kemajuan teknologi,
pembagian kerja dan skala produksi tetapi juga faktor nonekonomi seperti : faktor sosial,
faktor manusia, faktor politik dan adminstrasi.
Pembahasan tentang struktur dan faktor penentu pertumbuhan ekonomi regional
semakin meningkat dalam era otonomi, masing-masing daerah berlomba-lomba untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya. Pertumbuhan ekonomi dapat
didefinisikan perkembangan kegiatan perekonomian yang menyebabkan barang dan
jasa yang diproduksi masyarakat bertambah. Salah satu cara menilai pertumbuhan
ekonomi adalah melalui penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB) menurut harga-
harga yang berlaku dalam tahun dasar (Sukirno,2000).
Laju pertumbuhan ekonomi (LPE)
Banten dalam kurun waktu 2014-
2019 bergerak fluktuatif tetapi
memiliki angka LPE yang lebih tinggi
dari LPE Nasional.
Setiap daerah berupaya
untuk meningkatkan LPE, yang
dinilai berdasarkan besaran
Pandapatan Domestik Regional
Bruto (PDRB). Untuk meningkatkan
nilai PDRB maka setiap daerah
harus mengetahui sektor-sektor pembentuk PDRB di daerahnya, dan menentukan
sektor-sektor yang merupakan unggulan daerah tersebut.
Untuk menentukan sektor-sektor unggulan di Banten digunakan tiga analisis
yang digabungkan dalam analisis overlay sehingga identifikasi sektor potensial menjadi
lebih komprehensif dengan melihat dari sisi pertumbuhan, keunggulan komparatif,
spesialisasi dan keunggulan kompetitif. Analisis dilakukan menggunakan PDRB Banten
dan PDB Indonesia yang dibagi berdasarkan sektor dengan periode observasi tahun
BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN FISKAL REGIONAL
Sumber : BPS
Gambar 6-1 Perkembangan Laju Pertumbuhan
Ekonomi Banten 2015-2019
92
BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL
2014-2018. Alat analisis yang digunakan adalah analisis Location Quotient (LQ), analisis
Model Rasio Pertumbuhan (MRP), analisis Shift-Share Modifikasi Esteban Marquillas
(SS-EM), dan analisis Overlay.
6.1.1. Sektor Unggulan Dan Potensial Di Provinsi Banten Berdasarkan Analisis
RPs, LQ, SS-EM Dan Overlay
a. Analisis Location Quotient
Analisis Location Quotient digunakan untuk menunjukkan besar kecilnya
peranan kategori perekonomian suatu regional dengan membandingkan kategori yang
sama pada wilayah yang lebih besar. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi
kategori ekonomi potensial yang menjadi unggulan yang dapat dikembangkan pada
suatu wilayah dan dipergunakan untuk mengidentifikasi keunggulan komparatif
(comparative advantage) suatu wilayah. Dengan menggunakan metode yang mengacu
pada formulasi yang dikemukan oleh Arsad (1999).
Rumus LQ yang digunakan adalah 𝐿𝑄 =𝑋𝑖𝑗
𝑋𝑖⁄
𝑋𝑗𝑋⁄
dimana :
LQ : Indeks LQ kategori i di Provinsi Banten
𝑋𝑖𝑗 : PDRB ADHK kategori i Provinsi Banten
𝑋𝑖 : Total PDRB ADHK Provinsi Banten
𝑋𝑗 : Total PDRB ADHK kategori i di Indonesia
𝑋 : Total PDRB ADHK di Indonesian
Kriteri pengukuran model tersebut yaitu :
a) Jika nilai LQ>1, berarti kategori tersebut merupakan kategori potensial, yang
menunjukkan suatu kategori mampu melayani pasar baik di dalam maupun di luar
Provinsi Banten.
b) Jika nilai LQ<1, berarti kategori tersebut bukan merupakan kategori potensial, yang
menunjukkan suatu ketegori belum mampu melayani di Provinsi Banten.
c) Jika nilai LQ=1, berarti suatu ketegori hanya mampu melayani pasar di Provinsi
Banten saja atau belum dapat memasarkan hasil kategori tersebut ke luar daerah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa apabila LQ>1, berarti kategori
tersebut merupakan kategori unggulan di daerah dan potensial untuk dikembangkan
sebagai penggerak perekonomian daerah. Sebaliknya bila nilai LQ<1, berarti kategori
tersebut bulan merupakan kategori unggulan di daerah dan kurang potensial untuk
dikembangkan sebagai penggerak perekonomian daerah.
93
BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL
Tabel 6-1 Hasil Perhitungan LQ Provinsi Banten berdasarkan Sektor PDRB Tahun 2015-2019
Sumber : BPS (diolah)
Berdasarkan perhitungan analisis LQ, pada Provinsi Banten terdapat delapan
sektor yang memiliki unggulan komparatif dengan nilai LQ>1.
b. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)
MRP adalah kegiatan membandingkan pertumbuhan suatu kegiatan baik dalam
skala kecil maupun dalam skala besar. Dalam analisis MRP terdapat dua macam rasio
pertumbuhan yaitu :
1) Rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs), merupakan perbandingan antara
pertumbuhan pendapatan (PDRB) kategori i di Provinsi Banten, dengan
pertumbuhan pendapatan (PDB) kategori i di Indonesia
2) Rasio pertumbuhan wilayah referensi (RPr), merupakan perbandingan antara
laju pertumbuhan kegiatan i wilayah referensi dengan laju pertumbuhan total
kegiatan wilayah referensi.
Untuk penentuan sektor potensial di Provinsi Banten digunakan rasio pertumbuhan studi
di wilayah studi (RPs), dengan rumus sebagimana diutarakan yusuf (1999).
Rasio Pertumbuhan wilayah Studi (RPs) : 𝑅𝑃𝑠 =
∆𝑋𝑖𝑗𝑋𝑖𝑗(𝑡)⁄
∆𝑋𝑖𝑛𝑋𝑖𝑛(𝑡)⁄
dimana :
RPs : Rasio Pertumbuhan wilayah Studi
∆𝑋𝑖𝑗 : Perubahan PDRB ADHK kategori i Provinsi Banten
𝑋𝑖𝑗(𝑡) : PDRB ADHK kategori i di Provinsi Banten pada tahun akhir analisis
∆𝑋𝑖𝑛 : Perubahan PDRB ADHK kategori i di Indonesia
2014 2015 2016 2017 2018
A. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,43 0,44 0,44 0,44 0,43 0,44
B. Pertambangan dan Penggalian 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09
C. Industri Pengolahan 1,70 1,68 1,66 1,64 1,63 1,66
D. Pengadaan Listrik dan Gas 1,11 1,01 0,99 1,00 0,93 1,01
E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang1,15 1,18 1,20 1,19 1,43 1,23
F. Konstruksi 0,95 0,95 0,96 0,97 1,00 0,97
G. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor1,00 1,00 1,01 1,02 1,05 1,01
H. Transportasi dan Pergudangan 1,63 1,63 1,62 1,62 1,52 1,61
I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,77 0,79 0,80 0,81 0,83 0,80
J. Informasi dan Komunikasi 1,14 1,13 1,11 1,11 1,10 1,12
K. Jasa Keuangan dan Asuransi 0,71 0,75 0,73 0,74 0,71 0,73
L. Real Estate 2,71 2,79 2,88 2,98 3,06 2,88
M,N. Jasa Perusahaan 0,59 0,59 0,59 0,57 0,56 0,58
O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib0,50 0,52 0,53 0,52 0,53 0,52
P. Jasa Pendidikan 0,92 0,94 0,97 0,98 0,99 0,96
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,06 1,08 1,08 1,07 1,07 1,07
R,S,T,U. Jasa lainnya 0,88 0,87 0,86 0,85 0,83 0,86
Kategori Lapangan Usaha PDRB Rata-RataLQ Provinsi Banten
94
BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL
𝑋𝑖𝑛(𝑡) : PDRB ADHK kategor i di Indonesia pada tahun akhir analisis
Kriteri pengukuran Rps yaitu :
a) Jika nilai RPs>1, berarti kategori tersebut merupakan kategori potensial,
berdasarkan kriteria pertumbuhan.
b) Jika nilai RPs<1, berarti kategori tersebut bukan merupakan kategori potensial,
berdasarkan kriteria pertumbuhan.
Tabel 6-2 Hasil Perhitungan RPs di Provinsi Banten, Berdasarkan PDRB Tahun 2015-2019
Sumber : BPS Prov Banten
Berdasarkan perhitungan analisis Rps, pada Provinsi Banten terdapat 9 sektor
yang memiliki unggulan komparatif dengan nilai RPs>1.
c. Analisis Shift-Share Modifikasi Esteban Marquillas
Untuk dapat mengidentifikasi keunggulan daerah dan menganalisis kategori
yang menjadi dasar perekonomian maka digunakan teknik analisis shift share. Teknik
analisis ini dilakukan untuk mengetahui perubahan dan pergesaran kategori atau industri
pada perekonomian regional. Analisis shift-share menggambarkan kinerja kategori-
kategori di suatu wilayah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Bila suatu
daerah memperoleh kemanjuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian
nasional, maka akan dapat ditemukan adanya shift (pergeseran) hasil pembangunan
daerah. Selain itu dilakukan analisis terhadap penyimpangan yang terjadi sebagi hasil
dari perbandingan tersebut. Bila penyimpangan ini positif, hal itu disebut keunggulan
kompetitif dari suatu kategori dalam wilayah tersebut (soepono,1993).
Selanjutnya untuk mengetahui tingkat spesialisasi perekonomian di suatu daerah
dapat dilakukan dengan modifikasi analisis shift-share yang dilakukan oleh Esteban-
2016 2017 2018 2019
A. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,95 1,11 0,92 0,60 1,14
B. Pertambangan dan Penggalian 3,62 -1,04 0,34 0,31 0,81
C. Industri Pengolahan 0,73 0,86 0,85 0,96 0,85
D. Pengadaan Listrik dan Gas -0,77 0,33 1,32 -0,85 0,01
E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang1,89 1,58 0,89 -0,45 0,98
F. Konstruksi 1,21 1,22 1,27 1,56 1,31
G. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor0,96 1,38 1,46 1,64 1,36
H. Transportasi dan Pergudangan 1,03 1,01 1,05 0,12 0,80
I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,47 1,54 1,32 1,36 1,42
J. Informasi dan Komunikasi 0,91 0,88 1,12 0,96 0,96
K. Jasa Keuangan dan Asuransi 1,60 0,71 1,67 0,38 1,09
L. Real Estate 1,66 2,16 2,20 1,57 1,90
M,N. Jasa Perusahaan 1,01 0,94 0,77 0,84 0,89
O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib2,22 2,32 0,75 1,70 1,75
P. Jasa Pendidikan 1,73 2,01 1,39 1,22 1,59
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,44 1,19 0,96 0,98 1,14
R,S,T,U. Jasa lainnya 0,94 0,95 0,85 0,82 0,89
RPs Provinsi BantenRata-RataKategori Lapangan Usaha PDRB
95
BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL
Marquillas. Esteban Marquillas telah melakukan modifikasi terhadap teknik shift-share
untuk memecahkan masalah pengaruh efek alokasi dan spesialisasi (Soepono,1993).
a) Jika (𝑟𝑖𝑗-𝑟𝑖𝑛) > 0, Kategori i memiliki keunggulan kompetitif
𝑟𝑖𝑗 =(𝐸𝑖𝑗,𝑡−𝐸𝑖𝑗)
𝐸𝑖𝑗 𝑟𝑖𝑛 =
(𝐸𝑖𝑛,𝑡−𝐸𝑖𝑛)
𝐸𝑖𝑛
𝐸𝑖𝑗 : PDRB kategori i di Provinsi Banten tahun awal analisis
𝐸𝑖𝑗,𝑡 : PDRB kategori i di Provinsi Banten tahun akhir analisis
𝐸𝑖𝑛 : PDRB kategori i di Indonesia tahun awal analisis
𝐸𝑖𝑛,𝑡 : PDRB kategori i di Indonesia tahun akhir analisis
b) Jika (𝐸𝑖𝑗-𝐸𝑖𝑗∗ ) > 0, Kategori i memiliki keunggulan spesialisasi.
𝐸𝑖𝑗∗ = 𝐸𝑗 ×
(𝐸𝑖𝑛)
𝐸𝑛
𝐸𝑗 : Total PDRB di Provinsi Banten tahun awal analisis
𝐸𝑛 : Total PDRB di Indonesia tahun awal analisis
Berdasarkan perhitungan analisis Shift-Share Esteban Marquillas, pada Provinsi
Banten diperoleh data sebagai berikut :
1) Terdapat 8 sektor memiliki keunggulan kompetitif yang ditandai dengan hasil (𝑟𝑖𝑗-
𝑟𝑖𝑛) > 0 atau memiliki nilai positif.
2) Terdapat 7 sektor memiliki keunggulan spesialisasi yang ditandai dengan hasil (𝐸𝑖𝑗-
𝐸𝑖𝑗∗ ) > 0 atau memiliki nilai positif.
(Rij-Rin) (Eij-E*ij)
A. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan -0,01 -27.670,83
B. Pertambangan dan Penggalian -0,04 -28.971,24
C. Industri Pengolahan -0,02 56.164,41
D. Pengadaan Listrik dan Gas -0,07 47,47
E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang0,22 56,09
F. Konstruksi 0,07 -1.718,55
G. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor0,08 -134,96
H. Transportasi dan Pergudangan -0,06 9.724,99
I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,08 -2.460,48
J. Informasi dan Komunikasi -0,01 2.496,08
K. Jasa Keuangan dan Asuransi -0,03 -3.962,59
L. Real Estate 0,13 20.513,93
M,N. Jasa Perusahaan -0,05 -2.673,72
O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib0,05 -6.339,21
P. Jasa Pendidikan 0,08 -726,42
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,01 329,58
R,S,T,U. Jasa lainnya -0,04 -824,72
Shift Share Esteban Kategori Lapangan Usaha PDRB
Tabel 6-3 Hasil Perhitungan SS-EM di Provinsi Banten, Berdasarkan PDRB Tahun 2015-2019
Sumber : BPS Prov Banten
96
BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL
Dari tabel diatas diperoleh hasil bahwa terdapat 3 sektor, yaitu pengadaan air,
real estate, dan jasa kesehatan dan kegiatan sosial yang memiliki nilai positif untuk (𝑟𝑖𝑗-
𝑟𝑖𝑛) dan (𝐸𝑖𝑗-𝐸𝑖𝑗∗ ).
d. Analisis Overlay
Setelah dilakukan analisis Location Quetient (LQ), Model Rasio Pertumbuhan
(MRP), analisis dilanjutkan dengan menggunakan analisis overlay, yang bertujuan untuk
memperoleh deskripsi kegiatan ekonomi unggulan dan potensial dalam suatu wilayah.
Berdasarkan hasil analisis overlay, Terdapat dua sektor potensial di Provinsi
Banten yaitu sektor real estate dan sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial.
6.1.2. Sektor Real Estate
Kategori ini mencakup kegiatan orang yang menyewakan, agen dan atau
broker/perantara dalam penjualan atau pembelian real estate, penyewaan real estate
dan penyediaan jasa real estate lainnya, seperti jasa penaksir real estate atau bertindak
sebagai agen pemegang wasiat real estate. Kegiatan dalam kategori ini bisa dilakukan
atas milik sendiri atau milik orang lain yang disewa dan bisa dilakukan atas dasar balas
jasa atau kontrak. Termasuk kegiatan pembangunan gedung, yang disatukan dengan
pemeliharaan atau penyewaan bangunan tersebut. Kategori ini mencakup pengelola
bangunan real estate. Real estate adalah properti berupa tanah dan bangunan.
Keunggulan
KompetitifSpesialisasi
(RPs) (LQ) (Rij-Rin) (Eij-E*ij)
A. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,14 0,44 -0,01 -27670,83 + - - -
B. Pertambangan dan Penggalian 0,81 0,09 -0,04 -28971,24 - - - -
C. Industri Pengolahan 0,85 1,66 -0,02 56164,41 - + - +
D. Pengadaan Listrik dan Gas 0,01 1,01 -0,07 47,47 - + - +
E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang0,98 1,23 0,22 56,09 - + + +
F. Konstruksi 1,31 0,97 0,07 -1718,55 + - + -
G. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor1,36 1,01 0,08 -134,96 + + + -
H. Transportasi dan Pergudangan 0,80 1,61 -0,06 9724,99 - + - +
I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,42 0,80 0,08 -2460,48 + - + -
J. Informasi dan Komunikasi 0,96 1,12 -0,01 2496,08 - + - +
K. Jasa Keuangan dan Asuransi 1,09 0,73 -0,03 -3962,59 + - - -
L. Real Estate 1,90 2,88 0,13 20513,93 + + + +
M,N. Jasa Perusahaan 0,89 0,58 -0,05 -2673,72 - - - -
O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib1,75 0,52 0,05 -6339,21 + - + -
P. Jasa Pendidikan 1,59 0,96 0,08 -726,42 + - + -
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,14 1,07 0,01 329,58 + + + +
R,S,T,U. Jasa lainnya 0,89 0,86 -0,04 -824,72 - - - -
Lapangan Usaha PDRBRasio
Pertumbuhan
Keunggulan
Komparatif
Analisis SS-EMOverlay /
Potensi
Tabel 6-4. Analisis Overlay Potensi Ekonomi Provinsi Banten Tahun 2015-2019
Sumber : BPS Prov Banten, diolah
97
BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL
Sektor real estate memiliki porsi antara 7-8 persen dalam struktur PDRB Banten
selama kurun waktu 2015-2019, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7,82 persen.
Meskipun kontribusi sektor real estate
terhadap pembentukan PDRB bukan
yang paling dominan, namun sektor real
estate berdasarkan analisis location
quetion (LQ) memiliki nilai LQ tertinggi
dibanding sektor lain sebesar 2,88 dan
berdasarkan analisis shift-share
Esteban Morquilas memiliki keunggulan
kompetetif tertinggi kedua dibanding
sektor pengadaan air sebesar 0,13 dan nilai spesialisasi sebesar 20.513,93 tertinggi ke-
2 setelah sektor industri pengolahan.
Permasalahan yang sering terjadi di daerah perkotaan adalah kesulitan dalam
pemenuhan kebutuhan tempat tinggal, terutama kepemilikan rumah. Hal ini disebabkan
antara lain terbatasnya lahan perumahan dan tingginya harga rumah di daerah
perkotaan. persentase rumah tangga perkotaan yang tinggal di rumah sendiri jauh lebih
rendah dibandingkan dengan yang di perdesaan. Pada tahun 2016 kepemilikan rumah
di daerah perkotaan sebesar 75,39 persen. Pada tahun 2017 naik menjadi 75,89 persen
dan menurun pada tahun 2018 menjadi 75,79 persen. Di daerah perdesaan, rumah
bukan lagi menjadi permasalahan.
Gambar 6-2. Pertumbuhan Sektor Real Estate 2014-2018
Sumber : BPS
Sumber : BPS (Statistik Perumahan Provinsi Banten 2018)
Gambar 6-3. Persentase Rumah Tangga Menurut Kepemilikan, serta Kalsifikasi Daerah Tahun 2016-2018
98
BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL
Peluang pertumbuhan sektor real estate masih terbuka lebar, di Banten terdapat
18,67 persen rumah tangga yang belum memiliki rumah sendiri yang tersebesar pada
beberapa kabupaten/kota. Potensi terbesar di Kota Tangerang sebesar 39,06 persen,
disusul Kota Cilegon sebesar 25,18 persen. Mengingat keterbatasan lahan diperkotaan,
maka pembangunan bentuk rumah vertikal adalah pilihan yang terbaik.
6.1.3. Sektor Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial
Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial meliputi jasa kesehatan manusia,
jasa kesehatan hewan dan jasa kegiatan sosial. Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial memiliki porsi +/- 1 persen dalam struktur PDRB Banten selama kurun waktu
2015-2019, dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 7,31 persen.
Meskipun kontribusi Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial terhadap pembentukan
PDRB rendah, namun sektor ini
merupakan sektor yang sedang tumbuh
akhir-akhir ini yang ditunjukkan dengan
laju pertumbuhan diatas 7 persen,
sehingga pangsa sektor ini diperkirakan
akan terus meningkat seiring dengan
pertambahan penduduk dan tuntutan
akan pelayanan dan fasilitas kesehatan
yang semakin tinggi.
Sumber : BPS (Statistik Perumahan Provinsi Banten 2018)
Gambar 6-4. Persentase Rumah Tangga Menurut Kepemilikan, Menurut Kab/Kota Tahun 2018
Sumber : BPS Prov Banten
Gambar 6-5. Pertumbuhan Sektor Jasa
Kesehatan dan Kegiatan Sosial 2015-2019
99
BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL
Terpenuhi atau tidaknya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan rujukan dan perorangan di suatu wilayah dapat dilihat dari rasio tempat tidur
terhadap 1.000 penduduk. Standar WHO adalah 1 tempat tidur untuk 1.000 penduduk.
Rasio tempat tidur dirumah sakit di Indonesia dari tahun 2013-2017 sekitar 1 per 1.000
penduduk. Jumlah tempat tidur di
Indonesia sudah tercukupi menurut
WHO. Walaupun rasio tempat tidur
terhadap jumlah penduduk di Indonesia
pada tahun 2017 telah mencukupi,
namun Banten termasuk dalam delapan
provinsi dengan rasio tempat tidur
terhadap penduduknya kurang
mencukupi dengan rasio sebesar 0,88.
Belum terpenuhinya rasio tempat
tidur terhadap penduduk tersebut,
merupakan peluang untuk meningkatkan
sektor jasa kesehatan. Pemberian
kemudahan regulasi dan insentif ke swasta
untuk membangun rumah sakit baru atau
mengembangkan kapasitas rumah sakit
yang ada saat ini merupakan solusi terbaik.
6.2. TANTANGAN FISKAL REGIONAL
6.2.1. Ketergantungan Fiskal Pemerintah Daerah Terhadap Dana Transfer
Pada masa Presiden Habibie (1999) dikeluarkan Undang-Undang yang
mengatur mengenai pelaksanaan Otonomi Daerah, yaitu Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1999 mengatur tentang penyerahan sumber keuangan kepada daerah,
terutama melalui mekanisme transfer yang cukup besar kepada daerah dan juga
dibarengi dengan kekuasaan pengelolaannya. (wikiapbn, 2019, http://www.wikiapbn.org
/desentralisasi-fiskal/, 25 Februari 2019).
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemda diharapkan bisa menggali
potensi yang ada di daerah tersebut guna meningkatkan pendapatan asli daerah,
sehingga ketergantungan keuangan terhadap pemerintah pusat bisa berkurang. Rasio
Gambar 6-6. Rasio Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit Per 1000 penduduk Indonesia 2013-2017
Sumber : Kemenkes (Profil Kesehatan Indonesia 2017)
Tabel 6-5. Jumlah Fasilitas Kesehatan di
Banten 2011-2013
Sumber : BPS Banten
Fasilitas Kesehatan
2011 2012 2013
RS Pemerintah 10 11 12
Rumah Sakit Swasta 59 61 66
Puskesmas 222 228 232
Puskesmas Pembantu 261 261 261
Puskesmas Keliling 213 220 1270
Jumlah Fasilitas (Unit)
100
BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL
ketergantungan keuangan daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah
pendapatan transfer yang diterima oleh penerimaan daerah dengan total penerimaan
daerah. Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar tingkat ketergantungan
pemerintah daerah terhadap penerimaan pusat dan/atau pemerintah Provinsi.
Rasio ini dirumuskan sebagai berikut Mahmudi,(2010:142) :
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐾𝑒𝑡𝑒𝑟𝑔𝑎𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 = 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑓𝑒𝑟
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ × 100%
Untuk menilai tingkat ketergantungan keuangan suatu daerah maka digunakan
kriteria sebagai berikut :
Tabel 6-6. Kriteria Penilaian Ketergantuang Keuangan Daerah
Prosentase Ketergantungan Keuangan Daerah
0,00 – 10,00 Sangat Rendah
10,01 – 20,00 Rendah
20,01 – 30,00 Sedang
30,01 – 40,00 Cukup
40,01 – 50,00 Tinggi
50 Sangat Tinggi
Sumber:Tim Litbang Depdagri –Fisipol UGM, 1991 dalam (Bisma, 2010:77)
Berdasarkan perhitungan rasio ketergantungan atas pendapatan transfer dan
total pendapatan daerah pada pemerintah daerah di Provinsi Banten tahun 2016-2018,
serta merujuk kriteria penilaian ketergantungan keuangan daerah, maka diperoleh
infomasi sebagai berikut :
a) Pada tahun 2017, empat pemda dengan kriteria tingkat ketergantungan tinggi yaitu
Provinsi Banten, Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang dan Kabupaten
Tangerang, sedangkan lima pemda yang lain memiliki tingkat ketergantungan
sangat tinggi.
b) Pada tahun 2018, satu pemda dengan kriteria tingkat ketergantungan cukup yaitu
Pemda Provinsi Banten, tiga pemda dengan kriteria tingkat ketergantungan tinggi
yaitu Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang,
sedangkan lima pemda yang lain memiliki tingkat ketergantungan sangat tinggi.
c) Pada tahun 2019, satu pemda dengan kriteria tingkat ketergantungan cukup yaitu
Pemda Provinsi Banten, tiga pemda dengan kriteria tingkat ketergantungan tinggi
yaitu Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang,
sedangkan lima pemda yang lain memiliki tingkat ketergantungan sangat tinggi.
Untuk mengurangi ketergantungan tersebut, pemda harus meningkatkan
pendapatan asli daerah (PAD). Peningkatan PAD tidaklah mudah karena pemda
dibatasi ruangnya untuk mengkreasikan sumber-sumber penerimaan atau memperluas
101
BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL
basis penerimaan hanya pada yang tercantum dalam UU No 28 Tahun 2009 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Maka diperlukan perbaikan formulasi kebijakan di
bidang pendapatan daerah melalui pengembangan pajak dan retribusi daerah yang
harmonis dengan pajak pusat agar menjadi signifikan untuk dijadikan andalan
pendapatan daerah.
6.2.2. Disparitas Pembangunan Banten Utara dan Banten Selatan.
Tanggal 4 Oktober 2019 lalu, Provinsi Banten genap berusia 19 tahun, di usia
tersebut Banten belum dapat keluar dari persoalan ekonomi dan sosial. Salah satu
persoalan tersebut adalah disparitas pembangunan yang terjadi antara banten utara dan
banten selatan. Wilayah Banten utara terdiri dari enam kabupaten/kota yaitu Kabupaten
Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang, Kota Cilegon, Kota Serang dan Kota
Tangerang Selatan. Sedangkan wilayah Banten Selatan terdiri dari Kabupaten
Pandeglang dan Kabupaten Lebak. Berikut beberapa data terkait disparitas
pembangunan Banten Utara dan Banten Selatan.
a. Distribusi Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)
Distribusi PDRB antara Banten Utara dan Banten Selatan terlihat sangat jauh
berbeda secara rata-rata distibusi PDRB Banten Selatan dalam kurun waktu 2014-2018
hanya menyumbang 8,59 persen dari total PDRB Banten. Sedangkan rata-rata porsi
PDRB yang disumbangkan Banten Utara dalam kurun waktu tersebut sebesar 91,41
persen. Apabila dilihat dari distribusi PDRB berdasarkan kabupaten/kota, terlihat
Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak yang merupakan wilayah Banten Selatan
Gambar 6-7. Perkembangan Rasio Ketergantungan Pemda di Banten 2017-2019
Sumber : LKPK Kanwil DJPb Banten, diolah
102
BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL
memiliki porsi yang paling kecil dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Banten dalam
kurun waktu 2014-2018.
b. PDRB Per Kapita
Besaran PDRB antara Banten utara dan Banten Selatan terlihat sangat jauh
berbeda secara rata-rata besaran PDRB Per Kapita Banten Selatan dalam kurun waktu
2013-2017 hanya sebesar menyumbang Rp35,46 Juta. Sedangkan rata-rata besaran
PDRB Banten Utara dalam kurun waktu tersebut sebesar Rp407,99 juta. Apabila dilihat
dari besaran PDRB berdasarkan kabupaten/kota, terlihat Kabupaten Pandeglang dan
Kabupaten Lebak yang merupakan wilayah Banten Selatan memiliki nilai PDRB Per
Kapita paling kecil dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Banten dalam kurun waktu
2013-2018.
Tabel 6-8. Perbandingan PDRB Per Kapita Banten Selatan
dan Utara 2014-2018 (Jutaan)
Sumber : BPS
Kab/Kota
2014 2015 2016 2017 2018 Rata-rata
Kab Pandeglang 15,318 17,028 18,481 20,226 21,890 18,589
Kab Lebak 13,416 14,766 16,280 19,215 20,660 16,867
Total 28,734 31,794 34,761 39,441 42,55 35,456
Kab/Kota
2014 2015 2016 2017 2018 Rata-rata
Kab Tangerang 25,515 27,999 30,161 33,278 35,250 30,441
Kab Serang 31,685 35,077 38,124 41,021 47,710 38,723
Kota Tangerang 54,981 60,891 65,002 69,826 75,020 65,144
Kota Cilegon 172,092 186,986 195,976 208,696 223,950 197,540
Kota Serang 31,148 34,058 36,691 39,728 42,950 36,915
Kota Tangsel 35,539 36,442 38,504 41,33 44,350 39,233
Total 350,96 381,453 404,458 433,879 469,23 407,996
PDRB Per Kapita Banten Utara
PDRB Per Kapita Banten Selatan
Tabel 6-7. Perbandingan Distribusi PDRB Banten Selatan dan Utara 2014-2018 (Persen)
103
BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL
c. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Nilai IPM antara wilayah Banten Utara dan Banten Selatan dalam kurun waktu
2015-2019 terlihat jauh berbeda, secara rata-rata IPM Banten Selatan sebesar 63,42
poin, sedangkan IPM
Banten Utara sebesar
73,01 poin. Apabila dilihat
besaran IPM berdasarkan
kabupaten/kota, terlihat
kabupaten yang berlokasi
di Banten Selatan yaitu
Kabupaten Pandeglang
dan Kabupaten Lebak
memiliki nilai IPM terendah
dibanding Kabupaten/Kota
lain yang berlokasi di Banten Utara.
d. Persentase Penduduk Miskin
Persentase penduduk miskin antara wilayah Banten Utara dan Banten Selatan
dalam kurun waktu 2015-2019 terlihat jauh berbeda, secara rata-rata persentase
penduduk miskin di
wilayah Banten Utara
sebesar 9,29 persen,
sedangkan rata-rata
persentase penduduk
miskin di wilayah
Banten Selatan sebesar
4,25 persen. Apabila
dilihat persentase
penduduk miskin
berdasarkan kab/kota,
terlihat kabupaten yang
berlokasi di Banten Selatan yaitu Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak memiliki
persentase penduduk miskin tertinggi dibanding Kabupaten/Kota lain yang berlokasi di
Banten Utara.
Berdasarkan empat indikator diatas yaitu distibusi PDRB, PDRB per kapita, IPM
dan persentase penduduk miskin, maka tidak dapat dipungkiri memang terdapat
Tabel 6-9. Perbandingan IPM Banten Selatan dan Utara
2015-2019
Sumber : BPS Banten
Kab/Kota
2015 2016 2017 2018 2019 Rata-rata
Kab Pandeglang 62,72 63,4 63,82 64,34 64,91 63,84
Kab Lebak 62,03 62,78 62,95 63,37 63,88 63,00
Rata-Rata 62,38 63,09 63,39 63,86 64,40 63,42
Kab/Kota
2015 2016 2017 2018 2019 Rata-rata
Kab Tangerang 70,05 70,44 70,97 71,59 71,93 71,00
Kab Serang 64,61 65,12 65,60 65,93 66,38 65,53
Kota Tangerang 76,08 76,81 77,01 77,92 78,43 77,25
Kota Cilegon 71,81 72,04 72,29 72,65 73,01 72,36
Kota Serang 70,51 71,09 71,31 71,68 72,10 71,34
Kota Tangsel 79,38 80,11 80,84 81,17 81,48 80,60
Rata-Rata 72,07 72,60 73,00 73,49 73,89 73,01
Indeks Pembangunan Manusia Banten Selatan
Indeks Pembangunan Manusia Banten Utara
Tabel 6-10. Perbandingan Persentase Penduduk Miskin Banten Selatan dan Utara
2015-2019 (Persen) Kab/Kota
2015 2016 2017 2018 2019 Rata-rata
Kab Pandeglang 10.19 9,67 9,74 9,61 9,42 9,77
Kab Lebak 9,97 8,71 8,64 8,41 8,30 8,81
Rata-Rata 10,20 9,19 9,19 9,01 8,86 9,29
Kab/Kota
2015 2016 2017 2018 2019 Rata-rata
Kab Tangerang 5,71 5,29 5,39 5,18 5,14 5,34
Kab Serang 5,09 4,58 4,63 4,30 4,08 4,54
Kota Tangerang 5,04 4,94 4,95 4,76 4,43 4,82
Kota Cilegon 4,10 3,57 3,52 3,25 3,03 3,49
Kota Serang 6,28 5,58 5,57 5,36 5,28 5,61
Kota Tangsel 1,69 1,67 1,76 1,68 1,68 1,70
Rata-Rata 4,65 4,27 4,30 4,09 3,94 4,25
Persentase Penduduk Miskin Banten Selatan
Persentase Penduduk Miskin Banten Utara
Sumber : BPS Banten
104
BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL
disparitas pembangunan antara wilayah Banten Utara dan Banten Selatan, dimana
Banten Utara berkembang pesat sedangkan Banten Selatan berkembang lambat. Untuk
itu perlu intervensi dan peranan pemerintah untuk mengurangi disparitas tersebut.
Peranan pemerintah yang tercermin melalui pengeluaran pemerintah merupakan
faktor penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan
permintaan agregat. Semakin besar pengeluaran pemerintah akan berdampak baik
pada pertumbuhan ekonomi pada daerah tersebut. Pengeluaran pemerintah dapat
menjadi suntikkan perekonomian melalui program-program atau kegiatan untuk
mendorong produktivitas sumber daya yang ada, sehingga akan mengurangi tingkat
ketimpangan pembangunan yang terjadi dalam suatu wilayah.
105
SINERGI DAN KONVERGENSI PROGRAM PENANGANAN STUNTING DI DAERAH
7. 1. PENDAHULUAN
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan
gizi kronis dan infeksi berulang terutama dalam seribu Hari Pertama Kehidupan (HPK)
sehingga anak lebih pendek untuk usianya. Dampak yang ditimbulkan stunting dapat
dibagi menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang.1
1. Dampak Jangka Pendek.
a. Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian;
b. Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal; dan
c. Peningkatan biaya kesehatan.
2. Dampak Jangka Panjang.
a. Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan pada
umumnya);
b. Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya;
c. Menurunnya kesehatan reproduksi;
d. Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah; dan
e. Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal
Dalam rangka percepatan pencegahan stunting, pemerintah meluncurkan
Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi (Gernas PPG) 1.000 HPK yang ditetapkan
melalui Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gernas PPG. Dalam
pembuatan kebijakan, Pemerintah memberikan perhatian besar terhadap pecegahan
stunting. Indikator dan target pencegahan stunting telah dimasukkan sebagai sasaran
pembangunan nasional dan tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019. Dari sisi anggaran, tema upaya konvergensi penanganan
stunting dimasukkan sebagai anggaran tematik dalam APBN sesuai Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 142/KMK.02/2018. Secara kuantitatif bertujuan untuk mengidentifikasi
output K/L dan mengalokasikan anggaran terkait percepatan pencegahan dan
penurunan stunting dan memastikan dilakukan secara terintegrasi lintas sektor.
1 Buletin Data dan Informasi Kesehatan Semester I 2018
BAB VII : ANALISIS TEMATIK
106
BAB VII : ANALISIS TEMATIK
7. 2. KONVERGENSI PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING
Stunting disebabkan oleh faktor multidimensi oleh karena itu harus ditangani
multisektor. Secara umum, penyebab stunting menurut Kemenkes antara lain (1) praktek
pengasuhan yang tidak baik, (2) terbatasnya layanan kesehatan, (3) kurangnya akses
ke makanan bergizi, dan (4) kurangnya akses air bersih dan sanitasi. Dari berbagai
penyebab masalah stunting, fokus Pemerintah adalah penanganan masalah
kekurangan gizi kronis atau malnutrisi.
Menurut Kemenkes (2018), guna mengatasi hal tersebut, terdapat tiga kegiatan
yang harus dilakukan yaitu:
1. Intervensi Gizi Spesifik Intervensi lebih ditujukan pada upaya menangani penyebab
langsung masalah gizi (asupan makan dan penyakit infeksi) dan berada dalam
lingkup kebijakan kesehatan. Melalui intervensi spesifik, sekitar 15 persen kematian
balita dapat dikurangi bila intervensi berbasis bukti tersebut dapat ditingkatkan
hingga cakupannya 90 persen, termasuk stunting yang dapat diturunkan sekitar
20,3 persen serta mengurangi prevalensi sangat kurus 61,4 persen. Selebihnya
membutuhkan peran dari intervensi sensitif (sekitar 80 persen).
2. Intervensi Gizi Sensitif Intervensi ditujukan untuk mengatasi penyebab tidak
langsung yang mendasari terjadinya masalah gizi (ketahanan pangan, akses
pelayanan kesehatan, kesehatan lingkungan, serta pola asuh) dan terkait dengan
kebijakan yang lebih luas tidak terbatas bidang kesehatan saja tetapi juga pertanian,
pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi, perlindungan sosial, dan
pemberdayaan perempuan. Program dan kebijakan gizi sensitif ini memiliki
kontribusi yang cukup besar untuk mendukung pencapaian target perbaikan gizi
meskipun secara tidak langsung.
3. Lingkungan yang Mendukung Lingkungan yang mendukung ditujukan untuk faktor-
faktor mendasar yang berhubungan dengan status gizi seperti pemerintahan,
pendapatan, dan kesetaraan. Investasi ini dapat berbentuk undang-undang,
peraturan, kebijakan, investasi untuk pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan
kapasitas pemerintahan. Sebagian besar investasi yang menyasar pada penyebab
tidak langsung dan akar masalah gizi bukanlah hal yang langsung berkaitan dengan
masalah gizi, dengan kata lain kegiatan yang dilakukan tidak secara eksplisit
ditujukan untuk tujuan penanggulangan masalah gizi, namun intervensi ini dapat
menjadi bagian penting dari perbaikan gizi.
Percepatan pencegahan stunting lebih efektif bila intervensi gizi baik spesifik
maupun sensitif dilakukan secara konvergen. Konvergensi merupakan pendekatan
107
BAB VII : ANALISIS TEMATIK
intervensi secara terkoordinir dan terpadu serta bersama-sama pada target prioritas.
Intervensi secara konvergen dilakukan dengan menggabungkan atau mengintegrasikan
berbagai sumber daya untuk mencapai tujuan bersama dalam hal ini adalah pencegahan
stunting. Upaya ini dapat dicapai jika:
1. Program nasional, daerah, dan desa sebagai penyedia layanan intervensi gizi
spesifik dan sensitif dilaksanakan terpadu dan terintegrasi sesuai kewenangan.
2. Layanan setiap intervensi gizi tersedia dan dapat diakses bagi masyarakat yang
membutuhkan terutama pada kelompok 1.000 HPK.
3. Kelompok target prioritas menggunakan dan mendapatkan manfaat dari layanan
tersebut.
Upaya konvergensi percepatan pecegahan stunting dilaksanakan mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi program/kegiatan.
Pada tahap perencanaan, konvergensi diarahkan pada upaya penajaman
proses perencanaan dan penganggaran regular yang berbasis data dan informasi
faktual agar program dan kegiatan yang disusun lebih tepat sasaran melalui: (i)
pelaksanaan analisis situasi awal; (ii) pelaksanaan rembuk stunting; dan (iii)
penyusunan rencana kerja. Analisis situasi awal dan rembuk stunting dilakukan
untuk mengetahui kondisi stunting di wilayah kabupaten/kota, penyebab utama,
dan identifikasi program/kegiatan yang selama ini sudah dilakukan. Dari analisis ini
diharapkan dapat menentukan program/kegiatan, kelompok sasaran, sumber
pendanaan dan lokasi upaya percepatan pencegahan stunting di daerah, yang
kemudian diterjemahkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana
Kerja Organisasi Perangkat daerah (OPD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD).
Pada tahap pelaksanaan, konvergensi diarahkan pada upaya untuk
melaksanakan intervensi gizi spesifik dan sensitif secara bersama dan terpadu di lokasi
yang telah disepakati bersama, termasuk didalamnya mendorong penggunaan dana
desa untuk percepatan pencegahan stunting dan mobilisasi Kader Pembangunan
Manusia (KPM). Sedangkan pada tahap pemantauan dan evaluasi, konvergensi
dilakukan melalui pelaksanaan pemantauan yang dilakukan bersama dengan
menggunakan mekanisme dan indikator yang terkoordinasikan dengan baik secara
berkelanjutan. Sehingga hasil pemantauan dan evaluasi dapat dijadikan acuan bagi
semua pihak yang terkait untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan upaya
percepatan pencegahan stunting dan memberikan masukan bagi tahap
perencanaan dan penganggaran selanjutnya.
108
BAB VII : ANALISIS TEMATIK
7. 3. PENANGANAN STUNTING OLEH PEMERINTAH
Konvergensi percepatan pencegahan stunting terlihat pula dari kebijakan anggaran
melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 142/KMK.02/2018, antara lain
menyebutkan, dalam upaya penanganan stunting, terdapat dua jenis intervensi yang
dilakukan pemerintah, yaitu intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif.
1. Intervensi gizi spesifik ditujukan kepada anak dalam 1.000 (seribu) hari pertama
kehidupan (HPK). Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan.
Intervensi spesifik bersifat jangka pendek, dan hasilnya dapat dicatat dalam waktu
relatif pendek. Intervensi spesifik berkontribusi sebesar 30% (tiga puluh persen) dari
upaya penanganan stunting.
2. Intervensi gizi sensitif ditujukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar
sektor kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1.000
(seribu) HPK. Intervens: sensitif berkontribusi 70% (tujuh puluh persen) dari upaya
penanganan stunting.
Keluaran (output) yang dapat dikategorikan dalam tema ini adalah yang mendukung
kegiatan:
a. Kegiatan Intervensi Gizi Spesifik :
1) Intervensi dengan sasaran ibu hamil.
2) Intervensi dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 0-6 bulan.
3) lntervensi dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 7-23 bulan.
b. Kegiatan Intervensi Gizi Sensitif
1) Menyediakan dan memastikan akses pada air bersih.
2) Menyediakan dan memastikan akses pada sanitasi.
3) Melakukan fortifikasi bahan pangan.
4) Menyediakan akses layanan kesehatan dan keluarga berencana (KB).
5) Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) .
6) Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal).
7) Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua.
8) Memberikan pendidikan anak usia dini universal.
9) Memberikan pendidikan gizi masyarakat.
10) Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi pada
remaja.
11) Menyediakan bantuan dan Jaminan sosial bagi keluarga miskin.
12) Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi.
109
BAB VII : ANALISIS TEMATIK
Sumber pembiayaan pemerintah untuk pencegahan stunting berasal dari Belanja
Pemerintah Pusat dan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), sebagaimana
terlihat pada gambar VII-1.
7.3.1. Belanja Pemerintah Pusat
Penanganan stunting pada belanja pemerintah pusat terwujud dalam belanja
kementerian/lembaga yang dibagi menjadi tiga yaitu intervensi spesifik, intervensi
sensitif, serta pendampingan, koordinasi dan dukungan teknis.
a. Belanja Penanganan Stunting 2019 : Intervensi Spesifik
Belanja penanganan stunting 2019 : intervensi spesifik di Banten, terdiri dari 2
program, 4 kegiatan dan dilakukan oleh dua satuan kerja yaitu Dinas Kesehatan Provinsi
Banten dan Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Banten. Secara agregat, untuk
intervensi spesifik telah dianggarkan pagu sebesar Rp4,54 miliar dengan realisasi
sebesar Rp4,03 miliar atau 88,62 persen dari pagu. Tingkat realisasi tersebut
disumbangkan oleh beberapa output dengan rincian sebagai berikut :
2080 003 Pengutan intervensi Suplemen Gizi pada Ibu Hamil dan Balita,
dengan realisasi sebesar Rp96,10 juta atau 96,10 persen dari pagu. Target output
8 layanan telah tercapai 8 layanan sehingga persentase capaian 100 persen.
2080 007 Pembinaan dalam peningkatan Pengetahuan Gizi Masyarakat,
dengan realisasi sebesar Rp338,76 juta atau 93,04 persen dari pagu. Target output
8 Kab/Kota telah tercapai 8 kab/kota sehingga persentase capaian 100 persen.
Gambar VII-1. Sumber Pembiayaan Pemerintah untuk Pencegahan Stunting
Sumber : Stratnas Pencegahan Stunting Periode 2018-2024
110
BAB VII : ANALISIS TEMATIK
2080504 Peningkatan Surveilans Gizi, dengan realisasi sebesar Rp1,42 miliar
atau 93,04 persen dari pagu. Target output 8 layanan telah tercapai 8 layanan
sehingga persentase capaian 100 persen.
5832 001 Pembinaan Dalam Persalinan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
dengan realisasi sebesar Rp234,49 juta atau 98,41 persen dari pagu. Target output
1 layanan telah tercapai 1 layanan sehingga persentase capaian 100 persen.
5832 002 Pembinaan Dalam Peningkatan Pelayanan Kunjungan Neonatal
Pertama, dengan realisasi sebesar Rp216,78 juta atau 44,40 persen dari pagu.
Target output 2 layanan telah tercapai 1 layanan sehingga capaian 50 persen.
5832 004 Pembinaan dalam Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah, dengan
realisasi sebesar Rp348,49 juta atau 99,78 persen dari pagu. Target output 1
layanan telah tercapai 1 layanan sehingga persentase capaian 100 persen.
5832 005 Pembinaan Pencegahan Stuning, dengan realisasi sebesar Rp229,74
juta atau 99,34 persen dari pagu. Target output 1 layanan telah tercapai 1 layanan
sehingga persentase capaian 100 persen.
5832 018 Pembinaan Dalam Peningkatan Pelayanan Antenatal, dengan realisasi
sebesar Rp107,68 juta atau 98,95 persen dari pagu. Target output 5 layanan telah
tercapai 5 layanan sehingga persentase capaian 100 persen.
2058 006 Layanan Imunisasi, dengan realisasi sebesar Rp225,35 juta atau 95,62
persen dari pagu. Target output 8 layanan telah tercapai 8 layanan sehingga
persentase capaian 100 persen.
2059 005 Layanan Capaian Eliminasi Malaria, dengan realisasi sebesar
Rp152,30 juta atau 71,50 persen dari pagu. Target output 57 layanan telah tercapai
57 layanan sehingga persentase capaian 100 persen.
2059 008 Layanan Pengendalian Penyakit Filariasis dan Kecacingan, dengan
realisasi sebesar Rp654,52 juta atau 95,55 persen dari pagu. Target output 2
layanan telah tercapai 2 layanan sehingga persentase capaian 100 persen.
Secara umum untuk intervensi gizi spesifik telah berjalan dengan baik, hal ini
dapat terlihat dari tingkat penyerapan belanja setiap output, dari 11 output hanya 2
output yang memiliki realisasi dibawah 90 persen, rincian terlampir.
b. Belanja Penanganan Stunting : Intervensi Sensitif
Belanja penanganan stunting : intervensi sensitif, di Banten tahun 2019
dilaksanakan oleh 7 (tujuh) kementerian/lembaga, yang dilakukan oleh instansi vertikal
kementerian/lembaga tersebut maupun organisasi perangkat daerah (OPD) dengan
menggunakan anggaran kementerian/lembaga, terbagi atas 9 program dan 13 kegiatan.
111
BAB VII : ANALISIS TEMATIK
Secara agregat, pada tahun 2019 untuk intervensi sensitif telah disediakan pagu sebesar
Rp145,83 miliar dengan realisasi penyerapan sebesar Rp137,57 miliar atau 94,33
persen dari pagu. Tingkat realisasi tersebut disumbangkan oleh output sebagai berikut :
Kementerian Pertanian
1814 102 Lumbung Pangan Masyarakat, dengan realisasi sebesar Rp838,20
juta atau 99,92 persen dari pagu. Target output 12 unit telah tercapai 12 unit
sehingga persentase capaian 100 persen.
1815 106 Kawasan Mandiri Pangan, dengan realisasi sebesar Rp529,20 juta
atau 99,85 persen dari pagu. Target output 1 kawasan telah dilaksanakan pada
1 kawasan sehingga persentase capaian 100 persen.
1816 101 Pemberdayaan Pekarangan Pangan, dengan realisasi sebesar
Rp3,32 miliar atau 100,00 persen dari pagu. Target output 76 kelompok telah
dilaksanakan pada 76 kelompok sehingga persentase capaian 100 persen.
1816 106 Hasil Pengawasan Keamanan dan Mutu Pangan Segar, dengan
realisasi sebesar Rp540,61 juta atau 98,29 persen dari pagu. Target output 1
rekomendasi telah tercapai 1 rekomendasi sehingga capaian 100 persen.
Kementerian Kesehatan
5833 002 Kampanye Hidup Sehat melalui Berbagai Media, dengan realisasi
sebesar Rp1,58 miliar atau 92,69 persen dari pagu. Target output 1 layanan
telah tercapai 1 layanan sehingga persentase capaian 100 persen.
5833 004 Pelaksanaan Strategi Promosi Kesehatan dalam mendukung
Program Kesehatan, dengan realisasi sebesar Rp437,54 juta atau 93,41
persen dari pagu. Target output 1 layanan telah dilaksanakan 1 layanan
sehingga persentase capaian 100 persen.
5834 501 Pengawasan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang
memenuhi syarat, dengan realisasi sebesar Rp77,78 juta atau 64,34 persen
dari pagu. Target output 803 TPM telah dilaksanakan pada 510 TPM sehingga
persentase capaian 64 persen.
5834 504 Pengawasan terhadap Sarana Air Minum (SAM), dengan realisasi
sebesar Rp63,57 juta atau 97,82 persen dari pagu. Target output 3.711 SAM
telah dilaksanakan pada 3.711 SAM sehingga persentase capaian 100 persen.
5834 505 Pembinaan Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM), dengan realisasi sebesar Rp132,34 juta atau 56,22 persen dari pagu.
Target output 1.360 Desa/Kel. telah dilaksanakan pada 761 Desa/Kel. sehingga
persentase capaian 100 persen.
112
BAB VII : ANALISIS TEMATIK
2094 508 Alat Kesehatan, dengan realisasi sebesar Rp45,67 miliar atau 93,85
persen dari pagu. Target output 692 unit telah tersedia 562 unit sehingga
persentase capaian 100 persen.
Kementerian Agama
2104 008 Bimbingan Perkawinan Pra Nikah, dengan realisasi sebesar
Rp2,33 miliar atau 70,16 dari pagu. Target output 14.025 pasangan telah
diberikan bimbingan pada 10.120 pasangan sehingga capaian 72 persen.
2145 014 Pembinaan Keluarga Hittasukhaya, dengan realisasi sebesar
Rp19,34 juta atau 98,47 persen dari pagu. Target output 1 kegiatan telah
dilaksanakan 1 kegiatan sehingga persentase capaian 100 persen.
Kementerian Sosial
2251 001 Keluarga Miskin yang Mendapat Bantuan Tunai Bersyarat,
dengan realisasi sebesar Rp2,60 miliar atau 96,37 persen dari pagu. Target
output 1 KPM telah dilaksanakan pada 1 KPM sehingga capaian 100 persen.
7.3.2. Transfer Ke Daerah dan Dana Desa
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.07/2019 Tentang Pedoman
Penggunaan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa untuk mendukung pelaksanaan
kegiatan intervensi pencegahan stunting terintegrasi, menyebutkan TKDD untuk
mendukung pelaksanaan Kegiatan Intervensi Pencegahan Stunting Terintegrasi terdiri
atas :Dana Alokasi Khusus Fisik, Dana Alokasi Khusus Nonfisik dan Dana Desa.
a. Penanganan Stunting Terkait DAK Fisik
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.07/2019,
penanganan stunting terkait DAK Fisik terdiri atas : bidang kesehatan, bidang air minum
dan bidang sanitasi. Pagu agregat DAK Fisik 2019 untuk bidang kesehatan di Banten
sebesar Rp305,725 miliar dengan realisasi penyaluran sebesar Rp279,80 miliar atau
91,52 persen dari pagu. Alokasi tertinggi untuk Pemda Kabupaten Pandeglang sebesar
Rp73,12 miliar dan alokasi terendah pada Kota Serang sebesar Rp7,32 miliar. Alokasi
DAK Fisik tertinggi bidang kesehatan untuk Kabupaten Pandeglang selaras dengan
penetapan Kabupaten Pandeglang sebagai salah satu dari 160 kabupaten/kota prioritas
untuk penanganan stunting sebagaiman telah ditetapkan Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
Pagu agregat DAK Fisik 2019 untuk Bidang Air Minum di Banten sebesar
Rp36,32 miliar, dengan realisasi penyaluran sebesar Rp35,15 miliar atau 96,76 persen
dari pagu. Alokasi tertinggi untuk Kabupaten Lebak sebesar Rp14,54 miliar, sedangkan
113
BAB VII : ANALISIS TEMATIK
alokasi terendah Kota Serang sebesar Rp2,00 miliar. Sedangkan pagu agregat untuk
bidang sanitasi sebesar Rp27,21 miliar dengan realisasi penyaluran sebesar Rp26,81
miliar atau 98,51 persen dari pagu. Alokasi tertinggi Kabupaten Lebak sebesar Rp10,87
miliar sedangkan alokasi terendah Kota Serang sebesar Rp3,45 miliar.
Berdasarkan penelusuran lebih lanjut terhadap kegiatan pada bidang kesehatan,
air minum dan sanitasi, ditemukan beberapa kegiatan yang berhubungan langsung
dengan penanganan stunting, namun belum diketahui realisasi dan capaian outputnya.
Bidang Kesehatan
1. Pengadaan Pemberian Makanan Tambahan bagi Ibu Hamil dengan Kekurangan
Energi Kronis, sebanyak 1 paket dengan nilai pagu sebesar Rp1.080.540.000,-
2. Penyediaan Obat Gizi, sebanyak 4 paket dengan nilai pagu sebesar
Rp5.189.956.000,-.
3. Penyediaan Alat Antropometri, sebanyak 390 paket dengan nilai pagu sebesar
Rp3.120.000.000,-.
Bidang Air Minum
1. Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpusat (SPALD-T)
Skala Permukiman dan/atau Perkotaan (Reguler), sebanyak 25 unit dengan nilai
pagu sebesar Rp11.253.691.000,-
2. Pembangunan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Setempat (SPALD-S)
di daerah perkotaan dan/atau perdesaan (Penugasan), sebanyak 41 unit dengan
nilai pagu sebesar Rp3.822.500.000,-.
3. Pembangunan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Setempat (SPALD-S)
di daerah perdesaan (Afirmasi), sebanyak 735 unit dengan nilai pagu sebesar
Rp11.324.999.999,-.
Tabel 7-1. Pagu dan Realisasi DAK Fisik Tahun 2019 Bidang Kesehatan, Bidang Air Minum dan Bidang Sanitasi
Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi
1 Provinsi Banten 18.480.841.000 18.256.249.840 - -
2 Kab. Lebak 53.908.616.000 49.167.011.439 14.543.754.000 14.135.998.000 10.875.134.000 10.875.134.000
3 Kab. Pandeglang 73.126.172.000 69.159.698.183 9.628.613.000 9.585.771.500 8.700.000.000 8.699.999.991
4 Kab. Serang 54.439.952.000 50.329.189.478 10.157.409.000 9.436.255.614 4.186.762.000 4.186.762.000
5 Kab. Tangerang 46.955.311.000 43.492.992.880 - -
6 Kota Cilegon 26.546.468.000 24.401.162.382 - -
7 Kota Serang 7.329.481.000 7.010.775.929 2.000.000.000 1.994.722.660 3.456.456.000 3.051.455.800
8 Kota Tangerang 8.479.284.000 2.015.355.734 - -
9 Kota Tangsel 16.459.328.000 15.971.744.555 - -
305.725.453.000 279.804.180.420 36.329.776.000 35.152.747.774 27.218.352.000 26.813.351.791
Bidang Kesehatan Bidang Air Minum Bidang SanitasiNo Pemda
Jumlah
Sumber : OMSPAN (Diolah)
114
BAB VII : ANALISIS TEMATIK
Bidang Sanitasi
1. Perluasan SPAM perpipaan melalui pemanfaatan idle capacity Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM) terbangun (Reguler), sebanyak 116 sambungan
rumah (SR) dengan nilai pagu sebesar Rp6.750.000.000,-
2. Perluasan SPAM perpipaan melalui pemanfaatan idle capacity Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM) terbangun Khusus untuk Desa yang sudah
melaksanakan PAMSIMAS (Penugasan), sebanyak 121 sambungan rumah
dengan nilai pagu sebesar Rp381.150.000,-.
3. Perluasan SPAM perpipaan melalui pemanfaatan idle capacity Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM) terbangun (Afirmasi), sebanyak 400 sambungan
rumah dengan nilai pagu sebesar Rp3.000.000.000,-.
b. Penanganan Stunting Terkait Dana Desa
Berdasarkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Desa
berkewajiban mendukung kegiatan-kegiatan pembangunan yang menjadi program
prioritas nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
Dengan demikian desa perlu menyusun program/kegiatan yang relevan dengan
pencegahan stunting, yang didanai oleh Dana Desa. Adapun peran pemerintah
desa untuk mendukung pencegahan stunting, adalah sebagai berikut2:
1) Mensosialisasikan kebijakan pencegahan stunting kepada masyarakat.
2) Melakukan pendataan terhadap kelompok sasaran, permasalahan terkait stunting,
cakupan layanan dasar kepada masyarakat, kondisi penyedia layanan, dan
sebagainya .
3) Pembentukan dan pengembangan Rumah Desa Sehat (RDS) sebagai
sekretariat bersama yang berfungsi untuk ruang belajar bersama,
penggalian aspirasi, aktualisasi budaya, aktivitas kemasyarakatan, akses
informasi serta forum masyarakat peduli kesehatan, pendidikan dan sosial.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Prioritas Pengunaan Dana Desa Tahun 2019,
mengamanatkan Prioritas penggunaan dana desa diharapkan dapat memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat Desa berupa peningkatan kualitas hidup,
peningkatan kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan serta peningkatan
pelayanan publik di tingkat Desa. Peningkatan pelayanan publik di tingkat desa yang
2 Panduan Konvergensi Program/Kegiatan Percepatan Pencegahan Stunting, TNP2K 2018
115
BAB VII : ANALISIS TEMATIK
diwujudkan dalam upaya peningkatan gizi masyarakat serta pencegahan anak kerdil
(stunting), meliputi :
a. Penyediaan air bersih dan sanitasi;
b. Pemberian makanan tambahan dan bergizi untuk balita;
c. Pelatihan pemantauan perkembangan kesehatan ibu hamil atau ibu menyusui;
d. Bantuan posyandu untuk mendukung kegiatan pemeriksaan berkala kesehatan ibu
hamil atau ibu menyusui;
e. Pengembangan apotek hidup desa dan produk hotikultura untuk memenuhi
kebutuhan gizi ibu hamil atau ibu menyusui;
f. Pengembangan ketahanan pangan di Desa; dan
g. Kegiatan penanganan kualitas hidup lainnya yang sesuai dengan kewenangan
Desa dan diputuskan dalam musyawarah Desa.
Dana Desa di Banten tahun 2019 sebesar Rp1,09 trilun, dialokasikan untuk 1.238
desa yang tersebar pada 4 (empat) Pemerintah Kabupaten, sampai dengan 31
Desember 2019 telah disalurkan dana desa sebesar Rp1,08 miliar dengan penyerapan
yang telah dilakukan desa dan diinput ke OMSPAN per 30 Januari 2020 sebesar
Rp484,20 miliar. Penyerapan Dana Desa untuk tahun 2019 masih dimungkinkan akan
berubah sampai dengan penyaluran Dana Desa tahap II tahun 2020.
Berdasarkan penelusuran lebih lanjut terhadap kegiatan pada Dana Desa pada
setiap Kabupaten di Banten, ditemukan beberapa kegiatan yang berhubungan dengan
penanganan stunting. Nama kegiatan, agregat volume output dan realisasinya adalah :
a. Rehabilitasi/Peningkatan Sumber Air Bersih Milik Desa (Mata Air/Tandon
Penampungan Air Hujan/Sumur Bor, dll), sebanyak 443 unit dengan realisasi
penyerapan sebesar Rp8.237.254.620,-.
b. Rehabilitasi/Peningkatan Sambungan Air Bersih ke Rumah Tangga (pipanisasi, dll),
Sepanjang 40.916 meter dengan realisasi penyerapan sebesar Rp3.750.057.111,-.
Tabel 7-2. Pagu, Penyaluran dan Penyerapan Dana Desa Tahun 2019
Pagu Penyaluran Penyerapan
1 Kab. Lebak 286.755.343.000 286.755.343.000 137.339.997.768
2 Kab. Pandeglang 264.064.732.000 264.064.732.000 117.002.067.230
3 Kab. Serang 260.671.405.000 257.969.465.600 104.809.089.539
4 Kab. Tangerang 280.581.836.000 278.749.719.828 125.049.859.785
1.092.073.316.000 1.087.539.260.428 484.201.014.322
No Pemda
Jumlah
Dana Desa
Sumber : OMSPAN (Diolah)
116
BAB VII : ANALISIS TEMATIK
c. Rehabilitasi/Peningkatan Sanitasi Permukiman (Gorong-gorong, Selokan, Parit, dll.,
diluar prasarana jalan), sepanjang 10.609 meter dengan realisasi penyerapan
sebesar Rp3.416.551.548,-
d. Penyelenggaraan Posyandu (Makanan Tambahan Kelas Ibu Hamil), sebanyak
2991 orang ibu hamil dengan realisasi penyerapan sebesar Rp522.736.039,-.
e. Peningkatan Produksi Tanaman Pangan (Alat Produksi dan pengolahan pertanian
penggilingan Padi/jagung dll), sebanyak 401 unit dengan realisasi penyerapan
sebesar Rp5.433.671.583,-.
Volume Realisasi Capaian
KABUPATEN SERANG 2.546.206.950
1Rehabilitasi/Peningkatan Sumber Air Bersih Milik Desa (Mata Air/Tandon
Penampungan Air Hujan/Sumur Bor, dll)17 Unit 544.049.050 100%
2Rehabilitasi/Peningkatan Sambungan Air Bersih ke Rumah Tangga
(pipanisasi, dll)9.771 Meter 578.527.000 100%
3Rehabilitasi/Peningkatan Sanitasi Permukiman (Gorong-gorong, Selokan,
Parit, dll., diluar prasarana jalan)4.427 Meter 1.398.725.900 100%
4 Penyelenggaraan Posyandu (Makanan Tambahan Kelas Ibu Hamil) 115 Orang 9.905.000 100%
5Peningkatan Produksi Tanaman Pangan (Alat Produksi dan pengolahan
pertanian penggilingan Padi/jagung dll)1 Unit 15.000.000 100%
KABUPATEN PANDEGLANG
1Rehabilitasi/Peningkatan Sumber Air Bersih Milik Desa (Mata Air/Tandon
Penampungan Air Hujan/Sumur Bor, dll)115 Unit 1.494.335.874 100%
2Rehabilitasi/Peningkatan Sambungan Air Bersih ke Rumah Tangga
(pipanisasi, dll)14.356 Meter 1.822.393.070 100%
3Rehabilitasi/Peningkatan Sanitasi Permukiman (Gorong-gorong, Selokan,
Parit, dll., diluar prasarana jalan)2.910 Meter 1.018.065.500 100%
4 Penyelenggaraan Posyandu (Makanan Tambahan Kelas Ibu Hamil) 502 Orang 84.660.000 100%
5Peningkatan Produksi Tanaman Pangan (Alat Produksi dan pengolahan
pertanian penggilingan Padi/jagung dll)61 Unit 646.539.200 100%
KABUPATEN LEBAK
1Rehabilitasi/Peningkatan Sumber Air Bersih Milik Desa (Mata Air/Tandon
Penampungan Air Hujan/Sumur Bor, dll)172 Unit 1.728.739.620 90%
2Rehabilitasi/Peningkatan Sambungan Air Bersih ke Rumah Tangga
(pipanisasi, dll)15.569 Meter 790.073.300 93%
3Rehabilitasi/Peningkatan Sanitasi Permukiman (Gorong-gorong, Selokan,
Parit, dll., diluar prasarana jalan)3.124 Meter 954.075.048 77%
4 Penyelenggaraan Posyandu (Makanan Tambahan Kelas Ibu Hamil) 1.638 Orang 135.210.000 49%
5Peningkatan Produksi Tanaman Pangan (Alat Produksi dan pengolahan
pertanian penggilingan Padi/jagung dll)325 Unit 4.316.543.500 94%
KABUPATEN TANGERANG
1Rehabilitasi/Peningkatan Sumber Air Bersih Milik Desa (Mata Air/Tandon
Penampungan Air Hujan/Sumur Bor, dll)139 Unit 4.470.130.076 100%
2Rehabilitasi/Peningkatan Sambungan Air Bersih ke Rumah Tangga
(pipanisasi, dll)1.220 Meter 559.063.741 100%
3Rehabilitasi/Peningkatan Sanitasi Permukiman (Gorong-gorong, Selokan,
Parit, dll., diluar prasarana jalan)148 Meter 45.685.100 69%
4 Penyelenggaraan Posyandu (Makanan Tambahan Kelas Ibu Hamil) 736 Orang 292.961.039 86%
5Peningkatan Produksi Tanaman Pangan (Alat Produksi dan pengolahan
pertanian penggilingan Padi/jagung dll)14 Unit 455.588.883 100%
OutputKeterangan
117
8.1. KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan dari berbagai pokok bahasan yang telah diuraikan pada
bab sebelumnya adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan
rencana kerja pemerintah daerah (RKPD), tujuan dan sasaran pembangunan
Provinsi Banten adalah (i) mewujudkan masyarakat sejahtera yang berakhlak mulia,
berbudaya, sehat dan cerdas; (ii) mewujudkan perekonomian yang maju dan
berdaya saing secara merata dan berkeadilan;(iii) mewujudkan pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan hidup yang lestari; (iv) mewujudkan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa.
2. Dalam mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan terdapat tantangan dan
keunggulan yaitu : (i) tantangan dan keunggulan ekonomi yang terlihat dari iklim
investasi yang baik, kemudahan layanan perizinan (layanan satu pintu), jaminan
keamanan dan adanya 3 (tiga) kawasan industri yang masuk dalam program
Kemudahan Layanan Investasi Konstruksi (KLIK) dan TPT yang tinggi sebesar
8,11% pada Agustus 2019; (ii) tantangan dan keunggulan demogarafi adalah laju
pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dengan sebaran penduduk yang tidak
merata, tingkat APS yang tinggi, serta Indikator Umur Harapan Hidup (UHH)
penduduk Banten pada tahun 2018 telah mencapai 69,6 tahun; (iii) tantangan dan
keunggulan geografi adalah perbedaan kontur wilayah pesisir dan pegunungan
serta merupakan pintu penghubung pulau Jawa dan Sumatera.
3. Terdapat 6 target indikator ekonomi makro ditetapkan KUA dan PPA Provinsi
Banten, 5 indikator memenuhi target sedangkan 1 indikator tidak memenuhi target.
Lima indikator yang memenuhi target adalah IPM dari target 72,20% tercapai
72,40%, Persentasi Penduduk Miskin dari target 5% berhasil ditekan menjadi
4,94%, TPT dari target 8,20% dapat ditekan menjadi 8,11%, Gini Ratio sebesar
0,36% sesuai dengan yang ditargetkan, serta Tingkat Inflasi sebesar 3,30% dari
target sebesar 4,20%. Sedangkan indikator Pertumbuhan Ekonomi tidak tercapai
sebesar 5,41% dari target 6,20%. Perlambatan pertumbuhan ekonomi di Banten ini
tetap melebihi pertumbuhan ekonomi Nasional yang hanya sebesar 5,02%.
4. Perkembangan realisasi pendapatan dalam kurun waktu 2017-2019 memiliki
kecenderungan meningkat, yang berakibat pada Banten mengalami Surplus APBN,
BAB VIII : PENUTUP
118
BAB VIII : PENUTUP
untuk tahun 2019 surplus APBN sebesar 19,60 triliun. Penerimaan PNBP 2019
kembali melebihi dari target yang ditetapkan, dengan capaian sebesar Rp2,28 triliun
atau 141,91 persen dari target sebesar Rp1,61 triliun. Tax Ratio tahun 2019 sebesar
7,06 persen lebih rendah dari tax ratio nasional.
5. Terdapat perbedaan metode pencatatan penerimaan antara Ditjen Perbendaharaan
(selaku BUN) dengan Ditjen Pajak (selaku fiskus) dimana BUN mencatat realisasi
pajak berdasarkan pendapatan pajak yang diterima di wilayah setempat, sementara
fiskus mencatat berdasarkan kode NPWP di mana wajib pajak terdaftar, sehingga
menimbulkan perbedaan pencatatan realisasi penerimaan PPh sebesar Rp10,45
triliun. Suatu perbedaan yang sangat signifikan dan dapat berakibat penerimaan
DBH pajak yang diterima pemda tidak sesuai dengan yang seharusnya.
6. Alokasi belanja pemerintah pusat tahun 2019 sebesar Rp11,95 triliun, meningkat
13,31 persen dibandingkan tahun 2018. Peningkatan alokasi tersebut karena
kenaikan belanja modal sebesar 46,84 persen. Sedangkan penyerapan belanja
pemerintah pusat tahun 2019 secara prosentase lebih baik dibandingkan tahun
2018. Tetapi terjadi penurunan penyerapan untuk belanja modal dan bantuan sosial
dan merupakan tingkat perenyerapan terendah dalam 3 tahun terakhir.
7. Ruang fiskal Pemda di Banten tahun 2019 secara aggregat sebesar Rp24.783,01
miliar, Pemda yang memiliki ruang fiskal tertinggi adalah Pemda Provinsi Banten
sebesar Rp. Rp7.779,07 miliar. Sedangkan ruang fiskal terendah adalah Pemda
Kota Serang sebesar Rp799,82 miliar.
8. Ketergantungan fiskal pemerintah daerah terhadap dana transfer secara umum
masuk dalam kriteria ketergantungan tinggi dan sangat tinggi, dengan rincian satu
pemda dengan kriteria cukup, tiga pemda dengan kriteria tinggi, sedangkan lima
pemda yang lain memiliki kriteria sangat tinggi.
9. Penyaluran KUR dan Umi di Banten menunjukkan tren meningkat dalam periode
2015-2019 baik dari sisi dana yang disalurkan maupun jumlah debitur yang
menerima.Penyaluran di dominasi sektor perdagangan besar dan eceran, yaitu
sebesar 68,57 persen dari total akad atau 79,22 persen dari total debitur. Hal ini
belum sejalan dengan target target Komite Kebijakan Pembiayaan UMKM yakni 50
persen KUR digunakan untuk sektor produksi.
10. Dari sisi APBD, realisasi pendapatan tahun 2019 turun 2,79 persen dibanding tahun
2018, hal yang sama juga terjadi pada realisasi belanja di tahun 2019 terjadi
penurunan sebesar 0,14 persen dibanding tahun 2018. Tingkat kemandirian
keuangan daerah di beberapa pemda wilayah Banten cukup baik, yang didukung
119
BAB VIII : PENUTUP
pendapatan PAD melebihi pendapatan transfer dana perimbangan pada sebagian
kabupaten/kota di Banten. Porsi alokasi fungsi APBD tahun 2019, memperlihatkan
terdapat 4 fungsi dengan alokasi terbesar yakni fungsi Pelayanan Umum (35,08
persen), Pendidikan (26,05 persen), Perumahan dan Fasilitas Umum (15,15 persen)
serta Kesehatan (13,43 persen) sejalan dengan arah kebijakan pemerintah.
11. Pendapatan Konsolidasian naik sebesar 5,03 persen dibandingkan tahun 2018,
karena adanya peningkatan pendapatan PPh pasal. Belanja Konsolidasian juga
mengalami peningkatan sebesar 9,73 persen jika dibandingkan dengan periode
yang sama tahun 2018. Belanja Pemerintah yang cukup tinggi ini memberikan
kontribusi positif bagi PDRB Banten.
12. Banten memiliki dua sektor potensial yaitu real estate, dan jasa kesehatan dan
kegiatan sosial. Penentuan sektor unggulan berdasarkan analisis Overlay yang
menggabungkan tiga hasil analisis yaitu analisis Location Quotient (LQ), Model
Rasio Pertumbuhan (MRP) dan Shift Share Esteban Marquillas.
13. Terdapat disparitas pembangunan antara Banten Utara dan Selatan yang cukup
jauh, berdasarkan empat indikator yaitu distribusi PDRB, PDRB per kapita, indeks
pembangunan manusia dan persentase penduduk miskin.
14. Kontribusi dana desa dalam pembangunan desa sangat efektif. Pengaruh dana
desa terhadap pengentasan tingkat kemiskinan positif meskipun tingkat
determinasinya sangat rendah. Penggunaan dana desa ke depan lebih
diprioritaskan bidang pemberdayaan masyakat agar tingkat kemiskinan berkurang.
15. Sumber pembiayaan program penanganan stunting di Banten berasal dari Belanja
Pemerintah pusat dan TKDD. Program ini dilaksanakan oleh instansi vertikal
kementerian/lembaga dan OPD. Secara umum pelaksanaan program telah berjalan
baik, hal ini terlihat dari tingkat penyerapan belanja yang rata-rata di atas 90 persen
serta capaian output 100 persen. Namun jika ditelusuri lebih lanjut terdapat
beberapa kegiatan di bidang kesehatan, air minum dan sanitasi, yang terkait dengan
program stunting, yang belum diketahui realisasi dan capaian outputnya.
8.2. REKOMENDASI
Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya dan kesimpulan, maka diusulkan
beberapa rekomendasi yaitu :
1. Melihat tingkat pengangguran yang tinggi di Banten, diperlukan intervensi
pemerintah daerah untuk mendorong masuknya investasi ke Banten terutama yang
padat karya dan dapat membuka lapangan kerja. Lulusan SMK merupakan
penyumbang pengangguran terbuka tertinggi, dikarenakan jurusan yang tidak
120
BAB VIII : PENUTUP
sesuai dengan lapangan kerja yang tersedia. Untuk itu diharapkan pemerintah
daerah membantu SMK untuk mengembangkan jurusan yang sesuai dengan
kebutuhan dunia industri dan melakukan penyesuaian kurikulum, sebagai upaya
mix and match antara sekolah dengan industri/perusahaan, mengoptimalkan
program latihan kerja BLK, dan menjalin kerja sama dengan industri/perusahaan di
Banten melalui program magang.
2. Adanya selisih yang sangat signifikan atas penerimaan pajak yang disinyalilr karena
perbedaan metode pencatatan antara Ditjen Perbendaharaan dengan Ditjen Pajak,
maka perlu adanya Rekonsiliasi khususnya terhadap penerimaan perpajakan yang
akan dikembalikan ke daerah dalam bentuk DBH sehingga tercipta pembagian yang
adil sesuai dengan porsi pajak yang sudah dipungut di daerah tersebut.
3. Tingkat kemandirian dan kesehatan sebagian Kabupaten/kota di wilayah Banten
masih kurang baik (Kota Tangerang, Kota Serang, Kota Cilegon, Kab.Serang,
Kab.Lebak dan Kab.Pandeglang), ditandai dengan pertumbuhan PAD yang kurang
signifikan sehingga masih sangat bergantung pada dana transfer, Perlu adanya
upaya pemda untuk memperbaiki formula kebijakan di bidang pendapatan daerah
melalui pengembangan pajak dan retribusi daerah yang harmonis dengan pajak
pusat agar menjadi signifikan untuk dijadikan andalan pendapatan daerah.
4. Peningkatan PDRB di Banten tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan
pemerintah konsolidasian, saatnya Pemerintah Pusat dan Daerah untuk lebih kreatif
mengoptimalkan dan mengembangkan semua potensi pajak antara lain dengan
melakukan koordinasi petugas pajak dengan dinas terkait dan Bersama-sama
mensosialisasikan peraturan perpajakan kepada masyarakat khususnya para
pelaku usaha yang usahanya menjadi objek pajak daerah
5. Berdasarkan hasil analisis Overlay, Banten memiliki dua sektor potensial/unggulan
yaitu real estate, dan jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Kebijakan Pemda
selanjutnya bisa lebih memprioritaskan pengembangan terhadap kedua sektor
unggulan tersebut. Contoh kebijakan yang dapat dilakukan adalah pemberian
kemudahan regulasi dan insentif ke swasta untuk membangun rumah sakit baru
atau mengembangkan kapasitas rumah sakit yang ada saat ini.
6. Berdasarkan hasil penelusuran data terkait program stunting di Banten, yang
berasal dari Belanja Pemerintah pusat dan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa,
masih terdapat kegiatan yang belum ada realisasi dan capaian outputnya.
Penyediaan data perlu disempurnakan untuk mempermudah pelaksanaan
monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan program dimaksud.
xix
Alfreda.Elga. 28 Juli, 2018. Pengangguran di tangerang Berjumlah 74.981
orang,Gubernur Banten Desak Wali Kota Gaet Investor. Tribun Jakarta.
(http://jakarta.tribunnews.com/2018/07/26/pengangguran-di-tangerang-
berjumlah-74981-orang-gubernur-banten-desak-wali-kota-gaet-
investor#gref.terakhir diakses tanggal 31 Januari 2019
Arsyad, Lincoln. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah.
Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi
Banten, BPS Provinsi Banten 2018. Berita Resmi Badan Pusat Statistik Banten
Badan Pusat Statistik. 2015. Proyeksi Penduduk Provinsi Banten 2010- 2020.Banten:
Badan Pusat Statistik Provinsi Banten
--------------.2017. Provinsi Banten Dalam Angka 2017.Banten: Badan Pusat Statistik
Provinsi Banten
--------------.2018. Provinsi Banten Dalam Angka 2018.Banten: Badan Pusat Statistik
Provinsi Banten
--------------.2019. Provinsi Banten Dalam Angka 2019.Banten: Badan Pusat Statistik
Provinsi Banten
--------------. 2018. Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten Triwulan
III 2017 Banten: Badan Pusat Statistik Provinsi Banten
--------------. 2018. Tinjauan Regional Berdasarkan PDRB Kabupaten/Kota 2013- 2017
Pulau Jawa dan Bali. Banten: Badan Pusat Statistik Provinsi Banten
--------------. 2018. Buku Saku PDRB Provinsi Banten, PDRB Kabupaten/Kota se- Banten,PDRB Provinsi se-Jawa dan PDB Indonesia (2016-2017. Banten: Badan Pusat Statistik Provinsi Banten
--------------. 2019. Buku Saku PDRB Provinsi Banten, PDRB Kabupaten/Kota se- Banten,PDRB Provinsi se-Jawa dan PDB Indonesia (2017-2018. Banten: Badan Pusat Statistik Provinsi Banten
--------------. 2019. Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Banten, Banten: Badan Pusat Statistik Provinsi Banten
--------------.2018. Berita Resmi Badan Pusat Statistik Banten. Banten: Badan Pusat
Statistik Provinsi Banten
Bank Indonesia. 2018. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten Mei 2018.
Banten: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten
Bank Indonesia. 2019. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten Mei 2019.
Banten: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten
Bank Indonesia. 2018. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten
November 2018. Banten: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten
DAFTAR PUSTAKA
xx
Bank Indonesia. 2019. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten
November 2019. Banten: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten
Bappeda Provinsi Banten.4 Januari 2018.Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah Provinsi Banten Tahun 2017-2022. https://bappeda.bantenprov.go.id
Banten: Bappeda Provinsi Banten
Kementerian Pertanian.2017. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor.38/PERMENTAN/HR.060/11/2017 tanggal 21 November 2017 tentang
Rekomendasi Impor Produk Hortikultura.Jakarta: Kementerian Pertanian
Gubernur Banten.2019. Peraturan Gubernur Banten Nomor.34 Tahun 2019 tanggal 30
Oktober 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Banten Nomor 19
Tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Banten Tahun 2020
Banten: Gubernur Banten
Pemda Provinsi Banten.2019. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor.10 Tahun 2019
tanggal 02 Oktober 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 7
Tahun 2017 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Provinsi Banten Tahun 2017-2022
Pemda Provinsi Banten.2019. Website Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Banten. https://dpmptsp.bantenprov.go.id/
Pemda Provinsi Banten.15 Juli 2019. Website Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Provinsi Banten. https://bpkad.bantenprov.go.id/detail/persentase-
penduduk-miskin-banten-berkurang/
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)-RI.2019. Website Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM)-RI. https://www.bkpm.go.id/
Kementerian Keuangan.2015.Peraturan Pemerintah Nomor : 11 Tahun 2015 tentang
Jenis dan Tarif PNBP. Jakarta
-------------.2017. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 50 / PMK. 07 / 2017 tentang
Pengelolaan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa.Jakarta: Kementerian
Keuangan
-------------.2017.Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 112 / PMK. 07 / 2017
tentang perubahan atas PMK 50/PMK.7/2017 tentang Pengelolaan Transfer Ke
Daerah dan Dana Desa.Jakarta.Kementerian Keuangan
-------------.2017.Surat Edaran Dirjen Perbendaharaan Nomor SE-61/PB/2017 tentang
Petunjuk Teknis Penyusunan Kajian Fiskal Regional.Jakarta.Direktorat
Jenderal Perbendaharaan
------------.2017.Buku Saku Dana Desa.Jakarta:Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan
------------.2018. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (2015-2018), B a n t e n : Kanwil
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Banten
Kementerian Keuangan. 2018. Website Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Aplikasi
OMSPAN Direktorat SITP). https://spanint.kemenkeu.go.id Direktorat Jenderal
Perbendaharaan
xxi
Kementerian Keuangan.2018. Website Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Aplikasi
Monev Dit. PA). http://www.pa.perbendaharaan.go.id Direktorat Jenderal
Perbendaharaan
Kementerian Keuangan,.2018. Website Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
http://sikd.djpk.kemenkeu.go.id/NewSIKD Direktorat Jenderal Perimbangan
Kementerian Keuangan,.2018. Website Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
http://www.djpk.kemenkeu.go.id/simtrada. Direktorat Jenderal Perimbangan
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (2015-2018) Kabupaten/Kota/Provinsi Banten
Laucereno.Sylke Febrina.6 Agustus 2018. Cerita Sri Mulyani Yang Malu Rasio Pajak
Cuma 11%.DetikFinance. https://finance.detik.com/berita- ekonomi-
bisnis/d-4153053/cerita-sri-mulyani-yang-malu-rasio-pajak- cuma-11%.
diakses 22 Februari 2019
Melani.Agustina. 10 September 2018. Ini Upaya pemerintah Dan BI Perkuat Rupiah. Liputan6 Jakarta. https://www.liputan6.com/bisnis/read/3640748/ini-upaya-pemerintah- dan-bi-perkuat-rupiah.terakhir. diakses 28 Januari 2019
Menara Banten.Edisi:09 Tahun kesebelas Tahun 2019. Banten
Menara Banten.Edisi:05 Tahun kesebelas Tahun 2019. Banten
Buletin Data dan Informasi Kesehatan Semester I 2018
Panduan Konvergensi Program/Kegiatan Persepatan Pencegahan Stunting, TNP2K 2018
Anggraeni.Rina. 22 Agustus 2019. Alasan BI Turunkan Suku Bunga Acuan Dua Kali Sepanjang 2019.Sindonews. https://ekbis.sindonews.com/read/1432359/33/alasan-bi-turunkan-suku-bunga-acuan-dua-kali-sepanjang-2019-1566462815
Rifai.Bahtiar. 05 November 2019. Pengangguran di Banten Tertinggi se-Indonesia, Ini sebabnya.DetikFinance. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4772807/pengangguran-di-banten-tertinggi-se-indonesia-ini-sebabnya
Penulis. 16 Agustus 2019. Investasi di Banten Makin Cemerlang.KabarBanten. https://www.kabar-banten.com/investasi-di-banten-makin-cemerlang/
xxii
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
APBD berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan
pengeluaran daerah selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember).
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN
berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran
negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember).
Badan Layanan Umum (BLU) instansi di lingkungan Pemerintah Pusat yang dibentuk
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau
jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktifitas. BLU memiliki fleksibilitas
pengelolaan keuangan berupa keleluasaan untuk menggunakan langsung
pendapatannya (tanpa harus menyetor ke Rekening Kas Umum Negara/RKUN) dan
menetapkan praktek-praktek bisnis yang sehat dalam rangka meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat. (Contoh: BLU Perguruan Tinggi Negeri, BLU Rumah Sakit
Pemerintah, dan BLUD Pengelola Dana Bergulir).
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) instansi di lingkungan Pemerintah Daerah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktifitas. BLUD
memiliki fleksibilitas pengelolaan keuangan berupa keleluasaan untuk menggunakan
langsung pendapatannya (tanpa harus menyetor ke Rekening Kas Umum Daerah/RKUD)
dan menetapkan praktek-praktek bisnis yang sehat dalam rangka meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat. (Contoh: BLUD Rumah Sakit Umum Daerah dan BLUD
Pengelola Dana Bergulir).
Bagian Anggaran (BA) adalah kelompok anggaran menurut nomenklatur
Kementerian/Lembaga (K/L) dan menurut fungsi Bendahara Umum Negara (Contoh: 001
= Majelis Permusyawaratan Rakyat; 015: Kementerian Keuangan; 054 = Badan Pusat
Statistik 999 = Bendahara Umum Negara).
DAFTAR ISTILAH
xxiii
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA-BUN) adalah bagian anggaran yang
tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran K/L seperti subsidi, pembayaran utang,
penerusan pinjaman, investasi pemerintah dan dana transfer.
Basis Poin/Basis Point (BPS) adalah unit pengukuran suku bunga dan persentase
lainnya di bidang keuangan. Satu basis poin sama dengan 1/100 dari 1% atau 0,01%, dan
digunakan untuk menunjukkan perubahan persentase.
Bea Masuk (BM)/Impor Duty adalah pungutan negara berdasarkan undang-undang
yang dikenakan terhadap barang yang memasuki daerah pabean. Pengenaan bea masuk
biasanya memiliki tujuan untuk meningkatkan pendapatan pemerintah, memberikan
proteksi terhadap produksi local, dan/atau untuk menghukum negara tertentu dengan
mengenakan tarif yang sangat tinggi untuk negara tersebut
Current Account Defisit ( CAD) / Neraca Transaksi Berjalan adalah alat ukur untuk
perdagangan internasional Indonesia yang mencakup transaksi barang, jasa, pendapatan
faktor produksi (dari aset dan tenaga kerja), dan juga transfer uang.
Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik) dana pada ABPN yang dialokasikan untuk
ditransfer kepada pemerintah daerah dengan penggunaan yang sudah ditentukan
sebelumnya dan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan pembangunan fisik. (Contoh
penggunaan: gedung sekolah, infrastruktur irigasi, energy skala kecil, prasarana
pemerintah daerah, infrastruktur jalan, transportasi perdesaan sarpras pasar, dan lain
sebagainya).
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Bagi Hasil terdiri dari
DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA).
Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
yang diperuntukkan bagi Desa dan Desa Adat yang ditransfer melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai
penyelenggaran pemerintahan, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat, dan
kemasyarakatan. kenario awal Dana Desa ini diberikan dengan mengganti program
pemerintah yang dulunya disebut PNPM,
Dana Insentif Daerah (DID) adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah
tertentu berdasarkan kriteria tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas
pencapaian kinerja tertentu
xxiv
Dana Perimbangan/Dana Transfer merupakan dana yang bersumber dari penerimaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah
untuk membiayai kebutuhan daerah. tujuan transfer adalah mengurangi kesenjangan
horizontal antar daerah, mengurangi kesenjangan vertikal Pusat-Daerah, mengatasi
persoalan efek pelayanan publik antar daerah, dan untuk menciptakan stabilitas aktivitas
perekonomian di daerah
Dekonsentrasi (DK) pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur. Untuk
mendukung pelaksanaan dekonsentrasi, dibutuhkan dana dekonsentrasi, yaitu dana yang
berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur yang mencakup semua penerimaan
dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, tidak termasuk dana yang
dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. Dana Dekonsentrasi tidak termasuk
dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah.
Defisit/Surplus Anggaran adalah kebijakan atau realisasi pengeluaran dan penerimaan
negara. Pengeluaran lebih besar dari penerimaan disebut sebagai defisit anggaran,
sedangkan pengeluaran lebih kecil dari penerimaan disebut sebagai surplus
Gini Ratio adalah indikator yang menunjukkan tingkat ketimpangan pendapatan secara
menyeluruh. Nilai Koefisien Gini berkisar antara 0 hingga 1. Koefisien Gini bernilai 0
menunjukkan adanya pemerataan pendapatan yang sempurna, atau setiap orang
memiliki pendapatan yang sama.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan
pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi
nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran
pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi
ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.
Indeks Pembangunan Manusia/Human Development Index (IPM/HDI) menjelaskan
bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh
pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM dibentuk oleh 3 dimensi dasar
yakni umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, serta standar hidup layak.
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus- menerus
(continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar
yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya
ketidaklancaran distribusi barang.
xxv
Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian (LKPK) adalah Laporan yang disusun
berdasarkan konsolidasi laporan keuangan pemerintah pusat dengan laporan keuangan
pemrerintah daerah konsolidasian dalam periode tertentu.
Kredit Program merupakan program kredit/pembiayaan pemerintah dengan berbagai
skema yang ditujukan untuk pengembangan sektor prioritas,
Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan salah satu skema kredit program yang sumber
dananya berasal dari bank dengan suku bunga rendah yang disubsidi oleh pemerintah.
Secara umum, KUR bertujuan untuk mempercepat pengembangan Sektor Riil dan
Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) Meningkatkan
akses pembiayaan UMKMK kepada Lembaga Keuangan.
Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah (LLPAD) merupakan pos penganggaran
penerimaan asli daerah yang tidak termasuk ke dalam pajak daerah, retribusi daerah, dan
HPKD. LLPAD meliputi jasa giro, bunga, tuntutan ganti rugi, denda pajak, denda retribusi,
pendapatan BLUD, dan lain sebagainya.
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah (LLPD) merupakan pos penerimaan Pemda
untuk menampung penerimaan selain PAD dan Dana Perimbangan. Pos LLPD meliputi
hibah, dana darurat, DBH dari provinsi, bantuan keuangan, dan lain sebagainya.
Kredit Program merupakan program kredit/pembiayaan pemerintah dengan berbagai
skema yang ditujukan untuk pengembangan sektor prioritas,
Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan salah satu skema kredit program yang sumber
dananya berasal dari bank dengan suku bunga rendah yang disubsidi oleh pemerintah.
Secara umum, KUR bertujuan untuk mempercepat pengembangan Sektor Riil dan
Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) Meningkatkan
akses pembiayaan UMKMK kepada Lembaga Keuangan.
Kebijakan Umum Anggaran (KUA) adalah dokumen anggaran yang dibuat oleh
Sekertaris Daerah untuk disampaikan kepada Kepala Daerah sebagai pedoman dalam
penyusunan APBD berdasarkan Rencana Kerja Prioritas Daerah (RKPD) dari hasil
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), yang dilaporkan paling lambat
minggu pertama bulan Juni. (Permendagri No. 59 Tahun 2007, Pasal 83 – Pasal 88).
xxvi
Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah (LLPAD) merupakan pos penganggaran
penerimaan asli daerah yang tidak termasuk ke dalam pajak daerah, retribusi daerah,
dan HPKD. LLPAD meliputi jasa giro, bunga, tuntutan ganti rugi, denda pajak, denda
retribusi, pendapatan BLUD, dan lain sebagainya.
Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah (LLPD) merupakan pos penerimaan Pemda
untuk menampung penerimaan selain PAD dan Dana Perimbangan. Pos LLPD meliputi
hibah, dana darurat, DBH dari provinsi, bantuan keuangan, dan lain sebagainya.
Location Quotient (LQ) merupakan metode kuantifikasi tingkat konsentrasi suatu
sektor pada suatu wilayah dalam suatu negara dibandingkan dengan negara itu sendiri.
Dengan LQ, keunikan suatu wilayah dibandingkan rata-rata nasional dapat terlihat. Nilai
LQ lebih besar dari 1 dapat diartikan bahwa sektor tersebut memiliki keunggulan
komparatif
Overlay dalam analisis ekonomi merupakan metode analisis yang digunakan untuk
menggabungkan beberapa analisis lainnya sehingga kesimpulan yang dihasilkan
menjadi lebih komprehensif.
Pajak Daerah adalah pajak yang kewenangan pemungutannya berada di tangan
Pemerintah Daerah. Pajak daerah meliputi pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame,
pajak parkir dan sebagainya.
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan
perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya.
Pajak Perdagangan Internasional (PPI) adalah semua penerimaan negara yang
berasal dari bea masuk dan bea keluar.
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang dikenakan pada
barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk
menghasilkan atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
Pembiayaan Ultra Mikro adalah Program fasilitas pembiayaan pada usaha ultra mikro
baik dalah bentuk kredit konfensional maupun pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
yang merupakan program lanjutan dari program bantuan sosial menjadi kemandirian
usaha yang belum bisa difasilitasi perbankkan dan di salurkan melalui Lembaga
Keuangan Bukan Bank (LKBB).
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan kelompok pendapatan pemerintah daerah
yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan LLPAD.
xxvii
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Menurut UU no. 20 tahun 1997 tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak, PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat
yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.
Penyertaan Modal Daerah (PMD) merupakan bentuk investasi pemerintah daerah
pada Badan Usaha dengan mendapat hak kepemilikan, termasuk pendirian perseroan
terbatas dan/atau pengambilalihan perseroan terbatas
Penyertaan Modal Negara (PMN) merupakan bentuk investasi pemerintah pusat pada
Badan Usaha dengan mendapat hak kepemilikan, termasuk pendirian perseroan
terbatas dan/atau pengambilalihan perseroan terbatas
Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai tambah dari semua barang dan jasa
(output) yang diproduksi oleh suatu negara pada periode waktu tertentu.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai tambah dari semua barang dan
jasa (output) yang diproduksi oleh suatu wilayah (Provinsi/Kabupaten/Kota) pada
periode waktu tertentu.
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (PDRB ADHB) adalah
PDRB yang menghitung nilai barang dan jasanya berdasarkan harga berlaku.
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan (PDRB ADHK) adalah
PDRB yang menghitung nilai barang dan jasanya dengan menggunakan harga tahun
tertentu sebagai dasar perhitungannya. Dengan kata lain, PDRB ADHK murni
menghitung nilai tambah output tanpa memperhitungkan kenaikan/penurunan harga.
Produk Domestik Regional Bruto per Kapita (PDRB/Kapita) merupakan nilai PDRB
dibagi dengan jumlah penduduk pada tahun yang sama. PDRB/Kapita digunakan
sebagai indikator standar hidup penduduk suatu wilayah
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah dokumen
perencanaan pembangunan daerah untuk perioda 5 (lima) tahunan yang merupakan
penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah dengan berpedoman pada RPJP
Daerah serta memerhatikan RPJM Nasional
Retribusi Daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah
Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Retribusi daerah meliputi retribusi izin
mendirikan bangunan, retribusi parkir, retribusi pelayanan pasar, retribusi terminal dll.
Shift-Share adalah analisis dengan metode yang sederhana untuk menetapkan target
industri/sektor dan menganalisis dampak ekonomi. Analisis Shift-share
xxviii
menggambarkan kinerja sektor-sektor di suatu wilayah dibandingkan dengan
perekonomian nasional.
Tax Ratio / Rasio Pajak adalah rasio yang membandingkan antara realisasi pajak
dengan PDB/PDRB pada periode yang sama. Rasio tersebut menjadi indikator
keberhasilan penggalian potensi pajak.
Tingkat Kemiskinan/Persentase Penduduk Miskin adalah persentase penduduk
yang berada dibawah Garis Kemiskinan (GK).
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah suatu indikator ketenagakerjaan
yang memberikan gambaran tentang penduduk yang aktif secara ekonomi dalam
kegiatan sehari-hari merujuk pada suatu waktu dalam periode survei. TPAK dihitung
dengan cara membagi jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk berusia 15 tahun
keatas. Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun
dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan
pengangguran. Penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja adalah penduduk usia
kerja (15 tahun dan lebih) yang masih sekolah, mengurus rumah tangga atau
melaksanakan kegiatan lainnya selain kegiatan pribadi.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah indikasi tentang penduduk usia kerja
yang termasuk dalam kelompok pengangguran. Kegunaan dari indikator pengangguran
terbuka ini baik dalam satuan unit (orang) maupun persen berguna sebagai acuan
pemerintah bagi pembukaan lapangan kerja baru. TPT dihitung dengan cara membagi
jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja.
Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) adalah Bagian dari Belanja Negara yang
dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada
Tugas Pembantuan (TP) adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau
desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan
pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Untuk pelaksanaanya, diberikan dana
tugas pembantuan dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah dan desa yang mencakup
semua penerimaan dan pengeluaran.
Upah Minimum Provinsi (UMP) adalah upah minimum yang berlaku untuk seluruh
kabupaten/kota di satu provinsi. UMP ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan
rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi.
Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) adalah upah minimum yang berlaku di wilayah
kabupaten/kota.
xxix
Urusan Bersama (UB) merupakan kegiatan bersama pusat dan daerah yang
dilaksanakan langsung oleh masyarakat. Kegiatan yang dilaksanakan bersifat bantuan
langsung ke masyarakat dan biasanya dialokasikan dalam bantuan sosial. Pendanaan
UB berasal dari APBN dan disertai dengan Dana Pendamping dari APBD.
Year on Year (YoY) adalah metode perbandingan dua peristiwa yang diukur dengan
basis tahunan. (Contoh: penerimaan pemerintah pada triwulan IV 2018 dibandingkan
dengan penerimaan pemerintah pada triwulan IV 2017)
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi
kronis dan infeksi berulang terutama dalam seribu Hari Pertama Kehidupan (HPK)
sehingga anak lebih pendek untuk usianya.
xxx
KAJIAN FISKAL REGIONAL PROVINSI BANTEN TAHUN 2019
KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI BANTEN
Penanggung Jawab: Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Banten
Haryana
Ketua: Kepala Bidang PPA II
Nur Amalia
Editor: Erwin A. O. Situmorang
Kontributor:
Royana Dewi Triastuti Santun Situmorang Catur Rini Ariyanti
Siti Fatimah Tri Winarti
TIM PENYUSUN