KEMENTERIAN KEUANGAN DAN...secara mingguan ke level 6.191,95 meskipun investor nonresiden...

6
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 1 DAN 14 s.d. 20 Oktober 2019 KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL I. Pasar Global Pasar Saham. Wall Street pekan lalu ditutup bervariasi, dengan indeks Dow Jones melemah 46,39 poin atau 0,17 persen ke level 26.770,20, sedangkan indeks S&P 500 menguat 15,93 poin atau 0,54 persen ke level 2.986,20, dan indeks Nasdaq pada minggu lalu juga menguat 32.5 poin atau 0,40 persen ke level 8.089,54. Pergerakan bursa saham AS pada pekan lalu utamanya dipengaruhi oleh perkembangan perundingan dagang antara AS dan Tiongkok, rilis kinerja keuangan emiten, dan rilis data perekonomian AS dan Tiongkok. Perundingan dagang antara AS dan Tiongkok yang telah mencapai kesepakatan pada tanggal 10-11 Oktober lalu hingga saat ini belum ditandatangani secara resmi oleh kedua negara. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor akan kelanjutan perang dagang kedua negara. Sejumlah investor mulai khawatir bahwa kesepakatan yang sudah diambil bisa batal di tengah jalan. Menurut Presiden Trump, kesepakatan tersebut belum ditandatangani karena menunggu proses formalisasi dokumen. Namun, sejumlah media melaporkan bahwa kesepakatan tersebut belum ditandatangani karena Tiongkok masih ingin memasukkan beberapa poin dalam kesepakatan tersebut, seperti pembatalan pemberlakuan tarif baru yang direncanakan per 15 Desember mendatang. Selanjutnya, rilis kinerja keuangan emiten pada pekan pertama ini turut mempengaruhi perkembangan bursa saham Wall Street pada pekan lalu. 76 persen emiten yang tercatat dalam indeks S&P 500 memiliki kinerja di atas ekspektasi. Hal tersebut berhasil menopang kenaikan S&P 500 pada pekan lalu. Beberapa emiten yang memiliki kinerja di atas ekspektasi adalah Netflix dan Morgan Stanley. Sementara itu, harga saham Johnson & Johnson dan Boeing mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu sebesar masing-masing 6,8 dan 6,2 persen. Pelemahan harga kedua saham emiten tersebut turut memberikan tekanan negatif pada bursa saham AS pekan lalu. Sentimen negatif selanjutnya datang dari memburuknya rilis perekonomian AS dan Tiongkok. Departemen Perdagangan AS melaporkan bahwa kontrak Gambar 1. Pasar Saham Global Indikator 18 Oktober 2019 Perubahan (%) WoW YoY Ytd T1 ---- Nilai Tukar/USD ---- Euro 0,90 1,17 (2,51) (2,61) Yen 108,45 (0,15) 3,35 1,13 GBP 0,77 2,53 (0,34) 1,68 Real 4,11 (0,07) (10,51) (6,15) Rubel 63,76 0,71 3,13 8,54 Rupiah 14,146,00 (0,06) 6,90 1,70 Rupee 71,15 (0,18) 3,35 (1,97) Yuan 7,08 0,09 (2,08) (2,95) KRW 1,181,45 0,63 (4,07) (5,88) SGD 1,36 0,67 1,29 (0,09) Ringgit 4,19 0,00 (0,71) (1,28) Baht 30,30 0,31 7,03 6,90 Peso 51,32 0,53 4,91 2,41 T2 ----- Pasar Modal ------ DJIA 26,770,20 (0,17) 2,89 14,76 S&P500 2,986,20 0,54 6,73 19,12 FTSE 100 7,150,57 (1,33) (7,15) 6,28 DAX 12,633,60 0,97 (4,88) 19,65 KOSPI 2,060,69 0,79 (18,09) 0,96 Brazil IBrX 867,56 2,80 (11,31) (0,83) Nikkei 22,492,68 3,18 (5,35) 12,38 SENSEX 39,298,38 3,07 11,45 8,96 JCI 6,191,95 1,41 (4,34) (0,04) Hangseng 26,719,58 1,56 (16,82) 3,38 Shanghai 2,938,14 (1,19) (15,44) 17,81 STI 3,114,16 0,01 (11,56) 1,48 FTSE KLCI 1,571,15 0,92 (13,75) (7,06) SET 1,631,43 0,33 (10,33) 4,32 PSEi 7,885,23 0,45 (10,61) 5,61 T3 ------ Surat Berharga Negara ------ Yield 5 th, (FR 77) 6,59 1 n/a (130) Yield 10 th, (FR78) 7,12 (8) n/a (84) T4 ------ Komoditas ------ Brent Oil 59,42 (1,80) (4,90) 7,76 CPO 2,208,00 4,25 (10,43) 10,18 Gold 1,490,05 0,07 12,28 16,18 Coal 67,50 1,66 (36,77) (33,86) Nickel 16,230,00 (7,52) 30,15 51,82 T5 ------ Rilis Data ------ CPI New Zealand Q3 : 0,7 Q2 : 0,6 Inggris Sept : 1,7 Agt : 1,7 Eropa Sept : 0,8 Agt : 1,0 Ritel Sales AS Sept : -0,3 Agt : 0,6 Inggris Sep : 0,0 Agt : -0,3 Building Permit AS Sept : 1,39 jt Agt : 1,46 jt GDP Tiongkok Q3 : 6,0 Q2 : 6,2 Industrial Production Tiongkok Sep :5,8 Agt : 4,4 Highlight Minggu Ini Bursa saham Wall Street ditutup bervariasi pekan lalu seiring kekhawatiran pelaku pasar bahwa kesepakatan perdagangan Fase 1 antara AS-Tiongkok mungkin tidak akan ditandatangani oleh kedua negara, kinerja emiten pada Q3 yang diatas ekspektasi, rilis data penjualan ritel AS yang terkontraksi pada bulan September 2019, serta data pertumbuhan ekonomi Tiongkok Q3 2019 yang paling rendah dalam hampir tiga dekade. Indeks dollar AS turun 1,04 persen dalam sepekan ke level 97,28 pada Jumat (18/10), sementara imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun naik sekitar 2 bps ke level 1,75 persen seiring tercapainya kesepakatan baru mengenai Brexit antara Inggris dan Uni Eropa. Dari pasar komoditas, harga minyak mentah jenis Brent melemah 1,82 persen dalam sepekan ke level US$59,42 per barel seiring naiknya kekhawatiran akan pelemahan permintaan minyak dari Tiongkok sebagai dampak perlambatan perekonomiannya serta naiknya persediaan minyak AS yang jauh diatas perkiraan pelaku pasar. Dari pasar keuangan domestik, IHSG menguat sebesar 1,41 persen secara mingguan ke level 6.191,95 meskipun investor nonresiden mencatatkan jual bersih Rp1,35 triliun dalam sepekan, sementara nilai tukar rupiah melemah 0,06 persen terhadap dollar AS di level Rp14.146. IMF dalam World Economic Outlook edisi Oktober 2019 kembali merevisi turun perkiraan pertumbuhan perekonomian global untuk tahun 2019 dan 2020. Meskipun proyeksi pertumbuhan Indonesia tidak berubah, kewaspadaan terhadap perkembangan perekonomian dan pasar keuangan global wajib dijaga mengingat tingkat ketidakpastian yang masih tinggi.

Transcript of KEMENTERIAN KEUANGAN DAN...secara mingguan ke level 6.191,95 meskipun investor nonresiden...

Page 1: KEMENTERIAN KEUANGAN DAN...secara mingguan ke level 6.191,95 meskipun investor nonresiden mencatatkan jual bersih Rp1,35 triliun dalam sepekan, sementara nilai tukar rupiah melemah

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 1

DAN 14 s.d. 20 Oktober 2019

KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL

I. Pasar Global

Pasar Saham. Wall Street pekan lalu ditutup bervariasi, dengan indeks Dow Jones melemah 46,39 poin atau 0,17 persen ke level 26.770,20, sedangkan indeks S&P 500 menguat 15,93 poin atau 0,54 persen ke level 2.986,20, dan indeks Nasdaq pada minggu lalu juga menguat 32.5 poin atau 0,40 persen ke level 8.089,54. Pergerakan bursa saham AS pada pekan lalu utamanya dipengaruhi oleh perkembangan perundingan dagang antara AS dan Tiongkok, rilis kinerja keuangan emiten, dan rilis data perekonomian AS dan Tiongkok.

Perundingan dagang antara AS dan Tiongkok yang telah mencapai kesepakatan pada tanggal 10-11 Oktober lalu hingga saat ini belum ditandatangani secara resmi oleh kedua negara. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor akan kelanjutan perang dagang kedua negara. Sejumlah investor mulai khawatir bahwa kesepakatan yang sudah diambil bisa batal di tengah jalan. Menurut Presiden Trump, kesepakatan tersebut belum ditandatangani karena menunggu proses formalisasi dokumen. Namun, sejumlah media melaporkan bahwa kesepakatan tersebut belum ditandatangani karena Tiongkok masih ingin memasukkan beberapa poin dalam kesepakatan tersebut, seperti pembatalan pemberlakuan tarif baru yang direncanakan per 15 Desember mendatang.

Selanjutnya, rilis kinerja keuangan emiten pada pekan pertama ini turut mempengaruhi perkembangan bursa saham Wall Street pada pekan lalu. 76 persen emiten yang tercatat dalam indeks S&P 500 memiliki kinerja di atas ekspektasi. Hal tersebut berhasil menopang kenaikan S&P 500 pada pekan lalu. Beberapa emiten yang memiliki kinerja di atas ekspektasi adalah Netflix dan Morgan Stanley. Sementara itu, harga saham Johnson & Johnson dan Boeing mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu sebesar masing-masing 6,8 dan 6,2 persen. Pelemahan harga kedua saham emiten tersebut turut memberikan tekanan negatif pada bursa saham AS pekan lalu.

Sentimen negatif selanjutnya datang dari memburuknya rilis perekonomian AS dan Tiongkok. Departemen Perdagangan AS melaporkan bahwa kontrak

Gambar 1. Pasar Saham Global

Indikator 18 Oktober 2019

Perubahan (%)

WoW YoY Ytd

T1 ---- Nilai Tukar/USD ---- Euro 0,90 1,17 (2,51) (2,61) Yen 108,45 (0,15) 3,35 1,13

GBP 0,77 2,53 (0,34) 1,68 Real 4,11 (0,07) (10,51) (6,15)

Rubel 63,76 0,71 3,13 8,54 Rupiah 14,146,00 (0,06) 6,90 1,70 Rupee 71,15 (0,18) 3,35 (1,97) Yuan 7,08 0,09 (2,08) (2,95) KRW 1,181,45 0,63 (4,07) (5,88) SGD 1,36 0,67 1,29 (0,09)

Ringgit 4,19 0,00 (0,71) (1,28) Baht 30,30 0,31 7,03 6,90 Peso 51,32 0,53 4,91 2,41

T2 ----- Pasar Modal ------

DJIA 26,770,20 (0,17) 2,89 14,76 S&P500 2,986,20 0,54 6,73 19,12

FTSE 100 7,150,57 (1,33) (7,15) 6,28 DAX 12,633,60 0,97 (4,88) 19,65

KOSPI 2,060,69 0,79 (18,09) 0,96 Brazil IBrX 867,56 2,80 (11,31) (0,83)

Nikkei 22,492,68 3,18 (5,35) 12,38 SENSEX 39,298,38 3,07 11,45 8,96

JCI 6,191,95 1,41 (4,34) (0,04) Hangseng 26,719,58 1,56 (16,82) 3,38 Shanghai 2,938,14 (1,19) (15,44) 17,81

STI 3,114,16 0,01 (11,56) 1,48 FTSE KLCI 1,571,15 0,92 (13,75) (7,06)

SET 1,631,43 0,33 (10,33) 4,32 PSEi 7,885,23 0,45 (10,61) 5,61

T3 ------ Surat Berharga Negara ------ Yield 5 th, (FR 77) 6,59 1 n/a (130) Yield 10 th, (FR78) 7,12 (8) n/a (84)

T4 ------ Komoditas ------ Brent Oil 59,42 (1,80) (4,90) 7,76

CPO 2,208,00 4,25 (10,43) 10,18 Gold 1,490,05 0,07 12,28 16,18 Coal 67,50 1,66 (36,77) (33,86)

Nickel 16,230,00 (7,52) 30,15 51,82 T5 ------ Rilis Data ------

CPI New Zealand Q3 : 0,7 Q2 : 0,6

Inggris Sept : 1,7 Agt : 1,7 Eropa Sept : 0,8 Agt : 1,0

Ritel Sales AS Sept : -0,3 Agt : 0,6 Inggris Sep : 0,0 Agt : -0,3

Building Permit AS Sept : 1,39 jt Agt : 1,46 jt GDP Tiongkok Q3 : 6,0 Q2 : 6,2

Industrial Production Tiongkok Sep :5,8 Agt : 4,4

Highlight Minggu Ini

Bursa saham Wall Street ditutup bervariasi pekan lalu seiring kekhawatiran pelaku pasar bahwa kesepakatan perdagangan Fase 1 antara AS-Tiongkok mungkin tidak akan ditandatangani oleh kedua negara, kinerja emiten pada Q3 yang diatas ekspektasi, rilis data penjualan ritel AS yang terkontraksi pada bulan September 2019, serta data pertumbuhan ekonomi Tiongkok Q3 2019 yang paling rendah dalam hampir tiga dekade.

Indeks dollar AS turun 1,04 persen dalam sepekan ke level 97,28 pada Jumat (18/10), sementara imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun naik sekitar 2 bps ke level 1,75 persen seiring tercapainya kesepakatan baru mengenai Brexit antara Inggris dan Uni Eropa.

Dari pasar komoditas, harga minyak mentah jenis Brent melemah 1,82 persen dalam sepekan ke level US$59,42 per barel seiring naiknya kekhawatiran akan pelemahan permintaan minyak dari Tiongkok sebagai dampak perlambatan perekonomiannya serta naiknya persediaan minyak AS yang jauh diatas perkiraan pelaku pasar.

Dari pasar keuangan domestik, IHSG menguat sebesar 1,41 persen secara mingguan ke level 6.191,95 meskipun investor nonresiden mencatatkan jual bersih Rp1,35 triliun dalam sepekan, sementara nilai tukar rupiah melemah 0,06 persen terhadap dollar AS di level Rp14.146.

IMF dalam World Economic Outlook edisi Oktober 2019 kembali merevisi turun perkiraan pertumbuhan perekonomian global untuk tahun 2019 dan 2020. Meskipun proyeksi pertumbuhan Indonesia tidak berubah, kewaspadaan terhadap perkembangan perekonomian dan pasar keuangan global wajib dijaga mengingat tingkat ketidakpastian

yang masih tinggi.

Page 2: KEMENTERIAN KEUANGAN DAN...secara mingguan ke level 6.191,95 meskipun investor nonresiden mencatatkan jual bersih Rp1,35 triliun dalam sepekan, sementara nilai tukar rupiah melemah

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 2

KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL

tidak memberikan penjelasan yang memadai

Gambar 4. Slope US Yield curve dan Resesi

Gambar 2. Yield treasury AS tenor 10 tahun naik 2 bps

ke level 1,75 pada hari Jumat (18/10)

penjualan ritel AS turun 0,3 persen pada bulan September. Penurunan tersebut merupakan yang pertama kali dalam 7 bulan terakhir. Sejumlah pengamat menilai bahwa pelemahan di sektor manufaktur sudah merembet ke sektor-sektor lain yang lebih luas di AS. Sementara itu, kondisi perekonomian Tiongkok tidak jauh berbeda dengan AS. Pada Q3 2019, perekonomian Tiongkok dilaporkan hanya tumbuh sebesar 6 persen di AS. Pertumbuhan ini tercatat sebagai pertumbuhan ekonomi terendah Tiongkok dalam 27 tahun terakhir. Selain itu, data penjualan ritel Tiongkok pada pada bulan September 2019 tercatat sebesar 8,16 persen atau turun apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 8,21 persen.

Dari kawasan Eropa, bursa saham FTSE 100 Inggris ditutup melemah dan bursa saham DAX Jerman ditutup menguat dalam sepekan. Pada pekan lalu bursa saham di kawasan Eropa bergerak bervariasi menunggu keputusan parlemen Inggris mengenai Brexit. Seperti diberitakan sebelumnya, bahwa pertemuan antara Inggris yang diwakili oleh PM Boris Johnson dan Uni Eropa telah menyepakati keluarnya Inggris dari Uni Eropa pada akhir Oktober mendatang. Namun, kesepakatan ini masih akan disampaikan ke parlemen Inggris untuk mendapatkan persetujuan. Sejumlah analis memprediksi bahwa parlemen Inggris akan menolak kesepakan tersebut. Parlemen Inggris juga sudah meminta Menteri Keuangan Inggris untuk menyampaikan perkiraan ekonomi terbaru apabila Inggris keluar dari Uni Eropa.

Sejumlah investor cemas bahwa masalah Brexit akan semakin berlarut-larut dan dapat memperburuk kondisi ekonomi Inggris. Kecemasan investor ini menyebabkan bursa saham Inggris, FTSE 100, dalam sepekan kemarin melemah 1,33 persen. Fresnillo, emiten blue chip yang bergerak di bidang pertambangan mencatatkan penurunan saham terbesar pada pekan lalu yaitu sebesar 3,75 persen. Selanjutnya saham Evraz, perusahaan pertambangan baja dan Reckitt Benckisser Group, perusahaan barang konsumen, mencatatkan penurunan masing-masing sebesar 3,28 dan 2,51 persen.

Dari Jerman, bursa saham DAX pada pekan lalu menguat sebesar 0,97 persen ke level 12.633,0 dibandingkan dengan pekan sebelumnya. Kenaikan DAX ini ditopang oleh kenaikan harga saham perusahaan otomotif Volkswagen yang harga sahamnya sempat meningkat sebesar 3,12 persen, diikuti oleh kenaikan harga saham perusahaan perawatan Fresenius SE dan perusahaan pesawat terbang MTU Aero yang masing-masing sebesar 2,38 dan 2,14 persen.

Dari kawasan Asia, mayoritas indeks saham di kawasan Asia ditutup menguat dalam sepekan. Selain bursa saham Shanghai Tiongkok yang melemah sebesar 1,19 persen ke level 2.938,14, mayoritas bursa saham di kawasan Asia menguat dalam sepekan lalu. Bursa saham STI Singapura menguat selama sepekan sebesar 0,01 persen ke level 3.114,16, Indeks Nikkei Jepang menguat 3,18 persen ke level 22.492,68, dan indeks Hangseng Hong Kong menguat sebesar 1,56 persen ke level 26.719,58.

Bursa saham Shanghai Tiongkok melemah pada pekan lalu tertekan oleh memburuknya data perekonomian yang dirilis. Seperti yang telah dirilis oleh pemerintah Tiongkok, pertumbuhan ekonomi negara tersebut pada kuartal III-2019 hanya tumbuh sebesar 6 persen yoy. Selain itu, data penjualan ritel Tiongkok juga hanya tercatat sebesar 8,16 persen, turun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 8,21 persen.

Pasar Uang. Indeks dolar AS berada pada level 97,28 pada akhir perdagangan pekan lalu (18/10) atau melemah sebesar 1,04 persen dalam sepekan terhadap enam mata uang utama dunia dari posisi 98,30 pada akhir pekan sebelumnya (11/10). Indeks dollar AS melemah di tengah optimisme Brexit setelah Inggris dan Uni Eropa mengumumkan pada Kamis (17/10) bahwa mereka telah mencapai kesepakatan baru. Hal tersebut mendorong mata uang Poundsterling dan Euro menguat karena kesepakatan Brexit baru dengan Uni Eropa, membawa peluang bagi Perdana Menteri Inggris Boris Johnson untuk membawa negaranya meninggalkan blok ekonomi tersebut dengan kesepakatan pada 31 Oktober, meski masih harus mendapat persetujuan dari parlemen Inggris. Selain itu, dollar AS melemah karena investor lebih berhati-hati akan perlambatan ekonomi global setelah rilis data pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tiongkok yang melambat di tengah tekanan produksi industri akibat perang dagang dengan AS dan pelemahan permintaan domestik. PDB Tiongkok pada kuartal ketiga tahun 2019 tercatat tumbuh 6 persen yoy atau merupakan pertumbuhan paling lambat dalam

Gambar 3. The Fed diprediksi akan agresif

memangkas suku bunga

Page 3: KEMENTERIAN KEUANGAN DAN...secara mingguan ke level 6.191,95 meskipun investor nonresiden mencatatkan jual bersih Rp1,35 triliun dalam sepekan, sementara nilai tukar rupiah melemah

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 3

KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL

Gambar 6. Harga hard commodities: harga emas dan

tembaga menguat, sementara harga minyak Brent,

minyak WTI, dan nikel melemah secara mingguan

Gambar 5. Harga minyak mentah Brent dan WTI

melemah, sementara harga acuan batubara ICE

Newcastle menguat secara mingguan

hampir 30 tahun. Di sisi lain, data penjualan ritel AS bulan September turun 0,3 persen mom dan menjadi penurunan terbesar sejak November 2018. Hal tersebut membuka peluang bagi the Fed untuk melanjutkan pemangkasan suku bunga acuan mengingat sektor konsumsi merupakan salah satu faktor yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi AS.

Pasar Obligasi. Yield US Treasury tenor 10 tahun pada akhir pekan lalu (18/10) ditutup di level 1,7536 persen atau naik sekitar 2 bps dibandingkan penutupan pekan sebelumnya. Kenaikan imbal hasil US Treasury pekan lalu tidak lepas dari sentimen positif yang berasal dari Inggris dimana Komisi Eropa dan Inggris berhasil mencapai kesepakatan mengenai Brexit pada Kamis (17/10). Kesepakatan ini mengurangi kekhawatiran terjadinya No-deal Brexit sehingga mendorong kenaikan appetite investor terhadap aset keuangan yang lebih berisiko baik di AS maupun di Eropa. Poin utama kesepakatan baru antara Inggris dan Uni Eropa berfokus pada pengaturan untuk tetap membuka perbatasan antara Irlandia Utara yang masuk dalam teritori Kerajaan Inggris dan Irlandia yang merupakan bagian Eropa.

Meskipun berhasil mengamankan kesepakatan dengan Uni Eropa, perkembangan terkini menunjukkan bahwa pada Sabtu (19/10), parlemen Inggris menunda pemungutan suara atas RUU Perjanjian Penarikan yang diusulkan PM Inggris Boris Johnson. Dengan demikian, PM Inggris harus meminta perpanjangan Brexit ke Uni Eropa hingga 31 Oktober mendatang. Pelaku pasar juga menantikan perkembangan pembahasan kesepakatan perdagangan antara AS-Tiongkok untuk “Fase 1”. Pada hari Kamis (17/10), Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin menyatakan bahwa negosiator AS dan Tiongkok tengah berusaha keras untuk menyusun rincian kesepakatan Fase 1 tersebut. Mnuchin dan Perwakilan Perdagangan AS dijadwalkan untuk berbicara dengan Wakil PM Tiongkok Liu He melalui sambungan telepon pekan ini dan dijadwalkan bertemu secara langsung di Santiago, Chili sebelum pertemuan APEC pada 16-17 November 2019. Di sela pertemuan APEC tersebut nantinya diharapkan Presiden AS dan Presiden Tiongkok akan bertemu dan menandatangani kesepakatan Fase 1.

Pasar Komoditas. Harga minyak Brent kontrak berjangka acuan global pekan lalu berbalik melemah setelah penguatan yang terjadi pada pekan sebelumnya. Pada penutupan hari Jumat (18/10), harga minyak Brent tercatat di level US$59,42 per barel atau turun 1,80 persen dalam sepekan dari posisi US$60,51 per barel pada Jumat (11/10). Dua faktor utama yang menekan harga minyak berasal dari rilis data ekonomi Tiongkok dan kekhawatiran membengkaknya cadangan minyak AS seiring kenaikan produksi. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada kuartal ketiga 2019 tercatat hanya mencapai 6 persen, terlemah dalam hampir 3 dekade, terutama dipengaruhi oleh melemahnya aktivitas manufaktur sebagai dampak turunnya permintaan baik dari sisi domestik maupun permintaan ekspor akibat perang dagang yang tengah berlangsung antara AS dan Tiongkok. Pelemahan tetap terjadi meskipun otoritas Tiongkok telah menempuh kebijakan stimulus baik dari sisi moneter maupun fiskal diantaranya dengan melakukan pemotongan pajak serta tambahan utang untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Pelemahan aktivitas perekonomian Tiongkok ini dikhawatirkan berlanjut apabila tidak ada kesepakatan yang dicapai dengan AS sehingga permintaan minyak dari Tiongkok akan semakin turun. Sebagai catatan, Tiongkok merupakan konsumen minyak terbesar kedua di dunia sekaligus importir minyak terbesar. Di sisi lain, US Energy Information Administration (EIA) pada Rabu (16/10) melaporkan cadangan minyak AS mengalami kenaikan hingga 9,3 juta barel pada pekan yang berakhir Jumat (11/10), jauh diatas perkiraan analis yang memperkirakan kenaikan 2,9 juta barel.

Selain itu, perusahaan Energi Baker Hughes melaporkan bahwa untuk pekan yang berakhir pada Jumat (18/10), jumlah rig minyak AS yang aktif beroperasi sebanyak 713 unit atau naik 1 unit dari pekan sebelumnya sekaligus melanjutkan kenaikan rig yang beroperasi sebanyak 2 unit pada pekan sebelumnya. Pekan lalu, sentimen pasar minyak juga diwarnai oleh pernyataan Sekretaris Jenderal OPEC Mohammad Barkindo bahwa OPEC dan sekutunya termasuk Rusia akan melakukan apapun yang ada dalam kekuasaan mereka dan sekutunya untuk menjaga stabilitas pasar minyak hingga 2020. Pernyataan ini berhasil menjaga pelemahan harga minyak yang lebih dalam.

Harga komoditas batubara pekan lalu masih melanjutkan penguatan pada pekan sebelumnya dengan harga batubara ICE Newcastle pada pekan lalu

Gambar 7. Harga soft commodities: Selain kopi, harga

soft commodities menguat secara mingguan

Page 4: KEMENTERIAN KEUANGAN DAN...secara mingguan ke level 6.191,95 meskipun investor nonresiden mencatatkan jual bersih Rp1,35 triliun dalam sepekan, sementara nilai tukar rupiah melemah

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 4

KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL

ditutup menguat 1,66 persen ke level US$67,50 per metriks ton dibandingkan dengan penutupan pekan sebelumnya yaitu pada level US$66,40 per metriks ton. Meskipun menguat pekan lalu, harga batubara masih mengalami pelemahan sebesar 33,86 persen secara ytd. Kenaikan harga batubara pekan lalu bersifat teknikal mengingat pasar batubara masih diliputi sentimen negatif antara lain penurunan permintaan impor batubara oleh India seiring dengan penurunan permintaan batubara untuk industri serta pembangkit tenaga listrik. Dari Tiongkok, otoritas Tiongkok dikabarkan akan memangkas impor batubara pada kuartal keempat tahun ini untuk menjaga target impor batubara tahun 2019 sama dengan tahun 2018 sebesar 284 juta ton. Sementara itu, Uni Eropa terus memberikan dorongan politik untuk negara anggotanya agar mengurangi penggunaan batubara dalam bauran energinya.

Dari komoditas CPO, harga CPO berjangka kontrak acuan di Bursa Malaysia Derivatives Exchange pekan lalu kembali menguat sebesar 4,25 persen dan merupakan penguatan selama tiga pekan berturut-turut. Harga CPO pekan lalu ditutup naik ke level 2.208 Ringgit/ton pada Jumat (18/10) dari penutupan pekan sebelumnya di level 2.118 Ringgit/ton. Penguatan harga CPO didorong laporam AmSpec Malaysia yang menyatakan bahwa ekspor CPO Malaysia meningkat. Menurut survei AmSpec, ekspor CPO Malaysia periode 1-15 Oktober mencapai 684.907 ton. Jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan periode yang sama pada bulan sebelumnya yang hanya sebesar 669.709 ton. Artinya, ekspor CPO Malaysia tumbuh sebesar 2,27 secara bulanan atau meningkat sebesar 15.198 ton.

CPO juga mendapat sentimen positif dari rencana Malaysia yang akan memangkas tarif ekspor CPO mulai Januari 2020. Pemangkasan tarif pajak ekspor tersebut bertujuan untuk mendorong ekspor dan mengurangi beban pada eksportir selama periode harga CPO rendah. Meski demikian, masih terdapat sentimen negatif yang membayangi harga CPO setelah hubungan Malaysia dan India memanas akhir-akhir ini. Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad menyebut India 'menyerbu dan menduduki' Jammu dan Kashmir. Merespons hal tersebut India berencana untuk membatasi impor CPO dan produk lain dari Malaysia sebagai bentuk aksi retaliasi. Sementara pihak Malaysia akan mengkaji dampak dari aksi India tersebut.

II. Pasar Keuangan Domestik

IHSG tercatat menguat 1,41 persen secara mingguan ke level 6.191,95 dan diperdagangkan di kisaran 6.099,24 – 6.201,18 pekan lalu. Investor nonresiden mencatatkan jual bersih pada empat dari lima hari perdagangan pekan lalu dengan total sebesar Rp1,35 triliun sepanjang pekan lalu dan tercatat jual bersih sebesar Rp2,60 triliun mtd dan tercatat beli bersih sebesar Rp49,33 triliun secara ytd. Dengan demikian, investor non residen telah mencatatkan jual bersih dalam 14 pekan berturut-turut dengan total mencapai Rp22,73 triliun. Nilai rata-rata transaksi perdagangan harian selama sepekan terpantau naik ke ke level Rp9,04 triliun dari pekan sebelumnya yang sebesar Rp7,91 triliun.

Dari pasar SBN, yield SUN seri benchmark pada Jumat (18/10) bergerak turun dibandingkan posisi Jumat (11/10) dengan penurunan antara 4 hingga 10 bps. Berdasarkan data setelmen BI tanggal 17 Oktober 2019, kepemilikan investor nonresiden naik Rp3,01 triliun (0,29 persen) dibandingkan posisi Jumat (11/10) dari Rp1.033,53 triliun (38,45 persen) ke Rp1.036,54 triliun (38,77 persen). Kepemilikan nonresiden naik Rp143,29 triliun (16,04 persen) secara ytd dan naik Rp7,15 triliun (0,69 persen) secara mtd. Dengan demikian, investor asing telah mencatatkan beli bersih secara mingguan dalam 9 pekan berturut-turut dengan total kenaikan kepemilikan asing terhadap SBN tradable dalam periode tersebut mencapai Rp31,59 triliun.

Nilai tukar rupiah melemah sebesar 0,06 persen secara mingguan, secara mtd rupiah menguat sebesar 0,35 persen dan menguat sebesar 1,72 persen secara ytd, berada di level Rp14.146 per US$ pada akhir perdagangan hari Jumat (18/10). Tekanan terhadap nilai tukar rupiah relatif menurun selama sepekan, sebagaimana tercermin dari perkembangan spread harian antara nilai spot dan non deliverable forward 1 bulan yang bergerak dalam rentang Rp34 sampai Rp56 per US$, lebih rendah dibanding spread Rp14 sampai Rp104 per US$ pada pekan sebelumnya. Pekan lalu, rupiah diperdagangkan di kisaran 14.113 – 14.192 per US$. Secara ytd, rata-rata penutupan harian rupiah berada di level Rp14.169 per US$.

Gambar 9. Tekanan terhadap rupiah lebih besar dibanding

pekan sebelumnya

Gambar 8. Pasar Keuangan Indonesia sepekan: Rupiah depresiasi,

IHSG menguat, dan yield SBN seri benchmark turun

Gambar 10. Mata uang Singapura, Thailand, Filipina, dan

Tiongkok mengalami apresiasi, sementara mata uang

Indonesia, malaysia, dan India melemah terhadap dollar

AS secara mingguan

Page 5: KEMENTERIAN KEUANGAN DAN...secara mingguan ke level 6.191,95 meskipun investor nonresiden mencatatkan jual bersih Rp1,35 triliun dalam sepekan, sementara nilai tukar rupiah melemah

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 5

KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL

Gambar 12. Penjualan ritel Inggris mengalami stagnasi

pada bulan September

Gambar 13. Ekonomi Singapura tumbuh 0,6 persen pada

kuartal III-2019

III. Perekonomian Internasional

Dari kawasan AS, penjualan ritel Amerika Serikat turun menjadi minus 0,3 persen mom pada September dari 0,6 persen mom pada bulan sebelumnya. Menurut Departemen Perdagangan AS, penjualan berkontraksi pada bulan September untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan. Hal ini menjadi tanda bahwa kontraksi di sektor manufaktur mungkin menyebar ke sektor ekonomi lain yang lebih luas.

Dari kawasan Eropa, penjualan ritel Inggris mengalami stagnasi pada bulan September setelah turun lebih dalam pada bulan sebelumnya sehingga menambah kekhawatiran tentang ketahanan belanja konsumen. Sementara itu, volume penjualan dalam tiga bulan hingga September hanya naik 0,6 persen dari periode tiga bulan sebelumnya. Hal ini membuat para pembuat kebijakan waspada terhadap tanda-tanda lemahnya kepercayaan bisnis yang menyebar ke sektor rumah tangga. Kantor Statistik Nasional Inggris juga mencatat bahwa masyarakat tampaknya telah membeli lebih sedikit barang-barang tidak penting dalam sebulan terakhir.

Dari kawasan Asia Pasifik, ekonomi Singapura tumbuh 0,6 persen pada kuartal III-2019. Dibandingkan kuartal II-2019, ekonomi Singapura tumbuh 0,6 persen pada kuartal III-2019. Namun, secara tahunan ekonomi Singapura hanya tumbuh sebesar 0,1 persen. Angka ini cukup menggembirakan mengingat pada kuartal II-2019 ekonomi Singapura sempat turun dan disebut terancam resesi oleh sejumlah analis.

IV. Perekonomian Domestik

BI melaporkan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia bulan Agustus 2019 mencapai US$393,5 miliar atau sekitar Rp5.553,5 triliun yang terdiri dari ULN publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar US$196,3 miliar serta ULN swasta (termasuk BUMN) sebesar US$197,2 miliar. ULN Indonesia tersebut naik 8,8 persen yoy dari US$361,7 miliar pada Agustus 2018. Apabila dibandingkan dengan bulan sebelumnya (Juli 2019), ULN turun sebesar US$3,9 miliar atau -0,98 persen mom. Pada bulan Agustus, posisi ULN pemerintah juga dilaporkan turun sekitar 0,5 persen ke US$193,5 terutama disebabkan oleh berkurangnya posisi Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki oleh investor asing.

Neraca perdagangan Indonesia pada September 2019 tercatat mengalami defisit sebesar US$0,16 miliar, setelah pada bulan sebelumnya mencatat surplus US$0,11 miliar. Bank Indonesia (BI) menyebutkan bahwa defisit tersebut dipengaruhi oleh surplus neraca perdagangan nonmigas yang menurun akibat ekspor nonmigas yang belum kuat di tengah perekonomian dunia yang melambat, harga komoditas yang menurun dan peningkatan impor nonmigas Meskipun demikian, kinerja pertumbuhan ekspor secara keseluruhan menunjukkan perbaikan dari -10,0 persen yoy menjadi -5,7 persen yoy pada September 2019. Demikian pula kinerja pertumbuhan impor secara keseluruhan juga menunjukkan perbaikan dari -15,7 persen yoy menjadi -2,4 persen yoy pada September 2019. Sementara itu, defisit neraca perdagangan migas pada September 2019 tercatat sebesar US$0,76 miliar, tidak banyak berbeda dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Pemerintah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2020 naik 8,51 persen. Penetapan kenaikan UMP tersebut tertuang dalam surat Bernomor: B-M/308/HI.01.00/X/2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto. Dalam surat tertanggal 15 Oktober lalu tersebut, kenaikan UMP tersebut dihitung dengan menggunakan rumus yang telah diatur dalam PP Pengupahan. Dalam PP Pengupahan, rumus kenaikan UMP dihitung dengan menambahkan UMP tahun berjalan dengan hasil perkalian antara upah tahun berjalan dengan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah akan mengenakan bea masuk tindak pengamanan atas 121 HS kode tekstil dan produk tekstil (TPT). Pengenaan bea masuk tindak pengamanan ini bertujuan untuk melindungi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri dari serbuan produk impor. Bea masuk tersebut akan dikenakan atas TPT hulu, antara, dan hilir. Namun, kebijakan ini masih dalam tahap pembicaraan lebih lanjut antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Perdagangan agar kebijakan yang diambil dapat sinergis dan tidak merugikan subsektor TPT, baik dari hulu hingga migas.

Gambar 13. Inflasi Tiongkok bulan Maret 2019 tumbuh 2,3

persen yoy atau yang tertinggi dalam 5 bulan

Gambar 11. Penjualan ritel Amerika Serikat turun menjadi

minus 0,3 persen mom pada September 2019

Page 6: KEMENTERIAN KEUANGAN DAN...secara mingguan ke level 6.191,95 meskipun investor nonresiden mencatatkan jual bersih Rp1,35 triliun dalam sepekan, sementara nilai tukar rupiah melemah

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 6

KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL

2020 akan sedikit lebih tinggi ke level 5,1 persen, keduanya sama

dengan perkiraan yang dibuat IMF pada bulan Juli, namun lebih rendah dibandingkan proyeksi yang dibuat IMF dalam WEO edisi

April 2019. Proyeksi terbaru IMF ini di satu sisi menjadi kabar baik karena Indonesia tidak terseret arus revisi turun sebagaimana

perkiraan untuk ekonomi global, namun di sisi lain menjadi sinyal peringatan bagi Indonesia mengingat perkiraan IMF tersebut di

bawah target Pemerintah di level 5,3 persen untuk tahun 2019 dan 2020. Dalam kondisi ini, bauran kebijakan yang ditempuh oleh

otoritas fiskal dan moneter akan menjadi kunci utama untuk tetap optimis mencapai target pertumbuhan, terutama untuk tahun

2020.

Dari sisi kebijakan moneter, BI mengikuti tren pelonggaran

moneter global dengan telah menurunkan suku bunga acuan sebanyak 75 bps dalam tiga kali penurunan di periode Juli hingga

September 2019 yang dikombinasikan dengan berbagai kebijakan pelonggaran makroprudensial untuk mendorong momentum

pertumbuhan ekonomi domestik di tengah kondisi ekonomi global yang melambat. BI tentu masih punya ruang untuk

pelonggaran lebih lanjut apabila tren pelonggaran masih masih berlanjut dan dilakukan oleh beberapa bank sentral utama di

dunia.

Dari sisi kebijakan fiskal, Pemerintah dan DPR telah menyepakati

APBN 2020 dengan defisit di level 1,76 persen terhadap PDB, lebih rendah dari target defisit 2019 yang sebesar 1,84 persen. Lebih

rendahnya target defisit tahun 2020 bukan berarti bahwa kebijakan fiskal diarahkan less expansionary dibandingkan tahun

ini meskipun risiko perlambatan perekonomian tetap tinggi pada tahun depan. Mengutip pernyataan Menteri Keuangan,

pengendalian defisit anggaran tahun 2020 dilakukan untuk menjaga kesinambungan fiskal serta memberikan ruang gerak

yang lebih besar menghadapi risiko global serta dampaknya pada perekonomian nasional pada tahun 2020. Target defisit yang lebih

rendah pada 2020 bukan berarti daya dorong terhadap perekonomian akan melemah. Justru Pemerintah telah

menetapkan berbagai kebijakan untuk membuat desain belanja negara menjadi lebih berkualitas dengan konsep spending better sehingga efisiensi, efektivitas dan produktivitas APBN semakin meningkat, tetap bersifat countercyclical dengan daya dorong

terhadap aktivitas perekonomian juah lebih kuat.

Sebagai penutup, meskipun secara umum IMF melihat Indonesia

bukan yang termasuk akan tumbuh lebih lambat seiring prospek perekonomian global tahun ini dan tahun, kewaspadaan terhadap

perkembangan perekonomian dan pasar keuangan global mutlak untuk tetap dijaga mengingat level ketidakpastian yang masih

tinggi. Pernyataan IMF bahwa recovery perekonomian global pada tahun 2020 tidak broad-based harus diartikan sebagai warning

bahwa mungkin tidak semua negara akan mengalami pemulihan tahun depan. Dengan sistem keuangan, investasi dan

perdagangan antar negara yang terkoneksi secara global, masih terdapat risiko spillover dari negara yang masih akan mengalami

tekanan di 2020 terhadap perekonomian Indonesia. Namun, optimisme tidak boleh padam. Target pertumbuhan ekonomi

2020 sebesar 5,3 persen menantang namun tetap achievable dengan kerja keras dan kerja bersama seluruh komponen bangsa.

Semoga!

Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Penyusun: Kindy Rinaldy Syahrir, Alfan Mansur, Pipin Prasetyono, Adya Asmara Muda, Nurul Fatimah, Indah Kurnia JE, Ari Nugroho Tajuk: Kindy Rinaldy Syahrir Sumber Data: Bloomberg, Reuters,

CNBC, The Street, Investing, WSJ, CNN

IMF dan World Bank telah

menutup Spring Meeting

yang diselenggarakan

sepanjang minggu lalu. Para

pembuat kebijakan

menyampaikan pesan

mengenai kekhawatiran

yang bercampur dengan

optimisme prospek ekonomi

ke depan. Para Menteri

Keuangan dunia mengakhiri

pembicaraan di Washington

DC yang memadukan

kekhawatiran terhadap

keadaan ekonomi dunia

yang bergerak melambat

saat ini dengan keyakinan

akan segera pulih.

Pergeseran tren yang

menjauh dari pengetatan

kebijakan moneter oleh

bank sentral, kebijakan

stimulus baru-baru ini di

Tiongkok dan meredanya

ketegangan perdagangan

menjadi harapan bahwa

perlambatan ekonomi akan

berlangsung tidak terlalu

lama meskipun tidak ada

yang memperkirakan

momentum booming baru.

Rally pasar saham yang kini

terjadi cukup mengundang

optimisme tentang prospek

pertumbuhan untuk berbalik

"menguat." Direktur

Pelaksana IMF Christine

Lagarde tetap

memperingatkan dunia

berada pada "saat yang

Tajuk Minggu Ini:

Mewaspadai Synchronized Slowdown dan Pemulihan yang Tidak Broad-based

“The global economy is in a synchronized slowdown.” Kalimat tersebut diucapkan oleh Gita Gopinath, Chief Economist IMF, mengawali pernyataannya dalam rilis WEO edisi Oktober 2019 pekan lalu (15/10). Setelah pada World Economic Outlook (WEO) edisi April, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat ke 3,3 persen pada 2019 dari perkiraan 3,5 persen yang dibuat pada bulan Januari 2019, IMF kembali merevisi turun perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2019 menjadi 3,0 persen atau merupakan yang terendah paska Global Financial Crisis. Sebagai catatan, pertumbuhan ekonomi global pada 2018 sebesar 3,6 persen dan 3,7 persen pada 2017.

Dua permasalahan utama menurut IMF yang menekan perekonomian dunia saat ini adalah perselisihan dagang dan kenaikan tensi geopolitik. Namun demikian, IMF juga tidak menafikan faktor-faktor spesifik setiap negara yang menjadi penghambat pertumbuhan di emerging market serta permasalahan struktural yang dihadapi oleh negara maju seperti productivity growth yang rendah dan aging population.

Tidak hanya untuk 2019, IMF juga merevisi turun perkiraan pertumbuhan global 2020 dari 3,6 persen yang dibuat April lalu menjadi 3,4 persen. Perselisihan dagang yang berlarut-larut menekan aktivitas manufaktur dan perdagangan di hampir semua negara karena pengenaan tarif yang lebih tinggi dan ketidakpastian perdagangan menyebabkan penurunan investasi dan permintaan barang modal. Dalam catatan IMF, pertumbuhan perdagangan global telah turun hingga 1 persen pada semester pertama 2019 sekaligus merupakan yang terendah sejak tahun 2012.

Dengan lanskap perekonomian global yang cenderung lebih gloomy tersebut, IMF menyebut bahwa langkah pelonggaran moneter yang ditempuh oleh banyak bank sentral di dunia telah berhasil mengurangi downside risk sekaligus memberikan dorongan terhadap pertumbuhan. Tanpa kebijakan pelonggaran moneter, IMF memperkirakan pertumbuhan global dapat lebih rendah sekitar 0,5 percentage point baik pada 2019 maupun 2020. IMF juga menegaskan pentingnya dukungan kebijakan fiskal expansionary untuk negara-negara yang masih mempunyai ruang fiskal yang memadai dan belum mengambil posisi terlalu ekspansi untuk saat ini.

Berselang dua hari dari rilis WEO, pada Kamis (17/10) otoritas Tiongkok mengumumkan pertumbuhan ekonominya untuk Q3 2019 yang sebesar 6,0 persen, lebih rendah dari Q2 2019 yang sebesar 6,2 persen serta merupakan laju terendah dalam hampir tiga dekade. Selain berada di batas bawah rentang perkiraan pertumbuhan ekonomi 6,0 – 6,5 persen untuk tahun 2019 yang dibuat oleh Pemerintah Tiongkok, perkembangan ini mengkonfirmasi revisi ke bawah proyeksi IMF untuk pertumbuhan ekonomi Tiongkok 2019 dari 6,3 persen yang dibuat pada bulan April 2019 menjadi 6,1 persen pada WEO Oktober 2019.

Konflik perdagangan dengan AS telah menekan permintaan eksternal maupun domestik dimana ekspor Tiongkok turun semakin tajam pada bulan September sementara impor telah mengalami kontraksi dalam lima bulan berturut-turut. Harus dicatat, bahwa perlambatan yang dialami Tiongkok tersebut tetap terjadi meskipun Pemerintah Tiongkok telah menempuh kombinasi kebijakan pelonggaran moneter dan stimulus fiskal untuk mendorong ekonominya, antara lain memangkas pajak senilai triliunan Yuan dan meningkatkan penerbitan obligasi pemerintah daerah untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur.

Bagaimana dengan Indonesia? Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada

tahun 2019 diperkirakan akan mencapai 5,0 persen sementara untuk

Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Penyusun: Yani Farida Aryani, Pipin Prasetyono, Adya Asmara Muda, Risyaf Fahreza , Nurul Fatimah, Indah Kurnia JE, Ari Nugroho, Soni Rita Br Purba. Sumber Data: Bloomberg, Reuters, CNBC, The Street, Investing, WSJ, CNN Money, Channel News Asia, BBC, New York Times, BPS, Kontan, Kompas, Media Indonesia, Tempo, Antara News Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada

kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.