Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin...

31
Balai Veteriner Bukittinggi Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan http://bvetbukittinggi.ditjennak.deptan.go.id 2014 Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Balai Veteriner Bukittinggi Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian Informasi Kesehatan Hewan Buletin Volume 16 Nomor 89 Tahun 2014 ISSN No. 1412 - 7091

Transcript of Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin...

Page 1: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

Balai Veteriner Bukittinggi

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

http://bvetbukittinggi.ditjennak.deptan.go.id

2014

Kementerian Pertanian

Balai VeterinerBukittinggi

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

KementerianPertanian

Informasi Kesehatan HewanBuletin

Volume 16 Nomor 89 Tahun 2014

ISSN No. 1412 - 7091

Page 2: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

Penanggung Jawab :

Redaktur :

Anggota :

Penyunting/Editor :

Desain Grafis :

Sekretariat : Erizal

Alamat Redaksi : Balai Veteriner Bukittinggi

Jl. Raya Bukittinggi-Payakumbuh Km. 14

PO. Box 35 Bukittinggi

Telp. (0752) 28300 Fax (0752) 28290

Email : [email protected]

Website : http://bvetbukittinggi.ditjennak.pertanian.go.id

Erdi

Drh. Dwi Inarsih

Drh. Katamtama A

Drh. Lylian Devanita

Daniel Faizal

Drh. Rina Hartini

Drh. Rudi Harso Nugroho, M. BioMed

Drh. Yuli Miswati, M.Si

Drh. Eliyus Putra

Drh. Yulfitria

Drh. Ibenu Rahmadhani, M.Si

Drh. Cut Irzamiati

Drh. I Gde Eka, MP

Drh. Budi Santosa

Kepala B-VET Bukittinggi

Drh. Azfirman

Susunan Dewan Redaksi

Drh. Martdeliza, M.Sc

Page 3: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

Kata Pengantar

i

Puji dan syukur kami panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

karunia-Nya Buletin Informasi Kesehatan Hewan Volume. 16 No. 89 tahun 2014

ini dapat diterbitkan. Buletin ini memberikan informasi tentang hasil kegiatan

investigasi dan monitoring penyakit Balai Veteriner Bukittinggi di Kabupaten

Pelelawan dan Kabupaten Kuantan Sengingi Provinsi Riau.

Dalam buletin edisi ini dipaparkan juga penyakit Penyakit Avian Influenza di

Regional II dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2013 serta Kejadian Penyakit

Porcine Reproductive and Respiratory Syndrome atau penyakit telinga biru

pada babi di Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi tahun 2009-2013.

Semoga tulisan yang ditampilkan pada buletin ini dapat menjadi sumber

informasi dan sebagai bahan acuan bagi dinas ataupun instansi terkait dalam

menjalankan tugas dan lebih mengefektifkan tugas dan fungsinya. Masukan

dan saran dalam rangka peningkatan kualitas bulletin ini masih sangat kami

harapkan. Redaksi memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam

penulisan masih terjadi kekurangan dan diharapkan para pembaca dapat

memaklumi.

Selamat membaca dan semoga bermanfaat.

Para Pembaca yang Berbahagia

Page 4: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

Daftar Isi

Hal

Kata Pengantar

Daftar Isi

Investigasi Penyakit Jemrbrana di Kabupaten Pelelawan

Propinsi Riau Tahun 20141

Gambaran perkembangan kasus dan distribusi daerah

tertular Penyakit Avian Influenza di Wilayah Kerja Balai

Veteriner Bukittinggi Tahun 2005-2013

8

Serosurveilans Porcine Reproductive and Respiratory (PRRS)

di Beberapa Daerah di Wilayah Kerja Balai Veteriner

Bukittinggi Tahun 2008-2013

16

Studi Kasus Kematian Sapi Kelompok Ternak Monggo Mulyo

di Kabupaten Kuantan Singingi 21

ii

i

ii

Page 5: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

1Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten Pelelawan Propinsi Riau Tahun 2014Yuli Miswati, Sri Winari, Kiki S., Yade EP

Abstrak

Pada bulan April - September 2014 terjadi kematian sebanyak 127 ekor ternak sapi Bali di Kabupaten

Pelalawan yang meliputi 3 kecamatan dan 7 desa dengan gejala klinis demam tinggi, anaroksia, defikasi hingga

diare berdarah, hipersalivasi, pembengkakan limfoglandula prefemoralis dan keringat berdarah. Investigasi dan

monitoring oleh Tim Balai Veteriner Bukittingi telah dilakukan pada bulan September 2014. Pengamatan klinis dan

epidemiologis dilakukan di lokasi wabah. Gambaran pemeriksaan hematologi menunjukkan adanya leukopenia.

Pengujian laboratorium dengan metode PCR dan pemeriksaan hematologi terhadap sampel darah dan organ limpa

dilakukan untuk meneguhkan diagnosa klinis dan epidemiologis kemungkinan adanya virus Penyakit Jembrana

(Jembrana Disease Virus/JDV). Hasil uji PCR menggunakan primer JDV-1 dan JDV-3 menunjukkan bahwa 10 dari 18

sampel darah (55,56%) proviral DNA khas JD dan 1 organ limpa menunjukkan positif virus JD.

Kata Kunci : Investigasi, Virus Penyakit Jembrana, PCR

Pendahuluan

Penyakit Jembrana atau Jembrana Disesase

(JD) adalah penyakit viral pada sapi, terutama pada sapi

Bali. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari famili

Retrovirus, sub famili Lentivirinae dan bersifat fatal

p a d a s a p i B a l i , d i t a n d a i d e m a m t i n g g i ya n g

berlangsung selama 5 – 12 hari (rata-rata 7 hari)

dengan suhu badan berkisar antara 40ºC - 42ºC,

pembesaran kelenjar limfe (Limnode, limfoglandula)

yang menonjol terl ihat pada daerah bahu ( lgl .

Preskapularis), daerah perut lutut (lgl. Prefemoralis)

dan daerah bawah telinga (lgl. Parotis) dan diare yang

kadang-kadang bercampur darah dan menyebabkan

kematian secara mendadak.

Gejala lain yang terlihat pada sapi Bali yang

terserang penyakit Jembrana ini berupa : adanya

bercak-bercak darah pada kulit (keringat berdarah) dan

adanya kepucatan selaput lendir mulut, mata dan alat

kelamin, serta terjadi kepincangan pada satu atau

kedua kakinya. Sapi Bali yang terserang penyakit

Jembrana sering kali abortus (Dharma dan Putra, 1997;

Subronto, 1995, Wilcox dkk., 1992).

Sampai saat ini penyakit Jembrana sudah

merupakan penyakit endemik pada sapi Bali, di Bali

sejak tahun 1964 (Pranoto dan Pujiastono, 1967), di

Lampung tahun 1976 (Soeharsono dan Darmadi, 1976),

di Banyuwangi tahun 1978 (Tranggono, 1988), di

Sumatra Barat tahun 1992 (Tembok, 1992), di

Kalimantan Selatan tahun 1993 di Bengkulu Tahun

1995 (Soeharsono, S dan Temadja, 1995), di Riau Tahun

2013 (Miswati, 2013).

Penularan JD dapat melalui rute intranasal,

konjungtival atau oral dan vektor serangga penghisap

darah (Soeharsonso et al., 1995). Pada kejadian yang

Afiliasi Penulis : Bvet Bukittinggi

[email protected] , [email protected] Telp: 0885363028168 Korespondensi :

Page 6: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

2Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

bersifat akut, terutama pada wabah pertama, kematian

dapat terjadi tiba-tiba. Kematian biasanya terjadi

dalam waktu relatif singkat pada sejumlah hewan

dengan kondisi tubuh yang masih bagus. Kematian

biasanya disebabkan karena infeksi sekunder sepaerti

pneumonia (Dharma et al., 1994) dan uremia yang

memperburuk kondisi sapi (Soesanto et al., 1990). Sapi

yang sembuh dari infeksi JDV akan tetap terinfeksi

secara persisten selama sedikitnya 25 bulan dengan

tidak menunjukkan gejala sakit (Soeharsono et al.

1990). Mekanisme kesembuhan pada JD belum

diketahui secara pasti, dan terjadi secara seluler

meskipun antibodi terhadap virus baru terdeteksi 11

minggu pascainfeksi, namun sebagian besar hewan

yang terserang sudah menunjukkan kesembuhan

secara klinis 5 minggu setelah infeksi (Hartaningsih et

al., 1994) Antibodi anti JDV mampu bertahan selam 4-6

bulan dan melindungi terhadap infeksi ulang JDV

(Hartaningsih et al., 1994). Pencegahan dilakukan

dengan vaksinasi di daerah wabah dua kali dengan

interval watu satu bulan (Hartaningsih et al., 2001).

Penyebaran JD ke daerah bebas per lu

diwaspadai, mengingat saat ini penyebaran sapi Bali

sangat luas terutama di daerah yang memiliki kebun

kelapa sawit. Dengan adanya program integrasi kelapa

sawit dan ternak sapi dinilai sangat menguntungkan

dan jenis sapi yang paling cocok adalah sapi Bali.

Penyebaran sapi Bali di Propinsi Riau dalam rangka

meningkatkan populasi sapi Bali di Indonesia perlu

diikuti dengan peningkatan kewaspadaan terhadap

penyakit Jembrana, mengingat daerah ini baru

dinyatakan sebagai tertular penyakit Jembrana (Kab.

Rokan Hilir, Pelalawan, Kampar, Indragiri Hulu, Indragiri

Hilir, Bengkalis, Siak dan Kota Dumai) secara resmi

b e r d a s a r k a n S K M e n t e r i P e r t a n i a n N o .

180/Kpts/PD.650/2/2014 tanggal 7 Februari 2014.

Pada awal bulan September Balai Veteriner

mendapat laporan dari Dinas Peternakan Kabupaten

Pelalawan bahwan kematian ternak sapi Bali masih

berlanjut di Kecamatan Krumutan, Kecamatan

Pangkalan Lesung, dan Kecamatan Ukui. Pada tanggal

22-26 September 2014 Tim Balai Veteriner Bukittinggi

datang ke lokasi tersebut untuk melakukan investigasi

dengan tujuan untuk mengetahui penyebab kematian

ternak sapi Bali Kabupaten Pelelawan Propinsi Riau

dan memantau perkembangan penyakit yang sedang

mewabah.

Materi Dan Metoda

1. Pengumpulan Informasi / Wawancara

Tim investigasi melakukan pengamatan ternak sapi

di lokasi peternakan sapi Bali di Kecamatan Ukui

(Desa Silikuan Hulu, Desa Lubuk Kembang Sari dan

Desa Bukit Gajah), Kecamatan Pangkalan Kuras

(Desa Sorek) dan Kecamatan Pangkalan Lesung

(Desa Mayang Sar i ) . Wawancara d i lakukan

terhadap Kasie Keswan, petugas Puskeswan dan

terhadap peternak untuk mengetahui kronologis

kejadian wabah penyakit hewan yang sedang

berjangkit. Pengambilan spesimen dilakukan

untuk dilakukan pengujian laboratorium.

2. Pengambilan Spesimen

Spesimen organ limpa pada hewan mati dan darah

pada hewan hidup diambil oleh Tim Investigasi,

Spesimen preparat ulas darah juga diambil untuk

pemeriksaan parasit darah dan spesimen serum

darah untuk pemeriksaan serologis (Tabel 1).

Page 7: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

3Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

3. Metode

a. Isolasi DNA dari sampel darah dan Isolasi RNA

dari sampel organ

Darah dalam EDTA dilakukan sentrifugasi dan

pencucian untuk memperoleh pheripheral blood

mononuclear cell (PBMC) atau buffycoat dengan

metode NH4Cl. Isolasi DNA dengan menggunakan

metode QIAm DNA Mini Kit (Qiagen Cat. No 51304)

sesuai manual.

I s o l a s i R N A d a r i s a m p e l o r g a n d e n g a n

menggunakan RNeasy Mini Kit (Qiagen Cat. No

74104) sesuai manual.

1. Uji PCR

Uji PCR dilakukan dengan menggunakan Kit

SuperScriptTM III One-Step RT-PCR System with

Platinum Taq DNA Polymerase (Invitrogen, Cat

12574-026). Pembuatan komposisi 1 reaksi master

mix dengan volume 25 µl sebagai berikut :

RNase-free water : 4,5 µl

2X Reaction Mix : 12,5 µl

Primer JDV-1 20 pmol : 1 µl

Primer JDV-3 20 pmol : 1 µl

Kit SS III RT/Taq Mix : 1 µl

DNA/RNA template : 5 µl

Jumlah : 25 µl

2. Program PCR

Program PCR dilakukan dengan themocycler

(Verity). Sampel organ (RNA template) dilakukan 0RT-PCR terlebih dulu pada suhu 48 C 30 menit.

Reaksi PCR dilakukan dengan rincian pre denaturasi o o94 C (15 detik), denaturasi 94 C (5 menit), annealing o o66 C (1 menit) dan ekstensi final 72 C (10 menit).

3. Analisa Produk PCR

A n a l i s a p r o d u k P C R d i l a k u k a n d e n g a n

e l e k t r o f o r e s i s d a l a m g e l a g a r o s e 1 , 5 %

mengandung syber safe dengan arus listrik 125 Volt

selama 45 menit. Produk PCR dalam gel kemudian

d i b a c a d a l a m U V t r a n s i l u m i n a t o r d a n

didokumentasikan dengan Gel Doc untuk melihat

adanya band DNA.

4. Pengujian Lainnya :

a. Hematologi

b. Parasit Darah

c. Parasit Cacing

d. Kandungan mineral darah

e. Brucellosis

Gambar 2. Sapi Mengalami pembesaran Limpa

Gambar 1. Sapi Mengalami pembesaran kelenjar limfe

Page 8: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

4Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

Hasil Dan Pembahasan

Kronologis Kejadian Penyakit

Pada bulan April 2014 terjadi kematian ternak

sapi Bali di Kecamatan Krumutan, desa Krumutan milik

H Zakir dengan gejala klinis mulut berbusa, ada lesi

kehitaman pada kulit sebagian badan, feses berbau

busuk. Sebanyak 4 ekor sapi mati bangkai dalam waktu

48 jam dan 8 ekor potong paksa. Spesimen organ telah

dikirim ke Balai Veteriner pada akhir bulan April.

Pengujian dilakukan terhadap kemungkinan adanya

keracunan insektisida dan adanya virus penyakit

Jembrana. Hasil pengujian menunjukkan adanya

senyawa organochlor, dengan metode PCR didapat

hasil positif Virus Penyakit Jembrana.

Pada tanggal 21-24 April 2014 Tim Balai

Veter iner Buk i t t ingg i melaksanakan keg iatan

Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana di

Kabupaten Pelalawan. Kegiatan monitoring tersebut

dilakukan di empat kecamatan yaitu Kecamatan

Pangkalan Lesung, Kec. Kerumutan, Kec. Pangkalan

Kerinci dan Kec. Bandar Sei Kijang. Pada saat

monitoring kematian ternak sudah tidak terjadi lagi.

Namun dari pengujian di laboratorium didapat hasil 2

dari 19 sampel (10,53%) positif adanya pro viral DNA

Virus Penyakit Jembrana, yaitu pada ternak sapi Bali di

Desa Simpang Beringin Kecamatan Bandar Sei Kijang.

Sapi tersebut tidak menunjukkan gejala klinis dalam

arti bahwa sapi tersebut sebagai hewan carier.

Selama bulan April - Mei 2014 kematian ternak

sapi terjadi di Kecamatan Krumutan, yaitu di Desa

Krumutan dan Desa Banjar Panjang dengan jumlah

kematian sekitar 30 ekor dari populasi sekitar 170 ekor.

Pada bulan Juni – Agustus 2014 kasus merebak

di Kecamatan Pangkalan Lesung di Desa Mayang Sari

dengan jumlah kematian 15 ekor dari populasi sekitar

80 ekor. Pada bulan Agustus – September 2014 kasus

kematian terjadi di Kecamatan Ukui, yakni di Desa

Lubuk Kembang Sari, Desa Bukit Gajah, Desa Silikuan

Hulu dan Desa Bukit Jaya dengan jumlah kematian 82

ekor dari populasi 1195 ekor . Spesimen darah sudah

dikirim ke Balai Veteriner Bukittinggi (sampel pasif)

pada tanggal 20 September 2014 dan telah dilakukan

pengujian dengan metode PCR, hasilnya positif Virus

Penyakit Jembrana. Kronologis kejadian penyakit

dapat dilihat pada tabel 1.

WAKTU KEJADIAN

Tabel 1. Kronologis kejadian penyakit pada ternak sapi Bali di Kab. Pelalawan

1 Apr - Mei 2014 Kerumutan Banjar Panjang 12 70 17,14 Klinis dan uji Lab Positif JD

Kerumutan 18 100 18,00 Klinis Positif JD

2 Juni - Agt 2014 Pangkalan Lesung Mayang Sari 15 80 18,75 Klinis Positif JD

3 Agt - Sept 2014 Ukui Lubuk Kmbg Sari 300

50

400

7,14

Klinis Positif JD

Bukit Gajah 35 8 350 2,08 Klinis Positif JD

Silikuan Hulu 200 15 400 2,50 Klinis dan Uji Lab Positif JD Kematian terakhir 23 Sept 2014

Bukit Jaya 30 9 45

12,00

Klinis Positif JD

565 127 1445 6,32 JUMLAH

KECAMATAN DESA SAKIT MATI KETERANGANNO.POPULASITERANCAM

%KEMATIAN

Page 9: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

5Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

Sapi Bali 23 10 8 23 2 0 2 0 0 0 2 0 0

Sapi Bali 24 2 4 7 24 3 0 0 0 0 0 0 0 0

Sapi Bali 26 6 8 26 4 0 2 0 2 0 0 1 0

Sapi Bali 11 3 3 11 2 0 0 0 0 0 0 0 0

Sapi Bali 28 7 5 25 1 2 2 1 1 1 0 0 1

Jumlah 112

30

31

109

12

2

6

1

3

1

2

1

1

Sapi Bali 23 23 3 8 1

Sapi Bali 24 24 0 1 0

Sapi Bali

26

26

1

5

0

Sapi Bali

11

11

0

0

0

Sapi Bali 28 28 2 0 0

Pengambilan Spesimen

Pengambilan spesimen dilakukan di lokasi tertular. Lokasi dan jenis spesimen yang diambil untuk pengujian

di laboratorium dapat dilihat pada Tabel 2.

Hasil pengujian laboratorium

Tabel 2. Lokasi dan sampel yang diambil untuk pengujian laboratorium

1 Pangkalan Ukui Silikuan Hulu

Lb. Kembang Sari Bukit Gajah

2 Pangkalan Kuras

Sorek

3 Pangkalan Lesung Mayang Sari

KECAMATAN DESA JENIS HEWAN SERUM ORGANNO. U. DARAH FECES DARAH EDTA

SPESIMEN

Silikuan Hulu Sapi Bali 24 8 1 4 5 24 0 24

Lubuk Kembang Sari Sapi Bali 24 1 1 0 24 0 24

Bukit Gajah Sapi Bali 26 5 5 0 26 0 26

II Pangkalan Kuras Sorek Sapi Bali 11 0 0 0 11 0 11

III Pangkalan Lesung Mayang Sari Sapi Bali 28 4 1 3 28 0 28

Jumlah 113 18 1 11 8 113 0 113

Keterangan : DA : Darah Antikoagulan (EDTA)

SD : Serum Darah

PCR JD : PCR Jembrana Desease

RBPT : Rose Bengal Plate Test (Brucellosis)

I Ukui

Tabel 3. Hasil pengujian laboratorium PCR Penyakit Jembrana (JD) dan Brucelloisis

DESA DA ORGAN (+) ( -) SD (+) ( -)

RBPT

NO. KECAMATAN TERNAK JML

PCR JD

HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM

DESA NO. KECAMATAN TERNAK TRY ANS BAB THE ANE TPR PPT COC BUN TCT HMC ASS

Silikuan Hulu

Lubuk Kembang Sari

Bukit Gajah

II Pangkalan Kuras Sorek

III Pangkalan Lesung Mayang Sari

Keterangan :

TRY : Trypanosoma sp. ; ANS : Anaplasma sp. ; BAB : Babesia sp. ; THE : Theileria sp.; ANE : Anemia

PPT : Paramphistomum sp . . ; OPG : Oesophagustomum sp. ; BUN : Bunostomum sp

COC : Coccidia sp. ; TCT : Trichostrongylus sp. ; ASS : Ascaris sp; TPR : Tanpa parasit

PARASIT DARAH

JML

PARASIT CACING

JML

HASIL PENGUJIAN

I Ukui

Tabel 4. Hasil pengujian laboratorium parasit darah dan parasit cacing

Sapi Bali 112 112 6 14 1

TOTAL

Page 10: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

6Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

Sapi Bali 24 8 5 1 2 5 3 7 1 1 5

Sapi Bali 24 2 1 1 1 1 2 1 1

Sapi Bali 26

Sapi Bali

11

Sapi Bali

28

2

2

2

1

1

1

1

Jumlah 113

12

6

1

5

6

6

8 3 1 3 7

24 7 7 4 3 1 6 6 1 7

24 1 1 1 1 1 1

26 5 4 1 3 2 5 3 2 4 1

74 13 12 1 0 8 5 0 0 1 12 10 3 0 12 1 0

Pembahasan

Hasil pengamatan dan wawancara dengan

peternak dan petugas Puskeswan di lapangan

menunjukkan bahwa secara klinis masih banyak

ditemukan adanya gejala klini penyakit Jembrana, yaitu

hewan tampak lesu, pembengkakan limfoglandula

prefemoralis dan adanya lesi kehitaman pada kulit

bekas gigitan vektor yang mengakibatkan keringat

darah. Bahkan ada kematian pedet umur 3 bulan pada

saat tim investigasi datang. Hasil nekropsi terjadi

perdarahan pada organ dan pada limpa menunjukkan

perubahan splenomeghali (limpa membesar sampai 5

x ukuran normal, rapuh). Hal ini merupakan perubahan

patologi anatomis patognomonis hewan yang

terinfeksi virus Penyakit Jembrana. Organ limpa

tersebut diambil untuk dibawa ke laboratorium guna

pengujian lebih lanjut.

Hasil pengujian di laboratorium meneguhkan

diagnosa kl inis dan epidemiologi di lapangan.

Pengujian dengan metode PCR menunjukkan positif

virus Penyakit Jembrana pada sampel darah, begitu

pula dari organ pedet yang mati. Hal ini diperkuat

dengan hasil pengujian hematologi, dari 13 sampel

terdapat 10 sampel (76,92%) mengalami leukopenia

(jumlah WBC) jauh dibawah standar normal (Tabel 5).

Adanya infeksivirus Penyakit Jembrana ini diperparah

oleh adany infeksi parasit darah, dari 112 sampel, hanya

ada 2 sampel (1,78%) yang negatif parasit darah. Vektor

penyakit seperti lalat (Tabanus sp) dan caplak

(Boophilus sp) banyak terdapat pada hewan dan sekitar

kandang. Hal ini makin memperparah kondisi ternak.

Berdasarkan keterangan dari petugas dan

peternak, dapat disimpulkan bahwa terjadinya

penyebaran penyakit karena pergerakan lalu lintas

hewan yang sakit tidak dapat dicegah. Peternak dengan

kepemilikan sapi Balinya 10-20 ekor, ketika sudah ada

ternaknya sakit dan mati merasa cemas, sehingga

mereka menjual sisa sapi yang ada di kandang ke toke

ternak. Oleh toke ternak sapi tersebut dijual kembali ke

Silikuan Hulu Sapi Bali

Lubuk Kembang Sari Sapi Bali

Bukit Gajah Sapi Bali

Jumlah

I Ukui

DESANO. KEC TERNAK

Tabel 5. Hasil pengujian laboratorium hematologi

JML

DA < N > < N > < N > < N > < N >

WBC

JML

HEMATOLOGI

HB

HCT

MCHC

RBC

Silikuan Hulu

Lubuk Kembang Sari

Bukit Gajah

II

Pangkalan Kuras Sorek

III

Pangkalan Lesung Mayang Sari

Ket : Ca : Calsium; P : Phospor; Mg : Magnesium ; TP : Total Protein

I Ukui

DESANO. TERNAK

Tabel 6. Hasil pengujian laboratorium kandungan mineral darah

JML < N > < N > < N > < N >JML

TP

CA P

MG

MINERAL

KECAMATAN

Page 11: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

7Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

peternak lainnya baik dalam satu desa maupun ke desa

lain dengan harga yang lebih murah dari biasanya.

Petugas tidak kuasa untuk mencegahnya. Mereka

hanya memberikan penjelasan akibat yang akan

dit imbulkan. Petugas juga sudah memberikan

pengobatan supportif (Biosan, Biosalamin) dan

pengobatan parasit darah dengan Typonil pada ternak

yang sakit.

Sistem peternakan semiintensif di daerah ini,

dimana ternak digembalakan di kebun kelapa sawit

pada siang hari dan dikandangkan pada malam harinya,

merupakan faktor pendukung cepatnya penyebaran

penyakit Jembrana. Walaupun kondisi ternaknya

t e r l i h a t g e m u k n a m u n d a p a t t e r t u l a r d a n

menyebabkan kematian. Hal ini membuat peternak

merasa cemas.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan pengamatan gejala klinis, patologi

anatomi, epidemiologi di lokasi wabah, wawancara

dengan petugas dan peternak, dan hasil laboratorium

maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Kematian ternak sapi Bali yang terjadi di Kabupaten

Pe l a l a w a n p a d a b u l a n A p r i l – S e p t e m b e r

disebabkan oleh Penyakit Jembrana.

2. Sampai saat investigasi dilakukan masih terjadi

kematian pada ternak sapi Bali di Kecamatan Ukui.

3. Untuk menanggulangi kasus kematian ternak sapi

Bali yang masih terjadi, agar dapat dilakukan isolasi

pada dan pengobatan supportif pada ternak sapi

yang menunjukkan gejala klinis.

4. Lalu lintas atau pergerakan sapi sakit ke daerah lain

agar dapat dicegah semaksimal mungkin.

5. Kebijakan untuk melakukan vaksinasi Penyakit

Jembrana perlu dikaji dan dipertimbangkan untuk

mengatasi wabah yang ada di propinsi Riau.

Daftar Pustaka

Dharma. D.M.N, Ladds PW, Wilcox G.E and Campbell

R.S.F. 1994. Immunopathology of experimental

J e m b r a n a d i s e a s e i n B a l i c a t t l e . V e t .

Imunopathol. 44:31-44

Hartaningsih N., N.L.P Agustini, I.W.M. Tenaya dan E.

Supartika, 2004. Validasi Metode Diagnosa

Laboratorium Penyakit Jembrana. Bulletin

Veteriner BPPV Denpasar XVI. 65 : 39-45

Hartaningsih. N., I.W.M, Tenaya dan N.L.P Agustini,

2000. Bulletin Veteriner BPPH Wil VI Denpasar.

Vol. XII/56:2-3

Soeharsono S, Wilcox G.E, Putra A.A, Hartaningsih,

Sulistyana K. and Tenaya M. 1995. The

transmission of Jembrana disease, a lentivirus

disease of Bos javanicus cattle. Epidemio. Infect.

115: 367-374

Subronto (1995). Ilmu Penyakit Ternak I, Universitas

Gadjah Mada Press.

Tenaya I.W.M. and N. Hartaningsih, 2004. Detection of

JDV carrier animals by PCR. Bulletin Veteriner

BPPV Denpasar XVI. 65 : 46-50

Tenaya I.W.M., Ananda dan N. Hartaningsih, 2003.

Detection of JDV carrier animals Deteksi proviral

DNA virus Jembrana pada limfosit sapi Bali

dengan uji Polymerase Chain raction . Bulletin

Veteriner BPPV Denpasar XV. 63 : 44-48

Tenaya I.W.M. and N. Hartaningsih, 2005. Aplikasi Uji

PCR untuk mendiagnosa wabah penyakit

Jembrana di Kalimantan Timur dan Selatan.

Proceeding Pertemuan Ilmiah Nasional. Bogor.

Wilcox G.E., G., Kertayadnya, N., Harataningsih, S.,

Soeharsono, D.M.N, Dharma, T., Robetson,

(1992). Evidence for Viral Etiology of Jembrana

Disease in Bali Cattle. J. Vet. Microbiology

Page 12: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

8Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

Abstrak

Avian Influenza (AI) merupakan penyakit viral pada unggas. Penyakit yang disebabkan oleh virus influenza

tipe A famili Orthomyxoviridae. Materi yang diperiksa terhadap penyakit Avian Influenza berasal dari dari kegiatan

aktif surveillans dan monitoring dan kegiatan pasif yang dikirim oleh peternak, Dinas Peternakan, perusahaan

maupun anggota PDSR (Partisipatory Disease Surveilans and Respond) berupa sampel swab kloaka, trakea, sarang

burung, feses, tanah dan air yang dilakukan pemeriksaan di Laboratorium Virologi, Bioteknologi dan data

menggunakan sumber data sekunder dari Seksi Informasi Veteriner yang didasarkan atas pengumpulan data hasil

pemeriksaan selama tahun 2005-2013. Metode yang digunakan adalah mengumpulkan data di Seksi Informasi

Veteriner. Sedangkan metode pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium Virologi adalah Inokulasi pada Telur

Embryo Tertunas (TET), dan di laboratorium Biotek dilaksanakan diagnosa secara molekular. Dari tahun 2005-2013

dapat diketahui bahwa kasus AI di wilayah Kerja Bavalai Veteriner pada tahun 2005 sebanyak 38 kasus yang

terdistribusi di 18 desa, tahun 2006 sebanyak 231 kasus di 96 desa, tahun 2007 sebanyak 473 kasus di 175 desa,

tahun 2008 sebanyak 130 kasus di 81 desatahun 2009 sebanyak 149 kasus di 159 desa, tahun 2010 sebanyak 66

kasus di 33 desa, tahun 2011 sebanyak 366 kasus di 92 desa, tahun 20012 sebanyak 149 kasus di 20 desa dan tahun

2013 sebanyak 142 kasus di 30 desa. Dari data ini dapat diketahu bahwa kejadian kasus AI terbanyak dan

penyebaran desa tertular terbanyak terjadi pada tahun 2007.

Kata Kunci : : AI, Kasus, Distribusi, Regional II Bukittinggi

Afiliasi Penulis : Bvet Bukittinggi

[email protected], [email protected] Telp: 085274152218 Korespondensi :

Pendahuluan

Avian Influenza (AI) merupakan penyakit viral

pada unggas. Penyakit yang disebabkan oleh virus

influenza tipe A famili Orthomyxoviridae. Virus ini

pertama kali ditemukan di Italia tahun 1878 oleh

Perroncito sebagai penyakit Fowl Plague dan

berdasarkan antigen permukaannya dapat dibedakan

b e r d a s a r k a n H a e m a g l u t i n i n ( H A 1 - 1 5 ) d a n

Neuraminidase (NA 1-9) (Barnes, et all, 1997).

Penyakit AI ini bersifat zoonosis. Penyakit ini

bersifat zoonosis dan angka kematian sangat tinggi

karena dapat mencapai 100%. Spesies yang rentan

adalah hampir apada semua bangsa unggas seperti

burung-burung liar, Itik, burung puyuh, babi, kucing,

kuda, ayam petelur, ayam pedaging, ayam kampung,

entok, angsa, kalkun, burung unta, burung merpati,

burung merak putih, burung perkutut serta manusia.

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung

dari unggas terinfeksi dan unggas peka melalui saluran

pernapasan, konjungtiva, lendir dan feses; atau secara

tidak langsung melalui debu, pakan, air minum,

petugas, peralatan kandang, sepatu, baju dan

kendaraan yang terkontaminasi virus AI serta ayam

hidup yang terinfeksi. Unggas air seperti itik dan entog

dapat bertindak sebagai carrier (pembawa virus) tanpa

menujukkan gejala klinis. Unggas air biasanya berperan

Gambaran Perkembangan Kasus Dan Distribusi Daerah Tertular Penyakit Avian Influenza Di Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2005-2013 Rina hartini, Yuli M., Yulfitria, Martdeliza, Daniel F., Erdi, Azfirman

Page 13: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

9Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

sebagai sumber penularan terhadap suatu peternakan

ayam atau kalkun. Penularan secara vertikal atau

konginetal belum diketahui, karena belum ada bukti

ilmiah maupun empiris. Masa inkubasi bervariasi dari

beberapa jam sampai 3 (tiga) hari pada individual

unggas terinfeksi atau sampai 14 hari di dalam flok.

Burung migrasi, manusia dan peralatan pertanian

merupakan faktor beresiko masuknya penyakit. Pasar

burung dan pedagang pengumpul juga berperanan

penting bagi penyebaran penyakit. Media pembawa

virus berasal dari ayam sakit, burung, dan hewan

lainnya, pakan, kotoran ayam, pupuk, alat transportasi,

rak telur (egg tray), serta peralatan yang tercemar.

Manusia menyebarkan virus ini dengan memindahkan

dan menjual unggas sakit atau mati (Ditkeswan,

20014).

Kejadian penyakit Avian di Indonesia mucul

sejak akhir tahun 2003 kejadian ini telah menyebabkan

kerugian ekonomi yang besar bagi peternak karena

angka kematiannya yang mencapaai 100% serta dapat

mengancam kesehatan manusia.. Sejak tanggal 29

Januari 2004 Pemerintah secara resmi menetapkan

bahwa di Indonesia telah berjangkit wabah penyakit

Avian Influenza dan bersifat zoonosis. Dari bulan

Agustus 2003 sampai Februari 2004 terjadi wabah

penyakit unggas yang menyebabkan kematian unggas

sebesar 6,4% dari populasi unggas di wilayah seluruh

Propinsi yang ada di Pulau Jawa, Propinsi Kalimantan

Selatan, Propinsi Bali, Propinsi Kalimantan Tengah dan

Propinsi Lampung. Spesies unggas tertular yang

dilaporkan adalah ayam petelur (layer), ayam pedaging

(broiler), ayam buras, itik, entok, angsa, burung unta,

burung puyuh, burung merpati, burung merak putih,

burung perkutut (Dirkeswan, 2014).

Pada saat ini, penyakit Avian Influenza endemik

di pulau Jawa, Sumatera dan Bali serta sebagian

Sulawesi dan Kalimantan. Sekarang, 31 dari 33 provinsi

di Indonesia telah melaporkan adanya kasus penyakit

Avian Influenza pada unggas. Penyakit ini merupakan

penyakit yang sangat mengkhawatirkan tidak hanya

karena dampaknya pada kesehatan masyarakat tetapi

juga karena dampak sosio-ekonomisnya yang negatif

b a g i p e t e r n a k r a k y a t d a n s k a l a k e c i l y a n g

m e n g g a n t u n g k a n p e n d a p a t a n u t a m a a t a u

sampingannya pada unggas mereka (Dirkeswan, 2014).

Wabah AI pertama di Regional II terjadi di kota

Pariaman pada bulan Maret 2004 pada ayam buras.

Gejala klinis yang ditimbulkan saat itu masih konsisten

seperti kematian mendadak, petekhie pada subkutan

dan perdarahan pada bagian tubuh yang tidak berbulu.

Wabah AI kemudian menyebar ke kabupaten lainnya

bahkan ke propinsi tetangga Sumatera Barat yakni

propinsi Riau, dan tahun 2005 menyebar ke propinsi

Jambi dan Kepulauan Riau. Kasus AI yang terjadi di

daerah ini tidak terjadi sepanjang waktu, setelah tidak

dilaporkan pada bulan-bulan kemarau, kemudian pada

musim hujan banyak terjadi kematian ternak unggas

yang disebabkan oleh virus AI ini (BPPV II Bukittinggi,

2005).

Adapun tu juan tu l isan in i ada lah untuk

mengetahui perkembangan kasus Penyakit Avian

Influenza dan distribusi daerah tertular di wilayah kerja

Balai Veteriner Bukittinnggi. Mengetahui penyebaran

penyak i t Av ian Influenza d i Kabupaten/Kota ,

Kecamatan dan Desa di wilayah kerja BPPV regional II

Bukittinggi

Materi dan Metode

Materi

Materi yang diperiksa terhadap penyakit Avian

Influenza berasal dari dari kegiatan aktif surveillans dan

monitoring dan kegiatan pasif yang dikirim oleh

peternak, Dinas Peternakan, perusahaan maupun

anggota PDSR (Partisipatory Disease Surveilans and

Page 14: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

10Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

Respond) berupa sampel swab kloaka, trakea, sarang

burung, feses, tanah dan air yang di lakukan

pemeriksaan di Laboratorium Virologi, Bioteknologi

dan data menggunakan sumber data sekunder dari

Seksi Informasi Veteriner yang didasarkan atas

pengumpulan data hasil pemeriksaan selama tahun

2005-2013.

Metode

Metode yang digunakan adalah mengumpulkan

data di Seksi Informasi Veteriner. Sedangkan metode

pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium Virologi

adalah Inokulasi pada Telur Embryo Tertunas (TET),

dan di laboratorium Biotek dilaksanakan diagnosa

secara molekular.

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Gambar 1. Kasus AI di Regional II Bukittinggi per Propinsi

Gambar 2. Jumlah total kasus AI di Regional II Bukittinggi per Propinsi

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

25

100

150

200

����

50

75

125

175

��

��

� 82

55

18

215

101

75

210

67

4

23

125

182

39 4038 50 51

60

12

36

13

30

11541

15

3744

1326

110

SumbarKasus AI Regional II � Riau� Jambi� Kepri�

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

50

200

300

400

100

150

250

350

Jumlah Kasus AI Regional II Bukittinggi

��

231

473

38

130149

66

149 142

336

Page 15: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

11Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

Gambar 3. Distribusi sebaran daerah tertular Kasus AI di Regional II Bukittinggi

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

15

60

90

30

45

75

105

11 1418

29

70

96

28

98

175

25

51

81

22

57

16

2933

27

56

92

1116

2016

24

30

Jumlah Daerah Kasus AI Kabupaten / Kota� Kecamatan Desa� �

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

20

80

120

40

60

100

140

Jumlah Desa Tertular AI

96

175

18

81

159

33

20

30

92

Gambar 4. Jumlah desa tertular Kasus AI di Regional II Bukittinggi

Dari tahun 2005-2013 dapat diketahui bahwa

kasus AI di wilayah Kerja Bavalai Veteriner pada tahun

2005 sebanyak 38 kasus yang terdistribusi di 18 desa,

tahun 2006 sebanyak 231 kasus di 96 desa, tahun 2007

sebanyak 473 kasus di 175 desa, tahun 2008 sebanyak

130 kasus di 81 desatahun 2009 sebanyak 149 kasus di

159 desa, tahun 2010 sebanyak 66 kasus di 33 desa,

tahun 2011 sebanyak 366 kasus di 92 desa, tahun

20012 sebanyak 149 kasus di 20 desa dan tahun 2013

sebanyak 142 kasus di 30 desa.

Dari data ini dapat diketahu bahwa kejadian

kasus AI terbanyak dan penyebaran desa tertular

terbanyak terjadi pada tahun 2007

160

180

120

135

150

165 159

Page 16: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

12Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

Di Propinsi Sumatera Barat dapat diketahui

bahwa kasus AI pada tahun 2005 sebanyak 4 kasus

yang terdistribusi di 4 desa, tahun 2006 sebanyak 67

kasus di 40 desa, tahun 2007 sebanyak 210 kasus di 93

desa, tahun 2008 sebanyak 75 kasus di 25 desa, tahun

2009 sebanyak 101 kasus di 37 desa, tahun 2010

sebanyak 18 kasus di 11 desa, tahun 2011 sebanyak

215 kasus di 32 desa, tahun 20012 sebanyak 55 kasus di

8 desa dan tahun 2013 sebanyak 82 kasus di 15 desa.

Dari data ini dapat diketahu bahwa kejadian kasus AI

terbanyak dan penyebaran desa tertular terbanyak

terjadi pada tahun 2007 dan paling sedikit terjadi pada

tahun 2005

Di Propinsi Riau dapat diketahui bahwa kasus AI

pada tahun 2005 sebanyak 23 kasus yang terdistribusi

di 7 desa, tahun 2006 sebanyak 125 kasus di 38 desa,

tahun 2007 sebanyak 182 kasus di 58 desa, tahun 2008

sebanyak 39 kasus di 27 desa, tahun 2009 sebanyak 40

kasus di 87 desa, tahun 2010 sebanyak 38 kasus di 18

desa, tahun 2011 sebanyak 50 kasus di 20 desa, tahun

2012 sebanyak 51 kasus di 7 desa dan tahun 2013

sebanyak 12 kasus di 5 desa. Dari data ini dapat

diketahui bahwa kejadian kasus AI terbanyak pada

tahun 2007 dan penyebaran desa tertular terbanyak

terjadi pada tahun 2009 dan paling sedikit terjadi pada

tahun 2013.

2005 128 23 105

2006 1534 125 1409

2007 1936 182 1754

2008 729 39 690

2009 491 40 451

2010 562 38 524

2011 525 50 475

2012 293 51 242

2013 307 12 295

TahunJumlahSampel

KasusPositif AI

KasusNegatif AI

2005 5 7 7

2006 8 27 38

2007 7 31 58

2008 9 19 27

2009 6 14 87

2010 7 16 18

2011 6 14 20

2012 4 6 7

2013 4 5 5

Tabel 4. Jumlah daerah tertular penyakit Avian Influenza di Propinsi Riau

TahunJumlah

Kab / KotaJumlah

KecamatanJumlah

DesaTahunJumlah

Kab / KotaJumlah

KecamatanJumlah

Desa

Tabel 2. Jumlah daerah tertular penyakit Avian Influenza di Propinsi Sumater Barat

2005 2 3 4

2006 11 30 40

2007 15 50 93

2008 12 25 46

2009 13 37 66

2010 7 11 13

2011 14 32 59

2012 5 8 11

2013 9 15 19

Tabel 3. Kasus penyakit Avian Influenza di Propinsi Riau

2005 138 4 134

2006 1601 67 974

2007 1846 210 1636

2008 1450 75 1375

2009 1069 101 968

2010 567 18 549

2011 1025 215 810

2012 643 55 588

2013 1027 82 945

TahunJumlahSampel

KasusPositif AI

KasusNegatif AI

Tabel 1. Kasus penyakit Avian Influenza di Propinsi Sumatera Barat

Page 17: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

13Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

Di Propinsi Jambi dapat diketahui bahwa kasus

AI pada tahun 2005 sebanyak 11 kasus yang

terdistribusi di 7 desa, tahun 2006 sebanyak 13 kasus di

5 desa, tahun 2007 sebanyak 594 kasus di 12 desa,

tahun 2008 sebanyak 1 kasus di 1 desa, tahun 2009

sebanyak 4 kasus di 4 desa, tahun 2010 sebanyak 5

kasus di 1 desa, tahun 2011 sebanyak 60 kasus di 11

desa, tahun 2012 sebanyak 13 kasus di 1 desa dan

tahun 2013 sebanyak 12 kasus di 3 desa. Dari data ini

dapat diketahu bahwa kejadian kasus AI terbanyak dan

penyebaran desa tertular terbanyak terjadi pada tahun

2011 dan paling sedikit terjadi pada tahun 2007.

Di Propinsi Kepulauan Riau dapat diketahui

bahwa kasus AI pada tahun 2005 belum ditemukan

kasus AI. Kejadian AI pertama kali ditemukan di

Propinsi ini sejak tahun 2006 sebanyak 26 kasus di 13

desa, tahun 2007 sebanyak 44 kasus di 7 desa, tahun

2008 sebanyak 15 kasus di 6 desa, tahun 2009

sebanyak 4 kasus di 2 desa, tahun 2010 sebanyak 5

kasus di 1 desa, tahun 2011 sebanyak 11 kasus di 2

desa, tahun 2012 sebanyak 30 kasus di 1 desa dan

tahun 2013 sebanyak 36 kasus di 3 desa. Dari data ini

dapat diketahui bahwa kejadian kasus AI terbanyak

pada tahun 2007 dan penyebaran desa tertular

terbanyak terjadi pada tahun 2006 dan paling sedikit

terjadi pada tahun 2010.

Tabel 6. Jumlah daerah tertular penyakit Avian Influenza di Propinsi Jambi

2005 4 4 7

2006 5 5 5

2007 4 10 12

2008 1 1 1

2009 1 4 4

2010 1 1 1

2011 5 8 11

2012 1 1 1

2013 1 2 3

TahunJumlah

Kab / KotaJumlah

KecamatanJumlah

Desa

TahunJumlahSampel

KasusPositif AI

KasusNegatif AI

2005 71 11 60

2006 966 13 953

2007 594 37 557

2008 514 1 513

2009 387 4 383

2010 306 5 301

2011 406 60 346

2012 241 13 228

2013 387 12 375

Tabel 5. Kasus penyakit Avian Influenza di Propinsi Jambi

TahunJumlahSampel

KasusPositif AI

KasusNegatif AI

Tabel 7. Kasus penyakit Avian Influenza di Propinsi Kepulauan Riau

2005 22 0 22

2006 881 26 855

2007 1046 44 1002

2008 606 15 591

2009 338 4 334

2010 367 5 362

2011 236 11 225

2012 429 30 339

2013 430 36 394

Tabel 8. Jumlah daerah tertular penyakit Avian Influenza di Propinsi Kepri

2005 0 0 0

2006 5 8 13

2007 2 7 12

2008 3 6 7

2009 2 2 2

2010 1 1 1

2011 2 2 2

2012 1 1 1

2013 2 2 3

TahunJumlah

Kab / KotaJumlah

KecamatanJumlah

Desa

Page 18: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

14Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

Balai Veteriner Bukittinggi sejak tahun 2004

telah melakukan telah melakukan diagnosa terhadap

penyakit Avian Influenza sejak kasus AI pertama kali

muncul diwilayah Regional II Bukittinggi. Hasil

diagnosa Inokulasi Telur Embrio Tertunas (ITET) yang

berbeda dengan PCR karena diagnosa secara ITET

hanya dapat memeriksa virus yang masih hidup dan

diagnosa secara PCR dapat mendiagnosa virus yang

hidup maupun mati.

Kasus Avian Influenza yang terjadi sering

menginfeksi pada ayam buras, itik, puyuh, entok, ayam

broiler dan ayam layer. Secara umum kasus AI pada

saat ini tidak menunjukkan gejala klinis oleh sebab itu

sangat dibutuhkan pemeriksaan secara laboratorium

terutama pada itik.

Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah

dalam pencegahan penyakit Avian Influenza adalah

dengan Mengeluarkan Surat Keputusan Direktur

Jenderal Bina Produksi Peternakan No. 17/Kpts/

PD.640/F/02.04 Tanggal 4 Pebruari 2004 Tentang

P e d o m a n P e n c e g a h a n , P e n g e n d a l i a n D a n

Pemberantasan Penyakit Hewan Menular Influenza

Pada Unggas (Avian Influenza) (Kepdirjennak No:

4 6 / K p t s / P D. 6 4 0 / F / 0 4 . 0 4 K e p d i r j e n n a k N o :

46/PD.640/F/08.05),.

Dalam Surat Keputusan Tersebut Terdapat 9

Langkah Tentang Cara Pencegahan, Pengendalian Dan

Pemberantasan Penyakit Avian Influenza sebagai

berikut :

1. Pelaksanaan Biosekuriti Secara Ketat

2. Tindakan Pemusnahan Unggas Selektif (Depopulasi)

Di Daerah Tertular

3. Pelaksanaan Vaksinasi/ Pengebalan

4. Pengendalian Lalu Lintas

5. Surveilans Dan Penelusuran

6. Peningkatan Kesadaran Masyarakar (Publ ic

Awareness)

7. Pengisian Kembali (Restocking) Unggas

8. Tindakan Pemusnahan Unggas Secara Menyeluruh

(Stamping Out) Di Daerah Tertular Baru

9. Monitoring, Pelaporan Dan Evaluasi

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Kasus HPAI selama tahun 2005-2013 hasil

pemeriksaan Balai Veteriner menunjukkan adanya

fluktuasi jumlah kasus dan distribusi desa yang tertular

penyakit Avian Influenza di Wilayah Kerja yang meliputi

Propinsi Propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan

Kepulauan Riau. Dari hasil pemeriksaan dapat

disimpulkan pada tahun 2005 sebanyak 38 kasus yang

terdistribusi di 18 desa, tahun 2006 sebanyak 231 kasus

di 96 desa, tahun 2007 sebanyak 473 kasus di 175 desa,

tahun 2008 sebanyak 130 kasus di 81 desatahun 2009

sebanyak 149 kasus di 159 desa, tahun 2010 sebanyak

66 kasus di 33 desa, tahun 2011 sebanyak 366 kasus di

92 desa, tahun 20012 sebanyak 149 kasus di 20 desa

dan tahun 2013 sebanyak 142 kasus di 30 desa. Dari

data ini dapat diketahu bahwa kejadian kasus AI

terbanyak dan penyebaran desa tertular terbanyak

terjadi pada tahun 2007

Saran

Kegiatan surveilans dan monitoring penyakit

Avian Influenza masih harus terus dilaksanakan dalam

pencegahan , pengenda l ian dan penyak i t dan

d i p e r l u k a n p e n e l i t i a n l e b i h l a n j u t t e n t a n g

perkembangan virus AI.

Page 19: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

15Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

Daftar Pustaka

Anomim. 2007. Rencana Strategis Nasional dan Situasi

HPAI di Indonesia. Dalam Local Government

Workshop (LGWS) Wilayah Riau dan Kepulauan

Riau.

BPPV Bukittinggi. Peta Penyakit Hewan Regional II

Propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan

Kepulauan Riau Tahun 2005 No.409/2005, BPPV

Regional II Bukittinggi. 2005.

Barnes,H.J., Beard,C.W., McDougalg, L.R., Saif, Y.M.,

Didease of Poultry page.73-74, 583-587 Iowa

State University Press Ames, Iowa,USA 1997.

BPPV Bukittinggi, 2006. Peta Penyakit Hewan Regional

II Propinsi Sumaterta Barat, Riau, Jambi dan

Kepulauan Riau Tahun 2007 No.409/2007, BPPV

Regional II Bukittinggi.

BPPV Bukittinggi, 2007. Peta Penyakit Hewan Regional

II Propinsi Sumaterta Barat, Riau, Jambi dan

Kepulauan Riau Tahun 2007 No.420/2008, BPPV

Regional II Bukittinggi.

BPPV Bukittinggi, 2008. Peta Penyakit Hewan Regional

II Propinsi Sumaterta Barat, Riau, Jambi dan

Kepulauan Riau Tahun 2008 No.437/2009, BPPV

Regional II Bukittinggi.

BPPV Bukittinggi. Peta Penyakit Hewan Regional II

Propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan

Kepulauan Riau Tahun 2009 No.437/2009, BPPV

Regional II Bukittinggi. 2009.

BPPV Bukittinggi. Peta Penyakit Hewan Regional II

Propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan

Kepulauan Riau Tahun 2010 No.443/2010, BPPV

Regional II Bukittinggi. 2010.

BPPV Bukittinggi. Peta Penyakit Hewan Regional II

Propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan

Kepulauan Riau Tahun 2011 No.453/2011, BPPV

Regional II Bukittinggi. 2011.

BPPV Bukittinggi. Peta Penyakit Hewan Regional II

Propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan

Kepulauan Riau Tahun 2012 No.504/2013, BPPV

Regional II Bukittinggi. 2012.

BPPV Bukittinggi. Peta Penyakit Hewan Regional II

Propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan

Kepulauan Riau Tahun 2013 No.409/2013, BPPV

Regional II Bukittinggi. 2013.

Miswati Y., dkk. Karakteristisasi Molekuler Virus Avian

Influenza Sub Type H5N1 di Kabupaten Padang

Par iaman dan Kota Pekanbaru. Bulet in

Informasi Kesehatan Hewan Vol 12 No.81 Tahun

2010. 2010

Oktavia V., dkk. Surveillans dan Monitoring Avian

I n fl u e n z a d l a m r a n g k a p e n a n g a n d a n

pengendalian wabah Virus Flu Burung di Wilayah

Regional II Bukittinggi Tahun 2009. . Buletin

Informasi Kesehatan Hewan Vol 11 No.79 Tahun

2000. 2009.

http://keswan.ditjennak.deptan.go.id/index.php/blog/

r e a d / b e r i t a / p e n y a k i t - a v i a n -

influenza#sthash.xCOSvilY.dpuf

Page 20: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

16Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

Pendahuluan

Porcine reproductive and respiratory syndropme

(PRRS) disebut juga swine infertility and respiratory

syndrome (SIRS), porcine epidemic abortion and

respiratory syndrome (PEARS) atau penyakit telinga

biru, merupakan penyakit menular pada babi, yang

dapat mengakibatkan kerugian ekonomi. Kerugian

tersebut dapat berupa kematian babi, keguguran dan

kematian pada anak babi yang baru dilahirkan dan

mumifikasi. PRRS disebabkan oleh genus Arterivirus

dari famili Arteriviridae. Materi genetik virus tersusun

atas RNA, bentuk bundar, ukuran 45–80 nm dan

memiliki amplop. Inaktif dalam ether dan kloroform.

Penularan melalui babi yang terinfeksi, tetapi virus juga

bisa menular melalui feces, ur ine, semen dan

muntahan.

Penyakit ini dilaporkan pertama kali di Amerika

Serikat pada tahun 1987 (Keffaber, 1989) dan semenjak

itu penyakit tersebar di beberapa Negara seperti

Kanada, Inggris, Belanda, Asia Tenggara, Malta, Cyprus

dan Indonesia. Di Indonesia dilaporkan secara

serologis di Sumatera Utara (Sumaryani dkk,1998) dan

Kupang (Ketut Santhia dkk, 1999). Pada tahun 2009

terjadi kasus penyakit babi di Sumatera Utara,

penyebab penyakit diidentifikasi sebagai virus PRRS.

Dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian No.

4026/Kpts./OT.140/3/ 2013, ditetapkan bahwa PRRS

Abstrak

Porcine reproductive and respiratory syndropme atau penyakit telinga biru, merupakan penyakit menular pada

babi, yang dapat mengakibatkan kerugian ekonomi. Kerugian tersebut dapat berupa kematian babi, keguguran dan

kematian pada anak babi yang baru dilahirkan dan mumifikasi. Dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian, No.

4026/Kpts./OT.140/3/2013, ditetapkan bahwa PRRS termasuk penyakit hewan menular strategis yang sudah ada

di Indonesia. Pengamatan terhadap penyebaran penyakit PRRS ini penting dilakukan, informasi yang diperoleh

akan bermanfaat bagi pemegang kebijaksanaan untuk mengambil tindakan agar penyakit ini tidak meluas. Tulisan

ini merupakan hasil serosurveilan yang dilakukan oleh Balai veteriner selama 6 tahun terakhir. Sampel yang diuji

berupa serum babi yang berasal dari beberapa daerah di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi, dari tahun 2008

sampai tahun 2013. Pengujian dilakukan dengan metode ELISA menggunakan Kit Komersial. Dari 280 serum yang

diperiksa pada tahun 2008; 11.4 % seropositif, pada Tahun 2009; 17.5 % seropositif (dari 183 serum), Tahun 2010; 0

% seropositif (dari 36 serum), Tahun 2011; 0 % (dari 219 serum), Tahun 2012; 22.2 % (dari 306 serum), tahun 2013; 5.2

% (dari 96 serum). Hasil seropositif kemungkinan karena ternak divaksin, atau pernah terpapar virus PRRS. Untuk

mencegah penyebaran penyakit perlu pengawasan terhadap lalu lintas ternak. Dalam hal menentukan suatu

daerah bebas atau tidak dari virus PRRS akan lebih baik lagi jika pemeriksaan dilakukan dengan metode PCR.

Kata Kunci : PRRS, Kasus, Distribusi, Regional II Bukittinggi

Afiliasi Penulis : Bvet Bukittinggi

[email protected], [email protected] Telp: 081236810270 Korespondensi :

Serosurveilans Porcine Reproductive and Respiratory (PRRS) di Beberapa Daerah Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2008-2013 Martdeliza, Yulfitria, Nico Febrianto, Rina hartini

Page 21: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

17Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

termasuk penyakit hewan menular strategis yang

sudah ada di Indonesia. Pengamatan terhadap

penyebaran penyakit PRRS ini penting dilakukan,

informasi yang diperoleh akan bermanfaat bagi

pemegang kebijaksanaan untuk mengambil tindakan

agar penyakit ini tidak meluas. Tulisan ini merupakan

hasil serosurveilan yang dilakukan oleh Balai veteriner

selama 6 tahun terakhir.

Materi dan Metode

Sampel yang diuji berupa serum babi yang

berasal dari beberapa daerah di wilayah kerja Balai

Veteriner Bukittinggi, pada tulisan ini diambil data

pengujian dari tahun 2008 sampai tahun 2013.

Uji enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)

Antigen dan antiserum acuan terhadap virus

PRRS dalam uji ini diperoleh dari IDEXX dalam bentuk

ELISA kit komersial (Herdcheck* PRRS X3 Porcine

Repro ductive and Respiratory Syndrome virus

antibody Test Kit, IDEXX Laboratories, USA). Mikroplat

ELISA dengan 96 lubang telah dilapisi dengan antigen

PRRS. Sebanyak 100 ul serum kontrol negatif dan

positif PRRS dimasukkan kedalam sumuran plate

dengan posisi sesuai dengan lembar kerja yang dibuat

sebelumnya. Serum yang akan diuji diencerkan 1 :40

dan dimasukkan pada sumuran plate sesuai dengan

lembar kerja Inkubasi dilakukan pada suhu kamar (18

ºC–25º C) selama 30 menit, lalu mikroplat dicuci

dengan wash buffer 3-5 kali. Sebanyak 100 u1 Anti-

Porcine IgG: HRPO conjugate dimasukkan pada tiap

sumuran, lalu diinkubasikan selama 30 menit pada

suhu kamar. Mikroplat dicuci 3-5 kali dengan wash

buffer sebelum ditambahkan 100 ul substrat solution

(TMB). Inkubasi dilakukan pada suhu kamar selama 15

menit, lalu ditambahkan 100 ul stop solution. Optikal

densitas dibaca pada panjang gelombang 650 nm pada

mesin pembaca ELISA. Hasilnya dikalkulasikan dengan

menggunakan formula dari IDEXX. Ada tidaknya

a n t i b o d i t e r h a d a p P R R S d i t e n t u k a n d e n g a n

menghitung OD serum yang diuji dikurangi OD kontrol

negatif dibagi dengan selisih OD kontrol positif dengan

OD kontrol negatif (S/P) rasio. Hasil dinyatakan positif

apabila rasio S/P lebih besar atau sama dengan 0.4.

Hasil dan Pembahasan

Sampel serum yang dianalisis dalam tulisan ini

sebanyak 1120 serum dengan rincian sebagai berikut,

pada Tahun 2008 diperiksa sebanyak 280 serum, Tahun

2009 sebanyak 183 serum, 36 serum pada Tahun 2010,

219 serum pada Tahun 2011, 306 serum pada Tahun

2012 dan pada Tahun 2013 diperiksa 96 serum (tabel 1).

Sampel berasal dari beberapa daerah diwilayah kerja

Balai Veteriner Bukittinggi yaitu dari Propinsi Sumatera

Barat, Propinsi Riau, Propinsi Kepulauan Riau, dan

Propinsi jambi. Jumlah sampel yang diperiksa pertahun

bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh jumlah sampel dari

lapangan dan ketersediaan Kit E l isa PRRS di

laboratorium.

Pada tabel 2 dapat dilihat dari 280 serum yang

diperiksa 11.4% (32 serum) mengandung antibodi

terhadap PRRS. Hal ini merupakan indikasi hewan

pernah terpapar virus PRRS atau hewan di vaksin

dengan vaksin PRRS

Tabel 1. Perbandingan jumlah serum pertahun

2013( 96 )

2012( 306 )

2011( 219 )

2010( 36 )

2009( 183 )

2008( 280 )

Page 22: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

18Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

ASAL SAMPEL ANTIBODI JUMLAH SAMPEL ANTIBODI POSITIF PRRS PREVALENSI POSITIF

Provinsi Sumatera Barat 70 0 0%

Provinsi Riau 70 2 2.90%

Provinsi Kepulauan Riau 140 30 21.40%

Jumlah 280 32 11.40%

Tabel 2. Distribusi, asal sampel, jumlah sampel, antibodi positif PPRS dan prevalensi positif antibodi PRRS Tahun 2008

Dari 183 serum yang diperiksa pada Tahun 2009,

17.5 % (32 serum) positif antbodi PRRS (tabel 3).

Pengujian terhadap 32 serum dari Propinsi Sumatera

Barat menunjukkan hasil 3.1 % seropositif, Propinsi

Riau 3.6 % seropositif dari 84 serum yang diuji, Propinsi

Jambi 17.4 % seropositif dari 23 serum yang diperiksa,

Propinsi Kepri 33.3 % seropositif dari 9 serum yang diuji.

Dari tabel 3 dapat dilihat serum yang berasal dari

Propinsi Kepulauan Riau terbagi 2, 35 serum bersal dari

farm komersial yang melakukan vaksinasi terhadap

PRRS, hasilnya 62.9 % seropositif. Sedang untuk serum

lainnya tidak ada keterangan vaksinasi, serum berasal

dari peternakan rakyat dan kemungkinan besar tidak

divaksin. Hasil seropositif menunjukkan bahwa hewan

pernah terpapar virus PRRS atau masyarakat membeli

ternak dari farm yang melakukan vaksinasi atau

membeli dari daerah yang pernah terjadi kasus PRRS.

Provinsi Sumatera Barat 32 1 3.10%

Provinsi Riau 84 3 3.60%

Provinsi Jambi 35* 22 62.90%

9 3 33.30%

Provinsi Kepulauan Riau 23 4 17.40%

Jumlah 183 33 18.00%

* (hewan divaksin)

ASAL SAMPEL ANTIBODI JUMLAH SAMPEL ANTIBODI POSITIF PRRS PREVALENSI POSITIF

Tabel 3. Distribusi, asal sampel, jumlah sampel, antibodi positif PPRS dan prevalensi positif antibodi PRRS Tahun 2009

Provinsi Riau 18 0 0.00%

Provinsi Jambi 18 0 0.00%

Jumlah 36 0 0.00%

ASAL SAMPEL ANTIBODI JUMLAH SAMPEL ANTIBODI POSITIF PRRS PREVALENSI POSITIF

Tabel 4. Distribusi, asal sampel, jumlah sampel, antibodi positif PPRS dan prevalensi positif antibodi PRRS Tahun 2010

Tahun 2010 Balai veteriner Bukittinggi melakukan pengujian terhadap 36 serum yang berasal dari Propinsi

Riau dan Propinsi Jambi. Hasil uji, semua serum negatif antibodi PRRS (tabel 4).

Page 23: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

19Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

Provinsi Riau 71 0 0.00%

Provinsi Kepulauan Riau 25 5 20.00%

Jumlah 96 5 5.20%

ASAL SAMPEL ANTIBODI JUMLAH SAMPEL ANTIBODI POSITIF PRRS PREVALENSI POSITIF

Tabel 7. Distribusi, asal sampel, jumlah sampel, antibodi positif PPRS dan prevalensi positif antibodi PRRS Tahun 2013

Provinsi Sumatera Barat 43 0 0.00%

Provinsi Riau 100 0 0.00%

Provinsi Jambi 16 0 0.00%

Provinsi Kepulauan Riau 60 0 0.00%

Jumlah 219 0 0.00%

ASAL SAMPEL ANTIBODI JUMLAH SAMPEL ANTIBODI POSITIF PRRS PREVALENSI POSITIF

Tabel 5. Distribusi, asal sampel, jumlah sampel, antibodi positif PPRS dan prevalensi positif antibodi PRRS Tahun 2011

Sebanyak 219 serum yang diperiksa pada Tahun

2011 (tabel 5) menunjukkan hasil seronegatif, sampel

berasal dari semua propinsi di wilayah kerja Balai

Veteriner Bukittinggi.

Provinsi Sumatera Barat 26 0 0.00%

Provinsi Riau 104 3 2.90%

Provinsi Jambi 49 13 26.50%

Provinsi Kepulauan Riau 70* 52 74.30%

57 0 0.00%

Jumlah 306 68 22.20%

* (hewan divaksin)

ASAL SAMPEL ANTIBODI JUMLAH SAMPEL ANTIBODI POSITIF PRRS PREVALENSI POSITIF

Tabel 6. Distribusi, asal sampel, jumlah sampel, antibodi positif PPRS dan prevalensi positif antibodi PRRS Tahun 2012

Hasil pengujian 306 serum pada tahun 2012

(tabel 6) menunjukkan 22.2 % seropositif. Semua

sampel dari Propinsi sumatera barat menunjukkan

hasil seronegatif. 2.9 % dari serum yang berasal dari

propinsi Riau menunjukkan hasil seropositif, 26.5 %

seropositif dari 49 serum yang berasal dari Propinsi

Jambi . Untuk kepu lauan R iau dar i 70 serum

postvaksinasi yang diperiksa, 74.3 % seropositif,

sedangkan dari 57 serum yang diambil dari ternak yang

tidak divaksinasi, semuanya seronegatif.

Pada tabel 7 dibawah dapat dilihat dari 96 serum

yang diuji, menunjukkan hasil 5.2 % seropositif. Serum

yang diuji berasal dari Propinsi Riau sebanyak 71

serum. Dan dari 71 serum tersebut tidak ada yang

mengandung antibodi terhadap PRRS. Sedangkan dari

25 serum dari Propinsi Kepulauan Riau yanng diperiksa,

sebanyak 20 % seropositif PRRS.

Page 24: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

20Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

SUMBAR RIAU JAMBI KEPRI

2008 0 2.9 - 21.4

2009 3.1 3.6 18 33.3

2010 - 0 0 -

2011 0 0 0 0

2012 0 2.9 26.5 0

2013 - 0 - 20

TAHUN

PROVINSI

Tabel 8. Presentase seropositif PRRS /tahun

Berdasarkan data pengujian serologis yang

dilakukan dari Tahun 2008 sampai Tahun 2013 (tabel 8)

oleh Balai Veteriner Bukittinggi, diwilayah Propinsi

Sumatera Barat, pada Tahun 2009 terdeteksi 3.1 %

seropositif dari serum ternak yang tidak di vaksin. Hal

ini terjadi mungkin ternak pernah terpapar virus PRRS

atau manyarakat membeli ternak yang sudah di vaksin

dari daerah lain atau karena secara geografis Propinsi

Sumatera Barat berbatasan dengan Propinsi Sumatera

Utara, daerah kasus PRRS Tahun 2009, diperkirakan

ternak yang berhasil sembuh didaerah wabah dijual ke

daerah tetangga. Dalam hal ini perlu pengawasan

terhadap lalu lintas ternak. Demikian juga dengan

Propinsi Riau, Propinsi kepulauan Riau dan Propinsi

Jambi, ditemukan hasil seropositif.

Hasil uji serologis kalau tidak didukung oleh data

v a k s i n a s i y a n g l e n g k a p a k a n s u l i t u n t u k

menginterpretasikan hasil uji. Akan lebih baik jika

pengujian dilakukan dengan metode PCR untuk

mendeteksi keberadaan virus PRRS pada ternak, tentu

saja dengan jenis sampel yang berbeda. Dari hasil yang

d i p e ro l e h m u n g k i n a k a n l e b i h b e r a r t i u n t u k

menentukan suatu wilayah bebas atau tidak dari virus

PRRS.

Kesimpulan dan Saran

Dari 280 serum yang diperiksa pada tahun 2008;

11.4 % seropositif, pada Tahun 2009; 17.5 % seropositif

(dari 183 serum), Tahun 2010; 0 % seropositif (dari 36

serum), Tahun 2011; 0 % (dari 219 serum), Tahun 2012;

22.2 % (dari 306 serum), Tahun 2013; 5.2 % (dari 96

serum). Hasil seropositif kemungkinan karena ternak

divaksin, atau pernah terpapar virus PRRS.

Untuk mencegah penyebaran penyakit perlu

pengawasan terhadap lalu lintas ternak. Dalam hal

menentukan suatu daerah bebas atau tidak dari virus

PRRS akan lebih baik lagi jika pemeriksaan dilakukan

dengan metode PCR.

Daftar Pustaka

Anonim (2010). Classical swine fever. In OIE Teresterial

Manual. Chapter 2.8.7

Keffaber, K,K.(1989) Reproductive Failure of Unknown

etiology. Am Assoc Swine Pract Newsl 1;1-10.

Ke t u t S a n t i a , A . P. , C . M o r r y s . , N . D i b i a d a n

Soeharsono.(1999). Survei serologis antibody

virus porcine reproductive and respiratory

syndrome di daerah Nusa Tenggara Timur. BPPH

VI Denpasar 1-6.

Sumaryani, D, H., S. Irianti.. R. Sinurat, (1998).

Seroprevalensi porcine reproductive and

respiratory syndrome di daerah Sumatera Utara,

Page 25: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

21Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

Pendahuluan

Melaksanakan pengamatan, pengidentifikasian

diagnosa, pengujian veteriner dan produk hewan

merupakan salah satu tugas pokok Balai Veteriner di

s e l u r u h W i l a y a h R e p u b l i k I n d o n e s i a . D a l a m

melaksanakan fungsinya, Balai Veteriner Bukittinggi

melakukan penyidikan penyakit hewan dan surveilans

penyakit hewan serta produk hewan di wilayah kerjanya

yang meliputi 4 propinsi yaitu propinsi Sumatera Barat,

Riau, Jambi dan Kepulauan Riau. Salah satu kegiatan

monitoring penyakit hewan yang rutin dilaksanakan

setiap tahun yaitu Monitoring dan diagnosa Jembrana

Disease pada sapi-sapi Bali yang terdapat di wilayah

kerjanya. Pada tanggal 13 Oktober 2014 hingga tanggal

16 Oktober 2014 tim Balai Veteriner Bukittinggi

melaksanakan kegiatan monitoring dan diagnosa

Jembrana Disease di Kabupaten Kuantan Singingi.

Lokasi Monitoring yang telah ditentukan adalah Desa

Giri Sago Kecamatan Lugas Tanah Darat, Desa Tanjung

Kecamatan Kuantan Hulu, dan Desa Simpang Tiga

Kecamatan Kuantan Tengah. Dalam kunjungan ke Desa

Giri Sago, sejumlah peternak mengeluhkan sapi mereka

banyak yang pincang, ada yang mengalami kebutaan,

kelumpuhan dan juga kematian sapi karena sakit,

namun saat kegiatan monitoring berlangsung, tidak

ada ternak yang menunjukkan gejala klinis sakit. Pada

tanggal 14 Oktober 2014, kunjungan monitoring

dilanjutkan pada Kelompok Ternak Monggo Mulyo yang

terletak di Desa Giri Sago, Kecamatan Lugas Tanah

Darat. Kelompok ternak ini mengeluhkan kondisi

kesehatan ternaknya yang lebih beragam yaitu

pincang, kurang nafsu makan, lemah dan beberapa ekor

sapi lainnya mengalami diare. Kelompok Ternak

Monggo Mulyo memiliki populasi sapi sebanyak 30 ekor

sapi dan jumlah sapi dari peternak lainnya sebanyak 7

Abstrak

Dalam rangka kegiatan monitoring penyakit Jembrana di Kabupaten Kuantan Singingi, ditemukan kasus

kematian ternak sapi kelompok ternak Monggo Mulyo beberapa hari setelah kegiatan pengambilan sampel darah

ternak pada lokasi tersebut. Tim Balai Veteriner dan beberapa peternak dari kelompok ternak Monggo Mulyo

melakukan nekropsi dan penyelidikan terhadap kasus kematian tersebut. Dalam selang waktu seminggu pasca

kematian sapi tersebut, dilaporkan ada kematian ternak susulan terhadap 2 ekor sapi sekandang dengan

menunjukkan gejala klinis yang hampir sama dengan sapi yang mati sebelumnya. Dari hasil pemeriksaan

laboratorium, penyebab kematian ternak diarahkan pada akibat investasi Trypanosoma sp dan akibat keracunan

makanan yang tercemar insektisida atau herbisida

Kata Kunci : Sapi, Trypanosomiasis, Kuantan Sengingi

Afiliasi Penulis : Bvet Bukittinggi

[email protected], [email protected] Telp: 082174453896 Korespondensi :

Studi Kasus Kematian Sapi Kelompok Ternak Monggo Mulyo di Kabupaten Kuantan SingingiLilian Devanita, Wilna Sri, Voviarman, Budi Santosa, Katamtama

Page 26: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

22Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

ekor sapi. Dari kegiatan monitoring Jembrana Disease

pada Desa Giri Sago diperoleh jumlah sampel serum

darah dan ulas darah sapi sebanyak 37 sampel, feses

sapi 4 sampel, Darah antikoagulan 3 sampel. Pada

Tanggal 16 Oktober 2014, Penyuluh ternak kelompok

Ternak Monggo Mulyo kembali menghubungi dan

melaporkan Dinas Peternakan bahwa salah satu sapi

mereka yang telah diambil sampel darahnya mati pada

malam hari tanggal 15 Oktober 2014 sekitar pukul

21.00 WIB di lahan sawit atau lahan gembalaan. Tim

Balai Veteriner kembali turun ke lapangan untuk

melaksanakan nekropsi pada ternak tersebut dibantu

oleh beberapa anggota kelompok ternak Monggo

Mulyo.

Anamnesa

Menurut keterangan dari peternak kelompok

sapi Monggo Mulyo, Tanggal 15 Oktober 2014 pagi sapi

menunjukkan gejala gelisah dan berputar-putar, mata

sapi merah dan seakan akan ingin menyerang peternak

pagi hari saat akan dilepaskan ke lahan gembalaan atau

lahan sawit di sekitar kandang. Sore hari saat akan

memasukkan sapi ke kandang dari lahan gembalaan,

sapi dengan nomor telinga 0362 ini sudah tidak

ditemukan lagi dalam rombongan sapi yang pulang ke

kandang. Sejumlah peternak melakukan penyisiran ke

lahan sawit untuk mencari sapi yang hilang. Sekitar

pukul 21.00 WIB pada akhirnya sapi ditemukan mati di

dalam lahan sawit.

Temuan Patologi Anatomi

Untuk menyelidiki kasus ini, tim Balai Veteriner

dibantu peternak melakukan nekropsi sekitar pukul

8.00 WIB. Tidak banyak temuan patologi anatomi yang

menunjukkan perubahan. Saat dilakukan penyayatan

pada bagian linea alba, ditemukan beberapa spot-spot

pendarahan (ptechie) di bagian serosa di bawah kulit.

Organ-organ vital seperti hati, ginjal, paru-paru, jantung

dan limpa tidak ada perubahan. Saat membuka

tengkorak untuk mengambil organ otak, ditemukan

cairan keruh kekuningan menggenangi selaput

pembungkus otak (meningen). Sampel organ hati,

ginjal, paru-paru, jantung, limpa, dan otak dikoleksi

untuk pemeriksaan laboratorium. Isi rumen juga

dikoleksi untuk pemeriksaan toksikologi, sedangkan

serum darah dan ulas darah telah dikoleksi saat

kegiatan monitoring dilakukan.

Gambar 1. Hasil nekropsi dan temuan patologi

Page 27: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

23Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

Serum 29SapiUlas Darah 29

Feses 2

Feses Pedet 1DA PCR Jemb 2

Daarah Antikoagulan 5Organ 1

Limpa 1

Otak 1

Isi Rumen 1

5 2 3 0 0 5 5 4 1 3 2Sapi

5 5 9 1 8 1 1 1Sapi

1 1 1 29 0 29Sapi

MCHC

� N N N N

RBC

HEMATOLOGI

HB HCT WBC

JML

Kec. Lugas Tanah DaratDesa Giri SagoKelp. Monnggo Mulyo

LOKASIJENIS

TERNAK � � � � �

Tabel 4. Hasil pemeriksaan laboratorium parasitologi hematologi

E. COLI BACILLUS SP

RBPTISOLASI BAKTERI

BAKTERIOLOGI

( + )JML JML ( - )

Kec. Lugas Tanah DaratDesa Giri SagoKelp. Monnggo Mulyo

LOKASIJENIS

TERNAK

Tabel 3. Hasil pemeriksaan laboratorium bakteriologi

ELISA

BVD ( - ) ( + ) SELLER'S (-) FAT (-)JML JML

IBR SERO

JML

RABIES

VIROLOGI

( - )

Kec. Lugas Tanah DaratDesa Giri SagoKelp. Monnggo Mulyo

LOKASIJENIS

TERNAK

Tabel 2. Hasil pemeriksaan laboratorium virologi

Kec. Lugas Tanah DaratDesa Giri SagoKelp. Monnggo Mulyo

LOKASI JENIS HEWAN JENIS MATERIAL JUMLAH

Tabel 1. Karakteristik peternakan pada sampling surveilans aktif

Materi dan Metoda

Sampel yang diperoleh merupakan sampel dari

kegiatan monitoring penyakit Jembrana disertai

pemeriksaan lainnya. Metode uji yang diminta dari

sampel yang diperoleh adalah ELISA Jembrana, PCR

Jembrana, Hematologi, RBPT, Mineral darah, Giemsa,

Sedimentasi floatasi , Toksikologi , Isolasi dan

identifikasi bakteri, ELISA BVD, ELISA IBR, Seller's, FAT,

Uji Biologis Rabies, RIAD. Materi atau sampel yang

dikoleksi dari Kelompok ternak Desa Giri Sago untuk

pemeriksaan laboratorium adalah sebagai berikut :

Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap

sampel monitoring penyakit Jembrana yang diperoleh

pada seluruh kelompok ternak Monggo Mulyo adalah

sebagai berikut :

Page 28: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

24Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

12 Anaplasma sp

13 Babesia sp

14 Theileria so

15 pH isi rumen= 6

16 Amonia rumen 300 ppm

17 Sianida rumen

18 Phosphor rumen

19 Nitrat rumen

20 Jembrana Disease

21 Rabies RIAD

22 Rabies Biologis

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

Organ =1, DA = 2

29 2 16 3 29 4Sapi

Tabel 9. Hasil pemeriksaan laboratorium pada ternak sapi yang mati

1 ELISA BVD (serologis)

2 ELISA IBR (serologis)

3 Rabies Seller's

4 Rabies FAT

5 Isolasi E. coli

6 Isolasi Bacillus sp

7 RBPT

8 Calcium < Normal

9 Phosphor = Normal

10 Total Protein = Normal

11 Trypanosoma sp

JENIS UJI POSITIF NEGATIF JENIS UJI POSITIF NEGATIF

PROTOZOOLOGI

Kec. Lugas Tanah DaratDesa Giri SagoKelp. Monnggo Mulyo

LOKASIJENIS

TERNAK

Tabel 5. Hasil pemeriksaan laboratorium parasitologi protozoologi

TRY ANS BAB THE ANEJML

Dari hasil pemeriksaan diatas, maka hasil

pemeriksaan sapi yang mati pada kelompok ternak

Monggo Mulyo dengan nomor telinga 0362 diperoleh

sebagai berikut :

� N N

MINERAL

JMLLOKASIJENIS

TERNAK � � �

Tabel 6. Hasil pemeriksaan laboratorium toksikologi (mineral darah)

18 10 7 1 0 7 11 1 13 4Kec. Lugas Tanah DaratDesa Giri SagoKelp. Monnggo Mulyo

Sapi

N� �

TPCa P

JMLLOKASI

JENIS TERNAK

Tabel 8. Hasil pemeriksaan laboratorium parasitologi (helminthologi) dan Bioteknologi

3 0 2 0 0 0 3 1 2Kec. Lugas Tanah DaratDesa Giri SagoKelp. Monnggo Mulyo

Sapi

( + )COC TCT SGDPPT BUN

( - )JML

BIOTEKNOLOGIHELMINTHOLOGI

PCR Jembrana

Keterangan :

SGD : Strongiloides sp

THE : Theileria sp

ASS : Ascaris sp

ANE : AnemiaTRY : Trypanosoma sp

PPT : Paramphistomum

ANS : Anaplasma sp

OPG : Oesophagustomum sp

BAB : Babesia sp Bruc : Brucellosis

JMLLOKASIJENIS

TERNAK

Tabel 7. Hasil pemeriksaan laboratorium virologi (RIAD) dan toksikologi (kwalitatif)

( - ) pH Amonia Chlor Sianida Phosphor Nitrat

Uji Kwalitatif Isi RumenRIAD

TOKSIKOLOGIPATOLOGI

1 ( - ) 1 ( - )1 1 6 300ppm Dubius 1 (+)Kec. Lugas Tanah DaratDesa Giri SagoKelp. Monnggo Mulyo

Sapi

Page 29: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

25Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

Pembahasan

Hasil pemeriksaan berdasarkan perubahan

patologi anatomi tidak menunjukkan perubahan yang

patognomonis. Namun hasil investigasi kematian

ternak sapi dari pemeriksaan laboratorium pada

kelompok ternak Monggo menunjukkan bahwa sapi

tersebut mengalami hipokalsemia, Trypanosomiasis

(surra), kandungan amonia dan phosphor tinggi dalam

rumen, serta adanya infeksi dari bakteri E. Coli dan

Bacillus sp. Dari hasil pemeriksaan tersebut, yang

diduga menjadi penyebab kematian ternak adalah

investas i Tr ypanosoma sp da lam darah , dan

kandungan amonia (300 ppm) serta phosphor yang

tinggi pada pakan yang ditemukan dalam rumen. Isi

rumen ini berasal dari pakan yang dikonsumsi ternak

sesaat sebelum kematian. Dugaan penyebab kematian

ternak ini diperkuat dengan beberapa gejala klinis yang

terlihat pada ternak serta kasus kematian ternak yang

bersifat akut.

Penyakit Trypanosomiasis (surra) merupakan

penyakit menular pada hewan, yang dapat bersifat akut

maupun kronis. Protozoa penyebab penyakit ini

ditemukan pertama kali oleh Evans pada tahun 1880 di

India (Partoutomo, 1996b). Infeksi Trypanosoma evansi

pada sapi dan kerbau umumnya bersifat kronik (dimana

jumlah parasit sangat rendah) dan sulit dideteksi pada

saat pemeriksaan darah. Hal ini akibat dari jumlah

parasit dalam darah yang selalu berfluktuasi naik turun

(Partoutomo, 1992). Hewan yang mengandung

Tr ypanosoma sp untuk ber tahun- tahun tanpa

menunjukan gejala sakit, tetapi dalam kondisi tertentu

misalnya : kurang makan, kerja berat dan sebagainya

sehingga menjadi stress, maka penyakit surra dapat

menimbulkan wabah pada kerbau dan sapi dengan

mortalitas 80%. Penularan penyakit surra melalui

vektor lalat pengisap darah yang termasuk golongan

Tabanidae. Cara penularannya secara mekanik murni,

dimana Trypanosoma tidak mengalami siklus hidup

dalam lalat tersebut. Di samping lalat tabanus ternyata

la lat penghisap darah yang la in juga mampu

menularkan penyakit surra, antara lain Chrysops,

Stomoxys, Heamatopota, Lyperosia, Haematobla .

Kecuali itu arthropoda lain seperti Anopheles, Musca,

Pinjal, kutu dan Caplak dapat pula bertindak sebagai

vektor.

Perubahan patologi anatomi apabila penyakit

berjalan akut, hewan yang mati karena surra tidak

menunjukan perubahan anatomi yang nyata. Hewan

mati pada umumnya dalam kondisi masih baik. Hewan

yang mati akibat surra yang kronis, meskipun

perubahan-perubahan tidak menciri, namun biasanya

dapat dilihat perubahan-perubahan sebagai berikut :

keadaan tubuh sangat kurus, anemia, busung seperti

gelatin dibawah kulit, terdapat cairan serosa pada

rongga badan dan pericardium. Ptechie pada selaput

lendir dan selaput serosa. Sering kali terdapat luka-luka

dilidah dan lambung.

Trypanosoma sp sebagai penyebab penyakit

surra hidup dalam darah induk semang. Untuk

m a m e n u h i k e b u t u h a n h i d u p n y a , p a r a s i t i n i

memperoleh glukosa sebagai sumber energi. Dengan

d e m i k i a n a p a b i l a i n d u k s e m a n g t i d a k d a p a t

mengimbanginya, lama kelamaan terjadi penurunan

kadar gula dalam darah sehingga terjadi gangguan

pada induk semang. Gangguan-gangguan i tu

disamping sebagai akibat dari berkurangnya kadar

glukosa dalam darah antara lain juga sebagai akibat

meningkatnya asam susu serta trypanotoksin yang

dihasilkan oleh parasit. Penyakit ini biasanya lebih

menahun pada sapi. Ada demam yang turun naik yang

disertai pembengkakan daerah dada (brisket), anemia,

kurus, keluar cairan dari hidung dan mata (Levine ND,

1995). Apabila Trypanosoma sudah masuk dalam

cairan cerebrospinal hewan menunjukan gejala syaraf

Page 30: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

26Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

sebaga i ber ikut : hewan ber ja lan t idak tegap

(sempoyongan), berputar-putar, kejang-kejang, gerak

paksa, kaku-kaku.

Temuan patologi anatomi yang ditemukan pada

sapi yang mengarah kepada surra adalah spot-spot

perdarahan (ptechie) pada selaput di bawah kulit.

Sedangkan gejala klinis yang mengarahkan pada surra

adalah hewan berputar-putar.

Selain positif terinvestasi Trypanosoma sp, sapi

tersebut juga positif mengalami keracunan amonia dan

phospat. Hasil pemeriksaan kualitatif terhadap

kandungan phosphor yang kuat dalam rumen diduga

kuat berasal dari pakan ternak yang tercemar

insektisida organophosphat atau herbisida amonium

glifosfat.

Dalam selang waktu 7 hari pasca kematian sapi

pertama, petugas penyuluh lapangan mengabarkan

bahwa terdapat kematian ternak susulan pada 2 ekor

sapi sekandang dengan gejala sapi berputar-putar.

Walaupun tidak dilakukan nekropsi pada lokasi

tersebut, namun hasil pemeriksaan sampel ulas darah

yang telah diperoleh saat kegiatan monitoring

berlangsung menunjukkan salah satu dari 2 sapi

tersebut positif terinfeksi Trypanosoma sp. Sehingga

dugaan kuat penyebab kematian sapi pada kelompok

ternak tersebut adalah karena trypanosomiasis.

Kesimpulan dan Saran

1. Kematian ternak sapi akibat infeksi Trypanosoma sp

dan keracunan phospat dan amonia yang terdapat

dalam pakan.

2. Sebaiknya dilakukan kajian yang lebih dalam pada

pemeriksaan laboratorium, selain pemeriksaan

pada sampel ulas darah, sebaiknya uji juga

didukung dengan uji mikrohematokrit sentrifuse

T r y p a n o s o m a s p d a n u j i b i o l o g i s j i k a

memungkinkan.

Daftar Pustaka

Levine ND, 1995. Protozoologi Veteriner. Yogyakarta :

Gadjah Mada University Press.

Partoutomo, S. 1996a. Trypanosomiasis Caused by

Trypanosoma evansi (“Surra”) in Indonesia.

Proceeding of A Seminar on Diagnost ic

Tec h n iq u es f o r Tr yp a n o s o ma eva n s i in

Indonesia. 10 January 1996. Balitvet, Bogor. 1-9

Partoutomo, S. 1996b. Patogenesis Tripanosoma evansi

pada Kerbau yang Diberi Ransum Bermutu

Tinggi dan Rendah. JITV 2 (2): 137-144.

Partoutomo, S. 1992. Variasi Antigenic Trypanosoma

evansi Bakit 102 pada Kerbau, Sapi FH dan Sapi

PO. Penyakit Hewan, 24 (44): 125-129.

Page 31: Kementerian Balai Veteriner Kementerian Bukittinggi … Veteriner Bukittinggi 2014 1 Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014 Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten

27Balai Veteriner Bukittinggi 2014

Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014

Balai VeterinerBukittinggi

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

KementerianPertanian

Balai VeterinerBukittinggi

KementerianPertanian

KementerianPertanian

KementerianPertanian

Kementerian Pertanian

Balai Veteriner Bukittinggi

http://bvetbukittinggi.ditjennak.deptan.go.id

Jl. Raya Bukittinggi-Payakumbuh Km.14 Baso Kab. Agam Sumbar PO.Box 35 Bukittinggi 26101

[email protected][email protected]

� 0752 - 28300 � 0752 - 28290

http://bvetbukittinggi.ditjennak.deptan.go.id