KEMATANGAN EMOSI ISTRI PADA PERNIKAHAN USIA AWALeprints.ums.ac.id/71744/9/NASKAH PUBLIKASI.pdf ·...

15
KEMATANGAN EMOSI ISTRI PADA PERNIKAHAN USIA AWAL Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II pada Jurusan Magister Profesi Psikologi Sekolah Pascasarjana Oleh: PITTARI MASHITA PURNOMO T100 155 009 PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHSURAKARTA 2019

Transcript of KEMATANGAN EMOSI ISTRI PADA PERNIKAHAN USIA AWALeprints.ums.ac.id/71744/9/NASKAH PUBLIKASI.pdf ·...

Page 1: KEMATANGAN EMOSI ISTRI PADA PERNIKAHAN USIA AWALeprints.ums.ac.id/71744/9/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 3. 4. · satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pernikahan adalah kematangan

KEMATANGAN EMOSI ISTRI PADA

PERNIKAHAN USIA AWAL

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II

pada Jurusan Magister Profesi Psikologi Sekolah Pascasarjana

Oleh:

PITTARI MASHITA PURNOMO

T100 155 009

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHSURAKARTA

2019

Page 2: KEMATANGAN EMOSI ISTRI PADA PERNIKAHAN USIA AWALeprints.ums.ac.id/71744/9/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 3. 4. · satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pernikahan adalah kematangan

i

HALAMAN PERSETUJUAN

KEMATANGAN EMOSI ISTRI PADA PERNIKAHAN USIA AWAL

PUBLIKASI ILMIAH

oleh :

PITTARI MASHITA PURNOMO

T 100 155 009

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Pembimbing Utama

Dr. Nanik Prihartanti, M.Si., Psikolog

NIK. 540

Pembimbing Pendamping

Wisnu Sri Hertinjung, S.Psi., M.Psi., Psikolog

NIK. 877

Page 3: KEMATANGAN EMOSI ISTRI PADA PERNIKAHAN USIA AWALeprints.ums.ac.id/71744/9/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 3. 4. · satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pernikahan adalah kematangan

ii

HALAMAN PENGESAHAN

KEMATANGAN EMOSI ISTRI PADA PERNIKAHAN USIA AWAL

OLEH:

PITTARI MASHITA PURNOMO

T 100 155 009

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Magister Psikologi Profesi

Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari Sabtu, 9 Februari 2019

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji:

1. Dr. Nanik Prihartanti, M.Si., Psikolog

(Ketua Dewan Penguji)

(______________________)

2. Wisnu Sri Hertinjung, S.Psi., M.Psi.,

Psikolog

(Anggota I Dewan Penguji)

(_______________________)

3. Dr. Lisnawati Ruhaena, M.Psi., Psikolog

(Anggota II Dewan Penguji)

(_______________________)

Mengetahui,

Dekan Fakultas Psikologi

Susatyo Yuwono, M.Si, Psikolog

NIK. 838

Ketua Program

Magister Psikologi Profesi

Dr.Lisnawati Ruhaena, M.Si., Psikolog

NIK. 836

Page 4: KEMATANGAN EMOSI ISTRI PADA PERNIKAHAN USIA AWALeprints.ums.ac.id/71744/9/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 3. 4. · satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pernikahan adalah kematangan

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak

terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis

diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya diatas,

maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, 13 Januari 2019

Yang menyatakan

PITTARI MASHITA PURNOMO

T 100 155 009

Page 5: KEMATANGAN EMOSI ISTRI PADA PERNIKAHAN USIA AWALeprints.ums.ac.id/71744/9/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 3. 4. · satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pernikahan adalah kematangan

1

KEMATANGAN EMOSI ISTRI PADA PERNIKAHAN USIA AWAL

Abstrak

Salah satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pernikahan adalah kematangan

emosi. Seorang istri perlu memiliki kematangan emosi yang baik dalam

kehidupan pernikahan agar terwujud keluarga yang bahagia. Penelitian ini

bertujuan untuk (1) memahami kematangan emosi istri pada pernikahan usia awal,

(2) memahami dan merancang program intervensi psikologi yang sesuai dan tepat

untuk meningkatkan kematangan emosi istri pada pernikahan usia awal.

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode kuesioner dan

wawancara. Informan penelitian ditetapkan dengan cara purposive sampling

dengan jumlah 6 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kematangan

emosi istri pada pernikahan usia awal cenderung rendah, yang ditandai dengan

sikap istri yang mudah mengekspresikan emosi marah pada suami dan anak,

ketika masalah muncul cenderung tidak mau melayani suami, pergi dari rumah

tanpa ijin suami, meluapkan kekesalan di sosial media, merasa suami kurang

perhatian, ketidaksiapan memiliki momongan, mudah menyalahkan diri dan

merasa stress. (2) Hal yang dapat meningkatkan kematangan emosi istri pada

pernikahan usia awal ialah pemahaman mengenai peran dan kewajiban sebagai

istri dalam kehidupan pernikahan, terciptanya komunikasi yang efektif, dan

adanya sikap bersyukur yang dimiliki istri. (3) Rancangan intervensi yang sesuai

untuk meningkatkan kematangan emosi ialah pelatihan menjadi istri yang

mempesona.

Kata kunci: emosi, kematangan emosi, kematangan emosi istri, pernikahan.

Abstract

One of the factors that influence marriage happiness is emotional maturity. A wife

needs to have good emotional maturity in married life so that a happy family can

be realized. This study aims to (1) understand the emotional maturity of wives at

early marriage, (2) understand and design appropriate and appropriate

psychological intervention programs to improve the emotional maturity of wives

at early marriage. Data collection in this study using questionnaire and interview

methods. Research informants were determined by purposive sampling with a

total of 6 respondents. The results showed that (1) the wife's emotional maturity at

the early marriage tended to be low, which was marked by a wife's attitude that

easily expressed anger towards her husband and child, when problems arose

tending not to serve her husband, leaving home without the husband's permission,

overflowing on social media, feel that husbands are lacking in attention,

unpreparedness to have a baby, easy to blame themselves and feel stressed. . (2)

What can increase the emotional maturity of a wife at an early age marriage is an

understanding of the role and obligations as a wife in married life, the creation of

effective communication, and the existence of a grateful attitude that the wife has.

(3) The design of an appropriate intervention to increase emotional maturity is

training to be a charming wife.

Keywords: emotions, emotional maturity, wife's emotional maturity, marriage.

Page 6: KEMATANGAN EMOSI ISTRI PADA PERNIKAHAN USIA AWALeprints.ums.ac.id/71744/9/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 3. 4. · satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pernikahan adalah kematangan

2

1. PENDAHULUAN

Kematangan emosi merupakan kemampuan individu untuk dapat bersikap toleran,

merasa nyaman, mempunyai kontrol diri sendiri, perasaan mau menerima dirinya

dan orang lain, selain itu dapat menyatakan emosinya secara konstruktif dan

kreatif. Ditinjau dari segi psikologis, pasangan yang akan membina rumah tangga

harus matang keadaannya. Matang disini adalah pasangan telah dapat

mengendalikan emosinya, dan dengan demikian dapat berpikir secara baik. Dapat

menempatkan persoalan sesuai dengan keadaan yang objektif. Kematangan emosi

dan pikiran akan saling kait-mengait. Bila seseorang telah matang emosinya,

dapat mengendalikan emosinya, maka individu akan dapat berpikir secara matang,

berpikir secara baik, berpikir secara objektif. Dalam kaitannya dengan

perkawinan, jelas hal ini dituntut agar suami istri dapat melihat permasalahan

yang ada dalam keluarga dengan baik dan objektif. Menurut Walgito (2002) salah

satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pernikahan adalah kematangan

emosi antara suami dan istri.

Seseorang yang sudah memasuki gerbang pernikahan umumnya

menginginkan keluarga yang bahagia. Secara psikologis, pernikahan merupakan

sarana yang dapat memenuhi kebutuhan manusia baik terhadap keinginan untuk

dilindungi, rasa aman, cinta, dan kasih sayang. Kertamuda (2009)

mengungkapkan bahwa tujuan pernikahan antara lain adalah konformitas, cinta,

hubungan seks yang halal, memperoleh keturunan yang sah, faktor emosional dan

ekonomi, kebersamaan, sharing, keamanan, dan harapan-harapan lain. Pada usia

awal pernikahan kurang lebih mencakup 10 tahun pertama perkawinan sering

muncul berbagai permasalahan antara suami dan istri. Dalam masa ini early years

merupakan masa perkenalan dan masa penyesuaian diri bagi kedua belah pihak,

pasangan suami istri berusaha saling mengenal, menyelesaikan sekolah atau

memulai karir, merencanakan kehadiran anak pertama serta mengatur peran

masing-masing dalam menjalani hubungan suami istri. Suami istri harus saling

belajar satu sama lain untuk mengenal, sebab pada masa ini biasanya terjadi suatu

krisis yang disebabkan karena masing-masing kurang memainkan peranan baru

baik suami istri ataupun sebagai orang tua (Walgito, 2000).

Page 7: KEMATANGAN EMOSI ISTRI PADA PERNIKAHAN USIA AWALeprints.ums.ac.id/71744/9/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 3. 4. · satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pernikahan adalah kematangan

3

Pengadilan Agama Solo mencatat selama kurun 2016 terdapat 796 kasus

perceraian. Dari 796 kasus perceraian pada 2016, sebanyak 404 kasus dipicu oleh

tidak adanya tanggung jawab. Kemudian disusul oleh faktor ketidakharmonisan

sebanyak 179 kasus. Faktor krisis akhlak, kekerasan dalam rumah tangga

(KDRT), dan ekonomi juga meningkat tajam. Pada 2015, terjadi 34 kasus

perceraian karena krisis akhlak. Jumlah itu meningkat jadi 61 kasus pada 2016.

Sedangkan faktor ekonomi menjadi sebab terjadinya 10 kasus perceraian pada

2015 dan meningkat menjadi 43 kasus pada 2016. Terjadinya perceraian tersebut

mayoritas dilakukan oleh istri sebagai penggugat, serta mayoritas lebih dari 50%

perceraian terjadi pada pasangan yang usia pernikahan kurang lebih lima tahun

dan rata-rata usia pasangan dibawah 30 tahun. Selanjutnya peneliti melakukan

penggalian data awal lebih lanjut melalui wawancara yang dilakukan pada bulan

Desember 2017 dan Januari 2018 untuk menggali permasalahan ditahun awal

pernikahan, berdasarkan hasil penggalian data awal diungkapkan bahwa 4 wanita

atau istri lebih mudah mengekspresikan emosi ketika menghadapi masalah rumah

tangga, hal ini ditunjukkan ketika menghadapi permasalahan lebih sering

memarahi suami, ngomel, ada pula yang secara tidak sengaja membentak anak.

Kematangan emosi merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk

menjaga kelangsungan pernikahan. Mappiare (1983) mengungkapkan pasangan

yang memiliki kematangan emosi akan dapat membina hubungan akrab,

mengembangkan penyesuaian diri, mencegah dan mampu memecahkan konflik

rumah tangga sehingga hidup keluarga pasangan suami istri yang bersangkutan

dapat langgeng dan kokoh. Lebih tinggi tingkat kematangan emosi yang dicapai

seseorang semakin besar pula kemungkinan kokoh dan langgengnya hidup

perkawinan mereka.

Berdasarkan pemaparan tersebut peneliti tertarik untuk menggali lebih

dalam mengenai kematangan emosi pada istri di usia awal pernikahan. Mengingat

peran seorang istri di dalam kehidupan rumah tangga sangatlah penting yaitu

sebagai pendamping suami di setiap saat dan ibu yang siap menjaga serta

membimbing anak-anaknya (Dewi dalam Lestari, 2015). Oleh sebab itu seorang

Page 8: KEMATANGAN EMOSI ISTRI PADA PERNIKAHAN USIA AWALeprints.ums.ac.id/71744/9/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 3. 4. · satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pernikahan adalah kematangan

4

istri perlu memiliki kematangan emosi yang baik dalam kehidupan pernikahan

agar terwujud keluarga yang bahagia.

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, maka tujuan yang

menjadi pusat perhatian dalam penelitian ini, yaitu: memahami kematangan emosi

istri pada pernikahan usia awal serta memahami dan merancang program

intervensi psikologi yang sesuai dan tepat untuk meningkatkan kematangan emosi

istri pada pernikahan usia awal.

2. METODE

Gejala penelitian dalam penelitian ini adalah kematangan emosi istri pada

pernikahan usia awal. kematangan emosi istri pada pernikahan usia awal ialah

suatu keadaan dimana individu (istri) memiliki pemahaman terhadap dirinya,

memiliki kontrol diri, stabil, mampu berpikir secara objektif, mengontrol dan

mengekspresikan emosi dengan baik sesuai dengan keadaan yang dihadapi

sehingga mampu beradaptasi dengan situasi/ orang lain dengan cara yang tepat,

serta mampu mencegah dan mengatasi konflik yang dihadapi guna mencapai

tujuan pernikahan yang bahagia.

Kematangan emosi istri pada pernikahan usia awal akan diungkap

menggunakan metode kuesioner dan wawancara, sehingga tercapai tujuan untuk

mengetahui dan memahami kematangan emosi istri pada pernikahan usia awal,

serta hal-hal yang mempengaruhi kematangan emosi istri. Kemudian data tersebut

digunakan sebagai acuan untuk menyusun program intervensi yang dapat

diaplikasikan untuk meningkatkan kematangan emosi istri pada pernikahan usia

awal.

Pemilihan informan ini dilakukan secara purposive sampling dengan

jumlah informan sebanyak 6 orang. Dalam penelitian ini menggunakan cirri-ciri

informan penelitian antara lain, wanita yang sudah menikah (Istri) yang tinggal di

Karesidenan Surakarta, memiliki suami, tinggal satu rumah dengan suami, usia

pernikahan dibawah 10 tahun, usia dibawah 35 tahun.

Page 9: KEMATANGAN EMOSI ISTRI PADA PERNIKAHAN USIA AWALeprints.ums.ac.id/71744/9/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 3. 4. · satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pernikahan adalah kematangan

5

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pandangan mengenai pernikahan usia awal menurut subjek berdasarkan hasil

penelitian ialah pernikahan merupakan suatu takdir Allah dimana dua orang

dipertemukan untuk menjalani kehidupan bersama dalam suka dan duka,

membangun komitmen berdua untuk mencapai tujuan pernikahan. Meski

demikian, kehidupan pernikahan tidak lepas dari munculnya permasalahan.

Permasalahan yang muncul dalam kehidupan pernikahan subjek ialah perbedaan

sikap dan kebiasaan pasangan, peralihan peran, manajemen waktu, komunikasi,

ekonomi, keterbukaan, keterlibatan keluarga, kesiapan memiliki momongan, serta

tuntutan dari istri pada suami. Munculnya permasalahan tersebut dalam kehidupan

pernikahan disebabkan oleh masa penyesuaian, komunikasi yang kurang efektif,

suami sibuk bekerja, merasa suami kurang perhatian, hubungan dengan keluarga

yang kurang baik, belum selesai sekolah, serta sikap istri yang suka mengungkit

masalah. Munculnya berbagai permasalahan dalam kehidupan pernikahan

memberikan dampak yang dialami subjek antara lain, muncul pikiran negatif,

pisah kamar dengan suami, stress dan tertekan, marah pada suami, hubungan

dengan orang tua renggang, pergi tanpa ijin suami, membentak anak, malas

melakukan kegiatan, diluapkan di sosial media.

Pada usia awal pernikahan kurang lebih mencakup 10 tahun pertama

perkawinan sering muncul berbagai permasalahan antara suami dan istri. Dalam

masa ini early years merupakan masa perkenalan dan masa penyesuaian diri bagi

kedua belah pihak, pasangan suami istri berusaha saling mengenal, menyelesaikan

sekolah atau memulai karir, merencanakan kehadiran anak pertama serta

mengatur peran masing-masing dalam menjalani hubungan suami istri (Walgito,

2000). Berdasarkan berbagai permasalahan yang muncul dalam sepuluh tahun

awal kehidupan pernikahan memberikan dampak antara lain kebahagiaan dalam

pernikahan, masalah sosial, pekerjaan, anak, dan berujung dengan perceraian.

Gambaran kematangan emosi pernikahan usia awal berdasarkan hasil

penelitian antara lain pertama, pemahaman diri sebagai istri yang memiliki tugas

dan kewajiban dalam melayani anak dan suami dengan baik. Akan tetapi ketika

masalah muncul istri cenderung tidak melayani suami dan meminta suami

Page 10: KEMATANGAN EMOSI ISTRI PADA PERNIKAHAN USIA AWALeprints.ums.ac.id/71744/9/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 3. 4. · satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pernikahan adalah kematangan

6

menyiapkan keperluannya sendiri. Selain itu merupakan istri yang moody ditandai

dengan mudah emosi dengan suami baik secara langsung maupun melalui pesan,

suka mengungkit masalah, serta merasa tidak patuh pada suami. Menurut Hurlock

(2004), pemahaman diri yaitu memiliki reaksi emosional yang lebih stabil, tidak

berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain. Individu

mampu memahami emosi diri sendiri, memahami hal yang sedang dirasakan, dan

mengetahui penyebab dari emosi yang dihadapi individu tersebut.

Kedua, yang dipikirkan ketika masalah muncul yaitu merasa kurang ada

buat suami, sempat belum siap memiliki anak karena masih memikirkan kuliah

dan orang tua, cara mengatasi masalah, merasa dipermainkan suami, dianggap

tidak patuh, kekeh dengan pendirian, menganggap suami berubah, langsung cerita

ke suami/ mengeluh. Kemudian yang dirasakan subjek ialah sedih, kecewa,

merasa tidak terima, menyalahkan diri sendiri, stress, tertekan, marah. Menurut

Walgito (2010), seseorang yang telah matang secara emosi mempu berpikir secara

objektif sehingga akan memiliki sifat sabar, penuh pengertian dan mempunyai

toleransi yang baik. Orang yang matang emosinya tidak bersifat impulsif. Ia akan

merespon stimulus dengan cara berpikif baik, mengatur pikirannya untuk

memberikan tanggapan terhadap stimulus yang mengenainya. Orang yang bresifat

impulsif bertindak sebelum berpikir dengan baik merupakan tanda bahwa

emosinya belum matang. Stabilitas emosi yaitu tidak adanya perubahan emsosi

yang berlangsung cepat dan tidak menentu, adanya kepercayaan diri, serta

perasaan optimis dan realistis (Hurlock, 2009).

Ketiga, reaksi yang muncul ketika menghadapi masalah diam, ngomel

atau marah-marah dengan suami, melampiaskan emosi pada suami melalui chat,

meremehkan nasehat suami, memarahi anak, menyindir di sosial media, tidak

betah dirumah dan pergi tanpa ijin suami, merasa suami tidak pengertian,

menyalahkan keadaan pada suami, tidak mematuhi pernintah suami. Namun

reaksi lain yang muncul berupa introspeksi diri dan mencari waktu yang pas untuk

berbicara. Menurut Hurlock (2004), individu tidak meledakkan emosinya

dihadapan orang lain dan mampu menunggu saat dan tempat yang tepat untuk

mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang dapat diterima. Individu dapat

Page 11: KEMATANGAN EMOSI ISTRI PADA PERNIKAHAN USIA AWALeprints.ums.ac.id/71744/9/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 3. 4. · satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pernikahan adalah kematangan

7

melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial. Individu yang emosinya

matang mampu mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat diterima secara sosial

atau membebaskan diri dari energi fisik dan mental yang tertahan dengan cara

yang dapat diterima secara sosial. Singh & Bhargava (2005) mengungkapkan

bahwa kestabilan emosi mengacu pada karakteristik seseorang yang tidak

memungkinkan untuk bereaksi berlebihan atau perubahan mood secara mendadak

yang disebabkan situasi yang emosional. Orang dengan emosi yang stabil dapat

melakukan apa yang dituntut darinya dalam situasi tertentu. Tetapi ketidakstabilan

emosi adalah kecenderungan untuk berubah dengan cepat, tidak bisa diandalkan,

cepat marah, keras kepala, kurangnya kapasitas untuk menyelesaikan tugas serta

mencari bantuan untuk menyelesaikan suatu tugas/masalah.

Keempat, Cara yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang

muncul antara lain berdiam diri terlebih dahulu sambil mencari solusi yang tepat,

mengingatkan pasangan, melakukan sesuatu untuk pasangan tanpa membuatnya

tersinggung, sindirian halus, mengetahui kebutuhan pasangan, membicarakan

berdua, berusaha mengalah, sebelum tidur meluangkan waktu untuk bicara,

menghubungi suami terlebih dahulu, melalui perantara anak, suami mendekati dan

mengajak bicara, biasanya masalah tidak selesai saat itu sehingga berlarut-larut

dan situasi yang kurang tepat untuk diskusi. Selain itu cara yang dilakukan untuk

mengelole emosi ialah menenangkan diri, mencari kegiatan lain, diskusi dengan

suami dengan situasi yang tepat, pelampiasannya yaitu senang dikantor, atau pergi

main, dipendam, memikirkan masalah terus menerus. Singh & Bhargava (2005),

ketidakstabilan emosi adalah kecenderungan untuk berubah dengan cepat, tidak

bisa diandalkan, cepat marah, keras kepala, kurangnya kapasitas untuk

menyelesaikan tugas serta mencari bantuan untuk menyelesaikan suatu

tugas/masalah. Selanjutnya Walgito (2010) mengungkapkan bahwa individu

mampu bertanggung jawab dengan baik, dapat berdiri sendiri, tidak mudah

frustasi, dan dapat menghadapi masalah dengan penuh perhatian.

Ke lima, penerimaan pada pasangan yaitu ditandai dengan pandangan

subjek terhadap suami yaitu cuek, kurang romantic, keras, sulit mengekspresikan

keinginan, jahil, tanggung jawab, belum sepenuhnya terbuka, pendiam, pendengar

Page 12: KEMATANGAN EMOSI ISTRI PADA PERNIKAHAN USIA AWALeprints.ums.ac.id/71744/9/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 3. 4. · satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pernikahan adalah kematangan

8

yang baik, fokus pada kewajibannya. Kemudian harapan yang diungkapkan

subjek kepada suami antara lain lebih perhatian pada istri, bisa romatis seperti

awal menikah, waktu dan komunikasi lebih intens, lebih terbuka dan jujur, suami

lebih cekatan, disiplin, lebih inisiatif, meminimalisir handphone, suami ada untuk

subjek, saling menjaga dan tanggung jawab. Menurut Hurlock (2009), cinta yaitu

keadaan seseorang dalam hal kepemilikan sesuatu yang disukai dan dicintainya.

Dalam diri individu ada kemampuan untuk mengelola perasaan suka dan cinta

secara baik. Selain itu intimasi yaitu kemampuan untuk menjalin hubungan yang

akrab dengan orang lain, tidak mengalami nervous, grogi dan kesulitan ketika

memulai perkenalan dalam bergaul. Inidividu yang matang secara emosi dapat

menerima keadaan dirinya sendiri maupun orang lain dengan apa adanya, sesuai

dengan keadaan objektifnya. Orang yang matang emosinya dapat berpikir secara

objektif dan baik (Walgito, 2010).

Keenam, Reaksi ke lingkungan ketika menghadapi masalah antara lain

merasa cemburu ketika mertua mendekati anak, berusaha cuek dan tidak

menanggapi perkataan keluarga, masalah pekerjaan tidak terbengkalai, saling

emosi sehingga maksud pembicaraan tidak tersampaikan, anak menjadi perantara

ketika terjadi konflik, menjauh, melihat situasi kadang memberi penjelasan namun

terkadang ikut emosi, dilampiaskan ke sosial media sehingga mendapat komentar

dari orang lain, dipekerjaan cenderung diam namun tetap bekerja. Singh &

Bhargava (2005) menyatakan bahwa kematangan emosi salah satunya dapat

dilihat melalui penyesuaian sosial, penyesuaian sosial mengacu kepada proses

interaksi antara kebutuhan seseorang dan tuntutan lingkungan sosial dalam situasi

tertentu, sehingga mereka dapat mempertahankan dan menyesuaikan hubungan

yang diinginkan dengan lingkungan. Oleh karena itu dapat digambarkan sebagai

hubungan yang harmonis seseorang dengan dunia sosialnya. Sedangkan orang

yang tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan sosialnya menunjukkan

kurangnya adaptasi sosial, menunjukkan kebencian, menyombongkan diri,

pembohong dan sering lalai.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hal-hal yang

dominan dalam mempengaruhi kematangan emosi subjek ialah memahami peran

Page 13: KEMATANGAN EMOSI ISTRI PADA PERNIKAHAN USIA AWALeprints.ums.ac.id/71744/9/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 3. 4. · satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pernikahan adalah kematangan

9

dan tanggung jawab sebagai istri dalam kehidupan pernikahan, mampu

berkomunikasi dengan baik, dan menyukuri segala kondisi yang dialami. Melalui

hal tersebut nantinya akan dirancang suatu program intervensi psikologis untuk

mengatasi masalah kematangan emosi istri pada pernikahan usia awal.

Rancangan program intervensi yang diusulkan oleh peneliti adalah

pelatihan “Menjadi Istri yang Mempesona”. Tujuan dari pelatihan ini secara

umum adalah meningkatkan kematangan emosi pada istri agar dalam menjalani

kehidupan pernikahan dapat merasakan bahagia serta meminimalisir munculnya

konflik, sehingga tujuan pernikahan dapat tercapai. Selanjutnya, secara khusus

pelatihan ini memiliki tujuan yaitu untuk membekali peserta (istri) dengan

pengetahuan dan keterampilan mengenai peran dan kewajiban istri, komunikasi

efektif, rasa syukur dan regulasi emosi yang akan membantu dan mendukung

dalam menjalani peran sebagai istri dalam kehidupan pernikahan. Sasaran dalam

pelatihan ini ialah istri yang memiliki usia pernikahan dibawah 10 tahun dan

wanita yang akan memasuki gerbang pernikahan.

4. PENUTUP

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan yang dirumuskan sebagai

berikut: Pertama, kematangan emosi istri pada pernikahan usia awal cenderung

kurang matang, hal ini ditunjukkan dengan sikap istri yang mudah

mengekspresikan emosi marah pada suami dan anak, ketika masalah muncul

cenderung tidak mau melayani suami, pergi dari rumah tanpa ijin suami,

meluapkan kekesalah di sosial media, merasa suami kurang perhatian, kesiapan

memiliki momongan, mudah menyalahkan diri dan merasa stress. Gambaran

kehidupan pernikahan usia awal merupakan masa-masa penyesuaian antara istri

dan suami. Permasalahn yang muncul terkait dengan perbedaan sikap dan

kebiasaan pasangan, peralihan peran, manajemen waktu, komunikasi, ekonomi,

keterbukaan, keterlibatan keluarga, kesiapan memiliki momongan, serta tuntutan

dari istri pada suami. Hal tersebut disebabkan oleh masa penyesuaian, komunikasi

yang kurang efektif, manajemen waktu, merasa suami kurang perhatian, hubungan

dengan keluarga yang kurang baik, belum selesai sekolah, serta sikap istri yang

Page 14: KEMATANGAN EMOSI ISTRI PADA PERNIKAHAN USIA AWALeprints.ums.ac.id/71744/9/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 3. 4. · satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pernikahan adalah kematangan

10

suka mengungkit masalah. Sehingga memberikan dampak dalam kehidupan

pernikahan antara lain, muncul pikiran negatif, pisah kamar dengan suami, stress

dan tertekan, marah pada suami, hubungan dengan orang tua renggang, pergi

tanpa ijin suami, membentak anak, malas melakukan kegiatan, diluapkan di sosial

media.

Kedua, hal-hal yang dapat meningkatkan kematangan emosi istri pada

pernikahan usia awal antara lain pemahaman mengenai peran dan kewajiban

sebagai istri dalam kehidupan pernikahan, terciptanya komunikasi yang efektif,

dan adanya sikap bersyukur yang dimiliki istri.

Ketiga, rancangan intervensi psikologi yang diusulkan peneliti

berdasarkan hasil penelitian ini ialah “Pelatihan Menjadi Istri yang Mempesona”

yang berisikan mengenai psikoedukasi peran dan tanggung jawab istri,

membangun komunikasi yang efektif, kebersyukuran, dan cara mengelola emosi.

Sasaran dalam pelatihan ini ditujukan kepada istri dengan usia pernikahan

dibawah 10 tahun. Selain itu, pelatihan ini juga bisa digunakan untuk wanita/calon

istri yang akan menikah.

DAFTAR PUSTAKA

Ekasari, E. (2012). m.detik.com. Retrieved November 2018, from m.detik.com:

https://m.detik.com/wolipop/read/2012/12/17/183255/2120814/854

diakses pada 17 Desember 2018

Herdiansyah, H. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial.

Jakarta: Salemba Humanika.

Hurlock, E. (2004). Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.

Kertamuda, F. E. (2009). Konseling Pernikahan Untuk Keluarga Indonesia.

Jakarta: Salemba Humanika.

Khairani, R., & Putri, D. E. (2008). Kematangan Emosi Pada Pria Dan Wanita

Yang Menikah Muda. Jurnal Psikologi vol 1 no 2 .

krjogja. (2017). 11 Kasus KDRT Terjadi di Sukoharjo. Retrieved from 11 Kasus

KDRT Terjadi di Sukoharjo: http://krjogja.com/web/news/read/42204/11_

Kasus_KDRT_Terjadi_di_Sukoharjo 27 Agustus 2018

Page 15: KEMATANGAN EMOSI ISTRI PADA PERNIKAHAN USIA AWALeprints.ums.ac.id/71744/9/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 2019. 3. 4. · satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pernikahan adalah kematangan

11

Mappiare, A. (1983). Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional.

Moleong, L. J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Murtadho, A. (2009). Konseling Perkawinan Perspektif Agama. Semarang:

Walisongo Press.

Muslimin. (2002). Metodologi Penelitian Bidang Sosial Edisi 1. Malang: Bayu

Media.

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Fieldman, S. D. (2008). Human Development

(Psikologi Perkembangan). Jakarta: Kencana.

Solopos. (2017). Retrieved from Perceraian Solo: Tiap Hari, 2-3 Pasutri Bercerai:

http://www.solopos.com/2017/01/04/perceraian-solo-tiap-hari-2-3-pasutri-

bercerai-781663 diakses pada 20 Desember 2018

Talukdar, R. R., & Das, J. (2013). A Study on Emotional Maturity Among

Arranged Marriage Couples. International Journal of Humanities and

Social Science Invention , Volume 2 Issue 8 16-18.

Walgito, B. (2004). Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: Andi

Offset.